bagian XIII
Sebagai National Representative dan Governor OPEC
L
ebih lanjut, selaku Direktur Eksplorasi dan Produksi, Rachmat juga secara ex officio menjadi National Representative untuk Organisasi Negara-negara Penghasil Minyak (OPEC). Tugas ini diemban dari tahun 1993 sampai dengan tahun 1996. Kemudian setelah menjabat Direktur Jenderal Migas, secara ex officio Rachmat juga menjadi Governor OPEC dari 1999-2002. Negara anggota OPEC waktu itu adalah Aljazair, Indonesia, Iran, Irak, Kuwait, Libya, Nigeria, Qatar, Saudi Arabia, the Emirat Arab, dan Venezuela. Kesebelas negara tersebut secara kolektif menyuplai 40% dari total kebutuhan dunia dan memiliki lebih dari tigaperempat cadangan minyak dunia. OPEC yang didirikan sebagai organisasi negara pengekspor minyak berfungsi untuk melakukan koordinasi dan menyelaraskan kebijakan di bidang minyak bumi dari negara anggotanya. Tujuan utama OPEC adalah untuk ikut menciptakan pasar minyak dunia yang stabil dan harmonis dengan melakukan penyesuaian tingkat produksi minyak dari negara anggota untuk menjaga keseimbangan supply dan demand. |
159
|
Sebagai National Representative dan Governor OPECr a | Rachmat Sudibjo
Keanggotaan OPEC terbuka bagi setiap negara net eksportir minyak dengan jumlah yang cukup signifikan dan mempunyai pandangan yang sama dengan apa yang dicita-citakan bersama oleh negara anggota OPEC. Pada tahun 1961, Sekretariat OPEC berkedudukan di Jenewa, Swiss, kemudian pindah dan menetap di Wina sejak tahun 1965 melalui Perjanjian Host dengan Pemerintah Austria. Paling tidak dua tahun sekali Ketua delegasi negara anggota, yang pada umumnya adalah Menteri yang membidangi minyak bumi dan energi, bertemu dalam forum yang disebut OPEC Conference, lembaga pengambil keputusan tertinggi OPEC. Para menteri tersebut bertemu untuk melakukan koordinasi dalam upaya menciptakan pasar minyak dunia yang stabil dengan cara menentukan tingkat produksi dan memutuskan apakah perlu diambil tindakan untuk menyesuaikan tingkat produksi terkait dengan situasi dan perkembangan pasar dunia terkini. Dalam Sidang Konferensi, para Menteri didukung oleh Sekretariat OPEC yang dijalankan oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) di bawah pengarahan Dewan Gubernur (Board of Governors), serta beberapa badan lain diantaranya adalah Dewan Komisi Ekonomi (Economic Commission Board, ECB) dimana para National Representative berperan. Sekretaris Jenderal, yang merupakan Chief Executive Officer dari kesekretariatan, didukung secara operasional oleh Bagian Hukum, Divisi Penelitian (Pelayanan Data dan Studi Migas dan Energi) serta Divisi Pelayanan yang bertugas menyiapkan bahan masukan bagi pengambilan keputusan yang dilaksanakan dalam Konferensi. Sekretariat bertanggung jawab atas pelaksanaan semua resolusi yang disahkan oleh Konferensi serta melaksanakan semua keputusan yang dibuat oleh Dewan Gubernur. Selaku National Representative, Rachmat ikut membahas situasi pasar baik pada masa kini maupun antisipasi situasi pasar yang akan datang. Hal ini dilakukan dengan memperhatikan aspek fundamental seperti laju pertumbuhan ekonomi dan skenario supply dan demand minyak dunia, serta aspek psikologis-politis yang seringkali efeknya jauh lebih besar dibanding faktor fundamental. Kemudian dari pembahasan tersebut diputuskan apakah diperlukan adanya perubahan kebijakan dengan |
160
|
menaikkan atau menurunkan produksi kolektif agar tercipta harga dan suplai yang stabil, baik untuk jangka pendek, menengah, maupun jangka panjang. Jadi, ECB sebetulnya merupakan think-thank bagi penetapan kuota produksi OPEC.”
