Lokakarya Fungsional Non Peneliti 1999
PEMANFAATAN TEKNOLOGI IB DALAM MENUNJANG KEGIATAN PENELITIAN PADA AYAM BURAS DI BALITNAK CIAWI R . DENNY PURNAMA DAN ENDANG WAHYU Balai Penelitian Ternak, PO Box 221 . Bogor 16002
RINGKASAN Perubahan yang mendasar pada kegiatan penelitian komoditi ternak ayam di Balai Penelitian Ternak adalah untuk kembali melakukan kegiatan penelitian mengenai potensi-potensi ayam buras . Untuk menghasilkan ayam buras barn yang lebih produktif, proses kawin silang dan seleksi dilakukan dengan memanfaatkan teknologi III yaitu teknik pembiakan dengan cara memasukkan semen pejantan hasil pengeceran kedalam saluran reproduksi ayam betina . Pemanfaatan teknologi IB telah berhasil dan dapat menunjang kegiatan penelitian pada ayam buras di Balitnak, karena selain efisien proses kawin silang lebih mudah dilakukan .
PENDAHULUAN Perubahan yang mendasar pada kebijaksanaan dalam kegiatan penelitian komoditi ternak ayam di Balai Penelitian Ternak adalah untuk kembali melakukan kegiatan penelitian mengenai potensi-potensi ayam buras (baca : bukan ras) yang telah lama ditinggalkan . Konsekuensi dari perubahan kebijaksanaan ini, adalah kita harus mampu mengadakan DOC (baca : anak ayam) secara mandiri . Hal ini disebabkan karena belum ada usaha breeder pada ayam buras yang dapat mensuplai kebutuhan DOC . Untuk maksud tersebut maka dalam usaha pengembang biakan ayam buras mulai memanfaatkan teknologi Inseminasi Buatan (IB) yang mana telah dimanfaatkan terlebih dahulu pada budidaya itik . Inseminasi Buatan pada budidaya unggas adalah teknik pembiakan dengan memasukkan semen pejantan kedalam saluran reproduksi ayam betina, dimana dengan suatu pengenceran semen seekor pejantan akan mampu membuahi betina lebih banyak . Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberikan gambaran bagaimana inovasi teknologi IB pada ayam buras dapat menunjang kegiatan penelitian di Balitnak .
POTENSI BIOLOGIS AYAM BURAS Ayam buras di Indonesia dikenal sebagai ayam kampung yang penyebarannya merata diseluruh tanah air, berasal dari keturunan ayam hutan (galus galus) . KINGSTON (1979) mengemukakan, bahwa varietas ayam hutan setengah liar dikenal dengan ayam kampung ditemukan di kampung-kampung seluruh Indonesia . Populasinya mencapai
7
Lokakarya Fungsional Non Peneliti 1999
lebih dari 219 juta ekor (1992) dan merupakan 63,79% dari jumlah semua unggas yang dibudidayakan di Indonesia secara nasional dengan kontribusi daging 35,96% dan telur 16,04% (Direktorat Jendral Peternakan, 1992) . Ayam buras mempunyai beberapa kelebihan jika dibandingkan dengan ayam ras, yaitu lebih resisten terhadap penyakit, mempunyai daya adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan, cara memelihara yang relatif lebih mudah dan memerlukan gizi relatif lebih rendah . Disamping itu daging dan telur ayam buras lebih disukai karena rasanya yang khas dengan harga jual relatif lebih tinggi daripada harga jual ayam ras (MANSYOER, 1985) . Melihat beberapa keuntungan tersebut maka ayam buras merupakan ternak yang potensial untuk dikembangkan .
PERMASALAHAN PADA AYAM BURAS Pada pemeliharaan ayam buras secara umbar yang dilakukan pada sistem ekstensif, menunjukan produktivitas yang sangat rendah . Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya produktivitas ayam buras diantaranya adalah : 1) . Tingginya persentase in breeding . 2) . Munculnya sifat mengeram (broodiness) . 3) . Rendahnya daya tunas dan daya tetas akibat dampak negatif peck order. Pada pemeliharaan secara umbar dapat menururikan produktivitas telur tetas karena adanya peck order yang tinggi pada pejantan terhadap pejantan lain untuk mengawini betina yang dikuasai (TOELIHERE, 1985a) . Sifat superior pejantan dari pejantan lain mempunyai kecenderungan untuk mengawini betina secara terus menerus pada betina yang dikuasainya . Akibatnya kualitas semen yang dihasilkan menjadi sangat rendah sehingga-dapat menurunkan daya tunas dan daya tetas .
