LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PRODUKSI TANAMAN KOMODITAS: KAPAS (Gossypium sp)
Oleh: APRI ADITYA DANANG P
115040201111052
AMINATUS SHOLIKAH
115040213111035
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI KELAS: C
UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS PERTANIAN JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN MALANG 2012
Lembar Persetujuan
Judul Laporan
: Praktikum Teknologi Produksi Tanaman Kapas
Nama Dan NIM
: 1. APRI ADITYA DANANG P 2. AMINATUS SHOLIKAH
Program Studi
115040201111052 115040213111035
: AGROEKOTEKNOLOGI
Menyutujui,
Asisten Kelas,
Asisten Lapang,
Alfian Trisna A
Rizky Rachmadi Utomo
i
1. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kapas merupakan salah satu komoditas tanaman indusri yang penting. Kebutuhan serat kapas nasional akan berbanding lurus dengan meningkatnya volume produksi sektor industri tekstil dan produk tekstil (TPT) (Usman, 1991). Nilai ekspor tekstil mencapai 15 % dari ekspor non migas nasional, ironisnya industri yang berorientasi ekspor ini tidak didukung oleh pasokan serat kapas domestik yang memadai, sehingga ketergantungan akan serat kapas impor mencapai rata-rata 454 – 762 ribu ton kapas. Produksi kapas dalam negeri hanya berkisar 1.600 – 2.500 ton atau sekitar 0,3 % dari kebutuhan serat kapas dalam negeri. Jika target produksi adalah 5 – 10 % dari kebutuhan nasional maka areal pengembangan harus mencapai 30 – 50 ribu hektar (Dahlan, 2011). Maka dalam hal ini, pada mata kuliah Teknologi Produksi Tanaman diadakan praktikum lapang, yaitu menanam tanaman dengan komoditas kapas. Hal ini dilakukan agar kita dapat menerapkan langsung materi yang sudah di dapatkan dalam perkuliahan. Mulai dari pengolahan lahan yaitu dengan pencangkulan, dan pembuatan bedengan. Melakukan penanaman kapas dengan memasukkan bibit berupa biji kapas pada lubang tanah yang telah ditugal disertai dengan pemupukan. Selanjutnya dilakukan perawatan, seperti sanitasi lahan, penyulaman, penjarangan, dan pembumbunan. Selain itu pemantauan terhadap hama penyakit tanaman perlu dilakukan agar tanaman dapat berproduksi secara optimal sehingga mendapatkan hasil produksi tinggi dan dapat diterapkan untuk masyarakat sekitar. Penelitian yang ada telah membuktikan bahwa kapas dengan pemberian mulsa jerami lebih berproduksi secara maksimal dari pada kapas
yang tidak menggunakan mulsa jerami. Hal ini dikarenakan perlakuan mulsa jerami dapat meningkatkan kesuburan tanah, selain itu mulsa jerami merupakan media yang tepat sebagai tempat bagi para predator hama. Untuk membuktikan hasil penelitian tersebut, maka dalam praktikum kali ini terdapat beberapa kelas yang menerapkan mulsa jerami, dan beberapa kelas lain tidak menggunakan mulsa jerami. Laporan akhir praktikum ini adalah hasil penelitian tentang perlakuan tanpa mulsa jerami yang dibandingkan dengan perlakuan yang sama dan perlakuan dengan mulsa jerami dari kelas lain untuk membuktikan pertumbuhan dengan perlakuan mana yang lebih optimal.
1.2
Tujuan
Praktikum Teknologi Produksi Tanaman yang kami lakukan mempunyai tujuan, antara lain: a)
Untuk mengetahui karakteristik komoditas kapas,
b)
Untuk mengetahui syarat tumbuh tanaman kapas,
c)
Untuk mengetahui teknologi produksi tanaman kapas,
d)
Untuk mengetahui perbedaan hasil antara perlakuan yang diberikan, dengan perlakuan yang lain.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi dan Morfologi
2.1.1 Klasifikasi
Gambar 1. Tanaman Kapas (Dahlan, 2011)
Menurut Usman (1991), tanaman kapas secara botanis disebut dengan Gossypium sp yang memiliki sekitar 39 spesies dan 4 spesies diantaranya yang dibudidayakan yaitu : Gossypium herbacium L, Gossypium arberium L, Gossypium hersutum L dan Gossypium barbadense; dengan klasifikasi sebagai berikut : Devisi : Spermatophyta, Kelas : Angiospermae, Sub Kelas : Dicotyledonae, Ordo : Malvales, Famili : Malvaceae, Genus : Gossypium, dan Spesies : Gossypium sp.
2.1.2 Morfologi Akar Tanaman Tanaman kapas umumnya dikembangbiakkan dari biji. Pada waktu berkecambah calon akar tunggang tumbuh lebih dahulu masuk ke dalam tanah, diikuti oleh keping biji. Kapas mempunyai akar tunggang yang panjang
dan dalam, tergantung pada umur, besarnya tanaman, aerasi, dan stuktur tanah.Akar tunggang sering lebih panjang daripada tanamannya sendiri. Dari akar tunggang akan tumbuh akar-akar cabang. Akar cabang akan bercabang-cabang lagi, dan membentuk akar-akar rambut. Kadang-kadang membentuk lapisan akar dan sering akar-akar tersebut menembus permukaan tanah (Dahlan, 2011). Batang Tanaman kapas dalam keadaan normal tumbuh tegak.Batang berwama bijau tua, merah atau hijau bernoktah merah. Batang umumnya berbulu dan ada pula yang tidak, serta ada yang ujinya berbulu, pangkalnya tidak berbulu.Dari setiap ruas, tumbuh daun dan cabang pada ketiaknya.Panjang dan jumlah cabang berbeda-beda menurut jenis cabang dan dipengaruhi oleh lingkungannya. Cabang vegetatif tumbuh pada batang pokok dekat leher akar dan biasanya tumbuh ke atas. Cabang-cabang vegetatif baru dapat berbunga dan berbuah setelah tumbuh cabang generatif. Banyaknya cabang vegetative bervariasi biasanya sekitar 3-4 cabang. Cabang generatif tumbuh pada batang pokok atau pada cabang vegetatif. Cabang generatif letaknya mendatar dan langsung membentuk bunga. Semua bunga dan buah tumbuh pada cabang generatif. Cabang-cabang buah yang pertama biasanya dihasilkan pada ketiak daun ke-6 sampai ke-8 ke atas pada batang pokok. Jumlah cabang generatif antara 8-20 cabang (Balittas, 1993).
Gambar 2. Batang dan cabang (Dahlan, 2011)
Daun Bentuk daun pertama sampai kelima belum sempuma. kadang-kadang agak bulat atau panjang. Setelah daun kelima bentuk daun semakin sempuma dan bentuknya sesuai dengan jenis kapas. Terdapat paling sedikit 5 bentuk daun, yaitu bentuk entire, okra, twisted, barbadense, dan normal. Bentuk daun normal mempunyai 5 sudut daun (lekukan), kadangkadang lebih atau kurang. Bentuknya bundar seperti jantung, lekukan daun ada yang dalam dan ada pula yang dangkal. Wama daun hijau, hijau kemerahan, dan merah. Daun berbulu ada yang lebat panjang, lebat pendek. ada yang berbulu jarang, bahkan ada yang halus tidak berbulu. Di bagian bawah daun (pada tulang daun) terdapat nektar dan ada pula yang tidak mengandung nektar (Balittas, 1993).
Gambar 3. Bentuk-bentuk daun (Dahlan, 2011).
