ragamstatistik edisi 01 - Mei tahun 2015
nusa tenggara barat
PEMUTAKHIRAN BASIS DATA TERPADU 2015
LIMA ALASAN PENTING MENYUKSESKAN PBDT2015 MENGENAL LEBIH DEKAT
INDEKS PEMBANGUNAN SI MELON dan KAYU BAKAR MANUSIA
AYOoo MENULIS !!!!!!!
To understand God’s thoughts, we must study statistics, for these were the measure of His purposes. (Florence Nightingale)
Pembina
Drs.Wahyudin, MM
Pengarah
Drs.H.Syamsudin Drs. Anas, M.Si Isa, S.E Ni Kadek Adi Madri, SE Sunarno, M.Kesos
Penanggung Jawab Agus Sudibyo, M.Stat
Pemimpin Redaksi
Wini Widiastuti, S.ST, M.Sc
Redaktur Pelaksana
M. Ikhsany Rusyda, S.ST, M.Si
Redaktur
Gusti Ketut Indradewi, S.ST Dewi Sri Wijihayati, S.Si, M.Si I Putu Dyatmika, S.ST Tri Harjanto Ahmad Zamiluny, MM Joko Pitoyo Novarudin, S.ST, M.Si Ahmad Sukri, S.Kom Roedi Joelianto, S.Si
Humas, Sirkulasi dan Distribusi I Putu Yudhistira
Desain dan Tata Letak Casslirais Surawan, S.Si
...dari redaksi... Dari hasil rapat bulanan di BPS Provinsi NTB pada penghujung tahun 2014, tercetuslah sebuah keinginan untuk membentuk wadah/media berbagi informasi kegiatan dan pengetahuan statistik bagi insan BPS di Provinsi NTB. Gagasan tersebut kemudian diimplementasikan dengan pembentukan tim redaksi ragamSTATISTIK oleh Kepala BPS Provinsi NTB. Pada edisi perdana ini, artikel utama ragam STATISTIK mengangkat tema yang kekinian atau “up to date” yaitu Pemutakhiran Basis Data Terpadu (PBDT). Pendataan yang di satu sisi menjadi tanggung jawab mulia insan perstatistikan karena hasilnya yang berupa basis data by name by address merupakan sumber data berbagai program bantuan masyarakat miskin. Di lain pihak sejak pertama kali diselenggarakan pada tahun 2005, BPS selalu mejadi sorotan utama dalam hal keakuratan data yang dihasilkan. Dalam rangka mengurangi polemik dan permasalahan seputar pemutakhiran basis data tersebut, BPS berbenah dengan mengembangkan metode pendataan. Pengembangan tersebut berupa akan dilaksanakannya mekanisme Forum Konsultasi Publik (FKP) sebagai upaya menjaring informasi dan meningkatkan partisipasi masyarakat sehingga basis data akan lebih berkualitas. Edisi pertama ini memuat berbagi tulisan dari redaksi dan kontribusi tulisan dari BPS Kabupaten / Kota mengenai Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Bonus Demografi, Analisis Penggunaan Bahan Bakar Gas, Analisis Regresi untuk data Panel, Pelayanan Publik dan banyak artikel menarik lainnya. . Tim redaksi membuka kesempatan seluasluasnya kepada seluruh insan BPS Provinsi NTB untuk mengisi dan berbagi pada berbagai rubrik yang bervariasi. Mulai dari rubrik “agak berat” mengenai Konsep/Metodologi dan Analisis Statistik atau berbagi tulisan ringan mengenai kegiatan di rubrik Potret. Dapat juga sharing pendapat di rubrik Opini atau bahkan mengirimkan foto–foto kegiatan dengan menyertakan caption singkat tentang gambar tersebut di galeriFOTO
[daftar isi
[
REDAKSI
Kontributor
Nurul Hidayah Yassinta Ben Katarti Yudi Wahyudin Lalu Sudiarta Utama
Diterbitkan Oleh
Badan Pusat Statistik Provinsi Nusa Tenggara Barat
Alamat
Jl. Gunung Rinjani No. 2 Mataram Telp. 0370 621385, Fax. 0370 623801 email :
[email protected] http//: ntb.bps.go.id © BPS Prov. Nusa Tenggara Barat, 2015 36 halaman, 17,5x25,5 cm
Pemutakhiran Basis Data Terpadu 2015
LIMA ALASAN PENTING MENYUKSESKAN PBDT2015
2
PBDT2015 : Belajar dari Pengalaman ______________________4 Mengenal Lebih Dekat Indeks Pembangunan Manusia_________8 Si Melon dan Kayu Bakar _______________________________12 Ekspresi _____________________________________________16 Bonus Demografi : Momen Kebangkitan NTB ________________16 Keberlanjutan Pendidikan Formal ________________________22 Analisis Pengaruh IPM Terhadap Kemiskinan di NTB Menggunakan Regresi Data Panel ____________________________________26 Pssst...PST Datang... ____________________________________30 Ayooo Menulis!!!!! _____________________________________ 32 BEBASE Corner _______________________________________33 Pentingnya Memiliki Sense of Data ________________________34
[Berita Utama]
Pemutakhiran Basis Data Terpadu 2015
ragamstatistik - edisi 01 tahun 2015
LIMA ALASAN PENTING MENYUKSESKAN PBDT2015 Oleh : M.Ikhsany Rusyda Pengalaman melaksanakan kegiatan Pemutakhiran Basis Data Terpadu (PBDT) (sebelumnya bernama Pendataaan Program Perlindungan Sosial) sebanyak 3 kali (tahun 2005, 2008, 2011) tentunya menjadikan BPS lebih siap dalam menghadapi pelaksanaan PBDT 2015 yang tidak lama lagi akan masuk pada kegiatan inti yaitu kegiatan Forum Konsultasi Publik (FKP) untuk memutakhirkan data Rumah Tangga Sasaran (RTS) yang kemudian dilanjutkan dengan kegiatan pendataan rumah tangga. Persiapan demi persiapan untuk mematangkan pelaksanaan PBDT telah dilakukan, di antaranya dengan melakukan uji coba pelaksanaan FKP dan pendataan rumah tangga di tiga Kabupaten/Kota di NTB yaitu Kota Mataram, Kabupaten Lombok Barat dan Kabupaten Lombok Tengah. Memang kita tidak menutup mata bahwa kegiatan PBDT sebelumnya meninggalkan pengalaman-pengalaman yang kurang menyenangkan, terutama bagi aparat BPS baik di pusat maupun daerah. Khususnya aparat BPS di daerah yang berhadapan
2
langsung dengan masyarakat, berbagai bentuk tekanan dari masyarakat pernah dialami seperti intimidasi, ancaman perusakan rumah atau fasilitas kantor, dan sebagainya. Meskipun demikian, halhal positif juga diperoleh dari kegiatan PBDT di antaranya dapat membantu masyarakat miskin secara tidak langsung karena data PBDT digunakan sebagai acuan untuk pengentasan kemiskinan. Terlepas dari pengalaman masa lalu, kegiatan inti PBDT 2015, yaitu FKP dan pendataan rumah tangga akan dilaksakanan tidak lama lagi. Sebagai aparat BPS, tentunya sangat penting untuk bekerjasama menyukseskan kegiatan PBDT. Kali ini penulis ingin mengemukakan setidaknya lima alasan pentingnya menyukseskan PBDT. Pertama, PBDT dimaksudkan untuk menyukseskan program pemerintah khususnya program pengentasan kemiskinan. Hasil pemutakhiran basis data terpadu berupa daftar rumah tangga sasaran by name by address akan dimanfaatkan untuk menyasar langsung
kegiatan PBDT sebelumnya memberikan pelajaran berharga bagi BPS untuk memperbaiki pelaksanaan PBDT 2015 agar pengalaman kurang baik sebelumnya tidak terulang kembali. Di antaranya dengan melakukan penyempurnaan dalam metode pemutakhiran. Di antara permasalahan yang dihadapi BPS di daerah adalah bahwa sebagian pihak memandang bahwa data RTS hanyalah “produk” BPS semata, sehingga BPS sering menjadi sasaran tembak oleh sejumlah pihak yang kurang puas dengan data RTS hasil PBDT. Untuk mencegah hal tersebut terulang kembali, metodologi untuk PBDT diperbaharui yaitu dengan mengadakan forum konsultasi publik dengan melibatkan tokoh masyarakat setempat agar data RTS tidak dianggap sebagai “produk” BPS semata. Kelima, hasil PBDT telah banyak membantu masyarakat miskin yang berhak mendapat bantuan, meskipun sejumlah pihak menganggap bantuan yang diberikan tidak seluruhnya tepat sasaran dan masih banyak rumah tangga berhak yang belum terdata sebagai rumah tangga penerima. Dengan menyukseskan PBDT berarti kita melakukan kebaikan yang cukup besar, mengingat banyaknya penduduk miskin yang akan terbantu dengan dimasukkannya rumah tangga mereka ke dalam sasaran program pengentasan kemiskinan yang dilaksanakan oleh pemerintah. Itulah kelima alasan yang coba penulis kemukakan terkait dengan akan dilaksanakannya PBDT di tahun ini. Semoga kelima alasan yang penulis kemukakan di atas dapat lebih memantapkan langkah kita dalam melaksanakan kegiatan PBDT di wilayah kita masing-masing.
