BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian Indonesia dalam interaksi berbangsa dan bernegara terbagi atas lapisanlapisan sosial tertentu. Lapisan-lapisan tersebut terbentuk dengan sendirinya sebagai struktur sosial di masyarakat. Indonesia merupakan negara yang heterogen sehingga muncul keberagaman dalam berbagai hal serta terjadi pelapisan sosial yang beragam. Indonesia merupakan negara yang memiliki struktur sosial masyarakat yang heterogen. Struktur masyarakat Indonesia ditandai dengan dua cirinya yang bersifat unik (Nasikun, 1995: 28). Dua jenis pelapisan masyarakat Indonesia adalah pelapisan secara horizontal dan pelapisan secara vertikal. Perbedaan horizontal ditandai dengan perbedaan ras, agama, serta adat istiadat yang ada dalam masyarakat Indonesia. Sedangkan perbedaan secara vertikal ditandai dengan adanya lapisan atas dan lapisan bawah berdasarkan tingkatan ekonomi dan tingkatan lain misalnya pekerjaan, dan sebagainya. Adanya lapisan atas dan lapisan bawah dalam masyarakat Indonesia dinilai berpotensi adanya gap antara lapisan atas dan lapisan bawah. Indonesia sebagai negara dengan struktur masyarakat yang majemuk sebagaimana yang diungkapkan oleh Furnivall (Nasikun, 1994: 29) bahwasanya Indonesia merupakan masyarakat majemuk, dimana masyarakatnya terdiri atas dua atau lebih elemen yang hidup sendiri-sendiri tanpa ada pembauran satu sama lain di dalam suatu kesatuan politik. Struktur masyarakat Indonesia yang majemuk dapat dipengaruhi oleh beberapa factor diantaranya, keadaan geografis yang membagi Indonesia menjadi banyak pulau menjadikan Indonesia kaya akan kelompok etnik. Ada sekitar 300 kelompok etnik di Indonesia yang tersebar dalam 6000 pulau (Hefner, 2005: 79). Letak Indonesia yang strategis juga menyebabkan beragamnya agama yang berkembang di Indonesia. Indonesia menjadi sasaran penyebaran berbagai agama besar di dunia sehingga masyarakat Indonesia [Type text] LEONARD PITJUMARFOR, 2015 PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK 1 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
2
memeluk agama yang beragam. Iklim juga merupakan faktor kemajemukan struktur masyarakat Indonesia. Perbedaan curah hujan menyebabkan kesuburan lahan berbeda-beda sehingga mempengaruhi tingkat ekonomi masyarakat Indonesia (Nasikun, 1995). Struktur majemuk masyarakat Indonesia cenderung akan menimbulkan konflik. Konflik justru berpotensi terjadi dalam kemajemukan di Indonesia. Konflik yang dapat terjadi dalam dua macam yaitu konflik yang bersifat ideologis dan konflik yang bersifat politis (Nasikun, 1995: 63). Pada tingkat konflik ideologis, konflik terwujud dalam perbedaan presepsi dari masing masing golongan masyarakat dalam melihat dan menilai suatu hal. Seperti misalnya perbedaan pandangan umat Muslim dan umat selain Muslim menilai tentang terorisme akhir-akhir ini. Sementara dari tingkatan politis, konflik terjadi karena pertentangan dalam pembagian sumber-sumber kekuasaan. Seperti misalnya penyebaran pendidikan yang tidak merata karena masalah ekonomi. Menurut Lewis A. Coser Konflik sosial adalah perselisihan mengenai nilainilai atau tuntutan-tuntutan berkenaan dengan status, kuasa, dan sumber-sumber kekayaan yang persediaannya terbatas. Pihak-pihak yang sedang berselisih tidak hanya bermaksud untuk memperoleh sumber-sumber yang diinginkan, tetapi juga memojokkan, merugikan atau menghancurkan lawan mereka. Jakarta sebagai ibukota Negara Republik Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Negara Republik Indonesia, memiliki karakteristik kekhususan tersendiri dibandingkan dengan daerah provinsi lainnya. Kompleksitas Jakarta selalu berkaitan erat dengan keberadaan sebagai pusat pemerintahan, faktor luas wilayah yang terbatas dan populasi penduduk yang tinggi. Provinsi DKI Jakarta memiliki jumlah penduduk yang cukup besar dan heterogen. Hal ini dikarenakan Jakarta memiliki daya tarik dalam aspek ekonomi, politik, pendidikan, dan lain-lain, sehingga tingkat urbanisasi di Provinsi DKI Jakarta menjadi sangat tinggi. Tingginya urbanisasi dan heterogenitas penduduk DKI Jakarta mampu menciptakan kontribusi positif berupa pembangunan dan perekonomian yang berkembang pesat. Namun demikian, dampak negatif dari LEONARD PITJUMARFOR, 2015 PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
