TINJAUAN PUSTAKA Babi Babi adalah salah satu komoditi ternak yang mempunyai potensi besar untuk dikembangkan karena memiliki sifat-sifat dan kemampuan yang menguntungkan antara lain siklus produksinya yang relatif pendek, banyak anak dalam satu kelahiran, tingkat pertumbuhan cepat, efisien dalam penggunaan ransum, dan dapat memanfaatkan sisa makanan yang tidak lagi dikonsumsi oleh manusia (Pond dan Maner, 1974). Ternak babi bila diklasifikasikan secara zoologis termasuk kedalam kelas Mammalia, ordo Artiodactyla, genus Sus dan spesies terdiri dari Sus scrofa, Sus vittatus, Sus cristatus, Sus leucomystax, Sus celebensis, Sus verrucosus, Sus barbatus (Sihombing, 2006). Babi merupakan ternak omnivora monogastrik yaitu ternak pemakan semua pakan dan mempunyai satu perut besar yang sederhana. Ternak babi merupakan salah satu dari sekian jenis ternak yang mempunyai potensi sebagai suatu sumber protein hewani dengan sifat-sifat yang dimiliki adalah prolifik (memiliki banyak anak setiap kelahiran), efisien dalam mengkonversi bahan makanan menjadi daging dengan persentase karkas yang tinggi (Siagian, 1999). Terdapat beberapa bangsa dari ternak babi yang sudah dikenal dan banyak dikembangkan yaitu Yorkshire, Landrace, Duroc, Hampshire dan Berkshire. Bangsa ternak babi adalah sumber genetik yang tersedia bagi peternak, hampir semua ternak babi yang dikembangkan sekarang ini merupakan bangsa babi hasil persilangan (Siagian, 1999). Urutan produksi maupun konsumsi daging di Indonesia adalah unggas, sapi, babi, domba, kambing, kerbau, dan kuda. Populasi ternak babi di Indonesia pada tahun 2009 menurut Dirjen Peternakan (2010) adalah 7.384.126 ekor. Pengertian dan Fungsi Pengangkutan Tata niaga didefinisikan sebagai segala usaha dan niaga yang ditujukan kepada yang bersangkutan dengan menyalurkan barang atau jasa dari produsen ke konsumen. Pada umumnya ada tiga macam proses tata niaga yaitu pengumpulan, penyimpanan, dan penyebaran (Atmakusuma, 1984). Menurut Napitupulu (1976), dalam perbaikan sistem tata niaga ternak ditentukan oleh beberapa faktor: (a) masalah produksi, (b) penyaluran barang dari titik produsen ke titik konsumen, dan (c) masalah di tingkat konsumen. 3
Menurut Soetisna (1985), pasar terdiri dari golongan pembeli dan penjual yang mengadakan hubungan satu dengan yang lain, sehingga terjadi pertukaran diantara mereka. Namun dalam penjualan beberapa barang tertentu, ternyata banyak pasar terisolir antara satu dengan yang lainnya. Dengan adanya kemajuan teknologi dalam bidang pengangkutan, menyebabkan ongkos angkutan dapat ditekan lebih kecil dan jarak tempuh yang jauh dapat dicapai dengan kecepatan tinggi. Hal ini menyebabkan perluasan pasar dari barang-barang yang diperlukan konsumen, karena barang dapat diangkut dari satu tempat ke tempat lainnya. Pengangkutan menurut Siregar (1980) diartikan sebagai pemindahan barang dari tempat asal ke tempat tujuan, yang dapat dilihat sebagai berikut: (a) ada muatan yang diangkut, (b) tersedia kendaraan sebagai alat angkutnya, dan (c) ada jalanan tempat yang dilalui alat angkutan tersebut. Pengangkutan memberi tambahan nilai guna pada barang yang diangkut. Nilai guna utama yang diberikan itu adalah nilai guna tempat (place utility) dan nilai guna waktu (time utility). Kedua nilai guna tersebut diperoleh