ragamstatistik - edisi 01 tahun 2015
rumah tangga miskin yang berhak sehingga tidak salah sasaran. Sebagai aparat pemerintah kita berkewajiban untuk mendukung program-program pemerintah, baik secara langsung maupun tidak langsung sesuai dengan bidang tugas masing-masing. Kedua, kemiskinan bersifat dinamis atau selalu mengalami perubahan khususnya di tingkat mikro atau rumah tangga. Dinamika tersebut dapat dipahami karena setiap rumah tangga tentunya tidak ingin berada dalam kemiskinan sehingga selalu berusaha meningkatkan kesejahteraan agar dapat keluar dari kemiskinan. Di sisi lain, sebagian rumah tangga juga jatuh ke dalam kemiskinan dan umumnya dialami oleh rumah tangga rentan yang berada di sekitar garis kemiskinan. Rentang jarak antara PBDT 2015 dengan kegiatan pemutakhiran RTS terakhir (tahun 2011) adalah lebih kurang empat tahun. Selama rentang waktu tersebut tentunya banyak perubahan sehingga data RTS lama perlu dimutakhirkan. Ketiga, BPS telah teruji kamampuannya dalam melaksanakan kegiatan pemutakhiran basis data terpadu. Hal ini ditunjukkan dari keakurasian basis data terpadu yang dikumpulkan oleh BPS. Berdasarkan hasil uji petik yang dilakukan oleh TNP2K untuk mengecek nama dan alamat rumah tangga BDT, diketahui bahwa sekitar 90-95 persen nama dan alamat dapat ditemukan. Kemudian berdasarkan hasil pencocokan dengan data adminduk kemendagri menunjukkan bahwa 74,8 persen nama dan alamat mendapatkan NIK dan Nomor KK. Tingkat keakurasian yang cukup baik tersebut kemungkinan menjadi salah satu alasan mengapa BPS dipercaya kembali untuk melaksanakan pemutakhiran basis data terpadu dan kepercayaan tersebut tentunya perlu dijaga. Keempat, pengalaman pelaksanaan
3
[
O.P.I.N.I
]
Pemutakhiran Basis Data Terpadu 2015
BELAJAR DARI PENGALAMAN
ragamstatistik - edisi 01 tahun 2015
Oleh : M.Ikhsany Rusyda
Mataram - PBDT atau Pemutakhiran Basis Data Terpadu meskipun namanya terbilang baru, akan tetapi kegiatan tersebut bukanlah kegiatan yang baru pertama kali dilakukan oleh BPS. Basis data terpadu yang dimaksud adalah datadata yang memuat daftar rumah tangga sasaran yang disajikan by name by address. Dalam sejarahnya BPS telah melakukan pengumpulan atau pemutakhiran basis data terpadu sebanyak tiga kali, meskipun dengan nama yang berbeda. Pada tahun 2005, BPS menyelenggarakan kegiatan Pendataan Sosial Ekonomi (PSE) untuk mengumpulkan data rumah tangga yang tergolong sangat miskin, miskin dan hampir miskin. Dasar pelaksanaan kegiatan tersebut adalah Instruksi Presiden Nomor 12 Tahun 2005. Data rumah tangga hasil PSE digunakan untuk kebutuhan penyaluran dana kompensasi BBM agar tepat sasaran, mengingat pada saat itu, pemerintah terpaksa menaikkan harga BBM sebagai respon perkembangan harga minyak dunia dan untuk mengurangi subsidi BBM yang sangat membebani anggaran negara. Untuk mengurangi dampak buruk kenaikan harga BBM terhadap masyarakat, pemerintah berinisiatif memberikan bantuan
4
uang secara langsung sebagai bentuk kompensasi kenaikan harga BBM. Sebagai kegiatan pendataan rumah tangga sasaran yang pertama kali dilakukan oleh BPS untuk tujuan pemberian bantuan, PSE memberikan pengalaman yang sangat berharga bagi BPS. Pada saat itu, tidak sedikit pegawai BPS yang mendapat intimidasi dari masyarakat dan bahkan di antara mereka ada yang rumahnya dirusak. Demikian juga yang dialami oleh mitra BPS yang terlibat menjadi petugas pendataan. Hal tersebut menyebabkan trauma tersendiri bagi pegawai BPS dan mitra BPS. Meskipun demikian, kegiatan PSE juga secara tidak langsung memberikan efek positif terhadap kegiatan BPS lainnya sebagaiman dirasakan oleh petugas BPS yang melaksanakan survei di lapangan seperti Susenas dan Sakernas. Hal ini ditunjukkan oleh besarnya antusias warga untuk didata karena adanya harapan mereka akan mendapatkan bantuan sebagai tindak lanjut hasil pendataan. Efek PSE 2005 belum hilang sepenuhnya, pada tahun 2008, BPS kembali dipercaya untuk melakukan pendataan rumah tangga sasaran. Kemiskinan yang bersifat dinamis dan cenderung sensitif
menurut mereka luput dari pendataan petugas. Bentuk ketidakpuasan ini juga tidak jarang disampaikan dalam bentuk protes langsung ke BPS di daerah sebagai pelaksana kegiatan pendataan. Sebagai bentuk tanggung jawab, BPS di daerah dituntut untuk selalu siap menghadapi protes terkait dengan hasil pendataan. Bagaimanapun hasil pendataan PPLS menjadi dasar pemerintah memberikan bantuan kepada masyarakat seperti bantuan langsung tunai, raskin, beasiswa miskin, PKH dan sebagainya. Dalam hal ini, BPS di daerah sering
Sebagaimana PSE 2005, PPLS 2008 maupun 2011 juga tidak luput dari sorotan. Tidak sedikit pihak yang merasa tidak puas dengan hasil pendataan yang dilakukan BPS baik pemerintah daerah maupun dari kalangan warga sendiri. menjadi sasaran tembak sebagai bentuk kekecewaan karena tidak meratanya bantuan yang diterima warga, meskipun kebijakan pemberian bantuan merupakan kewenangan pemerintah. Tidak semua warga yang didata menjadi penerima bantuan karena disesuaikan dengan besarnya anggaran yang tersedia. Kemudian pada tahun 2015, BPS berencana akan kembali melakukan pendataan dan verifikasi rumah tangga
ragamstatistik - edisi 01 tahun 2015
terhadap gejolak ekonomi menyebabkan rumah tangga hasil PSE 2005 kemungkinan besar telah mengalami perubahan dan atau penambahan. Apalagi pada tahun tersebut, pemerintah kembali mengambil kebijakan untuk menaikkan harga BBM. Dalam Inpres Nomor 3 Tahun 2008 secara jelas disebutkan bahwa Kepala Badan Pusat Statistik bertanggung jawab melakukan kegiatan penyediaan data rumah tangga sasaran untuk program pemberian bantuan langsung tunai kepada rumah tangga sasaran bersama Pemerintah Kabupaten/Kota yang diberi nama Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS). Bantuan tersebut juga merupakan bentuk kompensasi kenaikan harga BBM. Kemudian pada tahun 2011, untuk mengakomodir dinamika kemiskinan terjadi, BPS kembali melakukan pendataan rumah tangga sasaran yang juga diberi nama PPLS. Yang berbeda dengan PPLS 2008, prelist awal atau data rumah tangga awal yang digunakan untuk diverifikasi lebih lanjut bukanlah data rumah tangga sasaran hasil pendataan sebelumnya, melainkan bersumber dari Sensus Penduduk 2010 hasil Proxy Mean Test (PMT). PMT merupakan metode yang digunakan sebagai proxy tingkat kesejahteraan atau kekayaan rumah tangga dengan menggunakan variabel-variabel yang menjadi indikator kesejahteraan rumah tangga, seperti variabel perumahan, pekerjaan anggota rumah tangga dan sebagainya. Sebagaimana PSE 2005, PPLS 2008 maupun 2011 juga tidak luput dari sorotan. Tidak sedikit pihak yang merasa tidak puas dengan hasil pendataan yang dilakukan BPS baik pemerintah daerah maupun dari kalangan warga sendiri. Mereka tetap mempertanyakan kriteria-kriteria yang digunakan oleh BPS dan menyodorkan bukti sejumlah rumah tangga yang
5
ragamstatistik - edisi 01 tahun 2015
sasaran sebagai pelaksanaan dari Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2014. Tidak sebagaimana dua pendataan terakhir, untuk tahun 2015, kegiatan pendataan rumah tangga sasaran diberi nama Pemutakhiran Basis Data Terpadu (PBDT). Berkaca dari pengalaman pendataan rumah tangga sasaran sebelumnya, BPS tentunya akan berusaha mengeliminir permasalahan yang mungkin terjadi, diantaranya dengan mengurangi peran BPS dalam menentukan rumah tangga sasaran. Mekanismenya adalah melalui Forum Konsultasi Publik (FKP) dengan melibatkan kepala dusun, ketua sls dan tokoh masyarakat setempat yang dianggap lebih mengetahui keadaan warganya. Tetapi, akankah hal tersebut berjalan sebagaimana yang diharapkan atau justru menimbulkan permasalahan yang baru? TANTANGAN KEGIATAN PBDT Tantangan terbesar dari kegiatan pemutakhiran basis data terpadu adalah bagaimana memperoleh data rumah tangga sasaran yang akurat dan diterima oleh berbagai kalangan, termasuk masyarakat. Hal inilah yang menjadikan kegiatan pemutakhiran data rumah tangga sasaran menjadi terasa berat. Pengalaman yang telah lalu sangat dirasakan. Dalam proses pendataan, tidak sedikit rumah tangga yang sengaja menyembunyikan “kekayaannya” supaya dimasukkan ke dalam golongan rumah tangga sasaran. Tujuannya agar jika suatu saat pemerintah menggelontorkan bantuan, mereka termasuk di antara warga yang mendapatkan bantuan. Selain ketidakjujuran warga, petugas pendataan juga “dihantui” oleh kekhawatiran akan mendapatkan intimidasi dari warga yang ingin didata. Kekhawatiran yang demikian sebenarnya tidak hanya dialami oleh petugas
6
pendataan, melainkan juga dirasakan ketua SLS yang menjadi sumber informasi rumah tangga sasaran. Dengan demikian, ada kemungkinan di antara mereka ada yang memilih jalan “aman” dengan mengakomodir tuntutan warga untuk didata. Jika hal ini terjadi, maka kualitas data yang dihasilkan akan dipertanyakan. Inilah dilema yang dihadapi di lapangan. Kemudian ketika hasil pendataan digunakan pemerintah untuk menyalurkan bantuan langsung kepada warga yang berhak menerima, permasalahan berikutnya muncul. Warga yang tidak terdaftar untuk mendapat bantuan menuntut agar ikut menerima. Ada beberapa kemungkinan langkah yang diambil oleh mereka. Pertama menuntut pendataan ulang agar mereka terakomodir di dalamnya. Dalam hal ini BPS bisa menjadi sasaran. Kedua, mereka menuntut pembagian batuan dilakukan secara sama rata sehingga dapat dirasakan oleh mereka yang tidak terdaftar sebagai penerima bantuan. Akibatnya sasaran rumah tangga yang berhak mendapat bantuan menjadi tidak tercapai dan tujuan pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan membutuhkan proses yang lebih panjang. MENYUKSESKAN KEGIATAN PBDT Terlepas dari pengalaman kegiatan pendataan sebelumnya, PBDT 2015 harus berjalan dengan baik dan tentunya sebisa mungkin lebih baik dari kegiatan pendataan sebelumnya. Lantas strategi seperti apa yang harus dilakukan oleh BPS di daerah untuk mencapai tujuan tersebut? Belajar dari pengalaman sebelumnya, di antara poin penting yang perlu mendapat perhatian adalah masalah informasi dan komunikasi. Banyak pihak termasuk masyarakat yang belum memahami bagaimana data rumah
tangga sasaran dikumpulkan hingga dihasilkan data final dan kriteria rumah tangga seperti apa yang termasuk sebagai rumah tangga sasaran? Bagaimana peran BPS dan pemerintah daerah beserta jajaran di bawahnya? Siapa yang memiliki kewenangan penuh terhadap data final yang dihasilkan? Data tersebut digunakan untuk kepentingan apa? Bagaimana mekanisme penggunaan data untuk kepentingan penyaluran bantuan? Dan banyak hal lainnya yang mungkin belum tersosialisasikan. Untuk itu, BPS bekerjasama dengan pemerintah daerah perlu lebih menggiatkan sosialisasi
mengenai hal-hal tersebut. Sasaran sosialisasi perlu diperluas, tidak hanya kepada para pemangku kebijakan. Kemudian permasalahan berikutnya adalah masalah komunikasi. Konflik sering terjadi karena komunikasi yang salah. Untuk mencegah terjadinya konflik dengan masyarakat, perlu membangun komunikasi yang baik. Sebagai penutup, bagaimanapun PBDT merupakan tanggung jawab kita bersama, terutama kita sebagai insan BPS. Untuk itu, kerjasama yang kuat akan sangat membantu menyukseskan pelaksanaan PBDT 2015, insyaa Allah.
ragamstatistik - edisi 01 tahun 2015
7
[ Konsep/Metodologi ]
ragamstatistik - edisi 01 tahun 2015
Polemik mengenai angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) antara BPS dan Pemerintah Daerah NTB sepertinya belum berakhir. Di berbagai forum, angka IPM yang dipublikasikan oleh BPS selalu dipersoalkan oleh pemerintah daerah karena selalu menempatkan Provinsi NTB di urutan kedua dari bawah. Tentunya pemerintah daerah tidak lantas percaya dengan angka tersebut dan mempertanyakan keakuratan data yang digunakan oleh BPS. Bagaimana tidak, pemerintah daerah merasakan telah banyak kemajuan yang signifikan dan kemajuan tersebut tidak kalah jika dibandingkan provinsi lainnya. Klaim dari pemerintah daerah sebenarnya bukanlah tidak berdasar. Bukti nyatanya adalah tingkat pertumbuhan IPM NTB yang masuk dalam kelompok lima besar provinsi di Indonesia. Pada tahun 2013, nilai reduksi shortfall IPM mencapai 2,52, berada diurutan kelima tertinggi setelah DI Yogyakarta, Kalimantan Timur, Jawa Timur dan Jawa Tengah. Hanya saja penyebab mendasar yang mengakibatkan IPM NTB belum mampu melampaui Provinsi lainnya diantaranya karena NTB memulai dari level IPM yang cukup rendah, sehingga butuh waktu untuk bisa mengejar ketertinggalan dari provinsi lain. Pembahasan mengenai polemik IPM memang cukup menarik untuk diperluas agar duduk permasalahannya menjadi jelas sehingga dapat diperoleh titik temu antara BPS dan Pemerintah Daerah NTB. Namun tulisan ini terlebih dahulu mencoba mengenalkan hakikat IPM yang sesungguhnya kesalahpahaman mengenai IPM dapat dihindari. Pembangunan Ekonomi dan Manusia Tujuan utama pembangunan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk. Untuk mewujudkan hal tersebut di antaranya tergantung pada kemampuan ekonomi suatu wilayah. Negara-negara maju dan kaya cenderung lebih mampu untuk meningkatkan kesejahteraan penduduknya. Sedangkan
8
negara-negara yang tergolong dalam negara berkembang dilihat dari tingkat pertumbuhan ekonominya. Semakin tinggi tingkat pertumbuhan ekonomi suatu negara diharapkan dapat semakin meningkatkan kesejahteraan penduduknya. Akan tetapi, pada kenyataannya tingkat pertumbuhan ekonomi tidak selalu sejalan dengan peningkatan kesejahteraan. Hal ini dikarenakan pertumbuhan ekonomi hanya
MENGENAL LEBIH INDEKS PEMBANG Oleh : M.Ikhsany Rusyda
memberikan gambaran keadaan ekonomi masyarakat secara aggregate sehingga tidak dapat menggambarkan apakah penduduk menikmati pertumbuhan tersebut secara merata ataukah tidak. Bisa jadi pertumbuhan ekonomi justru lebih banyak dinikmati oleh golongan orang kaya. Peningkatan kesejahteraan yang menitikberatkan pada pertumbuhan ekonomi juga menyebabkan pembangunan wilayah lebih diarahkan pada bagaimana menggerakkan seluruh potensi ekonomi yang ada agar selalu tumbuh, dan terkadang kurang memberi
perhatian bagaimana pertumbuhan tersebut dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat secara merata. Pada kenyataannya, tidak sedikit wilayah yang mengalami pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat akan tetapi tingkat kemiskinan di wilayah tersebut juga tinggi. Dalam bukunya Development as Freedom, Amartya Sen memandang pembangunan sebagai “the expansion of the ‘capabilities’ of people to lead the kind of lives they value - and have reason to value”.