CAKUPAN PENELITIAN JANGKA PANJANG Cakupan kegiatan penelitian yang sedang dilakukan di Balitnak adalah untuk menghasilkan ayam buras baru yang lebih potensial, baik sebagai ayam petelur atau pedaging melalui hasil seleksi dan kawin silang . Selain itu juga melakukan pengujianpengujian terhadap bahan-bahan yang berasal dari limbah hasil pertanian dengan memanfaatkan teknologi pakan, dimana nantinya diharapkan dapat membuat formulasi pakan yang murah dengan nilai gizi memadai sehingga mampu meningkatkan pertambahan berat badan harian pada ayam buras . Semua hasil-hasil penelitian tersebut diharapkan dapat menciptakan paket teknologi budidaya yang dapat mendukung program Intensifikasi Ayam Buras (INTAB) dalam usaha meningkatkan produktivitas ayam buras .
PEMANFAATAN TEKNOLOGI IB PADA KEGIATAN PENELITIAN AYAM BURAS Di Balai Penelitian Ternak sudah mulai dilakukan grading up pada ayam buras dengan melakukan kegiatan seleksi melalui kawin silang pada berbagai varietas ayam buras . Kawin silang dilakukan dengan teknik Inseminasi Buatan (IB) yaitu cara perkawinan buatan dimana semen pejantan kita tampung dan setelah diencerkan
8
Lokakarya Fungsional Non Peneliti 1999
didepositkan ke saluran reproduksi ayam betina . Keuntungan teknik ini adalah : 1) . Lebih praktis dan ekonomis . 2) . Efisien dalam penggunaan pejantan . 3) . Mempermudah pelaksanaan pembibitan dan seleksi melalui kawin silang . 4) . Dapat menghasilkan telur tetas yang berkualitas baik .
METODE INSEMINASI BUATAN (IB) PADA AYAM BURAS Bahan 1. 2. 3. 4.
Ayam pejantan (jago) dan betina dewasa (babon) . Alat untuk menampung semen yang terdiri : thermos kecil, tabung, gelas kecil (tabung reaksi), tabung hampa udara dari plastik, pipa karet dan karet pengikat . Tuberculin syringe ukuran 1 ml tanpa jarum, untuk IB . Bahan pengencer semen (NaCL Fisiologis 0,90%) . Point 2 dan 3 lihat gambar. Pips karel -
Pipa kaea , Tabling penamlwng spenna
Tutup tabung, dari karet Tutup termos Pipa karet Tahung hnmpa Wars
Gambar 1 . Alat penampung semen
Gambar 2 . Tubercullin syringe
Cara kerja Teknik Pengambilan Semen Ayam pejantan yang akan diambil semennya diberi pakan yang mengandung protein tinggi agar kualitas semennya benar-benar baik . Sebelum semen ditampung, ayam jantan dipuasakan kurang lebih 10 jam . Hal ini bertujuan agar semen yang diambil tidak tercemar feces . Penampungan semen dilakukan dengan metode pengurutan atau massage, dimana sangat dibutuhkan keahlian dan keterampilan seorang inseminator dalam melakukan perangsangan . Dalam melakukan penampungan seorang inseminator mendapat bantuan untuk memegang ayam pejantan . Usahakan supaya ayam jantan dalam keadaan tenang dengan cara mengendorkan kedua belah pahanya . Penampungan semen dilakukan dengan cara mengurut bagian punggung mengarah kebelakang dengan tangan kiri dan pada kepala dengan tangan kanan . Irama pengurutan dilakukan dengan teratur dan tidak kasar secara berulang-ulang .
9
Lokakarya Fungsional Non Peneliti 1999
Dengan pengurutan yang teratur dapat merangsang pejantan untuk ereksi dimana ditandai dengan adanya tonjolan yang keluar melalui kloaka. Apabila pejantan sudah terangsang, maka jari telunjuk dan jempol langsung menekan kloaka (sekitar tulang pubis) sehingga terjadi ejakulasi . Selanjutnya semen yang keluar ditampung dengan alat yang sudah dipersiapkan dan dilakukan pengukuran volume semen untuk mempermudah penambahan bahan pengencer . Pengencer Semen Pengenceran semen diperlukan untuk memperbanyak volume semen yang akan dipakai IB . bahan pengencer yang dapat dipakai adalah larutan NaCL Fisiologis 0,90% . Penambahan bahan pengencer adalah 1 :5, artinya jika volume semen hasil penampungan 0,6 ml maka bahan pengencer yang dapat ditambahkan adalah 3 ml sehingga volume bertambah menjadi 3,6 ml . Jika dosis IB 0,1 ml semen hasil pengenceran, berarti satu kali penampungan dapat dipakai untuk meng-IB sebanyak 36 ekor ayam betina (babon) . Pelaksanaan IB pada ayam betina Setelah semen diencerkan maka semen dapat didepositkan ke saluran reproduksi ayam betina . Dengan tubercullin syringe ukuran 1 ml, kita sedot dulu udara sampai angka 0,7, kemudian sedot semen yang barn diencerkan sebanyak 0,1 ml . Untuk memudahkan pelaksaan IB sebaiknya dilakukan oleh dua orang . Satu orang menjepit ayam betina dibawah ketiak, tangan kanan sekaligus memegang kedua kaki ayam sedangkan tangan kiri menarik ekor keatas sehingga kloaka tampak dengan jelas . Inseminator yang sudah siap dengan alat IB yang berisi semen menekan bagian yang lunak dibawah kloaka dengan tangan kiri sampai vagina terbuka . Selanjutnya syringe yang berisi semen dimasukan kedalam vagina yang letaknya sebelah kiri sedalam 2-3 cm, sebelum semen disemprotkan tekanan pada lubang kloaka dikendorkan agar semen nantinya tidak keluar dari vagina .
