LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PRODUKSI TANAMAN
KOMODITAS PADI (Oriza sativa) Oleh : AYU ESTERLITA
125040100111249
ANINDITA PUTRI SAFITRI
125040101111008
BASRIONO SEMBIRING
125040100111223
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2013
LEMBAR PERSETUJUAN
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PRODUKSI TANAMAN KOMODITAS PADI (Oriza sativa)
Disetujui oleh:
Asisten Lapang,
(M. ARIK WIBOWO)
Asisten Kelas,
(DESI KURNIA SARI)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Padi (Oryza sativa) adalah bahan baku pangan pokok yang vital bagi rakyat Indonesia. Menanam padi sawah sudah menjadi kebiasaan bagi petani di Indonesia.Mulanya kegiatan ini banyak diusahakan di pulau Jawa.Namun, saat ini hampir seluruh daerah di Indonesia juga menanam padi di sawah.Sistem penanaman padi di sawah biasanya didahului oleh pengolahan tanah bersamaan dengan persemaian.Biasanya yang sering di gunakan oleh para petani sistem konvensional, dan dalam dunia pertanian sistem tanam komoditas padi yang biasa dikenal ada beberapa macam yaitu Konvensional, SRI, Jajar Legowo. Tanaman padi dapat bertahan hidup dengan kondisi air yang tergenang, tetapi tidak tumbuh dengan subur dibawah kondisi hypoxia (kekurangan oksigen).Penggunaan varietas unggul padi sawah berumur genjah juga sangat penting kaitannya dengan efisiensi air.Semakin genjah umur padi semakin sedikit penggunaan air dibandingkan dengan padi berumur panjang.Kebiasaan petani menanam padi dengan sistem tegel, jarak tanam yang rapat dan tidak beraturan sehingga berpengaruh terhadap jumlah anakan perumpun dan produksi gabah per hektar.Jarak tanam berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman karena berhubungan dengan persaingan sistem perakaran tanaman dalam konteks pemanfaatan pupuk. Untuk memecahkan masalah tersebut, perlu adanya perbaikan teknologi dalam budidaya padi sawah di tingkat petani untuk meningkatkan produktivitas padi yang efisien dalam penggunaan air antara lain dengan sistem pengelolaan air, pemakaian benih unggul spesifik lokasi dan sistem pengaturan jarak tanam. Oleh karena itu, untuk mengetahui sistem tanam yang dapat menghasilkan produktivitas paling tinggi, praktikum budidaya tanaman padi dengan berbagai perlakuan sistem tanam perlu dilaksanakan. 1.2 Tujuan Laporan praktikum ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan kepada mahasiswa bagaimana cara membudidayakan padi, khususnya padi sawah dari pengolahan lahan, penanaman, persemaian, perawatan dari hama dan penyakit hingga memanen hasilnya.
1.3 Manfaat Laporan praktikum ini dapat memberikan pengetahuan kepada mahasiswa bagaimana cara membudidayakan padi, khususnya padi sawah dari pengolahan lahan, penanaman, persemaian, perawatan dari hama dan penyakit hingga memanen hasilnya.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi 2.1.1 Klasifikasi Tanaman Padi Padi Adalah tanaman yang paling penting di negeri kita Indonesia ini. Betapa tidak karena makanan pokok di Indonesia adalah nasi dari beras yang tentunya dihasilkan oleh tanaman padi. Selain di Indonesia padi juga menjadi makanan pokok negara-negara di benua Asia lainnya seperti China, India, Thailand, Vietnam dan lain-lain. Padi merupakan tanaman berupa rumput berumpun. Tanaman pertanian ini berasal dari dua benua yaitu Asia dan Afrika Barat tropis dan subtropis. Bukti sejarah memperlihatkan bahwa penanaman padi di Zhejiang (Cina) sudah dimulai pada 3.000 tahun SM. Fosil butir padi dan gabah ditemukan di Hastinapur Uttar Pradesh India sekitar 100-800 SM. Selain Cina dan India, beberapa wilayah asal padi adalah Bangladesh Utara, Burma, Thailand, Laos, Vietnam. Hama yang banyak menyerang tanaman ini adalah tikus, orong-orong, kepinding tanah (lembing batu), walang sangit dan wereng coklat. Hama-hama itulah yang sering menyebabkan padi gagal panen dan tentunya membuat petani merugi Negara produsen padi terkemuka adalah Republik Rakyat Cina (31% dari total produksi dunia), India (20%), dan Indonesia (9%). Namun hanya sebagian kecil produksi padi dunia yang diperdagangkan antar negara (hanya 5%-6% dari total produksi dunia). Thailand merupakan pengekspor padi utama (26% dari total padi yang diperdagangkan di dunia) diikuti Vietnam (15%) dan Amerika Serikat (11%). Indonesia merupakan pengimpor padi terbesar dunia (14% dari padi yang diperdagangkan di dunia) diikuti Bangladesh (4%), dan Brazil (3%). Berdasarkan literatur Grist (1960), padi dalam sistematika tumbuhan diklasifikasikan kedalam :
Divisio: Spermatophyta Sub divisio: Angiospermae Kelas: Monocotyledoneae, Ordo: Poales, Famili: Graminae Genus: Oryza Linn Species : Oryza sativa L.
Contoh 2.1 Gambar tanaman padi 2.1.2
Morfologi Tanaman Padi
Akar Berdasarkan literatur Aak (1992) akar adalah bagian tanaman yang berfungsi menyerap air dan zat makanan dari dalam tanah, kemudian diangkut ke bagian atas tanaman. Akar tanaman padi dapat dibedakan atas : Radikula akar yang tumbuh pada saat benih berkecambah. Pada benih yang sedang berkecambah timbul calon akar dan batang. Calon akar mengalami pertumbuhan ke arah bawah sehingga terbentuk akar tunggang, sedangkan calon batang akan tumbuh ke atas sehingga terbentuk batang dan daun. Akar serabut (akaradventif); setelah 5-6 hari terbentuk akar tunggang, akar serabut akan tumbuh.
Akar rambut merupakan bagian akar yang keluar dari akar tunggang dan akar serabut. Akar ini merupakan saluran pada kulit akar yang berada diluar, dan ini penting dalam pengisapan air maupun zat-zat makanan. Akar rambut biasanya berumur pendek sedangkan bentuk dan panjangnya sama dengan akar serabut. Akar tajuk (crown roots) ;adalah akar yang tumbuh dari ruas batang terendah. Akar tajuk ini dibedakan lagi berdasarkan letak kedalaman akar di tanah yaitu akar yang dangkal dan akar yang dalam. Apabila kandungan udara di dalam tanah rendah,maka akar-akar dangkal mudah berkembang. Bagian akar yang telah dewasa (lebih tua) dan telah mengalami perkembangan akan berwarna coklat, sedangkan akar yangbaru atau bagian akar yangmasih muda berwarna putih. Batang Padi termasuk golongan tumbuhan Graminae dengan batang yang tersusun dari beberapa ruas. Ruas-ruas itu merupakan bubung kosong. Pada kedua ujung bubung kosong itu bubungnya ditutup oleh buku. Panjangnya ruas tidak sama. Ruas yang terpendek terdapat pada pangkal batang. Ruas yang kedua, ruas yang ketiga, dan seterusnya adalah lebih panjang daripada ruas yang didahuluinya. Pada buku bagian bawah dari ruas tumbuh daun pelepah yangmembalut ruas sampai buku bagian atas.Tepat pada buku bagian atas ujumg dari daun pelepah memperlihatkan percabangan dimana cabang yang terpendek menjadi ligula (lidah) daun, dan bagian yamg terpanjang dan terbesar menjadi daun kelopak yang memiliki bagian auricle pada sebelah kiri dan kanan. Daun kelopak yang terpanjang dan membalut ruas yang paling atas dari batang disebut daunbendera. Tepat dimana daun pelepah teratas menjadi ligula dan daun bendera, di situlah timbul ruas yang menjadi bulir padi. Pertumbuhan batang tanaman padi adalah merumpun, dimana terdapat satu batang tunggal/batang utama yang mempunyai 6 mata atau sukma, yaitu sukma 1, 3, 5 sebelah kanan dan sukma 2, 4, 6 sebelah kiri. Dari tiap-tiap sukma ini timbul tunas yang disebut tunasorde pertama.
Tunas orde pertama tumbuhnya didahului oleh tunas yang tumbuh dari sukma pertama, kemudian diikuti oleh sukma kedua, disusul oleh tunas yang timbul dari sukma ketiga dan seterusnya sampai kepad apembentukan tunas terakhir yang keenam pada batang tunggal.Tunas-tunas yang timbul dari tunas orde pertama disebu ttunas orde kedua. Biasanya dari tunas-tunas orde pertama ini yang menghasilkan tunas-tunas orde kedua ialah tunas orde pertama yang terbawah sekali pada batang tunggal/ utama. Pembentukan tunas dari orde ketiga pada umunya tidak terjadi,oleh karena tunas-tunas dari orde ketiga tidak mempunyai ruang hidup dalam kesesakan dengan tunas-tunas dari orde pertama dan kedua. Daun Padi termasuk tanaman jenis rumput-rumputan mempunyai daun yang berbedabeda, baik bentuk, susunan, atau bagian bagiannya. Ciri khas daun padi adalah adanya sisik dan telinga daun. Hal inilah yang menyebabkan daun padi dapat dibedakan dari jenis rumput yang lain. Adapun bagian-bagian daun padi adalah : Helaian daun terletak pada batang padi dan selalu ada. Bentuknya memanjang seperti pita. Panjang dan lebar helaian daun tergantung varietas padi yang bersangkutan. Pelepah daun (upih) merupakan bagian daun yang menyelubungi batang, pelepah daun ini berfungsi memberi dukungan pada bagian ruas yang jaringannya lunak, dan hal ini selalu terjadi. Lidah daun lidah daun terletak pada perbatasan antara helai daun dan upih. Panjang lidah daun berbeda-beda, tergantung pada varietas padi. Lidah daun duduknya melekat pada batang. Fungsi lidah daun adalah mencegah masuknya air hujan diantara batang dan pelepah daun (upih). Disamping itu lidah daun juga mencegah infeksi penyakit, sebab media air memudahkan penyebaran penyakit. Daun yang muncul pada saat terjadi perkecambahan dinamakan coleoptile. Koleopti lkeluar dari benih yang disebar dan akan memanjang terus sampai
permukaan air. koleoptil baru membuka, kemudian diikuti keluarnya daun pertama, daun kedua dan seterusnya hingga mencapai puncak yang disebut daun bendera, sedangkan daun terpanjang biasanya pada daun ketiga. Daun bendera merupakan daun yang lebih pendek daripada daun-daun di bawahnya, namun lebih lebar dari pada daun sebelumnya. Daun bendera ini terletak di bawah malai padi. Daun padi mula-mula berupa tunas yang kemudian berkembang menjadi daun. Daun pertama pada batang keluar bersamaan dengan timbulnya tunas (calon daun) berikutnya. Pertumbuhan daun yang satu dengan daun berikutnya (daun baru) mempunyai selang waktu 7 hari,dan 7 hari berikutnya akan muncul daun baru lainnya. Bunga Sekumpulan bunga padi (spikelet) yang keluar dari buku paling atas dinamakan malai. Bulir-bulir padi terletak pada cabang pertama dan cabang kedua, sedangkan sumbu utama malai adalah ruas buku yang terakhir pada batang. Panjang malai tergantung pada varietas padi yang ditanam dancara bercocok tanam. Dari sumbu utama pada ruas buku148yang terakhir inilah biasanya panjang malai (rangkaian bunga) diukur. Panjang malai dapat dibedakan menjadi 3 ukuran yaitu malai pendek (kurang dari 20 cm), malai sedang (antara 20-30 cm), dan malai panjang (lebih dari 30cm). Jumlah cabang pada setiap malai berkisar antara 15-20 buah, yang paling rendah 7 buah cabang, dan yang terbanyak dapat mencapai 30 buah cabang. Jumlah cabang ini akan mempengaruhi besarnya rendemen tanaman padi varietas baru, setiap malai bisa mencapai100-120 bunga (Aak, 1992). Bunga padi adalah bunga telanjang artinya mempunyai perhiasan bunga. Berkelamin dua jenis dengan bakal buah yang diatas. Jumlah benang sari ada 6 buah, tangkai sarinya pendek dan tipis, kepala sari besar serta mempunyai dua kandung serbuk. Putik mempunyai dua tangkai putik, dengan dua buah kepala putik yang berbentuk malai dengan warna pada umumnya putih atau ungu (DepartemenPertanian, 1983).