H DEKAT GUNAN MANUSIA
Bagaimana Mengukur Pembangunan Manusia? Indikator yang biasanya digunakan untuk mengukur sejauh mana pencapaian pembangunan manusia di suatu wilayah adalah Indeks Pembangunan Manusia atau disingkat IPM. IPM atau juga dikenal dengan nama Human Development Index (HDI) awalnya diperkenalkan oleh UNDP pada tahun 1990 dan dipublikasikan secara berkala dalam laporan tahunan yang dinamakan Human Development Report. Secara definisi, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan indeks yang digunakan untuk mengukur besaran kualitas hidup penduduk suatu wilayah yang dilihat dari sisi pendidikan, kesehatan dan daya beli atau kemampuan ekonomi. Kualitas hidup tersebut merupakan outcome dari pembangunan suatu wilayah. Dengan demikian gambaran kualitas hidup dapat dijadikan ukuran sejauh mana pembangunan dapat memberikan peningkatan kesejahteraan bagi penduduk. Tiga dimensi pokok pembangunan manusia sebagaimana disebutkan di atas yakni dimensi kesehatan yang digambarkan oleh angka harapan hidup penduduk, dimensi pendidikan yang digambarkan dari angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah, serta dimensi ekonomi yang digambarkan dari nilai Purchasing Power Parity (PPP) atau tingkat daya beli yang telah disesuaikan. Pada dasarnya IPM dijadikan indikator untuk mengetahui sejauh mana masyarakat mampu menikmati pendapatan, pendidikan dan kesehatan. Secara matematis, Indeks Pembangunan Manusia dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: IPM = 1/3 [X(1) + X(2) + X(3)]……… (1)
ragamstatistik - edisi 01 tahun 2015
Tidak seperti peningkatan penghasilan (income), perluasan kapabilitas tergantung kepada penghilangan penindasan, serta penyediaan fasilitas dasar kepada masyarakat sebagai prasyarat untuk mencapai hidup yang diinginkan (Malik, 2004). Inilah konsep Amartya Sen mengenai pembangunan sebagai kebebasan (freedom). Dengan demikian, pembangunan dapat berakibat pada pengangkatan hak-hak asasi manusia sehingga masyarakat terhindar dari berbagai ketertindasan akibat pembangunan (Rujikartawati, 2004). Konsep yang dikemukakan oleh Amartya
Sen inilah yang kemudian dikembangkan menjadi indeks pembangunan manusia sebagaimana diperkenalkan pertama kali oleh UNDP.
9
ragamstatistik - edisi 01 tahun 2015
dimana X(1): Indeks harapan hidup X(2): Indeks pendidikan X(3): Indeks standar hidup layak/daya beli UNDP dalam Human Development Report 1990 membagi negara berdasarkan status pembangunan manusia ke dalam 3 (tiga) kelompok, yaitu kelompok low (rendah) dengan nilai IPM kurang dari 50, kelompok middle (sedang atau menengah) dengan nilai IPM berkisar antara 50 – 79,9 dan kelompok high (tinggi) dengan nilai IPM 80 ke atas (Nielsen, 2011). Pada tahun 2013, nilai IPM NTB adalah sebesar 67,7 sedangkan secara nasional sebesar 73,8. Ini berarti NTB maupun secara nasional masih tergolong kelompok menengah dalam hal pembangunan manusia. Kemudian untuk mengukur progres perkembangan IPM dari tahun ke tahun digunakan ukuran reduksi shortfall. Ukuran reduksi shortfall menunjukkan besarnya pengurangan jarak IPM terhadap nilai idealnya yaitu 100 (BPS, 2008). Semakin tinggi nilai reduksi shortfall, berarti kualitas hidup penduduk meningkat semakin cepat. Perhatian Pemerintah pada IPM Sebagai salah satu indikator yang menentukan besaran Dana Alokasi Umum (DAU) yang diterima oleh daerah, pemerintah daerah cenderung memberikan perhatian lebih terhadap perkembangan IPM di daerahnya masingmasing. Mereka menggelontorkan dana yang tidak sedikit untuk meningkatkan pendapatan, kualitas pendidikan dan kesehatan penduduk. Bahkan tidak sedikit pemerintah daerah yang melakukan terobosan dengan memberikan pendidikan dan kesehatan gratis bagi penduduknya agar IPM di wilayahnya dapat meningkat dengan cepat. Besarnya perhatian pemerintah tersebut tentunya dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat. Harapan masyarakat adalah pembangunan di berbagai sektor sedapat mungkin dapat dinikmati oleh seluruh lapisan
10
masyarakat. Adapun kebijakan-kebijakan pembangunan yang khusus diperuntukkan bagi masyarakat miskin, seperti bantuan pendidikan dan kesehatan, harus tepat sasaran sehingga peningkatan kesejahteraan masyarakat yang diinginkan dapat tercapai dan berdampak pada peningkatan IPM. Setidaknya ada tiga hal yang perlu mendapat perhatian agar kebijakan pembangunan dapat meningkatkan kesejahteraan penduduk, yaitu ketepatan sasaran, kesinambungan dan ketiadaan penyimpangan. Sasaran yang tepat dapat memberikan hasil yang tepat pula dan demikian sebaliknya. Kemudian sasaran yang tepat juga belumlah cukup karena butuh kesinambungan agar hasil yang diperoleh dapat terpelihara dan mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Sebagai contoh dalam program bantuan pendidikan bagi siswa miskin. Data mengenai daftar siswa miskin harus akurat sehingga bantuan pendidikan dapat disalurkan secara optimal. Kemudian terkait dengan ketiadaan penyimpangan yang dimaksud adalah berkaitan dengan penyimpangan bantuan baik dari sisi pelaksana maupun penerima. Dari sisi pelaksana, penggunaan anggaran harus dijaga dari tindakan koruptif. Dari sisi penerima, penggunaannya harus sesuai dengan peruntukannya. Dengan demikian berbagai kebijakan yang diambil pemerintah dapat berjalan dengan efektif. Daftar Pustaka: BPS. (2008). Indeks Pembangunan Manusia 2006-2007 Malik, Rizal. (2004). Pembangunan Manusia Sebagai Hak Warganegara. S. 329, August 19, 2004 Nielsen, Lynge. (2011). Classifications of Countries Based on Their Level of Development: How it is Done and How it Could be Done. IMF Working Paper Rujikartawi, Erdi. (2004). Pemikiran Kebebasan Amartya Sen terhadap Kehidupan Masyarakat Sebuah Kajian Filsafat Sosial. Tesis UI
ragamstatistik - edisi 01 tahun 2015
Joki Kecil (foto : Putu Yudhistira)
9
[ Analisis Statistik ]
SI MELON dan KAYU BAKAR Oleh : Yassinta Ben Katarti (Kasi NWAS BPS Kabupaten Lombok Barat)
Three kgs LPG is a subsidized fuel that are programmed by the government since 2007. People are forced to stop using kerosene and hoped to start using this 3 kgs LPG known as melon in Indonesia. In Lombok Barat, instead of converting into melon LPG, the people (especially the poor) choose to use wood as fuel for cooking. The data shows that most of the non poor household use this melon, the scarcity of melon LPG might lead to the increasing of poverty in Lombok Barat and also makes the user of wood as cooking fuel increase in Lombok Barat.
diupayakan adalah bagaimana mengubah kebiasaan masyarakat untuk beralih dari kayu bakar dan minyak tanah ke gas. Pada awal kemunculannya gas 3kg dibanderol dengan harga yang cukup murah sedangkan minyak tanah harganya melonjak jauh. Masyarakat seperti dipaksa untuk menggunakan gas 3 kg, karena selain dari harga keberadaan minyak tanah juga menjadi langka. Alih-alih beralih ke gas, masyarakat Lombok Barat justru memilih beralih ke kayu bakar. Sosialisasi yang kurang membuat masyarakat Lombok Barat dihantui ketakutan untuk berpindah ke gas dan memilih cara yang dianggap lebih aman yaitu menggunakan kayu bakar. Penggunaan kayu bakar sebagai bahan bakar untuk memasak identik dengan kemiskinan dan keterbelakangan. Selain tidak ramah lingkungan, kayu bakar meskipun murah disinyalir memberikan dampak yang buruk bagi kesehatan. Dua studi yang dilakukan oleh University of California, Berkeley menuturkan populasi perempuan dan anak-anak yang berada dalam kemiskinan sangat rentan mengalami efek kesehatan dari paparan asap kayu bakar dan tungku yang kotor (DetikHealth, Rabu, 16/11/2011 16:19 WIB). Hasil Susenas tahun 2007 hingga 2013 menunjukkan pergeseran penggunaan bahan bakar untuk memasak oleh masyarakat Lombok Barat. Pada tahun 2008 tampak bahwa penggunaan gas oleh masyarakat Lombok Barat masih belum mengalami perubahan, dan menariknya penggunaan minyak tanah telah berkurang dan penggunaan kayu bakar melonjak naik.
