V. PEMBAHASAN HASIL ESTIMASI MODEL SUBSIDI HARGA LISTRIK
Bagian ini membahas hasil estimasi dari mode l yang dibangun dalam penelitian ini. Pembahasan dibagi menjadi dua bagian, yaitu penjelasan secara umum dan pembahasan secara terperinci untuk setiap persamaan. 5.1. Gambaran Umum Hasil estimasi mode l subsidi listrik dievaluasi dengan tiga kriteria, yaitu kriteria ekonomi (economic ‘a priori’ criteria), kriteria statistik (statistical criteria), dan kriteria ekonometrik (econometric criteria). Program estimasi dan hasil estimasi mode l selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3 da n Lampiran 4. Berdasarkan kriteria ekonomi, hasil estimasi parameter setiap persamaan struktural dalam model subsidi listrik di Indo nesia yang diajukan adalah sesuai harapan. Hal ini ditunjukkan dengan tanda dan besaran nilai estimasi parameter yang menggambarka n hubungan antara variabe l endo gen dengan variabe l penjelasnya. Dilihat berdasar kriteria statistik, hasil estimasi model juga menunjukkan hasil yang cukup baik. Nilai koefisien determinasi (R2 ) setiap persamaan struktural yang relatif tinggi yaitu berkisar antara 0.73 sampai 0.99 menunjukkan bahwa secara umum variabel- variabel penjelas yang digunakan dalam penelitian ini mampu menjelaskan 73 persen sampai 99 persen keragaman variabel- variabel endo gennya. Uji-F digunakan untuk mengetahui apakah model layak digunakan atau tidak dengan melakukan pengujian terhadap hubungan antara variabel tak bebas
86
dengan sekelompok variabel bebas. Nilai statistik uji-F yang dihasilka n cukup tinggi dengan Pr > F semuanya kurang dari 0.01, yang dapat diimpretasikan bahwa variabel- variabel penjelas dalam setiap persamaan struktural secara bersama-sama mempengaruhi secara nyata variabel- variabel endo gennya. Hasil statistik uji- t untuk menguji apakah suatu variabel penjelas secara individu berpe ngaruh terhadap variabel endogennya atau tidak menunjukan bahwa secara statistik sebagian besar variabel penjelas secara individu berpengaruh secara nyata sampai level kesalahan (α) 40 persen. Namun terdapat beberapa variabel penjelas dalam mode l yang secara statistik tidak berpengaruh terhadap variabel endo gennya. Berdasar nilai statistik Durbin-Watson (DW) dan juga nilai Durbin- h mengindikasikan adanya masalah autokorelasi. Masalah ini sering muncul pada penelitian bidang ekonomi yang disebabkan adanya keterkaitan antar variabel. Karena disertasi ini adalah penelitian di bidang ekonomi, maka lebih mengutamakan kriteria ekonomi daripada kriteria statistik maupun ekonometrik. Berdasarkan hasil pengujian estimasi parameter-parameter tersebut, maka model yang digunakan dalam penelitian ini cukup baik dalam menjelaskan perilaku konsumsi dan subsidi listrik di Indonesia. 5.2.
Penjelasan Persamaan Pada bagian ini akan dijelaskan secara terperinci setiap persamaan yang
digunakan dalam penelitian ini. 5.2.1. Blok Produksi Tenaga Listrik Secara keseluruhan produksi tenaga listrik berasal dari tenaga listrik yang dibangkitkan sendiri dari generator yang dimiliki maupun sewa da n tenaga listrik
87 yang dibe li da ri perusahaan lain (IPP). Hasil estimasi persamaan yang berkaitan dengan produksi tenaga listrik menunjukkan bahwa semua persamaan mempunyai tingkat pe njelas yang cukup tinggi. Hal ini terlihat dari nilai koe fisien determinasi (R2 ) yang berkisar antara 0.76 sampai dengan 0.99, yang berarti bahwa variabelvariabel penjelas yang digunakan dalam persamaan-persamaan tersebut dapat menjelaskan 76 persen sampai dengan 99 persen keragaman variabel- variabel endogennya. Dilihat dari nilai statistik uji-F, semua persamaan mempunyai Pr > F bernilai kurang dari 0.01, yang berarti bahwa pada setiap persamaan variabelvariabel penjelas secara bersama-sama dapat menjelaskan keragaman variabel endogennya secara nyata. 1.
Tenaga Listrik Produksi Sendiri Hasil pendugaan parameter persamaan jumlah tenaga listrik yang
diprod uks i sendiri dapat dilihat pada Tabel 17. Dari Tabel 17 tersebut dapat dilihat bahwa hanya variabel tenaga listrik yang dibeli, tenaga listrik terjual, dan produksi sendiri tahun sebelumnya yang berpengaruh secara nyata terhadap jumlah tenaga listrik yang diproduksi sendiri. Nilai parameter dugaan konsumsi batu bara sebesar 0.001461 dan mempunyai hubungan yang positif. Respo n jumlah tenaga listrik yang diprod uks i sendiri terhadap peruba han jumlah konsumsi batu bara bersifat tidak elastis baik untuk jangka pe ndek maupun jangka pa njang. Ini berarti perubahan jumlah konsumsi batu bara yang sifatnya sementara maupun jangka pa njang tidak memberikan respon pada jumlah tenaga listrik yang diproduksi sendiri. Nilai parameter dugaan konsumsi gas alam sebesar 0.023578 dan mempunyai hubungan yang positif. Respo n jumlah tenaga listrik yang diprod uks i
88
sendiri terhadap perubahan jumlah konsumsi gas alam bersifat tidak elastis baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Ini berarti perubahan jumlah konsumsi gas alam yang sifatnya sementara maupun jangka panjang tidak memberikan respon pada jumlah tenaga listrik yang diproduksi sendiri. Tabel 17. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Produksi Tenaga Listrik yang Diproduksi Sendiri, Tahun 1990-2010
Variabel Intercept QBBM (Jumlah Konsumsi BBM) QBTB (Jumlah Konsumsi batubara) QGAS (Jumlah Konsumsi Gas Alam) LPRODSDR (Lag Jumlah Tenaga Listrik yang Diproduksi Sendiri)
Estimasi Parameter
Pr > |t|
Elastisitas Jangka Jangka Pendek Panjang
Signifikansi A
9012.079
0.0341
0.000248
0.6814
0.0202
0.0537
0.001461
0.0378
0.2296
0.6123
A
0.023578
0.0317
0.0537
0.1433
A
0.625091
0.0003
A
Adj-R2 = 0.99314; F-hitung = 688.31; Pr > F = <0.0001; D-h = -3.1475 Keterangan:
2.
A = Signifikan pada level 10 persen C = Signifikan pada level 30 persen
B = Signifikan pada level 20 persen D = Signifikan pada level 40 persen
Konsums i Bahan Bakar Sebagian besar pembangkit yang dimiliki PLN menggunakan bahan bakar
BBM, batubara, dan gas alam yang mencapai 68.16 persen dari total produksi atau 88.60 persen dari total tenaga listrik yang diproduksi sendiri. Hasil pendugaan parameter persamaan konsumsi BBM dapat dilihat pada Tabel 18. Dari Tabel 18 tersebut dapat dilihat bahwa konsumsi BBM dipengaruhi secara nyata oleh tenaga listrik yang diproduksi dan konsumsi BBM tahun sebelumnya. Nilai parameter dugaan variabel tenaga listrik yang diprod uks i sendiri sebesar 18.00578 dan mempunyai hubungan yang positif. Hasil ini menunjukkan kenaika n tenaga listrik yang diprod uksi aka n memicu ke naikan permintaan BBM.
89 Ini terjadi karena penggunaan BBM untuk memproduksi tenaga listrik masih cukup tinggi. Pada tahun 2009 total produksi listrik yang menggunakan BBM mencapai 22.06 persen. Respon konsumsi BBM terhadap perubahan tenaga listrik yang diproduksi sendiri bersifat tidak elastis untuk jangka pendek, tetapi elastis untuk jangka panjang. Ini berarti perubahan tenaga listrik yang diproduksi sendiri yang sifatnya sementara tidak memberikan respon pada konsumsi BBM, tetapi memberikan respon pada jangka panjang. Tabel 18. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Konsumsi BBM, Tahun 1990-2010
Variabel Intercept PBBM (Harga BBM Dalam Negeri) PRODSDR (Jumlah Tenaga Listrik yang Diproduksi Sendiri) D08 LQBBM (Lag Jumlah Konsumsi BBM)
Estimasi Parameter
Pr > |t|
Elastisitas Jangka Jangka Pendek Panjang
35351.62
0.9838
-59.6042
0.8854
-0.0180
-0.0962
18.00578 942261.9
0.3249 0.5821
0.2216
1.1841
0.812856
0.0056
Signifikansi
D
A
2
Adj-R = 0.84031; F-hitung = 25.99; Pr > F = <0.0001; D-h = -1.8593 Keterangan:
A = Signifikan pada level 10 persen C = Signifikan pada level 30 persen
B = Signifikan pada level 20 persen D = Signifikan pada level 40 persen
Jumlah konsumsi BBM juga dipengaruhi oleh konsumsi BBM tahun sebelumnya. Ini artinya jika tahun lalu konsumsi BBM naik sebesar 1 000 kilo liter, maka konsumsi BBM tahun sekarang naik sebesar 813 kilo liter. Sementara hasil pendugaan parameter persamaan konsumsi batubara dapat dilihat pada Tabel 19. Dari Tabe l 19 tersebut dapat dilihat bahwa tidak semua variabel yang digunakan berpengaruh secara nyata terhadap konsumsi batubara. Hanya besarnya produksi listrik dan konsumsi batubara tahun sebelumnya yang berpengaruh terhadap konsumsi batubara.
90
Nilai parameter dugaan variabel tenaga listrik yang diprod uks i sendiri sebesar 105.1371 dan mempunyai hubungan yang positif. Hasil ini menunjukkan kenaika n tenaga listrik yang diproduksi akan memicu kenaikan permintaan batubara. Ini terjadi karena bahan bakar utama dalam memproduksi tenaga listrik. Pada tahun 2009 total produksi listrik yang dibangkitkan dengan bahan bakar batubara mencapai 27.51 persen. Respon konsumsi batu bara terhadap perubahan tenaga listrik yang diprod uksi sendiri bersifat tidak elastis untuk jangka pendek, tetapi elastis untuk jangka panjang. Ini berarti perubahan tenaga listrik yang diproduksi sendiri yang sifatnya sementara tidak memberikan respon pada konsumsi batubara, tetapi memberikan respon pada jangka panjang. Tabel 19. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Konsumsi Batubara, Tahun 1990-2010
Variabel Intercept PBTB (Harga Batubara Dalam Negeri) PRODSDR (Jumlah Tenaga Listrik Yang Diproduksi Sendiri) PBBM (Harga BBM) LQBTB (Lag Konsumsi Batubara)
Estimasi Parameter
Pr > |t|
Elastisitas Jangka Jangka Pendek Panjang
Signifikansi A
-2301871
0.0295
-891.932
0.6964
-0.0154
-0.0334
105.1371 148.7185
0.0040 0.4318
0.6691 0.0232
1.4508 0.0504
0.538798
0.0074
A
A
2
Adj-R = 0.98469; F-hitung = 306.41; Pr > F = <0.0001; D-h = -1.0041 Keterangan:
A = Signifikan pada level 10 persen C = Signifikan pada level 30 persen
B = Signifikan pada level 20 persen D = Signifikan pada level 40 persen
Jumlah konsumsi batubara juga dipengaruhi oleh konsumsi batubara tahun sebelumnya. Ini artinya jika tahun lalu konsumsi batubara naik sebesar 1 000 ton, maka konsumsi batubara tahun sekarang naik sebesar 539 ton. Hasil pendugaan parameter persamaan konsumsi gas alam dapat dilihat pada Tabel 20. Dari Tabe l 20 tersebut dapat dilihat bahwa variabel harga gas,
91 tenaga listrik yang dibangkitkan sendiri, dan konsumsi BBM berpengaruh secara nyata terhadap konsumsi batubara. Nilai parameter dugaan variabel harga gas alam sebesar 4.75730 dan mempunyai hubungan yang negatif, yang berarti kenaikan harga gas alam akan memicu penurunan permintaan gas alam. Respon konsumsi gas alam terhadap perubahan harganya bersifat tidak elastis, yang berarti perubahan harga gas alam tidak memberikan respon pada konsumsinya. Tabel 20. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Konsumsi Gas Alam, Tahun 1990-2010
Variabel Intercept PGAS (Harga Gas Alam Dalam Negeri) PRODSDR (Jumlah Tenaga Listrik yang Diproduksi Sendiri) QBBM (Jumlah Konsumsi BBM) QBTB (Jumlah Konsumsi Batubara) D9799
Estimasi Parameter
Pr > |t|
Elastisitas Jangka Jangka Pendek Panjang
Signifikansi
7043.293
0.9389
-4.75730
0.0681
-0.4862
-
A
8.081043
0.0126
3.5476
-
A
-0.04389
0.0006
-1.5656
-
A
-0.00730 -37568.6
0.6436 0.2660
-0.5036
C
2
Adj-R = 0.764; F-hitung = 13.3; Pr > F = 0.0003; DW = 2.72214 Keterangan:
A = Signifikan pada level 10 persen C = Signifikan pada level 30 persen
B = Signifikan pada level 20 persen D = Signifikan pada level 40 persen
Nilai parameter dugaan variabel tenaga listrik yang diproduksi sendiri sebesar 8.081043 dan mempunyai hubungan yang positif. Hasil ini menunjukkan kenaika n tenaga listrik yang dipr od uks i aka n memicu ke naika n permintaan gas alam. Respon konsumsi gas alam terhadap perubahan tenaga listrik yang diproduksi sendiri bersifat elastis, yang menujukkan bahwa perubahan tenaga listrik yang diproduksi sendiri memberikan respon pada konsumsi gas alam.