jika barang telah diangkut ke tempat yang nilainya lebih tinggi dan dapat dimanfaatkan pada jumlah, waktu yang tepat (Siregar, 1980). Sistem dan Jenis Angkutan Sifat jasa, operasi dan biaya membedakan alat angkutan dalam lima kelompok sebagai berikut: angkutan kereta api (railroad/railway), angkutan motor dan jalan raya (motor/road/highway transportation), angkutan laut (water/sea transportation), angkutan udara (air transportation), dan angkutan pipa (pipeline) (Bank, 2002). Santosa (2004) menjelaskan bahwa ketika mengangkut ternak, usahakan jarak yang ditempuh kurang dari 24 jam perjalanan. Apabila jarak tempuh lebih daripada 24 jam maka sebelum dilakukan pengangkutan sekurang-kurangnya ternak harus sudah distirahatkan terlebih dahulu selama lima jam, selanjutnya perhatikan ketersediaan pakan dan air serta kapasitas muatannya. Preconditioning adalah kegiatan tata laksana dalam pengelolaan awal yang langsung disesuaikan dengan kenyataan sebenarnya di perusahaan. Jadi, preconditioning dilakukan langsung di tempat usaha. Upaya pemulihan aklimatisasi ternak, bukan saja terhadap keadaan
4
lingkungan baru, tetapi juga dari pengaruh pengangkutan dalam perjalanan yang telah ditempuh oleh ternak. Menurut Sudiyono (2004), petunjuk yang harus dilakukan dalam melakukan pengangkutan ternak potong (termasuk ternak babi) ke pasar, yaitu: a.
Memilih jenis pengangkutan yang terbaik dan sesuaikan dengan jumlah ternak yang akan diangkut untuk dipasarkan.
b.
Memberikan pakan atau minum beberapa jam sebelum ternak dinaikkan keatas truk, tetapi jangan diberikan pakan yang terlalu banyak atau ternak dalam keadaan kenyang pada saat segera akan dinaikkan. Selanjutnya jangan memberikan biji-bijian (konsentrat) selama 12 jam ternak diangkut, tetapi berikan minum setiap dua jam pengangkutan.
c.
Penanganan dilakukan dengan baik dan menggunakan fasilitas, serta alat-alat yang memadai untuk menaikkan ternak ke atas truk. Fasilitas dan alat-alat angkut dibersihkan dari benda-benda runcing atau pecahan kaca. Menggunakan loading chute (tempat menurunkan atau menaikkan ternak dari atau ke truk) dan letakkan dengan baik, sesuai dengan bak truk.
d.
Bedding ditambahkan pada dasar dek truk. Gunakan jerami kering pada musim hujan dan tebarkan pasir diatas jerami tersebut pada musim kemarau.
e.
Penggiringan ternak dilakukan dengan tenang dan nyaman pada waktu memasuki truk. Alat yang dapat menyebabkan ternak luka atau memar (misalnya jangan menggunakan cambuk atau electric shock, apalagi benda keras dan tajam) sebaiknya dihindari.
f.
Truk yang digunakan sebaiknya dikemudikan dengan hati-hati. Perjalanan ditempuh dengan kecepatan yang sesuai dan perlambat dalam tikungan. Sebaiknya jangan berhenti dengan mendadak.
g.
Ternak sebaiknya diperiksa selama perjalanan dalam periode tertentu. Bila tampak ada masalah, hentikan truk dan perbaiki masalah tersebut. Berdirikan ternak yang terbaring agar tidak terinjak oleh ternak lain.
h.
Berhenti dan istirahatkan ternak bila perjalanan terlalu lama. Berikan air minum untuk mencegah terjadinya dehidrasi bila udara terlalu panas. Sesuaikan keadaan ventilasi dengan kebutuhan ternak sehingga udara segar dapat bersirkulasi dengan baik didalam ruangan ternak. 5
i.
Dalam memundurkan truk lakukan dengan pelan hingga merapat pada dok loading.
j.