ragamstatistik - edisi 01 tahun 2015
Mataram - Peristiwa kelangkaan tabung gas 3 kg di Lombok Barat akhir-akhir ini sering terjadi. Kejadian ini membawa kembali pemikiran ke saat program ini pertama kali digulirkan. Program ini digagas pada tahun 2007 oleh wakil presiden pada saat itu (dan kebetulan saat ini kembali menjabat) Jusuf Kalla. Alasan utama yang mendasari program ini adalah besarnya beban yang harus ditanggung pemerintah untuk mensubsidi minyak tanah, sehingga LPG sebagai bahan bakar alternatif yang lebih murah dan ramah lingkungan mulai dilirik. Merubah kebiasaan masyarakat yang secara turun temurun sudah menggunakan minyak tanah bukanlah hal yang mudah. Dalam peluncuran perdananya gas 3 kg ini banyak menuai kritik dan penolakan. Ketakutan masyarakat akan keamanan penggunaan LPG masih tinggi, ditambah lagi dengan gencarnya pemberitaan di media yang mengenai tabung LPG 3 kg yang meledak dan menelan korban. Bahkan ada warga yang memilih untuk memberikan secara cuma-cuma tabung gas 3 kg berikut kompor yang mereka terima dari pemerintah ke orang lain karena tidak berminat untuk menggunakannya. Untuk skala Nasional tujuan utama dari program konversi ini adalah mengurangi penggunaan minyak tanah agar masyarakat beralih ke gas. Namun di level Kabupaten Lombok Barat ternyata tidak sesederhana itu, karena kenyataannya pada tahun 2007 bahan bakar utama yang digunakan oleh sebagian besar masyarakat Lombok Barat adalah kayu bakar. Sehingga konversi yang
13
ragamstatistik - edisi 01 tahun 2015
Sumber Bahan Bakar Utama untuk memasak Masyarakat Kabupaten Lombok Barat Tahun 2007-2013
Seiring berjalannya waktu masyarakat mulai beradaptasi dengan situasi keterbatasan sumber bahan bakar yang “ramah di kantong” dan pada tahun 2010 sepertinya menjadi titik bergesernya preferensi masyarakat Lombok Barat untuk menggunakan gas. Sejak tahun 2010 penggunaan gas sebagai bahan bakar utama untuk memasak merangkak naik dan penggunaan minyak tanah merosot drastis. Tak hanya minyak tanah, penggunaan kayu bakar pun ikut berkurang hingga akhir tahun 2013. Data Susenas tahun 2013 juga menunjukkan bahwa konsumen gas 3 kg di Lombok Barat 29,47 persen diantaranya adalah penduduk miskin ini artinya bahwa penduduk miskin Lombok Barat masih memilih energi alternatif lain sebagai sumber bahan bakar untuk memasak dibanding menggunakan gas 3kg dan pada umumnya berupa kayu bakar, dan hasil data Susenas mendukung fenomena tersebut. Nampaknya pengguna gas LPG di Lombok Barat hingga tahun 2010 hanyalah penduduk yang tidak dikategorikan sebagai penduduk miskin. Pada tahun
14
Data Susenas tahun 2013 juga menunjukkan bahwa konsumen gas 3 kg di Lombok Barat 29,47 persen diantaranya adalah penduduk miskin 2010 terlihat bahwa belum ada penduduk miskin di Kabupaten Lombok Barat yang menggunakan LPG 3 kg namun hingga 2013 penggunanya melonjak mencapai 36,06 persen. Penggunaan kayu bakar oleh penduduk miskin Lombok Barat berbanding terbalik, jika pada tahun 2010 mencapai 74,26 persen namun hingga 2013 tersisa 52,96 persen yang masih menggunakan kayu bakar. Artinya bahwa program konversi ke gas telah berhasil diaplikasikan pada masyarakat Lombok Barat, walaupun tidak memenuhi target 5 tahun sebagaimana yang dicanangkan oleh pemerintah Republik Indonesia pada
tahun 2007. Semakin hari masyarakat Lombok Barat baik yang tergolong miskin maupun tidak semakin bergantung pada keberadaan si melon tersebut. Setelah berhasil menggiring masyarakat untuk menggunakan LPG 3 kg, ternyata pemerintah tidak dapat menjamin stabilnya distribusi gas di masyarakat. Sudah menjadi kebiasaan bahwa kelangkaan barang akan berimbas pada kenaikan harga barang tersebut, hingga tulisan ini dibuat harga gas 3 kg telah mencapai Rp 25.000 per tabung dari harga normat Rp 17.000. Mengingat pengguna gas 3 kg di Lombok Barat didominasi oleh bukan penduduk miskin, maka dikhawatirkan kenaikan harga gas ini akan membuat masyarakat yang tidak miskin menjadi miskin. Adapun bagi penduduk miskin sendiri, kelangkaan gas sepertinya tidak akan membawa pengaruh terlalu besar karena mereka justru akan beralih ke kayu bakar saat gas 3 kg sulit didapat. Kekhawatiran bahwa penduduk miskin di Lombok Barat meningkat dikarenakan kelangkaan tabung gas agaknya beralasan,
Bahan Bakar Utama Untuk Memasak
2013
2012
2011
2010
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Gas/Elpiji
36,06
13,38
7,29
0
Minyak Tanah
10,47
7,46
13,46
23,95
Kayu
52,96
79,17
77,67
74,26
Persentase Penggunaan Gas, Minyak Tanah dan Kayu Bakar Sebagai Bahan Bakar Utama untuk Memasak oleh Rumah Tangga Miskin
oleh sebab itu diharapkan pemerintah dapat menjaga stabilitas supply si melon ini. Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah bagaimana menjaga agar mereka yang sudah menggunakan melon jangan sampai beralih kembali ke kayu bakar. Walau tampak sepele, penggunaan kayu bakar selain identik dengan kemiskinan, dalam jangka panjang akan berdampak pada lingkungan. Padahal saat ini semua sedang menggalakkan sustainable development yang berorientasi pada pelestarian lingkungan hidup, dan penggunaan kayu bakar sebagai bahan bakar memasak menjadi salah satu penghalang green development.
LAUNCHING LOGO SENSUS EKONOMI 2016
SekilasInfo
Warna oranye bermakna kegiatan ekonomi yang semarak. Sebuah antusiasme menyambut hajatan besar sepuluh tahunan dalam bidang ekonomi dan diharapkan dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat Indonesia. Warna kuning untuk menarik perhatian setiap orang yang melihat dan mudah diingat. Warna hitam melambangkan kekuatan dan determinasi untuk menghasilkan data statistik bidang ekonomi yang sangat beragam, hasil dari penyusunan dengan metodologi terkini dan memperhatikan berbagai masukan sehingga hasilnya menjadi data statistik ekonomi Indonesia untuk dasar perencanaan dan evaluasi kebijakan pemerintah, pengusaha dan masyarakat. Warna merah menggambarkan semangat untuk menghasilkan data akurat dan tepercaya melakukan pelaksanaan Sensus Ekonomi 2016.
]
ragamstatistik - edisi 01 tahun 2015
Makna dari Logo Sensus Ekonomi 2016
[
15
[Analisis Statistik]
ragamstatistik - edisi 01 tahun 2015
BONUS DEMOGRAFI : MOMEN KEBANGKITAN NTB
Oleh : M.Ikhsany Rusyda Pembangunan nasional NTB menjadi tantangan sekaligus merupakan amanat yang harus hambatan bagi pemerintah NTB dalam dilaksanakan pemerintah dalam upaya upaya mempercepat peningkatan peningkatan kesejahteraan rakyat. kesejahteraan penduduk dan kemajuan Sejauh ini, capaian pembangunan yang di daerah. Bagaimanapun, penduduk yang Provinsi NTB menunjukkan progres yang berkualitas dapat menjadi modal bagi cukup baik. Perekonomian NTB selalu daerah karena dapat berkontribusi menunjukkan pertumbuhan yang positif menjadi subjek pembangunan. Penduduk dalam beberapa tahun terakhir. Pada yang berkualitas selain mendorong tahun 2013, pertumbuhan ekonomi NTB percepatan pembangunan daerah juga mencapai 5,61 persen jika mengabaikan berkontiribusi melalui upaya mereka sub sektor pertambangan minyak dan gas. secara mandiri dalam meningkatkan Akan tetapi pertumbuhan ekonomi yang kesejahteraan diri dan keluarganya positif tidak sejalan dengan tren angka sehingga secara aggregat mempengaruhi pengangguran. Antara tahun 2012 ke kesejahteraan masyarakat. 2013, angka pengangguran menunjukkan Pemerintah daerah tentunya tren yang sedikit meningkat dari 5,23 menginginkan kemajuan yang lebih menjadi 5,30 persen. Hal ini menunjukkan cepat bagi daerah dan kesejahteraan adanya penurunan tingkat penyerapan masyarakatnya. Untuk tujuan tersebut, tenaga kerja oleh lapangan usaha. setiap tahunnya pemerintah daerah telah Kemudian dari sisi sumber daya mengeluarkan dana yang tidak sedikit manusia, hasil pembangunan SDM di dan melaksanakan berbagai program NTB sebenarnya menunjukkan progres pembangunan serta terobosan-terobosan peningkatan yang cukup baik. Selama baru bagi percepatan kemajuan daerah. tahun 2010–2013, rata-rata lama sekolah Lantas, adakah strategi yang lebih mengalami peningkatan dari 6,8 tahun mumpuni untuk percepatan kemajuan menjadi 7,2 tahun. Meskipun demikian, jika dibandingkan dengan provinsiprovinsi lainnya, kualitas SDM di NTB bisa dikatakan relatif tertinggal. Salah satu indikatornya adalah angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) NTB yang mana pada tahun 2013, Provinsi NTB berada diurutan ke-33 dari 34 provinsi di Indonesia. Ketertinggalan NTB tersebut terutama dalam hal pendidikan dan kesehatan. Penduduk melek huruf NTB hanya 85 persen sedangkan provinsi tetangga yaitu Bali dan NTT masingmasing sudaj 91 persen dan 90 persen. Dari sisi kesehatan, angka harapan hidup penduduk NTB hanya 63 tahun sedangkan Bali dan NTT masing-masing 71 tahun dan 68 tahun. Rendahnya kualitas SDM di
16
daerah? Di tengah berbagai upaya pemerintah daerah, sebenarnya ada suatu strategi yang dapat dimanfaatkan untuk mempercepat kemajuan daerah yaitu dengan memanfaatkan momen kependudukan yang dinamakan bonus demografi. Apa itu bonus demografi? Istilah bonus demografi bagi sebagian orang mungkin sudah tidak asing lagi. Jika dilihat secara bahasa, bonus dalam kamus besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai upah tambahan di luar gaji atau upah sebagai hadiah atau perangsang; gaji, upah ekstra yg dibayarkan kpd karyawan; gratifikasi; insentif. Secara bahasa bonus demografi dapat diartikan sebagai keuntungan atau manfaat yang diperoleh dari suatu fenomena kependudukan Secara istilah bonus demografi yang dimaksud adalah bonus yang dinikmati suatu negara sebagai akibat dari besarnya proporsi penduduk produktif (rentang usia 15-64 tahun) dalam evolusi kependudukan yang dialaminya. Bonus Demografi merupakan demographic divident atau demographic gift dalam jangka waktu 15 tahun kedepan dengan sebab penurunan Dependency Ratio
sehingga tenaga produktif bebannya terhadap tenaga non produktif akan semakin kecil. Kondisi ini tentu akan memberikan dampak terhadap beban pemerintah dan masyarakat yang pada akhirnya akan meningkatkan produktivitas masyarakat (Konadi dan Iba, 2011). Suatu daerah akan mengalami keadaan bonus demografi ketika angka Dependency Ratio atau rasio ketergantungannya di bawah 50 persen (Adioetomo, 2005). Rasio ketergantungan adalah perbandingan antara jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun) dengan penduduk usia non produktif (di bawah 15 tahun dan di atas 64 tahun). Dikatakan produktif karena di usia tersebut orang umumnya memiliki kemampuan baik fisik maupun psikologis untuk melakukan kegiatan-kegiatan produktif. Nilai rasio ketergantungan sebesar 50 artinya setiap 100 orang penduduk usia produktif menanggung 50 orag penduduk usia non produktif atau bisa dikatakan satu orang penduduk usia non produktif ditanggung dua orang penduduk usia produktif. Akan tetapi, keadaan bonus demografi hanya akan berlangsung selama masa tertentu saja. Beban ketergantungan yang semakin rendah pada suatu waktu akan mengalami peningkatan kembali. Peningkatan tersebut di antaranya disebabkan meningkatnya jumlah penduduk usia lansia dikarenakan semakin membaiknya kondisi kesehatan sehingga usia harapan hidup meningkat.