92
Nilai parameter dugaan variabel konsumsi BBM sebesar 0.04389 dan mempunyai hubungan yang negatif, yang berarti kenaikan konsumsi BBM akan memicu penurunan permintaan gas alam. Respon konsumsi gas alam terhadap perubahan konsumsi BBM bersifat elastis, ini berarti perubahan konsumsi BBM akan memberikan respon pada konsumsi gas alam. Ketika terjadi krisis ekonomi tahun 1997-1999 konsumsi gas alam mengalami penurunan sebesar 37568.6 MMSCF. Ini dapat terjadi karena ketika terjadi krisis ekonomi keuangan PLN menjadi tidak sehat, sehingga dilakukan berbagai penghematan untuk mengurangi kerugian perusahaan yang lebih parah. Besarnya konsumsi bahan bakar sangat tergantung harganya. Hasil pendugaan parameter persamaan harga BBM dapat dilihat pada Tabel 21. Dari Tabe l 21 tersebut dapat dilihat bahwa harga BBM dipengaruhi secara nyata oleh harga minyak mentah Indonesia (ICP), harga BBM tahun sebelumnya, dan variabel dummy yang merepresentasikan lonjakan harga minyak dunia tahun 2008. Nilai parameter dugaan variabel harga minya k mentah Indo nesia (ICP) sebesar 66.37429 da n mempunyai hubungan yang positif, yang berarti kenaikan ICP akan memicu kenaika n harga BBM da lam negeri. Respo n harga BBM terhadap perubahan ICP bersifat elastis baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Ini berarti perubahan ICP yang sifatnya sementara maupun jangka panjang akan memberikan respon pada harga BBM dalam negeri. Melonjaknya harga minyak mentah dunia pada tahun 2008 berpengaruh nyata terhadap kenaikan harga BBM dalam negeri sebesar Rp. 1089.3. Meskipun pe merintah sering meneka n gejolak
harga BBM da lam negeri de ngan
93 meningkatkan subsidi BBM, namun sejak tahun 2005 PLN membeli BBM tanpa subs idi. Tabel 21. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Harga BBM, Tahun 19902010
Variabel Intercept (Intersep) ICP (Harga Minyak Mentah Indonesia) KURS (Nilai Tukar Rupiah thd Dolar AS) D08 LPBBM (Lag Harga BBM)
Estimasi Parameter
Elastisitas SignifiJangka Jangka kansi Pendek Panjang
Pr > |t|
-988.933
A
0.0011
66.37429 <0.0001
1.1482
1.5063
0.024172 1089.309
0.4909 0.0619
0.0823
0.1079
0.237759
0.0173
A
A A
2
Adj-R = 0.97072; F-hitung = 158.47; Pr > F = <0.0001; D-h = -1.3913 Keterangan:
A = Signifikan pada level 10 persen C = Signifikan pada level 30 persen
B = Signifikan pada level 20 persen D = Signifikan pada level 40 persen
Harga BBM dalam negeri juga dipengaruhi oleh harga BBM pada tahun sebelumnya. Ini menunjukkan bahwa harga BBM tahun sebelumnya menjadi salah satu acuan dalam menentukan harga BBM sekarang. Sementara hasil pendugaan parameter persamaan harga batubara dapat dilihat pada Tabel 22. Dari Tabe l 22 tersebut dapat dilihat bahwa hampir semua variabel yang digunakan berpengaruh secara nyata terhadap harga batubara dalam negeri, kecuali harga dunia batubara. Nilai parameter dugaan variabel nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat sebesar 0.010802 dan mempunyai hubungan yang positif, yang berarti depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat akan memicu kenaikan harga batubara dalam negeri. Respon harga batubara terhadap perubahan nilai tukar bersifat tidak elastis, yang berarti perubahan nilai tukar rupiah tidak memberikan respon pada harga batubara dalam negeri.
94
Tabel 22. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Harga Batubara, Tahun 1990-2010
Variabel Intercept (Intersep) PDBTB (Harga Batubara Dunia) KURS (Nilai Tukar Rupiah) PBBM (Harga BBM Dalam Negeri) LBTB (Lag Harga Batubara)
Estimasi Parameter
Pr > |t|
Elastisitas Jangka Jangka Pendek Panjang
-113.302
0.4097
2.588217 0.010802
0.4262 0.2139
0.4713 0.3320
1.1839 0.8340
0.019297 0.601905
0.1150 0.0192
0.1743
0.4378
Signifikansi
C B A
Adj-R2 = 0.91376; F-hitung = 51.33; Pr > F = <0.0001; D-h = -3.1931 Keterangan:
A = Signifikan pada level 10 persen C = Signifikan pada level 30 persen
B = Signifikan pada level 20 persen D = Signifikan pada level 40 persen
Nilai parameter dugaan variabel harga BBM sebesar 0.019297 dan mempunyai hubungan yang positif, yang berarti ke naikan harga BBM akan memicu kenaikan harga batubara dalam negeri. Respon harga batubara terhadap perubahan nilai tukar bersifat tidak elastis, yang berarti perubahan harga BBM tidak memberikan respon pada harga batubara dalam negeri. Hasil pendugaan parameter persamaan harga gas alam dapat dilihat pada Tabe l 23. Dari Tabel 23 tersebut dapat dilihat bahwa ha nya variabe l harga gas periode sebelumnya dan variabel dummy yang berpengaruh secara nyata terhadap harga gas alam dalam negeri. Ini menunjukkan bahwa harga gas alam tahun sebelumnya menjadi acuan utama dalam menentukan harga gas alam sekarang. Krisis ekonomi tahun 1998 dan krisis finansial global tahun 2009 menyebabkan kenaikan harga gas alam. Hal ini terjadi karena krisis telah menyebabkan penurunan daya beli masyarakat, sehingga banyak yang beralih ke bahan bakar yang relatif lebih murah sebagai sumber energi, dan gas alam adalah
95 salah satunya. Namun kenaikan permintaan tersebut berakibat pada naiknya harga gas alam. Tabel 23. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Harga Gas Alam, Tahun 1990-2010
Variabel Intercept PDGAS (Harga Dunia Gas Alam) KURS (Nilai Tukar Rupiah thd Dolar AS) PBBM (Harga BBM Dalam Negeri) D98 D09 LPGAS (Lag Harga Gas Alam Dalam Negeri)
Estimasi Parameter
Pr > |t|
Elastisitas Jangka Jangka Pendek Panjang
-957.021
0.6388
763.6172
0.5437
0.1544
1.0817
0.107165
0.8659
0.0384
0.2693
0.042218 19135.55 8717.081
0.9712 0.0006 0.0410
0.0045
0.0312
0.857225
0.0003
Signifikansi
A A A
Adj-R2 = 0.9493; F-hitung = 60.29; Pr > F = <0.0001; D-h = 0.2429 Keterangan:
A = Signifikan pada level 10 persen C = Signifikan pada level 30 persen
B = Signifikan pada level 20 persen D = Signifikan pada level 40 persen
Sementara persamaan biaya konsumsi BBM, batu bara, dan gas alam adalah persamaan identitas yang merupakan perkalian jumlah bahan bakar dengan harganya. Persamaan nilai konsumsi BBM (CBBM), batu bara (CBTB), dan gas alam (CGAS) dapat dirumuskan sebagai berikut: CBBM t = QBBM t * PBBM t CBTBt = QBTBt * PBTBt CGAS t = QGAS t * PGAS t 3.
Tenaga Listrik yang Dibeli Tenaga listrik yang dibeli terus meningkat setiap tahun. Kenaikan tenaga
listrik yang dibeli menunjukkan bahwa tenaga listrik yang diproduksi sendiri tidak dapat mencukupi permintaan tenaga listrik. Hal ini disebabka n laju tenaga listrik
96
yang diproduksi sendiri lebih lambat dari laju permintaan tenaga listrik, sehingga PLN harus beli dari perusahaan lain untuk memenuhi kenaikan permintaan tenaga listrik. Hasil pendugaan parameter persamaan tenaga listrik yang dibeli dari perusahaan lain (IPP) dapat dilihat pada Tabel 24. Dari Tabel 24 tersebut dapat dilihat bahwa tenaga listrik yang dibeli dari perusahaan lain dipengaruhi oleh tenaga listrik yang diproduksi sendiri, permintaan tenaga listrik yang diproks i dengan tenaga listrik yang terjual, dan besarnya susut tenaga listrik. Selain itu ketika harga minyak mentah dunia melonjak tajam pada tahun 2008 terjadi penuruna n tenaga listrik yang dibeli. Tabel 24. Hasil Estimas i Parameter Persamaan Tenaga Listrik yang Dibeli, Tahun 1990-2010
Variabel Intercept TLJUAL (Jumlah Tenaga Listrik yang Terjual) SUSUT (Jumlah Tenaga Listrik yang Hilang) D08 LTLBELI (Lag Tenaga Listrik yang Dibeli)
Estimasi Parameter
Pr > |t|
Elastisitas Jangka Jangka Pendek Panjang
Signifikansi A
-3780.01
0.0278
0.046545
0.1843
0.2610
1.7517
B
0.322728 -2239.34
0.0530 0.1577
0.2603
1.7473
A B
0.851006
<0.0001
A
2
Adj-R = 0.99057; F-hitung = 500.23; Pr > F = <0.0001; D-h = -0.1870 Keterangan:
A = Signifikan pada level 10 persen C = Signifikan pada level 30 persen
B = Signifikan pada level 20 persen D = Signifikan pada level 40 persen
Nilai parameter dugaan variabel jumlah tenaga listrik yang terjual sebesar 0.046545 dan mempunyai hubungan yang positif, yang berarti kenaikan jumlah permintaan tenaga listrik akan memicu kenaikan jumlah tenaga listrik yang dibeli dari luar swasta. Respon jumlah tenaga listrik yang dibeli terhadap perubahan jumlah tenaga listrik yang terjual bersifat tidak elastis dalam jangka pendek, tetapi
97 elastis dalam jangka panjang. Ini berarti perubahan jumlah tenaga listrik yang terjual yang bersifat sementara tidak memberikan respon pada jumlah tenaga listrik yang dibeli, tetapi memberikan respon dalam jangka panjang. Nilai parameter dugaan variabel jumlah tenaga listrik yang hilang atau susut sebesar 0.322728 da n mempunyai hubungan yang positif, yang berarti kenaika n jumlah tenaga listrik yang hilang akan memicu kenaikan jumlah tenaga listrik yang dibeli dari perusahaan lain. Respon jumlah tenaga listrik yang dibeli terhadap perubahan jumlah tenaga listrik yang terjual bersifat tidak elastis dalam jangka pendek, tetapi elastis dalam jangka panjang. Ini berarti perubahan jumlah tenaga listrik yang terjua l yang bersifat sementara tidak memberikan respon pada jumlah tenaga listrik yang dibeli, tetapi memberikan respon dalam jangka panjang. Ketika terjadi lonjakan harga minyak mentah dunia tahun 2008 jumlah tenaga listrik yang dibeli berkurang sebesar 2 239.34 GWh. Hal ini terjadi karena kenaikan harga minyak mentah dunia menyebabkan kenaikan harga jual dari produsen tenaga listrik kepada PLN, sehingga PLN memaksimalkan produksi sendiri daripada beli dari perusahaan lain. 4.
