BAB I PENDAHULUAN
1. Latar belakang Masalah Banyak
ilmuwan
politik
sepakat
bahwa
kondisi
penting
untuk
menyukseskan transisi menuju demokrasi adalah pemilu. Pemilu memang penting, tetapi belumlah cukup. Karena itu, Robert Dahl, mensyaratkan delapan jaminan institusional yang diperlukan untuk demokrasi. 1 Delapan jaminan institusional itu adalah (1) kebebasan untuk membentuk dan mengikuti organisasi; (2) kebebasan berekspresi; (3) hak memberikan suara; (4) eligibilitas untuk menduduki jabatan publik; (5) hak para pemimpin politik untuk berkompetisi secara sehat merebut dukungan dan suara; (6) tersedianya sumber-sumber informasi alternatif; (7) pemilu yang bebas dan adil; dan (8) institusi-institusi untuk menjadikan kebijakan pemerintah tergantung pada suara-suara rakyat. Pemilu mengkondisikan terselenggaranya mekanisme pemerintahan secara tertib, teratur, berkesinambungan, dan berjalan damai yang kesemuanya itu akan mengembangkan terbinanya masyarakat yang dapat menghormati pendapat orang lain. 2 Bicara soal pemilu mestilah menyinggung sistem pemilu, sistem pemilu adalah seperangkat metode yang mengatur warga negara memilih para wakilnya. Dalam suatu lembaga perwakilan rakyat, seperti lembaga legislatif atau DPR/DPRD, sistem pemilihan ini bisa berupa seperangkat metode untuk menstransfer suara pemilih ke dalam suatu kursi di lembaga legislatif atau
1 2
Robert Dahl, Perihal Demokrasi, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2001, hal. 128. Ipong S. Azhar, Benarkah DPR Mandul, Bigraf Publising: Yogyakarta, 1997, hal. 5.
Universitas Sumatera Utara
parlemen. Sistem pemilu pula yang membantu kita untuk dapat membayangkan bagaimana kinerja dari anggota legislatif yang dihasilkannya di lembaga legislatif. Kajian mengenai hubungan wakil dengan yang diwakili lahir dari asumsi bahwa faktor-faktor hubungan wakil dengan yang diwakili mempengaruhi proses demokratisasi suatu Negara. Hal ini disebabkan terjadinya hubungan yang tidak ideal antara dua variabel tersebut. Apa yang dimaksud tidak ideal disini adalah bahwa anggota legislatif sering tidak berperan sebagai wakil dari rakyat yang diwakilinya (konstituen). Pada tahun 1999, dengan runtuhnya rezim Orde Baru sejak gerakan reformasi dicanangkan oleh para reformis memberikan kejutan dalam pelaksanaan pemilu 1999 yaitu munculnya kembali fenomena multipartai yang selama ini dianggap telah terkubur di bawah reruntuhan Orde Lama. Reformasi politik di akhir abad ke-20 ternyata benar-benar mengubah sama sekali iklim politik masyarakat Indonesia setelah tiga dasawarsa tertekan secara sistematis oleh kebijakan represif Soeharto. Iklim politik baru ini dengan cepat mengubah rasa frustasi dan dendam terhadap rezim Soeharto dalam bentuk ledakan partisipasi di segala bidang. Partai politik adalah salah satu bidang yang menjadi sarana penyaluran rasa kekecewaan yang nyaris tak tertahankan tersebut. Kebijakan partai politik Presiden Habibie mengubah sama sekali format politik Indonesia dari sistem partai dominan ke sistem multipartai. Munculnya partai-partai politik baru dalam jumlah yang sulit dinalar dengan akal sehat adalah wujud protes keras dari masyarakat politik yang tertekan selama puluhan tahun. Satu hal yang sangat membedakan pemilu 1999 dengan pemilu yang sebelumnya sejak 1971 adalah pemilu 1999 ini diikuti oleh banyak sekali peserta. Peserta
Universitas Sumatera Utara
pemilu 1999 adalah 48 partai politik ini sudah jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah partai yang ada dan terdaftar di Departemen Kehakiman dan HAM, yakni 141 partai. 3 Berikut disampaikan tabel daftar partai politik peserta pemilu 1999. Tabel 1 Partai Politik Peserta Pemilu 1999 No
Nama Partai Politik
No
Nama Partai Politik
1.
Partai Indonesia Baru
25.
Partai Nahdatul Ummat
2.
Partai Kristen Nasional Indonesia
26.
Partai Nasional Indonesia - Front Marhaenis
3.
Partai Nasional Indonesia - Supeni
27.
Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia
4.
Partai Aliansi Demokrat Indonesia
28.
Partai Republik
5.
Partai Kebangkitan Muslim Indonesia
29.
Partai Islam Demokrat
6.
Partai Ummat Islam
30.
Partai Nasional Indonesia - Massa Marhaen
7.
Partai Kebangkitan Ummat
31.
Partai Musyawarah Rakyat Banyak
8.
Partai Masyumi Baru
32.
Partai Demokrasi Indonesia
9.
Partai Persatuan Pembangunan
33.
Partai Golongan Karya
10.
Partai Syarikat Islam Indonesia
34.
Partai Persatuan
11.
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
35.
Partai Kebangkitan Bangsa
12.
Partai Abul Yatama
36.
Partai Uni Demokrasi Indonesia
13.
Partai Kebangsaan Merdeka
37.
Partai Buruh Nasional
14.
Partai Demokrasi Kasih Bangsa
38.
Partai Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong
15.
Partai Amanat Nasional
39.
Partai Daulat Rakyat
16.
Partai Rakyat Demokratik
40.
Partai Cinta Damai
17.
Partai Syarikat Islam Indonesia 1905
41.
Partai Keadilan dan Persatuan
3
www. kpu.go.id, Rabu, 25 Januari 2006.
Universitas Sumatera Utara
18.
Partai Katolik Demokrat
42.
Partai Solidaritas Pekerja Seluruh Indonesia
19.
Partai Pilihan Rakyat
43.
Partai Nasional Bangsa Indonesia
20.
Partai Rakyat Indonesia
44.
Partai Bhinneka Tunggal Ika Indonesia
21.
Partai Politik Islam Indonesia Masyumi
45.
Partai Solidaritas Uni Nasional Indonesia
22.
Partai Bulan Bintang
46.
Partai Nasional Demokrat
23.
Partai Solidaritas Pekerja
47.
Partai Ummat Muslimin Indonesia
24.
Partai Keadilan
48.
Partai Pekerja Indonesia
Sumber: Diolah dari Komisi Pemilihan Umum Sumatera Utara Dengan bergulirnya era reformasi sekaligus memberikan harapan pada perubahan pola hubungan wakil dengan yang diwakili yang lebih seimbang atau ideal yang selama ini telah terjadi pola yang kurang seimbang atau bahkan terjadi hegemoni partai politik terhadap anggota legislatif selama masa pemerintahan Orde Baru dengan mesin politiknya Golkar, sehingga anggota legislatif tidak menjalankan fungsinya sebagai pemegang mandat rakyat. Pada pemilu 1999 sistem pemilu yang dipakai adalah proporsional dengan stelsel daftar atau yang sering disebut dengan sistem proporsional daftar calon tertutup, dan penentuan calon terpilih berdasarkan perolehan suara terbesar/terbanyak pada setiap daerah pemilihan yaitu kabupaten/kota. Pemilu 1999 di Sumatera Utara menempatkan PDIP sebagai pemenang pertama dan partai Golkar sebagai pemenang kedua. ini terlihat dari perolehan kursi partai politik hasil pemilu 1999 di DPRD Sumatera Utara. Berikut disampaikan tabel perolehan kursi partai politik hasil pemilu 1999 di DPRD Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2 Perolehan Kursi Partai Politik hasil Pemilu 1999 di DPRD Sumatera Utara No
Nama Partai
Jumlah Kursi
1.
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
28
2.
Partai Golongan Karya
17
3.
Partai Persatuan Pembangunan
8
4.
Partai Amanat Nasional
7
5.
Partai Demokrasi Kasih Bangsa
2
6.
Partai Keadilan dan Persatuan
1
7.
Partai Bulan Bintang
1
8.
Partai Keadilan
1
9.
Partai Kebangkitan Bangsa
1
10.
Partai Buruh Nasional
1
11.
Partai Katolik Demokrat
1
12.
Partai Kristen Nasional
1
13.
Partai Cinta Damai
1
14.
Partai Nasional Indonesia - Front Marhaenis
1
15.