ragamstatistik - edisi 01 tahun 2015
Kapan NTB mengalami bonus demografi? Pada tahun lalu atau tepatnya di awal tahun 2014, Presiden Susilo Bambang Yudoyono meluncurkan secara resmi buku Proyeksi Penduduk Indonesia 2010 – 2035. Berdasarkan hasil proyeksi, penduduk NTB mengalami pertumbuhan positif dengan tingkat kelahiran menurun dari 2,74 anak per perempuan menjadi 2,09 anak per perempuan, sehingga pada tahun 2035 penduduk NTB diperkirakan berjumlah 5,75 juta jiwa atau bertambah
17
g al e r iF Kepala BPS Provinsi Nusa Tenggara Barat menyerahkan hadiah kepada peserta dengan nilai pendalaman terbaik Pelatihan Pendataan SUPAS tahun 2015 (dok. Humas BPS NTB)
Ubinan Bersama BPS, Dinas Pertanian, dan stakeholder (dok. Humas BPS NTB
Kegiatan Lapangan Survei Penduduk Antar Sensus 2015 (SUPAS2015) yang dijadwalkan dilaksanakan selama bulan Mei 2015 ini
FOTO Pelatihan Fasilitator dan Asisten Fasilitator Forum Konsultasi Publik PBDT 2015 (dok.Humas BPS NTB)
Pelatihan Petugas Pengolahan SUPAS 2015 (dok. Humas BPS NTB)
Rapat Koordinasi Daerah BPS Kabupaten/Kota dalam rangka persiapan lapangan pelaksanaan PBDT2015 mengundang perwakilan dari BAPPEDA, DINSOSDUKCAPIL, dan BPMPD (dok.Humas BPS NTB)
ragamstatistik - edisi 01 tahun 2015
1,24 juta jiwa dibandingkan tahun 2010. Di sisi lain, menurunnya tingkat kelahiran dan meningkatnya usia harapan hidup mendorong laju penambahan jumlah penduduk usia produktif lebih tinggi daripada penduduk usia non produktif. Jika kondisi demikian terus bertahan, maka NTB akan mengalami keadaan bonus demografi. Berdasarkan data proyeksi penduduk yang telah dirilis, Provinsi NTB diperkirakan mengalami kondisi bonus demografi diperkirakan mulai tahun 2026 yaitu ketika angka dependency ratio berada di angka 49,84 persen. Pada tahun 2026, penduduk usia produktif NTB diperkirakan berjumlah sekitar 3,6 juta jiwa dan penduduk usia non produktif berjumlah sekitar 1,6 juta jiwa. Bagaimana memanfaatkan bonus demografi? Lebih kurang 11 tahun lagi, NTB akan mengalami keadaan bonus demografi yang akan berlangsung selama beberapa tahun. Pada suatu waktu, angka ketergantungan penduduk usia non produktif akan berada pada titik terendah yang dinamakan jendela kesempatan. Momen inilah yang diharapkan dapat memberi andil bagi kemajuan perekonomian daerah. Rendahnya angka ketergantungan penduduk usia non produktif dapat memberikan keuntungan bagi daerah jika dimanfaatkan secara optimal. Bisa dibayangkan jika penduduk usia produktif yang besar dan diikuti dengan kemampuan produktifitas yang tinggi, maka daerah akan mampu mencapaikan kondisi ekonomi yang optimal dan kesejahteraan masyarakat akan dapat meningkat secara signifikan. Tentu semua itu ada syaratnya karena jika tidak syarat tersebut tidak terpenuhi, maka bonus demografi yang diharapkan memberi keuntungan akan tetapi justru membawa bencana bagi daerah. Setidaknya ada tiga hal yang perlu diperhatikan oleh pemerintah daerah dalam menghadapi bonus demografi,
20
yaitu terkait dengan penawaran tenaga kerja, peranan perempuan, tabungan dan modal manusia (Adioetomo, 2005). Peningkatan jumlah penduduk usia produktif tentunya meningkatkan penawaran tenaga kerja di daerah. Untuk itu pemerintah daerah perlu mengantisipasinya dengan cara memperluas lapangan kerja sehingga surplus tenaga kerja menjadi termanfaatkan dan produktifitas daerah pun meningkat. Jika tidak diantisipasi demikian, maka ada kemungkinan jumlah penduduk usia produktif yang besar justru menimbulkan bencana karena akan menjadi beban bagi daerah. Kemudian beban tanggungan yang semakin berkurang juga mendorong peningkatan jumlah tabungan (saving) yang dapat digunakan untuk meningkatkan investasi baik investasi fisik maupun investasi modal manusia. Terkait dengan sumber daya manusia yang masih menjadi permasalahan di daerah, pemerintah daerah NTB perlu membuat terobosanterobosan baru dalam upaya meningkatkan kualitas SDM untuk menghadapi kondisi bonus demografi. Semakin berkualitas, SDM akan semakin produktif. Jika diiringi dengan angka ketergantungan yang rendah maka bukan tidak mungkin perekonomian NTB akan meningkat dengan cepat. Daftar Pustaka: Adioetomo, Sri Moertiningsih. (2005). Bonus Demografi, Menjelaskan Hubungan antara Pertumbuhan Penduduk dengan Pertumbuhan Ekonomi. Bappenas, BPS dan UNFPA. (2013). Proyeksi Penduduk Indonesia 2010 - 2035 Konadi, Win dan Zainuddin Iba. (2011). Bonus Demografi Modal Membangun Bangsa yang Sehat dan Bermartabat.
Menuju Lokasi (foto : Casslirais Surawan)
[Analisis Statistik]
KEBERLANJUTAN PENDIDIKAN FORMAL
ragamstatistik - edisi 01 tahun 2015
Oleh : M.Ikhsany Rusyda
Pada tahun 2012, PISA melakukan survei terhadap 510 ribu siswa usia 15 tahun di 65 negara di dunia. PISA menguji kemampuan siswa di tiga bidang yaitu matematika, membaca dan sains. Khusus Indonesia, hasilnya terlihat kurang menggembirakan. Kemampuan anak Indonesia relatif sangat rendah jika dibandingkan negara-negara lain di dunia. Hasil survey PISA menunjukkan bawah dari 65 negara yang di survey, kemampuan siswa Indonesia dalam bidang matematika berada di urutan ke-64, dalam bidang membaca berada di urutan ke-60 dan dalam bidang sains berada di urutan ke64. Percaya atau tidak percaya, hasil studi PISA ini memberikan gambaran mengenai kondisi pendidikan anak Indonesia. Bagaimanapun anak merupakan generasi penerus bangsa di masa mendatang. Karenanya anak-anak perlu dipersiapkan untuk masa depan mereka dengan meningkatkan kualitasnya agar di kemudian hari mampu melanjutkan tongkat estafet pembangunan dan membawa bangsa ini menjadi lebih baik daripada sebelumnya. Anak merupakan aset bangsa yang harus dikelola dengan baik, karena jika tidak, akan dapat berakibat buruk bagi masa depan bangsa.
22
Inilah mengapa investasi pada anak menjadi sangat penting. Bentuk investasi terhadap anak di antaranya melalui peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan. Meningkatkan kualitas pendidikan anak yang pertama tentunya dengan meningkatkan partisipasi sekolah anak atau mendorong anak untuk bersekolah sampai ke jenjang pendidikan tinggi. Selain mendorong partisipasi sekolah, kualitas pendidikan juga perlu ditingkatkan. Di antara upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah adalah menyusun kurikulum belajar yang lebih baik, meningkatkan kualitas guru melalu sertifikasi, termasuk juga penetapan standar kelulusan siswa berdasarkan hasil Ujian Akhir Nasional (UAN). Permasalahan partisipasi sekolah anak perlu mendapat perhatian serius mengingat fakta menunjukkan masih banyaknya anak usia sekolah yang tidak bersekolah, khususnya di jenjang pendidikan formal, baik yang belum bersekolah maupun yang putus sekolah. Bisa dibayangkan jika anak tidak bersekolah, maka dikhawatirkan di masa depan, mereka tidak mampu bersaing dalam memperoleh pekerjaan yang lebih baik dan kurang mampu beradaptasi
Sekolah Dasar sebesar 96,6 persen, APM tingkat SLTP sebesar 80,2 persen dan APM ditingkat SLTA sebesar 57,6 persen. Terlihat perbedaan partisipasi yang begitu mencolok pada tingkat SLTA. Disebutkan dalam Rusyda (2014), diantara faktor yang menyebabkan turunnya partisipasi sekolah anak pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi yakni ketersediaan sekolah pada masing-masing jenjang pendidikan yang jumlahnya semakin berkurang pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Berdasarkan data Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Provinsi NTB, pada tahun 2013, Sekolah Dasar atau sederajat di NTB berjumlah sekitar 3.012, SMP atau sederajat berjumlah sekitar 412 dan SMA atau sederajat berjumlah sekitar 234 (NTB Dalam Angka 2014). Fasilitas SD umumnya dapat ditemui hingga tingkat desa, kemudian SMP umumnya terletak di ibukota kecamatan, sedangkan SMA umumnya berkelompok di ibukota kabupaten. Dengan pola yang demikian, anak-anak yang ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi akan terkendala jarak. Hal tersebut memberi andil dalam memutus keberlangsungan sekolah anak dikarenakan jarak akses yang semakin jauh. Penyebab anak tidak melanjutkan sekolah memang bukan semata-mata karena keterbatasan dan ketidakmerataan infrastruktur pendidikan. Banyak faktor lain yang juga turut memberi andil seperti kemiskinan, kurangnya dukungan orang tua, budaya masyarakat sekitar yang menganggap pendidikan kurang penting dan sebagainya. Oleh karena itu, untuk mengurangi putus sekolah perlu melibatkan semua pihak yang berhubungan dengan anak, seperti orang tua, masyarakat, termasuk teman sebaya, sehingga permasalahan tersebut tidak semata-mata menjadi beban pemerintah. Tidak Cukup dengan Pendidikan Gratis Kemiskinan dapat membentuk mata
ragamstatistik - edisi 01 tahun 2015
dengan kemajuan teknologi dan informasi. Keberlanjutan Pendidikan Formal Tidak lama lagi para pelajar tingkat akhir di Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah akan mengikuti Ujian Akhir Nasional (UAN) yang menentukan kelulusan mereka. Kebijakan tersebut memang menyebabkan pro kontra karena faktanya tidak sedikit anak yang di sekolah memiliki prestasi akademik akan tetapi tidak lulus dalam Ujian Akhir Nasional. Di sisi lain, kebijakan mengenai UAN bermanfaat untuk mendorong siswa untuk meningkatkan kemampuan dan pengetahuan mereka. Kelulusan UAN menjadi euforia tersendiri bagi para pelajar yang melaksanakannya. Hanya saja sayangnya, euforia tersebut menjadi tidak sempurna karena tidak sedikit dari siswa yang dinyatakan lulus, ternyata tidak melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi. Hal ini perlu mendapat perhatian karena pada kenyataannya, sebagian besar anak yang putus sekolah bukanlah anak yang berhenti sekolah di tengah jalan, akan tetapi mereka yang tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Anak-anak yang telah lulus SD tidak melanjutkan ke jenjang SMP dan demikin juga anak yang telah lulus SMP tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan SMA. Suryadarma, Suryahadi dan Sumarto (2006) menyebutkan dalam tulisannya bahwa jumlah tertinggi anak yang berhenti sekolah terjadi selama transisi antar tingkat sekolah atau dengan kata lain tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Jika kita melihat partisipasi sekolah anak Indonesia di masing-masing jenjang pendidikan formal, ada kecenderungan tingkat partisipasi sekolah mengalami penurunan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Pola yang sama juga terlihat dalam partisipasi sekolah anak di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Data tahun 2013 yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik Provinsi NTB menunjukkan Angka Partisipasi Murni (APM) di tingkat
23
[Analisis Statistik]
rantai di antara orang tua dan anak. Kemiskinan menjadi kendala orang tua untuk membiayai pendidikan anak-anak mereka. Dengan demikian anak-anak di keluarga miskin cenderung memiliki tingkat pendidikan yang rendah sehingga mereka kurang mampu bersaing untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Inilah mengapa kemiskinan orang tua dapat berlanjut pada anak-anak mereka. Di sinilah perlu peran pemerintah untuk mengatasi permasalahan kemiskinan dan pendidikan anak-anak yang berasal dari keluarga miskin. Khusus dalam bidang pendidikan, selama ini pemerintah sebenarnya telah menunjukkan upaya yang serius untuk meningkatkan pendidikan di Indonesia, khususnya meningkatkan pendidikan anak-anak Indonesia dengan mengalokasikan anggaran sebesar 20 persen dari APBN untuk kepentingan pendidikan. Peruntukan anggaran tersebut diantaranya untuk pemberian beasiswa pendidikan, pemberian biaya
operasional sekolah (BOS) ke sekolahsekolah untuk menekan biaya pendidikan dan sebagainya. Akan tetapi untuk meningkatkan partisipasi sekolah anak tidak cukup dengan menekan biaya pendidikan semata. Buktinya bahwa angka partisipasi sekolah di tingkat pendidikan SD, SLTP dan SLTA belum mencapai 100 persen. Hal ini menunjukkan bahwa partisipasi sekolah anak juga perlu dikaitkan dengan perilaku dan kesadaran orang tua mengenai pentingnya pendidikan bagi anak. Karena bagaimanapun juga, orang tua berperan penting dalam memutuskan anak bersekolah atau justru bekerja untuk membantu orang tua mencari nafkah. Hal pokok yang sering menjadi alasan mengapa anak-anak meninggalkan bangku adalah karena kendala ekonomi dalam rumah tangga. Orang tua dengan penghasilan rendah tidak sedikit yang melibatkan anaknya untuk bekerja atau setidaknya bekerja sambil bersekolah meskipun pemerintah telah memberi
“Disebutkan dalam Rusyda (2014), diantara faktor yang menyebabkan turunnya partisipasi sekolah anak pada jenjang pendidikan yang
ragamstatistik - edisi 01 tahun 2015
lebih tinggi yakni ketersediaan
24
sekolah pada masing-masing jenjang pendidikan yang jumlahnya semakin berkurang pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. ”
jaminan biaya pendidikan gratis terhadap anak usia sekolah. Lantas, apa yang sebaiknya dilakukan oleh pemerintah? Menurut penulis, ada beberapa tindakan yang dapat dilakukan oleh pemerintah. Pertama, pemerintah perlu menggiatkan kampanye hingga ke tingkat rumah tangga atau keluarga mengenai pentingnya pendidikan bagi masa depan anak karena berguna untuk memutus rantai kemiskinan orang tua ke anak. Hal tersebut untuk meningkatkan kesadaran orang tua untuk mau menyekolahkan anak-anaknya. Kedua, pemerintah perlu lebih mendekatkan sarana dan prasarana pendidikan ke masyarakat untuk semua jenjang pendidikan sehingga dapat mengatasi permasalahan jarak akses ke fasilitas pendidikan. Saat ini, hanya untuk jenjang pendidikan Sekolah Dasar yang relatif tersedia hingga tingkat desa/kelurahan. Ketiga, pemerintah perlu menekan biaya tranportasi untuk untuk mengurangi dampak permasalahan jarak akses. Bentuk
penekanan biaya transportasi adalah penyediaan alat transportasi khusus pelajar atau pemberlakuan tarif kendaraan umum yang murah sebagaimana telah dilakukan, pembangunan atau perbaikan jalan ke daerah sulit/terpencil atau memberikan bantuan biaya transportasi bagi pelajar. Terakhir, agar apa yang diupayakan oleh pemerintah dapat berhasil maksimal, diperlukan peran aktif seluruh lapisan masyarakat untuk bersama-sama bahumembahu membangun pendidikan sesuai dengan kadar tanggung jawab masingmasing. Daftar Pustaka: 1. BPS NTB. (2014). NTB Dalam Angka 2014 2. Rusyda, M. Ikhsany. (2014). Preferensi Gender Orang Tua dan Pengaruhnya terhadap Aktivitas Anak di Indonesia 3. Suryadarma, Daniel, Asep Suryahadi, dan Sudarno Sumarto. (2006). Causes of Low Secondary School Enrollment in Indonesia.