Total Produksi Listrik Sementara persamaan total produksi tenaga listrik adalah persamaan
identitas yang merupakan penjumlahan tenaga listrik yang diproduksi sendiri dan yang dibeli dari perusahaan lain. Persamaan total produksi tenaga listrik (PRODTLt ) dapat dirumuskan sebagai berikut: PRODTLt = PRODSDRt + TLBELI t
98
5.
Biaya Ope rasi Produksi Tenaga Listrik Hasil pendugaan parameter persamaan biaya operasi prod uksi tenaga
listrik dapat dilihat pada Tabel 25. Dari Tabel 25 tersebut memperlihatkan bahwa hampir semua variabel yang digunakan sebagai penjelas berpengaruh secara nyata terhadap biaya operasi prod uks i tenaga listrik, kecuali variabel bedakala total biaya operasional. Tabel 25. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Total Biaya Operasi Produksi Tenaga Listrik, Tahun 1990-2010
Variabel Intercept TLBELI (Jumlah Tenaga Lisrik yang Dibeli) CBBM (Konsumsi BBM) CBTB (Konsumsi Batubara) CGAS (Konsumsi Gas Alam) CLAIN (Besarnya Pengeluaran Lainnya) D08 LBOP (Lag Total Biaya Operasional)
Estimasi Parameter
Pr > |t|
Elastisitas Jangka Jangka Pendek Panjang
Signifikansi C
-937.226
0.2040
0.731174 0.969435
0.0032 <0.0001
0.2065 0.3555
0.2067 0.3559
A A
1.197797
0.0202
0.0921
0.0922
A
1.583887
<0.0001
0.1217
0.1219
A
0.808336 5086.999
0.0005 0.1034
0.2364
0.2366
A B
0.001061
0.9846
Adj-R2 = 0.99926; F-hitung = 3645.08; Pr > F = <0.0001; D-h = -0.5352 Keterangan:
A = Signifikan pada level 10 persen C = Signifikan pada level 30 persen
B = Signifikan pada level 20 persen D = Signifikan pada level 40 persen
Nilai dugaan parameter listrik yang dibeli dari perusahaan lain sebesar 0.731174 dan mempunyai hubungan yang positif, yang berarti kenaikan 1 GWh pembelian listrik akan meningkatkan biaya operasi sebesar Rp. 731.17 juta. Respon biaya operasi produksi tenaga listrik terhadap tenaga listrik yang dibeli bersifat tidak elastis. Salah satu penyebabnya adalah mungkin karena porsi tenaga listrik yang dibeli yang relatif kecil dibandingkan yang diproduksi sendiri.
99 Estimasi parameter konsumsi BBM sebesar 0.969435 dan mempunyai hubungan yang positif. Respon biaya operasi produksi tenaga listrik terhadap pengeluaran untuk konsumsi BBM bersifat tidak elastis baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Sedangkan estimasi parameter konsumsi gas sebesar 1.583887 dan mempunyai hubungan yang positif. Respon biaya operasi produksi tenaga listrik terhadap pengeluaran untuk konsumsi gas bersifat tidak elastis baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Hasil pendugaan parameter konsumsi batubara sebesar 1.197797 dan mempunyai hubungan yang positif. Respon biaya operasi produksi tenaga listrik terhadap pengeluaran untuk konsumsi batubara bersifat tidak elastis baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Dibandingkan dengan pengeluaran untuk BBM dan gas, pengeluaran untuk konsumsi batubara adalah paling tidak elastis. Hasil ini menunjukkan bahwa pengeluaran untuk konsumsi batubara memiliki nilai sensitivitas paling rendah terhadap biaya operasi prod uks i tenaga listrik. Dengan kata lain, batubara mempunyai nilai efisiensi paling tinggi untuk menekan biaya operasional perusahaan penyedia energi listrik, sedangkan konsumsi untuk BBM paling tidak efisien. Estimasi parameter penge luaran lainnya sebesar 0.808336 dan mempunyai hubungan yang positif. Respon biaya operasi produksi tenaga listrik terhadap pengeluaran untuk konsumsi gas bersifat tidak elastis baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Ini dapat dipahami karena biaya rutin, seperti biaya untuk gaji karyawan, biaya pemeliharaan, biaya penyusutan, dan lain- lain, merupaka n biaya yang harus dike luarka n pe rusahaan setiap tahun.
100
Lonjakan harga minyak mentah dunia tahun 2008 menyebabka n total biaya operasi produksi tenaga listrik mengalami kenaikan sebesar Rp 5 087.0 miliar. Hal ini terjadi karena kenaikan harga minyak mentah dunia menyebabkan
kenaika n harga jual BBM kepada PLN, sedangkan biaya pokok penyediaan energi per kWh dihitung berdasar nilai total biaya operasi produksi tenaga listrik dibagi tenaga listrik yang terjual. Persamaan biaya pokok penyediaan energi listrik per kWh ada lah :
BPP t = BOPt / TLJUALt
5.2.2. Blok Kons umsi Tenaga Listrik Hasil estimasi persamaan konsumsi energi listrik untuk rumah tangga, ka langan industri da n pelanggan lainnya, menunjukan bahwa semua persamaan mempuny ai tingkat penjelas yang tinggi. Hal ini terlihat dari nilai koe fisien determinasi (R2 ) yang bernilai antara 0.99, yang berarti bahwa variabel- variabel penjelas yang digunakan dalam persamaan-persamaan tersebut dapat menjelaskan 99 persen keragaman variabel- variabel endogennya. Dilihat dari nilai statistik ujiF, semua persamaan mempunyai Pr > F bernilai < 0.0001, yang berarti bahwa pada setiap persamaan variabel-variabel penjelas secara bersama-sama dapat menjelaskan keragaman variabel endogennya secara nyata. 1.
Konsums i Listrik Rumah Tangga Dari segi jumlah pelanggan maupun pemakaian, pelanggan rumah tangga
adalah pemakai utama energi listrik di Indonesia. Hasil pendugaan parameter persamaan konsumsi energi listrik oleh rumah tangga dapat dilihat pada Tabel 26. Dari Tabel 26 tersebut terlihat bahwa semua variabel penjelas secara statistik berpengaruh secara nyata terhadap konsumsi listrik rumah tangga.
101 Tabel 26. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Konsumsi Energi Listrik oleh Rumah Tangga , Tahun 1990-2010
Variabel
Estimasi Parameter
Pr > |t|
Elastisitas Jangka Jangka Pendek Panjang
Signifikansi
Intercept
-1009.26
0.2926
HJTLRT (Harga Jual Tenaga Listrik untuk Rumah Tangga)
-2.01447
0.3354
-0.0217
-0.0445
D
0.463104
0.0009
0.1388
0.2840
A
0.536486 -922.694
0.0038 0.1559
0.4464
0.9133
A B
0.511289
0.0066
PDBKPT (PDB per Kapita) PELRT (Jumlah Pelanggan Rumah Tangga) D98 LCLISRT (Lag Konsumsi Listrik Rumah Tangga)
C
A
2
Adj-R = 0.99865; F-hitung = 2821.33; Pr > F = <0.0001; D-h = -1.0667 Keterangan:
A = Signifikan pada level 10 persen C = Signifikan pada level 30 persen
B = Signifikan pada level 20 persen D = Signifikan pada level 40 persen
Hasil pendugaan parameter harga jual tenaga listrik untuk pe langgan rumah tangga sebesar 2.01447 dan mempunyai hubungan yang negatif. Ini artinya kenaikan harga jual tenaga listrik untuk pelanggan rumah tangga akan mengurangi jumlah konsumsi listriknya. Sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan Makmun dan Abdurahman (2003) menemukan bahwa kenaikan tarif listrik dapat membawa dampak yang negatif terhadap pendapatan riil masyarakat, sehingga mengurangi kemampuan masyarakat dalam mengkonsumsi tenaga listrik. Respon konsumsi listrik oleh rumah tangga terhadap harga jual tenaga listrik be rsifat tidak elastis baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Hasil ini menunjukkan bahwa listrik telah menjadi kebutuhan pokok masyarakat di Indonesia yang sulit dicari barang penggantinya, sehingga pengaruh kenaikan harga relatif kecil terhadap nilai konsumsinya.
102
Nilai dugaan parameter PDB per kapita sebesar 0.463104 dan mempunyai hubungan yang positif. Sesuai teori ekonomi apabila pendapatan naik maka konsumsi barang normal juga akan naik. Makmun dan Abdurahman (2003) dalam kesimpulan yang lain menyatakan bahwa tingkat pendapatan berkorelasi positif dengan konsumsi listrik baik dari sisi nilai pengeluaran maupun tingkat konsumsi listrik per kWh-nya. Sebagaimana diketahui bahwa ketergantungan masyarakat, terutama masyarakat perkotaan, terhadap energi listrik semakin tinggi. Listrik tidak hanya untuk penerangan, tetapi juga untuk keperluan lain yang bersifat gaya hidup (life style) seperti untuk menyalakan pendingin ruangan, menyalakan alatalat hiburan seperti televisi dan sejenisnya, dan lain- lain. Respon konsumsi listrik rumah tangga terhadap perubahan PDB per kapita bersifat tidak elastis baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Hasil ini menunjukkan bahwa perubahan total konsumsi rumah tangga tidak terlalu berpengaruh terhadap pengeluaran untuk konsumsi listrik. Hal ini dapat terjadi karena proporsi pengeluaran rumah tangga untuk konsumsi listrik terhadap total pengeluarannya relatif kecil. Berdasarkan data BPS, pada tahun 2009 rata-rata persentase pengeluaran rumah tangga untuk konsumsi listrik sebesar 2.63 persen. Hasil pendugaan parameter jumlah pelanggan rumah tangga sebesar 0.536486 dan mempunyai hubungan yang positif. Hasil ini tentunya tidak mengejutkan karena kenaikan jumlah pelanggan aka n menyebabkan peningkatan konsumsi listrik. Respon konsumsi listrik oleh rumah tangga terhadap harga jual tenaga listrik bersifat tidak elastis baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Hasil ini juga mengimplikasikan bahwa apabila pemerintah menargetkan untuk meningkatkan jumlah penduduk yang dapat menikmati energi listrik (rasio
103 elektrifikasi), maka juga harus ditingkatkan jumlah produksi listrik untuk memenuhi penambahan konsumsi listrik tersebut. Ini berarti investasi di sektor kelistrikan harus ditingkatkan. Peran serta swasta dalam pembangunan sektor ke listrikan semakin diperlukan di tengah-tengah keterbatasan ke uangan negara. Ketika krisis ekonomi melanda Indo nesia yang puncaknya terjadi tahun 1998 juga berpengaruh terhadap penurunan konsumsi listrik oleh pelanggan rumah tangga. Ini terjadi karena krisis ekonomi menyebabkan penurunan pendapatan riil masyarakat, sehingga tingkat konsumsi listrik oleh pelanggan rumah tangga juga mengalami penurunan. Konsumsi tenaga listrik oleh pelanggan rumah tangga juga dipengaruhi oleh konsumsi listrik tahun sebelumnya. Ini menunjukkan bahwa tenaga listrik telah menjadi kebutuhan pokok rumah tangga yang terus dibutuhka n masyarakat. 2.