Ternak diturunkan dengan hati-hati, dan tidak dengan kasar. Pengertian Angkutan Motor dan Jalan Raya Siregar (1980), menjelaskan bahwa kendaraan bermotor adalah setiap
kendaraan yang digerakkan oleh perangkat teknik yang ada pada kendaraan dan biasanya dipergunakan untuk pengangkutan orang, barang dan hewan selain dari kendaraan yang berjalan diatas rel. Jalan adalah suatu prasarana perhubungan darat dalam bentuk apapun, meliputi segala bagian jalan termasuk pelengkap dan pelengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas kendaraan, orang dan hewan. Menurut Siregar (1980), peranan jalan dikelompokkan dalam tiga golongan, yaitu jalan arteri (yang melayani angkutan utama, dengan ciri-ciri: perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, jumlah jalan masuk dibatasi); jalan kolektor (yang melayani angkutan pengumpulan dengan ciri-ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, jumlah jalan masuk dibatasi) dan jalan lokal (yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri: perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi). Pembebanan Biaya Jalan Raya Siregar (1980) menjelaskan bahwa, pembiayaan jalan dibebankan kepada semua pemakai jalan, melalui pajak jalan, pajak kendaraan, pungutan tol, sehingga pembiayaan jalan dapat tertutupi. Keserasian antara jumlah pembiayaan jalan dan besarnya pungutan yang dikenakan kepada pemakai jalan menunjukkan bahwa penggunaan jalan sudah optimal. Siregar (1980) menerangkan, bahwa ada pendekatan yang bisa diikuti dalam menetapkan besarnya pembebanan biaya jalan kepada pemakai jalan adalah sebagai berikut: a.
Pendekatan manfaat (the benefit received approach); pemakai jalan dikenakan pungutan yang sebanding dengan manfaat yang diterima, yang sama dengan biaya pemeliharaan per kendaraan-kilometer (the variable maintenance cost of high way per vehicle-kilometer).
6
b.
Pendekatan biaya (cost of service approach); besarnya pungutan yang harus dibayar pemakai jalan disesuaikan dengan biaya yang ditimbulkan. Hal ini mengakibatkan pungutan untuk kendaraan sedan akan lebih kecil daripada pungutan yang dikenakan atas truk dan bis karena kedua jenis kendaraan terakhir ini menimbulkan kerusakan yang lebih besar, yang menyebabkan biaya pemeliharaan jalan raya lebih tinggi. Pendekatan manfaat dapat dipakai untuk merangsang pertumbuhan ekonomi,
dibandingkan pendekatan berdasarkan biaya, karena kurang begitu memperhatikan daya beli dan kemampuan masyarakat, sehingga tidak dapat dipakai sebagai alat kebijaksanaan untuk merangsang pertumbuhan golongan ekonomi lemah (Siregar, 1980). Unsur-Unsur Pengangkutan dan Pembiayaan Pelaksanaan kegiatan pengangkutan diperlukan ketersediaan dua jenis peralatan yang merupakan unsur-unsur pengangkutan, yaitu: (1) Peralatan operasi (operating facilities) yang juga sering disebut sebagai sarana angkutan, berupa peralatan yang dipakai untuk mengangkut barang dan penumpang yang digerakkan oleh mesin motor atau tenaga penggerak lainnya. (2) Peralatan dasar (basic facilities), yang juga disebut prasarana angkutan terdiri dari: (a) Jalanan sebagai tempat bergeraknya peralatan operasi yang merupakan jalanan pada angkutan motor adalah jalan raya dan jembatan, dan (b) Terminal, sebagai tempat memberikan pelayanan kepada penumpang dalam perjalanan, barang dalam pengangkutan dan kendaraan sebelum dan sesudah melakukan operasinya. Terminal dibangun diantara tempat asal dan tempat tujuan (Siregar, 1980). Sindrom Stres Babi (SSB) Sindrom stres babi diakibatkan dari keseimbangan homeostasis ion kalsium di dalam sel yang oleh suatu stressor mengalami gangguan, sehingga dilepaskannya katekolamin secara berlebihan, yang selanjutnya mendorong peningkatan aktivitas otot serta meningkatkan pemecahan glikogen. Peningkatan aktivitas otot serta mengakibatkan penekanan ATP dan metabolisme anaerob, yang berakibat meningkatnya jumlah asam laktat, disertai pembebasan panas berlebihan, yang mengakibatkan hyperthermia. Asam laktat meningkat sampai 250-300 mg/dl darah, 7