ragamstatistik - edisi 01 tahun 2015
25
[Analisis Statistik] ANALISIS PENGARUH IPM TERHADAP KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT MENGGUNAKAN REGRESI PANEL
ragamstatistik - edisi 01 tahun 2015
Oleh : Yudi Wahyudin (Kasi Statistik Sosial BPS Kabupaten Sumbawa)
PENDAHULUAN Permasalahan kemiskinan masih menjadi salah satu permasalahan yang dominan di NTB. Hal ini disebabkan karena tingkat kemiskinan Propinsi NTB masih tinggi dan berada diatas angka nasional. Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional bulan September menunjukkan bahwa pada tahun 2013 persentase penduduk miskin NTB sebesar 17,25 persen dan secara nasional sebesar 11,47 persen. Begitu juga pada tahun 2014 persentase penduduk miskin NTB sebesar 17,05 persen dan secara nasional sebesar 10,96 persen (www.bps.go.id). Namun demikian upaya pengentasan kemiskinan di NTB memperlihatkan pengaruh yang positif dengan menurunnya persentase penduduk miskin dari tahun ke tahun. Pada tahun 2005 tingkat kemiskinan sebesar 25,92 persen kemudian turun menjadi 19,73 persen pada tahun 2011 terus menurun menjadi 17,05 pada tahun 2014 (www.ntb.bps.go.id). Menurut Mustika (2013), kemiskinan sangat erat kaitannya dengan kualitas sumber daya manusia (SDM). Jika SDM berkualitas, maka kemiskinan akan dapat ditangani dengan cepat. Begitu juga sebaliknya, jika kualitas SDM rendah maka butuh waktu lama untuk mengentaskan kemiskinan. Kualitas sumber daya manusia dapat dilihat dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Rendahnya IPM akan berakibat pada rendahnya produktivitas kerja dari penduduk. Produktivitas yang rendah berakibat pada rendahnya perolehan pendapatan. Sehingga dengan rendahnya pendapatan menyebabkan tingginya jumlah penduduk miskin. Oleh karena itu tujuan penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh
26
Indeks Pembangunan Manusia terhadap kemiskinan di NTB. Penelitian ini akan menggunakan metode data panel, yaitu penggabungan antara data time series dan data cross section. METODE REGRESI DAN DATA PANEL Dalam penelitian terkadang peneliti menghadapi persoalan mengenai ketersediaan data. Terkadang ditemukan bentuk data dalam series yang pendek sehingga proses pengolahan data deret waktu tidak dapat dilakukan karena berkaitan dengan persyaratan jumlah data minimum. Selain itu, terkadang juga ditemukan bentuk data dengan jumlah unit cross section yang terbatas pula, akibatnya sulit untuk dilakukan proses pengolahan data cross section untuk mendapatkan informasi perilaku dari model yang hendak diteliti. Menurut teori ekonometrika, kedua keterbatasan tersebut salah satunya dapat di atasi dengan mengggunakan data panel. Data panel merupakan penggabungan dari data time series dan data cross section. Dalam analisis model data panel ada beberapa pendekatan yaitu pendekatan kuadrat terkecil (pooled least square/common effect), pendekatan efek tetap (fixed effect), serta pendekatan efek acak (random effect). Pendekatan Kuadrat Terkecil (Pooled Least Square/Common Effect) Pendekatan yang paling sederhana dalam pengolahan data panel adalah dengan menggunakan metode kuadrat terkecil biasa yang diterapkan dalam data yang berbentuk panel. Misalkan terdapat persamaan berikut ini: Yit=α + βXit + εit Untuk i = 1, 2,...., N dan t = 1, 2…...T,
dimana N adalah jumlah unit cross section (individu) dan T adalah jumlah periode waktunya Pendekatan Efek Tetap (Fixed Effect) Kesulitan terbesar dalam pendekatan metode kuadrat terkecil biasa adalah asumsi intercept dan slope dari persamaan regresi yang dianggap konstan baik antar daerah maupun antar waktu yang mungkin tidak beralasan. Generalisasi secara umum sering dilakukan dengan memasukkan variabel boneka (dummy variable) untuk mengizinkan terjadinya perbedaan nilai parameter yang berbedabeda antar unit cross section. Pendekatan dengan memasukkan variabel boneka ini dikenal dengan sebutan model efek tetap (fixed effect) atau Least Square Dummy Variable (LSDV). Kita dapat menuliskan pendekatan tersebut dalam persamaan sebagai berikut: Yit=a+bXit+g2W2t+ g3W3t+....+gnWnt+eit Dimana : Wit=
{
1 untuk individu ke-i, t = 2,...,N
0 untuk sebaliknya
Yit = α + ϐXit + εit εit = ui + vt+ wit Dengan menggunakan model efek acak ini,maka dapat menghemat pemakaian derajat kebebasan dan tidak mengurangi jumlahnya seperti yang dilakukan pada model efek tetap. Hal ini berimplikasi parameter yang merupakan hasil estimasi akan menjadi semakin efisien. SUMBER DATA DAN VARIABEL PENELITIAN Data bersumber dari Badan Pusat Statistik. Data panel yang digunakan adalah data time series tahun 2010 sampai 2013 dan data cross section 10 kabupaten/ kota di NTB. Variabel respon adalah data persentase penduduk miskin per kabupaten/kota dan variabel prediktor adalah data IPM per kabupaten/kota. HASIL DAN DISKUSI Pendugaan Metode Data Panel Estimasi model tingkat kemiskinan di NTB dilakukan melalui 3 model estimasi pada data panel. Pada Tabel 1 dapat dilihat output Software STATA12, yang merupakan model estimasi tingkat kemiskinan di NTB. Dari ketiga model estimasi tersebut, akan dipilih model estimasi terbaik, yakni model estimasi yang relevan pada asumsi-asumsi yang dimiliki. Secara formal, untuk menentukan model estimasi terbaik tersebut, perlu dilakukan beberapa prosedur pengujian, yakni: uji statistik F untuk memilih antara model common effects atau fixed effects, uji Lagrange Multiplier (LM) untuk memilih antara model common effects
ragamstatistik - edisi 01 tahun 2015
Kita telah menambahkan sebanyak (N1) dummy variable ke dalam model dan menghilangkan satu sisanya untuk menghindari kolineritas sempurna antar variabel penjelas. Keputusan memasukkan variabel boneka ini harus didasarkan pada pertimbangan stastistik. Pendekatan Efek Acak (Random Effect) Keputusan untuk memasukkan dummy variable dalam model efek tetap akan menimbulkan konsekuensi karena akan mengurangi derajat kebebasan yang pada akhirnya akan mengurangi efisiensi parameter yang diestimasi. Berkaitan dengan hal tersebut, dalam model data panel dikenal pendekatan ketiga, yaitu model efek acak (random effect). Dalam model efek acak, parameter-parameter yang berbeda antar daerah maupun antar waktu dimasukkan ke dalam error.
Karena hal inilah, model efek acak sering juga disebut model komponen error (error component model). Bentuk model efek acak ini dijelaskan pada persamaan berikut.
27
nol = model common effects lebih baik dari model random effects), sehingga dapat disimpulkan bahwa pada α = 5 persen, intersep setiap variabel prediktor merupakan variabel random atau
atau random effects, dan uji Hausman untuk memilih antara model fixed effects atau random effects. Selanjutnya, untuk model estimasi regresi data panel terpilih, dilakukan pengujian untuk memilih Model Commom Effect
Fixed Effect
Random effect
miskin ipm _cons ipm _cons ipm _cons
Coef.
Std. Err.
t
P>|z|
95% Conf.Interval
-1.4243
0.2174
-6.55
0.000
-1.8644
-0.9841
113.4348
14.3874
7.88
0.000
84.3091
142.5605
-1.8397
0.1264
-14.56
0.000
-2.0981
-1.5812
140.8793
8.3500
16.87
0.000
123.8016
157.9570
-1.8114
0.1219
-14.860
0.000
-2.0504
-1.5724
139.0094
8.2361
16.880
0.000
122.8668
155.1519
Prob> F
R Square
0,00
0,5303
0,00
0,5303
0,00
0,5303
ragamstatistik - edisi 01 tahun 2015
Tabel Hasil Estimasi Parameter Model Regeri Data Panel Tingkat Kemiskinan kabupaten/kota di Provinsi NTB Tahun 2010 s.d. 2013
estimator dengan struktur varianscovarians residual yang lebih baik. Pemilihan Model Terbaik Pengujian yang pertama, yaitu uji signifikansi model fixed effects apakah teknik regresi data panel dengan fixed effects lebih baik dari model common effects. Berdasarkan hasil penghitungan diperoleh nilai F-statistik = 193.97 lebih besar daripada nilai kritis (Prob > F = 0.00). Dengan demikian, hipotesis nol ditolak (hipotesis nol = model common effects lebih baik dari model fixed effects) sehingga dapat disimpulkan bahwa pada α = 5 persen, intersep untuk setiap kabupaten/kota tidak sama, yang artinya model fixed effects lebih baik dari model regresi common effects. Pengujian yang kedua, yaitu uji signifikansi model random effects, apakah teknik regresi data panel dengan random effects lebih baik dari model common effects. Berdasarkan hasil penghitungan, diperoleh nilai LM-statistic = chibar2(01) = 56.47 yang lebih besar daripada nilai kritis (Prob > chibar2 = 0.0000). Dengan demikian, hipotesis nol ditolak (hipotesis
28
stokastik, yang artinya model random effects lebih baik dari model regresi common effects. Pada tahap selanjutnya, dilakukan pengujian signifikansi Hausman. Pengujian ini dimaksudkan untuk memilih model estimasi terbaik antara model estimasi fixed effects dan model estimasi random effects. Berdasarkan hasil penghitungan, pengujian signifikansi Hausman menunjukkan bahwa Prob > chibar2 = 0.3942. Dengan demikian, hipotesis nol diterima (hipotesis nol = model random effects lebih baik dari model fixed effects), sehingga dapat disimpulkan bahwa pada α = 5 persen, estimasi terbaik untuk regresi data panel adalah model random effects. Pengujian Model Terbaik Karena hanya ada satu variabel bebas maka cukup dilakukan uji persamaan regresi secara simultan. Dengan menggunakan uji F diperoleh nilai p-value = 0.00 lebih kecil dari α = 5%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa variable IPM berpengaruh secara signifikan terhadap variabel tingkat kemiskinan. Pada model random effect memperlihatkan bahwa
variable IPM mampu menjelaskan variasi tingkat Kemiskinan di NTB sebesar 53,03 persen. Pengujian Asumsi dari Model Terbaik Pengujian asumsi dilakukan pada model terbaik yaitu random effect. Pengujian asumsi dari hasil regresi model random effects memenuhi asumsi tidak terjadi heteroskedastisitas, tidak terjadi autokorelasi, dan tidak terjadi multikolinieritas. Sehingga model random effect dapat digunakan Interpretasi Hasil dari model terbaik yang diperoleh Persamaan regresi data panel sebagai berikut: miskinit = 139,01-1,81 ipmit Persamaan regresi diatas dapat diinterpretasikan bahwa jika IPM bertambah satu satuan maka akan mengurangi tingkat kemiskinan sebesar 1,81 satuan dimana variabel lainnya dianggap konstan.