Konsums i Listrik Kalangan Industri Meskipun secara komulatif konsumsi listrik pelanggan industri di bawah
pelanggan rumah tangga, namun dilihat konsumsi per pelanggan adalah yang terbesar, jauh di atas rata-rata pe langgan yang lain. Hasil dugaan parameter persamaan ko nsumsi energi listrik oleh industri disajikan pada Tabel 27. Berdasar Tabe l 27 tersebut secara statistik semua variabel penjelas yang digunakan berpengaruh terhadap konsumsi listrik pelanggan industri. Nilai parameter dugaan harga jual tenaga listrik sebesar 4.82933 dan mempunyai hubungan yang negatif, yang dapat diinterpretasikan bahwa kenaikan harga jual tenaga listrik untuk industri dapat menyebabkan berkurangnya konsumsi listrik oleh kalangan industri. Sesuai teori ekonomi peningkatan harga suatu barang akan diikuti berkurangnya jumlah konsumsi barang tersebut. Salah
104
satu kesimpulan yang dinyatakan Hartono (2004) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa kebijakan menaikkan TDL dapat menyebab dampak negatif terhadap output dan nilai tambah sektoral, sehingga beberapa sektor perlu mendapat perhatian serius. Respon konsumsi listrik rumah tangga terhadap harga jual tenaga listrik bersifat tidak elastis baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Ini dapat terjadi karena listrik merupakan kebutuhan pokok dalam menjalankan proses produksi maka nilai konsumsinya tidak berubah secara tajam apabila terjadi perubahan harga. Kenaikan harga listrik akan menyebabkan peningkatan biaya operasional industri. Sehingga untuk mengatasinya dilakukan penghematan agar perusahaan tetap bisa beroperasi. Tabel 27. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Konsumsi Energi Listrik oleh Industri, Tahun 1990-2010
Variabel Intercept (Intersep) HJTLIND (Harga Jual Tenaga Listrik untuk Industri) PDBI (Produk Domestik Bruto Industri Pengolahan) PELIND (Jumlah Pelanggan Industri) D98 D09 LCLISIND (Lag Konsumsi Listrik Industri)
Estimasi Parameter
Pr > |t|
Elastisitas Jangka Jangka Pendek Panjang
Signifikansi
-1958.22
0.6171
-4.82933
0.3679
-0.0520
-0.5250
D
0.003827
0.0251
0.0627
0.6329
A
158.1425 -4582.81 -4979.80
0.2617 0.0075 0.0012
0.2091
2.1120
C A A
0.900984 <0.0001
A
2
Adj-R = 0.99077; F-hitung = 340.82; Pr > F = <0.0001; D-h = -0.5770 Keterangan:
A = Signifikan pada level 10 persen C = Signifikan pada level 30 persen
B = Signifikan pada level 20 persen D = Signifikan pada level 40 persen
Nilai parameter dugaan PDB sektor industri sebesar 0.003827 dan mempunyai hubungan yang positif, yang berarti bahwa peningkatan produksi industri akan menyebabka n peningkatan konsumsi listrik. Peningkatan produksi
105 suatu barang karena meningkatnya permintaan barang tersebut akan menyebabkan meningkatnya permintaan tenaga listrik. Respon konsumsi listrik oleh industri terhadap PDB sektor industri bersifat tidak elastis baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Hasil pendugaan parameter jumlah pelanggan industri sebesar 158.1425 dan mempunyai hubungan yang positif. Hasil ini tidak mengejutkan karena kenaikan jumlah pelanggan tentu akan menyebabkan peningkatan konsumsi listrik. Respon konsumsi listrik oleh pelanggan industri terhadap jumlah pelanggan industri bersifat tidak elastis untuk jangka pendek, tetapi elastis untuk jangka panjang. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia dengan puncaknya pada tahun 1998 secara nyata berpengaruh negatif terhadap nilai konsumsi listrik oleh pelanggan industri. Krisis ekonomi yang tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga melanda ba nyak negara- negara Asia seperti Singapura, Malaysia, Korea Selatan, dan Jepang yang merupakan mitra dagang strategis bagi Indonesia sebagai pemasok maupun pasar utama, telah menyebabkan banyak industri dalam negeri tutup. Hal ini berakibat berkurangnya konsumsi listrik oleh kalangan industri. Krisis finansial global yang terjadi sejak pertengahan tahun 2008 yang dimulai dari Amerika Serikat dan menyebar ke beberapa negara seperti Jepang, Australia, da n negara-negara Eropa juga mempengaruhi konsumsi listrik pelanggan industri di Indo nesia. Industri- industri da lam negeri yang berorientasi ekspor paling merasakan dampak krisis tersebut. Meskipun krisis tidak menimpa Indo nesia, tetapi kr isis yang melanda negara-negara tujuan utama ekspor
106
Indo nesia sepe rti Amerika Serikat dan Jepang menyebabkan berkurangnya ekspor ke negara- negara tersebut. Hal ini berdampak pada berkurangnya konsumsi listrik oleh ka langan ind ustri. Konsumsi tenaga listrik oleh pelanggan industri juga dipengaruhi oleh konsumsi listrik tahun sebelumnya. Ini menunjukkan bahwa tenaga listrik merupakan barang yang sangat dibutuhkan oleh kalangan industri, Listrik telah menjadi kebutuhan utama dalam proses produksi. 3.
Konsums i Listrik Pelangga n Lainnya Hasil pe ndugaan parameter persamaan konsumsi energi listrik oleh
pelanggan lainnya (pelanggan bisnis, sosial, gedung kantor pemerintahan, dan penerangan jalan umum) dapat dilihat pada Tabel 28. Dari Tabel 28 tersebut dapat dilihat bahwa jumlah konsumsi tenaga listrik oleh pelanggan lainnya dipengaruhi secara nyata oleh variabel PDB di luar sektor industri, jumlah pelanggan lainnya dan variabel dummy pada tahun 2005 dan 2008. Tabel 28. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Konsumsi Energi Listrik oleh Pelangga n Lainnya, Tahun 1990-2010
Variabel Intercept (Intersep) HJTLOTH (Harga Jual Tenaga Listrik untuk Pelanggan Lainnya) PDBL (PDB Selain Industri) PELOTH (Jumlah Pelanggan Lainnya) D05 D08
Estimasi Parameter -335.456
Pr > |t|
Elastisitas SignifiJangka Jangka kansi Pendek Panjang
0.6786
-1.08605 0.7233 0.003622 <0.0001
-0.0303 0.3170
-
6.654027 <0.0001 1514.473 0.0778 1082.157 0.1957
0.7180
-
A A A B
Adj-R2 = 0.9944; F-hitung = 678.23; Pr > F = <0.0001; DW = 1.534954 Keterangan:
A = Signifikan pada level 10 persen C = Signifikan pada level 30 persen
B = Signifikan pada level 20 persen D = Signifikan pada level 40 persen
107 Nilai parameter dugaan PDB sektor industri sebesar 0.003622 dan mempunyai hubungan yang positif, yang berarti bahwa peningkatan PDB akan menyebabkan peningkatan konsumsi listrik. Respon konsumsi listrik oleh pelanggan lainnya terhadap PDB bersifat tidak elastis. Hasil pendugaan parameter jumlah pelanggan industri sebesar 6.654027 dan mempunyai hubungan yang positif, ini berarti kenaikan jumlah pelanggan akan menyebabkan peningkatan konsumsi listrik. Respon konsumsi listrik oleh pelanggan lainnya terhadap jumlah pelanggan lainnya bersifat tidak elastis. Kebijakan pemerintah melakukan perluasan pelanggan yang memperoleh subsidi pada tahun 2005 da n kenaika n tajam harga minyak dunia tahun 2008 secara nyata juga berpengaruh positif terhadap peningkatan konsumsi listrik. Kebijakan pemberian subsidi mendorong peningkatan pemakaian energi listrik karena harga yang harus dibayar lebih murah daripada harga sesungguhnya. 4.
Total Konsumsi Listrik Total konsumsi listrik terdiri dari tenaga listrik yang terjual kepada
pelanggan, konsumsi listrik yang dikonsumsi sendiri, dan tegaga listrik yang hilang atau susut (losses). Total konsumsi tenaga listrik yang terjual adalah persamaan ide ntitas yang merupaka n pe njumlahan tenaga listrik yang dikonsumsi rumah tangga, industri, dalan pelanggan lainnya. Persamaan total tenaga listrik yang terjua l (TLJUALt ) dapat dirumuskan sebagai berikut: TLJUALt = KONSRTt + KONSIND t + KONSOTH t Sementara tenaga listrik yang dikonsumsi sendiri dan susut (KONSUS t ) adalah persamaan identitas yang merupakan selisih total tenaga listrik yang
108
diproduksi dengan tenaga listrik yang terjual. Persamaan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut: KONSUSt = PRODTLt – TLJUALt 5.2.3. Blok Subsidi Harga Listrik Koplow (2004) menemukan bahwa subsidi energi, termasuk listrik, ada di sebagian besar pasar energi di seluruh dunia. Di Indonesia, subs idi listrik merupakan hal krusial dalam pembangunan sektor kelistrikan di Indo nesia karena akan berkaitan dengan harga yang akan dikenakan kepada pelanggan. Karena listrik telah menjadi barang yang menguasai hajat hidup orang banyak, sehingga dalam menentukan besaran subsidi listrik dibutuhkan pertemua n yang intens if antara pemerintah dan DPR. Menurut Handoko dan Patriadi (2005) peningkatan atau penurunan beban subsidi listrik dipengaruhi oleh: (1) perkembangan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, (2) kebijakan tarif dasar listrik (TDL), dan (3) mekanisme perhitungan subsidi listrik. Hasil estimasi persamaan subsidi harga listrik per kWh untuk pelanggan rumah tangga, kalangan industri dan pelanggan lainnya, menunjukan bahwa semua persamaan mempunyai tingkat penjelas yang tinggi. Hal ini terlihat dari nilai koe fisien determinasi (R2 ) yang bernilai antara 0.92 sampa i 0.99, yang berarti bahwa variabel- variabel penjelas yang digunakan dalam persamaanpersamaan tersebut dapat menjelaskan 92 persen sampai de ngan 99 persen keragaman variabel- variabel endogennya. Dilihat dari nilai statistik uji-F, semua persamaan mempunyai Pr > F bernilai < 0.0001, yang berarti bahwa pada setiap persamaan variabel-variabel penjelas secara bersama-sama dapat menjelaskan keragaman variabel endogennya secara nyata.
109 1.
Subsidi Harga Listrik untuk Pelangga n Rumah Tangga Pelanggan rumah tangga adalah yang terbesar dilihat dari segi jumlah
pelanggan maupun jumlah konsumsi tenaga listriknya. Hasil pendugaan parameter persamaan subsidi harga listrik untuk pelanggan rumah tangga dapat dilihat pada Tabe l 29. Dari Tabe l 29 tersebut dapat dilihat ba hwa subsidi harga listrik untuk pelanggan rumah tangga dipengaruhi oleh kemampuan anggaran pemerintah. Tabel 29. Hasil Estimasi Parameter Pe rsamaan Subsidi Harga Listrik untuk Rumah Tangga , Tahun 1990-2010
Variabel Intercept (Intersep) PENPEM (Penerimaan Pemerintah) D08 LSUBPRT (Lag Subsidi per kWh Pelanggan Ruta)
Estimasi Parameter
Pr > |t|
-30.6897
0.1722
0.000438 189.6783
0.0005 0.0163
0.198539
0.2198
Elastisitas SignifiJangka Jangka kansi Pendek Panjang B
0.9730
1.2140
A A C
Adj-R2 = 0.98066; F-hitung = 77.05; Pr > F = <0.0001; D-h = -0.6210 Keterangan:
A = Signifikan pada level 10 persen C = Signifikan pada level 30 persen
B = Signifikan pada level 20 persen D = Signifikan pada level 40 persen
Nilai dugaan parameter total penerimaan pemerintah sebesar 0.000438 dan mempunyai hubungan yang positif, yang berarti kenaikan penerimaan pemerintah berpotensi kenaikan subsidi harga listrik untuk pelanggan rumah tangga. Respon subsidi harga listrik listrik untuk rumah tangga terhadap perubahan penerimaan pemerintah bersifat tidak elastis untuk jangka pendek, tetapi elastis dalam jangka panjang. Ini berarti perubahan pemerintah yang sifatnya sementara tidak memberi respon pada subsidi harga listrik untuk rumah tangga, tetapi dalam jangka panja memberi respon.
