LAPORAN PENELITIAN
STUDI DESKRIPTIF STATUS KEAMANAN INSANI (HUMAN SECURITY) DI KOTA DENPASAR
PENELITI
Idin Fasisaka, S.IP, M.A.
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS UDAYANA TAHUN 2015
1
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemunculan konsep keamanan insani (human security) merupakan implikasi dari perluasan makna keamanan paska-Perang Dingin. Dalam penakrifannya, konsep keamanan kini lebih dititikberatkan pada keamanan komprehensif dan lebih bersifat multidimensi dengan aktor/objek keamanan itu tidak lagi semata-mata bersandar pada keamanan negara (statesentris) tapi juga meliputi keamanan manusia (people-centric). Di sisi lain, perubahan tipologi ancaman juga memberi dampak bagi perkembangan konsep human security. Ancaman yang dahulu bersifat tradisional dan kental dengan unsur-unsur militer secara perlahan mengalami perluasan menjadi ancaman non-tradisional yang mencakup isu terorisme, human trafficking, kekurangan pangan, degradasi lingkungan dan lain sebagainya. Beberapa contoh ancaman non-tradisonal tersebut kemudian terbukti memiliki implikasi, baik langsung maupun tak langsung, terh adap kebutuhan dasar dan kelangsungan hidup manusia. Konsep keamanan insani (human security) lahir sebagai titik tengah antara dilema dan perdebatan terkait keamanan dan pembangunan. Secara umum, keamanan insani dapat diartikan sebagai pemenuhan keamanan bagi individu dan komunitas dalam hal jasmani, mental dan spiritual baik dalam konteks lokal maupun global (HumanSecurityIndex.org, 2011). Adalah United Nations Development Program (UNDP) yang pertama kali memunculkan 7 (tujuh) dimensi/bidang1 yang dianggap sebagai ancaman bagi keamanan individu, yang dalam perkembangan selanjutnya menjadi indikator untuk menilai aman/tidaknya seorang individu terhadap ancaman lokal, nasional maupun global. 1
Tujuh dimensi ancaman bagi keamanan insani menurut versi UNDP adalah: economic security, food security, health security, environmental security, personal security, community security dan political security
2
Dalam memaknai konsep keamanan insani ini, beberapa negara di dunia seperti Jepang, Kanada, dan Norwegia mulai memasukkan konsep keamanan insani dalam formulasi dan implementasi kebijakan mereka, khususnya dalam kebijakan luar negeri mereka. Indonesia sendiri tengah berupaya untuk menginklusi konsep keamanan insani dalam kebijakan keamanan yakni dengan memasukkan keamanan insani dalam Rancangan UndangUndang (RUU) tentang Keamanan Nasional (Kamnas), yang sayangnya hingga sekarang belum disahkan karena masih dalam proses tarik-ulur antara pihak legislatif dan eksekutif. Salah satu kritikan utama terkait dimasukkannya keamanan insani dalam RUU Kamnas adalah adanya kekhawatiran bahwa untuk menegakkan keamanan insani ini, pihak militer dapat kembali masuk hingga ke ranah sipil sehingga bukan menyelesaikan masalah namun justru menciptakan masalah baru dalam sistem perpolitikan (Tribun Pontianak, 2011). Masih adanya perdebatan terkait implementasi konsep keamanan insani di Indonesia menunjukkan masih perlunya banyak studi yang harus dilakukan terkait implementasi konsep ini di Indonesia. Selain dari sisi praktis, dari sisi teoritis juga telah muncul berbagai upaya untuk membuat keamanan insani menjadi lebih aplikatif. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan memunculkan instrumen untuk mengukur tingkat keamanan ataupun ketidakamanan insani dari suatu negara ataupun kawasan (region) agar dapat dilakukan tindakan intervensi yang tepat. Beberapa upaya yang telah dilakukan untuk mengukur keamanan insani antara lain Human Security Report Project dari Simon Fraser University (Kanada) dan Human Security Index yang dilakukan oleh United Nations Economic and Social Commission for Asia Pacific (UNESCAP). Kedua instrumen ini memiliki beberapa persamaan namun juga perbedaan mendasar. Sebagai contoh, Human Security Index menggunakan 3 komponen utama yakni 3
Economic Fabric Index yang terdiri dari 7 (tujuh) indikator, Environmental Fabric Index yang mencakup 4 (empat) indikator dan Social Fabric Index yang terbagi lagi ke dalam enam variabel yakni Education & Information Empowerment, Diversity, Peacefulness, Food Security, Health dan Governance dengan total 22 indikator (www.HumanSecurityIndex.org). Di sisi lain, Human Security Report menggunakan indikator yang bersifat lebih global dan bernuansa keamanan tradisional dengan menghitung tingkat prevalensi perang, konflik global, penyerangan terhadap warga sipil ataupun inisiatif perdamaian. Sayangnya, kedua upaya pengukuran ini masih bersifat nasional dan bahkan regional sehingga belum bisa memetakan ancaman-ancaman yang sifatnya sangat spesifik bagi wilayah di suatu negara, sedangkan ancaman seringkali bersifat sangat endemik bagi suatu wilayah. Atas dasar itulah, maka dibutuhkan sebuah studi awal untuk memberikan gambaran mengenai aman/tidaknya suatu wilayah dengan menggunakan indikator yang secara khusus mengukur ancaman yang sifatnya endemik bagi suatu daerah. Sebagai sebuah negara yang memiliki tingkat keberagaman yang tinggi, Indonesia membutuhkan gambaran umum mengenai kondisi keamanan insani di tiap wilayahnya. Pemetaan kondisi keamanan insani yang tepat bagi Indonesia dapat menjadi dasar bagi munculnya kebijakan intervensi yang tepat guna menciptakan rasa aman yang dibutuhkan individu dan masyarakat. Karenanya, perlu digagas sebuah penelitian yang dapat menjadi pilot project bagi pengukuran dan pemetaan kondisi keamanan insani di Indonesia. Penelitian ini direncanakan akan menjadi riset awal dari sebuah proyek jangka panjang untuk melakukan pemetaan mengenai kondisi keamanan manusia secara keseluruhan di Indonesia. Dikarenakan kedekatan geografis, maka Denpasar dipilih sebagai lokasi awal dilakukannya riset ini untuk selanjutnya dikembangkan di beberapa wilayah lain di Indonesia. 4
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penelitian ini akan berusaha untuk menjawab pertanyaan berikut: Bagaimanakah kondisi umum keamanan insani (human security) di kota Denpasar? Secara lebih khusus, rumusan masalah di atas akan dipecah menjadi 3 (tiga) subrumusan masalah, yakni sebagai berikut: a. Berdasarkan tujuh dimensi keamanan insani di atas, bidang apakah yang memiliki tingkat ketidakamanan paling tinggi dan paling rendah di kota Denpasar? b. Adakah perbedaan dalam kondisi keamanan insani di kota Denpasar, baik antarwilayah, antar-ras/etnis, antar-agama? c. Apa sajakah sumber-sumber utama ancaman yang menyebabkan ketidakamanan insani di kota Denpasar?
1.3. Tujuan Penelitian Dengan melihat rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk: a. Memberikan gambaran umum mengenai keamanan insani di kota Denpasar dengan mengidentifikasi tingkat ancaman tertinggi dan terendah bagi keamanan insani di kota Denpasar. b. Memetakan kondisi keamanan insani di kota Denpasar berdasarkan wilayah, ras/etnis, agama dan jenis kelamin sehingga dapat ditarik kesimpulan mengenai berbagai faktor yang berpengaruh bagi keamanan insani di kota Denpasar c. Mengidentifikasi sumber-sumber ancaman utama bagi keamanan insani di kota Denpasar agar dapat dilakukan tindakan intervensi yang tepat. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Keamanan Insani (HumanSecurity) Sebagai konsep yang masih dalam proses pemapanan, literatur konsep keamanan insani bisa dianggap telah cukup memadai untuk meretaskan agenda riset dan membaca arah perdebatan. Perdebatan yang muncul berkisar dari persoalan redefinisi atau penakrifan ulang konsep keamanan, pendekatan yang menjadi acuan, serta transformasinya ke ranah kebijakan. Perubahan yang cukup signifikan dalam cara pandang global terkait keamanan berasal dari adanya perubahan dalam memaknai konsep keamanan tradisional yang dahulunya hanya berorientasi pada keamanan negara. Keamanan Insani merupakan perluasan makna keamanan dalam bentuknya yang paling mutakhir (Werthes dan Debiel, 2006: 11). Berada di generasi ketiga yang berpijak pada perspektif masyarakat dunia, keamanan insani menjalin kelindankan pemaknaan keamanan dalam jangkauan sempit (freedom from fear) dengan pemaknaan keamanan dalam cakupan yang lebih luas (freedom from want). Generasi pertama meletakkan pemaknaan keamanan secara konvensional dalam konsep keamanan tradisional (traditional or common security). Bagi generasi pertama, pusat pengkajian keamanan terletak pada persoalan power.
Sementara generasi kedua
merentangkan pemaknaan keamanan pada keamanan yang diperluas dan komprehensif (extended or comprehensive security). Bagi generasi ini, pengkajian tertuju tak hanya pada persoalan power, tapi juga memasukkan hukum (internasional) untuk meningkatkan, serta menyelesaikan, persoalan keamanan. Bagi generasi ketiga, keamanan insani tak hanya hirau pada persoalan power dan hukum internasional, tapi juga menyertakan upaya pemberdayaan 6
individu dalam penyelesaian persoalan keamanan yang kian pelik (Werthes dan Debiel 2006: 10).
Kerr (2007: 98) melihatnya dengan lebih sederhana. Tanpa membaginya berdasar
generasi, baginya, keamanan insani adalah upaya rekonsiliasi antara kubu sempit (narrow school) dengan kubu perluasan (broad school). Titik anjak pemaknaan dari keamanan tradisional ke keamanan yang lebih mutakhir terletak pada penentuan obyek rujukan (referent object). Mazhab pertama, berhaluan Realis yang negara-sentris, masih memfokukan pada keamanan negara dan integritasnya dari ancaman, utamanya militer, dengan sedikit kepedulian pada upaya membangun kapabilitas bagi perlindungan warganya. Sementara kubu kedua—berhaluan konstruktivis atau kritis— beranjak lebih jauh dengan menjadikan individu sebagai obyek rujukan yang harus mendapat fokus perlindungan dari ancaman baik militer maupun nirmiliter. . Setidaknya ada dua hal utama yang menyebabkan bergesernya paradigma tradisional terkait keamanan. Pertama, meluasnya kesadaran bahwa keamanan secara nasional dan global hanya bisa tercapai jika keamanan secara individual telah terpenuhi. Kedua, keamanan tidak bisa dilihat sebagai sebuah proses yang terpisah dari pembangunan, di mana kedua fenomena ini saling menguatkan dalam mencapai tujuan nasional dan dalam memperjuangkan kepentingan nasional. Meningkatnya kesadaran mengenai pentingnya keamanan individual dan titik temu antara pembangunan-keamanan menyebabkan lahirnya konsep keamanan insani (human security) dalam studi mengenai keamanan. Meski demikian, ada perbedaan pendekatan sebagai acuan penerapan keamanan insani Dalam beragam literatur, setidaknya ada tiga pendekatan acuan dalam keamanan insani; United Nations Development Program (UNDP), Kanada, dan Jepang/Asia. Pendekatan UNDP berasal dari Human Development Report yang pertama kali dikeluarkan 7
oleh UNDP pada tahun 1994 dianggap sebagai tonggak sejarah penting dalam memformalkan konsep keamanan insani dengan memunculkan dua pembagian utama terkait ancaman dan keamanan yakni freedom from fear dan freedom from want. Dalam perkembangan selanjutnya, dua konsep besar ini diturunkan menjadi 7 elemen utama dari keamanan insani (UNDP, 1994). Secara umum, keamanan insani meliputi 7 bidang utama yakni a) Economic Security; b) Food Security; c) Health Security; d) Environmental Security; e) Personal Security; f) Community Security dan g) Political Security. Ketujuh bidang inilah yang selanjutnya harus dipromosikan agar dapat menciptakan rasa aman bagi individu. Jika ketujuh aspek keamanan ini telah terpenuhi, barulah seorang individu dapat dikatakan aman, baik dari freedom from fear maupun freedom from want. Sekilas Definisi UNDP atas keamanan mudah dinisbatkan pada hak asasi manusia dan hukum humaniter—yang lekat dengan pengalaman Barat—melihat cakupannya yang luas, hal yang dituduhkan oleh beberapa ilmuwan. Namun sebenarnya penggagasnya, Mahbub-ul-Haq—konselor kawak UNDP dari Pakistan— meretaskannya dari pengalaman empatik dan empirisnya sebagai warga negara dunia berkembang. Pendekatan UNDP mendapat kritik dari Kanada yang segera mengajukan pendekatan tandingan. Setelah sebelumnya memiliki kemiripan dengan UNDP, Kanada kemudian menemukan ketidaksepakatan dengan UNDP (Bajpai, 2003: 17). Selain lingkupnya dianggap terlalu luas, bagi Kanada, takrif dari UNDP atas keamanan lekat dengan keterbelakangan dan abai atas "ketidakamanan manusia dari konflik dengan kekerasan". Kanada kemudian menginisiasi konferensi di Lysoen tahun 1999 dengan menggandeng Norwegia. Dari kota di Norwegia ini, Deklarasi Lysoen menyatakan bahwa nilai pokok dari keamanan insani ialah freedom from fear, freedom from want, dan kesempatan yang setara. 8
Meski demikian, mereka menyatakan bahwa inti utamanya ialah kebebasan dari "pervasive threats to people’s right, their safety or their lives". Bagi mereka, kemanan insani adalah keamanan warga negara yang berpedoman pada Piagam PBB, Deklarasi Universal HAM, dan Konvensi Jenewa. Pernyataan ini—yang mencerminkan konteks pengalaman dan kondisi psikologis mereka sebagai warga dunia maju—menjadikan pendekatan Kanada lebih dikenal sebagai kubu freedom from fear (Bajpai, loc.cit., Alkire, 2003: 21). Pendekatan ketiga, pendekatan Jepang, sangat mirip dengan pendekatan UNDP. Bagi Jepang, keamanan insani mencakup secara komprehensif segala hal yang mengancam keselamatan, kesejahteraan, dan kehormatan individu, misalnya kerusakan lingkungan, pelanggaran HAM, kejahatan internasional terorganisir, persoalan pengungsi, peredaran narkotika, penyebaran penyakit menular, dan sebagainya. Namun, Jepang sebenarnya tak menawarkan upaya konseptualisasi keamanan insani untuk diterjemahkan sebagai pedoman praktis dalam pelaksanaan. Negara yang dipaksa menjadi negara pasifis oleh AS melalui Konstitusi 1947 sejatinya menjadikan keamanan insani sebagai alat pandu kebijakan bagi aktivitasnya di wilayah keamanan non-tradisional dengan penekanan utama pada pemenuhan kebutuhan dan pembangunan insani (Atanassove-Cornelis, 2006: 49) Sayangnya dalam implementasinya, belum banyak negara yang telah memasukkan konsep keamanan insani dalam kebijakannya. Tercatat hanya tiga negara di dunia yang memasukkan kerangka keamanan insani ke dalam kebijakan luar negerinya, yakni Jepang, Kanada, dan Norwegia (Alkire, 2003: 17). Kerangka kebijakan luar negeri Kanada dibangun dengan fokus pada perdamaian, keamanan, pembangunan, dan kerja sama internasional semasa dan selewat Perang Dingin. Bidang garapnya meliputi pemberantasan ranjau darat, perlindungan warga sipil saat pecah konflik, hingga intervensi kemanusiaan di Rwanda atau 9
Srebrenica. Sementara Norwegia, masih bersudut pandang freedom from fear, memfokuskan pada upaya preventif perang, kontrol senjata ringan dan tangan (small and light arms), serta operasi jaga damai. Kanada dan Norwegia bermitra dalam membangun Human Security Network (Lysoen Group) yang pertemuan tahunannya menarik minat pemerintah dan ornop dari 13 negara, termasuk diantaranya Australia, Chili, Yunani, Yordania, Mali, Slovenia, Thailand. Di sisi lain, Jepang, yang memiliki kemiripan dengan bidang garap UNDP, mewujudkan komitmennya melalui program Official Development Assistance (ODA) ke negara berkembang dan mendirikan Commission on Human Security (CHS). Meski ada perbedaan dalam filosofi dan penerjemahan bidang garap, namun tantangan yang juga harus diajukan adalah persoalan keterukuran, yakni kemungkinan menyusun audit keamanan insani yang bisa dijadikan patokan tahunan untuk merekam tingkat keselamatan dan kebebasan individu di pelbagai tempat dan kapabilitas untuk menanggulangi ancaman tersebut. Bagi Bajpai, ancaman keamanan dan kapabilitas untuk meredamnya akan berubah dari waktu ke waktu, maka takrif keamanan insani yang universal akan menyesatkan (Tadjbakhsh, 2007: 433). Pun indikator kemanan insani bisa lentur tergantung tempat karena perbedaan konteks (Bajpai 2000: 55). Namun demikian, ada dua hal penting yang layak dipertimbangkan: 1) ancaman langsung dan tak langsung bagi keselamatan dan kebebasan individu, dan 2) kapasitas untuk menghadapi ancaman, yakni kemampuan menciptakan norma, institusi, dan demoktratisasi/keterwakilan dalam struktur pembuatan keputusan di tingkat global, regional, nasional atau sub-nasional (Bajpai, 2000: 53). Yang pertama berarti pengukuran pertumbuhan atau penurunan ancaman, sementara yang kedua bermakna perkiraan kapabilitas untuk menghadapi ancaman tersebut.
