OPTIMALISASI IMPLEMENTASI AKAD QARDHUL HASAN BAGI PEMBIAYAAN BERORIENTASI KESEJAHTERAAN SOSIAL DALAM PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA (STUDI KASUS BANK MUAMALAT INDONESIA)
LAPORAN PENELITIAN
Peneliti: Drs. Agus Triyanta, MA.,MH,PhD. (Ketua) (NIK 934100105) Imam Purwadi (Anggota) (NPM 08932013)
PROGRAM DOKTOR (S3) ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA 2013 i
Halaman Pengesahan 1.
Identitas Penelitian a.Judul Penelitian
b. Bidang Ilmu c. Kategori Penelitian 2.
3.
4.
5. 6. 7.
: Optimalisasi Implementasi Akad Qardhul Hasan Bagi Pembiayaan Berorientasi Kesejahteraan Sosial Dalam Perbankan Syariah Di Indonesia (Studi Kasus Bank Muamalat Indonesia) : Hukum : Kolaborasi
Ketua Peneliti: a. Nama Lengkap dan Gelar : b. Jenis Kelamin c. Golongan Pangkat d. NIP/NIK e. Jabatan Fungsional f. Jabatan Struktural g. Fakultas/Jurusan h. Pusat Penelitian Alamat Ketua Peneliti a. Alamat Kantor b. Telp/Fax c. e-mail d. Alamat Rumah e. Telp/Hp Jumlah Anggota Peneliti a. Anggota Peneliti I b. Status Peneliti c. Nomor Mahasiswa Lokasi Penelitian Lama Penelitian Biaya Yang Diperlukan
: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :
Drs. Agus Triyanta,MA.,MH.PhD. Laki-laki IVa 934100105 Lektor Kepala Ilmu Hukum Program S3 Ilmu Hukum FH UII Fak.Hukum UII, Jl. Tamansiswa 158 0274-379178
[email protected] Plumbon, Mororejo,Tempel, Sleman 085742365112 1 Imam Purwadi, SH, MH. Mahasiswa Program S3 Ilmu Hukum UII 08932013 Yogyakarta 5 bulan
Yogyakarta, 5 Januari 2013
Mengetahui: Ketua Program Pascasarjana FH UII
Ketua Peneliti,
(Dr. Ni’matul Huda, SH.M.Hum) NIP/NIK: 904100108
(Drs. Agus Triyanta,MA.,MH.PhD) NIP/NIK: 934100105
ii
KATA PENGANTAR Alhamdulillahirabbil’alamin. Penulis mengucapkan puji syukur kepada Allah swt yang telah memberikan kenikmatan dan kemurahan sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian ini. Penelitian ini berjudul “Optimalisasi Implementasi Akad Qardhul Hasan Bagi Pembiayaan Berorientasi Kesejahteraan Sosial Dalam Perbankan Syariah Di Indonesia (Studi Kasus Bank Muamalat Indonesia)”.
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengungkap bagaimana konsep akad Qardhul Hasan diterapkan sebagai sebuah produk pada perbankan, serta bagaimanakan jika dikaitkan dengan tujuan pembiayaan yang berorientasi pada sosial kesejahteraan, khususnya di Bank Muamalat Indonesia..
Penelitian ini dapat terlaksana atas bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1.
Dekan Fakultas Hukum Universitas islam Indonesia
2.
Ketua Program Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia
3.
Kepada para teman di Program Doktor Fakultas Hukum UII.
4.
Berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan secara khusus.
Berbagai pihak tersebut telah banyak memberikan bantuan baik berupa pendanaan bagi terselenggaranya penelitian ini maupun berbagai bantuan dalam bentuk lain yang baik moril maupun spiritual. Kepada mereka penulis mengucapkan banyak terima kasih. Semoga kebaikan yang telah diberikan mendapatkan balasan di sisiNya. Amin.
Yogyakarta , 5 Januari 2013
iii
DAFTAR ISI
Halaman …….………...………………………………............. i
HALAMAN JUDUL PENGESAHAN DAFTAR ISI ABSTRAK
………………………....………………………………............ ii ……………………….....………………………………................
iii
……………………………………...………………………………..... v
BAB I P E N D A H U L U A N
……………………………………
1
...……………………………….....
1
1.2. Rumusan Masalah
……......……………………………….......
9
1.3. Tujuan Penelitian
……….....………………………………......
9
1.4. Kegunaan Penelitian
………....…………………………….…......
10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
………….....……………………………….....
11
BAB III METODE PENELITIAN
...……………………………………………...
17
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...…………………………...
20
4.1.
Sejarah Perkembangan Perbankan Syariah din Indonesia .....…………..
20
4.1.1. Perkembangan Perbankan di Indonesia ......……………………………….....
20
4.1.2. Perkembangan Perbankan Syariah
.....................……………………………
30
.......................………………………………
33
1.1. Latar Belakang Masalah
4.1.3. Kinerja dan Prospek
4.1.4. Permasalahan Kepatuhan Syariah
......................................................……...
4.2.
Kerangka Hukum Perbankan Syariah
4.3.
Pelaksanaan Program Qardhul Hasan Pada BMI
34
....................................................
39
………………………..
47
.....................................................................…………………..
47
4.3.2. Implementasi Produk qardhul hasan pada BMI ................…………………..
57
4.3.1. Profil BMI
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ...………………………………... 98
iv
5.1.
Kesimpulan
……………………...……………………………….......... 98
5.2.
Rekomendasi
……………...……………………………….....................
DAFTAR PUSTAKA
101
...……………………………….......................................... 103
ABSTRAK
v
Penelitian ini berjudul “Optimalisasi Implementasi Akad Qardhul Hasan Bagi Pembiayaan Berorientasi Kesejahteraan Sosial Dalam Perbankan Syariah Di Indonesia (Studi Kasus Bank Muamalat Indonesia)”. Fokus penelitian dari penulisan ini adalah mengetahui bagimana konsep akad Qardhul Hasan diterapkan sebagai sebuah produk pada perbankan, serta bagaimanakan jika dikaitkan dengan tujuan pembiayaan yang berorientasi pada sosial kesejahteraan, khususnya di Bank Muamalat Indonesia. Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang ada maka dirumuskan bahwa permasalahan dalam penelitian ini, yakni: Pertama, Bagaimanakah latar belakang historis perkembangan perbankan di Indonesia, termasuk di dalamnya perbankan syariah, kedua, Bagaimana regulasi terkait perbankan syariah di Indonesia, serta ketiga, Bagaimanakah qardhul hasan serta orientasi sosial kesejahteraan dari konsep ini diimplementasikan pada Bank Muamalat Indonesia?. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, ialah penelitian hukum yang akan mlihat bagaimana pengaturan transaksi valuta asing di Malaysia dan Indonesia dalam tinjauan hukum Islam. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan konseptual yaitu dengan cara mempelajari pandangan-pandangan dengan doktrin-doktrin di dalam ilmu hukum untuk menelaah latar belakang lahirnya dan perkembangan pengaturan mengenai masalah yang diteliti. Bahan hukum yang diteliti terdiri dari bahan hukum primer : bahan-bahan hukum yang mempunyai kekuatan hukum mengikat seperti Al-qur’an, al-hadts, kitab-kitab klasik, fatwa dewan syari’ah, kitab undang-undang, Bahan hukum sekunder berupa literatur, jurnal dan data elektronik, serta bahan hukum tersier berupa kamus dan ensiklopedi. Cara pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan studi pustaka, serta dengan studi dokumen, yakni dengan mengkaji berbagai dokumen yang terkait dengan permasalahan yang akan diteliti, dan ditambah dengan wawancara. Analisis hasil penelitian menggunakan metode kualitatif, yaitu datadata yang diperoleh dari hasil penelitian dikelompokan dan dipilih, kemudian dihubungkan dengan masalah yang akan diteliti, sehingga dapat menjawab perumusan masalah yang ada. Data dihimpun dengan pengamatan yang seksama, meliputi analisis dokumen dan catatancatatan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa Perbankan syariah di Indonesia, yang mulai muncul dengan memulai operasinya Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1992. Saat ini, aset yang dicapai pada kisaran 4%. Jika ditilik dari jumlah institusi yangyang terlibat dalam bisnis perbankan Islam, pada akhir 2012, terdapat 11 (sebelas) bank syariah dan 23 (duapuluh tiga) unit usaha syariah. Secara khusus, kerangka hukum dari perbankan Islam, sampai saat ini dimana perbankan syariah telah berkembang selama hapir delapan belas tahun, namun masih mengalami berbagai kendala pada tingkat harmonisasi hukum, antara hukum muamalat dengan hukum perdata umum. Sesuai dengan tema penelitian, perkembangan konsep dan implementasi al-qardhul hasan masih dianggap baru oleh sebagian besar umat Islam. Konsep al-qardhul hasan yang diterapkan oleh perbankan syariah, masih pada level pembiayaan yang diprioritaskan bagi pengusaha kecil pemula yang potensial, tetapi mengalami kendala keterbatasan modal selain kemampuan berusaha. Kata Kunci: qardhul hasan, sosial kesejahteraan, bank muamalat indonesia
vi
Halaman pengesahan
L
ldentitas penelitian a.Judul penelitian
:
Optimalisasi fmplementasi Hasan Bagi Pembiayaan Berorientasi Kesejah6iaan -Akad -eadhulsosiar Daram Perbankan_ Syaria.h. Di naon"siu Kasus Bank lituOi Muamalat Indonesra.p : Hukum : Kolaborasi
b. Bidang Ilmu c. Kategori Penelitian
Ketua Peneliti: a. Nama Lengkap dan
Gelar
Drs. Agus Triyanta,MA.,MH.phD.
:
b. Jenis Kelamin c. Golongan pangkat d. NIPA{IK
Laki-laki IVa 93410010s
e. Jabatan Fungsional
3.
f. Jabatan Struktural g. Fakultas/Jurusan h. Pusat Penelitian Alamat Ketua peneliti a. Alamat Kantor
5. 6. 7.
UII
0274-379t78
[email protected]
e. TelpAIp
Jumlah Anggota peneliti a. Anggota peneliti
Ilmu Hukum Program 53 Ilmu Hukum FH
Fak.Hukum UII, Jl. Tamansiswa l5g
b. Telp/Fax c. e-mail d. Alamat Rumah 4.
tektor Kepala
I
b. Status Peneliti c. Nomor Mahasiswa Lokasi Penelitian Lama Penelitian
Biaya Yang Diperlukan
llr11r,bol Vtororej o,Tempel, Sleman 0857423651t2 1
I
Imam Purwadi, SH, MH. Mrhasiswa Program 53 llmu Hukum UII 08932013
Yoryakarta 5 bulan
Yogyakarta, 5 Januari 2013
Ketua Peneliti.
9341 0010s
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Perkembangan Perbangkan Syariah yang sangat pesat telah melahirkan berbagai lembaga keuangan Syariah.Lembaga keuangan syariah (LKS) adalah lembaga keuangan yang bekerja (beroperasi) menurut prinsip lembaga keuangan modern berdasarkan konsepi syariah dengan prinsip profit loss sharing (PLS) sebagai metode utama dan mengharamkan sama sekali motif spekulatif (bunga/riba dan sifat spekulasi lainnya),1 salah satunya adalah bank syariah, selain juga ada asuransi, obligasi, reksadana syariah dan lain sejenisnya. Perbankan syariah, sebagai lembaga keuangan syariah terpenting, untuk pertama kali berdirinya di Indonesia (BMI). Perkembangan
1992, yakni bank Muamalat Indonesia
beriktunya berkaitan dengan Bank Syariah ini
menunjukkan pencapaian yang sangat baik. Langkah tersebut kemudian diikuti oleh berdirinya berbagai bank syariah. Hingga saat ini, tercatat ada dua bank syariah, beberapa unit syariah, serta banyak BPRS serta BMT. Bahkan, untuk perkembangan terakhri ini, beberapa bank internasional juga sudah memulai mengoperasikan unit syariah, meski tidak seluruhnya membuka operasi di Indonesia) antara lain adalah HSBC, Citibank, Chase Manhattan Bank.2 1
Ahmad Widhyanto Muttaqien ( Masa Depan Institusi Keuangan Islamdalam Perspektif Agency Theory oleh: dalam http://www.bmtlink.web.id/ Wacana080102. htm. 12 April 2004 jam 10.00) 2 Nurjihad, et.al. Back Up Paper tentang Pengaturan Perbankan Syariah Fakultas Hukum UII Bank Indonesia. 2003, 2. Menurut statistik dari Bank Indonesia, saat ini ada 2 bank umu syariah, 8
1
Pertanyaan yang muncul kemudian adalah apakah suburnya perkembangan bank syariah itu?. Jawabannya
yang mendorong antara lain adalah
baiknya performa dari bank syariah itu sendiri. Terbukti, ketika krisis ekonomi mendera negeri ini, BMI tetap menjadi bank yang berkategori “sehat”. Hal tersebut ditunjukkan dengan angka Non Performing Financings (NPFs) yang lebih rendah apabila dibandingkan dengan bank konvensional. Ketidakadaan negative spread menunjukkan konsistensinya dalam menjalankan fungsi intermediasi. Bahkan, bukan hanya itu, sisi lain yang menunjukkan kuatnya daya tahan bank syariah di tengah krisis adalah fakta bahwa jumlah bank tumbuh pesat dari hanya satu bank umum syariah dan 78 BPRS pada tahun 1998 menjadi 2 bank umum syariah, 3 unit usaha syariah (UUS), dan 81 BPR syariah pada akhir 2001. Saat ini, jumlah Bank Umum Syariah ada 11 dan Unit Usaha Syariah berjumlah 23.3 Tidak mengherankan, jika pada saat terakhir ini, diperkirakan, lebih dari 1o bank akan membuka unit syariah, meliputi antara lain, Bank Niaga, Bank CIC, Permata, BTN dan beberapa bank lainnya.4 Performa yang baik ini tentu saja tidak bisa dilepaskan dari beberpa aspek kelebihan dari bank syariah yang sulit atau bahkan tidak bisa didapatkan pada bank konvensional. Secara prinsipiil,bank syariah memiliki beberapa kelebihan
bank yang membuka unit syariah, serta 82 BPRS. (http://www.bi.go.id/bank_indonesia2/ utama/publikasi/, 12 Mei 2004, jam 09.00). 3 Widiarto:2004), juga, Statistik Perbankan Syariah 2013. Dalam www.bi.go.id (akses Desember 2012) 4 Forum Keadilan, No. 3, 16 Mei 2004: 39.
2
apabila dibandingkan dengan bank konvensional.5 Hal-hal yang utama dari Kelebihan tersebut adalah sebagaimana uraian di bawah ini: 1. Menghindari eksploitasi Islam melarang mengambil keuntungan yang tidak didasarkan atas kerja produktif. Dilarang juga berlaku tidak adil (menzalimi teman serikat). Karena itulah, maka setiap usaha produksi dan aktivitas ekonomi yang membawa pada kerugian salah satu pihak akan dilarang. Itu juga yang menjadi latar belakang dari dilarangnya berbagai jenis
atau bentuk perdagangan.
Bentuk-bentuk kontrak yang dilarang adalah; pertama, tidak didasari dengan motivasi yang baik, atau yang biasa disebut dengan iktikad baik. Kedua, Berkaitan dengan adanya
unsur-unsur yang dilarang. Di sini, mencakup
berbagai hal, yaitu: menjual barang yang diharamkan,
berbagai bentuk
kontrak jual beli yang ada membuka peluang spekulasi yang berakibat pada kerugian di dalah satu pihak seperti, munabadzah (kontrak jual beli di mana penjual melempar sesuatu yang tidak boleh dipegang), habal al-habala ( menjual binatang yang masih dalam kandungan), mukhadarah (menjual buah yang belum masak/siap panen), muzabanah (tukar menukar buah yang berbeda kualitasnya), menjual barang yang belum resmi menjadi miliknya, mu’awamah (menjual buah/hasil pertanian dalam waktu yang masih jauh dari masa panennya, serta berbagai model yang lain. Di samping berbagai cara yang mengandung eksploitasi itu, juga terdapat berbagai macam bentuk 5
Hal ini didasarkan pada baik ketentuan normative dari prinsip-prinsip muamalah tentang perbankan syariah maupun apa yang dijumpai dalam praktek lapangan pelaksanaan bank syariah. Misalnya adalah adanya kentuan untuk saling tolong-menolong, dilarang mengambil riba, kebolehan bekerja sama (partnership), dan sebagainya. Lihat juga beberapa point utama prinsip perbankan Islam yang dirumuskan Sudin Harun (26 ), juga, Syafii Antonio (1999: 199).
3
eksploitasi yang dilarang, dan yang terpenting di anataranta
ialah riba
(bunga). Sedangkan yang ketiga, adalah berkaitan dengan adanya kontrak yang mengandung paksaan. Serta yang terkahir adalah kontrak yang di dalamnya mngandung unsur maysir. Ialah kontrak yang berkaitan dengan perbuatan gambling (perjudian).6
2. Lebih banyak bergerak dalam sektor riil Kelebihan yang lain dari perbankan Islam adalah bahwa dalam syari’ah Islam, uang adalah sebagai alat pembayaran dan bukan sebagi komoditas. Karena itulah, maka agar uang bisa menghasilkan uang, haruslah dimanfaatkan dalam kerja-kerja produktif. Pada hakekatnya, keberatan Islam pada sistem riba adalah karena uang bisa menghadirkan uang tanpa disertai dengan kerja yang produktif, atau yang dikenal dengan istilah time value of money.7 Sehingga, sudah jelas dan pasti bahwa dengan sistem bank syariah, dengan produk utamanya
mudharabah dan musyarakah, akan mampu
menggerakkan aktivitas kerja dan produksi, yang dari kegiatan itu kemudian akan bisa diambil bagi hasil keuntungan. Karena itulah, maka orientasi dari bank syariah bukan hanya profit, akan tetapi prfit dan falah, serta hubungan
6 Niazi, Liaquat Ali Khan.1990. Islamic Law of Contract, Lahore: Research Cell, Dyal Sing Trust Library, 84-89 7 Suara Merdeka, 10/11/ 2003.
4
antar pihak bukan hubungan debitur dan kreditur, akan tetapai hubungan kemitraan.8 3. Memungkinkan mendapat untung yang lebih besar Dikarenakan prinsip bagi hasil (PLS), maka dalam evaluasi yang dialakukan ternyata didapati bahwa nisbah bagi hasil yang ada pada bank syariah jauh lebih besar daripada prosentase bunga dari bank. Hal ini dikarenakan, dalam pembeayaan syari’ah dengan cara bagi hasil, besar kecilnya akan sangat tergantung dari besar kecilnya keuntungan. Hal ini merupakan kunci utama kelebihan bank syari’ah. Meskipun sama-sama memberikan kelebihan dari jumlah nominal uang dihutang, namun bagi hasil akan sangat berbeda secara filosofis dengan bunga. Sekaligus, dalam hal ini memang harus diakui, bila tanpa didasari dengan akadnya yang berbeda, seakan-akan antara sistem bunga dan sistem bagi hasil sama saja. Karena itu, tidak mustahil, apabila pihak prbankan juga kurang hati-hati, terkesan, penentuan bagi hasil sama saja dengan penentuan bunga. Sehingga, jika ini yang terjadi, bank syari’ah hanya menjual namanya saja, akan tetapi operasionalisasinya ternyata tetap memakai cara konvensional. Hal ini bukan tanpa dirasakan oleh para penggiat perbankan syariah. Menurut statistik yang ada, sebanyak 40 % BPRS ternyata berpraktek sebagai layaknya bank konvensional.9 Bisa jadi, pelanggaran tersebut menyangkut
masalah
8
Antonio, Muhammad Syafi’i. 1999. Bank Syariah, Suatu pengenalan Umum, Jakarta: Tazkia Institute:199. 9 Republika, 31 Maret 2004. Dari sumber yang sama juga, alasan bagi terjadinya seperti ini ada dua; pertama keterbatasan sumber daya manusia, kedua, perangkat lunak dan pengetahuan tentang syariah itu senmdiri lemah.
5
penentuan nisbah bagi hasil yang sama saja dengan bunga, atau prinsip prinsip yang lain, semacam murabahah, yang terabaikan syarat dan rukunnya. Dalam perjalanannya, bagi hasil dalam perbankan syariah memang menunjukkan kenyataan yang lebih besar. Secara umum, bagi hasil dari bank syariah kepada nasabah berkisar 5-9 persen, sedangkan bungan pada bank konvensional masih dalam kisaran 5-6 persen.10 Di samping hal-hal di atas, kelebihan dari bank syariah itu bisa dilihat pada berragamnya varian
produk yang ditawarkan oleh bank syariah, ialah
meliputi: 1). Simpanan ( funding): Ada dua jenis dari simpanan dalam bank syariah, ialah wadi’ah dan mudharabah. Adapun wadi’ah meliputi: a). Tabungan (wadi’ah yad al-Dhamanah) b). Deposito (wadi’ah yad al-Dhamanah) c). Giro (wadi’ah yad al-amanah) Sedangkan mudharabah meliputi: a). Tabungan mudharabah (mudharabah muthlaqah) b). Deposito mudharabah (mudharabah muqayyadah) 2). Pembeayaan (financing) Pembeayan terdiri dari dua macam, yakni apa yang disebut dengan equity financing dan differed sale financing. Equity financing meliputi: a). Kerja sama bagi hasil (musyarakah) 10
Republika, 24 April 2004 dan Republika, 13 Mei 2004.
6
b). Pemberian modal bagi hasil (mudharabah) Sedangkan differed sale financing mencakup: a). Jual Beli (murabahah, salam, istishna’) b). Sewa (ijarah, ijarah wal iqtina) c). Pinjaman (qardh hasan) 3. Jasa Di samping produk di atas, juga terdapat produk lain yang berupa jasa, atau fee bagi layanan yang diberikan. Di samping bank menawarkan produk utamanya seperti di atas, sebuah bank syariah sangat meungkin untuk melakukan diversivikasi usaha dengan melakukan berbagai macam program layanan, yang meliputi: a.
Gadai (rahn)
b.
Trabsfer (wakalah)
c.
Gurantee (kafalah)
d.
Anjak piutang (hiwalah)
e.
Imbalan (ju’alah)
f.
Penukaran (sharf)
Berbagai bentuk jasa yang ditawarkan itu merupakan fitur yang lazim ada pada perbankan syariah, meski tidak menutup kemungkinan bahwa di luar berbagai fitur layanan tersebut, masih terdapat berbagai bentuk layanan yang merupakan inovasi dan derivasi dari berbagai fitur utama tersebut. Maka, selama
7
turunan tersebut tidak menggeser posisi hukum kebolehan dan keabsyahannya menurut syariat Islam, hal tersebut tetap bisa ditolerir.11 Dengan memperhatikan berbagai produk yang ditawarkan tersebut, akan bisa dengan mudah ditarik kesimpulan bahwa bagi hasil (mudharabah dan musyarakah) dan qardh atau qardhul hasan merupakan produk yang paling khas dan secara syar’i sangat penting. Hal itu dikarenakan dasar hukum penarikan model pembeayaan Islami (Islamic financing) didasarkan pada praktek yang dilakukan oleh Nabi, yang itu dikenal dengan mudharabah, yang dalam sejarahnya, praktek semacam ini dilakukan sendiri oleh Muhammad bersama Khadijah. Terkait qardhul hasan juga demikian, produk ini merupakan identitas yang menjadikan bank syariah merupakan perbankan yang mengutamakan etika dan nilai sosial (social based bank atau ethical based bank). Di samping alasan secara historis tersebut,
praktek yang semacam itu pula yang akan mampu
memberikan pembedaan yang kontras bisa dibandingkan dengan sistem bunga. Sedangkan berbagai bentuk jasa yang ditawarkan merupakan layanan tambahan yang hal ini juga dikenal dalam berbagai lembaga keuangan konvensional. Karena itulah, qardhul hasan sebenarnya merupakan unique product dari bank Islam.
Keunikan produk qardhul hasan
dalam bank syariah itu juga
tercermin dari adanya anomali bagi bisnis keuangan dalam produk ini. Karena produk ini tidak mengharuskan adanya pemberikan profit atau Bank Bagi Hasil dari nasabah. Dan juga, nasabah bagi produk ini adalah orang yang secara ekonomi masuk dalam kelas bawah. Bahkan, dalam kondisi ekstrim, jika pun 11
Antonio, 117, Nurjihad, 9
8
nasabah tidak dapat mengembalikan uang yang dipinjamnya, pihak bank tidak akan menarik kembali.12 Karena itulah, maka sangat menarik untuk diteliti, apakah qardhul hasan, sebagai produk yang unik dari bank syariah itu dapat diterapkan dengan baik bagi pembiayaan sosial kesejahteraan?. Dan apakah Bank Muamalat mengimplementasikan produk qardhul hasan ini dalam kerangka kepentingan sosial kesejahteraan tersebut?. Untuk itu maka penelitian tentang Optimalisasi Implementasi Akad Qardhul Hasan Bagi Pembiayaan Berorientasi Kesejahteraan Sosial Dalam Perbankan Syariah Di Indonesia (Studi Kasus Bank Muamalat Indonesia)”. ini bukan hanya penting, namun juga sangat relevan bagi pengembangan bank syariah selanjutnya.