ABRI
9
JLH
80
Sumber: Diolah dari Komisi Pemilihan Umum Sumatera Utara
Namun, pemilu 1999 membawa kekecewaan yang besar kepada rakyat Karena tidak mampu memenuhi harapan rakyat, karena ternyata arah kebijakan DPRD Sumatera Utara hasil pemilu 1999, lebih berorientasi pada kekuasaan ketimbang rakyat. Hal itu dapat dilihat dari kebijakan yang dihasilkan oleh
Universitas Sumatera Utara
institusi tersebut. Secara umum dapat disimpulkan bahwa mayoritas produk kebijakan DPRD Sumatera Utara selama periode 1999-2004 kurang berorientasi pada kepentingan rakyat. Hal itu dapat dibuktikan dari 59 Perda yang dihasilkan selama lima tahun oleh DPRD. Berikut disampaikan tabel rekapitulasi Perda Sumatera Utara Tahun 2000-2004. Tabel 3 Rekapitulasi Peraturan Daerah Sumatera Utara Tahun 2000-2004 NO. 1
NOMOR PERDA 1 Tahun 2000
2
2 Tahun 2000
3
3 Tahun 2000
4
4 Tahun 2000
5
5 Tahun 2000
6
6 Tahun 2000
7
1 Tahun 2001
8
2 Tahun 2001
9
3 Tahun 2001
10
4 Tahun 2001
11
5 Tahun 2001
12
6 Tahun 2001
13
7 Tahun 2001
14
8 Tahun 2001
NAMA PERDA Perubahan Ketiga Peraturan Daerah Sumatera Utara No 1 Tahun 1985 Tentang Pembinaan Pemboran dan Pemakaian Air Bawah Tanah Wajib Latih Tenaga Kerja dan Iuran Wajib Latih Tenaga Kerja Bagi Perusahaan di Sumatera Utara Pengupayaan Pemberian Keja Kepada Pengangguran dan Setengah Pengangguran Penerimaan Sumbangan Pihak ke tiga Kepada Pemerintah Propinsi Sumatera Utara Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kantor Arsip Daerah Sumatera Utara Penetapan Perubahan APBD Sumatera Utara Tahun Anggaran 2000/2001 Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara Penetapan APBD Sumatera Utara Tahun Anggaran 2001/2002 Penetapan Sisa Perhitungan APBD Sumatera Utara Tahun Anggaran 2000/2001 Rencana Tata Ruang Wilayah Sumatera Utara Pemakaian Mess Milik Pemerintah Propinsi Sumatera Utara di Jalan Jambu No.29 Jakarta Rapenda Tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah dan Sekretariat DPRD Sumatera Utara Ranperda Tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pendidikan dan Latihan Sumatera Utara Ranperda Tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Kantor
KET
Universitas Sumatera Utara
15
9 Tahun 2001
16
10 Tahun 2001
17
11 Tahun 2001
18
1 Tahun 2002
19
2 Tahun 2002
20
3 Tahun 2002
21
4 Tahun 2002
22
5 Tahun 2002
23
6 Tahun 2002
24
7 Tahun 2002
25
8 Tahun 2002
26
9 Tahun 2002
27
10 Tahun 2002
28
11 Tahun 2002
29
12 Tahun 2002
30
13 Tahun 2002
31
14 Tahun 2002
32
15 Tahun 2002
33
16 Tahun 2002
Penghubung Pemerintah Propinsi Sumatera Utara Ranperda Tentang Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintah Propinsi Sumatera Utara dalam Bidang Perkebunan Kepada Pemerintah Kabupaten/Kota Pola Dasar Pembangunan Daerah Propinsi Sumatera Utara Penetapan Perubahan APBD Sumatera Utara Tahun Anggaran 2001/2002 Perubahan Kedua Perda No.13 Tahun 1991 Tentang Pajak Kendaraan Bermotor Penetapan APBD Sumatera Utara Tahun Anggaran 2002/2003 Kedudukan Protokoler Ketua, Wakil Ketua dan Anggota DPRD Sumatera Utara Penunjukan Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang Melakukan Pelanggaran Perda Sumatera Utara yang Memuat Ketentuan Pidana Penggunaan Bahasa Indonesia pada Papan Nama, Papan Petunjuk, Kain Rentang dan Reklame di Sumatera Utara Retribusi Prakualifikasi dan Retribusi Dokumen Pemborongan Izin Trayek Mobil Bus Umum dan Anggkutan Mobil Penumpang Umum untuk Jaringan Trayek antar Daerah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Usaha Pertambangan Bahan Galian Golongan C di Sumatera Utara Pelaksanaan Iuran Pelayanan Irigasi di Sumatera Utara Penetapan Sisa Perhitungan APBD Sumatera Utara Tahun Anggaran 2001/2002 Perubahan Kedua Perda No.4 Tahun 1990 tentang Tarif Pelayanan Rumah Sakit Pemerintah Propinsi Sumatera Utara Organisasi dan Tata Kerja Kantor Pembangunan Masyarakat Desa Sumatera Utara Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit Pemerintah Sumatera Utara Bagi Peserta PT (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia dan Anggota Keluarganya Pengendalian dan Penertiban Peredaran Minuman Keras di Sumatera Utara Retribusi Jasa Pemberian Pekerjaan di Sumatera Utara Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kantor Bina Sosial Politik Propinsi Sumatera
Universitas Sumatera Utara
34
17 Tahun 2002
35
18 Tahun 2002
36
1 Tahun 2003
37
2 Tahun 2003
38
3 Tahun 2003
39
4 Tahun 2003
40
5 Tahun 2003
41
6 Tahun 2003
42
7 Tahun 2003
43
8 Tahun 2003
44
9 Tahun 2003
45
10 Tahun 2003
46
11 Tahun 2003
47
1 Tahun 2004
48
2 Tahun 2004
Utara Pembubaran Perusahaan Daerah Sandang Propinsi Sumatera Utara Penetapan Perubahan APBD Propinsi Sumatera Utara Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintahan dari Pemerintah Propinsi Sumatera Utara dalam Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Pekerjaan Umum Bina Marga, Pekerjaan Umum Cipta Karya, Pertambangan Bahan Galian Golongan C, Sosial, Tenaga Kerja, Perumahan, dan Kehutanan Kepada Kabupaten Simalungun Penetapan APBD Sumatera Utara Tahun Anggaran 2003/2004 Penetapan Sisa Perhitungan APBD Tahun Anggaran 2002/2003 Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Kantor Pengolahan Data Elektronik Propinsi Sumatera Utara Garis Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Pengusaan, dan Bekas Sungai di Sumatera Utara Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintahan Propinsi Sumatera Utara di Bidang Perumahan kepada Pemerintak Kabupaten/Kota Perubahan Kedua Perda No.5 Tahun 1985 Tentang Pengaturan Pengusahaan Usaha Rekreasi dan Hiburan Umum di Sumatera Utara Perubahan Kedua Perda No.17 Tahun 1989 Tentang Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintah Propinsi Sumatera Utara dalam Bidang Kepariwisataan Kepada Pemerintah Daerah Medan, Karo, Simalungun, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, dan Nias Pemakaian Tanah Jalan Yang Dikuasai Pemerintah Propinsi Sumatera Utara Pemakaian Tanah-tanah Pengairan di Sumatera Utara Penetapan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2003/2004 Penetapan APBD Propinsi Sumatera Utara Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintahan dari Pemerintah Propinsi Sumatera Utara dalam Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Pekerjaan Umum Pengairan, Pekerjaan umum Bina Marga, Pekerjaan Umum Cipta Karya, Pertambangan Bahan Galian Golongan C, Sosial, Tenaga Kerja
Universitas Sumatera Utara
49
3 Tahun 2004
50
4 Tahun 2004
51
5 Tahun 2004
52
6 Tahun 2004
53
7 Tahun 2004
54
8 Tahun 2004
55
9 Tahun 2004
56
10 Tahun 2004
57
11 Tahun 2004
58
12 Tahun 2004
59
13 Tahun 2004
dan Kehutanan Kepada Kotamadya Medan, Kabupaten Asahan, Langkat, Deli Serdang, dan Labuhan Batu Insentif/Uang Perangsang Pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Perubahan Kedua Perda No.12 Tahun 1987 Tentang Pemanfaatan dan Penyaluran Benih Ikan dari Benih Ikan Milik Pemerintah Propinsi Sumatera Utara Perubahan Ketiga Perda No. 26 Tahun 1980 Tentang Pemeriksaan dan Pengujian Mutu hasil Perikanan di Sumatera Utara Perubahan Kedua Perda No.12 Tahun 1987 tentang Pemanfaatan dan Penyaluran Benih Ikan dari Balai Benih Ikan Milik Pemerintah Propinsi Sumatera Utara Kedudukan Keuangan Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota DPRD Sumatera Utara Pembuatan dan Penguasaan Tambak di Sumatera Utara Penetapan Nota Perhitungan APBD Tahun Anggaran 2003/2004 Perubahan Kedua Perda No.3 Tahun 1989 tentang Izin Penimbunan dan Penyimpanan Bahan Bakar Minyak Perubahan Ketiga Perda No.2 Tahun 1983 tentang Pemberian Izin dan Pemungutan Retribusi Pemakaian Alat Berat dan Kendaraan Milik atau di Bawah Penguasaan Pemerintah Propinsi Sumatera Utara Pemakaian Balai Pendidikan dan Latihan Dinas Lalu Lintas dan Angutan Jalan Raya Propinsi Sumatera Utara Pelestarian Tanaman Tembakau Deli pada Sebagian Areal HGU PTPN II di Propinsi Sumatera Utara
Sumber : Diolah dari Sekwan DPRD Sumatera Utara Pemilu 2004 adalah pemilu yang kesembilan yang telah dilaksanakan di republik ini, pemilu 2004 seperti halnya pada pemilu 1955, juga dilaksanakan dalam beberapa kali pemungutan suara, yaitu pada 5 April 2004 untuk memilih anggota legislatif nasional maupun lokal, 5 Juli 2004 untuk memilih secara langsung presiden dan wakil presiden pada putaran pertama, dan 20 September 2004 untuk pemilihan presiden dan wakil presiden pada putaran kedua. Pemilu
Universitas Sumatera Utara
legislatif 2004 tidak jauh berbeda dengan pemilu 1999, ini tampak pada banyaknya jumlah partai politik yang menjadi peserta pada pemilu tersebut, berikut disampaikan tabel daftar partai politik peserta pemilu legislatif 2004. Tabel 4 Partai Politik Peserta Pemilu Legislatif 2004 No
Nama Partai Politik
1.
