Laporan penelitian Kesukarelaan Warga dalam Politik (Studi Deskriptik Analitik terhadap Partisipasi Masyarakat dalam PEMILU Tahun 2014 di Kota Bandung)
2015
LAPORAN PENELITIAN KESUKARELAAN WARGA DALAM POLITIK (STUDI DESKRIPTIF ANALITIK TERHADAP PARTISIPASI MASYARAKAT PADA PEMILIHAN UMUM TAHUN 2014 DI KOTA BANDUNG)
KOMISI PEMILIHAN UMUM BANDUNG Tahun 2015
KPU K o t a B A n d u n gKOTA KPU
0
Laporan penelitian Kesukarelaan Warga dalam Politik (Studi Deskriptik Analitik terhadap Partisipasi Masyarakat dalam PEMILU Tahun 2014 di Kota Bandung)
KESUKARELAAN WARGA DALAM POLITIK (Studi Deskriptif Analitik Terhadap Partisipasi Masyarakat dalam PEMILU Tahun 2014 di Kota Bandung)
LAPORAN PENELITIAN
Dibiyai Oleh DIPA KPU Kota Bandung BA 076 Tahun Anggaran 2015
Oleh : Dr. Hj. Ulfiah, M.Si
BANDUNG 2015 KPU Kota BAndung KPU
1
Laporan penelitian Kesukarelaan Warga dalam Politik (Studi Deskriptik Analitik terhadap Partisipasi Masyarakat dalam PEMILU Tahun 2014 di Kota Bandung)
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb. Puji dan syukur yang tiada terhingga kita panjatkan kehadirat Allah SWT senantiasa mengalir tiada henti. Berkat lintasan inspirasi-Nya serta partisipasi berbagai pihak, alhamdulillah akhirnya penelitian ini yang secara umum meneliti tentang Kesukarelaan Warga dalam Politik (Studi Deskriptif Analitik terhadap Hasil Pemilu 2014) di Kota Bandung dapat diselesaikan sebagaimana mestinya. Deraan berbagai kendala dan benturan kepentingan di tengah kesibukan bekerja dan mengajar menjadi tak terasa berkat adanya kerja sama dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, kami menghaturkan terima kasih yang tulus, terutama kepada: 1. Tim Komisioner KPU dan Sekretariat Kota Bandung yang telah memberi kesempatan dan kemudahan kepada kami untuk melakukan penelitian ini. 2. Warga masyarakat dan tokoh organisasi keagamaan dan kepemudaan yang menjadi narasumber penelitian ini. 3. Seluruh responden yang telah bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini. 4. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu persatu yang telah membantu, baik berupa sumbangan pemikiran, saran ataupun kritik konstruktif dalam proses pembuatan laporan penelitian ini. Semoga bantuan yang telah diberikan menjadi amal saleh dan mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Akhirnya kami berharap semoga hasil penelitian ini dapat memberikan konstribusi yang positif terutama bagi pihak-pihak yang memiliki komitmen dalam mengimplementasikan kewajiban sebagai warga negara yang baik, serta pihak terkait lainnya. Bandung, Juli 2015 Peneliti KPU Kota BAndung KPU
2
Laporan penelitian Kesukarelaan Warga dalam Politik (Studi Deskriptik Analitik terhadap Partisipasi Masyarakat dalam PEMILU Tahun 2014 di Kota Bandung)
Daftar Isi HALAMAN JUDUL
i
HALAMAN KATA PENGANTAR
ii
HALAMAN DAFTAR ISI
iii
ABSTRAKSI
v
BAB I.
PENDAHULUAN
1
A. Latar Belakang Masalah
1
B. Rumusan Masalah
8
C. Tujuan Penelitian
9
D. Kegunaan Penelitian
9
E. KerangkaBerfikir BAB II.
BAB III.
LANDASAN TEORI
15
A. Karakteristik Masyarakat
15
B. Masyarakat Kota
18
C. Struktur Penduduk Kota
20
D. Struktur dan fungsi Kelompok-kelompok Sosial
27
E. Partisipasi Politik
29
F. Landasan Partisipasi Politik
40
G. Bentuk Partisipasi Politik
42
H. Jenjang Kesukarelaan Partisipasi Politik
45
METODE PENELITIAN
47
A. Metode Penelitian
47
B. Sumber Data
56
C. Teknik Pengumpul Data
57
D. Tahapan Penelitian
57
E. Analisis Data
58
F. Penafsiran Data
62
G. Sistematika Pembahasan KPU Kota BAndung KPU
3
Laporan penelitian Kesukarelaan Warga dalam Politik (Studi Deskriptik Analitik terhadap Partisipasi Masyarakat dalam PEMILU Tahun 2014 di Kota Bandung)
BAB IV.
BAB V.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN..
64
A. Profil Kota Bandung
64
B. Gambaran Umum dan Potensi Daerah
68
C. Kesukarelaan Warga dalam Politik di Kota Bandung
71
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
94
A. Kesimpulanm
94
B. Rekomendasi
95
DAFTAR PUSTAKA
97
LAMPIRAN-LAMPIRAN
99
KPU Kota BAndung KPU
4
Laporan penelitian Kesukarelaan Warga dalam Politik (Studi Deskriptik Analitik terhadap Partisipasi Masyarakat dalam PEMILU Tahun 2014 di Kota Bandung)
ABSTRAK Kesukarelaan Warga dalam Politik (Studi Deskriptif Analitik terhadap Hasil Pemilu 2014 di Kota Bandung). Penelitian ini dilatarbelakangi oleh fenomena Partisipasi masyarakat dalam politik yang belum optimal, dikarenakan partisipasi masyarakat tidak sepenuhnya hanya dimaknai dengan melihat angka statistik dan aspek teknis. Untuk mengukur kadar partisipasi masyarakat secara luas dibutuhkan evaluasi berbasis riset yang komprehensif dengan waktu yang cukup lama. Penelitian ini merupakan tindaklanjut dari kegiatan Evaluasi Partisipasi Masyarakat Kota Bandung Tahun 2014 yang hanya sebatas megevaluasi partisipasi masyarakat secara kualitatif berdasarkan prosentase kehadiran Pemilih di TPS oleh KPU kota Bandung dengan mengundang semua stakeholders terkait untuk memaparkan catatannya dan meminta masukan guna perbaikan Pemilu mendatang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesukarelaan atau dalam hal ini partisipasi politik masyarakat di kota Bandung. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif analitik. Penelitian yang bersifat deskriptif, bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu atau untuk menentukan frekuensi atau penyebaran suatu gejala dan gejala lain dalam masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan, bahwa tingkat kesukarelaan politik masyarakat kota Bandung berada pada tingkat partsipasi konvensional, dimana Partisipasi politik yang dilakukan dengan cara-cara konvensional seperti: Memberikan suara dalam pemilu, terlibat dalam kampanye, membentuk dan bergabung dalam organisasi kemasyarakatan, melakukan diskusi publik, dan melakukan komunikasi pribadi dengan aktivis politik atau pejabat pemerintah. Dengan demikian partisipasi politik masyarakat kota Bandung tidak pada kategori non konvensional yang bersifat kekerasan seperti demonstrasi, boikot maupun pembangkangan sipil. Kata Kunci : Kesukarelaan, Partisipasi Masyarakat
KPU Kota BAndung KPU
5
Laporan penelitian Kesukarelaan Warga dalam Politik (Studi Deskriptik Analitik terhadap Partisipasi Masyarakat dalam PEMILU Tahun 2014 di Kota Bandung)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Kesukarelaan warga dalam politik
berpengaruh dalam kehidupan
politik. Absennya kesukarelaan warga dapat merusak sendi-sendi demokrasi, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Demokrasi ditopang oleh ciri pemilu berkala yang free and fair, dengan meletakkan variabel partisipasi sebagai pengukur penting apakah partisipasi bersifat inklusif dan pemilih bebas menyampaikan suara atau sebaliknya. Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 2012 Pasal 246
mensyaratkan Pemilu diselenggarakan dengan
Partisipasi Masyarakat.
Dijelaskan lebih lanjut dalam Peraturan KPU Nomor 23 Tahun 2013, partisipasi masyarakat dalam Pemilu dapat dilakukan dalam bentuk keterlibatan masyarakat dalam penyelenggaraan Pemilu, Sosialisasi Pemilu, Pendidikan politik bagi Pemilih, survey atau jajak pendapat tentang Pemilu, penghitungan cepat hasil Pemilu, dan pemantauan Pemilu, dengan ketentuan tidak melakukan keberpihakan yang menguntungkan atau merugikan peserta Pemilu, tidak menggangu proses penyelenggaran Pemilu, meningkatkan politik masyarakat secara luas, dan mendorong terwujudnya suasana yang kondusif bagi penyelenggaraan Pemilu yang aman, tertib dan lancar. Kegiatan partisipasi masyarakat ini dapat dilakukan oleh perseorangan
maupun organisasi/
kelompok pada setiap Tahapan Pemilu. Dengan demikian, partisipasi masyarakat tidak sepenuhnya hanya dimaknai dengan melihat angka statistik dan asfek teknis. Oleh karenanya golongan putih (golput) tidak serta merta dianggap sebagai kegagalan melakukan sosialisasi dan pendidikan Pemilih. Sebab golput juga bisa muncul dengan dasar yang cukup rasional. Seseorang bisa saja menjadi golput karena tidak yakin dengan partai dan calonnya. Partisipasi politik warga merupakan hak yang esensial dalam demokrasi. KPU Kota BAndung KPU
6
Laporan penelitian Kesukarelaan Warga dalam Politik (Studi Deskriptik Analitik terhadap Partisipasi Masyarakat dalam PEMILU Tahun 2014 di Kota Bandung)
Namun, pada masa Orde Baru, hak ini tidak sepenuhnya dapat dinikmati oleh warga akibat kuatnya dominasi penguasa yang membatasi ruang gerak warga dan selalu melakukan mobilisasi untuk memangkas partisipasi murni dari warga. Pada era 1970-an, praktik mobilisasi ditunjukkan oleh aturan yang memaksakan Pegawai Negeri Sipil (PNS) untuk memiliki loyalitas tunggal (monoloyalitas) kepada partai penguasa. Sejalan dengan itu, penentuan kepala daerah harus mendapatkan restu dari penguasa di tingkat pusat sehingga roda pemerintahan berjalan secara sentralistik. Untuk membatasi partisipasi politik, jumlah partai politik dipangkas dengan cara dipaksa melakukan fusi (penyederhanaan) menjadi 3 (tiga) partai politik saja, dan masyarakat tidak diperkenankan membentuk partai baru di luar tiga partai tersebut. Selain partai penguasa, partai-partai tidak diperkenankan melakukan penggalangan kader sehingga tidak terbangun hubungan konstituensi yang jelas antara partai dengan massanya atau biasa dikenal dengan istilah massa mengambang. Proses memutus hak partisipasi warga (depolitisasi) terjadi pada semua sektor kehidupan masyarakat sipil, termasuk di kalangan mahasiswa. Penguasa mengeluarkan aturan mengenai Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK) dan Badan Koordinasi Kemahasiswaan (BKK) yang melarang mahasiswa melakukan kegiatan politik di dalam kampus. Situasi yang sama terus berlanjut pada era 1980-an, bahkan semakin mengecilkan ruang kebebasan partisipasi warga dengan keluarnya aturan mengenai asas tunggal, kriminalisasi terhadap warga yang tidak memberikan pilihan dalam Pemilu (Golput), lahirnya UU Ormas dan diformalkannya Dwifungsi ABRI dalam UU Hankam yang membuat ABRI (kini TNI) begitu dominan dalam menjalankan fungsi sosial politik hingga ke tingkatan struktur pemerintahan paling bawah. Selama rezim orde baru, warga memang hanya menjadi obyek dalam perjalanan demokrasi di Indonesia. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa Orde Baru mewariskan sejumlah masalah perwakilan politik warga yang akut, krisis demokrasi perwakilan, KPU Kota BAndung KPU
7
Laporan penelitian Kesukarelaan Warga dalam Politik (Studi Deskriptik Analitik terhadap Partisipasi Masyarakat dalam PEMILU Tahun 2014 di Kota Bandung)
depolitisasi warga (massa mengambang), deideologisasi, cara-cara militeristik dalam membungkam suara warga, masih kuatnya nilai dan sikap yang anti pluralisme, dan menjadikan warga sebagai obyek untuk kepentingan elit (oligarki). Situasi mulai berubah ketika Orde Baru tumbang melalui gerakan reformasi yang dipelopori oleh kalangan mahasiswa, perguruan tinggi, dan organisasi masyarakat sipil. Reformasi telah membuka iklim yang lebih baik bagi partisipasi warga, karena mereka dapat menyuarakan kepentingan dan menentukan pilihan-pilihannya secara bebas tanpa lagi harus tunduk pada penguasa dan pihak-pihak yang melakukan mobilisasi. Ini semua dimungkinkan akibat
terjadinya
reformasi
kelembagaan.
Pemilu
menganut
sistem
proporsional terbuka dan semua wakil dipilih langsung oleh rakyat. Perubahan juga terjadi dalam sistem kepartaian yang memungkinkan orang membentuk partai tanpa ada campur tangan dari pemerintah seperti yang terjadi pada masa orde baru. Dalam Pemilu 2014, partisipasi politik warga semakin menonjol yang ditandai dengan empat hal sebagai berikut. Pertama, kebangkitan partisipasi warga dalam mencari informasi sebelum memilih melalui media alternatif. Kedua, kemampuan warga menentukan pemimpinnya sendiri di tengah kepungan kampanye hitam dan politik uang. Ketiga, tumbuhnya voluntarisme dalam politik yang terlihat dari muculnya fenomena relawan. Keempat, pengalaman kelompok warga dalam mentransaksikan daftar tuntutan/ kepentingan kepada para calon pemimpin (kontrak politik). Namun, partisipasi yang terbangun belum mencapai kondisi yang ideal, karena masih dipahami sebagai keikutsertaan dalam forum politik formal, yaitu ikut dalam Pemilu/ Pilkada (prosedural) belum sampai pada keterlibatan dalam menentukan agenda-agenda perubahan yang menguatkan warga (substantif). Berdasarkan
uraian
sebagaimana dikemukakan di atas, maka
dipandang perlu untuk mengkaji secara mendalam dan komprejensif tentang Kesukarelaan Warga Dalam Politik di Kota Bandung. KPU Kota BAndung KPU
8
Laporan penelitian Kesukarelaan Warga dalam Politik (Studi Deskriptik Analitik terhadap Partisipasi Masyarakat dalam PEMILU Tahun 2014 di Kota Bandung)
B.
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diajukan rumusan masalah
yakni “Bagaimana Kesukarelaan Warga dalam Politik di Kota
Bandung”, a.
Faktor apa yang mempengaruhi munculnya kesukarelaan politik warga dan faktor menghambatnya;
b. Kebijakan apa yang dapat ditempuh untuk menumbuhkan dan memperkuat kesukarelaan warga dalam politik.
C. Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui kesukarelaan warga dalam politik di Kota Bandung. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik pada aspek teoritis (sebagai kontribusi bagi pengembangan ilmu) maupun pada aspek praktis.
D. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik pada aspek teoritis (sebagai kontribusi bagi pengembangan ilmu) maupun pada aspek praktis, sebagai bahan penyusunan kebijakan atas permasalahan yang terkait dengan partisipasi warga dalam pemilu dan setelahnya. E.
Kerangka Berfikir Masyarakat tidak boleh hanya tinggal diam dalam menentukan arah negara, oleh karena itu setiap insan negara berhak untuk ikut dalam partisipasi politik. Partisipasi politik adalah keterlibatan warga dalam segala tahapan kebijakan, mulai dari sejak pembuatan keputusan sampai dengan penilaian keputusan, termasuk juga peluang untuk ikut serta dalam pelaksanaan keputusan. Definisi partisipasi politik yang cukup senada disampaikan oleh Silvia Bolgherini. Menurut Bolgherini, partisipasi politik " ... a series of activities
KPU Kota BAndung KPU
9
Laporan penelitian Kesukarelaan Warga dalam Politik (Studi Deskriptik Analitik terhadap Partisipasi Masyarakat dalam PEMILU Tahun 2014 di Kota Bandung)
related to political life, aimed at influencing public decisions in a more or less direct way—legal, conventional, pacific, or contentious. Bagi Bolgherini, partisipasi politik adalah segala aktivitas yang berkaitan dengan kehidupan politik, yang ditujukan untuk memengaruhi pengambilan keputusan baik secara langsung maupun tidak langsung-dengan cara legal, konvensional, damai, ataupun memaksa. Studi klasik mengenai partisipasi politik diadakan oleh Samuel P. Huntington dan Joan Nelson dalam karya penelitiannya No Easy Choice: Political Participation in Developing Countries. Lewat penelitian mereka, Huntington and Nelson memberikan suatu catatan: Partisipasi yang bersifat mobilized (dipaksa) juga termasuk ke dalam kajian partisipasi politik. Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh Bolgherini yaitu bahwa dalam melakukan partisipasi politik, cara yang digunakan salah satunya yang bersifat paksaan (contentious). Bagi Huntington and Nelson, perbedaan partisipasi politik sukarela dan mobilisasi (diarahkan, senada dengan dipaksa) hanya dalam aspek prinsip, bukan kenyataan tindakan: Intinya baik sukarela ataupun dipaksa, warganegara tetap melakukan partisipasi politik. Dalam sistem politik demokratis, budaya politik yang semestinya ditumbuh-kembangkan warga negara adalah budaya politik partisipatif. Budaya politik partisipatif ini dapat berupa sistem keyakinan, sikap, norma, persepsi, dan sejenisnya yang dapat menopang terwujudnya partisipasi politik. Partisipasi politik dapat dilakukan dengan cara konvensional dan cara nonkonvensional. Dengan mengacu pada pendapat di atas, maka kesukarelaan warga dalam politik merupakan padanan kata dari partisipasi politik bukan mobilisasi politik, sehingga dalam penelitian ini lebih banyak mengungkapkan partisipasi politik sebagai kesukarelaan politik. Dusseldorp (1981) membedakan adanya beberapa jenjang kesukarelaan sebagai berikut: 1.
Partisipasi spontan, yaitu peranserta yang tumbuh karena motivasi intrinsik berupa pemahaman, penghayatan, dan keyakinannya sendiri
KPU Kota BAndung KPU
10
Laporan penelitian Kesukarelaan Warga dalam Politik (Studi Deskriptik Analitik terhadap Partisipasi Masyarakat dalam PEMILU Tahun 2014 di Kota Bandung)
2.
Partisipasi terinduksi, yaitu peranserta yang tumbuh karena terinduksi oleh adanya motivasi ekstrinsik (berupa bujukan, pengaruh, dorongan) dari luar; meskipun yang bersangkutan tetap memiliki kebebasan penuh untuk berpartisipasi.
3.
Partisipasi tertekan oleh kebiasaan, yaitu peranserta yang tumbuh karena adanya tekanan yang dirasakan sebagaimana layaknya warga masyarakat pada umumnya, atau peranserta yang dilakukan untuk mematuhi kebiasaan, nilai-nilai, atau norma yang dianut oleh masyarakat setempat. Jika tidak berperan serta, khawatir akan tersisih atau dikucilkan masyarakatnya.
4.
Partisipasi tertekan oleh alasan sosial-ekonomi, yaitu peranserta yang dilakukan karena takut akan kehilangan status sosial atau menderita kerugian/tidak memperoleh bagian manfaat dari kegiatan yang dilaksanakan.
5.
Partisipasi tertekan oleh peraturan, yaitu peran serta yang dilakukan karena takut menerima hukuman dari peraturan/ketentuan-ketentuan yang sudah diberlakukan. Secara ringkas pemaparan di atas, dapat disajikan dalam gambar sebagai
berikut:
Kesukarelaan/Partisipasi Politik
Non Konvensional
Konvensional
Perilaku Politik Gbr.1. Paradigma Penelitian tentang Kesukarelaan Warga Dalam Politik di Kota Bandung.
KPU Kota BAndung KPU
11
Laporan penelitian Kesukarelaan Warga dalam Politik (Studi Deskriptik Analitik terhadap Partisipasi Masyarakat dalam PEMILU Tahun 2014 di Kota Bandung)
BAB II LANDASAN TEORI
A. Karakteristik Masyarakat Masyarakat dalam sebuah negara demokratis memiliki andil
besar
terhadap arah visi dan misi negaranya yang tak lain adalah mensejahterakan masyarakat. Masyarakat tidak boleh hanya tinggal diam dalam menentukan arah Negara namun harus selalu proaktif, oleh karena itu setiap insan negara berhak untuk ikut dalam partisipasi politik. Melihat dari berbagai aspek yang ada. kita dapat melihat langsung dari berbagai macam informasi, baik cetak maupun media elektronik, bahwa betapa fenomena hidup yang ada di Pedesaan maupun Perkotaan mulai mengalami pergeseran nilai, norma serta adat istiadat yang tidak lagi dihiraukan oleh banyak penduduk desa yang ingin merasa kehidupannya berubah, baik ekonomi maupun status sosialnya. Masyarakat adalah sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup, dimana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Masyarakat bisa disebut juga sebagai suatu perwujudan kehidupan bersama manusia. Pada masyarakat berlangsung proses kehidupan sosial, proses antar hubungan dan antar aksi. Di dalam masyarakat sebagai suatu lembaga kehidupan manusia berlangsung pula keseluruhan proses perkembangan kehidupan. Dengan demikian masyarakat dapat diartikan sebagai wadah atau medan tempat berlangsungnya antar aksi
warga
dapat
masyarakat
pula diartikan sebagai subyek,
itu. yakni
Tetapi
masyarakat
sebagai perwujudan
warga
masyarakat dengan semua sifat (watak) dalam suatu gejala dan manifestasi tertentu atau keseluruhan, sosio dan psikologisnya. Masyarakat Indonesia terdiri dari berbagai macam suku yang tersebar di penjuru Nusantara. Masing-masing suku memiliki watak dan karakter masingmasing. Indonesia merupakan negara yang memiliki beragam kultur dan etnik KPU Kota BAndung KPU
12
Laporan penelitian Kesukarelaan Warga dalam Politik (Studi Deskriptik Analitik terhadap Partisipasi Masyarakat dalam PEMILU Tahun 2014 di Kota Bandung)
dalam kesatuan Republik Indonesia dengan semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”. Dengan perbedaan ini bangsa Indonesia kaya akan kultur (budaya) dan etnik, dari berbagai suku dan ras yang ada. Perbedaan ini terbentuk karakter dari masing-masing suku dan ras. Demikian juga masyarakat kota Bandung, yang sebagian besar didiami suku sunda, walau banyak para pendatang dari berbagai suku (Jawa, Batak dan lain-lainnya). Hal ini yang biasa dikenal dengan masyarakat yang multikultural. Masyarakat di Indonesia dapat digolong-golongkan dengan menggunakan tolok ukur secara horizontal dan vertikal. Secara horizontal atau lazim disebut dengan diferensiasi sosial ciri masyarakat multikultural didasarkan pada keanekaragaman ras, suku bangsa, dan agama. Sementara itu, secara vertikal atau lazim disebut dengan stratifikasi sosial, ciri masyarakat multikultural di antaranya dapat dilihat dari tolok ukur kriteria ekonomi, sosial, politik, dan masyarakat feodal. Penggolongan masyarakat Indonesia yang multikultural ini sekaligus menunjukkan adanya berbagai kelompok sosial yang ada dalam masyarakat tersebut. Secara horizontal, masyarakat Indonesia yang multikultural dapat dilihat dari ciri-ciri yang didasarkan pada ras, suku bangsa, dan agama.
B. Masyarakat Kota Kota adalah suatu pemilihan yang cukup besar, padat dan permanen, dihuni oleh orang-orang yang heterogen kedudukan sosialnya. Kota bisa dibilang sebagai tempat yang berpenduduk sepuluh ribu orang atau lebih. Dari beberapa pendapat secara umum dapat dikatakan mempunyani ciri-ciri mendasar yang sama. Pengertian kota dapat dikenakan pada daerah atau lingkungan komunitas tertentu dengan tingkatan dalam struktur pemerintahan. Ada beberapa ciri yang menonjol pada masyarakat kota yaitu: 1.
kehidupan keagamaan berkurang bila dibandingkan dengan kehidupan keagamaan di Desa. Masyarakat kota hanya melakukan kegiatan keagamaan hanya bertempat di Rumah peribadatan seperti di Masjid, Gereja, dan
KPU Kota BAndung KPU
13
Laporan penelitian Kesukarelaan Warga dalam Politik (Studi Deskriptik Analitik terhadap Partisipasi Masyarakat dalam PEMILU Tahun 2014 di Kota Bandung)
lainnya. 2.
Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa bergantung pada orang lain
3.
Di kota-kota kehidupan keluarga sering sukar untuk disatukan, karena perbedaan politik dan agama dan sebagainya.
4.
Jalan pikiran rasional yang dianut oleh masyarkat perkotaan.
5.
Interaksi-interaksi yang terjadi lebih didasarkan pada faktor kepentingan pribadi daripada kepentingan umum. Hal sebagaimana dikemukakan di atas adalah sesuatu yang membedakan
antara karakteristik masyarakat perkotaan dan pedesaan, oleh karena itu, banyak orang-orang dari perkotaan yang pindah ke pedesaan untuk mencari ketenangan, sedangkan sebaliknya, masyarakat pedesaan pergi dari desa untuk ke kota mencari kehidupan dan pekerjaan yang layak untuk kesejahteraan mereka.
C. Struktur Penduduk Kota 1. Segi Demografi Ekspresi demografi dapat ditemui di kota-kota besar. Kota-kota sebagai pusat perdagangan, pusat pemerintahan dan pusat jasa lainnya menjadi daya tarik bagi penduduk di luar kota. Jenis kelamin dalam hal ini mempunyai arti penting, karena semua kehidupan sosial dipengaruhi oleh proporsi atau perbandingan jenis kelamin. Suatu kenyataan ialah bahwa pada umumnya kota lebih banyak dihuni oleh wanita daripada pria. Struktur penduduk kota dari segi umur menunjukkan bahwa mereka lebih banyak tergolong dalam umur produktif. Kemungkinan besar adalah bahwa mereka yang berumur lebih dari 65 tahun atau mereka yang sudah pensiun lebih menyukai kehidupan dan suasana yang lebih tenang. Suasana ini terdapat di daerah-daerah pedesaan atau sub urban. 2. Segi Ekonomi Struktur kota dari segi ini dapat dilihat dari jenis-jenis mata KPU Kota BAndung KPU
14
Laporan penelitian Kesukarelaan Warga dalam Politik (Studi Deskriptik Analitik terhadap Partisipasi Masyarakat dalam PEMILU Tahun 2014 di Kota Bandung)
pencaharian penduduk atau warga kota. Sudah jelas bahwa jenis mata pencaharian penduduk kota adalah di bidang non agraris seperti pekerjaanpekerjaan di bidang perdagangan, kepegawaian, pengangkutan dan di bidang jasa serta lain-lainnya. Dengan demikian struktur dari segi jenis-jenis mata pencaharian akan mengikuti fungsi dari suatu kota. 3. Segi Segregasi Segregasi dapat dianalogkan dengan pemisahan yang dapat menimbulkan berbagai kelompok (clusters), sehingga kita sering mendengar adanya: kompleks perumahan pegawai bank, kompleks perumahan tentara, kompleks pertokoan, kompleks pecinan dan seterusnya. Segregasi ini ditimbulkan karena perbedaan suku, perbedaan pekerjaan, perbedaan strata sosial, perbedaan tingkat pendidikan dan masih beberapa sebab-sebab lainnya, Segregasi menurut mata pencaharian dapat dilihat pada adanya kompleks perumahan pegawai, buruh, industriawan, pedagang dan seterusnya, sedangkan menurut perbedaan strata sosial dapat dilihat adanya kompleks golongan berada. Segregasi ini tidak akan menimbulkan masalah apabila
ada
saling
pengertian,
toleransi
antara
fihak-fihak
yang
bersangkutan. Segregasi ini dapat disengaja dan dapat pula tidak di sengaja. Disengaja dalam hubungannya dengan perencanaan kota misalnya kompleks bank, pasar dan sebagainya. Segregasi yang tidak disengaja terjadi tanpa perencanaan, tetapi akibat dari masuknya arus penduduk dari luar yang memanfaatkan ruang kota, baik dengan ijin maupun yang tidak dengan ijin dari Pemerintahan kota. Dalam hal seperti ini dapat terjadi slums. Biasanya slums ini merupakan daerah yang tidak teratur dan bangunan-bangunan yang ada tidak memenuhi persyaratan bangunan dan kesehatan. Adanya segregasi juga dapat disebabkan sewa atau harga tanah yang tidak sama. Daerah-daerah dengan harga tanah yang tinggi akan didiami oleh warga kota yang mampu sedangkan daerah dengan tanah yang murah akan didiami oleh swarga kota yang berpenghasilan sedang atau kecil. KPU Kota BAndung KPU
15
Laporan penelitian Kesukarelaan Warga dalam Politik (Studi Deskriptik Analitik terhadap Partisipasi Masyarakat dalam PEMILU Tahun 2014 di Kota Bandung)
Apabila
ada kompleks yang terdiri dari orang-orang yang sesuku bangsa
yang mempunyai kesamaan kultur dan status ekonomi, maka kompleks ini atau clusters semacam ini disebut dengan istilah ”natural areas”. 4. Sifat-Sifat Masyarakat Kota Masyarakat kota adalah masyarakat yang anggota-anggotanya terdiri dari manusia yang bermacam-macam lapisan/ tingkatan hidup, pendidikan, kebudayaan dan lain-lain. Mayoritas penduduknya hidup berjenis-jenis usaha yang bersifat non-agraris. Masyarakat perkotaan memiliki sifat-sifat yang tampak menonjol yaitu:
Sikap kehidupan Sikap kehidupan masyarakat kota cenderung pada individuisme/egoisme yaitu masing-masing anggota masyarakat berusaha sendiri-sendiri tanpa terikat oleh anggota masyarakt
lainnya, hal mana menggambarkan
corak hubungan yang terbatas, dimana setiap individu mempunyai otonomi jiwa atau kemerdekaan untuk melakukan apa yang mereka inginkan.