110
Lonjakan harga minyak mentah dunia tahun 2008 juga memicu kenaikan subsidi. Hal ini terjadi karena pada saat terjadi kenaikan harga minyak mentah dunia pemerintah tetap mempertahankan harga jual tenaga listrik pe langgan. Subs idi harga listrik untuk rumah tangga juga dipengaruhi oleh subsidi listrik pada tahun sebelumnya. Hal ini terjadi karena dalam menaikan harga listrik pemerintah selalu mempertimbangkan daya beli masyarakat, sehingga subsidi yang berimplikasi pada penetapan tarif listrik selalu dilakukan secara hati- hati. 2.
Subsidi Harga Listrik untuk Pelangga n Industri Hasil pendugaan parameter persamaan subsidi harga listrik untuk
pelanggan industri dapat dilihat pada Tabel 30. Tabel 30 tersebut memperlihatkan bahwa semua variabel penjelas yang digunakan secara nyata mempengaruhi subs idi harga listrik untuk pelanggan industri. Nilai dugaan parameter total penerimaan pemerintah sebesar 0.000421 dan mempunyai hubungan yang positif, yang berarti kenaika n penerimaan pemerintah berpotensi kenaikan subsidi harga listrik untuk pelanggan industri. Respon subsidi harga listrik listrik untuk industri terhadap perubahan penerimaan pemerintah bersifat elastis baik untuk jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Ini berarti perubahan pemerintah yang sifatnya sementara maupun jangka panjang akan memberikan respon pada subsidi harga listrik untuk industri,. Lonjakan harga minyak mentah dunia tahun 2008 juga memicu kenaikan subsidi. Hal ini terjadi karena pada saat terjadi kenaikan harga minyak mentah dunia pemerintah tetap mempertahankan harga jual tenaga listrik untuk emua golonga n pelanggan. Sebagai konsekuensi kebijakan ini adalah meningkatnya pengeluaran pemerintah untuk membayar subsidi.
111 Tabel 30. Hasil Estimasi Parameter Pe rsamaan Subsidi Harga Listrik untuk Industri, Tahun 1990-2010
Variabel Intercept (Intersep) PENPEM (Penerimaan Pemerintah) D08 LSUBPIND (Lag Subsidi per kWh Pelanggan Industri)
Estimasi Parameter -39.8937
Pr > |t|
A
0.0366
0.000421 <0.0001 209.7906 0.0020 0.134340
Elastisitas SignifiJangka Jangka kansi Pendek Panjang
1.1156
1.2887
0.3178
A A D
2
Adj-R = 0.99813; F-hitung = 99.34; Pr > F = <0.0001; D-h = -1.3543 Keterangan:
3.
A = Signifikan pada level 10 persen C = Signifikan pada level 30 persen
B = Signifikan pada level 20 persen D = Signifikan pada level 40 persen
Subsidi Harga Listrik untuk Pelangga n Lainnya Hasil pendugaan parameter persamaan subsidi harga listrik untuk
pelanggan lainnya dapat dilihat pada Tabel 31. Sebagaimana yang terjadi pada pelanggan rumahtangga dan industri, Tabel 31 juga memperlihatkan bahwa subsidi harga listrik untuk pelanggan lainnya juga dipengaruhi oleh total penerimaan yang diperoleh pemerintah. Tabel 31. Hasil Estimasi Parameter Pe rsamaan Subsidi Harga Listrik untuk Pelangga n Lainnya, Tahun 1990-2010
Variabel Intercept (Intersep) PENPEM (Penerimaan Pemerintah) D08 LSUBPOTH (Lag Subsidi per kWh Pelanggan Lainnya)
Estimasi Parameter
Pr > |t|
-104.686
0.0007
0.000327 202.1526
0.0003 0.0024
0.110361
0.4616
Elastisitas SignifiJangka Jangka kansi Pendek Panjang A
6.4099
7.2051
A A
2
Adj-R = 0.92312; F-hitung = 61.57; Pr > F = <0.0001; D-h = 1.0169 Keterangan:
A = Signifikan pada level 10 persen C = Signifikan pada level 30 persen
B = Signifikan pada level 20 persen D = Signifikan pada level 40 persen
Nilai dugaan parameter total penerimaan pemerintah sebesar 0.000327 dan mempunyai hubungan yang positif, yang berarti kenaikan penerimaan pemerintah
112
berpotensi kenaikan subsidi harga listrik untuk pelanggan lainnya. Respon subsidi harga listrik listrik untuk pelanggan lainnya terhadap perubahan pe nerimaan pemerintah bersifat elastis ba ik untuk jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Ini berarti perubahan pemerintah yang sifatnya sementara maupun jangka panjang akan memberikan respon pada subsidi harga listrik untuk pelanggan lainnya. Lonjakan harga minyak mentah dunia tahun 2008 juga memicu kenaikan subsidi. Hal ini terjadi karena pada saat terjadi kenaikan harga minyak mentah dunia pemerintah tetap mempertahankan harga jual tenaga listrik pelanggan. Subs idi harga listrik untuk pelanggan lainnya juga dipengaruhi oleh subs idi listrik pada tahun sebelumnya. Hal ini terjadi karena dalam menaikkan harga listrik pemerintah selalu mempertimbangkan daya beli masyarakat, sehingga subsidi yang berimplikasi pada penetapan tarif listrik selalu dilakukan secara hati-hati. 4.
Besaran Subsidi Listrik Besaran subs idi listrik untuk setiap golongan pe langgan adalah persamaan
identitas yang merupaka n perkalian antara subsidi per kWh dengan jumlah konsumsi listrik untuk masing- masing golonga n. Persamaan besarnya subsidi untuk pelanggan rumah tangga (SUBRT), industri (SUBIND), dan pelanggan lainnya (SUBOTH) dirumuskan sebagai berikut: SUBRTt = SUBPRTt * CLISRTt / 1000 SUBINDt = SUBPINDt * CLISINDt / 1000 SUBOTHt = SUBPOTHt * CLISOTHt / 1000
113 Sedangkan total subsidi listrik untuk seluruh pelanggan (SUBLSTR) adalah penjumlahan dari nilai subsidi untuk setiap golongan pelanggan yang dirumuskan sebagai berikut: SUBLSTRt = SUBRTt + SUBIND t + SUBOTHt 5.2.4. Blok Harga Jual Tenaga Listrik Harga jual tenaga listrik didapatkan dari penurunan rumus subsidi yang digunakan PLN dalam menghitung besaran subsidi. Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.02/2007, besarnya subsidi energi listrik dihitung berdasarkan selisih negatif antara harga jual tenaga listrik rata-rata (Rp/kWh) dari masing golongan tarif dikurangi biaya pokok penyediaan/BPP (Rp/kWh) pada tegangan di masing- masing golongan tarif ditambah margin (persentase dari BPP) dikalikan volume pe njualan (kW h) unt uk setiap golongan tarif. Sehingga dapat diturunkan persamaan harga jual tenaga listrik untuk pelanggan rumah tangga (HJTLRT), industri (HJTLIND), dan pelanggan lainnya (HJTLOTH) sebagai berikut: HJTLRTt = (1 + mt ) BPP t – SUBPRTt HJTLIND t = (1 + mt ) BPP t – SUBPIND t HJTLOTH t = (1 + mt ) BPP t – SUBPOTHt Sedangka n harga jual rata-rata merupakan rata-rata tertimbang harga jual untuk setiap golongan pelanggan sebagai berikut: AVHJTL t =
HJTLRTt × CLISRTt + HJTLINDt × CLISINDt + HJTLOTH t × CLISOTH t CLISRTt + CLISINDt + CLISOTH t
5.2.5. Blok Penerimaa n dan Penge luaran Pemerintah Dalam anggaran
belanja pemerintah selalu memperhatikan nilai
penerimaan yang dapat dikumpulkan pemerintah. Penerimaan pemerintah secara
114
umum berasal dari penerimaan pajak dan penerimaan dari sumber lainnya, seperti penerimaan dari keuntungan badan usaha-badan usaha yang dimiliki pemerintah atau utang baik dari dalam maupun luar negeri. Hasil pendugaan parameter persamaan penerimaan pajak dapat dilihat pada Tabel 32. Pada Tabe l 31 dapat dilihat bahwa semua variabel yang digunakan dalam persamaan tersebut berpengaruh secara nyata terhadap penerimaan pajak yang diperoleh pemerintah. Tabel 32. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Penerimaa n Pajak, Tahun 1990-2010
Variabel Intercept (Intersep) LPDB (Lag Produk Domestik Bruto) INFLASI (Tingkat Inflasi) D98 LPENPJK (Lag Penerimaan Pajak)
Estimasi Parameter
Pr > |t|
-45462.8
0.0585
0.101952 4557.819 -319936
0.0094 0.0581 0.0594
0.322897
0.2599
Elastisitas SignifiJangka Jangka kansi Pendek Panjang A
0.7800 0.2248
1.1520 0.3320
A A A C
Adj-R2 = 0.93949; F-hitung = 267.48; Pr > F = <0.0001; D-h = -0.2646 Keterangan:
A = Signifikan pada level 10 persen C = Signifikan pada level 30 persen
B = Signifikan pada level 20 persen D = Signifikan pada level 40 persen
Nilai dugaan parameter PDB tahun sebelumnya sebesar 0.101952 dan mempunyai hubungan yang positif, yang berarti kenaikan PDB berpotensi menaikka n penerimaan pajak pemerintah. Respo n penerimaan pajak terhadap perubahan PDB periode sebelumnya bersifat tidak elastis untuk jangka pendek, tetapi elastis dalam jangka panjang. Ini berarti perubahan pemerintah yang sifatnya sementara tidak memberikan respon pada penerimaan pajak pemerintah, tetapi memberikan respon dalam jangka panjang.
115 Sementara total penerimaan pemerintah (PENPEM) adalah persamaan identitas yang merupakan penjumlahan penerimaan dari pajak dan non pajak (PENNPJK), yang dirumuskan sebagai berikut: PENPEMt = PENPJKt + PENNPJK t
Dari sisi pengeluaran, belanja dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu belanja untuk subsidi listrik dan belanja diluar subsidi listrik. Hasil pendugaan parameter untuk persamaan belanja lain disajikan pada Tabel 33. Pada Tabel 33 tersebut dapat dilihat bahwa semua variabel penjelas dalam persamaan tersebut berpengaruh secara nyata terhadap belanja lainnya. Tabel 33. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Belanja Lain, Tahun 19902010
Variabel Intercept (Intersep) PENPEM (Penerimaan Pemerintah) IHK (Indeks Harga Konsumen) D09 LBLJNSUB (Lag Belanja Non Subsidi)
Estimasi Parameter -4007.71
Pr > |t|
Elastisitas SignifiJangka Jangka kansi Pendek Panjang D
0.3691
0.036347 0.1500 193.8856 0.0337 103212.5 <0.0001
0.0791 0.1376
1.0544 1.8338
0.924940 <0.0001
B A A A
2
Adj-R = 0.90534; F-hitung = 2532.66; Pr > F = <0.0001; D-h = 0.8165 Keterangan:
A = Signifikan pada level 10 persen C = Signifikan pada level 30 persen
B = Signifikan pada level 20 persen D = Signifikan pada level 40 persen
Nilai dugaan parameter penerimaan pemerintah sebesar 0.036347 dan mempunyai hubungan yang positif, yang berarti peningkatan penerimaan pemerintah berpotensi menaikka n belanja di luar subsidi listrik. Respo n belanja di luar subsidi listrik terhadap perubahan penerimaan pemerintah bersifat tidak elastis untuk jangka pendek, tetapi elastis dalam jangka panjang. Ini berarti perubahan penerimaan pemerintah yang sifatnya sementara tidak memberikan
116
respon pada belanja di luar subsidi listrik, tetapi memberikan respon dalam jangka panjang. Nilai dugaan parameter IHK sebesar 193.8856 dan mempunyai hubungan yang positif, yang berarti jika terjadi inflasi belanja di luar subsidi listrik berpotensi naik. Respo n belanja di luar subsidi listrik terhadap peruba han IHK bersifat tidak elastis untuk jangka pendek, tetapi elastis dalam jangka panjang. Ini berarti pe ruba han IHK (inflasi atau deflasi) yang sifatnya sementara tidak memberikan respon pada belanja di luar subsidi listrik, tetapi memberikan respon dalam jangka panjang. Sedangkan
total pengeluaran pemerintah (GOVEXP)
merupakan
penjumlahan pengeluaran pemerintah untuk subsidi listrik dan pengeluaran lainnya yang dirumuskan sebagai berikut: GOVEXP t = SUBLSTRt + BLJLAIN t 5.2.6. Blok Perekonomian Hasil estimasi persamaan pengeluaran di luar konsumsi untuk listrik, investasi, ekspor, impot, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, indeks harga konsumen (IHK), dan suku bunga menunjukan bahwa semua persamaan mempunyai tingkat penjelas yang cukup tinggi. Hal ini terlihat dari nilai koe fisien determinasi (R2 ) yang bernilai antara 0.78 sampai dengan 0.99, yang berarti bahwa variabel- variabel penjelas yang digunakan dalam persamaan-persamaan tersebut dapat menjelaskan 78 persen sampa i dengan 99 persen keragaman variabel- variabel endogennya. Dilihat dari nilai statistik uji-F, semua persamaan mempunyai Pr > F bernilai < 0.0001, yang berarti bahwa pada setiap persamaan
117 variabel- variabel penjelas secara bersama-sama dapat menjelaskan keragaman variabel endogennya secara nyata. 1.