PNI Marhaenisme
2.
Partai Buruh Sosial Demokrat
3.
Partai Bulan Bintang
4.
Partai Merdeka
5.
Partai Persatuan Pembangunan
6.
Partai Persatuan Demokrasi Kebangsaan
7.
Partai Perhimpunan Indonesia Baru
8.
Partai Nasional Banteng Kemerdekaan
9.
Partai Demokrat
10.
Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia
11.
Partai Penegak Demokrasi Indonesia
12.
Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia
13.
Partai Amanat Nasional
14.
Partai Karya Peduli Bangsa
15.
Partai Kebangkitan Bangsa
16.
Partai Keadilan Sejahtera
17.
Partai Bintang Reformasi
18.
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
19.
Partai Damai Sejahtera
20.
Partai Golongan Karya
21.
Partai Patriot Pancasila
Universitas Sumatera Utara
22.
Partai Sarikat Indonesia
23.
Partai Persatuan Daerah
24.
Partai Pelopor
Sumber: Diolah dari Komisi Pemilihan Umum Sumatera Utara Pada pemilu 2004, rakyat kembali diyakinkan bahwa dengan sistem proporsional daftar calon terbuka dalam pemilu legislatif (DPR dan DPRD), rakyat memiliki peluang untuk memilih orang yang dikenal dan dipercaya. 4 Demikian juga pemilihan presiden, pertama kali dalam sejarah Indonesia, rakyat diberi kepercayaan untuk menentukan Presiden yang mereka kehendaki secara langsung. Hal ini melahirkan harapan baru dan optimisme bahwa pemilu 2004 berbeda dengan pemilu sebelumnya. 5 Partai politik yang berhak menjadi peserta pada pemilu 2004 adalah yang memenuhi electoral threshold yaitu sekurangkurangnya 2 % kursi di DPR atau 3 % kursi di DPRD. Kemenangan PDIP pada pemilu 1999 di Sumatera Utara ternyata tidak dapat dipertahankan pada pemilu 2004. secara umum faktor yang diduga menyebabkan kekalahan PDIP, adalah kinerja anggota dewan dari PDIP yang sangat mengecewakan kurang berpihak pada wong cilik. Sehingga, pemilu kedua setelah reformasi ini justru mengembalikan lagi dominasi Golkar di Sumatera Utara baik di propinsi maupun di beberapa kabupaten/kota. Dalam konteks kemenangan Golkar di Sumatera Utara, kemungkinan ada beberapa faktor, yaitu: 1. Akibat kegagalan partai-partai yang mengklaim reformis untuk tampil lebih baik dalam memperjuangkan aspirasi dan kepentingan rakyat.
4 5
UU No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilu DPR, DPD, dan DPRD. UU No. 23 Tahun 2003 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
Universitas Sumatera Utara
2. kondisi ekonomi yang masih corat marut, membuat sebagian rakyat merindukan masa lalu yang dianggapnya lebih baik, sehingga kemudian mereka memberikan dukungannya kepada Golkar. 3. konsolidasi Golkar yang dilakukan secara intens dengan mendatangi masyarakat melalui koordinator-koordinator wilayahnya. Berikut disampaikan tabel hasil pemilu legislatif di Propinsi Sumatera Utara.
Tabel 5 Persentase Jumlah Suara dan Kursi Partai Politik Pada Pemilu Legislatif 2004 Sumatera Utara.
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Nama Partai Politik
Jumlah
Jumlah
%
%
Kursi
Suara
Kursi
Suara
Partai Golongan Karya
19
1.089.810
22,35
20,76
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
13
779.455
15,29
14,85
Partai Demokrat
10
379.860
11,76
7,23
Partai Keadilan Sejahtera
8
376.834
9,41
7,18
Partai Amanat Nasional
8
313.555
9,41
5,97
Partai Persatuan Pembangunan
8
377.476
9,41
7,19
Partai Damai Sejahtera
6
315.795
7,06
6,02
Partai Bintang Reformasi
5
221.492
5,88
4,22
Partai Bulan Bintang
3
138.306
3,53
2,64
Universitas Sumatera Utara
10
11
12
13
14
Partai Perhimpunan Indonesia Baru
1
146.846
1,18
2,80
Partai Nasional Banteng Kemerdekaan
1
116.232
1,18
2,21
Partai Patriot Pancasila
1
122.455
1,18
2,33
Partai Pelopor
1
94.732
1,18
1,80
Partai Buruh Sosial Demokrat
1
101.235
1,18
1,93
85
4.574.083
98,82
87,13
JLH
Sumber: Diolah dari Komisi Pemilihan Umum Sumut Secara ideal, anggota DPRD (legislatif) yang mewakili kelompok masyarakat dari suatu daerah pemilihan, tugas pokoknya adalah menyerap, menampung dan memperjuangkan aspirasi dan kepentingan konstituennya untuk menjadi suatu kebijakan (baik Perda maupun APBD) atau dalam bentuk lainnya. Anggota DPRD merupakan corong bagi konstituennya agar berbagai masalah serta kepentingan mereka terpenuhi. Aspirasi dan permasalahan konstituen secara maksimal direspon yang kemudian tercermin dalam pelaksanaan tiga fungsi para anggota dewan, yaitu membuat legislasi, melakukan kontrol terhadap pemerintah, dan menyusun anggaran (APBN bagi DPR) dan (APBD bagi DPRD). 6 Sebaliknya,melalui para wakilnya, konstituen dapat mempelajari dan memahami permasalahan-permasalahan yang dihadapi bangsa secara nasional baik yang terjadi di pusat maupun daerah. Di Indonesia, yang menjadi masalah hubungan wakil dengan yang diwakili adalah belum adanya pola yang jelas antara wakil dengan yang diwakili 6
Pasal 25 UU No. 22 Tahun 2003 tentang Susduk MPR, DPR, DPD, dan DPRD.
Universitas Sumatera Utara
diakibatkan tidak adanya aturan yang mengatur hubungan tersebut. Masalah hubungan wakil dengan yang diwakili dalam parlemen menjadi isu dan sekaligus menjadi persoalan yang baik untuk dikaji dalam kehidupan politik Indonesia khususnya di Sumatera Utara. Permasalahan hubungan wakil dengan yang diwakili dalam kehidupan politik Indonesia merupakan isu keadilan politik yang perlu perhatian oleh pemerintah, legislatif, dan partai politik maupun masyarakat. Rendahnya hubungan wakil dengan yang diwakili dalam parlemen merupakan penghambat terjadinya demokrasi perwakilan secara substansial. Karena keadaan seperti itu maka kebijakan-kebijakan yang dihasilkan menjadi kurang berpihak kepada kepentingan rakyat pemilih atau konstituen. Dalam konteks yang demikian, pemilu 2004 yang memilih langsung orang-orang yang akan duduk di legislatif akan menjadi penting maknanya khususnya tentang hubungan wakil dengan yang diwakili dalam proses demokratisasi di Indonesia khususnya di Sumatera Utara. Sehingga penulis merasa tertarik untuk meneliti masalah bagaimana kondisi hubungan wakil dengan yang diwakili di DPRD Sumatera Utara dengan mengangkat judul “Hubungan Wakil dengan Yang Diwakili (Studi Perbandingan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009 dengan Periode 1999-2004)”.
2. Perumusan Masalah Bertitik tolak pada latar belakang masalah yang menjelaskan mengenai kondisi hubungan wakil dengan yang diwakili di Indonesia khususnya di DPRD Sumatera Utara, maka penelitian ini menekankan pada permasalahan hubungan
Universitas Sumatera Utara
wakil dengan yang diwakili dengan perumusan masalah yaitu: “Bagaimanakah hubungan wakil dengan yang diwakili di DPRD Sumatera Utara dan Faktor apa sajakah yang mempengaruhi hubungan wakil dengan yang diwakili di DPRD Sumatera Utara”?
3. Pembatasan Masalah Suatu penelitian membutuhkan pembatasan masalah dengan tujuan untuk dapat menghasilkan uraian yang sistematis dan tidak melebar. Maka batasan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Penelitian ini hanya dilakukan di DPRD Sumatera Utara dan hanya melibatkan anggota DPRD Sumatera Utara yang pernah terpilih pada periode 1999-2004 dan periode 2004-2009. 2. Permasalahan yang dibahas yaitu kondisi hubungan wakil dengan yang diwakili di DPRD Sumatera Utara perode 2004-2009 dengan membandingkannya pada periode 1999-2004.
4. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan penelitian: 1. Untuk mengetahui kondisi hubungan wakil dengan yang diwakili di DPRD Sumatera Utara periode 2004-2009 dan membandingkannya pada periode 1999-2004. 2. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi hubungan wakil dengan yang diwakili di DPRD Sumatera Utara. Manfaat Penelitian:
Universitas Sumatera Utara
1. Bagi penulis, sebagai hasil penelitian di bidang ilmu politik, khususnya mengenai hubungan wakil dengan yang diwakili dan sebagai tugas akhir pra wisuda. 2. Bagi FISIP USU sebagai referensi bagi mahasiswa Departemen Ilmu Politik khususnya yang tertarik dengan studi partai politik, pemilu dan perwakilan politik. 2. Bagi DPRD Sumatera Utara sebagai bahan masukan dan memberikan informasi yang digunakan sebagai pertimbangan dalam menyuarakan aspirasi dan kepentingan masyarakat pemilih di Sumatera Utara.
5. Kerangka Teori 5.1. Sistem Pemilihan Umum 5.1.1. Pengertian Pemilu Memilih sebagian rakyat untuk menjadi pemerintah adalah suatu proses dan kegiatan yang seyogyanya merupakan hak semua rakyat yang kelak diperintah oleh orang-orang yang terpilih itu. Proses dan kegiatan memilih itu disederhanakan penyebutannya menjadi pemilihan. Dalam hal pemilihan itu semua rakyat harus ikut tanpa dibedabedakan, maka dipakailah sebutan pemilihan umum disingkat pemilu. 7 Pemilihan umum adalah pranata terpenting dalam tiap Negara demokrasi, pranata ini berfungsi untuk memenuhi tiga prinsip pokok demokrasi, yaitu kedaulatan rakyat, keabsahan pemerintahan, dan pergantian pemerintahan secara teratur. 8
7
Donald Parulian, Menggugat Pemilu, PT. Penebar Swadaya, Jakarta, 1997, hal. 4. Tim Peneliti Sistem Pemilu, Sistem Pemilu di Indonesia, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1998, hal. 2.
8
Universitas Sumatera Utara
Ketiga prinsip ini bertujuan untuk menjamin terjaganya dan terlaksananya citacita kemerdekaan, mencegah bercokolnya kepentingan tertentu di dalam tubuh pemerintah atau digantikannya kedaulatan rakyat menjadi kedaulatan penguasa. Jika sebagian besar atau seluruh kelompok sosial-politik yang ada dalam masyarakat terwakili dalam lembaga legislatif di pusat dan daerah, terpenuhilah prinsip kedaulatan rakyat itu. Selanjutnya, jika mekanisme pemilihan wakil rakyat pada lembaga legislatif berjalan sebagaimana mestinya, terpenuhi pulalah sebagian besar prinsip keabsahan pemerintah. Jika keabsahan pemerintah mensyaratkan diselenggarakannya pemilu sebagaimana mestinya. Mensyaratkan adanya pergantian pemerintah secara teratur. Pemilu mengkondisikan terselenggaranya mekanisme pemerintahan secara tertib, teratur, berkesinambungan dan berjalan damai yang kesemuannya itu akan mengembangkan terbinanya masyarakat yang dapat menghormati pendapat orang lain. 9 Pemilu berhubungan erat dengan demokrasi karena sebenarnya pemilu merupakan salah satu cara pelaksanaan demokrasi. Seperti diketahui bahwa pada zaman modern ini dapat dikatakan tidak ada satu Negara pun yang dapat melaksanakan demokrasinya secara langsung dalam arti dilakukan oleh seluruh rakyatnya. Karena terlalu luasnya wilayah dan begitu besarnya jumlah penduduk, demokrasi yang dipergunakan oleh Negara-negara modern adalah demokrasi tak langsung atau demokrasi perwakilan.
9
Ipong S. Azhar, Loc.Cit.
Universitas Sumatera Utara
Di dalam demokrasi perwakilan ini hak-hak rakyat untuk menentukan haluan Negara dilakukan oleh sebagian kecil dari seluruh rakyat yang menempati lembaga legislatif yang disebut parlemen, yang dipilih melalui proses pemilu. 10 5.1.2. Pengertian Sistem Pemilu Bicara soal pemilu mestilah menyinggung sistem pemilu, sistem pemilu adalah seperangkat metode yang mengatur warga negara memilih para wakilnya. Dalam suatu lembaga perwakilan rakyat, seperti lembaga legislatif atau DPR/DPRD, sistem pemilihan ini bisa berupa seperangkat metode untuk menstransfer suara pemilih ke dalam suatu kursi di lembaga legislatif atau parlemen. Sistem pemilu pula yang membantu kita untuk dapat membayangkan bagaimana kinerja dari anggota legislatif yang dihasilkannya di lembaga legislatif.
5.1.3. Jenis-jenis Sistem Pemilu IDEA (International Democratic Electoral Assistance) membagi menjadi tiga keluarga besar sistem pemilihan, yaitu plurality-majority, semi proportional, dan proportional. Dari ketiganya terdapat sembilan turunan, yaitu First Past The Post (FPTP), Block Vote (BV), Alternative Vote (AV), Two-Round System (TRS) yang masuk ke dalam keluarga plurality-majority: Parallel System, dan Single Non-Transferable Vote (SNTV), yang masuk ke dalam keluarga sistem semi proporsional: List Proportional, Mixed Member Proportional (MMP), dan Single Transferable Vote (STV) yang masuk ke dalam keluarga sistem proporsional.
11
Berikut disampaikan skema keluarga sistem pemilu.
10
Moh. Mahfud MD, Hukum dan Pilar-pilar Demokrasi, Gama Media, Yogyakarta, 1999, hal. 220. 11 Sugeng Sarjadi dan Sukardi Rinakit, Membaca Indonesia, SSS, Jakarta, 2005. hal. 146-151.
Universitas Sumatera Utara
Skema 1 Keluarga Sistem Pemilihan Umum
Plurality-Majority
FPTP
Proportional Representation (PR)
Semi PR
PS
AV
SNTV
List PR
BV TRS MMP
STV
Keterangan: FPTP First Past The Post; BV Block Vote; AV Alternative Vote; TRS Two-Round System; PS Parallel System ; SNTV Single Non-Transferable Vote; List PR List Proportional Representation; MMP Mixed Member Proportional; STV Single Transferable Vote
Sumber: Sugeng Sarjadi dan Sukardi Rinakit, Membaca Indonesia, Jakarta SSS, 2005. A. Sistem Plurality-Majority Dalam sistem pluralitiy-majority, untuk dapat terpilih dalam suatu daerah pemilihan (distrik), sesorang kandidat atau beberapa orang kandidat harus memenangkan jumlah tertinggi (terbanyak) dari suara yang ada (yang sah) atau dalam beberapa varian, mayoritas dari suara sah dalam wilayah pemilihan (distrik). Varian sistem plurality-majority meliputi: a. First Past The Post (FPTP) b. Block Vote atau Party Block Vote c. Alternative Vote (AV) d. Two Round System.