Tingkah laku Tingkah lakunya bergerak maju mempunyai sifat kreatif, radikal dan dinamis. Dari segi budaya masyarakat kota umumnya mempunyai tingkatan budaya yang lebih tinggi, karena kreativitas dan dinamikanya kehidupan kota lebih cepat menerima yang baru atau membuang sesuatu yang lama, lebih cepat mengadakan reaksi, lebih cepat menerima
mode-mode
dan
kebiasaan-kebiasaan
baru.
Kedok
peradaban yang diperolehnya ini dapat memberikan sesuatu perasaan harga diri yang lebih tinggi, jauh berbeda dengan seni budaya dalam masyarakat desa yang bersifat statis. Derajat kehidupan masyarakt kota beragam dengan corak sendiri-sendiri
Perwatakan Perwatakannya cenderung pada sifat materialistis. Akibat dari sikap hidup yang egoism dan pandangan hidup yang radikal dan dinamis
KPU Kota BAndung KPU
16
Laporan penelitian Kesukarelaan Warga dalam Politik (Studi Deskriptik Analitik terhadap Partisipasi Masyarakat dalam PEMILU Tahun 2014 di Kota Bandung)
menyebabkan masyarakat kota lemah dalam segi religi, yang mana menimbulkan efek-efek negatif yang berbentuk tindakan amoral, indisipliner, kurang memperhatikan tanggungjawab sosial. Berdasarkan paparan diatas maka masyarakat kota memiliki ciri-ciri sebagai berikut: Terdapat spesialisasi dari variasi pekerjaan. Penduduknya padat dan bersifat heterogen. Norma-norma yang berlaku tidak terlalu mengikat. Kurangnya kontrol sosial dari masyarakat karena sifat gotong royong mulai menurun.
Kita dapat membedakan antara masyarakat desa dan masyarakat kota yang masing-masing punya karakteristik tersendiri. Masing-masing punya sistem yang mandiri, dengan fungsi-fungsi sosial, struktur serta prosesproses sosial yang sangat berbeda, bahkan kadang-kadang dikatakan "berlawanan" pula. Perbedaan ini dapat dilhat dari unsur-unsur pembeda yang telah ada, yaitu:
C. Struktur dan Fungsi Kelompok Kelompok Sosial Setiap masyarakat terdiri atas keterkaitan kelompok- kelompok sosial. kelompok-kelompok ini dalam masyarakat mungkin bersifat efimeral ada, kemudian menghilang atau mungkin berjalan lebih dari ribuan tahun. Kelompok- kelompok tersebut dapat bersifat sederhana, dan dalam fungsinya melibatkan beberapa perilaku individu yang kurang terkoordinasi dengan baik, atau secara extrim rumit (complicated) dan melakukan pola tindakan yang terspesialisasi serta terformulasi dari ribuan orang dibawah kepemimpinan yang monolitik (Nina W. Syam, 2012:143). Selanjutnya
menurut
Nina
Syam
(2012)
menjelaskan
bahwa,
Masyarakat- seperti seorang individu- dewasa ini dapat dijelaskan sebagai interrelasi sistem kelompok sosial, dari kelompok- kelompok persahabatan KPU Kota BAndung KPU
17
Laporan penelitian Kesukarelaan Warga dalam Politik (Studi Deskriptik Analitik terhadap Partisipasi Masyarakat dalam PEMILU Tahun 2014 di Kota Bandung)
yang tidak formal sampai pada kelompok- kelompok politik, ekonomi, pendidikan, dan agama yang sangat formal, yang dalam alurnya individu bergerak, serta dengan agen-agen kekuatannya dipermainkan. semua kelompok ini tidak bersifat statis, mengubah "institusi". untuk memahami individu, kita tidak hanya meneliti struktur dan fungsi kelompok-kelompok dalam suatu perilaku yang deskriptif, tetapi juga memahami ketegangan dan hubungan serta kekuatan-kekuatan dalam kelompok. Dengan kata lain, kita harus mencari untuk meneliti dinamika struktur dan fungsi kelompok seperti halnya kelompok psikologis. Kelompok psikologis, Nina Syam (2012) mengartikan sebagai dua atau lebih orang yang melahirkan hubungan psikologis eksplisit satu sama lain. sebuah kelompok berbeda dari kelas atau kumpulan orang-orang yang dipandang sebagai kelompok sederhana karena pada individu berada pada pendekatan yang sangat erat. Jadi jelas bahwa, suatu kelompok tidak sama dengan perseped group yang mungkin ada bagian seorang individu. Selanjutnya Nina Syam (2012) mengemukakan, Seseorang bisa saja berfikir mengenai dirinya sendiri dengan cara dirinya itu saat berhubungan dengan orang lain, tetapi mereka tidak bisa eksis secara psikologis. Di sini kita tidak bisa membicarakan orang-orang tersebut sebagai anggota kelompok. Dari segi positif, dijelaskan bahwa ada kriteria utama untuk membangun seperangkat individu yang sudah ataupun belum yang merupakan kelompok psikologis, yaitu: 1. Semua anggota harus eksis sebagai suatu kelompok psikologis, yaitu tampil dan bereaksi pada suatu kelompok. 2.
Sebagai anggota mereka harus dinamis dan interaksi satu sama lain.
D. Partisipasi Politik Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Partisipasi politik secara harfiah berarti keikutsertaan, dalam konteks politik hal ini mengacu pada pada keikutsertaan warga dalam berbagai proses politik. Keikutsertaan KPU Kota BAndung KPU
18
Laporan penelitian Kesukarelaan Warga dalam Politik (Studi Deskriptik Analitik terhadap Partisipasi Masyarakat dalam PEMILU Tahun 2014 di Kota Bandung)
warga dalam proses politik tidaklah hanya berarti warga mendukung keputusan atau kebijakan yang telah digariskan oleh para pemimpinnya, karena kalau ini yang terjadi maka istilah yang tepat adalah mobilisasi politik. Partisipasi politik adalah keterlibatan warga dalam segala tahapan kebijakan, mulai dari sejak pembuatan keputusan sampai dengan penilaian keputusan, termasuk juga peluang untuk ikut serta dalam pelaksanaan keputusan. Definisi partisipasi politik yang cukup senada disampaikan oleh Silvia Bolgherini. Menurut Bolgherini, partisipasi politik " ... a series of activities related to political life, aimed at influencing public decisions in a more or less direct way—legal, conventional, pacific, or contentious. Bagi Bolgherini, partisipasi politik adalah segala aktivitas yang berkaitan dengan kehidupan politik, yang ditujukan untuk memengaruhi pengambilan keputusan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan cara legal, konvensional, damai, ataupun memaksa. Studi klasik mengenai partisipasi politik diadakan oleh Samuel P. Huntington dan Joan Nelson dalam karya penelitiannya No Easy Choice: Political Participation in Developing Countries. Lewat penelitian mereka, Huntington and Nelson memberikan suatu catatan: Partisipasi yang bersifat mobilized (dipaksa) juga termasuk ke dalam kajian partisipasi politik. Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh Bolgherini yaitu bahwa dalam melakukan partisipasi politik, cara yang digunakan salah satunya yang bersifat paksaan (contentious). Bagi Huntington and Nelson, perbedaan partisipasi politik sukarela dan mobilisasi (diarahkan, senada dengan dipaksa) hanya dalam aspek prinsip, bukan kenyataan tindakan: Intinya baik sukarela ataupun dipaksa, warganegara tetap melakukan partisipasi politik. Ruang bagi partisipasi politik adalah sistem politik. Sistem politik memiliki pengaruh
untuk
menuai
perbedaan
dalam
pola
partisipasi
politik
warganegaranya. Pola partisipasi politik di negara dengan sistem politik Demokrasi Liberal tentu berbeda dengan di negara dengan sistem Komunis atau Otoritarian. Bahkan, di negara-negara dengan sistem politik Demokrasi KPU Kota BAndung KPU
19
Laporan penelitian Kesukarelaan Warga dalam Politik (Studi Deskriptik Analitik terhadap Partisipasi Masyarakat dalam PEMILU Tahun 2014 di Kota Bandung)
Liberal juga terdapat perbedaan, seperti yang ditunjukkan Oscar Garcia Luengo, dalam penelitiannya mengenai E-Activism: New Media and Political Participation in Europe. Warganegara di negara-negara Eropa Utara (Swedia, Swiss, Denmark) cenderung lebih tinggi tingkat partisipasi politiknya ketimbang negara-negara Eropa bagian selatan (Spanyol, Italia, Portugal, dan Yunani). Konsep partisipasi politik ini menjadi sangat penting dalam arus pemikiran deliberative democracy atau demokrasi musawarah. Pemikiran demokrasi musyawarah muncul antara lain terdorong oleh tingginya tingkat apatisme politik di Barat yang
terlihat dengan rendahnya tingkat pemilih
(hanya berkisar 50 - 60 %). Besarnya kelompok yang tidak puas atau tidak merasa perlu terlibat dalam proses politik perwakilan mengkhawatirkan banyak pemikir Barat yang lalu datang dengan konsep deliberative democracy. Di Indonesia saat ini penggunaan kata partisipasi (politik) lebih sering mengacu pada dukungan yang diberikan warga untuk pelaksanaan keputusan yang sudah dibuat oleh para pemimpin politik dan pemerintahan. Misalnya ungkapan pemimpin "Saya mengharapkan partispasi masyarakat untuk menghemat BBM dengan membatasi penggunaan listrik di rumah masihngmasing". Sebaliknya jarang kita mendengar ungkapan yang menempatkan warga sebagai aktor utama pembuatan keputusan. Dengan meilhat derajat partisipasi politik warga dalam proses politik rezim atau pemerintahan bisa dilihat dalam spektrum:
Rezim otoriter - warga tidak tahu-menahu tentang segala kebijakan dan keputusan politik
Rezim patrimonial - warga diberitahu tentang keputusan politik yang telah dibuat oleh para pemimpin, tanpa bisa memengaruhinya.
Rezim partisipatif - warga bisa memengaruhi keputusan yang dibuat oleh para pemimpinnya.
Rezim demokratis - warga merupakan aktor utama pembuatan keputusan politik. Merujuk pada uraian di atas, dapat difahami bahwa partisipasi politik
KPU Kota BAndung KPU
20
Laporan penelitian Kesukarelaan Warga dalam Politik (Studi Deskriptik Analitik terhadap Partisipasi Masyarakat dalam PEMILU Tahun 2014 di Kota Bandung)
adalah keikutsertaan warga negara biasa yang tidak mempunyai kewenangan dalam pemerintahan berdasarkan kesadaran sendiri guna mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik. Dalam sistem politik demokratis, budaya politik yang semestinya ditumbuh-kembangkan warga negara adalah budaya politik partisipatif. Budaya politik partisipatif ini dapat berupa sistem keyakinan, sikap, norma, persepsi, dan sejenisnya yang dapat menopang terwujudnya partisipasi politik. Partisipasi politik dapat dilakukan dengan cara konvensional dan cara non-konvensional. Partisipasi politik yang dilakukan dengan cara-cara konvensional seperti:
Memberikan suara dalam pemilu.
Terlibat dalam kampanye.
Membentuk dan bergabung dalam organisasi kemasyarakatan.
Melakukan diskusi publik.
Melakukan komunikasi pribadi dengan aktivis politik atau pejabat pemerintah. Partisipasi politik yang dilakukan dengan cara non-konvensioanal dapat
berbentuk:
Demonstrasi;
Boikot; dan
Pembangkangan sipil. Tipe partisipasi politik meliputi:
Partisipasi aktif: partisipasi aktif merupakan kegiatan warga negara yang senantiasa menampilkan perilaku tanggap (responsif) terhadap berbagai tahapan kebijakan pemerintah.
Partisipasi Militan-Radikal: partisipasi militan-radikal merupakan kegiatan warga negara yang senantiasa menampilkan perilaku tanggap (responsif) terhadap kebijakan pemerintah, namun cenderung mengutamakan cara-cara non-konvensional,
termasuk
di
dalamnya
menggunakan
cara-cara
kekerasan.
Partisipasi Pasif: Partisipasi pasif adalah kegiatan warga negara yang
KPU Kota BAndung KPU
21
Laporan penelitian Kesukarelaan Warga dalam Politik (Studi Deskriptik Analitik terhadap Partisipasi Masyarakat dalam PEMILU Tahun 2014 di Kota Bandung)
menerima atau menaati begitu saja segala kebijakan pemerintah. Jadi, partisipasi pasif cenderung tidak mempersoalkan apapun kebijakan publik yang dibuat oleh pemerintah.
Perilaku Apatis: perilaku apatis adalah kegiatan warga negara yang tak mau tahu dengan apapun kebijakan publik yang dibuat oleh pemerintah. Umumnya warga masyarakat bertindak demikian karena merasa kecewa dengan pemerintah dan sistem politik yang ada. Selanjutnya,
ada berbagai bentuk partisipasi politik, hal itu bisa
dibedakan berdasarkan; jumlah pelaku, keterlibatan si pelaku, wujud sumbangan yang diberikan, dan jenis-jenis pelaku. Berdasarkan jumlah pelaku, bentuk partisipasi politik bisa dibedakan menjadi:
Partisipasi Individual: partisipasi individual adalah kegiatan warga negara biasa yang mempengaruhi pemerintah yang dilakukan oleh orangperorangan.
Partisipasi Kolektif: partisipasi kolektif adalah kegiatan warga negara biasa untuk mempengaruhi pemerintah yang dilakukan oleh sejumlah orang atau banyak orang. Berdasarkan keterlibatan si pelaku, partisipasi politik bisa dibedakan
menjadi:
Partisipasi Langsung: partisipasi langsung adalah kegiatan warga negara biasa untuk mempengaruhi pemerintah, yang dilakukan sendiri tanpa perantaraan pihak lain.
Partisipasi tak Langsung: partisipasi tak langsung adalah kegiatan warga negara
untuk mempengaruhi
pemerintah, yang dilakukan
dengan
perantaraan pihak lain. Berdasarkan wujud sumbangan yang diberikan, partisipasi politik bisa dibedakan:
Partisipasi Material: partisipasi material adalah kegiatan warga negara untuk mempengaruhi pemerintah, dengan cara memberikan sumbangan materi.
KPU Kota BAndung KPU
22
Laporan penelitian Kesukarelaan Warga dalam Politik (Studi Deskriptik Analitik terhadap Partisipasi Masyarakat dalam PEMILU Tahun 2014 di Kota Bandung)
Partisipasi Non-Material: partisipasi non-material adalah kegiatan warga negara untuk mempengaruhi pemerintah dengan cara memberikan sumbangan non-materi. Berdasarkan jenis-jenis perilakunya, partisipasi politik bisa dibedakan:
Kegiatan Pemilihan: kegiatan pemilihan adalah kegiatan warga negara untuk mempengaruhi pemerintah dengan cara melakukan berbagai kegiatan untuk mempengaruhi hasil Pemilu/Pilkada.
Lobbying: lobbying adalah kegiatan warga negara untuk mempengaruhi pemerintah yang dilakukan dengan melakukan pendekatan terhadap pihakpihak tertentu (pejabat/tokoh).
Kegiatan Organisasi: kegiatan organisasi adalah kegiatan warga negara untuk mempengaruhi pemerintah dengan cara menjadi anggota organisasi tertentu.