3
kondisi ini adalah munculnya berbagai potensi kerawanan maupun konflik sosial di DKI Jakarta. Kerawanan dan konflik sosial tersebut dapat mengakibatkan hilangnya rasa aman, timbulnya rasa takut, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, korban jiwa dan trauma psikologis masyarakat (dendam, benci, anti pati, dan sebagainya), sehingga pada gilirannya menghambat pembangunan secara keseluruhan. Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta dalam Indeks Potensi Kerawanan Sosial (IPKS) di DKI Jakarta tahun 2013 memperoleh data sebagai berikut : Grafik. I.1 Presentase Kelurahan Menurut Kelompok Kriteria Indeks Potensi Kerawanan Sosial (IPKS) dan Kabupaten/Kota Di DKI Jakarta Tahun 2013
Krisis multi dimensi yang kompleks sekarang ini, membawa implikasi pada kondisi masyarakat Jakarta yang rentan terhadap timbulnya gejolak sosial LEONARD PITJUMARFOR, 2015 PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
4
yang diwarnai kekerasan, sehingga masyarakat cenderung mencari jalan pintas dalam menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapi. Kondisi sosial tersebut seringkali terjadi tindak pelanggaran diluar koridor hukum yang ada, baik yang dilakukan oleh perorangan maupun kelompok masyarakat. Oleh karena itu, upaya menanggulangi masalah tersebut diperlukan metode penanganan melalui kelembagaan secara tepat dan terencana dengan baik. Jakarta merupakan daerah yang berpotensi terjadinya konflik sosial. Beragam suku, agama, ras dan kepentingan menjadi potensi utama dalam terjadinya konflik di Jakarta. Kehidupan sosial yang menuntut untuk bertahan hidup menjadi dasar dimana semua orang rela melakukan apa saja untuk mempertahankan sumber daya yang ada disekitarnya. Setiap kelompok masyarakat di Jakarta saat ini terdapat potensi-potensi konflik. Setiap warga mempunyai kepentingan yang harus dipenuhi yang dalam pemenuhannya dapat mengorbankan kepentingan warga lainnya. Bila dilakukan tanpa mengikuti aturan hukum atau konvensi sosial yang dianggap adil dan beradab, akan menjadi potensi konflik. Potensi konflik juga diakibatkan adanya perasaan tertekan. Selain itu juga diakibatkan ketidakadilan dan kesewenangwenangan terhadap harta benda, jatidiri, kehormatan, keselamatan, dan nyawa. Pemuda merupakan elemen terpenting dari pondasi bagi setiap Negara, tak terkecuali di Indonesia. Banyak sudah sejarah besar bangsa Indonesia merupakan hasil dari kontribusi dan peran serta pemuda. Kondisi yang terjadi saat ini di Jakarta justru berbanding terbalik dengan pada masa kejayaan pemuda dimasa lampau. Pemuda di Jakarta kini sudah mulai mengkotak-kotakkan diri satu dengan yang lainnya yang pada akhirnya terjadi konflik dalam mempertahankan kepentingan masing-masing. Konflik sosial yang terjadi diakibatkan kurangnya pengetahuan dan wawasan mengenai kesatuan bangsa. Jiwa nasionalis pemuda perlu dibangun kembali sehingga pemuda dapat lebih memandang bahwa jika bersatu lebih kuat dibandingkan terpecah belah menjadi organisasi yang memiliki kepentingan masing-masing. LEONARD PITJUMARFOR, 2015 PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
5
Munculnya berbagai jenis Organisasi Massa (Ormas) di Jakarta dinilai menjadi salah satu pemicu awal terjadinya konflik. Berdasarkan data POLDA Metro Jaya melalui survey tahun 2012, sebagian besar konflik yang terjadi di Jakarta dilakukan oleh ormas-ormas yang rata-rata pelakunya adalah pemuda. Oleh karena itu, perlu sebuah solusi yang dapat meminimalisir terjadinya konflik di Jakarta. Berdasarkan data statistik dari Badan Pusat Statistik tahun 2013, Jakarta Timur memiliki tiga daerah kecamatan teratas yang terindikasi menjadi lokasi rawan konflik. Tiga daerah tersebut diantaranya adalah kecamatan jatinegara, kecamatan cakung dan kecamatan pulogadung. Lemahnya wawasan kesatuan yang dimiliki masyarakat menjadi penyebab meningkatnya konflik horizontal. Padahal dengan wawasan