Produk Domestik Bruto Dalam menghitung nilai PDB ada lima komponen yang harus dihitung,
yaitu total pengeluaran rumah tangga, pengeluaran pemerintah, investasi, ekspor dan impor. Hasil pendugaan parameter pengeluaran rumah tangga di luar untuk konsumsi listrik disajika n pada Tabe l 34. Tabel 34 memperlihatkan bahwa hanya variabel PDB per kapita dan dummy lonjakan harga minyak dunia tahun 2008 yang berpengaruh secara nyata berpengaruh terhadap pengeluaran rumah tangga di luar konsumsi listrik. Tabel 34. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Penge luaran di Luar Konsums i Listrik, Tahun 1990-2010
Variabel Intercept (Intersep) PDBKPT (PDB per Kapita) INFLASI (Tingkat Inflasi) D98 D08 LCONLAIN (Lag Konsumsi Lainnya)
Estimasi Parameter
Pr > |t|
-13586.9 110.0489 -26.5894 54503.53 133465.5
0.7505 0.0747 0.9951 0.8489 0.0605
0.190218
0.6989
Elastisitas SignifiJangka Jangka kansi Pendek Panjang 0.8397 -0.0003
1.0370 -0.0003
A
A
2
Adj-R = 0.99722; F-hitung = 1365.05; Pr > F = <0.0001; D-h = 0.8045 Keterangan:
A = Signifikan pada level 10 persen C = Signifikan pada level 30 persen
B = Signifikan pada level 20 persen D = Signifikan pada level 40 persen
Nilai dugaan parameter PDB per kapita sebesar 110.0489 dan mempunyai hubungan yang positif, yang berarti kenaikan pendapatan masyarakat akan memicu kenaika n belanja di luar konsumsi listrik. Respon ko nsumsi di luar listrik terhadap perubahan PDB per kapita bersifat tidak elastis untuk jangka pendek, tetapi elastis untuk jangka panjang.
118
Lonjakan harga minyak mentah dunia berdampak pada peningkatan pengeluaran di luar konsumsi listrik. Hal ini terjadi karena kenaikan harga minyak menyebabkan kenaikan barang-barang yang dipicu kenaika n biaya ope rasional dan barang-barang input. Sedangkan pengeluaran untuk konsumsi listrik (CONLIS) merupakan perka lian antara harga jual tenaga listrik dengan jumlah konsumsinya untuk setiap golongan pelanggan yang dirumuskan sebagai berikut: CONLIS t = HJTLRTt *KONSRTt + HJTLINDt *KONSINDt + HJTLOTH t *KONSOTHt Sementara total pengeluran rumah tangga (CONRT)
merupakan
penjumlahan total pengeluaran untuk konsumsi listrik dan konsumsi lainnya yang dirumuskan dengan: CONRTt = CONLISt + CONLAIN t Komponen berikutnya dari PDB adalah investasi. Hasil pendugaan parameter persamaan investasi disajikan pada Tabel 35. Dari tabel 35 tersebut dapat dilihat bahwa semua variabel penjelas yang digunakan berpengaruh secara nyata terhadap nilai investasi. Nilai dugaan parameter PDB sebesar 0.072185 dan mempunyai hubungan yang positif, yang berarti kenaikan PDB akan memicu kenaikan investasi. Respon investasi terhadap perubahan PDB bersifat tidak elastis untuk jangka pendek, tetapi elastis untuk jangka panjang. Di samping itu, investasi juga dipengaruhi oleh tingkat suku bunga. Nilai dugaan parameter tingka t suku bunga sebesar 3763.54 dan mempunyai hubungan yang negatif, yang berarti kenaikan tingkat suku bunga dapat menurunkan minat
119 orang untuk berinvestasi karena orang akan lebih tertarik umtuk menabung. Respo n investasi terhadap perubahan tingkat suku bunga bersifat tidak elastis untuk jangka pendek, tetapi elastis untuk jangka panjang. Tabel 35. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Investasi, Tahun 1990-2010
Variabel Intercept (Intersep) PDB (Produk Domestic Bruto) SKBG (Tingkat Suku Bunga) D04 LINV (Lag Investasi)
Estimasi Parameter
Pr > |t|
49424.32 0.3385 0.072185 0.0599 -3763.54 0.1019 -1180440 0.0672 0.917795 <0.0001
Elastisitas SignifiJangka Jangka kansi Pendek Panjang 0.2716 -0.1013
3.3036 -1.2320
D A B B A
Adj-R2 = 0.99082; F-hitung = 513.83; Pr > F = <0.0001; D-h = -0.5466 Keterangan:
A = Signifikan pada level 10 persen C = Signifikan pada level 30 persen
B = Signifikan pada level 20 persen D = Signifikan pada level 40 persen
Komponen selanjutnya dari PDB adalah ekspor dan impor. Hasil pendugaan parameter persamaan ekspor dapat dilihat pada Tabel 36. Dari Tabel 36 tersebut dapat diketahui bahwa nilai ekspor sangat dipengaruhi oleh nilai tukar rupiah terhadap do lar Amerika Serikat. Tabel 36. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Ekspor, Tahun 1990-2010
Variabel Intercept (Intersep) KURS (Nilai Tukar Rp/US$) D98 LEKSPOR (Lag Ekspor)
Estimasi Parameter
Pr > |t|
-26942 0.6491 13.10376 0.3164 253373.3 0.0547 0.998771 <0.0001
Elastisitas SignifiJangka Jangka kansi Pendek Panjang 0.1473 119.823
D A A
Adj-R2 = 0.95208; F-hitung = 126.82; Pr > F = 0.0003; D-h = -1.8515 Keterangan:
A = Signifikan pada level 10 persen C = Signifikan pada level 30 persen
B = Signifikan pada level 20 persen D = Signifikan pada level 40 persen
Nilai dugaan parameter nilai tukar rupiah sebesar 13.10376 dan mempunyai hubungan yang positif, yang berarti melemahnya nilai tukar rupiah teradap dolar Amerika Serikat dapat meningkatka n pendapatan nasional dari
120
ekspor. Ini terjadi karena melemahnya nilai tukar akan meningkatkan daya saing barang Indo nesia di luar ne geri disebabk an harga ba rang Indo nesia aka n lebih murah daripada barng dari negara lain. Respo n ekspor terhadap pe ruba han nilai tukar bersifat tidak elastis untuk jangka pendek, tetapi elastis untuk jangka panjang. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia tahun 1998 dari sisi ekpor ternyata menguntungkan. Hal ini terjadi karena nilai tukar rupiah melemah drastis sehingga barang-barang dari Indonesia menjadi sangat murah, ditambah merosotnya pendapatan masyarakat Indonesia sehingga banyak perusahaan lebih banyak memproduksi barang-barang untuk diekspor karena permintaan dalam negeri menurun drastis. Ekspor juga dipengaruhi oleh nilai ekspor tahun sebelumnya. Hasil ini mengindikasikan Indonesia telah mempunyai hubungan dagang yang baik dengan negara lain. Namun untuk lebih meningkatkan ekspor diperlukan pembukaan hubungan da gang de ngan negara- negara lain selain de ngan negara-negara yang secara tradisional memang telah terjalin de ngan baik sejak lama. Sementara nilai dugaan parameter persamaan impor disajikan pada Tabel 37. Pada Tabel 37 tersebut dapat dilihat bahwa semua variabel penjelas yang digunakan berpengaruh secara nyata terhadap nilai impor Indonesia. Nilai dugaan parameter inflasi sebesar 19088.89 dan mempunyai hubungan yang positif, yang berarti jika terjadi inflasi impor nasional dapat meningkat. Ini terjadi karena jika terjadi inflasi akan menyebabkan harga barang dalam negeri lebih mahal daripada barng impor, sehingga orang cenderung
121 mengimpor barang. Respon impor terhadap perubahan tingkat inflasi bersifat tidak elastis untuk jangka pendek, tetapi elastis untuk jangka panjang. Nilai dugaan parameter nilai tukar rupiah sebesar 21.61700 dan mempunyai hubungan yang negatif, yang berarti melemahnya nilai tukar rupiah teradap dolar Amerika Serikat dapat menurunkan impor nasional. Ini terjadi karena melemahnya nilai tukar akan menyebabkan harga barang dalam negeri lebih murah daripada barng impor. Respon impor terhadap perubahan nilai tukar bersifat tidak elastis untuk jangka pendek, tetapi elastis untuk jangka panjang. Tabel 37. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Impor, Tahun 1990-2010
Variabel Intercept (Intersep) INFLASI (Tk Inflasi) KURS (Nilai Tukar Rp/US$) POP (Jumlah Penduduk) D98 LIMPOR (Lag Impor)
Estimasi Parameter -2641834 19088.89 -21.61700 13.55890 -1107300 0.737583
Pr > |t| 0.0606 0.0367 0.2660 0.0779 0.0733 0.0037
Elastisitas SignifiJangka Jangka kansi Pendek Panjang 0.4151 1.5817 -0.2794 -1.0646 5.2328 19.9408
A A C A A A
Adj-R2 = 0.93649; F-hitung = 57.03; Pr > F = <0.0001; D-h = -3.4610 Keterangan:
A = Signifikan pada level 10 persen C = Signifikan pada level 30 persen
B = Signifikan pada level 20 persen D = Signifikan pada level 40 persen
Nilai dugaan parameter jumlsh pe nduduk sebesar 13.55890 dan mempunyai hubungan yang positif, yang berarti bertambahnya jumlah penduduk berpotensi menaikka n impo r nasional. Ini terjadi karena bertambahnya penduduk akan menyebabkan peningkatan barang dan jasa, sehingga untuk memenuhinya adalah mengimpor dari negara lain apabila produksi dalam negeri tidak mencukupi. Respon impor terhadap perubahan jumlah pe nduduk be rsifat elastis baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang.
122
Sebagaimana ekspor, impor juga dipengaruhi oleh nilai impor tahun sebelumnya.
Makin
banyak
perusahaan
multinasional
mengakibatkan
konsistennya nilai impor antar waktu. Nilai PDB adalah persamaan identitas dari lima komponen yang telah disebutkan sebelumnya yang dirumuskan sebagai berikut: PDBt = CONRTt + INVt + GOVEXP t + EKSt - IMPt Sedangkan nilai riil PDB dihitung dengan rumus: RPDBt = PDBt * 100/IHK t Laju pertumbuhan ekonomi (GROWTH) dihitung berdasarkan perubahan PDB riil tahun sekarang terhadap tahun sebelumnya yang dirumuskan sebagai berikut: GROWTHt = (RPDBt – RPDBt-1 )/RPDBt-1 * 100 Sementara PDB per kapita dihitung berdasarkan nilai PDB dibagi dengan jumlah penduduk, a tau: PDBKPTt = PDBt /POPt * 1 000 2.