Mencari koneksi: Mencari koneksi adalah kegiata warga negara untuk mempengaruhi pemerintah dengan cara menghubungi orang-orang tertentu untuk memperoleh keuntungan tertentu bagi satu atau beberapa orang.
E. Landasan Partisipasi Politik Landasan partisipasi politik adalah asal-usul individu atau kelompok yang melakukan kegiatan partisipasi politik. Huntington dan Nelson membagi landasan partisipasi politik ini menjadi: 1. Kelas – individu-individu dengan status sosial, pendapatan, dan pekerjaan yang serupa. 2. Kelompok atau komunal – individu-individu dengan asal-usul ras, agama, bahasa, atau etnis yang serupa. 3. Lingkungan – individu-individu yang jarak tempat tinggal (domisilinya) berdekatan. 4. Partai – individu-individu yang mengidentifikasi diri dengan organisasi formal yang sama yang berusaha untuk meraih atau mempertahankan kontrol atas bidang-bidang eksekutif dan legislatif pemerintahan, dan KPU Kota BAndung KPU
23
Laporan penelitian Kesukarelaan Warga dalam Politik (Studi Deskriptik Analitik terhadap Partisipasi Masyarakat dalam PEMILU Tahun 2014 di Kota Bandung)
5. Golongan atau faksi – individu-individu yang dipersatukan oleh interaksi yang terus menerus antara satu sama lain, yang akhirnya membentuk hubungan patron-client, yang berlaku atas orang-orang dengan tingkat status sosial, pendidikan, dan ekonomi yang tidak sederajat.
F. Mode Partisipasi Politik Mode partisipasi politik adalah tata cara orang melakukan partisipasi politik. Model ini terbagi ke dalam 2 (dua) bagian besar: Conventional dan Unconventional. Conventional adalah mode klasik partisipasi politik seperti Pemilu dan kegiatan kampanye. Mode partisipasi politik ini sudah cukup lama ada, tepatnya sejak tahun 1940-an dan 1950-an. Unconventional adalah mode partisipasi politik yang tumbuh seiring munculkan Gerakan Sosial Baru (New Social Movements). Dalam gerakan sosial baru ini muncul gerakan pro lingkungan (environmentalist), gerakan perempuan gelombang 2 (feminist), protes mahasiswa (students protest), dan teror.
G. Bentuk Partisipasi Politik Jika mode partisipasi politik bersumber pada faktor “kebiasaan” partisipasi politik di suatu zaman, maka bentuk partisipasi politik mengacu pada wujud nyata kegiatan politik tersebut. Samuel P. Huntington dan Joan Nelson membagi bentuk-bentuk partisipasi politik menjadi: 1.
Kegiatan Pemilihan;
yaitu kegiatan pemberian suara dalam pemilihan
umum, mencari dana partai, menjadi tim sukses, mencari dukungan bagi calon legislatif atau eksekutif, atau tindakan lain yang berusaha mempengaruhi hasil pemilu; 2.
Lobby;
yaitu upaya perorangan atau kelompok menghubungi pimpinan
politik dengan maksud mempengaruhi keputusan mereka tentang suatu isu; 3.
Kegiatan Organisasi; yaitu partisipasi individu ke dalam organisasi, baik selaku anggota maupun pemimpinnya, guna mempengaruhi pengambilan
KPU Kota BAndung KPU
24
Laporan penelitian Kesukarelaan Warga dalam Politik (Studi Deskriptik Analitik terhadap Partisipasi Masyarakat dalam PEMILU Tahun 2014 di Kota Bandung)
keputusan oleh pemerintah; 4.
Contacting; yaitu upaya individu atau kelompok dalam membangun jaringan dengan pejabat-pejabat pemerintah guna mempengaruhi keputusan mereka, dan
5.
Tindakan Kekerasan (violence); yaitu tindakan individu atau kelompok guna mempengaruhi keputusan pemerintah dengan cara menciptakan kerugian fisik manusia atau harta benda, termasuk di sini adalah huru-hara, teror, kudeta, pembutuhan politik (assassination), revolusi dan pemberontakan. Kelima bentuk partisipasi politik menurut Huntington dan Nelson telah
menjadi bentuk klasik dalam studi partisipasi politik. Keduanya tidak membedakan apakah tindakan individu atau kelompok di tiap bentuk partisipasi politik legal atau ilegal. Sebab itu, penyuapan, ancaman, pemerasan, dan sejenisnya di tiap bentuk partisipasi politik adalah masuk ke dalam kajian ini. Klasifikasi bentuk partisipasi politik Huntington dan Nelson belumlah relatif lengkap karena keduanya belum memasukkan bentuk-bentuk partisipasi politik seperti kegiatan diskusi politik, menikmati berita politik, atau lainnya yang berlangsung di dalam skala subyektif individu. Misalnya, Thomas M. Magstadt menyebutkan bentuk-bentuk partisipasi politik dapat meliputi: (1) Opini publik; (2) Polling; (3) Pemilihan umum; dan (4) Demokrasi langsung. [6] Opini publik adalah gagasan serta pandangan yang diekspresikan oleh para pembayar pajak dan konstituen pemilu. H. Jenjang Kesukarelaan Partisipasi Politik Dusseldorp (1981) membedakan adanya beberapa jenjang kesukarelaan sebagai berikut: 1.
Partisipasi spontan, yaitu peranserta yang tumbuh karena motivasi intrinsik berupa pemahaman, penghayatan, dan keyakinannya sendiri.
2.
Partisipasi terinduksi, yaitu peranserta yang tumbuh karena terinduksi oleh adanya motivasi ekstrinsik (berupa bujukan, pengaruh, dorongan) dari luar; meskipun yang bersangkutan tetap memiliki kebebasan penuh untuk berpartisipasi.
KPU Kota BAndung KPU
25
Laporan penelitian Kesukarelaan Warga dalam Politik (Studi Deskriptik Analitik terhadap Partisipasi Masyarakat dalam PEMILU Tahun 2014 di Kota Bandung)
3.
Partisipasi tertekan oleh kebiasaan, yaitu peranserta yang tumbuh karena adanya tekanan yang dirasakan sebagaimana layaknya warga masyarakat pada umumnya, atau peranserta yang dilakukan untuk mematuhi kebiasaan, nilai-nilai, atau norma yang dianut oleh masyarakat setempat. Jika tidak berperan serta, khawatir akan tersisih atau dikucilkan masyarakatnya.
4.
Partisipasi tertekan oleh alasan sosial-ekonomi, yaitu peranserta yang dilakukan karena takut akan kehilangan status sosial atau menderita kerugian/tidak
memperoleh
bagian
manfaat
dari
kegiatan
yang
dilaksanakan. 5.
Partisipasi tertekan oleh peraturan, yaitu peran serta yang dilakukan karena takut menerima hukuman dari peraturan/ketentuan-ketentuan yang sudah diberlakukan.
KPU Kota BAndung KPU
26
Laporan penelitian Kesukarelaan Warga dalam Politik (Studi Deskriptik Analitik terhadap Partisipasi Masyarakat dalam PEMILU Tahun 2014 di Kota Bandung)
BAB III METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian Metode Penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif. Metode kualitatif adalah sebagai salah satu bagian dari metode penelitian, secara umum mencoba memahami setiap kejadian yang ada di alam ini, termasuk apa yang terjadi dan dipikirkan oleh manusia. Metode ini secara mendalam mengkaji apaapa yang terjadi dibalik peristiwa, dan apa yang terjadi setelah peristiwa berlangsung “fenomena dan fenomena”. Penelitian kualitatif pada hakikatnya ialah mengamati orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya. Untuk itu peneliti harus turun kelapangan dan berada disana dalam waktu yang cukup lama. Apa yang dilakukan oleh peneliti kualitatif banyak persamaannya dengan detektif atau mata-mata, penjelajah atau jurnalis yang juga terjun kelapangan untuk mempelajari manusia tertentu dengan mengumpulkan data yang banyak. Tentu saja apa yang dilakukan ilmuan lebih cermat, formal dan canggih. Peneliti kualitatif bukanlah mencari ”kebenaran” mutlak. Itu adalah pekerjaan ahli filsafah atau teologi. Peneliti kualitatif mengakui adanya dunia di luar dirinya. Akan tetapi dunia itu tidak dapat dikenalnya sepenuhnya secara mutlak. Mau tak mau ia melihat dunia itu dari segi pandangannya, atau biasanya dari segi pandangan respondennya dan pandangan itu mungkin sekali ada perbedaannnya dengan pandangan orang lain. Pandangan itu tidak semata-mata subyektif dan relativistik. Ada kemungkinan tercapai konsensus dengan pandangan orang lain. ”Kebenaran” menurut penelitian kualitatif bergantung pada dunia realitas empirik dan konsensus dalam masyarakat ilmuan. Walaupun setiap benda menunjukkan berbagai aspek ditilik dari berbagai sudut pandangan, namun ada saja aspek-aspek atau ciri-ciri yang sama dan diterima oleh semua pihak. KPU Kota BAndung KPU
27
Laporan penelitian Kesukarelaan Warga dalam Politik (Studi Deskriptik Analitik terhadap Partisipasi Masyarakat dalam PEMILU Tahun 2014 di Kota Bandung)
Penelitian kualitatif terdiri atas kumpulan interpretasi, praktek material yang digunakan untuk melihat dunia. Praktek tersebut ditransformasi dari gambaran dunia. Mereka merubah dunia dengan beberapa tahapan sebagai gambaran, yang meliputi catatan lapangan, interview, percakapan, fotografi, rekaman, dan catatan untuk sendiri. Pada tingkat ini, penelitian kualitatif meliputi interpretasi, pendekatan naturalistik terhadap dunia. Maksudnya penelitian kualitatif adalah studi tentang sesuatu dalam seting yang natural, mencoba untuk menggunakan sensasi, atau interpretasi fenomena dalam term sebuah makna. Penelitian kualitatif meliputi studi yang digunakan dalam mengoleksi keberagaman materi-materi yang empiris, studi kasus, pengalaman pribadi, introsfeksi, cerita hidup, interview, artifak, studi teks budaya, observasi, sejarah, interaksi, dan teks visual, yang menggambarkan kebiasaan sehari-hari yang mempunyai makna dalam kehidupan individu. Dengan demikian penelitian kualitatif meliputi banyak hal tentang keterkaitan
metode
interpretasi,
dengan
harapan
dapat
memperoleh
pemahaman yang lebih baik terhadap subjek matter/topik kajian. Seperti halnya kesukarelaan masyarakat dalam politik. Pendekatan
kualitatif
termasuk
dalam
Naturalistic
inquiry,
yang
memerlukan manusia sebagai instrument karena penelitiannya yang sarat oleh muatan naturalistic. Dalam menguraikan tentang penelitian melalui pendekatan kualitatif, Moleong dengan mengacu kepada pendapat Bogdan dan Tailor (1975), mengemukakan bahwa pendekatan kualitatif itu memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1) Bersumber kepada pengamatan kualitatif yang dipertentangkan dengan pengamatan kuantitatif. 2) Kualitas menunjuk kepada segi alamiah yang dipertentangkan dengan kuantum atau jumlah. 3) Penelitian kualitatif diartikan sebagai penelitian yang tidak mengadakan perhitungan.
KPU Kota BAndung KPU
28
Laporan penelitian Kesukarelaan Warga dalam Politik (Studi Deskriptik Analitik terhadap Partisipasi Masyarakat dalam PEMILU Tahun 2014 di Kota Bandung)
Kualitas atau sifat yang kualitatif itu, mengacu kepada segi empirik, yakni kehidupan nyata manusia, termasuk segala apa yang berada dibelakang pola sikap dan tindakannya sebagai manusia yang bio-sosial. Hakikat yang kualitatif itu sebenarnya tidaklah perlu dipertentangkan dengan kuantum atau kuantitatif, justru karena anggapan seperti itu akan menjadi kendala bagi antar disiplin dalam ilmu-ilmu sosial, malahan memberi peluang pada pencuatan yang satu dari yang lainnya dalam hidup yang terunggul. Karena itu adalah naif manakala mengemukakan tentang keunggulan yang didasarkan pada penonjolan angkaangka, tanpa memperhatikan jenis, bentuk, atau hakikat penelitian atau yang lebih jauh lagi yaitu manfaat bagi hakikat kemanusiaan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif analitik. Penelitian yang bersifat deskriptif, bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu atau untuk menentukan frekuensi atau penyebaran suatu gejala dan gejala lain dalam masyarakat. Dalam hal ini mungkin sudah ada pertanyaan-pertanyaan, mungkin belum, tergantung dari sedikit banyaknya pengetahuan tentang masalah yang bersangkutan, khususnya yang menjadi fokus penelitian. Dalam proses penelitian ini deskriptif analitik ini,
peneliti merupakan
bagian dari instrumen penelitian dan analisis data dilakukan dengan pendekatan induktif kualitatif. Penggunaan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif ini bertujuan untuk menganalisis dan mendeskripsikan realitas objek yang diteliti. Metode penelitian deskriptif analitik, tidak hanya terbatas pada pengumpulan data, tetapi juga meliputi menganalisis dan menginterpretasikan data, serta membandingkan persamaan dan perbedaan fenomena yang ditemukan. Karakteristik metode penelitian ini dijadikan acuan dalam seluruh proses penelitian. Landasan pemikiran ini didukung oleh pendapat Lexy J. Moleong, yaitu bahwa ”Penelitian kualitatif berakar pada latarbelakang alamiah sebagai keutuhan (entity) dan mengandalkan manusia sebagai alat penelitian, memanfaatkan metode kualitatif dan mengadakan analisis data secara induktif.” Penggunaan pendekatan kualitatif pada penelitian ini didasarkan atas KPU Kota BAndung KPU
29
Laporan penelitian Kesukarelaan Warga dalam Politik (Studi Deskriptik Analitik terhadap Partisipasi Masyarakat dalam PEMILU Tahun 2014 di Kota Bandung)
beberapa pertimbangan: a.
Penelitian kualitatif bersifat natural; melihat situasi nyata yang berubah secara alamiah, terbuka, dan tidak ada rekayasa pengontrolan variabel;
b. Menggunakan analisis induktif dengan mengungkapkan data khusus, detail, menemukan kategori, dan dimensi, hubungan penting dengan pertanyaan terbuka; c.
Data yang dianalisis berupa deskripsi yang mendalam dan rinci serta menggunakan persepsi pengalaman orang;
d. Terjadinya hubungan yang akrab antara peneliti dengan informan (responden) sebab persepsi dan pengalaman pribadi peneliti penting untuk memahami fenomena yang terjadi; e.
Penelitian bersifat dinamis dengan perubahan yang terus terjadi;
f.
Memiliki orientasi keunikan; dan
g.
Menggunakan empati netral dengan subjektif murni tidak dibuat-buat. Sifat deskriptif mengacu pada data yang dikumpulkan berupa kata-kata
atau dokumen. Laporan hasil penelitian deskriptif berupa kutipan dari datadata sebagai ilustrasi dalam memberikan dukungan terhadap apa yang disajikan. Pendekatan deskriptif dipilih didasarkan atas beberapa pertimbangan. a.