Komponen-komponen (bagian) bunga padi adalah: kepala sari, tangkai sari, palea (belahan yang besar), lemma (belahan yang kecil), kepala putik, tangkai bunga. Buah Buah padi yang sehari-hari kita sebut biji padi atau butir/gabah,sebenarnya bukan biji melainkan buah padi yang tertutup oleh lemma dan palea. Buah ini terjadi setelah selesai penyerbukkan dan pembuahan. Lemma dan palea serta bagian lain yang membentuk sekam atau kulit gabah (Departemen Pertanian, 1983). Jika bunga padi telah dewasa, kedua belahan kembang mahkota (palea dan lemmanya) yang semula bersatu akan membuka dengan sendirinya sedemikian rupa sehingga antara lemma dan palea terjadi siku/sudut sebesar 30-600. Membukanya kedua belahan kembang mahkota itu terjadi pada umumnya pada hari-hari cerah antara jam 10-12, dimana suhu kira-kira 30-320C. Di dalam dua daun mahkota palea dan lemma itu terdapat bagian dalam dari bunga padi yang terdiri dari bakal buah (biasa disebut karyiopsis). Jika buah padi telah masak, kedua belahan daun mahkota bunga itulah yang menjadi pembungkus berasnya (sekam). Diatas karyiopsis terdapat dua kepala putik yang dipikul oleh masing-masing tangkainya. Lodicula yang berjumlah dua buah, sebenarnya merupakan daun mahkota yang telah berubah bentuk. Pada waktu padi hendak berbunga, lodicula menjad imengembang karena menghisap cairan dari bakal buah. Pengembangan ini mendorong lemma dan palea terpisah
dan terbuka. Hal ini memungkinkan benang sari yang memanjang keluar dari bagian atas atau dari samping bunga yang terbuka tadi. Terbukanya bunga diikuti dengan pecahnya kandung serbuk, yang kemudian menumpahkan tepung sarinya. Sesudah tepung sarinya ditumpahkan dari kandung serbuk maka lemma dan palea menutup kembali. Dengan berpindahnya tepung sari dari kepala putik maka selesailah sudah proses penyerbukkan. Kemudian terjadilah pembulaian yang menghasilkan
lembaga
danendosperm.
Endosperm
adalahpenting sebagai
sumbercadangan makanan bagitanaman yang baru tumbuh.
Contoh 2.1.2 Gambar morfologi tanaman padi 2.2 Syarat Tumbuh Tanaman padi dapat tumbuh baik di daerah yang mempunyai suhu panas dan banyak mengandung uap air, yaitu daerah yang mempuyai iklim panas dan lembab serta curah hujan 1500 – 2000 mm \ tahun dengan suhu udara lebih dari 23C . tanaman padi dapat tumbuh mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi tempat 1500 meter dpl. tanaman padi dapat tumbuh di berbagai jenis tanah, tetapi untuk padi yang ditanam dilahan persawahan memerlukan syarat – syarat tertentu , karena tidak semua jenis tanah dapat dijadikan lahan tergenang air. sistim tanah sawah, lahan harus tetap tergenang air agar kebutuhan air tanaman padi tercukupi sepanjang musim tanam. oleh karena itu jenis tanah yang sulit menahan air kurang cocok dijadikan lahan persawahan. sebaiknya tanah yang sulit dilewati air sangat cocok dibuat lahan persawahan. ketebalan lapisan oleh tanah berkisar antara 18-22 dengan dengan derajat keasaman.
Padi dapat tumbuh dan memberikan hasil tinggi bila persyaratan iklim dan tanah sesuai selama pertumbuhannya.dapat dijelaskan sebagai berikut: Iklim Temperatur 15-30º C Kelembaban 60% Curah hujan 600-1200 ml selama pase pertumbuhan Kebutuhan sinar matahari antara 10-11 jam per hari Tinggi tempat antara 0-1300 m diatas permukaan laut (dpl). Tanah Derajat kemasaman (pH) tanah antara 5-7. Jenis tanah Grumosol, Latosol, Andosol, dan Podsolik Merah Kuning. Tanah subur, gembur, dan tidak ternaungi. (Departemen Pertanian. 1983) 2.3 Fase Pertumbuhan Mempengaruhi produktivitas tanaman padi adalah pemeliharaan (teknik budidaya). Buat petani, cara bercocok tanam bukan hal yang sulit, namun untuk memelihara tanaman sehingga pertumbuhan dan perkembangannya baik tidaklah gampang. Bisa jadi pengalaman dari kebiasaan usaha tani adalah kunci keberhasilan untuk memperoleh produktivitas tanaman yang tinggi. Meski demikian, buat kita yang masih baru menekuni dunia pertanian tentu tak berharap harus melewati waktu yang cukup panjang untuk mendapatkan guru yang terbaik (pengalaman) itu. Ada pendekatan yang cukup efektif untuk menentukan tindakan budidaya yang tepat yaitu dengan memahami fase pertumbuhan tanaman padi, sedari penyemaian benih hingga panen. Setiap fase pertumbuhan mempunyai kekhasan yang dengannya kita bisa mengetahui saat-saat penting (kritis) bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman, memahami kebutuhan tanaman ketika itu dan tindakan perlindungan sehingga setiap fase bisa berlangsung dengan baik.
Fase-fase pertumbuhan tanaman padi berikut disajikan berdasarkan informasi/data dan karakteristik IR64, varietas unggul berdaya hasil tinggi, semidwarf (tinggi sedang), namun secara umum berlaku juga untuk varietas lainnya. Secara garis besar, fase pertumbuhan tanaman padi dibagi menjadi 2 (dua) bagian yakni fase vegetatif dan fase generatif, namun ada yang membagi lagi fase generatifnya menjadi fase reproduktif dan pematangan. Di daerah tropis, fase reproduktif berlangsung lebih kurang 35 hari , sedangkan fase pematangannya sekitar 30 hari. Perbedaan umur tanaman ditentukan oleh perbedaan panjang fase vegetatif. Sebagai contoh, IR64 yang matang dalam 120 hari mempunyai fase vegetatif 55 hari, sedangkan varietas berumur dalam yang matang dalam 150 hari fase vegetatifnya 85 hari.
FASE VEGETATIF Fase vegetatif adalah awal pertumbuhan tanaman, mulai dari perkecambahan
benih sampai primordia bunga (pembentukan malai). Tahap Perkecambahan benih (germination) Pada fase ini benih akan menyerap air dari lingkungan (karena perbedaan kadar air antara benih dan lingkungan), masa dormansi akan pecah ditandai dengan kemunculan radicula dan plumule. Faktor yang mempengaruhi perkecambahan benih adalah kelembaban, cahaya dan suhu. Petani biasanya melakukan perendaman benih selama 24 jam kemudian diperam 24 jam lagi. Tahan perkecambahan benih berakhir sampai daun pertama muncul dan ini berlangsung 3-5 hari. Tahap Pertunasan (seedling stage) Tahap pertunasan mulai begitu benih berkecambah hingga menjelang anakan pertama muncul. Umumnya petani melewatkan tahap pertumbuhan ini di persemaian. Pada awal di persemaian, mulai muncul akar seminal hingga kemunculan akar
sekunder (adventitious) membentuk sistem perakaran serabut permanen dengan cepat menggantikan radikula dan akar seminal sementara. Di sisi lain tunas terus tumbuh, dua daun lagi terbentuk. Daun terus berkembang pada kecepatan 1 daun setiap 3-4 hari selama tahap awal pertumbuhan sampai terbentuknya 5 daun sempurna yang menandai akhir fase ini. Dengan demikian pada umur 15 – 20 hari setelah sebar, bibit telah mempunyai 5 daun dan sistem perakaran yang berkembang dengan cepat. Pada kondisi ini, bibit siap dipindahtanamkan. Tahap Pembentukan anakan (tillering stage) Setelah kemunculan daun kelima, tanaman mulai membentuk anakan bersamaan dengan berkembangnya tunas baru. Anakan muncul dari tunas aksial (axillary) pada buku batang dan menggantikan tempat daun serta tumbuh dan berkembang. Bibit ini menunjukkan posisi dari dua anakan pertama yang mengapit batang utama dan daunnya. Setelah tumbuh (emerging), anakan pertama memunculkan anakan sekunder, demikian seterusnya hingga anakan maksimal. Pada fase ini, ada dua tahapan penting yaitu pembentukan anakan aktif kemudian disusul dengan perpanjangan batang (stem elongation). Kedua tahapan ini bisa tumpang tindih, tanaman yang sudah tidak membentuk anakan akan mengalami perpanjangan batang, buku kelima dari batang di bawah kedudukan malai, memanjang hanya 2-4 cm sebelum pembentukan malai. Sementara tanaman muda (tepi) terkadang masih membentuk anakan baru, sehingga terlihat perkembangan kanopi sangat cepat. Secara umum, fase pembentukan anakan berlangsung selama kurang lebih 30 hari. Pada tanaman yang menggunakan sistem tabela (tanam benih langsung) periode fase ini mungkin tidak sampai 30 hari karena bibit tidak mengalami stagnasi seperti halnya tanaman sistem tapin yang beradaptasi dulu dengan lingkungan barunya sesaat setelah pindah tanam.
Penggunaan pupuk nitrogen (urea) berlebihan atau waktu aplikasi pemupukan susulan yang terlambat memicu pembentukan anakan lebih lama (lewat 30 hst), namun biasanya anakan yang terbentuk tidak produktif.