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan dalam penelitian ini, yakni: a. Bagaimanakah perkembangan perbankan syariah dan produk perbankan syariah di Indonesia? b. Bagaimanakah kerangka hukum perbankan syariah di Indonesia? c. Bagaimanakah produk qardhul hasan diterapkan pada perbankan syariah?
1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk memahami berbagai hal sebagai berikut: 12
Usmani, Muhammad Taqi.2002. An Introduction to Islamic Finance, The Hague: Kulwer International, xv.
9
a. Latar belakang historis dari berbagai tahapan perbankan syariah b. Kelengkapan perangkat hukum perbankan syariah. c. Model implementasi produk qardhul hasan pada perbankan syariah.
1.4. Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan akademis Diharapkan hasil penelitian ini dapat berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum umumnya dan khususnya kajian mengenai hukum Islam serta menambah wacana yang ada dimasyarakat mengenai konsep kebebasan dalam Hukum Islam,
perkembangan akad serta batasan-
batasan kebebasan berakad dalam Hukum Islam. 2. Kegunaan Praktis Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat berguna untuk menambah pengetahuan para pihak terhadap tentang perkembangan konseptual terkaid akad dalam Hukum Islam, sehingga dapat mengimplementasikan trasaksi muamalah secara benar menurut syariah.
10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Kontrak, menurut Lia Quat Niazi adalah suatu perbuatan yang berupa penawaran dan penerimaan. diterima oleh
Apabila sebuah penawaran dari suatu pihak
pihak yang lainnya, maka terjadilah sebuah kontrak. Dalam
Hukum Islam, kontrak dikenal dengan ‘aqad. Kontrak, menurut Islam ada 3 macam; shahih, fasid, bathil. Kontrak yang shahih atau kontrak yang syah, adalah kontrak yang memenuhi semua syarat dan rukun. Sedangkan kontrak yang fasid atau rusak, adalah kontrak yang isi dari kontrak tersebut tidak mungkin bisa dilaksanakan, ialah kontrak yang tidak memiliki efek sedikitpun pada perpindahan kepemilikan atau memberikan kewajiban-kewajiban tertentu. Adapun kontrak bathil, adalah kontrak yang kehilangan syarat tertentu yang seharusnya terpenuhi, atau karena mengandung hal-hal yang bertentangan dengan dengan prinsip-prinsip Islam.13 Dalam perbankan syariah, kontrak yang dijumpai adalah sebagaimana yang ditawarkan secara umum, yakni meliputi semua jenis kontrak yang merupakan bagian atau turunan dari persekutuan (musyarakah),
pinjam
meminjam (‘ariyah), pemodalan (mudharabah), jual-beli (buyu’), serta berbagai jasa layanan. Dari berbagai kontrak tersebut, muncul berbagai macam bentuk produk yang dikemas dengan berbagai paket. Di antara berbagai
produk yang
13
Niazi, 77-78.
11
ditawarkan, masing-masing memiliki kelemahan dan kelebihan yang berbeda antara satu dengan yang lain. Jika dilihat dari aspek operasional ada beberapa di antaranya yang secara teknis mudah untuk dilakukan, dan ada pula yang cukup rumit. Berbagai kelebihan dan kekurangan dari berbagai produk tersebut, sangat penting untuk diketahui bagaimana pengaruhnya terhadap minat konsumen dalam menentukan pilihan produk yang ditawarkan perbankan syari’ah. Tidak menutup keumungkinan bahwa pilihan konsumen lebih pada aspek
syar’i
(keselarasannya dengan prinsip-prinsip hukum Islam), namun tidak menutup kemungkinan karena didasarkan pada aspek-aspek teknis, misalnya realisasi yang cepat dan kepraktisan dalam transaksi dan penyelenggaraannya. Perbedaan utama antara bank syari’ah dan bank konvensional adalah dalam akad, bahwa bank Islam dalam akad tidak pernah menyatakan adanya keuntungan yang diambil atas dasar konsep “time value of money”. Dalam prinsip Islam, uang hanya akan bisa berkembang melalui sebuah usaha atau kerja, sehingga dengan tanpa adanya kerja, seseorang tidak berhak atas penambahan keuntungan dari uang. Setiap produk tersebut menunjukkan juga jenis akad yang dilakukan. Sehingga sekali seseorang menentukan produk yang dipilihnya, musyarakah misalnya, maka berarti, orang yang bersangkutan juga melakukan akad musyarakah, bila seeorang menginginkan untuk membeli sebuah kendaraan dengan menggunakan fasilitas pembeayaan dari sebuah bank syariah, maka yang akan digunakan adalah akad jual beli dengan berbagai derivasinya, dan demikian seterusnya dengan produk-produk perbankan syari’ah yang lain.
12
Di antara berbagai produk tersebut yang merupakan produk khas dalam bank syariah adalah musyarakah, mudharabah dan qardhul hasan. Mahmoud al-Anshari, Ismail Hasan dan Samir Mutawalli, dalam karyanya yang berjudul al-Bunuk al-Islamiyah menyatakan bahwa “sistem suplai dana mudharabah adalah salah satu sistem penyuplaian dana
melalui
terpenting dalam
syari’at Islam”, dan mengomentari juga bahwa “sistem dana musyarakah adalah salah satu
sistem dasar
bagi bank-bank Islam.”14 Demikian juga,
Moslehuddin menekankan, bahwa sistem mudharabah-lah yang dengannya, “semua sistem penipuan bank modern dapat dihindari”. Kedua sistem inilah yang memberikan kesan paling menonjol dalam sistem perbankan syari’ah, dan keduanya merupakan sistem yang kemudian melahirkan konsep bagi hasil (PLS).15 Kelebihan dari bagi hasil, menurut Syafii Antonio (138) adalah: 1) bank akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat 2)bank tidak akan mengalami negative spread dikarenakan bank hanya akan membayar kepada nasabah
desesuaikan dengan hasil usaha
3)pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow usaha nasabah, sehingga tidak memberatkan nasabah 4)bank akan
lebih hati-hati
dalam mencari usaha yang akan dibiayai dilihat dari aspek kehalalannya. Sedangkan Wahbah al-Zahailiy menegaskan bahwa qardhul hasan berasal dari konsep qardh yang ada di masa Nabi Muhammad saw. Secara literal berarti 14
Al-Anshari, Mahmoud, et.al. 1993. Perbankan Islam, Sejarah, prinsip dan Operasional, terjemah, Muhammad, Syahril Mukhtar, Jakarta: Minaret.-Anshari,et.al, 1993: 95& 101 15 Moslehuddin, Mohammad. 1990. Sistem Perbankan dalam Islam, terjemah, Simamora, Aswin, Jakarta: Rineka Cipta, 51
13
“memotong suatu bagian.” Sedangkan secara terminologis berarti pertukaran suatu harta atau benda dengan kewajiban bagi penerima untuk menanggung porsi yang sama atas yang diterimanya dari pemberi pinjaman, untuk dapat dimanfaatkan oleh penerimabarang tersebut.16 Kebolehan dari akad ini adalah didasarkan pada sunnah dan konsensus umat Islam. Diriwayatkan bahwa Nabi saw menganjurkan para sahabat untuk memberikan pinjaman bagi orang lain (salah satunya diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan al-Tabarani).17 Suatu hal yang dipandang unik
dari kontrak ini adalah bahwa qard
dipandang sebagai kontrak kebaikan (charitable contract).18 Tidak ada kompensasi atau imbal hasil yang dikehendaki oleh pemberi pinjaman. Karena itulah, mayoritas yuris tidak memperbolehkan sarat-sarat penundaan bagi hutang/ pinjaman tersebut. Ketika penundaan pembayaan dirancang, maka haruslah diabaikan. Larangan dan pengabaian atas penundaan ini diperintahkan untuk menghindari adanya kecenderungan kepada riba al-nasi’ah.19 Sedangkan bagi berbagai produk yang lain, ada beberapa model jual beli yang kesemua akadnya menghindari riba. Di sini, keuntungan yang akan diambil oleh bank adalah profit yang didasarkan pada laba jual beli, dan bukan bunga. Adapun untuk berbagai produk yang berkaitan dengan jasa perbankan, secara
16 Wahbah Al-ZuÍaylÊ, Financial Transaction in Islamic Jurisprudence (Translation of Al-Fiqh al-IslÉmiy wa ’Adillatuh), Vol.1, 370. Al-Jazayri, Vol.2, 262. 17 Al-ZuÍaylÊ, Vol.1, 370-371. 18 Penekanan dari pinjaman adalah bahwa hal ini dibuat untuk kebajian/derma. Ini menjadi bagian dari ÑÉriyÉt (pinjam-meminjam), dalam, The Majelle, Al-Jazayri, Vol.3, 188. The Majelle (Being An English Translation of Majallah el-Ahkam-I-Adliya and A Complete Code of Islamic Law), translated C.R. Tyser, B.A.L., et.al. (Kuala Lumpur: The Other Press, 2003), section 812, p.126). Di sini juga dinyatakan bahwa ini harus dibuat tanpa kompensasi finansial (gratis). 19 Al-ZuÍaylÊ, Vol.1, 371.
14
prinsip maupun praktis tidak banyak berbeda dengan apa yang terjadi dalam bank konvensional. Keseluruhan produk yang ada ditawarkan bagi konsumen, yang bidikan utamanya adalah para pemeluk agama Islam, meski bank syari’ah dalam prakteknya tetap tidak akan melakukan diskriminasi sedikitpun, dan itu berarti terbukan bagi siapa saja yang berkeinginan untuk memanfaatkan jasa bank syariah. Hanya saja, bahwa di kalangan konsumen, bank syari’ah massih memiliki masalah. Hingga saat ini, dari penawaran keseluruhan produk bank syari’ah, masih didapati banyak permasalahan. Sesuai dengan penelitian yang pernah dilakukan, umat Islam masih banyak yang belum mengenal secara detail apa produk dari bank syariah tersebut. Masih hasil survey di Jawa Barat mengenai bank syariah oleh Bank Indonesia, diperoleh informasi bahwa dari 1022 responden yang diteliti bahwa 62% menyatakan bahwa bunga adalah haram. Dari responden tersebut juga menyatakan bahwa mereka mengetahui keberadaan bank syari’ah di Jawa Barat 89%. Namun, yang menjadi masalah adalah, pemahaman terhadap produk yang ditawarkan oleh bank syari’ah sedikit sekali dipahami oleh responden, hanya 6 % saja yang menyatakan memahami produk dan manfaat bank syari’ah.20 Di antara dalam perkembangan produk pada perbankan syariah, qardhul hasan merupakan salah satu hal yang menarik. Sebagaimana diketahui, perkembangan dari sebuah produk ditentukan, bukan saja oleh preferensi dari nasabah, namun juga preferensi dari pihak bank. Preferensi dari pihak nasabah 20
(Rahman, 2003).
15
dilatarbelakangi oleh adanya kepentingan nasabah terhadap sebuah produk, boleh jadi karena kemudahan proses atau keringanan dalam kompensasinya. Namun dari pihak bank, yang utama adalah kepastian profit serta kepastian pengembalian. Dilihat dari ini, maka produk qardhul hasan adalah suatu hal yang aneh. Produk ini adalah pembiayaan yang ditujukan bagi kaum ekonomi lapis bahwa, dan berorientasi sosial kesejahteraan. Dikaitkan dengan profitabilitas bank, jelas hal ini sangat berat. Namun demikian, tanpa produk ini, sebuah bank akan mengingkari eksistensinya sebagai sebuah bank yang berorientasi sosial, sebagaimana misi awal dari tumbuhnya perbankan syariah atau perbankan Islam. Sejauh yang dapat dilacak oleh peneliti, belum ada pembahasan terkait hal tersebut di atas dalam berbagai literatur yang ada. Karenanya sangat menarik untuk dilakukan penelitian dalam masalah ini. Dengan adanya kekhasan pada qardhul hasan yang semacam itu, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk melihat, bagaimana implementasi produk qardhul hasan pada perbankan syariah di Indoensia. Untuk mendapatkan kejelasan yang lebih detail, maka dipilihlah Bank Muamalat sebagai obyek dari penelitian ini.
16
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Fokus penelitian Fokus penelitian ini adalah mengetahui bagimana implementasi produk Qardhul Hasan dalam perbankan syariah, khususnya Bank Muamalat Indonesia. Apakah qardhul hasan diterapkan sebagaimana fungsinya untuk orientasi sosial dan kesejahteraan ataukah tidak.
3.2. Sumber bahan hukum 1) Sumber hukum primer : bahan-bahan hukum yang mempunyai kekuatan hukum mengikat seperti Al-qur’an, al-hadts, kitab-kitab klasik, fatwa dewan syari’ah, undang-undang. 2) Bahan hukum sekunder berupa literatur, jurnal dan data elektronik : a) literatur berupa buku-buku yang memberikan penjelasan mengenai
pembahasan akad dan perkembangannya dalam
Hukum Islam. b) Jurnal, makalah dan hasil seminar yang berhibungan dengan pembahasan tentang akad. c) Wawancara dengan nara sumber yang berkompeten. d) Data-data yang berasal dari internet. 3) Bahan-bahan hukum tersier berupa kamus dan ensiklopedi.
17
3.3. Cara pengumpulan bahan hukum 1) Studi pustaka, yakni dengan mengkaji berbagai peraturan (fatwa dewan syariah) atau literatur yang berhubungan dengan permasalahan yang akan diteliti. 2) Studi dokumen, yakni dengan mengkaji berbagai dokumen yang terkait dengan permasalahan yang akan diteliti. 3) Wawancara, dilakukan kepada berbagai pihak yang terkait dengan implementasi qardhul hasan pada Bank Muamalat Indonesia, yang meliputi para petugas dan pimpinan yang terkait dengan produk. 3.4. Metode pendekatan Adapun data yang digunakan dalam penulisan penelitian ini adalah dengan menggunakan metode pendekatan konseptual yaitu dengan cara mempelajari pandangan-pandangan dengan doktrin-doktrin di dalam ilmu hukum, serta menggunakan pendekatan historis yaitu menelaah latar belakang lahirnya dan perkembangan pengaturan mengenai masalah yang diteliti. 3.5. Analisis hasil penelitian Data yang terkumpul dari studi kepustakawanan, dianalisis dengan metode kualitatif, yaitu data-data yang diperoleh dari hasil penelitian dikelompokan dan dipilih, kemudian dihubungkan dengan masalah yang akan diteliti, sehingga dapat menjawab perumusan masalah yang ada. Data dihimpun dengan pengamatan yang seksama, meliputi analisis dokumen
dan
catatan-catatan.
Penelitian
kualitatif
ini
dengan
18
mempergunakan cara berpikir secara induktif, yaitu pola pikir dan cara pengambilan kesimpulan yang dimulai dari suatu gejala dan fakta satu persatu, yang kemudian dapat diambil suatu generalisasi (ketentuan umum ) sebagai suatu kesimpulan.
19
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Sejarah Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia 4.1.1. Perkembangan Perbankan di Indonesia Pembahasan terkait dengan perkembangan perbankan di Indonesia pada bagian ini ditujukan untuk mengungkap sebenarnya bagaimana proses perintisan dan perjalan perbankan syariah di Indonesia. Pembahsan akan dimulai dari lahirnya bak pada era kolonial, berlanjut kemasa masa perpindahan kekuasaan ( dari era kolonial ke kekuatan nasional ) dam berakhir dengan pembahasan mekanisme yang diasopsi dalam pengautan sistem perbankan pada periode pasca kemerdekaan.
4.1.1.1. Perbankan di Era Kolonial Indonesia mengalami waktu yang relatif lama dalam masa yang dikuasai oleh kolonial . Sebagimana banyak negeri-negeri Muslim laiinya, negeri ini juga menalami penderitaan sebagai akibat penindasan yang dilakukan oleh beberapa kekuasaan bangsa barat. Jika Inggris dan Jepang hanya berlangsung dalam waktu yang relatif singkat dalam menguaasai nusantara, Belanda berkuasa hampir 350 tahun dimulai sejak tahun 1579 sampai dengan kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945.21 21
M.A.P. Meilink Roelofsz, “The Coming of the Northern Europeans to the Malay-Indonesian Area” in Southeast Asia Colonial History, edited by Paul H. Kratoska (London: Routledge, 2001), 229. Ada perbedaan pendapat terkait saat yang pasti dari bermulanya penjajahan. Fakta tersebut ditolak oleh Jeroen Touwen from Leiden University, dia menyatakan bahwa angka 350 tahun,
20
Selama masa penjajahan kolonial, kondisi ekonomi Indonesia berfluktuasi, namun secara secara umum dapat dikatakan bahwa ekonomi rakyat Indonesia dapat dikatakan selalu berada dalam tingkat yang sangat rendah, bahkan dalam keadaan ketika pertanian mencapai puncaknya sekalipun. Baik pada saat hasil dari pertanian itu tinggi maupun rendah, hampir tidak ada pengaruhnya/ perbedaannya bagi penduduk lokal dikarenakan semua pendapatan ekonomi dinikmati oleh kekuatan kolonial. Hal ini secara jelas menunjukkan bahwa kolonialisme merupakan
perpaduan antara kepentingan politik dan ekonomi. Dibawah
penguasaan
perusahaan Hindia Timur ( VOC - Vereenigde Oost-Indische
Compagnie) , Belanda melakukan pengawasan dan mengambil keuntungan dari ekonomi Indonesia selama berabad-abad. Sebuah kebijakan Belanda yang sangat terkenal di Indonesia adalah apa yang disebut dengan cultuurstelsel (sistem tanam paksa) dari 1830-1870. Kebijakan yang dirancang oleh Johannes van den Bosch, adalah sebuah sistem yang dilperintahkan oleh Negara, yang memaksa para petani Indonesia untuk menanam
sejumlah jenis produk pertanian tertentu, seperti gula dan kopi.22
Cultuurstelsel
tidak menyumbang banyak bagi rakyat Jawa, sebaliknya,
Pemerintah Belanda yang menikmati keuntungan besar. Sebagiaimana yang diungkapkan oleh Pierre van der Eng, ”colonial drain” dari dana/ kekayaan (yakni raibnya dana karena ulah kolonial) menghancurkan perekonomian Indonesia dan berawal dari 1596 adalah terlalu melbih-melebihkan. Adalah lebih masuk akal, yang dikatakannya, bahwa periode seharusnya dihitung sejak pasca Perang Jawa (the Java War) pada tahun 1830. Lihat dalam, Jeroen Touwen “The Economic History of Indonesia”, in EH.Net Encyclopaedia, edited by Robert Whaples (n.p. 2003), 3, pada,
(Akses 18 Mei 2006) 22
Touwen, 5
21
menguntungkan perekonomian Belanda. Cultuurstelsel tidak lebih adalah bagian dari arah
yang disusun oleh Belanda
dalam hubungannya dengan ekonomi
Indonesia. Sebuah penelitian menunjukkan kalkulasi jumlah ”drain” atau raibnya kekayaan ekonomi dan sebaliknya ekonomi Belanda telah terbantu, sejak 1700. Raibnya kekayaan ekonomi ini diperkirakan mencapai 6-11 persen dari dari NDP ( Nett Domestik Product ) Indonesia sejak 1838 sampai 1938. 23 Hal ini tidak hanya dengan mengekspor produk pertanian ( kopi, tembakau, kopra, gula, merica, teh dan indigo) dan juga bahan tambang ( timah, biji timah, minyak) ke Belanda, namun Jawa juga dipaksa untuk mengimport tektil dari Belanda dengan harga diatas harga tekstil dari Ingggris, dan hal ini berlangsusng sampai tahun 1874.24 Aktivitas perdagangan internasional yang aktif ini juga mendorong pada perkembangan pasar modal di Indonesia. Pada tahun 1912, Vereniging voor de Effectenhandel (stock exchange) didirikan di Batavia (Jakarta), kemudian diikuti dengan didirikannya institusi serupa di Surabaya dan Semarang pada 1925. di Asia, the stock exchange di Batavia menjadi keempat tertua setelah didirikannya badan sejenis di Bombay, Hong Kong and Tokyo.25 Perkembangan perdagangan internasional ini telah mendorong munculnya kebutuhan akan industri perbankan di Indonesia. Beberapa bank kemudian didirikan diantaranya, Nederlandsche Handel Maatschappij, Nederlandsche 23
Pierre van der Eng. “Challenging Changes; Current Themes in the Economic History of Indonesia”, dalam NEHA-Bulletin, Tijdschrift voor de economische geschiedenis in Nederland. (1996), 2, at (Akses 18 Mei 2006) 24 Eng, Challenging Changes. dan Eng, Economic Benefits from Colonial Assets: The Case of the Netherlands and Indonesia 1870-1958, Research Memorandum, revision of paper presented in 1997 at a seminar of the Research Institute Systems, Organisations and Management (SOM) at the University of Groningen. (1998), at (Akses 18 Mei 2006) 25 Sejarah Badan Pengawas Pasar Modal, at, <www.bapepam.go.id> (Akses 16 Mei 2006).
22
Handelsbank, The Chartered Bank, Yokohama-Shanghai Bank, Overseas Chinese Bank Corporation dan Nederlandsch-Indische Escompto Mij. Di tahun 1895, pemerintah kolonial mendorong lahirnya lembaga kredit local berskala kecil untuk pedesaan, yang disebut dengan Algemeene Volkscredietbank (AVB).26 Lahirnya lembaga ini diinisiasi oleh sebagian orang Indonesia yang memiliki perhatian untuk menolong petani di pedesaan dan sebagai jawaban atas maraknya lintah darat Cina ( moneylenders).27 Ketersediaan atas berbagai macam bank ini, telah mengarah kepada kebutuhan akan perlunya seuah bank sentral,
yang
mampu melakukan pengawasan atas berbagai lembaga perbankan yang ada. Untuk alasan ini, pemerintah kolonial mendirikan Javasche Bank pada tahun 1827. Latar belakang sejarah ini menunjukkan bahwa lahirnya sistem perbankan di Indonesia telah tercatat sejak abad sembilan belas. Hal tersebut dibangun untuk tujuan bisnis, yang diprakarsai oleh penguasa kolonial. Satu-satunya sistem perbankan yang digunakan untuk melayani penduduk lokal adalah Algemeene Volkscredietbank, yang menyediakan kredit kecil untuk masyarakat pedesaan.
26 Widigdo Sukarman, Upaya Membentuk Perbankan Nasional Peran Bank BNI pada Tahun 1950an. dalam, (Akses 16 Mei 2006). 27 Leo Schmit, A History Of The "Volkscredietwezen" (Popular Credit System) (1895-1935). (The Hague: Development Cooperation Information Department of the Ministry of Foreign Affairs, 1999), dalam, (Akses 18 Mei 2006).
23
4.1.1.2. Perbankan Periode Pasca Kemerdekaan Setelah kemerdekaan Indonesia, kebutuhan akan adanya sebuah bank nasional muncul. Hal ini tidak hanya dikarenakan mata uang Indonesia telah digunakan menggantiksn Guilder Belanda, sebagai satu-satunya mata uang yang digunakan secara umum, namun juga untuk kepentingan membangun ekonomi nasional. Pada tahun 1946, Bank Negara Indonesia didirikan sebagai bank sentral Indonesia.
Namun kondisi gonjang-ganjing politik telah mengganggu proses
perkembangan perbankan. Belanda yang telah berkuasa selama lebih dari tiga abad di nusantara, tidak mengakui kemerdekaan Indonesia yang telah diproklamirkan pada tahun1945. Bahkan mereka kemudian melakukan agresi atas Indonesia dengan tujuan untuk menguasai kembali negara ini dan mengembalikan kekuasaannya. Hal ini pada gilirannya telah merusak situasi pada saat itu yang kemudian diakhiri dengan menggelar sebuah persetujuan yang dikenal dengan the Round Table Conference atau Konferensi Meja Bundar (KMB) pada tahun 1949. Salah satu hasil dari perjanjian ini adalah re-mendirikan lagi Bank sentral bagi negara Indonesia. Bank Negara Indonesia yang telah beroperasi sealma kurang lebih tiga tahun akhirnya dihendikan, dan oleh sebab itu, tidak bisa lagi berperan sebagai bank sentral. Sebaliknya, Indonesia harus menasionalisasi De Javasche Bank yang didirikan oleh Belanda pada tahun 1827.
Kemudian pada tahun 1953, berdasar
Undang-Undang Bank Indonesia tahun 1953, the De Javasche Bank dinasionalisasi dan beroperasi sebagai Bank Sentral Indonesia. Selanjutnya, Bank
24
Negara Indonesia yang semula sebagai bank sentral kemudian diubah menjadi bank komersial.28 Ditahun-tahun
berikutnya,
sejumlah
bank
lokal
mulai
bermunculan. Pemerintah mendorong keberadaannya, tidak hanya bank yang dimiliki oleh lokal namun juga yang dimiliki oleh perusahaan internasional. Hal ini penting dengan tujuan untuk mempermulus pergantian bank internasional dan perusahahaan internasional yang diwarisi dari era kolonial dengan bank yang berasal dari lokal. Pada pertengahan tahun 1960-an, terdapat 125 bank dimana 4 diantaranya merupakan bank yang dimiliki oleh pemerintah, sementara sisanya dimiliki oleh swasta.29 Sampai tahun 1988, dengan dikeluarkaknnya Paket Deregulasi Oktober 1998 (lazim dikenal dengan “ Pakto 88” ) yang merupakan singkatan dari Paket Oktober 1988), pada gilirannya jumlah bank bertambah secara dramatis.30 Menurut catatan bahwa jumlah lembaga perbankan dari semula sejumlah 111 sebelum Deregulasi Paket Oktober 1988 dan meningkat secara substansial menjadi 145 pada tahun 1989. Jumlah ini terus menanjak hingga menyentuh angka 240 bank pada tahun 1994-1995, dimana hal ini menjadi jumlah bank yang terbanyak diantara berbagai negara di seluruh dunia.
28
Sukarman. n.p. dan Anwar Nasution, Financial Institutions and Policies in Indonesia. (Singapore: Institute of Southeast Asian Studies (ISEAS), 1983), 58 29 Nasution, 54 30 Deregulasi ini adalah bagian dari rangkaian deregulasi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, melalui liberalisasi, di antaranya dengan memperbolehkan lebih banyak lagi jumlah bank ynag beroperasi dikarenakan feksibilitas dari persyaratan yang ditetapkan bagi aplikasi untuk mendapatkan izin perbankan. (Mubyarto, “Dengan Ekonomi Pancasila Menyiasati Globalisasi”, Jurnal Ekonomi Rakyat, Volume 21, January 2003. juga, “Perjalanan Panjang Perbankan Indonesia”, Pikiran Rakyat, pada, (Akses 31 Juli 2006)
25
Pertumbuhan industri perbankan yang
begitu cepat sebagaimana
disebutkan diatas, meskipun demikian, tidak membuka ruang untuk bersirinya bank Islam. Peraturan perundangan yang ada tidak mengizinkan berdiri lembaga keuangan Islam dimana pada saat yang sama hal tersebut telah berlaku dibeberapa negara Muslim. Momen bersejarah akhirnya muncul pada tahun 1992, dimana hal ini dianggap sebagai sebuah titik tolak dalam perbankan Islam di Indoneisa.31 Pengesahan Undang-Undang no. 7 tahun 1992 tentang Perbankan32 memungkinkan
beroperasinya
perbankan
Shariah
(perbankan
telah
Islam)33
.
Tampaknya penerbitan undang-undang ini adalah jawaban atas permintaan Umat Islam Indonesia untuk mendirikan perbankan Islam. Dengan pemberlakuan undang-undang tersebut, Bank Muamalat Indonesia (BMI), bank Islam atau bank syariah pertama yang secara resmi didirikan pada tahun 19991, akhirnya beroprasi secara sah atau legal dalam bentuk bisnis perbankan Islam. Hal ini merupakan sebuah latarbelakang politik yang unik dimana sebuah bank yang secara resmi berdiri pada tahun 1991, namun tidak bisa
31 Adiwarman A. Karim, Bank Islam, Analisis Fiqh dan Keuangan (Jakarta: Raja Grafindo Persada/ Rajawali Press, 2004), 24-25. 32 Penerbitan undang-undang ini adalah sebagai pengganti dari undang-undang yang ada sebelumnya, yakni Undang-Undang nomor 14 tahun 1967 tentang Prinsip-Prinsip Perbankan. 33 Di Indonesia, sebuah Bank Islam secara yuridis diistilahkan dengan “Bank Syariah” dan bukannya “Bank Islam” (“Islamic Bank”) sebagaimana yang dipakai di banyak negara lain. Termi ini dalam undang-undang, nampak pertama kali dalam Undang-Undang no. 10 tahun 1998 Tentang Perbankan, dan lebih banyak lagi dalam berbagai Peraturan Bank Indonesia (PBI), misalnya Peraturan Bank Indonesia Nomor : 6/24/PBI/2004 Tentang Bank Umum Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah
26
beroperasi hanya dikarenakan secara legal (hukum) tidak diizinkan. Akhirnya baru pada tahun 1992 akhirnya bank ini mulai beroperasi.34 Sebagai bank Islam pertama dinegeri ini, BMI adalah sebuah langkah eji coba / experiment. Selama masa-masa awalnya, tidak terdapat perkembangan yang signifikan dari bank ini sampai pada akhir tahun 1997 ketika krisis ekonomi menghantam negeri ini sebagai bagia darri krisis di Asia Tenggara. Krisis ini tidak hanya berpengaruh terhadap perekonomian negeri ini, namun juga secara massif berpengaruh terhadap keadaan politik. Soeharto, yang telah menjabat Presiden negeri ini selama tidak kurang dari 32 tahun, akhirnya dijatuhkan karena kegagalan dalam menangani dan mengontrol krisis yang terjadi. Krisis ini, pada meski demikian, telah membuktikan bahwa perbankan syariah (Islam) masih tetap mampu beroperasi dan berbeda dengan perbankan konvensional
yang
kebanyakan berada dalam situasi keuangan yang membahayakan. Krisis ekonomi tahun 1997, juga mengakibatkan kebangkrutan sejumlah besar bank.35 Masyarakat hilang kepercayaannya terhadap keberadaan bank-bank komersial, dan pada gilirannya hal ini mengakibatkan penarikan secara besarbesaran atas deposito dari sejumlah besar lembaga perbankan. Untuk melindungi bank-bank dari. kehancuran, pemerintah meluncurkan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia ( BLBI) dan juga membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) atau Indonesian Banking Recovery
Agency (IBRA) , sebuah badan
34 Sinansari Ecip, Syu’bah Asa dan Evesina, Ketika Bagi Hasil Tiba, Perjalanan 10 Tahun Bank Muamalat (Jakarta: Muamalat Institute, 2002), xiv-xvi. Adiwarman A. Karim, “Para Pejuang Ekonomi Syariah”, Republika, 23 Mei 2005. Muhammad Syafi’i Antonio. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. (Jakarta: Gema Insani Press, Jakarta: 2001), 25. 35 Bodiono, Kebijakan Fiskal: Sekarang dan Selanjutnya, in Pemikiran dan Permasalahan Ekonomi di Indonesia dalam Setengah Abad Terakhir (1997-2005), Hadi Soesastro, ed., et al., (Yogyakarta: Kanisius & Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia, 2005),371
27
pemerintah yang mengambilalih manajemen dari bank-bank yang tdak sehat. Dibawah program BLBI dan keberadaan BPPN, sejumlah bank dilikuidasi. Selama tahun 1998, terdapat 14 bank yang telah dilikuidasi dan beberapa bank milik pemerintah di merger/ gabung menjasi sebuah bank. Pada Maret 1999, 38 ditutup, 9 bank direkapitalisasi dan 7 bank diambil alih oleh BPPN.36 Krisis ini memberikan sebuah pelajaran yang sangat mendasar bagi sistem perbankan di Indonesia. Meski krisis yang terjadi hanyalah merupakan bagian dari krisis massal yang terjadi di Asia Tenggara, namun krisis ini menunjukkan betapa lemahnya sistem perbankan tersebut.
Evaluasi yang paling berharga
terhadap system perbankan adalah lemahnya pengawasan. Untuk itulah, Undangundang Perbankan kemudian diamandemen secara mendasar pada tahun 1998. Undang-undang Perbankan no. 7 tahun 1992 secara fundamental menjadi Undang-undang Perbankan no 10 tahun 1998. Di antara berbagai sisi perbedaan dari undang-undang perbankan yang baru ini adalah
bahwa persyaratan untuk pendirian
bank jauh lebih ketat
dibandingkan dengan Undang-undang perbankan no.7 tahun 1992. Adalah tidak mengherankan bahwa jumlah bank sebelum terjadinya krisis sejumlah 240, menurun tajam menjadi 170 bank pada tahun 1999, ditambah dengan trend menurun yang berkelanjutan dalam beberapa tahun berikutnya dikarenakan proses merger dan konsolidasi.37 Hal penting lain yang muncul dalam undang-undang Perbankan yang baru adalah penyebutan atau pengaturan untuk perbankan syariah. Sebelum 36
“Perjalanan Panjang”, t.p. Bank Indonesia, Laporan Tahunan Bank Indonesia 1998/1999. (Annual Report Bank of Indonesia 1998/1999) (Bank Indonesia, 1999). 89-91 37
28
amandemen Undang-undang no. 7 tahun 1992 tentang Perbankan, satu-satunya penyebutan yang menggarisbawahi keberadaan pebankan syariah adalah ayat 1 (12) yang menerangkan bahwa kredit atau pembiayaan tidak hanya berdasar pada suku bunga namun juga berdasar profit and loss sharing ( bagi untung dan rugi). Dengan adanya klausula semacam itu, memungkinkan sistem perbankan non bunga untuk beroperasi di Indonesia.
Dalam undang-undang yang telah
diamandemen (Undang-undang No 10 tahun 1998 tentang Perbankan), klaususla terkait dengan perbankan Islam dibahas lebih detail. Meskipun pengaturan dan penyebutan tentang perbankan syariah dalam undang-undang ini belumlah holistik dalam pengaturannya, namun berbagai aspek dari perbankan syariah secara garis besar sudah disebut dalam undang-undang ini. Hal lainnya, terkait dengan ini juga, undang-undang yang telah diamandemen ini juga memberikan kemungkinkan bagi bank-bank konvensional untuk menawarkan produk dan jasa yang berdasar sharÊÑah. Pengaturan yang khusus ini, secara pasti mendorong pada peningkatan jumlah bank yang terlibat dengan bisnis perbankan syariah. Sejak itu, Bank Muamalat Indonesia (BMI) tidak lagi menjadi pemain tunggal dalam perbankan syariah, sebagaimana jumlah lembaga yang terkait dengan perbankan Islam meningkat menjadi dua bank syariah dan satu bank konvensionalpada tahun 1999.38
38
Bank Indonesia, Laporan Perkembangan Perbankan Syariah Tahun 2005 (SharÊÑah Banking Development Report 2005) (Bank Indonesia, 2006).
29
4.1.2. Perkembangan Perbankan Syariah Perbankan Islam ( Syari’ah) di Indonesia mulai beroperasi sejal tahun 1992. Permulaan ini, jika dibandingkan dengan berbagai negara Islam atau Muslim lainnya, nampak jauh tertinggal. Dibandingakan dengan Malaysia, misalnya, di sana bank Islam sudah mulai berdiri sejak tahun 1983 dengan beridirnya Bank Islam malaysia Berhad (BIMB) pada tahun 1983. Jawaban atas awalan yang terlambat ini, kebanyakan dikarenakan atmosfir politik di dalam negeri. Terdapat ketegangan politik antara umat Islam - dalam arti aspirasi politik Islam – dengan pemerintah yang terjadi selama beberapa dekade. Secara umum, sebagai kelanjutan dari kegagalam dari umat Islam untuk mendapatkan status khusus dalam Konstitusi setelah kemerdekaan negeri ini, mengakibatkan para pemimpin politik Islam yang tentunya juga beserta aspirasi politik Islam, dipinggirkan dan diperlakukan secara tidak adil.
39
Periode ini
berakhir pada sekitar tahun 1990-an, ketika perilaku politik pemerintah terhadap umat Islam dan aspirasi politik Islam berubah menjadi lebih ramah. Pada tahun 1989, undang-undang tentang Peradilan Agama dikeluarkan, meskipun hal tersebut muncul dengan keberatan dari kalangan non Muslim, Undang-undang ini tetap diberlakukan. Lebih jauh lagi pada tahun 1990, lahirlah (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia, disingkat ICMI)40, dan presiden Republik Indonesia juga turut terlibat sebagai penasehat. Lembaga ini memainkan peranan penting dalam lobi politik dan pada akhirnya, hal tersebut sangat penting dalam 39
Zuly Qodir dan Lalu MS. Ed., ICMI, Negara dan Demokrasi, (Yogyakarta: Pustaka PelajarLingkaran, 2001), Kata Pengantar. Also, Agus Triyanta, “Prospek Hukum Islam di Indonesia”, Jurnal Hukum, No.8, Vol. 4, 1997, 5. 40 ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia). Refer to, <www.icmi.or.id> (Accessed September 26, 2007)
30
proses lahirnya Perbankan Islam di Indonesia. Pada tahun 1991, (Kompilasi Hukum Islam disingkat KHI) dikeluarkan dengan Keputusan tahun
Presiden. Pada
1992, Bank Muamalat Indonesia berdiri. Juga, pada tahun 1996 dan
sertifkasi halal untuk makanan dan obat-obatan juga diberikan peraturannya.41 Jika kita melihat sejarah Perbankan Islam di Indonesia, tampak bahwa pada akhir era Orde Baru, permasalahan perbankaan Isam muncul secara nasional. Awal pendirian bank Islam bisa dilacak kembali dari peran Majelis Ulama Indonesia (MUI), yang mengadakan sebuah workshop dengan topik Bunga Bank pada tahun 1990. Workshop tersbut menghasilkan sebuah rekomendasi untuk mendirikan bank yang tidak menggunakan bunga di Indonesia, sebagai jawaban atas kepercayaan umat Islam di Indonesia yang tidak ingin terlibat dengan transaski yang mengandung unsur riba. Dan pada 1 November 1991 akhirnya Bank Muamalat Indonesia didirikan Keberadaan bank Islam tersebut akhirnya terwujud, hal ini terutama oleh lobi politik yang dilakukan oleh MUI dan ICMI. Sebagaimana pada tahun 1991 bahwa institusi perbankan masih berada dibawah aturan Undang-undang n no.14 tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan, yang hanya menyebutkan bahwa sistem operasi perbankan dengan menggunakan sistem bunga yang dapat beroperasi, maka konsekuensinya menjadikan Bank Muamalat Indonesia tidak bisa memulai operasinya. Untunglah, pada Maret 1992, Undang-undang yang disbeutkan diatas was diamandemen menjadi Undang-Undang no.7 tahun 1992 tentang Perbankan. Dengan keluarnya amandemen tersebut (menjadi Undang 41
Rifyal Ka’bah, Hukum Islam di Indonesia; Perspektif Muhammadiyah dan NU (Jakarta: Universitas Yarsi, 1999). Juga, Triyanta, 1-13.
31
undang ini no.7 tahun 1992), pada 1 Mei 1992, Bank Muamalat Indonesia dapat memulai operasinya.42 Dengan hanya satu (1) lembaga perbankan Islam yang beroperarsi pada tahun 1992, yang didukung hanya sejumlah relatif kecil modal, namun industri ini menunjukkan
perkembangan yang progresif dan pada akhir tahun 2013,
terdapat 11 Bank Syariah ( Bank Umum Syariah), 23 bank konvensional yang membuka layanan syariah (Unit Usaha Syariah) dan 160
Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah (BPRS), dengan asset total tidak kurang dari sembilan puluh tujuh (97) triliun Rupiah.43 Sebuah titik perubahan penting dalam sejarah perbankan syariah (Islam) di negeri ini dapat dilacak kembali pada tahun 1998. Kriss ekonomi pada tahun 1997 telah mendorong bank-bank untuk mengevaluasi bisnis yang mereka jalankan. Sejumlah besar perusahaan perbankan akhirnya dilikuidasi. Namun sebaliknya, jangankan sampai dilikuidasi, Bank Muamalat Indonesia (BMI) menunjukkan pertumbuhan yang tetap selama masa krisis, dan bahkan telah diklasifikasikan sebagai bank yang paling sehat pada masa itu.44 Sebagai hasilnya, sebuah bank konvensional kemudian secara serta merta mengubah bisnisnya menjadi bank Islam secara penuh, yang bernama Bank Syariah Mandiri (BSM). Dalam masa
42
Karim, “Para Pejuang”.Also, Zainul Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah (Jakarta: Alfabet, 2005), 6-8. Bank Muamalat Indonesia, Company Profile, n.d., 1-3 43 Islamic Banking Statistics 2013, (Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia, 2013), pada <www.bi.go.id> (Akses Januari 2014) 44 Rachmat Syafe'i, “ Tinjauan Yuridis terhadap Perbankan Syariah”, Pikiran Rakyat, 21 Maret 2005, padat, , (Akses 25 September , 2007)
32
tersebut, beberapa bank konvensional kemudian membuka “window syariah” sebagai salah satu bagian dari bisnis yang mereka jalankan.45
4.1.3 Kinerja dan Prospek Dalam jangka waktu sekitar 20 tahun perkembangannya, perbankan Islam di Indonesia telah menunjukkan citra yang mengagumkan. Meskipun total assetnya masih sangat rendah dibandingkan dengan perbankan konvensional, terdapat beberapa hal menarik dalam kinerja perbankan Islam. Berdasarkan beberapa ukuran kinerja, hal ini membuktikan bahwa bisnis perbankan Islam bergerak dalam arah yang positif. Untuk perkembangan lebih
lanjut, Bank Indonesia melalui Direktorat
Perbankan Syariah, memperkenalkan sebuah blue print atau cetak biru dari pengembangan perbankan Islam di Indonesia. Berdasarkan pada fakta dan pencapaian Perbankan islam sampai dengan tahun 2002, prospek dimasa depan telah disusun dan langkah-langkah bertahap dari pengembangan juga telah direncanakan. Rencana ini
terdiri atas
tiga periode dari pencapaian secara
bertahap untuk 10 tahun pengembangannya. Tahap pertama adalah periode antara 2002 – 2004. Dimana periode ini ditujukan untuk menempatkan sebuah dasar yang kokoh untuk pengembangan yang berkelanjutan. Tahap kedua adalah dari 2004-2008, dimana dalam periode ini ditujukan untuk memperkuat struktur industri perbankan.
Tahap terakhir
45
Perubahan ini untuk pertama kali dimungkinkan karena adanya amandemen UU no 7 tahun 1992 tentang Perbankan menjadi UU no 10 tahun 1998.
33
adalah dari 2008 – 2011 adalah untuk mematuhi berbagai standar internasional untuk produk keuangan dan jasa perbankan syariah (Islam). Berdassarkan pada cetak biru ini, diharapkan pada tahun 2011,46 Perbankan syariah di Indonesia akan mampu menjadi sebuah pemain dalam percaturan perbankan Islam di arena internasional. Sebagimana tahap pertama telah dideskripsikaan di atas, beberapa evaluasi bisa ditarik. Berdasarkan pada perkembangan terkini sebagaimana disebutkan diatas, hal ini dapat disimpulkan bahwa tahap pertama telah dapat dikatakan memenuhi rencana tersebut. Namun, sampai tahap terakhir dari Blue Print tersebut, nampak bahwa apa yang direncanakan tidak dapat tercapai. Karena itulah diperlukan evaluasi dan upaya yang lebih sungguh-sungguh agar perkembangan di masa depan lebih baik.
4.1.4
Permasalahan Kepatuhan Syariah (Shari’ah Compliance) Salah satu permasalahan yang perlu dicatat seiring dengan perkembangan
perbankan syariah di Indonesia adalah masalah kepatuhan syari’ah ( shariah compliance). Dibalik lajunya perkembangan perbankan syariah, masih terdapat banyak hal yang dapat diperdebatkan terkait dengan produk dan operasional bank dari perspeltif syari’ah. Keberatan terhadap terlalu terkonsentrasinya praktek perbankan syariah pada transaksi murabahah dalam produk-produk bank syariah telah menimbulkan pertanyaan filosofis yang mendasar terkait ke arah manakah perbankan Islam akan dijadikan sebuah model institusi keuangan baru? Bagaimana hal itu akan 46
Bank Indonesia, The Blue Print of Islamic Banking Development in Indonesia (Bank Indonesia, 2002), 21, pada, <www.bi.go.id> (Akses 3 Maret 2006)
34
mampu membedakannya dari perbankan konvensional jika sebagian besar produk dalam penerapannya/ implementasinya mirip dengan apa yang diterapkan pada produk yang berdasarkan pada suku bunga. Diperkirakan terdapat sekitar 40%
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
(BPRS) dan beberapa bank konvensional yang menawarkan bisnis perbankan Islam tidak mematuhi terhadap prosesur murabahah, karena mereka ditengarai mempraktekkan murabahah dengan skema konvensional.47 Ketidakpatuhan ini juga diindikasikan oleh berbagai temuan yang dilakukan oleh Bank Central .48 Jika prosedur Syari’ah tidak diterapkan dengan baik. Maka hal ini berarti bahwa skema yang dilakukan adalah melalui prosedur yang konvensional. Hal ini karena bank bertujuan untuk menghindari terjadinya pajak berganda/ double taxation (untuk kasus sebelum dihapusnya pajak ganda), atau mungkin karena alas an pengehematan beaya operasional, yang sampai saat ini masih menjadi dalam perbankan Islam. Faktanya adalah bahwa hal ini adalah bukanlah skema murabahah yang murni, namun lebih mirip dengan meminjamkan uang merujuk pada tingkat suku bunga tertentu.49 Ketiadaan atau kekurangan pada panduan Good Corporate Governance (GCG) dalam Perbankan syariah (Islam) menyebabkan kesulitan dalam 47
Sebagaimana dinyatakan oleh Deputy Gobernur Bank Indonesia, Aulia Pohan (Republika, March 30, 2004), in, Achmad Setiyaji, “Perbankan Syariah Kian Menjamur di Nusantara”, Pikiran Rakyat, June 18, 2004. Juga, lihat, Bisnis Indonesia, 3 Februari, 2004. 48 Sebagaimana dinyatakan oleh Deputy Gobernur Bank Indonesia, Maulana Ibrahim dan dikutip dalam Bisnis Indonesia, 12 Februari, 2004. 49 “MurÉbaÍah di Bank SharÊÑah Tidak Kompetitif”, Bisnis Indonesia, February 3, 2004. Bahkan, menurut studi yang dilakukan oleh Karim Business Consulting, dalam masalah ketidakpatuhan terhadap prinsip-prinsip syariah bukan hanya dalam manajemen terkait, tetapi ada juga bank-bank syariah yang tidak sepenuhnya patuh syariah “Adiwarman Azwar Karim: Konsultan Bisnis Dunia & Akhirat”, Hidayatullah, June 15, 2005. Also, “Sejumlah Bank Langgar Prinsip Syariah.” Bisnis Indonesia, 12 Februari, 2004.
35
pengukuran terhadap implementasi kepatuhan syari’ah (shariah compliance), khususnya terhadap operasional dari bisnis perbankan dan tidak semata-mata pada pada produk yang ditawarkan.50 Karakter dari perbnakan syariah(Islam) yang secara nyata berbeda dari perbankan konvensional, memerlukan sebuah GCG yang khusus. Jika hal ini tidak bisa disediakan, maka perbankan syariah akan kehilangan karakternya yang paling mendasar/ fundamental dan hal ini akan menimbulkan ketidak-kejelasan target dan tujuan dimasa depan.51 Hal ini menjadi bukti bahwa
secara kuantitas, dibalik perkembangan
perbankan Islam, terutama dari jumlah bank dan kantor cabang mereka, dan asset mereka secara keseluruhan, telah timbul permasalah terhadap upaya untuk mengimplementasikan/ menerapkan prinsip-prinsip Syariah. Pembahasan terhadap berbagai aspek dari perkembangan perbankan syariah di Indonesia dalam bab ini menunjukkan beberapa hal telah terjadi. Jika dibandingkan dengan berbagai Negara yang juga mengembangkan perbankan Islam, sejumlah perbedaan Nampak yang
hal ini disebabkan baik oleh latar
belakang sejarah ekonomi dan juga situasi politik yang terjadi. Indonesia mengalami intervensi, atau bahkan penjajahan ekonomi oleh colonial yang berlangsung
selama ratusan tahun dimasa lampau.
Meski
Indonesia telah mewarisi system perbankan dari Belanda, namun, dalam masa transisi kekuasaan,
negeri ini masih menghadapi permasalahan dengan
50
“Bank Syariah Butuh GCG Khusus”, dalam Ekonomi Syariah, pada, <www.ekonomisyariah.org> (Akses 25 Juni, 2006). 51 Sebagaimana yang telah secara panjang lebar dipahami, citarasa perbankan “syariah” adalah selalu terkait dan tidak dapat dipisahkan dari nilai keadilan, ramah terhadap kelas ekonomi lapis bawah, dan juga yang tidak boleh dilupakan, adalah sebagai counter balancing sistem perbankan kapitalis. Chapra, 64.
36
keberadaan bank Sentral, dan belum lagi permasalahan dalam pembangunan ekonomi secara umum. Hal ini lebih dikarenakan kemerdekaan yang diproklamirkan pada tahun 1945, tidak diakui oleh Belanda. Bahkan Belanda melalui agresi pada tahun 1949 mencoba untuk menguasai lagi negeri in. Bank Sentral Indonesia yang telah beroperasi selama tiga tahun, dipaksa untuk menghentikan operasinya. Kemudian sebuah Bank Sentral Baru terpaksa didirikan terkait dengan perjanjian bilateral kedua Negara. bahwa
Sehingga dapat dikatakan
perkembangan system perbankan selama masa transisi tidak berjalan
dengan mulus. Perkembangan lebih lanjut dalam perbankan menunjukkan hal yang menarik. Sistem perbankann mengalami fase krisis, dan untungnya, krisis ini telah menjadi impetus bagi pertumbuhan perbankan Islam. Hal ini sebenarnya tidak hanya monopoli Indonesia. Malaysia misalnya, mengalami situasi yang hamper sama, bahwa krisis perbankan telah mendorong tumbuhnya bank Islam (syariah). Meskipun demikian, penyebab dari krisis yang terjadi dikedua Negara tidaklah sama. Krisis perbankan di Malaysia yang terjadi pada pertengahan 1980an, salah satu penyebabnya adalah kurangnya diversifikasi produk yang ditawarkan oleh perbankan. Kemudian, perbankan Islam muncul dengan jawaban untuk menutup kekuarangan tersebut tersebut.52
Sebaliknya, krisis perbankan di Indonesia
disebabkan oleh liberalisasi perbankan pada tahun 1988 yang mendorong peningkatan jumlah institusi perbankan secara signifikan. Pengawasan yang tidak 52
Maysami, 234
37
memadai terhadap aspek kehati-hatian ( prudential ) adalah penyebab utama. Dengan demikian ketika krisis ekonomi melanda Asia Tenggara pada tahun 1997, tak terkecuali menyerang negeri ini, maka bisnis perbankan terpelanting kedalam sebuah krisis akut yang tidak terkirakan sebelumnya. Adalah menjadi sebuah keuntungan bahwa keberadaan perbankan syariah menunjukkan kondisi kinerja yang masih tetap bagus. Bahkan, perbankan syariah telah terbukti paling paling tahan terhadap krisis keuangan. Maka sejak itulah perbankan syariah memperoleh lebih banyak perhatian meluas baik dari kalangan perbankan maupun masyarakat luas. Perbankan syariah di Indonesia, yang mulai muncul dengan memulai operasinya Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1992. Saat ini, bisnis perbankan syariah, jika dilihat dari sisi asset, masih berada pada kisaran 4%. Hal ini berarti bahwa Indonesia perlu belajar dari berbagai Negara laihn yang perkembangan asset nya jauh lebih cepat, terutama alam penanganan permasalahan dan isu yang dihadapi dalam masa awal pertumbuhannya. Jika ditilik dari jumlah institusi yangyang terlibat dalam bisnis perbankan Islam, pada akhir 2012, terdapat 11 (sebelas) bank syariah dan 23 (duapuluh tiga)
bank konvensional yang
menawarkan bisnis perbankan syariah. Secara khusus terhadap keberadaan kerangka hukum dari perbankan Islam, di Indonesia, sampai saat ini dimana perbankan Islam telah berkembang selama hapir delapan belas tahun, namun masih mengalami berbagai kendala pada tingkat harmonisasi hukum, antara hukum muamalat dengan hukum perdata umum. Memang undang-undang perbankan syariah secara khusus sudah ada, serta msalah
38
perpajakan sudah ada ketentuan penghapusan pajak ganda perbankan syariah, namun penghapusan berbagai kendala hukum lebih lanjut masih sangat diperlukan.
hukum terkait dengan ketiadaannyaundang-undang yang secara
khusus mengatur permasalahan ini. Apabila melihat kinerja, berdasarkan beberapa parameter penting, maka dapat dikatakan bahwa perbankan syariah berada dalam trend yang positf dan menjanjikan. Meskipun demikian, perbankan syariah di Indonesia memerlukan keterlibatan yang lebih intensif dari pemerintah untuk meretas jalan untuk pertumbuhan yang lebih cepat dimasa mendatang, baik secara kelembagaan maupun secara politis. Terakhir, terlepas dari pertumbuhan bisnis perbankan syariah yang cukup menjanjikan. isu yang terkait dengan shar’iyah compliance / kepatuhan syariah juga muncul. Dikarenakan perbankan syariah sangat terkait sangat erat dengan ajaran Islam dalam hal keuangan, maka isu kepatuhan syariah tidaklah kalah pentingnya jika dibandingkan dengan isu prudential/ kehati-hatian. Dengan begitu, bagaimana isu ini direspons di Indonesia adalah sebuah topic yang akan diangkat dalam buku ini.
4.2. Kerangka Hukum Perbankan Syariah Dalam rentang waktu yang relatif panjang sejak dimulainya perjalanan perbankan syariah di Indonesia, aspek hukum menjadi salah satu perhatian yang menarik. Adanya pasang surut dan tarik ulur pengaturan yang terkadang secara
39
politik kurang mendapat dukungan, telah nyata menjadikan pertumbuhan perbankan syariah berfluktuasi karenanya. Sejak tahun 2008, telah ada undang-undang yang secara khusus mengatuir perbankan syariah, ialah Undang-Undang no. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Kelahiran undang-undang ini merupakan sebuah momentum atas suatu hal yang sudah lama ditunggu-tunggu oleh berbagai pihak terkait dengan pengembangan industri perbankan syariah. Setelah melalui proses legislasi yang tidak kurang dari 6 tahun, akhirnya undang-undang perbankan syariah ini lahir.53 Cukup ironis memang, baru setelah 16 tahun bank syariah beroperasi di negeri ini, undang-undang yang secara khusus untuk mengawal perkembangan industri ini akhirnya lahir. Ini secara nyata memberikan suatu bukti komitmen dari pemerintah (political will) yang tidak supportif bagi perbankan syariah. Pada saat Bank Muamalat Indonesia (BMI) didirikan, landasan legal dari pendirian perbnakan Islam adalah Undang-undang Perbankan no. 7 tahun 1992 . Undang-undang ini
merupakan amandemen dari Undang-Undang
Pokok
Perbankan no. 14 tahun 196754. Satu-satunya pengaturan yang memungkinkan untuk pengoperasian perbankan Islam adalah pasal 1(12) yang menyebutkan bahwa
“bagi hasil”
dapat diterapkan dalam bisnis perbankan di Indonesia.
Berdasarkan pada pengaturan ini, maka Bank Islam pertma (BMI) kemudian mulai beroperasi. Regulasi berikutnya yang terkait dengan operasional perbankan syariah, di antaranya adalah tentang
pengawasan syariah, produk perbankan
53
Proses legislasi dari Undang-Undang no. 21 tahun 2008 ini tidak dapat dikatakan singkat, karena harus macet di DPR dalam waktu yang relative lama. 54 Undang-Undang no. 7 tahun 1992 tentang Perbankan, pasal 60 (c). Dalam beberapa bulan sesudahnya, Peraturan Pemerintah terkait dengan Perbankan Syariah diterbitkan. Peraturan Pemerintah ini adalah PP no. 72/1992 tentang Bagi Hasil.
40
syariah, dikeluarkan dalam bentuk Keputusan Gubernur Bank Indonesia dan Peraturan Bank Indonesia. Krisis keuangan 1998 mengakibatkan hancurnya sejumlah bank dan Undang-undang Perbankan akhirnya diamandemen. Undang-undang Perbankan no.7 tahun 1992 diamandemen menjadi Undang-Undang Perbankan no.10 tahun 1998.
Undang-undang yang baru ini memberikan kesempatan bagi perbankan
konvensional untuk membuka layanan jasa Syariah. Sehingga dapat dikatakan bahwa hal yang bagus lainnya dari undang-undang ini adalah bahwa undangundang ini lebih holistik cakupannya. Jadi dalam kenyataannya, aturan utama yang berkaian dengan operasional Perbankan Islam di Indonesia pada masa itu adalah undang-undang perbankan no.7 tahun 1992 yang kemudian Perbankan no. 10 tahun
1998.
diamandemen menjadi Undang-Undang
Penerapan praktis
dari undang-undang ini
diberikan dalam bentuk Peraturan Bank Indonesia
yang mencakup beberapa
aspek yang terkait dengan produk dan operasional.
Dalam tabel dibawah ini ,
ditunjukkan beberapa
peraturan yang terjait dengan perbankan Islam di
Indonesia.
41
Kerangka Hukum Perbankan Syariah di Indonesia55 Aturan Perundang-Undangan
Bank Syariah
Unit Usaha Syariah
Pemberian izin perbankan melakukan transaksi kredit tanpa bunga (dengan bagi hasil) Undang-Undang no. 23 Tahun 1999 tentang Bank Sentral harus Bank Indonesia memberikan support secukupnya bagi bisnis perbankan syariah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Perizinan Tentang Perubahan Atas UU No. 7 Tahun Pengawasan terkait prudensial 1992 Tentang Perbankan Pengelolaan Undang-Undang no. 7 tahun 1992 Tentang Perbankan
-
Bank sentral memberikan support secukupnya bagi bisnis perbankan syariah dan konvensional sekaligus Perizinan Pengawasan terkait Prudensial Pengelolaan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor Penyelesaian Sengketa di 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas bidang transasksi Perbankan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Syariah Tentang Peradilan Agama
Penyelesaian Sengketa di bidang transasksi Perbankan Syariah
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor Pengaturan menyeluruh terkait 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah perbankan syariah, meski secara general Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/ 3 / PBI Aturan detail terkait persyaratan /2009 Tentang Bank Umum Syariah izin dan operasional bisnis
Pengaturan menyeluruh terkait perbankan syariah, meski secara general -
Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/10/PBI/2009 Tentang Unit Usaha Syariah
-
Aturan detail persyaratan izin operasional bisnis
Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/ 15 / PBI /2009 Tentang Perubahan Kegiatan Usaha Bank Konvensional Menjadi Bank Syariah
-
Aturan detail terkait persyaratan untuk perubahan kegiatan bank konvensional menjadi bank syariah
Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/23/ PBI /2009 Tentang Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/33/PBI/2009 Tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum Syariah Dan Unit Usaha Syariah Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/ 32 / PBI /2008 Tentang Komite Perbankan Syariah Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/ 6 / PBI /2012 Tentang Uji Kemampuan Dan Kepatutan ( Fit And Proper Test ) Bank Syariah Dan Unit Usaha Syariah
-
-
Berbagai prinsip dan aspek dalam tata kelola yang harus disesuaikan dengan prinsip syariah dalam perbankan -
Berbagai prinsip dan aspek dalam tata kelola yang harus disesuaikan dengan prinsip syariah dalam perbankan -
Syarat untuk mendapatkan kelulusan bagi berbagai pihak terafiliasi yang mencakup juga dari aspek syariah
Syarat untuk mendapatkan kelulusan bagi berbagai pihak terafiliasi yang mencakup juga dari aspek syariah
55
Disarikam dari beberapa undang-undang dan peraturan sebagaimana disebutkan dalam tabel. .
42
terkait dan
Tentu saja dengan lahirnya UU no. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah ini berbagai masalah yang belum dapat dicakup oleh peraturan sebelumnya sudah direspon dalam bentuk pengaturan yang lebih rinci. Namun, banyak juga aspek dari pengaturan yang ada dalam undang-undang ini yang sebenarnya
sudah
ada
dalam
berbagai
peraturan
perundang-undangan
sebelumnya, yang kemudian diangkat dalam undang-undang ini. Tentu saja dalam hal ini ada tujuan penguatan. Misalnya dari yang sebelumnya hanya tercantum dalam PBI, kemudian ditegaskan di dalam undang-undang ini. Jika diamati, berbagai aspek yang mendapat penegasan yang cukup menonjol dalam undang-undang ini adalah: 1) Persyaratan pendirian, 2) Bisnis / operasional perbankan, 3) Konversi, 4) Aspek Prudensial 5) Pengawasan Syariah 6) Penyelesaian Sengketa (Sebagian dibatalkan oleh MKRI)
Jika dibandingkan dengan aturan setingkat undang-undang yang ada sebelumnya, jelas UU no 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah ini, jelas bahwa undang-undang ini jauh lebih komprehensif, karena merupakan undangundang yang spesifik. Sebagai perbandingan, Aspek-aspek yang menonjol dari Undang-undang Perbankan no. 10 tahun 1998 yang menyebutkan bahwa Bank Islam mematuhi peraturan perbankan yang terkait dengan aspek kehatian-hatian
43
bank ( prudential banking), dan persyaratan lain seperti kecukupan atas modal, legalitas dari entitas perbankan, dan disini tidaklah berbeda jika dibandingkan dengan yang diterapkan terhadap bank-bank konvensional.56 Hal spesifik mengenai perbankan syariah yang disebutkan dalam undang-undang ini adalah: 1). Undang-undang memberikan perlakuan yang sama antara bank Islam dan bank konvensional; keduanya sebagai sesama bank komersial.57 Setiap bank yang berizin mempunyai hak untuk memilih satu diantara dua pilihan, apakah melaksanakan bisnis perbankan Islam atau perbankan konvensional. Sebagai tambahan atas pilihan ini, Undangundang memberikan ruang bahwa bank konvensional dapat membuka bisnis Islam dengan persyaratan dan prosedur tertentu, namun sebaliknya tidak berlaku untuk bank Islam untuk membukan layanan bisnis perbankan konvensional.58 2). Untuk bank di bawahnya, Bank Perkreditan Rakyat (BPR),59 mereka tidak memiliki kesempatan untuk melakukan dual system; layanan 56 Sutan Remi Sjahdeini, Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia (Islamic Banking in Indonesian Legal System) (Jakarta: Grafiti, Adikarya IKAPI & Ford Foundation, 2005), 141-158 57 Undang-Undang no. 10 tahun 1998 tentang Perbankan, pasal 1 (3) 58 Pasal 6(m) Undang-Undang no. 10 tahun 1998 tentang Perbankan. Persyaratan bagi bank konvensional yang melakukan atau menyediakan bisnis perbankan syariah terdiri dari berbagai aspek persyaratan. Yang terpenting dari berbagai persyaratan tersebut adalah untuk tetap menjaga pembukuan (akuntansi) yang terpisah bagi bisnis perbankan syariah dari transaksi konvensional. Selain itu adalah juga tentang pembentukan/ pendirian Dewan Pengawas Syariah. Lihat juga sebagai bandingan, pada pasal 15 (a) dan pasal 11 (5) Peraturan Bank Indonesia no: 8/3/PBI/2006. 59 Bank Prekreditan Rakyat adalah bank yang secara spesifik ada di Indonesia, yang belum tentu ada di negara lain, misalnya Malaysia. Ini adalah jenis bank yang modalnya lebih kecil daripada jumlah modal yang diperlukan bagi bank komersial pada umumnya. Karenanya, bank jenis ini juga memiliki keterbtasan dalam layanan, pembiayaan dan simpanan, misalnya saja bahwa bank jenis ini dilarang untuk melakukan money transfer atau juga interbank money market. Pasal 1 and 13 Undang-Undang no. 10 tahun 1998 tentang Perbankan.
44
perbankan konvensional dan perbankan syariah sekaligus. Mereka dilarang untuk membuka “sharri’ah window” berdampingan dengan bank yang layanan jasanya menggunakan basis suku bunga.60 Dikarenakan Bank Prekreditan Rakyat lebih kecil daripada bank komersial, biasanya lembagallembaga keuangan jenis ini terbatas secara modal, oleh sebab itu sangat susah untuk untuk dapat menyediakan layanan dual service, yaitu melakukan bisnis perbankan konvensional dan perbankan syariah sekaligus.
3). Undang-undang ini juga sangat jelas mengenai definisi
”prinsip-
prinsip Syariah” yang diterapkan dalam bisnis perbankan. Meski ”bisnis perbankan yang berbasis pada prinsip-prinsip Syari’ah” tidak didefiniskan dalam undang-undang ini,61 namun undang-undang ini telah memberikan kejelasan tentang produk dan layanan yang dapat ditawarkan oleh bank. Bank syariah ataupun juga
bank dengan
Islamic window mempunyai sejumlah daftar produk yang berbeda dari yang dimiliki oleh perbankan konvensional.62 Hal ini secara jelas memberikan panduan dan juga sebagai pembatasan terhadap pengembangan produk dari perbankan Islam ( Syari’ah ) di Indonesia.
60
Pasal 1(4) Undang-Undang no. 10 tahun 1998 tentang Perbankan. This term is only apparent in Bank Indonesia Regulation Number: 6/24/PBI/2004 on Commercial Banks Conducting Business Based on SharÊÑah Principles as amended by Bank Indonesia Regulation Number: 7/35/PBI/2005) 62 Section 1,6,7 of this Act provide that the products offered are financing and deposit based on; MuÌÉrabah, MushÉrakah,MurÉbaÍah, IjÉrah, IjÉrah wa al-IqtinÉÑ or other contracts approved by National SharÊÑah Council and the Central Bank. 61
45
Instrument penting yang lain untuk regulasi perbakan Islam ( Syariah) di Indonesia, selain dari yang ada di Undang-undang Perbankan no. 10 tahun 1998 sebagaimanan yang ditunjukkan dalam tabel, adalah peraturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Regulasi ini dikeluarkan sebagai perintah,atau paling tidak sebagai tindak lanjutdari undang-undang yang terkait dengan perbankan syariah, dan untuk itulah, peraturan ini bersifat teknis dan detaial. Dalam aspek lembaga pengawasan syariah misalnya, undang-undang ini tidak mengatur secara jelas persyaratan yang harus dipenuhi untuk menjadi anggota dari sebuah badan pengawas tertentu, namun sejumlah regulasi (termasuk di dalamnya adalah Peraturan Bank Indonesia atau PBI), yang dikeluarkan oleh Bank Sentral secara jelas telah mengatur sejumlah hal tersebut. Dengan melihat perbandingan dari peraturan perundang-undangan yang telah ada sebelum lahirnya UU no 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah berikut berbagai PBI yang melengkapinya, nampak bahwa sebenarnya tidak banyak perubahan yang terjadi. Dalam arti bahwa sebelum UU no 21 tahun 2008 tersebut lahir, sebenarnya berbagai aspek pengaturan telah cukup jelas dan relatif sama dengan apa yang diatur dalam UU no 21 tahun 2008 tersebut. Hanya memang, UU ini kemudian memberikan penegasan dan legalitas yang menimbulkan kepastian hukum yang sangat tinggi. Dengan adanya UU tersbut, maka semua keraguan terkait dengan aspek hukum relatif terjawab sudah. Termasuk bagaimana keseriusan pemerintah dalam hal mendorong perbankan syariah.
46
Meski demikian, PBI yang lahir pasca UU no 21 tahun 2008 tersebut juga senantiasa responsif terhadap perkembangan, terbukti dengan sudah diaturnya tentang Fit and Proper Test63 bagi berbagai pihak yang terafiliasi dengan perbankan syariah, serta juga pengaturan masalah good corporate governance berbasis syariah.64
4.3. Pelaksanaan Program Qardhul Hasan Pada Bank Muamalat Indonesia 4.3.1. Profil Bank Muamalat Indonesia Dalam peyusunan dan penulisan disertasi ini, sebagai sampel penelitian dan kajian akademis adalah PT Bank Muamalat Indonesia (selanjutnya disingkat BMI) Tbk. Sebagai pertimbangan mengambil bank tersebut adalah a) bank tersebut sudah cukup diketahui dan dikenal oleh masyarakat; b) mempunyai jaringan kantor yang cukup luas; c) bank pertama yang menjalankan produkproduknya dengan berdasarkan prinsip syariah. Pengambilan data diperoleh melalui sumber data sekunder, berupa dokumen resmi yang dikeluarkan oleh otoritas perbankan atau dari bank yang bersangkutan, dan data primer, berupa data yang diolah melalui data langsung dari otoritas perbankan atau dari bank yang bersangkutan dan wawancara kepada informan dari otoritas perbankan atau dari bank yang bersangkutan. Ide mendirikan Bank Muamalat Indonesia (BMI) tercetus dalam sebuah lokakarya MUI bertema “Masalah Bunga Bank dan Perbankan” yang diadakan 63
Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/ 6 / PBI /2012 Tentang Uji Kemampuan Dan Kepatutan (Fit And Proper Test ) Bank Syariah Dan Unit Usaha Syariah 64 Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/33/PBI/2009 Tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum Syariah Dan Unit Usaha Syariah
47
pada pertengahan Agustus 1990 di Cisarua, Bogor. Peserta lokakarya sepakat menugaskan Komite Pengembangan Ekonomi umat membentuk sebuah bank yang kegiatannya berpedoman pada Syariah Islam. keputusan ini dikukuhkan dalam Munas MUI akhir Agustus 1990 di Jakarta. Tim yang terbentuk, yang kemudian dikenal sebagai Tim Perbankan MUI, diketuai Dr. H.M. Amin Aziz. Bank Islam yang terbentuk disepakati bernama Bank Muamalat Indonesia (BMI). “Muamalat” dalam istilah fiqih berarti hukum yang mengatur hubungan antarmanusia. Nama alternatif lain yang muncul pada masa pembentukan itu adalah Bank Syariat Islam. Namun mengingat pengalaman pemakaian kata “syariat Islam” pada Piagam Jakarta, akhirnya nama itu tidak dipilih. Nama lain yang diusulkan adalah Bank Muamalat Islam Indonesia. Presiden Soeharto kemudian menyetujui nama terakhir dengan menghilangkan kata “Islam” 65 PT Bank Syariah Muamalat Indonesia Tbk didirikan pada tanggal 1 Nopember 1991 berdasarkan akta Notaris Yudo Paripurno, S.H., Nomor: 1 tahun 1991. Akta pendirian ini telah disahkan oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia
dalam Surat
Keputusan Nomor: C2-2413.HT.01.01. tahun1992,
tanggal 21 Maret 1992 dan diumumkan dalam Berita Negara Nomor: 34 tanggal 28 April 1992, Tambahan Berita Negara Nomor: 1919A tahun 1992.66 Anggaran Dasar BMI telah didokumentasikan dalam akta Notaris Yudo Paripurno, S.H., Nomor: 237, tanggal 28 April 2005, yang kemudian direvisi dengan akta notaris Nomor: 150, tanggal 27 September 2005. Anggaran dasar tersebut telah disahkan oleh Menteri Kehakiman dan Hak Asasi
Manusia
65 66
Bank Muamalat Indonesia, Sejarah Berdirinya BMI, Jakarta; 1995, hal. 2 Profil Bank Muamalat tahun 2010.
48
Republik
Indonesia
dengan
Surat
Keputusan
Nomor: C-32981.
HT.01.04. tahun 2005, tanggal 13 Desember 2005, serta telah diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia nomor 13 Tambahan Nomor: 1633, tanggal 14 Pebruari 2006.67 Berdasarkan Anggaran Dasar BMI ruang lingkup kegiatan Bank adalah menyelenggarakan usaha perbankan dengan prinsip Syariah. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 430/KMK.013/1992, tanggal 24 April 1992, BMI telah memperoleh izin untuk beroperasi sebagai bank umum. Dengan demikian, BMI memulai aktivitas operasinya sebagai pada
bank
tanggal 1 Mei 1992. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan
No.131/KMK.017/1995 tanggal 30 Maret 1995, Bank dinyatakan sebagai Bank yang beroperasi dengan sistem bagi hasil. Bank secara resmi beroperasi sebagai Bank Devisa sejak tanggal 27 Oktober 1994 berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 27/76/KEP/DIR/1994.68 Tujuan yang hendak dicapai dalam pendirian BMI disesuaikan dengan prinsip Syariah yang dipadukan dengan situasi dan kondisi riil di Indonesia. Tujuan tersebut adalah sebagai berikut: a) Meningkatkan kualitas kehidupan sosial ekonomi masyarakat muslim Indonesia, sehingga kesenjangan sosial ekonomi semakin berkurang dan dengan demikian akan melestarikan pembangunan nasional. Tujuan ini antara lain dilakukan dengan: a) meningkatkan kualitas dan kuantitas kegiatan usaha;
67 68
Bank Muamalat Indonesia, Catatan Laporan Keuangan 2008, tahun 2009, hal 1. Profil Bank Muamalat tahun 2010.
49
b) meningkatkan kesempatan kerja; dan c) meningkatkan penghasilan masyarakat banyak; b) Meningkatkan partisipasi rakyat banyak dalam proses pembangunan, terutama dalam bidang ekonomi keuangan. Selama ini diketahui masih cukup banyak masyarakat yang enggan berhubungan dengan bank karena berpendapat bahwa bunga bank itu riba dan riba adalah haram; c) Megembangkan lembaga bank dan sistem perbankan yang sehat berdasarkan efesiensi dan keadilan, mampu meningkatkan partisipasi rakyat banyak sehinga menggalakkan usaha-usaha ekonomi rakyat, dengan antara lain memperluas jaringan lembaga perbankan ke daerah-daerah terpencil; d) Mendidik dan membimbing masyarakat untuk berpikir secara ekonomis serta berperilaku bisnis, dan meningkatkan kualitas hidup mereka.69 Dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan tersebut, BMI membangun strategi usahanya denga kegiatan sebagai berikut: 1)
Sasaran pembinaan, yaitu membina dan mempercepat perkembangan masyarakat ekonomi menengah ke bawah bangsa Indonesia untuk menjembatani kesenjangan sosial ekonomi;
2)
Strategi pengembangan, berupa kegiatan sebagai berikut: 1) bekerja sama dengan BPRS untuk mengenalkan dan membina pengembangan produk dan sistem perbankan berdasarkan syariat Islam, serta mengenalkan sistem pengembangan usaha berdasarkan kebersamaan dan peran serta dalam permodalan dan risiko. Selain itu, merintis dan mengembangkan kerjasama
69
Tujuan BMI ini secara umum diambil dari Abdul Aziz, Ensiklopedia…, op.cit., hal. 196.
50
dengan
Lembaga
Swadaya
Masyarakat
(LSM)
dalam
mendukung
peningkatan kemampuan manajerial dan teknologi serta peningkatan nilai dan pengembangan usaha kecil dan menengah; 2) mendorong pengambangan BPRS baru di daerah-daerah potensial dan pengembangan usaha kecil dan menengah; 3) bekerja sama dengan Badan Amil Zakat Infak dan Shadaqah (BAZIS) dalam mengintensifkan pengelolaan dana zakat, infak, dan shadaqah untuk proyek pengembangan usaha kecil dan menengah; 4) merangsang pertumbuhan dan perkembangan lembaga penyediaan bantuan teknik manajemen untuk pengusaha kecil dan menengah, lembaga penyediaan teknologi peningkatan produktivitas, dan lembaga penyediaan bantuan pembinaan keterampilan akutansi; 5) mengembangkan peranan kelembagaan dan melancarkan jaringan penyediaan bahan baku; dan 6) mengembangkan peranan kelembagaan penyediaan teknologi pascapanen dan pemasaran hasil produksi.70 Dalam menjalankan usaha komersialnya, BMI mempunyai tiga prinsip operasional, yaitu:
(a) Sistem Bagi Hasil, yaitu sistem yang meliputi tata kerja pembagian hasil usaha antara pemodal dan pengelola dana. Pembagian hasil usaha dapat terjadi antara bank dan penyimpan dana serta antara bank dengan nasabah penerima dana;
(b) Sistem jual beli dengan margin keuntungan, yaitu sistem yang menerapkan tata cara jual beli. Di sini bank mengangkat nasabah sebagai agen bank. 70
Ibid.
51
Dalam kapasitas sebagai agen bank, nasabah melakukan pembelian barang atas nama bank. Kemudian, bank akan menjual barang tersebut kepada nasabah lain dengan harga beli ditambah keuntungan bagi bank;
(c) Sistem fee (jasa). Sistem ini meliputi seluruh layanan non pembiayaan yang diberikan oleh bank. Oleh karena itu, sejak kehadirannya
sampai sekarang, BMI telah
membuka pintu kepada masyarakat yang ingin memanfaatkan layanan bank syariah. Kehadiran Bank Muamalat tidak hanya untuk memposisikan sebagai bank pertama murni syariah, namun dilengkapi dengan keunggulan jaringan Real Time On Line terluas di Indonesia. Saat ini BMI memberikan layanan melalui 312 gerai yang tersebar di 33 provinsi, didukung jaringan lebih dari 3.800 Kantor Pos Online/SOPP di seluruh Indonesia, serta merupakan satu-satunya bank syariah yang telah membuka cabang luar negeri, yaitu di Kuala Lumpur, Malaysia.71 Adapun produk perbankan BMI, antara lain: 1) giro wadi’ah, berupa dana nasabah yang dititipkan kepada bank; 2) tabungan mudharabah, yaitu dana yang disimpan nasabah yang akan dikelola bank untuk memperoleh keuntungan dengan sistem bagi hasil sesuai dengan kesepakatan bersama; 3) deposito investasi mudharabah, yaitu simpanan nasabah yang hanya bisa ditarik berdasarkan jangka waktu yang telah ditentukan, dengan bagi hasil keuntungan berdasarkan kesepakatan bersama; dan 4) tabungan kurban, yaitu simpanan pihak ketiga yang dihimpun untuk ibadah kurban.
71
Bank Muamalat Indonesia, Annual Report Tahun 2010, hal. 34
52
Sedangkan produk BMI yang bersifat penyaluran dana kepada masyarakat adalah: kredit mudharabah atau kredit bagi hasil; kredit mudharabah berupa pembiayaan untuk pembelian barang; pembiayaan ba’i bi saman ajil, berupa pembelian barang dengan cicilan, dan pembiayan al qardh al hasan (qardhul hasan), berupa pinjaman lunak bagi pengusaha kecil yang benar-benar kekurangan modal. Adapun, bentuk pelayanan lain yang diberikan BMI adalah pemberian Jasa, seperti jual beli valuta asing (as-Sarf), jasa pemberian jaminan (al-Kafalah, ad-Damanah), jasa transfer, pembukaan Letter of Credit atau L.C (al-Wakalah), dan jasa penitipan barang. Pada tahun 2010, BMI mengembangkan beberapa produk dan layanan baru, diantaranya: 1) Tabungan Haji Arafah (Maret), 2) Tabungan Haji Arafah Plus (Maret), 3) Dana Talangan Porsi Haji (Maret), 4) TabunganKu (April), 5) Tabungan Muamalat (Agustus), 6) Tabungan Muamalat Pos (Agustus), 7) Pembiayaan Hunian Syariah Kongsi (Agustus), 8) Pembiayaan Hunian Syariah Pembelian (Agustus), 9) Automuamalat & Joint Financing Multifinance (Oktober), 10) Tabungan Muamalat Sahabat (Oktober).72 72
Ibid.
53
Dengan melayani hampir 3.000.000 nasabah seluruh Indonesia, BMI memantapkan eksistensinya di antara perbankan syariah, BMI menjadi bank syariah pertama yang membuka layanan di luar negri. Tak tanggung-tanggung, BMI menjalin kerjasama dengan jaringan Malaysia Electronic Payment System (MEPS) sehingga layanan BMI dapat diakses di lebih dari 2000 ATM di Malaysia. 73 Sebagai Bank pertama
yang berdasarkan prinsip syariah, BMI
berkomitmen untuk menghadirkan layanan perbankan yang berprinsip syariah, namun juga kompetitif dan akuntabel bagi masyarakat hingga pelosok nusantara. Komitmen tersebut diapresiasi oleh pemerintah, media massa, lembaga nasional dan internasional dan masyarakat luas melalui lebih dari 70 penghargaan bergengsi yang diterima oleh BMI. Penghargaan tersebut diberikan kepada BMI secara institusional maupun terhadap Sumber Daya Insani (SDI) serta produk dan layanannya, menyisihkan tidak hanya bank syariah lain namun bahkan saudara-saudara tuanya, perbankan konvensional. Di antara penghargaan bagi institusi BMI yang paling bergengsi antara lain sebagai Bank Nasional Terbaik.74 Penghargaan lain, adalah produk BMI yang paling banyak diraih, yaitu tabungan Shar-e. Secara fantastis produk ini pernah memborong empat penghargaan sekaligus dari Museum Rekor Indonesia (MURI) yaitu sebagai rekening bank instan dalam kemasan pertama di Indonesia, sebagai kartu bank pertama yang nomor kartunya sesuai dengan nomor rekening, sebagai produk dengan pertumbuhan Jaringan Real Time Online dengan jumlah 73 74
Ibid., hal. 40 Harian Bisnis Indonesia, 2008.
54
terbanyak, serta sebagai tabungan dengan pertumbuhan prosentase nasabah produk bank tercepat di Indonesia. Produk Shar-e menjangkau nasabah hingga pelosok pedesaan di Indonesia hingga memungkinkan nasabah melakukan transaksi setor tunai secara gratis di lebih dari 3800 kantor pos online. Disamping itu, nasabah dapat melakukan tarik tunai secara gratis di ATM semua Bank di Indonesia serta transaksi debet di lebih dari 100.000 merchant, suatu fitur yang amat jarang dimiliki oleh kompetitornya. 75 Kinerja Bank Muamalat selama tahun 2010 menunjukkan hasil yang baik. Hampir semua indikator yang menjadi target tahun 2010 bisa tercapai. Hal ini terlihat dari pertumbuhan aset yang meningkat hingga 33,53% dari Rp 16.027,18 miliar (2009) menjadi Rp 21.400,79 miliar. Sejumlah kinerja positif yang telah dicapai Bank Muamalat merupakan hasil dari implementasi sejumlah strategi bisnis selama tahun 2010 seperti peningkatan infrastruktur berupa penambahan ATM dengan berbagai fitur, jaringan kantor cabang, serta peningkatan kapasitas layanan teknologi informasi. Selama periode ini telah dilakukan beberapa peningkatan seperti penambahan ATM dari 22 unit menjadi 172 unit ATM, jaringan kantor layanan dari sebelumnya berjumlah 286 menjadi 367 kantor layanan yang tersebar di seluruh Indonesia dan kantor cabang di Kuala Lumpur, Malaysia. Inisiatif lain yang telah dilakukan perseroan selama 2010 adalah penguatan dan pengembangan brand produk dengan dengan terus mempertajam focus pelayanan untuk segmen corporate, retail, dan international banking. Terobosan retail banking ditandai dengan pengemasan produk (product 75
Lalu Rusli, Wawancara 27 Desember 2011.
55
repackaging) terhadap beberapa produk tabungan dengan fitur tambahan yang lebih bermanfaat. Selain brand berbasis co-branding, pada tahun 2009 Bank Muamalat hanya memiliki 5 brand produk utama yaitu Tabungan Ummat, Tabungan Shar-e, Tabungan Haji Arafah, Deposito Fulinves, dan KPR Syariah Baiti Jannati. Berdasarkan hasil penelitian serta pengembangan yang telah dilakukan, maka selama tahun 2010 telah berhasil melaksanakan peluncuran ulang 10 produk Untuk mendorong pertumbuhan penjualan beberapa upaya telah dilakukan antara lain peningkatan kuantitas dan kualitas tim penjualan berupa penambahan jumlah tenaga penjual, perbaikan sales strategy dan sales management, penerapan standar layanan baru serta melakukan program promosi yang sesuai dengan target market yang disasar. Program promosi yang dinamakan “Muamalat Berbagi Rezeki“ hasilnya dapat meningkatkan volume bisnis dan peningkatan brand awareness.76 Corporate Banking memasuki segmen usaha korporasi menengah. Sektor usaha yang dibidik bersifat selektif, sehingga risikonya relatif terkendali. Pemberian pembiayaan dilakukan secara mandiri atau sindikasi. Strategi yang dilakukan telah membuat kualitas portofolio membaik. Hal ini terlihat dari perolehan Non-Performing Financing (NPF) Nett yang pada tahun 2009 sebesar 4,10% dan menurun menjadi 3,51% tahun 2010. Untuk bisnis di financial institution & international banking, fokus pengembangan terletak pada penghimpunan dana dari sektor publik, lembaga pemerintah, dan swasta, termasuk
76
Ibid.
56
program penghimpunan dana dalam valuta asing melalui pemberdayaan kantor cabang luar negeri di Kuala Lumpur, Malaysia. Aktivitas financing dilakukan melalui program channeling melalui perusahaan afiliasi dan non-afiliasi yang salah satu kemanya berbentuk joint financing. Model channeling melalui perusahaan pembiayaan dilaksanakan dengan menggandeng sejumlah Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Selain itu, selama tahun 2010 Bank Muamalat juga aktif memanfaatkan peluang bisnis melalui portofolio investasi pada surat berharga hingga menyentuh Rp 530 miliar. Komposisi penempatan pada sukuk negara sebesar 95% dan sisanya dalam sukuk korporat. Semua inisiatif bisnis yang dijalankan merupakan wujud dari upaya untuk mempertajam fokus bisnis guna memacu kinerja yang lebih baik dalam menghadapi persaingan industri yang semakin kompetitif.
4.3.2. Implementasi Produk Qardhul Hasan pada Bank Muamalat Indonesia (BMI) Dalam bahasan ini akan dibagi menjadi dua hal penting, yaitu: 1) pelaksanaan program al-qardhul hasan pada PT Bank Muamalat; dan 2) pelaksanaan program CSR pada PT Bank Muamalat.
4.3.2.1. Program dan Pelaksanaan Qardhul Hasan Pelaksanaan pembiayaan produk qardhul hasan didasarkan pada fatwa DSN-MUI Nomor: 19/DSN-MUI/IV/2001, tentang al-Qardh, Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor: 7/46/PBI/2005 tentang Akad Penghimpunan dan
57
Penyaluran Dana bagi Bank yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah; dan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor: 9/19/PBI/2007 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah Dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Bank Syariah. Berdasarkan aturan tersebut, BMI menetapkan ketentuan tentang pelaksanaan al-qardhul hasan adalah sebagai berikut:77 a) Pinjaman Qardh adalah penyediaan dana atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara peminjam dan Bank yang mewajibkan peminjam melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu. b) Bank dapat menerima imbalan
namun tidak boleh mensyaratkan adanya
imbalan tersebut dalam perjanjian. Imbalan, jika diberikan diakui sebagai pendapatan pada saat diterima. c) Pinjaman Qardh diakui sebesar jumlah dana yang dipinjamkan pada saat terjadinya. Kelebihan penerimaan dari pinjaman atas Qardh yang dilunasi diakui sebagai pendapatan pada saat terjadinya. d) Pinjaman Qardh disajikan sebesar saldo pinjaman dikurangi penyisihan kerugian.
Pelaksanaan al-qardhul hasan dalam BMI, adalah, a) Pelaku yang terdiri dari pemberi dan penerima pinjam; b) Obyek akad, berupa uang yang dipinjamkan; dan c) Ijab Kabul (serah terima). Adapun ketentuannya adalah 77
Bank Muamalat Indonesia, Buku Pedoman Produk Qardhul Hasan tahun 2010.
58
Pelaku harus cakap hukum dan baligh. Obyek akad, ketentuannya adalah: 1)jelas nilai pinjamannya dan waktu pelunasannya; 2) Peminjam diwajibkan membayar pokok pinjaman pada waktu yang telah disepakati, tidk boleh diperjanjikan aka nada penambahan atas pokok pinjamannya. Namun peminjam dibolehkan memberikan sumbangan secara sukarela; 3) Apabila memang peminjam mengalami kesulitan keuangan, maka waktu peminjaman dapat diperpanjang atau menghapuskan sebagian atau seleruh kewajibannya. Namun, jika peminjam lalai maka dapat dikenakan denda. Sedangkan, Ijab Kabul adalah pernyataan dan ekspresi saling rida/rela di antara para pihak pelaku akad yang dilakukan secara verbal dan tertulis melalui korespondensi atau menggunakan cara-cara komunikasi modern.78 Apabila dalam pelaksanaan akad al-qardhul hasan, salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya
dilakukan
melalui
Badan
Arbitrasi
Syari’ah
Nasional
(Basyarnas)79, setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.80 a) Ketentuan sumber dana qardhul hasan BMI. Sumber dana al-qardhul hasan berasal dari sumber eksternal dan internal. Sumber dana eksternal meliputi dana qardh yang diterima dari pihak lain (sumbangan, infak, shadaqah, zakat, wakaf, atau lainnya), dana yang 78
Ibid. Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas) merupakan salah satu wujud dari Arbitrase Islam yang pertama kali didirikan di Indonesia. Kehadirannya karena dilatar belakangi oleh kesadaran dan kepentingan umat untuk melaksanakan syariat Islam, melainkan juga lebih dari itu adalah menjadi kebutuhan riil sejalan dengan perkembangan kehidupan ekonomi dan keuangan di kalangan umat. Karena itu, tujuan dan fungsi adalah menyelesaikan kemungkinan terjadinya sengketa muamalat yang timbul dalam hubungan perdagangan, industri keuangan, jasa dan lainlain dikalangan umat Islam. Lihat, http://www. mui.or.id/index.php? option=com_ content&view= article&id=57&Itemid=83, diakses pada tanggal 12 Pebruari 2012. 80 Bank Muamalat Indonesia, Buku Pedoman Produk Qardhul Hasan tahun 2010. 79
59
disediakan oleh para pengurus BMI, dan hasil pendapatan non-halal Bank. Sumber dana internal meliputi hasil tagihan pinjaman qardhul hasan bagi para pegawai BMI.81 b) Pemanfaatan Dana al-qardhul hasan yang diterapkan oleh BMI. Berdasarkan temuan penelitian, pemanfaatan dana al-qardhul hasan sebagai berikut: 1) Pinjaman talangan haji, di mana nasabah calon haji diberikan pinjaman talangan untuk memenuhi syarat penyetoran biaya haji. Nasabah akan melunasinya sebelum keberangkatannya ke tanah suci; 2) Pinjaman tunai (cash advanced) dari produk kartu kredit syariah, dimana nasabah diberi keleluasaan untuk menarik uang tunai milik bank melalui ATM. Nasabah akan mengembalikannya sesuai waktu yang telah ditentukan; 3) Pinjaman kepada pengusaha kecil, dimana menurut perhitungan bank akan memberatkan si pengusaha bila diberikan pembiayaan dengan skema jual beli, ijarah, atau bagi hasil; 4) Pinjaman kepada pengurus bank, dimana bank menyediakan fasilitas ini untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan pengurus bank. Pengurus bank akan mengembalikannya secara cicilan melalui pemotongan gajinya; 5) Produk pelengkap kepada nasabah yang telah terbukti loyalitas dan bonafiditasnya, yang membutuhkan dana talangan segera untuk masa yang
81
Ibid.
60
relatif pendek. Nasabah tersebut akan mengembalikan secepatnya sejumlah uang yang dipinjamnya; 6) Fasilitas nasabah yang memerlukan dana cepat, sedangkan ia tidak bisa menarik dananya karena misalnya tersimpan dalam bentuk deposito; 7) Produk untuk menyumbang usaha yang sangat kecil atau membantu sektor sosial.
Adapun, skema penyaluran dana al-qardhul hasan yang dikembangkan oleh BMI, adalah sebagai berikut: Gambar: 3 Skema Qardhul Hasan di PT. Bank Muamalat Indonesia.82
82 Secara umum, skema produk al-qardhul hasan di BMI tidak berbeda dengan Bank Syariah lainnya. Hal ini, secara teoritis pengelolaan produk al-qardhul hasan berkisar pada perputaran uang (modal) antara Bank dan nasabah sebagai wujud kemitraan. Skema di atas, juga menjadi pedoman pada perbankan syariah lainnya, lihat Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Penerbit: Gema Insani Press bekerjasama dengan Tazkia Cendekia, Jakarta: 2001, hal. 134
61
c) Perkembangan pengelolaan dana al-qardul hasan di BMI. Secara umum, perkembangan pengelolaan dana al-qardul hasan di BMI, adalah sebagai berikut. Perkembangan al-Qardhul Hasan PT. Bank Muamalat Indonesia.
Sumber data: BMI 2011. Pada akhir 2010 Pinjaman al-qardhul hasan, yang berhasil didistribusikan sebesar Rp 1.195,65 miliar, meningkat 290,21% jika dibandingkan tahun 2009, yang tercatat sebesar Rp 306,41 miliar. Peningkatan yang sangat signifikan ini dipicu oleh peningkatan pembiayaan dana talangan haji yang tumbuh seiring minat masyarakat yang juga tinggi dalam melakukan ibadah haji. Peningkatan pembiayaan dana talangan haji pun didukung oleh strategi Bank Muamalat dalam mendapatkan nasabah dengan berkerjasama dengan kelompok bimbingan ibadah haji maupun penyelenggara haji.
62
a) Karakter Nasabah Qardhul Hasan Karakter merupakan tabiat atau watak atau budi pekerti (akhlak) seseorang. Nasabah dengan karakter baik berarti mempunyai tabiat atau watak atau akhlak yang baik. Hasil deskripsi telah memberikan gambaran karakteristik nasabah nasabah penerima Qardhul Hasan, yaitu 73,33% berkarakter baik. Sedangkan, 26,67 % mempunyai karakter kurang baik (jelek). Karakter nasabah baik atau kurang baik (jelek) berdasarkan hasil evaluasi pemberian pembiayaan qardhul hasan. Kalau nasabah memiliki kejujuran dan mau bekerjasama selama menggunakan pembiayaan qardhul hasan, maka akan dinilai baik. Tetapi sebaliknya, kalau nasabah kurang jujur dan kurang mau bekerjasama selama menggunakan pembiayaan qardhul hasan, maka akan dinilai kurang baik (jelek). Sebagai gambaran tentang karakteristik responden yang telah terkumpul diketahui melalui pengujian deskriptif, Nasabah penerima alqardhul hasan mempunyai karakter baik, jumlahnya mencapai (73,33%), sisanya sebanyak (26,67%) berkarakter kurang baik (jelek). Dari perbandingan tersebut, meskipun (73,33%) berkarakter baik, namun peluang macetnya pengembalian dana qardhul hasan sebanyak 26,67%. Berdasarkan hasil penelitian, atas rekomendasi petugas Bank sebelum pencairan dana pembiayaan al-qardhul hasan, calon nasabah menunjukkan berkarakter yang baik. Namun, berdasarkan evaluasi, setelah pinjaman Qardhul Hasan diberikan kepada nasabah penerima Qardhul Hasan, ternyata ada nasabah
63
yang mempunyai baik, dalam arti nasabah baik apabila jujur dan kompromi dalam upaya menyelesaikan pinjaman tersebut, dan nasabah yang mempunyai karakter kurang baik (jelek), apabila nasabah jujur tetapi tidak kompromi atau tidak jujur dan tidak kompromi dalam upaya menyelesaikan pinjaman. Hasil evaluasi terhadap penerima al-qardhul hasan menunjukkan bahwa 26,67% nasabah mempunyai berkarakter kurang baik (jelek), karena tidak kompromi dalam menyelesaikan pinjaman. b) Tujuan Mengambil Pembiayaan al-Qardhul Hasan. Untuk mengetahui maksud nasabah dalam mengambil qardhul hasan di Bank Syariah, dipakai istilah purpose. Menggunakan kegiatan purpose, Bank dapat mengetahui dari awal penggunaan dana pembiayaan al-qardhul hasan. Fasilitas pinjaman al-qardhul hasan, oleh nasabah sebagian besar digunakan untuk tambahan modal kerja, yakni sebanyak (73,49)%, dan 16,67% untuk kebutuhan investasi pembelian sarana usaha, serta 5,84% untuk penggunaan lainya seperti keperluan biaya sekolah atau talangan lainya. Hasil analisis kualitatif memberikan gambaran bahwa karakteristik tujuan penggunaan penerima al-qardhul hasan, untuk menambah modal kerja, penggunaan untuk investasi atau sarana usaha serta untuk keperluan lainya. Karakteristik ini menjelaskan pihak Bank mempunyai nasabah al-qardhul hasan yang bertujuan menambah modal kerja. Penelitian juga menemukan bahwa purpose berkorelasi negatif terhadap kredit macet, tetapi tidak dapat digunakan sebagai ukuran dalam penilaian kredit macet, karena semakin besar
64
tujuan penggunaan pinjaman, maka semakin tinggi upaya pengembalian dananya kepada Bank. Dalam konteks ini, bank yang membantu permodalan bagi nasabah merupakan tindakan pada tingkatan al-dharuriyyat pada aspek kebutuhan manusia. Pemberian modal kerja menjadi lebih bermanfaat (maslahah) dibanding pemberian untuk investasi. Dalam pemberian modal kerja melalui program al-qardhul hasan, bank mendahulukan kebutuhan mendasar bagi nasabah dalam menyambung kehidupannya, yaitu menjaga jiwa, kehormatan dan harta. Dengan responden memilih tujuan program al-qardhul hasan untuk menambah modal kerja, menjadikan bank telah menciptakan kemaslahatan bagi masyarakat dalam upaya meningkatkan kesejahteraan sosial secara lebih baik. c) Analisis terhadap Responden Referensi. Referensi disini merupakan rekomendasi atau personal garansi ataupun pendampingan terhadap seseorang (calon nasabah) dari pihak ketiga agar pihak Bank mempercayai orang tersebut. Dalam kondisi yang wajar (tanpa tekanan) referensi sangat membantu Bank menilai integritas calon nasabah agar tidak salah pilih calon nasabah. Ketepatan pemilihan nasabah ini pada akhirnya dapat menekan pembiayaan macet. Calon nasabah pada waktu pengajuan permohonan untuk menggunakan pembiayaan al-qardhul hasan kepada Bank, dapat dikatakan
65
orang asing bagi pihak bank, sehingga wajar pihak Bank perlu tahu segala hal yang berkaitan dengan jati diri calon nasabah tersebut. Referensi dari seseorang (pihak ketiga) yang dapat dipercaya sangat berarti bagi pihak Bank dalam rangka mengetahui jati diri tersebut, sehingga tidak salah menilai karakter calon nasabah. Dalam kedudukan seperti ini referensi merupakan mata rantai untuk mendapatkan karakter nasabah yang baik, serta lebih diharapkan pemberi referensi sebagai pendamping. Penelitian ini telah membuktikan bahwa referensi berkorelasi negatif terhadap macetnya pengembalian dana al-qardhul hasan. Hal ini, referensi membantu pihak Bank untuk memilih calon nasabah yang tepat sehingga meminimalkan terjadinya kredit macet. Kemungkinan, semakin banyak nasabah yang dipilih berdasarkan referensi, semakin kecil terjadinya kredit macet, demikian juga sebaliknya. Dari hasil penelitian diketahui bahwa nasabah penerima pembiayaan al-qardhul hasan di Bank yang mendapatkan referensi hanya (41,57%). Hal ini berarti pihak Bank harus meningkatkan mekanisme untuk mengetahui calon nasabah dengan melibatkan pihak ketiga (referen) agar jumlah nasabah yang
diketahui
dengan
pasti
(referensi)
akan
meningkat,
sehingga
kemungkinan pengembalian dana menjadi lancar. d) Ukuran kemampuan nasabah mengembalikan pinjaman. Ukuran kemampuan nasabah mengembalikan pinjaman yang telah diterima disebut dengan istilah payment.
Payment dapat dilihat dengan
66
membandingkan
pendapatan
nasabah
setiap
bulan
dengan
angsuran
perbulannya. Hasil penelitian deksriptif mengungkapkan, bahwa tingkat kemampuan nasabah penerima pembiayaan al-qardhul hasan di Bank syariah dalam mengembalikan angsuran perbulan yang angsuran perbulan tidak melebihi 25% pendapatan yang bersangkutan ada sebanyak 81 nasabah qardhul hasan. Sedangkan nasabah yang persentasi pendapatan dibandingkan angsuran sebesar 25% sampai dengan 50% ada 23 Nasabah dan 16 nasabah yang prosentase pendapatan terhadap angsuran diatas 50%. Penelitian ini telah membuktikan bahwa payment berkorelasi negatif signifikan terhadap kredit macet. Dengan demikian, payment membantu pihak Bank dalam menilai kemampuan yang wajar bagi calon nasabah penerima qardhul hasan yang tepat sehingga meminimalkan terjadinya kredit macet. Semakin akurat perhitungan jumlah nominal yang diberikan kepada nasabah oleh Bank dengan perbandingan berdasarkan payment atau kemampuan membayar, semakin kecil terjadinya kredit macet, demikian juga sebaliknya. Nasabah penerima al-qardhul hasan di Bank Syariah yang mempunyai kemampuan membayar angsuran atau payment sebesar kurang dari 25% sebanyak 65,46%, berarti pihak Bank sudah memperhitungkan kemampuan calon nasabah dalam mengembalikan angsuran, semakin akurat perhitungan payment semakin kecil terjadi kredit macet. Persepsi respoden tersebut, menganggap bahwa produk al-qardhul hasan merupakan produk pelengkap sebuah bank syariah haruslah ditinjau
67
ulang. Hal tersebut membuat perkembangan pinjaman al-qardhul hasan di perbankan syariah mengalami perkembangan tunggakan angsuran yang semakin meningkat setiap tahunnya, serta sistem pengelolaannya belum dilakukan baik dan profesional. Pemahaman terhadap program al-qardhul hasan harus didasarkan pada prinsip tujuan hukum Islam (al-maqasid al-syariah) yang berkaitan dengan pemeliharaan kemaslahatan (al-maslahah). Prinsip ini merefleksikan pada kepentingan umum bukan pada kepentingan individu. Persepsi responden bahwa program al-qardhul hasan sebagai pinjaman lunak yang harus dikembalikan, membuktikan sebagian masyarakat bahwa program al-qardhul hasan
bertujuan untuk kepentingan kemaslahatan umum yang perlu
diimbangi dengan kepercayaan nasabah.
4.3.2.2. Program Corporate Social Responsibility (CSR). PT Bank Muamalat Indonesia Tbk. mengalokasikan dana sebesar 2,5% dari laba perusahaan untuk program CSR. Penyaluran dana CSR tersebut dilakukan melalui Baitulmaal Muamalat (BMM), Yayasan Dana Dakwah Pembangunan (YDDP) Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Ikatan Cendekiawan Muslim se- Indonesia (ICMI).83 Menurut BMI, CSR ini merupakan wujud dari
83
Baitulmaal Muamalat (BMM) merupakan yayasan yang didirikan oleh Bank Muamalat pada 16 Juni 2000 sebagai perpanjangan tangan perseroan dalam melaksanakan kegiatan CSR dan kegiatan sosial lainnya. Pelaksanaan kegiatan sosial yang dilakukan BMM bersumber dari alokasi dana CSR Bank Muamalat, dana ZIS (Zakat, Infak, Sedekah) perseroan, karyawan dan nasabah Bank Muamalat, serta dana Non-ZIS perusahaan dan dana sosial lainnya.
68
komitmen Bank Muamalat untuk ikut andil memajukan ekonomi masyarakat melalui usaha mikro dengan prinsip syariah.84 BMM mempunyai visi yang jelas, yaitu menjadi motor penggerak program kemandirian ekonomi ummat menuju terwujudnya tatanan masyarakat yang berkarakter, tumbuh dan peduli (empowering a caring society). Adapun misi yang dituju oleh BMM adalah, a) Melaksanakan program pemberdayaan ekonomi dan sosial masyarakat secara terintegral dan komprehensif; dan b) Membangun dan mengembangkan jaringan kerja pemberdayaan seluasnya.85 Pelaksanaan kegiatan sosial yang dilakukan BMM bersumber dari dana ZIS (Zakat, Infaq dan Sadaqah) Bank Muamalat, karyawan dan nasabah, dana CSR, dan dana sosial lainnya, serta dana non-halal yang diterima Bank Muamalat seperti pendapatan yang bersumber dari penempatan dana pada bank konvensional.86 Selama tahun 2010 telah disalurkan dana CSR sebesar Rp 22,8 Miliar dari total dana penerimaan untuk kegiatan sosial, sebesar Rp. 27,7 Miliar.87 Adapun, selama tahun 2011, Bank Muamalat telah menyalurkan dana CSR sebesar Rp. 11.6 Miliar, dari total penerimaan sebesar Rp. 32.5 Miliar.88 Dalam aktivitas BMI dalam menjalankan fungsi sosialnya melalui pembiayaan al-qardhul hasan, telah dijalankan dengan perbandingan rasio pembiayaan al-qardhul hasan atau qardh ratio (QR) dengan total pembiayaan yang disalurkan BMI. QR digunakan untuk mengukur besarnya kontribusi 84
Iwan Agustiawan, Sekretaris BMM, Wawancara tanggal 12 Januari 2012. Iwan Agustiawan, Wawancara, tanggal 12 Januari 2012. 86 Iwan Agustiawan, Wawancara, tanggal 12 Januari 2012. 87 Laporan Tahunan PT Bank Muamalat Indosesia tahun 2010, Jakarta: Juli 2011, hal 214. 88 Laporan Tahunan PT Bank Muamalat Indosesia tahun 2011, Jakarta: Juli 2011, hal 258. 85
69
pembiayan
al-qardh
perbankan
syariah
tersebut.
QR
dihitung
dengan
membandingkan pembiayaan al-qardh dengan total pembiayaan yang dilakukan oleh
perbankan
syariah.
Semakin
tinggi
komponen
pembiayaan
ini,
mengindikasikan kepedulian bank syariah yang tinggi kepada pihak yang mengalami kesulitan. Tabel Pembiayaan al-Qardh dan Total Pembiayaan BMI 2010-2011 (dalam miliar rupiah) Uraian Pembiayaan al-qard Total Pembiayaan Sumber data: Primer
2010 33.95 6,628.09
2011 122.02 8,618.05
Dari tabel di atas, menunjukkan bahwa BMI telah menyalurkan dana alqardhul hasan kepada masyarakat yang membutuhkan. Adapun rincian dana yang disalurkan oleh Bank Muamalat kepada BMM untuk kegiatan sosial selama tahun 2011 adalah sebagai berikut:
Tabel Jumlah Kegiatan CSR tahun 2011 No 1
Uraian Jumlah (Rp) Zakat Perseroan (sebesar 2,5 % dari 4,406,259,790.96 LabaTahun Buku 2010) 2 Zakat Karyawan Bank Muamalat 3,255,839,852.33 3 Zakat Nasabah (Tabungan dan 1,820,467,003.47 Deposito) 4 Dana Non ZIS 2,083,798,831.00 Jumlah 11,566,365,477.76 Sumber: Laporan Tahunan Bank Muamalat tahun 2011.
Tidak hanya bersumber dari Bank Muamalat, BMM juga telah menerima dana zakat, infaq, sedekah (ZIS), wakaf, kemanusiaan dan dana Non-ZIS, serta dana sosial lainnya dari masyarakat dan beberapa lembaga lainnya baik di dalam
70
negeri maupun luar negeri, seperti Garuda Indonesia, Islamic Development Bank (IDB) dan Organization of the Islamic Conference (OIC) dan beberapa lembaga lainnya. Pada tahun 2011, total dana yang diterima BMM mencapai sebesar Rp 32,6 miliar.89 Penerimaan
dana
tersebut
mengalami
peningkatan
sebesar
18%
dibandingkan dengan tahun 2010 yang hanya sebesar Rp 27,7 miliar. Pertumbuhan tersebut, merupakan wujud dari meningkatnya kepercayaan masyarakat dan lembaga lainnya untuk menyalurkan dana sosial mereka kepada BMM. Tidak hanya kepada BMM itu sendiri, secara tidak langsung pencapaian tersebut juga merupakan bentuk dari kontribusi Bank Muamalat sebagai pendiri BMM untuk mensejahterahkan ekonomi masyarakat dengan prinsip syariah, peningkatan kualitas hidup dan kepedulian terhadap lingkungan yang dijalankan melalui program-program BMM. Dalam penyaluran dana CSR, BMM mempunyai program yang meliputi: 1) Pemberdayaan Ekonomi, BMM ikut mengembangkan ekonomi masyarakat kecil dan menengah melalui program KUM3 (Komunitas Usaha Mikro Muamalat Berbasis Mesjid) dan Program Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS). Dana yang telah disalurkan Baitulmaal Muamalat untuk kedua program tersebut semasa tahun 2010 sebesar Rp 1,4 miliar. 1) KUM3 (Komunitas Usaha Mikro Muamalat Berbasis Mesjid), merupakan salah satu program pendayagunaan dana ZIS (Zakat, Infaq dan sedekah) 89
Laporan Tahun an Bank Muamalat tahun 2011.
71
yang bertujuan membangun keimanan dan ketakwaan mustahik serta peningkatan pendapatan melalui pembinaan usaha dan pemberian pinjaman dana kebajikan (al-Qardh). Visi KUM3 adalah terwujudnya komunitas usaha mikro berbasis masjid yang berkarakter, tumbuh, dan peduli. Adapun misinya a) Memfasilitasi komunitas usaha mikro melalui pendayagunaan dana ZIS; b) Meningkatkan peran dan memakmurkan mesjid; 3) Meningkatkan kesalihan peserta dan pihak yang terlibat di dalamnya; 4) Mendorong berkembangnya bisnis peserta; dan 5) Mendorong
tumbuhnya
kepedulian
peserta.
Dalam
melaksanakan
programnya, strategi yang dijalankan adalah, a) Pembinaan Islam yang integral dan berkelanjutan, b) Pendampingan usaha yang tersistem dan terencana; dan c) Penumbuhan kepedulian sosial di sekitar wilayah pemberdayaan. Adapun bentuk kegiatannya adalah, 1) Penumbuhan modal sosial dalam masyarakat dengan pembentukan kelompok yang solid dan mudah dikendalikan; 2) Pembinaan mental spiritual peserta melalui kegiatan pengajian rutin pekanan; 3) Pendampingan usaha melalui kegiatan pelatihan dan fasilitasi pemasaran produk peserta; dan 4) Pemberian dana kebajikan (al-Qardh). Adapun, sasaran KUM3 adalah mustahik (fakir atau miskin) yang berdomisili di sekitar mesjid mitra program KUM3. Dengan kriteria sebagai berikut: a) Fakir, yaitu seseorang yang memiliki harta atau usaha, namun hanya mampu mencukupi 50% atau kurang dari kebutuhan dasar dan berpenghasilan rata-rata per bulan sebesar Rp 1.040.000,00 (kota) atau Rp 602.000,00
72
(desa); b) Miskin, yaitu seseorang yang memiliki harta atau usaha, namun hanya mampu mencukupi 60%-90% dari kebutuhan dasar, dan berpenghasilan rata-rata per bulan sejumlah Rp 2.080.000,00 (kota) atau Rp 1.204.166,00 (desa). Sedangkan, kriteria usaha yang akan dibantu melalui program KUM3, adalah, 1) Omset usaha tidak lebih dari Rp 5.000.000,00; 2) Kepemilikan usaha sendiri; 3) Berusia antara 17 – 55 tahun; 4) Memiliki rumah sendiri atau tinggal bersama keluarga; 5) Penanggung jawab utama merupakan pencari nafkah; 6) Berstatus menikah, kepala rumah tangga dan memiliki tanggungan ataupun janda; dan 7) Tidak memiliki hubungan darah dengan pendamping, dan pengurus masjid (untuk menghindari konflik kepentingan).90
2) Program Koperasi Jasa Keuangan Syariah – Komunitas Usaha Mikro Muamalat Berbasis Masjid (KJKS – KUM3) Koperasi Jasa Keuangan Syariah – Komunitas Usaha Mikro Muamalat berbasis Mesjid adalah suatu lembaga keuangan formal yang didirikan melalui pemberdayaan usaha mikro muamalat berbasis mesjid yang bertujuan menjaga keberlangsungan program. Koperasi Jasa Keuangan Syariah – Komunitas Usaha Mikro Muamalat berbasis Mesjid (KJKS – KUM3) merupakan proses akhir dari program KUM3 di satu wilayah yang telah mengikuti tahapan program maksimal 2 tahun, kemudian diarahkan mandiri dalam bentuk legalisasi kepemilikan dana amanah. Lalu dibentuk menjadi KJKS KUM3 sebagai 90
Laporan Tahun an Bank Muamalat tahun 2011.
73
wilayah yang berpredikat baik dalam program pendampingan usaha dan tingkat pengembalian. Program KUM3 tahun 2010 telah berhasil membentuk 7 KJKS di 4 wilayah KUM3 yang memiliki prestasi baik, yaitu: 3) Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) Program ini bertujuan membantu, menumbuhkan, dan menguatkan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) di Indonesia melalui pemberian modal, pendampingan, pelatihan, dukungan teknologi dan lain-lain. Program pemberdayaan dan pengembangan LKMS selama ini dilakukan secara bersama dengan lembaga mitra, salah satunya Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah. Melalui program ini diharapkan masyarakat dapat lebih mandiri secara ekonomi, berdaya dalam berkarya, menjadi masyarakat yang tumbuh, serta berkarakter dan peduli. 2) Program Pendidikan. BMM mengembangkan program pendidikan melalui: a. Orphan Kafala adalah Program OIC Alliance merupakan program pemberdayaan masyarakat, khususnya anak yatim dan keluarga korban musibah gempa tsunami di Nanggroe Aceh Darussalam yang merupakan program kerja sama antara Islamic Development Bank (IDB) dengan BMM. Progam Kafala yang diamanahkan IDB kepada BMM sudah berjalan 3 tahun dengan jumlah penerima dana 3.025 anak yatim di Aceh. Total dana beasiswa yang disalurkan pada tahun 2010 sebesar Rp 8,5 Miliar. Kafala merupakan program jaminan anak yatim yang meliputi,
74
Jaminan hidup melalui pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari; Jaminan pendidikan melalui pemberian beasiswa; dan Jaminan kesehatan. Realisasi program dilakukan berupa pengasuhan dan pembinaan rutin untuk keagamaan dan akademik, pembekalan mental, serta pelatihan kewirausahaan. Beasiswa pendidikan diberikan kepada 367 anak yatim dan fakir miskin tingkat SD-SMU rata-rata sebesar Rp 250.000,00 per anak per bulan. Bantuan yang diberikan diharapkan dapat mendukung keberlangsungan pendidikan mereka agar menjadi mandiri.91 b. Program Islamic Solidarity School (ISS) adalah fasilitas pendidikan terpadu yang diperuntukan bagi anak yatim korban tsunami Aceh. Sekolah ini dibangun oleh Islamic Devlopment Bank bekerja sama dengan Pemerintah Daerah Aceh Besar. ISS Diresmikan Presiden IDB pada tanggal 25 Jul 2006. Pengelolaan sekolah ini berada dibawah manajemen dan supervisi BMM yang didukung oleh Bank Muamalat sebagai bank syariah dengan jangkauan jaringan terluas di seluruh Indonesia. Sekolah yang berdiri sejak tahun 2006 ini diharapkan dapat memberikan pendidikan yang layak bagi generasi penerus serambi mekah. Sejak tanggal 25 Juni 2009, fasilitas terpadu untuk anak yatim korban tsunami Aceh yang terletak di Jantho, Aceh ini telah diserahterimakan dari Islamic Development Bank kepada Pemerintah Daerah Aceh Besar dan BMM kembali mendapat kepercayaan sebagai operatornya. Kurikulum yang digunakan di sekolah ini adalah kurikulum nasional yang diperkuat dan 91
Iwan Agustiawan, Wawancara, tanggal 12 Januari 2012.
75
diperkaya dengan kurikulum pesantren dan program eksternal. Sekolah ini diharapkan mendapat dukungan masyarakat dan terus berkelanjutan guna memberikan pendidikan yang layak dan berkualitas bagi generasi penerus setempat. Jumlah dana yang telah disalurkan selama 2010 sebesar Rp 1,1 miliar. c. Program Beasiswa Pendidikan. Salah satu wujud kepedulian perusahaan terhadap pemerataan pendidikan anak bangsa tercermin dari program santunan pendidikan berupa pemberian beasiswa kepada anak yatim dan miskin
berprestasi,
sosialisasi
kegiatan
pendayagunaan,
bantuan
pembangunan dan renovasi gedung sekolah di beberapa wilayah di Indonesia. Dana yang telah dikeluarkan untuk program ini semasa tahun 2010 mencapai Rp 1,8 miliar. BMM telah memberikan santunan tunai kepada 36.996 orang dan 6 lembaga yaitu Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah, Yayasan Budi Asih, Pondok Pesantren Assyafi iyah, Pesantren An-Nawawi, serta Forum Zakat untuk diteruskan kepada korban bencana di Wasior dan Badan Wakaf Indonesia. 3) Program Santunan Sosial. BMM telah mengeluarkan dana untuk proram santunan sosial, berjumlah Rp. 6,4 miliar dengan 52.839 orang penerima manfaat. BMM mengambangkan program santunan sosial melalui: a. Aksi Tanggap Muamalat (ATM), yang merupakan program kemanusiaan untuk membantu korban bencana alam seperti gempa bumi dan banjir. Maraknya bencana alam yang terjadi belakangan ini menumbuhkan kesadaran akan pentingnya pengelolaan bantuan secara efektif dan
76
berkelanjutan. Para pengungsi tak hanya membutuhkan bantuan sesaat setelah terjadinya bencana. Namun memerlukan pemulihan kondisi sosialekonomi seperti sediakala, sehingga perlu perhatian khusus dalam jangka panjang. Penanganan bencana awan panas Gunung Merapi, Yogyakarta tahun 2010 dilakukan lewat program ATM dengan mengelontorkan dana sebanyak Rp 2 miliar. Bantuan langsung tahap emergency dilaksanakan pada 26 Oktober 2010, dilanjutkan dengan program perbaikan dan pemulihan (rehabilitation and recovery) seperti pengadaan sarana sanitasi berupa air bersih di 8 titik bencana, layanan kesehatan, perbaikan sekolah dan rumah ibadah, serta beasiswa bagi anak korban. Selain aksi tanggap bencana Merapi, Bank Muamalat pun ikut aktif menangani bencana alam tsunami di Mentawai.92 b. Program SBL berbagi Cahaya Ramadhan, Program memakmurkan dan berbagi kebahagiaan pada bulan Ramadhan dilakukan dalam bentuk santunan untuk Sahur, Berbuka, dan Lebaran (SBL) kepada keluarga miskin, anak yatim usia sekolah dan pengusaha mikro binaan BMM di seluruh Indonesia dengan dana senilai Rp 3,9 miliar. Santunan yang diberikan sebesar Rp 250.000,00 per orang, terdiri dari tabungan sejumlah Rp 100.000,00 dan paket sembako senilai Rp 150.000,00 yang dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan sahur dan berbuka selama bulan Ramadhan. Acara tersebut difasilitasi dan diselenggarakan oleh 75 kantor
92
Laporan Tahunan Bank Muamalat tahun 2011.
77
cabang Bank Muamalat yang tersebar di 33 propinsi dengan tujuan berbagi, peduli, dan menanamkan kasih sayang.93 4) Program Santunan Kesehatan, merupakan program layanan kesehatan Muamalat yang diperuntukkan bagi masyarakat tidak mampu. Program ini digunakan untuk biaya berobat bagi yang kurang mampu, pengadaan mobil ambulance, dan bantuan pembangunan Rumah Sehat Terpadu.94 Dengan demikian, dalam pelaksanaan tanggung jawab sosial atau Coporate Social Responsibility (CSR), BMI senantiasa berkomitmen untuk membangun kualitas kehidupan yang lebih baik, terutama bagi masyarakat di sekelilingnya dan lingkungan sosial di mana bank berada. Bentuk kepedulian sosial ini dilakukan secara terpadu dan berkelanjutan. Dalam hal pemberdayaan ekonomi, BMM melalui program Komunitas Usaha Mikro Muamalat Berbasis Mesjid (KUM3), menekankan pada program pendayagunaan dana ZIS (Zakat, Infaq & Sedekah) yang bertujuan membangun keimanan dan ketakwaan mustahik serta peningkatan pendapatan melalui pembinaan usaha dan pemberian pinjaman dana kebajikan (al-Qardh). Disamping
itu,
dalam
pemberdayaan
ekonomi,
BMM
melalui
Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS). Program ini bertujuan membantu, menumbuhkan, dan menguatkan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) di Indonesia melalui pemberian modal, pendampingan, pelatihan, dukungan teknologi dan lain-lain. Program pemberdayaan dan pengembangan LKMS selama ini dilakukan secara bersama dengan lembaga 93 94
Iwan Agustiawan, Wawancara, tanggal 12 Januari 2012. Ibid.
78
mitra, salah satunya Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah. Melalui program ini diharapkan masyarakat dapat lebih mandiri secara ekonomi, berdaya dalam berkarya, menjadi masyarakat yang tumbuh, serta berkarakter dan peduli. Kaitannya dengan CSR, Bank Mumalat selalu berperan aktif dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat melalui program CSR, terutama bagi masyarakat
di
sekeliling
perusahaan
yang
dilakukan
terprogram
dan
berkelanjutan. Kebijakan internal Bank Muamalat menetapkan bahwa dana CSR digunakan untuk kepedulian sosial kemasyarakatan seperti Program Pendidikan, Kesehatan, Dakwah & Sosial, serta Program Ekonomi Produktif. Pada tahun 2011, BMI telah melakukan CSR dalam bentuk, antara lain: 1) Pemberdayaan ekonomi, Baitul Maal Muamalat (BMM) menyerahkan Aksi Tanggap
Muamalat
di
Jakarta.
BMM
dipercaya
mengelola
donasi
Internasional dari Islamic Development Bank (IDB) sebesar Rp 23,5 miliar. Salah satu programnya adalah pemberdayaan ekonomi mustahik melalui pengguliran dana zakat sebagai modal usaha.95 2) Bantuan pasien kurang mampu. Baitul Maal Muamalat (BMM) Isnaini Mufti Aziz dan PT Al Ijarah menyerahkan bantuan kepada Ibu Casyuti, orang tua pasien Syamsul Ahmad yang tengah berbaring sakit, saat menyampaikan bantuan untuk pasien kurang mampu di RS Rawa Lumbu, Bekasi. 96 3) Menyerahkan nota kesepahaman pembentukan Unit Pengelola Zakat (UPZ) kepada Ketua DKM Masjid Al Bayyinah M. Fajar Shodik (kiri) pada acara Pengajian Bulanan dan Launching UPZ di Masjid Al Bayyinah, Setiabudi, 95 96
Bisnis Indonesia, Aksi Tanggap Muamalat, Selasa, 2 Maret 2010 Laporan Yusep Iskandar, BMI, Rabu, 23 Maret 2011
79
Jakarta Selatan. UPZ BMM Al Bayyinah merupakan lembaga hasil kerjasama antara BMM dengan DKM Al Bayyinah dalam mengelola dan menyalurkan dana ZISWAF dan dana sosial lainnya bagi jamaah dan masyarakat umum di sekitar masjid Al Bayyinah.97 4) Menyerahkan santunan ramadhan secara simbolik kepada dua orang anak yatim saat peluncuran program Sahur, Berbuka dan Lebaran (SBL) di Jakarta, dan melalui Baitulmaal Muamalat (BMM) menyalurkan santunan sebesar Rp 5,686 milyar dalam rangka menyambut bulan suci Ramadhan 1432 H yang merupakan bagian dari program tahunan SBL yang diselenggarakan oleh BMM.98 Berdasarkan hasil penelitian terhadap pelaksanaan produk al-qardhul hasan di PT. Bank Muamalat Indonesia (BMI), bahwa produk al-qardhul hasan merupakan salah satu “ciri pembeda” bank syariah dengan bank konvensional. Dalam produk ini terkandung misi sosial kemasyarakatan sebagai wujud tanggung jawab sosial PT. BMI kepada masyarakat. Misi sosial kemasyarakatan ini bertujuan untuk meningkatkan pemberdayaan masyarakat, meningkatkan citra bank dan meningkatkan loyalitas masyarakat terhadap bank syariah. Disamping itu, produk al-qardhul hasan sebagai produk sosial telah memberikan manfaat bagi masyarakat yang membutuhkan pembiayaan tersebut. Hasil penelitian membuktikan bahwa manfaat pembiayaan al-qardhul hasan sangat dirasakan oleh kalangan kelas menengah ke bawah.
97 98
Laporan Yusep Iskandar, BMM, Minggu, 3 April 2011 Laporan Yusep Iskandar, BMI, Jum’at, 29 Juli 2011
80
Analisis produk al-qardhul hasan sebagai wujud tanggung jawab sosial perbankan syariah, sangat tepat jika ditinjau dari sudut pandang syariah (hukum Islam), hukum positif, dan sosio-ekonomi. 1) Aspek Syariah. Didasarkan atas landasan syariah, terutama Q.S al-Baqarah (2) ayat 282, Q.S al-Baqarah (2) ayat 283, Q.S al-Maidah (5) ayat 1, dan Q.S al-Baqarah (2) ayat 280, menunjukkan bahwa perintah al-qardh (pinjaman) atau al-qardhul hasan (pinjaman kebaikan) dalam al-Qur’an merupakan anjuran, bukan perintah wajib. Oleh karena itu, peminjaman yang paling baik diantara keduanya adalah yang sampai ke tangan orang yang membutuhkan. Pinjaman untuk orang yang membutuhkan lebih baik daripada sedekah terhadap orang yang tidak membutuhkan. Program al-qardhul hasan dlam perbangkan syaraiah sebagai wujud tanggung jawab sosial perusahaan (CSR), apabila ditinjau melalui prinsip manfaat (al Maslahah)99 sebagaimana teori Maslahah dan berdasarkan pada konsep tujuan hukum Islam (al maqasid al syariah)100, maka pelaksanaan program CSR melalui produk al-qardhul hasan dalam perbankan syariah merupakan sesuatu keniscayaan. 99
Manfaat dalam bahasa Arab disebut maslahah jamaknya mashalih yang berarti kebajikan atau kebaikan, lawan katanya mafsadat yang berarti kerusakan atau kebinasaan. Shalih lawannya Fasid yang berarti orang yang merusak atau membinasakan. Sedangkan maslahat berarti sesuatu yang membangkitkan kebaikan dan keuntungan. Secara istilah, Maslahah yang dimaksud dalam pemahaman syariat adalah pemeliharaan terhadap kehendak syariat dan menolak kerusakan. Lihat, Muhammad Yasir Yusuf, op.cit., hal. 106. 100 Tujuan Hukum Islam dalam bahasa Arab disebut sebagai al-Maqasid al Syariah, yang bermakna pemeliharaan kemaslahatan hidup manusia untuk mencapai kesejahteraan jasmani, rohani, individual dan sosial. Menurut Abu Ishaq al Shatibi (m.d. 790/1388) merumuskan lima tujuan hukum Islam, yakni memelihara (1) agama, (2) jiwa, (3) akal, (4) keturunan, dan (5) harta. Lihat, Mohammad Daud Ali, Hukum Islam…, op.cit., hal.61.
81
Berdasarkan pada tujuan hukum Islam tersebut, maka menolak mafsadat adalah wajib demi tegaknya kemasalahatan. Prinsip ini merefleksikan bagaimana Islam sangat memperhatikan kepentingan umum dibanding kepentingan individu. Hal ini memberikan petunjuk penting dalam pembuatan kebijakan dan keputusan dalam menghadapi perubahan-perubahan yang signifikan terjadi dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Terutama pada kondisi al-Qur’an dan as-Sunnah tidak secara eksplisit menjelaskan secara rinci. Kerangka inilah yang bisa dijadikan rujukan dan landasan dalam melaksanakan CSR dalam perbankan syariah. Menurut Muhammad Yasir Yusuf, ada dua landasan dalam pemeliharaan kemaslahatan (al-Maslahah) dan/atau tujuan hukum Islam (al-Maqasid alSyariah) yang bisa dijadikan kebijakan oleh perusahaan atau lembaga keuangan Islam dalam melaksanakan CSR, yaitu: 1) segi positif, yaitu dengan melakukan kegiatan CSR maka lembaga keuangan Islam memelihara menjamin terciptanya kemaslahatan; 2) segi negatif, yaitu menolak dan menyingkirkan semua kemungkinan mafsadat yang terjadi atau yang akan terjadi dalam operasional lembaga keuangan Islam.101 2) Aspek Hukum Positif. Dari segi regulasi, kewajiban melaksanakan CSR bukan hanya dibebankan pada perusahaan yang tergabung dalam Badan Usaha Milik Negara (BUMN) saja, tetapi juga pada perusahaan swasta nasional dalam skala besar, sedang maupun kecil.
101
Muhammad Yasir Yusuf, op.cit., hal. 107.
82
Undang-undang Nomor: 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, menegaskan bahwa tanggungjawab sosial adalah komitmen Perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya. Melalui pasal 74 Undang-Undang Nomor: 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT) menegaskan bahwa: (1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan; (2) Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai
biaya
Perseroan
yang
pelaksanaannya
dilakukan
dengan
memperhatikan kepatutan dan kewajaran; (3) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan; (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Sebagai tindak lanjut dari pasal 74 tersebut, pada tahun 2012 telah dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor: 47 tahun 2012, tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas, yang menegaskan bahwa
83
“setiap Perseroan selaku subjek hukum mempunyai tanggung jawab sosial dan lingkungan.”102 Dalam konteks tersebut, selaku subjek hukum kegiatan manusia dalam bidang usaha, Perseroan secara moral mempunyai komitmen untuk bertanggung jawab atas tetap terciptanya hubungan Perseroan yang serasi dan seimbang dengan lingkungan dan masyarakat setempat sesuai dengan nilai, norma, dan budaya masyarakat tersebut. Sebenarnya, pengaturan tanggung jawab sosial dan lingkungan perseroan tersebut dimaksudkan untuk: 1) Meningkatkan kesadaran Perseroan terhadap pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan di Indonesia; 2) Memenuhi perkembangan kebutuhan hukum dalam masyarakat mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan; dan 3) Menguatkan pengaturan tanggung jawab sosial dan lingkungan yang telah diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan sesuai dengan bidang kegiatan usaha Perseoan yang bersangkutan. Selanjutnya, dalam Undang-undang Nomor: 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, menyatakan bahwa tanggungjawab sosial perusahaan adalah tanggungjawab yang melekat pada setiap perusahaan penanaman modal untuk menciptakan hubungan yang serasi, seimbang dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma dan budaya masyarakat setempat.
102
Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor: 47 tahun 2012, tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas.
84
Dalam pasal 15 huruf (b) Undang-undang Nomor: 25 Tahun 2007, mengaskan bahwa setiap penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan. Dalam konteks ini, yang dimaksud dengan “tanggung jawab sosial perusahaan” adalah tanggung jawab yang melekat pada setiap perusahaan penanaman modal untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat. Pada aspek hukum, regulasi tentang CSR menekankan pada aspek tanggung jawab sosial dan lingkungan Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam berdasarkan Undang-Undang.103 Berdasarkan pada Penjelasan Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor: 47 tahun 2012 di atas, yang dimaksud dengan “Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang sumber daya alam” adalah Perseroan yang kegiatan usahanya mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam. Adapun yang dimaksud dengan “Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya yang berkaitan dengan sumber daya alam” adalah Perseroan yang tidak mengelola dan tidak memanfaatkan sumber daya alam, tetapi kegiatan usahanya berdampak pada fungsi kemampuan sumber daya alam termasuk pelestarian fungsi lingkungan hidup. Sedangkan, yang dimaksud dengan “berdasarkan Undang-Undang” adalah undang-undang beserta peraturan pelaksanaan undang-undang mengenai sumber daya alam atau yang berkaitan dengan sumber daya alam, serta etika menjalankan 103
Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor: 47 tahun 2012, tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas.
85
perusahaan, antara lain: peraturan perundang-undangan di bidang perindustrian, kehutanan, minyak dan gas bumi, badan usaha milik negara, usaha panas bumi, sumber daya air, pertambangan mineral dan batu bara, ketenagalistrikan, perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, hak asasi manusia, ketenagakerjaan, serta perlindungan konsumen. Dari peraturan tersebut, pada dasarnya tersirat upaya yang harus dilakukan perusahan atau perseroan untuk melakukan pengembangan masyarakat, baik pada aspek sosial, pendidikan, ekonomi, lingkungan maupun kesehatan. Perbankan syariah, sebagai salah satu sistem pengembangan perekonomian Indonesia, telah mewujudkan dalam bentuk yang konkrit sebagai Perseroan Terbatas, telah menerapkan tanggung jawab sosialnya sesuai dengan amanat undang-undang. Produk sosial al-qardhul hasan perbankan syariah, adalah wujud pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) sangat sesuai dan sama sekali tidak bertentangan dengan regulasi tersebut di atas. Dalam Undang-undang Nomor: 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, secara spesifik tidak ada pasal yang menyebutkan adanya program al-qardhul hasan, namun maksud BUS dan UUS dapat menjalankan fungsi sosial dalam bentuk lembaga baitul mal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah, hibah, atau dana sosial lainnya dan menyalurkannya kepada organisasi pengelola zakat, dapat dikatakan sebagai wujud tanggung jawab sosial perbankan syariah.104 104
Lihat, Pasal Pasal 4 ayat (2) Undang-undang Nomor: 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
86
Disamping itu, pelaksanaan program al-qardhul hasan sebagai CSR pada perbankan syariah ditentukan berdasarkan akad al-Qardh sebagaimana fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Nomor: 19/DSN-MUI/IV/2001, tentang alQardh, bahwa Lembaga Keuangan Syariah (LKS) harus dapat berperan sebagai lembaga sosial yang dapat meningkatkan perekonomian secara maksimal.105 Sebagai salah satu sarana peningkatan perekonomian yang dilakukan oleh perbankan syariah, regulasi produk al-qardhul hasan yang terkandung dalam fatwa tersebut sangat sesuai dengan regulasi CSR yang ada. Demikian pula dengan peraturan lainnya, seperti peraturan Bank Indonesia (PBI), ada dua aturan hukum yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia berkaitan dengan pelaksanaan pembiayaan al-qardhul hasan pada perbankan syariah, yaitu 1) Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor: 7/46/PBI/2005 tentang Akad Penghimpunan dan Penyaluran Dana bagi Bank yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah; dan 2) Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor: 9/19/PBI/2007 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah Dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Bank Syariah. Dalam regulasi tersebut, tujuan dan manfaat adanya produk al-qardhul hasan sebagai CSR adalah; 1) bagi Bank, sebagai salah satu bentuk penyaluran dana termasuk dalam rangka pelaksanaan fungsi sosial Bank; dan 2) bagi Nasabah, sebagai sumber pinjaman yang bersifat non komersial, dan menjadi sumber
105
Lihat, Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Nomor: 19/DSN-MUI/IV/2001, tentang alQardh. Ditetapkan pada tanggal, 24 Muharram 1422 H/18 April 2001 M.
87
pembiayaan bagi nasabah yang membutuhkan dana talangan antara lain terkait dengan garansi dan pengambilalihan kewajiban.106 Dari penjelasan di atas, dapat dilihat bahwa CSR bukan lagi sesuatu yang asing bagi perusahaan, secara implisit sudah disebutkan di dalam berbagai regulasi pemerintah Republik Indonesia, namun pelaksanaanya masih berbedabeda persepsi. Pada intinya pelaksanaan CSR merupakan suatu wujud apresiasi dalam penciptaan kehidupan yang lebih baik dan berkelanjutan. Oleh karena itu, bagian yang tidak kalah penting dalam pelaksanaan CSR adalah kesepahaman pandangan tentang konsep dan bentuk yang akan dijalankan. 3) Aspek Sosio-Ekonomi. Dalam kerangka pemberdayaan bidang sosial ekonomi masyarakat tersebut, pada umumnya, yang dilakukan oleh perbankan syariah adalah membangun hubungan antara perusahaan (corporate) dengan masyarakat (stakeholder) melalui program CSR dengan kegiatan bantuan keuangan untuk pengembangan pendidikan, sarana dakwah, dan ekonomi, dan lain-lain. Panyaluran dana CSR tersebut bersifat dana “hibah”. Artinya, dana yang ada dari kas perbankan berupa dana untuk program CSR kemudian dikeluarkan melalui dana kegiatan sosial perbankan untuk dipakai oleh stakeholder dalam rangka membentuk capacity building, financial support, atau jalur kemitraan yang kuat. CSR tersebut dimaknai sebagai salah satu solusi kemitraan yang memperkuat kedudukan perusahaan dan memberikan nilai tambah pada “pencitraan” perusahaan. 106
Bank Indonesia, Kodifikasi Produk Perbankan Syariah 2008, op.cit.
88
Dalam kaitan ini, kepedulian perbankan syariah berupaya memberikan manfaat kepada kedua belah pihak, khususnya dalam rangka pengurangan dampak gejolak sosial sebagai akibat adanya kecemburuan sosial, si kaya semakin kaya dan si miskin semakin miskin. Secara spesifik, bahwa CSR dapat diarahkan pada bantuan permodalan, atau dalam bentuk peningkatan kapasitas seperti inovasi packaging, inovasi branding, inovasi produk, serta penampilan produk. Dengan demikian, apabila dilihat dari perspektif tanggung jawab sosial perusahaan yang diterapkan, maka pelaksanaan tanggung jawab sosial perbankan syariah
adalah
belum
mengarah
pada
tujuan
community
development
(pemberdayaan masyarakat). Hal ini dapat dilihat dari pola pelaksanaan CSR yang cenderung mengarah pada tujuan sosial kedermawanan perusahaan (corporate philantrophy) semata, seperti memberi bantuan dana untuk membeli computer, memberi bantuan dana untuk membangun musholla, dan lain-lainnya. Dalam konteks pelaksanaan al-qardhul hasan sebagai CSR perbankan syariah yang mengedepankan konsep community development, seharusnya akan lebih menekankan pembangunan sosial dan pembangunan kapasitas masyarakat sehingga akan menggali potensi masyarakat lokal yang menjadi modal sosial perusahaan untuk maju dan berkembang. Selain dapat menciptakan peluangpeluang sosial-ekonomi masyarakat, menyerap tenaga kerja dengan kualifikasi yang diinginkan, cara ini juga dapat membangun citra sebagai perusahaan yang ramah dan peduli lingkungan. Selain itu, akan tumbuh rasa percaya dari masyarakat. Rasa memiliki perlahan-lahan muncul dari masyarakat sehingga
89
masyarakat merasakan bahwa kehadiran perusahaan di daerah mereka akan berguna dan bermanfaat. Oleh karena itu, dalam perspektif perbankan syariah corporate philanthropy (CP) seharusnya berkembang menjadi al-qardhul hasan-corporate social responsibility (QH-CSR) yang mempunyai demensi luas. QH-CSR berbeda dengan philantropy dari dimensi keterlibatan si pemberi dana dalam aktifitas yang dilakukannya. Kegiatan CSR yang dilakukan sendiri oleh perusahaan, atau dengan melibatkan pihak ketiga (misalnya yayasan atau lembaga swadaya masyarakat) sebagai penyelenggara kegiatan tersebut, seringkali telah menjadi pola “baku” bagi perusahaan. Melalui QH-CSR perusahaan jauh lebih terlibat dan terhubung dengan pihak penerima (beneficiaries) dalam aktivitas sosial dibandingkan dengan CP. Aktivitas sosial yang dilakukan melalui QH-CSR pun jauh lebih beragam. Menurut Dwi Kartini, perusahaan harus bergeser dari pemahaman CP dan CSR “murni”, menuju corporate social leadership (CSL), atau kepemimpinan sosial perusahaan. CSL menaungi sebuah jalan menuju “win-win solution” antara masyarakat dan perusahaan dalam sebuah bentuk partnership. CSL menuntut perubahan cara pandang pelaku bisnis diminta untuk memandang aktivitas usaha yang mereka lakukan sebagai bagian dari eksistensi mereka ditengah-tengah masyarakat. Oleh karena itu, dalam CSL perusahaan tidak lagi hanya melakukan tanggungjawab (doing the right thing) tetapi juga menjadi pemimpin dalam perubahan sosial yang tengah berlangsung (making things right). Pergeseran paradigma dalam hubungan antara sektor privat (perusahaan) dan sektor publik
90
(masyarakat) ini tentunya memberikan peluang yang tersendiri untuk membantu menyelesaikan
masalah-masalah
global
yang
simpul-simpulnya
dapat
diperhatikan di dalam delapan poin Milinium Development Global (MDG).107 Berdasarkan orientasi prinsip manfaat sebagai sesuatu yang aktual dalam kehidupan umat Islam, maka ada dua misi utama yang dilaksanakan oleh Perbankan Syariah. Pertama, memahami konsep qardhul hasan secara tekstual dengan menggali nilai-nilai ilmiah dari ajaran Islam dan memperkaya persepsi masyarakat secara kontekstual dengan dimensi baru bahwa al-qardhul hasan merupakan suatu kekuatan yang memiliki dampak aktual terhadap kehidupan ekonomi umat Islam.108 Misi ini dapat diwujudkan melalui pengkajian dan penelitian ajaran alqardhul hasan sebagai kekuatan ekonomi umat Islam tanpa menghilangkan nilai ibadah dalam pemberian tersebut. Tujuan dari pengkajian ini adalah untuk memperkuat landasan ilmiah dari ajaran al-qardhul hasan yang lebih berorientasi kepada aktualitas manfaat bagi kehidupan masyarakat. Kedua, mengembangkan organisasi dan manajemen al-qardhul hasan dalam Perbankan Syariah secara profesional. Keberhasilan al-qardhul hasan sebagai suatu gerakan aktual dalam memperkuat ekonomi sangat terkait dengan terorganisasikannya kegiatan tersebut dalam berbagai kelembagaan dengan suatu kepemimpinan dan manajemen yang profesional. Pengorganisasian kegiatan qardhul hasan dilaksanakan melalui berbagai fungsi kelembagaan, seperti fungsi 107
Dwi Kartini, “Mencermati Misteri Corporate Social Responsibility di Indonesia”, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Ilmu Manajemen Pemasaran pada Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran, tanggal 6 Juni 2008. Bandung: Universitas Padjadjaran. 108 Imam Irsyad, op.cit., hal. 11
91
pengumpulan dan penyimpanan sumber-sumber dana al-qardhul hasan, fungsi penyaluran, fungsi evaluasi, penelitian dan pengembangan yang efektif. Pada akhirnya apa yang bisa dicapai oleh
Perbankan Syariah dalam
memperdayakan dan pengelolaan qardhul hasan adalah terkumpulnya sejumlah sumber dana yang diharapkan dapat memberikan pengembangan perekonomian rakyat. Dalam hal ini, Perbankan Syariah diharapkan dapat menjadi lembaga pembiayaan dalam pengembangan
manajemen al-qardhul hasan secara
profesional bersadasarkan prinsip-prinsip syariah. Sesuai dengan tema penelitian, perkembangan konsep dan implementasi al-qardhul hasan masih dianggap baru oleh sebagian besar umat Islam. Konsep al-qardhul hasan yang diterapkan oleh perbankan syariah, baru pada tataran pembiayaan yang diprioritaskan bagi pengusaha kecil pemula yang potensial, tetapi tidak memiliki modal selain kemampuan berusaha.109 Pembiayaan ini diberikan berdasarkan prinsip kebajikan dan diberikan kepada kelompok tertentu. Pembiayaan melalui prinsip al-qardhul hasan sekedar merupakan kewajiban sosial Perbankan Syariah yang bersumber dari infaq, zakat dan shadaqah. Secara umum pemanfaatan dana yang bersumber dari zakat, infaq, dan shadaqah yang disalurkan melalui program al-qardhul hasan, antara lain adalah:110 1) Transaksi al-qardh yang bersifat mendidik, dan peminjam (muqtaridh) wajib mengembalikan, sehingga dana tersebut terus bergulir dan semakin 109
Ibid., hal. 21 M. Imam Purwadi dan Muhaimin, Penelitian tentang ”Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Qardhul Hasan Bagi Usaha Kecil Dan Menengah (Kajian Ke Arah Dukungan Pemberdayaan Masyarakat Untuk Meningkatkan Perekonomian Rakyat), Laporan Penelitian Dosen Muda DIKTI, Universits Mataram, tahun 2003. 110
92
bertambah, dan diharapkan peminjam nantinya juga dapat mengeluarkan zakat, infaq dan shadaqah atas hasil usahanya sendiri; 2) Dana zakat, infaq dan shadaqah sebagai dana sosial, akan selalu dapat dimanfaatkan lagi untuk peminjam berikutnya; 3) Adanya misi sosial kemasyarakatan melalui skim al-qardhul hasan, akan meningkatkan citra baik dan loyalitas masyarakat terhadap ekonomi syariah serta kesadaran masyarakat untuk membayarkan zakat, infaq dan shadaqah melalui lembaga yang dipercayainya, sehingga dana tersebut tidak hanya menjadi sekedar dana bantuan yang sifatnya sementara dan habis guna kebutuhan konsumtif semata; 4) Percepatan pembangunan ekonomi rakyat melalui usaha mikro yang berbasiskan syariah Islam dapat diwujudkan menjadi sebuah kenyataan. Dalam dunia perbankan syariah, aplikasi al-qardhul hasan dapat dilaksanakan dalam berbagai bentuk. Adiwarman Karim dan Heri Sudarsono menyebutkan bahwa aplikasi al-qardhul hasan dalam perbankan biasanya dalam empat hal, yaitu : (1) Sebagai pinjaman talangan haji, untuk memenuhi syarat penyetoran biaya perjalanan haji, dan dilunasi sebelum keberangkatan; (2) Sebagai pinjaman tunai kartu kredit syari’ah melalui ATM; (3) Sebagai pinjaman kepada pengusaha kecil, dimana menurut perhitungan bank bila pengusaha tersebut diberi pembiayaan dengan skema jual beli, izarah atau bagi hasil, akan merasa keberatan; dan
93
(4) Sebagai pinjaman kepada pengurus bank yang akan dikembalikan secara cicilan melalui pemotongan gaji.111 Menurut Syafi’i Antonio, aplikasi al-qardhul hasan diterapkan sebagai: a) produk
pelengkap
kepada
nasabah
yang
telah
terbukti
loyalitas
dan
bonafiditasnya, yang membutuhkan dana talangan segera untuk masa relatif pendek dan akan dikembalikan sccepatnya sejumlah pinjaman yang diterima; b) fasilitas untuk nasabah yang memerlukan dana cepat, karena tidak bisa menarik dana miliknya sendiri yang tersimpan
(misalnya deposito); c) produk untuk
menyumbang usaha yang sangat kecil atau membantu sektor sosial.112 Dari beberapa bentuk aplikasi akad al-qardhul hasan di atas, bahwa aplikasi akad al-qardhul hasan adalah sebagai produk yang diperuntukkan bagi sektor usaha kecil atau sektor sosial. Produk inilah yang disebut dengan pinjaman lunak (soft loan) atau pinjaman kebajikan (al-qardhul hasan). Bank Syariah menerapkan prinsip qardhul hasan ini selain dalam rangka mewujudkan tanggung jawab sosialnya.113 Juga untuk membantu umat dalam mengembangkan usahanya.114
Syafi’i Antonio115 mengatakan bahwa qardhul hasan adalah
pinjaman lunak bagi pengusaha yang benar-benar kekurangan modal. Nasabah tidak perlu membagi keuntungan kepada bank, tetapi hanya membayar biaya administrasi saja. Sedangkan, Zainal Arifin mengatakan “.…yang disebut qardhul hasan, yaitu
penyediaan pinjaman dana kepada pihak-pihak yang patut
111 Adiwarman, op.cit., hal. 96. Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Deskripsi dan Ilustrasi, Ed. 2, cet. 1. Ekonosia, Yogyakarta: 2003, hal. 70 – 71 112 Muhamaad Syafi’i Antonio, Bank Syariah ..., op.cit., hal. 133. 113 Zainal Arifin, Dasar-dasar manajemen Bank Syariah, Alvabet, Jakarta: 2002, hal. 29. 114 Mirza Gamal, op.cit. 115 Muhammad Syafi’i Antonio, op.cit., hal. 20.
94
mendapatkannya. Secara syariah peminjam hanya berkewajiban membayar kembali pokok pinjaman....” 116 Selanjutnya, menurut Warkum Sumitro117,menegaskan bahwa pembiayaan al-qardhul hasan adalah suatu perjanjian antara bank sebagai pemberi pinjaman dengan nasabah sebagai penerima pinjaman, baik berupa uang maupun barang tanpa persyaratan adanya tambahan atau biaya apa pun. Peminjam (nasabah) berkewajiban mengembalikan uang atau barang yang dipinjam pada aktu yang disepakati bersama, dengan jumlah yang sama dengan pokok pinjaman. Prioritas pembiayaan berdasarkan prinsip al-qardhul hasan ini, adalah pengusaha kecil pemula yang potensial akan tetapi tidak mempunyai modal apapun selain kemampuan berusaha, serta perorangan lainnya yang berada dalam keadaan terdesak, dan bank hanya mengenakan biaya administrasi. Qardhul hasan dapat juga diterapkan untuk pinjaman kepada nasabah yang mengelola usaha sangat kecil, jika nasabah mengalami musibah dan tidak dapat mengembalikan, maka bank dapat membebaskannya. Produk al-qardhul hasan, menunjukkan tingkat kepedulian perbankan syariah terhadap nasabah tanpa memandang tingkat ekonominya. Perbankan syariah memperlakukan nasabah sebagai mitra usaha yang tidak hanya atas pertimbangan bisnis semata, tetapi juga atas pertimbangan kemanusiaan.118 Dengan orientasi ini diharapkan dan terwujud suatu keseimbangan peran negara dan dunia usaha dalam upaya mewujudkan kesejahteraan sosial. 116
Zainal Arifin, op. cit., Warkum Sumitro, Asas-asas Perbankan Islam dan Lembaga-lembaga Terkait, ed. Revisi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2002, hal. 101. 118 Ibid. hal. 23 117
95
Tujuan utama dari pembiayaan al-qardhul hasan adalah untuk menolong peminjam yang berada dalam keadaan terdesak, baik untuk hal-hal yang bersifat konsumtif maupun produktif.119 Pembiayaan ini juga akan memungkinkan si miskin berdikari dalam sebuah lingkungan sosio-ekonomi yang mengembangkan industri kecil dan mikro dan akan berdampak mengurangi pengangguran, kemiskinan dan kesenjangan sosial-ekonomi.120 Bank Indonesia memberi peluang bahwa, sumber dana yang diperoleh untuk al-qardhul hasan, dapat berasal dari zakat, infaq, shadaqah, wakaf, hibah atau dana sosial lainnya dan pendapatanpendapatan yang diragukan, seperti jasa nostro di Bank koresponden yang konvensional, bunga atas jaminan L/C di Bank asing.121. Sedangkan jangka waktu pembiayaan melalui al-qardhul hasan adalah jangka pendek, kurang dari satu tahun, atau jangka menengah, antara satu sampai tiga tahun, atau jangka panjang, lebih dari tiga tahun.122 Manfaat pembiayaan al-qardhul hasan, antara lain, merupakan ciri pembeda antara bank syariah dan bank konvensional yang di dalamnya terkandung misi sosial di samping misi komersial, dan adanya misi sosial-kemasyarakatan ini akan meningkatkan citra baik dan meningkatkan loyalitas masyarakat terhadap bank syariah. Selanjutnya, apabila dikaji lebih mendalam, al-qardhul hasan mempunyai keunggulan, antara lain: 1). Bersifat mendidik, peminjam wajib mengembalikan, sehingga dana terus bergulir, diharapkan si peminjam setelah usahanya berhasil, 119
ibid. Mirza, loc.cit 121 Hal ini ditegaskan dalam pasal 29 angka (2) SK Direktur BI Nomor: 32/34/Kep/dir/1999, dan pasal 28, SK Direktur BI Nomor: 32/36/Kep/Dir/1999, lihat juga Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah ...., op.cit., hal. 133 122 Warkum Sumitro, op.cit. 123. 120
96
nantinya akan mengeluarkan zakat, infaq dan shadaqah atas hasil usahanya tersebut.; 2). Dana zakat, infaq dan shadaqah sebagai dana sosial, akan selalu dapat dimanfaatkan lagi untuk peminjam berikutnya; 3). Meningkatkan citra baik dan loyalitas masyarakat terhadap ekonomi syariah serta kesadaran untuk membayar zakat melalui lembaga yang dipercayai, sehingga dana tidak sekedar menjadi dana bantuan yang bersifat sementara dan habis untuk keperluan konsumtif saja; dan 4). Percepatan pembangunan ekonomi kerakyatan yang berbasiskan syariah Islam menjadi kenyataan.123 Dalam pembiayaan melalui prinsip al-qardhul hasan, juga mengandung risiko, karena pembiayaan ini tidak ditutup dengan jaminan. Namun, risiko ini tidak akan menimbulkan kerugian pada bank, karena dana yang disalurkan berasal dari dana zakat, infaq dan shadakah. Kerugian yang akan dirasa sebatas kerugian moril, yaitu terhentinya putaran
pengelolaan dana sosial tersebut sehingga
menutup kemungkinan bagi orang lain untuk mendapatkan pembiayaan ini. Dengan demikian dapat dipahami bahwa al-qardhul hasan merupakan satu bentuk aplikasi dari akad al-qardh yang ditujukan bagi sektor usaha kecil atau sektor sosial lainnya berupa pemberian pinjaman kepada pengusaha kecil yang benar-benar kekurangan modal dan harus dikembalikan sebesar pinjaman yang diberikan tanpa imbalan apa pun.
123
Mirza, loc.cit.
97
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.1. Kesimpulan Dari diskusi hasil penelitian di depan dapat ditarik kesimpulan sbb: 1. Indonesia mengalami intervensi, atau bahkan penjajahan ekonomi oleh colonial yang berlangsung selama ratusan tahun dimasa lampau. Meski Indonesia telah mewarisi system perbankan dari Belanda, namun, dalam masa transisi kekuasaan,
negeri ini masih menghadapi permasalahan
dengan keberadaan bank Sentral, dan belum lagi permasalahan dalam pembangunan ekonomi secara umum. Perkembangan lebih lanjut dalam perbankan
menunjukkan
hal
yang
menarik.
Sistem
perbankann
mengalami fase krisis, dikarenakan pengawasan yang tidak memadai terhadap aspek kehati-hatian (prudential) adalah penyebab utama. Dengan demikian ketika krisis ekonomi melanda Asia Tenggara pada tahun 1997, tak terkecuali menyerang negeri ini, maka bisnis perbankan terpelanting kedalam sebuah krisis akut yang tidak terkirakan sebelumnya.
Perbankan syariah di Indonesia, yang mulai muncul dengan memulai operasinya Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1992. Saat ini, bisnis perbankan syariah, jika dilihat dari sisi asset, masih berada pada kisaran 4%. Hal ini berarti bahwa Indonesia perlu belajar dari berbagai Negara laihn yang perkembangan asset nya jauh lebih cepat, terutama
98
alam penanganan permasalahan dan isu yang dihadapi dalam masa awal pertumbuhannya. Jika ditilik dari jumlah institusi yangyang terlibat dalam bisnis perbankan Islam, pada akhir 2012, syariah dan 23 (duapuluh tiga)
terdapat 11 (sebelas) bank
bank konvensional yang menawarkan
bisnis perbankan syariah.
2. Secara khusus terhadap keberadaan kerangka hukum dari perbankan Islam, di Indonesia, sampai saat ini dimana perbankan Islam telah berkembang selama hapir delapan belas tahun, namun masih mengalami berbagai kendala pada tingkat harmonisasi hukum, antara hukum muamalat dengan hukum perdata umum. Memang undang-undang perbankan syariah secara khusus sudah ada, serta msalah perpajakan sudah ada ketentuan penghapusan pajak ganda perbankan syariah, namun penghapusan berbagai kendala hukum lebih lanjut masih sangat diperlukan.
3. Sesuai dengan tema penelitian, perkembangan konsep dan implementasi al-qardhul hasan masih dianggap baru oleh sebagian besar umat Islam. Konsep al-qardhul hasan yang diterapkan oleh perbankan syariah, masih pada level pembiayaan yang diprioritaskan bagi pengusaha kecil pemula yang potensial, tetapi mengalami kendala keterbatasan modal selain kemampuan berusaha. Pembiayaan ini diberikan berdasarkan prinsip kebajikan dan diberikan kepada kelompok tertentu. Pembiayaan melalui prinsip al-qardhul hasan sekedar merupakan kewajiban sosial Perbankan
99
Syariah yang bersumber dari infaq, zakat dan shadaqah. Prioritas pembiayaan berdasarkan prinsip al-qardhul hasan ini, adalah pengusaha kecil pemula yang potensial akan tetapi tidak mempunyai modal apapun selain kemampuan berusaha, serta perorangan lainnya yang berada dalam keadaan terdesak, dan bank hanya mengenakan biaya administrasi. Qardhul hasan dapat juga diterapkan untuk pinjaman kepada nasabah yang mengelola usaha sangat kecil, jika nasabah mengalami musibah dan tidak dapat mengembalikan, maka bank dapat membebaskannya. a. Produk al-qardhul hasan, juga dapat dijadikan indikator tingkat kepedulian perbankan syariah terhadap nasabah tanpa memandang tingkat ekonominya. Perbankan syariah memperlakukan nasabah sebagai mitra usaha yang tidak hanya atas pertimbangan bisnis semata, tetapi juga atas pertimbangan kemanusiaan. Dengan orientasi ini diharapkan dan terwujud suatu keseimbangan peran negara dan dunia usaha dalam upaya mewujudkan kesejahteraan sosial. b. Tujuan utama dari pembiayaan al-qardhul hasan adalah untuk menolong peminjam yang berada dalam keadaan terdesak, baik untuk hal-hal yang bersifat konsumtif maupun produktif. Selanjutnya, apabila dikaji lebih mendalam, al-qardhul hasan mempunyai
keunggulan, antara lain: 1). Bersifat mendidik,
peminjam wajib mengembalikan, sehingga dana terus bergulir, diharapkan si peminjam setelah usahanya berhasil, nantinya akan
100
mengeluarkan zakat, infaq dan shadaqah atas hasil usahanya tersebut.; 2). Dana zakat, infaq dan shadaqah sebagai dana sosial, akan selalu dapat dimanfaatkan lagi untuk peminjam berikutnya; 3). Meningkatkan citra baik dan loyalitas masyarakat terhadap ekonomi syariah serta kesadaran untuk membayar zakat melalui lembaga yang dipercayai, sehingga dana tidak sekedar menjadi dana bantuan yang bersifat sementara dan habis untuk keperluan konsumtif saja; dan 4). Percepatan pembangunan ekonomi kerakyatan yang berbasiskan syariah Islam menjadi kenyataan.
5.2.
Rekomendasi Dari hasil penulisan hukum ini, maka penulis dapat memberikan
rekomendasi sebagai berikut ; 1) Agar perkembangan perbankan syariah di tanah air menjadi lebih cepat, maka berbagai kendala harus segera diatasi oleh ototritas yang berwenang. Bukan hanya kendala dalam regulasi, di mana masih diperlukan tindakan harmonisasi hukum, antara hukum bisnis perbankan dengan nilai-nilai syariat Islam, namun juga berbagai stimulus ekonomis dan pemberdayaan sosial harus banyak dilakukan, secara intensif dan simultan. 2) Sebagai wujud kekhasan dari perbankan syariah, qardhul hasan haruslah menjadi produk yang wajib ada pada setiap bank syariah. Lebih dari itu, diperlukan regulasi yang memberikan pembatasan minimal keharusan adanya produk tersebut. Dan selanjutnya, untuk mengoptimalkan penerapan produk ini
101
dalam praktiknya, maka diperlukan garis panduan yang memberikan arah bagi sasaran dan target dari produk ini, sehingga salah satu misi dari bank syariah untuk kesejahteraan sosial dapat dicapai.
102
DAFTAR PUSTAKA Achmad Setiyaji, “Perbankan Syariah Kian Menjamur di Nusantara”, Pikiran Rakyat, June 18, 2004. Juga, lihat, Bisnis Indonesia, 3 Februari, 2004. Adiwarman A. Karim, “Para Pejuang Ekonomi Syariah”, Republika, 23 Mei 2005. Adiwarman A. Karim, Bank Islam, Analisis Fiqh dan Keuangan (Jakarta: Raja Grafindo Persada/ Rajawali Press, 2004) Adiwarman Azwar Karim: Konsultan Bisnis Dunia & Akhirat”, Hidayatullah, June 15, 2005. Also, “Sejumlah Bank Langgar Prinsip Syariah.” Bisnis Indonesia, 12 Februari, 2004. Adiwarman, op.cit., hal. 96. Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Deskripsi dan Ilustrasi, Ed. 2, cet. 1. Ekonosia, Yogyakarta: 2003, hal. 70 – 71 Agus Triyanta, “Prospek Hukum Islam di Indonesia”, Jurnal Hukum, No.8, Vol. 4, 1997 Ahmad Widhyanto Muttaqien ( Masa Depan Institusi Keuangan Islamdalam Perspektif Agency Theory dalam http://www.bmtlink.web.id/ Wacana080102. htm. 12 April 2004 jam 10.00) Ahmad,Widhyanto Muttaqien ( Masa Depan Institusi Keuangan Islamdalam Perspektif Agency Theory oleh: dalam http://www.bmtlink.web.id/ Wacana080102. htm. 12 April 2004 jam 10.00) Al-Anshari, Mahmoud, et.al. 1993. Perbankan Islam, Sejarah, prinsip dan Operasional, terjemah, Muhammad, Syahril Mukhtar, Jakarta: Minaret.Anshari,et.al, 1993. Al-Anshari, Mahmoud, et.al. 1993. Perbankan Islam, Sejarah, prinsip dan Operasional, terjemah, Muhammad, Syahril Mukhtar, Jakarta: Minaret. Antonio, Muhammad Syafi’i. 1999. Bank Syariah, Suatu pengenalan Umum, Jakarta: Tazkia Institute Antonio, Muhammad Syafi’i. 1999. Bank Syariah, Suatu pengenalan Umum, Jakarta: Tazkia Institute. Bank Indonesia, Kodifikasi Produk Perbankan Syariah 2008 Bank Indonesia, Laporan Perkembangan Perbankan Syariah Tahun 2005 (SharÊÑah Banking Development Report 2005) (Bank Indonesia, 2006). Bank Indonesia, Laporan Tahunan Bank Indonesia 1998/1999. (Annual Report Bank of Indonesia 1998/1999) (Bank Indonesia, 1999) Bank Indonesia, The Blue Print of Islamic Banking Development in Indonesia (Bank Indonesia, 2002), 21, pada, <www.bi.go.id> (Akses 3 Maret 2006) Bank Muamalat Indonesia, Annual Report Tahun 2010 Bank Muamalat Indonesia, Buku Pedoman Produk Qardhul Hasan tahun 2010. Bank Muamalat Indonesia, Catatan Laporan Keuangan 2008, tahun 2009 Bank Muamalat Indonesia, Sejarah Berdirinya BMI, Jakarta; 1995 Bank Syariah Butuh GCG Khusus”, dalam Ekonomi Syariah, pada, <www.ekonomisyariah.org> (Akses 25 Juni, 2006). Bisnis Indonesia, 12 Februari, 2004.
103
Bodiono, Kebijakan Fiskal: Sekarang dan Selanjutnya, in Pemikiran dan Permasalahan Ekonomi di Indonesia dalam Setengah Abad Terakhir (1997-2005), Hadi Soesastro, ed., et al., (Yogyakarta: Kanisius & Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia, 2005),371 Dwi Kartini, “Mencermati Misteri Corporate Social Responsibility di Indonesia”, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Ilmu Manajemen Pemasaran pada Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran, tanggal 6 Juni 2008. Bandung: Universitas Padjadjaran. Eng, Challenging Changes. dan Eng, Economic Benefits from Colonial Assets: The Case of the Netherlands and Indonesia 1870-1958, Research Memorandum, revision of paper presented in 1997 at a seminar of the Research Institute Systems, Organisations and Management (SOM) at the University of Groningen. (1998), at (Akses 18 Mei 2006) Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Nomor: 19/DSN-MUI/IV/2001, tentang al-Qardh. Forum Keadilan, No. 3, 16 Mei 2004. Haron, Sudin. 1997. Islamic Banking, Rules and Regulations, Selangor Darol Ehsan: Pelanduk Publications. Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia. dalam, <www.icmi.or.id> (Accessed September 26, 2007) Islamic Banking Statistics 2012, (Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia, 2013), pada <www.bi.go.id> (Akses September 2012) Iwan Agustiawan, Sekretaris BMM, Wawancara tanggal 12 Januari 2012. Jeroen Touwen “The Economic History of Indonesia”, in EH.Net Encyclopaedia, edited by Robert Whaples (n.p. 2003), 3, pada, (Akses 18 Mei 2006) Kharofa, Ala’eddin.2002. The Loan Contract in Islamic Shari’ah and Man-Made Law, a Comparative Study, Kuala Lumpur: Leeds Publications. Lalu Rusli, Wawancara 27 Desember 2011. Laporan Yusep Iskandar, BMI, Rabu, 23 Maret 2011 Laporan Yusep Iskandar, BMM, Minggu, 3 April 2011 Laporan Tahunan PT Bank Muamalat Indosesia tahun 2010, Jakarta: Juli 2011 Laporan Yusep Iskandar, BMI, Jum’at, 29 Juli 2011 Leo Schmit, A History Of The "Volkscredietwezen" (Popular Credit System) (1895-1935). (The Hague: Development Cooperation Information Department of the Ministry of Foreign Affairs, 1999), dalam, (Akses 18 Mei 2006). M. Imam Purwadi dan Muhaimin, Penelitian tentang ”Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Qardhul Hasan Bagi Usaha Kecil Dan Menengah (Kajian Ke Arah Dukungan Pemberdayaan Masyarakat Untuk Meningkatkan Perekonomian Rakyat), Laporan Penelitian Dosen Muda DIKTI, Universits Mataram, tahun 2003.
104
M.A.P. Meilink Roelofsz, “The Coming of the Northern Europeans to the MalayIndonesian Area” in Southeast Asia Colonial History, edited by Paul H. Kratoska (London: Routledge, 2001) Moslehuddin, Mohammad. 1990. Sistem Perbankan dalam Islam, terjemah, Simamora, Aswin, Jakarta: Rineka Cipta Moslehuddin, Mohammad. 1990. Sistem Perbankan dalam Islam, terjemah, Simamora, Aswin, Jakarta: Rineka Cipta. Mubyarto, “Dengan Ekonomi Pancasila Menyiasati Globalisasi”, Jurnal Ekonomi Rakyat, Volume 21, January 2003. juga, “Perjalanan Panjang Perbankan Indonesia”, Pikiran Rakyat, pada, (Akses 31 Juli 2006) Muhammad Syafi’i Antonio. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. (Jakarta: Gema Insani Press, Jakarta: 2001) Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Penerbit: Gema Insani Press bekerjasama dengan Tazkia Cendekia, Jakarta: 2001 Niazi, Liaquat Ali Khan.1990. Islamic Law of Contract, Lahore: Research Cell, Dyal Sing Trust Library. Niazi, Liaquat Ali Khan.1990. Islamic Law of Contract, Lahore: Research Cell, Dyal Sing Trust Library. Nurjihad, et.al. 2003. Back Up Paper tentang Pengaturan Perbankan Syariah Fakultas Hukum UII - Bank Indonesia. Nurjihad, et.al. Back Up Paper tentang Pengaturan Perbankan Syariah Fakultas Hukum UII - Bank Indonesia. 2003, 2. Menurut statistik dari Bank Indonesia, saat ini ada 2 bank umu syariah, 8 bank yang membuka unit syariah, serta 82 BPRS. (http://www.bi.go.id/bank_indonesia2/utama/publikasi/, 12 Mei 2004, jam 09.00). Pengembangan Bank Syariah Masih Hadapi Kendala, Arie Widiartohttp://www.suaramerdeka.com/harian/0209/11/eko15.htm , 12 Mei 2004, jam 09.15 Perubahan ini untuk pertama kali dimungkinkan karena adanya amandemen UU no 7 tahun 1992 tentang Perbankan menjadi UU no 10 tahun 1998. Pierre van der Eng. “Challenging Changes; Current Themes in the Economic History of Indonesia”, dalam NEHA-Bulletin, Tijdschrift voor de economische geschiedenis in Nederland. (1996), 2, at (Akses 18 Mei 2006) Profil Bank Muamalat tahun 2010. Rachmat Syafe'i, “ Tinjauan Yuridis terhadap Perbankan Syariah”, Pikiran Rakyat, 21 Maret 2005, padat, , (Akses 25 September , 2007) Republika, 13 Mei 2004 hlm 2 Republika, 13 Mei 2004. Republika, 24 April 2004 Republika, 24 April 2004 hlm.2 Republika, 31 Maret 2004 hlm 2
105
Republika, 31 Maret 2004. Rifyal Ka’bah, Hukum Islam di Indonesia; Perspektif Muhammadiyah dan NU (Jakarta: Universitas Yarsi, 1999). Sebagaimana dinyatakan oleh Deputy Gobernur Bank Indonesia, Aulia Pohan (Republika, March 30, 2004) Sejarah Badan Pengawas Pasar Modal, at, <www.bapepam.go.id> (Akses 16 Mei 2006). Sinansari Ecip, Syu’bah Asa dan Evesina, Ketika Bagi Hasil Tiba, Perjalanan 10 Tahun Bank Muamalat (Jakarta: Muamalat Institute, 2002) Suara Merdeka, 10 November 2003, dalam http://www.suaramerdeka.com/ harian/0311/10/nas3.htm. 5 Juni 2004. jam. 14.30. Suara Merdeka, 10/11/ 2003. Sukarman. n.p. dan Anwar Nasution, Financial Institutions and Policies in Indonesia. (Singapore: Institute of Southeast Asian Studies (ISEAS), 1983) Sutan Remi Sjahdeini, Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia (Islamic Banking in Indonesian Legal System) (Jakarta: Grafiti, Adikarya IKAPI &Ford Foundation, 2005) The Majelle (Being An English Translation of Majallah el-Ahkam-I-Adliya and A Complete Code of Islamic Law), translated C.R. Tyser, B.A.L., et.al. (Kuala Lumpur: The Other Press, 2003), Usmani, Muhammad Taqi.2002. An Introduction to Islamic Finance, The Hague: Kulwer International. Usmani, Muhammad Taqi.2002. An Introduction to Islamic Finance, The Hague: Kulwer International. Wahbah Al-ZuÍaylÊ, Financial Transaction in Islamic Jurisprudence (Translation of Al-Fiqh al-IslÉmiy wa ’Adillatuh) Warkum Sumitro, Asas-asas Perbankan Islam dan Lembaga-lembaga Terkait, ed. Revisi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2002 Widiarto:2004), juga, Statistik Perbankan Syariah 2013. Dalam www.bi.go.id (akses Desember 2012) Widigdo Sukarman, Upaya Membentuk Perbankan Nasional Peran Bank BNI pada Tahun 1950an. dalam, (Akses 16 Mei 2006). Zainal Arifin, Dasar-dasar manajemen Bank Syariah, Alvabet, Jakarta: 2002, hal. 29. Zainul Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah (Jakarta: Alfabet, 2005), 68. Bank Muamalat Indonesia, Company Profile, n.d. Zuly Qodir dan Lalu MS. Ed., ICMI, Negara dan Demokrasi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar-Lingkaran, 2001), Kata Pengantar.
Perundang-Undangan Peraturan Bank Indonesia Nomor : 6/24/PBI/2004 Tentang Bank Umum Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah
106
Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/ 15 / PBI /2009 Tentang Perubahan Kegiatan Usaha Bank Konvensional Menjadi Bank Syariah Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/ 3 / PBI /2009 Tentang Bank Umum Syariah Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/10/PBI/2009 Tentang Unit Usaha Syariah Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/23/ PBI /2009 Tentang Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/33/PBI/2009 Tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum Syariah Dan Unit Usaha Syariah Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/33/PBI/2009 Tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum Syariah Dan Unit Usaha Syariah Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/ 32 / PBI /2008 Tentang Komite Perbankan Syariah Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/ 6 / PBI /2012 Tentang Uji Kemampuan Dan Kepatutan ( Fit And Proper Test ) Bank Syariah Dan Unit Usaha Syariah Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/ 6 / PBI /2012 Tentang Uji Kemampuan Dan Kepatutan ( Fit And Proper Test ) Peraturan Pemerintah Nomor: 47 tahun 2012, tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas. Undang-Undang no. 10 tahun 1998 tentang Perbankan Undang-Undang no. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia Tentang Perubahan Atas UU No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Undang-Undang no. 7 tahun 1992 Tentang Perbankan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama Undang-undang Nomor: 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas
107