dan pH turun dibawah 7. Hal itu dinamakan proses asidosis, yang dapat menyebabkan kematian pada ternak. Asam laktat yang ditimbulkan oleh SSB tidak segera mengalami metabolisme menjadi glukosa, dan tidak segera teroksidasi menjadi CO2 (Subronto dan Tjahjati, 2001). Metabolisme otot, metabolisme basal, konsumsi oksigen, dan pembentukan asam laktat meningkat tajam akibat SSB. Sindrom stres babi juga dikenal dengan back muscle necrosis, dimana otot tebal terutama musculus longisimus dorsi mengalami nekrosis. Rasa sakit di daerah punggung terlihat dari punggung yang dibungkukkan atau dibelokkan ke arah samping (Subronto dan Tjahjati, 2001). Penanganan saat dan sebelum pengangkutan dilakukan sangatlah penting, seperti vaksinasi dan pindah kandang, perlu dilakukan dengan sangat hati-hati. Senyawa tranquilizer dan senyawa β-blocker, terkadang diberikan sebelum babi diangkut ke daerah lain (Subronto dan Tjahjati, 2001). Tekanan Stres dan Resiko Selama Pengangkutan McGilvery dan Goldstein (1996) menjelaskan bahwa salah satu respon dari hormon adrenalin terhadap stres lingkungan adalah terjadinya percepatan denyut jantung dan frekuensi pernapasan. Hal ini sangat mungkin menyebabkan terjadinya proses oksidasi yang dapat mengakibatkan hewan/ternak mengalami kehilangan cairan tubuh. Kehilangan cairan ini tentu dapat menyebabkan penurunan bobot badan pada suatu jenis hewan/ternak. Ternak babi yang mengalami stres akan menunjukkan gejala-gejala kelelahan bahkan sampai mengakibatkan kematian ternak. Gejalagejala yang ditunjukkan diluar tingkah laku normal seperti bernafas dengan mulut terbuka, perubahan warna kulit, ternak tidak mau bergerak, vokalisasi abnormal, mengalami tremor otot, serta kelelahan dan dapat menyebabkan kematian ternak (Ritter et al., 2005). Atmakusuma (1984) menyatakan bahwa akibat sifat komoditi pertanian yang mudah rusak, maka pada waktu pengangkutan sering terjadi resiko susut atau rusak yang ditimbulkan akibat pengaruh cuaca, penyakit, dan lama perjalanan. Direktorat Bina Produksi Peternakan (1982), menyatakan bahwa suhu yang tinggi dan musim panas yang panjang mempengaruhi pertumbuhan. Salah satu penghalang bagi produksi daging di daerah tropis ialah suhu tinggi dan musim panas yang panjang. 8
Sebab suhu udara yang tinggi akan memperlambat proses metabolisme (pertukaran zat) didalam tubuh sehingga mengganggu pertumbuhan berat badan. Masalah angkutan ternak adalah masalah rumit, sebab barang yang dipindahkan adalah mahluk hidup. Menurut Napitupulu (1976) beberapa kesulitan utama dalam pengangkutan ternak di Indonesia dari produsen sampai ke konsumen ialah: a) Jumlah alat angkut yang masih kurang, b) Sarana jalan yang masih belum baik, dan c) Biaya tidak terduga yang sangat besar selama perjalanan. Resiko yang paling mungkin selama perjalanan adalah sering terjadinya luka memar atau kematian. Pearson dan Kilgour (1980) menyatakan adanya faktor-faktor yang menjadi penyebab kerugian selama pengangkutan, antara lain: a.
Kondisi akhir yang terjadi merupakan akibat dari keadaan yang dialami selama pengangkutan yang menyebabkan kondisi lemah sehingga mudah terkena penyakit hyperthermia dan hypothermia;
b.
Penanganan yang tidak benar akan menyebabkan ternak menderita seperti luka memar, kekagetan yang luar biasa sebelum pemuatan dan adanya perubahan lingkungan di tempat yang baru dimana ternak tersebut diturunkan;
c.
Pemberian minum yang cukup untuk ternak yang mengalami perjalanan jauh sangat penting, karena perjalanan yang jauh akan menyebabkan terjadinya dehidrasi serta kekacauan metabolisme. Nafsu makan menurun karena stres yang dialami selama perjalanan, sehingga dapat menyebabkan penurunan bobot badan;
d.