Universitas Sumatera Utara
Sistem plurality-majority merupakan penyebutan lain atas majoritarian formula. Formula majoritarian di Indonesia dikenal dengan sistem distrik. Formula majoritarian pada dasarnya terdiri dari dua bentuk. Pertama, formula pluralitas yaitu formula paling sederhana dari dari formula majoritarian. Beberapa formula yang biasa dipakai untuk menujukan formula pluralitas adalah the first Past the Post (relative majority atau simple plurality). Formula pluralitas ini biasa dipakai dalam pemilihan wakil tunggal (seperti pemilihan presiden, gubernur, walikota, dsb) atau pemilihan badan perwakilan rakyat. Pemenang pemilihan adalah seorang kandidat yang mendapatkan suara paling banyak tanpa memperhatikan hasil mayoritas. Jika formula the first past the post digunakan dalam single-member district system, maka formula Block Vote digunakan untuk multi-member district. Pemilih memiliki
suara
sebanyak
mempergunakan/memanfaatkan
kursi hak
yang suara,
akan apakah
diisi
dan
sejumlah
kursi
bebas yang
diperebutkan ataupun tidak. Pemilih biasanya bebas memilih kandidat tanpa menghiraukan afiliasi partai politik kandidat tersebut. Kandidat-kandidat yang memiliki suara paling banyak akan secara otomatis berhak mengisi kursi tersebut tanpa memperhatikan persentase suara yang mereka dapat. Masalahnya adalah pemenang
tidak
berarti
pemilik
suara
mayoritas,
padahal
demokrasi
mengutamakan suara mayoritas. Kedua, formula mayoritas. Dalam formula mayoritas kandidat dinyatakan menang jika berhasil mengumpulkan suara pemilih mayoritas atau 50% + 1. Siapapun kandidat yang telah berhasil mengumpulkan suara 50% + 1 maka dialah pemenangnya. Prinsip demikian merupakan refleksi ideal dari demokrasi. Namun,
Universitas Sumatera Utara
persoalannya adalah jika dalam sebuah pemilihan tidak ada satupun kandidat yang berhasil mengumpulkan suara mayoritas akibat besarnya jumlah kandidat/partai politik, distribusi suara merata kesemua kandidat, dan tidak tercapainya koalisi antarkandidat/partai politik. Untuk keluar dari persoalan yang muncul pada formula pluralitas dan majoritas ada solusi yang ditawarkan yaitu model Two Round System. Yang mengajukan dua cara, yaitu pertama, formula campuran pluralitas dan mayoritas. Formula campuran mensyaratkan adanya suatu mayoritas suara untuk pemilihan atau pemberian suara pertama. Namun, jika tidak ada kandidat yang berhasil mengumpulkan suara mayoritas, maka digelar pemilihan suara kedua. Pada pemberian suara kedua ini diterapkan prinsip formula pluralitas, Artinya, penentuan pemenang pada pemberian suara kedua didasarkan pada kandidat yang berhasil memperoleh suara terbanyak (tidak harus 50% + 1). Kedua, formula majoritas pada pemilihan kedua. Sementara formula runoff adalah pemilihan yang diikuti oleh hanya dua kandidat yang memperoleh suara terbesar pada putaran pertama. Artinya, jika pada putaran pertama tidak ada seorangpun yang mendapatkan suara mayoritas maka digelar pemilihan putaran kedua dengan hanya mengikuti dua kandidat yang pada putaran pertama memperoleh suara terbanyak. Formula ini akan menjamin terpilihnya pemenang bersuara mayoritas. Di samping kedua formula tersebut, cara lain yang dapat digunakan untuk mengatasi persoalan yang muncul akibat tidak terpenuhinya suara mayoritas dalam pemilihan putaran pertama adalah dengan formula alternatif (Alternative Vote). Prosedur pemilihan ini agak rumit, terutama pada saat penentuan siapa
Universitas Sumatera Utara
yang berhak sebagai pemenang pemilihan. Singkatnya, jika pada putaran pertama tidak ada seorangpun kandidat yang berhasil mengumpulkan suara mayoritas, jalan keluar yang ditawarkan melakukan pemilihan putaran kedua dengan menggunakan prinsip preferential ballot. Pada pemilihan putaran kedua ini, para pemilih diminta meranking kandidat sesuai dengan preferensinya. Misalnya, peringkat pertama diberikan kepada kandidat A, kemudian berikutnya secara berurutan kepada B, C, D, dst. Prinsip formula ini adalah mentransfer suara minoritas kemudian diberikan kepada kandidat suara yang memperoleh suara yang lebih kuat sampai tercapai satu pemenang. Dari ketiga solusi di atas, sebenarnya masih ada cara lain yang dapat dilakukan untuk mengatasi persoalan tidak terpilihnya kandidat yang didukung suara mayoritas tanpa dua kali pemilihan. Caranya, jika dalam suatu distrik misalnya ada lima kandidat, maka pemilih diberi kesempatan untuk memilih kandidat lebih dari satu (sebanyak kandidat yang ada) sesuai dengan preferensinya. Dengan begitu pemilih bisa merangking calonnya. Misalnya, kandidat A diberik peringkat 1, kandidat B diberi peringkat 3, kandidat C diberi peringkat 2, dst. Jika ada kandidat yang memperoleh suara mayoritas (50% + 1) maka otomatis kandidat tersebut memenangkan kursi. Namun, jika tidak ada yang memperoleh suara mayoritas, maka kandidat yang memperoleh suara terkecil disingkirkan, kemudian pilihan keduanya didistribusikan kepada para kandidat lainnya, sampai diperoleh mayoritas. Berikut disampaikan tabel kelebihan dan kelemahan sistem Plurality-Majority.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 6 Kelebihan dan Kelemahan Plurality-Majority Kelebihan Dapat membatasi jumlah partai biasanya
Kelemahan Kurang cocok dalam untuk masyarakat
dua partai sehingga para pemilih punya
heterogen, karena dalam diri sistem ini
pilihan yang jelas. Dapat membatasi
akan meniadakan partai kecil yang
munculnya partai-partai ekstrim.
menjadi saluran masyarakat majemuk dalam suatu konstituen.
Hubungan antara pemilih dengan wakilnya dekat.
Proses pemenangan dengan perolehan semua mengakibatkan sebagian suara yang ada akan terbuang.
Memiliki kecenderungan pemerintah yang kuat dan stabil yang bersal dari satu partai.
Calon terpilih terlalu mengingatkan diri dengan daerah pemilihannya, sehingga cenderung mengabaikan persoalan lain yang besar.
Ada dorongan munculnya partai oposisi
Pemilih sering tidak terwakili dan partai
untuk membuat pemerintah
kecil yang tidak terikutsertakan dalam
bertnggungjawab.
perwakilan yang adil atau tidak memberikan insentif untuk kandidatkandidat minoritas.
Jumlah penduduk dalam distrik pemilihan bisanya tidak terlalu besar sehingga
Tidak sensitif atau terlalu sensistif terhadap isu atau opini public.
hubungan antara pemilih dan wakilnya dapat mengenal lebih baik.
Universitas Sumatera Utara
Sistem ini mendorong terwujudnya sistem
Dapat menciptakan dominasi partai lokal
kepartaian yang lebih stabil karena partai-
dan mendorong adanya partai-partai yang
partai kecil kalah biasanya bergabung
berhaluan etnis.
dengan partai lain yang menang. Merupakan sistem pemilihan yang sederhana dan mudah dimengerti serta digunakan para pemilih, mudah pelaksanaannya Sumber: Sugeng Sarjadi dan Sukardi Rinakit, Membaca Indonesia, Jakarta SSS, 2005. B. Sistem Perwakilan Proporsional Sistem Representasi Proporsional atau populer disebut proporsional atau perwakilan berimbang adalah metode transfer suara pemilih ke kursi di parlemen sesuai dengan proporsi perolehan suara pemilih. Dibanding dengan sistem distrik, sistem proporsional lebih banyak digunakan oleh negara-negara di dunia. Pertimbangan utama negara-negara yang mempergunakan sistem ini biasanya berangkat
dari
keberatan
terhadap
sistem
distrik
yang
tingkat
disproporsionalitasnya sangat tinggi. Cara kerja sistem PR adalah pertama, menentukan alokasi jumlah kursi pada satu distrik atau daerah pemilihan. Dalam sistem PR, daerah pemilihan ini lazimnya menggunakan dasar wilayah administrasi. Di Indonesia pada pemilihan parlemen nasional, daerah pemilihan didasarkan pada wilayah propinsi. Misalnya berapa jumlah kursi yang disediakan untuk daerah pemilihan Jawa Timur, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, dst. Jumlah kursi di masing-masing
Universitas Sumatera Utara
daerah biasanya tidak sama karena didasarkan pada jumlah penduduk di wilayah masing-masing. Kedua, menentukan besarnya kuota untuk menentukan berapa suara yang dibutuhkan partai politik agar mendapatkan satu kursi di parlemen. Besarnya kuota pada suatu daerah pemilihan tergantung pada besarnya jumlah penduduk yang menggunakan hak suaranya dan jumlah kursi yang diperebutkan oleh partai-partai politik. Umumnya penentuan kuota didasarkan pada rumus:
q=
v m
dimana: q = kuota v = jumlah penduduk yang menggunakan suaranya m = jumlah kursi yang tersedia
Aspek penting dari sistem ini adalah adanya hak politik yang disebut universal suffrage. Universal suffrage diartikan bahwa setiap warga negara yang telah memenuhi syarat menurut UU, memiliki hak yang sama tanpa dibedakan suku, agama, ras, golongan dan latar belakang sosial lainnya, kecuali bagi mereka yang cabut hak-hak politiknya. Di samping itu juga bisa membangkitkan partisipasi politik warganya. Varian dari sistem proporsional representatif ini meliputi: a. List Proportional Representation (List PR); b. Mixed Member Proportional (MMP); dan c. Single Transferable Vote (STV). Sistem List Proportional Representative (List PR) pada dasarnya ada dua bentuk, yaitu sistem daftar tertutup (closed list system) dan sistem daftar terbuka (open list system). Dalam sistem daftar tertutup, para pemilih harus memilih partai
Universitas Sumatera Utara
politik peserta pemilu, dan tidak bisa memilih calon legislatif. Dalam sistem ini, para calon legislatif biasanya telah ditentukan dan diurutkan secara sepihak oleh partai politik yang mencalonkannya. Sementara pada sistem daftar terbuka (open list system), para pemilih bukan hanya dapat memilih partai politik yang diminati, namun juga berkesempatan menentukan sendiri calon legislatif yang disukainya. Dengan demikian, pemilih di samping memilih tanda gambar partai juga memilih gambar kandidat legislatif. Oleh sebab itu, partai politik tidak dapat menentukan secara sepihak calon-calon dan daftar urutan calon, karena hal itu sangat bergantung pada pemilih. Bagaimana mekanisme menstransfer suara pemilih ke dalam kursi di parlemen? Dalam sistem List PR, transfer bisa dilakukan melalui dua cara, yaitu: a) berdasarkan rata-rata tertinggi atau biasa disebut dengan pembagi (devisor) dan b) suara sisa terbesar (largest remainder) atau lazim disebut dengan kuota12
12
Asfar dkk, Materi Workshop Model-Model Sistem Pemilihan di Indonesia, Pusat Studi Demokrasi dan HAM, Surabaya, 2002
Universitas Sumatera Utara
Metode-Metode Penghitungan List PR Devisor Metode devisor ada dua jenis yaitu: formula d’Hondt dan formula Sainte-Laque. Prosedur utama kedua formula tersebut adalah bahwa kursi-kursi yang tersedia pertama-tama akan diberikan kepada partai politik yang mempunyai jumlah suara rata-rata tertinggi, kemudian rata-rata tersebut akan terus menurun berdasarkan bilangan pembagi. Prosedur ini terus berlaku sampai semua kursi terbagi habis. Rata-rata yang dimaksud berbeda dengan istilah dalam statistik (mean), melainkan seperangkat bilangan pembagi. d’Hondt, bilangan pembaginya merupakan urutan bilangan utuh 1, 2, 3, 4, 5, dst. Penggunaan formula d’Hondt lebih menguntungkan partai besar. Sainte-Laque, bilangan pembaginya dimulai dengan pecahan 1,4 dan diikuti secara berurut bilangan ganjil 1.4, 3, 5, 7, 9, dst. Penggunaan formula Sainte-Laque lebih menguntungkan partai kecil. Kuota Metode kuota yang sering digunakan yaitu: kuota Hare dan kuota Droop. Langkah-langkahnya adalah menentukan kuota suara. Setelah itu menentukan besarnya kursi yang diperoleh masing-masing partai berdasarkan jumlah suara yang diperoleh. Sementara sisa suara yang belum terbagi akan diberikan kepada parpol yang mempunyai jumlah sisa suara terbesar. Kuota Hare (HQ) dihitung berdasarkan jumlah total suara yang sah (v) dibagi dengan jumlah kursi yang disediakan dalam suatu distrik (s). Penggunaan kuota Hare lebih menguntungkan partai-partai kecil
HQ =
v s
Kuota Droop (DQ) dihitung dari jumlah total suara (v) dibagi dengan jumlah kursi yang disediakan dalam suatu distrik (s) ditambah 1. Penggunaan kuota Droop lebih menguntungkan partai-partai besar.