FASE GENERATIF
Fase Reproduktif
1. Tahap Inisiasi Bunga / Primordia (Panicle Initiation) Perkembangan tanaman pada tahapan ini diawali dengan inisiasi bunga (panicle initiation). Bakal malai terlihat berupa kerucut berbulu putih (white feathery cone) panjang 1,0-1,5 mm. Pertama kali muncul pada ruas buku utama (main culm) kemudian pada anakan dengan pola tidak teratur. Ini akan berkembang hingga bentuk malai terllihat jelas sehingga bulir (spikelets) terlihat dan dapat dibedakan. Malai muda meningkat dalam ukuran dan berkembang ke atas di dalam pelepah daun bendera menyebabkan pelepah daun menggembung (bulge). Penggembungan daun bendera ini disebut bunting sebagi tahap kedua dari fase ini (booting stage). 2. Tahap Bunting (booting stage) Bunting terlihat pertama kali pada ruas batang utama. Pada tahap bunting, ujung daun layu (menjadi tua dan mati) dan anakan non-produktif terlihat pada bagian dasar tanaman. 3. Tahap Keluar Malai (heading stage) Tahap selanjutnya dari fase ini adalah tahap keluar malai. Heading ditandai dengan kemunculan ujung malai dari pelepah daun bendera. Malai terus berkembang sampai keluar seutuhnya dari pelepah daun. Akhir fase ini adalah tahap pembungaan
yang dimulai ketika serbuk sari menonjol keluar dari bulir dan terjadi proses pembuahan. 4. Tahap Pembungaan (flowering stage) Pada pembungaan, kelopak bunga terbuka, antera menyembul keluar dari kelopak bunga (flower glumes) karena pemanjangan stamen dan serbuksari tumpah (shed). Kelopak bunga kemudian menutup. Serbuk sari atau tepung sari (pollen) jatuh ke putik, sehingga terjadi pembuahan. Struktur pistil berbulu dimana tube tepung sari dari serbuk sari yang muncul (bulat, struktur gelap dalam ilustrasi ini) akan mengembang ke ovary. Proses pembungaan berlanjut sampai hampir semua spikelet pada malai mekar. Pembungaan terjadi sehari setelah heading. Pada umumnya, floret (kelopak bunga) membuka pada pagi hari. Semua spikelet pada malai membuka dalam 7 hari. Pada pembungaan, 3-5 daun masih aktif. Anakan pada tanaman padi ini telah dipisahkan pada saat dimulainya pembungaan dan dikelompokkan ke dalam anakan produktif dan nonproduktif. Fase reproduktif yang diawali dari inisiasi bunga sampai pembungaan (setelah putik dibuahi oleh serbuk sari) berlangsung sekitar 35 hari. Pemberian zat pengatur tumbuh atau penambahan hormon tanaman (pythohormon) berupa gibberlin (GA3) dan pemeliharaan tanaman dari serangan penyakit sangat diperlukan pada fase ini. Perbedaan lama periode fase reproduktif antara padi varietas genjah maupun yang berumur panjan tidak berbeda nyata. Ketersediaan air pada fase ini sangat diperlukan, terutama pada tahap terakhir diharapkan bisa tergenang 5 – 7 cm.
FASE PEMASAKAN / PEMATANGAN
1. Tahap matang susu ( Milk Grain Stage ) Tiga tahap akhir pertumbuhan tanaman padi merupakan fase pemasakan. Pada tahap ini, gabah mulai terisi dengan bahan serupa susu. Gabah mulai terisi dengan
larutan putih susu, dapat dikeluarkan dengan menekan/menjepit gabah di antara dua jari. Malai hijau dan mulai merunduk. Pelayuan (senescense) pada dasar anakan berlanjut. Daun bendera dan dua daun di bawahnya tetap hijau. Tahap ini paling disukai oleh walang sangit. Pada saat pengisian, ketersediaan air juga sangat diperlukan. Seperti halnya pada fase sebelumnya, pada fase ini diharapkan kondisi pertanaman tergenang 5 – 7 cm. 1. Tahap gabah ½ matang (dough grain stage) Pada tahap ini, isi gabah yang menyerupai susu berubah menjadi gumpalan lunak dan akhirnya mengeras. Gabah pada malai mulai menguning. Pelayuan (senescense) dari anakan dan daun di bagian dasar tanaman nampak semakin jelas. Pertanaman terlihat menguning. Seiring menguningnya malai, ujung dua daun terakhir pada setiap anakan mulai mengering. 2. Tahap gabah matang penuh (Mature Grain Stage) Setiap gabah matang, berkembang penuh, keras dan berwarna kuning. Tanaman padi pada tahap matang 90 – 100 % dari gabah isi berubah menjadi kuning dan keras. Daun bagian atas mengering dengan cepat (daun dari sebagian varietas ada yang tetap hijau). Sejumlah daun yang mati terakumulasi pada bagian dasar tanaman. Berbeda dengan tahap awal pemasakan, pada tahap ini air tidak diperlukan lagi, tanah dibiarkan pada kondisi kering. Periode pematangan, dari tahap masak susu hingga gabah matang penuh atau masak fisiologis berlangsung selama sekitar 35 hari. a. Teknik Budidaya Padi (Oryza sativa) adalah bahan baku pangan pokok yang vital bagi rakyat Indonesia. Menanam padi sawah sudah mendarah daging bagi sebagian besar petani di Indonesia. Mulanya kegiatan ini banyak diusahakan di pulau Jawa. Namun, saat ini hampir seluruh daerah di Indonesia sudah tidak asing lagi dengan kegiatan menanam padi di sawah.
Sistem penanaman padi di sawah biasanya didahului oleh pengolahan tanah secara sempurna seraya petani melakukan persemaian. Mula-mula sawah dibajak, pembajakan dapat dilakukan dengan mesin, kerbau atau melalui pencangkulan oleh manusia. Setelah dibajak, tanah dibiarkan selama 2-3 hari. Namun di beberapa tempat, tanah dapat dibiarkan sampai 15 hari. Selanjutnya tanah dilumpurkan dengan cara dibajak lagi untuk kedua kalinya atau bahkan ketiga kalinya 3-5 hari menjelang tanam. Setelah itu bibit hasil semaian ditanam dengan cara pengolahan sawah seperti di atas (yang sering disebut pengolahan tanah sempurna, intensif atau konvensional) banyak kelemahan yang timbul penggunaan air di sawah amatlah boros. Padahal ketersediaan air semakin terbatas. Selain itu pembajakan dan pelumpuran tanah yang biasa dilakukan oleh petani ternyata menyebabkan banyak butir-butir tanah halus dan unsur hara terbawa air irigasi. Hal ini kurang baik dari segi konservasi lingkungan. Padi merupakan tanaman yang membutuhkan air cukup banyak untuk hidupnya. Memang tanaman ini tergolong semi aquatis yang cocok ditanam di lokasi tergenang. Biasanya padi ditanam di sawah yang menyediakan kebutuhan air cukup untuk pertumbuhannya. Meskipun demikian, padi juga dapat diusahakan di lahan kering atau ladang. Istilahnya adalah padi gogo. Namun kebutuhan airnya harus terpenuhi. Oleh karena itu ada beberapa sistem budidaya yang dikenal di Indonesia, di antaranya: Bertanam Padi di sawah tadah hujan Dalam mengusahakan padi di sawah, soal yang terpenting adalah bidang tanah yang ditanami harus dapat: - Menanam air sehingga tanah itu dapat digenangi air. - Mudah memperoleh dan melepaskan air. Pematang atau galengan memegang peranan yang sangat penting, karena dalam sistem bertanam padi di sawah tadah hujan ini, pematang atau galengan ini harus kuat dan dirawat, karena bertanam padi di sawah tadah hujan memerlukan air, sehingga
dengan galengan-galengan sawah ini air dapat bertanam di petakan sawah. Dan padi dengan sistem penanaman tadah hujan ini tidak dapat ditanam pada tanah yang datar. Penggarapan bertanam padi di sawah tadah hujan ini digarap secara ―basahan‖ yaitu menunggu sampai musim hujan tiba dan dalam proses penanaman padi ini memakai bibit persemaian. Tetapi seringkali bibit sudah terlalu tua baru dapat ditanam karena jatuhnya hujan terlambat. Dalam penanaman padi sawah tadah hujan ini untuk menanam dan selama hidupnya membutuhkan air hujan cukup. Hal ini membawa resiko yang besar sekali karena musim hujan kadang datang terlambat, sementara padi sawah tadah hujan membutuhkan air hujan yang cukup. Maka seringkali terjadi puluhan ribu hektar tidak menghasilkan sama sekali atau hasilnya rendah akibat air hujan yang tidak mencukupi. Bertanam Padi Gogo Rancah (lahan kering) Dalam mengusahakan padi di lahan kering atau ladang atau biasa disebut padi gogo ini, relatif lebih mudah dibandingkan dengan padi sawah tadah hujan. Dalam sistem penggarapan padi di lahan kering atau ladang ini biasa dikerjakan sebelum musim penghujan tiba. Sementara dalam proses pembibitan atau penanamannya, padi gogo rancah ini tidak memerlukan persemaian, sehingga benih dapat langsung ditanam di sawah sebelum atau pada permulaan musim hujan sehingga tidak ada resiko bibit menjadi terlalu tua. Padi gogo rancah ini tidak banyak memerlukan air hujan, pada permulaan selama 30 atau 40 hari. Hidup padi ini keringan bahkan bila kebanyakan air hujan, maka air tersebut harus dibuang. Sesudah itu bilamana air hujan cukup, maka padi gogo rancah ini dapat dijadikan padi sawah biasa. Tetapi kalau tidak ada hujan, dapat hidup kekeringan, maka resiko mati sangat kecil. Bertanam Padi Sawah Tanpa Olah Tanah (TOT) Meskipun disebut bertanam padi sawah ini tanpa olah tanah tetapi tidak berarti bahwa tak ada persiapan sama sekali. Sistem ini masih merupakan bagian pengolahan tanah
konservasi yang melibatkan perbedaan mendasar dengan penanaman padi biasa. Pembajakan dan pencangkulan di dalam sistem TOT ini tidak ada dan dalam sistem TOT ini dilakukan penyemprotan herbisida terhadap sisa tanaman padi (singgang) atau gulma yang tumbuh. Secara umum kegiatan bertanam padi sawah tanpa olah tanah ini dapat diartikan sebagai penanaman padi di lahan sawah yang persiapan lahannya tanpa pengolahan tanah dan pelumpuran, tetapi cukup dengan bantuan herbisida dalam mengendalikan gulma dan singgangnya. Tanaman padi ini dapat tumbuh seperti pada lahan yang diolah biasa. Hal ini disebabkan karena singgang dan gulma yang membusuk akan melonggarkan tanah sehingga akar padi dapat berkembang dengan mudah dan tanaman padi dapat tumbuh seperti biasa. Bibit padi dari persemaian dapat langsung ditanam pada tanah tanpa olah yang sudah lunak karena digenang terlebih dahulu. Dapat juga benih ditebarkan langsung (tabela) atau ditabur dalam air yang sudah disediakan. Keuntungan menanam padi dengan sistem Tanpa Olah Tanam (TOT) adalah kualitas pertumbuhan tanaman dan hasil panen tidak berbeda dengan penanaman padi biasa, menghemat biaya persiapan lahan 40% yang juga mengurangi biaya produksi., menghemat waktu musim tanam sampai 1 bulan, artinya jumlah penanaman dalam satu tahun air ditingkatkan, mengurangi pemakaian air lebih dari 20%, mempermudah kemungkinan penanaman secara serempak sehingga konsep pengendalian hama terpadu (PHT) padi sawah dapat diterapkan dan baik, melestarikan kesuburan tanah, mengurani pencucian unsur hara dan jumlah sendimen terangkut, mengurangi pencemaran perairan dan pendangkalan saluran air atau sungai, mengurangi emisi metan sampai 40%, memungkinkan peningkatan luas sawah garapan, memberikan keuntungan bagi petani yang berarti membantu meningkatkan kualitas hidupnya (Gardner et al., 1991). Kendala-kendala yang Dihadapi dalam Bertanam Padi Air
