LENTERA Jurnal Ilmiah Kependidikan Vol. 11 No. 2 (2016) 37-44
ISSN : 0216-7433
PROFIL TOKOH UTAMA WANITA DALAM NOVEL SERENADE BIRU DINDA KARYA ASMA NADIA Kamariah STKIP PGRI Banjarmasin
[email protected] ABSTRAK Profil Tokoh Utama Wanita dalam Novel Serenade Biru Dinda Karya Asma Nadia. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan profil tokoh utama wanita dalam novel Serenade Biru Dinda Karya Asma Nadia. Tokoh utama dalam novel ini mempunyai kisah hidup yang keras namun dia tetap bisa bertahan dalam menjalaninya. Dengan dijabarkan bagaimana profilnya maka diharapkan bisa dijadikan sebagai filosofi hidup. Penelitian ini menggunakan pendekatan struktural sastra, sementara metode yang digunakan adalah metode analisis isi. Teknik yang digunakan adalah teknik observasi teks. Dalam pengamatan penelitian menggunakan instrumen pengumpulan data dengan menggunakan tabel-tabel tertentu sesuai dengan permasalahan yang dikaji. Dalam penelitian ini dapat di simpulkan bahwa tokoh utama wanita dalam novel Serenade Biru Dinda karya Asma Nadia dapat digambarkan dalam tiga dimensi. yaitu dimensi fisiologis, dimensi sosiologis dan dimensi psikologis. Berdasarkan dimensi fisiologis, tokoh Dinda berjenis kelamin perempuan, berkulit hitam manis, bergigi putih dengan postur tubuh kecil dan kurus. Dalam berpakaian Dinda selalu mengutamkan kebersihan walaupun pakaian yang dipakai jauh dari kata layak. Dinda juga akhirnya berpakaian muslimah setelah mengenal Islam lebih dalam. Dimensi sosiologis, status sosial Dinda dalam novel ini adalah seorang gadis miskin. Dia bekerja apa saja dari loper koran, pengamen, dan tukang cuci pakaian. Diakhir cerita dia menjadi guru TK dan kepala sekolah. Dinda hanya lulusan SD, kemudian mengejar ketinggalan dan ikut ujian SLTP dan kursus Bahasa Inggris serta sekolah guru TK. Kehidupan pribadi, Dinda adalah orang yang pantang menyerah dan menjadi kepala keluarga. Kehidupan keluarga, ayahnya pengangguran dan suka mabuk-mabukan. Kakaknya Hasan kabur dari rumah karena bertengkar dengan ayahnya. Dinda beragama Islam. Dimensi psikologis, norma moral, Dinda meskipun miskin tidak pernah mencuri. Keinginan, Dia ingin melanjutkan sekolah dan mempunyai TK dan menjadi kepala sekolah. Sikap, watak, dan karakter, Dia orang yang suka bersyukur. Kecerdasan, dia adalah gadis yang cerdas. Kata kunci: profil, tokoh utama, wanita PENDAHULUAN Cerita yang tersaji di dalam novel ini sangat menarik dan membuat pembacanya akan dibuat terkagum-kagum karena melihat keberanian sang tokoh dalam menjalani kerasnya hidup untuk mencari jatidirinya. Karakter tokoh utama wanita yang muncul di novel ini juga patut dijadikan acuan filosofi hidup, dimana dalam kehidupan ini selalu dihadapkan dengan pilihan yang sulit untuk menentukan jalan hidup seseorang. Oleh karena alasan tersebut, peneliti menjadi tertarik untuk mengangkat novel ini menjadi bahan penelitian. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah, bagaimanakah pengarang menggambarkan dimensi fisiologis, dimensi psikologis dan dimensi sosial tokoh utama wanita dalam novel Serenade Biru Dinda? Teori yang dirujuk dalam penelitian ini adalah teori tentang profil tokoh dan penokohan dalam novel. Sebelum mendeskripsikan tentang tokoh terlebih dahulu dijelaskan tentang pengertian profil. Profil bermakna pandangan dari samping tentang wajah orang, lukisan 37