PEMBAHASAN Teknologi Inseminasi Buatan (IB) yang telah dimanfaatkan pada pengembangan ayam buras di Balitnak dan merupakan dukungan teknologi kegiatan penelitian . Hal ini disebabkan dengan terpenuhinya produksi telur tetas yang berkualitas baik sehingga kebutuhan DOC sebagai materi penelitian dapat terpenuhi secara bertahap . Dari 6 kegiatan penelitian pada Tahun Anggaran 1999/2000, 3 kegiatan telah terpenuhi kebutuhan materi . Kegiatan tersebut adalah persilangan Pelung > < Pelung, Kedu > < Kedu dan Pelung > < Buras . Tiga kegiatan yang lain yaitu persilangan Kedu > < Buras, Buras > < Buras dan Ras > < Buras, barn terpenuhi 60-70% materi dan sedang diusahakan untuk terpenuhi seluruhnya secara bertahap . Pemanfaatan teknologi IB selain memudahkan kawin silang juga menjadi lebih efisien, karena dengan dosis 15 juta sperma motil/ 0,1 ml semen basil pengenceran maka semen seekor pejantan dapat mengawini betina dengan cara IB sebanyak 15-40 ekor . Untuk mendapatkan volume yang cukup dan fertilitas yang memuaskan, semen dihasilkan oleh ayam jantan berumur 22-26 minggu (TOELIHERE, 1985b) . Pemberian bahan pengencer dengan perbandingan
10
Lokakarya Fungsional Non Peneliti 1999
yang semakin rendah dibarengi dengan dosis IB yang semakin tinggi dapat menjamin keberhasilan IB (lihat tabel 1) . Tabel 1 . Daya tunas dan daya tetas telur hasil IB pada silangan Pelung > < Buras, Buras > < Buras dengan pengenceran yang berbeda . Ulangan
Telur diinkubasi (butir)
Daya tunas (%)
Daya tetas (%)
70 72
54,28 48,61
78,95 94,28
127 37
64,57 48,65
84,15 61,11
87 32
81,61 68,75
84,51 81,82
313 65
86,58 69,23
80,81 77,78
Pertama *) Pelung > < Buras Buras > < Buras Kedua *) Pelung > < Buras Buras > < Buras Ketiga **) Pelung > < Buras Buras > < Buras Keempat **) Pelung > < Buras Buras > < Buras *) Pengenceran 5x, **) Pengenceran 2 x
Keberhasilan IB pada ayam buras di Balitnak dibuktikan dengan produksi telur tetas yang mempunyai daya tunas dan daya tetas yang tinggi (lihat tabel 2) . Untuk menjamin keberhasilan IB, waktu pelaksanaan IB sebaiknya pada sore hari (diatas jam 14 .00 WIB) setelah ayam bertelur sehingga gerakan sperma tidak terhambat dan pada saat itu juga diperkirakan belum terjadi peletakan telur (ovi posisi) . Berbeda denga IB pada ternak itik, waktu pelaksanaan dilakukan pada pagi hari sekitar pukul 08 .30-09 .30 WIB . Pada waktu itik betina diperkirakan telah selesai bertelur dan belum terjadi peletakan telur (Ovi posisi) . SASTRODIHARDJO, dkk .1994 . melaporkan hasil penelitiannya bahwa dengan menggunakan dosis 50 juta sperma motil/ 0,1 ml dalam pengencer NaCL fisiologis 0,90% menghasilkan periode fertil sperma selama 4 hari ; dan dengan dosis IB yang sama dalam pengencer semen 0,90% NaCL fisiologis ditambah kuning telur dengan perbandingan 4 :1 menghasilkan periode fertil selama 6,67 hari . Berarti interval IB dapat dilakukan 4 hari sekali . Tabel 2 . Prosentase Daya Tunas dan Daya Tetas telur hasil IB di Balitnak Jumlah telur Jumlah telur yang yang fertil diinkubasi 132 1. Pelung > < Pelung 90 2. Kedu > < Kedu 167 132 180 124 3. Pelung > < Buras Kedu > < Buras 130 115 4. 5. Bums > < Buras 118 113 6. Ras > < Buras 33 23 Keterangan : Jenis ayam sebelah kiri adalah pejantan No .