Air diperlukan untuk pengolahan dan dalam penanaman padi di sawah adakalanya perlu pengaturan air secara baik. Saat tertentu air dimasukkan, tetapi saat lainnya air justru perlu ditambah. Pengaliran air secara terus menerus dari satu petakan ke petakan lain atau penggenangan dalam petakan sawah secara terus-menerus selain boros air juga berakibat kurang baik terhadap pertumbuhan tanaman. Tetapi sebaliknya itu pengairan terlalu sedikit biasanya gulma akan tumbuh pesat dan produksi padi akan berkurang dan pemasukan air sangat penting pada masa-masa berikut: Awal tanam Seperti yang sudah dilakukan pada saat penanaman, air diberikan setinggi 2-5cm dan permukaan tanah. Pembentukan anakan (pertunasan) Dalam masa ini air dipertahankan setinggi 3-5 cm pemberian air lebih dari 5cm dapat menghambat pembenihan anakan (tunas). Pembentukan tunas bulir (primordia) atau tanaman padi bunling Air sangat dibutuhkan pada pembentukan calon. Calon bulir ini air dimasukkan setinggi 10 cm. Kekurangan air pada saat pembentukan akan mengakibatkan pembentukan anak (tunas) karena kekurangan air dapat menghambat pembentukan malai, pembuahan dan pembuangan yang dapat berakibat fatal yakni bulir padi yang dihasilkan hampa. Pembungaan Pada masa ini kebutuhan air mencapai puncaknya. Muka air dijaga setinggi 5-10 cm akibat kekurangan air juga dapat menyebabkan hampanya bulir padi tetapi bila tanaman padi telah mengeluarkan bunga, petakan untuk beberapa saat perlu dikeringkan agar terjadi pembungaan yang serempak. Air yang diberikan dalam jumlah cukup sebenarnya bermanfaat juga untuk mencegah pertumbuhan gulma,
menghalau wereng yang bersembunyi di batang padi sehingga lebih mudah disemprot dengan pestisida, serta mengurangi serangan tikus-tikus .(Kasim, 2004). Pengeluaran air Ada saat-saat tanaman padi tak perlu diberikan air, untuk itu petakan sawah dikeringkan pada waktu-waktu berikut: 1. Sebelum tanaman bunting Gunanya untuk mencegah anakan tanaman tidak mengeluarkan bulir. 2. Awal pembungaan Gunanya untuk membuat tanaman berbunga serempak. 3. Awal pemasakan biji Air perlu dikeringkan saat ini untuk menyeragamkan dan mempercepat pematangan padi. Tindakan pengeringan ini juga bermanfaat untuk memperbaiki aerosi tanah, memacu pertumbuhan anakan merangsang pembuangan dan mengurangi terjadinya serangan busuk akar . (Kasim, 2004). 4. Pemupukan Pada penanaman padi di sawah, dosis pemupukan pada sawah tergantung pada jenis tanah, sejarah pemupukan dan varietas padi yang ditanam pada lokasi tersebut. Tetapi kendala pemupukan biasanya dialami petani karena petani biasanya pupuk diberikan pada dosis yang tidak sesuai. Pupuk diberikan 2 atau 3 kali selama musim tanam. Pupuk adalah bahan yang mengandung unsur-unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman dan unsur yang paling penting dan harus tersedia adalah unsur N.P.K. Dosis pemupukan urea biasanya diberikan sepertiga bagian pada pemupukan pertama dan kedua pertiga bagian pada pemupukan kedua. Pupuk TSP dab KC biasanya diberikan sekaligus bersamaan dengan pemupukan urea pertama. Sewaktu melakukan pemupukan sebaiknya saluran pemasukan dan pembuangan air
ditutup terlebih dahulu. Petakan sawah berada dalam kondisi berair, pupuk disebar merata pada permukaan tahan. Hati-hati sewaktu menyebar pupuk agar tidak mengenai daun tanaman karena dapat mengakibatkan daun terbakar (Kasim, 2004). 5. Pengendalian hama dan penyakit Hama penyakit padi sawah biasanya rentan terhadap serangan hama dan penyakit di dalam tanaman padi sawah ada beberapa hama dan penyakit yang sering menyerang tanaman padi dan hama yang cukup mengganggu antara lain walang sangit, ganjur, penggerek padi, wereng, tikus dan burung. Adapun penyakit yang sering menyerang tanaman padi adalah hawar daun, bercak bakteri, hawar pelepah, busuk batang, bercak cokelat, blasi, tungro, kerdil hampa dan kerdil rumput. Dahulu petani sering melakukan tindakan gampang untuk memberantas hama dan penyakit yaitu dengan penyemprotan pestisida. Namun cara ini tidak dianjurkan karena pestisida dapat mencemari air irigasi atau sumber air di sekitarnya dan banyak jensi hama dan penyakit yang rentan atau tak mempan lagi disemprot. Pengendalian hama dan penyakit (PHT) merupakan sistem pengelolaan populasi hama dengan menggunakan seluruh teknik yang cocok dalam suatu cara yang terpadu untuk mengurangi populasi hama dan penyakit serta mempertahankannya pada tingkat di bawah jumlah yang dapat menimbulkan kerugian (Aak, Norman. 1992) 6. Panen Bagi petani panen padi merupakan soal yang paling dinanti-nanti. Panen merupakan saat petani merasakan keberhasilan dari jerih payah menanam dan merawat tanaman. 7.
Saat panen Padi perlu dipanen pada saat yang tepat untuk mencegah kemungkinan mendapatkan gabah berkualitas rendah yang masih banyak mengandung butir
hijau dan butir kapur. Padi yang dipanen mudah jika digiling akan menghasilkan beras pecah. Saat panen padi dapat dipengaruhi oleh musim tanam. Pemeliharaan tanaman dan pertumbuhan, serta tergantung pula pada jenisnya. Secara umum padi dipanen saat berumur 80-110 hari apabila tanaman padi menunjukkan ciri-ciri berikut berarti tanaman sudah siap dipanen adalah bulir-bulir padi dan daun bendera sudah menguning, tangkai menunduk karena sarat menanggung butir-butir padi atau gabah yang bertambah berat, butir padi bila ditekan terasa keras dan berisi, jiak dikupas tidak berwarna kehijauan atau putih agak lembek seperti kapur. 8. Cara panen Alat panen yang tepat penting agar panen menjadi mudah dilakukan biasanya padi dipanen dengan ani-ani atau sabit. Ani-ani umumnya digunakan untuk memanen jenis padi yang sulit rontok sehingga dipanen beserta tangkainya, contohnya jenis padi bulu. Namun, alat ini tidak cocok digunakan untuk penanaman padi sawah. Sabit digunakan untuk memanen padi yang mudah rontok, misalnya padi coreh. Namun, karena alat ini dapat memungut hasil lebih cepat serta lebih gampang memotong batang padi maka alat ini kini lebih banyak digunakan untuk panen. 9. Perontokan Perontokan dapat dilakukan dengan menggunakan mesin perintih tresher, atau menggunakan perontok kaki pedal tresher. Selain itu perontokkan secara sederhana dapat dilakukan dengan memukulkan batangan padi ke kayu atau ―kotak gebuk‖ dimana sebelumnya dihamparkan plastik untuk menampung butir padi yang berhamburan. 10. Pengeringan Tujuan utama pengeringan ialah untuk menurunkan kadar air gabah dapat tahan lama disimpan. Selain itu gabah yang masih basah sulit diproses menjadi beras dengan baik. Bulir- bulir gabah daapt dijemur dengan cara dihamparkan di atas lantai semen yang bersih dapat pula dihamparkan di atas
plastik. Dalam cuaca panas, sinar matahari mampu mengeringkan gabah dalam waktu 2-3 hari. 11. Pemisahan kulit gabah Tahap terakhir usaha bertanam padi ialah menghasilkan beras yang dapat ditanak menjadi nasi sebagai makanan pokok. Mula-mula gabah yang sudah dikeringkan perlu dipisahkan dengan gabah hampa atau kotoran yang mungkin terbawa selama perontokan atau pengeringan, caranya dapat dengan ditampi. Pemisahan kulit gabah dapat dilakukan dengan huller atau mesin, cara ini praktis dan cepat. Namun untuk daerah yang tidak memiliki huller, pemisahan dapat dilakukan dengan penumbuhan padi menggunakan alu dan lumpang. 12. Sentra Produksi Pada tanaman padi sawah ini sangat luas daerah sentra produksinya diantaranya di daerah Jawa dan Sumatera. Hal ini karena padi adalah bahan dasar untuk beras dan nasi yang merupakan bahan makanan utama masyarakat Indonesia yang mengandung karbohidrat tinggi walaupun tidak semua daerah makanan pokoknya berupa beras atau nasi (Darwis, 1979). 2.5 Hubungan Perlakuan yang digunakan dengan Komoditas Legowo menurut bahasa jawa berasal dari kata ―Lego‖ yang berarti luas dan ―dowo‖ yang berarti panjang. Menurut beberapa informasi yang saya peroleh cara tanam ini pertama kali diperkenalkan oleh Bapak Legowo kepala dinas pertanian kabupaten Banjar Negara. Pada prinsipnya sistem tanam jajar legowo adalah meningkatkan populasi dengan cara mengatur jarak tanam. Selain itu sistem tanam tersebut juga memanipulasi lokasi tanaman sehingga seolah-olah tanaman padi dibuat menjadi taping (tanaman pinggir) lebih banyak. Seperti kita ketahui tanaman padi yang berada dipinggir akan menghasilkan produksi lebih tinggi dan kualitas gabah yang lebih baik
hal ini disebabkan karena tanaman tepi akan mendapatkan sinar matahari yang lebih banyak. Ada beberapa tipe sistem tanam jajar legowo: 1.
Jajar legowo 2:1. Setiap dua baris diselingi satu barisan kosong dengan lebar dua kali jarak dalam barisan. Namun jarak tanam dalam barisan yang memanjang dipersempit menjadi setengah jarak tanam dalam barisan.
2.
Jajar legowo 3:1. Setiap tiga baris tanaman padi diselingi satu barisan kosong dengan lebar dua kali jarak dalam barisan. Jarak tanam tanaman padi yang dipinggir dirapatkan dua kali dengan jarak tanam yang ditengah.
3.
Jajar legowo 4:1. Setiap tiga baris tanaman padi diselingi satu barisan kosong dengan lebar dua kali jarak dalam barisan. Demikian seterusnya. Jarak tanam yang dipinggir setengah dari jarak tanam yang ditengah. Cara tanam padi jajar legowo merupakan salah satu teknik produksi yang
memungkinkan tanaman padi dapat menghasilkan produksi yang cukup tinggi serta memberikan kemudahan dalam aplikasi pupuk dan pengendalian organisme pengganggu tanaman. Padi yang merupakan tanaman pangan utama penduduk, sebagian besar diproduksi di lahan sawah. Belum optimalnya produktivitas padi lahan sawah antara lain karena serangan hama, penyakit dan gulma. Melalui perbaikan cara tanam padi dengan sitem jajar legowo diharapkan selain dapat meningkatkan produksi, pengendalian organisme pengganggu dan pemupukan mudah dilakukan. Persemaian langsung dibuat di lahan sawah dengan kebutuhan benih ± 34 – 45 kg per hektar. Bibit siap tanam dicabut lalu akarnya dibersihkan dari tanah-tanah yang melekat dengan menggunakan air. Selanjutnya, sebagian daun bibit dipotong dan dibagi per ikatan untuk ditanam. Umur bibit yang siap ditanam adalah 18—25 hari
setelah semai. Satu lubang tanam berisi 3 bibit tanaman. Bibit ditanam ―dalam‖, ± 5 cm (kadang ada yang lebih). Dalam teknik budidayanya, lahan digenangi air sampai setinggi 5—7 cm di atas permukaan tanah secara terus menerus. Menggunakan pupuk Urea,SP36, dan KCl. Hanya bertujuan membuang gulma.
BAB III BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Jadwal praktikum lapang Teknologi Produksi Tanaman untuk kelas Agribisnis I dilaksanakan pada : Hari pelaksanaan
: Rabu
Waktu Pelaksanaan
: 13.30 – selesai
Tempat pelaksanaan : Lahan praktikum Kepuharjo – Malang
3.2
Alat dan Bahan
Pada praktikum ini digunakan beberapa alat yang digunakan untuk mendukung kegiatan tersebut, antara lain yaitu: a. Kayu ukur digunakan untuk memudahkan dalam mengukur jarak tanam bibit saat akan ditanam. b. Meteran digunakan untuk mengukur pertumbuhan tinggi tanaman. c. Pensil digunakan untuk mencatat perkembangan tanaman. d. Cangkul digunakan untuk mengatur irigasi lahan. Pada praktikum ini digunakan beberapa alat yang digunakan untuk mendukung kegiatan tersebut, antara lain yaitu: a. Bibit padi adalah sebagai bahan tanam pada sistem penanaman tersebut. b. Air sebagai bahan yang dibutuhkan tanaman dalam masa pertumbuhan.