Kamariah/ LENTERA Jurnal Ilmiah Kependidikan Vol. 11 No.2 (2016) 37-44 gambar orang dari samping, atau sketsa biografis (KBBI, 2008: 1104). Dalam pengertian luas, profil bermakna sikap atau perilaku atau karakter tokoh dalam berbicara, bertindak, atau berinteraksi dengan orang lain. Dalam penelitian ini profil diartikan sebagai keadaan luar dan dalam diri seseorang. Profil tokoh merupakan gambaran atau lukisan sikap yang ditampilkan tokoh dalam bersosialisasi dengan lingkungannya atau deskripsi tingkah laku tokoh dalam sebuah karya sastra. Tokoh dan penokohan merupakan unsur interinsik yang terbilang penting dalam sebuah karya sastra berbentuk novel, karena novel pada dasarnya adalah sejumlah peristiwa cerita. Setiap peristiwa cerita terjadi karena adanya aksi dan reaksi para tokoh cerita. Mungkin aksi atau reaksi antara tokoh cerita dengan dirinya sendiri, antar tokoh cerita dengan nasibnya, dan antara tokoh cerita dengan kekuatan yang dikodrati. Tokoh adalah orang yang berperan di dalam cerita, atau sebagai sentral di dalam cerita. Dengan demikian dapat pula dikatakan bahwa tokoh adalah orang yang mengambil bagian dan mengalami peristiwa-peristiwa atau sebagian dari peristiwa-peristiwa yang digambarkan di dalam plot. Tokoh diklasifikasikan menjadi tiga bagian; 1) Tokoh protagonis, 2) Tokoh antagonis. 3) Tokoh tritagonis (Sumardjo, 2010:144). Penciptaan tokoh-tokoh yang berbeda oleh pengarang dimaksudkan tiada lain untuk sejumlah tujuan yang berbeda (Aziez dan Abdul, 2010: 63). Makanya tidak terlalu tepat jika mengatakan bahwa tokoh-tokoh yang ada di dalam novel adalah orang-orang yang mirip dengan orang-orang dalam kehidupan sebenarnya. Jelas bahwa novelis menggantungkan pengetahuan dan reaksi terhadap orang yang sesungguhnya dalam menciptakan tokoh rekaan mereka. Akan tetapi, tokoh sering dibuat oleh novelis untuk tujuan-tujuan lain selain tujuan eksplorasi kepribadian dan psikologi manusia. Mereka bisa diciptakan untuk menceritakan sebuah kisah, untuk memberi contoh suatu keyakinan, untuk mendukung simbol-simbol tertentu dalam novel, atau sekedar untuk memperlancar perkembangan suatu plot tertentu dalam novel. Tokoh-tokoh cerita dalam sebuah fiksi dilihat dari perannya dapat dibedakan menjadi dua yaitu tokoh utama dan tambahan/takoh bawahan. Tokoh utama ialah sebagai pemapar cerita pada umumnya mempunyai kesempatan yang luas untuk menguraikan dan menjelaskan tentang dirinya, tentang perasaan dan pikirannya. Tokoh adalah figure yang dikenal dan sekaligus mengenai tindakan psikologis. Dia adalah “eksekutor” dalam sastra. Jutaan rasa akan hadir lewat tokoh. Tokoh kadang-kadang juga representasi psikis pengarangnya. Penelitian tokoh memang bagian dari asfek intrinsik (struktur) sastra. Namun, penelitian tokoh yang bernuansa fisikis akan berpijak pada psikologi sastra (Endaswara, 2008:179). Tokoh bawahan adalah tokoh yang tidak sentral kedudukannya, namun kehadirannya sangat diperlukan untuk mendukung tokoh utama (Sudjiman. 1992:19). Jika ada tokoh bawahan yang yang tidak memegang peranan dalam cerita tokoh itu disebut tokoh tambahan. Tokoh bawahan hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita, dengan penceritaan yang relatif pendek. Ia tidak dipentingkan, ia dihadirkan bila ada keterkaitannya dengan tokoh utama, baik secara langsung maupun tidak langsung. Adanya tingkatan dalam peran tokoh utama serta tokoh bawahan menunjukkan bahwa perbedaan kedua tokoh tersebut lebih bersifat gradasi, bukan pembedaan yang bersifat eksak. Kenyataan ini ditunjukkan oleh adanya peran tokoh utama yang utama disamping tokoh utama tambahan. Ada tokoh tambahan ada pula tokoh tambahan tambahan. Hal inilah yang sering menjadi penyebab munculnya perbedaan pendapat dalam menentukan tokoh-tokoh utama dalam novel. Penokohan selain dilihat dari peran tokohnya juga bisa dilihat dari fungsi penampilan tokoh. Dari fungsi penampilan tokoh dapat dibedakan menjadi tokoh protagonis, antagonis dan tritagonis. Tokoh protagonis adalah tokoh yang dikagumi. Tokoh protagonis menampilkan sesuatu yang sesuai dengan pandangan dan harapan pembaca. (Nurgiantoro, 2012:178). Tokoh antagonis adalah karakter yang melawan karakter utama atau protagonis. Antagonis sering merupakan seorang penjahat atau hal lainnya yang merupakan konflik 38