Bunga Tanaman kapas mulai berbunga sekitar 30-45 hari dan mulai mekar sekitar 45-60 hari tergantung jenis dan varietas kapas. Bunga mulai mekar pada pagi hari (jam 6-7) dan layu pada siang harinya. Bunga pertama mulai tumbuh pada batang di atas cabang vegetatif, berbentuk spiral dengan filotaksi 3/8 (Mauney,1984). Tiap cabang generatif dapat tumbuh 6- 8 bunga.Kuncup bunga berbentuk piramid kecil ada pula yang melintir (frego) dan berwama hijau. Bagian-bagian bunga: 1. Tangkai bunga
5. Bakal buah
2. Daun kelopak tambahan
6. Tangkai kepala putik
3. Daun kelopak
7. Kepala putik
4. Mahkota bunga
8. Tepung sari
Tangkai
bunga
yang
menghubungkan
buah
dan
cabang
tanaman.kadang-kadang panjang atau pendek sesuai ukuran buah. Daun kelopak tambahan, bentuknya segi tiga, bergaris berwama hijau, nampak
seperti kelopak bunga.Melekat pada daun kelopak dan tangkai bunga, mengelilingi dan melindungi bagian-bagian bunga yang lunak.Besamya bermacam-macam tergantung jenisnya.Daun kelopak.tertutup oleh daun kelopak tambahan. Jumlah daun kelopak bunga sama dengan mahkota bunga, yaitu 5 dan melekat mengelilingi dasar mahkota bunga. Mahkota bunga, jumlahnya 5 buah dan terletak di dalam kelopak bunga. Mahkota bunga mempunyai dasar sempit dan melebar pada bagian atas. Warna mahkota bunga bermacam-macam ada yang putih, kuning muda, gading, dan ada yang kuning kemerahan. Setelah terjadi persarian mahkota bunga berubah wama menjadi ungu kemerahan sampai biru kemerahan. Dalam mahkota bunga terdapat ruangan yang mengandung tangkai dan kepala putik, bakal buah, dan benang sari yang berlekatan satu sama lain dan membentuk sebuah tabung benang sari yang mengurung tangkai putik sampai ujung (Darjanto dan Siti-Satifah, 1982). Benang sari berwama krem dan ada pula yang berwama kuning (Balittas, 1993). Bila tidak ada gangguan yang berarti pembungaan kapas mempunyai patron yang tetap, munculnya bunga 1.ke-2. dan seterusnya sangat teratur. Misalnya bunga 1 (A1) muncul 1 bunga, sekitar 3 hari kemudian muncul bunga ke-2 (Bl). Sekitar 3 hari kemudian muncul bunga ke-3 (C) dan pada hari tersebut muncul 12 bunga (Cl dan eJ) dan seterusnya (Lugard dalam Ditjenbun, 1978).
Buah Bunga kapas mekar pada pagi hari (jam 6-7) dan kemudian kepala putik membuka (reseptit). Bagian tangkai yang mengandung tepung sari juga segera membuka dan menghamburkan tepung sarinya. Tepung sari dapat melekat pada kepala putik dan mampu bertahan sampai 12 jam. Tepung sari berkecambah dalam waktu yang singkat dan mencapai bakal buah dalam waktu sekitar 12-30 jam setelah persarian (Stewart dalam Mauney, 1984).
Umumnya bunga kapas terjadi open pollinated, out crossing 35%. Setelah terjadi persarian, maka buah segera terbentuk. Dari bunga sampai menjadi buah masak sekitar 40-70 hari. Buah yang masak akan retak dan terbuka. Kebanyakan buah terdiri dari 3 ruang dan kadang-kadang 4-5 ruang. Bentuk dan besar serta warna buah berbeda-beda ada yang bulat telur, bulat, dan ada yang segi tiga. Berat buah bervariasi antara 3-6 gram/buah. Buah-buah yang besar umumnya terdapat pada buah-buah yang terdapat di bagian bawah. Variasi ukuran buah terjadi baik antara varietas yang berbeda, atau terjadi pada buah-buah yang letak buahnya berbeda. Warna buah ada hijau muda, hijau gelap berbintik-bintik yang mengandung kelenjar minyak. Jumlah buah yang terbentuk tidak seluruhnya dapat dipanen, umumnya buah yang dapat dipanen sekitar 10-20 buah/tanaman (Balittas, 1993). Biji dan Serat Di dalam kotak buah berisi serat dan biji secara teratur. Tiap ruang buah terdapat dua baris biji dan rata-rata setiap ruang biji terdiri dari 9 biji. Bentuk biji bulat telur, berwama cokelat kehitaman, panjangnya antara 6-12 mm, dengan berat 100 biji sekitar 6-17 gram. Kulit luar biji ada yang berserat dan ada yang tidak. Serat melapisi kulit biji sangat pendek, ada yang tebal dan halus, atau tebal dan kasar, tipis serta halus.Serat melekat erat pada biji, berwama putih atau krem ada pula yang berwama keabu-abuan. Serat disebut "fuzz" (kabu-kabu). Biji kapas tidak hanya dilapisi kabu-kabu, tetapi di luarnya terdapat lapisan serabut yang disebut serat kapas (kapas). Kulit biji menebal membentuk lapisan serat berderet pada kulit bagian dalam. Pemanjangan serat berlangsung sekitar 13-15 hari. Pada waktu buah masak kulit buah retak dan kapasnya/seratnya menjadi kering dan siap dipungut. Bagian serat terpanjang terdapat pada puncak biji.Berat serat kapas sekitar 1/3 berat kapas berbiji.Panjang serat bervariasi tergantung pada jenis dan varietas kapas.
Panjang serat yang dikembangkan di Indonesia sekitar 26-29 mm (Ditjenbun. 1977). 2.2
Syarat Tumbuh
Berbeda dengan tanaman lainnya, tanaman kapas membutuhkan perhatian yang cukup cermat dan teliti terhadap faktor iklim. Syarat-syarat tumbuh tanaman kapas antara lain : 1.
Curah hujan Curah hujan yang diperlukan oleh tanaman kapas rata-rata 1.500 sampai dengan 1.800 mm/tahun (minimum 175 sampai dengan 200 mm/bulan) yang terbagi atas :
Masa persiapan memerlukan air dengan hujan ringan.
Waktu umur 1 sampai dengan 3 bulan perlu hujan ringan untuk pembungaan dan pembuahan. Disamping itu diperlukan kelembaban yang tinggi, sebaiknya ada irigasi.
Waktu siap untuk berbuah (umur 5 sampai dengan 7 bulan) tidak memerlukan hujan. Curah hujan dapat berpengaruh langsung terhadap jumlah dan
kualitas kapas yang dihasilkan. Hujan yang terlalu lebat dapat mengganggu pertumbuhan kecambah, kapas yang telah dewasa bias roboh. Disamping itu, hujan yang terus-menerus selama masa pembungaan
akan
menghambat
proses
persarian
sehingga
menghambat proses persarian sehingga proses pembuahan terhenti pada saat mulai pecah dan buah menjadi busuk. Selain itu, buah yang telah mekar bila terus disiram hujan, warna seratnya menguning dan kualitas kapas turun (Usman,1991).
2.
Sinar matahari dan angin Untuk pertumbuhan dan perkembangannya, tanaman kapas membutuhkan sinar matahari yang cukup banyak. Bila sinar matahari kurang, dapat memperlambat masaknya buah dan masaknya tidak seragam.Dengan adanya sinar yang cukup, buah dapat masak antara 70%-90%. Dengan demikian, daerah-daerah yang selama musim tanam hanya mendapat sinar matahari kurang dari 50% tidak baik untuk tanaman kapas. Arus angin yang berlebihan dapat menjadi gangguan bagi tanaman kapas. Angin juga dapat menurunkan kualitas kapas, karena mengotori serat buah yang belum dipetik. Disamping itu angin yang mengandung uap air, sangat baik untuk pertumbuhan kapas. Angin kencang dapat menyebabkan tanaman roboh dan menghambat usaha pemberantasan hama serta hama serta penyakit (Usman,1991).
3.
Suhu dan lokasi Kapas adalah tanaman yang cocok ditanam di daerah dataran rendah dengan ketinggian kurang dari 300 m dari permukaan laut. Dalam pertumbuhannya, tanaman kapas membutuhkan suhu yang tinggi. Untuk pertumbuhan kapas yang optimal, kapas memerlukan suhu antar 30° sampai dengan 34° C (Usman,1991).
4.