10
Dari sisi operasionalisasi, audit kemanan insani, menurut Bajpai, bisa dijalankan secara kuantitatif maupun kualitatif. Pertama, metode kuantitif bisa dilakukan untuk mengukur keamanan insani sebagai patokan tahunan. Hal ini paralel dengan Human Security Index (HSI) dan Humane Governance Index (HDI). Sementara metode kualitatif lebih kerap untuk mengukur "kapabilitas" daripada "ancaman"
11
BAB III DESAIN DAN METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif dan deskriptif karena berupaya untuk menggambarkan dan menjelaskan secara mendalam kondisi umum keamanan insani di kota Denpasar serta mengidentifikasi sumber-sumber ancaman utama bagi keamanan individu di kota Denpasar. Metode penelitian akan menggabungkan antara metode kuantitatif dan metode kualitatif (mixing method). Pendekatan kuantitatif akan digunakan untuk meneliti indikatorindikator keamanan yang sifatnya angka semisal indikator untuk mengukur economic security (tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran dll.). Pendekatan kualitatif dipilih berdasarkan kondisi dan situasi obyek penelitian dan hasil yang diharapkan pasca-penelitian. Penelitian secara kualitatif memungkinkan peneliti untuk menjawab pertanyaan penelitian dengan menganalisis tingkah laku, tindakan, struktur sosial dan memunculkan fakta-fakta yang tidak dapat dikuantifikasikan atau diukur secara pasti (Berg, 2004). Berdasarkan cakupan tersebut, maka metode kualitatif akan secara lebih akurat menjawab pertanyaan terkait persepsi mengenai ancaman dan penilaian terkait aman/tidaknya suatu kondisi semisal dalam mengukur aspek personal security.
3.2 Metode Pemilihan Daerah Penelitian Lokasi penelitian akan difokuskan di Kota Denpasar yang mencakup 4 kecamatan yakni Denpasar Barat, Denpasar Timur, Denpasar Utara, dan Denpasar Selatan di mana masing-masing kecamatan terdiri dari 16 kelurahan. Dari masing-masing kecamatan akan 12
diambil 2 (dua) kelurahan sebagai sampel dengan menggunakan teknik simple random sampling.
3.3. Metode Pengambilan Sampel Untuk teknik pengambilan sampel, akan digunakan teknik purposive sampling, di mana pemilihan sampel akan ditentukan berdasarkan tujuan penelitian sehingga sampel akan dipilih berdasarkan data yang ingin diperoleh. Berdasarkan tujuan penelitian, maka sampel akan dipilih sebagai berikut :
Kecamatan
Denpasar Barat
Denpasar Timur
Denpasar Utara
Denpasar Selatan
Jumlah Responden
Teknik Pengumpulan Data
4
In-depth interview
20
Focus Discussion
Keterangan Disesuaikan berdasarkan jenis kelamin, agama, ras/etnis
Group
4
In-depth interview
20
Focus Discussion
Disesuaikan berdasarkan jenis kelamin, agama, ras/etnis
Group
4
In-depth interview
20
Focus Discussion
Disesuaikan berdasarkan jenis kelamin, agama, ras/etnis
Group
4
In-depth interview
20
Focus Discussion
Disesuaikan berdasarkan jenis kelamin, agama, ras/etnis
Group
13
Total
96
3.4. Sumber Data Data yang akan digunakan terbagi atas data primer dan data sekunder yang akan diperoleh dari berbagai sumber. 1.
Data primer yaitu berupa hasil wawancara terstruktur secara mendalam (in-depth interview) dan focus group discussion (FGD) dengan subyek penelitian di wilayah sampling. Data yang diperlukan meliputi persepsi individu dan kelompok terkait ancaman dan keamanan, serta informasi mengenai sumber-sumber-sumber ancaman di wilayah tempat tinggal subyek. Pemilihan subyek masyarakat akan didasarkan pada teknik sampling dengan perimbangan yang sesuai. Selain itu, data primer juga akan diperoleh melalui wawancara dengan instansi-instansi terkait semisal Dinas Kesatuan Bangsa dan Politik serta Pemerintah Kota Denpasar.
2.
Data sekunder yaitu berupa data statistik deskriptif (descriptive statistics) mengenai data-data kuantitatif semisal indikator pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan, indikator stabilitas keamanan dan politik serta indikator kualitas lingkungan. Beberapa instansi yang akan menjadi target utama peneliti untuk perolehan data sekunder ini meliputi Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Denpasar dan dinas-dinas terkait yang memiliki data yang dimaksud. Selain itu, data juga dapat diperoleh melalui beberapa instansi lain yang dirasa peneliti memiliki sumber data yang cukup akurat seperti Bank Dunia dan beberapa NGO lokal. 14
3.5. Metode & Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data akan dilakukan melalui beberapa teknik yaitu: 1.
Wawancara, yaitu dengan cara mengajukan pertanyaan langsung kepada pihakpihak yang terkait.
2.
Observasi langsung, yaitu dengan melakukan kunjungan langsung ke wilayah penelitian, dan mengamati hal-hal penting yang relevan bagi penelitian ini.
3.
Dokumentasi, yaitu pengumpulan data-data sekunder ke pihak-pihak terkait. Selain itu, jika dibutuhkan, juga akan dilakukan dokumentasi secara audio, visual maupun audio-visual untuk memastikan keabsahan data.
4.
Focus Group Discussion (FGD), yaitu dengan melakukan dialog/diskusi kelompok dengan para pemangku kepentingan (stakeholder) serta pihak-pihak lain yang berkepentingan dan relevan dengan penelitian ini. Tujuan dari metode dan teknik ini adalah untuk lebih memfokuskan bidang-bidang atau topik-topik apa saja yang harus mendapat perhatian lebih dan tindak lanjut guna kepentingan penelitian.
3.6. Teknik Analisis Data Analisis data akan dilakukan secara kualitatif di mana analisis akan dilakukan dalam 3 model pengolahan data untuk memastikan tercapainya tujuan penelitian. Ketiga model tersebut adalah: 1. Data Reduction, yaitu melibatkan "pengerucutan" data-data kualitatif semisal hasil wawancara, di mana data mentah tersebut dikelola kembali dalam bentuk transkrip wawancara, kesimpulan wawancara ataupun rangkuman hasil diskusi. Tujuan dari data reduction ini adalah untuk menghasilkan analisis yang lebih fokus terhadap isu yang 15
akan diteliti sehingga mempermudah proses penelitian, namun juga tidak menghilangkan esensi penelitian. Data reduction ini akan dilakukan selama masa penelitian untuk manjamin validitas data. 2. Data Display, meliputi proses penyampaian data penelitian dalam bentuk yang lebih mudah semisal tabel, grafik ataupun pembagian lain yang dapat mempermudah proses pembacaan hasil dan percapaian tujuan penelitian. 3. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi, meliputi kegiatan penarikan kesimpulan logis dari data yang tersaji dan pada waktu bersamaan melakukan verifikasi ulang terhadap keabsahan penarikan kesimpulan. Verifikasi ini akan dilakukan melalui metode intercoder reliability check atau pemeriksaan silang oleh peneliti lain untuk memastikan kesimpulan yang diperoleh adalah sahih dan valid. Selain itu, verifikasi juga akan dilakukan untuk memastikan apakah penelitian yang serupa dapat dilakukan di tempat lain (dengan kondisi yang serupa) dan tetap memperoleh hasil yang sama.
3.7. Waktu Penelitian
NO
KEGIATAN
PELAKSANAAN September
Oktober
Nopember
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1
Koordinasi tim peneliti
2
Pemetaan awal wilayah penelitian
3
Studi Pustaka
16
4
Penyusunan instrumen riset
5
Pencarian data Sekunder
6
Pencarian data Primer
7
Pembahasan temuan lapangan
8
Penyusunan draf awal laporan penelitian
9
Pembahasan draf awal laporan penelitian
10
Pencarian data tambahan
11
Revisi dan Finalisasi Hasil Riset
3.8. Perkiraan Beaya Penelitian
No.
Keterangan
1
Bahan dan peralatan penelitian
1. a.
Bahan Habis Pakai 1. Honorarium Peneliti
Unit
Satuan
2 orang
Harga (Rp)
Jumlah (Rp)
1.600.000
3.200.000
150.000
4.950.000
2. Biaya kompilasi pengetikan transkrip dan seleksi dokumen
33 jam
3. Alat Tulis Kantor
1 paket
100.000
100.000
4. Biaya Komunikasi
1 paket
300.000
300.000
5. Biaya cetak/print
1 paket
100.000
100.000
17
1.b.
Sewa Alat 1. Sewa alat perekam
2
0 12 hari
150.000
1.800.000
Perjalanan a. Transportasi lokal
0 15 hari
50.000
750.000
10 hari
100.000
1.000.000
50.000
300.000
b. Lumpsum akomodasi dan konsumsi Penggandaan Laporan 3
Penelitian Jumlah Total
6 buku
12.500.000
18
BAB IV HASIL DAN ANALISIS
4.1. Gambaran Umum Lokasi Kota Denpasar merupakan sebuah wilayah administratif setingkat kotamadya di Propinsi Bali dan merupakan ibu kota di propinsi tersebut. Denpasar terdiri dari 4 kecamatan, yaitu Denpasar Barat, Denpasar Timur, Denpasar Utara, dan Denpasar Selatan, serta 43 desa/kelurahan dengan jumlah populasi kurang lebih sebanyak 788.445 jiwa (Maret, 2012). Denpasar merupakan pusat semua aktivitas warga yang ada di Bali. Sebagai ibukota provinsi Bali, Denpasar merupakan tempat yang strategis dan sangat cocok untuk bisnis serta investasi. Denpasar menjadi pusat pemerintahan, pusat perdagangan, pusat pendidikan, pusat industri dan pusat pariwisata. Denpasar terkenal sebagai kota budaya dan kota pariwisata karena banyak memiliki banyak situs budaya dan pariwisata dan merupakan salah satu tujuan pariwisata utama di Indonesia sehingga Denpasar memiliki beberapa karakteristik utama yang cukup distinktif jika dibandingkan dengan wilayah lain di Indonesia. Di samping itu, Denpasar adalah kota bisnis dan perdagangan. Pertumbuhan industri pariwisata di Pulau Bali mendorong Kota Denpasar menjadi pusat kegiatan bisnis, dan menempatkan kota ini sebagai daerah yang memiliki pendapatan per kapita dan pertumbuhan tinggi di Provinsi Bali (www.bi.go.id, KER Provinsi Bali Triwulan IV 2009). Secara geografis, wilayah Denpasar dapat dilihat pada peta berikut:
19
Gambar 1. Peta Kota Denpasar
Secara demografis, Denpasar didominasi oleh suku Bali yang merupakan penduduk asli dan mayoritas selain beberapa etnis lain seperti Jawa, Madura, Cina dan Arab. Selain itu, Denpasar juga merupakan salah satu kota tujuan utama untuk bisnis dan perdagangan di Indonesia sehingga banyak penduduk luar kota Denpasar,, baik dari Indonesia maupun luar Indonesia yang kemudian menetap di daerah Denpasar.. Hal ini menyeb menyebabkan Denpasar menjadi salah satu kota dengan tingkat keberagaman keberagaman etnis yang cukup tinggi, meskipun lebih banyak didominasi oleh pebisnis dan pedagang pedagang. Selain dari isi etnisitas, Denpasar juga 20
merupakan kota dengan keberagaman agama yang cukup tinggi. Meskipun mayoritas penduduk Denpasar merupakan penganut agama Hindu Bali, banyak juga penganut agama lain di wilayah ini. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya tempat-tempat ibadah di kota Denpasar baik untuk penganut agama Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu maupun Buddha. Hal ini menunjukkan cukup tingginya tingkat keberagaman di wilayah ini, baik dari sisi etnis maupun agama. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010 oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Denpasar (www. denpasarkota.bps.go.id), pencerminan penduduk Kota Denpasar pada tahun 2010 berjumlah 788.589 jiwa yang terdiri dari penduduk laki laki 403.293 jiwa (51,14 persen) dan penduduk perempuan 385.296 jiwa (48,86 persen). Kecamatan dengan jumlah penduduk terbesar adalah Kecamatan Denpasar Selatan dengan penduduk sebesar 244.851 jiwa atau sebesar 31,05 persen dari seluruh penduduk Denpasar yang diikuti oleh Kecamatan Denpasar Barat 229.432 jiwa (29,09 persen), Kecamatan Denpasar Utara 175.899 jiwa (22,31 persen), dan Kecamatan Denpasar Timur 138.404 jiwa (17,55 persen). Kepadatan penduduk adalah banyaknya penduduk per km2, yang merupakan perbandingan jumlah penduduk dan luas wilayah. Kepadatan penduduk di Kota Denpasar pada tahun 2010 telah mencapai 6.171 jiwa per-km2. Angka ini merupakan angka tertinggi di propinsi Bali. Dari 4 kecamatan, yang memiliki kepadatan penduduk tertinggi adalah Kecamatan Denpasar Barat (9.536 jiwa per km2) kemudian Kecamatan Denpasar Timur (6.204 jiwa per km2 ), Kecamatan Denpasar Utara (5.598 jiwa per km2), dan Kecamatan Denpasar Selatan (4.898 jiwa per km2). Lihat tabel 3.1.4. Selain dari segi pertumbuhan ekonomi, performa pembangunan Kota Denpasar juga cukup memuaskan. Berdasarkan angka Indeks Pembangunan Manusia/IPM (Human 21
Development Index) yang merupakan indeks yang mengukur angka harapan hidup, tingkat melek huruf dan daya beli masyarakat, Kota Denpasar terus mengalami peningkatan dalam ketiga dimensi di atas sejak tahun 2008 (BPS Kota Denpasar, 2012). Hal ini menunjukkan adanya peningkatan dalam 3 dimensi dasar pembangunan yakni bidang kesehatan, pendidikan dan ekonomi.
4.2. Keamanan Insani Kota Denpasar Berdasarkan definisi dan pembagian 7 (tujuh) dimensi keamanan insani dari United Nations Development Programme (UNDP), maka kondisi keamanan insani di kota Denpasar dapat ditelaah berdasarkan dimensi-dimensi di atas.
4.2.1 Economic Security Untuk dimensi keamanan ekonomi, hal utama yang perlu dijadikan pertimbangan adalah tingkat upah/pendapatan dan kemampuan atau daya beli. Berdasarkan keputusan pemerintah, Upah Minimum Regional (UMR) Kota Denpasar untuk tahun 2013 adalah sebesar Rp1.135.800,00 atau naik dari tahun 2012 yang hanya sebesar Rp 1.130.000,00. Studi ini menemukan bahwa sebagian besar responden telah memiliki penghasilan di atas UMR Kota Denpasar dan yang memiliki upah di bawah UMR tidak lebih dari 10%. Sekitar 15% dari total responden memiliki upah sebesar 3 kali lipat atau lebih dari UMR kota Denpasar dan sisanya memiliki upah 1,5 sampai dengan 2,5 kali lipat dari UMR Kota Denpasar. Hal ini menunjukkan bahwa jika dilihat dari sisi (hanya) upah, sebagian besar masyarakat Denpasar telah cukup aman.
22
Selain dari sisi upah, keamanan ekonomi yang juga diperhatikan adalah terkait sustainabilitas pekerjaan dan resiko kehilangan pekerjaan. Untuk aspek ini, lebih dari setengah responden menyatakan kekuatiran yang sangat besar terkait hilangnya pekerjaan mereka. Beberapa alasan utama kekuatiran ini adalah karena sistem kontrak yang diterapkan perusahaan serta lemahnya posisi tawar mereka jika dibandingkan dengan pemberi kerja. Salah seorang responden adalah seorang sarjana (S1) Teknik Sipil yang memiliki upah antara Rp.1.000.000,00 s.d Rp.2.000.000,00 namun merasa tidak aman karena hanya dipekerjakan secara sistem kontrak. Responden lain juga memberikan pernyataan serupa terkait sustainabilitas pekerjaannya yang tergolong sangat beresiko. Selain ancaman terhadap sustainabilitas pekerjaan karena sistem kontrak, banyak responden yang juga merasa penghasilannya terancam dengan banyaknya toko-toko serba ada seperti Indomaret atau Alfamart yang menyebabkan warung-warung tradisional dan pasar tidak lagi menjadi tujuan utama konsumen. "Karena kalo di tempat kerja saya, saya sebagai arsitek jalan dan jembatan sistem kontrak. Satu kontrak, 1 proyek." (Laki-laki, arsitek, 33 tahun, Kec. Denpasar Barat) "Ya namanya juga sopir angkot. Satu kali salah saja langsung dipecat." (Laki-laki, sopir angkutan umum, 41 tahun, Kec. Denpasar Utara) "Sekarang banyak supermarket kayak Indomaret jadinya saingan banyak dan resiko kehilangan pekerjaan tinggi." (Laki-laki, pedagang, 45 tahun, Kec. Denpasar Selatan)
Kurang baiknya sustainabilitas pekerjaan ini juga diperparah dengan tidak adanya tindakan pengamanan dari sebagian besar responden jika suatu saat kehilangan pekerjaan. Hanya sekitar 5% dari total responden yang menyatakan memiliki simpanan ataupun investasi jika suatu saat kehilangan pekerjaannya. Sebagian besar responden mengaku tidak memiliki simpanan apapun yang dapat digunakan jika suatu saat mereka kehilangan 23
pekerjaan. Meskipun beberapa program Jaring Pengaman Sosial (JPS) telah dijalankan oleh pemerintah, sekitar 40% dari total responden mengaku tidak pernah menggunakannya. Untuk yang
benar-benar
berhak
menggunakannya,
sekitar
30%
yang
pernah
dan
bisa
menggunakannya. Beberapa responden mengaku mengetahui adanya program JPS yang dijalankan pemerintah namun tidak pernah menggunakannya, baik karena tidak tahu mekanismenya ataupun tidak bisa/boleh menggunakannya. "Saya 2 lebih tahun jadi Ketua Kampung, jadi tahu kalo soal sumbangan sosial. Beberapa warga miskin yang terdaftar sudah menerimanya." (Laki-laki, swasta, 45 tahun, Kec. Denpasar Barat)
Hal ini menunjukkan bahwa mekanisme pengamanan dari pemerintah untuk aspek ekonomi belum berjalan secara optimal sehingga tingkat ketidakamanan dari sisi ekonomi cukup tinggi. Secara umum, tingkat ketidakamanan ekonomi (economic insecurity) di wilayah Denpasar cukup tinggi. Jika hanya dilihat dari sisi upah dan daya beli, tingkat keamanan ekonomi sudah baik namun tingkat keamanan terkait sustainabilitas pekerjaan dan upaya pengamanan terhadap resiko hilangnya mata pencarian rendah (tidak aman).
4.2.2. Food Security Untuk ketahanan pangan (food security), yang menjadi hirauan utama adalah terkait ketersediaan dan aksesibilitas terhadap bahan pangan serta kualitas bahan pangan yang dikonsumsi. Dalam hal ini, tidak banyak responden yang kesulitan mengakses bahan pangan dikarenakan bahan pangan yang selalu tersedia. Hanya sekitar 5% responden yang mengaku kesulitan mengakses bahan pangan dikarenakan harganya yang terlalu mahal.
24
Jika dari sisi aksesabilitas tidak terlalu banyak mengalami masalah, maka sebagian besar responden mengaku tidak mendapat makanan yang berkualitas cukup baik. Dalam studi ini ditemukan bahwa sebagian besar responden hanya makan untuk sekedar "makan" tanpa memperhatikan kandungan gizi yang terdapat di dalamnya. Beberapa responden mengaku tidak sulit mengakses bahan makanan namun makanan yang dikonsumsinya bersifat ala kadar dan belum memenuhi kaidah minimum seperti 4 sehat 5 sempurna. "Sering ngebon makan ke warung. Kalo makan biasanya tempe, tahu dan ikan. Kadangkadang ayam." (Laki-laki, 30 tahun, sales, Kec. Denpasar Barat)
Kurangnya tingkat konsumsi makanan yang sehat dan berkualitas disebabkan karena kurangnya pemahaman tentang standar gizi minimum. Sebagian besar responden mengaku tidak mengetahui dan/atau tidak peduli terhadap standar makanan sehat yang menunjukkan rendahnya tingkat pemahaman dan kepedulian terkait makanan berkualitas. Dari segi keamanan pangan (food security), masyarakat kota Denpasar tidak memiliki kesulitan dalam hal ketersediaan dan aksesibilitas terhadap bahan pangan, namun memiliki tingkat ketidakamanan yang tinggi dalam hal mengkonsumsi makanan yang sehat dan berkualitas dikarenakan pemahaman yang masih kurang.
4.2.3. Environmental Security Secara umum, keamanan lingkungan (environmental security) di Kota Denpasar cukup mengkhawatirkan. Banyak permasalahan lingkungan yang kemudian cukup mengancam wilayah-wilayah tertentu di kota Denpasar sehingga penduduknya mendapatkan ancaman yang cukup tinggi dalam hal lingkungan hidup. Tiga ancaman utama dalam hal 25
keamanan lingkungan di kota Denpasar adalah sampah (80% responden), polusi udara (50% responden) dan polusi air (15% responden).
Gambar 2. Sampah selokan di Kecamatan Denpasar Barat
Selain tiga sumber ancaman di atas, minimnya upaya untuk melakukan pencegahan dan perbaikan kualitas lingkungan hidup juga menjadi sumber ancaman lainnya. Sebagian besar upaya perbaikan dan pencegahan kerusakan lingkungan hidup di Denpasar dilakukan sendiri oleh warga secara swadaya. Beberapa wilayah di Denpasar memiliki mekanisme kerja bakti yang dilakukan secara rutin sedangkan beberapa wilayah lain hanya 26
dilakukan menjelang hari besar nasional, atau hari besar keagamaan. Selain kerja bakti, warga juga secara swadaya melakukan pengangkutan sampah ataupun secara sukarela membayar iuran untuk menggaji orang yang bertugas mengangkut sampah.
"Warga biasanya kerja bakti sendiri buat bersihin sampah. Sama gak buang sampah lagi di sungai. Tapi tetap saja ada yang buang sampah di sungai dari kampung lain." (Perempuan, 39 tahun, Kec. Denpasar Barat)
Selain upaya swadaya dari masyarakat, upaya pencegahan dan perbaikan lingkungan juga dilakukan oleh pihak swasta (perusahaan), meskipun tidak banyak. Salah satu perusahaan yang melakukan ini berada di keempat kecamatan di Kota Denpasar yang beberapa kali mengadakan kegiatan tanam pohon dan perbaikan lingkungan sebagai bagian dari aktivitas Corporate Social Responsibility-nya. Dimensi lingkungan merupakan salah satu dimensi keamanan insani dengan tingkat ancaman tertinggi di Kota Denpasar. Sampah, polusi udara dan polusi air merupakan ancaman utama lingkungan hidup yang memiliki implikasi membahayakan bagi warga kota Denpasar. Kendati telah ada upaya pencegahan dan perbaikan lingkungan yang dilakukan oleh warga dan pihak swasta, dimensi lingkungan hidup masih tetap merupakan salah satu dimensi keamanan insani dengan tingkat ketidakamanan paling tinggi.
4.2.4. Health Security Dalam aspek keamanan kesehatan (health security), studi ini terfokus pada tiga hal utama terkait kesehatan yakni pemahaman dan implementasi hidup dan lingkungan sehat, ketersediaan dan akses terhadap air bersih serta aksesibilitas terhadap pelayanan kesehatan. Dalam aspek pemahaman dan implementasi hidup sehat, banyak responden sudah mengerti 27
mengenai pentingnya dan implementasi hidup sehat. Banyak responden yang sudah pernah mengikuti sosialisasi gaya hidup sehat yang dilakukan oleh desa/banjar yang terseebar di seluruh wilayah Kota Denpasar ataupun oleh kelompok mahasiswa yang melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN). Kegiatan-kegiatan ini telah cukup membantu dalam mengajarkan budaya hidup sehat bagi masyarakat. Terkait kesehatan lingkungan tempat tinggal, masih banyak wilayah di Denpasar yang memiliki sistem drainase, sanitasi dan sirkulasi udara yang buruk sehingga menimbulkan ancaman kesehatan. Responden mengeluhkan mampetnya saluran air sehingga menyebabkan banjir yang sering terjadi di kawasan tempat tinggal mereka. Sebagai contoh, wilayah kecamatan Denpasar Barat memiliki siklus banjir tahunan yang disebabkan karena timbunan sampah yang terus menggunung di wilayah tersebut. Selain dua elemen keamanan lingkungan di atas, akses terhadap pelayanan kesehatan juga menjadi perhatian utama. Berdasarkan observasi dan wawancara yang dilakukan, masyarakat tidak mengalami terlalu banyak kesulitan mengakses pelayanan kesehatan. Meskipun beberapa wilayah tidak memiliki Rumah Sakit (RS), fasilitas Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) telah tersedia sehingga warga dapat mengaksesnya dengan mudah. Selain itu, beberapa responden juga memperoleh kemudahan akses pelayanan melalui mantri/suster/bidan yang berdomisili di wilayah mereka. Beberapa responden mengaku tidak perlu ke RS atau Puskesmas jika sakit dan hanya perlu ke rumah mantri/suster/bidan untuk mendapat pelayanan kesehatan. "Jalan ke Rumah sakit dan Puskesmas jauh. Tapi di sini ada mantri dan bidan jadi warga seringnya ke situ." (Perempuan, 64 tahun, Kel. Denpasar Selatan)
28
Dari sisi finansial, beberapa responden yang secara ekonomi kurang tercukupi mengaku bisa menggunakan kartu Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) meskipun secara administrasi dan biaya kadang masih kurang lancer.
"Pernah ngobatin anak ke rumah sakit. Kalau gak tau prosedurnya jadi bingung." (Perempuan, 30 tahun, IRT, Kel Denpasar Barat)
Secara umum, kondisi keamanan kesehatan (health security) di Kota Denpasar cukup aman, kecuali untuk elemen kesehatan lingkungan tempat tinggal. Budaya hidup sehat dan akses terhadap pelayanan kesehatan telah banyak dibantu oleh pemerintah dan mahasiswa, namun kesehatan lingkungan tempat tinggal cukup mengkahwatirkan sehingga bisa menjadi sumber ancaman utama bagi keamanan kesehatan.
4.2.5. Personal Security Dari aspek keamanan personal, sebagian besar wilayah di kota Denpasar memiliki ancaman yang rendah tentang keamanan individu dalam hal pencurian khususnya pencurian kendaraan bermotor serta premanisme dan pemalakan. Banyak wilayah di Denpasar yang sudah memiliki mekanisme pengamanan personal yang cukup baik dikarenakan belum efektifnya kineja aparat penegak hukum dan keamanan adat yang diaktifkan untuk pengamanan swakarsa di wilayahnya. "Ya saya tinggalnya dekat daerah TNI jadi lingkungannya bagus dan terjaga." (Perempuan, 25 tahun, Kel. Denpasar Barat)
Rendahnya angka kriminalitas ini disebabkan karena rapinya organisasi keamanan, khususnya yang dilakukan oleh koordinasi adat dalam upaya penjagaan/pemeliharaan 29
keamanan, selain oleh aparat penegak hukum, baik dalam bentuk patroli ataupun penempatan pos-pos polisi di wilayah-wilayah yang dianggap rawan kejahatan. Untuk mengantisipasi hal ini, banyak wilayah di Denpasar yang selanjutnya melakukan upaya swadaya untuk pemeliharaan keamanan di wilayahnya, baik dalam bentuk keamanan swakarsa di masingmasing wilayah. Beberapa wilayah memiliki keamanan adat yang cukup efektif dalam mencegah kejahatan sehingga berhasil mengurangi prevalensi kejahatan di wilayahnya. "Banjar sini pernah jadi contoh keamanan adat yang bagus tingkat Kota Denpasar jadi lumayan bagus usaha warganya sendiri." (Laki-laki, 37 tahun, pedagang, Kec. Denpasar Utara)
Permasalahan lain adalah terkait kurangnya alat-alat bantu penjaga keamanan, baik berupa rambu-rambu lalu lintas. Sebagian besar wilayah di Denpasar masih kekurangan rambu-rambu lalu lintas sehingga kecelakaan masih sering terjadi di banyak wilayah. Untuk mengantisipasi hal ini, warga banyak melakukan upaya sendiri untuk mengamankan wilayahnya seperti pemasangan sendiri rambu-rambu lalu lintas ataupun memberdayakan keamanan adat, satpam setempat atau tukang parkir untuk membantu mengatur lalu lintas dan mengurangi kecelakaan di wilayahnya.
"Di depan itu tikungan tidak ada rambunya. Pernah ada warga yang terserempet motor yang melaju kencang." (Laki-laki, 44 tahun, swasta, Kec. Denpasar Selatan)
Secara umum, personal security di kota Denpasar memiliki tingkat ancaman yang rendah khususnya dalam hal pencurian dan fasilitas publik yang kurang menjamin keselamatan warga. Belum efektifnya kinerja aparat penegak hukum mampu diperkuat oleh keamanan adat dan warga banyak melakukan upaya swadaya untuk menjaga keamanannya masing-masing. 30
4.2.6. Community Security Keamanan komunitas (community security) difokuskan pada prevalensi konflik sosial dan ancaman yang ditimbulkannya bagi masyarakat serta ketahanan budaya lokal. Dalam hal ini, konflik sosial terbuka tidak terjadi di masyarakat, namun terdapat beberapa tindakan diskriminasi ataupun stereotyping yang dapat memicu terjadinya konflik sosial. Sebagai wilayah yang memiliki heterogenitas yang tinggi dalam hal ras/suku/etnis dan agama, Denpasar memiliki potensi untuk memunculkan diskriminasi antar warga yang cukup tinggi. Diskriminasi etnis yang terjadi adalah pemisahan/penutupuan diri, baik secara fisik maupun psikologis antara etnis-etnis di Denpasar seperti suku Bali, Jawa, Madura, Cina dan Arab. Beberapa wilayah di Denpasar dibagi berdasarkan etnis sehingga menyebabkan dikotomi antar ras menjadi semakin terlihat. Stereotyping juga kerap muncul di beberapa wilayah dikarenakan stereotyping buruk terhadap etnis tersebut. Diskriminasi dan stereotyping ini terjadi baik di lingkup pergaulan, perkerjaan maupun pendidikan sehingga secara langsung telah menyentuh banyak elemen dasar kehidupan di Denpasar.
"Setelah Bom Bali dulu, kadang-kadang orang suka sinis. Nyari kontrakan juga susah. Langsung ditolak dan dibilang penuh begitu lihat saya dari (daerah) A." (Laki-laki, 41 tahun, swasta, Etnis J) "Saya pernah dibilangin bahwa saya sudah dikasih kesempatan kerja di sini, maka jangan macam-macam. Tapi ya gak masalah kok." (Laki-laki, 47 tahun, pedagang, etnis J) "Ya karena bapak saya sudah lama menetap di sini, dan saya juga kelahiran sini, maka sudah biasa mengerti adat di sini, jadi gak pernah ada masalah sih." (Laki-laki, 31 tahun, etnis A)
31
Selain adanya bibit diskriminasi etnis, beberapa wilayah juga memiliki potensi friksi antar agama. Salah seorang responden menceritakan mengenai penolakan warga setempat terhadap pembangunan rumah ibadah tertentu dan penyelenggaraan kegiatan keagamaan dikarenakan tidak ingin mengganggu keharmonisan warga setempat. Beberapa potensi friksi ini juga terjadi di tingkat remaja maupun di tingkat warga dewasa. "Warga menyelenggarakan kegiatan agama di rumah-rumah secara bergantian saja. Biar gak ada masalah." (Perempuan, 44 tahun, beragama X, Kec. Denpasar Barat) "Apalagi kalo pas perayaan ibadah bersamaan, kadang ya kami mengalah saja biar gak terjadi apa-apa." (Laki-laki, 39 tahun, Kec. Denpasar Barat)
Terkait ketahanan budaya lokal dan upaya pemeliharaannya, hal yang tidak aneh dalam kaitannya dengan kehidupan masyarakat di Bali, bahwa semua responden mengakui bahwa budaya lokal sangat mendapatkan perlindungan selayaknya sehingga jauh dari ancaman kepunahan. Upaya pelestarian budaya lokal selama ini dilakukan oleh masyarakat sendiri dengan dibantu oleh beberapa organisasi massa kepemudaan yang cukup dominan di wilayah Denpasar seperti Laskar Bali, Baladika, dan Pemuda Bali Bersatu (PBB). Selain swakarsa masyarakat yang tinggi, peran pemerintah dalam upaya pelestarian ini juga memperlihatkan keseriusan yang tinggi dalam melestarikan budaya dan adat lokal. Secara keseluruhan, tingkat keamanan komunitas di Denpasar sangatlah rendah. Kendati tidak ada konflik sosial terbuka, namun potensi konflik tetap ada, baik dalam bentuk diskriminasi ataupun stereotyping antar warga. Di sisi lain, upaya pelestarian budaya lokal oleh secara swakarsa oleh anggota masyarakat yang dibantu oleh organisasi massa kepemudaan sangatlah tinggi. Hal ini juga didukung oleh peran pemerintah daerah yang juga sangatlah mendukung.
32
4.2.7. Political Security Dimensi terakhir dari keamanan insani adalah terkait keamanan politik yakni mengenai partisipasi politik, hak-hak politik warga dan praktek demokrasi di wilayah Denpasar. Berdasarkan dimensi ini, sebagian besar merasa bahwa partisipasi politik warga sekitar sudah cukup tinggi, baik itu dalam partisipasi untuk Pemilihan Umum (Pemilu), khususnya dalam Pemilihan Kepala Desa Adat dan Kepala Daerah (Pilkada).
"Kalo ada Pemilu, warga biasanya antusias, apalagi pemilihan kepala desa." (Laki-Laki, Kel, Denpasar Selatan)
Sisi lain dari keamanan politik yang membuat optimis adalah sikap masyarakat yang cukup baik dalam kepedulian mereka dengan kondisi perpolitikan di Denpasar. Secara keamanan, hak-hak politik mereka sebagai warga negara telah dipenuhi karena mereka merasa bebas memilih dan dipilih, dan inilah yang mereka gunakan dalam proses-proses politik. Ketika ditanyakan terkait proses demokrasi dan demokratisasi di kota Denpasar, sebagian besar responden merasa cukup optimis dengan demokrasi di kota Denpasar. Mayoritas responden merasa bahwa politik ini adalah milik warga Bali sehingga perlu mendapatkan dukungan dan partisipasi untuk kebaikan warga Bali secara umu. Hal ini didorong oleh tingginya rasa memiliki Pulau Bali bagi warga Bali secara umum dan kewajiban untuk menjaganya berdasarkan nilai-nilai adat yang mereka tanamkan sejak dini pada generasi muda, khususnya nilai dalam Tri Hita Karana.
"Ya, saya sih gak terlalu ngerti soal demokrasi. Tapi memang politik local sudah menjadi bagian dari adat yang baik di Bali." (Laki-laki, 52 tahun. Kec. Denpasar Timur)
33
Secara singkat, keamanan politik di kota Denpasar bisa dikatakan sangatlah baik, yang tercermin dalam hal partisipasi politik (hak memilih dan dipilih sudah terpenuhi), hanya saja masih terdapat ancaman yang cukup besar terkait transparansi dan akuntabilitas politik di wilayah Denpasar.
Berdasarkan pemaparan di atas, kondisi keamanan insani di kota Denpasar secara umum dapat dipetakan sebagai berikut:
Tabel 1. Kondisi Umum Keamanan Insani di Denpasar
Dimensi Keamanan Economic Security
Tingkat Ancaman Sedang
Food Security
Sedang
Health Security
Sedang
Environmental Security
Tinggi
Personal Security
Rendah
Community Security
Sedang
Jenis-Jenis Ancaman Utama - Sustainabilitas pekerjaan yang tidak terjamin. - Tidak adanya jaminan atau upaya pengamanan terhadap resiko kehilangan pekerjaan. - Kurangnya akses terhadap makanan berkualitas dan bergizi. - Kurangnya pemahaman terkait makanan bergizi. - Akses terhadap pelayanan kesehatan yang kurang memadai. - Lingkungan tempat tinggal yang rawan dari sisi lingkungan (banjir, sirkulasi udara buruk). - Banyaknya sampah. - Polusi udara sebagai konsekuensi dari meningkatnya jumlah kendaraan bermotor dan kegiatan pabrik (khususnya wilayah pinggir kota). - Polusi air, khususnya sampah yang tergenang di sungai - Fasilitas publik yang membahayakan keselamatan warga - Adanya potensi konflik antar 34
Political Security
Rendah
etnis/suku/ras - Adanya potensi konflik antar agama/kepercayaan - Tingginya upaya pelestarian budaya lokal - Transparansi & Akuntabilitas Politik
4.3 Disparitas Kondisi Keamanan Insani Di Kota Denpasar Berdasar Wilayah, Antaretnis, dan Antaragama.
Sub-bab ini akan membahas mengenai temuan atas pertanyaan penelitian yang kedua yang menyoal perbedaan kondisi keamanan insani di Kota Denpasar, baik antarwilayah, antaretnis, maupun antaragama. Dalam pemaparan temuan tersebut, pembahasan akan dibagi ke dalam tiga sub-bab utama yaitu: identifikasi kondisi keamanan insani di Kota Denpasar yang dibedakan atas temuan utama antar wilayah, antaretnis dan antaragama. Identifikasi kondisi keamanan insani di masing-masing sub-bab tersebut bertujuan untuk mengetahui disparitas kondisi keamanan insani di Kota Denpasar.
4.3.1. Kondisi Keamanan Insani Antar-Wilayah di Kota Denpasar Secara umum temuan utama dari hasil survey dan wawancara mendalam kondisi keamanan insani yang diklasifikasikan ke dalam 5 wilayah kecamatan di Kota Denpasar yaitu kecamatan Denpasar Barat, Denpasar Timur, Denpasar Utara, Denpasar Selatan dan Kedungkandang
telah berhasil mengidentifikasi 7 dimensi ketidakamanan insani yaitu :
dimensi economic security, food security, health security, environmental security, personal
35
security, community security serta political security. Untuk lebih jelasnya, pemaparan hasil temuan akan dibagi per-wilayah/kecamatan untuk melihat disparitas ketidakamanan insani antar wilayah di kota Denpasar.
4.3.1.1 Kecamatan Denpasar Barat Secara umum, temuan terhadap responden di 11 desa/kelurahan di kecamatan Denpasar Barat dapat disimpulkan bahwa derajat ketidakamanan tertinggi di Kecamatan Denpasar Barat terdapat pada dimensi environmental security dan personal security. Kecamatan Denpasar Barat sendiri terdiri dari Desa Dauh Puri Kangin, Desa Dauh Puri Kauh, Desa Dauh Puri Klod, Desa Padangsambian Kaja, Desa Padangsambian Klod, Desa Pemecutan Klod, Desa Tegal Harum, Desa Tegal Kerta, Kelurahan Dauh Puri, Kelurahan Padang Sambian, dan Kelurahan Pemecutan. Sementara untuk dimensi health security dan community security derajat ketidakamanannya berada pada kisaran sedang, serta dimensi economic security, food security dan political security berada pada kisaran rendah. Pemaparan selanjutnya bertujuan untuk mengidentifikasi beberapa karakteristik pada masing-masing temuan utama di Kecamatan Denpasar Barat yang akan dibagi ke dalam 7 dimensi keamanan insani.
Kondisi Environmental Security di Kecamatan Denpasar Barat Identifikasi karakteristik utama dimensi environmental security di Kecamatan Denpasar Barat berhasil beberapa ciri yaitu: (i) masalah pengelolaan sampah; (ii) polusi udara akibat meningkatnya jumlah kendaraan bermotor di Kecamatan Denpasar Barat; (iii) polusi suara;
dan
(iv)
kecenderungan
untuk
mengantisipasi
sendiri
masalah-masalah 36
lingkungan/swadaya masyarakat.
Beberapa kutipan berikut menggambarkan ilustrasi
karakteristik environment security di Kecamatan Denpasar Barat.
"Pembuangan sampah diurus sendiri, dengan iuran bulanan dibayarkan ke pengangkut sampah." (Laki-laki, 55 tahun, swasta, Kec. Denpasar Barat) "Karena (hari) minggu libur, jadi sampahnya numpuk dan berbau sampai diambil hari Senin." (Perempuan, 60 tahun, IRT, Kec. Denpasar Barat) "Kan (rumahnya) di pinggir jalan raya, jadi terganggu juga sama asap kendaraan." (Lakilaki, 45, PNS guru, Kec. Denpasar Barat) Dari kutipan wawancara di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa permasalahan utama yang dihadapi masyarakat di Kecamatan Denpasar Barat adalah soal pembuangan dan pengelolaan sampah rumahan dan sampah bekas persembahyangan. Untuk mengantisipasinya mereka membayar iuran bulanan kepada jasa pengangkut sampah walaupun konsekuensinya terjadi penumpukan sampah di akhir pekan karena jasa pengangkut sampah hanya beroperasi di hari kerja. Dalam penanganan masalah sampah, pemerintah Kota Denpasar memanfaatkan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah di Desa Sanur Kauh, Kecamatan Denpasar Selatan, seluas 40 Ha. Dari data tahun 2002, jumlah timbulan sampah Kota Denpasar adalah sebanyak 127.750 m³, sebagian besar adalah sampah domestik yang mencapai 71.14 %. Namun volume sampah yang telah tertangani baru sebanyak 1.904 m³, sehingga banyaknya sampah yang belum terlayani adalah 125.846 m³ atau 98.5% (www.ciptakarya.pu.go.id)
Kondisi Personal Security di Kecamatan Denpasar Barat Dimensi kedua yang derajat ketidakamanannya sedang di Kecamatan Denpasar Barat adalah personal security yang diidentifikasikan ke dalam beberapa karakteristik utama
37
yang meliputi: (i) keselamatan berkendara; dan (ii) keselamatan pejalan kaki. Kutipan berikut menggambarkan kondisi personal insecurity di Kecamatan Denpasar Barat. "Kalau pencurian sih Denpasar relative aman." (Laki-laki, 37 tahun, swasta pemilik toko, Kec. Denpasar Barat) "Gak ada preman kalo di sini (di Denpasar)." (Perempuan, 40 tahun, pedagang, Kec. Denpasar Barat) "Agak takut sih kalo mau nyebrang, soalnya kendaraannya rame dan kencang-kencang." (Perempuan, 33, penjaga toko, Kec. Denpasar Barat)
Senada dengan masalah polusi udara pada dimensi environmental security di atas akibat meningkatnya jumlah kendaraan bermotor di mana hal ini berbanding lurus dengan keluhan masyarakat Denpasar Barat terhadap keselamatan berkendara maupun keselamatan pejalan kaki. Lagi-lagi masyarakat di Kecamatan Denpasar Barat lebih memilih untuk mengupayakan sendiri pembangunan polisi tidur dan rambu-rambu keselamatan berkendara ketimbang menyerahkannya kepada Pemerintah untuk mengurangi jumlah kecelakaan bermotor di sekitar wilayah mereka.
Kondisi Health Security di Kecamatan Denpasar Barat Temuan mengenai kondisi health security di Kecamatan Denpasar Barat termasuk yang memiliki derajat ketidakamanan sedang. Permasalahan utama masyarakat Kecamatan Denpasar Barat khususnya pada dimensi health security meliputi: (i) ketidaktahuan akan standar kesehatan minimal, antara lain: sanitasi, drainase dan higienitas, dan (ii) kurangnya sistem drainase yang baik untuk mengantisipasi banjir. Temuan-temuan utama tersebut tercermin dari beberapa komentar berikut.
38
"Nggak terlalu ngerti sih (standar kesehatan minimal), yang penting masih bisa makan bersih, dan mandi air bersih." (Laki-laki, 29, sales kartu GSM, Kec. Denpasar Barat) "Kalau sampah numpuk, selokan mampet ya setiap musim hujan harus siap-siap sama banjir." (Perempuan, 35, pekerja toko, Kecamatan Denpasar Barat)
Identifikasi permasalahan pada dimensi environmental security sangat erat kaitannya dengan health security dimana ketidakpahaman warga akan standar kesehatan minimal dan buruknya sistem pengelolaan sampah kemudian berimplikasi pada kurangnya kepedulian akan pemeliharaan sistem drainase sehingga bisa dipastikan setiap musim hujan wilayah Denpasar Barat sangat rentan terkena banjir. Meskipun demikian, pemerintah juga mengupayakan seperti pembangunan box culvert normalisasi alur Pangkung Muding di Jalan Gunung Soputan, Desa Padangsambian Klod.
Kondisi Community Security di Kecamatan Denpasar Barat Temuan menarik berhasil diidentifikasi pada dimensi community security di Kecamatan Denpasar Barat. Perkiraan awal peneliti, dengan heterogenitas masyarakat Kecamatan Denpasar Barat yang cukup tinggi maka community insecurity pada wilayah ini diperkirakan akan berada pada kisaran tinggi. Namun ternyata, community insecurity di Denpasar Barat berada pada kisaran rendah. Karakteristik utama temuan adalah: terdapat penurunan diskriminasi etnis tertentu pasca Bom Bali.
"Dulu setelah (peristiwa) Bom Bali, kesenjangan antar etnis lumayan parah, tapi setelah beberapa tahun ya biasa lagi. (Laki-laki, 51 tahun, pedagang, Kec. Denpasar Barat) "Asalkan bisa membawa diri aja meskipun pendatang gak masalah sih." (Perempuan, 40 tahun, pedagang, Kec. Denpasar Barat)
39
"Pengurusan KTP Bali yang yang masih sulit meski sudah agak lama di sini." (Laki-laki, 43 swasta, Kec. Denpasar Barat)
Walaupun dikriminasi terhadap etnis tertentu mengalami penurunan sejak beberapa tahun belakangan, namun prasangka-prasangka terhadap etnis tertentu masih sangat lazim terjadi. Di beberapa kasus, responden yang merupakan pendatang dan etnis tertentu mengaku kesulitan untuk diterima oleh warga pribumi.
Kondisi Economic Security di Kecamatan Denpasar Barat Dimensi ekonomi merupakan 1 dari 3 dimensi yang tingkat ketidakamanannya relatif rendah di Kecamatan Denpasar Barat. Hanya sebagian kecil responden yang penghasilannya di bawah UMR Kota Denpasar. Berdasarkan Peraturan Gubernur Bali tertanggal 12 Nopember 2012, Upah Minimum Kota Denpasar untuk tahun 2013 adalah Rp 1.358.000,00. Berikut kutipan wawancaranya :
"Kalau dagang itu nggak nentu (penghasilannya) tapi dicukup-cukupin ya cukup buat sebulan." (Perempuan, 39, penjual makanan, Kec. Denpasar Barat) "Saya sih, kalau ada pameran bursa kerja biasanya ikut ngeliat. Kayak yang di GOR Lila Bhuana itu." (Perempuan, 24 tahun, lulusan S1, Kec. Denpasar Barat)
Kondisi Food Security di Kecamatan Denpasar Barat Kondisi food security di beberapa wilayah umumnya berkaitan erat dengan kondisi economic security nya. Namun untuk wilayah Denpasar Barat tidak ada keluhan yang berarti soal harga maupun akses bahan pangan karena sebagian besar warga Kecamatan Denpasar Barat merasa tercukupi kebutuhan pangannya. 40
Kondisi Political Security di Kecamatan Denpasar Barat Tingginya partisipasi politik warga Kecamatan Denpasar Barat baik di level nasional seperti Pemilu maupun lokal seperti pemilu calon legislatif menempatkan Denpasar Barat sebagai wilayah yang relatif aman dari political insecurity. Walaupun rata-rata reponden mengaku bahwa pihak yang paling berperan aktif dalam melindungi HAM dan kebebasan warga negara adalah masyarakat itu sendiri namun mereka tetap merasa optimis dengan masa depan demokratisasi di Kota Denpasar. "Pemilu presiden, pemilukada, pemilihan caleg saya selalu ikut, kalau tidak dipakai nanti hak saya disalahgunakan." (Laki-laki, 32 tahun, pemilik rumah makan, Kec. Denpasar Barat).
4.3.1.2. Kecamatan Denpasar Timur Kecamatan Denpasar Timur terdiri dari 11 desa/kelurahan, yaitu Desa Dangin Puri Klod, Desa Penatih Dangin Puri, Desa Sumerta Kaja, Desa Sumerta Kauh, Desa Kesiman Kertalangu, Desa Sumerta Klod, Desa Kesiman Petilan, Kelurahan Dangin Puri, Kelurahan Kesiman, Kelurahan Penatih, dan Kelurahan Sumerta. Secara garis besar temuan pada Kecamatan
Denpasar
Timur
menggambarkan
sebaran
ketidakamanan
insani
yang
distribusinya tidak merata. Dimensi keamanan insani yang derajat keamanannya sedang adalah environmental security, personal security dan community security. Sedangkan untuk dimensi economic security, food security, health security serta politic security menempati kisaran ketidakamanan pada level rendah.
41
Kondisi Environmental Security di Kecamatan Denpasar Timur Temuan akan environmental insecurity hampir merata di seluruh Kecamatan di Kota Denpasar. Di kecamatan Denpasar Timur sendiri mayoritas responden mengeluhkan beberapa masalah terkait kerusakan lingkungan yaitu (i) masalah pengelolaan sampah; (ii) polusi udara; (iii) polusi air; (iv) masalah kerusakan lingkungan ditanggulangi sendiri secara swadaya oleh masyarakat; dan (v) rata-rata responden mengaku pernah mendapat pelatihan penanganan bencana alam baik dari pemerintah maupun swasta.
"Warga di sini gotong-royong bikin tempat penampungan sampah, kalau nunggu Pemerintah keburu menumpuk." (Laki-laki, 44 tahun, wiraswasta, Kec. Denpasar Timur). "Ada pelatihan SARS dari Pemerintah kami dikumpulkan di balai banjar." (Laki-laki, 59 tahun, guru, Kec. Denpasar Timur) "Airnya berwarna coklat karena pake air sumur, kalau pakai (air) PAM kadang alirannya kecil." (Laki-laki, 28, wiraswasta, Kec. Denpasar Timur). "Tetangga saya punya kolam ikan yang tidak sehat dan airnya berwarna hijau, baunya sampai ke rumah." (Laki-laki, 41, guru, Kec. Denpasar Timur). "Dulu nggak ada polusi udara, tapi semenjak kendaraan makin rame jadi banyak asap." (Perempuan, 51, karyawan BUMN, Kec. Denpasar Timur)
Permasalahan lingkungan yang umumnya dihadapi oleh warga Denpasar Timur selain pengelolaan sampah adalah polusi air dan polusi udara. Untuk masalah pengelolaan sampah rata-rata responden memilih untuk mengaktifkan kerja bakti di lingkungan sekitar. Namun untuk polusi air dan udara, rata-rata responden tidak mampu berbuat apa-apa dan berharap Pemerintah yang mengatasinya.
Kondisi Personal Security di Kecamatan Denpasar Timur 42
Hal utama yang menjadi temuan utama dalam pemetaan kondisi personal security di Kecamatan Denpasar Timur adalah tentang keselamatan berkendara. Berikut kutipan wawancaranya. "Ya kalau saya kan tinggalnya di perumahan, jadi aman-aman aja." (Perempuan, 28 tahun, staf perusahaan, Kec. Denpasar Timur) "Daerah sini soal preman gak ada, apalagi di sekitar banjar adat. Kalau kendaraan sih memang rame sekali." (Laki-laki, 49, pedagang, Kec. Denpasar Timur)
Hal yang perlu dicermati dari kondisi personal security di kecamatan Denpasar Timur adalah di satu sisi warga sepakat bahwa selain lingkungan tempat tinggalnya relatif aman karena ada keamanan warga. Selain itu, tindakan premanisme juga sangat rendah terjadi, khususnya bagi responden yang pemukimannya di daerah desa adat.
Kondisi Community Security di Kecamatan Denpasar Timur Hasil wawancara responden pada dimensi community security di kecamatan Denpasar Timur juga menunjukkan kecenderungan community insecurity yang berada pada kisaran cukup tinggi. Masalah utamanya terletak pada (i) prasangka antar etnis dan yang berlaku timbal balik, dan (ii) masih adanya sentimen terhadap pendatang. Berikut pendapat beberapa responden yang mencerminkan adanya prasangka antar etnis serta antar penduduk pribumi dan pendatang di Kecamatan Denpasar Timur. "Mereka (pendatang) sendiri yang kadang menutup diri. Bergaulnya Cuma sama sesame pendatang aja. (Perempuan, 29 tahun, wiraswasta, Kec. Denpasar Timur) "Semuanya diurus sendiri, ya kadang-kadang kami ditanya soal KIPEM.." (Lakilaki, 31, pekerja toko, Kec. Denpasar Timur)
43
Selain populasi yang sangat heterogen karena terdiri atas beberapa etnis, prasangkaprasangka lama antar etnis juga turut memperkeruh jurang pemisah antar etnis yang pada akhirnya berimplikasi pada community insecurity di Kecamatan Denpasar Timur.
Kondisi Economic Security di Kecamatan Denpasar Timur Kesimpulan peneliti atas temuan dimensi economic security di Kecamatan Denpasar Timur adalah: dimensi ini termasuk ketidakamanan dalam level rendah. Mayoritas responden di Kecamatan Denpasar Timur memiliki penghasilan di atas UMR yang ditetapkan Pemerintah Kota Denpasar. Hanya sebagian kecil responden yang memiliki penghasilan di bawah UMR dengan resiko kehilangan pekerjaan yang relatif rendah sehingga dimensi economic insecurity di Kecamatan Denpasar Timur bisa disimpulkan relatif rendah.
Kondisi Food Security di Kecamatan Denpasar Timur Dimensi food security termasuk salah satu dimensi yang termasuk dalam kategori ketidakamanan level rendah. Salah satu penyebabnya adalah mayoritas responden pada dimensi sebelumnya yaitu economic security rata-rata tingkat penghasilannya di atas UMR yang ditetapkan sehingga secara ekonomi mereka relatif tidak memiliki kesulitan yang berarti ketika mengakses kebutuhan pangan.
Kondisi Health Security di Kecamatan Denpasar Timur Hal yang bisa disimpulkan dari temuan dimensi health security di Kecamatan Denpasar Timur adalah kondisi health insecurity yang berada pada level rendah. Hal ini bisa dilihat pada jawaban rata-rata responden yang merasa telah memenuhi standar minimal hidup 44
sehat yaitu: sanitasi, drainase dan higienitas. Satu-satunya temuan yang mengemuka adalah kesulitan responden untuk mengakses rumah sakit akibat jarak yang terlalu jauh namun hal ini bisa ditanggulangi dengan keberadaan Puskesmas di sekitar pemukiman responden.
Kondisi Political Security di Kecamatan Denpasar Timur "Kalau pemilihan kepala desa semuanya ikut, jarang ada yang gak mau ikut. Tapi kalo pemilihan legislative masih ada aja yang gak ikut." (Laki-laki, 53, pengusaha rumah makan, Kecamatan Denpasar Timur) "Kalau saya ya tetep nyoblos." (Perempuan, 34, guru, Kecamatan Denpasar Timur).
Kutipan wawancara di atas menggambarkan tingkat partisipasi warga Kecamatan Denpasar Timur ketika pemilihan umum, baik pemilihan Klian Adat, maupun pemilihan kepala daerah. Temuan yang didapat dari wawancara terhadap warga untuk dimensi political security adalah (i) tingkat partisipasi masyarakat dalam Pemilu umumnya cukup tinggi; (ii) warga berpendapat pihak yang paling berperan aktif dalam melindungi HAM dan kekebasan adalah masyarakat itu sendiri; (iii) Warga merasa optimis melihat masa depan demokratisasi di Kota Denpasar. Pendapat tersebut muncul akibat beberapa warga merasa Pemilu adalah bagian dari pembangunan masyarakat Bali, sehingga tidak bisa dipisahkan dari keterpanggilan adat untuk berpartisipasi di dalamnya.
4.3.1.3. Kecamatan Denpasar Utara Kecamatan Denpasar Utara terdiri dari 11 desa/kelurahan, yaitu: Desa Dangin Puri Kaja, Desa Dangin Puri Kangin, Desa Dangin Puri Kauh, Desa Dauh Puri Kaja, Desa Peguyangan Kaja, Desa Peguyangan Kangin, Desa Pemecutan Kaja, Desa Ubung Kaja, Kelurahan Peguyangan, Kelurahan Tonja, dan Kelurahan Ubung. Berbeda dengan Kecamatan 45
Denpasar Timur, hasil penelitian di Kecamatan Denpasar Utara menunjukkan distribusi ketidakamanan insani yang cukup merata pada ketujuh dimensi keamanan insani. Dimensi yang dikategorikan dalam ketidakamanan insani dengan level tinggi adalah personal security. level sedang di antaranya economic security dan environmental security. Sementara dimensi food, health, community dan political security termasuk dalam level rendah.
Kondisi Community Security di Kecamatan Denpasar Utara Di antara empat kecamatan di Kota Denpasar, Kecamatan Denpasar Utara merupakan salah satu kecamatan dengan tingkat heterogenitas penduduk yang paling tinggi. Hal ini dikarenakan terdapat terminal bis Ubung untuk perhubungan antar-kota dan antarpropinsi yang berbasis di kecamatan Denpasar Utara. Hal ini berdampak selain pada heterogenitas penduduk kecamatan Denpasar Utara juga padatnya populasi penduduk kecamatan Denpasar Utara yang rata-rata didominasi oleh kaum pendatang, namun justru jarang terjadi gesekan-gesekan antar penduduk baik antar penduduk pribumi dan pendatang serta gesekan antar etnis. Ciri-ciri utama community security di Denpasar Utara adalah rendahnya diskriminasi dalam pergaulan social karena heterogenitas etnis yang tinggi. "Kalau di wilayah sini banyak yang pendatang juga. Tapi ya biasa aja kok." (Laki-laki, 40 tahun, wiraswasta, Kecamatan Denpasar Utara) "Soal ibadah agama sih sejauh ini gak ada masalah." (Laki-laki, 61 tahun, pemilik kedai, Kecamatan Denpasar Utara) "Sudah terbiasa dengan banyak pendatang kok." (Perempuan, 41 tahun, IRT, Kecamatan Denpasar Utara)
Ilustrasi di atas menggambarkan cukup rendahnya diskriminasi etnis yang kerap diterima oleh warga pendatang di Kecamatan Denpasar Utara. Mayoritas responden menjawab 46
bahwa mereka merasa cukup aman dari kemungkinan terjadinya konflik di lingkungan sekitarnya.
Kondisi Personal Security di Kecamatan Denpasar Utara Seperti telah disinggung di atas, adanya terminal bis antar kota dan antar propinsi yang berbasis di Kecamatan Denpasar Utara berimplikasi pula pada heterogenitas penduduk yang sebagian besar di antaranya adalah kaum pendatang di mana hal ini turut menimbulkan ekses negatif yaitu tingginya tingkat kriminalitas. Responden di sekitar terminal bis Ubung menyebut mereka rata-rata mengaku pernah hampir menjadi korban pencurian barang. Namun tindakan
pencegahannya
diserahkan
kepada
masing-masing
individu
untuk
lebih
memerhatikan keselamatan barang miliknya.
Kondisi Ennvironmental Security di Kecamatan Denpasar Utara Karakteristik utama temuan kondisi environmental security di Kecamatan Denpasar Utara dapat dilihat melalui tiga aspek utama ini yaitu: (i) Sebagian penduduk Kecamatan Denpasar Utara merasa bahwa daerah tempat tinggal mereka mengalami kerusakan lingkungan; (ii) permasalahan lingkungan yang paling umum dihadapi oleh warga di Denpasar Utara adalah: polusi udara; (iii) Inisiatif untuk mengatasi kerusakan lingkungan sebagian besar datang dari masyarakat sendiri dengan mengandalkan perangkat desa/keluraharan dan adat.. "Kebanyakan orang yang kerja itu (pendatang) bawa motor. Jadi lalu lintas pada jamjam tertentu juga rame." (Laki-laki, 24 tahun, mahasiswa, Kecamatan Denpasar Utara). "Hampir tiap bulan ada kerja gotong-royong." (Perempuan, 34 tahun, wiraswasta, Kecamatan Denpasar Utara) "Ya namanya pendatang ya sifatnya macam-macam. Ada yang baik, juga ada yang suka mengganggu." (Laki-laki, 42 tahun, guru, Kec. Denpasar Utara. 47
Seperti yang telah diungkapkan di atas, padatnya populasi penduduk yang mayoritas didominasi oleh kaum pendatang telah menimbulkan implikasi beragam di kecamatan Denpasar Utara. Selain kontur masyarakat yang lebih heterogen, cukup tingginya angka kriminalitas, di sisi lain juga muncul keluhan masyarakat akan padatnya jumlah kendaraan bermotor dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir sehingga kadar pencemaran udara di wilayah Denpasar Utara merupakan pencemaran udara dengan kategori tinggi di Kota Denpasar.
Kondisi Economic Security di Kecamatan Denpasar Utara Kondisi economic insecurity di Denpasar Utara sendiri berada pada kisaran sedang. Mayoritas responden adalah pekerja serabutan dan pedagang kecil di terminal Ubung, sehingga untuk kebutuhan finansial, kami mengasumsikan sebagian dari mereka masih belum sejahtera. Beberapa responden lain yang kami wawancarai mengeluhkan pendapatan mereke yang rata-rata berada di bawah kisaran UMR Kota Denpasar, dengan resiko kehilangan pekerjaan yang cukup tinggi. "Namanya pedagang, penghasilan ada setiap bulan tapi jumlahnya nggak pasti." (Perempuan, 23, pedagang, Kecamatan Denpasar Utara)
Di antara sebagian kecil responden ini, mayoritas dari mereka pernah mendengar tentang program Jaring Pengaman Sosial dan sejenisnya namun belum ada yang secara maksimal memanfaatkannya.
"Tau sih, tapi belum pernah mengurus buat itu." (Laki-laki, 29, swasta, Kecamatan Denpasar Utara) 48
Kondisi Food Security di Kecamatan Denpasar Utara Walaupun hanya sebagian kecil responden saja yang pendapatannya di bawah UMR namun untuk keseluruhan responden mereka merasa tercukupi kebutuhan sandang, pangan dan papannya. Rata-rata responden menggunakan setengah dari penghasilannya untuk mencukupi kebutuhan pangannya yang didapat dengan cara membeli serta tidak ada keluhan tentang kesulitan mendapatkan bahan makanan karena ketersediaan pasar tradisional, swalayan relatif banyak tersedia di Denpasar Utara.
Kondisi Health Security di Kecamatan Denpasar Utara Masalah yang umum ditemui pada minoritas responden mengenai dimensi health security adalah kesulitan untuk mengakses pelayanan kesehatan secara ekonomi. Beberapa responden merasa biaya pengobatan yang dibebankan kepada pasien relatif mahal. Sementara itu kepemilikan kartu miskin untuk menjamin keringanan biaya pengobatan belum dimaksimalkan pemanfaatannya. Hal ini dikarenakan responden yang sebagian besar pendatang merasa kesulitan secara administratif untuk mengakses kartu miskin.
Kondisi Political Security di Kecamatan Denpasar Utara Temuan untuk kondisi political security di Kecamatan Denpasar Utara ternyata agak berbeda dengan temuan di kecamatan-kecamatan lainnya di Kota Denpasar. Sebagian besar responden merasa partisipasi mereka dalam Pemilu baik yang tingkat nasional maupun lokal sudah kurang maksimal, hal ini dikarenakan sebagian besar responden bukan penduduk yang memiliki KTP Denpasar sehingga mereka tidak bisa menggunakan hak politiknya untuk 49
Pemilu di Denpasar selain karena mereka merasa Pemilu di Denpasar secara eksklusif merupakan domain penduduk asli.
4.3.1.4. Kecamatan Denpasar Selatan Kecamatan Denpasar Selatan terdiri dari 10 desa/kelurahan, yaitu Desa Pemogan, Desa Sanur Kaja, Desa Sanur Kauh, Desa Sidakarya, Kelurahan Panjer, Kelurahan Pedungan, Kelurahan Renon, Kelurahan Sanur, Kelurahan Serangan, dan Kelurahan Sesetan. Temuan menarik didapatkan dari hasil penelitian dan wawancara responden terhadap tujuh dimensi keamanan insani di 11 kelurahan di Kecamatan Denpasar Selatan. Menarik karena sebaran dimenesi ketidakamanan insani di Kecamatan Denpasar Selatan semua berada pada kisaran sedang yang meliputi: personal security dan health security serta kisaran rendah yang meliputi: economic security, food security, environmental security, community security dan political security.
Kondisi Personal Security di Kecamatan Denpasar Selatan Beberapa permasalahan utama yang berhasil diidentifikasi dari dimensi personal security di Kecamatan Denpasar Selatan adalah: banyaknya kendaraan dengan kecepatan tinggi di dekat pemukiman penduduk sehingga berimplikasi pada keselamatan pejalan kali secara umum dan anak-anak kecil.
"Kalau anak kecil bersepeda di jalan raya, memang mengkhawatirkan. Kendaraan rame sekali." (Perempuan, 41 tahun, pedagang pasar adat, Kecamatan Denpasar Selatan) "Banyak warga yang minta (pengendara) mematikan dan menuntun motornya kalau lewat gang." (Laki-laki, 64 tahun, pensiunan TNI, Kec. Denpasar Selatan) 50
"Paling ya warga gotong royong sendiri bikin polisi tidur, biar nggak ada yang ngebut." (Laki-laki, 23, office boy supermarket, Kec. Denpasar Selatan)
Beberapa pendapat responden diatas menggambarkan dengan jelas betapa untuk beberapa kasus yang dianggap mengganggu kenyamanan warga, warga memilih untuk terjun langsung baik dengan masyarakat maupun perorangan untuk mengantisipasi terjadinya kecelakaan di daerah pemukiman padat penduduk, di antaranya dengan membangun polisi tidur dan menghimbau pengendara motor agar menuntun dan mematikan motornya ketika melewati gang. Usaha ini sering dikoordinasikan dengan adat setempat.
Kondisi Health Security di Kecamatan Denpasar Selatan Temuan utama pada dimensi health security di Kecamatan Denpasar Selatan mengerucut pada salah satu standar minimal kesehatan yaitu sanitasi. Sebagian responden yang tinggal di perkampungan masih menggunakan sungai sebagai pemenuhan sarana MCK (mandi, cuci, kakus).
Kondisi Economic Security di Kecamatan Denpasar Selatan Pemetaan dimensi economic security di Kecamatan Denpasar Selatan sendiri berada pada level rendah. Walaupun begitu tidak menutup kemungkinan sebagian kecil responden mengalami masalah (i) penghasilan di bawah standar UMR yang ditetapkan; (ii) resiko kehilangan pekerjaan tinggi; (iii) beberapa responden yang berprofesi sebagai pedagang menganggap menjamurkanya minimarket waralaba sebagai salah satu ancaman terhadap kelangsungan profesinya; (iv) tidak memiliki jaminan kehilangan pekerjaan; dan (v) simpanan keuangan masih bersifat konvensional. 51
"Pendapatan sih tidak menentu, tergantung pembelinya lagi rame apa nggak." (Perempuan, 34 tahun, pedagang pasar adat, Kec. Denpasar Selatan) "Sekarang orang-orang lebih suka belanja di mini market itu. Tapi ya masih banyak kok yang belanja ke pasar tradisional." (Perempuan, 45 tahun, pedagang pasar adat, Kec. Denpasar Selatan) "Ya kerja di minimarket penghasilan kecil, juga gak tentu nasib, Pak." (Laki-laki, 24 tahun, kasir minimarket, Kec. Denpasar Selatan) "Kalau saya sih PNS, gak terlalu ada masalah." (Laki-laki, 39 tahun, PNS guru, Kec. Denpasar Selatan)
Kondisi Food Security di Kecamatan Denpasar Selatan Temuan terhadap kondisi food security di Kecamatan Denpasar Barat relatif sedikit, warga rata-rata mengaku tidak mengalami kesulitan untuk memenuhi standar gizinya dengan kisaran makan dua hingga tiga kali sehari. Satu-satunya hal yang mendapat perhatian serius dari warga adalah kecenderungan meningkatnya harga bahan makanan pokok khususnya yang termasuk dalam kategori sembako (sembilan bahan pokok).
Kondisi Environmental Security di Kecamatan Denpasar Selatan Masalah pencemaran udara dan suara serta tata kelola sampah menjadi permasalahan yang kerapkali dihadapi oleh sebagian kecil warga Kecamatan Denpasar Selatan. "Kadang-kadang dari situ (sungai) keluar bau yang nggak enak." (Perempuan, 25 tahun, karyawan toko, Kec. Denpasar Selatan)
Kondisi Community Security di Kecamatan Denpasar Selatan Kecamatan Denpasar Selatan sendiri merupakan salah satu kecamatan dengan kesenjangan etnis cukup rendah, walaupun hasil penelitian menunjukkan kondisi community 52
insecurity berada pada level rendah. Pokok permasalahan bermuara pada gesekan-gesekan dan kesalahpahaman antar-warga. Namun keterbukaan cara berpikir masyarakat juga telah mengurangi kesalahpahaman social tersebut yang galibnya bisa berujung tindak kekerasan massal. "Ya kalau pendatangnya bisa menempatkan diri di sini, mereka juga menghargaii adat di sini, saya kira gak akan ada masalah." (Laki-laki, 46 tahun, polisi, Kec. Denpasar Selatan) "Kita sama-sama menjaga toleransi saja. Gak perlu bersikap kaku kepada sesama warga." (Laki-laki, 40 tahun, wiraswasta, Kec. Denpasar Selatan)
Kondisi Political Security di Kecamatan Denpasar Selatan Senada dengan beberapa kecamatan lainnya di Kota Denpasar, dimensi political security termasuk yang derajat ketidakamanannya berada pada level rendah. Partisipasi masyarakat dalam Pemilu cukup tinggi hal ini dibarengi dengan tingkat optimisme masyarakat Kecamatan Denpasar Selatan yang relatif tinggi terhadap masa depan demokratisasi di Kota Denpasar. Namun tak bisa dipungkiri juga peran adat dan budaya local yang memberi nilainilai kebersamaan termasuk dalam memilih pemimpin secara politis.
4.3.1. Disparitas Kondisi Keamanan Insani Antaretnis di Kota Denpasar Sub-bab ini secara singkat membahas tentang disparitas keamanan insani antarras/etnis di empat kecamatan di Denpasar yang dalam penelitian ini dibagi ke dalam tiga kategori utama yaitu: etnis pribumi-mayoritas Bali, etnis pendatang-minoritas yaitu Jawa, Madura, Lombok, dan Arab, serta etnis pendatang-minoritas lain. Sebaran ketiga kelompok etnis ini terkonsentrasi di beberapa kecamatan di Denpasar di mana etnis Bali hampir merata di empat kecamatan di Denpasar 53
Sementara itu sebaran dimensi ketidakamanan insani tidak merata jika dilihat dari pembagian kategori etnis di atas. Kesimpulan awal kami, terdapat beberapa dimensi yang level ketidakamannanya merata di semua etnis namun terdapat beberapa etnis tertentu yang mengalami ketidakamanan dimensi tertentu yang pemaparannya adalah sebagai berikut: hampir semua etnis
mengalami ketidakamanan
pada dimensi economic security,
environmental security, food security, health security, personal security dan political security. Sementara untuk satu dimensi berikutnya yaitu community insecurity tidak dialami oleh etnis asli Bali, namun rata-rata dialami oleh etnis-etnis pendatang-minoritas seperti etnis Jawa, Madura, Arab, dan beberapa etnis pendatang lainnya.
4.4. Sumber-sumber Ketidakamanan Insani di Kota Denpasar Dari ketujuh dimensi keamanan insani (ekonomi, pangan, lingkungan, kesehatan, personal, komunitas, dan politik) di Kota Denpasar, tiga di antaranya, yakni lingkungan, personal, dan komunitas, memiliki tingkat ketidakamanan yang tinggi. Sementara empat selebihnya, yakni ekonomi, pangan, kesehatan, dan politik, memiliki tingkat ketidakamanan yang sedang. Sub-bab di bawah ini akan mendiskusikan sumber-sumber ketidakamanan insani di kota Denpasar dan penyebabnya.
4.4.1. Banjir dan Pencemaran (Environmental Security) Konsep
keamanan
lingkungan
lebih
merujuk pada persoalan
di sektor
ketidakamanan (lingkungan) daripada pada persoalan pergeseran obyek hirauan (referent object) keamanan insani yang menekankan pada rasa aman di level individu. Hal ini
54
dikarenakan karena pengabaian akan isu ketidakamanan lingkungan oleh negara akan berpengaruh pada ketidakamanan individu. Dus, meski fokus keamanan insani adalah individu, proses yang menguatkan atau melemahkan keamanan insani adalah ekstra-lokal. Karena itulah, solusi pada persoalan ketidakamanan lingkungan ini tak bisa dilepaskan semata pada masyarakat dan harus melibatkan pemerintah atau negara dan kebijakan keamanannya. Bahkan di negara maju ekspektasi keterlibatan aktornya meluas dari sekedar negara ke sistem internasional, sektor swasta, civil society, dan masyarakat sendiri. Di kota Denpasar, setidaknya dua ancaman utama terhadap keamanan lingkungan di kota Denpasar adalah banjir dan pencemaran lingkungan akibat sampah maupun akibat polusi udara dan air. Negara/pemerintah justru tidak dianggap hadir dalam upaya penemuan solusi ketidakamanan lingkungan ini. Dari paparan responden terlihat bahwa mayoritas mereka (90% responden) mempercayai bahwa masyarakat yang justru lebih berperan dalam menyelesaikan persoalan tersebut secara swa-bantu (self-help) di lingkungannya dengan koordinasi apparatus adat setempat.
"Warga membersihkan halamannya masing-masing dan tiap bulan biasanya membayar ongkos orang yang mengangkut sampah." (Laki-laki, 48 tahun, swasta, Kec. Denpasar Selatan)
Selain itu juga kebiasaan masyarakat untuk menjadikan sungai sebagai "halaman belakang" dan tempat pembuangan sampah memunculkan persoalan berantai seperti soal kesehatan dan polusi air. Sebagian warga Denpasar masih mengandalkan air sumur. Maka debit dan kualitas air sumur mereka akan tergantung pada debit dan kualitas
55
air sungai. Sungai yang berdebit air rendah serta kotor akan potensial memunculkan persoalan kesehatan.
4.4.2. Kriminalitas dan Minimnya Fasilitas Umum (Personal Security) Meski belum sampai dilabeli negara lemah, namun secara umum di Denpasar rendahnya ketidakamanan personal bisa menjadi peringatan atas lcukup baiknya kapasitas infrastruktural dan koersif pemerintah daerah. Namun hal ini masih saja dibarengi dengan masih cukup rendahnya ketersediaan fasilitas umum (fasum) yang menjamin keselamatan warga di Kota Denpasar. Lemahnya kapasitas infrastruktural dan koersif mengindikasikan adanya kerentanan internal dan pada akhirnya menggerus karakteristik penting negara yang kuat, yakni kemampuan negara memonopoli perangkat kekerasan (the instuments of violence). Kurangnya fasum penjamin keselamatan masyarakat, seperti rambu-rambu, juga menjadi sumber ketidakamanan personal. Kecelakaan akibat minimnya fasum berupa ramburambu atau trotoar yang memadai bagi pejalan kaki terbukti menjadi persoalan yang harus segera dicarikan solusinya. Kurangnya peran negara mengakibatkan masyarakat mengambil alih perannya secara swadaya lewat mekanisme ronda (patroli) biasanya oleh desa adat di kampungnya masing-masing.
Monopoli kekerasan oleh negara, jika kehilangan kewibawaan dan
kewenangannya dalam hal ini, potensial berpindah ke masyarakat dan akan memperlihatkan kelemahan institusi negara.
4.4.3. Prasangka Antaretnis-agama dan Kuatnya Budaya Lokal (Community Security)
56
Keamanan komunitas tercakup dalam kategori keamanan masyarakat (societal security) yang menjadi jembatan antara keamanan di tingkat global dan individual. Jika keberlanjutan negara berbasis pada penjagaan kedaulatan, maka keberlanjutan bangsa bergantung pada pemeliharaan identitas. Ancaman identitas nasional bisa muncul dari lemahnya kohesi yang dibangun dari bahasa, budaya, agama, atau etnisitas. Maka keamanan masyarakat merupakan salah satu bagian penting dalam keamanan negara. Identitas nasional—biasa disebut juga identitas kolektif—dilahirkan dari akumulasi identitas individu yang beragam dalam suatu negara. Ia muncul dari konsepsi diri akan kolektivitas (self-conception of collectivities) dan terbentuk dari invididu-individu yang mengidentifikasi sebagai bagian dari kolektivitas tersebut (Roe, 2007: 166). Ketidakamanan komunitas di Kota Denpasar terlihat dari tingginya tingkat potensi konflik sosial, namun demikian hal ini diimbangi dengan kuatnya tatanan dan nilai budaya adat sehingga dikatakan ketahanan budaya lokal sangat tinggi. Konflik terbuka memang tidak terjadi di masyarakat, namun prevalensi benih-benih ke arah itu itu bisa dilihat dari masih terpeliharanya prasangka buruk (prejudices) antaretnis, antarumat beragama, atau antargolongan, bahkan antar-kepentingan. Konflik sosial terbuka potensial muncul nyata (manifest) dalam bentuk tindakan atau sikap intoleransi atau yang paling minimal secara laten lewat prasangka buruk dalam bentuk stereotyping. Kehidupan antaretnis, antarumat beragama, serta antargolongan masyarakat Kota Denpasar sejauh ini bisa dikatakan cukup rukun serta saling bekerja sama dalam membangun kotanya. Komposisi penduduk yang berasal terutama dari etnis Bali, Jawa, Lombok, dan Madura, sebagian kecil Cina, Arab serta beberapa etnis pendatang lain membangun pola hubungan yang akur. Namun, tingkat potensi konflik sosial akibat keberagaman di Kota 57
Denpasar bisa cenderung meninggi akibat terpeliharanya prasangka buruk antaretnis, antarumat, dan antargolongan. Beberapa responden dari etnis non-Bali, misalnya, menyatakan secara terbuka pernah mengalami diskriminasi. Diskriminasi muncul juga karena stereotip yang dilekatkan pada etnis tertentu sehingga mengakibatkan sulit dalam, misalnya, mencari tempat kos. Namun dalam beberapa tahun belakangan ini hampir tidak terjadi lagi. Saling berprasangka buruk
yang terjadi dalam hubungan antaretnis lahir dari
adanya ketidakpercayaan sosial (social distrust).
Pernyataan beberapa responden dalam
memandang etnis lainnya menunjukkan bahwa rasa saling curiga masih hidup dalam keseharian masyarakat. Etnis A menyalahkan etnis B karena tidak mudah percaya pada mereka sebaliknya etnis A dituduh oleh etnis B cenderung menutup diri dari pergaulan dengan warga lain. Namun dalam kenyataannya pembauran antar-etnis di Kecamatan Denpasar Utara dan Denpasar Barat khususnya, menunjukkan betapa ketidakpercayaan dan ketidakamanan itu tidak terlalu popular dalam keseharian, khususnya masyarakat di wilayah Denpasar Utara dan Denpasar Barat. Potensi konflik juga muncul dari prasangka antargolongan. Responden dari Kecamatan Denpasar Timur menyatakan bahwa hal ini bisa muncul karena pemberitaanpemberitaan media elektronik nasional yang kadang memberikan makna tertentu secara provokatif pada berita yang ditayangkan. Bahkan nilai-nilai itu dipromosikan lewat media elektronik cenderung konfrontatif. "Hal yang paling sensitif di Bali ini pada umumnya adalah adanya kelompok-kelompok agama garis keras yang bertentangan dengan nilai-nilai keterbukaan dan kemajemukan masyarakat Bali. (Laki-laki, 49 tahun, polisi, Kec, Denpasar Barat)
Ketahanan adat Bali yang sangat kuat mengakar dalam masyarakat local menjadi kekuatan tersendiri dalam budaya. Sumber dari kuatnya daya tahan dan keberlangsungan adat 58
dan budaya lokal ini dipercayai oleh beberapa responden akibat keterkaitannya dengan agama Hindu yang dipeluk masyarakat Bali. Demikian juga pengaruh jalinan adat dan agama ini memberi akar yang kuat pada keamanan politik di Kota Denpasar khususnya. Sehingga memilih pemimpin pun bisa dikerangkai dalam konteks adat dan agama. Masyarakat juga mengakui peran Pemerintah dalam merawat budaya dan adat Bali, sehingga tidak Nampak adanya pesimisme tentang keberlangsungan budaya sebagai salah satu pilar pembangunan ketahanan dan keamanan masyarakat (community security) Kota Denpasar.
4.4.4. Kerentanan Ekonomi Rakyat, Asupan Gizi Tak Berimbang, dan Kurangnya Standar Kesehatan Lingkungan (Economic, Food, and Health Security) Denpasar, sebagai kota di negara berkembang, juga mengonfimasi keterkaitan erat antara keamanan ekonomi, pangan, dan kesehatan. Dent (2007: 205) menyatakan bahwa hirauan utama di negara berkembang soal keamanan ekonomi selalu tertaut erat dengan keamanan pangan. Temuan dari lapangan memperlihatkan bahwa tingkat keamanan insani yang bertingkat sedang di sektor ekonomi tak hanya merembet ke sektor pangan, namun juga kesehatan yang biasnya juga terkait dengan keamanan kesehatan. Rasa aman yang moderat di sektor ekonomi muncul karena sebagian besar warga Denpasar berpenghasilan di atas UMK yang bisa menjadi standar kecukupan yang ditentukan untuk hidup layak. Hanya saja, sumber ketidakamanan terbesar muncul dari tidak adanya kepastian akan sustainibilitas pekerjaan serta peran negara yang kurang dalam melindungi ketahanan ekonomi masyarakat. Sistem kontrak dalam pekerjaan formal serta ketidakpastian dalam sektor usaha informal menjadi pemicu tingginya rasa tidak aman secara 59
ekonomi warga Denpasar. Sementara itu peran pemerintah dalam membuat regulasi yang membantu ketahanan ekonomi masyarakat dirasa minim dengan bermunculannya minimarket seperti Circle K, Alfamart, dan Indomart milik pemodal besar yang banyak didirikan di wilayah hunian atau bahkan berdempetan dengan pasar tradisional. Dari sisi pangan, masyarakat Denpasar juga merasa cukup aman dalam hal ketersediaan dan aksesibilitas pangan meski ada sebagian kecil (5% responden) yang mengaku mendapat kesulitan dalam hal ini. Ketidakamanan muncul dari sisi tingkat asupan gizi pangan dengan diet berimbang dan sehat. Banyaknya responden yang kurang memahami hal tersebut menunjukkan kurangnya sosialisasi pemerintah akan pentingnya mengatur pola makan yang sehat dan berimbang. Meski masyarakat Denpasar secara umum merasa cukup aman di bidang kesehatan, sumber ancaman ketidakamanan yang cukup tinggi muncul dari dampak berantai akibat kurang sehatnya lingkungan. Sampah yang tak terkelola dengan baik atau sistem drainase, sanitasi, dan sirkulasi yang kurang memenuhi standar kesehatan menjadi masalah yang banyak dikeluhkan responden. Indikator lainnya, seperti pemahaman akan budaya hidup masyarakat merasa cukup terpapar infomasi yang cukup dari sosialisi pemerintah dan KKN mahasiswa di lingkungan mereka. Sementara menyoal aksesibilitas terhadap pelayanan kesehatan, banyak responden menyatakan cukup mudah dalam mendaptakan akses pelayanan kesehatan baik secara kedekatan lokasi maupun dalam prosedur aksesnya.
60
4.4.5. Partisipasi Masyarakat dalam Politik Lokal (Political Security) Dimensi politik sebagai dimensi terakhir dari keamanan insan menunjukkan level yang tinggi, dengan artian bahwa keamanan politik di Kota Denpasar cukup terjamin. Dengan menjadikan partisipasi politik, hak-hak politik warga dan praktek demokrasi di wilayah Denpasar sebagai parameter, temuan di lapangan mengonfirmasi bahwa tingginya partisipasi politik warga hanya terbatas pada pemilihan Klian Adat, Ketua Banjar, Kepala Kampung saja yang memang kaitannya erat dengan jalinan adat dan budaya seperti tersebut di atas, namun juga partisipasi ini cukup bagus terlihat di tingkat Pemilihan Umum (Pemilu), Pemilukada, dan pemilihan anggota legislatif. Pada dimensi political security ini, nampak kontribusi nilainilai adat dan agama dalam kehidupan berpolitik masyarakat Bali pada umumnya, dan Denpasar pada khususnya. Secara umum, tingkat partisipasi politik di keempat kecamatan di Kota Denpasar menunjukkan bahwa partisipasi dan kepedulian pada isu politik lokal cukup tinggi meski sebagaian mereka merasa awam dengan urusan politik. Perlu apresiasi upaya tindak lanjut untuk tetap mempertahankan kesadaran politik masyarakat Denpasar pada isu-isu politik lokal, yang mungkin dikembangkan pada politik nasional.
61
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Studi ini menghasilkan temuan bahwa secara umum kondisi keamanan insani (human security) Kota Denpasar dalam kondisi baik di bidang ekonomi, pangan, dan politik. Di tiga matra (dimensi) lainnya; lingkungan, personal, kesehatan dan komunitas, mulai muncul rasa ketidakamanan di masyarakat Denpasar. Peran negara/pemerintah dinilai kurang oleh masyarakat dalam memberikan jaminan rasa aman di hampir semua dimensi keamanan insani. Masyarakat justru merasa bahwa masyarakat secara swakarsa dan swadaya yang lebih banyak berperan dalam menumbuhkan rasa aman secara ekonomi, pangan, kesehatan, lingkungan, personal, dan komunitas. Masyarakat kemudian memunculkan upaya swadaya (self-empowerment) dan swabantu (self-help) dalam memenuhi rasa amannya. Hanya bidang politik yang mereka nilai negara berperan memberikan rasa aman kepada masyarakat. Dalam sudut pandang keamanan insani, ketidakhadiran atau kurang berperannya negara dinggap menjadi pertanda buruk bagi kapasitas insitusional negara. Negara masih dianggap sebagai pemberi dan penjamin keamanan (provider of security) bagi warganya.
Kurangnya peran negara di bidang ekonomi, pangan, kesehatan, lingkungan,
personal, komunitas, dan politik menunjukkan kurangnya kapasitas infrastruktural dan koersi negara. Pemerintah Kota (Pemkot) Denpasar, merupakan representasi dari negara/pemerintah pusat yang juga bertanggung jawab pada pemberian rasa aman ke warganya. Adanya kebijakan otonomi daerah sebagai upaya menerjemahkan kebijakan desentralisasi, diharapkan akan membuat pemerintah di tingkat lokal lebih berdaya dengan 62
segala modalitas yang miliki. Pemkot Denpasar bisa mengambil langkah-langkah preventif atau kuratif sebagai bentuk intervensi negara/pemerintah terhadap persoalan ketidakamanan yang muncul di masyarakat Kota Denpasar Dari temuan-temuan studi ini, beberapa saran untuk upaya intervensi antara lain: 1. Pendidikan multikulturalisme. Program ditujukan untuk mengurangi prasangka antaretnis, antaragama, maupun antargolongan warga Denpasar. Program ini ditujukan meningkatkan interaksi antaretnis secara egaliter dan bisa berbentuk live in/residensi, sosialisasi lewat pengajian/forum keagamaan. 2. Pemberdayaan masyarakat. Dengan modal sosial yang bagus, seperti tingkat kepedulian atas lingkungan dan rasa komunalitas yang tinggi, pemerintah bisa menyertakan masyarakat dalam program pengamanan lingkungan (dengan polsek terdekat), koperasi kelontong dalam satu kelurahan untuk memperkuat ketahanan ekonomi mereka, lebih memaksimalkan Rumah Belajar Masyarakat untuk sosialisasi tentang politik lokal, kesehatan, diversifikasi pangan atau peningkatan kualitas lingkungan 3. Mengutamakan
pembangunan/perbaikan
fasilitas
umum
(fasum)
yang
berkaitan dengan keselamatan. Prioritasnya diarahkan pada rambu-rambu lalu lintas seperti portal dalam kawasan hunian, lampu penerangan jalan, termasuk ruang publik yang berkurang drastis akibat banyaknya pembangunan mall/pusat perbelanjaan dan ruko. 4. Perbaikan sistem kontrak dan alih daya (outsourcing). Dengan adanya beberapa industri makanan, obat-obatan, dan tekstil, pemerintah perlu bersinergi tiga pihak 63
dengan serikat pekerja dan pihak perusahaan. Isu ini juga merupakan isu nasional sehingga jika Pemerintah Kota Denpasar bisa memprakarsainya akani berefek positif ke daerah lainnya.
Di luar upaya-upaya tersebut di atas, yang paling penting dilakukan adalah penguatan kapasitas pemerintah baik pusat maupun lokal.
Sisi lebih dari kebijakan
desentralisasi/otonomi daerah adalah pemerintah lokal lebih berdaya dalam beberapa bidang yang tak lagi diurusi pemerintah pusat. Karakter persoalan-persoalan keamanan insani yang ekstra-lokal menuntut kerja sama dan koordinasi yang baik tak hanya pemerintah lokal dan pemerintah pusat, namun juga menyertakan aktot global dalam pembuatan kebijakan dan rekayasa social.
64
DAFTAR PUSTAKA
Buku/Monograf Alkire, Sabine. 2003. A Conceptual Framework for Human Security, Center for Research on Inequality, Human Security, and Ethnicity (CRISE), CRISE Working Paper 2. Oxford: University of Oxford Atanassova-Cornelis, Elena. 2006. Defining and Impelementing Human Security: The Case of Japan, dalam Sascha, Werthes, dan Debiel, Tobias (Eds.), INEF Report. Essen: Institut für Entwicklung und Frieden (Institute for Development and Peace) Bajpai, Kanti. 2000. Human Security: Concepts and Measuremen", Kroc Institute Occasional Paper, No. 19. Notre Dame: Kroc Institute for International Peace Studies Berg, Bruce Lawrence. 2004. Qualitative Research Methods for Social Sciences. Boston: Perason Collins, Alan, 2007. Contemporary Security Studies. Oxford: Oxford University Press Kerr, Pauline. 2007. Human Security, dalam Collins, Alan, Contemporary Security Studies. Oxford: Oxford University Press Tadjbakhsh, Shahrbanou. 2007. Human Security: Concepts and Implications. Abingdon: Routledge. United Nations Development Program (UNDP). 1994. Human Development Report 1994. New York: Oxford University Press Werthes, Sascha, dan Debiel, Tobias. 2006. Human Security on Foreign Policy Agendas: Introduction to Changes, Concepts, and Cases, dalam Sascha, Werthes, dan Debiel, Tobias (Eds.), INEF Report. Essen: Institut für Entwicklung und Frieden (Institute for Development and Peace)
Internet Resources Anonimus. 2010. Data and Maps: HSI Version 2 and A Classic HDI. Tersedia online di: http://www.humansecurityindex.org/. Diakses 5 Agustus 2013. Anonimus.
2010.
HSI
Version
2.
Tersedia
online
di:
http://www.humansecurityindex.org/?page_id=28 Diakses 2 Agustus 2013. 65
Editor, 2011. Oase Keamanan Insani Nasional. Tribun Pontianak. Tersedia online di: http://pontianak.tribunnews.com/2012/01/11/oase-keamanan-insani-nasional. Diakses 12 Agustus 2013. http://denpasarkota.bps.go.id
66