Profil Tokoh Utama Wanita Dalam Novel Serenade Biru Dinda Karya Asma Nadia dengan protagonis. Sedangkan tritagonis adalah tokoh pembantu yang memiliki peran tidak baik juga tidak jahat. Tokoh protagonis dan tokoh antagonis harus digambarkan dengan profil yang utuh oleh pengarang. Menurut Mido (1994:21) tokoh utama memang harus digambarkan sebagai tokoh hidup yang utuh. Bukan tokoh mati yang sekedar menjadi boneka mainan ditangan pengarangnya. Tokoh cerita harus digambarkan sebagai tokoh yang memiliki kepribadian, berwatak dan memiliki sipat-sipat tertentu. Gambaran lengkap tokoh utama dimaksut meliputi tiga dimensi, yakni: fisiologis, psikologis, dan sosiologis. Dimensi fisiologis, adalah ciri-ciri badani atau ragawi. Ada dua cara yang dapat digunakan pengarang untuk melukiskan ciri-ciri fisik tokoh, yaitu cara langsung dan tidak langsung. Cara langsung, berarti pengarang secara langsung memberikan penjelasan ciri fisik tokoh, sedang cara tidak langsung, berarti melalui pembicaraan tokoh lain. Pengarang dapat mengungkapkan ciri-ciri fisik atau sifat sifat lahir dengan melukiskan raut muka, bentuk rambut, bibir, hidung, bentuk kepala, tubuh, warna kulit, cacat tubuh (Aminudin.1991:80). Jika menggunakan cara tidak langsung, pelukisan ciri-ciri fisik yang menggambarkan sifat pelaku dijalinkan dalam cerita, dianyam bersama-sama dengan bagian-bagian cerita yang lain dan dibicarakan oleh tokoh-tokoh yang lain. Dimensi psikologis meliputi penggambaran ciri-ciri psikologis tokoh cerita, seperti: mentalitas, norma-norma moral, temperamen, perasaan, keinginan, sikap, watak, karakter, kecerdasan (IQ), keahlian dan kecakapan khusus. Dimensi psikologis adalah ciri-ciri rohani yang diungkapkan pengarang untuk menggambarkan watak pelaku cerita(Aminudin. 1991:81). Dimensi ini mempelajari gejala dan kegiatan jiwa sebagai sifat hakiki manusia yang tercermin pada sikap seseorang sehingga tampak perbedaan dirinya dengan orang lain. Faktor psikologis tersebut meliputi: intelegensi, minat dan motivasi. Lukisan ciri-ciri psikis atau watak pribadi tokoh diungkapkan lewat gerak pelaku, cara berbicara, sinar matanya, suaranya, langkahnya atau pemikirannya. Untuk memahami sifat tokoh, Aminudis (1991:8081) merinci ada sembilan cara, yaitu melalui: (1) tuturan pengarang, (2) gambaran lengkap kehidupan tokoh dan cara berpakaiannya, (3) perilakunya, (4) cara berbicara tokoh pada dirinya sendiri, (5) jalan pikirannya, (6) pembicaraan tokoh lain, (7) cara berbicara dengan tokoh lain, (8) reaksi tokoh lain, (9) cara mereaksi tokoh lain. Dimensi sosiologis meliputi penggambaran ciri-ciri sosial tokoh cerita, seperti: status sosial, jabatan, pekerjaan, peranan sosial, pendidikan, kehidupan pribadi, kehidupan keluarga, pandangan hidup, ideologi, agama, aktifitas sosial, orpol/ormas yang dimasuki, kegemaran, keturunan dan suku bangsa. Dimensi sosiologis adalah penggambaran suatu masyarakat tempat cerita itu bermain (Sumardjo dan Saini, 1986:25). Karena kebanyakan novel Indonesia masih bertumpu pada realisme formal, maka sebuah novel selalu berlangsung di suatu masyarakat 17 manusia tertentu. Jadi tempat bermain tokoh-tokoh cerita dengan sendirinya menggambarkan kehidupan masyarakat pula. Dari sana banyak informasi sosial bisa ditimba. Bagaimana kehidupan mereka, penderitaan dan impian-impian mereka. Masyarakat Indonesia itu sendiri terbagi menjadi beberapa golongan. Dalam rangka menggambarkam dimensi fisiologis, psikologis, dan sosiologis para tokoh ceritanya, para pengarang ada yang melakukannya secara langsung dengan metode diskursif (eksplisit). Ada pula yang melakukannya dengan metode dramatik (implisit). Metode langsung mengarah pada cara pengarangnya yang menyebutkan secara langsung ciri-ciri fisik (dimensi fisiologis), ciri-ciri sosiologis (dimensi fisikologis), ciri-ciri sosial (dimensi sosial) yang diletakkan pada tokoh cerita. Sedangkan metode tidak langsung mengarah pada cara mengarangnya yang tidak menyebutkan secara langsung ciri-ciri fisik (dimensi fisikologis, ciri-ciri sosial (dimensi sosial) dan ciri-ciri psikologis (dimensi psikologis) yang dilekatkannya pada tokoh cerita (Mido, 1994:22-23).