Latihan sebelum perjalanan perlu dilakukan jika hal ini memungkinkan, terutama dalam menempuh perjalanan jauh karena pengangkutan sangat membatasi ruang gerak dan waktu istirahat misalnya berdiri dalam waktu lama;
e.
Masuknya ternak dari kelompok lain ke lingkungan yang baru, dapat menyebabkan stres dan perkelahian yang menyebabkan luka dan kondisi yang abnormal pada ternak yang diangkut;
f.
Tipe-tipe alat angkut akan memberikan pengaruh terhadap ternak yang diangkut karena cara pengangkutannya (seperti kereta api, truk, kapal laut dan pesawat), lama perjalanan dan medan yang ditempuh berbeda-beda;
9
g.
Pengaruh kondisi lingkungan yang berubah seperti cuaca, kepadatan muatan, jarak pengangkutan yang ditempuh dapat menyebabkan kelelahan dan penurunan bobot badan, serta dapat menimbulkan kematian sekitar 8-11%. Menurut English et al. (1988), faktor-faktor yang menyebabkan kematian
babi selama perjalanan adalah: 1.
Lokasi selama pengangkutan, beberapa kasus kematian babi selama perjalanan sering ditemukan terjadi di belakang ruang kemudi, dan kerugian terbesar berada di deck paling bawah. Alasan yang paling memungkinkan yakni terbatasnya aliran udara di posisi ini.
2.
Perkelahian, diindikasikan bahwa dua sampai tiga babi akan mati, bila terlibat dalam pertarungan selama dalam perjalanan.
3.
Temperatur, kerugian terbesar cenderung disebabkan oleh udara yang sangat panas karena tingginya suhu selama pengangkutan, terutama material bak angkutnya yang
terbuat dari kayu lebih baik dibandingkan logam alloy
(sepuhan). 4.
Pemberian pakan saat pengangkutan, hal ini yang sering tidak diperhatikan selama perjalan jauh, karena dengan pemberian pakan babi yang diangkut cenderung mengalami penyusutan yang tinggi.
5.
Sistem pemberian pakan termasuk sistem pemberian pakan kering ad libitum, pemberian pakan basah menggunakan pipa, serta sesekali pemberian pakan dibatasi. Tidak ada indikasi dari perbedaan penyusutan dalam transit antara sistem tersebut. English et al. (1988), juga menjelaskan bahwa faktor-faktor utama sebelum
pengangkutan yang dihubungkan dengan studi kasus di Inggris dan Kanada adalah sebagai berikut : 1.
Pemberian pakan terakhir kali Jarak pemberian pakan sebelum pengangkutan merupakan salah satu faktor yang akan mempertinggi kejadian kematian selama perjalanan, dimana semakin dekat jarak pemberian pakan dengan proses pengangkutan, maka sangat mempertingi resiko kematian babi. Tabel l menyajikan data tentang jumlah babi yang mengalami kematian selama perjalanan, berdasarkan jarak antara pemberian pakan dengan pengangkutan. 10
Tabel 1. Jumlah Babi yang Mati Selama Perjalanan, Diklasifikasikan Berdasarkan Jarak Antara Pengangkutan dan Pemberian Pakan yang Terakhir Jarak pemberian pakan sebelum pengangkutan
Jumlah babi yang dikirim (ekor)
Jumlah kematian (ekor)
Kematian per 1000 (ekor)
> 12 jam
9.394
16
1,7
6-12 jam
3.007
4
1,3
2-6 jam
8.569
57
6,7
Sumber : Robertson, 1987
2.
Kepadatan pengangkutan Data yang diambil oleh Robertson (1987) dari Skotlandia Utara mengindikasikan bahwa dalam proses pengangkutan ternak babi, jika kapasitas tampung melebihi daya tampung semestinya, maka akan sangat mempertinggi resiko dan membahayakan ternak babi selama pengangkutan. Menurut Penny dan Guise (2000), kepadatan daya angkut yang sedikit jumlahnya tidak dianjurkan selama pengangkutan yang mungkin akan membuat babi terinjak selama kendaraan melaju. Pengaruh yang timbul dapat disebabkan oleh jauhnya perjalanan selama pengangkutan dan suhu yang tinggi (Tabel 2). Tabel 2. Kematian Babi yang Diakibatkan Kepadatan Muatan Kepadatan muatan kendaraan (%) 80-89 90-99 ≥ 100
Jumlah babi yang dikirim (ekor) 9.243 10.702 9.679
Kematian per 1000 (ekor) 1,7 3,4 5,4
Sumber : Robertson, 1987
3.