Gambar 54. OPEC National Representatives Tahun 1995
Selanjutnya, Rachmat sebagai Gubernur OPEC yang bernaung dalam wadah Dewan Gubernur (Board of Governor, BoG) bertugas untuk membahas dan memberikan persetujuan program dan anggaran belanja yang diajukan oleh Sekjen OPEC. Termasuk tugas utama dari BoG adalah memberi persetujuan atas pengangkatan dari kepala-kepala divisi dan staf yang dikoordinir oleh Sekjen OPEC, diantaranya Divisi Riset, Divisi Organisasi, dan Divisi SDM. Disinilah peran penting dari Gubernur untuk mempromosikan dan memperjuangkan para ahli dari masing-masing negaranya agar dapat direkrut dalam kesekretariatan OPEC. Kelemahan yang diamati Rachmat selaku Gubernur OPEC adalah sedikitnya kandidat dari Indonesia yang berminat maupun yang memenuhi kualifikasi, baik itu dari instansi pemerintah, perguruan tinggi, maupun industri. Akibatnya, banyak jabatan strategis di Sekretariat OPEC dipegang oleh staf dari negara anggota lain terutama dari Timur Tengah.
|
161
|
Sebagai National Representative dan Governor OPECr a | Rachmat Sudibjo
Semasa masih aktif sebagai national representative maupun Gubernur OPEC, Rachmat merasakan benar dukungan yang tulus dari staf sekretariat OPEC yang berasal dari Indonesia, yaitu Nafrizal Sikumbang, Abdul Muin, dan Fathorahman, dalam memperlancar tugas yang dia emban selama di OPEC. Abdul Muin dan Fathorahman kemudian bergabung dengan BP Migas setelah masa jabatan mereka di OPEC berakhir.
Gambar 55. Mendampingi SBY sebagai Mentamben pada Konferensi OPEC Tahun 2000
Rachmat membeberkan pengalaman yang paling berkesan saat menjadi national representative yang salah satu tugas utamanya adalah menentukan kuota produksi masing-masing negara anggota OPEC. Setiap negara anggota OPEC harus mengirimkan data cadangan dan kemampuan produksinya. Dari sana, OPEC akan menentukan alokasi produksi negara anggota secara proporsional terhadap besar cadangan masing-masing negara anggota. Tentu respresentative dari setiap negara anggota OPEC akan berjuang jangan sampai alokasi yang diberikan OPEC di bawah kapasitas dan produksi yang direncanakan oleh negaranya. Selama menjadi national representative OPEC, Rachmat mengamati bahwa di forum ECB telah terjadi polarisasi secara alamiah berdasarkan |
162
|
kesamaan kepentingan dari negara anggota menjadi, katakanlah, “kelompok kaya” dan “kelompok miskin/radikal”. Negara-negara yang tergolong kelompok pertama adalah Arab Saudi, Kuwait, Qatar, Emirat Arab, dan Venezuela. Termasuk kelompok kedua adalah Aljazair, Libya, Indonesia, Nigeria, Irak, dan Iran. “Secara prinsip OPEC sebenarnya bertindak selaku swing producer. Pada kondisi harga minyak dunia relatif tinggi, biasanya sidang berjalan tenang dan lancar. Permasalahan baru muncul apabila harga minyak dunia melemah. Pada saat itulah muncul conflict of interest dan muncul ego dari masing-masing negara anggota. Dalam rapat ECB biasanya “kelompok kaya” berupaya melakukan persuasi agar anggota OPEC mau melakukan pemotongan produksi untuk mengimbangi over supply yang menyebabkan harga minyak dunia jatuh. Negara-negara yang tergabung pada kelompok kedua selalu berusaha untuk mempertahankan agar kuota produksi mereka tidak dipotong.”
Gambar 56. Mendampingi SBY, Mentamben saat itu, pada Sidang OPEC Tahun 2000
Tentu semua negara anggota harus mematuhi prinsip-prinsip dasar yang menjadi tujuan dasar OPEC agar organisasi tetap solid. Tetapi seringkali masalah detail pemahaman dan kepentingan jangka pendek dari |
163
|
Sebagai National Representative dan Governor OPECr a | Rachmat Sudibjo
masing-masing negara anggota membuka ruang timbulnya perbedaan pendapat. Bagi negara produsen besar, pemotongan kuota produksi relatif tidak terlalu berarti apabila dibandingkan dengan kenaikan harga yang mereka nikmati dari pemotongan kuota tersebut. Sebagai national representative dari negara yang produksi minyaknya relatif kecil, Rachmat selalu berupaya agar kuota produksi yang ditentukan oleh OPEC tidak sampai memangkas kemampuan produksi Indonesia. Apalagi untuk Indonesia, penurunan kuota produksi akan berdampak kompleks karena produksi dalam negeri berasal dari banyak sumber, yakni sekitar 60 kontraktor (PSC) disamping produksi dari Pertamina.