3.3 Cara Kerja
Memilih tempat persemaian Mengerjakan tanah untuk persemaian Penaburan biji Pemeliharaan persemaian
PENGOLAHAN TANAH
Pembersihan lahan Pencangkulan tanah Pembajakan lahan penggahuran
PENANAMAN
Pemilihan bibit Pengaturan jarak tanam (4:1)
PEMBIBITAN
PROSES PENANAMAN PADI
PEMELIHARAAN
Pengairan Penyiangan dan penyulaman Pemupukan Pemberantasan hama dan penyakit
3.4 Parameter Pengamatan Tinggi Tanaman Padi Minggu ke 1
Pertumbuhan tanaman padi pada minggu pertama setelah tanam, dapat terlihat bahwa dari sepuluh sample tanaman masih dibawah 35 cm. Hal tersebut belum memperlihatkan perubahan yang signifikan. Hal tersebut sesuai dengan tanaman padi lainnya yang ditanam dengan sistem jajarlegowo.
Tinggi Padi Minggu ke 2
Pertumbuhan tanaman padi pada minggu kedua setelah tanam, dapat terlihat bahwa dari sepuluh sample mengalami peningkatan. Sudah mulai memperlihatkan pertumuhan yang signifikan. Karena kebutuhan akan air dan nutrisi sudah terpenuhi. Dapat terlihat, dari ke-10 sample yang ada, tanaman paling tinggi adalah tanaman ke-10 dan yang paling pendek adalah ke-8. Hal ini menunjukkan adanya kompetisi dalam memperebutkan unsur hara. Tinggi Padi Minggu ke 3
Pertumbuhan tanaman padi pada minggu ketiga setelah tanam, dapat terlihat bahwa dari sepuluh sample mengalami penurunan. Hal tersebut dapat terjadi karena kondisi lahan yang ditumbuhi gulma, sehingga kompetisi dalam memperebutkkan unsur hara pun terjadi. Tinggi Padi Minggu ke 4
Pertumbuhan tanaman padi pada minggu ketiga setelah tanam, dapat terlihat bahwa dari sepuluh sample mengalami penurunan. Hal tersebut dapat terjadi karena kondisi lahan yang ditumbuhi gulma, sehingga kompetisi dalam memperebutkkan unsur hara pun terjadi. Tinggi Padi Minggu ke 5 72 70 68 66 64 62 60
0 60 70
Pertumbuhan tanaman padi pada minggu ketiga setelah tanam, dapat terlihat bahwa dari sepuluh sample mengalami perubahan yang signifikan. Dapat diketahui bahwa dari ke-10 sample tanaman tersebut bila dibandingkan dengan minggu lalu terjadi penurunan. Terutama pada tanaman 1, 3, 4, 6, 7, 8, 9, dan k-10. Anakan Padi Minggu ke 1
Jumlah anakan padi pada minggu pertama masih terlihat baik. Walupun pada tanaman ke-2 tidak menunjukkan perkembangan anakan yang baik. Dan pada tanaman ke-5 jumlah anakan mencapai 18, menunjukkan bahwa perkembangan tanaman tersebut baik. Dengan melihat jumlah anakan, kita dapat mengtahui perkembangan tanaman tersebut, apakah sudah cukup terpenuhi nutrisinya ataukah belum. Dan ketersediaan air yang ada.
Anakan Padi Minggu ke 2
Jumlah anakan padi pada minggu kedua sangat baik. Walaupun pada tanaman ke-7, ke-8, dan ke-9 jumlah anakan tidak sebanyak tanaman lainnya. Hal ini menunjukkan kurangnya nutrisi pada tanaman tersebut sehingga menyebabkan perbedaan. kemudian faktor gulma yang tumbuh di sekitar tanaman tersebut pun dapat menjadi penyebab.
Anakan Minggu ke 3 35 30 25 20 15 10 5 0
Jumlah anakan padi pada minggu ketiga sangat baik. Bila dibandingkan dengan minggu kedua, pada minggu ketiga ini, jumlah nakan bertambah. Seperti pada tanaman ke-7, ke-8, ke-9, jumlah anakan meningkat.
0 10 20
Anakan Minggu ke 4
Perkembangan jumlah nakan pada minggu ke-4 sangat baik. Hal tersebut diukur bedasarkan hasil pengamatan sebelumnya yang menunjukkan bahwa jumlah ankan yang semula paling banyak 29, pada minggu ke-empat ini berkembang menjadi 40 anakan lebih. Anakan Minggu ke 5
Jumlah anakan padi pada minggu kelima mengalami penurunan. Hal tersebut disebabkan karena ada aspek penyakit yang muncul pada tanaman sehingga menyebabkan jumlah anakan berkurang..
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil 4.1.1 Data Hasil Pengamatan Tinggi Tanaman Tabel 1. Tinggi Tanaman Padi Jajar Legowo 25 x 25 (4:1) Data Hasil Pengamatan Tinggi Tanaman Kelompok Padi Jajar Legowo Rabu, 30 Kamis, 07 Kamis, 14 Oct 2013 Nov 2013 nov 2013
Tanaman Sampel
Kamis, 17 oct 2013
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
26 25 29 28 28 32 26,5 22,5 25,5 29
33 35 35 41 32 34 29,5 22,5 36 49
47 53 49 47 51 43 49 37 41 43
Rata-Rata
27,15
34,7
46
Kamis, 21 nov 2013
Kamis, 28 nov 2013
53 56 59 60 64 61 60 49 53 57
65 71 67 68 70 66 71 64 65 64
67 75 70 70 72 68 75 67 68 68
57,2
67,1
70
Tabel2.TinggiTanamanPadiKonvensional 20 x 20
Tanaman Sampel
Kamis, 17 oct 2013
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Rata-Rata
21 20 30 30 28 28 31 31 25 28 27,2
Data Hasil Pengamatan Tinggi Tanaman Kelompok PadiKonvensional 20 x 20 Rabu, 30 Kamis, 07 Kamis, 14 Oct 2013 Nov 2013 nov 2013 24 33 35 40 40 40 39 40 33 35 35,9
31 40 40 42 45 44 45 50 39 47 42,3
41 60 56 67 60 54 50 59 58 65 57
Kamis, 21 nov 2013
Kamis, 28 Nov 2013
47 65 73 61 71 65 63 60 64 67 63,6
32 41 41 50 46 45 46 52 41 50 44,4
Kamis, 21 nov 2013
Kamis, 28 Nov 2013
58 56,5 65 67,5 55 62 63,5 53 69 70 61,95
75 72 74 77 68 73 73 65 73 79 72,9
Tabel3.Tinggi Tanaman SRI Jajar Legowo 4:1
Tanaman Sampel
Kamis, 17 oct 2013
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Rata-Rata
25 26 26,5 26 22 32 26 20 23 28 25,45
Data Hasil Pengamatan Tinggi Tanaman Kelompok Padi SRI Jajar Legowo 4:1 Rabu, 30 Kamis, 07 Kamis, 14 Oct 2013 Nov 2013 nov 2013 36 31 34 36,5 30,5 37 34,5 32 31,5 32 33,5
43,5 38 41 43 39,5 45 48 44 40 42 42,4
49 43 53 56 48 51 53 47 59 62 52,1
Tabel4.TinggiTanamanPadiSRI Jajar Legowo 30 x 30 (2:1)
Tanaman Sampel
Kamis, 17 oct 2013
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Rata-Rata
29 30 31 27 34 28 28 21 29 31 28,8
Data Hasil Pengamatan Tinggi Tanaman Kelompok Padi SRI Jajar Legowo 30 x 30 (2:1) Rabu, 30 Kamis, 07 Kamis, 14 Kamis, 21 Oct 2013 Nov 2013 nov 2013 nov 2013 38 34 34 34 38 38 36 35 38 40 36,5
43 45 48 46 42 46 45 43 44 42 44,4
Grafik 1. Tinggi Rata-Rata Tanaman Padi
58 57 61 58 56 59 57 58 58 56 57,8
68 67 71 69 67 70 68 69 69 68 68,6
Kamis, 28 Nov 2013 74 73 77 74 73 80 73 74 74 73 74,5
4.1.2 Data Hasil Pengamatan Jumlah Daun Tanaman Tabel 1. Jumlah Daun Tanaman Padi Jajar Legowo 25 x 25 (4:1) Data Hasil Pengamatan Jumlah Daun Kelompok PadiJajar Legowo 25 x 25 (4:1) Tanaman Sampel
Kamis, 17 oct 2013
Rabu, 30 Oct 2013
Kamis, 07 Nov 2013
Kamis, 14 nov 2013
Kamis, 21 nov 2013
Kamis, 28 nov 2013
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
27 5 29 11 33 21 19 11 7 19
49 51 31 43 25 45 7 11 15 29
41 49 53 55 29 49 37 33 29 31
71 43 65 87 59 65 59 45 63 57
70 70 63 57 85 91 57 55 47 53
63 63 70 49 63 70 57 55 63 57
Rata-Rata
18,2
30,6
40,6
61,4
64,8
61
Tabel 2.JumlahDaunTanamanPadiKonvensional 20 x 20 Data Hasil Pengamatan Jumlah Daun Kelompok Padi Konvensional 20 x 20 Rabu, 30 Kamis, 07 Kamis, 14 Oct 2013 Nov 2013 nov 2013
Tanaman Sampel
Kamis, 17 oct 2013
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
20 15 17 19 11 14 11 25 12 11
22 18 22 30 34 35 33 31 20 47
25 20 28 39 44 44 50 40 22 50
Rata-Rata
15,5
29,2
36,2
Kamis, 21 nov 2013
Kamis, 28 Nov 2013
28 23 41 43 57 59 54 45 43 55
41 31 40 50 62 64 57 55 48 61
48 40 49 55 71 72 66 64 56 68
44,8
50,9
58,9
Tabel 3.Jumlah Daun Tanaman SRI Jajar Legowo 4:1 Data Hasil Pengamatan Jumlah Daun Kelompok Padi SRI Jajar Legowo 4:1 Rabu, 30 Kamis, 07 Kamis, 14 Oct 2013 Nov 2013 nov 2013
Tanaman Sampel
Kamis, 17 oct 2013
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
49 34 38 31 16 24 36 19 24 21
74 52 69 57 48 65 67 49 53 50
90 74 96 92 70 93 94 98 81 95
Rata-Rata
29,2
58,4
88,3
Kamis, 21 nov 2013
Kamis, 28 Nov 2013
125 188 150 134 146 97 158 138 126 212
178 235 189 173 183 138 198 185 169 245
234 257 208 198 215 167 228 206 193 267
147,4
189,3
217,3
Tabel 4. Jumlah Daun Tanaman Padi SRI JajarLegowo 30 x 30 (2:1) Data Hasil Pengamatan Jumlah Daun Kelompok Padi SRI Jajar Legowo 30 x 30 (2:1) Rabu, 30 Kamis, 07 Kamis, 14 Kamis, 21 Oct 2013 Nov 2013 nov 2013 nov 2013
Tanaman Sampel
Kamis, 17 oct 2013
Kamis, 28Nov 2013
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Rata-Rata
31
72
93
115
135
178
28
60
94
127
147
180
38
71
90
130
150
182
26
62
98
120
141
171
31
66
99
123
143
174
32
56
109
140
160
180
24
54
92
122
162
182
32
69
110
127
167
187
40
64
105
130
150
178
36
64
95
121
141
181
31,8
63,8
98,5
125,5
149,6
179,3
Grafik 2. Jumlah Rata-Rata DaunTanamanPadi
4.1.3 Data Hasil Pengamatan Jumlah Anakan Tabel 1. Jumlah Anakan Tanaman Padi Jajar Legowo 25 x 25 (4:1) Data Hasil Pengamatan Jumlah Anakan Kelompok PadiJajar Legowo 25 x 25 (4:1) Tanaman Sampel
Kamis, 17 oct 2013
Rabu, 30 Oct 2013
Kamis, 07 Nov 2013
Kamis, 14 nov 2013
Kamis, 21 nov 2013
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Rata-Rata