Fokus penelitian menyangkut hal-hal yang terjadi di lokus penelitian, dengan harapan data terkumpul sebanyak mungkin dan dapat menjaga kualitas data.
b. Berdasarkan pendapat Lincoln dan Guba bahwa: 1) rea-litas yang ada pada dasarnya bersifat ganda, terkonstruksi, dan holistik; 2) antara yang mengetahui dan orang
yang
terpisahkan; 3) waktu dan
diketahui
bersifat interaktif dan tak
konteks memungkinkan
berkaitan
dengan
analisis; 4) entitas yang ada dalam keadaan saling simultan sehingga hampir tidak mungkin membedakan antara sebab dan akibat; 5) peneliti pada dasarnya tidak bebas nilai. c.
Gejala yang diperoleh dari lapangan lebih banyak menyangkut perbuatan dan kata-kata dari responden yang sedapat mungkin tidak dipengaruhi
KPU Kota BAndung KPU
30
Laporan penelitian Kesukarelaan Warga dalam Politik (Studi Deskriptik Analitik terhadap Partisipasi Masyarakat dalam PEMILU Tahun 2014 di Kota Bandung)
oleh pihak luarsehingga bersifat alami dan apa adanya. d. Pendekatan
kualitatif lebih bersifat natural, induktif, dan menemukan
makna dari suatu fenomena. Jika berhadapan dengan kenyataan ganda, penelitian kualitatif lebih mudah disesuaikan, dapat menyajikan secara langsung hubungan peneliti dengan subjek penelitian, lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan penajaman pengaruh bersama dan terhadap pola-pola nilai yang dihadapi
B. Sumber Data Penelitian diarahkan pada masyarakat yang ada di Kota Bandung. Warga masyarakat dijadikan sebagai unit analisis penelitian (unit of research analysis). Masyarakat yang diteliti adalah warga masyarakat kota Bandung dari 5 (lima) kecamatan berdasarkan sumber laporan KPU kota Bandung tentang partisipasi masyarakat dalam Pemilu 2014 pada kategori tinggi dan sedang. Adapun yang dijadikan sampel penelitian dari masyarakat tersebut secara random sampling. Random sampling adalah metode polling yang melibatkan canvassing atas populasi secara acak. Penelitian difokuskan pada unsur-unsur kesukarelaan warga dalam politik.
C. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah: 1) Observasi, yang diarahkan pada kondisi objektif lokus penelitian; 2) Wawancara, diarahkan pada warga kota Bandung, unsur Ormas unsur organisasi kepemudaan, dan unsur personal lainnya; 3) Dokumentasi, difokuskan pada dokumen partisipasi masyarakat dalam pemilu kota Bandung tahun 2014.
D. TahapanPenelitian Penelitian dilakukan melalui beberapa tahapan. Pertama, tahapan pra lapangan. Pada tahap ini, kegiatan yang dilakukan adalah: a) mencari dan KPU Kota BAndung KPU
31
Laporan penelitian Kesukarelaan Warga dalam Politik (Studi Deskriptik Analitik terhadap Partisipasi Masyarakat dalam PEMILU Tahun 2014 di Kota Bandung)
menemukan lokasi yang sesuai dengan focus penelitian; b) melakukan studi awal sebagai bahan pertimbangan menyusun desain penelitian; dan c) mengusahakan izin penelitian. Penelitian difokuskan pada responden di Kota Bandung. Kedua, KegiatanLapangan. Pada tahapan ini, data digali dengan kegiatan yang dilakukan adalah: a) menyusun problem umum yang bersifat tentative untuk memperoleh data; b) mencari data yang berkaitan dengan pembelajaran humanistik; dan c) mendokumentasikan data di lapangan berupa catatan-catatan mengenai hasil wawancara, observasi dan dokumentasi. Ketiga, tahapan penulisan laporan penelitian. Tahapan ini dilakukan setelah peneliti melakukan kajian eksplorasi di lapangan. Tahapan ini merupakan tahapan teknis yang berhubungan dengan tata penulisan laporan, sistematika pembahasan, dan aturan teknis lain yang sesuai dengan format laporan penelitian kualitatif pada umumnya. E. Analisis Data 1.
Langkah-Langkah Analisis Data Setelah semua data terkumpul, peneliti akan menganalisis data tersebut. Adapun alat analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif. Seperti halnya penelitian lain,
penelitian kualitatif
juga bertujuan
menghasilkan temuan-temuan. Kegiatan puncak penelitian kualitatif ialah analisis, simpulan dan interpretasi serta penyajian terhadap temuan. Wardi Bachtiar menunjukkan bahwa dalam penelitian kualitatif terdapat sedikit aturan dasar yang telah diterima bersama untuk menganalisis data, menarik kesimpulan melakukan verifikasi kekokohannya. Dalam penelitian kualitatif, unsur manusia yaitu kemampuan, keterampilan dan daya analisis memegang peranan penting.
Jawaban terhadap masalah penelitian yang diajukan
dalam identifikasi masalah,disajikan dalam bentuk uraian deduktif dan induktif. Peneliti berusaha
menyajikan
kutipan-kutipan
tertulis itu
sedemikianrupa (naratif), sehingga orang yang membaca dapat melihatnya, langsung memahami dan menarik kesimpulan menurut mereka sendiri (stick description). KPU Kota BAndung KPU
32
Laporan penelitian Kesukarelaan Warga dalam Politik (Studi Deskriptik Analitik terhadap Partisipasi Masyarakat dalam PEMILU Tahun 2014 di Kota Bandung)
Dalam penelitian kualitatif ini, analisis data dimaksudkan pertamatama mengorganisasikan data. Data yang terkumpul terdiri dari catatan lapangan, gambar, dokumen berupa laporan, artikel dan sebagainya. Dalam hal
ini,
pekerjaan
analisis
data
mengelompokkan, memberikan
ialah
mengatur,
kode dan
mengurutkan,
mengkate-gorikannya.
Sedangkan penulisan laporan hasil penelitian tidak terlepas dari keseluruhan tahapan kegiatan dan unsur-unsur penelitian. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut: (1) menyusun materi data; (2) penyusunan kerangka laporan; (3) mengadakan elaborasi antara bahan data dengan kerangka yang baru disusun; dan (4) penulisan laporan akhir
2. Teknik Analisis Data Analisis data
yang dilakukan
pada penelitian ini menggunakan
beberapa teknik sebagai berikut: 1) Analisis triangulasi Teknik triangulasi dalam penelitian ini merupakan pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara. 2) Teknik Transferability Teknik ini digunakan
untuk
mengukur
tingkat
penerapan hasil
penelitian dengan uraian yang jelas, rinci, sistematis, dan dapat dipercaya. 3) Teknik Dependability Teknik ini digunakan untuk mengukur dan menguji proses penelitian sebenarnya di lapangan. 4) Teknik Konfirmability Teknik ini digunakan untuk menguji hasil kesimpulan yang berkaitan dengan proses di lapangan Point 2) sampai dengan 4) berhubungan dengan analisis data untuk mengukur validitas dan reliabilitas setelah penelitian dilakukan. Berkaitan dengan teknik triangulasi, peneliti melakukan KPU Kota BAndung KPU
pengecekan
data dan 33
Laporan penelitian Kesukarelaan Warga dalam Politik (Studi Deskriptik Analitik terhadap Partisipasi Masyarakat dalam PEMILU Tahun 2014 di Kota Bandung)
konfirmasi ke beberapa pihak sehingga data benar-benar dapat dipercaya. Pemeriksaan terhadap kesesuian data antara temuan penelitian dengan data yang dihimpun di lapangan melalui
pelacakan terhadap catatan
lapangan dan analisis data atau yang disebut dengan audit trail. Audit trail dapat dilakukan oleh pihak KPU, peneliti, dan pihak lainnya.
F. Penafsiran Data Proses penafsiran data yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1) Membaca dan memahami data secara mendalam dituntut oleh teori yang diajukan; 2) Mencari hubungan antara yang ditemukan dibandingkan dengan teori yang diajukan; dan Melakukan deskripsi,
analisis, dan perbandingan peneliti
dalam menemukan konsep dan temuan.
G. Sistematika Pembahasan Laporan hasil penelitian akan diuraikan pada 5 bab. Bab I Pendahuluan membahas tentang latar belakang masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta kerangka berfikir. Kerangka berfikir ini dimunculkan pada Bab I terkait dengan asas koherensi konsep yang dikembangkan yang akan dibandingkan dengan temuan-temuan penelitian pada bab selanjutnya.
Bab II berisi uraian mengenai beberapa
landasan teoritis mengenai komponen penting dalam variabel seperti kebijakan pemilu di Indonesia, kapasitas individu dan masyarakat, dan kerangka pemikiran. Pada Bab III menguraikan tentang Metode Penelitian, sedangkan Bab IV mengemukakan tentang Uraian Mengenai Hasil Penelitian dan Pembahasan. Dan Bab V menguraikan Kesimpulan dan Rekomendasi.
KPU Kota BAndung KPU
34
Laporan penelitian Kesukarelaan Warga dalam Politik (Studi Deskriptik Analitik terhadap Partisipasi Masyarakat dalam PEMILU Tahun 2014 di Kota Bandung)
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Profil Kota Bandung Bandung, memiliki Visi Misi dan data-data lain sebagai berikut : 1. Visi Kota Bandung, Terwujudnya Kota Bandung Yang Unggul, Nyaman Dan Sejahtera Penjabaran Visi di atas adalah sebagai berikut: Bandung
: meliputi wilayah dan seluruh isinya. Artinya Kota Bandung dan semua warganya yang berada dalam suatu kawasan dengan batas-batas tertentu yang berkembang sejak tahun 1811 hingga sekarang.
Unggul
: menjadi yang terbaik dan terdepan dengan mempertahankan pencapaian sebelumnya serta menjadi contoh bagi daerah lain dalam upaya terobosan perubahan bagi kenyamanan dan kesejahteraan warga Kota Bandung.
Nyaman.
: terciptanya
suatu
kondisi
dimana
kualitas
lingkungan
terpelihara dengan baik melalui sinergitas lintas sektor sehingga dapat memberikan kesegaran dan kesejukan bagi penghuninya Kota yang nyaman adalah suatu kondisi dimana berbagai kebutuhan dasar manusia seperti tanah, air, dan udara terpenuhi dengan baik sehingga nyaman untuk ditinggali serta ruang-ruang kota dan infrastruktur pendukungnya responsif
terhadap
berbagai
aktifitas
dan
penghuninya.
KPU Kota BAndung KPU
35
perilaku
Laporan penelitian Kesukarelaan Warga dalam Politik (Studi Deskriptik Analitik terhadap Partisipasi Masyarakat dalam PEMILU Tahun 2014 di Kota Bandung)
Sejahtera
: lahir dan batin melalui peningkatan partisipasi dan kerjasama seluruh lapisan masyarakat , agar dapat memfungsikan diri sebagai hamba dan wakil Tuhan di bumi. Kesejahteraan yang ingin diwujudkan merupakan kesejahteraan yang berbasis pada ketahanan keluarga dan Iingkungan sebagai dasar pengokohan sosial. Masyarakat sejahtera tidak hanya dalam konteks lahiriah dan materi saja, melainkan juga sejahtera jiwa dan batiniah. Kesejahteraan dalam artinya yang sejati adalah keseimbangan hidup yang merupakan buah dari kemampuan seseorang untuk memenuhi tuntutan dasar seluruh dimensi dirinya, meliputi ruhani, akal, dan jasad. Kesatuan elemen ini diharapkan mampu saling berinteraksi dalam melahirkan masa depan yang cerah, adil dan makmur. Keterpaduan antara sejahtera lahiriah dan batiniah adalah manifestasi dari sejahtera yang paripurna. Kesejahteraan yang seperti inilah yang akan membentuk kepecayaan diri yang tinggi pada masyarakat Kota Bandung untuk mencapai kualitas kehidupan yang semakin baik, hingga menjadi teladan bagi kota lainnya.
2.
Misi kota bandung 1. Mewujudkan Bandung nyaman melalui perencanaan tata ruang, pembangunan infrastruktur serta pengendalian pemanfaatan ruang yang berkualitas dan berwawasan lingkungan. 2. Menghadirkan tata kelola pemerintahan yang akuntabel, bersih dan melayani 3. Membangun masyarakat yang mandiri, berkualitas dan berdaya saing 4. Membangun perekonomian yang kokoh, maju, dan berkeadilan.
KPU Kota BAndung KPU
36
Laporan penelitian Kesukarelaan Warga dalam Politik (Studi Deskriptik Analitik terhadap Partisipasi Masyarakat dalam PEMILU Tahun 2014 di Kota Bandung)
B. GAMBARAN UMUM DAN POTENSI DAERAH 1. Kondisi Geografis Kota Bandung terletak di antara 107º 36’ Bujur Timur dan 6 º 55’ Lintang Selatan, dengan keadaan geologis dan tanah terdiri atas lapisan aluviall hasil letusan Gunung Tangkuban Perahu. Jenis material di bagian Utara umumnya merupakan jenis andosol, sedangkan di bagian Selatan serta Timur terdiri atas sebaran jenis aluviall kelabu dengan bahan endapan liat. Di bagian Tengah dan Barat tersebar jenis tanah andosol. Iklim asli Kota Bandung dipengaruhi oleh iklim pegunungan di sekitarnya,
namun
pada
beberapa
tahun
belakangan
mengalami
peningkatan suhu yang disebabkan antara lain oleh polusi dan meningkatnya suhu global (global warming). Kota Bandung secara administratif berbatasan dengan daerah kabupaten/kota lainnya yaitu : 1)
Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Bandung Barat (KBB).
2)
Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Bandung Barat dan Kota Cimahi.
3)
Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Bandung.
4)
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bandung. Berdasarkan posisi tersebut, maka Kota Bandung berada pada lokasi
yang cukup strategis, dilihat dari segi komunikasi dan potensi perekonomian. Hal tersebut disebabkan Kota Bandung terletak pada pertemuan poros jalan utama di Pulau Jawa, yaitu : 1)
Barat – Timur, pada posisi ini Kota Bandung menjadi poros tengah yang menghubungkan antara Ibukota Provinsi Banten dan Jawa Tengah.
2)
Utara – Selatan, selain menjadi penghubung utama Ibukota Negara dengan wilayah Selatan, juga menjadi lokasi titik temu antara daerah penghasil perkebunan, peternakan dan perikanan.