Suhu selama perjalanan Memastikan suhu udara selama perjalanan tetap sejuk karena kematian babi selama pengangkutan biasa terjadi pada suhu diatas 20oC. Penggunaan pasir basah di lantai bak angkut dapat mengurangi panas sehingga babi merasa sejuk dan nyaman.
11
4.
Perjalanan jauh Untuk meminimalkan akibat lamanya perjalanan jauh sangat penting untuk berhati-hati selama proses pengangkutan, untuk mencegah terjadinya kelebihan muatan dan untuk memastikan bahwa kondisi lingkungan baik (kecukupan aliran udara dan kenyamanan suhu) selama perjalanan (Tabel 3). Tabel 3. Kematian Babi Selama Perjalanan Jauh, dari Farm ke Tempat Pemrosesan Jarak dari Jumlah babi Jumlah babi Kematian per peternakan ke yang dikirim yang mati 1000 (ekor) tempat pemrosesan (ekor) (ekor) (mil) ≤ 99 1.933 4 2,1 100-199 24.599 55 2,2 200-299 10.256 63 6,1 ≥ 300 3.075 20 6,5 Sumber : Robertson, 1987
Penyusutan Bobot Hidup dan Berat Karkas Selama pengangkutan dari peternakan ke rumah pemotongan hewan (RPH), babi dapat kehilangan bobot hidup antara 2-10% dari bobot hidup awalnya. Kehilangan bobot hidup dan bobot karkas ini paling banyak melalui defekasi dan urinasi. Banyaknya bobot badan yang berkurang karena pengangkutan disebut dengan penyusutan (English et al., 1988). Tingkah Laku Babi Ketika Dipersiapkan untuk Dikirim dan Selama Pengangkutan Serta di Kandang Penampungan Gangguan dalam pengangkutan babi disertai dengan kandang/tempat yang kurang baik dapat menyebabkan stres. Hal ini diindikasikan dengan naiknya kadar hormon kortikosteroid dalam darah. Maka, harus diperhatikan tata cara penggiringan babi sehingga tidak diperlukan lagi peralatan tambahan, seperti tongkat listrik dalam melakukan penggiringan ternak babi (English et al., 1988). Ketika babi berasal dari kandang yang berbeda kemudian dicampurkan, maka akan terjadi perkelahian saat pengangkutan. Seharusnya babi diambil dari kandang sesegera mungkin sebelum pengangkutan atau babi lain dari kandang yang berbeda harus dikandangkan terpisah pada area pengangkutan. Seperti yang telah diindikasikan sebelumnya, selama pengangkutan pada kondisi yang sangat panas, 12
babi dapat menderita stres panas. Oleh karena itu aliran udara sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya stres panas. Solusi alternatif pada cuaca panas seperti ini, babi dapat diangkut pada malam hari dimana temperatur akan lebih dingin (English et al., 1988). Pengangkutan Ternak Menurut English et al. (1988), di banyak negara kendaraan yang diamati untuk mengirim ternak diusahakan tetap menjaga aspek kesejahteraan hewan selama pengangkutan berlangsung. Dek harus dikonstruksikan sesuai aturan agar ternak yang diangkut berdiri dalam posisi alami dan mendapatkan luasan yang cukup sehingga sirkulasi udara dapat berjalan. Peraturan di Inggris mengizinkan bongkar-muat dari container dengan beragam tujuan. Hal ini termasuk jalan yang landai, dimana mungkin atau tidak dibawa menggunakan kendaraan, loading bank, alat angkat mekanik atau alat angkat manual. Bagaimanapun, tanpa melihat metode yang diamati, maka kendaraan yang diamati untuk menurunkan ternak pada saat darurat diharuskan memiliki desain yang sesuai. Solusi normal adalah untuk menyediakan gerbang pintu belakang container yang berpengaruh jika posisi jalan melandai (English et al., 1988). Menurut Murray (2000), pengangkutan pada waktu suhu lingkungan lebih dingin atau pada saat malam hari sangat membantu untuk mengurangi stres. Tidak dianjurkan juga untuk mengirim ternak setelah ternak makan karena akan meningkatkan kematian (Warris, 1998).