Nilai Tukar Rupiah Hasil pendugaan parameter persamaan nilai tukar rupiah terhadap dolar
Amerika Serikat disajikan pada Tabel 38. Tabe l 38 memperlihatkan bahwa variabel IHK, cadangan devisa, dan lag nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat dan krisis ekonomi tahun 1997-1999 secara nyata berpengaruh terhadap nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Nilai dugaan parameter IHK sebesar 33.14076 dan mempunyai hubungan yang positif, yang berarti terjadinya inflasi akan memicu melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Respon nilai tukar rupiah terhadap dolar
123 Amerika Serika t bersifat tidak elastis dalam jangka pendek, tetapi elastis untuk jangka panjang. Tabel 38. Hasil Estimasi Parameter Pe rsamaan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar Ame rika Serikat, Tahun 1990-2010 Estimasi Parameter
Variabel Intercept (Intersep) IHK (Indeks Harga Konsumen) CADEV (Cadangan Devisa) D9799 LKURS (Lag Nilai Tukar Rupiah)
Pr > |t|
Elastisitas Jangka Jangka Pendek Panjang
Signifikansi
714.7607
0.2225
C
33.14076
0.0619
0.5291
1.5799
A
-0.06175 1467.304
0.0774 0.0557
-0.2942
-0.8784
A A
0.665105
0.0022
A
2
Adj-R = 0.90006; F-hitung = 43.78; Pr > F = <0.0001; D-h = -1.6150 Keterangan:
A = Signifikan pada level 10 persen C = Signifikan pada level 30 persen
B = Signifikan pada level 20 persen D = Signifikan pada level 40 persen
Nilai pendugaan parameter cadangan devisa sebesar 0.06175 dan mempunyai hubungan yang negatif. Ini berarti cadangan devisa yang dimiliki Indo nesia ikut menjaga kestabilan nilai tukar rupiah. Respo n nilai tukar rupiah terhadap cadangan devisa bersifat tidak elastis baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia tahun 1997-1999 mempengaruhi nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing terutama dolar Amerika. Bahkan pada Juni 1998 rupiah sempat mencapai titik terendah yaitu 16 500 per dolar Amerika Serikat (BI, 1999). Krisis ekonomi yang disertai krisis politik telah menyebabka n ke munduran pereko nomian Indo nesia ke titik nadir. Nilai tukar rupiah pada periode sebelumnya juga memepangaruhi nilai tukar saat ini. Hal ini dapat dipahami bahwa meskipun Indonesia menganut sistem nilai tukar mengambang (floating) tetapi Bank Indo nesia (BI) terus memantau
124
pergerakan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing. Jika terjadi gejolak nilai mata uang rupiah maka BI dapat melakukan intervensi untuk mestabilkannya. 3.
Indeks Harga Konsume n Hasil pendugaan parameter persamaan indeks harga konsumen atau IHK
disajikan pada Tabel 39. Tabel 39 memperlihatkan bahwa semua variabel penjelas yang digunakan secara nyata berpengaruh terhadap indeks harga ko nsumen. Nilai parameter dugaan rata-rata suku bunga deposito sebesar 0.03242 dan mempunyai hubungan yang negatif. Kenaikan suku bunga sebesar 1 persen menyebabkan penurunan IHK sebesar 0.03 point. Menurut teori ekonomi, apabila suku bunga naik, maka masyarakat cenderung menabung sehingga mengurangi uang beredar dan inflasi turun. Respon IHK terhadap pe ruba han suku bunga bersifat tidak elastis baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Nilai parameter dugaan uang beredar sebesar 0.016741 dan mempunyai hubungan yang positif. Meningkatnya uang beredar di tengah masyarakat dapat menyebabkan peningkatan IHK sebesar 0.02 point. Respon IHK terhadap perubahan uang bereda r bersifat tidak elastis baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Nilai parameter dugaan rata-rata harga jual tenaga listrik sebesar 0.020046 dan mempunyai hubungan yang positif. Ini berarti kenaikan tarif listrik dapat memicu kenaikan IHK, yang berarti akan meningkatkan inflasi. Ini terjadi karena listrik telah menjadi salah satu barang input utama baik bagi rumah tangga ataupun dunia usaha. Sehingga jika terjadi kenaikan tarif listrik akan meningkatkan biaya operasi dan untuk menutup kenaikan biaya tersebut dilakukan kenaika n harga prod uk yang d ihasilka n. Akibatnya terjadi kenaikan harga barang-
125 barang dan memicu inflasi. Respon IHK terhadap perubahan rata-rata tarif listrik bersifat tidak elastis baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Tabel 39. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Indeks Harga Konsume n, Tahun 1990-2010 Estimasi Parameter
Variabel Intercept (Intersep) SKBG (Suku Bunga) UANGBR (Uang Beredar) AVHJTL (Rata-rata Harga Jual Tenaga Listrik) PBBM (Harga BBM) KURS (Nilai Tukar Rp/US$) D98 D05 D02 LIHK (Lag Indeks Harga Konsumen)
Pr > |t|
Elastisitas Jangka Jangka Pendek Panjang
Signifikansi B
5.563770 -0.03242
0.1432 0.8495
-0.0043
-0.0113
0.016741
0.0187
0.1344
0.3490
A
0.020046 0.002428
0.1925 0.0010
0.0681 0.0447
0.1770 0.1161
B A
0.002050 23.00031 12.93938 4.273269
0.0003 0.0024 0.0002 0.0820
0.1284
0.3335
A A A A
0.614920
0.0003
A
Adj-R2 = 0.99912; F-hitung = 2389.11; Pr > F = <0.0001; D-h = -0.9443 Keterangan:
A = Signifikan pada level 10 persen C = Signifikan pada level 30 persen
B = Signifikan pada level 20 persen D = Signifikan pada level 40 persen
Nilai parameter dugaan harga BBM sebesar 0.002428 dan mempunyai hubungan yang positif. Sebagaimana listrik, BBM juga merupakan salah satu input utama dalam proses produksi barang. Kenaikan harga BBM akan menaikan biaya, sehingga harga barang akan naik untuk menutupi kenaikan biaya dan terjadi inflasi. Respon IHK terhadap peruba han harga BBM bersifat tidak elastis baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Nilai parameter dugaan nilai tukar sebesar 0.002050 dan mempunyai hubungan yang positif. Sebagaimana telah diuraikan pada ekspor impor, melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat dapat memicu meningkatnya ekspor dan menurunnya impor. Dengan kondisi barang yang
126
diekspor lebih besar daripada yang diimpor dapat menyebabkan kekurangan barang di dalam negeri. Kurangnya stok barang di dalam negeri dapat memicu kenaikan harga yang berarti dapat meningkatkan inflasi. Respon IHK terhadap perubahan nilai tukar bersifat tidak elastis baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Krisis eko nomi yang melanda Indo nesia tahun 1998, kenaikan TDL tahun 2002, dan kenaikan BBM tahun 2005 tmenyebabkan harga-harga barang di dalam negeri mengalami kenaikan, sehingga terjadi inflasi. Pemicunya adalah merosotnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing terutama dolar Amerika tahun 1998, kenaikan TDL tahun 2002, dan kenaikan BBM tahun 2005 menyebabkan kenaikan biaya operasional perusahaan pemakai tenaga listrik dan BBM, sehingga harga barang-barang mengalami kenaikan yang berarti terjadi inflasi. Nilai IHK pada periode sebelumnya juga memepangaruhi IHK sekarang. Hal ini dapat dipahami karena pemerintah selalu memantau nilai inflasi dan selalu berusaha mengendalikannya sesuai target yang telah ditetapkan. Jika terjadi gejolak harga maka pemerintah akan melakuka n intervensi unt uk mestabilkannya, seperti melakukan operasi pasar. 4.
Tingkat Inflasi Tingkat inflasi adalah persamaan identitas yang merupakan perubahan
IHK sekarang terhadap IHK tahun sebelumnya, yang dirumuskan sebagai berikut: INFLASI t = (IHK t – IHK t-1 ) / IHK t-1 * 100%
127 5.
Suku Bunga Tingkat suku bunga merupakan salah satu instrumen yang biasa digunakan
otoritas moneter untuk mengendalikan tingkat inflasi. Hasil pendugaan parameter persamaan tingkat suku bunga disajikan pada Tabel 40. Pada Tabel 40 tersebut dapat dilihat bahwa semua variabel yang digunakan dalam persamaan tersebut secara nyata berpengaruh terhadap tingkat suku bunga. Tabel 40. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Tingkat Suku Bunga, Tahun 1990-2010 Estimasi Parameter
Variabel Intercept (Intersep) INFLASI (Tingkat Inflasi D9799 LSKBG (Lag Tk Suku Bunga)
Pr > |t|
2.807472
0.2486
0.290601 3.105602
0.0005 0.3826
0.531885
0.0016
Elastisitas Jangka Jangka Pendek Panjang
Signifikansi C
0.2285
0.4882
A D A
2
Adj-R = 0.77876; F-hitung = 23.29; Pr > F = <0.0001; D-h = 1.3492 Keterangan:
A = Signifikan pada level 10 persen C = Signifikan pada level 30 persen
B = Signifikan pada level 20 persen D = Signifikan pada level 40 persen
Nilai parameter dugaan tingkat inflasi sebesar 0.290601 dan mempunyai hubungan yang positif. Ini berarti jika terjadi inflasi, tingkat suku bunga cenderung dinaikka n. Kebijakan ini biasanya dilakukan apabila tingkat inflasi sudah diluar perkiraan maka salah satu langkah yang biasa diambil otoritas moneter (Bank Indonesia) adalah meningkatkan suku bunga. Naiknya suku bunga akan mendorong masyarakat untuk menabung, sehingga uang beredar di tengah masyarakat dapat berkurang dan inflasi terkendali. Respo n tingka t suku bunga terhadap peruba han inflasi bersifat tidak elastis ba ik untuk jangka pendek maupun jangka panjang.
128
Ketika terjadi krisis ekonomi tahun 1997-1999 tingkat suku bunga mengalami kenaikan rata-rata 3.11 persen. Pada saat itu banyak bank mengalami kekurangan likuiditas bahkan tutup, sehingga terjadi penarikan uang besar-besaran oleh masyarakat. Maka untuk mengatasi kondisi ini BI menaikkan tingkat suku bunga untuk menarik uang di masyarakat, di samping mengambil kebijakan lain seperti penyehatan ba nk-bank yang sakit dan penjaminan uang masyarakat yang disimpan di bank. Tingka t suku bunga pada periode sebelumnya juga memepangaruhi suku bunga sekarang. Hal ini dapat dilakukan untuk mengendalikan gejolak harga barang di masyarakat, yang berarti mengendalikan tingkat inflasi. 5.2.7. Blok Tenaga Kerja Instrumen lain yang penting dalam mengukur kinerja ekonomi suatu negara adalah dari sisi ketenagakerjaan terutama masalah penganggura n dan upah. Hasil pendugaan parameter persamaan penawaran tenaga kerja disajikan dalam Tabe l 41. Dari Tabel 41 tersebut dapat dilihat bahwa hampir semua variabel penjelas yang digunakan berpengaruh secara nyata terhadap tingkat penawaran tenaga kerja, kecuali variabel perubahan belanja di luar subsidi listrik. Nilai parameter dugaan upa h riil sebesar 4.919688 dan mempunyai hubungan yang positif. Ini berati kenaikan upah riil dapat memicu kenaikan penawaran tenaga kerja Respo n pe nawaran tenaga kerja terhadap perubahan upa h riil bersifat tidak elastis baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Nilai parameter dugaan jumlah penduduk sebesar 0.462834 dan mempunyai hubungan yang positif. Ini berati kenaikan jumlah penduduk akan meningkatkan penawaran tenaga kerja. Respo n penawaran tenaga kerja terhadap
129 perubahan jumlah pe nduduk bersifat tidak elastis untuk jangka pendek, tetapi elastis dalam jangka pa njang. Tabel 41. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Penawaran Tenaga Kerja, Tahun 1990-2010
Variabel Intercept (Intersep) RUPH (Upah Riil) POP (Jumlah Penduduk) DBLJLAIN (Selisih Belanja Lain Antar Tahun) D04 D09 LSTK (Lag Supply TK)
Estimasi Parameter
Pr > |t|
Elastisitas Jangka Jangka Pendek Panjang
-35064 4.919688
0.1209 0.2175
0.0319
0.0490
0.462834
0.1000
0.9846
1.5094
0.014904 -1837.59 -2603.15
0.7821 0.3706 0.6634
0.0040
0.0062
0.347697
0.3397
Signifikansi B C B
D
D
Adj-R2 = 0.98443; F-hitung = 201.28; Pr > F = <0.0001; D-h = -0.1818 Keterangan:
A = Signifikan pada level 10 persen C = Signifikan pada level 30 persen
B = Signifikan pada level 20 persen D = Signifikan pada level 40 persen
Penawaran tenaga kerja tahun sebelumnya juga berpengaruh terhadap penawaran tenaga kerja sekarang. Hasil pendugaan parameter persamaan penawaran tenaga kerja disajikan dalam Tabel 42. Dari Tabel 42 tersebut dapat dilihat bahwa semua variabel penjelas yang digunakan berpengaruh secara nyata terhadap tingkat permintaan tenaga kerja. Nilai parameter dugaan upa h riil sebesar 8.6285 dan mempunyai hubungan yang negatif. Ini berati kenaikan upah riil dapat menurunkan tingkat permintaan tenaga kerja. Respo n permintaan tenaga kerja terhadap perubahan upa h riil bersifat tidak elastis.