Baltagi, B.H. 2005. Econometrics Analysis of Panel Data, 3rd edition. John Wiley & Sons Ltd. Chichester. England. BPS.2010. Kemiskinan Kabupaten/Kota. BPS. Jakarta ____.2011. Kemiskinan Kabupaten/Kota. BPS. Jakarta ____.2012. Kemiskinan Kabupaten/Kota. BPS. Jakarta ____.2013. Kemiskinan Kabupaten/Kota. BPS. Jakarta ____.2015. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin, Garis Kemiskinan, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1), dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Menurut Provinsi, September 2014. Dipetik 2 Februari 2015 dari http:// www.bps.go.id. ____.2015. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin, Garis Kemiskinan, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1), dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Menurut Provinsi, September 2013. Dipetik 2 Februari 2015 dari http:// www.bps.go.id. BPS Provinsi NTB. 2015. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Menurut Kabupaten / Kota Provinsi NTB. Dipetik 2 Februari 2015 dari http://ntb.bps.go.id. _____.2015. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Di Provinsi NTB 2002-2014. Dipetik 2 Februari 2015 dari http://ntb.bps.go.id. BPS Kabupaten Sumbawa. 2014. Statistik Daerah Kabupaten Sumbawa. BPS Kabupaten Sumbawa. Sumbawa Besar. Gujarati, Damodar N. 1995. Applied Econometrics 3th Edition. McGraw-Hill International Editions. Singapore. Mustika, M., D., S., 2013. Analisis Strategi Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia dalam Upaya Pengentasan Kemiskinan di Kecamatan Nusa Penida. Jurnal Buletin Studi Ekonomi, Vol. 18, No.2. Sukirno, Sadono. 2000. Pengantar Teori Makroekonomi. PT. Raja Grafindo Persada. Tambunan, Tulus. 2001. Perekonomian Indonesia: teori dan temuan empiris. Ghalia Indonesia.
ragamstatistik - edisi 01 tahun 2015
KESIMPULAN DAN SARAN 1. Dengan mengunakan uji pemilihan model data panel menunjukkan bahwa model random effect lebih baik dibandingkan dengan common effect atau fixed effect. 2. Berdasarkan model random effect, setelah dilakukan uji simultan diketahui bahwa IPM signifikan mempengaruhi tingkat kemiskinan. 3. Dengan uji kebaikan model (goodness of fit) menunjukkan nilai sebesar 53,03 persen yang artinya 53,03 persen variabel IPM mampu menjelaskan variasi variabel tingkat kemiskinan. Sehingga untuk meningkatkan goodness of fit, pada penelitian berikutnya bisa ditambahkan variabel lainnya. 4. Dalam regresi panel data ini belum memperhatikan efek spasial, sehingga penelitian berikutnya sebaiknya mempertimbangkan efek spasial.
DAFTAR PUSTAKA
29
[
P OT R ET
]
Pssst....PST Datang... Oleh : Nurul Hidayah (Staf BPS Kabupaten Sumbawa)
ragamstatistik - edisi 01 tahun 2015
Standard pelayanan memuat persyaratan, prosedur, waktu, biaya, produk layanan serta informasi penyampaian keluhan/pengaduan/apresiasi
Sumbawa Besar - Beberapa tahun belakangan ini seiring dengan digalakkannya RB (Reformasi Birokrasi), BPS sebagai lembaga yang mempunyai Visi “Pelopor Data Statistik Terpercaya Untuk Semua” berupaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan publiknya. Salah satunya melalui Pelayanan Statistik Terpadu atau biasa disebut dengan PST. PST sendiri sudah dilaksanakan di BPS Pusat sejak Oktober 2011. Kemudian selanjutnya diterapkan di seluruh BPS provinsi dan sampai saat ini sudah sampai tingkat BPS Kabupaten/Kota. Pelayanan Statistik Terpadu (PST) BPS merupakan pintu gerbang pemasaran data, tempat di mana pengguna data BPS dapat memperoleh data maupun informasi yang dibutuhkan. PST dibangun dalam
30
rangka memberikan pelayanan statistik satu pintu (one gate services) sehingga memudahkan masyarakat pengguna data dalam memperoleh berbagai layanan statistik. Ide dasar dari PST adalah menciptakan pelayanan statistik yang efektif dan efisien bagi masyarakat. Di BPS Kabupaten Sumbawa sendiri, uji coba program PST mulai berjalan sejak Maret 2014. Sejak bulan Maret hingga Desember 2014 terdapat total 99 data record pengunjung yang tercatat di aplikasi PST. Bulan Maret 2014 merupakan bulan dengan kunjungan terbanyak dengan 18 kunjungan. Dari 99 pengunjung tersebut, 56,57 persen terdiri dari pengunjung laki-laki dan sisanya 43,43 persen terdiri dari perempuan. Sebagian besar pengunjung berasal dari kalangan
PELAYANAN STATISTIK TERPADU
Percepatan pendayagunaan aparatur negara dilakukan melalui reformasi birokrasi dengan sasaran mengubah pola pikir (mindset), budaya kerja (culture set), dan sistem manajemen pemerintahan, sehingga peningkatan kualitas pelayanan publik lebih cepat tercapai. Upaya tersebut dilaksanakan secara berkelanjutan dan berkesinambungan yang berujung pada pelayanan publik yang prima (PERMENPANRB Nomor 38 Tahun 2012). Hal ini merupakan tindak lanjut dari UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik yang mengamanahkan evaluasi kinerja dan percepatan peningkatan kualitas pelayanan publik. BPS mengejawantahkan tersebut melalui pembentukan Pelayanan Statistik Terpadu (PST) di seluruh BPS Provinsi dan BPS Kabupaten/Kota yang dapat memberikan layanan data dan informasi statistik secara langsung ke pengguna data. Pelayanan Statistik Terpadu dibangun dengan maksud memberikan layanan data dan informasi statistik melalui layanan satu pintu (one gate services) dan one stop services sehingga diharapkan dapat memberikan pelayanan yang cepat, tepat, murah, aman, berkeadilan, dan akuntabel.
data terhadap publikasi dan pemahaman mengenai data yang dimiliki BPS juga dirasa masih kurang. Untuk itu dibutuhkan semacam workshop atau pelatihan untuk semua petugas pelayanan data sehingga mampu menjelaskan kepada konsumen data tentang berbagai publikasi dan pemahaman tentang tata cara pelayanan publik yang sesuai dengan standar PST. Semoga Pelayanan Statistik Terpadu (PST) di kabupaten/kota mendapat perhatian lebih dan terus diperbaiki dalam penerapannya sehingga pengunjung/konsumen data pun merasa puas dengan pelayanan prima yang diberikan BPS. Salam RB!
ragamstatistik - edisi 01 tahun 2015
mahasiswa (59,60 persen), kemudian pegawai swasta (17,17 persen), PNS/TNI/ Polri (13,13 persen) lainnya (9,09 persen) dan pelajar (1,01 persen). Adapun data yang paling banyak dibutuhkan pengunjung yaitu data kependudukan, kemudian data mengenai keadaan geografi, ketenagakerjaan, pertanian, PDRB dan data kemiskinan. Seperti terlihat pada grafik 2. Kadangkala petugas mengalami kesulitan dalam memenuhi permintaan data karena data yang diminta oleh pengunjung tidak tersedia sampai level yang dibutuhkan. Seperti contoh permintaan data jumlah tenaga kerja di suatu kecamatan yang dirinci menurut sektor pekerjaannya, permintaan data pengangguran dan kemiskinan sampai dengan level kecamatan serta permintaan data lainnya yang belum tersedia di BPS. Hal ini menjadi tantangan BPS untuk meningkatkan kualitas dan pelayanan data selain tantangan untuk memberikan pemahaman yang baik kepada konsumen data. Dari uji coba pelaksanaan PST di Kabupaten Sumbawa selama tahun 2014, masih terdapat beberapa kendala. Pertama, keterbatasan PC yang ada, sehingga untuk sementara, pengunjung diharuskan untuk mengisi form yang disesuaikan dengan format data pengunjung yang ada di aplikasi PST, kemudian dientri ke dalam aplikasi PST. Untuk pelayanan datanya masih dilayani secara langsung oleh petugas. Selain keterbatasan PC, masalah yang dihadapi oleh BPS Kabupaten dalam menerapkan PST adalah terbatasnya sumber daya manusia yang ada. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, dirancang jadwal petugas pelayanan data dimana setiap Koordinator Statistik Kecamatan (KSK) ditugaskan secara bergiliran untuk menjadi petugas pelayanan data. Namun hal ini juga terkendala dengan jadwal pencacahan yang sering kali berbenturan dengan jadwal tugas pelayanan data. Selain itu, pengetahuan petugas pelayanan
31
[
OPINI
]
AYOOO MENULIS !!!!!!!! Oleh : Sunarno, MKesos (Kepala Bidang Statistik Sosial)
ragamstatistik - edisi 01 tahun 2015
“Ajakan ini, bukan asal dan bukan tanpa alasan tetapi lebih mengencourage siapapun untuk memulai, dan membiasakan dengan kegiatan tulis-menulis. Menulis dapat membuka jendela untuk bisa dan mengeksplorasi, sekaligus menjadi “red carpet” kesuksesan.” (Billy Boen) Mungkin, bagi sebagian orang menulis (buku, novel, cerpen, artikel dan semacamnya) itu sulit, padahal bagi sebagian yang lain menulis itu cukup mudah. Banyak orang sudah mencoba untuk menulis, namun selalu gagal. ironinya, kegagalan ini terkadang dianggap cermin ketakmampuan sehingga ada keengganan untuk mencoba lagi. Dalam kehidupan, soal gagal adalah hal yang lumrah bahkan gagal bisa dikatakan sukses yang tertunda. J.K Rowling mengatakan kegagalan mengajarkan hal penting pada dirinya bahwa dia bisa belajar. Diantara kita, mungkin pernah mengalami sendiri bagaimana sulitnya memulai menulis atau menuangkan ide dalam bentuk tulisan. Memang, perkara menulis tidaklah mudah, apalagi bagi penulis pemula tidak bisa langsung jadi, ada tahapan proses yang mesti dilalui. Keterampilan menulis tidak banyak persyaratan, yang dibutuhkan hanyalah kemauan, dan kerja keras. Menulis tidak berbeda dengan keterampilan lainnya, kesuksesan dalam menulis sangat ditentukan oleh kesungguhan dalam mempraktikkan. Semakin kerap melakukan praktik menulis, maka kemampuan analisis dalam menyikapi fenomena yang terjadi di lingkungan sekitar kita akan semakin tajam. Hal penting lain yang menjadi tuntutan dari menulis adalah harus senang membaca buku. Penulis biasanya memperoleh Ide atau gagasan dari baca buku, meski kenyataannya tidak selalu. Ada kalanya penulis memperoleh ide atau gagasan dari hasil pengamatan, berdiskusi, bahkan dari ngobrol santai. Dengan baca buku setidaknya penulis mendapatkan dua hal, pertama ide atau gagasan, Kedua tidak mengalami kekeringan bahasa. Sayangnya, kelemahan dari masyarakat
32
termasuk kita sebagai pegawai sampai saat ini adalah malas membaca. Jangankan pegawai yang selalu disibukkan dengan segala rutinitas pekerjaan, mahasiswa saja bahkan dosenpun yang melakoni pekerjaan menulis, budaya membaca masih sangat minim (Herman, 2014). Biasakanlah membaca buku dengan meluangkan waktu di sela-sela kesibukan di kantor, di rumah ataupun bahkan disaat melakukan perjalanan jauh. Perjalanan Agatha Christie, J.K Rowling menjadi sukses sebagai penulis terkenal tidak diperoleh dengan mudah, melainkan melalui
“ Either Write Something Worth Reading or do Something worth writing.” Benjamin Franklin
perjuangan keras dengan susah payah (Jingga Gumilang, 2014). Karya tulisannya yang dikirim ke berbagai penerbit pada awalnya menjadi langganan ditolak, namun keduanya tetap menekuni, serta mempelajari kelemahan yang menjadi penyebab penolakan, sampai pada penerbit ke sembilan dan ke tiga belas diterima dan diterbitkan. Hampir semua penulis lokal mengalami hal yang sama termasuk Andrea Hirata, Her Suharyanto, Dian Kristiani, Asma Nadia serta penulis di era 70-an. Karya mereka semua baru diterima penerbit setelah mengirimkan berkali-kali. Liku-liku pengalaman penulis ternama telah memberikan pengetahuan bahwa kesabaran, ketekunan, serta ketangguhan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari keberhasilan seorang penulis. Jadi, tidak ada alasan yang mesti ditakutkan atau dikhawatirkan soal tulisan ditolak oleh penerbit. Tetap, terus mencoba sampai berhasil, dalam konteks
statistik diistilahkan sebagai trial and error. Berikut tips yang dapat memberikan motivasi agar rajin menulis. Pertama, berpikir positif dan yakinkan diri pasti bisa menulis, kedua, membaca banyak buku, jangan membatasi tema maupun topiknya. Ketiga, seimbangkan antara teori dengan praktik. Teori berguna membantu arah tulisan yang akan dibuat. Keempat, jangan berhenti belajar, harus ulet serta tidak mudah menyerah dan putus asa. Nah, mulailah menulis dari sekarang dengan memilih tema yang sederhana, menarik serta orisinil. Jangan membiarkan kesempatan lewat begitu saja tanpa berbuat apapun. Kalau kita tahu manfaat menulis, apalagi kalau diterbitkan akan memberikan kepuasan, menyehatkan pikiran, serta dapat mengasah ketajaman berpikir, disamping mendapatkan manfaat ekonomi. Selamat mencoba, semoga berhasil……..