KPU Kota BAndung KPU
37
Laporan penelitian Kesukarelaan Warga dalam Politik (Studi Deskriptik Analitik terhadap Partisipasi Masyarakat dalam PEMILU Tahun 2014 di Kota Bandung)
2. Luas Wilayah Kota Bandung terdiri dari 30 Kecamatan dan 151 Kelurahan, mempunyai Luas wilayah 16.729,65 Ha. Luas tersebut didasarkan pada Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung Nomor 10 Tahun 1989 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung yang merupakan tindak lanjut dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 1987 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung dengan Kabupaten Daerah Tingkat II Bandung. 3. Kondisi Topografis Kota Bandung secara topografis terletak pada ketinggian 791 Meter di atas permukaan laut (dpl), titik tertinggi berada di daerah Utara dengan ketinggian 1.050 Meter dpl, dan titik terendah berada di sebelah Selatan dengan ketinggian 675 Meter dpl. Di wilayah Kota Bandung bagian Selatan sampai jalur lintasan kereta api, permukaan tanah relatif datar, sedangkan di wilayah kota bagian Utara konturnya berbukit-bukit. C. Kesukarelaan Warga dalam Politik di Kota Bandung Demokrasi ditopang oleh ciri pemilu berkala yang free and fair, dengan meletakkan variabel partisipasi sebagai pengukur penting apakah partisipasi bersifat inklusif dan pemilih bebas menyampaikan suara atau sebaliknya. Berdasarkan UU Nomor 8 Tahun 2012 Pasal 246 mensaratkan Pemilu dilenggarakan dengan Partisipasi Masyarakat. Dijelaskan lebih lanjut dalam Peraturan KPU Nomor 23 Tahun 2013, partisipasi masyarakat dalam Pemilu dapat dilakukan dalam bentuk keterlibatan masyarakat dalam penyelenggaraan Pemilu, sosialisasi Pemilu, Pendidikan politik bagi Pemilih, survey atau jajak pendapat tentang Pemilu, penghitungan cepat hasil Pemilu, dan pemantauan Pemilu, dengan ketentuan tidak melakukan keberpihakan yang menguntungkan atau merugikan peserta Pemilu, tidak menggangu proses penyelenggaran Pemilu, meningkatkan politik masyarakat secara luas, dan mendorong terwujudnya suasana yang kondusif bagi penyelenggaraan Pemilu yang aman, tertib dan lancar. Kegiatan partisipasi masyarakat ini dapat dilakukan oleh KPU Kota BAndung KPU
38
Laporan penelitian Kesukarelaan Warga dalam Politik (Studi Deskriptik Analitik terhadap Partisipasi Masyarakat dalam PEMILU Tahun 2014 di Kota Bandung)
perseorang maupun organisasi/kelompok pada setian Tahapan Pemilu. Untuk mengkaji tingkat partisipasi masyarakat pada Pemilu 2014 di Kota Bandung ini, uraian di bawah ini merujuk pada dokumen laporan KPU kota Bandung tahun 2014 yang selanjutnya dilakukan wawancara sebagai upaya menghasilkan data yang akurat dan menyeluruh guna melengkapi data tentang tingkat kesukarelaan politik masyarakat dimaksud. Partisipasi masyarakat tidak sepenuhnya hanya dimaknai dengan melihat angka statistik dan aspek teknis. Oleh karenanya golongan putih (golput) tidak serta merta dianggap sebagai kegagalan melakukan sosialisasi dan pendidikan Pemilih. Sebab golput juga bisa muncul dengan dasar yang cukup rasional. Seseorang bisa saja jadi golput karena tidak yakin dengan partai dan calonnya. Sebagaimana di jelaskan dalam PKPU Nomor 23 Tahun 2013 Pasal 8, Partisipasi Pemilu tidak sekedar kehidiran datang ke TPS untuk menggunakan hak pilihnya namun juga partisipasi mayarakat dalam semua tahapan Pemilu dari mulai Pemutakhiran Daftar Pemilih hingga Penetapan. Namun dalam laporan ini hanya dipaparkan patisipasi masyarakat secara kuantitatif yaitu berdasarkan prosentase kehadiran Pemilih di TPS untuk menggunakan hak pilihnya. KPU RI telah mencanangkan target partisipasi pemilih pada Pemilu 2014 sebesar 75 persen. Target serupa juga dicanangkan oleh KPU Jawa Barat dan KPU Kota Bandung. Target ini dirasa sangat penting untuk memacu motivasi dan lonjakan partisipasi pemilih di Kota Bandung yang relatif rendah. Ini semua bukanlah hal mudah, akan tetapi pekerjaan rumah yang cukup besar untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, karena di Pemilihan Kepada Daerah 2013 lalu tingkat partisipasi masyarakat Kota Bandung cukup rendah. Berbagai upaya telah dilaksanakan oleh KPU Kota Bandung untuk meningkatkan partisipasi pemilih, namun sayangnya, meski telah berupaya dengan berbagai cara angka partisipasi pemilih secara kuantitatif Kota Bandung hanya mencapai 73,22%. Namun demikian, pencapaian tersebut patut disyukuri mengingat pada Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Bandung yang digelar KPU Kota BAndung KPU
39
Laporan penelitian Kesukarelaan Warga dalam Politik (Studi Deskriptik Analitik terhadap Partisipasi Masyarakat dalam PEMILU Tahun 2014 di Kota Bandung)
pada September 2013 silam, angka partisipasi pemilihnya hanya mencapai 60,18%. Itu artinya terdapat kenaikan di kisaran angka 13,04%. Dan pada Pemilihan Presiden dan wakil Presiden Tahun 2014 meningkat lagi menjadi 77,76% melampaui target yang sudah dicanangkan oleh KPU RI. Grafik 1 Gambaran Tingkat Partisipasi Masyarakat Kota 73,22%
60,18%
77,76%
80,00% 60,00%
40,00% 20,00% 0,00% Pilwalkot 2013
Pileg 2014
pilpres 2014
Tabel 1. Rekapitulasi Data Pemilih dan Pengguna Hak Pilih dalam Pemilu Legislatif Tahun 2014
Jumlah pemilih terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT)
1.661.344
Jumlah pemilih terdaftar dalam Daftar Pemilih Tambahan (DPTb)
8.456
Jumlah pemilih terdaftar dalam Daftar Pemilih Khusus (DPK)
3.748
Jumlah pemilih terdaftar dalam Daftar Pemilih Khusus Tambahan (DPKTb)
26.135
Jumlah Pemilih
1.699.683
Pengguna Hak Pilih dalam DPT
1.207.800
Pengguna Hak Pilih dalam DPTb atau dari TPS lain Pengguna Hak Pilih dalam daftar Pemilih Khusus Pengguna Hak pilih dalam daftar Pemilih Khusus Tambahan (DPKTb)/ Pengguna KTP Jumlah Pengguna Hak Pilih Tingkat partisipasi pemilih
8.127 2.407 26.114 1.244.448 73,22 %
Jumlah TPS
5.334
Jumlah PPS
151
Jumlah PPK
30
KPU Kota BAndung KPU
40
Laporan penelitian Kesukarelaan Warga dalam Politik (Studi Deskriptik Analitik terhadap Partisipasi Masyarakat dalam PEMILU Tahun 2014 di Kota Bandung)
Jumlah pemilih pada pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden tahun 2014 sebanyak 1.759.748 yang terdiri dari 4 kategori daftar pemilih. Sedangkan yang menggunakan hak pilih sebanyak 1.368.469 pemilih (77,76 % ) yang tersebar di 4.363 TPS, 151 Kelurahan dan 30 Kecamatan. Jumlah pemilih perempuan berdasarkan daftar pemilih jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan pemilih laki-laki baik pada Pemilu DPR, DPD dan DPRD maupun dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, akan tetapi faktanya banyak pemilih perempuan yang datang ke TPS untuk menggunakan hak pilihnya. Hal tersebut bisa di lihat dari tabel dan grafik di bawah ini. No
PEMILU
Jumlah DPT+DPTb+DPK+DPKTb L
%
P
%
Pengguna Hak Pilih L
%
P
%
1 Pemilu Legislatif Tahun 2014
851.599 50,10% 848.084 49,90% 601.069 70,58% 643.379 75,86%
2 Pemilu Presiden Tahun 2014
880.773 50,05% 878.975 49,95% 663.321
75,31% 705.138 80,22%
Table 2. Rekapitulasi Partisipasi Masyarakat berdasarkan Jenis Kelamin Tingkat partisipasin pemula pun cukup tinggi, pemilih Pemula adalah pemilih yang baru pertama kali menggunakan hak pilihnya, biasanya adalah kaum remaja atau pemuda yang terdiri dari pelajar, mahasiswa, atau pekerja muda, dan pensiunan TNI dan Polri. Karakteristik Pemilih Pemula biasanya mandiri, kritis, mencari jati diri, memiliki rasa ingin tahu dan mecoba hal baru, memiliki antusias yang cukup tinggi, dan rendah kadar pragmatismenya. Akan tetapi mereka belum memiliki pengalaman memilih, belum memiliki jangkauan politik yang luas, haus akan perubahan, relative rasional dan semangat bergejolak Kota Bandung dimana terdapat begitu banyak perguruan tinggi yang mahasiswanya berasal dari luar Kota, antusiasme mereka cukup tinggi. Menjelang hari pencoblosan KPU Kota Bandung cukup disibukan dengan permohonan A5 dari para mahasiswa luar Kota yang akan menggunakan hak pilihnya di Kota Bandung karena tidak bisa pulang ke daerah asalnya. Oleh karena itu untuk daerah-daerah KPU Kota BAndung KPU
41
Laporan penelitian Kesukarelaan Warga dalam Politik (Studi Deskriptik Analitik terhadap Partisipasi Masyarakat dalam PEMILU Tahun 2014 di Kota Bandung)
yang lokasinya dekat dengan pusat pendidikan seperti Kec. Sukasari, Kec. Cidadap, Kec. Coblong, Kec. Bandung Wetan, tingkat patisipasi maupun jumlah Pemilih Pemulanya cukup tinggi. Pemilih Pemula di Kota Bandung 146.608 orang, hanya sekitar 8,63% dari total DPT Kota Bandung. Dari jumlah tersebut 73,15 % menggunakan hak pilihnya dan sisanya tidak menggunakan hak pilihnya. Tingkat partisipasi Pemilih di pengaruhi oleh berbagai hal yang sangat komplek yang mempengaruhi sikap dan perilaku pemilih, seperti : ketidakpuasan terhadap bekerjanya institusi demokrasi, tafsir doktrin agama, kepentingan individual, dan hambatan teknis lainnya. Begitupun halnya partisipasi masyarakat Kota Bandung, untuk beberapa kecamatan yang lokasinya agak kepinggir atau berbatasan dengan Kabupaten/ Kota lain, tingkat partisipasinya cukup tinggi, beda halnya dengan kecamatan yang letaknya di pusat Kota, khususnya daerah perkantoran, pertokoan, daerah perumahan elit, seperti Komplek tentara, tingkat partisipasinya jauh lebih rendah. Seperti digambarkan dalam tabel di bawah ini. Tabel.3. Data Partisipasi Masyarakat pada Pemilihan Umum Anggota Legislatif Tahun 2014 No
Kecamatan
1
Sukasari
2
Sukajadi
3
Cicendo
4
Jumlah
Penguna Hak
DPT+DPTb+DPK+DPKTb
Pilih 38.391
68,92%
73.063
51.702
70,76%
71.671
49.134
68,55%
Andir
73.803
51.799
70,19%
5
Coblong
81.492
58.730
72,07%
6
Cidadap
38.379
27.996
72,95%
7
Cibeunying Kaler
48.696
34.597
71,05%
8
Cibeunying Kidul
76.304
57.816
75,77%
9
Bandung Wetan
21.853
14.818
67,81%
10
Sumur Bandung
25.728
17.246
67,03%
11
Lengkong
54.211
35.643
65,75%
KPU Kota BAndung KPU
55.706
%
42
Laporan penelitian Kesukarelaan Warga dalam Politik (Studi Deskriptik Analitik terhadap Partisipasi Masyarakat dalam PEMILU Tahun 2014 di Kota Bandung) 12
Batununggal
86.885
62.831
72,32%
13
Kiara Condong
87.231
66.761
76,53%
14
Antapani
52.207
39.118
74,93%
15
Arcamanik
50.523
36.810
72,86%
16
Mandalajati
44.833
35.557
79,31%
17
Cinambo
15.586
12.177
78,13%
18
Ujungberung
51.708
40.464
78,25%
19
Cibiru
45.485
36.561
80,38%
20
Panyileukan
25.889
19.537
75,46%
21
Gedebage
23.339
18.331
78,54%
22
Rancasari
52.592
38.794
73,76%
23
Buahbatu
67.553
48.298
71,50%
24
Bandung Kidul
39.554
29.226
73,89%
25
Regol
58.531
41.848
71,50%
26
Bojongloa Kidul
58.447
44.384
75,94%
27
Bojongloa Kaler
81.634
62.810
76,94%
28
Astanaanyar
55.479
38.898
70,11%
29
Babakan Ciparay
90.494
66.642
73,64%
30
Bandung Kulon
90.807
67.529
74,37%
1.699.683
1.244.448
73,22%
JUMLAH
Berdasarkan data diatas pada Pemilihan Umum Anggota Legislatif Tahun 2014 tingkat partisipasi masyarakat tertinggi ada di Kecamatan Cibiru sebesar 80,38 % sedangkan tingkat partisipasi terendah Kecamatan Lengkong dengan tingkat partisipasi sebesar 65,75 %
KPU Kota BAndung KPU
43
Laporan penelitian Kesukarelaan Warga dalam Politik (Studi Deskriptik Analitik terhadap Partisipasi Masyarakat dalam PEMILU Tahun 2014 di Kota Bandung)
Tabel.4. Partisipasi Masyarakat pada Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014 No
Kecamatan
Jumlah
Penguna Hak
DPT+DPTb+DPK+DPKTb
Pilih
%
1
Sukasari
59,278
44,308
74.75%
2
Sukajadi
76,348
57,525
75.35%
3
Cicendo
73,740
54,980
74.56%
4
Andir
76,397
56,950
74.54%
5
Coblong
84,088
65,704
78.14%
6
Cidadap
39,943
30,870
77.29%
7
Cibeunying Kaler
51,124
39,257
76.79%
8
Cibeunying Kidul
78,256
62,629
80.03%
9
Bandung Wetan
22,821
16,722
73.27%
10
Sumur Bandung
27,343
19,866
72.65%
11
Lengkong
55,864
40,514
72.52%
12
Batununggal
87,875
68,061
77.45%
13
Kiara Condong
90,614
73,259
80.85%
14
Antapani
54,371
43,391
79.81%
15
Arcamanik
53,086
40,666
76.60%
16
Mandalajati
45,528
37,633
82.66%
17
Cinambo
16,143
12,989
80.46%
18
Ujungberung
52,592
43,422
82.56%
19
Cibiru
46,894
38,246
81.56%
20
Panyileukan
26,642
21,255
79.78%
21
Gedebage
24,294
19,846
81.69%
22
Rancasari
54,764
43,177
78.84%
23
Buahbatu
70,766
54,419
76.90%
24
Bandung Kidul
40,740
31,913
78.33%
25
Regol
59,997
45,957
76.60%
26
Bojongloa Kidul
60,365
47,959
79.45%
27
Bojongloa Kaler
83,798
68,137
81.31%
28
Astanaanyar
57,244
42,661
74.52%
29
Babakan Ciparay
94,347
73,200
77.59%
30
Bandung Kulon
94,486
72,943
77.20%
1,368,459
77.76%
JUMLAH
KPU Kota BAndung KPU
1,759,748
44
Laporan penelitian Kesukarelaan Warga dalam Politik (Studi Deskriptik Analitik terhadap Partisipasi Masyarakat dalam PEMILU Tahun 2014 di Kota Bandung)
Berdasarkan data diatas pada Pemilihan Umum Presiden dan wakil Presiden tahun 2014 tingkat partisipasi masyarakat tertinggi di Kecamatan Mandalajati sebesar 82,66 %, sedangkan tingkat partisipasi terendah Kecamatan Lengkong dengan tingkat partisipasi sebesar 72,52 %. Berdasarkan data- data yang diperoleh dari laporan KPU Kota Bandung tahun 2014 di atas, peneliti melakukan observasi dan wawancara pada beberapa masyarakat yang termasuk kategori partisipasinya tinggi pada pemilu legislatif yakni Kecamatan Cibiru, juga beberapa masyarakat di Kecamatan Buahbatu dan Batununggal yang tingkat partisipasinya cukup tinggi dan berada ditengah kota. Hasil wawancara dengan beberapa warga masyarakat di sekitar Cibiru, Cipicung Kelurahan Kebon Gedang Kecamatan Batununggal dan juga masyarakat Kelurahan Ciwastra Kecamatan Buahbatu, menunjukkan masyarakat antusias dalam menghadapi pemilu. Masyarakat sudah memahami, bahwa, Pemilihan umum (Pemilu) erat hubungannya dengan polling. Pemilu hakikatnya adalah polling "paling lengkap" karena menggunakan seluruh warga negara yang benar-benar punya hak pilih (tidak seperti polling yang menggunakan sampel) dan begitu respek untuk menghadiri di TPS, namun berdasarkan wawancara dapat diketahui Pernyataanpernyataan sehubungan dengan masalah Political Efficacy diantaranya: 1. “Saya berpikir bahwa para pejabat itu tidak cukup peduli dengan apa yang saya pikirkan.” 2. "Ikut mencoblos dalam Pemilu adalah satu-satunya cara bagaimana orang seperti saya ini bisa berkata sesuatu tentang bagaimana pemerintah itu bertindak.” 3. “Orang seperti saya tidak bisa bicara apa-apa tentang bagaimana pemerintah itu sebaiknya.” 4. “Kadang masalah politik dan pemerintahan terlalu rumit agar bisa dimengerti oleh orang seperti saya.” Pernyataan di atas termasuk pada dimensi Subyektif Individu. Dimensi subyektif adalah serangkaian faktor psikologis yang berpengaruh terhadap KPU Kota BAndung KPU
45
Laporan penelitian Kesukarelaan Warga dalam Politik (Studi Deskriptik Analitik terhadap Partisipasi Masyarakat dalam PEMILU Tahun 2014 di Kota Bandung)
keputusan seseorang untuk terlibat dalam partisipasi politik. Faktor-faktor ini cukup banyak, untuk kepentingan tulisan ini hanya akan diajukan 2 jenis saja yaitu Political Dissafection dan Political Efficacy. Agar uraian tentang political Efficacy ini dapat difahami secara menyeluruh, sebaiknya dijabarkan terlebih dahulu mengenai Efficacy. Efficacy atau dalam pembahasan psikologi adalah efikasi diri merupakan salah satu aspek pengetahuan tentang diri atau self knowwledge
yang paling
berpengaruh dalam kehidupan manusia sehari-hari. Hal ini disebabkan efikasi diri yang dimiliki ikut memengaruhi individu dalam menentukan tindakan yang akan dilakukan untuk mencapai suatu tujuan termasuk di dalamnya perkiraan berbagai kejadian yang akan dihadapi. Bandura adalah tokoh yang memperkenalkan istilah efikasi diri (selfefficacy). Ia mendefenisikan bahwa efikasi dirii adalah keyakinan individu mengenai kemampuan dirinya dalam melakukan tugas atau tindakan yang diperlukan untuk mencapai hasil tertentu. Sementara itu, Baron dan Byrne (1991) mendefenisikanan efikasi diri sebagai evaluasi seseorang mengenai kemampuan atau kompetensi dirinya untuk melakukan suatu tugas, mencapai tujuan, dan mengatasi hambatan. Bandura dan Woods menjelaskan bahwa efikasi diri mengacu pada keyakinan akan kemampuan individu untuk menggerakkan motivasi, kemampuan kognitif, dan tindakan yang diperlukan untuk memenuhi tuntutan situasi. Meskipun Bandura menganggap bahwa efikasi diri terjadi pada suatu kemampuan fenomena situasi khusus, para peneliti yang lain telah membedakan efikasi diri khusus dari efikasi diri secara umum atau generalized self-efficacy. efikasi diri secara umum menggambarkan suatu penilaian dari seberapa baik seseorang dapat melakukan suatu perbuatan pada situasi yang beraneka ragam. Efikasi diri secara umum berhubungan dengan dengan harga diri atau selfesteem karena keduanya merupakan aspek dari penilaian dari yang berkaitan dengan kesuksesan atau kegagalan seseorang sebagai seorang manusia. Meskipun demikian, keduanya juga memiliki perbedaan, yaitu efikasi diri tidak mempunyai komponen penghargaan diri seperti self-esteem. Harga diri ( self-esteem) mungkin KPU Kota BAndung KPU
46
Laporan penelitian Kesukarelaan Warga dalam Politik (Studi Deskriptik Analitik terhadap Partisipasi Masyarakat dalam PEMILU Tahun 2014 di Kota Bandung)
suatu sifat yang menyemarakkan; efikasi diri selalu situasi khusus dan hal ini mendahului aksi dengan segera. Sebagai contoh, sesorang bisa memiliki efikasi diri secara umum yang tinggi, dia mungkin menganggap dirinya sanggup dalam banyak situasi. – namun, memiliki harga diri yang rendah karena dia percaya bahwa dia tidak memiliki nilai pokok pada hal yang dikuasai. Bandura (1997) mengatakan bahwa efikasi diri pada dasarnya adalah hasil proses kognitif berupa keputusan, keyakinan, atau penghargaan tentang sejauh mana individu memperkirakan kemampuan dirinya dalam melaksanakan tugas atau tindakan tertentu yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Menurut dia, efikasi diri tidak berkaitann dengan kecakapan yang dimiliki, tapi berkaitan dengan keyakinan individu mengenai hal apa yang dapat dilakukan dengan kecakapan yang ia miliki seberapa pun besarnya. Efikasi diri menekannkan pada komponen keyakinan diri yang dimiliki seseorang dalam menghadapi situasi yang akan datang yang mengandung kekaburan, tidak dapat diramalkan, dan sering penuh dengan tekanan. Meskipun efikasi diri memiliki suatu pengaruh sebab-musabab yang besar pada tindakan kita, efikasi diri berkombinasi dengan lingkungan, perilaku sebelumnya, dan variabelvariabel personal lainnya, terutama harapan terhadap hasil untuk menghasilkan perilaku. Efikasi diri akan mempengaruhi beberapa aspek dari kognisi dan perilaku seseorang. Gist dan Mitchell mengatakan bahwa efikasi diri dapat membawa pada perilaku yang berbeda di antatara individu dengan kemampuan yang sama karena efikasi diri mempengaruhi pilihan, tujuan, pengatasan masalah, dan kegigihan dalam berusaha (Judge dan Erez, 2001). Dalam kehidupan sehari-hari, efikasi diri memimpin kita untuk menentukan cita-cita yang menantang dan tetap bertahan dalam menghadapi kesulitankesulitan. Lebih dari seratus penelitian memperlihatkan bahwa efikasi diri meramalkan produktivitas pekerja. ketika masalah-masalah muncul, perasaan efikasi diri yang kuat mendorong para pekerja untuk tetap tenang dan mencari solusi daripada merenung ketidakmampuannya. Usaha dan kegigihan menghasilkan prestasi. Judge dkk, menganggap bahwa efikasi diri ini adalah indikator positif dari KPU Kota BAndung KPU
47
Laporan penelitian Kesukarelaan Warga dalam Politik (Studi Deskriptik Analitik terhadap Partisipasi Masyarakat dalam PEMILU Tahun 2014 di Kota Bandung)
core self-evaluation untuk melakukan evaluasi diri yang berguna untuk memahami diri (Judge dan Bono,2001). Political Disaffection. Political Disaffection adalah istilah yang mengacu pada perilaku dan perasaan negatif individu atau kelompok terhadap suatu sistem politik. Penyebab utama dari political disaffection ini dihipotesiskan adalah media massa, terutama televisi. Hipotesis tersebut diangkat dari kajian Michael J. Robinson selama 1970-an yang mempopulerkan istilah “videomalaise”. Dengan banyaknya individu maupun masyarakat menyaksikan acara televisi, utamanya berita-berita politik, mereka mengalami keterasingan politik (political alienation). Keterasingan ini akibat melemahnya dukungan terhadap strukturstruktur politik yang ada di sistem politik seperti parlemen, kepresidenan, kehakiman, partai politik, dan lainnya. Individu merasa bahwa struktur-struktur tersebut dianggap tidak lagi memperhatikan kepentingan mereka. Wujud keterasingan ini muncul dalam bentuk sinisme politik berupa protes-protes, demonstrasi-demonstrasi, dan huru-hara. Jika tingkat political disaffection tinggi, maka para individu atau kelompok cenderung memilih bentuk partisipasi yang sinis ini. Political Efficacy. Political Efficacy adalah istilah yang mengacu kepada perasaan bahwa tindakan politik (partisipasi politik) seseorang dapat memiliki dampak terhadap proses-proses politik. Keterlibatan individu atau kelompok dalam partisipasi politik tidak bersifat pasti atau permanen melainkan berubah-ubah. Dapat saja seseorang yang menggunakan hak-nya untuk memiliki di suatu periode, tidak menggunakan hak tersebut pada periode lainnya. Secara teroretis, ikut atau tidaknya individu atau kelompok ke dalam bentuk partisipasi politik bergantung pada Political Efficacy ini. Political efficacy terbagi 2 yaitu external political efficacy dan internal political efficacy. External political efficacy ditujukan kepada sistem politik, pemerintah, atau negara dan diwakili oleh pernyataan nomor 1 dan 3. Sementara internal political efficacy merupakan kemampuan politik yang dirasakan di dalam diri individu, yang diwakili peryataan nomor 2 dan 4. Dari sisi stabilitas politik, KPU Kota BAndung KPU
48
Laporan penelitian Kesukarelaan Warga dalam Politik (Studi Deskriptik Analitik terhadap Partisipasi Masyarakat dalam PEMILU Tahun 2014 di Kota Bandung)
sebagian peneliti ilmu politik menganggap bahwa stabilitas politik akan lahir jika tingkat internal political efficacy rendah dan tingkat external political efficacy tinggi. Selanjutnya, untuk memperkuat data hasil penelitian ini telah dilakukan wawancara dengan tokoh masyarakat dan pengurus organisasi keagamaan dan kemasyarakatan kota Bandung yang menyatakan bahwa, partisipasi atau kesukarelaan masyarakat dalam politik di kota Bandung
cukup baik. Beliau
menambahkan, bahwa masyarakat memiliki kesadaran agar tidak golput dan hal inipun salah satunya dipengaruhi oleh peran ORMAS Keagamaan yang telah mengarahkan bahwa sebagai warga negara yang baik memiliki kewajiban dalam mensukseskan pemilu, walau tidak dilakukan penekanan untuk memilih seseorang baik itu calon legeslatif atau presiden, juga tidak dialakukan penekanan pada partai politik manapun. Sehingga hal ini dapat membantu tingkat partisipasi politik masyarakat. Selanjutnya, beliau menambahkan rata-rata masyarakat hadir di TPS tidak memiliki motif untuk berfikir masa depan bangsa ini, dikarenakan warga masyarakat yang masih hanya memikirkan diri dan keluarganya saja. Artinya dengan temuan ini, seyogyanya kita memberikan pemahaman dan motivasi yang tinggi agar masyarakat dapat berperan aktif dalam pemilu yang akan datang bukan hanya mampu pada partisipasi terinduksi saja, yakni peranserta yang tumbuh karena terinduksi oleh adanya motivasi
ekstrinsik (berupa bujukan, pengaruh, dorongan) dari luar;
meskipun yang bersangkutan tetap memiliki kebebasan penuh untuk berpartisipasi. Namun mampu memiliki partisipasi politik spontan, yaitu peranserta yang tumbuh karena motivasi intrinsik berupa pemahaman, penghayatan, dan keyakinannya sendiri
KPU Kota BAndung KPU
49
Laporan penelitian Kesukarelaan Warga dalam Politik (Studi Deskriptik Analitik terhadap Partisipasi Masyarakat dalam PEMILU Tahun 2014 di Kota Bandung)
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: Tingkat kesukarelaan politik masyarakat kota Bandung berada pada tingkat partsipasi konvensional, dimana Partisipasi politik yang dilakukan dengan cara-cara konvensional seperti: Memberikan suara dalam pemilu, terlibat dalam kampanye, membentuk dan bergabung dalam organisasi kemasyarakatan, melakukan diskusi publik, dan melakukan komunikasi pribadi dengan aktivis politik atau pejabat pemerintah. Dengan demikian partisipasi politik masyarakat Kota Bandung tidak pada kategori non konvensional yang bersifat kekerasan seperti demonstrasi, boikot maupun pembangkangan sipil. Beberapa bentuk partisipasi masyarakat Kota Bandung pada Pemilu Tahun 2014, diantaranya : 1.
Pembuatan TPS (Tempat Pemungutan Suara) kreatif untuk menarik atensi pemilih untuk datang ke TPS dan menciptakan suaasana Pemilu itu sesuatu yang menyenangkan itu membutuhkan biaya cukup besar, padahal biaya yang diberikan oleh penyelenggara cukup minim tetapi masyarakat dengan sukarela menyumbangkan tenaga dan materinya untuk membuat TPS itu menarik dan indah, dengan temanya masing-masing. Bahkan di RW 02 Kelurahan cibadak Kecamatan Astanaanyar disediakan OPEL (Ojek Pemilu) secara gratis, dan dari sumber yang kita wawancarai itu semuanya murni dari bantuan masyarakat, yang ingin ikut mensukseskan Pemilu Tahun 2014;
2. Sosialisasi pemilu yang dilakukan oleh Lembaga Kemasyarakatan, Lembaga Keagamaan, OKP, dan perseorangan. 3. Antuasiasme Pelajar SMA dan mahasiswa menghadiri “Pesta Pemilih Pemula” yang diselenggarakan oleh KEMENINFO pada tanggal 8 Maret 2014. KPU Kota BAndung KPU
50
Laporan penelitian Kesukarelaan Warga dalam Politik (Studi Deskriptik Analitik terhadap Partisipasi Masyarakat dalam PEMILU Tahun 2014 di Kota Bandung)
Faktor pendorong kesukarelaan warga Kota Bandung dalam pemilu tahun 2014 salah satunya adalah ; 1.
cukup tingginya kesadaran individu warga dalam proses politik, tidak hanya terbatas menggunakan hak pilih akan tetapi dalam proses tahapan pelaksaan Pemilu Tahun 2014;
2.
tingkat pendidikan dan pengetahuan warga.
3.
Informasi di media cetak, elektronik dan media social.
4.
Kreasi sosialisasi yang tidak monoton seperti gerak jalan, kirab budaya dan lain sebagainya.
5.
Kemudahan warga untuk mengakses informasi tentang kepemiluan.