130
Nilai parameter dugaan PDB sebesar 0.004586 dan mempunyai hubungan yang positif. Ini berati kenaikan produksi nasional dapat meningkatkan tingkat permintaan tenaga kerja. Ini terjadi karena meningkatnya output nasional akan memicu kenaikan permintaan tenaga kerja. Respo n permintaan tenaga kerja terhadap pe ruba han upa h riil bersifat tidak elastis. Tabel 42. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Pe rmintaan Tenaga Kerja, Tahun 1990-2010
Variabel Intercept (Intersep) RUPH (Upah Riil) PDB (Produk Domestic Bruto) D9799
Estimasi Parameter
Pr > |t|
86066.35 -8.6285
<0.0001 0.1777
0.004586 3177.572
<0.0001 0.0798
Elastisitas Jangka Jangka Pendek Panjang
Signifikansi
-0.0604
-
0.1053
-
A B A A
Adj-R2 = 0.91509; F-hitung = 69.25; Pr > F = <0.0001; DW = 0.937812 Keterangan:
A = Signifikan pada level 10 persen C = Signifikan pada level 30 persen
B = Signifikan pada level 20 persen D = Signifikan pada level 40 persen
Pada saat terjadi krisis ekonomi permintaan tenaga kerja meningkat. Hal ini terjadi karena pada saat itu selain kondisi ekonomi yang lumpuh tetapi juga disertai krisis politik dan terjadi kerawanan sosial, sehingga banyak warga keturunan meninggalkan Indonesia. Akibatnya permintaan tenaga kerja meningkat untuk mengisi posisi yang ditinggalkan warga keturunan tersbut. Hasil pendugaan parameter persamaan upah riil tenaga kerja disajikan dalam Tabel 43. Dari Tabel 43 tersebut dapat dilihat bahwa hampir semua variabel penjelas yang digunakan berpengaruh secara nyata terhadap tingkat permintaan tenaga kerja, ke cuali perubahan permintaan tenaga kerja. Nilai parameter dugaan penawaran tenaga kerja tahun sebelumnya sebesar 0.00167 dan mempunyai hubungan yang negatif. Ini berati kenaikan penawaran tenaga kerja dapat menurunkan tingkat upah riil tenaga kerja. Respo n upah riil
131 tenaga kerja terhadap perubahan jumlah penawaran bersifat tidak elastis untuk jangka pendek, tetapi elastis dalam jangka panjang. Tabel 43. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Upah Riil Tenaga Kerja, Tahun 1990-2010
Variabel
Estimasi Parameter
Intercept (Intersep) LSTK (Supply TK Tahun Sebelumnya) DDTK (Perubahan Permintaan TK) D98 LRUPH (Lag RUPH)
Pr > |t|
Elastisitas Jangka Jangka Pendek Panjang
Signifikansi A
263.223
0.0679
-0.00167
0.1136
-0.2546
-1.8901
0.003455 -297.811 0.865321
0.5756 0.0001 <0.0001
0.0091
0.0676
B
A A
Adj-R2 = 0.7673; F-hitung = 16.66; Pr > F = <0.0001; D-h = -0.6862 Keterangan:
A = Signifikan pada level 10 persen C = Signifikan pada level 30 persen
B = Signifikan pada level 20 persen D = Signifikan pada level 40 persen
Krisis ekonomi tahun 1998 menyebabkan penurunan upah riil tenaga kerja. Ini disebabkan pada tahun 1998 tingkat inflasi sangat tinggi sementara pendapatan tetap. Sehingga nilai riil pendapatan masyarakat merosot. Nilai upah riil tahun sebelumnya juga berpengaruh terhadap nilai upah riil tahun sekarang. Ini terjadi karena dalam menetapkan upah minimum propinsi pemerintah selalu mempertimbangkan tingkat upah tahun sebelumnya agar tidak membebani para majikan. 5.2.8. Blok Kemiskinan Hasil estimasi persamaan jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan dan pedesaan menunjukan bahwa semua persamaan mempunyai tingkat penjelas yang cukup tinggi. Hal ini terlihat dari nilai koe fisien determinasi (R2 ) yang bernilai 0.73 dan 0.85, yang berarti bahwa variabel- variabel penjelas yang digunakan dalam persamaan-persamaan tersebut dapat menjelaskan 73 persen dan
132
85 persen keragaman variabel- variabel endogennya. Dilihat dari nilai statistik ujiF, semua persamaan mempunyai Pr > F bernilai kurang dari 0.01, yang berarti bahwa pada setiap persamaan variabel- variabel penjelas secara bersama-sama dapat menjelaskan keragaman variabel endogennya secara nyata. 1.
Jumlah Penduduk Miskin di Perkotaan Hasil pendugaan parameter persamaan jumlah penduduk miskin di daerah
perkotaan disajikan pada Tabel 44. Dari Tabe l 44 tersebut dapat dilihat bahwa semua variabe l yang digunaka n secara nyata berpengaruh terhadap jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan. Nilai parameter dugaan tingkat inflasi sebesar 33.65109 dan mempunyai hubungan yang positif, yang berarti jika terjadi inflasi dapat memicu kenaikan jumlah penduduk miskin di perkotaan. Respon jumlah penduduk miskin di perkotaan terhadap perubahan tingkat inflasi bersifat tidak elastis. Tabel 44. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Jumlah Penduduk Miskin Daerah Pe rkotaan, Tahun 1990-2010 Elastisitas SignifiEstimasi Variabel Pr > |t| Jangka Jangka kansi Parameter Pendek Panjang Intercept (Intersep) A 10198.97 0.0018 INFLASI (Tingkat Inflasi) RUPH (Upah Riil) UNEMPL (Jumlah Pengangguran) D9799
33.65109 -3.89511
0.1718 0.2784
0.0334 -0.2092
-
B C
0.430785 4274.266
0.0012 0.0005
0.2581
-
A A
Adj-R2 = 0.73422; F-hitung = 14.12; Pr > F = 0.0003; DW = 2.391084 Keterangan:
A = Signifikan pada level 10 persen C = Signifikan pada level 30 persen
B = Signifikan pada level 20 persen D = Signifikan pada level 40 persen
Nilai parameter dugaan variabel upah riil tenaga kerja sebesar 3.89511 dan mempunyai hubungan yang negatif, yang berarti kenaikan upah riil tenaga kerja
133 berpotensi menurunkan jumlah penduduk miskin di perkotaan. Respon jumlah penduduk miskin di perkotaan terhadap peruba han upa h riil bersifat tidak elastis. Nilai parameter dugaan jumlah pengangguran sebesar 0.430785 dan mempunyai hubungan yang positif,
yang berarti meningkatnya jumlah
pengangguran akan memicu kenaika n jumlah pe nduduk miskin di pe rkotaan. Respo n jumlah penduduk miskin di perkotaan terhadap peruba han upah riil bersifat tidak elastis. Ketika kr isis ekonomi melanda Indonesia pada tahun 1997-1999 jumlah penduduk miskin di perkotaan bertambah sebanyak 4.27 juta orang. Ini terjadi karena pada saat krisis banyak perusahaan tutup, banyak terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK), sehingga pengangguran meningkat yang memicu kenaikan jumlah penduduk miskin di perkotaan. Selain itu, inflasi pada saat krisis juga sangat tinggi sehingga pendapatan riil masyarakat merosot, sementara harga-harga naik. Akibatnya banyak penduduk yang jatuh ke jurang kemiskinan. 2.
Jumlah Penduduk Miskin di Pedesaan Hasil pendugaan parameter persamaan jumlah penduduk miskin di daerah
pedesaan disajikan pada Tabel 45. Dari Tabe l 45 tersebut dapat dilihat bahwa semua variabel penjelas yang digunakan berpengaruh secara nyata terhadap jumlah penduduk miskin di daerah pedesaan. Nilai parameter dugaan tingkat inflasi sebesar 25.74496 dan mempunyai hubungan yang positif, yang berarti jika terjadi inflasi dapat memicu kenaikan jumlah penduduk miskin di pedesaan. Respon jumlah penduduk miskin di pedesaan terhadap perubahan tingkat inflasi bersifat tidak elastis baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang.
134
Nilai parameter dugaan total pengeluaran pemerintah sebesar 0.00616 dan mempunyai hubungan yang negatif, yang berarti kenaikan belanja pemerintah berpotensi menurunkan jumlah penduduk miskin di pedesaan. Hasil ini menunjukkan peran penting pemerintah dalam usaha pengentasan kemiskinan. Respo n jumlah pe nduduk miskin di pedesaan terhadap peruba han total pengeluaran pemerintah bersifat tidak elastis baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Tabel 45. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Jumlah Penduduk Miskin Daerah Pedesaan, Tahun 1990-2010
Variabel Intercept (Intersep) INFLASI (Tingkat Inflasi) GOVEXP (Pengeluaran Pemerinah) UNEMPL (Jumlah Pengangguran) D9799 LMISDESA (Lag Miskin Desa) D5
Estimasi Parameter
Pr > |t|
Elastisitas Jangka Jangka Pendek Panjang
Signifikansi A
8359.462
0.0025
25.74496
0.3810
0.0127
0.0266
D
-0.00616
0.0668
-0.0443
-0.0932
A
0.435392 4623.463
0.0494 0.0058
0.1294
0.2721
A A
0.524380 8359.462
0.0006 0.0025
A A
Adj-R2 = 0.85351; F-hitung = 23.14; Pr > F = <0.0001; D-h = -1.5630 Keterangan:
A = Signifikan pada level 10 persen C = Signifikan pada level 30 persen
B = Signifikan pada level 20 persen D = Signifikan pada level 40 persen
Nilai parameter dugaan jumlah pengangguran sebesar 0.435392 dan mempunyai hubungan yang positif,
yang berarti meningkatnya jumlah
pengangguran aka n memicu ke naikan jumlah pe nduduk miskin di pedesaan. Respo n jumlah pe nduduk miskin di pedesaan terhadap peruba han upa h riil bersifat tidak elastis baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang.
135 Ketika krisis ekonomi melanda Indonesia pada tahun 1997 sampai dengan tahun 1999 jumlah penduduk miskin di pedesaan bertambah sebanyak 4.62 juta orang. Jumlah penduduk miskin di pedesaan tahun sebelumnya juga berpengaruh terhadap jumlah penduduk miskin di pedesaan sekarang. Hasil ini menunjukkan adanya ke miskinan struktural 1 di daerah pedesaan. 3.
Total Penduduk Miskin dan Tingkat Ke miskinan Total penduduk miskin (PMISKIN t ) merupaka n penjumlahan pe nduduk
miskin di daerah perkotaan dengan penduduk miskin daerah pedesaan yang dirumuskan sebagai berikut: PMISKIN t = MISKOTA t + MISDESA t Sedangkan tingkat kemiskinan menunjukkan persentase total penduduk miskin terhadap seluruh penduduk Indonesia yang dirumuskan sebagai berikut: TMISKIN t = (MISKOTA t + MISDESA t )/POP t * 100
1
Suyanto (1995) dalam BPS (2009) mendefin isikan kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang ditengarai atau disebabkan kondisi struktur, atau tatanan kehidupan yang tak menguntungkan”. Dikatakan tak menguntungkan karena tatanan itu tak hanya menerbitkan akan tetapi (lebih lanjut dari itu!) juga melanggengkan kemiskinan di dalam masyarakat.