DQ =
v s +1
Sumber: Asfar dkk, Materi Workshop Model-Model Sistem Pemilihan di Indonesia, Pusat Studi Demokrasi dan HAM, Surabaya, 2002 Dibandingkan formula list PR, perhitungan proporsionalitas Single Transferable Vote (STV) sedikit lebih rumit. Hal ini disebabkan para pemilih memberikan suaranya berdasarkan preferensinya berdasarkan daftar partai. Dengan begitu, para pemilih dalam sistem STV memilih para kandidat yang disukainya bahkan kemudian merankingnya. Oleh karena itu, transfer suara pemilih ke kursi di parlemen juga harus memperhitungkan peringkat suara yang diberikan oleh para pemilih. Prosedur dan penghitungan berdasarkan peringkat kandidat inilah yang tidak dijumpai pada sistem prosedur dan perhitungan list PR. Prosedur pertama yang harus dilakukan dalam menghitung STV setelah daftar preferensi pilihan pemilih tersusun adalah menentukan besarnya kuota. Pada prinsipnya, penentuan kuota STV hampir selalu menggunakan formula kuota
Universitas Sumatera Utara
Droop, yaitu DQ = v/(s + 1). Bedanya, pada kuota Droop hasil pembangian dibulatkan, sedangkan dalam STV hasil pembangian ditambah 1, jadi rumusnya: v DQ = +1 (s + 1) Prosedur selanjutnya adalah menentukan jatah kursi untuk masing-masing kandidat berdasarkan preferensi pilihan kandidat. Caranya, kandidat yang mempunyai atau berhasil mengumpulkan preferensi pilihan pertama sebanyak (atau lebih) dari jumlah kuota pada perhitungan pertama dapat otomatis terpilih dan berhak mewakili distriknya duduk di parlemen. Pada perhitungan kedua, sisa kelebihan suara kandidat yang telah terpilih dibagi rata ke kandidat urutan 2 dan 3, dengan catatan suara hasil pembagian ini diberikan hanya kepada suara yang kandidat yang sekelompok preferensi. Jika pada perhitungan ketiga tidak ada kelebihan suara yang dapat didistribusikan kepada kandidat-kandidat yang suaranya tidak mencapai kuota, maka penyelesaiaanya adalah dengan mengeliminasi atau mengeluarkan partai yang suaranya terkecil untuk ditransfer ke partai yang suaranya lebih besar. Namun pembagian suara ini diberikan juga kepada kandidat sekelompok preferensi. Mixed
Member
Proprotional
(MMP)
merupakan
formula
yang
memberikan kompensasi kursi dari suara yang hilang akibat penerapan sistem distrik. Misalnya, jika sebuah partai memperoleh suara 10 % secara nasional, namun ia tidak memperoleh kursi dalam suatu distrik, maka partai tersebut akan memperoleh kompensasi kira-kira sampai 10 % kursi di parlemen. Dari tujuh negara yang menerapkan sistem ini, kecuali Hungaria yang menggunakan TwoRound System, kursi dalam suatu distrik dipilih berdasarkan sistem FPTP. Di
Universitas Sumatera Utara
Italia misalnya, seperempat dari kursi parlemen disediakan untuk suara yang hilang akibat penerapan sistem distrik. Sementara itu, di Venezuela, terdapat 102 kursi (50%) yang dipilih berdasarkan sistem distrik, 87 kursi dipilih berdasarkan sistem proporsional, dan sisanya 15 kursi proportional yang disediakan sebagai kompensasi. Berikut disampaikan tabel kelemahan dan kelebihan sistem proporsional.
Tabel 7 Kelemahan dan Kelebihan Sistem Proporsional Kelebihan
Kelemahan
Sistem ini lebih cocok diterapkan
Hubungan antara wakil rakyat dengan
dalam masyarakat majemuk dan
pemilih kurang akrab, khususnya
merupakan sistem yang inklusif,
dalam daftar tertutup, para pemilih
memungkin badan legislatif terdiri
tidak mempunyai pengaruh dalam
dari wakil rakyat yang bersal dari
menentukan wakilnya sehingga
berbagai macam kekutan politik
akuntabilitas para wakil terhadap para
dalam suatu negara.
pemilihnya kurang..
Suara dari partai-partai kecil dapat Kandidat lebih memiliki hubungan digabung sehingga partai kecil
kuat dengan partai daripada pemilih.
punya peluang untuk memiliki
Sehingga mendorong munculnya
wakilnya di lembaga legislatif.
nepotisme dalam partai.
Sistem ini dianggap lebih representatif, karena dimugkinkan
Sistem ini akan mendorong munculnya multipartai.
Universitas Sumatera Utara
partai-partai kecil memiliki wakil di lembaga perwakilan.
Sistem ini cenderung menghalangi Sistem ini mendorong timbulnya adanya dominasi regional partai
konflik/perpecahan dalam diri partai
besar.
politik
Beberapa bukti di negara Eropa,
Mendorong bertahannya partai-partai
sistem ini ternyata juga
ekstrim dan tidak mengakomodasi
menghasilkan pemerintahan yang
kandidat yang independen.
efektif. Menciptakan sharing kekuatan
Pemerintah yang terpilih kurang
dan kerjasama konkrit antara
bertanggungjwab dengan karena lebih
partai dan pemerintah dan cukup
sulit untuk menjatuhkan sebuah partai
akurat dalam menterjemahkan
dari kekuasaan. Bahkan partai yang
proporsi suara yang dimenangkan
tidak populer dapat bertahan dalam
menjadi presentase wakil yang
koalisi pemerintah setelah pemilu.
dipilih. Sumber: Sugeng Sarjadi dan Sukardi Rinakit, Membaca Indonesia, Jakarta SSS, 2005. C. Sistem Semi Proporsional Sistem
Semi
Proporsional
merupakan
formula
yang
mencoba
menjembatani antara sistem plurality-majority dengan proportional representative dengan cara mengkombinasikan kelebihan sistem PR dengan sistem pluralitymajority. Beberapa kalangan menyebut sistem ini sebagai semi plurality. Sistem
Universitas Sumatera Utara
ini pada dasarnya memberikan representasi bagi kelompok-kelompok minoritas dengan prinsip utamanya adalah adanya suara kumulatif, pembatasan suara, dan single nontransferable vote. Suara kumulatif pada dasarnya mirip dengan prinsip pluaralitas di dalam suatu distrik dengan banyak kursi atau wakil (multimember constituency), dimana masing-masing pemilih mempunyai suara sebanyak kursi yang tersedia kecuali para para pemilih itu dilarang untuk mengakumulasikan suara mereka. Pembatasan suara pada dasarnya sama dengan multimember plurality, yakni para pemilih diberi suara lebih kecil dari jumlah kursi yang tersedia di distrik tersebut. Penggunaan sistem campuran ini terutama tampak pada negara-negara yang oleh Huntington digolongkan dalam negara gelombang demokrasi ketiga. Sistem ini umumnya meliputi: a. Paralel b. Single Non Transferable Votes (SNTV) Sistem Paralel adalah sistem pemilihan campuran antara sistem daftar proporsional (List PR) dengan sistem distrik. Sebagian kursi parlemen dipilih berdasrkan sistem proporsional, dan sisanya dipilih berdasarkan sistem distrik. Caranya, pemilih mempunyai dua kertas suara, satu untuk memilih kandidat berdasarkan sistem distrik, dan satu kertas suara lagi untuk memilih partai berdasarkan sistem list PR. Single NonTransferable Vote (SNTV) adalah bentuk khusus pembatasan suara dimana masing-masing pemilih hanya mempunyai satu suara dalam suatu distrik yang umumnya tersedia tiga sampai lima wakil. Keuntungan sistem ini adalah partai-partai kecil lebih mungkin atau mudah untuk terpilih. Berdasarkan
Universitas Sumatera Utara
pengalaman Jepang yang menggunakan sistem ini dari 1947-1993, salah satu kelemahan dari sistem ini adalah adanya tingkat proposionalitas yang tidak sama antara distrik pedesaan dengan distrik perkotaan atau biasa disebut unusual eletoral
system.