VOCABULARY BOOSTER
[ BEBASE corner ]
“Absolute poverty is clearly a bigger problem in developing countries -where over four-fifths of the world’s population lives- than in developed ones. Virtually all of the one billion people subsisting on per capita incomes less than $1 per day live in developing countries. Perhaps more surprisingly, inequality is also a bigger problem in developing countries. Looking at the world as a whole, there is a clear negative correlation between average levels of inequality and the level of development, and all countries with really high income inequality – a Gini index of (say) 0.50 or higher- are developing economies.” (Ferreira and Ravallion, 2011, p. 21)
References: • Dictionary.reference.com • Ferreira, F. H. G and Ravallion, M. 2012. Poverty and equality: The global context in The Oxford Handbook of Economic Inequality.
ragamstatistik - edisi 01 tahun 2015
DEFINITION: Poverty (noun): the state or condition of having little or no money, goods, or means of support; condition of being poor; kemiskinan. Clearly (adverb): in a clear manner, dengan jelas. developing country/economy (noun): a country that is not yet highly industrialized; negara berkembang. Subsist (verb): to provide sustenance or support for; maintain; bergantung . Inequality (noun): the condition of being unequal; lack of equality; disparity; ketimpangan.
33
[Artikel Statistik ]
PENTINGNYA MEMILIKI
SENSE OF DATA Oleh : M. Ikhsany Rusyda
ragamstatistik - edisi 01 tahun 2015
A
khir-akhir ini, data BPS semakin sering menjadi sorotan. Konsumen data sudah semakin kritis terhadap data BPS dan mempertanyakan keakuratannya. Sebagai contoh beberapa waktu lalu, sebuah artikel yang dimuat dalam kolom opini Koran Lombok Pos NTB mempersoalkan keakuratan data indikator pendidikan dan kesehatan Provinsi NTB yang dikeluarkan oleh BPS, khususnya angka melek huruf dan angka harapan hidup. Kedua indikator tersebut dipersoalkan karena menyebabkan angka Indeks Pembangunan Manusia Provinsi NTB menjadi rendah. Untuk menjawab hal tersebut tentunya tidak cukup dengan beralasan bahwa metodologi yang digunakan BPS berbeda, karena konsumen data tidak seluruhnya memahami metode statistik yang digunakan BPS. Akan lebih baik jika alasan yang dikemukakan disertai dengan penjelasan yang lebih mudah dicerna dengan menyertakan data-data lainnya sebagai pendukung argumen yang dikemukakan. Banyaknya kritik yang disampaikan oleh konsumen data perlu disikapi dengan bijak. Kritik yang disampaikan baik secara langsung maupun melalui media tidak perlu menjadikan kita risih. Semua itu dapat menjadi input yang positif bagi BPS untuk menjadi lebih baik. Hanya saja yang menjadi tantangan saat ini adalah sudah siapkah pegawai BPS menerima dan menjawab permasalahan data BPS yang semakin sering disoroti? Sudah memadaikah pengetahuan dan pemahaman
34
pegawai BPS akan data? Apakah seluruh pegawai BPS memiliki pengetahuan bagaimana angkaangka indikator diperoleh dan konsistensi antar data? Dalam artikel ini, penulis ingin sedikit mengulas pentingnya kita meningkatkan kapasitas diri, yang dalam ini penulis ingin mengangkat topik tentang sense of data. Apa itu Sense of Data? Kata sense jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti indera; perasaan; rasa; pengertian; pendirian. Sensibility berarti kepekaan. Sense of data, jika penulis artikan secara bebas, bermakna kepekaan seseorang terhadap data, terutama terkait dengan kesesuaian atau konsistensi data dengan keadaan sesungguhnya yang ia amati. Kepekaan tersebut mendorong seseorang untuk selalu mempertanyakan dalam dirinya mengenai konsistensi data yang dimiliki dan berusaha mencari tahu jawabannya jika ada kejanggalan terhadap data tersebut. Sebagai contoh sederhana adalah angka kemiskinan. Ketika angka kemiskinan dikeluarkan oleh BPS, mungkin akan muncul pertanyaan dalam diri kita atau bahkan tidak jarang konsumen data juga mempertanyakan apakah angka tersebut sesuai dengan keadaan sebenarnya. Misalnya, bagaimana hubungan angka kemiskinan dengan pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran atau indikator-indikator terkait lainnya?
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, setidaknya kita akan dihadapkan dengan dua kemungkinan. Pertama, jika pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran atau indikator terkait lainnya terlihat bertentangan dengan angka kemiskinan, maka angka kemiskinan tersebut perlu dikaji ulang, karena bisa jadi ada alasan-alasan lain yang menyebabkan hal tersebut terjadi. Kedua, jika sejalan, maka berbagai argumen terhadap angka kemiskinan menjadi semakin kuat karena didukung oleh indikator-indikator terkait lainnya. Dalam menghadapi berbagai kritikan, kita tentunya harus lebih siap dan terus meningkatkan kapasitas kita sebagai pegawai BPS. Dengan demikian kita tidak perlu berlepas tangan dengan menjawab bahwa permasalahan tersebut bukan tupoksi kita. Hal ini dikarenakan konsumen data umumnya hanya melihat kita sebagai pegawai BPS yang dianggap paham mengenai data BPS.
wilayah survey, kita akan lebih hati-hati dan teliti dalam menerima jawaban responden. Misalnya jumlah anggota rumah tangga responden umumnya sejalan dengan besaran konsumsi makanan. Semakin banyak anggota rumah tangga, nilai konsumsi makanan rumah tangga cenderung meningkat. Berdasarkan pengetahuan tersebut, dengan melihat konsistensi konsumsi makanan antar rumah tangga, petugas pencacah dapat melihat kewajarannya jawaban yang diberikan responden. Contoh lainnya dalam teori Keynes disebutkan bahwa konsumsi bergantung dari pendapatan yang siap dibelanjakan (disposable income) dimana apabila pendapatan meningkat maka konsumsi juga mengalami peningkatan baik konsumsi makanan maupun non makanan. Dari teori tersebut dapat diturunkan sejumlah dugaan bahwa responden yang memiliki pendapatan/ upah yang tinggi cenderung memiliki tingkat konsumsi yang juga tinggi, tingkat pendidikan anggota rumah tangga yang lebih baik, akses kesehatan yang lebih baik dan sebagainya. Dugaan-dugaan tersebut menjadi dasar untuk melihat kewajaran jawaban antar rincian tingkat upah/pendapatan, tingkat pendidikan, sarana berobat dan sebagainya. Kemudian dalam tahap pengolahan, setiap data yang diperoleh dari hasil olah, sense of data mendorong untuk melakukan editing dan evalusasi pra dan pasca pengolahan.secara sungguh-sungguh dan selalu memperhatikan kewajaran data dengan melihat apakah data yang diolah tersebut konsisten antara satu dengan yang lain. Contoh sederhana, keterkaitan antara umur dengan tingkat pendidikan yang sedang ditempuh. Akan terlihat tidak wajar jika kita menemukan anak usia 12 tahun yang berpendidikan SLTA. Dalam tahap penyajian data, sense of data mendorong kita untuk selalu mencari tahu dan selalu mengumpulkan informasi-informasi tambahan yang mendukung data yang akan disajikan, untuk memperkuat argumentasi terhadap data tersebut. Terkadang kita menemukan sejumlah data yang
...kepekaan terhadap informasi yang diberikan responden akan mendorong petugas untuk mempertanyakan konsistensi data...
ragamstatistik - edisi 01 tahun 2015
Pentingnya Sense of Data Kepekaan terhadap data dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan kualitas data yang dihasilkan oleh BPS. Kepekaan tersebut diperlukan dalam setiap kegiatan yang berhubungan dengan data, mulai dari kegiatan pengumpulan data, pengolahahan hingga diperoleh hasil output akhir berupa data. Dalam kegiatan pengumpulan data, kepekaan terhadap informasi yang diberikan responden akan mendorong petugas untuk mempertanyakan konsistensi jawaban responden. Sebagai contoh pertanyaan mengenai konsumsi makanan dan non makanan dalam Modul Konsumsi Survei Sosial EKonomi Nasional (Susenas). Jika kita memiliki pengetahuan mengenai perilaku konsumsi secara umum dan secara khusus di lingkungan masyarakat sekitar
35
seakan-akan kontradiktif, padahal hal tersebut sebenarnya dapat terjelaskan. Misalnya suatu wilayah memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi, akan tetapi di sisi lain tingkat kemiskinan juga tinggi. Dalam benak kita, pertumbuhan ekonomi yang tinggi menunjukkan kemajuan ekonomi suatu wilayah dan tentunya identik dengan kemakmuran. Kontradiksi tersebut dapat dijelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi pada kenyataannya tidak selalu dinikmati secara merata oleh penduduk mengingat pertumbuhan ekonomi hanyalah ukuran yang bersifat aggregat. Bisa jadi pertumbuhan ekonomi tinggi, sebagian besar hanya dinikmati oleh golongan menengah ke atas sehingga tidak banyak memberikan pengaruh terhadap mereka yang termasuk dalam golongan bawah.
ragamstatistik - edisi 01 tahun 2015
Bagaimana Meningkatkan Sense of Data? Sense of data berhubungan dengan pengetahuan dan pemahaman yang dimiliki seseorang mengenai data atau indikator dan segala hal yang berhubungan secara langsung maupun tidak langsung dengan data atau indikator tersebut. Pengetahuan yang dimaksud dapat diperoleh melalui pendidikan formal maupun non formal, buku-buku bacaan, pengalaman diri sendiri atau
Pencacahan SUPAS 2015 di Kota Mataram
36
orang lain, dan sebagainya. Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman data dapat dilakukan secara mandiri maupun melalui organisasi. Salah satu caranya adalah melalui kegiatan capacity building. Kegiatan tersebut merupakan bentuk sharing ilmu pengetahuan dan pengalaman mengenai kegiatan-kegiatan di BPS, trending topic, atau pengetahuan secara umum. Kemudian yang tidak kalah pentingnya adalah pengetahuan yang diperoleh dari pendidikan formal. Mengenyam pendidikan di jenjang yang lebih tinggi, bahkan hingga jenjang pendidikan S2 atau S3, akan lebih membuka wawasan dan pikiran kita. Dengan wawasan yang luas dan pikiran yang terbuka, kita menjadi lebih mudah untuk memahami situasi dan kondisi sehingga kita dapat menjelaskan data yang kita hasilkan. Pada intinya, meningkatkan sense of data itu harus diawali dengan kesadaran dalam diri pegawai itu sendiri. Banyak sekali manfaat memiliki sense of data bagi peningkatan kualitas data sebagaimana telah disebutkan sebagiannya. Ke depan, dengan semakin meningkatnya sense of data, kualitas data yang dihasilkan oleh BPS menjadi lebih baik. Sebagai pegawai BPS, kita menjadi lebih mampu untuk mempertanggungjawabkan dan menjelaskan data yang dihasilkan.
METODOLOGI PEMUTAKHIRAN BASIS DATA TERPADU 2015 Daftar Nama dan Alamat Calon Rumahtangga Sasaran PPLS2011 (25,2 juta ruta)
KOORDINASI Pusat Provinsi (TKPKD) Kabupaten/Kota (TKPKD)
Perubahan PROGRAM 2012 - 2014 (2,8 juta ruta)
FORUM KONSULTASI PUBLIK (FKP) di Desa/Kelurahan Daftar Nama Calon RTS Hasil FKP
Pengolahan Data + PMT
Pengesahan Bupati/Walikota (oleh Camat)
Pendataan Rumah Tangga
BASIS DATA TERPADU (BDT2015)