Gambar 57. Delegasi RI ke OPEC dipimpin oleh Purnomo Yusgiantoro, Menteri ESDM tahun 2001
Sebenarnya penentuan pemotongan kuota setiap negara anggota tidak seluruhnya didasarkan atas proporsi cadangan minyak tapi juga mempertimbangkan faktor non-teknis seperti jumlah populasi dan geografi. “Bagaimanapun caranya, yang penting jangan sampai kuota kita dikurangi di bawah kemampuan produksi kita. Kita selalu menjaga |
164
|
agar kuota Indonesia tidak diturunkan.” Rachmat mengamati bahwa apa yang sering terjadi di lapangan adalah selalu ada saja negara anggota yang sengaja memproduksi di atas kuota. Hal ini bisa dimengerti karena negara anggota OPEC adalah negara yang berdaulat, dan OPEC tidak pernah mengenakan sanksi atas pelanggaran tersebut. “Ketetapan kuota lebih merupakan komitmen moral. Masing-masing anggota diminta untuk menghormati dan bertanggung jawab untuk mematuhi keputusan yang dibuat bersama,” ungkap Rachmat. Terkait dengan potensi conflict of interest dari negara anggota, Indonesia terkenal dengan perannya selaku pihak penengah apabila timbul perbedaan pandangan yang cukup tajam, terutama apabila hal itu terjadi pada tingkat atas. Prof. Subroto yang menjabat sebagai Sekjen OPEC dari tahun 1988-1994 terkenal dengan gaya diplomasinya yang menyejukkan, sehingga selama beliau menjabat sebagai Sekjen, ancaman dead-lock selalu bisa dihindari.
Gambar 58. Bersama Sekjen OPEC pada Konferensi OPEC di Jakarta
Untuk menggambarkan latar belakang organisasi OPEC, Rachmat mengisahkan tentang landasan didirikannya OPEC. OPEC terbentuk pada tahun 1960-an dengan tujuan untuk mengimbangi dominasi |
165
|
Sebagai National Representative dan Governor OPECr a | Rachmat Sudibjo
perusahan-perusahaan minyak raksasa (the majors) yang sering disebut dengan “Seven Sisters” yang mayoritas berasal dari anak perusahaan Standard Oil. Standard Oil dipecah karena berlakunya Undang-undang Antitrust (Sherman Act) di Amerika Serikat pada tahun 1890. Dengan menerapkan strategi Rockeffeler, founding father mereka, pada tataran global grup ini berhasil menguasai kilang-kilang minyak di seluruh dunia sehingga dapat mendominasi pasar dunia. Mereka dapat menentukan harga minyak secara sepihak (posted price) dengan formula yang terkesan dibuat secara sewenang-wenang. Bahkan tidak ada satu pun pihak yang dapat mematahkan monopoli dari grup tersebut. Pada tahun 1950-an pemerintah Iran di bawah Perdana Menteri M. Mosaddeqh mencoba untuk menerobos embargo Seven Sisters setelah menasionalisasi Anglo-Iranian Oil Company, namun berakhir tragis. Melihat ketidak-berdayaan negara produsen dalam menghadapi dominasi perusahaan majors tersebut, Arab Saudi, Venezuela, Iran, Irak, dan Kuwait berinisiatif membentuk OPEC pada tahun 1960. Dua tahun kemudian Indonesia bergabung menjadi anggota OPEC (tahun 1962). Menurut Rachmat, sejalan dengan solidaritas yang terbentuk antara negara anggota OPEC dan munculnya perusahaan-perusahaan minyak independen (terhadap “Seven Sisters”) pada kurun waktu 1970-1990an, secara berangsur-angsur dominasi perusahaan-perusahaan raksasa ini semakin berkurang. Bahkan OPEC kemudian dapat memegang kendali, terlebih setelah embargo yang dilakukan oleh negara Arab menyusul pecahnya perang Yom Kippur yang menimbulkan krisis minyak tahun 1973. Setelah peristiwa itu, OPEC sering dianggap sebagai pemicu lonjakan harga minyak dunia, dan kemudian malah mendapat cap sebagai Kartel, suatu bentuk organisasi seperti yang dulu dilakukan oleh Seven Sisters yang notabene sangat ditentang oleh OPEC. Menimba pengalaman dari krisis energi tahun 1973, setahun kemudian negara yang tergabung dalam OECD berinisiatif membentuk organisasi “tandingan” yaitu International Energy Agency (IEA). Organisasi yang bermarkas besar di Paris tersebut dibentuk dengan tujuan untuk menanggulangi situasi darurat terputusnya suplai minyak ke negara |