Di distrik
pedesaan
umumnya
sangat
tinggi tingkat
proporsionalitasnya (overrepresented), sebaliknya di distrik perkotaan umumnya rendah tingkat proporsionalitasnya (underrepresented).
5.2. Perwakilan Politik Dalam tulisannya mengenai teori perwakilan politik, Alfred De Grazia mengemukakan bahwa perwakilan diartikan sebagai hubungan diantara dua pihak, yaitu wakil dengan yang diwakili dimana wakil memegang kewenangan untuk melakukan berbagai tindakan yang berkenaan dengan kesepakatan yang dibuatnya dengan yang diwakili. 13 Perwakilan dalam pengertian bahwa seseorang ataupun sekelompok orang berwenang menyatakan sikap atau melakukan suatu tindakan baik yang diperuntukkan bagi, maupun yang mengatasnamakan pihak lain. 14 Perwakilan politik diartikan sebagai terwakilnya kepentingan anggota masyarakat oleh wakil-wakil mereka di dalam lembaga legislatif. Dalam sistem perwakilan politik, seorang warga Negara mewakilkan dirinya sebagai yang berdaulat kepada seseorang calon wakil rakyat atau partai politik yang dipercayai melalui pemilihan umum. Suatu keputusan dalam demokrasi ialah bagaimana menyelenggarakan pemilihan. Kajian akademis
13 14
Arbi Sanit, Perwakilan Politik Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, 1985, hal. 1. Arbi Sanit, Ibid., hal. 23.
Universitas Sumatera Utara
mengenai demokrasi mengenal dua kategorisasi pemaknaan besar, yaitu konsepsi minimalis dan maksimalis. 15 Demokrasi minimalis atau dalam wacana Indonesia lebih dikenal dengan demokrasi prosedural dikenakan kepada sistem-sistem politik yang melaksanakan perubahan kepemimpinan secara regular melalui suatu mekanisme pemilihan yang berlangsung bebas, terbuka, dan melibatkan masa pemilih yang universal. Bagi konsepsi maksimalis pelaksanaan pemilihan umum saja tidaklah cukup bagi suatu sistem politik untuk mendapatkan gelar demokrasi, karena konsepsi ini yang di Indonesia lebih dikenal dengan demokrasi substantif mensyaratkan penghormatan terhadap hak-hak sipil yang lebih luas dan penghargaan terhadap kaidah-kaidah pluralisme yang mendasar. Secara konsepsional, perwakilan politik berawal dari pemilihan umum. Artinya, pemilihan umum yang diadakan merupakan proses seleksi pemimpin akan menumbuhkan rasa keterwakilan politik dikalangan masyarakat luas. Dan untuk menyalurkan aspirasi dan kepentingan warga Negara maka dibentuk badan perwakilan rakyat yang berfungsi; membuat undang-undang, menyusun anggaran penerimaan dan belanja Negara, mengawasi pelaksanaan undang-undang dan penerimaan serta penggunaan anggaran Negara. Partai politik juga turut ambil bagian di dalam proses perwakilan, dalam merekrut, mencalonkan dan berkampanye untuk memilih pejabat pemerintah, menyusun program kebijakan untuk pemerintah jika mereka menjadi mayoritas; menawarkan kritik dan kebijakan alternatif jika mereka menjadi oposisi; menggalang dukungan
15
Muladi, dkk. (edt.) “Pemilu dan Demokrasi”, dalam Jurnal Demokrasi dan Ham, Pemilu 2004: Semakin Terkonsolidasikah Demokrasi Kita, Vol. 4, No. 1, THC, Surabaya, 2004, hal. Editor.
Universitas Sumatera Utara
bagi kebijakan umum diantara berbagai kelompok kepentingan; menyediakan struktur dan aturan debat politik masyarakat. Pemilihan umum merupakan suatu kegiatan yang tak terpisahkan dari lembaga perwakilan dan partai politik. Pemilu sebagai salah satu cara pelaksanaan demokrasi, sebagaimana pada zaman modern ini dapat dikatakan bahwa tidak ada satu Negara pun yang melaksanakan demokrasinya secara langsung. Hal ini disebabkan karena terlalu luasnya wilayah dan begitu besarnya jumlah penduduk. Oleh karena itu, adapun demokrasi yang digunakan adalah demokrasi perwakilan, dimana hak-hak rakyat untuk dapat ikut dalam menentukan haluan Negara dilakukan oleh sebagian kecil dari seluruh rakyat menempati lembaga perwakilan yang disebut parlemen, yang dipilih melalui proses pemilihan umum.
5.3. Hubungan Wakil dengan Yang Diwakili Duduknya seseorang di lembaga Perwakilan, baik itu karena pengangkatan maupun melalui pemilihan umum, senantiasa berakibat timbulnya hubungan si wakil dengan yang diwakili, hubungan tersebut dapat dilihat melalui teori yang dikemukakan oleh Prof. Hoogerwerf dan Gilbert Abcarian, Menurutnya ada 4 tipe mengenai hubungan antara si wakil dengan yang diwakili yaitu: 16 1. Si Wakil bertindak sebagai wali (Trustee). Disini si wakil bebas bertindak atau mengambil keputusan menurut pertimbangannya sendiri tanpa perlu berkonsultasi dengan yang diwakilinya. 2. Si Wakil bertindak sebagai utusan (Delegate). Disini si wakilbertindak sebagai utusan atau duta dari yang diwakilinya, si wakil selalu mengikuti 16
Bintan R. Saragih, Lembaga Perwakilan dan Pemilu di Indonesia, Gaya Media Pratama,
Jakarta, 1987, hal. 85.
Universitas Sumatera Utara
instruksi dan petunjuk dari yang diwakilinya dalam melaksanakan tugasnya. 3. Si Wakil bertindak sebagai Politico. Disini si wakil kadang-kadang bertindak sebagai wali (Trustee) dan ada kalanya bertindak sebagai utusan (Delegate). Tindakannya tergantung dari issue (materi) yang dibahas. 4. Si Wakil bertindak sebagai Partisan. Disini si wakil bertindak sesuai dengan keinginan atau program dari partai (organisasi) si wakil. Setelah si wakil dipilih oleh pemilihnya (yang diwakilinya) maka lepaslah hubungannya dengan pemilihnya tersebut, dan mulailah hubungannya dengan partai (organisasi) yang mencalonkannya dalam pemilu tersebut.
5.4. Korelasi Sistem Pemilu dengan Hubungan Wakil dengan Yang diwakili. Dalam teori politik ada beberapa macam sistem pemilu. Tetapi umumnya berkisar pada prinsip pokok antara sistem distrik dan sistem proporsional 17. Sistem distrik memilih satu wakil dalam satu daerah pemilihan. Sedangkan sistem proporsional memilih beberapa wakil dalam satu daerah pemilihan. Menentukan sistem pemilu ini berkaitan dengan bagaimana mencari model hubungan wakil dengan yang diwakili sehingga hubungan tersebut dapat berjalan lebih baik. Dalam sistem distrik, wakil yang terpilih berasal dari daerahnya sehingga ada kedekatan secara emosional dengan rakyat pemilih. Pemilih juga langsung memilih wakil, bukan tanda gambar partai. Hal itu merupakan dasar berlangsungnya komunikasi politik secara lebih intensif. Namun sistem ini bukan
17
Miriam Budiardjo, Demokrasi di Indonesia, Gramedia, Jakarta, 1999, hal. 243.
Universitas Sumatera Utara
tidak mengandung kelemahan. Justru para ahli banyak mengkritik sistem ini karena menghasilkan banyaknya suara yang terbuang dari suara pendukung yang kalah, meski kemenangan calon yang unggul persentase suaranya tidak lebih dari 50 persen. Kelemahan ini dapat dihindari dalam sistem proporsional karena proporsi jumlah perolehan suara secara nasional sama dengan jumlah kursi yang diperoleh dalam lembaga perwakilan. Dengan sistem ini pula heterogenitas masyarakat dapat lebih dihargai. Sistem proporsional ini juga memiliki banyak macam dalam cara pencoblosannya. Ada sistem proporsional daftar mengikat dimana pemilih hanya memilih tanda gambar parpol, bukan nama atau gambar wakil. Sistem ini digunakan dalam pemilu di Indonesia pasca pemilu 1955 hingga pemilu 1997. Sistem lainnya adalah proporsional daftar bebas dimana pemilih memilih tanda gambar calon. Ini telah dilakukan pada pemilu di Indonesia tahun 1955. Pemilihan anggota dewan tahun 2004 lalu juga menggunakan model ini meski masih setengah terbuka. Dalam kaitannya dengan hubungan antara rakyat dengan wakil dalam sistem proporsional seringkali dianggap lemah karena tidak mewakili daerah pemilihan. Sistem proporsional daftar bebas sebenarnya telah memungkinkan rakyat melakukan pemilihan langsung pada calon. Hal ini sudah merupakan modal awal kedekatan emosional pemilih dengan wakil. Setidaknya dapat dipertanggung jawabkan bahwa wakil yang terpilih benar-benar hasil pilihan rakyat, bukan hasil lobi-lobi politik dalam partai atau antar partai politik. Beberapa model sistem pemilu itu telah memberikan gambaran bagaimana hubungan rakyat dengan wakilnya. Sungguhpun demikian, membangun hubungan yang intens antara rakyat dengan wakil tidak hanya berlangsung saat pemilu atau
Universitas Sumatera Utara
masa kampanye. Komunikasi adalah proses politik yang terus berlangsung selama sebuah Negara masih tetap ada. Maka, lebih mudahnya melihat bagaimana proses komunikasi itu berlangsung adalah dari hasil kerja yang telah dilakukan oleh para wakil rakyat. Hubungan rakyat dengan parpol sebatas dalam kerangka kepentingan partai sesuai dengan program yang diajukannya. Tetapi hubungan antara rakyat dengan wakil di lembaga legislatif merupakan hubungan kepentingan yang lebih luas menyangkut kepentingan seluruh masyarakat.
6. Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara dari suatu penelitian yang harus diberikan kebenarannya dengan jalan diuji melalui penelitian di lapangan. 18 Yang menjadi hipotesis bagi penulis dalam penelitian ini adalah: kondisi hubungan wakil dengan yang diwakili di DPRD Sumatera Utara pada Periode 2004-2009 tidak lebih baik dibandingkan dengan periode 1999-2004.
7. Definisi Konsep Konsep adalah unsur penelitian yang penting dan merupakan definisi yang dipakai untuk menggambarkan suatu fenomena yang diteliti. Agar tidak menimbulkan kekaburan atau kesalahan di dalam pengertian konsep yang dipergunakan maka perlu ditegaskan batasan-batasan yang dipergunakan dalam tulisan ini. Adapun definisi konsep yang dikemukakan disini adalah:
1. Akuntabilitas
18
Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, UGM Press, Yogyakarta, 1991, hal. 2.
Universitas Sumatera Utara
Akuntabilitas dapat diartikan sebagai kewajiban-kewajiban dari individuindividu atau penguasa yang dipercayakan untuk mengelola sumber-sumber daya publik dan yang bersangkutan dengannya untuk dapat menjawab hal-hal yang menyangkut pertanggungjawabannya. Akuntabilitas terkait erat dengan instrumen untuk kegiatan kontrol terutama dalam hal pencapaian hasil pada pelayanan publik dan menyampaikannya secara transparan kepada masyarakat. 19 Prof
Miriam
Budiardjo
mendefinisikan
akuntabilitas
sebagai
“pertanggungjawaban pihak yang diberi mandat untuk memerintah kepada mereka yang memberi mandat itu.”20 Akuntabilitas bermakna pertanggungjawaban dengan menciptakan pengawasan melalui distribusi kekuasaan pada berbagai lembaga pemerintah sehingga mengurangi penumpukkan kekuasaan sekaligus menciptakan kondisi saling mengawasi (checks and balances sistem). Lembaga pemerintahan yang dimaksud adalah legislatif yaitu DPRD. 2. Komunikasi Politik Komunikasi adalah proses bertukar informasi di antara pihak-pihak, biasanya lewat sistem simbol biasa. Komunikasi secara ilmiah dapat juga berarti proses penyampaian pesan atau informasi dari pengirim (komunikator/Sender) kepada penerima (komunikan/receiver) dengan menggunakan simbol atau lambang tertentu baik secara langsung maupun tidak langsung (menggunakan media) untuk mendapatkan umpan balik (feedback) Secara sederhana, komunikasi politik adalah komunikasi yang melibatkan pesan-pesan politik dan aktor-aktor politik, atau berkaitan dengan kekuasaan, 19
Teguh Arifiyadi, Konsep tentang Akuntabilitas dan Implementasinya di Indonesia, http://www.depkominfo.go.id, Sabtu, 12 Januari 2008.
20
Miriam Budiardjo, Menggapai kedaulatan Untuk Rakyat, Mizan, Bandung , 1998, hal. 107-120.
Universitas Sumatera Utara
pemerintahan, dan kebijakan pemerintah. Komunikasi politik juga bisa dipahami sebagai komunikasi antara “yang memerintah” dan “yang diperintah”, dalam hal ini komunikasi antara wakil dengan yang diwakili.
8. Definisi Operasional Defenisi operasional adalah Suatu penjelasan tentang bagaimana suatu variabel akan diukur, defenisi operasional merupakan rincian dari indikatorindikator pengukuran suatu variabel. Variabel yang akan diteliti adalah Hubungan wakil dengan yang diwakili studi perbandingan DPRD Sumatera Utara periode 1999-2004 dengan periode 2004-2009, Adapun definisi operasional yang digunakan adalah: 1. Akuntabilitas dengan indikator kebijakan yang dihasilkan berupa Peraturan Daerah (Perda) dan Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD). 2. Komunikasi Politik dengan indikator kunjungan ke konstituen baik dalam masa reses maupun mekanisme partai.
9. Metodologi Penelitian 9.1. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian deskriptif. Metode penelitian ini dimaksudkan untuk mengeksplorasi mengenai suatu fenomena atau kenyataan sosial, dengan mendeskripsikan atau menggambarkan sejumlah variabel yang berkenaaan dengan masalah yang diteliti.
Universitas Sumatera Utara
Adapun ciri-ciri pokok metode analisis deskriptif: 21 a. Memusatkan perhatian pada masalah-masalah yang pada saat penelitian dilakukan atau masalah-masalah yang aktual. b. Menggambarkan fakta-fakta tentang masalah yang diselidiki sebagaimana adanya. 9.2. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Sumatera Utara Jl. Imam Bonjol No. 5 Medan. 9.3. Populasi dan Sampel Di dalam penelitian ini penerikan sampel adalah dengan menggunakan rancangan-rancangan sampel non-probalitas secara purposive sampling yang artinya sampel ditetapkan adalah secara sengaja ditetapkan oleh penulis atas populasi yang ada. Pengambilan sampel dengan purposive sampling dilakukan dengan mengambil orang-orang yang berkompeten dengan penelitian ini yang di dasarkan pada kriteria dan pertimbangan tertentu. Maka yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah anggota DPRD Sumatera Utara yang sudah terpilih dalam dua periode yaitu periode 1999-2004 dan periode 2004-2009 yaitu sebanyak 17 orang. Sedangkan sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 7 orang yang terdiri dari 2 orang dari Partai Golkar, 2 orang dari PDIP, 2 orang dari PPP dan 1 orang dari PAN. 9.4. Teknik Pengumpulan Data Dalam upaya mengumpulkan data yang dibutuhkan dilakukan teknik pengumpulan data berupa studi lapangan dengan metode wawancara dengan para
21
Hadari Nawawi, Ibid., hal. 63.
Universitas Sumatera Utara
anggota DPRD yang dianggap sebagai key informan, dan studi kepustakaan dengan melakukan pengumpulan data dari berbagai sumber yang diambil baik dari perpustakaan ataupun tempat lain. Adapun sumber yang digunakan tidak hanya terbatas pada buku-buku, tetapi juga dapat berupa bahan-bahan dokumentasi, majalah, Koran, dan sebagainya yang berupa bahan tulisan yang berhubungan dengan masalah penelitian ini. 22 9.5. Teknik Analisa Data Adapun analisa data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan jenis data kualitatif, yaitu suatu metode yang lebih didasarkan kepada filsafat yang mengutamakan penghayatan dan berusaha memahami sesuatu peristiwa dalam situasi tertentu menurut pandangan peneliti. 23 Yaitu dengan cara data yang telah dikumpulkan dari hasil wawancara tersebut dianalisis lalu menarik kesimpulan sehingga tujuan penelitian tercapai. Dimana jenis analisa data seperti ini banyak dipergunakan dalam jenis penelitian deskriptif dan penelitian historis dimana data dalam jenis penelitian ini dinyatakan dalam bentuk kalimat ataupun uraian. 24
10. Sistematika Penulisan Bab I. Pendahuluan Bab ini berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teori, hipotesis, definisi konsep, definisi operasional, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II. Deskripsi Objek Penelitian 22
Hadari Nawawi, Ibid., hal, 40. Husaini Usman, Metodologi Penelitian Sosial, Gramedia, Jakarta, 1998, hal. 23. 24 Hadari Nawawi, Op.Cit., hal. 97. 23
Universitas Sumatera Utara
Bab ini akan memberikan gambaran secara umum mengenai DPRD Propinsi Sumatera Utara berupa sejarah singkat, kedudukan, tugas, dan fungsi kewenangan serta struktur organisasi. Bab III. Penyajian dan Analisa Data Bab ini berisikan penyajian data yang diperoleh selama berlangsungnya penelitian dan analisa terhadap data yang telah didapatkan dalam penelitian melalui wawancara yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. Bab IV. Penutup Bab ini berisi kesimpulan dan Rekomendasi yang diperoleh dari hasil penelitian.
Universitas Sumatera Utara