15 4 16 7 18 12 11 7 5 11 10,6
26 27 17 23 14 24 5 7 9 16 16,8
22 26 28 29 16 26 20 18 16 17 21,8
37 23 34 45 31 34 31 24 33 30 32,2
24 24 33 30 29 31 30 29 25 28 28,3
Kamis, 28 nov 2013 33 33 24 26 33 24 30 29 24 30 28,6
Tabel 2.Jumlah Anakan Tanaman Padi Konvensional 20 x 20 Data Hasil Pengamatan Jumlah Daun Kelompok Padi Konvensional 20 x 20 Rabu, 30 Kamis, 07 Kamis, 14 Oct 2013 Nov 2013 nov 2013
Tanaman Sampel
Kamis, 17 oct 2013
Kamis, 21 nov 2013
Kamis, 28Nov 2013
1
6
7
18
22
26
20
2
8
39
60
69
72
60
3
16
17
25
41
46
26
4
16
27
36
40
44
38
5
8
44
47
53
59
47
6
8
30
47
56
61
48
7
11
32
41
45
51
42
8
8
31
51
60
63
51
9
9
17
19
59
67
20
10 Rata-Rata
22
28
39
51
61
38
11,2
27,2
38,3
49,6
55
39
Tabel 3. Jumlah Anakan Tanaman SRI Jajar Legowo 4:1 Data Hasil Pengamatan Jumlah Daun Kelompok Padi SRI Jajar Legowo 4:1 Tanaman Sampel
Kamis, 17 oct 2013
Rabu, 30 Oct 2013
Kamis, 07 Nov 2013
Kamis, 14 nov 2013
Kamis, 21 nov 2013
1
9
15
27
35
43
Kamis, 28Nov 2013 43
2
10
14
26
36
45
45
3
9
12
29
38
48
48
4
8
11
26
32
46
46
5
5
13
20
31
34
35
6
7
10
22
30
31
37
7
13
17
22
35
48
49
8
4
12
19
30
42
42
9
4
16
23
34
45
45
10 Rata-Rata
5
17
25
36
47
47
7,4
13,7
23,9
33,7
42,9
43,7
Tabel 4. Jumlah Anakan Tanaman Padi SRI JajarLegowo 30 x 30 (2:1)
Data Hasil Pengamatan Jumlah Daun Kelompok Padi SRI JajarLegowo 30 x 30 (2:1) Rabu, 30 Kamis, 07 Kamis, 14 Kamis, 21 Oct 2013 Nov 2013 nov 2013 nov 2013
Tanaman Sampel
Kamis, 17 oct 2013
1
15
23
42
58
69
72
2
12
20
48
62
70
78
3
17
26
42
58
68
72
4
12
27
41
57
67
70
5
14
28
38
54
65
69
6
13
18
41
57
67
71
7
6
20
40
55
65
70
8
14
22
48
62
63
78
9
17
19
43
59
69
74
10 Rata-Rata
10
24
39
55
67
77
13
22,7
42,2
57,7
67
73,1
Grafik 3. Jumlah Rata-Rata AnakanTanamanPadi
Kamis, 28Nov 2013
4.2 Pembahasan 4.2.1 Pembahasan Parameter Tinggi Tanaman Berdasarkan data yang ada, perkembangan tinggi tanaman yang terlihat stabil adalah jajar legowo. Dalam hal ini, peningkatan pertumbuhan tinggi tanaman berbentuk landai. Bila dibandingkan terhadap sistem penanaman SRI Jajarlegowo 2:1 yaitu meningkat pesat. Begitu pula terhadap sistem penanaman SRI Jajarlegowo 4:1 meningkat teratur. Berbeda dengan perbandingan tinggi tanaman sistem konvensional dimana terjadi penurunan perkembangan tinggi pada 3 minggu terakhir. Hal tersebut dapat terjadi karena pada dasarnya sistem tanam legowo adalah salah satu upaya untuk meningkatkan produksi padi sawah dengan jalan menata populasi tanaman menjadilebih tinggi 20-25 % dibandingkan dengan sistem tanam biasa. Sehingga nutrisi yang dibutuhkan setiap tanaman dapat tercukupi untuk sistem penanaman ini. Jika sistem tanam biasa yang dilakukan petani jarak tanam 20 x 20 cm atau 25 x 25 cm populasi tanam per ha hanya 200.000- 250.000. Sedangkan dengan sistem tanam legowo 2:1 populasi tanam per ha mencapai 333.250 rumpun, legowo 4:1 sebanyak 300.000 rumpun dan legowo 6:1 menjadi 285.000 rumpun per ha. (Syamsiah et al., 2004.) Selain
itu,
sistem
tanam
legowo
juga
lebih
memudahkan
dalam
melakukanpemeliharaan tanaman karena terdapatnya ruang ruang kosong diantara 2, 4, 6 dan 8 baris tanaman. (Suriapermana,1994)
4.2.2 Pembahasan Parameter Jumlah Daun Berdasarkan
pengamatan
data
jumlah
daun
pada
sistem
jajarlogowo,
perkembangannya semakin banyak. Dan pada sistem penanaman tersebut, jumlah daun pada minggu ke-7 mencapai 200 helai. Sedangkan bila dibandingkan SRI jajarlegowo 4:1 perkembangan daun hingga minggu ke-4 mengalami peningkatan tetapi tidak signifikan, kemudian setelah minggu ke-4 perkembangan jumlah daun tersebut melonjak tinggi hingga mecapai lebih dari 200 helai.
Peningkatan populasi tanaman dan sistem tanam jajar legowo berpengaruh positif terhadap nilai-nilai komponen hasil dan hasil varietas lokal padi seratus hari. Banyak lorong yang terdapat pada sistem tanam legowo mengakibat intensitas sinar surya yang sampai kepermukaan daun lebih banyak, terutama pada bagian pinggir lorong. Secara fisiologis laju serapan hara oleh akar tanaman cendrung meningkat dengan meningkatnya intensitas sinar surya yang diterima tanaman. Intensitas sinar surya selama pertumbuhan tanaman sangat berpengaruh terhadap pembentukan dan pengisian gabah. (Fagi and De Datta, 1989) Berbeda halnya dengan sistem penanaman padi SRI, dimana perkembangan jumlah daun meningkat secara teratur . Tetapi tidak sebanyak pada sistem penanaman jajarlegowo dan SR Jajarlegowo. Kemudian bila dibandingkan dengan sistem konvensional 20 x20, jumlah daun tidak sebanyak pada sistem penanaman lainnya. Dari 4 perlakukan sistem penanaman yang berbeda, dapat diketahui bahwa sistem penanaman padi SRI Jajarlegowo 4:1 memberikan hasil jumlah daun yang sangat baik (ditunjau dari grafik perkembangan). Hal tersebut dikarenakan laju serapan hara oleh akar tanaman cendrung meningkat dengan meningkatnya intensitas sinar surya yang diterima tanaman. Intensitas sinar surya selama pertumbuhan tanaman sangat berpengaruh terhadap pembentukan dan pengisian gabah. 4.2.3 Pembahasan Parameter Jumlah Anakan Berdasarkan data rata-rata anakan yang telah dibandingkan dengan keempat perlakuan, perlakuan pada Jajar legowo awalnya dia akan stabil, malah bertambah, tetapi pada minggu ke 5, anakannya menurun dan stabil kembali pada minggu ke 6. Pada perlakuan konvensional, hampir sama seperti perlakuan Jajar legowo, pada minggu awal hingga minggu menengah hasil anakannya terus meningkat. Tetapi pada minggu terakhir anakan padi menurun. Metode penanaman SRI diperoleh hasil yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan sistem konvensional. Seperti yang tilhita pada grafik Peningkatan produksi/produktivitas pada umumnya terjadi karena jumlah anakan padi lebih banyak. Melalui paket teknologi yang digunakan pada dasarnya memungkinkan terbentuknya anakan yang lebih banyak
daripada sistem konvensional. Jumlah anakan pada metode SRI berkisar hampir mencapai 72 anakan/rumpun sedangkan pola konvensional hanya mencapai 53 anakan/rumpun. Dengan anakan yang cukup banyak, menyebabkan anakan produktif yang terbentuk juga cukup tinggi sehingga sangat memungkinkan hasil gabah lebih tinggi. Hampir semua jenis padi yang ditanam memberikan peningkatan produksi terutama bagi petani yang telah melakukan pola SRI lebih dari dua kali tanam. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data bahwa hasil padi yang diperoleh dengan metode SRI rata-rata berkisar 7-8 ton/ha pada MT 1 dan 10-11 ton/ha pada MT2, sementara bila diusahakan secara konvensional diperoleh hasil gabah rata-rata antara 4-5 ton/ha. (Hasan Basri , 1994)
Berbeda dengan perlakuan SRI jajar legowo 4:1. Anakan padi terus meningkat pesat dan hasil anakannya banyak tetapi tidak sepesat jajar legowo dan konvensional. Terkhusus pada penanaman konvensional mengalami penurunan pertumbuhan. Hal tersebut dapat terjadi karena fase pertumbuhan padi telah memasuki generatif. Metode penanaman Jajarlegowo bila dipadukan dengan SRI dapat menghasilkan jumlah anakan yang maksimal (seperti yang tertera pada grafik). Kemudian bila digabungkan dengan sistem jarak yang tepat yaitu 2:1. Perlakuan menggunakan sistem SRI terbukti lebih efektif dibanding sistem tanam biasa.
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Jajar legowo merupakan sistem tanaman padi yang paling stabil, hal ini di buktikan dengan adanya data yang ada. Berdasarkan data yang diperoleh tanaman padi SRI jajar legowo dengan perlakuan 2:1 lebih baik peningkatan pertumbuhannya dibandingkan dengan SRI biasa. Hal tersebut dapat terjadi karena pada dasarnya sistem tanam legowo adalah salah satu upaya untuk meningkatkan produksi padi sawah dengan jalan menata populasi tanaman menjadi lebih tinggi 20-25 % dibandingkan dengan sistem tanam biasa. Sehingga nutrisi yang dibutuhkan setiap tanaman dapat tercukupi untuk sistem penanaman ini. Jika sistem tanam biasa yang dilakukan petani jarak tanam 20 x 20 cm atau 25 x 25 cm populasi tanam per ha hanya 200.000- 250.000. Sedangkan dengan sistem tanam legowo 2:1 populasi tanam per ha mencapai 333.250 rumpun, legowo 4:1 sebanyak 300.000 rumpun dan legowo 6:1 menjadi 285.000 rumpun per ha (Syamsiah et al., 2004.). Selain itu, sistem tanam legowo juga lebih memudahkan dalam melakukan pemeliharaan tanaman karena terdapatnya ruang ruang kosong diantara 2, 4, 6 dan 8 baris tanaman. Dari ke-4 perlakuan sistem penanaman padi, yang paling baik menurut kelompok kami adalah sistem penanaman SRI. Dan yang paling baik adalah sistem penanaman SRI Jajarlegowo.
Sedangkan
pada sistem
penanaman
padi
konvensional
mengalami
pertumbuhan yang fluktuatif dan mengalami penurunan. Karena fase pertumbuhan padi telah memasuki generatif. 5.2 Saran 1. Saran untuk Asisten Lapang Pemberitahuan mengenai praktikum dan mengenai laporan lapang alangkah baiknya bila diinformasikan secara menyeluruh sehingga tidak terjadi miss comunication. 2.Saran untuk Asisten Kelas
Cara penyampaian materi dikelas tolong jangan buru-buru, karena sulit untukdimengerti. 3. Saran untuk TPT kedepan Semoga praktikum kedepannya lebih efektif dan efisien, jangan terlalu memberatkan praktikannya.
BAB I TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Definisi Intensitas Penyakit + 2 Metode perhitungan intensitas penyakit A. Definisi Intensitas Penyakit Penilaian penyakit dan estimasi penyakit adalah istilah umum yang digunakan untuk mendiskribsikan pengukuran penyakit tanaman. Data penilaian penyakit dapat berupa data kuantitatif, kualitatif, atau gabungan keduanya. Suatu tanaman atau bagian tanaman dikatakan terserang penyakit atau tidak tergantung dari gejala-gejala yang tampak saat pengujian. Intensitas penyakit terdiri dari insidensi penyakit (kejadian penyakit) dan keparahan penyakit (severitas penyakit). Insidensi penyakit merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan perbandingan tanaman atau bagian tanaman yang terserang penyakit dengan total populasi (N). Insiden penyakit merupakan variable diskrit. Keparahan penyakit (sereviatas penyakit) adalah bagian dari jaringan tanaman yang menunjukkan efek penyakit. Dengan sampel tanaman, nilai rata-rata individual tanaman berlaku untuk menentukan keparahan penyakit secara keseluruhan. Keparahan penyakit juga dapat diartikan sebagai bagian dari tanaman yang terserang penyakit atau daerah penyakit dari tanaman sampel. Namun, pada kenyataannya, serevitas penyakit ditentukan dengan nilai kelas atau kategori keparahan penyakit untuk setiap tanaman yang diuji. Dengan demikian, keparahan penyakit merupakan sebaran diskrit, meskipun mungkin dengan beberapa nilai yang berbeda. Umumnya, pengertian dari serevitas penyakit adalah rata-rata dari semua serevitas penyakit tanaman atau bagian tanaman, baik yang terserang penyakit maupun tidak. Dengan kata lain, nilai severitas penyakit ―nol‖ digunakan untuk pengamatan tanpa ada gejala-gejala penyakit, dan perhitungan berarti ukuran
severitas penyakit untuk sampel tanaman. Ukuran severitas penyakit tanaman tergantung pada tanaman yang terinfeksi. Perbedaan severitas penyakit tanaman ditentukan dari semua tanaman yang diuji dibandingkan dengan tanaman yang terserang penyakit. (Cooke, B.M. 2006) B. Metode Perhitungan Intensitas Penyakit a. Pengukuran menggunakan skala penyakit Skala penyakit merupakan nilai severitas penyakit yang kontinyu dari 0 sampai 100% sejumlah banyaknya skala. Pada dasarnya skala penyakit adalah tulisan dan representasi numerical dari kelas severitas. b. Pengukuran menggunakan skala rangking ordinal Salah satu pendekatan dalam penentuan severitas penyakit yaitu metode ordinal rating scales. Metode ini mengobservasi tanaman yang terserang penyakit dan penentukannya ke dalam angka tetap pada kelas rangking severitas penyakit. Skala yang digunakan dalam metode ini berbed dengan skala pada metode sebelumnya karena kurangnya informasi yang dideskripsikan dari ordinal rating scales. (Madden, Laurence V.2008) 1.2. Definisi musuh alami A. Predator Predator adalah organisme yang memangsa organisme lainnya untuk kebutuhan makannya. Karakteristik umum dari predator adalah : 1. Membunuh dan memakan mangsanya lebih dari satu hingga mencapai stadia dewasa 2. Ukuran tubuhnya relative lebih besar disbanding mangsanya 3. Sifat predasi terdapat pada stadia pradewasa dan dewasa 4. Stadia larva/nimfa yang aktif sebagai predator dibantu oleh organ sensorik dan lokomotorik
5. Perkecualian hanya pada tabuhan predator yang menyimpan mangsanya untuk progeninya (Purnomo, 2010) B.
Parasitoid Parasitoid serangga adalah serangga yang stadia pradewasanya menjadi
parasit pada atau di dalam tubuh serangga lain, sementara imago hidup bebas mencari nectar dan embun madu sebagai makanannya. (Purnomo, 2010) C.
Entomopatogen Entomopatogen adalah organisme heterotrof yang hidup sebagai parasit pada
serangga. Cendawan entomopatogen merupakan salah satu jenis bioinsektisida yang dapat digunakan untuk mengendalikan hama tanaman. Cendawan entomopatogen termasuk dalam enam kelompok mikroorganisme yang dapat dimanfaatkan sebagai bioinsektisida, yaitu cendawan, bakteri, virus, nematoda, protozoa dan ricketsia. (Purnomo, 2010) D.
Patogen Serangga Patogen serangga adalah mikroorganisme yang dapat memnyebabkan infeksi
dan menimbulkan penyakit terhadap OPT. Secara spesifik mikroorganisme yang dapat menimbulkan penyakit pada serangga disebut entomopathogen, patogen berguna karena mematikan banyak jenis serangga hama tanaman, seperti jamur, bakteri dan virus. Patogen yang bisa mengendalikan hama dan penyakit disebut sebagai Pestisida Mikroba. (Sulayakto.2000) E.
Mikroorganisme antagonis penyakit Mikroorganisme
antagonis
adalah
mikroorganisme
yang
mempunyai
pengaruh merugikan terhadap mikroorganisme lain yang tumbuh dan berasosiasi dengannya. Hal ini biasanya terjadi ketika terjadi persaingan antar mikroorganisme dalam hal ruang hidup, nutrisi dan cekaman faktor lingkungan. (Sulayakto.2000) 1.3. Mekanisme peranan musuh alami dalam menjaga stabilitas produksi tanaman Predator
: Memakan mangsanya secara langsung
Parasitoid
: Meletakan telur pada tubuh hewan sasaran, kemudian setelah menetas larvanya menghisap cairan tubuh hewan sasaran tersebut hingga mati
Patogen
: Jamur tersebut masuk ke dalam tubuh serangga melalui kulit diantara ruas-ruas tubuh
Pemangsa (predator) menangkap dan memakan serangga hama (dan binatang lain). Laba-laba adalah contoh pemangsa yang dikenal secara umum. Beberapa jenis laba-laba membuat jaring. Laba-laba tersebut menunggu di jaringnya sampai serangga yang terbang terperangkap. Laba-laba mendekati serangga itu dengan cepat, menggigit dan langsung memakannya. Kadang-kadang menyimpannya untuk dimakan kemudian. Beberapa jenis laba-laba lainnya tidak membuat jaring, tetapi berpindah-pindah dalam kebun untuk memburu mangsa. Hal yang sama juga dilakukan oleh banyak jenis serangga pemangsa. Serangga tersebut berburu, membunuh dan memakanserangga lain. Contohnya adalah tawon kertas. Selain itu, ada juga yang disebut serangga pemangsa telur yang mencari dan memakan telur hama seperti telur penggulung pucuk. Contohnya adalah cecopet.Serangga lain yang merupakan pemangsa termasuk belalang sembah, kumbang kubah ,kumbang harimau, kumbang tanah, lalat buas, capung, dan beberapa macam kepik. Beberapa binatang seperti kodok / katak, burung tertentu, dan ular termasuk pemangsa juga. (Sulayakto.2000)
BAB II METODOLOGI (diagram alir) 2.1
Alat -
Plastik
: Sebagai tempat serangga yang tertangkap
-
Lup
: Untuk mengamati serangga yang besar
-
Cawan Petri
: Sebagai tempat serangga yang diamati
-
Pinset
: Untuk mengambil serangga
-
Buku Determinan
: Untuk identifikasi serangga
-
Kamera
: Untuk dokumentasi serangga
-
Alat Tulis
: Untuk menulis hasil identifikasi
2.2
Bahan -
Kapas
: Untuk menyerap etil asetat
-
Etil Asetat
: Untuk mematikan serangga
-
Serangga
: Sebagai bahan pengamatan
2.3
Cara kerja
2.3.1 Intensitas Serangan Siapkan alat dan bahan Amati jenis dan tanaman contoh
Ukur dan nilai intensitas kerusakan tanaman
Dokumentasikan
Hitung intensitas kerusakan menggunakan rumus IP
2.3.2 Pengambilan sampel Arthropoda Siapkan alat dan bahan Gunakan swepnet untuk menangkap serangga yangterbang
Masukkan serangga kedalam plastic yang sudah berisi kapas dan etil asetat
Identifikasi serangga dengan menggunakan buku determian
Amati jenis dan karakteristik serangga
Dokumentasikan
BAB III PEMBAHASAN 3.1 Penyakit Yang Ditemukan Tabel 1. Penyakit yang Ditemukan No 1
Nama Penyakit
keterangan
Gambar penyakit
Penyakit
Penyebab:
garis coklat
Cercospora oryzae. Gejala:
daun
menyerang
(Narrow
pelepah. Tampak gari-garis
brown spot,)
leaf
jamur
daun
dan
atau bercak-bercak sempit memanjang
berwarna
coklat sepanjang 2-10 mm. Proses
pembungaan
dan
pengisian biji terhambat.
3.2 Data Intensitas Penyakit Tabel 2 : Pengamatan Minggu ke 1
Skala Kerusakan 0 1 2 3 4 Total Daun IP
TC 1 81 5 7 10 5 108 0,16
TC 2 20 2 3 1 15 41 0,43
TC 3 70 4 4 3 6 87 0,13
TC 4 35 3 4 3 6 51 0,22
Jumlah Daun Yang Terserang TC 5 TC 6 TC 7 70 24 30 5 3 3 2 4 2 6 5 4 4 6 5 87 42 44 0,12 0,30 0,22
TC 8 35 5 4 2 4 50 0,18
TC 9 33 2 3 2 1 41 0,11
TC 10 73 2 2 4 5 86 0,11
Tabel 3 : Pengamatan Minggu ke 2
Skala Kerusakan 0 1 2 3 4 Total Daun IP
TC 1 87 3 7 6 5 108 0,10
TC 2 24 1 3 0 12 40 0,28
TC 3 73 2 5 2 6 88 0,10
Jumlah Daun Yang Terserang TC 4 TC 5 TC 6 TC 7 TC 8 38 73 25 32 37 1 1 0 1 4 4 3 6 0 3 3 2 2 2 2 4 7 7 5 0 50 86 40 40 46 0,14 0,10 0,23 0,14 0,07
TC 9 31 3 2 1 1 38 0,07
TC 10 75 1 0 6 4 86 0,08
Tabel 4 : Pengamatan Minggu ke 3 Jumlah Daun Yang Terserang Skala Kerusaka TC 1 n 0 89 1 5 2 3 3 1 4 0 Total 98 Daun IP 0,04
TC 2
TC 3
TC 4
TC 5
TC 6
TC 7
TC 8
TC 9
TC 10
34 3 0 2 0
75 5 2 0 1
41 4 2 1 1
76 6 6 0 1
27 3 1 1 1
39 3 3 3 0
43 3 3 3 1
37 1 2 1 1
81 2 3 0 1
39
83
49
89
33
48
53
42
87
0,06
0,04
0,08
0,06
0,09
0,09
0,10
0,07
0,03
3.3 Perhitungan intensitas penyakit setiap minggu Perhitungan Intensitas Penyakit Minggu Ke-1
Contoh Tanaman 1 IP
= = = 57,14%
Contoh Tanaman 2 IP
=
= = 59,37%
Contoh Tanaman 3 IP
= =
= 60,71%
Contoh Tanaman 4 IP
= = = 45%
Contoh Tanaman 5 IP
= = = 44,44%
Contoh Tanaman 6 IP
= = = 37,50%
Contoh Tanaman 7 IP
= = = 66,70%
Contoh Tanaman 8 IP
= = = 53,57%
Contoh Tanaman 9 IP
= =
= 8,33%
Contoh Tanaman 10 IP
= = = 31,25%
Perhitungan Intensitas Penyakit Minggu Ke-2
Contoh Tanaman 1 IP
= = = 30,55%
Contoh Tanaman 2 IP
= = = 45,45%
Contoh Tanaman 3 IP
= = = 34,37%
Contoh Tanaman 4 IP
= = = 36,36%
Contoh Tanaman 5 IP
=
= = 52,27%
Contoh Tanaman 6 IP
= = = 38,88%
Contoh Tanaman 7 IP
= = = 45%
Contoh Tanaman 8 IP
= = = 42,50%
Contoh Tanaman 9 IP
= = = 34,37%
Contoh Tanaman 10 IP
= = = 41,66%
Perhitungan Intensitas Penyakit Minggu Ke-3
Contoh Tanaman 1
IP
= = = 29,16%
Contoh Tanaman 2 IP
= = = 18,75%
Contoh Tanaman 3 IP
= = = 32,50 %
Contoh Tanaman 4 IP
= = = 31,25%
Contoh Tanaman 5 IP
= = = 42,30%
Contoh Tanaman 6 IP
= = = 27,27%
Contoh Tanaman 7
IP
= = = 40,90%
Contoh Tanaman 8 IP
=
= = 50%
Contoh Tanaman 9 IP
= = = 30%
Contoh Tanaman 10 IP
= = = 30%
3.4 Grafik Presentase Penyakit A. Rata-Rata Kerusakan Tiap Tanaman Sampel
B. Rata-Rata Kerusakan pada Total Tanaman Selama Pengamatan
3.5 Pembahasan intensitas penyakit (penyakit apa yang ditemukan yang diamati, bagaimana perkembangan penyakit tersebut, cara penanganan penyakit untuk tetap mempertahankan produksi)
Penyakit yang diamati: Penyakit Garis Coklat Daun (Narrow Brown Leaf Spot)
Penyebab: jamur Cercospora oryzae.
Gejala: menyerang daun dan pelepah. Tampak gari-garis atau bercak-bercak sempit memanjang berwarna coklat sepanjang 2-10 mm. Proses pembungaan dan pengisian biji terhambat.
Perkembangan: Dari hasil yang diperoleh perkembangan penyakit di tiap minggunya mengalami penurunan. Hal tersebut dikarenakan dilakukan penyemprotan pestisida secara rutin oleh petugas lahan. Selain itu tanaman sendiri juga memiliki ketanahan yang secara alami dapat menurunkan tingkat serangan penyakit tersebut.
Penanganan: Penangan yang dilakukan untuk mempertahankan produksi dalam kasus ini yaitu dengan menyemprokan pestisida secara rutin ke tanaman. (Rusyanto,1995)
3.6 Identifikasi arthropoda yang ditemukan (nama umum, ciri-ciri, jumlah spesies, peran, klasifikasi tingkat ordo) 1. Belalang a. Ciri-ciri 1. Tubuh yang terdiri dari buku-buku 2. Adanya antena khusus yang berukuran sedang hingga pendek 3. Memiliki sayap dengan tekstur lembut yang dapat digunakan untuk terbang, meski pada beberapa spesies sayap ini tidak dapat digunakan untuk terbang 4. Memiliki femur belakang yang besar dan kaku yang digunakan untuk melompat
b. Jumlah spesies Berdasarkan hasil pengamatan terhadap 10 tanaman sampel di lapang ditemukan spesies belalang sebanyak 7 spesies belalang. c. Peran Sebagai hama yang dapat merusak tanaman karena memakan daun tanaman sehingga dapat menyebakan penurunan produksi tanaman d. Klasifikasi tingkat ordo Kingdom : Animalia Pillum
: Arthropoda
Kelas
: Insekta
Ordo
: Lepidoptera
(Dimas,2013) 2. Semut a. Ciri-ciri 1. Sistem pernapasan yang tidak menggunakan paru-paru, namun terdapat pada lubang-lubang udara yang terdapat pada bagian dada dari serangga ini 2. Tidak terdapat sistem peredaran darah tertutup, namun memiliki aorta punggung yang merupakan lapisan tipis memanjang pada bagian atas tubuh semut dan berfungsi sebagai pengatur sirkulasi darah 3. Memiliki 3 pasang kaki dengan cakar kecil yang memiliki fungsi untuk memanjat dan mencengkeram. 4. Pada bagian perut terdapat cairan beracun yang terhubung dengan semacam sengat yang berda pada bagian ekor. Fungsinya adalah untuk melumpuhan hewan lain terutama pemangsa. Namun tidak semua spesies semut meiliki sengat b. Jumlah spesies Berdasarkan pada hasil pengamatan terhadap 10 tanaman sampel dijumpai 21 spesies semut.
c. Peran Musuh alami karena memangsa serangga yang lebih kecil yang dapat merusak tanaman seperti apids. d. Klasifikasi tingkat ordo Kingdom : Animalia Pillum
: Arthropoda
Kelas
: Insecta
Ordo
: Hymenoptera (Dimas,2013)
3. Ulat bulu a. Ciri-ciri Ulat bulu, sesuai dengan namanya, memiliki ciri fisik yang khas, yakni rambut-rambut pada bagian dorsal (punggung) di sepanjang tubuhnya. Rambut-rambut tersebut sering menyatu membentuk berkas di beberapa bagian tubuh. Umumnya, pada bagian dorsal, ada 4 buah berkas rambut sekunder berwarna terang yang tebal dan dua kelenjar berwarna pada abdomen (perut) ruas ke-6 dan 7. b. Jumlah spesies Dalam pengamatan terhadap tanaman sampel terdapat cukup banyak spesies ulat bulu yang berada di tanaman atau disekitar ke-10 tanaman sampel yaitu dijumpai 7 spesies ulat bulu. c. Peran Sebagai hama yang dapat merusak tanaman karena memakan daun tanaman sehingga dapat menyebabkan penurunan produksi tanaman.
d. Klasifikasi tingkat ordo Kingdom
: Animalia
Pillum
: Arthropoda
Kelas
: insekta
Ordo
: lepidoptera (Thalib,2011)
3.7 Pembahasan arthropoda (peran masing-masing dalam agroekosistem, mekanisme dalam menjalankan peran, dampak kehadiran atau kematian)
Ulat Ulat yang ditemukan dalam pengamatan yang telah dilakukan berperan sebagai hama. Hal tersebut dikarenakan ulat tersebut memakan daun tanaman padi. Dengan demikian kehadiran ulat dapat mengganggu pertumbuhan dari tanaman yang nantinya akan menurunkan produksi. Sehingga keberadaan ulat tersebut perlu dikendalikan.
Semut Dari hasil pengamatan semut disini berperan sebagai musuh alami, sebab semut memangsa serangga yang mati di sekitar tanaman. Dengan demikian serangga yang mati yang nantinya akan menumbuhkan atau mengundang datangnya jamur yang justru akan menjangkiti tanaman dapat dicegah oleh semut tersebut. Akan tetapi dalam jumlah yang banyak semut tersebut justru akan mengganggu tanaman. Hal ini dikarenakan semuat akan membuat sarang di sela-sela batang.
Belalang Dalam praktikum kali ini belalang berperan sebagai hama, dikarenakan belalang memakan daun tanaman padi. Dengan demikian kehadiran belalang dapat mengganggu pertumbuhan dari tanaman yang nantinya akan menurunkan produksi. Sehingga keberadaan belalang tersebut perlu dikendalikan.
DAFTAR PUSTAKA
Aak, Norman. 1992. Teknologi sistemtanam legowo (bershaf) pada budidaya padi sawah. Makalah disampaikan pada pembahasan rekomendasi Paket Teknologi Pertanian pada tanggal 18 November 200,di Moseum Adytiawarman Padang. Atman. 2005. Pengaruh sistem tanam bershaf dengan P-stater (shafter) pada padi sawah Batang Piaman. Stigma. J. 13 (4) : 579- 582. Cooke, B.M. 2006. Disease assessment and yieid loss. In: the Epidemiology of Plant diseases, 2nd Ed. Springer, The Netherlands, pp. 43-80 Darwis. 1979: Panduan Pelatihan Metode SRI (System Rice Intensification). Departemen Pertanian. 1983 Kajian alternatif paket teknologiproduksi padi sawah. hlm. 667-683. Dalam A.K Makarim, I.N.Widiarta, A.Setyono, H. Pane, Hermanto, dan A.S. Yahya (eds). Kebijakan Peberasan dan Inovasi Teknologi padi. Puslitbangtan Bogor. Dimas. 2013. Ciri Khusus Belalang. http://www.sisilain.net/2013/07/ciri-khususbelalang.html. Diakses tanggal: 6 Desember 2013. Grist. 1960. Sumatera Barat Dalam Angka tahun 2007. Kerjasama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) dengan Badan Pusat Statistik Propinsi Sumatera Barat. Hasan Basri, Jumin. (1994) : Dasar-dasar Agronomi. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Kasim Baharudin. 2004. Evaluasi keperluan fosfat pada lahan sawah intensifikasi di Jawa. Dalam Proseding Lokakarya Nasional Efikasi Penggunaan Pupuk. Bogor. 21 November 1998. Pusat Penelitian tanah dan Agroklimat. Bogor. Madden, Laurence V , gareth Hughes, and frank Van Den Bosch. 2008. Measuring plant 11-19
diseases. In: The Study of Plant Diseases Epidemics. Press: USA, pp.
Purnomo,Hari.2010.Pengantar
Pengendalian
Hayati.CV.Andi
Offset.Yogyakarta.195 Hlm Rusyanto. 1995. Penyakit pada Tanaman yang Sering di Temukan pada Tanaman Padi. Universitas Mataram. Sub Dinas Tanaman Pangan Dinas Pertanian Kabupaten Ciamis. 2003. Laporan Pelaksanaan System of Rice Intensification (SRI) di Kabupaten Ciamis Tahun 2003. Ciamis. Sulayakto.2000.Organisme
PenggangguTanamanKapasdanMusuhAlamiSerangga
Hama.Ballttas:Malang. Suriapermana, S., I.Syamsiah. 1994. Tanam jajar legowo pada sisten usahatani minapadiazola di lahan sawah irigasi. Risalah Seminar hasil Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Bogor. Syamsiah.I., S. Abdullah, Amril B, N. Hosen, dan Azwir. 2004. Pengelolaan usahatani padi sawah secara terpadu di pakandangan Sumatera Barat. Hlm. 711-727. Dalam A.K Makarim, I.N.Widiarta, A.Setyono,H. Pane, Hermanto, dan A.S. Yahya (eds). Kebijakan Peberasan dan Inovasi Teknologi padi. Puslitbangtan Bogor. Thalib, Rosdah. Novizar. Herlinda, Siti. Irsan, Chandra. Dan Adam, Triani. 2011. Spesies Ulat Bulu dan Tanaman Inangnya yang Ditemukan di Daerah Sumatera Selatan. Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan. Universitas Sriwijaya. Palembang.