166
|
konsumen. Untuk itu masing-masing negara anggota diwajibkan menghimpun stock minyak yang dapat mencukupi kebutuhan selama tiga bulan, atau dikenal dengan Strategic Petroleum Reserve (SPR). Dengan demikian, pada kondisi darurat, negara anggota IEA dapat bertahan selama tiga bulan tanpa mengimpor minyak setetes pun. Di samping itu, IEA juga berfungsi sebagai layanan informasi dan statistik data yang terkait dengan pasar minyak internasional dan sektor energi lain, seperti halnya yang dilakukan oleh OPEC tapi tentu dengan objektif yang berbeda. Secara berangsur-angsur peran OPEC sebagai swing producer minyak dunia menurun, terlebih dengan munculnya pasar derivatif yang berlangsung sejak tahun 1990-an. Tingginya harga minyak sejak tahun 2000-an lebih disebabkan oleh pengaruh pasar derivatif ini daripada disebabkan oleh perdagangan fisik. Sejak saat itu, boleh dikatakan pasar minyak sudah lepas dari kendali OPEC. “Dengan latar belakang tersebut, sebenarnya keputusan kita keluar dari OPEC pada tahun 2005 tidak akan menimbulkan dampak yang signifikan bagi industri Migas kita. Tidak ada lagi satu kelompok atau organisasi internasional yang dapat mempengaruhi harga sebagaimana terjadi pada masa-masa sebelum tahun 2000-an. Keputusan Indonesia untuk kembali mejadi anggota penuh OPEC dalam status net importer tidak tepat dan salah sasaran. Menurut Rachmat, keinginan tersebut lebih dikarenakan oleh adanya ikatan emosional atau nostalgia saja. Untuk lebih jelasnya harus dilihat lebih cermat tentang statuta OPEC terkait dengan keanggotaan:
“Any country with a substantial net export of crude petroleum, which has fundamentally similar interests to those of Member Countries may become a Full Member of the Organization, if accepted by a majority of three-fourths of Full Members, including the concurring votes of all Founder Members”.
|
167
|
Sebagai National Representative dan Governor OPECr a | Rachmat Sudibjo
Gambar 59. Saat Santai Setelah Sidang OPEC 2001
Jangan-jangan dengan menjadi negara anggota OPEC, kita malah dicurigai oleh mayoritas negara anggota karena sebagai negara net importer, kita tidak mungkin akan mempunyai kepentingan yang sama dengan mereka. “Misalnya apa sikap Indonesia bila pada suatu saat OPEC memutuskan untuk memotong produksi dalam rangka menaikkan harga? Dalam pandangan mereka tentu kita tidak mungkin setuju dan ini tentu dianggap sebagai hambatan bagi organisasi mereka (OPEC).” Lalu kita mengharapkan solidaritas sesama anggota OPEC untuk memperoleh prioritas suplai minyak? Menurut pengamatan Rachmat negara anggota OPEC adalah negara yang sangat zakelijk dan pragmatis. Deal suplai minyak sebenarnya bisa kita lakukan di luar OPEC, melalui pendekatan B to B. Selain itu, apakah delegasi kita akan merasa nyaman, apabila membayangkan bahwa di lingkungan OPEC tangan kita akan selalu di bawah dan selalu mengharapkan tetesan minyak dari para sahabat kita di OPEC?” Keputusan untuk bergabung lagi menjadi negara anggota OPEC perlu dipertimbangkan lebih matang, kecuali nanti apabila kita sudah kembali menjadi net-exporter. |
168
|