Menurut Ewing et al. (1999), pakan
mungkin diberikan 6-8 jam sebelum pengangkutan bila babi tersebut akan disembelih pada hari yang sama, sedangkan bila ternak akan disembelih pada hari berikutnya pemberian pakan dalam jumlah sedikit sebelum pengangkutan sangat dianjurkan. Kontrol Suhu dan Kualitas Udara Selama Pengangkutan Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap suhu lingkungan adalah ukuran ternak, status nutrisi, pergerakan udara, radiasi matahari, suhu dan umur serta bangsa ternaknya (Charles, 1994; Ewing et al.,1999). Menurut NRC (1981), dinding dan atap yang menghambat panas, serta bila bedding diberikan sesuai ketentuan maka akan mencegah kehilangan panas berlebih dan menjaga bobot badan agar tidak 13
berkurang. Curtis (1986) menyatakan bahwa gas yang sangat diperhatikan dalam peternakan dan pengangkutan babi adalah amoniak, hidrogen sulfida, karbon monoksida, dan metan. Kebisingan Selama Pengangkutan Kebisingan yang ditimbulkan dari kegiatan-kegiatan dalam mengurus ternak tidak dapat dihindarkan pada semua aktivitas produksi. Biasanya efek yang ditimbulkan akibat kebisingan ini sangat kecil pengaruhnya terhadap performa ternak (Bond, 1970; NRC, 1970). Produsen ternak harus menghindari suara-suara yang dapat mengagetkan babi. Suara-suara yang ditimbulkan dari mesin dan peralatan pun harus diminimalkan. Struktur dan Besarnya Biaya Pengangkutan Atmakusuma (1984) menyatakan bahwa biaya tata niaga adalah biaya-biaya yang dikeluarkan dalam proses pengaliran barang/komoditi dari produsen sampai ke konsumen dan besarnya biaya tata niaga ini tergantung dari banyaknya fasilitas yang diperlukan seperti kendaraan, pos pemeriksaan ternak dan rumah pemotongan ternak. Atmakusuma (1984) selanjutnya menjelaskan pula bahwa menurut proses tata niaga, biaya tata niaga terdiri dari biaya pemindahan dari produsen ke konsumen (transfer cost), biaya pengumpulan (assembly cost), dan biaya penyebaran di daerah konsumen (distribution cost). Besar atau kecilnya ketiga biaya tersebut turut mempengaruhi besarnya marjin tata niaga yang terjadi. Salah satu karakteristik produk pertanian adalah terpencar-pencar dan keuntungan kooperatifnya hanya ditemukan pada daerah-daerah tertentu, sehingga ditemui daerah sentra produksi. Produksi pertanian harus didistribusikan kepada konsumen. Upaya untuk pendistribusian ini memerlukan biaya yang disebut biaya transfer (transfer cost). Sudiyono (2004), menerangkan bahwa untuk menentukan besar kecilnya biaya transfer per unit per satuan jarak, maka perlu diperhatikan: 1) Tingkat pertambahan biaya transfer per unit per satuan, dan 2) Teknologi pengangkutan yaitu meliputi prasarana dan sarana pengangkutan. Biaya transfer per unit juga sangat dipengaruhi oleh macam teknologi yang diamati. Teknologi pengangkutan ini meliputi prasarana dan sarana pengangkutan yang diamati. Prasarana pengangkutan
14