Keadaan tanah Kapas dapat ditanam di berbagai jenis tanah. Untuk memperoleh hasil yang baik, syarat-syarat tanah yang dianjurkan antara lain tanah lempung, tanah-tanah lempung berpasir, dan tanah lempung liat. Struktur tanah yang baik untuk tanaman kapas adalah remah sampai liat, serta mengandung humus (Usman,1991).
2.3
1.
Teknik Budidaya
Penyiapan lahan Sebelum dilakukan penanaman, terlebih dahulu perlu disiapkan lahan yang baik melalui pengolahan tanah yang sempurna. Adapun cara pengolahan tanah untuk tanaman kapas adalah tanah dibajak dengan kedalaman 20 sampai dengan 30 cm dengan frekuensi 1 sampai dengan 2 kali. Tanah dibersihkan dari sisa-sisa tanaman terdahulu. Tanah untuk tanaman kapas sebaiknya bekas tanaman padi/palawija, sehingga ada pergiliran tanaman untuk menghindari berjangkitnya hama-hama dan penyakit kapas.
2.
Pemilihan bibit kapas Menurut Usman (1991), seleksi bibit merupakan faktor yang dapat mempengaruhi dalam bercocok tanam kapas. Hal ini berhubungan dengan pertumbuhan serta kualitas yang dihasilkan. Ciri-ciri bibit yang baik adalah : a.
Berasal dari buah yang kering dan tua serta mempunyai daya kecambah lebih 80%.
b.
Bibit harus murni, bersih dan berasal dari varietas unggul.
c.
Bebas dari hama dan penyakit. Sebelum ditanam sebaiknya diaduk dengan pestisida atau fungisida.
3.
Penanaman Dalam penanaman kapas perlu diperhatikan waktu tanam, jarak tanam serta cara penanamannya. a.
Waktu tanam
Kapas memerlukan banyak air selama 3 sampai dengan 4 bulan sejak dari penanaman. Dengan demikian sebaiknya penanaman dapat ditentukan 5 bulan sebelum musim kemarau, sehingga kapas dapat tumbuh baik dan mendapat air yang cukup. Untuk mendapatkan pertumbuhan kecambah yang baik, pada saat benih akan ditanam, tanah harus cukup basah dan lembab. Waktu penanaman hendaknya dilakukan serentak, sehingga dapat mencegah penyebaran hama dan penyakit serta memudahkan pemerantasan (Usman,1991). b.
Jarak tanam Jumlah tanaman yang akan ditanam sebaiknya 50.000 sampai dengan 60.000 setiap hektar. Hal ini dimaksudkan agar setiap tanaman memperoleh sinar matahari, peredaran udara dan ruang tumbuh yang cukup, sehingga akan memperoleh hasil yang baik. Penanaman dilakukan dengan jarak tanam antara barisan 90 sampai dengan 120 cm, sedang jarak tanam dalam barisan berkisar antara 20 atau 25 cm. Secara terinci tentang jarak tanam dapat dilihat pada table di bawah ini. Tabel1.Jarak tanam dan jumlah tanaman per hektar (Usman, 1991).
Sifat
Jarak
tanam Jarak
tanam Jumlah
tanah
antar baris
dalam baris
pohon/Ha
Subur
100 cm
40 cm
25.000
Subur
100 cm
30 cm
33.000
Kering
100 cm
20 cm
50.000
90 cm
25 cm
44.000
90 cm
30 cm
36.000
subur Kering subur Kering
subur
c.
Cara penanaman Menurut Usman (1991), untuk melakukan penanaman kapas, benih ditanam dengan tugal, yaitu dengan menugal (melubangi tanah dengan mempergunakan kayu atau bambu) dan dalamnya lebih kurang 5 cm, sedang untuk tanah berlempung agar lubangnya dibuat lebih dangkal.Tiap lubang diisi dengan 4 sampai dengan 5 biji benih, sedangakan pada tanah yang tidak subur atau agak liat sehingga sulit ditembus kecambah sebaiknya diisi sebanyak 8 sampai dengan 10 biji yang diletakkan secara bergerombol, agar ketika mulai berkecambah dapat dengan mudah bersama-sama menembus lapisan tanah. Penanaman dilakukan secara teratur dalam barisan, agar mudah dalam pemeliharaan selanjutnya. Lubang yang telah diisi biji benih, ditutup dengan tanah gembur, atau pupuk kandang yang masak.
4.
Pemeliharaan tanaman Usman memerlukan
(1991),
menjelaskan
pemeliharaan
yang
bahwa
meliputi
tanaman
kapas
kegiatan-kegiatan
:
penjarangan, penyulaman, penyiangan, pembubunan, pemupukan, pemangkasan pohon dan pencegahan hama serta penyakit. 1.
Penjarangan Penjarangan bertujuan untuk mengurangi tanaman yang tumbuh terlalu padat dalam satu lubang, sehingga diberi kesempatan kepada tanaman yang tinggal untuk tumbuh subur dan menghasilakn sesuai dengan tingkat produksi yang
diharapkan. Beberapa kegiatan yang dilakukan dalam kegiatan penjarangan antara lain : a. Penjarangan dilakukan pada saat tanaman berumur 2 sampai dengn 3 minggu. b. Tanaman yang tumbuh cacat dicabut. c. Tiap lubang sebaiknya dipelihara 1 atau 2 pohon, atau tergantung keadaan tanah. d. Bagi tanah yang subur sebaiknya cukup 1 pohon saja, agar tidak terlalu rimbun. 2.
Penyulaman Penyulaman diperlukan apabila tanaman tumbuh kurang dari 80%, diganti dengn tanaman kapas yang baru, sehingga jumlah pohon sesuai yang diinginkan. Penyulaman sebaiknya dilakukan pada saat tanaman berumur tidak lebih daru 10 hari. Hal ini untuk menjaga agar pertumbuhan tanaman serempak dan mudah dalam pemeliharaan. Bibit tanaman yang akan disulam dapat diambil dari lubang lain yang jumlahnya berlebihan, dengan mencabut secara hati-hati agar akar tunggang tidak putus.
3.
Penyiangan dan pembumbunan Penyiangan dilakukan dengan membuang rumputrumput sekitar tanaman kapas agar pertumbuhannya tidak terhambat. Rumput-rumput yang tidak dicabut dapat menjadi sarang hama dan penyakit serta dapat mengurangi hasil maupun mutu kapas sampai 50%. Penyianagn dilakukan sebaiknya tiga kali, yaitu pada saat tanaman berumur 2 sampai dengan 3 minggu (penyiangan pertama), berumur 5 minggu (penyiangan kedua) dan ketika berumur 7 minggu (penyiangan ketiga). Bersamaan dengan penyiangan, perlu dilakukan pembubunan, yaitu menguruk atau membumbun tanah di
sekitar pohon sedemikian rupa untuk memberi kesempatan pada tanaman kapas tumbuh subur. Khusus untuk daerah datar, pembumbunan pertama dilakukan mengikuti barisan, pembumbunan kedua menyilang barisan. Sedang untuk daerah miring, pembumbunan dilakukan sesuai dengan tingkat kemiringan tanah. 4.
Cara pemupukan Untuk menambah tingkat kesuburan tanah, tanaman kapas dapat dipupuk dengan pupuk anorganik (buatan) yaitu Urea atau ZA, pupuk P (TSP) dan K. Cara pemupukan untuk pupuk Urea atau ZA diberikan sebanyak dua kali, yaitu pemupukan pertama pada saat tanaman berumur lebih kurang 2 minggu dan pemupukan kedua setelah tanaman berumur 6 sampai dengan 8 minggu, dengan dosis 100 kg Urea atau 200 kg ZA per hektar. Pupuk kalium Sulfat diberikan dengan dosis 50 kg/ha, bila tanah kekurangan belerang. Pupuk TSP diberikan dengan dosis 100 kg/ha. Pupuk TSP dan kalium Sulfat diberikan bersama-sama pada waktu tanam atau dapat juga diberikan bersamaan dengan pemberian pupuk Urea atau ZA yang pertama. Pemupukan pertama dilakukan dengan
menggali
lubang sedalam 5 cm. kemudian pupuk dimasukkan dan ditutup rapat dengan tanah. Lubang pupuk dapat dibuat dengan tugal atau alat lain. Pemupukan kedua dilakukan dengan membut alur yang berjarak 10 sampai dengan 15 cm dari pohon dan perlakuannya sama dengan pemupukan pertama. 5.
Pemotongan dan pemangkasan pohon Pemangkasan tanaman kapas bertujuan untuk menjaga pertumbuhan kapas tidak terlalu tinggi, untuk mempermudah melakukan penyemprotan dan pemanenan. Pemangkasan
dilakukan pada saat tanaman berumur 110 sampai dengan 120 hari. Pemangkasan dilakukan dengan pisau atau gunting maupun dengan tangan pada bagian yang lunak. 6.
Hama dan penyakit Hama dan penyakit pada tanaman kapas merupakan penyebab turunnya produktivitas hasil tanaman. a.
Macam-macam hama 1.
Hama perusakbuah(Heliothissp) Hama ini masuk ke dalam buah kapas, dengan
terlebih dahulu merusak daun dan kuncup bunga. Tanda-tanda serangan terdapat lubang pada buah dan kuncup bunga atau bagian yang lain, di luar lubang terdapat kotoran larva. Pemberantasannya dengan pestisida seperti terdapat pada table 2. 2.
Hama perusak batang, pucuk dan kuncup buah (Friasfabis S.) Ulat dari jenis hama ini memekan pucuk muda,
melubangi batang dan menggerek buah. Tanda-tanda serangan, kuncup dan buah terdapat lubang dan sisa kotoran, pucuk batang layu, terkulai, busuk dan akhirnya mati. Bila pucuk batang dibelah, sering dijumpai ulat. Pemberantasannya dengan pestisida seperti dijelaskan pada tabel ini :
Tabel2. Penggunaan pestisida untuk memberantas hamaHeliothis spdan Frias fabis
Insektisida
Dosis liter/ha
Ambus 2EC
2 – 2,5
Ambus 5 ULV
2 – 2,5
Azodrin WSC
1
Hostathion 40 EC
2
Hostathion 15 Ulv
2
Hostathion 25 ULV
2
Thiodan 35 EC
2
Thiodan 25 Ulv
2 – 2,5
Sevin 85 S
1,5 – 2,0
Sumber : Dirjen Perkebunan 1980 3.
Hama perusak daun Hama perusak daun ini terdiri dari Empoasca sp
dan Prodenia litura F. hama tersebut memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
Empoasca sp :
Merusak dengan cara mengisap cairan daun
Larva
dewasa
tinggal
di
bawah
permukaan daun
Bergerak dan terbang cepat sekali
Terdapat bintik-bintik hitam pada daun
Warna berubah coelat keerahan, tetapi daun mengkerut ke bawah dan gugur
Bila
tanaman
digoyangkan,
hama berterbangan.
banyak
Prodenia litura F
Memakan hijau daun hingga tinggal kerangkanya saja dan melubangi daun hingga tinggal kerngakanya saja.
Kedua hama tersebut dapat diberantas dengan insektisida. 4.
Hama
perusak
akar/batang
dekat
akar
(Hypomecessquamosus F) Larva hama ini memotong pada kedalaman 1 sampai dengan 2 cm di bawah tanah. Tanda-tanda serangan,
tanaman
layu,
akar
terputus
atau
terkelupas/terkerat dan tanaman mati pada umur muda. Pencegahan dilakukan dengan mengatur tata tanam secara serentak pada musim hujan. Tanah diolah sebaik mungkin dan gulma dibersihkan sebelum musim penghujan.
Pemberantasan
dilakukan
dengan
insektisida Basudin 10 G (20 kg/ha) dan Sevidol 5 G (20 kg/ha) yaitu membenamkannya secara merata dalam tanah disekitar tanaman/dekat sarang larva.
b.
Macam-macam penyakit Penyakit tanaman kapas terdiri dari penyakit karena bakteri dan cendawan. 1)
Penyakit karena bakteri (Xanthomonas malvacearum, SM) Tanda-tanda serangan, daun terdapat bercak persegi mirip bintik air, bila dipijit keluar cairan dan kemudian berubah menjadi coklat akhirnya mati.Kulit buah yang terserang berwarna hijau tua dan lembab. Pemberantasan dilakukan dengan menanam bibit
unggul yang tahan terhadap serangan Xanthomonas sp. Pembrsihan
sampah-sampah/sisa
tanaman
sehabis
buah/bercak
daun
panen. 2)
Penyakit karena cendawan
Penyakit
busuk
(Antheacnose) Penyakit ini merusak tanaman muda, dewasa, menyerang daun, batang dan buah.Tanda-tanda serangan,
terdapat
bercak
warna
coklat
kemerahan ditepi daun, pada keeping biji tanaman muda dan pada batang kecambah. Terdapat noda-noda kecil berwarna kusam pada kulit buah. Pemberantasannya dapat dilakukan dengan pergiliran jenis tanaman yang tepat.
Penyakit layu (Fusarium vasinpectrum, Atk) Penyakit ini menyerang seluruh bagian tanaman (daun, buah dan biji), pertumbuhan tanaman tidak
sempurna,
serangan
yang
parah
menyebabkan tanaman menjadi layu.Daun-daun yang terserang mengkerut layu lalu gugur atau menyebabkan tanaman menjadi kerdil.Kulit batang dan akar kayunya berwarna coklat atau hitam. Pemberantasan dilakukan dengan pergiliran tanaman yang tepat sreta pemanenan varietas yang tahan terhadap serangan Fusarium.
7.
Panen dan pengolahan hasil Usman
(1991),
menjelaskan
bahwa
kegiatan
danpengolahan hasil tanaman kapas adalah sebagai berikut:
panen
1.
Panen Agar diperoleh mutu kapas yang baik, pada waktu panen perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut : a) Criteria pemetikan buah 1)
Buah yang siap dipanen menunjukkan tanda-tanda kulit/kelopaknya berwarna coklat tua, daun kelopak tambahan sudah kering dan rapuh serta buah telah mekar sempurna dan kering.
2)
Buah yang belum siap/tidak boleh dipanen, dengan tanda-tanda
buah
masih
muda
dan
kelopaknya
berwarna hijau, buah rusak karena serangan hama dan buah rusak karena hujan lebat. b) Saat pemetikan buah Buah dipetik pada saat cuaca cerah dan panas dan tidak banyak angin. Buah jangan dibiarkan terlalu lama merekah karena mudah kotor oleh debu. Buah dipetik secara berurutan bergantung pada yang telah masak misalnya 1 sampai dengan 2 buah/pohon, dengan selang waktu 5 sampai dengan 7 hari. Pemetikan pertama sampai terakhir diperlukan waktu lebih kurang 1½ bulan. c) Cara pemetikan Cara pemetikan buah kapas juga dapat mempengaruhi kualitas kapas yang akan dihasilkan. Beberapa cara pemetikan kapas yang baik antara lain :
Pemetikan diakukan dengan kedua belah tangan, yaitu tangan kiri memegang kelopak buah, dan tangan kanan menarik kapas berbiji dari kelopaknya,
Buah sebaiknya langsung dipisahkan antara yang vaik dengan yang buruk,
Hasil petikan dapat dikumpulkan dalam bakul/kantung terigu atau karung,
Hasil petikan tidak boleh bercampur dengan daun-daun atau kelopak buah,
Kapas yang telah dipetik jangan bercampur dengan kotoran atau debu.
2.
pengolahan hasil Pengolahan hasil dari tanaman kapas, terdiri dari dua kegiatan : 1)
Pengeringan dan penyimpanan Kapas yang telah dipetik harus segera dijemur. Penjemuran dilakukan di bawah sinar matahari, kalau tidak ada sinar matahari agar dianginkan. Kapas yang masih lembab jangan ditumpuk. Pengeringan
dapat
berlangsung
3
sampai
dengan 5 hari, sehingga kadar airnya mencapai 7 sampai
dengan
8%.
Untuk
pengeringan
dapat
digunakan tikar, lantai semen, lantai bambu atau diatas para-para
sebagai
tempat
penjemurannya.
Bila
menggumakan para-para sebaiknya setinggi 50 sampai dengan 60 cm. Tempat penjemuran harus bebas dari kotoran dan debu. 2)
Penyimpanan Setelah kapas kering agar langsung disimpan dalam karung. Kapas kering jangan disimpan di tempat lembab. Kapas harus disimpan ditempat yang bersih, sehingga kebersihan dan mutunya tetap trejamin. Baru setelah empat minggu penyimpanan, kapas dapat
dipisahkan dari biji dan serat kapas (sebaiknya menggunakan mesin). Mutu kapas yang didasarkan pengolahan, tingkat kemasakan buah, warna dan kandungan kotorannya, dibagi menjadi : Golongan A : kapas bersih, jernih, berserat halus, tidak tercampur dengan kapas rusak serta berkadar air 8%, dan Golongan B : warna kapas kuning kemerahan, masih ada kotoran daun/lainnya, bercampur kapas rusak dan berkadar air 8%. 2.4 Hubungan Perlakuan yang Digunakan dengan Komoditas Perlakuan yang diberikan pada penanaman kapas kelompok kelas C Agroekoteknologi 2012 adalah penanaman kapas tanpa mulsa jerami. Untuk keseluruhan perlakuan adalah menggunakan kapas dengan varietas Kanesia 10. Menurut Balai Pengelola Alih Teknologi Pertanian (2012), Kapas Kanesia 10 mulai berbunga pada umur tanaman 55-60 hari, berat kapas mencapai 556 g/ 100 buah. Kapas varietas ini menghasilkan mutu serat yang baik, diantaranya adalah persen serat sebesar 44,8 - 47,15 %, panjang + 29 mm, kekuatan 27,13 g/tex, elastisitas 6,27 %, kehalusan serat 4,38 mic, dan memiliki tingkat keseragaman serat 83,70 %. Potensi produksi kapas ini mecapai 3 ton/ha. Keunggulan kapas Kanesia 10 yakni dalam hal tingkat produktivitas dan mempunyai indeks stabilitas ± 1, artinya bahwa varietas tersebut mampu beradaptasi secara luas di berbagai areal pengembangan.Varietas kapas ini potensial dikembangkan secara komersial oleh agroindustri perseratan. Lokasi pengembangan potensial adalah Jatim, Jateng, NTB, Sulsel, DIY, Bali, dan NTT. Perlakuan yang diberikan adalah tanpa mulsa, sedangkan beberapa Kelas lain menggunakan mulsa jerami. Berdasarkan penelitian Subiyakto dan
Indrayani (2008), pemberian mulsa jerami padi pada kapas tumpangsari kedelai secara nyata dapat meningkatkan kelimpahan artropoda predator, terutama laba-laba, kepik mirid dan komplek artropoda. Kelimpahan laba-laba pada perlakuan mulsa jerami padi rata-rata 5,87 ekor, sedangkan pada tanpa mulsa rata-rata 5,15 ekor/25 tanaman. Kelimpahan komplek artropoda predator pada perlakuan mulsa jerami rata-rata 14,29 ekor, sedang pada tanpa mulsa 12,06 ekor/25 tanaman. Pemberian mulsa jerami padi secara nyata dapat meningkatkan rata-rata tingkat pemangsaan oleh komplek predator penghuni permukaan tanah mencapai 78,17% dan komplek predator penghuni kanopi tanaman kapas mencapai 74,68%, sedang tanpa mulsa masing-masing 60,79% dan 72,61% Pemberian mulsa jerami padi memberikan hasil panen kapas dan kedelai lebih tinggi apabila dibandingkan dengan tanpa mulsa jerami. Hasil kapas adalah 1.284 kg/ha dan kedelai 836 kg/ha, sedangkan pada lahan tanpa pemberian mulsa jerami padi hasil kapas 1.056 kg/ha dan kedelai 636 kg/ha. Dengan berbagai keunggulan hasil penelitian penanaman kapas dengan menggunakan mulsa jerami padi tersebut, maka pada praktikum kali ini mencoba membandingkan pertumbuhan tanaman dengan perlakuan tanpa mulsa dibandingkan dengan yang menggunakan mulsa.
3. BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Adapun waktu dan tempat pelaksanaan praktikum lapang Teknologi Produksi Tanaman komoditas kapasadalah24 September 2012 hingga 26 November 2012 yang bertempat di Lahan Praktikum Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Desa Kepuharjo, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang. 3.2 Alat dan Bahan + Fungsi Alat : 1.
Meteran, untuk megukur luas bedengan (2 x 4 meter)
2.
Kayu, untuk mengikat tali raffia sebagai pembatas bedengan.
3.
Tali raffia, sebagai pembatas pada bedengan.
4.
Cangkul, untuk menggemburkan tanah pada bedengan.
5.
Gembor untuk menyirami tanaman, guna memenuhi kebutuhan air tanaman.
6.
Tugal untuk membuat lubang tanam.
7.
Sekop untuk membersihkan rumput (penyiangan), pembumbunan, dan merapikan bedengan.
8.
Penggaris untuk mengukur tinggi tanaman.
9.
Label untuk menandai tanaman sample.
10.
Ember untuk wadah pencampur pupuk.
11.
Kamera untuk mendokumentasikan tanaman penagamatan.
12.
Alat tulis untuk mencatat data-data penting saat pengamatan dilapang.
Bahan : 1.
Biji kapas varietas Kanesia 10 sebagai bahan tanam.
2.
Insekstisida (Furadan 3G) sebagai obat/racun pencegah seranganserangga pada biji yang baru ditanam.
3.
Pupuk kandang dan Pupuk anorganik (Urea 240 gram, SP-36 320 gram, dan KCl 70 gram) sebagai penambah nutrisi siap pakai bagi tanaman.
4.
Air sebagai sumber nutrisi bagi tanaman dan pelarut pupuk.
3.3 Cara Kerja (diagram alir + penjelasan)
Pembuatan Bedengan. Menyiapkan meteran, tali raffia, dan kayu Mengukur lebar bedengan (2 x 4 meter) Tancapkan kayu pada sudut-sudut bedengan Talikan tali raffia sebagai pembatas bedengan pada kayu di sudut-sudut bedengan
Bedengan siap diolah. Pengolahan Lahan Menyiapkan cangkul, cetok, gembor, ember, dan pupuk kandang Sirami tanah yang gersang menggunakan gembor berisi air agar mudah diolah Mulai mengolah lahan dengan meninggikan bedengan (tinggi bedengan kapas 30 cm)
Setelah tanah gembur, taburi pupuk kandang diatasnya secara merata menggunakan ember
Tanah siap digunakan. Penanaman Menyiapkan benih, tugal, furadan, dan pupuk (Urea, KCl, dan SP36) Tugal pada tanah dengan jarak tanam 100 x 30 cm Masukkan benih 3 biji per lubang tanam Taburi furadan secukupnya di atas biji yang telah dimasukkan ke lubang Tutup lubang tanam dengan tanah Tugal pada kanan dan kiri lubang tanam Berikan urea pada lubang sebelah kanan, dan campuran SP36 dengan KCl di sebelah kiri
Tutup lubang pupuk dengan tanah Bibit siap untuk tumbuh. Perlakuan umum setelah tanam Pemeliharaan Siapkan ember, air, dan cetok Lakukan
penyiraman
pada
tanaman kapas Bersihkan gulma yang mulai tumbuh di sekitar pertanaman kapas Penyulaman Siapkan
tugal,
benih
ember yang berisi air
kapas,
Tugal
pada
bagian
lubang
tanaman yang tidak tumbuh Letakkan benih 3 biji per lubang tanam Tutup
lubang tanam
dengan
tanah Sirami seluruh tanaman yang telah tumbuh beserta lubang sulaman Penjarangan Siapkan cetok atau kayu Amati
lubang
tanam
yang
tumbuh lebih dari dua tanaman Pilih tanaman yang terbaik Cabut salah satu tanaman dari lubang tanam yang lebih dari dua tanaman
menggunakan
cetok
secara hati-hati Pembumbunan Menyiapkan cetok dan ember yang berisi air Lakukan
penyiraman
pada
tanaman kapas agar mudah untuk digemburkan Gemburkan
tanah
disekitar
perakaran tanaman kapas Lakukan pembumbunan dengan meninggikan tanah di sekitar perakatan kapas
Pengamatan pertumbuhan tanaman kapas (mulai minggu ke lima setelah tanam) Siapkan penggaris, buku, dan alat tulis Tentukan tanaman yang akan dijadikan sampel (12 tanaman pada 6 lubang tanam) Ukur
tinggi
tanaman
menggunakan penggaris Hitung jumlah dau pada masingmasing tanaman sampel Hitung
jumlah
keseluruhan
cabang (lateral + terminal), mulai minggu ke enam HST Hitung jumlah cabang produktif dan
tidak
produktif,
mulai
minggu ke tujuh HST Catat hasil pengamatan
Analisa perlakuan Pembuatan Bedengan. Pada pembuatan bedengan, peralatan yang digunakan adalah meteran, tali raffia dan kayu. Untuk membuat bedengan, hal pertama yang harus dilakukan adalah mengukur lebar bedengan menggunakan meteran. Lebar bedengan adalah 2 x 4 meter.Setelah diukur, maka tancapkan kayu pada masing-masing
sudut
bedengan,
kemudian
batasi
bedengan
dengan
mengikatkan tali raffia dari ujung ke ujung bedengan. Bedengan yang telah dibatasi siap untuk diolah.
Pengolahan Lahan Dalam memulai usaha budidaya tanaman, maka langkah yang harus dilakukan untuk pertama kali adalah mengolah tanah. Pengolahan tanah ini dimaksudkan untuk memperbaiki sifat fisik tanah seperti aerasi, permeabilitas, struktur, dan lain-lain. Peralatan dan bahan yang digunakan untuk mengolah tanah adalah cangkul, cetok, gembor, ember, air, dan pupuk kandang. Lahan pertanian di daerah Ngijo termasuk tanah lempung yang sangat keras apabila dalam keadaan kering, maka dari itu perlu dilakukan penyiraman sebelum mengolah tanah. Setelah tanah disiram, tanah digemburkan dengan cangkul dan diratakan dengan cetok.Tinggi bedengan yang dibuat ini adalah 30 cm. Setelah bedengan dibuat, maka kemudian ditaburi dengan pupuk kandang. Bedengan siap untuk digunakan. Penanaman Untuk penanaman kapas, alat dan bahan yang digunakan adalah benih, tugal, furadan, dan pupuk (Urea 240 gram, SP-36 320 gram, dan KCl 70 gram). Pertama-tama, tanah ditugal sedalam satu jari dengan jarak antar lubang adalah 100 x 30 cm. Pada kanan dan kiri lubang tanam juga ditugal dengan kedalaman yag sama sebagai tempat pupuk Urea (sebelah kiri) dan campuran pupuk, SP-36 dengan KCl (di sebelah kanan). Benih diberikan sebanyajk 3 biji per lubang tanaman kemudian disusul dengan pemberian furadan untuk mencegah serangan serangga. Setelah benih dan pupuk selesai diberikan, tutup seluruh lubang dengan tanah secukupnya, dan tanaman siap untuk tumbuh. Perlakuan umum setelah tanam Pada perlakuan setelah tanam, maka harus dilakukan pemeliharaan. Pemeliharaan ini bertujuan untuk menghindarkan persaingan unsur hara pada tanaman kapas dengan gulma-gulma disekitarnya. Selain itu, agar gulma yang berlimpah tidak menjadi hunian serangga hama. Alat dan bahan yang
digunakan adalah ember, air, dan cetok.Sebelum dibersihkan, maka lahan disirami agar tanah menjadi lunak sehingga rumput liar mudah untuk dicabut atau dicongkel menggunakan cetok. Setalah mencapai 2 minggu setelah tanam, maka dapat diketahui tanaman kapas mana yang tidak tumbuh. Apabila ada beberapa benih yang ditanam tidak tumbuh, maka dilakukan penyulaman.Penyulaman ini dengan menggunakan biji kapas yang diberikan dengan penugalan seperti penanaman awal.Setelah kapas selesai disulam, maka seluruh tanaman kapas disiram dengan air untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya dan untuk melarutkan pupuk yang telah diberikan. Satu minggu setelah penyulaman, telah diketahui bahwa tanaman yang disulam telah berhasil tumbuh. Hal yang selanjutnya dilakukan adalah penjarangan. Penjarangan ini dilakukan untuk memberikan ruang tumbuh yang luas bagi tanaman kapas juga agar tidak terjadi persaingan unsur hara. Pada penjarangan ini hanya menyisakan 2 tanaman per lubang tanam, tanaman yang dipilih untuk dihilangkan dicabut menggunakan cetok yang sebelumnya tanah telah disiram dengan air agar tanah disekitar perakaran menjadi lunak. Untuk memberikan ruang tumbuh yang optimal bagi perkembangan akar dan agar batang tumbuh dengan tegaknya, maka perlu dilakukan pembumbunan. Peralatan yang digunakan untuk membumbun tanaman adalah cetok dan ember yang berisi air. Sebelum dibumbun, maka tanah disekitar perakaran disirami denga air agar lunak dan mudah digemburkan.Setelah tanah gembur, maka daerah disekitar perakaran tanaman ditinggikan. Untuk mengetahui bagaimana pertumbuhan tanaman kapas yang ditanam, maka perlu dilakukan berbagai pengamatan.Pengamatan dilakukan degan mengambil 12 sampel pada 6 lubang tanam (3 pada baris kana, dan 3 pada baris kiri). Pengamatan yang dilakukan adalah tinggi tanaman, jumlah daun, dan jumlah cabang (lateral + terminal) yang dimulai pada minggu ke
lima setelah tanam. Kemudian ditambah dengan pengamatan jumlah cabang produktif dan cabang tidak produktif pada minggu ke tujuh.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil (Tabel pengamatan, grafik, dan foto pengamatan)
Tabel 3. Rata-Rata Tinggi Tanaman
Perlakuan Tanpa Mulsa Jerami (Kelas C) Tanpa Mulsa Jerami (Kelas F) Dengan Mulsa Jerami (Kelas W)
Rata-Rata Tinggi Tanaman (cm) Pada Hari Ke35 42 49 56 27,79
41,5
60,42
82,83
32,17
48,75
70
90,17
28,03
41,68
56,38
71,56
Tabel4. Rata-Rata Jumlah Daun
Perlakuan 35 Tanpa Mulsa Jerami (Kelas C) Tanpa Mulsa Jerami (Kelas F) Dengan Mulsa Jerami (Kelas W)
Rata-Rata Jumlah Daun Pada Hari Ke42 49
56
18,75
31,17
54,42
58,75
19,58
32,42
45
57,58
17
23,44
30,44
38,25
Tabel5. Rata-Rata Jumlah Cabang
Perlakuan 35 Tanpa Mulsa Jerami (Kelas C) Tanpa Mulsa Jerami (Kelas F)
Rata-Rata Jumlah Cabang Pada Hari Ke42 49
56
4
8
9
12
4
7
9
10
Dengan Mulsa Jerami (Kelas W)
1
3
7
`11
Table 6. Rata-Rata Jumlah Cabang Produktif
Perlakuan Tanpa Mulsa Jerami (Kelas C) Tanpa Mulsa Jerami (Kelas F) Dengan Mulsa Jerami (Kelas W)
Rata-Rata Jumlah Cabang Produktif Pada Hari Ke49 56 7
10
5
7
6
9
Table 7. Rata-Rata Jumlah Cabang Tidak Produktif
Perlakuan
Tanpa Mulsa Jerami (Kelas C) Tanpa Mulsa Jerami (Kelas F) Dengan Mulsa Jerami (Kelas W)
Rata-Rata Jumlah Cabang Tidak Produktif Pada Hari Ke49 56 2
2
3
3
1
2
Grafik 1. Rata-Rata Tinggi Tanaman
Rata-rata Tinggi Tanaman 100 90
90.17 82.83
80 70
70
60
60.42 56.38
50
71.56 Kelas C (Tanpa Mulsa)
48.75 41.68 41.5
40
Kelas F (Tanpa Mulsa) Kelas W Mulsa Jerami
32.17 28.03 27.79
30 20 10 0
35 HST
42 HST
49 HST
56 HST
Grafik 2. Rata-Rata Jumlah Daun
Rata-rata Jumlah Daun 70 60 54.42 50
58.75 57.58
45 40
38.25 32.42 31.17
30 20
19.58 18.75 17
Kelas F (Tanpa Mulsa)
30.44
23.44
Kelas W (Mulsa Jerami)
10 0 35 HST
42 HST
Kelas C (Tanpa Mulsa)
49 HST
56 HST
Grafik 3. Rata-Rata Jumlah Cabang
Rata-rata Jumlah Cabang 14 12
12 11 10
10 9 8
8 7
Kelas C (Tanpa Mulsa)
7
Kelas F (Tanpa Mulsa)
6 4
Kelas W (Mulsa Jerami)
4 3
2 1 0 35 HST
42 HST
49 HST
56 HST
Grafik 4. Rata-Rata Jumlah Cabang Produktif
Rata-rata Jumlah Cabang Produktif 12 10
10 9
8 6
7 6 5
7
Kelas C (Tanpa Mulsa) Kelas F (Tanpa Mulsa)
4
Kelas W (Mulsa Jerami)
2 0 49 HST
56 HST
Grafik 5. Rata-Rata Jumlah Cabang Tidak Produktif
Rata-rata Jumlah Cabang Tidak Produktif 3.5 3
3
3
2
2
2.5 2
Kelas F (Tanpa Mulsa)
1.5 1
Kelas C (Tanpa Mulsa)
Kelas W (Mulsa Jerami)
1
0.5 0 49 HST
56 HST
DOKUMENTASI
Gambar 4. Dokumentasi Tanaman Kapas Tanpa Mulsa Jerami Kelas C
Gambar 5. Dokumentasi Tanaman Kapas Tanpa Mulsa Jerami Kelas F
Gambar 6. Dokumentasi Tanaman Kapas Mulsa Jerami Kelas W
4.2
Pembahasan
Pratikum ini menggunakan kapas dengan varietas Kanesia 10 untuk semua perlakuan (tanpa menggunakan mulsa jerami maupun menggunakan mulsa jerami). Berdasarkan hasil penelitian Sulistyowati dan Sumartini (2009), Kanesia 10 dan Kanesia 11 memiliki kandungan serat berturut-turut 27,2% dan 8,11% lebih tinggi dibandingkan Kanesia 8. Kanesia 10, 11, 12, dan 13 yang tidak saja berproduksi tinggi, melainkan juga memenuhi persyaratan mutu serat. Kanesia 10 mampu menghasilkan 1.002,5-2.287,3 kg kapas berbiji per ha pada kondisi unspray dan 1.969,6-3.025,5 kg kapas berbiji pada kondisi spray; potensi produksi varietas ini adalah berturut-turut 2,97 dan 19,32% lebih tinggi dari Kanesia 7 dan Kanesia 8. Peningkatan hasil kapas berbiji pada varietas Kanesia 10 – Kanesia 13 berasosiasi dengan peningkatan jumlah buah per tanaman dan berat buah. Kanesia 10 – Kanesia 13 mampu bertoleransi terhadap serangan hama yang terjadi selama pertumbuhan. Tanpa perlakuan insektisida, galur-galur yang diusulkan mampu melakukan kompensasi kehilangan hasil akibat gugurnya badan buah dengan memacu laju fotosintesis dibandingkan dengan varietas pembanding (varietas Kanesia 8). Parameter yang digunakan untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan tanaman adalah tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah cabang, jumlah cabang produktif dan tidak produktif. Berdasarkan perbandingan grafik di atas, dengan jenis tanah yang sama dan pemberian pupuk yang sama (240 g urea, 320 gram SP36, dan 70 gram KCl), secara umum dapat disimpulkan bahwa dua perlakuan tanpa mulsa menunjukkan pertumbuhan tanaman yang lebih baik dari pada perlakuan menggunakan mulsa jerami pada pengukuran tinggi tanaman, jumlah daun dan jumlah cabang. Hal ini bertolak belakang dengan penelitian Asmin et al, (1996), yang menyatakan bahwa penggunaan mulsa berpengaruh terhadap tinggi tanaman, jumlah cabang vegetatif dan generatif. Penggunaan mulsa menunjukkan tinggi tanaman, lebar
kanopi, jumlah cabang vegetatif dan generatif lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa mulsa.Hal ini terjadi, diduga adanya perbedaan kelembaban tanah pada tiap perlakuan. Ketidaksamaan hasil penelitian dengan literatur diatas diduga karena penggunaan mulsa yang minim pada perlakuan menggunakan mulsa jerami dari kelas W (dapat dilihat dari gambar dokumentasi), selain itu diduga terjadi perebutan unsur hara antara tanaman dan gulma karena minimnya perawatan tanaman (dapat dilihat dari gambar dokumentasi). Menurut (Subiyakto dan Indrayani, 2008), pemberian mulsa jerami padi 6 ton/ha pada kapas tumpangsari kedelai (Gambar 7) memberikan manfaat positif bagi tanaman dan upaya konservasi mikroartropoda tanah dan artropoda predator. Sementara penggunaan mulsa jerami pada kelas W diperkirakan jauh dibawah rekomendasi pemberian mulsa tersebut diatas berdasarkan perbandingan 2 foto di bawah ini :
Gambar 7.Mulsa jerami padi yang disebarkan menjelang tanam kapas tumpangsari dengan kedelai (Subiyakto dan Indrayani, 2008).
Gambar 8.Pemberian Mulsa Jerami Kelas W.
Minimnya perawatan pada tanaman kapas dengan perlakuan menggunakan mulsa jerami kelas W, terlihat dari tumbuhnya gulma disekitar pertanaman kapas. Berbeda dengan kelas C dan kelas F dimana dilakukan penyiangan pada sekitar pertanaman kapas. Perbedaan ini dapat dilihat pada gambar 9. Penyiangan dilakukan untuk menekan pertumbuhan gulma. Gulma yang tumbuh di sekitar tanaman akan menurunkan laju pertumbuhan dan hasil. Produksi kapas akan menurun 75% karena adanya gangguan gulma (Moenandir,1990 ; Suhadi, 2007).
Gambar 9. Perbedaan perawatan tanaman kapas (dari kiri ke kanan: kelas C, kelas F, dan kelas W).
Perlakuan pemberian mulsa jerami berdasarkan penelitian (Subiyakto dan Indrayani, 2008), menyebutkan bahwa pemberian mulsa jerami adalah menjelang tanam kapas. Sementara pada perlakuan dengan menggunakan mulsa jerami kelas W, pemberian mulsa jerami dilakukan setelah tanaman kapas tumbuhn,
yaitu 2
minggu
setelah
tanam.
Perbedaan cara
pengaplikasian mulsa jerami ini juga diduga merupakan alasan ketidak sesuaian hasil penelitian dengan literatur yang ada. Berdasarkan perbandingan persentase jumlah cabang yang menjadi cabang produktif, maka pada perlakuan tanpa mulsa kelas C pada pengamatan yang terakhir, dari 12 cabang hanya ada 2 cabang yang tidak produktif. Pada perlakuan tanpa mulsa kelas F, dari 10 cabang, 3 diantaranya adalah cabang tidak produktif. Sementara pada perlakuan menggunakan mulsa jerami kelas W, dari 11 cabang, 2 diantaranya adalah cabang tidak produktif. Jika dilihat dari peningkatan jumlah cabang dari minggu ke minggu dan persentase jumlah cabang yang menjadi cabang produktif, maka perlakuan menggunakan mulsa jerami dari kelas W menunjukkan peningkatan yang signifikan hingga minggu ke delapan (60 hst), peningkatan jumlah cabang yang menjadi cabang produktif ini menunjukkan produksi kapas yang tinggi. Hal ini sesuai dengan penelitian Asmin et al, (1996), yang menjelaskan bahwa setelah tanaman kapas berumur 60, 90, dan 120 hst, peranan mulsa mulai nampak sehingga terjadi interaksi antara penggunaan mulsa dan pemupukan fosfat. Asmin et al, (1994) dalam Asmin et al, (1996), melaporkan bahwa aplikasi mulsa baik pada tanah tanpa olah, olah sederhana,
dan
olah
sempurna
rata-rata
menunjukkan
komponen
pertumbuhan dan produksi kapas lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa menggunakan mulsa. Setelah tanaman kapas berumur 60, 90, dan 120 hst, peranan mulsa mulai nampak sehingga terjadi interaksi antara penggunaan mulsa dan pemupukan fosfat. Sesuai pula dengan penelitian tersebut,
perlakuan tanpa mulsa dan dengan mulsa jerami untuk seluruh kelas adalah menggunakan pupuk fosfat, yaitu SP36. Interaksi pemupukan fosfat dan penggunaan mulsa berpengaruh nyata terhadap jumlah buah tiap tanaman dan hasil kapas berbiji. Peranan fosfat pada kapas sangat penting dalam pembentukan jumlah bunga dan buah yang terbentuk. Jika status fosfat tanah rendah dapat meningkatkan keguguran bunga dan buah, dengan demikian pada kondisi tersebut pemupukan fosfat yang berat dapat meningkatkan jumlah bunga 30 – 40 % dan jumlah buah yang masak pada pemetikan pertama dapat melebihi 50 % (Lopulisa et al., 1990 ; Asmin et al., 1996).Pemberian mulsa jerami padi memberikan hasil panen kapas dan kedelai lebih tinggi apabila dibandingkan dengan tanpa mulsa jerami (Subiyakto dan Indrayani, 2008). Pemupukan fosfat dengan dosis 50 kg TSP/ha disertai dengan aplikasi mulsa memperlihatkan komponen pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Hal ini terjadi karena mulsa mengalami pelapukan yang berangsur-angsur sesuai waktu yang merupakan bahan organik sehingga sifat fisik tanah tetap terpelihara, dengan demikian, tanah berada dalam keadaan gembur dan memiliki pori aerasi yang cukup untuk menunjang pertumbuhan tanaman (Suwardjo et al., 1989 ;Asmin et al, 1996). Selain itu penggunaan mulsa dapat mengawetkan kadar air tanah dengan tingkat kelembaban yang cukup tinggi, sehingga kebutuhan air tanaman terpenuhi (Abas et al., 1986; Asmin et al, 1996). Adanya kelembaban tanah yang cukup tinggi dan tanah yang gembur fosfat menjadi larut dan tidak terikat kuat oleh mineral liat. Terlepas dari perolehan data perlakuan dengan menggunakan mulsa jerami kelas W yang menunjukkan peningkatan jumlah cabang dari minggu ke minggu dan persentasi jumlah cabang yang menjadi cabang produktif yang signifikan hingga minggu ke delapan (60 hst), maka jika dibandingkan dengan perlakuan tanpa mulsa kelas C dan kelas F juga tidak jauh berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman kapas
pada perlakuan tanpa mulsa kelas C dan kelas F telah terpenuhi. Selain itu perawatan yang dilakukan juga telah maksimal dari pengairan penyiangan, penyulaman, penjarangan, dan pembumbunan sehingga tanaman dapat tumbuh optimal.
4.3
Dokumentasi Praktikum
Gambar 10. Dokumentasi Praktikum
5. KESIMPULAN
Dari penelitian ini, dengan jenis tanah yang sama dan pemberian pupuk yang sama (240 g urea, 320 gram SP36, dan 70 gram KCl), secara umum dapat disimpulkan bahwa dua perlakuan tanpa mulsa menunjukkan pertumbuhan tanaman yang lebih baik dari pada perlakuan menggunakan mulsa jerami pada pengukuran tinggi tanaman, jumlah daun dan jumlah cabang. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang menyebutkan bahwa penggunaan mulsa berpengaruh terhadap tinggi tanaman, jumlah cabang vegetatif dan generatif. Penggunaan mulsa menunjukkan tinggi tanaman, lebar kanopi, jumlah cabang vegetatif dan generatif lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa mulsa. Perbedaan dengan literatur yang ada diduga karena penggunaan mulsa yang minim pada perlakuan menggunakan mulsa jerami dari kelas W
dan minimnya perawatan
tanaman. Selain itu, cara pengaplikasian mulsa jerami padi yang seharusnya diawal tanam, tetapi diberikan 2 minggu setelah tanam. Dari dua perlakuan (tiga kelas), ditinjau dari kenaikan jumlah cabang produktif setiap minggunya(8 minggu setelah tanam) nilai yang tertinggi adalah perlakuan dengan mulsa jerami padi kelas W. Disusul dari perlakuan tanpa mulsa kelas C, dan selanjutnya perlakuan tanpa mulsa kelas F. Namun bila ditinjau dari jumlah cabang, perlakuan tanpa mulsa kelas C menunjukkan jumlah terbanyak meski tidak mengalami kenaikan yang signifikan setiap minggunya dan disusul dengan perlakuan tanpa mulsa kelas F yang tidak berbeda jauh. Perlakuan yang menunjukkan pertumbuhan tanaman yang terbaik adalah perlakuan tanpa mulsa kelas F, Namun hasilnya tidak berbeda jauh dengan perlakuan tanpa mulsa kelas C. Penampakan fenotip dari suatu tanaman adalah hasil dari faktor lingkungan dan faktor genetik.
DAFTAR PUSTAKA Asmin, Lologau, dan Yaha.1996. Jurnal : Pengaruh Pemupukan Fosfat dan Penggunaan Mulsa terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kapas di Lahan Sawah Sesudah Padi.Gowa : Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian Gowa. Balai Pengelola Alih Teknologi Pertanian. 2012. Kapas Varietas Kanesia 10. Bogor : Departemen Pertanian Balittas. 1993. Koleksi, Konservasi, Evaluasi, dan Utilisasi Plasma Nutfah Kapas. LaporanHasil Penelitian ARMP 1992/1993. Balittas, Malang. p.39. Dahlan, Dahliana. 2011. Buku Ajar : Mata Kuliah Budidaya Tanaman Industri. Makasar : Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin. Darjanto dan Siti-Satifah.1982. Biologi Bunga dan Teknik Penyerbukan Silang Buatan. PT Gramedia Jakarta. 143 hal. Ditjenbun. 1977. Varietas dan Sifat-Sifat serta Kwalitas Kapas di Indonesia. Ditjenbun, Deptan. 1977. 38 hal. Ditjenbun. 1978. Pedoman Bercocok Tanam Kapas. Direktorat Jenderal Perkebunan, Deptan.p. 106. Mauney, lR. 1984. Anatomy and Morfology of Cultivated Cottons. ARS-USDA Phoenix. Arizona. "Cotton" Number 24 in series Agronomy.American Society ofAgronomy. Publisher Madison, Wisconsin USA: 59-79. Subiyakto dan Indrayani. 2008. Jurnal : Pengendalian Hama Kapas Menggunakan Mulsa Jerami Padi. Malang : Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat. Suhadi. 2007. Teknik Budidaya Tanaman Kapas dalam Pola Tumpang Sari dengan Kedelai di Brebes, Jawa Tengah. Lumajang : Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat. Sulistyowati, Emy dan Sumartini, Siwi. 2009. Jurnal : Kanesia 10 – Kanesia 13 : Empat Varietas Kapas Baru Berproduksi Tinggi. Malang : Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat.
Usman, Nazaruddin. 1991. Pedoman Praktis Budidaya Tanaman Perkebunan. Pd Mahkota: Jakarta.
LAMPIRAN