kesatuan, berfungsi menjadi perekat dalam kehidupan masyarakat. Sehingga masalah yang menjadi pemicu konflik dapat diminimalisir serta diatasi lebih dini. Kosongnya wawasan kesatuan membuat masyarakat menjadi sangat mudah marah dan cenderung menyelesaikan masalah dengan cara berkonflik antar sesama. Makna wawasan kesatuan dan implementasinya pada masa sekarang ini tentu telah berbeda dengan apa yang terjadi pada zaman menjelang dan mempertahankan kemerdekaan pada tahun 1945. Kondisi dan situasi telah berubah dengan segala tantangannya dan dalam kaitan itulah rekonstruksi kesatuan harus dilakukan. Aparatur Pemerintah merupakan ujung tombak yang menjadi penopang dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan. Strategi yang digunakan harus terus berkembang sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan zaman. Aparatur pemerintah diharapkan dapat benar-benar memahami dan menindaklanjuti arti dan makna wawasan kesatuan dalam upaya mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Aparatur pemerintah memegang peranan strategis untuk mencegah timbulnya disintegrasi bangsa. Untuk itu, diharapkan dapat terwujudnya aparatur pemerintah yang berwawasan kesatuan sebagai pedoman masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Aparatur
pemerintah
berperan
sebagai
penyemai,
penumbuh
semangat
LEONARD PITJUMARFOR, 2015 PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
6
kebersamaan di kalangan masyarakat dalam melanjutkan estafet pembangunan dan perjuangan bangsa. Konflik sosial di masyarakat menjadi ancaman yang berpotensi mengganggu
keutuhan
dan
mengikis
semangat
nasionalisme
bangsa.
Kemajemukan masyarakat Indonesia bukan lagi dianggap sebagai kekayaan namun bisa menjelma menjadi bibit permusuhan yang dapat memecah belah bangsa. Dalam hal ini konflik sosial diartikan sebagai perkelahian antar masyarakat atau perkelahian yang melibatkan massa yang besar dan melibatkan antar kelompok, golongan maupun suku bangsa. Konflik sosial ini dapat dipahami sebagai akibat adanya upaya-upaya untuk menguasai sumber-sumber daya atau kekuasaan yang berkenaan dengan kepentingan umum. Upaya-upaya untuk menguasai
kekuasaan
tersebut
antara
lain
memperebutkan
atau
mempertahankannya dengan cara konflik dan saling menghancurkan. Konflik ini umumnya didahului dengan konflik pribadi dan aksi premanisme. Aparatur Pemerintah Bidang Kewaspadaan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi DKI Jakarta merupakan lembaga kepemerintahan daerah yang memiliki tugas dalam menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Oleh karena itu, perlu segera diadakannya berbagai alternatif solusi yang dapat memecahkan masalah konflik sosial yang terjadi di masyarakat. Pendidikan nonformal atau yang juga disebut dengan pendidikan luar sekolah merupakan suatu lingkup pendidikan yang kepemilikannya terfokus pada masyarakat, menyangkut kemandirian, pendanaan, pengelolaan dan aspek-aspek lainnya, yang kegiatannya dari, oleh dan untuk masyarakat. (UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003) Pendidikan luar sekolah itu sendiri dikatakan sebagai pelengkap, penambah, serta pengganti jalur pendidikan formal. Berbagai satuan pendidikan nonformal saat ini telah banyak diterapkan di Indonesia, baik oleh masyarakat, swasta, maupun perorangan. Pendirian berbagai satuan pendidikan nonformal tersebut tidak hanya didasari oleh filosofi pendidikan nonformal di atas, tetapi lebih karena kebutuhan yang dirasakan (felt need) oleh masyarakat. LEONARD PITJUMARFOR, 2015 PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
7
Pelatihan merupakan salah satu alternatif solusi Pendidikan Non Formal dalam upaya pencegahan terjadinya konflik. Pelatihan merupakan bentuk penerapan peran Pendidikan Luar Sekolah sebagai Penambah (Suplement) jalur Pendidikan Formal Artinya, bahwa pendidikan luar sekolah dilaksanakan untuk menambah pengetahuan, keterampilan yang kurang didapatkan dari pendidikan sekolah. Pelatihan menjadi salah satu cara yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam menanggulangi masalah konflik sosial yang terjadi di masyarakat.