yaitu kualitas jalan sangat mempengaruhi dan menentukan pola angkutan dan biaya transfer per unit. Mubyarto (1985), menjelaskan bahwa terdapat dua ukuran penting pada penerapan biaya pengangkutan, yaitu jarak dan volume. Namun, pada pembagian biaya tetap dan variabel tidak dapat dilakukan dengan teliti, karena terdapat perbedaan yang cukup berarti pada setiap jenis pengangkutan yang diamati. Sehingga cara pandang menurut perspektif individu pengelola tetap diperlukan untuk menetapkan kebijakannya. Woodward (1986) menyatakan bahwa dalam penyediaan jasa pengangkutan menimbulkan sejumlah biaya pengangkutan berupa biaya tenaga kerja, bahan bakar, perawatan, terminal, jalan raya, dan biaya administrasi sehingga biaya-biaya tersebut beragam terdiri dari biaya tetap dan biaya operasi dimana semua biaya adalah variabel jika periode waktunya cukup lama dan memiliki volume cukup besar. Sudiyono (2004) menyatakan juga bahwa biaya pengangkutan ini merupakan fungsi jarak, semakin jauh jaraknya, semakin tinggi pula biaya pengangkutannya. Biaya transfer, khususnya biaya pengangkutan perlu diperhatikan karena dapat mencapai 40% atau lebih dari komposisi biaya pemasaran. Prawirosentono (1997), menjelaskan bahwa terdapat lima unsur pokok dalam pengangkutan sebelum suatu produk atau barang sampai ke tangan konsumen atau dari sentra produksi ke sentra konsumsi yaitu: 1) Manusia yang membutuhkan, 2) Barang yang dibutuhkan, 3) Kendaraan sebagai alat sarana angkutan, 4) Jalan dan terminal sebagai prasarana angkutan, dan 5) Organisasi (pengelola angkutan) dan tenaga kerja, dimana kelima unsur pokok ini masing-masing sangat memiliki peluang dalam meningkatkan atau mempengaruhi nilai dari biaya pengangkutan dan lebih jauh lagi biaya produksi. Siregar (1980), menyatakan ada dua cara untuk menentukan harga jasa angkutan yakni: 1) Mengikuti tarif, dan 2) Diatur dalam perjanjian. Jika harga jasa angkutan ditentukan melalui tarif, maka harga tersebut berlaku umum sehingga tidak ada ketentuan lain yang berlaku kecuali apa yang sudah diatur dalam buku tarif. Selanjutnya dinyatakan bahwa dasar-dasar penentuan tarif adalah 1) Biaya operasi (cost of service pricing), 2) Nilai jasa angkutan bagi pemakai angkutan (value of
15
service pricing), dan 3) Harga yang diharapkan didalam suatu transaksi (what the traffic will bear). Menurut Soetisna (1985), faktor-faktor yang mempengaruhi biaya operasi (cost of service pricing) adalah: 1) Besarnya resiko yang mungkin timbul dalam pengangkutan itu, misalnya karena mudah rusak sehingga tarif angkutan menjadi lebih tinggi; 2) Berat atau volume barang, semakin berat atau semakin besar volumenya , tarif angkutan bertambah tinggi; 3) Perlunya penanganan khusus selama perjalanan agar tidak rusak; 4) Perlunya biaya khusus yang sebenarnya bukan biaya angkutan, misalnya biaya pemeliharaan ternak selama perjalanan; dan 5) Jurusan dan jarak yang ditempuh. Siregar (1980) selanjutnya menjelaskan bahwa, tarif angkutan dibedakan atas tarif line haul dan biaya tambahan (accessorial charge). Tarif line haul terbagi dua yakni 1) Tarif barang (commodity rate), dan 2) Tarif kelas (class rate). Biaya angkutan yang ditentukan dengan perjanjian biasanya lebih mudah ditetapkan dan sifat berlakunya terbatas. Perjanjian ini dapat mengikuti: 1) Lamanya pemakaian alat angkutan (time charter), misalnya truk disewa borongan selama tiga hari tentu berbeda dengan sewa selama 12 jam, dan sewa secara borongan dalam jangka waktu yang cukup lama sering mendapat potongan harga; dan 2) Kegiatan angkutan yang dilakukan (voyage charter), misalnya langsung menuju ke tempat yang dikehendaki atau berhenti di tempat-tempat tertentu. Perjanjian ini hanya berlaku bagi pihak-pihak yang terikat pada perjanjian tersebut yakni antara perusahaan angkutan dan pemakai jasa angkutan (Siregar, 1980).
16