39
Kamariah/ LENTERA Jurnal Ilmiah Kependidikan Vol. 11 No.2 (2016) 37-44 Watak tokoh cerita dalam metode tidak langsung dilukiskan melalui sejumlah diskripsi yang bersifat implisit seperti: (1) melalui diskripsi fisik, (2) melalui diskripsi mimik dan sikap tubuh, (3) melalui ucapan dan pikiran tokoh yang bersangkutan, (4) melalui diskripsi perbuatan, (5) melalui dialog antar tokoh cerita, (6) melalui diskripsi kepemilikan atas bendabenda dan lingkungan tempat tinggalnya, (7) melalui nama tokoh, dan (8) melalui reaksi, ucapan dan pendapat tokoh lain. METODE Penelitian ini menggunakan pendekatan/kajian struktural sastra, kajian struktural merupakan sebuah pengkajian terhadap suatu karya sastra, dalam hal ini prosa fiksi, yang menganggap obyek studinya bukan hanya sekumpulan unsur yang terpisah-pisah, malainkan sebagai suatu gabungan unsur yang berhubungan satu sama lainnya, sehingga unsur yang satu tergantung kepada unsur yang lain. Antara unsur-unsur tersebut terdapat jalinan yang erat (Sulistyowati dan Tarsyad, 2017:1). Sementara metode yang digunakan adalah metode analisis isi. Teknik yang digunakan adalah teknik observasi teks. Dalam pengamatan penelitian menggunakan instrumen pengumpulan data dengan menggunakan tabel-tabel tertentu sesuai dengan permasalahan yang dikaji. Langkah-langkah kerja pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu: 1. Membaca naskah yang dikaji secara keseluruhan. 2. Memilih dan menentukan data sesuai dengan masalah yang drumuskan. 3. Merumuskan masalah. 4. Mendiskripsikan data yang telah ditemukan. Variabel penelitian dan operasionalisasi dari penelitian ini disajian dalam tabel di bawah ini. Variabel Profil tokoh utama wanita
Sub variabe 1. Fisiologis
Indikator Dimensi fisiologis meliputi penggambaran ciri-ciri fisik tokoh cerita seperti: jenis kelamin, bentuk tubuh, usia, ciri-ciri tubuh, keadaan tubuh, raut wajah, pakaian, dan perhiasan. Dimensi sosiologis meliputi penggambaran ciri-ciri sosial tokoh cerita seperti: status sosial, jabatan, pekerjaan, peranan sosial, pendidikan, kehidupan pribadi, kehidupan keluarga, pandangan hidup, ideologi, agama, aktifitas sosial, orpol/ormas yang dimasuki, kegemaran, keturunan, dan suku bangsa. Dimensi psikologis meliputi penggambaran ciri-ciri psikologis tokoh cerita seperti: mentalitas, norma0norma moral, temperamen, perasaan, keinginan, sikap, watak, karakter, kecerdasan (IQ), keahlian, dan kecakapan khusus.
2. Sosiologis
3. Psikologis
40
Profil Tokoh Utama Wanita Dalam Novel Serenade Biru Dinda Karya Asma Nadia HASIL DAN PEMBAHASAN A. Dimensi Fisiologis Dimensi fisiologis meliputi penggambaran ciri-ciri fisik tokoh cerita, seperti: jenis kelamin, bentuk tubuh, dan raut wajah, pakaian dan perhiasan. Berdasarkan dimensi fisiologis tokoh Dinda dalam novel Serenade Biru Dinda adalah sebagai berikut. 1.
Jenis Kelamin Berdasarkan nama yang diberikan pengarang kepada tokoh cerita, jelas sekali diketahui bahwa Dinda berjenis kelamin perempuan. Selain itu dalam teks cerita disebutkan bahwa dia adalah anak perempuan dan gadis muda. Gadis adalah sebutan untuk seorang perempuan yang masih remaja atau belum menikah. Hal itu bisa dilihat pada kutipan: Perempuan itu memandang Dinda sampai hilang dari pandangan. Wajahnya prihatin. Dinda ibarat anak perempuan yang tidak dia miliki. Lika-liku kehidupan gadis itu diketahuinya dengan baik. Melihat gadis muda itu, hati Mbok Minarsih salut. Biar hidup dalam kesulitan, Dinda tidak cepat menyerah. Selalu semangat. Moga tuh babenya cepat insap! Doa Mpok Minah dalam hati. (Nadia, 2001:9). 2.
Bentuk dan Ciri-ciri Tubuh Dinda adalah seorang gadis yang berkulit hitam manis, memiliki barisan gigi yang putih dan memiliki fostur tubuh kecil yang kurus. Bentuk dan ciri-ciri tubuh Dinda tersebut Dijelaskan dalam kutipan-kutipan di bawah ini. Mendekati ujung gang, gadis hitam manis itu melambatkan langkahnya. Di depan sana, dilihatnya Mpok Minah sedang merapikan warung nasinya. Sambil mengendap-ngendap, gadis itu mendekati warung, satu... dua.. ti... (Nadia, 2001:6) Dinda nyengir, memamerkan barisan giginya yang putih dipukulnya pelan, gendang kecil yang dililitkan di pinggangnya, wahh, gaya betul dia. (Nadia, 2001:6). Selesai shalat dibantunya Dinda berpakaian. Baju panjang itu tampak sangat kedodoran di tubuh kecil Dinda. Sekilas Dinda tertawa melihat pantulannya di cermin, lucu, kayak orang-orangan sawah. Sekonyong-konyong suranya meluncur begitu saja. “Mbak, Dinda boleh pinjam jilbabnya satu? Dinda pengen coba make. Mbak. Dinda ingin jadi anak shalih, biar bisa bantu Emak di sana.” (Nadia, 2001:100). Sementara itu Jakarta mulai ramai seperti biasanya. Matahari kian garang memancarkan sinarnya. Sosok kurus Dnda begitu saja tenggelam, larut dalam keramaian kota. Lompat dari satu bis ke bis lain. Nyanyi lagi, dangdut lagi. Lupa sudah bahwa itu hari pertamanya ngamen. (Nadia, 2001:10). 3.
Pakaian Karena kemiskinan, tokoh Dinda ini hanya memakai pakaian seadanya sudah lusuh dan kekecilan namun dia selalu mengutamakan kebersihan pakaian yang dia kenakan. Berikut kutipan yang menggambarkan penjelasan di atas. Dinda sendiri cukup tahu diri. Tak pernah lagi mengungkit masalah sekolah. Seperti tak pernah mengeluh dengan pakaiannya yang kian lusuh, kekecilan, dan rok serta celana panjang kian pendek. Ia tak punya waktu mikirin penampilan. Yang penting bersih. Itu pikir Dinda. (Nadia, 2001:15). Gaya berpakaian Dinda berubah setelah mengenal Islam lebih dalam dari Mbak Ratih. Dia akhirnya berpakaian muslimah. Hal itu bisa dilihat dalam kutipan dibawah ini. Lama-lama Dinda merasa malu sendiri untuk memakai baju-baju yang ngepas, bertangan pendek, atau rok-rok mini. Maluuu, dia kan sudah gede, sudah balig kalau menurut istilah Mbak Ratih. (Nadia, 2001:95). 41
Kamariah/ LENTERA Jurnal Ilmiah Kependidikan Vol. 11 No.2 (2016) 37-44 Selesai shalat dibantunya Dinda berpakaian. Baju panjang itu tampak sangat kedodoran di tubuh kecil Dinda. Sekilas Dinda tertawa melihat pantulannya di cermin, lucu, kayak orang-orangan sawah. Sekonyong-konyong suranya meluncur begitu saja. “Mbak, Dinda boleh pinjam jilbabnya satu? Dinda pengen coba make. Mbak. Dinda ingin jadi anak shalih, biar bisa bantu Emak di sana.” (Nadia, 2001:100). B. Dimensi Sosiologis Dimensi sosiologis meliputi penggambaran ciri-ciri sosial tokoh cerita, seperti: status sosial, jabatan, pekerjaan, peranan sosial, pendidikan, kehidupan pribadi, kehidupan keluarga, pandangan hidup, ideologi, agama, aktifitas sosial, orpol/ormas yang dimasuki, kegemaran, keturunan dan suku bangsa. Berdasarkan dimensi sosiologis tokoh Dinda dalam novel Serenade Biru Dinda Karya Asma Nadia digambarkan sebagai berikut. a.
Status Sosial Dalam novel ini tokoh Dinda diceritakan sebagai seorang gadis dari keluarga miskin. Hal tersebut dapat dilihat dalam kutipannya, sebagai berikut. Mendengar jawaban Dinda, Nungki gadis funky berkucir satu itu terdiam. Temannya itu ternyata belum berubah. Masih cuek, konyol, dan mampu menyingkapi kemiskinan dengan sangat baik. Sebagai anak kepsek waktu di SD, Nungky cukup tau kondisi teman-temannya. Termasuk Dinda yang dulu sering nunggak bayaran sekolah. Untungnya, karena cerdas banyak guru yang sayang dan membantu meringankan beban gadis itu. (Nadia, 2001:41). b.
Pekerjaan Dinda adalah seorang anak yang sangat rajin. Dia bersedia bekerja apa saja yang penting dapat menghasilkan uang dan halal. Mulai dari menjadi loper koran, pengamen Bahkan tukang cuci pakaian. Bisa dilihat pada kutipan-kutipan di bawah ini. “Lho, lho, lho! Udah capek emangnya jadi loper koran? Kerja kok gonta ganti sih. Eh Neng dengerin sini Mbok bilangin, di Jakarta ini kerjaan kudu dilakoni kalo mau suseeess!” papar Mbok Minah lucu. (Nadia, 2001:7). Sudah sekitar tiga perempat jam Dinda hanya termanggu di depan pasar Tanah Abang. Masih bingung dan kagok mengawali karirnya sebagai pengamen. Dibiarkannya beberapa bis dan mitromini hanya berlalu di depannya. Diperhatikannya satu dua pengamen lain mulai beraksi, melompat sigap ke dalam angkutan kota itu. (Nadia, 2001:9). Dinda bangkit. Diliriknya tumpukan cucian di sudut ruangan. Membayangkan upah yang diterimanya besok, Dinda tersenyum. Mudah-mudahan cukup untuk menebus resepresep Emak yang masih banyak dan hanya menumpuk di kantongnya. (Nadia, 2001:58). Dinda juga dikisahkan hampir terjerumus dalam pekerjaan terlarang, yaitu menjadi wanita penghibur walaupun dicerita ini dikisahkan bahwa Dinda hanya mau bekerja untuk menemani tamu minum, tidak lebih. Hal tersebut terpaksa dilakukannya karena pekerjaan yang selama ini dilakoninya sudah tidak banyak mengasilkan uang. Hal itu bisa dilihat dalam kutipan di bawah ini. Lepas magrib, Dinda melangkah gontai ke markas Tante Ros. Ungkapan prihatin yang diberikan Tante ros tetap tak bisa menutupi pancaran girang di wajahnya. “Jadi lu mau mulai sekarang, Din!” tanyanya bersemangat. “Iya, Tante. Tapi terus terang, Dinda masih nggak tau harus bersikap bagaimana dengan bapak-bapak yang datang nanti. Tante tahu kan Dinda nggak banyak bergaul dengan laki-laki. Dan Tante... Dinda Cuma bisa melakukan pekerjaan yang Tante tawarkan, Dinda tidak bisa menerima tamu inap. Dinda takut Tante, tolong Tante!” ungkap Dinda memelas. (Nadia, 2001:75).
42
Profil Tokoh Utama Wanita Dalam Novel Serenade Biru Dinda Karya Asma Nadia Dinda pada akhir cerita disebutkan bekerja menjadi seorang guru TK, walau semula hanya menjadi guru pendamping dan pengganti. Namun setelah dia menyelesaikan pendidikan guru TK dia akhirnya resmi menjadi guru di TK tersebut. Bahkan Dinda akhirnya menjadi kepala sekolah TK seperti impiannya. Hal tersebut dapat dilihat dari beberapa kutipan berikut. Banyak sekali yang Dinda pelajari. Ia memang hanya jadi guru pendamping dan pengganti jika ada guru yang berhalangan hadir. Tapi, itu saja sudah membahagiakan Dinda. Berada diantara anak-anak seusia Imad dan Ninik, melihat mereka bermain sangat membantu Dinda memupus kerinduan terhadap kedua adiknya itu, atau juga ingatannya kepada Bang Hasan. (Nadia, 2001:118). Pendidikan guru TK yang diikuti Dinda sudah selesai. Ia mulai mengajar. Mbak Ratih mempercayakan satu kelas baru untuk Dinda. Gadis itu hampir melompat karenanya. (Nadia, 2001:142). Alhamdulillah, cita-cita Dinda menjadi kepala sekolah tercapai. Gadis itu benar-benar mendapatkan durian runtuh, waktu Sarah menyatakan siap menjadi penanggung jawab dana bagi proyek impian Dinda. (Nadia, 2001:179). c.
Pendidikan Dinda pada awal cerita dikisahkan hanyalah seorang gadis tamatan SD. Namun, setelah mengenal Mbak Ratih, Dinda didorong untuk mengikuti sekolah malam dan ujian persamaan SLTP dan bahkan da disuruh mengambil kursus bahasa Inggris. Dia juga melanjutkan pendidikan guru TK. Bisa dilihat pada kutipan di bawah ini. “Nanyanya satu-satu aku sayang ibu, dong. Biar jawabnya agak bingung. Kabar Dinda baik. Trus soal alamat, orang ngetop pan emang begitu. Harus susah dicari! Trus Dinda udah nggak sekolah lagi. Ortuku bilang aku sudah kepinteran. Takut entar guru-gurunya pade keder! He he he...” jawab Dinda ngasal. (Nadia, 2001:41). Mbak Ratih terus memberinya banyak buku untuk dibaca. Sebagian besar berkaitan dengan dunia anak-anak. Sisanya tentang banyak hal. Dinda makin sering menghabiskan waktunya dengan tumpukan buku-buku itu. Mbak Ratih mendorongnya untuk mengikuti sekolah malam, dan ujian persamaan SLTP. Ia juga disuruh mengambil kursus bahasa Inggris. Mbak Ratih bilang penting untuk pegangan. (Nadia, 2001:118). Pendidikan guru TK yang diikuti Dinda sudah selesai. Ia mulai mengajar. Mbak Ratih mempercayakan satu kelas baru untuk Dinda. Gadis itu hampir melompat karenanya. (Nadia, 2001:142). d.
Kehidupan Pribadi Dinda adalah seseorang yang pantang menyerah dalam menjalani kehidupannya. Setelah ibunya masuk rumah sakit Dinda menjadi kepala keluarga, hal itupun dijalaninya dengan keiklasan. Hal tersebut bisa dilihat dalam dua kutipan berikut. Perempuan itu memandang Dinda sampai hilang dari pandangan. Wajahnya prihatin. Dinda ibarat anak perempuan yang tidak dia miliki. Lika-liku kehidupan gadis itu diketahuinya dengan baik. Melihat gadis muda itu, hati Mbok Minah salut. Biar hidup dalam kesulitan, Dinda tidak cepat menyerah. Selalu semangat. Moga tuh babenya cepet insap! Doa Mbok Minah dalam hati. (Nadia, 2001:9). Sekarang ia betul-betul kepala keluarga. Tugas berat menantinya. Mengurus keperluan Bapak, Imad, dan Ninik. Ia juga harus lebih giat mencari duit. Biaya pengobatan Emak nggak murah. Ia harus kerja ekstra keras. (Nadia, 2001:55).
43
Kamariah/ LENTERA Jurnal Ilmiah Kependidikan Vol. 11 No.2 (2016) 37-44 e.
Kehidupan Keluarga Ayah Dinda adalah seorang pengangguran yang suka mabuk-mabukan, ibunya sakitsakitan dan abangnya Hasan kabur dari rumah karena bertengkar dengan bapaknya, kutipannya. “Belum, Mpok. Bang Hasan belum pernah ngasih kabar sejak minggat setahun lewat. Mudah-mudahan aja dia baek, ya Mpok. Jangan sampe Bang Hasan kepengaruh pergaulan yang enggak-enggak.” Nada khawatir mewarnai suara Dinda ketika bercerita perihal abangnya yang semata wayang itu. Mpok Minah kembali menarik napas panjang, matanya berkaca. “Tapi, biar gimane pun die ninggalin keluarga. Mane emaklu sakit-sakitan lagi. Elu sabar aje ye Din, orang sabar disayang Tuhan. Mpok Cuma bisa ngedoain biar Bapak lu cepet insap deh, dan kagak mabok-mabokan lagi!” Dinda menyeruput habis teh manis yang disediakan untuknya. Diciumnya tangan perempuan yang sedang larut dalam keharuan itu, pamitan. (Nadia, 2001:12). C. Dimensi Psikologis Dimensi psikologis meliputi penggambaran ciri-ciri psikologis tokoh cerita, seperti: mentalitas, norma-norma moral, temperamen, perasaan, keinginan, sikap, watak, karakter, kecerdasan (IQ), keahlian dan kecakapan khusus, berdasarkan dimensi psikologis tokoh Dinda dalam novel Serenade Biri Dinda karya Asma Nadia digambarkan sebagai berikut: a.
Norma-Norma Moral Dinda adalah seorang gadis miskin yang jujur. Dia tidak pernah mau mencuri meskipun dalam kondisi kesulitan. Hal tersebut bisa dlihat pada kutipan beriku. Dinda menutup matanya. Bersumpah dalam hati tidak akan menginjak tempat ini lagi. Air matanya hampir tumpah ketika melangkah keluar tempat itu. Saat melalui kedua satpam yang tadi menggeledahnya, Dinda terdiam sejenak. Suaranya bergetar ketika berkata-kata, “Saya mungkin miskin, Pak. Tapi saya bukan maling. Dan takkan pernah jadi maling! Demi Allah... pulpen itu memang pemberian. Permisi.” (Nadia, 2001:44). b.
Keinginan Dinda ingin melanjutkan sekolahnya yang hanya tamatan sekolah dasar. Dia juga ingin sekali membahagiakan adik-adiknya dengan membelikan mainan. Bahkan dia juga mempunyai impian mempunyai taman kanak-kanak sendiri. Berikut kutipan-kutipannya. Usai shalat, Dinda masih termanggu di depan musala. Kedua matanya nanar menatap ke depan. Serombongan pelajar putri berseragam putih biru tampak melintasinya. Ramai sekali celoteh mereka, meski entah apa yang dicelotehkannya. Dinda tersenyum kecil. Sejak tadi ia sempat membayangkan dirinya berada dalam gerombolan itu. Ketawa-ketiwi, dengan tas ransel merah yang menjadi impiannya sejak dulu, tergantung dipundak. Sepasang sepatu warrior menghiasi kakinya. Bukan main! Emak pasti bangga kalau melihatnya. (Nadia, 2001:12). Keinginan besarnya untuk membelikan mainan yang murah untuk mereka, belum pernah tercapai. Jaman krismon gini, tak ada mainan yang murah. Paling murah harganya mungkin seribuan. Dan jumlah itu, belum tentu didapatnya dari satu kali ngamen di bis. Mana jumlah pengamen jalanan makin membludak. Persaingan makin ketat. Hari ini saja beberapa kali Dinda mengurungkan niatnya ngamen, pas melihat muka-muka sebel penumpang. (Nadia, 2001:20). “Makasih banyak, tapi Dinda pikir, lebih baik melanjutkan kursus pendidikan yang sekarang. Kali aja kalo ada durian runtuh Dinda bisa punya TK sendiri. Langsung jadi kepsek! He he he...” (Nadia, 2001:133). 44
Profil Tokoh Utama Wanita Dalam Novel Serenade Biru Dinda Karya Asma Nadia c.
Sikap, Watak dan Karakter Dinda adalah seorang yang suka bersyukur. Dia mudah penasaran terhadap sesuatu serta suka menghayal. Berikut dua kutipannya. Namun, hingga suaranya serak berterian-teriak di sekitar rumah, dua anak itu tetap tak tampak batang hidungnya. Kesal, Dinda masuk dan menutup pintu rumah, membaringkan dirinya di dipan sejenak. Dicobanya menghitung pendapatannya hari ini. Huh. Cuman delapan ribu rupiah. Astaghfirullah, kok, jadi nggak bersyukur, pikir Dinda. Mau banyak, mu sedikit, toh, ini rezeki dari Allah. Lagi pula di masa sulit kayak gini, seperak dua perak terasa banget artinya. (Nadia, 2001:58). Dinda jad sangat penasaran. Dulu sekali, sewaktu ia masih kecil memang Emak pernah menceritakan tentang jagoan Betawi yang suka menolong rakyat kecil. Dengan membagibagikan uang hasil rampasan dari orang-orang kaya yang berkerja dengan penjajah Belanda. Tapi... masa iya si Pitung hidup kembali?? Berpikir sampai di situ, Dinda jadi geli sendiri. (Nadia, 2001:88). d.
Kecerdasan Dinda adalah seorang anak yang cerdas. Hal tersebut bisa dilihat pada kutipan berikut. Sayang, semua itu cuman nyaris terjadi pada Dinda. Ya, empat tahun lalu ia nyaris resmi menjadi pelajar es em pe. Betapa tidak? Namanya ternyata tercantum pada daftar anak-anak yang diterima di SMP Negeri favorit! (Nadia, 2001:12). Mendengar jawaban Dinda, Nungki gadis funky berkuncir satu itu terdiam. Temannya itu ternyata belum berubah. Masih cuek, konyol, dan mampu menyingkapi kemiskinannya dengan sangat baik. Sebagai anak kepsek waktu di SD Nungki cukup tau kondisi temantemannya. Termasuk Dinda, yang dulu sering nunggak bayar sekolah. Untungnya, karena cerdas banyak guru yang sayang dan membantu meringankan beban gadis itu. (Nadia, 2001:41). KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dalam penelitian ini dapat di simpulkan bahwa tokoh utama wanita dalam novel Serenade Biru Dinda karya Asma Nadia dapat digambarkan dalam tiga dimensi. yaitu dimensi fisiologis, dimensi sosiologis dan dimensi psikologis. Berdasarkan dimensi fisiologis, tokoh Dinda berjenis kelamin perempuan, berkulit hitam manis, bergigi putih dengan postur tubuh kecil dan kurus. Dalam berpakaian Dinda selalu mengutamkan kebersihan walaupun pakaian yang dipakai jauh dari kata layak. Dinda juga akhirnya berpakaian muslimah setelah mengenal Islam lebih dalam. Dimensi sosiologis, status sosial Dinda dalam novel ini adalah seorang gadis miskin. Dia bekerja apa saja dari loper koran, pengamen, dan tukang cuci pakaian. Diakhir cerita dia menjadi guru TK dan kepala sekolah. Dinda hanya lulusan SD, kemudian mengejar ketinggalan dan ikut ujian SLTP dan kursus Bahasa Inggris serta sekolah guru TK. Kehidupan pribadi, Dinda adalah orang yang pantang menyerah dan menjadi kepala keluarga. Kehidupan keluarga, ayahnya pengangguran dan suka mabuk-mabukan. Kakaknya Hasan kabur dari rumah karena bertengkar dengan ayahnya. Dinda beragama Islam. Dimensi psikologis, norma moral, Dinda meskipun miskin tidak pernah mencuri. Keinginan, Dia ingin melanjutkan sekolah dan mempunyai TK dan menjadi kepala sekolah. Sikap, watak, dan karakter, Dia orang yang suka bersyukur. Kecerdasan, dia adalah gadis yang cerdas.
45
Kamariah/ LENTERA Jurnal Ilmiah Kependidikan Vol. 11 No.2 (2016) 37-44 B. Saran Temuan-temuan dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan efek positif guna perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam ilmu sastra. Kemudian, para pemerhati satra dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai bahan acuan untuk meneliti secara lebih mendalam baik bersifat pengulangan maupun perluasan dari sudut pandang yang lain.
DAFTAR RUJUKAN Aminuddin. 1991. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Bars. Aziez, Furqonul dan Abdul Hasim. 2010. Menganalisis Fiksi Sebuah Pengantar. Bogor. Ghalia Indonesia. Endraswara, Suwardi. 2008. Metedelogi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Med Press. Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2008. KBBI (Edisi Keempat). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Mido, Frans. 1999. Cerita Rekaan dan Seluk Beluknya. Ende, Flores: Nusa Indah. Nadia, Asma. 2001. Serenade Biru Dinda. Bandung: Mizan Media Utama. Nurgiantoro, Burhan. 2012. Teori Pengkajian Sastra. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press. Sulisytowati, Endang dan Tarman Effendi Tarsyad. 2017. Kajian Prosa Fiksi. Banjarbaru. Scripta Cendikia. Sudjiman, Panuti. 1992. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya Sumardjo, Jacob dan Saini. 1986. Pengajaran Apresiasi Sastra SMP/SMA. Jakarta: Gramedia Sumardjo, Jakob. 2010. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
46