Setiap
tahun,
Pemerintah
khususnya
Pemerintah
Bidang
Kewaspadaan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi DKI Jakarta merancang program pelatihan dalam rangka menanggulangi konflik sosial di Provinsi DKI Jakarta. Pelatihan dianggap dapat mengurangi dan mengantisipasi terjadinya konflik sosial di masyarakat. Pelatihan pemuda pelopor merupakan salah satu alternatif solusi dalam meredam konflik sosial terutama yang dilakukan oleh berbagai ormas yang ada di Jakarta timur. Dengan adanya pelatihan ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman pemuda dalam hal wawasan kesatuan bangsa sehingga dapat meredam perpecahan yang berujung pada konflik sosial. Sasaran pada pelatihan pemuda pelopor adalah pemuda yang memiliki peran strategis di masyarakat, sehingga pemuda yang sudah mengikuti pelatihan menjadi agen bagi pemerintah untuk mensosialisasikan isu perdamaian di masyarakat. Biasanya pemuda di rekrut dari berbagai ormas yang ada di wilayah Provinsi DKI Jakarta, strategi ini dinilai efektif mengingat data konflik sosial yang terjadi di masyarakat sebagian besar dilakukan oleh pemuda yang berasal dari ormas. Pelatihan pemuda pelopor merupakan produk baru dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam menanggulangi masalah konflik sosial, oleh karena itu program ini perlu dikaji untuk mendapatkan gambaran mengenai peran Aparatur Pemerintah sebagai fasilitator kegiatan pelatihan, perubahan tingkat pengetahuan peserta pelatihan setelah mengikuti pelatihan serta faktor pendukung dan faktor penghambat selama proses penyelenggaraan pelatihan. LEONARD PITJUMARFOR, 2015 PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
8
B. Identifikasi Masalah Penelitian Berdasarkan
latar
belakang
masalah
di
atas,
maka
peneliti
mengidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut: 1. Indonesia adalah negera yang struktur masyarakatnya majemuk, kemajemukan tersebut sangat berpotensi terjadinya konflik. 2. Berdasarkan data POLDA Metro Jaya melalui survey tahun 2012, sebagian besar konflik yang terjadi di Jakarta dilakukan oleh ormas-ormas yang ratarata pelakunya adalah pemuda. 3. Berdasarkan data statistik yang dilakukan Badan Pusat Statistik tahun 2013, Kecamatan Pulogadung menduduki peringkat ketiga di wilayah Jakarta Timur yang merupakan lokasi terindikasi rawan konflik sosial. 4. Kurangnya pembekalan dan pemahaman wawasan kesatuan bagi pemuda yang mengakibatkan
memudarnya
rasa
toleransi
antar
pemuda
sehingga
menimbulkan konflik. 5. Pelatihan merupakan salah satu alternatif solusi bagi Pemerintah dalam menanggulangi masalah konflik sosial yang terjadi di masyarakat. 6. Pelatihan Pemuda Pelopor merupakan produk Pemerintah Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi DKI Jakarta dalam menanggulangi masalah konflik sosial yang terjadi di Masyarakat. 7. Sasaran program pelatihan Pemuda Pelopor adalah pemuda dari ormas yang diharapkan dapat menjadi agen bagi Pemerintah dalam mensosialisasikan isu perdamaian dalam menanggulangi masalah konflik sosial di masyarakat.
C. Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang, dan identifikasi tersebut di atas, diajukan rumusan masalah sebagai berikut: “Bagaimana peran Aparatur Pemerintah Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi DKI Jakarta dalam meningkatkan wawasan kesatuan pemuda di daerah rawan konflik melalui pelatihan pemuda pelopor Provinsi DKI Jakarta?” LEONARD PITJUMARFOR, 2015 PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
9
Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana peran Aparatur Pemerintah Bidang Kewaspadaan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi DKI Jakarta dalam merancang program pelatihan pemuda pelopor untuk meningkatkan wawasan kesatuan pemuda? 2. Bagaimana perubahan tingkat pengetahuan pemuda tentang wawasan kesatuan sebelum dan sesudah mengikuti pelatihan Pemuda Pelopor? 3. Bagaimana penyelenggaraan Pelatihan Pemuda Pelopor dalam meningkatkan wawasan kesatuan? 4. Bagaiamana faktor pendukung dan penghambat penyelenggaraan pelatihan Pemuda Pelopor?
D. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian Penerapan Pelatihan Pemuda Pelopor sebagai upaya penanggulangan konflik sosial di kecamatan Pulo gadung adalah sebagai berikut : 1. Menganalisis peran Aparatur Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada fungsi manajemen dalam meningkatkan wawasan kesatuan pemuda. 2. Menganalisis tingkat pengetahuan pemuda tentang wawasan kesatuan sebelum dan sesudah mengikuti pelatihan Pemuda Pelopor. 3. Menganalisis bagaimana penyelenggaraan pelatihan pemuda pelopor dalam meningkatkan wawasan kesatuan bagi pemuda di kawasan rawan konflik. 4. Menganalisis faktor pendukung dan penghambat penyelenggaraan pelatihan Pemuda Pelopor.
E. Manfaat Penelitian 1. Teoritik Dari temuan di lapangan yang diperoleh, diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap pengembangan teori ilmu pendidikan terutama tentang konsep penyelenggaraan pelatihan dan konsep wawasan Kesatuan bagi pemuda khususnya di wilayah Provinsi DKI Jakarta. 2. Praktis
LEONARD PITJUMARFOR, 2015 PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
10
a. Sebagai bahan kajian instansi dan lembaga terkait, fungsinya untuk mengelola berbagai kegiatan kepemudaan. b. Sebagai bahan masukan bagi pengembangan ilmu terutama dalam konsep pengembangan masyarakat dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia di Indonesia, serta memperkaya dan menunjang konsep pembelajaran dalam Pendidikan Luar Sekolah. c. Sebagai pengalaman praktis bagi peneliti dalam mengaplikasikan konsep dan teori yang diperoleh selama perkuliahan pada Program Studi Pendidikan Luar Sekolah UPI.
F. Struktur Organisasi Tesis BAB I
: Pendahuluan, yang didalamnya membahas latar belakang
masalah, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kerangka berpikir, serta sistematika penulisan terkait dengan topik bahasan penelitian. BAB II
: Kerangka Teori & Kerangka Berpikir merupakan landasan teori,
gambaran umum mengenai dasar penelitian atau teori yang melandasi penelitian. BAB III
: Metodologi penelitian, membahas tentang prosedur penelitian
yang menjelaskan tentang metode dan pendekatan penelitian, teknik pengumpulan data, subjek penelitian serta teknik analisa data. BAB IV
: Pembahasan masalah, berisi tentang hasil penelitian yang
meliputi jawaban dari setiap pertanyaan penelitian yang diajukan melalui proses pengumpulan data. BAB V
: Penutup, berisi tentang kesimpulan dan Rekomendasi yang
merupakan penjelasan akhir dari keseluruhan penelitian serta mengemukakan keterbatasan dari penelitian ini.
LEONARD PITJUMARFOR, 2015 PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu