TESIS
PERAN LEMBAGA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPM ) KUTA DENGAN KEPOLISIAN DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA PENCURIAN
NI KOMANG RATIH KUMALA DEWI
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015
TESIS
PERAN LEMBAGA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPM) KUTA DENGAN KEPOLISIAN DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA PENCURIAN
NI KOMANG RATIH KUMALA DEWI NIM : 1290561033
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU HUKUM PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015
PERAN LEMBAGA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPM) KUTA DENGAN KEPOLISIAN DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA PENCURIAN
Tesis Untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Udayana
NI KOMANG RATIH KUMALA DEWI NIM : 1290561033
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU HUKUM PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015
ii
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 20 APRIL 2015
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. I Gusti Ketut Ariawan, S.H., M.H
Dr. Ida Bagus Surya Dharma Jaya, S.H., M.H
NIP. 195707091986101001
NIP. 196206051988031020
Mengetahui, Ketua Program Studi Magister (S2) Ilmu Hukum
Direktur Program Pascasarjana
Program Pascasarjana Universitas Udayana
Universitas Udayana
Dr. Ni Ketut Supasti Dharmawan, S.H., M.Hum., LLM.
Prof.Dr.dr.A.A.Raka Sudewi, Sp.S(K)
NIP. 196111011986012001
NIP. 195902151985102001
iii
Tesis Ini Telah Diuji Pada Pada 17 April 2015
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan Surat Keputusan Rektor Universitas Udayana Nomor : 967/UN/14.4/HK/2015 , Tanggal 07 April 2015
Ketua
: Dr. I Gusti Ketut Ariawan, S.H., M.H
Sekretaris
: Dr. Ida Bagus Surya Dharma Jaya, S.H., M.H
Anggota
: 1. Prof. Dr. I Ketut Rai Setiabudhi, S.H.,M.S 2. Dr. Gde Made Swardhana, S.H.,M.H 3. Dr. Putu Tuni Cakabawa Landra, S.H.,M.Hum
iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Ni Komang Ratih Kumala Dewi Program Studi : Ilmu hukum Judul Tesis :Peran Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Kuta Dengan Kepolisian Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Pencurian
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas Plagiat. Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi bagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
Denpasar, 14 April 2015 Yang Menyatakan
Ni Koamang Ratih Kumala Dewi
v
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis Panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa/ Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena atas tuntunan dan rahmat-NYA lah, maka tesisi yang berjudul “ Peran Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Kuta Dengan Kepolisian Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Pencurian ” ini dapat terselesaikan. Tesis ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk meraih gelar Magister Hukum pada Program Magister Ilmu Hukum, Program Pascasarjana Universitas Udayana. Dalam penyusunan tesis ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr. I Gusti Ketut Ariawan, S.H.,M.H, selaku Pembimbing I yang telah penuh perhatian dan kesabaran memberikan bimbingan, arahan, dan saran kepada penulis. Terimakasih penulis ucapkan juga kepada Dr. Ida Bagus Surya Dharma Jaya, S.H.,M.H, selaku Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan saran dalam penyusunan tesis ini. Ucapan terimakasih juga ditunjukan kepada Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr.dr. Ketut Suastika, SpPD KEMD, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister (S2) Ilmu Hukum di Universitas Udayana. Ucapan terimakasih ini juga ditunjukan kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. Dr.dr A.A Raka Sudewi, Sp.S(K), atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program Magister (S2) Ilmu Hukum pada Program Pascasarjana Universitas Udayana. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana, Prof Dr. I Gusti Ngurah Wairocana,S.H.,M.H, atas ijin yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan Program Magister (S2) Ilmu Hukum. Pada kesempatan ini penulis juga menyampaikan rasa terimakasih kepada Ketua Program Studi Magister (S2) Ilmu Hukum, Dr. Ni Ketut Supasti Dharmawan, S.H.,M.Hum.,LLM, para penguji tesis yaitu Prof. Dr. I Ketut Rai Setiabudi, S.H.,MS, Dr. Gde Made Swardhana, S.H.,M.H dan Dr. Putu Tuni Cakabawa Landra, S.H.,M.Hum, yang telah memberikan masukan, saran, dan koreksi dalam penyempurnaan tesis ini. Ucapan terimakasih juga penulis ucapkan kepada para Dosen Program Magister (S2) Ilmu Hukum Universitas Udayana yang telah mengajar dan mendidik penulis selama mengakuti perkuliahan yang telah begitu banyak memberikan dorongan moril dan nasehat untuk dapat segera menyelesaikan penyusunan tesis ini. . Kepada seluruh pegawai administrasi dan perpustakaan Program Magister Ilmu Hukum Universitas Udayana yang selalu memberikan bantuan dan dorongan yang tidak ternilai sehingga tesis ini dapat terselesaikan. Pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terimaksih kepada Kepolisian Sektor Kuta dan LPM Kuta yang telah memberikan ijin penelitian yang diberikan kepada penulis untuk kepentingan penyusuanan tesis ini. Kepada orang tua tercinta penulis, Ayah I Wayan Surayaga, SH, dan Bunda Ni Made Mangkin, yang telah memberikan dorongan moril dan materiil serta kasih sayang yang tiada henti kepada penulis sehingga menjadi semangat untuk menyelesaikan pendidikan Magister Ilmu Hukum dan juga kepada kakak – kakak saya Ni Putu Santiari Dewi
vi
ST. dan Ni Kadek Christina Dewi SH, Kadek Puja Astawa, Putu Agastya Narada Astawa, Qely dan Cibi beserta keluarga besar saya yang selalu memberikan dorongan dan motivasi untuk selalu dapat menyelesaikan studi. Kepada rekan-rekan Program Magister Ilmu Hukum Universitas Udayana angkatan tahun 2012 antara lain GMZ, Anggia , Lina, Ditha, Trisna, Pasek, Dwi Kurniawan, Pak Dewa, Bu Sinar, Mbk Diyah, Pak Made Gelgel dan angkatan 2012 lainnya yang tidak bisa saya sebutkan satu perstu, untuk sahabat- sahabat Noni, sisil, melda, sagung, ayu w, eny, rosa, tari, intan, ade paranita, coki, kika, Bli Ardika, dwitari, ayu eka, junita dewi, anak-anak SG, ST AJH dan angkatan 08 FH UNUD dan teman- teman yang lain yang juga memberikan dorongan moril, sehingga penyusunan tesis ini dapat terselesaikan. Penulis menyadari bahwa materi yang disajikan dalam tesis ini masih jauh dari sempurna mengingat keterbatasan kemampuan, pengetahuan, dan pengalaman yang dimiliki penulis. Oleh karena keterbatasan tersebut, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna kelengkapan dan penyempurnaan tesis ini. Akhir kata, penulis harapkan semoga tesis ini dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi para pembaca. Semoga segala bantuan, dukungan, pengorbanan dan petunjuk yang telah diberikan kepada penulis, mendapatkan pahala dari Tuhan Yang Maha Esa/ Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Demikian juga penulis menyadari, tesis ini masih jauh dari sempurna, namun penulis berharap semoga data bermanfaat di kemudian hari.
Denpasar, April 2015
Penulis
vii
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan serta menganalisis Peran Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Kuta Dengan Kepolisian Dalam Menanggualangi Tindak Pidana Pencurian. Penelitian ini adalah penelitian hukum empiris dengan sifat penelitian deskriptif kualitatif. Dalam penelitian ini, peneliti memilih Kepolisian Sektor Kuta dan LPM Kuta sebagai lokasi penelitian, data yang digunakan terdiri dari data primer dan data sekunder, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik studi dokumen serta teknik wawancara, dan teknik penentuan sampel penelitian menggunakan teknik non probability sampling serta Pengolahan dan analisis data untuk penelitian ini dilakukan secara kualitatif Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan Mengenai peran LPM dalam menangani tindak pidana pencurian dengan modus pemcopetan yang terjadi diwilayah kuta yaitu perannya hanya membantu dimana apabila menemukan kejahatan di lapangan pada saat menjalankan tugasnya tim Jaga Baya dan Linmas langkah pertama yang diambil mengamankan, kemudian langkah kedua membawa ke LPM membantu mengumpulkan barang- barang bukti dan memcoba melakukan introgasi kecil kepada pelaku kejahatan serta meminta identitas pelaku, ketiga membawa ke Kepolisian Sektor Kuta untuk melakukan penindakan lebih lanjut lagi. Terkait dengan kendala- kendala yang dihadapi oleh LPM dengan kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan di wilayah Kuta yaitu dimana LPM terkendala pada minimnya jumlah personil dan kurangnya jaminan keamanan, tidak adanya payung hukum sedangkan kendala yang dihadapi oleh Kepolisian Sektor Kuta dalam menanggulangi tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan meliputi yaitu terbatasnya jumlah personil serta kurangnya jumlah anggaran untuk sarana kendaraan operasional. Untuk upaya penanggulangan yang dilakukan baik oleh LPM dengan Kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan di wilayah Kuta terdiri dari upaya preventif, upaya represif, dan upaya preemptif.
Kata Kunci : Kepolisian, Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM), Peran, Tindak Pidana Pencurian, Upaya Penanggulangan
viii
ABSTRACT
This study aims to describe and analyze the role of Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Kuta region with Police to overcome the theft crime. This study is an empirical law research with the characteristic of research was descriptive qualitative. In this study, the researcher chose the Police and LPM in Kuta region as the location of research, the data used consist of primary and secondary data, the technique of data collection used was the documents study and interview techniques, and the technique of determine the research sample used non-probability sampling technique and the processing and data analysis for this study was conducted qualitatively. From the result of study was obtained the conclusion that, Concerning the role of LPM to overcome the theft crime by pickpocket mode which occurred in Kuta region that role only help which if discovered the crime in court at the time of carrying out their duties and team Jaga Baya and Limnas Keep well the first step taken to secure, then the second step brings to LPM help collect items of evidence and attempt to do a small interrogation to the offender and ask for the identity of the perpetrator, the third brought to the Police Sector Kuta to take action further. Associated with the obstacles faced by the LPM with police to overcome the crime of theft by pickpocket mode in Kuta which LPM was constrained to the minimal number of personnel and the lack of security, lack of legal protection, while the constraints faced by the Police Sector Kuta in countering crime of theft by pickpocket mode includes that the limited number of personnel and the lack of a budget amount for the means of operational vehicles. For prevention efforts performed by the LPM with Police Department to overcome the crime of theft by pickpocket mode in Kuta region consists of preventive, repressive, and preemptive efforts. Key words : Police, Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM), Role, Theft Crime, Prevention Effort
ix
RINGKASAN
Pada bab I merupakan bab pendahuluan yang berisi tentang hal- hal yang melatarbelakangi dilakukannya penulisan tesis ini yaitu maraknya kasus tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan di wilayah Kuta oleh karena itu perlu dilakukan upaya penanggulangan oleh Kepolisian Sektor Kuta. Namun di dalam melakukan upaya penanggulangan Kepolisian sektor Kuta tidak bisa sendiri melainkan membutuh Partisipasi masyarakat Kuta dengan menjaalin kerjasama dengan LPM kuta. Adapun rumusan masalah yang di angkat dalam tesis ini yaitu Bagaimana peran Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) dengan kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan yang terjadi diwilayah Kuta? dan Apa saja Kendala Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) dengan Kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan dan apa saja upaya penanggulangan yang dilakukan oleh LPM dengan kepolisian dalam menaggulangi tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan di wilayah Kuta?. Selanjutnya tujuan penelitaian, manfaat penelitian, ruang lingkup masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, orisinalitas penelitian, landasan teori dan kerangka berpikir, meteode penelitian. Adapun teori- teori yang digunakan dalam tesis ini adalah : teori kelembagaan, teori partisipasi masyarkat, teori penanggulangan kejahatan dan teori penegakan hukum. Isi dari bab II merupakan bab yang berisi tentang tinjauan umum mengenai Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM), kepolisian dan tindak piadan pencurian. LPM merupakan sebuah lembaga kemasyarakatan yang bergerak di bidang pembangunan, dimana merupakan lembaga yang resmi yang lahir dan tumbuh atas prakarsa masyarakat. LPM memiliki misi salah satunya turut serta meningkatkan kesadaran hukum serta mendorong penegakan supremasi hukum. Sedangkan kepolisian dalam Undang-undang No. 2 tahun 2002 merupakan sebagai alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri dan mengenai tindak pidana pencurian yaitu berdasarkan pada KUHP adalah diatur dalam Bab XXII mulai Pasal 362 sampai dengan 367 KUHP. Dalam Pasal 362 KUHP tentang pencurian dinyatakan bahwa : Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimilki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak Sembilan bulan. Pada bab III merupakan uraian mengenai data statistik, modus- modus, upaya penanggulangan terhadap tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan di wilayah Kuta dan peran LPM dalam menangani tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan di wilayah Kuta. Uraian yang dipaparkan dalam bab ini merupakan analisis terhadap permasalahan pertama dalam rumusan masalah yang terdapat pada bab I tesis ini yaitu tentang peran Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) dalam menangani tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan yang terjadi diwilayah Kuta. Berdasarkan pembahasan tersebut ditemukan bahwa peran LPM dalam menangani tindak pidana pencurian dengan
x
modus pemcopetan yang terjadi diwilayah kuta yaitu perannya membantu, dimana apabila menemukan kejahatan di lapangan pada saat menjalankan tugasnya tim Jaga baya dan Linmas langkah pertama yang diambil mengamankan, kemudian langkah kedua membawa ke LPM membantu mengumpulkan barang- barang bukti dan memcoba melakukan introgasi kecil kepada pelaku kejahatan serta meminta identitas pelaku, ketiga membawa ke Kepolisian Sektor Kuta untuk melakukan penindakan lebih lanjut lagi. Bab IV merupakan analisis terhadap permasalahan yang kedua. Adapun permasalahan kedua dalam tesis ini adalah Apa saja kendala Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) dengan Kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan dan apa saja uapaya penanggulangan yang dilakukan oleh LPM dengan Kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan di wilayah Kuta? Dalam hal ini dipaparkan mengenai kendala –kendala yang dihadai oleh LPM dan kepolisian yaitu kendala – kendala yang dihadapi oleh LPM adalah kurangnya jumlah personil jagabaya dan hansip, kurangnya jaminan keamanan untuk jagabaya dan hansip, tidak memiliki payung hukum, apabila pelakunya anak-anak di bawah umur jagabaya kesulitan untuk menindak lanjutkan dan LPM mengalami kesulitan dalam hal memberi gaji kepada jagayaba dan hansip. Sedangkan kendala yang dihadapi oleh Kepolisian yaitu terbatasnya jumlah personil dibandingkan luas wilayah hukum POLSEK kuta, Terkendala pada jumlah anggaran terhadap sarana operasional kendaraan, apabila pelakunya anak-anak di bawah umur jagabaya kesulitan untuk menindak lanjutkan karena seperti kita ketahui anak- anak dibawah umur susah untuk dikenakan sanksi pidana sehingga dikembalikan kepada orang tuanya untuk diberi bimbingan, dan yang terakhir apabila korbannya wisatawan asing saksi korban biasanya tidak mau proses dilanjutkan ke sidang pengadilan. Untuk upaya penanggulangan yang dilakukan oleh LPM dengan Kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana pencurian dengan modus pencoeptan yaitu LPM melakukan upaya penanggulangan secara preventif, preemtif dan represif, dan Kepolisian juga melakukan upaya penanggulangan secara perventif, preemtif dan represif. Dalam bab V berisi mengenai kesimpulan dan saran dari permasalahan dalam tesis ini. Dalam tesis ini penulis memberikan simpulan yang pertama Peran LPM dalam menangani tindak pidana pencurian dengan modus pemcopetan yang terjadi di wilayah Kuta adalah membantu pihak kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan seperti mengamankan pelaku, membawa pelaku ke LPM untuk melakukan interogasi dan mengumpulkan barang bukti untuk selanjutnya membawa ke polsek. Selanjutnya simpulan yang kedua Adapun kendala-kendala yang dialami oleh LPM dalam menanggulangi tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan di wilayah Kuta meliputi: minimnya jumlah personil dan kurangnya jaminan keamanan,tidak adanya payung hukum sedangkan kendala yang dihadapi oleh Kepolisian Sektor Kuta dalam menangani tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan meliputi : terbatasnya jumlah personil serta kurangnya jumlah anggaran untuk sarana kendaraan operasional. Upaya penanggulangan yang dilakukan baik oleh LPM dan Kepolisian terdiri dari upaya preventif, upaya represif, dan upaya preemptif.
xi
Penulis memberikan saran yang pertama Kepada LPM diharapkan dapat meningkatkan kemampuan personil di bidang hukum melalui peningkatan pengetahuan personil LPM baik itu tim Jaga Baya maupun Linmas mengenai di bidang hukum penanganan masalah keamana, penanganan terhadap pelaku terkait kasus tindak pidana pencuria dengan modus pencopetan melalui pelatihan dan bimbingan teknis dan meningkatkan koordinasi serta kerjasama antara LPM dengan Kepolisian Sektor Kuta yang sudah baik menjadi lebih baik karena dari itu semua akan melancarkan penanganan terhadap kasus- kasus kejahatan. Dan saran yang kedua Kepada Pemerintah daerah khususnya wilayah desa adat Kuta diharapkan dapat membantu mendukung kegiatan operasional dengan menyediakan sarana dan prasarana pendukung dalam hal menjaga keamanan Kuta yang selama ini sering dianggap sebagai salah satu kendala dalam menjalankan tugasnya. Kepada aparat Kepolisian diharapkan dapat terus meningkatkan jumlah anggaran di bidang transportasi sesuai dengan kebutuhan di lapangan.
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL DALAM..................................................................... HALAMAN PERSAYARATAN GELAR MAGISTER................................. LEMBAR PENGESAHAN TESIS .................................................................. HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI........................................... SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT................................................. UCAPAN TERIMAKASIH ............................................................................. ABSTRAK ....................................................................................................... ABSTRACT ..................................................................................................... RINGKASAN .................................................................................................. DAFTAR ISI .................................................................................................... DAFTAR TABEL ............................................................................................ DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... BAB I
BAB
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah............................................................... 1.2 Rumusan Masalah ........................................................................ 1.3 Ruang Lingkup Masalah .............................................................. 1.4 Tujuan Penelitian ......................................................................... 1.4.1 Tujuan Umum ..................................................................... 1.4.2 Tujuan Khusus .................................................................... 1.5 Manfaat Penelitian ....................................................................... 1.5.1 Manfaat Teoritis .................................................................. 1.5.2 Manfaat Praktis ................................................................... 1.6 Orisinalitas Penelitian .................................................................. 1.7 Landasan Teoritis dan Kerangka Berpikir ................................... 1.7.1 Landasan Teoritis ................................................................ 1.7.2 Kerangka Berpikir............................................................... 1.8 Metode Penelitian......................................................................... 1.8.1 Jenis Penelitian .................................................................... 1.8.2 Sifat Penelitian .................................................................... 1.8.3 Lokasi Penelitian ................................................................. 1.8.4 Data dan Sumber Data......................................................... 1.8.5 Teknik Pengumpulan Data .................................................. 1.8.6 Teknik Penentuan Sampel Penelitian .................................. 1.8.7 Pengolahan dan Analisis Data.............................................
II
i ii iii iv v vi viii ix x xiii xv xvi
1 12 13 14 14 14 15 15 15 16 20 20 39 40 40 41 41 41 43 45 46
TINJAUAN UMUM TENTANG LEMBAGA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPM), KEPOLISIAN, TINDAK PIDANA, TINDAK PIDANA PENCURIAN 2.1 Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) ........................ 47 2.1.1 Pengertian Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) ............................................................................ 47
xiii
2.1.2 Tugas Pokok Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) ........................................................... 2.1.3 Tugas, Fungsi dan Kewajiban Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM)................................... 2.1.4 Struktur Organisasi LPM ................................................. 2.2 Kepolisian Negara Republik Indonesia...................................... 2.2.1 Pengertian Kepolisian ...................................................... 2.2.2 Tugas dan Wewenang Kepolisian ..................................... 2.3 Tindak Pidana Pencurian............................................................ 2.3.1 Tindak Pidana................................................................... 2.3.2 Tindak Pidana Pencurian.................................................. BAB
50 50 52 59 59 61 65 65 73
III PERAN SERTA LEMBAGA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPM) KUTA DALAM MENANGANI MARAKNYA AKSI PENCURIAN TERHADAP WISATAWAN DI WILAYAH KUTA 3.1 Data Statistik Tindak Pidana Pencurian Dengan Modus Pencopetan Wilayah POLSEK KUTA ........................... 83 3.2 Modus- Modus Tindak Pidana Pencurian Di Wilayah Kuta ............................................................................................. 101 3.3 Peran Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Dalam Menangani Tindak Pidana Pencurian Dengan Modus Pencoeptan Di Wilayah Kuta .......................................... 110
BAB IV IMPLEMENTASI DAN FAKTOR- FAKTOR PENGHAMBAT YANG DIHADAPI OLEH LEMBAGA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPM) DAN KEPOLISIAN DALAM MENANGGULANGI AKSI PENCURIAN DI WILAYAH KUTA 4.1 Kendala- Kendala Yang Di hadapi Dalam Menanggulangi Aksi Tindak Pidana PencopetanDi Wilayah Kuta ........................ 133 4.2 Upaya Lembaga Pemberdayan Masyarakat (LPM) Kuta Dengan Kepolisian Dalam Menanggulangi Aksi Tindak Pidana Pencurian Dengan Modus Pencopetan Di Wilayah .................................................................................. 142 BAB V
PENUTUP 5.1 Simpulan ....................................................................................... 162 5.2 Saran ............................................................................................. 163
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xiv
DAFTAR TABEL Tabel 1 Data Kasus Hukum Periode Tahun 2010-2014 di Polsek Kuta ........ Tabel 2 Frekuensi Tindak Pidana Pencurian Dengan Modus Pencopetan Tahun 2010 ........................................................................................ Tabel 3 Frekuensi Tindak Pidana Pencurian Dengan Modus Pencopetan Tahun 2011 ....................................................................................... Tabel 4 Frekuensi Tindak Pidana Pencurian Dengan Modus Pencopetan Tahun 2012 ........................................................................................ Tabel 5 Frekuensi Tindak Pidana Pencurian Dengan Modus Pencopetan Tahun 2013 ........................................................................................ Tabel 6 Frekuensi Tindak Pidana Pencurian Dengan Modus Pencopetan Tahun 2014………………………………………………………. ...
xv
6 85 87 89 91 93
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Kerangka Berpikir Penelitian ........................................................ Gambar 2 Struktur Organisasi LPM Kelurahan Kuta .................................... Gambar 3 Grafik Tindak Pidana Pencurian Dengan Modus Pencopetan Tahun 2010.................................................................................... Gambar 4 Grafik Tindak Pidana Pencurian Dengan Modus Pencopetan Tahun 2011.................................................................................... Gambar 5 Grafik Tindak Pidana Pencurian Dengan Modus Pencopetan Tahun 2012.................................................................................... Gambar 6 Grafik Tindak Pidana dengan Modus Pencopetan Tahun 2013 .... Gambar 7 Grafik Tindak Pidana Pencurian dengan Modus Pencopetan Tahun 2014.................................................................................... Gambar 8 Grafik Tindak Pidana Pencurian Dengan Modus Pencopetan Periode Tahun 2010-2014 ...........................................................
xvi
39 53 86 88 90 92 94 96
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah Bali yang merupakan bagian dari kepulauan Indonesia dan juga merupakan pulau yang terkenal dengan keindahan alamnya baik dari segi pesisir pantai maupun pegunungan, dengan ibu kota provinsinya ialah Denpasar yang terletak di bagian selatan pulau ini. Adapun mayoritas penduduk Bali adalah menganut agama Hindu. Bali juga dikenal dengan sebutan Pulau Dewata dimana merupakan pulau yang
memiliki seribu pura sebagai tempat
persembahyangan atau tempat pemujaan bagi masyarakat umat Hindu. Keindahan Bali selaras dengan masyarakatnya yang hangat dan ramah tamah sehingga memunculkan daya tarik sendiri bagi wisatawan asing maupun lokal sebagai salah satu tempat untuk berwisata atau objek wisata yang harus dikunjungi. Kebudayaan terus dilestarikan dari generasi ke generasi menyadari akan pentingnya peran pariwisata bagi perekonomian masyarakat Bali, pemerintah selalu berupaya untuk mempromosikan daerah-daerah wisata agar wisatawan yang berkunjung merasa nyaman selain itu pemerintah juga terus berupaya untuk mempromosikan daerah- daerah baru yang memiliki potensi untuk dapat menjadi daerah pariwisata. Bali mengalami pasang surut dalam menerima kedatangan wisatawan mancanegara, berdasarkan data statistik dari Badan Pusat Statistik (BPS), di peroleh informasi bahwa jumlah kedatangan
1
2
wisatawan mancanegara ke Bali melalui Bandara Ngurah Rai secara kumulatif (Januari-Desember) 2011, jumlah kunjungan wisman mencapai 7,65 Juta orang sedangkan secara kumulatif (Januari─Desember) 2012, jumlah kunjungan wisman mencapai 8,04 juta orang atau naik 5,16 persen dibanding kunjungan wisman pada periode yang sama tahun sebelumnya, yang berjumlah 7,65Juta orang. Sedangkan kumulatif (Januari–Desember) 2013, jumlah kunjungan wisman mencapai 8,80 juta kunjungan atau naik 9,42 persen dibanding kunjungan wisman pada periode yang sama tahun sebelumnya, yang berjumlah 8,04 juta kunjungan.1 Di daerah Bali yang menjadi pusat pariwisata adalah daerah Kuta, dimana Kuta merupakan sebuah daerah yang terletak di kecamatan Kuta Kabupaten Badung. Kuta terkenal dengan pantainya dimana pantai kuta sendiri telah di kenal sekitar tahun 1930. Menyadari akan kemajuan yang terjadi di Bali pemerintah
daerah
Bali
berinisiatif
untuk
membuat
rencana
induk
pengembangan wilayah ini, terutama untuk melestarikan pantai Kuta sebagai sebuah tempat wisata. Saat ini dengan semakin banyaknya wisatawan internasional dari berbagai negara ternyata menambah daya tarik pantai Kuta sebagai tempat wisata sekedar melepas ketegangan, kesempatan berinteraksi dengan orang- orang dari berbagai belahan penjuru dunia akan sangat menarik minat para wisatawan.
1
Badan Pusat Statistik Provinsi Bali, 2013, Perkembangan Pariwisata Dan Tranportasi Nasional Desember 2012, http://www.bps.go.id/brs_file/pariwisata_-1feb13.pdf., diakses pada tanggal 27 Juni 2014.
3
Menjadikan Kuta sebagai tempat wisata sudah tentu harus memperhatikan rasa keamanan dan kenyamanan. Hal tersebut sesuai dengan apa yang sudah ditentukan dalam konstitusi atau tatanan perangkat hukum bahwa wajib untuk mengayomi dan melindungi masyarakat dengan menciptakan rasa aman dan nyaman. Terlepas dari segala pengaruh atau dampak posotif yang di dapat oleh Kuta sebagai daerah pariwisata yang dikunjungi oleh wisatawan dari seluruh dunia serta perkembangan pariwisata dan perekonomian masyarakat yang terus meningkat, dampak negatif yang ditimbulkan dari perkembangan pariwisata itu sendiri adalah meningkatnya kejadian kriminalitas di Kuta, baik itu tindak pidana pencurian penipuan, narkotika, penggelapan, pemerkosaan dan pembunuhan. Semua ini dapat terjadi karena Kuta merupakan daerah yang selalu ramai di kunjungi oleh wisatawan sehingga memberikan kesempatan bagi orang-orang yang ingin melakukan kriminalitas, bahkan pelaku-pelaku dari kriminalitas tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa tetapi dapat juga dilakukan oleh oleh anak-anak. Mengingat Indonesia merupakan Negara hukum seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) khususnya Pasal 1 angka 3 maka hukum harus di tegakan demi keadilan. Munculnya berbagai tindakan kriminalitas tersebut menyebabkan banyak masyarakat yang mempertanyakan mengenai keamanan di wilayah Kuta. Berbagai persoalan yang ada dapat saja dianggap sebagai faktor penyebab terjadinya kondisi tidak aman seperti meningkatnya kunjungan pariwisata khususnya di wilayah Kuta yang dapat menimbulkan berbagai bentuk kejahatan
4
dan selain itu kondisi perekonomian negara yang sulit pada saat ini, mengakibatkan timbulnya kasus kriminalitas yang terjadi dalam masyarakat yang dilatarbelakangi karena kebutuhan hidup yang mendesak. Pengawasan yang kurang serta teknologi dan modernisasi juga menjadikan salah satu faktor yang dapat menyebabkan kejahatan semakin marak terjadi di Kuta, terlebih Kuta sebagai daerah wisata internasional dengan tingkat perekonomian penduduknya yang cukup bagus menjadikan daerah ini sebagai kawasan sasaran tindakan kriminal. Kejahatan adalah masalah manusia yang berupa kenyataan sosial yang sebab-musababnya kurang kita pahami dan terjadi dimana serta kapan saja dalam pergaulan hidup.2 Seperti yang dikemukakan oleh B. Simandjutak kejahatan adalah suatu tindakan anti sosial yang merugikan,tidak pantas, tidak dapat dibiarkan, yang dapat menimbulkan kegoncangan dalam masyarakat.3 Kejahatan dapat diartikan sebagai suatu delik (menurut) hukum (rechtsdelicten) akan tetapi kejahatan di dipandang suatu perbuatan yang mutlak atau secara esensial bertentangan dengan pengertian tertib
hukum.4
Sedangkan
menurut
Aristoteles,
bahwa
“kemiskinan
menimbulkan kejahatan dan pemberontakan gangguan sosial yang dirasakan oleh masayarakat berupa rasa kurang aman selalu menyelimuti kalangan
2
Martiman Prodjohamidjojo, 1997, Memahami Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, PT Pradnya Paramita, Jakarta,h. 1. 3
Yulisanti, 2012, Tinjauan Umum Tentang Kejahatan Seks Dalam Internet, http://digilib.unpas.ac.id/files/disk1/43/jbptunpaspp-gdl-yulisanti-2128-2-babiit-g.doc, diakses pada tanggal 28 November 2013. 4
Jan Remmelink, 2003, Hukum Pidana (Komentar atas Pasal-Pasal Terpenting dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Belanda dan Pandanannya dalam Kitab Undang- Undang Hukum Pidana Indonesia), PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, h. 66.
5
masyarakat, selain itu kurangnya rasa percaya masyarakat terhadap aparat penegak hukum. Beberapa pendapat para sarjana mengungkapkan mengenai pengertian kejahatan. Menurut Larry J Siegel dalam bukunya yang berjudul Criminology (Eleventh Edition) : Theories, Patterns & Typologies, bahwa “Crime is a violation of societal rules of behavior as interpreted and expressed by a criminal legal code created by people holding social and political power. Individuals who violate these rules are subject to sanctions by state authority, social stigma, and loss of status”.5 Padahal jika hukum dilakukan secara responsif dan mengikuti irama maka hukum akan selalu selaras dengan kehidupan masyarakat dan hukum tidak akan menjauh dari masyarakat.6 Seandainya masyarakat lebih memiliki rasa kesadaran hukum berarti orang yang yakin akan cita-cita kebaikan dan keyakinan itulah menjadi tempat bagi jalinan nilai-nilai dalam benak dan sanubari manusia.7 Pengertian kejahatan dari sudut pandang ilmu hukum pidana adalah perbuatan yang melanggar normanorma dalam undang-undang pidana sehingga kejahatan dilihat sebagai konsep yuridis. Namun jika dipandang dari sudut pandang kriminologi kejahatan adalah perbuatan yang asosial dan asusila sehingga kejahatan dilihat sebagai konsep sosiologis, oleh karenanya dalam kriminologi ditelaah juga perbuatan-
5
Larry J. Siegel, 2013, Criminology (Eleventh Edition) : Theories, Patterns & Typologies, Cengage Learning, USA, p. 14-15. 6
Saifullah, 2010, Refleksi Sosiologi Hukum, PT Refika Aditama, Bandung, h.26-27.
7
Muhamad Erwin, 2011, Filsafat Hukum Refleksi Kritis Terhadap Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.135.
6
perbuatan yang bukan kejahatan menurut undang- undang pidana.8 Berdasarkan data yang diperoleh Kepolisian Sektor Kuta (Polsek Kuta) bahwa selama lima tahun terakhir (2010-2014) telah terjadi beberapa kasus hukum dengan rincian sebagai berikut :
Tabel 1. Data Kasus Hukum Periode Tahun 2010 – 2014 di Polsek Kuta
No.
Kasus Hukum
Tahun 2010
Tahun Tahun 2011 2012
Tahun 2013
Tahun Total 2014 Keseluruhan 37 9
1
Penipuan
5
7
10
6
2
Penggelapan
7
7
9
6
5
34
3
Pencurian/copet
10
8
16
10
12
56
4
Perkosaan
0
1
2
0
2
5
5
Penganiayaan
2
3
5
2
4
16
6
Pencurian berat
3
6
12
9
7
37
7
Penculikan
0
0
0
0
0
0
8
KDRT
2
1
5
7
2
17
9
Pengeroyokan
4
5
8
6
6
29
10
Pembunuhan
1
1
2
0
1
5
11
Perbuatan cabul
0
1
0
2
3
6
Total Kasus
34
40
69
48
51
242
Sumber : Polsek Kuta
Berdasarkan tabel yang di uraikan di atas, maka jumlah keseluruhan kasus pidana secara keseluruhan dari tahun 2010 - 2014 yaitu 242 (dua ratus empat puluh dua) kasus, dengan perincian dimana pada tahun 2012 nampak
8
Frans Maramis, 2013, Hukum Pidana Umum Dan Tertulis Di Indonesia, PT Grafindo Persada, Jakarta, h. 29.
7
mengalami peningkatan yang signifikan dengan total 69 kasus. Khusus untuk tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan di tahun 2010 berjumlah 10 dengan persentase 29% di tahun 2011 berjumlah 8 kasus dengan persentase 17 % sedangkan pada tahun 2012 berjumlah 16 kasus dengan persentase 23% dan pada tahun 2013 berjumlah 10 kasus dengan persentase 21% dan tahun 2014 berjumlah 12 kasus dengan persentase 23%. Secara persentase dapat kita simpulkan bahwa untuk kasus pencurian dengan modus pencopetan mengalami lonjakan pada tahun 2012 dengan persentase 23%, melalui persentase ini kita dapat mengetahui bahwa pada tahun 2010 sampai 2014 kasus pencurian dengan modus pencopetan itu mengalami kenaikan dan penurunan. Pada tahun 2010 untuk kasus pencurian dengan modus pencopetan berada pada angka 10 kasus kemudian penurunan pada tahun 2011, kenaikan lagi pada tahun 2012, penurunan lagi 2013 dan sampai pada tahun 2014 mengalami kenaikan namun tidak terlalu banyak. Berdasarkan data yang penulis peroleh dari Polsek Kuta bahwa untuk saat ini tindak pidana yang sedang marak terjadi di Kuta adalah tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan. Di samping itu, berdasarkan atas informasi awal yang penulis peroleh dari beberapa warga sekitar bahwa kasus pencurian dengan modus pencopetan tersebut sangat meresahkan masyarakat. Sebagai salah satu contoh kasus yang terjadi di Depan Mamas Restaurant Jl Legian, Kuta, Badung. Dimana tersangka yang bernama I Wayan Ngongik yang masih berumur 16 tahun, ia melakukan pencurian dengan mengendarai sepeda motor Honda Beat lalu menarik paksa tas di pegang oleh korban yang bernama
8
Caira Mary Stuart kebetulan warga Negara Australia, kemudian barang yang diambil dibawa kabur.9 Terjadinya kejahatan tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan di Kuta, sangatlah disayangkan dan sangat menghawatirkan oleh karena itu harus segara di tanggulangi, apabila kita melihat kepada efek kedepannya bagi Kuta sebagai daerah wiasata yang paling sering atau wajib di kunjungi apabila berlibur ke Bali. Seperti kita ketahui banyak orang- orang yang menggantungkan hidupnya dan keluarganya dengan memanfaatkan pariwisata sebagai lahan untuk mencari pekerjaan, karena dengan kemajuan pariwisata khususnya di Kuta, sudah tentu akan membuka peluang- peluang bisnis yang besar dan lapangan kerja semakin banyak. Namun faktanya mengatakan berbeda bahwa dengan kemajuan pariwisata berbagai bentuk kriminalitas khususnya di Kuta terjadi, dimana targetnya adalah para wisatawan yang sedang berlibur di Kuta. Kepolisian sebagai alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat memiliki tugas dan kewajiban untuk menanggulangi kejahatan. Hal tersebut sesuai dengan apa yang sudah ditentukan dalam Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia (UU No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian), bahwa tugas pokok kepolisian adalah memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum dan memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Kemudian di dalam Pasal 14 UU No. 2 Tahun 2002 Tentang disebutkan bahwa dalam melaksanakan tugas-tugas pokok
9
Contoh kasus yang terjadi di wilayah Kuta dan ditangani oleh kepolisian sektor Kuta.
9
yang dimaksud dalam Pasal 13 kuhusnya pada poin c dan e, Kepolisan Negara Republik Indonesia bertugas membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan (poin c), serta memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum (poin e). Dalam pelaksanaan tugasnya, Polisi tidak bisa sendiri untuk menanggulangi berbagai kejahatan sebagaimana diungkapkan oleh Bayley bahwa “untuk mewujudkan rasa aman itu mustahil dapat dilakukan dengan cara-cara bertindak Polisi saja, mustahil dapat dilakukan dengan cara-cara bertindak Polisi yang konvensional dan mustahil juga terwujud melalui perintah-perintah yang terpusat tanpa memperhatikan kondisi setempat yang sangat berbeda dari tempat yang satu dengan tempat yang lain”.10 Oleh karena itu, maka dalam pelaksanaan tugasnya Polisi juga membutuhkan dukungan dalam bentuk partisipasi masyarakat. Berkenaan dengan hal tersebut, Polsek Kuta dalam menanggulangi kejahatan di wilayah Kuta dibantu oleh sebuah Lembaga Pemberdayaan Masyarakat atau yang disingkat dengan LPM. Kuta memiliki sebuah LPM yang merupakan lembaga desa yang dibentuk melalui surat keputusan (SK) Keppres No 49 Tahun 2001 kemudian dibentuk oleh Bupati Badung No 785 Tahun 2002 . Pada awalnya LPM bernama LKMD namun pada saat era reformasi bergulir tahun 1998, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 Tentang Pemerintahan Daerah di ubah menjadi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah (UU No. 22 Tahun 1999 10
Mahmud Mulyadi dan Adi Sujendral, 2011, Community Policing : Diskresi Dalam Pemolisian Yang Demokratis, PT. Sofmedia, Jakarta, h. 75.
10
Tentang Pemerintahan Daerah), sehingga perubahan ini berakibat pada perubahan LKMD menjadi Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM). Dasar hukum LPM saat ini di atur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah (UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah) terdapat pada Pasal 127 angka 8 serta Pasal 211 dan pada tahun 2007 juga di keluarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 2007 Tentang LPM (selanjutnya disingkat Permendagri No. 5 Tahun 2007 Tentang LPM). Adanya LPM di Kuta ini rmerupakan sebuah wadah pemberdayaan masyarakat dalam pembangaunan, diharapkan masyarakat tak lagi hanya menjadi obyek melainkan dapat berperan sebagai subjek pembangunan dan LPM sendiri memiliki berbagai misi, salah satunya turut serta meningkatkan kesadaran hukum serta mendorong penegakan supremasi hukum. LPM lahir pada tahun 2001 dan untuk saat ini diketua oleh I Made Rudika A.Par.MM untuk periode tahun 2014 sampai 2017. Sebenarnya pada bulan Juni 2011 Polsek Kuta mengenal sebuah program khusus menekan angka kriminalitas di kawasan Kuta. Program itu dinamakan Zero Crime, program ini berupaya menempatkan petugas keamanan di zona zero crime sehingga mampu mencegah terjadinya tindakan kriminalitas di kawasan itu.11 Adanya program ini sangat didukung oleh LPM jika dapat menekan angka kriminalitas di Kuta, serta LPM juga sudah berkomitmen untuk turut berperan dalam menciptakan rasa aman di kawasan wisata Kuta. Untuk menjaga kelanjutan program zero crime ini, pihak Kecamatan Kuta dan 11
I Nyoman Graha Wicaksana dan Made Darwi, 2014, Kuta Berdaya 2Jejak Pengabdian LPM Kelurahan Kuta 2011-2014, LPM kelurahan Kuta, Kuta, h.42.
11
Kepolisian Sektor Kuta menjalin kerjasama dengan LPM. Disinilah kita bisa melihat terjadi suatu hubungan yang baik antara LPM dengan Kepolisian dalam memberantas kejahatan serta menciptakan keamanan untuk masyarakat. Dalam hal ini LPM turut serta mengambil bagian dalam mencari solusi sekaligus mengimplementasikannya. Apabila terjadi kejahatan, LPM hanya membantu mengamankan untuk sementara, akan tetapi tindakan hukumnya tetap diserahkan kepada aparat penegak hukum yaitu Kepolisian. Mengingat LPM tidak memiliki fungsi dan bukan merupakan bagian dari penegak hukum oleh karena itu dalam menanggulangi bentuk-bentuk kejahatan yang terjadi maka apabila LPM menemukan beberapa peristiwa kejahatan, tindakan yang dapat dilakukan hanya sebatas membantu aparat Kepolisian dengan mengamankan lalu diserahkan kepada polisi untuk lebih menindaklanjuti. Peran LPM Kuta dalam membantu tugas-tugas Kepolisian ditandai dengan terbentuknya Badan Keamanan Desa (Bankamdes). Bankamdes ini berada di bawah pengawasan Binmas Polresta Denpasar. Anggota Binkamdes tersebut terdiri dari Jaga Baya dan Linmas, dimana setiap anggota Jaga Baya dan Linmas memiliki Kartu Tanda Anggota (KTA) Bankamdes, sebagai bukti diberikannya kewenangan untuk membantu tugas-tugas Kepolisian dalam hal pengamanan. Bankamdes inilah yang merupakan bukti adanya kerjasama antara LPM dengan Polsek Kuta dalam menanggulangi kejahatan di wilayah Kuta. Meskipun telah ada kerjasama yang baik antara LPM dengan kepolisian dalam hal penanganan kejahatan di Kuta, namun kenyataannya peran kedua lembaga tersebut belum mampu menekan angka kejahatan di wilayah Kuta khususnya
12
terhadap kasus-kasus pencurian dengan modus pencopetan yang akhir-akhir ini sering terjadi. Di samping itu juga, LPM dalam pelaksanaan tugasnya belum mampu secara maksimal melaksanakan tugas-tugasnya, oleh karena LPM bukan merupakan bagian dari aparat penegak hukum. LPM dalam hal ini tidak berwenang melakukan tindakan-tindakan seperti yang dilakukan oleh pihak Kepolisian, baik itu penangkapan, penggeledahan, penyitaan, penyelidikan, penyidikan, dan sebagainya karena sifat dari tugas LPM itu sendiri hanyalah membantu tugas Kepolisian dalam menanggulangi kejahatan. Hal inilah yang mendorong penulis untuk melakukan pengkajian secara mendalam terhadap peran LPM dengan Kepolisian khususnya Polsek Kuta dalam menanggulangi tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan di wilayah Kuta, terkait dengan masih meningkatnya kasus-kasus pencurian dengan modus pencopetan. Oleh karena itu, judul yang dapat penulis kemukakan terkait dengan penelitian ini yaitu “Peran Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Kuta Dengan Kepolisian Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Pencurian ”.
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah yang dapat dikemukakan yaitu sebagai berikut : 1. Bagaimanakah peran Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) dengan Kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan yang terjadi di wilayah Kuta ? 2. Apa saja kendala Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) dengan Kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana pencurian dengan modus
13
pencopetan dan upaya apa saja yang dilakukan oleh LPM dengan Kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan di wilayah Kuta ?
1.3. Ruang Lingkup Masalah Sesuai dengan permasalahan yang telah ditentukan maka untuk menghindari agar jangan sampai timbul suatu pembahasan yang nantinya keluar dari pokok permasalahan dalam kaitannya dengan judul penelitian ini maka perlu ditentukan ruang lingkup masalah. Bambang Sunggono mengemukakan : Ruang lingkup penelitian merupakan bingkai penelitian yang menggambarkan batas penelitian, mempersempit permasalahan, dan membatasi area penelitian. Lingkup penelitian juga menunjukkan secara pasti faktor- faktor mana yang akan diteliti, dan mana yamg tidak, atau untuk menetukan apakah semua faktor yang diberikan dengan penelitian akan diteliti ataukah akan dieliminasi sebagian. 12 Ruang lingkup masalah dalam penelitian ini yakni peran Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) dengan kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan yang terjadi di wilayah Kuta dan kendala Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) dengan Kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan dan upaya yang dilakukan oleh LPM dengan Kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan di wilayah kuta.
12
Bambang Sunggono, 2009, Metode Penelitian hukum, Rajawali Pers, Jakarta,(selanjutnya disebut Bambang Sunggono I), h.111.
14
1.4. Tujuan Penelitian Setiap pembahasan pasti memiliki tujuan tertentu karena dengan adanya tujuan yang jelas maka akan memberikan arah yang jelas pula untuk mencapai tujuan tersebut. Adapun tujuan dari pembahasan ini adalah : 1.4.1. Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk memberikan kontribusi ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum pidana dan pengembangan serta pemahaman mengenai Peran Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Kuta Dengan Kepolisian Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Pencurian. 1.4.2. Tujuan Khusus 1. Untuk mendeskripsikan serta menganalisis mengenai Peran Lembaga Pemberdayaan
Masyarakat
(LPM)
dengan
Kepolisian
dalam
menangulangi tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan yang terjadi di wilayah Kuta. 2. Untuk mendeskripsikan kendala Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) dengan Kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan dan upaya yang dilakukan oleh LPM dengan Kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan di wilayah Kuta
15
1.5. Manfaat Penelitian 1.5.1. Manfaat Teoritis Penelitian
ini diharapkan dapat memberikan sumbangan atau
kontribusi dalam aspek teoritis (keilmuan). Seiring dengan perkembangan masyarakat, permasalahan- permasalahan yang ada di masyarakat semakin menjadi kompleks terutama permasalahan di bidang hukum pidana selain itu penelitian ini bermanfaat sebagai sumbangan pikiran teoritis dalam pengembangan teori- teori. 1.5.2. Manfaat Praktis Kontribusi untuk keperluan praktis ini adalah agar dapat menjadi bahan masukan bagi masyarakat mengenai tindakan penegakan hukum secara preventif mengenai Peran Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kuta (LPM) Dengan Kepolisian Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Pencurian. Selain itu bagi aparat penegak hukum dapat meningkatkan optimalisasi terhadap penanggulangan tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan, sedangkan bagi mahasiswa dapat mengetahui mengenai peran Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) dalam menanggulangi tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan yang terjadi di wilayah Kuta serta upaya penanggulangan dan kendala yang di hadapi dalam menanggulangi tindak pidana tersebut. Dan untuk wisatawan dapat mengetahui tentang berbagai bentuk kejahatan yang sedang marak terjadi serta modus –modus yang dilakukan oleh para pelaku sehingga dalam melakukan liburan dapat lebih waspada.
16
1.6. Orisinalitas Penelitian Tesis ini merupakan karya tulis penulis tanpa adanya plagiasi dalam proses penulisan dan penelitian yang penulis lakukan. Sehingga tesis ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah dan terbuka atas saran dan kritik yang sifatnya dapat membnagun serta dapat menyempurnakan. Oleh karena itu untuk menunjukan orisinalitas dari tesis ini, dapat dibandingkan dengan tesis- tesis maupun disertasi sebagai karya tulis ilmiah yang pernah ada sebelumnya. Adapun tesis- tesis sebelumya yang menyangkut tentang Tindak Pidana Pencurian yaitu : 1. Tesis dengan judul “Prospek Penerapan Restorative Justice Dalam Tindak Pidana Pencurian Ringan” di tulis oleh Denny Latuma Erissa dari Universitas Indonesia tahun 2012 , dengan rumusan masalah : 1) Bagaimana polisi mengalihkan perkara (diversi) terhadap kasus pencurian ringan? 2) Bagaimana solusi penyelesaian kasus tindak pidana pencurian ringan dalam perspektif restorative justice? 3) Apa kendala Penerapan Restorative Justice dalam pencurian ringan? Kesimpulan : 1. Melalui diskresi, diskresi adalah wewenang dari aparat penegak hukum yang menanggulangi kasus tindak pidana untuk mengambil tindakan meneruskan perkara atau menghentikan perkara, mengambil tindakan tertentu sesuai dengan kebijakan.
17
2. Memberikan ke utamaan pada inti permasalahan dari kejahatan ini, penyelesaian yang penting untuk di perhatikan adalah memperbaiki kerusakan atau kerugian yang disebabkan terjadinya kejahatan tersebut, perbaikan tatanan sosial masyarakat yang terganggu karena peristiwa kejahatan merupakan bagian penting dari konsep restorative justice. 3. Kendala- kendala dalam penerapan restorative justice dalam pencurian ringan : -
Perdamaian antara pelaku dan korban tindak pidana yang merupakan esensi dari restorative justice di dalam hukum pidana, tidak menghilangkan proses pidana di dalamnya.
-
Tidak adanya payung hukum yang mengatur dan menjadi landasan legitimasi dalam mengambil keputusan pada proses penyidikan berdasarkan konsep keadilan restorative.
-
Rendahnya
pemahaman
aparat
kepolisian
tentang
kewenangan
melakukan diskresi. -
Ego sektoral (pemahaman aparat penegak hukum yang masih positivis, tidak profesional
dan terlalu kaku) dari penyidik kepolisian terkait
kasus- kasus pencurian ringan. -
Polisi sering mengesampingkan hak- hak tersangka pencurian ringan yang pada umumnya kaum marjinal yang awam hukum untuk di dampingi penasihat hukum.
18
-
Ketika pelaku tindak pidana pencurian ringan sudah di tahan di kepolisian dan di limpahkan ke kejaksaan, hal ini bertentangan dengan ketentuan pasal 21 (4) KUHAP.
-
Ketidakmauan korban untuk berdamai dan tetap bersikeras melanjutkan perkara pencurian ringan ke peradilan untuk adanya efek jera kepada pelaku tindak pidana pencurian ringan.
2. Tesis dengan judul “Tindakan Polri Dalam Menanggulangi Tindak Pidana
Pencurian
Dengan
Kekerasan
Di
Wilayah
Hukum
POLWITABES Semarang”, ditulis oleh Gadung Sardjito dari universitas di Ponegoro, tahun 2008 dengan rumusan masalah : 1) Bagaimana tindakan polri dalam menanggulangi tindak pidana pencurian dengan kekerasan saat ini berdasarkan hukum posotif di wilayah hukum POLWITABES Semarang? 2) Bagaimana tindakan polri dalam menanggulangi tindak pidana pencurian dengan kekerasan di masa yang akan datang/ ideal di wilayah hukum POLWITABES Semarang? Kesimpulan : 1. POLWITABES
Semarang
melakukan
tindakan-
tindakan
dalam
menanggulangi tindak pidana pencurian dengan kekerasan yaitu: - Melakukan kegiatan patroli beranting oleh Polres- Polres jajaran Polwitabes Semarang dengan pola waktu dan titik temu yang telah Disepkati bersama.
19
- Melakukan tindakan jartup (kejar tertutup) pada saat terjadi peristiwa Pencurian dengan kekerasan di wilayah hukum Polwitabes Semarang. - Melaksanakan kegiatan kring Serse dalam rangka penguasaan wilayah, Potensi kerawanan kejahatan kususnya pencurian dengan kekerasan oleh Polres-Polres jajaran Polwitabes Semarang sehingga dapat mempersempit Gerak pelaku kejahatan Melakukan deteksi dini terhadap pelaku- pelaku kejahatan pencurian dengan. Kekerasan dengan mengumpulkan sebanyak mungkin informasi dari informan dan
melakukan
pencatatan/identifikasi
pelaku-pelaku
kejahatan
pencurian dengan kekerasan termasuk kelompok dan sindikatnya. - Melakukan kegiatan Polmas dengan pembentukan FKPM (Forum Kom unikasi Polisi Masyarakat) di tingkat Desa Komunitas maupun kawasan. - Apabila terjadi pencurian dengan Kekerasan kesatuan Polressegera mendatangi TKP dan segera menutup TKP serta mengambil tindakan perto longan bila masih hidup. ususnya pencurian dengan kekerasan. 2. Peran/tindakan Polri dalam menanggulangi Tindak pidana pencurian dengan kekerasaan dapat terlihat dengan Tindakan Polwiltabes Semarang dalam menanggulangi
Tindak Pidana pencurian Dengan kekerasan
dimasa yang akan datang adalah Disamping mempertahankan protapnya ( Progam Tetap) yaitu Patroli, Berantai,jartup, Polmas, kring serse, deteksi dini , penanganan TKP Yang dikeroyok ( Polres, Polwiltabes dan
20
Polda/serta gelar perkara sampai kasus juga ditambah dengan jakstra Kapolri yang disebut GRAND STRATEGI. 3. Tesis dengan judul “Pendekatan Kriminologi Terhadap Pencurian Dengan Kekerasan Di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Denpasar”, di tulis oleh Ida Bagus Agung dari program pascasarjana universitas udayana tahun 2002, dengan rumusan masalah : 1) Apakah faktor- faktor yang menyebabkan timbulnya pencurian dengan kekerasan di wilayah hukum Pengadilan Negeri Denpasar? 2) Bagaimanakah upaya yang di tempuh untuk menanggulangi pencurian dengan kekerasan di wilayah hukum Pengadilan Negeri Denpasar? Bertolak dari beberapa tesis diatas maka dapat dilakukan perbandingan dengan penelitian yang di lakukan oleh penulis. Dalam penelitian ini penulis lebih memfokuskan kepada peran dan kendala serta upaya penanggulangan yang dilakukan oleh Lembaga Permerdayaan Masyarakat (LPM) Dengan Kepolisian Di Wilayah Kuta Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Pencurian Dengan Modus Pencopetan, maka sudah sangat jelas terlihat perbedaannya dari masing tesis- tesis yang penulis uraikan dengan apa yang penulis ingin di teliti dan di telusuri lebih dalam.
1.7. Landasan Teoritis Dan Kerangka Berpikir 1.7.1. Landasan Teoritis Landasan teoritis adalah merupakan suatu upaya mengidentifikasi teori hukum umum/ teori khusus, konsep- konsep hukum, asas- asas hukum, aturan hukum, norma-norma hukum dan lain-lain yang akan
21
dipakai sebagai landasan untuk membahas permasalahan penelitian.13 Dalam membahas dan menganalisa permasalahan yang di kemukakan terdapat beberapa teori- teori hukum yang akan di paparkan terlebih dahulu, dimana dapat dijadikan acuan dalam menjawab permasalahan yang ada, adapun teori- teori hukum yang digunakan adalah sebagai berikut : 1) Teori Kelembagaan Kelembagaan berasal dari kata “lembaga” yang dalam kamus besar bahasa Indonesia berarti asal mula yang akan menjadi sesuatu, benih, akal binatang, manusia, tumbuhan, bentuk, rupa, wujud yang asli; acuan; ikatan; badan, organisasi yang bermaksud melakukan sesuatu penyelidikan keilmuan atau melakukan sesuatu usaha.14 Lembaga juga dapat diartikan sebagai aturan dalam sebuah kelompok sosial yang sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial, politik dan ekonomi. Kelembagaan, atau institusi, pada umumnya lebih diarahkan kepada organisasi, wadah atau pranata. Menurut Kartodiharjo et al, lembaga adalah instrument yang mengatur hubungan antar individu, lembaga juga berarti seperangkat ketentuan yang mengatur masyarakat yang telah mendefinisikan bentuk aktifitas yang dapat dilakukan oleh pihak tertentu terhadap pihak lainnya, hak istimewa yang telah diberikan dan tanggungjawab yang harus dilakukan, sedangkan Schmidt
13
Program Studi Magister (S2) Ilmu Hukum Program Pacasarjana Universitas Udayana , 2013, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian Tesis Dan Penulisan Tesis Program studi Magister (S2) Ilmu Hukum , Universitas Udayana, Denpasar, h.44. 14
Daniel Haryono, 2013, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Terbaru, PT Media Pustaka Phonex, Jakarta Selatan, hal. 529.
22
mengartikan lembaga adalah lembaga atau institusi merupakan sekumpulan orang yang memiliki hubungan yang teratur dengan memberikan definisi pada hak , kewajiban, kepentingan dan tanggungjawab bersama.15 Teori kelembagaan baru (new institutional theory) yang
dikenal
sebagai paham neo-kelembagaan (neo-institutinalism). Para ilmuwan menelusuri munculnya teori kelembagaan mengenai reaksi terhadap munculnya paham perilaku ilmu sosial. Hall dan Taylor meruapakan orang pertama pada tahun 1996 yang mencoba membedakan tiga tradisi pada paham kelembagaan. Lembaga di bedakan menjadi dua yaitu lembaga formal dan non formal, Lembaga formal adalah kumpulan dua orang atau lebih yang memiliki hubungan kerja rasional dan mempunyai tujuan bersama, biasanya mempunyai struktur organisasi yang jelas, contohnya perseroan terbatas, sekolah, partai politik, badan pemerintah, dan sebagainya. Lembaga formal bersifat terencana dan tahan lama, karena ditekankan pada aturan sehingga tidak fleksibel. Lembaga non-formal adalah kumpulan dua orang atau lebih yang mempunyai tujuan bersama dan biasanya hanya memiliki ketua saja, contohnya arisan ibu-ibu RT, belajar bersama, dan sebagainya. lembaga non-formal, biasanya sulit untuk menentukan waktu nyata seseorang menjadi anggota organisasi, bahkan tujuan dari organisasi tidak terspesifikasi dengan jelas,lembaga non-formal dapat dialihkan menjadi lembaga formal apabila kegiatan dan hubungan yang terjadi di dalamnya dilakukan secara terstruktur atau memiliki struktur 15
Acitya, 2013, Pengertian Lembaga, http://acitya-fisip11.web.unair.ac.id/artikel_detail-74972ArtikelAN-Pengertian%20Lembaga.html, diakses 26 agustus 2014.
23
organisasi yang lengkap dan terumuskan. Berdasarkan penjelasan di atas, pengertian kelembagaan adalah suatu pola hubungan antara anggota masyarakat yang saling mengikat, diwadahi dalam suatu jaringan atau organisasi, yang dapat menentukan bentuk hubungan antar manusia atau antara organisasi dengan ditentukan oleh faktor–faktor pembatas dan pengikat berupa norma, kode etik aturan formal dan non formal untuk bekerjasama demi mencapai tujuan yang diinginkan. Beberapa unsur penting dalam kelembagaan adalah isntitusi, yang merupakan landasan untuk membangun tinkah laku sosial masyarakat, norma tingkah laku yang telah mengakar pada kehidupan masyarakat dan telah diterima untuk mencapai tujuan tertentu, peraturan dengan penegakan aturan, aturan dalam masyarakat yang memberikan wadah koordinasi dan kerjasama dengan dukungan hak dan kewajiban serta tingkah laku anggota, kode etik, kontrak, pasar, hak milik, organisasi, insentif. Menurut R. Rhodes, lembaga- lembaga mempunyai tiga peran utama yaitu : 1. Lembaga- lembaga mengelola yang diberikan pemerintah pusat dengan mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan. 2. Melakukan pemantauan ( monitoring ) dan memfasilitasi pelaksanaan berbagai kebijakan atau policies pemerintah pusat. 3. Mewakili kepentingan daerah dalam berhadapan dengan pusat.16
16
Jimly Asshiddiqie, 2006, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, Sekretariat Jendral dan Kepanitraan Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta,( selanjutnya disebut Jimly AsshiddiqieI), h. 7-8.
24
Sedangkan pada tingkat daerah, lembaga- lembaga semacam itu tidak dapat disebut sebagai lembaga negara melainkan disebut lembaga- lembaga daerah, dimana sepanjang bekerjanya dibiayai oleh anggaran belanja daerah dan memang dimaksudkan bukan sebagai lembaga swasta atau lembaga masyarakat. Lembaga daerah semacan ini dapat dibedakan yaitu : 1. Lembaga Daerah yang dibentuk berdasarkan UUD, UU, Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden yang Pengangkatan anggota dilakukan dengan keputusan Presiden. 2. Lembaga Daerah yang dibentuk berdasarkan peraturan tingkat pusat atau Peraturan Dearah Provinsi, dan Pengangkatan anggotanya ditetapkan dengan keputusan Presiden atau Pejabat Pusat. 3. Lembaga Daerah yang kewenangannya diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi dan pengangkatan anggotanya dilakukan dengan Keputusan Gubernur. 4. Lembaga Dearah yang dibentuk berdasarkan Peraturan Gubernur yang pengangkatan anggotanya dietatpkan dengan Keputusan Gubernur. 5. Lembaga Daerah yang dibentuk berdasarkan Peraturan Gubernur yang pengangkatan anggotanya ditetapkan dengan Keputusan Bupati atau Walikota. 6. Lembaga
Daerah
yang
dibentuk
berdasarkan
Peraturan
Dearah
Kabupaten/ Kota yang pengangkatan anggotanya ditetapkan dengan Keputusan Bupati atau Walikota
25
7. Lembaga yang dibentuk berdasarkan Peraturan Bupati/ Walikota yang Keanggotaannya ditetapkan dengan Keputusan Bupati/ Walikota.17 Lembaga-lembaga lain juga dapat dibentuk di desa yaitu sebagai lembaga kemasyarakatan yang ditetapkan dengan peraturan desa, dimana berasalkan pembentukannya berpedoman pada peraturan perundangundangan.
Lembaga
kemasyarakatan
dimaksud
bertugas
membantu
pemerintah desa dan merupakan mitra dalam memberdayakan masyarakat desa. 2) Teori Partisipasi Masyarakat Partisipasi dapat diartikan sebagai sumbangan, keterlibatan keikut sertaan warga masyarakat dalam berbagai kegiatan pembangunan dan partisipasi masyarakat sebagai proses komunikasi dua arah yang terus menerus
dapat
diartikan
bahwa
partisipasi
masyarakat
merupakan
komunikasi antara pihak pemerintah sebagai pemegang kebijakan dan masyarakat di pihak lain sebagai pihak yang merasakan langsung dampak dari kebijakan tersebut. Sherry Arnstein merupakan orang yang pertama mendefinisikan strategi partisipasi yang didasarkan pada kekuasaan antara masyarakat ( komunitas) dengan badan pemerintahan ( agency), dengan pernyataan bahwa partisipasi masyarakat identik dengan kekuasaan masyarakat (Citizen Partisipation Is Citizen Power).18 Sedangkan memurut
17
18
Ibid, h.53-54.
Putu Riska Wulandari, 2013, Analisi Partisipasi Masyarakat Dan Kepemimpinan Terhadap Tingkat Keberhasilan Proyek Program Nasional Pemberdayaan Masyarkat (PNPM) Mandiri
26
Ericson bentuk partisipasi masyarakat dalam pembanguan terbagi menjadi 3 tahap yaitu : 1. Partisipasi dalam tahap perencanaan, dimana dalam tahap ini adalah pelibatan seseorang pada tahap penyusunan rencana dan strategi dalam penyusunan kepanitiaan serta anggaran pada suatu kegiatan. Masyarakat berpatisipasi dengan memberikan usulan, saran dan keritik melalui pertemuan- pertemuan yang dilakukan. 2. Partisipasi dalam tahap pelaksanaan, dimana dalam tahap ini adalah pelibatan seseorang pada tahap pelaksanaan pekerjaan suatu proyek, masyarakat dapat memberiakan tenaga, uang atau barang serta ide- ide sebagai wujud partisipasinya pada pekerjaan tersebut. 3. Partisipasi dalam pemanfaatan, dimana dalam tahap ini adalah pelibatan seseorang pada tahap pemanfaatan suatu proyek namun setelah proyek tersebut diselesaikan, partisipasi pada tahap ini berupa tenaga dan uang untuk mengoprasikan dan memelihara proyek yang telah di bangun.19 Sedangkan Partisipasi masyarakat yaitu melibatkan seluruh warga dalam pengelolaan, seperti adanya institusi partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan dan adanya lembaga-lembaga masyarakat yang memiliki hak dan kemampuan untuk memberikan pendapat pada pemerintah. Sedangkan menurut Loekman Soetrisno menyebutkan definisi partisipasi adalah kerjasama antara rakyat dan pemerintah dalam merencanakan,
Perdesaan Di kecamatan Grokgak Buleleng, (Tesis) Program Studi Magister (S2) Ilmu Ekonomi Pascasarjana Universitas Udayana, Denpasar h.10. 19
Ibid, h. 17.
27
melaksanakan, melestarikan dan mengembangkan hasil pembangunan. 20 Karena partisipasi merupakan suatu kerjasama maka dapat di asumsikan bahwa subsistem di subordinasikan oleh suprasistem dan subsistem merupakan sesuatu yang pasif, subsistem dalam konteks definisi partisipasi diasumsikan mempunyai aspirasi, nilai budaya yang perlu diakomodasikan dalam proses perencanaan dan pelaksanaan sesuatu program dan definisi inilah yang berlaku secara universal tentang partisipasi. Mendorong masyarakat untuk mau berpatisipasi juga membutuhkan insentif- insetif tersendiri, tidak hanya mengucapkan bahwa pembangunan itu dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat. Keiningnan untuk mengembangkan dan mengeimbangkan suatu sistem pembangunan wilayah yang partisapasi terdapat juga beberapa syarat yang harus di penuhi seperti : 1. Mendorong timbulnya pemikiran kreatif, baik di kalangan masyarakat maupun para pelaksana pembangunan. 2. Toleransi yang besar terhadap kritik yang datang dari bawah dengan mengembangkan sifat positive thinking di kalangan aparat pelaksana terhadap kritik. 3. Menimbulkan budaya di kalangan pengelola pemerintahan/ pembangunan wilayah untuk berani mengakui atas kesalahan yang mereka buat dalam merencanakan pembangunan di daerah mereka masing-masing. 4. Menimbulkan kemampuan untuk merancang atas dasar scenario dan yang terakhir menciptakan sistem evaluasi proyek pembangunan yang
20
Loekman Soetrisno, 1995, Menuju Masyarakat Partisipatif, Kanisius, Yogyakarta, h.207.
28
mengarah pada terciptanya kemempuan rakyat untuk secara madiri mencari permasalahan pelaksanaan pembangunan dan pemecahan terhadap permasalahan itu sendiri.21 Terdapat dua definisi patisipasi yang beredar di dalam masyarakat yaitu yang pertama definisi yang diberikan oleh para perencanaan pembangunan formal di Indonesia, dimana mengartikan pertisipasi rakyat dalam pembangunan sebagai dukungan rakyat terhadap rencana atau proyek pembangunan yang dirancang dan ditentukan tujuannya oleh perencana, sedangkan yang kedua berlaku secara universal dan ada, mengartikan partisipasi rakyat dalam pembangunan merupakan kerjasama yang erat antara
perencana
dan
rakyat
dalam
merencanakan,
melaksanakan,
melestarikan dan mengembangkan hasil pembangunan yang telah dicapai. Menurut definisi ini ukuran tinggi rendahnya partsipasi rakyat dalam pembangunan tidak di ukur dengan kemauan rakyat tetapi juga dengan ada tidaknya hak rakyat untuk ikut menentukan arah dan tujuan proyek yang dibangun di wilayah mereka.22 Sedangkan Jnanabrota Bhattacharyya mengartikan partisipasi merupakan pengambilan bagian dalam kegiatan bersama.23 Mubyarto juga mendefinisikan partisipasi sebagai kesediaan untuk membantu berhasilnya setiap program sesuai kemampuan setiap orang
21
Ibid, h. 224
22
Ibid, h.222
23
Taliziduhu Ndraha, 1987, Pembangunan Masyarakat Mempersiapkan Masyarakat Tinggal Landas, PT Bina Aksara, Jakarta, h. 102.
29
tanpa berarti mengorbankan kepentingan diri sendiri.24 Menurut Nelson partisipasi ada dua macam yaitu : 1. Partisipasi horisontal, yaitu partisipasi antara sesama warga atau anggota suatu perkumpulan. 2. Partisipasi vertikal, yaitu partisipasi yang dilakukan oleh bawahan dengan atasan, antara klien dengan patron, atau antara masyarakat sebagai suatu keseluruhan dengan pemerintah.25 Partisipasi horisontal dapat terjadi jika tidak mustahil masyarakat mempunyai kemampuan untuk berprakarsa yaitu dimana setiap kelompok masyarakat berpatisipasi hirisontal satu dengan lainnya dalam melakukan usaha bersama maupun melakukan kegiatan dengan pihak lain. Sedangkan partisipasi vertikal dapat terjadi dalam kondisi tertentu dimana masyarakat terlibat dalam program pihak lain dimana hubungan masyarakat berada pada posisi bawahan, pengikut atau klien. Partisipasi masyarakat dapat di gerakkan dengan cara yaitu yang pertama proyek pembangunan desa yang di rancang secara sederhana dan mudah di kelola oleh masyarakat, yang kedua organisasi dan lembaga kemasyarakatan yang mampu menggerakkan dan menyalurkan aspirasi masyarakat, dan yang ketiga peningkatan peranan masyarakat dalam pembangunan.26
24
Ibid, h.102.
25
Ibid, h.102.
26
Ibid, h.104.
30
Sedangakan berdasarkan hasil penelitian Goldsmith dab Blustain dapat disimpulkan bahwa masyarakat tergerak untuk berpatisipasi jika : 1. Partisipasi di lakukan melalui organisasi yang sudah di kenal atau yang sudah ada di tengah- tengah masyarakat yang bersangkutan. 2. Partisipasi itu memberikan manfaat langsung kepada masyarakat yang bersangkutan. 3. Manfaat yang diperoleh melalui pastisipasi itu dapat memenuhi kepentingan masyarakat setempat. 4. Dalam proses partisipasi terjamin adanya kontrol yang dilakukan oleh masyarakat. Partisipasi masyarakat ternyata berkurang jika mereka tidak atau kurang berperanan dalam pengambilan keputusan.27 3) Teori Penanggulangan Kejahatan Merujuk pada penelitian yang dibuat oleh Nasrawati dari Universitas Hassanuddin Makasar disana menjelaskan secara teoritis ada tiga cara menanggulangan
kejahatan
yaitu
penanggulangan
secara
preventif
(Pencegahan), penanggulangan secara represif dan penanggulangan secara preemtif. a. Penanggulangan secara preventif adalah merupakan usaha pencegahan kejahatan yang dilakukan sebelum kejahatan itu terjadi. Suatu tindak pidana dapat di cegah dengan cara pendekaatn sosiologis, agama, ekonomis dimana peran aparat pemerintah maupun aparat desa dalam mensejahterakan masyarakatnya. Selain itu pembuka agama juga
27
Ibid, h, 105.
31
mempunyai
peran
sangat
sentral
dalam
hal
bagaimana
agar
masyarakatnya biasa melaksanakan dan memahami kaedah-kaedah agama dan tak kalah pentingnya meningkatkan taraf kehidupan masyarakat secara ekonomi agar dapat hidup dengan layak. Namun masih terdapat beberapa
hambatan
karena
keterbatasan
hukum
pidana
dalam
menanggulangi kejahatan : 1). Kejahatan itu timbul oleh faktor lain di luar jangkauan hukum pidana 2). Keterbatasan sifat atau hakikat sanksi dan fungsi hukum pidana itu sendiri. Sanksi pidana bukanlah obat untuk mengatasi sebab- sebab penyakit tetapi sekedar mengatasi gejala atau akibat dari penyakit 3). Kebijakan yang berorientasi kepada dipidananya pelaku sangat salah karena sanksi pidana berarti diarahkan pada tujuan mencegah agar kejahatan itu tidak terjadi. 4). Keterbatasan jenis sanksi pidana dan perumusan sanksi pidana yang bersifat kaku dan imperatif sehingga hakim tidak mempunyai pilihan 5). Lemahnya sarana pendukung.28 b. Penanggulangan
secara
represif
merupakan
segala
tindakan
penanggulangan kejahatan yang dilakukan oleh aparatur- aparatur hukum sesudah terjadinya kejahatan, berusaha menekan jumlah kejahatan dan usaha memperbaiki pelaku kejahatan. Usaha yang dilakukan untuk menghadapi pelaku kejahatan seperti dengan pemberian hukuman sesuai 28
Nasrawati, 2013, Upaya Penanggulangan Kejahatan Kekersan Dalam Rumah Tangga Oleh Penegak Hukum Militer, http:// respository.unhas.ac.id/bistream/handle/123456789/4997/skripsi%20lengkap-pidana-nasrawati.pdf., diakses pada tanggal 29 April 2014.
32
dengan hukum yang berlaku dimana tujuan diberikan hukuman agar pelaku jera , pencegahan serta perlindungan sosial. Pidana sebagai salah satu bentuk realisasi atau respons terhadap kejahatan yang merupakan salah satu objek kriminologi. Disinilah pentingnya Litmas (Perlindungan Masyarakat) dari ahli psikologi maupun ahli sosial, sehingga diketahui secara jelas latar belakang seseorang melakukan kejahatan. c. Penanggulangan secara preemtif merupakan usaha yang dilakukan secara bersama- sama dengan melibatkan sel- sel organisasi kemasyarakatan agar dapat diberdayakan dalam rangka pengawasan terhadap kelompok atau orang- orang yang berpotensi melakukan tindak kejahatan. Sehingga RT atau RW dapat menjadi bagian dari sistem informasi kepada aparat penegak hukum sehingga kejahatan dapat dicegah.29 G.Peter Hoefnagels dalam Barda. Nawawi mengemukakan bahwa upaya penanggulangan kejahatan dapat ditempuh dengan : a. Penerapan hukum pidana (Criminal Law application). b. Pencegahan tanpa pidana (prevention without punishment). c. Memengaruhi
pandangan
masyarakat
mengenai
kejahatan
dan
pemidanaan lewat mass media (influencing views of society on crime and punishment/ mass media).30 Secara kasar dapat dibedakan bahwa upaya penanggulangan kejahatan melalui jalur “penal” lebih menitikberatkan sifat “repressive” 29
Ibid, h.32
30
Barda Nawawi Arief, 2011, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana: Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru, Prenada Media Group, Jakarta, ( selanjutnya disebut Barda Nawawi I),h. 45
33
(penindasan/pembatasan/ penumpasan) sesudah kejahatan itu terjadi, sedangkan melalui jalur “nonpenal” lebih menitikberatkan sifat “preventive” (pencegahan/penangkalan/pengendalian)
sebelum
kejahatan
terjadi.31
Pencegahan dan penanggulangan kejahatan melalui sarana penal yang fungsionalisasi atau operasionalisasinya melalui bebrapa tahap yaitu : 1. Tahap formulasi ( kebijakan legislatif). 2. Tahap aplikasi ( kebijakan yudikatif/yudisial). 3. Tahap eksekusi (kebijakan eksekutif/ administratif).32 Penegakan hukum dengan sarana penal merupakan salah satu aspek dari usaha masyarkat dalam menanggulangi kejahatan, tetapi masih terdapat usaha masyarakat dalam menanggulangi kejahatan yaitu melalui sarana non penal. Usaha non penal dalam menanggulangi kejahatan sangat berkaitan erat dengan usaha penal. Upaya non penal ini dengan sendirinya akan menunjang penyelenggaraan peradilan pidana dalam mencapai tujuannya. Di lihat dari sisi upaya non penal berarti perlu dikembangkang dan dimanfaatkan seluruh potensi dukungan dan partisipasi masyarakat. Upaya non penal yang paling strategis adalah segala upaya dengen menjadikan masyarakat sebagai lingkungan sosial dan lingkungan hidup yang sehat ini memiliki arti masyarakat dengan seluruh potensi yang dimiliki harus dijadikan sebagai faktor penangkal kejahatan dimana merupakan bagian integral dari keseluruhan politik kriminal, selain itu jalur non penal sejalan
31
Ibid, h.46. Barda Nawawi Arief, 2010, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana dalam Penanggulangan Kejahatan, Prenada Media Grup, Jakarta,(selanjutnya disebut Barda Nawawi II), h. 78-79. 32
34
dengan cita- cita bangsa dan tujuan Negara seperti tercantum dalam Pembukaan UU Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yang memuat pancasila, dalam upaya non penal pencegahan tindak pidana merupakan salah satu aspek cita- cita pancasila. Pancasila menjadi dasar rasional mengenai asumsi tentang hukum yang akan di bangun sekaligus sebagai orintasi yang menunjukan kemana bangsa dan Negara harus dibangun. 4) Teori Penegakan Hukum Penegakan
Hukum
merupakan
suatu
proses
berlangsungnya
perwujudan konsep-konsep yang abstrak menjadi kenyataan dan penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk mencapai atau menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat baik itu merupakan usaha pencegahan maupun pemberantasan atau penindakan setelah terjadinya pelanggaran hukum, dengan perkataan lain baik secara preventif maupun represif. selain itu sebenarnya Hukum dan penegakan Hukum itu merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan, keduanya harus bisa berjalan secara sinegis. Pada hakikatnya penegakan hukum mewujudkan nilai-nilai atau kaedah-kaedah yang memuat keadilan dan kebenaran, penegakan hukum bukan hanya menjadi tugas dari para penegak hukum yang sudah di kenal secara konvensional , tetapi menjadi tugas dari setiap orang. Menurut Soerjono Soekanto Penegakan hukum merupakan kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaidah- kaidah yang mantap dan mengejawantah dan sikap tindak sebagai rangkaian
35
penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.33 Manusia dalam pergaulan mempunyai pandangan- pandangan tertentu mengenai hal yang baik dan hal yang tidak baik, pandangan- pandangan tersebut terwujud dalam pasangan tertentu misalnya pasangan adanya kepentingan umum dengan kepentingan pribadi. Semua ini sebenarnya secara lebih konkret dalam bentuk kaidah- kaidah, dalam hal ini kaidahkaidah hukum
yang berisikan suruhan, larangan atau kebolehan. Oleh
karena iru dapat dikatakan penegakan hukum bukan semata-mata berarti pelaksanaan perundang-undangan, meskipun kenyataan cenderung demikian. Sedangkan menurut Satjipto Rahardjo, penegakan hukum pada hakikatnya merupakan penegakan ide-ide atau konsep-konsep tersebut yang menjadi kenyataan.34 Selain itu adanya kecenderungan yang sangat kuat untuk mengartikan penegakan hukum sebagai pelaksanaan keputusan – keputusan hakim. Soerjono Soekanto mencoba menyimpulkan bahwa masalah pokok penegkan hukum sebenarnya terletak pada faktor- faktor yang mungkin mempengaruhi. Faktor-faktor tersebut mempunyai arti yang netral , faktorfaktor tersebut adalah sebagai berikut : 1. Faktor hukumnya sendiri, yang dalam hal ini akan dibatasi pada undangundang saja. Bahwa terjadinya ketidakcocokan dalam peraturan
33
Soerjono Soekanto, 2012, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 5. 34
Satjipto Raharjo, 2006, Sisi- Sisi Lain Dari Hukum Di Indonesia Cet. Ke-2, Buku Kompas, Jakarta, h.169.
36
perundang-undangan
mengenai
bidang
kehidupan
tertentu
atau
kemungkinan lainnya adalah ketidakcocokan peraturan perundangundangan dengan hukum tidak tertulis atau hukum kebiasaan. Kadang kala ketidakserasian antara hukum tercatat dengan hukum kebiasaan dan seterusnya. Pada hakikatnya hukum itu mempunyai unsur- unsur antara lain hukum perundang-undangan, hukum traktat, hukum yuridis, hukum adat dan hukum ilmuwan atau doktrin. Gangguan terhadap penegakan hukum atau masalah-masalah yang terjadi berasal dari Undang- Undang mungkin disebabkan oleh : a. Tidak diikutinya asas- asas berlakunya undang- undang. b. Belum adanya peraturan pelaksanaan yang sangat dibutuhkan untuk menerapkan undang- undang. c. Ketidakjelasan arti kata- kata di dalam undang- undang yang mengakibatkan
kesimpangsiuran
di
dalam
penafsiran
serta
penerapannya.35 2. Faktor penegak hukum, yakni pihak- pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum. Dalam berfungsinya hukum, mentalitas atau kepribadian petugas penegak hukum memainkan peranan penting. Jika suatu peraturan sudah baik akan tetapi kualitas petugas kurang baik atau bermasalah. 3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum. Dalam faktor ini mencakup perangkat lunak dan perangkat keras. Perangkat
35
Loc Cit, h. 17-18.
37
lunak adalah pendidikan sedangkat perangkat keras adalah sarana fisik yang berfungsi sebagai faktor pendukung. Oleh karena itu sarana atau fasilitas sangat penting dalam penegakan hukum tanpa adanya ini tidak mungkin penegak hukum menyerasikan peranan yang seharusnya dengan peranan yang aktual. Khusus untuk sarana atau fasilitas, sebaiknya dianut jalan pikiran sebagai berikut : a. Yang tidak ada- diadakan yang baru betul. b. Yang rusak atau salah- diperbaiki atau dibetulkan. c. Yang kurang- ditambah. d. Yang macet- dilancarkan. e. Yang mundur atau merosot- dimajukan atau ditingkatkan36 4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan. Penegak hukum berasal dari masayarakat serta memiliki tujuan untuk mencaapai kedamaian dalam masyarakat. Namun sikap masyarakat yang kurang menyadari tugas polisi, tidak mendukung tetapi kebanyakan bersikap melawan hukum serta menganggap tugas penegak hukum semata- mata urusan polisi dan keengganan terlibat sebagai saksi dan sebagainya inilah yang menjadi faktor penghambat dalam penegakan hukum. 5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.37 Kebudayaan
36
Ibid, h. 44.
37
Ibid, h.8.
38
(sistem) hukum pada dasarnya mencakup nilai- nilai yang mendasari hukum yang berlaku. Nilai- nilai ini merupakan konsepsi
abstark
mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang tidak dianggap tidak baik inilah yang memiliki peran adalam penegakan hukum. Menurut Purbacaraka dan Soerjono Soekanto terdapat pasangan nilai yang berperanan dalam hukum, adalah sebagai berikut: a. Nilai ketertiban dan nilai ketenteraman. b. Nilai jasmaniah/ kebendaan dan nilai rohaniah/ keakhlakan. c. Nilai kelanggegangan/ konservatisme dan nilai kebaruan/ inovatisme. 38 Kelima faktor diatas memang saling berkaitan dengan eratnya, karena merupakan esensi dari penegakan hukum dan merupakan tolok ukur daripada efektivitas penegakan hukum. Berdasarkan teori-teori hukum yang dikumukan diatas dapat dijelaskan bahwa teori hukum yang pertama yaitu teori kelembagaan, teori partisipasi masyarakat, digunakan untuk mengkaji, menganalisis dan menjawab rumusan masalah pada poin pertama, sedangkan ,teori penanggulangan kejahataan dan teori penegakan hukum digunakan untuk mengkaji, menganalisi dan menjawab rumusan masalah pada poin kedua.
38
Ibid, h. 60.
39
1.7.2. Kerangka Berpikir Penelitian
Gambar 1. Kerangka Berpikir Penelitian Peran Lembaga Pemberdayaan Masyarakat ( LPM) Kuta Dengan Kepolisian Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Pencurian
Kuta merupakan daerah pariwisata yang sering dikunjungi oleh para wisatawan untuk berlibur atau sedekar melepas kepengatan. Dengan banyak kunjungan wisatawan ini telah menimbulkan dampak negatif yaitu munculnya berbagai bentuk kriminalitas seperti salah satunya yang marak terjadi saat ini yaitu tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan. Disini kepolisian sektor kuta menjalin kerjasama dengan LPM Kuta demi menekan angka kejahatan. Sehingga penting untuk diteliti secara mendalam mengenai peran LPM mengingat LPM bukan merupakan bagian dari penegak hukum.
Peran Lembaga pemberdayaan masyarakat (LPM) dengan kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan yang terjadi di wilayah Kuta
1. Teori Kelembagaan 2. Teori Partisipasi Masyarakat
Kendala LPM dan Kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan dan upaya yang dilakukan oleh LPM dan Kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan di wilayah Kuta
1. Teori Penanggulangan Kejahatan 2. Teori Penegakan Hukum
Sasaran Penelitian : Memberikan gambaran dan menganalisis mengenai peran LPM dengan Kepolisian dalam menanggulamgi tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan di wilayah Kuta, serta kendala LPM dan kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan dan upaya dilakukan oleh LPM dan Kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan di wilayah Kuta
40
1.8. Metode Penelitian 1.8.1. Jenis Penelitian Dalam membuat suatu penelitian penggunaan suatu metode mutlak diperlukan. Penggunaan suatu metode bukan hanya mutlak digunakan dalam suatu penelitian atau maupun penulisan ilmiah, metodelogi
juga digunakan sebagai pembimbing untuk menemukan
hasil penelitian atau penulisan ilmiah. Jenis penelitian yang di gunakan dalam tesis ini adalah penelitian hukum empiris (yuridis empiris), dimana yuridis berarti pemecahan masalah dengan mengkaji peraturan, norma, teori- teori hukum yang berlaku sebagai dasar teori pemecahan masalah dan empiris berarti mengkaji kenyataan praktis dalam kehidupan sehari- hari. Jadi yuridis empiris disini adalah pemecahan masalah yang terjadi dalam kehidupan sehari- hari dengan mengkaji dari peraturan yang berlaku, teori hukum, dan norma hukum dan juga didasarkan pada kenyataaan yang terjadi di lapangan. Berdasarkan pengertian secara umum kriminologi merupakan kumpulan ilmu pengetahuan yang mempelajari gejala kejahatan, sedangkan dalam arti luas yaitu ilmu-ilmu forensik misalnya kedokteran forensik, kimia forensik, daktiloskiopi yang digunakan untuk mengungkap peristiwa kejahatan.39 Namun dalam penelitian empiris selain menggunakan ciri – ciri yang penulis sebutkan disini juga menggunakan data primer , data sekunder dan data tersier. 39
Muhammad Mustofa, 2013, Metode Penelitian Kriminologi, Kencana Prenada Media Grup, Jakarta, h.3-4.
41
1.8.2. Sifat penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk melukiskan tentang sesuatu hal didaerah tertentu dan pada saat tertentu.40 Dimana memiliki arti adalah menggambarkan mengenai Peran Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kuta (LPM) Dengan Kepolisian Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Pencurian.
1.8.3. Lokasi Penelitian Untuk penentuan lokasi penelitian penulis memilih Polsek Kuta yang beralamat Jalan Raya Tuban dan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) sebagai tempat pengambilan sampel penelitian ini yang beralamat Jalan Raya Kuta Nomor 2 Kuta. Ditentukannya Polsek Kuta dan LPM sebagai lokasi penelitian oleh karena kedua lembaga tersebut memiliki kerjasama dalam bidang penanggulangan terhadap kejahatan di wilayah Kuta sehingga penting untuk diteliti mengenai peran kedua lembaga tersebut terkait dengan masih maraknya tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan yang terjadi di wilayah Kuta.
1.8.4. Data Dan Sumber Data Data yang diteliti dalam penelitian hukum empiris ada dua jenis, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang
40
Bambang Waluyo, 2008, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, h. 8.
42
bersumber dari penelitian lapangan dimana data itu berasal dari observasi atau pengamatan secara langsung ke tempat kejadian dan melalui wawancara terhadap pihak- pihak yang mengetahui dan terkait dengan apa yang telah dan sedang terjadi dimasyarakat setempat dan sekitarnya mengenai kasus ini. Sedangkan data sekunder adalah suatu data yang bersumber dari penelitian kepustakaan. Dimana datanya diperoleh tidak secara langsung dari sumber pertamanya, melainkan bersumber dari data- data yang sudah terdokumenkan dalam bentuk bahan- bahan hukum, baik bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Adapun sumber data sekunder dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut : a. Bahan Hukum Primer yaitu bahan- bahan hukum yang mengikat.41 Adapun bahan hukum primer yang digunakan meliputi : - Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 - Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) - Undang-Undang No 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia - Undang-Undang N0 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah - Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2005 Tentang Kelurahan - Peraturan Menteri Dalam Negeri No 5 Tahun 2007 Tentang Pedoman Penataan lembaga Kemasyarakatan 41
Bambang Sunggono, 2006 , Metode Penelitian Hukum , PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, (Selanjutnya di sebut Bambang Sunggono II), h. 113.
43
b. Bahan Hukum Sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, adapun bahan sekunder yang diguankan meliputi: - Pendapat para pakar hukum (doktrin) - Karya tulis hukum yang terdapat di dalam majalah (artikel), - Buku- buku hukum (text book) - Jurnal-jurnal hukum - dan artikel yang diperoleh dari dalam internet. c. Bahan Hukum Tersier yaitu bahan hukum yang meberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dam sekunder, dalam penelitian ini digunakan: - Kamus Hukum terkait menngenai ini Maureen F. Fitzgerald mengemukakan bahwa “ legal dictionaries define legal terms and common words with special legal meaning”.42 - Kamus Besar Bahasa Indonesia
1.8.5. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : 1. Teknik Studi Dokumen Teknik studi dokumen penelitian ini dialakukan dengan cara mengumpulkan, membaca, dan mencatat data- data atau informasi
42
Maureen F.Fitzgerald, 2007, Legal Problem Solving : Reasoning, Research, and Writing, edisi keempat, LexisNexis, Canada, h.111.
44
terkait, baik data- data yang terdapat pada buku- buku hukum (literatur hukum ), hasil- hasil penelitian sebelumnya, dan jurnal hukum yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini. 2. Teknik Wawancara ( Interview) Wawancara merupakan salah satu teknik yang sering dan paling lazim digunakan dalam penelitian hukum empiris. Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan secara terstruktur dan sistematis sesuai dengan pedoman berwawancara guna mendapatkan informasi yang akurat atau jawaban yang relevan dengan masalah penelitian kepada informan. Dalam hal ini, penulis melakukan
wawancara
dengan
beberapa
narasumber
yang
mengetahui, memahami terkait kasus ini, dalam wawancara penulis penggunakan pedoman wawancara berupa mengajukan beberapa pertanyaan kepada pihak yang terkait atau mengetahui tentang perisriwa kejahatan ini, dimana memang sudah penulis siapkan sebelumnya. Jadi dapat disimpulkan wawancara adalah proses tanya jawab dalam penelitian yang berlangsung secara lisan dengan dua orang atau lebih saling bertatap muka mendengarkan secara langsung informasi-
informasi
atau
keterangan-
keterangan.43
Adapun
wawancara ini dilakukan terhadap pihak- pihak yang mengetahui
43
70.
Cholid Narbuko dan H. Abu Achmadi, 2004, Metodologi Penelitian, Bumi Aksara, Jakarta , h.
45
permasalahan seperti KaPolsek Kuta dan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Kuta.
1.8.6. Teknik Penentuan Sampel Penelitian Penelitian dengan aspek yuridis empiris terkait tentang Peran Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kuta (LPM) Dengan Kepolisian Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Pencurian, bersifat deskriptif kualitatif dengan menggunakan teknik penentuan sample penelitian Non Probability Sampling artinya penelitian ini tidak ada ketentuan pasti terhadap beberapa sample yang harus di ambil agar dapat mewakili populasinya dan bentuk- bentuk dari non probality sampling yang di guanakan adalah : - Purposive sampling, adalah penarikan sampel yang dilakukan berdasarkan tujuan tertentu, sampel ini dipilih atau ditentukan sendiri oleh si peneliti yang mana penunjukan dan pemilihan sampel didasarkan pertimbangan bahwa sampel telah memenuhi kriteria dan sifat- sifat atau karakteristik tertentu yang merupakan ciri utama dari populasinya.44 - Snowball sampling, adalah teknik penarikan sampel yang didasarkan pada rekomendasi dari sampel sebelumnya. Dalam pengumpulan data melalui teknik wawancara, maka snowball sampling ini sangat bermanfaat
44
Op.Cit, h, 73.
untuk
mencari
jawaban
permasalahan
secara
46
komprehensif, sehingga nantinya akan terjawab titik temu mengenai permasalahan yang dikemukakan. Sampel pertama yang diteliti ditentukan sendiri oleh peneliti dengan mencari key informan (informan
kunci)
ataupun
responden
kunci
yang
dianggap
mengetahui tentang penelitian yang dilakukan oleh peneliti.
1.8.7. Pengolahan Dan Analisis Data Pengolahan dan analisis data untuk penelitian ini dilakukan secara kualitatif, mengkategorikan dan mengklasifikasi data secara menyeluruh berdasarkan kaitan logis kemudian ditafsirkan dalam keseluruhan konteks penelitian. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data naturalistik yang terdiri dari kata-kata yang tidak boleh menjadi angka-angka, berupa pengumpulan data dengan menggunakan pedoman dokumen, wawancara. Teknik pengolahan data dilakukan dengan mengolah
data-
data
yang
diperoleh
di
lapangan,
kemudian
dikumpulkan dan dianalisis secara deskriptif kualitatif. Setelah data dianalisa kemudian disusun kembali secara sistematis sehingga mendapatkan kesimpulan secara umum tentang permasalahan tersebut.
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LEMBAGA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPM), KEPOLISIAN, TINDAK PIDANA PENCURIAN
2.1. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) 2.1.1. Pengertian Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Mengenai Lembaga Pemberdayaan Masyarakat atau LPM merupakan sebuah lembaga yang bergerak dibidang pembangunan, LPM hadir sebagai salah satu komponen yang memiliki peran penting dan LPM Kuta merupakan lembaga yang resmi yang lahir dan tumbuh atas prakarsa masyarakat. Latar belakang terbentuknya yaitu LPM hadir untuk turut membantu menanggulangi aneka permasalahan di Kuta tentunya melalui kegiatan dalam semangat pemberdayaan masyarakat. LPM dibentuk berdasarkan SK dari Kepres No 49 Tahun 2001 dan dibentuk oleh Bupati Badung No 785 tahun 2002, LPM di rancang sebagai ruang partisipasi. LPM sebenarnya sudah berkali-kali berganti nama, pada awal- awal orde baru sekitar antara tahun 1960 –an hingga akhir tahun 1970-an sudah ada Lembaga Sosial Desa (LSD) kemudian terbitlah Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 281 tahun 1980 tentang Penyempurnaan dan Peningkatan LSD menjadi LKMD. Keppres No 281/1980 itu kemudian ditindaklanjuti dengan terbitnya Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) No No 225 Tahun 1980 tentang LKMD.
47
48
Begitu era reformasi sekitar tahun 1998 berdasarkan Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Daerah diubah menjadi UndangUndang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Perubahan ini berakibat kepada perubahan LKMD menjadi Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) oleh karena itu untuk tingkat kelurahan ini dilandasi Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 49 Tahun 2001 tentang Penataan Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa atau Sebutan Lain. Pada tahun 2007 juga keluar Keputusan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 5 Tahun 2007 tentang LPM. Berdasakan Permendagri masa kepengurusan LPM ditetapkan lima (5) tahun diubah menjadi 3 tahun. Pemerintah Kabupaten Badung juga mengeluarkan Keputusan Bupati Badung Nomor 785 tahun 2002 tentang Penataan Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa dengan sebutan Lembaga Permerdayaan Masyarakat Desa (LPM), kedudukan LPM adalah sebagai lembaga masayarakat yang besifal lokal dan secara organisasi berdiri sendiri serta berkedudukan di desa dan kelurahan.45 Melihat perkembangan zaman tidak memungkiri berbagai lembaga baru yang bertujuan menguatkan partisipasi masyarakat bermunculan baik itu di tingkat nasional maupun di tingkat Desa dan merupakan lembaga di era reformasi yang dirancang sebagai ruang partisipasi publik dalam kegiatan pembangunan. Berdasarkan SK Kelurahan No 10 Tahun 2014
terkait dengan
terbentuknya pengurus untuk periode tahun 2014- 2017 memiliki jumlah anggota 31 orang , LPM memiliki dasar hukum yaitu diatur dalam Undang-
45
I Nyoman Graha Wicaksana dan Made Darwi, Op Cit, h. 7-8.
49
undang No 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan daerah terdapat pada Pasal 127 angka 8 serta Pasal 211. Adapun susunan pengurus LPM Kuta yaitu terdiri dari ketua, wakil ketua I, wakil ketua II, wakil ketua III, sekretaris, wakil sekretaris, bendahara, wakil bendahara dan delapan seksi yaitu sie hukum, sie kerohanian, sei kambitmas, sei sumber daya manusia, sie ekonomi pembangunan, sie pemberdayaan keluarga, sie humas, sei pemuda dan oleh raga. Masing- masing wakil ketua membawahi beberapa seksi, wakil kertua I membawahi sie pemuda dan sie olah raga, sie pemberdayaan keluarga, serta sie kamtibmas. Wakil ketua II membawahi seksi rohani dan sie ekonomi pembangunan. Wakil ketua III membawahi sie sumber daya manusia, sie humas dan sie hukum. LPM memiliki dua visi yang penting, dimana yang pertama yaitu mendukung, menjaga serta memadukan dalam memperjuangkan aspirasi masyarakat kepada pemerintah sehingga terciptanya keserasian, keselarasan antara masyarakat dan pemerintah. Visi yang kedua yaitu mempertegas sikap LPM sebagai mitra pemerintah dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian pembangunan pedesaan ataupun perkotaan dalam menuju kemandirian masyarakat/ pemberdayaan masyarakat. Dalam memperkuat visi tersebut terdapatlah lima misi yaitu: 1. Turut serta dalam mendorong peningkatan pembangunan, terciptanya lapangan kerja baru, serta menciptakan iklim usaha yang sehat 2. Turut serta membangun demokrasi dalam kehidupan bermasyrakat
50
3. Meningkatkan kemampuan ekonomi rakyat sehingga dapat dinikmati masyarakat 4. Turut serta meningkatkan kesadaran hukum serta sehingga mendorong penegakan supremasi hukum 5. Melaksanakan kegiatan yang mampu memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa dalam bingkai keanekaragaman.46
2.1.2. Tugas Pokok Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Melalui visi dan misi ini dapatlah diterjemahkan ke dalam tugas pokok LPM yakni membantu pemerintah desa/ kelurahan dalam aspek yaitu : 1. Merencanakan pembangunan berdasarkan musyawarah 2. Menggerakkan
dan
meningkatkan
partisipasi
masyarakat
dalam
pembangunan 3. Menumbuhkan kondisi masyarakat untuk mengembangkan pemberdayaan di desa/ kelurahan.47
2.1.3. Tugas, Fungsi dan Kewajiban Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Berdasarkan ketentuan Pasal 11 Peraturan Pemerintah Nomor 73 tahun 2005 Tentang Kelurahan di sana dicantumkan mengenai tugas, fungsi dan kewajiban dari pada lembaga kemasyarakatan, dalam melaksanakan tugas sebagimana dimaksud pada Pasal 11 yaitu Lembaga Kemasyarakatan
46
Ibid, h.8.
47
Ibid. h.8.
51
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 mempunyai tugas membantu lurah dalam pelaksanan urusan pemerintahan, pembangunan, sosial kemasyarakatan dan pemberdayaan masyarakat. Dalam Pasal 12 menyebutkan LPM memiliki sepuluh fungsi yaitu : 1. Penampungan aspiran dan penyaluran aspirasi rakyat 2. Penanaman dan pemupukan rasa persatuan dan kesatuan masyarakat dalam rangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) 3. Peningkatan kualitas dan percepatan pelayanan pemerintah kepada masyarakat 4. Penyusun rencana, pelaksana dan pengembangan hasil- hasil pembangunan secara partisipatif 5. Penggerak prakarsa dan partisipasi serta gotong royong masyarakat 6. Penggali, pendayagunaan dan pengembangan potensi sumber daya serta keserasian lingkungan hidup 7. Pengembangan kreativitas, pencegahan kenakalan, penyahgunaan obat terlarang (narkoba bagi remaja) 8. Pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan keluarga 9. Pemberdayaan dan perlindungan hak politik masyarakat 10. Pendukung media komunikasi, informasi, sosialisasi antara pemerintah desa/ kelurahan dan masyarakat.48
48
Ibid, h. 9.
52
Lembaga kemasyarakatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 mempunyai kewajiban,dalam pasal 13 menyebutkan
LPM mempunyai
kewajiban yaitu : a. Memegang tugah dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan UndangUndang
Dasar
Negara
Republik
Indonesia
Tahun
1945
serta
mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia b. Menjalin hubungan kemitraan dengan berbagai pihak yang terkait c. Mentaati seluruh peraturan peraturan perundang- undangan d. Menjaga etika dan norma dalam kehidupan bermasyarakat dan e. Membantu Lurah dalam melaksanakan kegiatan pemerintah, pembangunan dan kemasyarakatan. 49
2.1.4. Struktur Organisasi Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Struktur organisasi digunakan untuk mengontrol jalannya hubungan tugas dan wewenang seseorang dalam sebuah lembaga. Selain itu struktur organisasi adalah suatu susunan dan hubungan antara tiap bagian serta posisi yang ada pada suatu organisasi atau perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasional untuk mencapai tujuan. Dengan adanya Struktur Organisasi dapat menggambarkan dengan jelas pemisahan kegiatan pekerjaan antara yang satu dengan yang lain dan bagaimana hubungan aktivitas dan fungsi. Struktur organisasi adalah pola tentang hubungan antara berbagai komponen dan
49
Ibid.
53
bagian organisasi. Pada organisasi formal struktur direncanakan dan merupakan usaha sengaja untuk menetapkan pola hubungan antara berbagai komponen, sehingga dapat mencapai sasaran secara efektif. Struktur organisasi dapat memberikan kerangka yang menghubungkan wewenang karena struktur merupakan penetapan dan penghubung antar posisi para anggota organisasi. Jika seseorang memiliki suatu wewenang, maka dia harus dapat mempertanggungjawabkan terhadap wewenangnya tersebut. Adapun struktur organisasi LPM Kuta dapat di lihat pafa gambar dibawah ini yaitu sebagai berukit : Gambar 2. Struktur Organisasi LPM Kelurahan Kuta
1. Ketua LPM I Made Rudika, A.Par, MM. Adapun tugas dan wewenangnya adalah : - Menerima surat-surat yang masuk ke LPM
54
- Menetapkan atau menentukan hari- hari tertentu untuk melakukan rapat koordinasi pengurus LPM sekaligus sebagai pemimpin rapat - Melakukan
pengawasan
atas
pelaksanaan
tugas
masing-masing
pengurus - Memberikan petunjuk, teguran dan peringatan yang dianggap perlu - Mewakili LPM pada saat mendapat undangan baik itu undangan rapat atau upacara- upacara tertentu 2. Wakil Ketua 1 I Gusti Agung Made Agung. Sedangkan wakil ketua 2 Drs. I Made Darwi dan untuk wakil ketua 3 I Nyoman Hadi Wira Atmaja. Adapun tugas dan wewenangnya adalah : - Membantu ketua dalam membuat program jangka panjang dan jangka pendek, pelaksanaanya dan penggorganisasiannya - Mewakili ketua bila berhalangan melaksanakan delegasi wewenang dari wakil ketua - Melakukan pengawasan intern untuk mengamati pelaksanaan tugas telah dikerjakan sesuai dengan rencana kerja dan ketentuan yang berlaku serta melapor hasil pengawasan kepada ketua - Untuk wakil ketua 1 membawahi Sie Hukum, Sie Ekonomi Pembangunan,Sie Sumber Daya Manusia - Untuk wakil ketua 2 membawahi Sie Kerohanian, Sie Pemuda dan Olah Raga, Sie Humas - Untuk wakil
ketua
Pemberdayaan Keluarga
3 membawahi
Sie KAMTIBMAS, Sie
55
3. Sekretaris I Ketut adi Purnawan ST.M Eng. Adapun tugas dan wewenangnya adalah : - Membantu ketua membuat program jangka panjang dan pendek, pelaksanaanya dan penggorganisasiannya - Menerima surat masuk dan membuat surat keluar LPM - Membuatkan jadwal hari nyang sudah ditentukan oleh ketua untuk mengadakan rapat koordinasi pengurus - Membuka, menutup acara rapat LPM dan melaksanakan jalannya rapat 4. Wakil sekretaris I Made Hendriawan Saputra, SH. Adapun tugas dan wewenangnya adalah : - Membantu melaksanakan tugas sekretaris apabila berhalangan atau tidak ada - Menyampaikan kepada skretaris mengenai apa yang telah dikerjakan selama sekretaris tidak ada 5. Bendahara I Wayan Suwali Karang, SE.Adapun tugas dan wewenangnya adalah: - Mempertanggung jawabankan atas segala transaksi keuangan LPM - Menerima
uang
yang
berkaitan
dengan
keuangan
LPM
lalu
menyimpannya baik itu di bank maupun brangkas milik LPM - Melaksanakan pembayaran apabila ada kegiatan yang dilakukan LPM 6. Wakil Bendahara I Putu Carmawan, S.Kom. Adapun tugas dan wewenangnya adalah :
56
- Membantu melaksanakan tugas bendahara apabila berhalangan atau tidak ada - Menyampaikan kepada skretaris mengenai apa yang telah dikerjakan selama bendahara tidak ada Untuk melaksanakan tugasnya yang demikian banyak, maka ketua di bantu oleh wakil ketua 1, 2, 3 dan masing- masing membawahi Sie. LPM memiliki 8 Sie yaitu : 1. Sie Hukum adapun anggotanya I Wayan Eca Gunawan SH. Dan I Made Dwi Susila, adapun tugas dari sie hukum ini adalah memberikan penyuluhan atau pemamparan mengenai hukum, atas program- program kerja LPM yang berkaitan dengan hukum kepada selurung anggota LPM dan memberikan pengarahan di bidang hukum kepada Jaga Baya dan Linmas. 2. Sie Ekonomi Pembangunan anggotanya Sang Bagus Made Sudirka, I Gusti Agung Candra dan I Wayan Mudita. Adapun tugas dari sie ekomoni pembangunan adalah memberikan masukan kepada ketua LPM maupun saat rapat demi terciptanya ekonomi pembangunan yang baik dan sesuai keinginan. 3. Sie Sumber Daya Manusia anggotanya Putu Sudaryana S.Sos, I Nyoman Pica dan RA Purnomo. Adapun tugas dari sie sumber daya manusia adalah memberikan masukan kepada ketua tentang program apa yang akan dijalankan berkaitan dengan peningkatan SDM Kuta dan menjalakan secara
57
langsung tentang program SDM setelah mendpatkan arahan dari ketua LPM. 4. Sie Kerohanian anggotanya I Putu Gede Ariawan, I Wayan Suraswata dan Ni Kadek Sinarwati. Adapun tugas adari sie kerohanian adalah menjalankan apa yang telah menjadi keputusan rapat LPM khususnya yang menyangkut kerohanian dan mengusulkan kepada ketua untuk mengadakan program kerohanian seperti melakukan tirta yatra ke suatu pura. 5. Sie Pemuda dan Olah Raga anggotanya I Nengah Wirata, I Made Hardika dan I Gusti Anom Mardika. Adapaun tuagas dari sie pemuda dan olah raga adalah merancang program-program olah raga yang dianggap dapat menciptakan rasa persaudaraan dan membentuk bibit baru yang dapat berguna bagi kelangsungan dunia olah raga di Kuta. 6. Sie Humas anggotanya I Wayan Ratna Wijaya dan I Nyoman Putra. Adapaun tugas dari sie humas adalah memberikan baik kepada masyarakat desa atau masyarakat luar desa adat Kuta tentang keberadaan LPM. 7. Sie KAMTIBMAS anggotanya I Made Sudana, I Wayan Artana, I Made Gede Artha G. SE. dan Sang Bagus Putu Buda. Adapun tugas dari sie KAMTIMBMAS adalah melaksanakan langkah koordinasi baik eksternal maupun internal mengenai perlindungan kepada masyarakat Kuta dan keamanan Kuta dan membuat program- program mengenai untuk masalah keamanan Kuta. Membentuk tim pengawas keamanan seperti Jaga Baya Linmas Dan PENREPTI.
58
8. Sie Pemberdayaan Keluarga anggotanya Ni Nyoman Asti Yudiasari SE. dan Ni Luh Marheni Intaran. Adapun Keluarga adalah
tugas dari sie Pemberdayaan
memberikan arahan atau pembinaan kepada PKK (
Pembinaan Kesejahteraan Keluarga ) demi terciptanya keluarga sejahter dan mengambil peran dalam menjalankan program dari ketua LPM kemudian dituangkan langsung kepada masyarakat banjar yang ada di Kuta. Berdasarkan struktur organisasi di atas dapat dikatakan bahwa, LPM terdiri dari ketua serta memiliki tiga wakil ketua, selain itu memiliki sekretaris beserta wakil sekretaris dan bendahara beserta wakil bendahara. Selain itu LPM memiliki 8 sie yaitu sie hukum, ekonomi pembangunan, sumber daya manusia, kerohanian, pemuda dan olahraga, humas, kamtibmas dan pemberdayaan keluarga. LPM sebagai sebuah lembaga yang hadir untuk turut menanggulangi aneka permasalahan dibenteng Kuta melalui kegiatankegiatan dengan tujuan pemberdayaan masyarakat dimana diharapakan Kuta tetap kokoh berdiri. Kegiatan- kegiatan yang dilakukan oleh LPM selama ini yaitu : 1. LPM memililki kegiatan rutin tahunan dengan nama Bulan Bakti Gotong Royong (BBGR), kegiatan ini merupakan sebagai wujud bakti dan pengabdian bagi masyarakat dengan tujuan memperkokoh kebersamaan dan kekeluargaan di tengan masyarakat.50
50
Ibid, h. 15.
59
2. LPM rutin menggelar kegiatan tirtha yatra ke berbagai pura baik itu diBali maupun di luar Bali, dengan tujuan mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa dan mengenali tempat- tempat suci terutama yang bernilai historis tinggi.51 3. LPM memiliki program mengenai pendidikan, karena beranggapan bahwa pendidikan adalah investasi yang berharga kini dan di masa depan pendidikan dapat mengubah kualitas hidup orang dan masa depan Kuta terletak pada seberapa sungguh- sungguh dunia pendidikan warganya diperhatikan secara sungguh- sungguh. Oleh itu LPM memberikan beasiswa kepada siswa berprestasi, beasiswa kepada anak- anak tidak mampu dan sumbangan buku bagi sekolah yang dilayak cukup tepat.52 4. LPM setiap tahun rutin mengadakan turnamen- turnamen seperti sepak bola, tenis lapangan, catur, surfing ( berselancar), pencak silat tujuan diadakan turnamen- turnamen ini adalah bentuk sosialisasi selain menggali bibit- bibit baru.53
2.2. Kepolisian Negara Republik Indonesia 2.2.1. Pengertian Kepolisian Di Indonesia semua orang pasti sudah pernah mendengar dan mengetahui mengenai “Polisi”, dimanapun orang berada baik di kota maupun di pelosok-pelosok desa tentu pernah berjumpa dengan polisi. Kepolisian
51
Ibid, h. 18.
52
Ibid, h. 32.
53
Ibid, h. 36-37.
60
Negara Republik Indonesia sebagai salah satu lembaga penyelenggaraan tugas dan fungsi pemerintahan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya juga harus berdasarkan legitimasi hukum yang berlaku. Dimana fungsi utama dari Polisi adalah menegakkan hukum dan melayani kepentingan masyarakat umum. Sehingga dapat dikatakan bahwa tugas polisi adalah melakukan pencegahan terhadap kejahatan dan memberikan perlindungan kepada masyarakat.54 Kepolisian adalah salah satu organ pemerintahan yang dibentuk dalam rangka penyelenggaraan negara karena itu keberadaannya tidak dapat dipisahkan dari pemerintahan atau Negara dan Kepolisian Negara Republik Indonesia bertanggungjawab di bidang keamanan dan ketertiban masyarakat. Kepolisian dalam Undang-undang No. 2 tahun 2002 merupakan sebagai alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat,
menegakkan
hukum,
serta
memberikan
perlindungan,
pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri. Kepolisian dalam undang-undang tersebut juga disebutkan mempunyai tujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketentraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.
54
YKA Manik, 2013, Analisa Pertanggungjawban Penyidik Polri Dalam Kaitan Terhadap Terjadinya Salah Tangkap atau Error In Persona, http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/38150/4/Chapter%20I.pdf, Diakses 14 agustus 2014.
61
Dalam Undang- undang Kepolisian
yaitu pada
Pasal 1 angka 1
menjelaskan bahwa kepolisian adalah segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang- undangan. Sedangkan fungsi kepolisian dijelaskan pada Pasal 2 yaitu salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Keamanan dan ketertiban masyarakat merupakan kondisi yang dinamis masyarakat dimana merupakan salah satu persyaratan terselenggaranya proses pembangunan nasional dalam rangka tercapainya tujuan nasional yang ditandai dengan terjaminnya keamanan, ketertiban dan tegaknya hukum, serta terbinanya ketentraman yang mengandung kemampuan membina serta mengembangkan potensi dan kekuatan masyarakat dalam menangkal, mencegah dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum dan bentukbentuk gangguan lainnya yang dapat meresahkan masyarakat. Masalah keamanan dalam negeri adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjaminnya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum serta terselenggaranya perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. 2.2.2. Tugas dan Wewenang Kepolisian Dalam Pasal 13 Undang- undang No 2 Tahun 2002 disebutkan tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah : 1. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat
62
2. Menegakkan hukum dan 3. Memberikan
perlindungan,
penganyoman,
dan
pelayanan
kepada
masyarakat Di dalam Pasal 14, dalam melaksanakan tugas pokoknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas : a. Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patrol terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan b. Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan c. Membina
masyarakat
untuk
meningkatkan
partisipasi
masyarakat,
kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan d. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional e. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum f. Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengawasan swakarsa g. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya h. Menyelenggarakan
identifikasi
kepolisian,
kedokteran
kepolisian,
laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian
63
i. Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjungjung tinggi hak asasi manusia j. Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani oleh instansi dan/ atau pihak yang berwenang k. Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya dalam lingkup tugas kepolisian serta l. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang- undangan Menurut pasal 15, dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan 14 Kepolisian Negara republik Indonesia secara umum berwenang: a. Menerima laporan dan/atau pengaduan b. Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum c. Mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat d. Mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa e. Mengeluarkan
peratuan
Kepolisian
dalam
lingkup
kewenangan
administrasi kepolisian f. Melaksanakan
pemeriksaan
khusus
sebagai
Kepolisian dalam rangka pencegahan g. Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian
bagian
dari
tindakan
64
h. Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang i. Mencari keterangan dan barang bukti j. Menyelenggarakan Pusat informasi kriminal Nasional k. Mengeluarkan surat izin dan/ atau surat keterangan yang diperlukan dalam rangka pelayanan masyarakat l. Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakatMenerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang- undangan lainnya berwenang : a. Memberikan izin dan pengawasan kegaiatan keramaian umum dan kegiatan masyarakat lainnya b. Menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor c. Memberikan surat izin mengemudi kendaraan bermotor d. Menerima pemberitahuan tentang kegiatan politik e. Memberiakn izin dan melakukan pengawasan senjata api, bahan peledak dan senjata tajam f. Memberikan izin operasional dan melakukan pengawasan terhadap badan usaha di bidang jasa pengamanan g. Memberikan petunjuk, mendidik dan melatih aparat Kepolisian khususnya dan petugas pengamanan swakarsa dalam bidang teknis Kepolisian h. Melakukan kerja sama dengan Kepolisan negara lain dalam menyidik dan memberantas kejahatan internasional
65
i. Melakukan pengawasan fungsional kepolisian terhadap orang asing yang berada di wilayah Indonesia terhadap orang asing yang berada di wilayah Indonesia dengan koordinasi intansi terkait j. Mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi Kepolisian internasional k. Melakukan kewenangan lain yang termasuk dalam lingkup tugas kepolisian Pada tahun 1970-an di Indonesia tugas- tugas Kepolisian di tetapkan yaitu represif, preventif dan preemtif. Tugas preemtif dilakukan melalui kegiatan- kegiatan fungsi Pembinaan Masyarakat (BINMAS) atau Bimbingan Masyarakat (BIMMAS).55
2.3. Tindak Pidana Pencurian 2.3.1. Tindak Pidana Dalam membahas mengenai pengertian tindak pidana maka akan sangat berkaitan dengan sifat – sifat dari setiap tindak pidana itu sendiri, yakni sifat melanggar hukum (wederrechte lijkheid, onrechtigheid). Tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum atau dalam bahasa Belanda dikenal dengan wederrechtelijk. Istilah Tindak Pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu “strafbaar feit”.56 Nanum terdapat istilah lain selain istilah tindak piadana yang digunakan yaitu : 1. Perbuatan yang dapat dihukum / dipidana : UU No 2/drt/1951 2. Peristiwa pidana :UUDS 1950 dalam Psl. 15 ayat 1 55
Sutanto, 2006, Buku Pedoman Pelatihan Perpolisian Masyarakat, Jakarta, Indonesia, h.7.
56
Frans Maramis, op.cit, h.55.
66
3. Perbuatan Pidana : UU.Drt No 1/ 1951 pada Psl 5 ayat 3 4. Tindak Pidana :UU. Drt No. 7/ 1955 tentang TPE 5. Demikian juga rancangan KUHP memakai istilah tindak pidana, masingmasing penerjemahan mempunyai alasan dan batasan sendiri.57 Dengan berbagai istilah tersebut dewasa ini telah memasyarakat dan populer adalah istilah tindak pidana. Menurut Tongat penggunaan istilah pada hakikatnya tidak menjadi persoalan sepanjang penggunaannya disesuaikan dengan konteksnya dan dipahami maknanya. Oleh karena itu istilah tersebut digunakan bergantian bahkan dalam konteks yang lain istilah kejahatan untuk menunjukan maksud yang sama.58 Istilah ini telah banyak digunakan dalam perundang- undangan Indonesia. Pengertian Strafbaar feit dari beberapa sarjana antara lain : a) Simons merumuskan Gen Srafbare feit adalah handieng (kelakukan/ perbuatan) yang diancam dengan pidana oleh undang – undang, bertentangan dengan hukum (onrechtmatige ) dilakukan dengan kesalahan (schuld) oleh seorang yang mampu bertanggung jawab. Strafbaar feit ini dibagi dalam dua unsur yaitu : unsur- unsur obyektif yng berupa tindakan yang dilarang/ diharuskan dan akibat keadaan/ masalah tertentu, serta sunyektif yang berupa kesalahan (schuld) dan kemampuan bertanggung jawab (toerekeningsvatbaar) dari petindak/ pelaku.59
57
58
Ibid, h.56.
Ismu Gunadi W. dan Jonaedi Effendi, 2011, Cepat Dan Mudah Memahami Hukum Pidana, Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta, h. 40-41.
67
b) Moeljatno menggunakan istilah perbuatan pidana, dimana menurutnya perbuatan pidana hanya mencakup perbuatan saja, sebagimana dikatakan bahwa “ perbuatan pidana hanya menunjuk kepada sifatnya perbuatan saja, yaitu sifat dilarang dengan ancaman dengan pidana kalau dilanggar”.60 c) G.A. Van Hamel sebagaimana yang diterjemahkan oleh Moeljatno “strafbaar feit adalah kelakuaan orang yang bersifat melawan hukum yang patut dipidana (strafwaardig) dan dilakukan dengan kesalahan.61 d) R. Tresna, menyatakan bahwa peristiwa pidana itu adalah sesuatau perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia, yang bertentangan dengan undang- undang atau peraturan perundang- undangan lainnya, terhadap perbuatan mana diadakan tindakan penghukuman62 e) Oleh Kamus Hukum, tindak pidana adalah suatu perbuatan pidana yang dapat dijatuhi hukuman, setiap perbuatan yang diancam hukuman sebagai kejahatan atau pelanggran baik yang disebut dalam KUHP maupun peraturan perundang- undangan lainnya.63 Berdasarkan penjelasan diatas, J.E Jonkers juga telah memberikan definisi strafbaar feit menjadi dua pengertian sebagaimana yang di kemukakan oleh Bambang Pornomo yaitu :
59
Ibid, h. 58.
60
Ibid, h.58-59.
61
Ibid, h.58.
62
Adami Chazawi, 2002, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,h.72. 63
M.Marwan, dan Jimmy P., 2009, Kamus Hukum DICTIONARY Of Law Complete Edition, Reality Publisher, Surabaya, h.608.
68
a) Definisi dalam arti sempit yaitu strafbaar feit adalah suatu kejadian (feit) yang dapat diancam pidana oleh undang- undang. b) Definisi dalam arti luas yaitu strafbaar feit adalah suatu kelakukan yang melawan hukum berhubungan dengan dilakukannya suatu perbuatan dengan sengaja atau alfa oleh seseorang yang dapat dipertanggung jawabkan.64 Munurut definisi dalam arti sempit pada hakekatnya menyatakan bahwa untuk setiap delik yang dapat dipidana harus berdasarkan Undang- Undang yang dibuat oleh pembentuk undang- undang dan pendapat umum tidak dapat menentukan lain dari pada apa yang telah ditetapkan dalam undang- undang. Definisi dalam arti luas lebih menitikberatkan kepada sifat melawan hukum dan pertanggungjawaban yang merupakan unsur- unsur yang telah dirumuskan secara tegas di dalam setiap delik atau unsur yang tersembunyi secara diam- diam dianggap ada.65 Pengertian tindak pidana ini tentunya juga dapat mengacu pada unsurunsur tindak pidana itu sendiri. Membicarakan mengenai unsur- unsur tindak pidana ini dapat dibedakan setidak- tidaknya dari dua sudut pandang yakni : 1. Dari sudut pandang teoritis, yakni berdasarkan pendapat ahli hukum : Dari rumusan R.Tresna, unsur-unsur tindak pidana meliputi : -
Perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia
- Yang bertentangan dengan peraturan perundang- undangan
64
Bambang Poernomo, 1994, Asas- Asas Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta, h.91.
65
Ibid
69
- Diadakan tindakan penghukuman Sedangkan menurut Vos, unsur- unsur dari tindak pidana yakni : -
Kelakukan manusia
-
Diancam dengan pidana
-
Dalam peraturan perundang- undangan66
Van Hamel memberikan unsur- unsur dari strafbaar feit adalah : -
Perbuatan manusia yang dirumuskan dalam undang- undang
-
Melawan hukum
-
Dilakukan dengan kesalahan
-
Patut dipidana
Kemudian adapun meurut Simons menyatakan bahwa unsur- unsur tindak pidana ini dapat digolongkan pada unsur obyektif dan unsur subyektif, dan yang tergolong unsur onyektif adalah : -
Perbuatan orang
-
Akibat yang kelihatan dari perbuatan
-
Mungkin ada keadaan tertentu yang menyertai perbuatan, misalnya “openbaaar atau dimuka “ dalam pasal 281 KUHP
Dan yang tergolong unsur subyektif adalah : - Orang yang mampu bertanggung jawab - Adanya kesalahan (dolus dan culps). Perbuatan harus dilakukan dengan “kesalahan”. Kesalahan ini dapat berhubungan dengan akibat dari perbuatan atau dengan keadaan- keadaan saat mana perbuatan dilakukan.
66
Adami Chazawi, Op.cit, h.79.
70
2. Dari sudut pandang undang- undang, yakni bagaimana kenyataan tindak pidana itu dirumuskan menjadi tindak pidana tertentu dalam pasal- pasal peraturan perundang- undangan yang ada atau dalam KUHP maka dapat diketahui adanya 8 tindak pidana yakni : a) Unsur melawan hukum b) Unsur kesalahan c) Unsur tingkah laku d) Unsur akibat konstitutif (terdapat pada tindak pidana materil, tindak pidana yang mengandung unsur akibat sebagai syarat pemberat, tindak pidana dimana akibat merupakan syarat dipidananya pembuat) e) Unsur keadaan yang menyertai f) Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dituntut pidana (terdapat pad tingkat pidana aduan) g) Unsur syarat tambahan untuk memperberat pidana h) Unsur syarat tambahanuntuk dapatnya dipidana. 67 Kemudian M Sudradjat Bassar memberikan suatu kesimpulan, bahwa suatu perbuatan akan menjadi suatu pidana apabila perbuatan itu memiliki sifat : - Melawan hukum - Merugikan masyarakat - Dilarang oleh aturan pidana - Pelakunya diancam pidana.68
67
Ibid, h 81.
71
Beliau menjelaskan bahwa melawan hukum dan merugikan masyarakat adalah menunjukan sifat perbuatan, sedangkan dilarang oleh aturan pidana dan pelakunya diancam pidana adalah memastikan perbuatan itu menjadi tindak pidana. Jadi suatu perbuatan yang bersifat melawan hukum dan merugikan masyarakat belum tentu merupakan tindak pidana sebelum dipastikan adanya unsur dilarang oleh aturan pidana dan unsur pelakunya diancam pidana. Selain itu terdapat 5 unsur yang terkandung dalam tindak pidana yaitu : 1. Harus ada sesuatu kekuatan ( gedraging) 2. Kelakuan itu harus sesuai dengan uraian undang- undang 3. Kelakuan itu adalah kelakuan tanpa hak 4. Kelakuan itu dapat diberatkan kepada pelaku 5. Kelakuan itu diancam dengan hukuman.69 Terdapat
dua
pendapat
mengenai
jenis
tindak
pidana
yaitu
penggolongan jenis tindak pidana bersifat kwalitatif dan penggolongan jenis tindak pidana bersifat kwantitatif, penggolongan jenis tindak pidana yang bersifat kwalitatif adalah : 1. Rechtdelicten, adalah perbuatan yang bertentangan dengan keadilan terlepas apakah perbuatan itu diancam pidana dalam suatu undang- undang atau tidak. Tindak pidana ini disebut dengan kejahatan ( mala perse),
68
M.Sudradjat Bassar, 1986, Tindak- Tindak Pidana Tertentu dalam KUHP, CV. Remadja Karya, Bandung, h.2. 69
C.S.T, Kansil dan Christine S.T. Kansil, 2007, Pokok- Pokok Hukum Pidana, Cetakan Kedua, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, h.38.
72
kejahatan tergolong dalam perbuatan pidana berat, misalnya pembunuhan dan pencurian. 2. Wetsdelicten, adalah perbuatan yang baru disadari oleh masyarakat sebagai tindak pidana karena undang- undang menyebutnya sebagai tindak pidana, kerena adanya Undang- Undang yang mengancamnya dengan sanksi pidana dan disebut mala quia prohibita.70 Berdasarkan Kitab Undang- Undang Hukum Pidana selanjuntnya disebut KUHP, tindak pidana dikatagorikan sebagai kejahatan, hal tersebut dapat dilihat dalam Buku ke-II KUHP yang memuat delik yang disebut kejahatan. Sekalipun KUHP tidak ada satu pasal yang menyatakan adanya pembagian antara kejahatan dan pelanggran. Berdasarkan pendapat Syawal Abdulajid dan Answar bahwa KUHP yang kini berlaku tindak pidana dibedakan atas kejahatan pada Buku II KUHP dan pelanggaran pada Buku III KUHP.71 Penggolongan sangat penting kerena dalam buku 1 KUHP ada beberapa ketentuan yang hanya berlaku bagi kejahatan misalnya tentang percobaan dan penyertaan. Oleh itu perbedaan antara dua golongan ini adalah kwantitatif maka di luar dari KUHP dalam undang- undang tertentu yang menurut penyebutan tindak pidana harus di tegaskan, apakah tindak pidana itu masuk golongan kejahatan atau masuk golongan pelanggaran.
70
Moch Faisal Salam, 2001, Hukum Acara Pidana Dalam Teori Dan Praktek, Mandra Maju, Bandung, h.392. 71
Syawah Abdulajid dan Anshar, 2011, Pertanggungjawaban Pidana KOMANDO MILITER Pada Pelanggaran Berat HAM, Laksbang, Yogyakarta, h.27
73
2.3.2. Tindak Pidana Pencurian Selanjutnya mengenai Tindak pidana Pencurian, dimana dalam KUHP adalah diatur dalam Bab XXII mulai Pasal 362 sampai dengan 367 KUHP. Dalam Pasal 362 KUHP tentang pencurian dinyatakan bahwa : Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimilki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak enam puluh rupiah.72 Menurut kamus hukum pengertian pencurian adalah pengambilan barang orang lain dengan melawan hukum dan bertujuan untuk memiliki barang tersebut.73 Sedangkan menurut kamus hukum umum pencurian adalah perkara (perbuatan dsb) mencuri.74 Oleh kamus besar bahasa Indonesia pencurian adalah perkara.75 Di dalam KUHP tidak memberiakan pengertian dari pencurian, hal ini dapat diketahui dalam KUHP BAB X1 buku I tentang arti beberapa istilah yang digunakan dalam kitab Undang – Undang tersebut tidak dijelaskan. Sedangkan dalam rumusan Pasal 362 KUHP dapat diketahui bahwa tindak pidana pencurian itu merupakan tindak pidana yang diancam hukuman dimana suatu perbuatan yang dalam hal ini adalah “mangambil” barang orang lain. Tetapi tidak setiap mengambil barang orang lain adalah pencurian, karena 72
KUHAP dan KUHP, 2011, Sinar Grafika, Jakarta, h. 121.
73
J.C.T. Simorangkir, dkk, 2009, Kamus Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, h. 126.
74
W.J.S. Poerwadarminta, 2007, Kamus Hukum Umum Bahasa Indonesia Edisa Ketiga, Balai Pustaka, Jakarta, h. 252. 75
Suharso dan Ana Retnoningsih, 2014, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Lux ,Widya Karya, Semarang, h.111.
74
terdapat juga mengambil barang orang lain dan kemudian diserahkan kepada pemiliknya. Oleh karena itu untuk membedakan bahwa yang dilarang itu bukanlah setiap mengambil barang melainkan di tambah dengan unsur maksud untuk dimiliki secara melawan hukum. Pencurian pada umumnya memiliki unsur- unsur yang bersifat subjektif yaitu untuk di miliki secara melawan hukum dan obyektif yaitu perbuatan mengambil, barang yang keseluruhan atau sebagian milik orang lain, secara melawan orang. Perbuatan itu dilakukan dengan sengaja, walau tidak dinyatakan dengan tegas dalam Undang- Undang akan tetapi tidak dapat disangkal kebenarannya bahwa tindak pidana pencurian harus dilakukan dengan sengaja , yakni karena Undang- Undang pidana kita yang berlaku tidak mengenal lembaga tindak pidana pencurian yang dilakukan dengan tidak sengaja. Agar dapat mengetahui apa yang sebenarnya diatur dalam Pasal 362 KUHP, perlu diketahui unsur – unsur dari perbuatan pencurian tersbut. Hal ini di maksud agar dapat menelaah unsur- unsur dari tindak pidana tersebut sehingga dapat memenuhi rumusan delik yang ada dalam Pasal 362 KUHP yang berbunyi “ Barang siapa yang mengambil barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud dan tujuan untuk memiliki secara melawan hukum, diancam melakukan tindak pidana pencurian” . Tindak Pidana pencurian dalam bentuk pokok seperti yang diatur dalam Pasal 362 KUHP tersebut di atas terdiri dari unsur subjektif dan unsur
75
objektif. Adapun unsur subjektifnya yaitu dengan maksud untuk menguasai benda tersebut secara melawan hukum. Sedangkan unsur objektifnya meliputi : hij atau barangsiapa, wegnemen atau mengambil, eenig goed atau sesuatu benda, dan dat geheel of gedeeltelijk aan een ander toebehoort atau sebagaian atau seluruhnya kepunyaan orang lain. Seseorang dapat dinyatakan terbukti melakukan suatu tindak pidana pencurian, maka orang tersebut harus terbukti telah memenuhi semua unsur-unsur dari tindak pidana pencurian yang terdapat dalam Pasal 362 KUHP.76 Adapun unsur- unsur dari pencurian bila dilihat dari rumusan Pasal 362 KUHP adalah sebagai berikut : a. Unsur Subyektif : 1. Barang siapa 2. Dengan maksud untuk memiliki 3. Secara melawan hukum b. Unsur Obyektif : 1. Mengambil barang sesuatu 2. Seluruh atau sebagian milik orang lain Untuk lebih memperjelas mengenai pencurian sebagaimana diuraikan di atas, berikut ini akan diuraikan makna dari masing-masing unsur tersebut yaitu sebagai berikut :
76
P.A.F Lamintang, 1989, Delik-Delik Khusus Kejahatan-Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan, Sinar Baru, Bandung, h. 1
76
1. Barang siapa Merupakan subyek atau pelaku atas suatu tindak pidana yakni seseorang tertentu sebagai pribadi (Natuurlijk Persoon) sebagai subyek hukum sebagai pendukung hak dan kewajiban yang melakukan tindak pidana. Baik sebagai perseorangan (pegawai negeri, pejabat negara) yaitu siapa orangnya yang harus bertanggungjawab atas perbuatan yang dilakukan. Unsur barang siapa atau setiap orang merupakan subyek hukum. A. Zainal Abidin Farid yang menyatakan bahwa yang dapat menjadi subyek hukum pidana adalah Natuurligk Persoon atau manusia.77 Demikian dalam pratek peradilan biasanya unsur ini dinyatakan sebegai subyek hukum berupa orang pendukung hak dan kewajiban yang dapat dipertanggungjawabkan atas segala perbuatannya. Subyek hukum yang menunjukan orang atau manusia yang melakukan perbuatan pidana ditegaskan oleh Moeljatno mengatakan bahwa perbuartan pidana diberiarti perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana barang siapa yang melanggar larangan tersebut.78 Terhadap kemampuan bertanggung jawab Moeljatno menjelaskan kemampuan bertanggung jawab harus memenuhi syarat : a. Kemampuan membeda-bedakan antara perbuatan yang baik dan yang buruk, yang sesuai dengan hukum dan yang melawan hukum.
77
78
A. Zainal Abidin Farid, 1995, Hukum Pidana I , Sinar Grafika, Bandung, h. 395.
Moeljatno, 1983, Perbuatan Pidana Dan Pertanggungjawaban Dalam Hukum Pidana, Binaaksara, Yogyakarta, (selanjutnya Moeljatno I), h.11.
77
b. Kemampuan untuk menentukan kehendak menurut insyafan baik dan buruknya perbuatan.79 2. Dengan Maksud untuk memiliki Kejahatan pencurian maksud untuk menguasai atau memiliki haruslah sejalan dengan perbuatan mengambil. Dimana harus terdapat niat terlebih dahulu kemudian diikuti oleh suatu perbuatan mengambil.80 3. Secara melawan hukum Konstruksi perbuatan melawan hukum harus dijadikan sebagai suatu sarana atau modus operandi untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan oleh pelaku tindak pidana, bahwa berpedoman pada asas perbuatan melawan hukum ( wederreechttelijkheid) dalam teori hukum dikenal adanya dua pembagian yaitu : a. Formeele Wederrechtteligk yang bersumber pada norma legeslasi atau bersumber pada undang- undang atau tepatnya mengartikan bahwa melawan hukum adalah lebih menitik beratkan pelanggaran terhadap peraturan perundang- undangan tertulis saja atau harus memenuhi syaratsyarat formil.81 b. Materiele wederrechtteligk yang bersumber pada norma doktrin dan yurisprodensi yang mengatirkan tidak saja harus memenuhi syarat formil
79
Moeljatno, 1987, Asas- Asas Hukum Pidana, Binaaksara, Yogyakarta,(selanjutnya disebut Moeljatno II), h. 165. 80
P.A.F. Lamintang dan C. Djisman Samosir, 1990, Hukum Pidana Indonesia, Sinar Baru, Bandung, h. 215. 81
Teguh Prasetyo dan Abdul Hakim Barkatullah, 2005, Politik Hukum Pidana Kajian Kebijakan Kriminalisasi Dan Deskriminalisasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, h. 34-35.
78
atau memenuhi semua rumusan unsur delik akan tetapi perbuatannya harus dirasakan masyarakat sebagai suatu hal yang tidak boleh atau tidak patut, sehingga melahirkan dua ajaran sifat melawan hukum materil yaitu dalam fungsi yang positif maupun dalam fungsi yang negatif. Ajaran sifat melawan hukum materil dalam fungsi yang positif yaitu bila suatu perbuatan, meskipun menurut peraturan perundang- undangan bukan perbuatan melawan hukum, akan tetapi bila penilaian masyarakat sebagai perbuatan melawan hukum maka perbuatan tersebut sebagai perbuatan melawan hukum. Ajaran sifat melawan hukum meteril dalam fungsi negatif yaitu bila suatu perbuatan, meskipun menurut peraturan perundang- undangan merupakan perbuatan yang bersifat melawan hukum, akan tetapi bila penilaian masyarakat bukan perbuatan melawan hukum maka perbuatan tersebut tidak merupakan perbuatan yang bersifat melawan hukum.82 Bambang Purnomo menyatakan bahwa Suatu perbuatan disebut sebagai melawan hukum formil apabila suatu perbuatan bertentangan dengan ketentuan perundang- undangan dan pengecualiannya juga didasarkan kepada undang- undang.83 Jika unsur melawan hukum itu dengan tegas terdapat di dalam rumusan delik, maka unsur juga harus dibuktikan, sedangkan jika dengan tegas dicantumkan maka tidak perlu
82
83
Ibid Bambang Poernomo,Op.Cit, h. 115.
79
dibuktikan. Untuk dapat menentukan apakah suatu perbuatan dikatakan perbuatan melawan hukum di perlukan unsur- unsur yaitu : a. Perbuatan tersebut melawan hukum b. Harus ada kesalahan pada pelaku c. Harus ada kerugian.84 4. Mengambil Barang Sesuatu Yang termasuk ke dalam suatu benda atau barang adalah termasuk benda-benda yang mempunyai nilai ekonomis ataupun benda yang tidak memiliki nilai ekonomis. Mengenai unsur suatu benda terbatas pada bendabenda bergerak dan tidak bergerak atau benda berwujud dan benda tidak berwujud. Benda bergerak adalah setiap benda yang berwujud dan bergerak sesuai dengan unsur perbuatan mengambil, benda yang kekuasaannya dapat dipindahkan secara mutlak dan nyata yaitu terhadap benda yang bergerak dan berwujud. Jadi benda yang obyek pencurian merupakan benda- benda yang harus ada pemiliknya terhadap benda- benda yang tidak ada pemiliknya tidak dapat menjadi obyek pencurian. Mengenai benda – benda yang tidak ada pemiliknya dapat dibedakan menjadi 2 yaitu : a. Benda yang sejak semula tidak ada pemiliknya disebut Res Nulius seperti misalnya ikan dilaut, udara, air disungai b. Benda yang semula ada pemiliknya namun kepemilikan benda tersebut di lepaskan oleh pemiliknya disebut Res Derelictae seperti misalkan televisi
84
Thtodorus M. Tuanakotta, 2009, Menghitung Kerugian Uang Negara Dalam Tindak Pidana Korupsi, Salemba Empat, Jakarta, h.73.
80
bekas yang dibuang ketempat pembuangan sampah oleh pemiliknya.85 Benda tidak berwujud merupakan benda yang wujudnya tidak secara jelas tidak bisa ditangkap oleh panca indra namun benda tersebut mempunyai nilai tertentu. Sedangkan benda bergerak, yang bergerak karena sifatnya menurut ketentuan Pasal 509 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata selanjutnya disebut KUHPER adalah benda- benda dapat yang berpindah atau dipindahkan contonya buku, pensil. Sedangakan menurut ketentuan Pasl 510 KUHPER benda atau barang bergerak seperti kapal, perahu, sanpam tambang, kincir dan tempat penimbunan kayu yang dipasang di perahu atau yang terlepas dan barang semacam itu adalah barang bergerak. Sedangkan benda- benda bergerak karena ketentuan UndangUndang
menurut Pasal 511 KUHPER adalah hak-hak atas benda
bergerak misalnya hak memungut hasil atas benda bergerak, hak pemakaian atas benda bergerak.86 Selanjutnya benda tidak beregerak dapat dibedakan memjadi tiga yaitu benda tidak beregerak karena sifatnya yaitu tanah dan segala sesuatu yang melekat diatasnya misalnya pohon, rumah. Benda tidak bergerak karena tujuannya misalnya mesin pabrik dan terakhir benda tidak bergerak menurut ketentuan Undang- Undang yaitu hak atas benda – benda tidak bergerak, misalnya memungut hasil atas
85
Adami Chazawi, 2003, Kejahatan Terhadap Harta Benda, Bayu Media, Malang,(selanjutnya disebut Adami Chazawi II) h.7. 86
Sri Soedewi Masjchoe Sofwanona, 2000, Hukum Pedata : Hukum Benda, Liberti, Yogyakarta, h.20-21.
81
benda tidak bergerak, hak memakai atas benda tidak bergerak dan hipotik.87 5. Seluruh Atau Sebagian Milik Orang Lain Benda terebut tidak perlu seluruhnya milik orang lain, cukup hanya sebagaian saja sedangkan yang sebagian milik petindak itu itu sendiri. Seperti milik sebuah sepeda milik A dan B, yang kemudian A mengambilnya dari kekuasaan B lalu menjualnya. Tetapi jika semula sepeda tersebut telah berada dalam kekuasaannya kemudian menjualnya, maka bukan pencurian yang terjadi melainkan penggelapan. Di dalam KUHP delik pencurian di bedakan menjadi 6 yaitu : 1. Pencurian Biasa diatur dalam Pasal 362 KUHP 2. Pencurian Dengan Pemberatan diatur dalam Pasal 363 KUHP 3. Pencurian
Ringan
diatur
dalam
Pasal
364
KUHP
Pencurian Dengan Kekerasan diatur dalam Pasal 365 KUHP 4. Pencabutan hak tertentu terhadap terpidana yang melanggar Pasal 362,363 dan 365 diatur dalam Pasal 366 KUHP 5. Pencurian Dalam Kalangan Keluarga diatur dalam Pasal 367 KUHP Karena dalam penelitian ini penulis memilih tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan dan disini penulis mencoba memaparkan pengertain modus dimana menurut kamus hukum yaitu merupakan suatu cara.88 Sedangkan pencopetan yang menurut kamus besar bahasa Indonesia
87
Ibid, h.20.
88
J.C.T. Simorangkir, dkk, op.cit, h. 99.
82
yaitu cara, proses, perbuatan mencopet.89 Dengan kata lain, pencopetan memiliki pengertian yaitu kegiatan negatif mencuri barang berupa uang dalam saku, dompet, tas, handpone dan lainnya milik orang lain atau bukan haknya dengan cepat, tangkas dan tidak diketahui oleh korban maupun orang di sekitarnya.
89
Ibid, h. 220.
BAB III PERAN SERTA LEMBAGA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPM) KUTA DALAM MENANGGULANGI MARAKNYA AKSI PENCURIAN TERHADAP WISATAWAN DI WILAYAH KUTA
3.1
Data Statistik Tindak Pidana Pencurian Dengan Modus Pencopetan Wilayah Polsek Kuta Tujuan dibuatnya statistik kriminal adalah untuk memberikan gambaran atau data tentang kriminalitas yang ada di tengah masyarakat Kuta seperti jumlahnya atau frekuensi kejahatannya. Berdasarkan data tersebut kemudian oleh pemerintah (khususnya penegak hukum) dipakai untuk menyusun kebijakan penanggulangan kejahatan, sebab dengan data kejahatan tersebut pemerintah dapat mengukur naik turunnya tindak kejahatan pada suatu periode tertentu disuatu daerah, sehingga dengan demikian dapat diketahui faktor- faktor penyebab terjadinya kejahatan. Terhadap cara-cara penggunaan statistik kriminal oleh pemerintah (Polisi) dan kriminologi yang menganggap statistik kriminal sebagai pencerminan kejahatan yang ada pada masyarakat, dalam arti diterima sebagai sampel yang sah. Data statistik kriminal adalah hasil pencatatan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum (khususnya polisi) berdasarkan laporan korban dan anggota masyarakat pada umumnya pencatatan tersebut berasal dari laporan masyarakat. Maraknya berbagai bentuk kejahatan di Kuta memang tidak dapat kita hindari serta munculan berbagai bentuk- bentuk kejahatan yang jarang
83
84
kita dengar dalam suatu lingkungan masyarakat. Sampai detik ini aparat Kepolisian masih berusaha secara optimal menekan angka kejahatan di Kuta, berdasarkan hasil wawancara di POLSEK banyaknya kejahatan- kejahatan yang marak terjadi yaitu penipuan penggelapan, perbuataan cabul, KDRT, perkosaan dan lain – lain. Untuk saat ini yang sedang banyak menjadi bahan pembicaraan masyarakat yaitu pencurian dengan menggunakan modus pencopetan. Kejahatan dapat dilihat dari dua sudut pandang yaitu sebagai pelanggaran terhadap hukum pidana atau hukum lainnya yang ditetapkan oleh negara, dan secara sosiologis kejahatan dipandang sebagai setiap tindakan yang dianggap melukai secara sosial dan yang dipidana oleh negara apa pun bentuk pidananya. Robet M. Bohn dan Keith N. Haley mengartikan kejahatan dari sudut pandang definisi sosial, yaitu “ a typical social definition or crime is behaviour that violates the norms of society, or more simply antisocial behavior”.90
Namun disini penulis hanya menggambarkan tentang data
statistik tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan saja. Oleh karena itulah data yang disajikan di buat dalam bentuk model tabel dan grafik periode 2010-2014 yang diperoleh dari hasil penelitian yang dilakukan penulis di Polsek Kuta sebagai berikut :
90
Robert M. Bohm dan Keith N. Haley, 2007, introduction to Criminal Justice, edisi keempat, McGraw-Hill, New York, h.31.
85
Tabel 2. Frekuensi Tindak Pidana Pencurian Dengan Modus Pencopetan Tahun 2010 BULAN Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember TOTAL
LAPORAN 3 2 1 1 1 1 1 10
SELESAI 2 1 1 1 5
Sumber : Polsek Kuta Dari tabel frekuensi tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan tahun 2010 di atas dimana berdasarkan data yang diperoleh di Kepolisian Sektor Kuta menunjukan jumlah kasus pencurian dengan modus pencopetan, nampak pada bulan Januari tercatat ada 3 laporan kasus untuk 2 kasus dapat di selesaikan dan 1 kasus lagi tidak dapat diselesaikan. Sedangkan pada bulan Februari, April, Mei, Juli, September tidak terdapat laporan kasus. Tetapi untuk bulan maret terdapat 2 laporan kasus dan kedua kasus itu tidak dapat diselesaikan. Selanjutnya pada bulan Juni, Agustus, Oktober, November, Desember terdapat 1 laporan kasus dan untuk bulan Juni, November, Desember kasus itu dapat dapat diselesaikan tetapi bulan Agustus dan Oktober tidak dapat terselesaikan. Jadi pada tahun 2010 jumlah total laporan kasus sebanyak 10 kasus dan
86
yang terselesaikan hanya 5 kasus, hal ini dikarenakan 3 kaus dimana korbannya wisatawan asing yang tidak mau melanjutkan perkaranya karena tidak ingin waktu liburannya terganggu karena harus mengurus kasus ini sampai pada penuntutan sedangkan 2 kasus lagi termasuk kedalam daftar pencarian orang. Dari data tabel serta keterangan di atas dapat digambarkan secara statistik yaitu sebagai berikut : Gambar 3. Grafik Tindak Pidana Pencurian Dengan Modus Pencopetan Tahun 2010
Keterangan : - F : Frekuensi tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan - P : Perkembangan tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan perbulan - Laporan : laporan tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan yang masuk di Polsek Kuta
87
- Selesai : sesuai dengan keterangan yang penulis peroleh dari Polsek Kuta, yang
dimaksudkan dengan kata “selesai” adalah sampai pada tingkat
penuntutan. Tabel 3. Frekuensi Tindak Pidana Pencurian Dengan Modus Pencopetan Tahun 2011 BULAN Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember TOTAL
LAPORAN 1 2 1 1 1 2 8
SELESAI 1 2 1 4
Sumber : Polsek Kuta Melihat dari data tabel frekuensi tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan tahun 2011 dimana berdasarkan data yang diperoleh di Kepolisian Sektor Kuta menunjukan jumlah kasus pencurian dengan modus pencopetan dari bulan Januari sampai Desember yaitu dimana pada bulan Januari terdapat 1 kasus yang dapat diselesaikan, begitu juga pada Februari terdapat 2 kasus yang dapat diselesaikan, pada bulan Maret, April, Mei, Juli, September dan November tidak terdapat kasus kejahatan. Untuk bulan Agustus terdapat 1 kasus yang dapat diselesaikan sedangkan bulan Oktober terdapat 1 kasus namun tidak dapat diselaikan dan, pada bulan Desember terdapat 2 kasus
88
namun 2 kasus itu tidak dapat terselesaikan. Sehingga selama tahun 2011 jumlah total kasus yang masuk laporan adalah 8 kasus tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan. Sedangkan yang terselesaikan hanya 4 kasus. Untuk sisa 4 kasus yang tidak terselesaikan ini disebabkan karena 2 diantara pelakunya
anak-anak
dibawah
umur
sehingga
diselaikan
dengan
mengembalikan kepada keluarganya dan 2 kasus lagi karena kurangnya alat bukti sehingga kasus tersebut belum dapat dilanjutkan ketingkat tahap penuntutan, mengingat sistem pembuktian di dalam KUHAP Indonesia sesuai dengan Pasal 183 KUHAP pembuktian sekurang- kurangnya dua alat bukti. Dari data tabel serta keterangan diatas dapat digambarkan secara statistik yaitu sebagai berikut : Gambar 4. Grafik Tindak Pidana Pencurian Dengan Modus Pencopetan Tahun 2011 Grafik Frekuensi Pencopetan Tahun 2011 2,5
Kasus
2 1,5
LAPORAN SELESAI
1 0,5 0
Bulan
Keterangan : - F : Frekuensi tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan
89
- P : Perkembangan tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan perbulan - Laporan : laporan tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan yang masuk di Polsek Kuta - Selesai : sesuai dengan keterangan yang penulis peroleh dari Polsek Kuta, yang
dimaksudkan dengan kata “selesai” adalah sampai pada tingkat
penuntutan. Tabel 4. Frekuensi Tindak Pidana Pencurian Dengan Modus Pencopetan Tahun 2012 BULAN Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember TOTAL
LAPORAN 3 2 3 1 2 4 1 16
SELESAI 1 1 1 1 2 6
Sumber : Polsek Kuta Dari tabel frekuensi tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan tahun 2012 diatas dimana berdasarkan data yang diperoleh di Kepolisian Sektor Kuta menunjukan jumlah kasus pencurian dengan modus pencopetan, nampak pada bulan Januari tercatat ada 3 kasus laporan yang masuk namun hanya dapat terselesaikan 1 kasus, sedangkan pada bulan Februari terdapat
90
penurunan yaitu hanya 2 kasus sedangkan yang dapat diselesaikan hanya 1 kasus. Pada bulan Maret, Juni, September, November, Desember tidak terdapat kasus. Sedangkan pada bulan April terdapat 3 kasus namun yang terselesaikan hanya 1 kasus, pada bulan Mei terdapat 1 kasus namun tidak dapat teselesaikan, pada bulan Juli terdapat 2 kasus namun hanya 1 kasus yang dapat terselesaikan, pada bulan Oktober terdapat 1 kasus namun tidak dapat terselesaikan dan seperti kita lihat pada bulan Agustus disana peningkatan terjadi yaitu terdapat laporan 4 kasus namun yang terselesaikan hanya 2 kasus. Sehingga selama tahun 2012 jumlah total kasus yang masuk laporan 16 kasus sedangkan terselesaikan 6 kasus, untuk sisa 10 kasus yang tidak terselesaikan itu karena 4 kasus pelakunya tidak ditemukan atau daftar pencarian orang dan 6 kasus lagi dimana wisatwan tidak mau melanjutkan perkaranya karena akan segera kembali ke negaranya sehingga tidak mau kembali lagi ke Indonesia hanya sekedar mengikuti persidangan. Dari data tabel serta keterangan di atas dapat digambarkan secara statistik yaitu sebagai berikut : Gambar 5. Grafik Tindak Pidana Pencurian Dengan Modus Pencopetan Tahun 2012
Kasus
Grafik Frekuensi Pencopetan Tahun 2012
4,5 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0
LAPORAN SELESAI
Bulan
91
Keterangan : - F : Frekuensi tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan - P : Perkembangan tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan perbulan - Laporan : laporan tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan yang masuk di Polsek Kuta - Selesai : sesuai dengan keterangan yang penulis peroleh dari Polsek Kuta, yang
dimaksudkan dengan kata “selesai” adalah sampai pada tingkat
penuntutan. Tabel 5. Frekuensi Tindak Pidana Pencurian Dengan Modus Pencopetan Tahun 2013 BULAN Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember TOTAL
LAPORAN 2 2 1 1 1 1 2 10
SELESAI 2 1 1 1 1 6
Sumber : Polsek Kuta Dari gambaran data tabel frekuensi tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan di tahun 2013, berdasarkan data yang diperoleh di Kepolisian
92
Sektor Kuta, terlihat masih terjadi kasus tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan meskipun tidak terjadi di setiap bulannya. Namun jika dibandingkan pada tabel data dari tahun 2010 sampai tahun 2014 nampak sekali bahwa tahun 2012 ini mengalami peningkatan kejahatan terlihat dari jumlah kasus tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan. Untuk tahun 2013 pada bulan Januari, Maret, Juli, September, November tidak terdapat kasus. Sedangkan pada bulan Februari terdapat 2 kasus yang dapat terselesaikan, pada bulan April terdapat 2 kasus namun hanya dapat terselesaikan 1 kasus, pada bulan Mei terdapat 1 kasus yang tidak dapat terselesaikan, pada bulan Juni terdapat 1 kasus yang dapat terselesaikan, pada bulan Agustus terdapat 1 kasus yang dapat terselesaiakan, Oktober terdapat 1 kasus nanum tidak dapat terselesaikan dan pada bulan Desember terdapat 2 kasus namun hanya dapat terselesaikan 1 kasus saja. Sehingga selama tahun 2013 jumlah kasus yang masuk laporan adalah 10 kasus sedangkan yang terselesaikan hanya 6 kasus. Untuk sisa 4 kasus yang tidak terselesaikan ini karena 3 kasus pelakunya anak di bawah umur dan 1 kasus pelaku masih dalam daftar pencarian orang. Adapun data statistiknya yaitu sebagai berikut : Gambar 6. Grafik Tindak Pidana Pencurian Dengan Modus Pencopetan Tahun 2013
Kasus
Grafik Frekuensi Pencopetan Tahun 2013 3 2 1 0
LAPORAN SELESAI
Bulan
93
Keterangan : - F : Frekuensi tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan - P : Perkembangan tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan perbulan - Laporan : laporan tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan yang masuk di Polsek Kuta - Selesai : sesuai dengan keterangan yang penulis peroleh dari Polsek Kuta, yang
dimaksudkan dengan kata “selesai” adalah sampai pada tingkat
penuntutan. Tabel 6. Frekuensi Tindak Pidana Pencurian Dengan Modus Pencopetan Tahun 2014 BULAN Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember TOTAL
LAPORAN 2 1 2 1 2 1 1 2 12
SELESAI 2 1 1 1 1 6
Sumber : Polsek Kuta Dari tabel frekuensi tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan tahun 2014 diatas dimana berdasarkan data yang diperoleh di Kepolisian Sektor Kuta menunjukan jumlah kasus pencurian dengan modus pencopetan, nampak
94
pada bulan Januari tercatat ada 2 laporan kasus dan ke 2 kasus itu dapat terselesaikan. Sedangkan pada bulan Februari,Mei, Agustus, Oktober terdapat 1 laporan kasus namun hanya pada bulan Agustus yang dapat terselesaikan kasusnya yang lainnya tidak dapat terselesaikan. Untuk bulan Maret, Juli, Desember terdapat 2 laporan kasus dan ke 2 kasus itu dapat diselesaikan. Sedangkan untuk April, Juni, September dan November tidak terdapat laporan kasus yang masuk ke POLSEK Kuta. Sehingga tahun 2014 jumlah total laporan kasus sebanyak 12 kasus dan yang terselesaikan hanya 6 kasus. Untuk sisa 6 kasus lagi yang tidak terselesaikan karena 5 kasus masih termasuk dalam daftar pencarian orang dan untuk 1 kasus lagi pelakunya masih dibawah umur. Dari data tabel serta keterangan di atas dapat digambarkan secara statistik yaitu sebagai berikut : Gambar 7. Grafik Tindak Pidana Pencurian Dengan Modus Pencopetan Tahun 2014
95
Keterangan : - F : Frekuensi tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan - P : Perkembangan tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan perbulan - Laporan : laporan tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan yang masuk di Polsek Kuta - Selesai : sesuai dengan keterangan yang penulis peroleh dari Polsek Kuta, yang
dimaksudkan dengan kata “selesai” adalah sampai pada tingkat
penuntutan. Berdasarkan penjelasan tabel dan grafis frekuensi tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan tahun 2010- 2014 diatas dapat disimpulkan bahwa data statistik tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan setiap tahunnya tidak menentu dimana terkadang terdapat banyak kasus yang terjadi tetapi dapat juga mengalamai penurunan atau sama sekali tidak terdapat kasus pencurian dengan modus pencopetan. Untuk lebih jelas dan simpel penulis gambarkan dalam bentuk grafik dibawah ini yang dimana grafik ini lebih singkat dan gambaran secara keseluruhan mengenai tindak pidana pencurian modus pencopetan.
96
Gambar 8. Grafik Tindak Pidana Pencurian Dengan Modus Pencopetan Periode Tahun 2010 - 2014
Seperti yang dijelaskan oleh Bapak I Made Dana selaku Tim Operasional LPM Kelurahan Kuta. Pada tahun 2010 yang berjumlah 10 kasus tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan dengan angka ini, Kepolisian dan LPM cukup terkejut sehingga segera mengadakan pergerakan yang lebih intensif lagi demi menekan angka kejahatan pada saat itu. Sehingga dimana pada tahun 2011 terdapatlah penurunan yang berjumlah 8 kasus tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan. Masyarakat desa adat Kuta sangat perduli akan keamanan desa sehingga Bendesa adat Kuta memutuskan mengadakan rapat dengan seluruh parajuru desa adat Kuta mengenai angka kejahatan di Kuta pada tahun 2011 terjadi penurunan yang tidak terlalu banyak. Berdasarkan hasil rapat itu di buatlah kesepakatan untuk melakukan ronda malam demi ikut menekan kejahatan. Namun kegiatan ronda malam ini bentuknya sosial sudah tentu tidak berlangsung secara berkesinambungan, tetapi langkah ini dapat memberikan nilai positif menekan kejahatan pada pusat- pusat keramaian seperti jalan legian.
97
Di jalan legian merupakan pusat rawan kejahatan, di daerah ini sering terjadi peristiwa- peristwiwa kejahatan salah satunya pencurian dengan modus pencopetan. Dalam peristiwa ini sasaran – sasaran utamanya atau korban yaitu kebanyakan wisatawan asing yang ingin menikmati gemerlapnya malam di Dischoutiq. Harian Nusa Bali memuat berita terkait pencopetan yaitu pasangan suami istri bersal dari Italia bernama Sebastian ( 60 tahun) dan Rinaldi (60 tahun). Kedua pasangan suami istri (pasutri) menjadi korban jambret atau copet dikawasan Kuta yaitu di Jalan Kunti pada hari jumat tanggal 8 pada bulan agustus 2014 sekitar pukul 23.00 wita. Dimana saat itu Sebastian membonceng istrinya Rinaldi yang baru saja usai makan malam di salah satu restoran, lalu saat tiba di samping jalan Kunti motor yang digunakan oleh Sebastian dipepet oleh dua orang tidak dikenal dan tiba- tiba tas Rinaldi di tarik lalu dibawa lari, beruntungnya tas yang dibawa istrinya talinya putus sehingga Rinaldi di tidak jatuh ataupun terseret pelaku.91 Jadi dari sekian kasus kejahatan yang terjadi di Kuta sangat nampak tindak pidana pencurian atau pencopet pada tahun 2010 menunjukan angka cukup tinggi walau berbanding tipis dengan kejahatan- kejahatan yang lain dan penurunan lagi pada tahun 2011. Pada saat penulis menanyakan tentang hal ini tidaklah secara pasti dijelaskan oleh aparat Kepolisian di Sektor Kuta faktor- faktor penyebab terjadinya tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan. Selanjutnya kita lihat tabel pada tahun 2012, disini terlihat ada lonjakan untutk kasus tindak pidana pencurian dengan modus pencoepetan dengan 91
Bambang Hariawan, 2014, Jadi Korban Jambret Pasutri Italia Trauma, Nusa Bali, Tgl 11 Agustus, Halaman 5 kolom 2-6
98
mencapai angka 16 kasus tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan. Terjadinya lonjakan ini di sebabkan, ronda malam yang dilakukan oleh masyarakat Kuta dengan mengerahkan petugas ronda malam dari amsingmasing banjar yang ada di Kuta, kurang lebih 40 orang di tiap- tiap banjar namun kegiatan ini hanya berlangsung pada tahun 2011 saja. Sehingga pada tahun 2012 telah terjadi kefakuman terhadap kegiatan ronda malam ini dan membuat kasus tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan sangatlah marak terjadi dan dalam dunia pariwisata dikenal adanya istilah bulan ramai kunjungan wisata ke Bali dan ada pula dikenal dengan bulan sepi atau menurunya kunjungan wisatawan ke Bali. Bulan ramai dimaksud adalah bulan Juli, Agustus, dan Desember merupakan liburan panjang bagi anak- anak sekolah serta ingin melewati pergantian tahun di Bali. Sehingga sudah tidak diragukan lagi setiap musim liburan panjang bagi anak- anak sekolah Kuta akan dipadati oleh wisatawan domestik yang datang ke Bali untuk melewatkan liburannya di Bali. Pada bulan-bulan ramai tersebut biasanya banyak kasus- kasus kejahatan terjadi. Namun dengan melihat tabel tahun 2012 di atas justru terjadi lonjakan kejahatan pencurian dengan modus pencopetan seperti terlihat pada bulan Juli dan Agustus serta penurunan di bulan Desember dimana tidak terdapat kasus kejahatan pada saat itu. pada saat- saat itu. Jadi disini yang dianggap kunjungan wisatawan bulan ramai terkadang tidaklah berpengaruh signifikan terhadap kasus tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan, sebagaimana telah dijelaskan oleh Bapak Gede Sukmayoga Priabadi (Anggota
99
Min Reskrim Polsek Kuta), bahwa bulan ramai tidak selalu berpengaruh terhadap kasus tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan. Kejahatan dapat terjadi kapan dan dimana saja tanpa melihat situasi jika sudah ada niat atau keinginan untuk melakukan kejahatan, dan niat seseorang untuk melakukan kejahatan tidak pernah terduga – duga itu semua bisa karena faktor keadaan. Tingginya angka kejahatan pencurian dengan berbagai modus yang telah terjadi seharusnya menjadi catatan bagi aparat penegak hukum karena bagaimanapun juga keamanan dan kenyamanan sangat mutlak diperlukan khususnya di Kuta. Selanjutnya kita lihat tabel pada tahun 2013, pada tahun ini walaupun tidak ada lagi kegiatan ronda malam yang dilakukan oleh masyarakat adat Kuta, namun dapat kita lihat pada tahun 2013 ini terjadi penurunan secara signifikan terhadap kasus tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan yaitu 10 kasus. Penurunan ini disebabkan oleh ketatnya keamanan yang dilakukan oleh aparat Kepolisian sebagaimana diketahui pada tahun ini di Bali terjadi berbagai kegiatan yang bersekala internasional seperti APEC dan Miss World. Dengan adanya kegiatan – kegiatan bersekala internasional ini menyebabkan keamanan di Kuta sangatlah di tingkatkan, sehingga mampu menekan angka kejahatan pada saat itu sehingga terjadi penurunan jika dilihat dari tahun 2012 ke 2013. Sedangkan pada tahun 2014 terjadi peningkatan namun tidak terlalu banyak dari tahun 2013 yaitu tahun 2013 jumlah kasus tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan sebanyak 10 kasus dan peningkatan pada
100
tahun 2014 sebanyak 12 kasus. Kenaikan ini tidak terlalu banyak namun tetap saja Kepolisian Sektor Kuta dan LPM tidak boleh lengah dari berbagai bentuk kejahatan yang terus berkembang selama ini sehingga diharapkan setiap tahunnya angka kejahatan terus menurun. Sehingga masyarakat merasa yakin akan kinerja Kepolisian Sektor Kuta dan LPM serta para wisatawan tidak lagi meragukan keamanan Kuta sebagai daerah pariwisata. Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak Kepolisian dan LPM Kuta di peroleh informasi bahwa para pelaku kejahatan ini tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa saja namun terdapat anak- anak juga sebagai pelakunya. Sehubungan dengan ini Bismar Siregar juga menyatakan bahwa, “kenakalan anak disebabkan oleh moderinisasi dimana masyarakat belum siap menerimanya dan orang tua saling menunjang mencari nafkah sehingga menyebabkan anak tersia-sia dan rumah tangga terbengkalai”.92 Sepanjang waktu bergulir maka perubahan tetap berlangsung setiap hal berubah termasuk masyarakat. Perubahan ini berjalan terlalu cepat menyebabkan tidak semua anggota masyarakat mampu mengikuti irama yang berkembang. pada tahap tertentu pada keadaan perubahan terdapat kondisi- kondisi yang kondusif bagi maraknya kejahatan yaitu terjadinya penurunana kehidupan politik, sosialekonomi yang diperparah dengan jurang kaya- miskin dan merosotnya keadilan.93
92
93
Ibid, h.58.
Ronny Rahman Nitibaskara, 2007, Tegakkan Hukum Gunakan Hukum, PT Kompas Media Nusantara, Jakarta, h. 227.
101
Pihak Kepolisian tidak henti- hentinya memberikan saran- saran kepada masyarakat Kuta dan LPM agar selalu mengetengahkan kewaspadaan terhadap berbagai bentuk kejahatan, demi menghindari hal- hal yang tidak diinginkan. Dimana dengan minimnya angka kejahatan tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan merupakan dambaan dan keinginan kita bersama baik bagi para wisatawan dan masyarakat Kuta itu sendiri mauapun bagi aparat Kepolisaian pada khususnya. Sehingga para wisatawan yang berlibur di Kuta tidak selalu dihantui persaan hawatir atau gelisah terhadap berbagai bentuk kejahatan yang muncul.
3.2. Modus-Modus Tindak Pidana Pencurian Di wilayah Kuta Perbuatan melanggar hukum baik perbuatan tindak pidana umum atau tindak pidana khusus tentunya ada cara untuk melakukan perbuatan tindak pidana itu atau lebih di kenal dengan nama modus oleh aparat kepolisian, selaku penyelidik ataupun penyidik disebut dengan modus operandi. Istilah modus operandi sebenarnya berasal dari istilah asing (modi operandi), an offender's pattern of operation (method of preparing for and committing a crime) is called the modus operandi or MO.94 Apabila terjadi pelanggaran sudah tentu hukum mulai bekerja sebagaimana kita ketahui bahwa hukum adalah merupakan rangkaian
peraturan- peraturan mengenai tingkah laku
orang- orang sebagai anggota- anggota masyarakat, dan tujuan hukum adalah
94
James W. Osterburg dan Richard H. Ward, 2010, Criminal Investigation A Method for reconstructing the past, LexisNexis, NewYork, h.120.
102
mengadakan keselamatan, kebahagian serta tata tertib di dalam masyarakat.95 Dalam melakukan kejahatan sipelaku mempergunakan berbagai cara agar tujuannya tercapai, berbagai siasat diatur sedemikian rapinya agar semua berjalan sesuai keinginan sipelaku. Sudah kita ketahui bahwa Kuta adalah merupakan kawasan wisata, sebagai daerah tujuan wisata sudah barang tentu berbagai aktifitas yang berkaitan dengan pariwisata akan banyak dijumpai. Berdasarkan wawancara penulis dengan salah satu wisatawan asing yang pernah menjadi korban kejahatan di wilayah Kuta, para wisatawan lebih berada pada kondisi tingkat kewaspadaan yang lemah atau kurang waspada akan berbagai bentuk kejahatan yang muncul mereka hanya berpikir saya datang ke Kuta untuk berlibur dan ini dibenarkan oleh LPM Kuta, yang memang selama ini selalu intens menerjunkan atau menurunkan petugas Jaga Baya selama 24 jam kelapangan untuk berperan melindungi wilayah Kuta dari berbagai bentuk kejahatan. Walaupun di dalam penelitian ini sudah di jelaskan menggunakan modus pencopetan, dimana modus pencopetan atau copet ini pada awal - awalnya si pelaku berpura- pura menawarkan barang dagangnnya dan seolah- olah sangat ramah, mereka membuntuti wisatawan dengan keramahan yang ditunjukan dan berharap wisatawan itu tidak memiliki rasa curiga akan gerak geriknya. Disinilah si pelaku akan menjalankan aksinya dan tidak sendiri melainkan bersama temannya, setelah si pelaku merasa pada kesempatan dan waktu yang tepat barulah si pelaku melakukan aksinya dan setelah niat jahatnya berhasil maka barang hasil copetannya diambil alihkan
95
Ibid, h. 3.
103
keteman komplotannya jadi inilah salah satu modus yang sering digunakan oleh pelaku- pelaku kejahatan, biasanya modus ini banyak digunakan oleh anak-anak. Namun disini penulis ingin memaparkan bahwa selain menggunakan modus pencopetan ternyata terdapat modus- modus lain di dalamnya, berdasarkan hasil penelitian atau wawancara penulis di Kepolisian Sektor Kuta dan LPM Kuta pada tanggal 19 oktober 2014 terungkaplah bebrapa modus yang digunakan. Sebagaimana dijelaskan oleh Bapak Gede Sukmayoga Priabadi (Anggota Min Reskrim POLSEK KUTA), Bapak I Nyoman Hadi Wira Atmaja (Ketua Kamtibmas (Keamanan dan Ketertiban Masyarakat) LPM Kuta) dan Bapak I Made Dana (Tim Operasional LPM Kuta) adapun modus- modus yang digunakan yaitu : 1. Pencopetan Dengan Sistem Gerombolan Berantai Dikatakan modus grombolan berantai karena dalam menjalankan aksinya mereka terdiri minimal 6 orang dengan 3 kendaraan yang berbeda, mereka biasanya di dalam menjalankan aksinya terlebih dahulu memantau tempat yang dijadikan tempat beraksi. Modus ini dilakukan oleh grombolan yang sudah ahli dan sebelumnya sudah pernah melakukan tindakan kriminal yang sama. Setelah memantau lokasi mereka segera membagi tugas, siapa yang bertugas sebagai eksekutor dalam arti orang yang melakukan pencurian kemudian siapa yang menjadi tangan kedua, tangan ketiga dan seterusnya yang nanti akan menerima barang yang diambil lalu dibawa kabur. Rata- rata tempat beraksi mereka adalah di seputaran Gang Poppies
104
Kuta, dimana tempat ini memang terkenal sangat ramai dan banyak terdapat gang- gang kecil yang saling berhubungan sehingga memudahkan mereka untuk menjalankan aksinya. Sasaran korbannya biasanya adalah wisatawan- wisatawan yang baru pulang dari diskotik atau club malam dengan keadaan sedikit mabuk sehingga memudahkan mereka dalam mengambil dompet, tas atau barang berharga lainnya. 2. Pencopetan dengan Jambret Modus ini hampi sama dengan yang pertama tetapi pada modus ini jumlah pelaku lebih sedikit yaitu hanya dua orang dengan menggunakan sepeda motor. Di dalam menjalankan aksinya biasanya mengintai korban di daerah- daerah sepi, kemudian mereka memantau orang- orang yang lewat dearah tersebut dan apabila sudah mendapatkan calon korban mereka langsung menyalakan sepeda motornya dan menjalankan aksinya dan biasanya korbanya adalah wanita dengan cara mengambil tas atau dompet yang mereka bawa. 3. Pencopetan Dengan Membawa Senjata Tajam Melalui modus ini merupakan modus paling sadis diantara modus- modus yang lain, dari beberapa jumlah kasus pencurian atau copet pertahunnya terdapat 1 atau 3 memakai modus ini. Modus ini kerap dilakukan oleh orang- orang dewasa jarang anak- anak melakukan pencurian dengan modus ini, tetapi biasanya hanya anak- anak yang sudah berpengalaman yang melakukan kejahatan dengan modus ini. Modus ini dilakukan oleh dua orang dengan sasarannya Art Shop, Counter HP atau toko- toko yang
105
akan tutup dalam menjalankan aksinya mereka membekali dirinya dengan senjata tajam untuk mengancam calon korban, jika korban melawan pelaku tidak segan- segan untuk melukai korban dalam menjalankan aksinya mereka memantau terlebih dahulu tempat yang dijadikan sasaran setelah tempat dan waktu dianggap pas baru mereka menjalankan aksinya dengan menodongkan senjata tajam ke korban kemudian mengambil uang atau barang berharga dan membawa lari. 4. Pencopetan Dengan Mengincar Tamu Yang Sedang Mabuk Korbannya banyakan wisatawan asing dalam keadaan mabuk atau dalam pengaruh alkohol. Mereka memilih para wisatawan dalam keadaan tidak sadarkan diri atau terpengaruh
alkohol ini karena sudah pasti tingkat
kesadarannya sangat kurang. Sehingga mereka lebih mudah menjalankan aksinya, si pelaku akan berpura- pura memberi bantuan dan sangat ramah. Bantuan yang diberikan si pelaku akan menawarkan dirinya untuk mengantarkan sampai hotel dimana wisatawan itu menginap. Setelah sampai di hotel si pelaku akan segera menjalankan aksinya dengan menarik tas yang dibawa wisatawan dan kabur. Biasanya pelaku kejahatan menjalankan aksinya pada saat jam hiburan malam atau dischoutiq menjelang tutup, ini semua dapat kita jumpai di jalan legian atau dikawasan monument Bom Bali karena disana banyak terdapat dischoutiq dan si pelaku kejahatan terdiri dari 2 orang atau lebih.
106
5. Pencopetan Dengan Pura-Pura Sebagai Pedagang Gelang Modus ini biasanya banyak di perankan atau dilakukan oleh anak- anak dengan mengeluarkan wajah yang sangat memelas dan mereka menjajakan atau mengacungkan barang dagangannya yaitu gelang- gelang yang terbuat kulit yang di ulat, dalam aksi menjual gelang ini anak- anak ini sangat berharap para wisatawan mau membeli atau sedikit memiliki rasa iba atau kasihan. Jika ada wisatawan yang mau membeli mereka segera menjalankan aksinya dengan berani memegang tangan wisatawan sambil melihat kelengahan dari wisatawan itu, jika menurut mereka kondisi sudah pas atau sesuai yang di rencanakan anak- anak itu segera mengambil sasaran yang diinginkannya itu. Setelah berhasil maka dengan secepat pulalah hasil kejahatannya itu dialihkan kepada temannya. Aksi yang dilakukan anak- anak ini sudah sering di pergoki oleh team pengamanan Jaga Baya maupun oleh masyarakat disekitar. Namun disini yang menjadi permasalahannya pelakunya adalah anak- anak yang masih dibawah umur dan bila ditangani oleh tIm Jaga Baya atau dalam keadaan tertangkap tangan oleh masyarakat akan menimbulakan rasa kasihan atau iba oleh si korban walaupun sebelumnya si korban merasa kesal atau marah. Inilah yang membuat kejadian ini terus berlangsung tanpa ada proses hukum, ini dijelaskan secara gamblang oleh bapak Nyoman Hadi Wira Atmaja yang merupakan staf LPM yang membidangi KAMTIBMAS. Setelah penulis melakukan penelitian dan pengamatan di sepanjang jalan Pantai Kuta, jalan Melasti, dan jalan Legian memang kenyataannya terdapat beberapa anak-
107
anak kecil menjajakan gelang mereka selalu berada hampir sepanjang hari dan malam, keberadaan mereka sebenarnya sangat dikeluhkan oleh masyarakat karena sangat menggangu wisatawan. 6. Pencopetan Khusus Perempuan Asing Komplotan pelaku kejahatan dengan modus ini biasanya selalu mengintai wisatawan perempuan asing yang sedang berjalan di gang yang agak sepi yang jauh dari keramaian atau gelap. Kemudian dengan santainya si pelaku mengendarai sepeda motor dan memepet si calon korban lalu dengan paksa merampas tas yang dibawa oleh wisatawan itu. Jadi dengan mempelajari bahwa seorang perempuan tidak sekuat seorang laki- laki sudah jelas tenaga yang dimiliki tidak seberapa sehingga dengan mudah niat jahat akan bisa terlaksana. Pencurian dalam bentuk pokok diatur dalam Pasal 362 KUHP memiliki unsur perbuatan mengambil (Wegnemen). Kata mengambil dalam arti sempit terbatas pada menggerakkan tangan dan jari-jari, memegang barangnya, dan mengalihkannya ke tempat lain. Simons maupun Pompe, menyamakan bahwa arti mengambil dengan istilah wegnemen dalam KUHP Jerman yang berarti tidak diperlukan pemindahan tempat dimana barang berada, tetapi hanya memegang saja belum cukup, tersangka harus menarik barang itu kepadanya dan menempatkannya dalam kekuasaannya.96 Menurut V bemmelen, arti wegnemen dirumuskan sebagai berikut “tiap-tiap perbuatan dimana orang menempatkan barang harta kekayaan orang lain dalam kekuasaannya tanpa
96
Lamintang , Op.Cit, h.8.
108
turut serta atau tanpa persetujuan orang lain atau tiap-tiap perbuatan dengan mana seseorang memutuskan ikatan dengan mana seorang memutuskan ikatan dengan barang kekayaan itu.97 Untuk dapat dituntut menurut pasal ini, “pengambilan” itu harus dengan sengaja dan dengan maksud untuk dimilikinya, orang yang karena keliru mengambil barang di jalan kemudian diambilnya dengan maksud untuk dimiliki, dapat pula dikatakan mencuri. Tetapi apabila barang itu kemudian diserahkan kepada pihak polisi, tidak dapat dikenakan pasal ini. Namun apabila kemudian setelah orang itu sampai di rumah timbul niatnya untuk memiliki barang tersebut padahal rencana semula akan diserahkan ke pihak polisi, maka orang itu dapat dituntut perkara penggelapan (Pasal 372), karena waktu barang itu dimilikinya sudah berada di tangannya. Berdasarkan pendapat diatas terdapat tiga teori tentang mengambil yaitu : 1. Teori kontrektasi (contrectatie theorie), teori ini mengatakan bahwa untuk adanya suatu perbuatan “mengambil” disyaratkan dengan sentuhan fisik, yakni pelaku telah memindahkan benda yang bersangkutan dari tempatnya semula. 2. Teori ablasi (ablatie theorie), menurut teori ini untuk selesainya perbuatan “mengambil” itu disyaratkan benda yang bersangkutan harus telah diamankan oleh pelaku.
97
Ibid, h.12.
109
3. Teori aprehensi (apprehensie theorie), berdasarkan teori ini adanya perbuatan “mengambil” itu disyaratkan bahwa pelaku harus membuat benda yang bersangkutan berada dalam penguasaannya yang nyata.98 Jika teori tentang mengambil kemudian dikaitkan kembali dengan unsur-unsur yang terkandung dalam tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan, khususnya yang tergambar pada modus no. 3 yaitu pencopetan dengan membawa senjata tajam, maka unsur tindak pidana pencurian tidak hanya berhenti pada Pasal 362 KUHP, melainkan beralih ke Pasal 365 KUHP. Adapun isi dari Pasal 365 KUHP adalah sebagai berikut :
Diancam dengan pidana penjara paling lama Sembilan tahun pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, terhadap orang dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya atau untuk tetap mengusai barang yang dicuri. Teori kontrektasi mendeskripsikan, bahwa pencurian dengan modus pencopetan yang melibatkan penggunaaan senjata tajam guna mengancam korbannya sangat sesuaian dengan esensi Pasal 365 KUHP tentang perbuatan pencurian dengan kekerasan. Secara tidak langsung, teori kontrekstasi juga dapat dipergunakan sebagai landasan berpikir bagi aparat penegak hukum (polisi) dalam menerapkan pasal yang tepat bagi para pelaku pencurian dengan modus pencopetan. Tetapi untuk saat ini di temukan juga pencurian pada ATM, kejahatan ini biasanya si pelaku tidak sendiri melainkan terdiri dari beberapa orang sebelumnya merekea mengamati wisawatan atau
98
Ibid, h.15.
110
pengunjung malam yang akan menarik uang di ATM. Kemudian satu orang bertugas mengetuk pintu ATM sehingga wisatawan itu merasa harus cepat keluar kerena mengira orang diluar tadi ingin menarik uang pada ATM tersebut, inilah menyebabkan wisatawan itu melupakan ATM dan orang yang tadi berpura- pura ramah setalah itu kalau benar kartu ATM wisatawan tadi tertinggal maka si pelaku kejahatan dengan leluasa menguras uang. Modus ini sangat ampuh dilakukan dengan modus ini banyak wisatawan melaporkan pada aparat kepolisian bahwa uangnya telah tercuri.
3.3. Peran Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Pencurian Dengan Modus Pencopetan Di Wilayah Kuta Membicarakan tentang peran, di dalam kehidupan sehari- hari sudah sangat sering kita dengar baik itu dalam kehidupan kita maupun dalam hal menjaga suatu keamanan misalnya keamanan Kuta sebagai pariwisata. Peran Kepolisian yang sangat penting terutama dalam melindungi wisatawan yang sedang berlibur. Namun faktanya dilapangan berbeda ternyata Polisi dalam menjaga keamanan tidak bisa sendiri tetapi membutuhkan bantuan masyarakat khususnya masyarakat Kuta, dalam hal menjaga citra kuta dan keamannya. Manusia hidup berkelompok baik dalam kelompok besar maupun dalam kelompok kecil dan manusia selalu melakukan penilaian terhadap keadaan yang dialaminya, menilai merupakan memberi pertimbangan untuk menentukan sesuatu itu benar atau salah, baik atau buruk, indah atau jelek, berguna atau
111
tidak.99 Kemajuan dari berbagai bidang usaha pariwisata di Kuta pada khususnya telah membawa dampak baik dan dampak buruk. Untuk dampak baiknya sudah tentu mampu meningkatkan tarap perekonomian masyarakat sedangkan untuk dampak buruknya muncullah berbagai tindak kejahatan. Berbagai kejahatan yang terjadi dan cenderung kwantitasnya semakin meningkat, seperti melihat dari semakin meningkatnya kejahatan yang terjadi selama ini di Kuta yang memang sangat meresahkan masyarakat Kuta. Ini semua telah menimbulakan kekecewaan dari para wisatawan yang menjadi korban. Menyadari ini semua aparat kepolisian Polsek Kuta tidak maksimal dalam melaksanakan tugasnya disinilah LPM kelurahan Kuta melalui rapat internal telah mengambil peran dan melangkah turut serta bahu membahu dengan Polsek kuta dalam menjaga keamanan wilayah kelurahan Kuta dari berbagai bentuk kejahatan yang menggangu kenyamanan dan keamanan wisatawan itu sendiri. Sungguh tidak berlebihan apabila LPM merupakan sebuah lembaga yang terdiri dari sekelompok orang- orang dan menimbulkan komunikasi secara dua arah dalam upaya sebuah tujuan yang jelas. LPM merupakan sebuah lembaga formal, pendapat ini merujuk pada teori kelembagaan yang dikemukakan oleh Hall dan Taylor. Pada dasarnya lembaga dapat dibedakan menjadi dua, yaitu lembaga formal non formal. Dimana lembaga formal memiliki syarat- syarat yaitu kumpulan dua orang atau lebih yang memiliki hubungan kerja rasional, memiliki tujuan dan mempunyai struktur organisasi disamping itu sebuah lembaga formal harus memiliki dasar 99
h.4.
Supriadi, 2006, Etika & Tanggung Jawab Profesi Hukum Di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta,
112
hukum atau pengaturan hukumnya. Karena berdasarkan hal tersebut maka LPM Kuta memenuhi syarat sebagai sebuah lembaga formal. Karena bersifat formal lembaga ini menyajikan hubungan- hubungan otoritas antara pekerjaanpekerjaan serta menspesifikasikan kebijakan- kebijakan dan prosedur-prosedur dalam hal mengkoordinasikan aktivitas- aktivitas. Organisasi formal bersifat tahan lama dan terencana disini terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi organisasi formal yaitu : 1. Struktur organisasi 2. Iklim kepemimpinan 3. Efisiensi organisasi 4. Kebijakan-kebijakan personalia 5. Komunikasi.100 Orang atau lembaga mendirikan suatu organisasi mempunyai maksud agar tujuan tertentu dapat dicapai melalui tindakan bersama yang telah disetujui bersama. Dengan organisasi tujuan dan sarana dapat dicapai secara lebih efisien dan efektif dengan cara dan tindakan yang dilakukan secara bersama – sama begitu halnya dengan LPM yang lahir untuk membantu menanggulangi berbagai permasalahan yang ada di Kuta melalui berbagai kegiatan yang bertujuan untuk menjaga citra Kuta agar tidak dipandang sebelah mata oleh Negara- negara lain. Berdasrkan struktur kepengurusan LPM maka terdapat susunan yang membidangi KANTIBMAS (Ketertiban dan Keamanan
100
h. 80.
J. Winardi, 2005, Teori Organisasi Dan Penggorganisasian, raja Grafindo Persada, Jakarta,
113
Masyarakat) dengan membentuk tim Satria Jaga Baya Samudra Kuta
dan
Satgas Linmas. Struktur
organisasi
memiliki
tujuan
sebagai
alat
kontrol
serta
mengendalikan koordinasi dan motivasi kerja tiap individu untuk mencapai tujuan. Struktur organisasi digunakan untuk mengontrol jalannya hubungan tugas dan wewenang masing – masing individu. dalam sebuah lembaga ada perangkat manusia yang membutuhkan interaksi (mahluk sosial). Lembaga sendiri timbul dari kebutuhan manusia akan kerjasama. Lembaga mengandung unsur sosio, artinya yang bergerak di dalam dan menggerakan sistem adalah manusia. Pada umumnya lembaga- lembaga dibuat bertujuan untuk mencukupi kebutuhan masyarakat.101 Lembaga-lembaga tersebut memiliki sifat yang dinamis yakni bahwa lembaga- lembaga tersebut akan mengalami perubahan sejalan dengan dengan perubahan yang terjadi di masyarakat. Dalam lembaga sosial setidaknya terdiri atas tiga aspek yaitu : a. Sistem tata kelola b. Hubungan yang berpusat pada aktivitas c. Himpunan norma- norma dari segala tingkatan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok dalam kehidupan masyarakat.102 Lembaga merupakan suatu hubungan dan tatanan antara anggota masyarakat atau organisasi yang melekat, di wadahi dalam suatu jaringan atau organisasi, yang dapat menentukan suatu hubungan antara manusia atau 101
Ni’ Matul Huda, 2007, Lembaga Negara Masa Transisi Menuju Demokrasi, Penerbit UII Press, Yogyakarta, h.56. 102
Alfred Hanel, 2005, Organisasi Koperasi (Pokok- Pokok Pikiran Mengenai Organisasi Koperasi Dan Kebijakan Pengembangannya Di Negara- Negara Berkembang, Graha Ilmu, Yogyakarta, h. 55.
114
organisasi dengan ditentukan oleh faktor-faktor pembatas dan pengikat berupa norma, kode etik atau aturan formal dan non-formal untuk berkerjasama demi mencapai tujuan yang diinginkan. Begitu juga dengan LPM yang merupakan sebuah wadah pemberdayaan masyarakat dalam hal bidang pembangunan dan sudah tentu memiliki aturan- aturan tertentu, memiliki tugas pokok dan fungsi yang dijadikan acuan atau pedoman dalam menjalankan tugasnya. Tugas pokoknya yaitu membantu pemerintah desa atau kelurahan dalam berbagai aspek baik itu menggerakkan maupun meningkatkan pertisipasi masyarakat dalam hal pembangunan baik itu di bidang keamanan. LPM merupakan suatu unit sosial yang berusaha untuk mencapai tujuan tertentu dan menyebabkan lembaga tunduk pada kebutuhan tersebut. Lembaga dapat dimaknai sebagai organisasi dan sebagai pranata. Pada pengertian sebagai organisasi keberadaan lembaga ditunjukkan dengan wujud organisasi yang mempunyai struktur, aturan dan pembagian tugas yang jelas.103 Organisasi sebagai kesatuan sosial dari sekelompok manusia yang saling berinteraksi menurut suatu pola tertentu sehingga setiap anggota organisasi memiliki fungsi dan tugasnya masing- masing, yang sebagian atau kesatuan mempunyai tujuan tertentu dan mempunyai batasan- batasan yang jelas sehingga bisa dipisahkan secara tegas dari lingkungannya dan organisasi merupakan entitas- entitas yang memungkinkan masyarakat mencapai hasil-
103
Ani Muhamad, 2005, Komuniksi Organisasi, Bumi Aksara, Jakarta, h.27
115
hasil tertentu yang tidak mungkin dilaksanakan oleh individu- individu yang bertindak secara sendiri.104 Perjuaangan membangun rasa aman di Kuta memang tidak mudah, untuk itu dibutuhkan partisipasi masyarakat. Sebagaimana dikemukakann oleh Loekman Soetrisno dalam teori partisipasi masyarakat, bahwa partisipasi adalah kerjasama antara rakyat dan pemerintah dalam merencanakan, melaksanakan, melestarikan dan mengembangkan hasil pembangunan. Pengamanan tidak bisa sepenuhnya diserahkan kepada aparat keamanan khususnya kepolisian karena personilnya terbatas sedangkan kejahatan semakin hari semakin marak, inilah yang membutuhkan partisipasi masyarakat kuta pada khususnya dengan bekerjasama dengan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat singkatnya LPM. Partisispasi masyarakat dalam pembangunan diartikan sebagai sarana penguatan relevansi, kualitas serta kesinambungannya. Salah satu bentuk partisipasi masayarakat dalam menciptakan rasa aman tentunya dengan membentuk pengamanan swakarsa (pam swakarsa), di tingkat kelurahan sudah di bentuk pam swakarsa resmi yaitu Satria Jaga Baya Samudra yang lebih dikenal dengan nama Jaga Baya dan Pertahanan Sipil ( LINMAS) dan belakangan
satgas
LINMAS
memiliki
tambahan
nama
Perlindungan
Masyarakat (LINMAS) menjadi Satgas LINMAS Linmas. Adapun tugas dan fungsi pokok jabatan Jaga Baya adalah melaksanakan tugas pengawasan, penertiban parker sembarangan (diatas trotoar,dan lain-lain), pencegahan terhadap orang- orang yang dapat diduga melakukan pelanggaran dan tindak
104
J. Winardi, 2005, Op.Cit. h. 13.
116
kejahatan, diarea tugasnya. Adapaun uraian tugas dan tanggung jawab Jaga Baya yaitu : 1. Menempatkan pos yang ditentukan serta menginventarisasikan perlengkapan yang ada. 2. Melakukan kontrol diarea pos dan mengawasi orang- orang yang tidak ada kepentingan berada diarea. 3. Mengawasi, menegur, menertibkan, memberikan peringatan serta meminta keterangan bagi orang- orang yang disinyalir melakukan tindak pelanggaran dan parkir disembarangan tempat seperti parkir di atas trotoar, di daerah pengawasan. 4. Mencatat semua kegiatan peristiwa yang penting di buku mutasi log book serta mengadakan koordinasi dan melaporkan kepada satpam dan shift di pos. 5. Membuat laporan kejadian bila terjadi sesuatu peristiwa di daerah pengawasannya. 6. Melaksanakan control clock secara cermat dan membuat laporan hasil pelaksanaannya. 7. Melaksanakan tugas- tugas kewajiban di masing- masing pos sesuai dengan job tersebut. 8. Melaksanakan tugas lain yang diperintahkan oleh atasan. Partisipasi masyarakat mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat dalam upaya meningkatkan proses keamanan dan kenyamanan di kuta. Semangat dalam usaha partisipasi yang diberikan terhadap
117
bantuan yang diberikan khususnya berperan menjaga dan menbantu Kepolisian adalah merupakan langkah positif. Terhadap
partisipasi masyarakat dapat
dilihat dari peran serta masyarakat memberikan sebuah informasi dan komunikasi kepada kedua satgas Jaga Baya dan Linmas yang memang mereka sendiri diangkat dan dipilih dari masing- masing 13 banjar yang ada di Kuta yang ingin berpartisipasi dalam menjaga Kuta. Merunjuk pada hal ini Partisipasi masyarakat menurut Isbandi adalah keikutsertaan masyarakat dalam proses pengidentifikasian masalah dan potensi yang ada di masyarakat, pemilihan dan pengambilan keputusan tentang alternatif solusi untuk menanggulangi
masalah,
pelaksanaan
upaya
mengatasi
masalah,
dan
keterlibatan masyarakat dalam proses mengevaluasi perubahan yang terjadi.105 Sungguh sangat dinamis dalam langkah dan gerak apa yang dilakukan oleh LPM dan perlu terwujud secara kesinambungan serta diberikan apresiasi yang tinggi. Bagaimanapun LPM berasal dari masyarakat dan untuk masyarakat juga, karena sedemikian strategisnya LPM sangat berperan baik dalam segi informasi kepada aparat kepolisian dan sekaligus turut serta ikut berpartisipasi selama 24 jam penuh dalam membantu aparat kepolisian untuk menjaga dan memberikan rasa aman wilayah Kuta itu sendiri. Partisipasi masyarakat ini dapat dikatakan secara universal yaitu partisipasi rakyat dalam pembangunan merupakan suatu kerjasama yang erat antara perencana dan rakyat dalam merancang,
105
melaksanakan,
melestarikan
dan
mengembangkan
hasil
Dea Deviyanti, Studi Tentang Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Karang Jati Kecamatan Balik Papan Tengah, tersedia di website http://www.ejournal.an.fisipunmul.ac.id/site/wp-content/uploads/2013/05/JURNAL%20DEA%20%2805-24-13-09-0230%29.pdf, diakses tanggal 26 februari 2015.
118
pembangunan sehingga ini semua membuat terjalinnya suatu hubungan yang tidak dapat dipisahkan antara lembaga yaitu LPM dan keterlibatan masyarakat Kuta itu sendiri sehingga terjadilah suatu partsipasi yang horizontal yaitu partisipasi antara sesama warga Kuta dengan tujuan yang sama. Partisipasi masyarakat merupakan suatu proses teknis untuk memberikan kesempatan dan wewenang yang lebih luas kepada masyarakat untuk secara bersama-sama memecahkan berbagai persoalan. Pemerintah merupakan suatu proses politik di dalam upaya untuk mencapai kesejahteraan bagi semua masyarakat, sejalan dengan ini Joan Nelson dalam M.R Khirul Muluk mengemukakan bahwa : partisipasi politis dibagi dalam dua hal yaitu yang pertama partisipasi horizontal yang melibatkan warga secara kolektif untuk mempengaruhi KEPUTUSAN kebijakankebijakan sedangkan yang kedua partisipasi vertikal yang terjadi ketika anggota masyarakat mengembangkan hubungan tertentu dengan kelompok elit dan pejabat yang bermanfaat bagi kedua belah pihak.106 Partisipasi atau peran serta pada dasarnya berkaitan dengan asas keterbukaan, tanpa keterbukaan tidak mungkin ada peran serta masyarakat. Berunjuk pada pernyataan ini Philipus M.Hadjon mengemukakan bahwa : di dalam hukum tata Negara dan hukum administrasi “ keterbukaan” merupakan asas penyelenggaraan pemerintah yang bertumpu pada asas demokrasi (partisipasi).107 Pembagian kewenangan ini
106
M.R Khaitul Muluk, 2006, Desentralisasi dan Pemerintahan Daerah, Bayu Media Publishing, Malang, h.47. 107
Philipus M.Hadjon, 1997, Keterbukaan Pemerintah Dalam Mewujudkan Pemerintahan Yang Demokrasi, Pidato Lustrum III Ubhara Surya, Surabaya, h.6.
119
dilakukan berdasarkan tingkat ke ikut sertaan masyarakat dalam kegiatan tersebut. Partisipasi masyarakat bertujuan untuk mencari solusi permasalahan yang lebih baik dalam suatu komunitas dengan membuka lebih banyak kesempatan bagi masyarakat untuk ikut memberikan kontribusi sehingga implementasi kegiatan berjalan lebih efektif. Tim Jaga Baya adalah merupakan satu regu pasukan yang terdiri dari 80 orang anggota yang distrukturi dari masyarakat kelurahan Kuta yang di ambil dari masing – masing banjar yang ada di Kuta, dimana di kuta terdiri dari 13 banjar yaitu Banjar Segara, Banjar Anyar, Banjar Mertajati, Banjar Jabe Jero, Banjar Temacun, Banjar Plasa, Banjar Tegal, Bnjar Buni, Banjar Pering, Banjar Pandemas, Banjar Pengabetan, Banjar Tebasari, Banjar Pemamoran. Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam menjaga keamanan Kuta yaitu faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan dalam dua kategori yakni faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor dari dalam komunitas yang berpengaruh dalam program partisipasi masyarakat. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar komunitas, dan ini akan meliputi dua aspek menyangkut sistem sosial dimana komunitas tersebut berada. Hubungan Jaga Baya dengan LPM adalah sebatas kerjasama dalam bidang pengamanan di kelurahan Kuta dengan menggunakan sistim gajih yang di biayai oleh LPM, team ini di bawahi oleh 4 regu masingmasing regu dibawahi oleh DANRU (komandan regu). Adapun fungsi pokok jabatan DANRU Jaga Baya adalah
melaksnakan pengaturan, penempatan,
pengawasan terhadap personil serta kontrol area Desa Adat Kuta sehingga
120
areanya terawasi pengamannya. Adapaun uraian tugas dan tanggung jawab DANRU yaitu : 1. Mengapelkan semua anggota sebelum penggatian shif dan mengatur penempatan personil di pos penjaga . 2. Mengatur pelasanaan tugas di area. 3. Melaporkan semua hasil pelaksanaan tugas dan mencatat dalam buku mutasi di pos. 4. Memerintahkan anggota membuat laporan kejadian bila terjadi peristiwa atau kejadian di daerah pengawasannya. 5. Mengkoordinir pelaksanaan sidak/ razia. 6. Mengadakan kontrol, pembinaan dan pengawasan terhadap tugas anggota dan melakukan teguran langsung. 7. Melaksanakan tugas- tugas lain yang diberikan atau diperintahkan oleh atasan. Jaga Baya memiliki ciri khas tersendiri yaitu menggunakan kostum berwarna hitam- hitam, dan mulai dari pagi hari sampai malam team Jaga Baya mulai menjalankan tugasnya. Sebelum menjalankan tugasnya pada pagi hari team Jaga Baya pada pukul 07.00 WITA akan menjalankan apel yang dilaksanakan di Kelurahan kuta beralamat Jl Raya Kuta, setalah itu bergegas melaksanakan tugasnya di 9 titik pos yang sudah ditentukan. Apabila Jaga Baya dalam melaksanakan tugasnya melakukan pelanggaran, personil Jaga Baya akan dikenakan surat teguran apabila masih tetap melakukan pelanggaran selanjutnya akan diberikan surat peringatan sampai pada tahap surat skorsing.
121
Sedangkan
mengenai
LINMAS
(perlindungan
masyarakat)
atau
LINMAS, dalam hal ini Linmas terdiri dari 30 orang anggota dan dibagi dalam 4 regu masing- masing regu diketuai oleh Danru. Hubungan Linmas dengan LPM adalah sama dengan Jaga Baya yaitu sebatas kerjasama dalam bidang pengamanan di kelurahan Kuta dengan di biayai oleh LPM. Di sinilah kedua istitusi yaitu Jaga Baya dan Linmas ini bekerjasama bahu membahu di bawah arahan teknis Polsek Kuta, Jaga Baya dan Linmas berperan aktif membantu Polsek Kuta dalam mencegah maupun menanggulangi berbagai bentuk kejahatan yang selama ini dikeluhkan oleh masyarakat demi terciptanya keamanan dan kenyamanan di wilayah kelurahan kuta. Sedangkan untuk Linmas tugas pokoknya tidak lebih pada masalahmasalah sosial kemasyarakatan seperti apabila di Kuta mengadakan upacara agama, pawiwehan, mapandes dan sebagainya. Di sini Linmas membantu menjaga keamanan di lokasi agar tidak sampai mengganggu para pengguna jalan atau hal- hal yang tidak diinginkan. Tetapi apabila dalam melaksanakan tugasnya pada saat patroli Linmas menemukan peristiwa kejahatan langkah yang diambil
yaitu
membantu mengamankan sementara dan
segera
berkoordinasi dengan Jaga Baya lalu dari Jaga Baya membawanya ke POLSEK Kuta . Terkait mengenai wilayah kerja Jaga Baya dan Linmas dalam mencegah dan menanggulangi tindak kejahatan yaitu sesuai wilayah kelurahan Kuta dari perbatasan Desa Legian dan Desa Tuban. Sedangkan terkait mengenai sumber dana LPM Kelurahan Kuta untuk menggaji baik team Jaga Baya maupun
122
Linmas, disini LPM melakukan pemungutan kepada para pengusahapengusaha yang ada di Wilayah Kuta. Pemungutan itu berani dilakukan karena adanya SK Bupati Badung yang mengizinkan melakukan pemungutan itu demi kesinambungan keamanan Kuta tetap terjaga dan kenyamanan Kuta tetap terjaga. Ini yang membedakan Jaga Baya Kuta dengan Jaga Baya yang ada di daerah lain, selain itu Jaga Baya juga memiliki KTA ( Kartu Tanda Angota) Bankamdes dan Jaga Baya memperoleh pendidikan- pendidikan umum oleh kepolisian seperti PBB, cara melawan pelaku yang melakukan perlawanan, cara menanggulangi pelaku tertangkap tangan dan sebagainya, tidak jarang TNI juga ikut membatu memberikan pendidikan untuk Jaga Baya. Diperkuat dengan adanya SK Bupati Badung ini sangat penting agar tidak terjadi pemungutan liar, dengan menggerakkan tenaga begitu banyak apabila tanpa didukung oleh dana yang cukup adalah merupakan sebuah kendala tersendiri akan tetapi keamanan Kuta
yang
merupakan
kawasan
wisata
sangat
mutlak
dan
secara
berkesinambungan. Sedangkan mengenai bentuk kerjasama LPM dengan Kepolisian Sektor Kuta dimana BABINKAMTIBMAS memberikan apel atau pengarahan tentang informasi dan masalah- masalah yang sedang terjadi atau yang di hadapi. Selain itu pada saat di lapangan dalam menjalankan tugasnya selama 24 jam penuh adanya diharapkan tetap menjaga koordinasi antara Jaga Baya, Linmas dan kepolisian sektor Kuta. Jadi antara Jaga Baya, Linmas dan Kepolisian saling memberikan informasi mengenai daerah- daerah yang mereka jaga. Kerjasama sampai saat ini masih tetap berjalan dengan baik dimana tidak ada hambatan
123
baik itu dari Kepolisian dengan Jaga Baya dan Linmas saat saling berkoordinasi ataupun pada saat menjalankan tugasnya masing- masing . Sebelum anggota Jaga Baya dan Linmas melaksanakan tugas- tugasnya terlebih dahulu diadakan pembicaraan antara Polsek Kuta dengan ketua LMP berserta Jaga Baya dan Linmas terkait langkah- langkah prosedur yang harus dijalankan agar tidak terjadi kesalahan prosedur atau justru sebaliknya langkah- langkah pengamanan yang ditetapkan malah menimbulkan permasalahan. Oleh itu terlebih dahulu diberikan pembekalan – pembekalan kepada seluruh anggota Jaga Baya maupun anggota Linmas oleh aparat Kepolisian Sektor Kuta. Seiring dengan kemajuan sektor pariwista di Kuta sudah barang tentu berimplikasi terhadap kehidupan sosial masyarakat begitu pula tingkat persaingan ekonomi yang senantiasa dapat berpengaruh akan gaya hidup. Sehingga dari sini dapat menjadi titik tolak pemicu yang menyebabkan munculnya berbagai bentuk tindak kejahatan dari berbagai kejahatan- kejahatan yang sangat meresahkan masyarakat Kuta itu sendiri, namun disini LPM tampil kedepan ikut mencari jalan keluar. Munculnya BABINKANTIBMAS ( Bantuan Bimbingan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat) disini sangat berperan aktif disamping sebagai
bagian
yang
ditugaskan
oleh
institusinya
sebagai
Pembina
kemasyarakatan sekaligus penyambung atau jembatan antara Polsek Kuta dengan masayarakat Kuta, BABINKAMTIBMAS merupakan kiriman beberapa orang anggota Kepolosian Polsek Kuta yaitu AIPTU I N BAGIANDA dan AIPDA COKORDA ALIT PUTRA yang sehari- hari bertugas atau berada di lingkungan LPM itu sendiri.
124
Dengan berbagai pertimbangan analisis serta pertimbangan dan berbagai pengalaman tentang maraknya berbagai angka kejahatan yang terjadi selama ini, maka pada bula juni tahun 2011 aparat Kepolisian Sektor Kuta meluncurkan sebuah program yang dinamakan ZERO CRIME di mana sebuah usaha untuk menekan tingginya angka kejahatan yang sangat meresahkan masyarakat Kuta. Di sini jajaran Polsek Kuta menempatkan personilpersonilnya beserta Jaga Baya dan Linmas ditempat – tempat yang dianggap rawan kejahatan seperti Jalan Popies I dan II, banyak kejahatan yang ditemukan oleh Jaga Baya dan berhasil menangkap pelaku tindak kejahatan di Kuta khususnya kejahatan terhadap wisatawan asing seperti kejahatan penjambretan atau copet maupun pencurian. Usaha ini dianggap sangat efektif
untuk
menekan angka kejahata, sampai saat ini program ini masih tetap berjalan walau terkadang terlihat sedikit abu- abu. LPM sangat menaruh perhatian serius dalam upaya menciptakan Kuta dalam suasana aman dan nyaman, sehingga disini muncullah gagasan untuk turut serta berperan aktif membantu aparat Kepolisian sektor Kuta
dalam
menjaga keamanan Kuta. LPM sadar bahwa apa yang telah dicapai oleh aparat Kepolisian
dan
berkesinambungan,
program
Zero
kemudian
Crime
dalam
haruslah
sebuah
terlaksana
musyawarah
secara
kelurahan
(MUSKEL) maka diusulkanlah agar satgas Linmas Kuta yang jumlah anggotanya di perbanyak hingga mencapai 30 orang. Pembinaan- pembinaan secara terus menerus diberikan oleh aparat Polsek Kuta untuk Linmas dan Jaga Baya agar di lapangan dapat dengan baik menjalankan tugasnya.
125
Tujuan adanya Jaga Baya Samudra Kuta ini yakni menciptakan suasana aman, nyaman dan tertib secara berkelanjutan dan bebas dari segala bentuk penyimpangan, pelanggaran, tindak kejahatan dan sejenisnya sedangkan fungsi Jaga Baya ini ada 6 yaitu : 1. Mengelola dan menanggulangi keamanan di kelurahan Kuta 2. Mempertinggi daya tangkal masyarakat dalam menghadapi segala bentuk pelanggaran 3. Membantu membina masyarakat guna menumbuhkan kesadaran hukum 4. Sebagai aparat (satgas) pengamanan sawakarsa di wilayah Kelurahan Kuta 5. Membantu
tugas Polri di bidang kemanan dan berkoordinasi untuk
keterpaduan gerak yang sinergis dengan pengamanan yang lain seperti LINMAS linmas, satpam hotel, bar, restoran, café, toko dan sebagainya dalam batas- batas kewenangan yang ditentukan 6. Mengamankan kebijakan kelurahan, LPM dan Desa Adat Kuta ataupun aturan lainnya seperti masalah lalu lintas, gelandangan dan pengemis (gepeng), pekerja seks komersial (PSK), pedagang acung dan lainnya. 108 Demi terciptanya rasa kebersamaan dalam langkah dan gerak dalam upaya mencegah serta pelaksanaan tugas bersama aparat Kepolisian, LPM sebagai penanggung jawab dalam memberikan pembinaan- pembinaan yang bersifat sosial dan sudah barang tentu tingkat kesejahteraan sangat di perhatikan misalnya apakah gaji yang oleh LPM dianggap cukup memadai. Dalam upaya dan mewujud nyatakan yang telah diberikan oleh LPM terkait mengenai
108
I Nyoman Graha Wicaksana dan Made Darwi, Op Cit, h.44.
126
keamanan dan kenyamanan Kuta, masyarakat sangat menyambut dengan baik langkah- langkah yang dilakukan. Sekecil apapun informasi selalu diberikan oleh masyarakat untuk ditindak lanjuti oleh aparat Kepolisian Sektor Kuta. Dari informasi- informasi itu ada yang di tindak lanjuti oleh aparat Kepolisian itu sendiri dan ada yang ditindaklanjuti secara bersama- sama, contohnya tentang seringnya terjadi pencurian dengan modus pencopetan atau jambret di daerah gang popies. Jadi mengenai peran LPM dalam menanggulangi tindak pidana pencurian dengan
modus
pencopetan
yang
terjadi
di
wilayah
Kuta
yaitu
perannya”membantu” di mana apabila menemukan kejahatan di lapangan pada saat menjalankan tugasnya tim Jaga Baya dan Linmas langkah pertama yang diambil mengamankan, kemudian langkah kedua membawa ke LPM untuk diamankan sementara disana, LPM membantu mengumpulkan barang- barang bukti dan memcoba melakukan interogasi kecil kepada pelaku kejahatan serta meminta identitas pelaku, ketiga membawa ke Kepolisian Sektor Kuta untuk melakukan penindakan lebih lanjut lagi, dalam menanggulangi kasus kejahatan yang terjadi di Kuta tidak pernah sampai adanya sanksi adat yang dikeluarkan tetap semua diserahkan kepada aparat kepolisian. Karena Jaga Baya dan Linmas disini tidak memiliki payung hukum untuk melalukan penyelidikan lebih luas maupun penahan maka itu semua diserahkan kepada pihak yang berwenang yaitu Kepolisian Sektor Kuta dan apabila terdapat kasus yang memang sampai dibawa sampai ke Pengadilan Negeri Denpasar Jaga Baya siap menjadi saksi. Nanum apabila di dalam menjalankan tugasnya tim Jaga Baya
127
dan Linmas menemukan pelanggaran kecil dimana pelakunya kebanyakan anak- anak, seperti gepeng, pengemis biasanya langkah yang dilakukan yaitu segera memabawa ke LPM untuk diamankan, disana anak- anak itu diberikan pengarahan dan pembinaan- pembinaan sosial agar tidak melakukan kegiatan menggelandang atau meminta- minta dan berbuat suatu kejahatan yang selama ini di duga mereka sering seringkali tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan yang diawali dengan berpura- pura berdagang gelang atau mengemis- ngemis meminta sedekah dan membawa ke Dinas Sosial. Harian Post Bali menyatakan bahwa : Maraknya aksi copet dan jambret di Kuta yang didominasi oleh anak di bawah umur (bocah cilik) yang mulai meningkat sehingga menimnulkan kerawanan terutama menjelang pukul 24.00. Menurut salah seorang anggota tim operasional Jaga Baya Made Karma aksi copet tersebut dicurigai merupakan tindakan terorganisir yang didalangi jaringan yang terstruktur. Karena pelakunya kebanyakan anak di bawah umur menyulitkan untuk dikenai sanksi pidana. Aksi ini dapat dibilang terjadi setiap hari dan jalur yang sering dijadikan tempat aksi kriminal yaitu Jalan pantai Kuta, Jalan popies I ,II, Jalan Benesari dan Jalan Legian. Dalam pemenuhan barang bukti terasa sulit karena bocah- bocah itu beraksi tidak sendiri tetapi bergeromolan. Pada saat barang didapatkan mereka langsung bermain estafet dengan rekannya sehingga pas pelaku tertangkap ternyata barang bukti tidak ada. Selian itu korban juga terkadang enggan mengambil jalur hukum apalagi korbannya wisatawan dimana ia tidak sempat menjalani proses lantaran
128
terbentur dengan jadwal liburan mereka.109 Penulis sudah menjelaskan bahwa LPM merupakan sebuah lembaga formal yang anggotanya terdiri dari masyarakat Kuta dan memiliki peran yang sangat strategis di tengah- tengah masyarakat. Jika kita berbicara tentang sektor keamanan sepertinya tidak akan ada habisnya tentunya dengan melihat permasalahan gangguan keamanan dan kenyamanan wilayah Kuta adalah suatu permasalahan yang sangat klasik. Penulis melihat kelengahan dan tidak kewaspadaan parawisatawan terhadap tindak pidana pencurian di mana para wisatawan dijadikan obyek sasaran kejahatan oleh sipelaku kejahatan. Semua ini dapat dilihat di daerah Jalan Popies Gang Benasari, Jalan Pantai serta di Jalan Legian terutama dikawasan diskotik, jadi selama ini kawasan ini dianggap sangat rawan dari segi keamanannya. Seringnya pengaduan- pengaduan dari wisatawan asing yang menjadi korban pencopetan, keluhan- keluhan masyarakat sudah terlalu sering dibicarakan baik ditingkat rapat- rapat banjar agar Desa Adat Kuta bergerak dan begitu pula dalam rapatrapat LPM, dimana sektor keamanan selalu menjadi agenda rapat. LPM sangat mensuport agar aparat Kepolisian bertindak dengan lebih giat lagi terhadap masalah klasik ini. Sebagaimana yang telah dilakukan bahwa sebelum Jaga Baya ini diterjunkan oleh ketua LPM, yang sebelumnya telah mengadakan rapat- rapat dengan KaPolsek Kuta untuk memebrikan bimbingan- bimbingan teknis dilapangan. Langkah LPM untuk merekrut
Satgas Jaga Baya ini
disambut positif oleh masyarakat sehingga nantinya keberadaan Satgas Jaga 109
Made Nariana, 2014, Maraknya Aksi Jambret Dan Copet Cilik Di Kuta, Post Bali, Tgl 2 Oktober, Halaman 3, Kolom 5-9.
129
Baya ini ada yang mempertanggun jawabkan dan selain itu keberadaan Satgas Linmas Kuta terlebih dahulu ada atau terbentuk, keberadaannya juga berada di bawah naungan LPM. Jadi kedua satgas inilah secara bersama- sama bergerak membantu aparat Kepolisian dalam upaya memberikan pengamanan wilayah Kuta secara maksimal. Disamping langkah pembinaan- pembinaan yang diberikan oleh LPM kepada kedua institusi ini, untuk menunjang kelancaran tugas- tugas yang diberikan LPM memberikan sekretariat yang terletak di kantor lurah. Namun sekretariat satgas Limas dan satgas Jaga Baya di tempatkan secara berdekatan ini dimaksud agar mereka lebih cepat berkoordinasi dalam segala hal. Walaupun LPM membawahi kedua institusi tadi namun dalam operasional dilapangan sepenuhnya diserahkan kepeda aparat Kepolisian Sektor Kuta. Dalam hal menanggulangi masalah- masalah sosial seperti gepeng Polisi menyerahkan sepenuhnya ditangani oleh kedua istitusi tadi, karena masalah sosial ini bukan merupakan wilayah hukum polisi. BABINKANTIBNAS yang merupakan perwakilan dari Kepolisian Sektor Kuta yang ditempatkan dimasyarakat dalam upaya membrikan pembinaan kepada masyarakat Kuta, ini telah dimanfaatkan bentul oleh LPM untuk berkonsultasi mengenai menanggulangi serta mencegah tindak pidana pencurian dengan berbagai modus yang selama ini kerap mengganggu dan meresahkan masyarakat. Berbagai informasi tentang pencurian tidak saja datangnya dari kedua institusi ini namun sebaliknya aparat Kepolisian Sektor Kuta sering memberikan informasi baik kepada kedua satgas ini namun juga kepada LPM
130
sebagai penanggungjawab terhadap satgas Jaga Baya dan Linmas . Misalnya ada informasi dari Poltabes tentang mobil yang dicurigai atau ciri- ciri sesorang yang diduga telah melakukan tindak kejahatan. Untuk memantapkan maupun lebih pada rasa kebersamaan dalam melakukan tugas- tugasnya pakaian seragam wajib dipergunakan oleh kedua institusi tadi dalam melaksanakan tugas seperti Satgas Jaga Baya mempergunakan warna hitam- hitam sedangkan satgas LINMAS berpakaian hijau. Dalam menyikapi dinamika yang terjadi di wilayah Kuta baik yang bersifat sosial maupun tindak kejahatan lewat seksi yang membidangi KANTIBMAS LPM dapat di dakatakan cukup responsif. Ledakan penduduk pendatangpun tidak lepas dari perhatiannya, koordinasi yang dilakukan kepada institusi terkait selalu dilakukan misalnya penertiban penduduk pendatang dengan berkoordinasi dengan Kepala Lingkungan, Lurah dan Kepolisian Sektor Kuta. Disini LPM melihat dari berbagai bentuk pencurian yang terjadi selama ini pelakunya kebanyakan masyarakat pendatang, itulah sebabnya LPM dalam hal berposisi sebagai penggerak dalam upaya mencegah akan terjadinya tindak kejahatan. Untuk menjaring lebih banyak lagi walaupun sekecil apapun informasi dari masyarrakat Kuta pasti selalu di bahas pada rapat- rapat LPM. Langkah yang sangat komunikatif karena anggota LPM sendiri berasal dari partisipasi masing- masing banjar dan anggota LPM sendiri selalu aktif mengikuti sangkep banjar yang secara rutin diadakan setiap bulan. Dari sangkep banjar ini anggota LPM akan diminta menjelaskan segala gerak langkah LPM dan sebaliknya
131
anggota LPM akan menerima masukan- masukan yang sekiranya perlu dibawa ke forum rapat LPM. Pada dasarnya pengertian partisipasi mencakup pada sikap diam dalam suatu diskusi atau pertemuan sepanjang seseorang diundang untuk berperan serta, walaupun disini tidak berbiacara akan tetapi memahami proses dan jalannya diskusi atau pertemuan. Secara psikologis kehadiran seseorang dalam suatu proses pengambilan keputusan sesungguhnya dapat berpengaruh terhadap keputusan yang akan diambil.110 Sesungguhnya partisipasi merupakan suatu kebutuhan psikologis yang sangat mendasar bagi manusia dalam
hidup
bermasyarakat, oleh itu hakekat manusia adalah makhluk masyarakat ( zoon politicon) sehingga setiap individu memiliki keinginan yang sangat tinggi untuk turut serta dalam mencapai kebutuhan bersama. Partisipasi sangat terkait dengan istilah partnership yang berarti bahwa aktivitas yang disertai oleh sikap ikut bertanggung jawab dari kegiatan suatu kesatuan atau turut ambil bagian di dalam suatu kegiatan. 111 Dalam hal ini disepakati bersama untuk saling membagi tanggung jawab dalam perencanaan, pengendalian,
pengambilan
keputusan,
penyusunan
kebijaksanaan
dan
pemecahan berbagai masalah yang dihadapi. Setalah adanya kesepakatan tentang peraturan dasar tersebut, maka tidak dibenarkan adanya perubahanperubahan yang dilakukan secara sepihak oleh pihak manapun.
110
Salusu J, 2000, Pengambilan Keputusan Statejik Untuk Organisasi Publik Dan Organisasi Nonpropit, Gramedia Widiasarana, Jakarta, h.16. 111
Wartan, 2005, Keterbukaan Pemrintah Dan Partispasi Masyarakat (Studi Mengenai Musyawaran Pembangunan Bermitra Masyarakat Di Kota Matarm), (Tesis) Program Studi Magister (S2) Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Udayana, Denpasar, hal.83.
132
Dalam hal partisiapi masyarakat misalnya di berbagai daerah sangat dikenal dengan sebutan “gotong royong” yaitu keterlibatan anggota masyarakat dalam setiap kegiatan masyarakat, bahkan untuk kegiatan- kegiatan yang sifatnya individu seperti dalam hal sesorang membangun rumah , maka anggota masyarakat lain ikut serta membantu anggota yang membangun rumah tersebut. Bahkan di Kuta sistem gotong royong masih kental dan tetap dijalankan sampai saat ini, misalnya dalam hal gotong royong membersihkan lingkungan dimana mereka tinggal tentunya dengan mengerahkan warga- warga yang tinggal di sana dan melibatkan banjar serta para pemuda banjar masing- masing dan tidak terlewatkan gotong royong dalam menjaga keamanan Kuta dari berbagai bentuk kejahatan dengan bekerjasama kepada Kepolisian Sektor Kuta.
BAB IV IMPLEMENTASI DAN FAKTOR – FAKTOR PENGHAMBAT YANG DIHADAPI OLEH KEPOLISIAN DAN LEMBAGA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPM) DALAM MENANGGULANGI AKSI PENCURIAN DI WILAYAH KUTA
4.1. Kendala – Kendala Yang DiHadapi Dalam Menanggulangi Aksi Tindak Pidana Pencurian Di Wilayah Kuta Karena faktor tuntutan ekonomi sampai membuat seseorang melakukan suatu kejahatan, jika kita mengingat Negara Indonesia merupakan negara hukum. Sebagai contoh, Jimly Asshiddqie menyebutkan dalam konstitusi ditegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum.112 Sedangkan A. Hamid S. Attmimi mengemukakan bahwa : “Negara hukum (rechstaat) secara sederhana adalah negara yang menempatkan hukum sebagai dasar kekuasaan negara dan penyelenggaraan kekuasaan tersebut dalam segala bentuknya dilakukan di bawah kekuasaan hukum”.113 sehingga untuk menyelesaikan berbagai macam permasalahan yang terkait dengan pelanggaran hukum selalu menggunakan jalur hukum, hal ini sesuai dengan pasal 1 ayat 3 UUD 1945 amandemen ketiga. Salah satu hal yang perlu diperhatikan demi terwujudnya Negara hukum tersebut diperlukan adanya suatu penegakan hukum yang
baik di Negara
Indonesia ini. Penegakan hukum sangat dibutuhkan pula demi terciptanya
112
Jimly Ashiddiqie II, Op.Cit, h.57.
113
Jazim Hamid dan Musstafa Lutfi, 2010, Hukum Lembaga Kpresidenan Indonesia, PT Alumni, Bandung, h.15.
133
134
keadilan, keamanan, ketentraman dan kesejahteraan rakyat Indonesia. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtsstaat) dan bukan negara atas kekuasaan (machtsstaat), maka kedudukan hukum harus ditempatkan di atas segala-galanya. Setiap perbuatan harus sesuai dengan aturan hukum tanpa kecuali.114 Karena Indonesia merupakan Negara hukum, yang mempunyai peraturan-peraturan hukum, yang sifatnya memaksa seluruh masyarakat atau rakyat Indonesia harus patuh terhadap peraturanperaturan atau kebijakan-kebijakan hukum di Indonesia bahkan juga memaksa orang asing yang berada di wilayah Indonesia untuk patuh terhadap hukum yang ada di negara Indonesia dan negara membentuk badan penegak hukum guna mempermudah dalam mewujudkan negara yang adil dan makmur. Dalam paham negara hukum dimana hukumlah yang merupakan komando tertinggi dalam penyelenggaraan negara yang sesungguhnya memimpin dalam penyelenggaraan negara adalah hukum itu sendiri. Sedangkan menjurut Padmo Wahyono mengemukakan beberapa prinsip negara hukum yaitu : 1. Ada suatu pola untuk menghormati dan melindungi hak- hak kemanusian 2. Ada suatu mekanisme kelembagaan Negara yang demokratis 3. Ada suatu sistem tertib hukum 4. Ada kekuasaan kehakiman yang bebas.115
114
Sugeng Tiyarto, 2006, Kebijakan Penegakan Hukum Pidana Dalam Rangka Penanggulangan Perjudian, (Tesis) Program Megister (S2) Ilmu Hukum Universitas Di Ponegoro, Semarang, h. 13 115
Jazim Hamidi dan Mustafa Lutfi, Op.Cit, h. 14.
135
Tetapi tidak dapat dipungkiri di negara kita masih banyak kesalahan dalam menegakan hukum di negara kita dan masih banyak juga ketidak adilan dalam melaksanakan hukum yang berlaku tetapi itu bukanlah kesalahan dalam perumusan hukum, melainkan salah satu keteledoran badan-badan pelaksa hukum di Indonesia. Akibat dari keteledoran tersebut banyak sekali pelangaranpelangaran hukum, dan pelangar-pelangar hukum yang seharusnya di adili dan dikenakan sangsi tetapi dibiarkan begitu saja dan hal ini sangat berdampak buruk bagi masa depan negara ini. Carl Von Savigny, C.W. Opzoomer , A.N. Houwing dan Langemeter meyatakan bahwa :” badan hukum hanyalah fiksi hukum yaitu merupakan buatan hukum yang diciptakan sebagai suatu bayangan manusia yang di tetapkan oleh hukum negara”.116 Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu lintas atau hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Dalam menegakkan hukum, ada tiga hal yang harus diperhatikan, yaitu kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan. Penegakan hukum harus berguna dan bermanfaat bagi masyarakat, karena hukum diciptakan sematamata untuk kepetingan masyarakat. Sehingga dengan adanya penegakan hukum diharapkan masyarakat dapat hidup aman, damai, adil, dan sejahtera, namun ini semua tergantung kepada cara kerja dari pada aparat penegak hukum itu sendiri yang dimaksud aparat penegak hukum itu adalah hakim (hakim adalah pegawai negeri sipil yang mempunyai jabatan fungsional), jaksa (jaksa adalah pejabat
116
Jimly Asshiddiqie II, 2010, Op.Cit, h. 60.
136
yang diberi wewenang oleh Undang-undang ini untuk bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap), pangacara (pengacara adalah seseorang yang membantu penggugat maupun tergugat dan diangkat oleh Pengadilan Tinggi tertentu dan batas wilayah tugasnya hanya diperbolehkan dalam wilayah hukum Pengadilan Tinggi tersebut), polisi (polisi adalah suatu pranata umum sipil yang mengatur tata tertib) dan lembaga pemasyarakatan yang disingkat LP atau LAPAS adalah tempat untuk melakukan pembinaan terhadap narapidana dan anak didik pemasyarakatan di Indonesia. Sebelum dikenal istilah lapas di Indonesia, tempat tersebut disebut dengan istilah penjara. Beberapa permasalahan mengenai penegakan hukum, tentunya tidak dapat terlepas dari kenyataan, bahwa berfungsinya hukum sangatlah tergantung pada hubungan yang serasi antara hukum itu sendiri, penegak hukum, fasilitasnya dan masyarakat yang diaturnya. Hal ini dapat dikaji melalui teori penegakan hukum dari Soerjono Soekanto yang memuat lima (5) faktor yang mempengaruhi penegakan hukum di dalam masyarakat. Faktor-faktor yang termuat di dalam teori penegakan hukum juga dapat dipergunakan sebagai indikator untuk mengukur kendala-kendala yang dihadapi oleh LPM bersama kepolisisan dalam menanggulangi aksi tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan yang akan dijabarkan secara lebih pada sub berikutnya. Sebagai gambaran di awal, faktor penegak hukum dalam teori penegakan hukum tercermin
dari lemahnya mentalitas aparat penegak hukum mengakibatkan
penegakkan hukum tidak berjalan sebagaimana mestinya. Banyak faktor yang
137
mempengaruhi lemahnya mentalitas aparat penegak hukum diantaranya lemahnya pemahaman agama, ekonomi, proses rekruitmen yang tidak transparan dan lain sebagainya, sehingga dapat dipertegas bahwa faktor penegak hukum memainkan peran penting dalam memfungsikan hukum. Tegaknya hukum menjadi suatu pengatur, pengontrol dan pengimbang kebebasan- kebebasan yang di ciptakan oleh sebuah demokrasi. Demokrasi tidak boleh hanya dijadikan sebagai suatu hiasan bibir dan bahan retorika belaka karena demokrasi tidak hanya menyangkut pelembagaan gagasangagasan luhur tentang kehidupan bernegara yang ideal melainkan merupakan persoalan tradisi dan budaya politik yang dalam realitas pergaulan hidup yang berkeragaman dan saling menghargai perbedaan satu sama lain. Oleh itu perwujudan demokrasi haruslah diatur berdasarkan atas hukum. Menegaskan bahwa hukum yang harus ditegakkan itu pada intinya bukanlah norma aturan itu sendiri, melainkan nilai-nilai keadilan yang terkandung di dalamnya. Hukum dalam masyarakat tentunya cukup mempengaruhi tingkat ketaatan dan keamanan dalam suatu daerah. Permasalahan hukum dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya yaitu sistem peradilannya, perangkat hukumnya, inkonsistensi penegakan hukum, intervensi kekuasaan, maupun perlindungan hukum. Banyaknya permasalahan tersebut, satu hal yang sering dilihat dan dirasakan oleh masyarakat awam adalah adanya inkonsistensi penegakan hukum oleh aparat. Kita dapat mengambil beberapa contoh tentang salahnya penegakan hukum di Indonesia Saat seseorang mencuri sandal misalnya, seperti yang pernah diberitakan belum lama ini, ia disidang dan didenda hanya karena
138
mencuri sandal seorang briptu yang harganya bisa dibilang murah, sedangkan para koruptor di Indonesia bisa dengan leluasa merajalela, menikmati tanpa dosa, karena mereka memandang rendah hukum yang ada di Indonesia. Kepolisian sabagai institusi terdepan dalam upaya penegakan hukum di harapkan
mampu
kenyamanan
memberikan
masyarakat
dalam
pengayoman kehidupan
terhadap
keamanan
bermasyarakat.
dan
Masyarakat
membutuhkan rasa nyaman dalam beraktifitas serta dalam berinterasi sosial. Ternyata disisi lain para pelaku kejahatan berupaya mencari celah untuk melakukan aksi jahatnya dan ini sudah merupakan fakta yang sulit untuk dihindarkan. Kasus-kasus tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan dapat terjadi dimana saja baik itu di kota- kota besar maupun kota kecil dan dapat terjadi dimasyarakat pedesaan sekalipun dengan berbagai modus. Sebagai aparat penegak hukum dalam hal ini kepolisian sektor Kuta tentu saja telah bekerja dengan semaksimal mungkin untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat. Sebenarnya aparat penegak hukum yaitu Kepolisian Kektor Kuta beserta LPM tidak dapat dikatakan kurang serius dalam menanggulangi berbagi bentuk kejahatan yang terjadi, tetapi kedua institusi ini memiliki beberapa kendalakendala dalam menanggulangi tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan. Harian Bali Post menyatakan bahwa : tokoh masyarakat Kuta Puspa Negara menunding bila aparat kepolisian tidak serius menanggulangi kasus kejahatan yang terjadi di Kuta, sejauh ini kasus kriminal yang terjadi belum pernah dituntaskan oleh pihak berwajib terutama kepolisian kasus yang
139
paling menonjol dimata wisatwan diantaranya pencopetan, jambret dan penipuan money changer liar unutk itu sebagai masyarakat Kuta dia merasa gerah dan meminta kepada Polda Bali, Polresta Denpasar dan Polsek Kuta lebih serius menanggulangi. Diawalai dengan antisipasidan proteksi yang cepat, tepat dan akurat.117 Tidak sedikit kendala- kendala yang mereka alami baik itu dari yang kecil hingga kendala yang besar. Disini penulis akan memaparkan kendala- kendala yang di hadapi baik itu dari LPM maupun Kepolisian Sektor Kuta berdasarkan wawancara yang dilakukan pada tanggal 19 oktober 2014 adalah : Adapun Kendala- kendala yang dihadapi oleh LPM dalam menanggulangi tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan yaitu adalah : 1. Kurangnya jumlah personil satgas jagayaba dan Linmas dalam upaya penanggulangan kejahatan untuk wilayah kuta di rasa sangat kurang dikarenakan wilayah kuta sangat luas serta mobilitas masyarakat baik yang bergerak dibidang jasa pedagangan, pengusaha maupun wisatawan itu sendiri hampir 24 secara terus menerus. 2. Jaminan keamanan terhadap satgas Jaga Baya dan satgas Linmas di rasa kurang sedangkan disatu sisi mereka bekerja selalu berhadapan dengan resiko- resiko tinggi, dalam hal ini mereka bekerja hanya di lengkapi dengan pesawat HT saja. Jadi apa bila terjadi sesuatu bahaya mereka tidak bisa menyelamatkan diri apabila mereka diserang dengan menggunakan senjata tajam karena mereka tidak di lengkapi dengan perisai diri. 117
K. Nadha, 2015, Tangani Kasus Kriminal Di Kuta Polisi Mest Lebih Serius, Bali Post, Tgl 5 Februari, Halaman 9,Kolom 1-5.
140
3. Satgas Jaga Baya dan Satgas Linmas dalam melaksanakan tugasnya tidak ada payung hukumnya terkecuali hanya bersifat membantu bersama- sama dalam upaya penanggulangan kejahatan. 4. Terkendala pada saat satgas Jaga Baya dan satgas Linmas melakukan tangkap tangan terhadap pelaku kejahatan dalam aksi pencurian dengan modus pencopetan kemudian barang bukti telah diamankan, lalu diminta kembali oleh korban. Kemudian satgas Jaga Baya bermaksud menyerahkan kepada aparat kepolisian, kemudian si korban tidak mau melanjutkan ke proses hukum di karenakan berbagai pertimbangan. Biasanya ini terjadi dimana korbannya wisatawan asing, sehingga kasus ini berakhir di LPM, tetapi tidak semua wiasatawan asing seperti itu ada juga yang bersedia melanjutkan kasusnya sampai di pengadilan karena wisatawan itu cukup lama berada di Bali misalnya wisatawan yang sedang ada bisnis. 5. Satgas Jaga Baya sering melakukan tangkap tangan terhadap pelaku anakanak yang masih di bawah umur dengan modus jambret, jadi kembali lagi di sini prosesnya akan berhadapan dengan hukum positif yaitu si pelaku masih di bawah umur sehingga pelaku yang masih anak-anak dilakukan tindakan diversi dan dikembalikan kepada orang tua. 6. LPM sangat mengalami kesulitan untuk membrikan gaji yang memadai untuk hidup layak kepada keseluruhan Satgas Jaga Baya dan Satgas Linmas , karena LPM hanya bertumpu dari hasil pemungutan dari beberapa pengusaha di Kuta dan kendala ini sebenarnya lebih bersifat internal.
141
Kendala-kendala yang dihadapi oleh Polsek Kuta dalam menanggulangi tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan yaitu : 1. Terbatasnya jumlah personil kepolisian dalam melaksanakan tugas kesehariannya yang di bandingkan dengan luas wilayah hukum Polsek Kuta. 2. Terkendala pada jumlah anggaran terhadap sarana operasional kendaraan 3. Terbentur pada proses hukum apabila terjadi tindak pidana dimana pelakunya anak- anak di bawah umur dan cendrung ini diselesaikan dengan cara mengembalikan kepada keluarganya atau orang tuanya untuk memberikan langkah pembinaan. 4. Hambatan terjadi pada saat Polisi melakukan proses penyidikan terhadap wisatawan asing yang menjadi korban pencopetan dimana saksi korban tidak mau proses dilanjutkan apabila menjadi saksi di sidang pengadilan dengan alasan mereka tidak banyak mempunyai waktu. Begitu juga dengan barang bukti contohnya dompet, hp dan lain- lain tidak mau dijadikan sebagai bukti di persidangan, ini berarti proses hukumnya tidak bisa dilanjutkan. Jadi berdasarkan uraian dari kedua istitusi di atas yaitu LPM dan Kepolisian Sektor Kuta terkait kendala- kendala yang dihadapi dalam upaya penanggulangan
tindak
pidana
pencurian
dengan
modus
pencopetan,
diharapkan kedua istitusi ini lebih kordinatif lagi sehingga dapat diupayakan lebih maksimal lagi dan kita di sini lebih mengetahui ternyata baik itu Kepolisian Sektor Kuta dan LPM memiliki kendala masing- masing walaupun sebenarnya kendala yang mereka hadapi tidak jauh berbeda.
142
4.2. Upaya Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Dengan Kepolisian Dalam Menanggulangi Aksi Tindak Pidana Pencurian Dengan Modus Pencopetan Di Wilayah Kuta Berbagai jenis tindakan kriminalitas timbul akibat efek negatif yang terjadi karena di daerah Kuta sebagai salah satu daerah tujuan pariwisata yang banyak didatangi oleh wisatawan untuk berlibur. Ini semua merupakan resiko dari perkembangan daerah Kuta menjadi daerah tujuan pariwisata yang menyebabkan tingginya tindakan kriminalitas yang terjadi di Kuta. Sudah kita ketahui bahwa faktor kejahatan tidak dapat di pisahkan begitu saja tanpa kita menyelidiki apa yang melatar belakangi timbulnya kejahatan tersebut dalam menanggulangi suatu kejahatan harus juga melihat berbagai sikap yang dapat menyebabkan kejahatan tersebut terjadi. Untuk hal ini Kepolisian dengan LPM dimana merupakan tulang punggung dari usaha atau upaya penanggulangan yang dilakukan demi mewujudkan suatu kondisi aman serta nyaman bagi wisatawan maupun masyarakat Kuta. Upaya atau kebijakan untuk melakukan pencegahan dan penanggulangan kejahatan termasuk bidang “ kebijakan kriminal”, kebijakan kriminal ini tidak terlepas dari kebijakan yang lebih luas yaitu kebijakan sosial dan upaya- upaya untuk perlindungan masyarakat.118 Dalam usaha menjaga kesinambungan dan kelestarian pariwisata di daerah Kuta. Kawasan Kuta terus di ganggu dan di ciderai oleh kasus kejahatan harapan akan terjaminnya sebuah keamanan dan kenyamanan di kawasan Kuta nampaknya masih jauh. Karena kejahatan langsung mengganggu
118
Barda Nawawi Arief II, 2008, Op.Cit, h. 75.
143
keamanan dan ketertiban masyarakat, maka wajarlah bila semua pihak baik pemerintah
maupun
warga
masyarakat
mendambakan
kehidupan
bermasyarakat yang tenang dan damai. Masalah kejahatan bukanlah hal yang baru, meskipun tempat dan waktunya berlainan tetapi tetap saja modusnya dinilai sama. Semakin lama kejahatan di ibu kota dan kota-kota besar lainnya semakin meningkat bahkan dibeberapa daerah dan sampai ke kota-kota kecil, tidak dipungkiri Bali terutama Kuta termasuk dalam daerah rawan kejahatan. Upaya penanggulangan kejahatan telah dilakukan oleh semua pihak ,baik pemerintah maupun masyarakat pada umumnya. Berbagai program serta kegiatan yang telah dilakukan sambil terus mencari cara yang paling tepat dan efektif dalam mengatasi masalah tersebut. Keluhan dan rasa kesal yang disampaikan oleh wisatawan yang menjadi korban kejahatan dapat menyadarkan kita tentang berkembangnya bentukbentuk kejahatan selama ini. Upaya pencegahan atau penanggulangan yang telah dilakukan selama ini ternyata belum memberikan hasil yang optimal dan salah satu bentuk kejahatan yang marak terjadi saat ini yaitu pencurian dengan modus pencopetan masih terus terjadi pada setiap tahunnya. Menyadari tingginya tingkat kejahatan, maka secara langsung atau tidak langsung mendorong pula perkembangan dari pemberian reaksi terhadap kejahatan dan pelaku kejahatan pada hakikatnya berkaitan dengan maksud dan tujuan dari usaha penanggulangan kejahatan tersebut. Dewasa ini perkembangan kejahatan sudah pada taraf mengkhawatirkan karena berkembang tidak hanya secara kuantitasnya tapi juga secara kualitasnya.
144
Secara kuantitas dilihat dari maraknya pemberitaan tindak kejahatan yang terjadi di masyarakat dan secara kualitas dilihat dari alat dan cara yang digunakan oleh pelaku kejahatan dalam menjalankan aksinya. Secara kualitas dilihat dari modus operandi dan teknologi yang dipergunakan untuk melakukan kejahatan. Terjadinya tindak kejahatan yang semakin tinggi di masyarakat akhir-akhir ini
dipengaruhi oleh keinginan untuk pemenuhan
kebutuhan ekonomi yang sulit saat ini. Kemiskinan merupakan fenomena yang sudah ada sejak zaman pra reformasi, sampai masa reformasi saat ini. Ini merupakan masalah yang signifikan yang sedang dihadapi oleh pemerintah kita pada saat ini. Begitu banyak upaya pemerintah dalam membuat berbagai kebijakan demi mengatasi permasalahan kemiskinan tersebut, akan tetapi, kemiskinan masih saja belum bisa diatasi sepenuhnya oleh pemerintah. Jika kita menelaah kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah dalam upaya mengentaskan masyarakat dari kemiskinan, sebenarnya kebijakan tersebut dapat menanggulangi kemisikinan yang ada di negara kita sekarang. Sepertinya berbagai kebijakan yang telah dilakukan pemerintah tersebut hingga kini hanya mampu mengurangi tingkat kemiskinan dalam jumlah yang kecil. Karena kenyatanya hingga kini permasalahan kemiskinan di Indonesia masih belum bisa diselesaikan. Kemiskinan tetaplah merupakan fakta dan telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan di negara kita. Maka tak heran kalau banyak pengamat politik, ekonomi, sosial dan hukum yang mengatakan kalau kebijakan yang telah ditetapkan pemerintah asal ditetapkan saja, tanpa
145
pertimbangan yang kuat dan tanpa disertai dengan kebijakan-kebijakan pendukung yang dapat menguatkan kebijakan pokok terhadap berbagai upaya untuk mengantasi kemiskinan. Upaya penanggulangan kejahatan dapat berarti menciptakan
suatu
kondisi
tertentu
agar
tidak
terjadi
kejahatan.
Penanggulangan kejahatan dapat diartikan secara luas dan sempit. Dalam pengertian yang luas, maka pemerintah beserta masyarakat sangat berperan dan secara sempit lembaga yang bertanggung jawab atas usaha pencegahan kejahatan adalah polisi. Namun karena terbatasnya sarana dan prasarana yang dimiliki oleh polisi telah mengakibatkan tidak efektifnya tugas mereka. Lebih jauh polisi juga tidak memungkinkan mencapai tahap ideal pemerintah, sarana dan prasarana yang berkaitan dengan usaha penanggulangan kejahatan. Oleh karena itu, peran serta masyarakat dalam kegiatan penanggulangan kejahatan menjadi hal yang sangat diharapkan. Pencegahan dan penanggulangan kejahatan, tidaklah sekedar mengatasi kejahatan yang sedang terjadi dalam lingkungan masyarakat, tapi harus diperhatikan pula, atau harus dimulai dari kondisi yang menguntungkan bagi kehidupan manusia. Perlu digali, dikembangkan dan dimanfaatkan seluruh potensi
dukungan
dan
partisipasi
masyarakat
dalam
upaya
untuk
menanggulangi kejahatan. Hal itu menjadi tugas dari setiap kita, karena kita adalah bagian dari masyarakat dan segala daya upaya dalam menghadapi kejahatan hanya dapat menekan atau menguranagi meningkatnya jumlah kejahatan dan memperbaiki penjahat agar dapat kembali sebagai warga masyarakat yang baik.
146
Arief Gosita menyatakan bahwa: 1. Tindakan pencegahan adalah lebih baik dari pada tindakan represif dan koreksi, usaha pencegahan tidak selalu memerlukan suatu organisasi yang rumit dan birokasi, serta usaha pencegahan adalah lebih ekonomis bila dibandingkan dengan usaha represif dan rehabilitasi. 2. Usaha pencegahan tidak perlu menimbulkan akibat- akibat yang negatife seperti pemberian cap pada yang dihukum. 3. Usaha pemcegahan dapat pula mempererat perstuan, kerukunan dan meningkatkan rasa tanggungjawab terhadap sesame anggota masyarakat, sehingga dapat membantu bagi setiap manusia untuk bernegara dan bermasyarakat yang lebih baik demi pelaksanaan di dalam pembangunan nasional untuk mencapai kemakmuran.119 Dalam melaksanakan upaya pencegahan atau penanggulangan kejahatan di wilayah Kuta tentunya peran utama aparat penegak hukum yaitu pihak Kepolisian khususnya Kepolisian Sektor Kuta sangat penting selain itu dibutuhkan juga peran masyarakat dengan melibatkan LPM dimana disini diwakili oleh tim Jaga Baya dan Linmas dalam melakukan upaya penanggulangan baik itu secara preventif, represif, dan preemtif. Kesadaran masyarakat merupakan peran yang paling dominan dalam menanggulangi terjadinya kejahatan, karena seberapa besar usaha yang dilakukan oleh pihak Kepolisian Sektor Kuta di dalam mencegah, mengatisipasi dan menanggulangi terjadinya kejahatan di Kuta khusunya kejahatan pencurian dengan modus pencopetan, jika tidak di dukung oleh peran masyarakat maka usaha yang dilakukan oleh aparat Kepolisian Sektor Kuta tidak akan membuahkan hasil yang masksimal di dalam usaha penanggulangan tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan.
119
Arif Gosita, 1998, Masalah Korban Kejahatan, Akademika Pressindo, Jakarta, h.1.
147
Gerson W. Bawengan menyatakan bahwa : Dalam acara pidana kita lazim mengenal dua jenis tindakan yang disebut preventif dan represif. Tindakan – tindakan Kepolisian yang dilakukan dengan maksud untuk mencegah agar tidak terjadi suatau kejahatan disebut preventif, sedangkan kebalikannya tindakan- tindakan mengadili, menjatuhkan hukuman terhadap pelaku adalah tindakan represif. Kedua jenis tindakan itu hanya dapat dibeda- bedakan, tetapi sulit untuk dipidahkan. Karena tindakan represif itu mempunyai ciri- ciri tindakan preventif. Terhadap yang dihukum dampaknya sebagai tindakan represif tetapi bagi dia sendiri ciri hukuman itu mengundang unsure preventif dan demikian preventif itu kelak menjadi perhatian seluruh masyarakat.120
Dengan melihat mobilitas baik masyarakat dan pariwisata di Kuta itu sendiri, dimana agar tidak menimbulkan rasa bahwa kawasan Kuta kurang aman. Disini LPM lebih menekankan pada tindakan preventif atau mencegah sebelum terjadinya kejahatan. LPM melakukan pencegahan memang cukup beralasan dan benar, apabila kita melihat suatu kejahatan telah terjadi berarti faktor keamanan di Kuta sudah terciderai atau mulai berkurang, baik itu dimata masyarakat bahkan dimana pariwisata dan tidak sedikit wisatawan manca negara berkomentar akan keadaan Kuta yang dirasa tidak aman seperti dahulu. Tetapi mereka masih tetap mengakui keramah tamahan dari masyarakatnya.
Untuk
mempertahan
keamanan
disini
secara
berkesinambungan bukanlah sebuah perkara yang mudah. Oleh itu dilakukan beberapa langkah upaya penanggulangan yang dilakukan oleh Kepolisian Sektor Kuta dan LPM dimana di butuhkan dukungan dari seluruh lapisan masyarakat.
120
184.
Gerson W. Bawengan, 1997, Pengantar Psycologi Kriminal, Pradnya Paramita, Jakarta, h.
148
Kejahatan pencurian dengan modus pencopetan ini sering kali terjadi di jalan-jalan kecil atau gang maupun jalan besar tapi sepi dari kendaraankendaraan yang lewat, kejahatan ini lebih biasa dikenal dengan street crimes (kejahatan jalanan) dimana kejahatan ini memang sangat meresahkan masyarakat terutama orang- orang yang pulang malam baik itu pulang dari tempat kerja atau datang dari menikmati hiburan malam. Pada beberapa tahun lalu bahkan sampai tahun ini LPM dengan Kepolisian Sektor Kuta cukup dibuat heran akan maraknya kasus pencurian dengan modus pencopetan yang terjadi di Kuta. Walaupun sepi dari pemberitaan yaitu dari media masa tetapi berdasarkan fakta di lapangan dan banyak laporan dari korban yang merasa dirugikan oleh si pelaku itu dapat menjadi modal untuk melakukan upayaupaya penanggulangan agar tidak banyak lagi atau mampu mengurangi jumlah korban walau kemungkinannya tidak bisa seratus persen kejahatan pencurian dengan modus pencopetan tidak akan ada lagi khususnya di daerah Kuta. Meskipun realita di lapangan tidak serta merta menjawab apa yang menjadi permasalahan utama kejahatan di Kuta, namun setidaknya, kejahatan pencurian denagn modus pencopetan telah memberikan andil yang besar dalam menimbulkan ancaman dan keresahan dalam kehidupan bermasyarakat. Untuk itulah perlunya
Kepolisian dan LPM memiliki strategi yang tepat
untuk terus menekan angka kejahatan ini. Karena tidak dapat dipungkiri bahwa hulu dari kejahatan ini merupakan akibat masalah kehidupan sosial masyarakat kita yang amat pelik. Kita tidak dapat memandang masalah
149
kejahatan jalanan dari segi hukum saja, tanpa memperhatikan aspek sosiologis dalam masyarakat. Upaya untuk menanggulangi semua bentuk kejahatan senantiasa terus diupayakan, kebijakan hukum pidana yang ditempuh selama ini tidak lain merupakan langkah yang terus menerus digali dan dikaji agar upaya penanggulangan kejahatan tersebut mampu mengantisipasi secara maksimal tindak pidana yang secara faktual terus meningkat. Hal ini sesuai dengan pendapat
Barda Nawawi Arief menyatakan bahwa : sekiranya dalam
kebijakan penanggulangan kejahatan atau politik kriminal digunakan upaya/sarana hukum pidana (penal), maka kebijakan hukum pidana harus diarahkan pada tujuan dari kebijakan sosial (social policy) yang terdiri dari kebijakan/upaya-upaya untuk kesejahteraan sosial (social welfare policy) dan kebijakan/upaya-upaya untuk perlindungan masyarakat (social defence policy).121 Untuk itu dapat dikatakan, bahwa tujuan akhir atau tujuan utama dari politik kriminal ialah perlindungan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan.
Penanggulangan
kejahatan
pencurian
dengan
modus
pencopetan merupakan suatu keharusan baik itu dari Kepolisian Sektor Kuta maupun LMP itu sendiri. Merujuk kepada teori penanggulangan kejahatan yang telah dikemukan oleh G.P Hoefnagels bahwa penanggulangan kejahatan dapat ditempuh dengan tiga cara dan merujuk kepada penelitian yang dilakukan oleh Nasrawati dari Universitas Hasanuddin Makasar di sana menjelaskan secara teoritis ada tiga cara menanggulangi kejahatan yaitu
121
Sugeng Triyarto, Op.Cit, h. 13.
150
preventif, represif dan preemtif. Dalam hal ini LPM dengan Kepolisian menggunakan tiga jenis upaya yang digunakan dalam menanggulangi tindak pidana pencurian denagn modus pencopetan di wilayah Kuta. Apabila usaha preventif atau pencegahan dapat dilakukan secara terus menerus ini berarti suatu kejahatan akan tidak nampak atau tidak muncul ke permukaan. Predikat Kuta sebagai kawasan wisata yang sangat aman dan nyaman layak didapatkan dengan terpenuhinya keamanan Kuta dan kemajuan wisata akan semakin meningkat. Oleh karena itu Kepolisian dengan LPM memiliki upaya- upaya penanggulangan untuk menekan angka kejahatan terutama kejahatan tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan di Kuta. Dalam usaha menjaga kesinambungan dan kelestarian pariwisata di Kuta dari berbagai kemungkinan yang bersifat negatif dan menciptakan Kuta sebagai daerah tujuan pariwisata yang tetap indah, aman dan nyaman. Untuk dapat menciptakan suatu kondisi yang demikian diperlukan upaya penanggulangan dari berbagai tindak kejahatan yang mungkin terjadi atau telah terjadi. Sesuai dengan hal ini I Putu Gelgel dalam bukunya menyatakan bahwa : seriap wisatawan berhak untuk meminta dan mendapat perlindungan dari suatu Negara yang mereka kunjungi. Perlindungan yang dimaksud adalah perlindungan atas keamanan dan keselamatan baik jiwa, martabat, maupun harta miliknya.122 Menerangkan bahwa hak atas keamanan dan keselamatan wisatawan maerupakan tanggung jawab dari pengusaha/ pelaku usaha jasa pariwisata dan 122
I Putu Gelgel, 2006, Industri Pariwisata Indonesia (Dalam GlobalisasiPredagangan Jasa GATS- WTO, implikasi Hukum dan Antisipasinya), Refika Aditama, Bandung, h. 50.
151
juga pemerintah Indonesia atau pemerintah suatu Negara. Namun yang dapat menjadi permasalahan disini adalah apa saja lingkup keamanan dan keselamatan yang
harus dilindungi. Menurut Chirstian Tomuschat dalam
buku yang berjudul Human Right Between Idealism and Realism yang dimaksud dengan keamanan adalah :
“ Almost at the same time the world bank evolved the concept of good governance, the united nations development programme (UNDP) frame the doctrine of “human security”… starting out with economic security, it refer additionally to food security, health security, personal security, community security and political security”.123 Adapun langkah- langkah upaya penanggulangan baik itu secara preventif, represif dan preemtif yang dilakukan oleh LPM dengan Kepolisian Sektor Kuta demi keamanan daerah Kuta dari kejahatan tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan yang saat ini sedang marak terjadi adalah : 1. Upaya
Penanggulangan
Tindak
Pidana
Pencurian
Dengan
Modus
Pencopetan oleh LPM secara preventif yaitu : a. LPM memberikan arahan- arahan kordinasi kepada Satgas Jaga Baya dan Linmas serta menempatkan
beberapa personilnya pada titik- titik
dianggap rawan yaitu di Jalan Popies, Gang Beneyasa, Jalan Legian dan Jalan Dewi Satrika tentunya di jalan yang dirasakan kondisinya agak gelap. 123
Christian Tomuschat, 2008, Human Right Between Idealism and Realism, Oxford University Press, Oxford, Page.63.
152
b. Mengadakan patroli keliling baik dengan menggunakan mobil maupun dengan menggunakan sepeda motor, patroli ini diadakan dengan berkeliling sampai perbatasan desa adat legian dan desa adat tuban. Langkah ini diambil mengingat banyaknya wisatawan yang menikmati keindahan kuta pada malam hari, lalu mereka lupa akan kewaspadaan keamanannya hal ini yang dapat dijadikan kesempatan oleh para pelaku kejahatan. Jadi dengan demikian akan membuka peluang untuk terjadinya suatu kejahatan. c. LPM mengarahkan atau meminta kepada masing- masing banjar yang ada di Kuta untuk melakukan sidak penduduk data tujuan diadakan sidak penduduk ini untuk mengetahui masuknya penduduk- penduduk liar yang masuk ke daerah Kuta. 2. Upaya
Penanggulangan
Tindak
Pidana
Pencurian
Dengan
Modus
Pencopetan oleh LPM secara preemtif yaitu : Merupakan suatu upaya yang dilakukan dalam upaya pencegahan tindak kejahatan dengan melibatkan para kepala pemegang jabatan yang mana dalam hal ini upaya pencegahan yang dilakukan oleh LPM dengan melibatkan para kepala lingkungan dan pihak kelurahan. Sebagai contoh yaitu dalam rangka pelaksanaan penertiban penduduk pendatang atau sering didengar istilah sidak, di mana terdiri dari 30 orang sampai 40 orang dari masing- masing setiap banjar yang ada di Kuta. Biasanya orang- orang ini melibatkan pemuda- pemuda dari banjar masing- masing untuk membantu melakukan sidak tidak jarang Linmas juga ikut berpartipisari membantu ,
153
mereka semua mendatangi rumah- rumah terutama daerah kos-kosan di sana dilakukan pengecekan identitas dengan KTP atau KIPEM (Kartu Indentitas Penduduk Musiman) . Jadi untuk warga yang berasal dari luar Kuta wajib memiliki KIPEM sebagai kartu indentitas selain KTP dan apabila dalam sidak tesebut terdapat beberapa orang tidak memiliki KIPEM akan dibawa ke kantor Lurah untuk didata. Berkaitan dengan kegiatan sidak dimaksud selalu melibatkan pihak kepala lingkungan dan kelurahan yaitu dengan tercatatnya dan terdatanya masyarakat pendatang yang berdomisili di Kuta akan lebih mudah mengontrol mobilitas serta kita megetahui apakah memiliki pekerjaan tetap atau tidak, dengan hal ini tentunya diharapkan sedikitnya menutu ruang gerak akan terjadinya suatu tindak kejahatan. 3. Upaya
Penanggulangan
Tindak
Pidana
Pencurian
Dengan
Modus
Pencopetan oleh LPM secara represif yaitu : Upaya ini sebenarnya merupakan langkah terakhir yang dilakukan artinya apabila kedua upaya diatas yaitu upaya preventif dan preemtif tidak berhasil maka upaya represif harus dilakukan yang mana dalam hal ini LPM telah mengupayakan kedua langkah-langkah ini ternyata tidak berhasil maka pada saat Satgas Jaga Baya dan Linmas melakukan kegiatan rutinnya yaitu patroli. Pada saat melakukan patroli menemukan aksi kejahatan maka dalam keadaan tertangkap tangan, si pelaku akan segera diproses berupa pencatatan nama dan diserahkan kepada aparat Kepolisian sebagai pihak berwenang selanjutnya diproses secara hukum. Atas dasar kesadaran hukum serta membantu aparat penegak hukum LPM siap menjadi saksi, disinilah letak
154
betapa responsifnya upaya yang dilakukan oleh LPM demi tujuan yang mulia yaitu menempatkan kawasan Kuta pada kondisi yang aman dan nyaman sebagai kawasan tujuan wisata ini semua meruapakan langkah yang sangat positif dan ini patut di dukung oleh semua pihak. Sedangkan upaya Penanggulangan Tindak Pidana Pencurian Dengan Modus Pencopetan oleh dilakukan oleh Kepolisian Sektor Kuta baik itu secara preventif, preemtif dan represif yaitu : 1. Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Pencurian Dengan Modus Pencopetan oleh Polsek secara preventif yaitu : a. Dengan meningkatkan pengamanan terutama pada wilayah- wilayah yang padat di kunjungi oleh wisatawan, karena tempat inilah yang dijadikan sasaran bagi para pelaku untuk menjalankan aksinya. Selain itu petugas kepolisian juga mengadakan partroli keliling yang dilakukan setiap hari guna mengantisipasi terjadinya kejahatan di wilayah Kuta dan memudahkan petugas untuk segera menuju tempat kejadian perkara (TKP) apabila terjadi tindakan kriminal. b. Melakukan
penyuluhan
melalui
BABINSA
yaitu
Polisi
yang
ditempatkan di masyarakat terus bergerak dinamis di tengah- tengah masyarakat dalam upaya memberikan penyuluhan- penyuluhan kepada masyarakat tentang arti penting tentang sebuah tertib hukum, agar terhindar dari perbuatan atau menjadi korban dari suatu tindak pidana. Hal ini selalu diberikan pada setiap kegiatan di masyarakat khususnya di daerah Kuta misalnya pada saat karng taruna ataupun pada setiap
155
kegiatan masyarakat
yang bersifat spontanitas seperti
gerakan
penertiban penduduk pendatang yang dilakukan oleh warga di masingmasing banjar c. Melakukan kunjungan kemasyarakatan, di mana aparat Kepolisian BABINSA yang mengemban tugas rupanya sudah menjadi bagian dari masyarakat itu sendiri, sehingga dala upaya penyuluhan terhadap masyarakat
selalu
mengedepankan
jiwa
kekeluargaan
dan
menyempatkan untuk hadir apabila ada rapat- rapat di banjar. Diharapkan pada kesempatakan tersebut terjalin komunikasi dua arah yang sifatnya interatif. Informasi dari masyarakat akan dapat diantisipasi dan ditangani oleh Kepolisian Sektor Kuta dan sebaliknya informasi dari Polisi akan maraknya suatu kejahatan di daerah kuta dapat dijadikan acuan untuk kita selalu wapada dimanapun berada dan masyarakat dapat berantisipasi misalnya bagi pemilik usaha rumah sewaan atau merekamereka yang tinggal di daerah Kuta dapat diawasi secara bersamasama, sehingga dengan demikian ruang gerak terhadap mereka yang ingin berbuat jahat semakin dipersempit. Pada saat terdapat kegiatan rapat seka truna teruni di sana juga diberikan penyuluhan- penyuluhan walau terkadang penyuluhan yang diberikan sedikit berbeda yaitu tentang berkaitan dengan pemuda misalnya kenakalan remaja atau narkotika dan tentunya terkait tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan ini karena di temukan terkadang pelaku- pelakunya anakanak juga. Kegiatan atau langkah BABINSA selama ini adalah
156
menunjukkan atau mempertegas langkah menciptakan rasa aman dan kenyamanan Kuta sebagai sebuah kawasan wisata. d. Penyuluhan kepada Satgas Jaga Baya, Linmas dan Satpam, unsur Jaga Baya, Linmas dan satpam baik itu satpam kawasan yang bertugas di pasar seni maupun satpam hotel yang mana pada intinya adalah merupakan tenaga pengamanan di wilayahnya masing- masing. Dengan segala pengabdian pengarahan- pengarahan dan penyuluhan yang berkaitan dengan lingkungan wilayah kerjanya masing- masing. Misalnya Satgas Jaga Baya yang bertugas 24 jam secara bergiliran sesuai dengan regunya, namun sebelum melaksanakan tugasnya diberikan pembekalan untuk tetap mewaspadai terhadap pengunjung yang mencurigakan gelagatnya dan segera secapatnya memberi informasi kepada aparat Kepolisian. e. Melakukan rapat koordinasi, di samping upaya penanggulangan di atas ternyata aparat Kepolisian mengadakan rapat koordinasi dengan aparat Desa Adat Kuta dalam hal ini yaitu
Bendesa Adat Kuta, misalnya
dalam rangkaian upacara adat tertentu yang menyebabkan pengalihan arus lalu lintas dan mengundang Dinas Perhubungan, lurah, tidak jarang pada saat itu Polisi menggunakan kesempatan itu untuk mengadakan koordinasi dengan aparat desa terkait maraknya kasus- kasus kejahatan yang terjadi di Kuta walaupun koordinasi itu dilaksanakan tidak secara formal dalam suatu pertemuan atau tempat tertentu melainkan pada saat menjalankan tugasnya.
157
2. Upaya
Penanggulangan
Tindak
Pidana
Pencurian
Dengan
Modus
Pencopetan oleh Polsek secara preemtif yaitu : a. Pada saat aparat Kepolisian Sektor Kuta melaksanakan patroli baik itu siang hari maupun malam hari selalu melaksanakan koordinasi dengan LPM, pihak kelurahan dan peran kepala lingkungan untuk selalu saling bahu membahu lengkap dengan alat komunikasinya berupa pesawat HT agar sekecil apapun informasi yang patut disebabkan atau di informasikan kepada publik dengan cepat dapat tersampaikan. b. Aparat Kepolisian selalu mengadakan pendekatan kepada LPM dan kepada para kepala lingkungan untuk selalu waspada terhadap masyarakat atau orang- orang atau ciri- ciri orang tertentu yang dicurigai sebagai mana yang diinformasikan oleh aparat Kepolisian. 3. Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Pencurian Dengan Modus Pencopetan oleh Polsek Kuta secara represif yaitu : Upaya repersif ini sebenarnya relatif sama dengan langkah penindakan berupa penjatuhan sanksi pidana, di sini aparat Kepolisian melakukan dan memproses secara hukum baik secara langsung yang artinya aparat Kepolisian akan menanggulangi sesuai dengan kewenangan yaitu melakukan penyelidikan, penyidikan dan memproses secara hukum. Berdasarkan uraian di atas adapun cara atau usaha yang dilakukan oleh Kepolisian Sektor Kuta dan untuk menanggulangi kejahatan di daerah Kuta tetap saja tidak mampu membuat kejahatan hilang begitu saja tetapi setidaknya upaya- upaya ini telah berhasil menekan angka kejahatan menjadi lebih kecil
158
atau menurun setiap tahunnya. Diharapkan dengan banyaknya upaya – upaya yang dilakukan oleh Kepolisian Sektor Kuta dengan LPM dalam menanggulangi tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan diharapkan masyarakat dapat mengerti tentang sejauhnya mana upaya Kepolisian Sektor Kuta dengan LPM dalam menanggulangi tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan yang untuk saat ini marak terjadi. Dalam upaya penanggulangan terhadap kejahatan tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan seyogyanya tidak hanya tertumpu pada aparat penegak hukum saja, melainkan harus melibatkan peran masyarakat. Memang harus diakui bahwa dengan berkembang Kuta sebagai daerah pariwisata bearti ikut pula mengundang kejahatan tindak pidana pencurian dengan berbagai modus- modus salah satunya yaitu dengan modus pencopetan. Sebagai reaksi dari segi- segi negatifnya kita hendaknya tidak berpandangan bahwa semuanya diserahkan kepada hukum yang berlaku atau penanganannya diserahkan kepada aparat penegak hukum. Kepolisian sebagai penyidik serta peradilan yang dituntut harus memberi rasa adil untuk masyarakat, kerana itu saling kait - mengkaitan. Sejalan dengan ini Barda Nawawi Arief menyatakan bahwa tujuan dari kebijakan menetapkan suatu sanksi pidana tidak dapat dilepaskan dari tujuan politik kriminal dalam arti sesungguhnya yaitu perlindungan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan.124 Disamping itu tujuan lain dari penerapan sanksi pidana yaitu memberikan efek jera terhadap pelaku terutama untuk anak- anak yang melakukan tindak pidana agar mereka tidak beranggapan baru usia mereka
124
Barda Nawawi Arief II, loc.cit h. 75.
159
di bawah umur mereka tidak akan diproses secara hukum atau akan dilepaskan begitu saja, hal ini bertujuan agar mereka tidak lagi mengulangi perbuatannya dan memberikan kepastian hukum bagi korban tindak pidana Apabila usaha- usaha LPM dengan Kepolisian di atas dianggap kurang maka upaya- upaya penanggulangan yang dilakukan tidak akan memberikan hasil dan bahkan pelaku kejahatan akan semakin meluas dan semakin berani itu bearti keresahan masyarakat akan semakin menjadi- jadi. Disini aparat Kepolisian setempat harus dioptimalkan serta diorganisir untuk menjadi kekuatan untuk memberantas kejahatan yang terus berkembang sehinga menimbulkan keresahan bagi masyarakat, karena peran Polisi sebagai ujung tombak terdepan dalam upaya penanggulangannya. Sejalan dengan hal ini penulis sepaham dengan penjelasan Soedjono D menyatakan
bahwa,
“organisasi dinas kepolisian untuk bertindak sebagai alat pengontroli (pengawas) kejahatan yang efektif, kepolisian lokal (daerah) harus diorganisir menjadi kekuatan pemberantasan yang siaga mampu menguasai baik tugastugas rutin maupun keadaan darurat”.125 Jadi, semua langkah di atas sebenarnya adalah merupakan langkah antisipasif saja dari beberapa hal yang tidak dinginkan. Melihat dari berbagai upaya diatas dalam usaha penanggulangan atau mempersempit ruang terciptanya tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan sebaiknya lebih ditingkatkan lagi dan diperlukan tindak- tidakan yang lebih baik lagi. Pencegahan tidak akan menimbulkan akibat yang negatif berupa kebencian
125
Soedjono, D, 1983, Penanggulangan Kejahatan, Alumni, Bandung, h.66.
160
terhadap satu sama lain bahkan dapat mempererat persatuan, kerukunan, dan meningkatkan rasa tanggung jawab terhadap sesama anggota masyarakat.126 Usaha- usaha yang dilakukan oleh Kepolisian Sektor Kuta dan LPM dalam mencegah terjadi tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan sudah bagus namun ini harus dikembangkan dan lebih terpadu serta terarah sehingga akan terciptanya usaha- usaha yang efektif atau efisien untuk upaya penanggulangan dari tidak pidana pencurian dengan modus pencopetan maupun bentuk kejahatan lainnya. Hendaknya sudah menjadi keharusan bagi aparat penegak hukum dalam upaya melindungi kita semua dari berbagai bentuk kejahatan yang ada di dunia ini dan yang semakin hari semakin berkembang bersamaan dengan berkembang dunia saat ini yang menuntut kita mau tidak mau harus mengikuti atau menerima segala bentuk perubahan.
Mulyana W. Kusuma mengemukakan: “Pendekatan- pendekatan baru dan teknik- teknik yang lebih baik dalam pencegahan KEJAHATAN dan pembinaan pelanggaran hukum harus senantiasa dikembangkan sedemikian rupa agar terpadu ke dalam usahausaha sefektif untuk menciptakan mekanisme pengendalian sosial yang dinamis serta mengurangi faktor- faktor kriminogenik di dalam masyarakat.”127
Bagaimanapun Kuta merupakan sebuah kawasan wisata dan sudah barang tentu banyak dikunjungi oleh berbagai wisatawan domestik maupun wisatawan
126 127
Victor Keenan Barus, Op.Cit. h. 97. Mulyana W Kusuma, 1983, Kejahatan, Penjahat, Dan Reaksi Sosial, Alumni, Bandung, h.41.
161
manca negara oleh karena itu kenyaman maupun keindahan kawasan ini sudah merupakan suatu keharusan demi tetap terjaganya citra Kuta dan banyaknya orang yang menjadikan Kuta sebagai tempat mencari lahan pekerjaan demi memenuhi kebutuhan hidup.
BAB V PENUTUP
5.1 Simpulan Berdasarkan pembahasan di atas maka diperoleh simpulan dan saran sebagai berikut: 1. Peran LPM dalam menangulangi tindak pidana pencurian dengan modus pemcopetan yang terjadi di wilayah Kuta adalah membantu pihak Kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan seperti mengamankan pelaku, membawa pelaku ke LPM untuk melakukan interogasi dan mengumpulkan barang bukti untuk selanjutnya membawa ke POLSEK. 2. Adapun kendala-kendala yang dialami oleh LPM dalam menanggulangi tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan di wilayah Kuta meliputi: minimnya jumlah personil dan kurangnya jaminan keamanan,tidak adanya payung hukum sedangkan kendala yang dihadapi oleh Kepolisian Sektor Kuta dalam menanggulangi tindak pidana pencurian dengan modus pencopetan meliputi : terbatasnya jumlah personil serta kurangnya jumlah anggaran untuk sarana kendaraan operasional. Upaya penanggulangan yang dilakukan baik oleh LPM dan Kepolisian terdiri dari upaya preventif, upaya represif, dan upaya preemptif.
162
163
5.2 Saran 1. Kepada LPM diharapkan dapat meningkatkan kemampuan personil di bidang hukum melalui peningkatan pengetahuan personil LPM baik itu tim Jaga Baya maupun Linmas mengenai di bidang hukum penanganan masalah keamanan, penanganan terhadap pelaku terkait kasus tindak pidana pencurian
dengan modus pencopetan melalui pelatihan dan bimbingan
teknis dan meningkatkan koordinasi serta kerjasama antara LPM dengan Kepolisian Sektor Kuta yang sudah baik menjadi lebih baik karena dari itu semua akan melancarkan penanganan terhadap kasus- kasus kejahatan. 2. Kepada Pemerintah daerah khususnya wilayah Desa Adat Kuta diharapkan dapat membantu mendukung kegiatan operasional dengan menyediakan sarana dan prasarana pendukung dalam hal menjaga keamanan Kuta yang selama ini sering dianggap sebagai salah satu kendala dalam menjalankan tugasnya. Kepada aparat Kepolisian diharapkan dapat terus meningkatkan jumlah anggaran di bidang transportasi sesuai dengan kebutuhan di lapangan.
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU :
Anshar dan Andulajid Syawah, 2011, Pertanggungjawaban Pidana KOMANDO MILITER Pada Pelanggaran Berat HAM, Laksbang, Yogyakarta. Arief Nawawi Barda, 2010, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana dalam Penanggulangan Kejahatan, Prenada Media Grup, Jakarta. , 2011, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana: Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru, Prenada Media Group, Jakarta. Asshiddiqie Jimly, 2006, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, Sekretariat Jendral dan Kepanitraan Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta. Ashiddiqie Jimly, 2010, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta. Atmasasmita Romli, 2003, Azas- Azas Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta Barkatullah Hakim Abdul dan Prasetyo Teguh, 2005, Politik Hukum Pidana Kajian Kebijakan Kriminalisasi Dan Deskriminalisasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, Bassar Sudradjat M, 1986, Tindak- Tindak Pidana Tertentu dalam KUHP, CV. Remadja Karya, Bandung Bawengan W. Gerson, 1997, Pengantar Psycologi Kriminal, Pradnya Paramita, Jakarta. Chazawi Adami, 2002, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta , 2003, Kejahatan Terhadap Harta Benda, Bayu Media, Malang. D Soedjono, 1983, Penanggulangan Kejahatan, Alumni, Bandung. Darwi Made dan Wicaksan Graha Nyoman I, 2014, Kuta Berdaya 2Jejak Pengabdian LPM Kelurahan Kuta 2011-2014, LPM kelurahan Kuta, Kuta.
Effendi Jonaedi dan Ismu Gunadi W, 2011, Cepat Dan Mudah Memahami Hukum Pidana, Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta Erwin Muhamad, 2011, Filsafat Hukum Refleksi Kritis Terhadap Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Fitzgerald F Maureen, 2007, Legal Problem Solving : Reasoning, Research, and Writing, edisi keempat, LexisNexis, Canada Farid Abidin Zainal A., 1995, Hukum Pidana I , Sinar Grafika, Bandung Gelgel
I Putu, 2006, Industri Pariwisata Indonesia (Dalam GlobalisasiPredagangan Jasa GATS- WTO, implikasi Hukum dan Antisipasinya), Refika Aditama, Bandung,
Gosita Arif , 1983, Masalah Korban Kejahatan, Akademika Pressindo, Jakarta. Hadjon M. Philipus, 1997, Keterbukaan Pemerintah Dalam Mewujudkan Pemerintahan Yang Demokrasi, Pidato Lustrum III Ubhara Surya, Surabaya Hanel Alfred, 2005, Organisasi Koperasi (Pokok- Pokok Pikiran Mengenai Organisasi Koperasi Dan Kebijakan Pengembangannya Di NegaraNegara Berkembang, Graha Ilmu, Yogyakarta. Haley N. Keith dan Bohn M. Robert, 2007, introduction to Criminal Justice, edisi keempat, McGraw-Hill, New York
Huda Matul Ni’, 2007, Lembaga Negara Masa Transisi Menuju Demokrasi, Penerbit UII Press, Yogyakarta. J Salusu, 2000, Pengambilan Keputusan Statejik Untuk Organisasi Publik Dan Organisasi Nonpropit, Gramedia Widiasarana, Jakarta. Kansil S.T Christine dan C.S.T, Kansil, 2007, Pokok- Pokok Hukum Pidana, Cetakan Kedua, PT. Pradnya Paramita, Jakarta Kusuma W. Mulyan , 1983, Kejahatan, Penjahat, Dan Reaksi Sosial, Alumni, Bandung. Lamintang P.A.F L, 1989, Delik-Delik Khusus Kejahatan-Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan, Sinar Baru, Bandung
Lutfi Mustafa dan Hamid Jazim, 2010, Hukum Lembaga Kpresidenan Indonesia, PT Alumni, Bandung. Marlina, 2009, Peradilan Pidana Anak Di Indonesia ( Pengembangan Konsep Deversi Dan Restorative Justice), PT Refika Aditama, Bandung. Maramis, Frans, 2013, Hukum Pidana Umum Dan Tertulis Di Indonesia, PT Grafindo Persada, Jakarta. Muamad Abdulkadir , 2006, Etika Profesi Hukum, PT Citra Aditya Bakti, Bandung Muhamad Ani, 2005, Komuniksi Organisasi, Bumi Aksara, Jakarta Muluk Khaitul M.R, 2006, Desentralisasi dan Pemerintahan Daerah, Bayu Media Publishing, Malang. Mustofa Muhammad, 2013, Metode Penelitian Kriminologi, Kencana Prenada Media Grup, Jakarta. Moeljatno, 1983, Perbuatan Pidana Dan Pertanggungjawaban Dalam Hukum Pidana, Binaaksara, Yogyakarta
Ndraha Taliziduhu, 1987, Pembangunan Masyarakat Mempersiapkan Masyarakat Tinggal Landas, PT Bina Aksara, Jakarta. Nitibaskara Rahman Ronny, 2007, Tegakkan Hukum Gunakan Hukum, Kompas Media Nusantara, Jakarta.
PT
Poernomo Bambang , 1994, Asas- Asas Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Prodjohamidjojo Martiman, 1997, Memahami Dasar- Dasar Hukum Pidana Indonesia, PT Pradnya Paramita, Jakarta. Program Studi Magister (S2) Ilmu Hukum Program Pacasarjana Universitas Udayana ,2013, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian Tesis Dan Penulisan Tesis Program studi Magister (S2) Ilmu Hukum , Universitas Udayana, Denpasar. Raharjo Sajipto, 2006, Sisi- Sisi Lain Dari Hukum Di Indonesia Cet. Ke-2, Buku Kompas, Jakarta.
Remmelink Jan, 2003, Hukum Pidana (Komentar atas Pasal-Pasal Terpenting dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Belanda dan Pandanannya dalam Kitab Undang- Undang Hukum Pidana Indonesia), PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Saifullah, 2010, Refleksi Sosiologi Hukum, PT Refika Aditama, Bandung. Salam Faisal Moch, 2001, Hukum Acara Pidana Dalam Teori Dan Praktek, Mandra Maju, Bandung. Samosir Djisman C. dan Lamintang P.A.F, 1990, Hukum Pidana Indonesia, Sinar Baru, Bandung Siegel Larry J, 2013, Criminology (Eleventh Edition) : Theories, Patterns & Typologies, Cengage Learning, USA. Sudarto, 1994, Hakim dan Hukum Pidana, Alumni, Bandung. Soetrisno Loekman, Yogyakarta.
1995,
Menuju
Masyarakat
Soekanto Soejono, 2012, Faktor-Faktor Yang Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Partisipatif,
Kanisius,
Mempengaruhi Penegakan
Sofwanona Masjchoe Soedewi Sri, 2000, Hukum Pedata : Hukum Benda, Liberti, Yogyakarta. Sujendral Adi dan Mulyadi Mahmud, 2011, Community Policing : Diskresi Dalam Pemolisian Yang Demokratis, PT. Sofmedia, Jakarta. Sunggono, Bambang 2006, Metode Penelitian Hukum , PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. , 2009, Metode Penelitian hukum, Rajawali Pers, Jakarta.
Supriadi, 2006, Etika & Tanggung Jawab Profesi Hukum Di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta.
Sutanto, 2006, Buku Pedoman Pelatihan Perpolisian Masyarakat, Jakarta, Indonesia Sutanto I.S, 2011, Kriminologi, Genta Publishing, Yogyakarta
Tuanakotta M. Thtodorus, 2009, Menghitung Kerugian Uang Negara Dalam Tindak Pidana Korupsi, Salemba Empat, Jakarta Tomuschat Christian, 2008, Human Right Between Idealism and Realism, Oxford University Press, Oxford. Waluyo Bambang, 2008, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta. Ward. H Richard and Osterburg. W .James, 2010, Criminal Investigation A Method for reconstructing the past, LexisNexis, NewYork, h.120 Winardi J, 2005, Teori Organisasi Persada, Jakarta.
Dan Penggorganisasian, raja Grafindo
Zulfa Achjani Eva dan Santoso Topo, 2001, Kriminologi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
B. TESIS : Barus Keenan Victor,2008, Fungsionalisasi Badan Narkotika Pripinsi Dalam Upaya Penanggulangan Penyalahgunaan Narkotika Di Propinsi Sumatra Utara (Tesis), Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatra Utara, Medan.
Triyarto Sugeng, 2006, Kebijakan Penegakan Hukum Pidana Dalam Rangka Penanggulangan Perjudian, (Tesis) Program Megister (S2) Ilmu Hukum Universitas Di Ponegoro, Semarang.
Wulandari Riska Putu, 2013, Analisi Partisipasi Masyarakat Dan Kepemimpinan Terhadap Tingkat Keberhasilan Proyek Program Nasional Pemerdayaan Masyarkat (PNPM) Mandiri Perdesaan Di kecamatan Grokgak Buleleng, (Tesis) Program Studi Magister (S2) Ilmu Ekonomi Pascasarjana Universitas Udayana, Denpasar.
Wartan, 2005, Keterbukaan Pemrintah Dan Partispasi Masyarakat (Studi Mengenai Musyawaran Pembangunan Bermitra Masyarakat Di Kota Matarm), (Tesis) Program Studi Magister (S2) Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Udayana, Denpasar.
C. jurnal :
Paul Ricardo, 2010, Upaya Penanggulangan Penyalahgunaan Narkoba Oleh Kepolisian (Studi kasus Satuan Narkoba Polres Metro Bekasi), Jurnal Kriminologi IndonesiaVol. 6 No.III, Jakarta.
D. KAMUS : Daniel Haryono, 2013, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Terbaru, PT Media Pustaka Phonex, Jakarta Selatan P Jimmy dan Marwan M, 2009, Kamus Hukum DICTIONAY Of Law Complete Edition, Reality Publisher, Surabaya. Poerwadarminta W.J.S. , 2007, Kamus Hukum Umum Bahasa Indonesia Edisa Ketiga, Balai Pustaka, Jakarta. Retnoningsih dan Suharso, 2014, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Lux ,Widya Karya, Semarang.
Simorangkir J.C.T., Rudy T.Erwin, JT. Prasetyo, 2009, Kamus Hukum, Sinar Grafika, Jakarta,
E. UNDANG- UNDANG : Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 KUHAP dan KUHP, 2011, Sinar Grafika, Jakarta Undang-Undang No 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Undang-Undang N0 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2005 Tentang Kelurahan Peraturan Menteri Dalam Negeri No 5 Tahun 2007 Tentang Pedoman Penataan lembaga Kemasyarakatan
F.SUMBER ELEKTRONIK ( INTERNET) : Acitya,
2013, Pengertian Lembaga, http://acityafisip11.web.unair.ac.id/artikel_detail-74972-ArtikelANPengertian%20Lembaga.html, diakses pada tanggal 26 agustus 2014.
Badan Pusat Statistik Provinsi Bali, 2013, Perkembangan Pariwisata Dan Tranportasi Nasional Desember 2012, http://www.bps.go.id/brs_file/pariwisata_-1feb13.pdf., diakses pada tanggal 27 Juni 2014. Dea Deviyanti, Studi Tentang Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Karang Jati Kecamatan Balik Papan Tengah, tersedia di website http://www.ejournal.an.fisip-unmul.ac.id/site/wpcontent/uploads/2013/05/JURNAL%20DEA%20%2805-24-13-09-0230%29.pdf, diakses tanggal 26 februari 2015.
YKA Manik, 2013, Analisa Pertanggungjawban Penyidik Polri Dalam Kaitan Terhadap Terjadinya Salah Tangkap atau Error In Persona, http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/38150/4/Chapter%20I.pdf, Diakses 14 agustus 2014.
Nasrawati, 2013, Upaya Penanggulangan Kejahatan Kekersan Dalam Rumah Tangga Oleh Penegak Hukum Militer, http:// respository.unhas.ac.id/bistream/handle/123456789/4997/skripsi%20lengk ap-pidana-nasrawati.pdf., diakses pada tanggal 29 April 2014.
Yulisanti,2012, Tinjauan Umum Tentang kejahatan Seks Dalam Internet, http://digilib.unpas.ac.id/files/disk1/43/jbptunpaspp-gdl-yulisanti-2128-2babiitg.doc, Diakses pada tanggal 28 November 2013. G. SURAT KABAR Bambang Hariawan, 2014, Jadi Korban Jambret Pasutri Italia Trauma, Nusa Bali, Tgl 11 Agustus. Made Nariana, 2014, Maraknya Aksi Jambret Dan Copet Cilik Di Kuta, Post Bali, Tgl 2 Oktober. Nadha K., 2015, Tangani Kasus Kriminal Di Kuta Polisi Mest Lebih Serius, Bali Post, Tgl 5 Februari,
LAMPIRAN
DAFTAR INFORMAN 1. Nama
: Gede Sukmayoga Priabadi
Jenis Kelamin
: Laki- Laki
Agama
: Hindu
Alamat
: JL. Padang Lestari Kuta Utara Kerobokan Badung
Jabatan
: Anggota MIN RESKRIM
Pangkat
: AIPTU ( Ajun Inspektur Polisi Tingkat Satu)
2. Nama
: I Nyoman Hadi Wira Atmaja
Jenis Kelamin
: Laki- Laki
Agama
: Hindu
Alamat
: Hotel Aquarius Jln Raya Legian Kuta
Jabatan
: WAKA 2 ( Ketua KANTIBMAS LPM Kuta )
3. Nama
: I Made Dana
Jenis Kelamin
: Laki- Laki
Agama
: Hindu
Alamat
: Jln. Polonia No 6 Lingkungan Br. Segara Kuta
Jabatan
: TIM Operasional LPM Kelurahan Kuta
4. Nama
: Komang Mas Manuaba
Jenis Kelamin
: Laki- Laki
Agama
: Hindu
Alamat
: Jln. Raya Kuta Gang Blambangan No 2
Jabatan
: TIM Operasiaonal Badan Pengelola Keuangan Desa Adat Kuta