Jenis Persilangan
Jutnlah ayam menetas
Daya Tunas (%)
Daya Tetas (%)
87 125 95 98 06 21
68,18 79,04 82,67 88,46 95,76 69,70
6,67 4,70 76,61 85,22 93,80 1,30
11
Lokakarya Fungsional Non Peneliti 1999
Dengan demikian kita memberi kesempatan pada pejantan untuk melakukan recoveri pada organ reproduksinya dalam memproduksi semen, sehingga semen yang dihasilkan pada penampungan berikutnya berkualitas baik . Daya tunas (fertility) telur hasil IB sangat dipengaruhi oleh genetik pejantan, konsentrasi pengenceran semen, lama penyimpanan semen, deposisi dalam saluran reproduksi betina, kualitas semen, tingkat kontaminasi semen, dan cara inseminasi sedangkan daya tetas (hatchability) telur hasil IB dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari induk, cara penanganan telur, dan faktor yang berasal dari fase inkubasi pada mesin tetas .ISKANDAR, dkk (1993) melaporkan, bahwa daya tunas (fertility) dan daya tetas (hatchability) telur hasil IB ternyata lebih baik dibandingkan dengan hasil kawin alam seperti yang terlihat pada tabel 3 Tabel 3 . Fertilitas dan daya tetas telur-telur hasil IB dan kawin alam Ulangan Pertama Hasil 1B Kawin alam Kedua Hasil IB Kawin alam Ketiga Hasil IB Kawin alam Keempat Hasil IB Kawin alam RATA-RATA Hasil IB Kawin alam Sumber :
Telur diinkubasi (butir)
1SKANDAR,
Fertilitas (%)
Daya tetas * (%)
52 -
71,2 -
88,9 -
30 100
76,7 50
47,8 58
21 100
90,5 80
68,5 0
32 100
78,1 50
84 50
50,6 100
79,2 60
72,3 36
dkk (1993), Angka dihilung dan lun lah telur yang fertd
KESIMPULAN Pemanfaatan teknologi IB pada kegiatan penelitian ayam buras di Balai Penelitian Ternak merupakan dukungan teknologi yang sangat menunjang kegiatan penelitian sehingga semua kegiatan penelitian dapat berjalan dengan baik . Dengan memanfaatkan teknologi IB, mampu menyediakan telur tetas yang berkualitas baik sehingga materi penelitian secara bertahap dapat terpenuhi . Tingkat keberhasilan Inseminasi Buatan (IB) pada ayam buras sangat ditentukan oleh cara melakukan inseminasi yang merupakan keterampilan dan keahlian dari seorang inseminator .
DAFTAR BACAAN Balai Penelitian Ternak . 1994 . Inseminasi Buatan pada itik (Leaflet) . Balai Penelitian Ternak Ciawi-Bogor .
12
Lokakarya Fungsional Non Peneliti 1999
Direktorat Jendral Peternakan . 1992 . Buku statistik peternakan . Direktorat Bina Program . Ditjennak Jakarta. Kingston . D .J . 1979 . Peranan ayam berkeliaran di Indonesia . Laporan Seminar dan Industri Perunggasan II . Pusat Penelitian dan Pengembangan Ternak Bogor . pp : 13-20 . Mansyoer . S .S . 1985 . Pengkajian sifat-sifat produksi ayam kampung serta persilangannya dengan ayam Rhode Island Red. Desertasi Pasca Sarjana-IPB . Bogor . Sastrodihardjo . S ., S . Iskandar, T . Nurmala dan Paggi . 1994 . Daya tahan hidup spermatozoa ayam buras dalam berbagai pengencer semen dengan pengujian suhu kamar . Prosiding Seminar Nasional Pengolahan dan Komunikasi Hasilhasil . Sub-Balitnak Klepu . Semarang . Sofjan Iskandar, S . Sastrodihardjo, E . Basuno, B . Wibowo, Sudrajat, Daman, Agus N . dan Agus R . 1993 . Inseminasi Buatan pada usaha pembibitan ayam buras kelompok tani di desa Gunung Cupu . Kabupaten Ciamis . Prosiding Komunikasi dan Aplikasi Teknologi Hasil Penelitian Peternakan . Balai Penelitian Ternak . Ciawi-Bogor . Sumantri, 1996 . Teknologi kawin suntik pada ternak itik . Bulletin Teknik Pertanian, volume I, no . 2 tahun 1996 . Badan Litbang Pertanian . Toelihere . M .R . 1985a. Fisiologi Reproduksi pada Ternak . Penerbit Arigkasa. Bandung . Toelihere . M .R . 1985b . Inseminas i Buatan pada Ternak . Penerbit Angkasa . Bandung .
13