Akan tetapi ada juga beberapa hambatan diantaranya: 1)
Adanya
kejenuhan
masyarakat
terhadap
Pemilu
karena
banyaknya
penyelenggaraan pemilu, seperti halnya di kota Bandung rentang waktu 20132014 ada 4 (empat) pemilu yang diselenggarakan; 2)
Adanya kekecewaan masyarakat terhadap wakil/pemimpin yang dipilih tidak mampu memenuhi harapannya;
3)
Adanya kesenjangan hubungan sosial antara calon dan pemilih;
4)
Fungsi pendidikan politik yang kurang optimal dan tidak kontinue;
5)
Kurang adanya kepercayaan terhadap penyelenggara pemilu;
6)
Kampanye dan sosialisasi yang monoton.
7)
Teknis pemilu yang rumit dan sulit.
8)
Regulasi yang sering berubah-ubah
B. Rekomendasi Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, peneliti mengajukan beberapa rekomendasi agar dapat dijadikan pertimbangan bagi pihak-pihak yang memerlukan, di antaranya sebagai berikut: 1. Bagi para pemegang kebijakan (Pemerintah, DPR, Penyelenggara Pemilu); mengingat pentingnya kesukarelaan atau partisipasi politik masyarakat yang tinggi dengan tingkat partisipasi spontan, maka diperlukan: KPU Kota BAndung KPU
51
Laporan penelitian Kesukarelaan Warga dalam Politik (Studi Deskriptik Analitik terhadap Partisipasi Masyarakat dalam PEMILU Tahun 2014 di Kota Bandung)
a.
upaya pemahaman yang menyeluruh kepada masyarakat, terutama sosialisasi regulasi tidak hanya kepada aparat pemerintahan tetapi kepada masyarakat luas;
b. Pendidikan politik dan kepemiluan yang dilakukan sejak dini, berkelanjutan, dan menyeluruh. Sehingga edukasi pendidikan pemilih kepada masyarakat, bisa jauh lebih optimal; c.
Sosialisasi berdasarkan karakteristik setiap daerah, tidak bisa di samakan untuk seluruh wilayah Indonesia.
d. Anggaran untuk untuk semua tahapan penyelenggaraan pemilu diharapkan lebih layak dan didasarkan pada kondisi gegrafis dan cakupan wilayah. e.
Memberikan kemudahan akses informasi kepada masyarakat untuk mendapatkan informasi/pengetahuan tentang kepemiluan.
2. Bagi tokoh masayarakat, dan pimpinan ORMAS; diharapkan agar dapat mendampingi masyarakat tidak hanya menggunakan pendekatan agama, namun diperlukan pendekatan psikologis yang efektif, guna terciptanya masyarakat yang mampu memiliki motivasi intrinsik berupa pemahaman, penghayatan, dan keyakinannya sendiri. 3. Bagi warga masyarakat; diharapkan tidak memiliki perasaan tertekan apalagi berupaya untuk melakukan perilaku kekerasan apalagi tidak mendapatkan kepuasan atas
pilihannya, namun selalu berperilaku yang posirif guna
tercapainya visi kota Bandung yang unggul, nyaman dan sejahtera. 4. Bagi peneliti selanjutnya; diharapkan melakukan penelitian secara simultan dan berkelanjutan tidak hanya terkait partisipasi masyarakat akan tetapi semua tahapan pemilu, sehingga dapat diketahui berbagai hal mengapa hal itu terjadi dan dapat di respon oleh pemegang kebijakan serta pemangku kepentingan yang lainnya.
KPU Kota BAndung KPU
52
Laporan penelitian Kesukarelaan Warga dalam Politik (Studi Deskriptik Analitik terhadap Partisipasi Masyarakat dalam PEMILU Tahun 2014 di Kota Bandung)
DAFTAR PUSTAKA
Arzheimer, Kai.
Political Efficacy
dalam Lynda Lee Kaid and Christina Holtz-Bacha.
Encyclopedia . Bolgherini, Silvia. 2010. "Participation" dalam Mauro Calise and Theodore J. Lowi, Hyperpolitics: An Interactive Dictionary of Political Science Concept. Chicago: The University of Chicago. Holtz-Bacha, Christina. 2008. Political Disaffection, dalam dalam Lynda Lee Kaid and Christina Holtz-Bacha, Encyclopedia of Political Communication. California : Sage Publications. Huntington, Samuel P. dan Joan Nelson. 1990. Partisipasi Politik di Negara Berkembang. Jakarta: Rineka Cipta. Jan W. van Deth. Political Participation, dalam Lynda Lee Kaid and Christina Holtz-Bacha. Encyclopedia. KPU Kota Bandung. 2014. Laporan KPU Kota Bandung. Lincoln and Guba. 1985. Naturalistic Inquiry. Beverly Hills: Sage Publications. Luengo, Oscar Garcia. 2006. E-Activism New Media and Political Participation in Europe, CON Fines 2/4 agosto-diciembre. Magstadt, Thomas M. 2012. Understanding Politics. Belmont: Cengage Learning. Moeloeng, Lexy J. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosdakarya. Nazir, Moh. 1985. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Sugiyono. 2004. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Alpabeta, 2004 Syam, Nina W. 2014. Psikoloi Sosial. Bandung-PT. Remaja Rosdakarya. Wardi Bachtiar. 1998. Metode Penelitian Sosial. Bandung : Gunung Djati Press. Waterman, A.S. 1993. Overview of The Identity Status Scoring Criteria, Dalam JE. Marcia, et. Al. Ego Identity : A Handbook for Psychosocial Research. Springer-Verlaq, New York
KPU Kota BAndung KPU
53
Laporan penelitian Kesukarelaan Warga dalam Politik (Studi Deskriptik Analitik terhadap Partisipasi Masyarakat dalam PEMILU Tahun 2014 di Kota Bandung)
Inc.
Referensi lain : http://bandung.go.id/rwd/index.php?fa=pemerintah.detail&id=1&token=0320980567d283 a33dbc8d18f696a106. http://davitariputra-david.blogspot.com/2011/11/karakteristik-masyarakatmasyarakat.html. https://lorentfebrian.wordpress.com/perbedaan-masyarakat
kota-dengan-masyarakat-
desa/. http://www.mikirbae.com/2015/03/sifat-dan-karakteristik-masyarakat.html. http://www.materisma.com/2014/01/penjelasan-ciri-ciri-masyarakat.html.
KPU Kota BAndung KPU
54
Laporan penelitian Kesukarelaan Warga dalam Politik (Studi Deskriptik Analitik terhadap Partisipasi Masyarakat dalam PEMILU Tahun 2014 di Kota Bandung)
CURRICULUM VITAE PENELITI A. Identitas Diri 1. Nama Lengkap
: Dr. Hj. Ulfiah, M.Si.
2. Tempat/Tgl. Lahir
: Cirebon, 13 Nopember 1969
3. NIP
: 196911131997032002
4. Pekerjaan
: Dosen Fakultas Psikologi UIN Sunan Gunung Djati Bandung
5. Pangkat/Golongan Jabatan Fungsional 6. Alamat Alamat Rumah
: Pembina TK I (IV/b) : Lektor Kepala pada Mata Kuliah Psikologi Konseling : : Bukit Permata Cinunuk 34-35 B Cinunuk, Kec. Cileunyi, Kab. Bandung Tilpon. 022-87823689 HP. 08122122964
Alamat Kantor
: Jl. AH. Nasution 105 Bandung Tilp. 022-7800525
Alamat email
:
[email protected]
B. Riwayat Pendidikan NO 1
JENJANG PENDIDIKAN
TAHUN TAMAT
JUR./KAJIAN/ KONSENTRASI
SDN Balerante 3
1982
SMP YAPPI Cirebon
1985
3
MAN Cirebon 1
1988
Agama
4
IAIN Bandung
1992
Tarbiyah/PAI
5
UNPAD
2005
6
UPI Bandung
2012
2
KPU Kota BAndung KPU
KET
Psikologi Perkembangan Bimbingan Konseling
55
Laporan penelitian Kesukarelaan Warga dalam Politik (Studi Deskriptik Analitik terhadap Partisipasi Masyarakat dalam PEMILU Tahun 2014 di Kota Bandung)
C. Riwayat Pekerjaan NO
JENIS PEKERJAAN
1
Fak. Tarbiyah IAIN Bandung
2
Fak. Psikologi UIN Bandung
TAHUN 19932010 2006sekarang
JABATAN
KETER
Dosen
UIN Bandung
Dosen
UIN Bandung
Ketua Bidang Kajian Psikologi Pendidikan & Perkembangan Ketua Bidang Kajian Psikologi Umum& Agama.
3
Fak. Psikologi UIN Bandung
20082010
4
Fak. Psikologi UIN Bandung
20102014
5
Asesor Akreditasi Madrasah
6
MDC Jabar
7
Tim Uji Kompetensi Calon Kamad & Pengawas
2009Sekarang
Ketua Tim Penguji
8
Master Trainer BOS
2010sekarang
MT
9
Dosen
10 11
20102013 2009sekarang
Ketua
UIN Bandung BAP S/M Jabar Kanwil Kemenag Kanwil Kemenag Jabar Kemenag RI STAI Al-Falah& STAI AlMusaddaya
19932000
Tim Seleksi Calon Anggota KPU Kota Bdg Program kemitraan Pendidikan Indonesia Australia
UIN Bandung
2013
Sekretaris Tim Seleksi
Bandung
20142016
Direktur
5 kab/kota di Jabar
D. Karya Ilmiah dan Pengalaman Penelitian NO 1
2
3
JUDUL KARYA ILMIAH Pendidikan Agama Islam di Sekolah Umum (Studi Terhadap Manajemen Penye-lenggaraan) Hubungan antara Gaya Peng-asuhan Orang tua yang Enabling dan Constraining dengan pencapaian Status Iden-titas Peran Gender Studi Eksplorasi MAN Program Ketrampilan Menjadi MAN Kejuruan
KPU Kota BAndung KPU
TAHU N
BIAYA / SPONSORSHIP
KETERANGA N
2003
DEPAG RI
Penelitian Kelompok
2005
DIKTI DEPDIK NAS
Tesis
2005
DEPAG RI
Penelitian Kelompok
56
Laporan penelitian Kesukarelaan Warga dalam Politik (Studi Deskriptik Analitik terhadap Partisipasi Masyarakat dalam PEMILU Tahun 2014 di Kota Bandung)
4
Kepribadian Konselor Islami dan dampaknya terhadap Efek-tifitas Konseling
2007
5
Model Konseling Keagamaan, Upaya preventif Perilaku Seks Pra-Nikah di Kalangan Remaja
2007
6
Urgensi layanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah
2008
7
Relevansi Kurikulum Fakultas Psikologi UIN SGD Bandung dengan Dunia Kerja
2008
8
Orientasi PTK dalam Meningkatkan Mutu Madrasah
2008
9 10 11
Peranan Layanan BK dalam Meningkatkan Mutu Madrasah Profile dan Kompetensi Guru Madrasah Penanganan Perilaku Bullying Siswa Melalui Konseling Model Pengembangan Komitmen Beragama
DIPA UIN Bandung
2008 2008
Menyoal Kinerja Kepala Madrasah
2008
13
Prinsip-prinsip Pemberian Hu-kuman dan Ganjaran pada Anak di Sekolah
2007
14
Minat Karir dalam Prespektif Psikologi Pendidikan
2009
15
Konseling Karir dalam Pasar Kerja yang terus Berubah
2009
16
Madrasah dalam Isu global
2010
17
Aktualisasi peran perempuan dalam era global
2011
18
Implementasi Bimbingan konseling di Madrasah
2011
Penelitian Kelompok Jurnal Ilmiah MDC Depag Jawa Barat Jurnal Ilmiah MDC Depag Jawa Barat
2008
12
KPU Kota BAndung KPU
Jurnal Pendidikan Fak. Tarbiyah UIN Bandung Jurnal INOVASI MDC Depag Jawa Barat Media Pembinaan Depag Jabar
DIPA Depag Jabar
Penelitian Jurnal Ilmiah Psympathic Media Pembinaan Depag Jabar Jurnal Assalam Jurnal dan Narasumber Seminar Nasional Konseling Karir Nara Sumber Seminar Nasional Konseling Karir/ Jurnal Ilmiah Majalah Media Pembinaan Media Pembinaan Kanwil Kemenag Jabar 57
Laporan penelitian Kesukarelaan Warga dalam Politik (Studi Deskriptik Analitik terhadap Partisipasi Masyarakat dalam PEMILU Tahun 2014 di Kota Bandung)
19
20 21 22 23
Efektivitas Konseling Rasional Emotif Perilaku Bagi Pelaku Bullying (Penelitian Eksperimen Kuasi Terhadap Siswa Mtsn Kota Bandung) Layanan Konseling Untuk Menangani Perilaku Bullying di Sekolah/Madrasah Psikologi Keluarga Hubungan antara Self esteem dengan orientasi masa depan dalam area pendidikan dan pekerjaan Profil wanita pekerja keras pemecah batu
2012
Disertasi
2013
Buku
2013
LEMLIT UIN BDG
Buku Daras
2014
LPPM
Penelitian Individual
2015
LPPM
Penelitian Individual
E. Pengalaman Workshop/ Pelatihan NAMA DIKLAT
NO 1 2
3
TAHUN
TEMPAT
KET
Leadership & Management
2010
Jakarta
Lapis
Quality Improvement Wokshop
2010
Jakarta
Lapis
2010
Australia
University of the Sunshine Coast
School Leadership and Management for Madrasah Accreditation Leaders
4
Diklat calon asesor akreditasi Madrasah
2009
Bandung
5
TOT BOS
2010
Bogor
6
TOT PME & RKM
2014
Surabaya
BAP S/M-Kanwil Kemenag KEMENDIK NAS SSQ/Ausaid
F. Pengalaman Organisasi NO
NAMA ORGANISASI
TAHUN
1
Pengurus Osis SMP YAPPI
Tahun 1983 - 1985
2
Pengurus Osis MAN Cirebon I
Tahun 1987 - 1988
3 4 5 6
Sekretaris Umum IPPNU Kecamatan Palimanan Ketua Bidang Pendidikan Kader PC IPPNU Kabupaten Cirebon Sekretaris komisariat PMII Kabupaten Bandung Ketua Korp PMII Puteri Kabupaten Bandung
KPU Kota BAndung KPU
KET
Tahun 1986 - 1988 Tahun 1987 - 1989 Tahun1989 - 1990 Tahun 1990 - 1993 58
Laporan penelitian Kesukarelaan Warga dalam Politik (Studi Deskriptik Analitik terhadap Partisipasi Masyarakat dalam PEMILU Tahun 2014 di Kota Bandung)
7 8 9 10 11 12
13 14
Koordinator Bidang Organisasi Pimpinan Wilayah Fatayat NU Jawa Barat Wakil Sekretaris Pimpinan Wilayah Fatayat NU Jawa Barat Ketua Majlis Ta’lim Al-Ikhlas Cinunuk Bandung Jawa Barat Sekretaris Umum Pimpinan Wilayah Fatayat NU Jabar Anggota Komisi Pemberdayaan Perempuan MUI Jawa Barat Kordinator Wilayah Pusat Informasi Kesehatan Reproduksi (Piker) Fatayat NU Jawa Barat Wakil Ketua Himpunan Daiyah Muslimat Fatayat (Hidmat) NU Jawa Barat Wakil Ketua Forum Alumni Kerukunan Umat Beragama Jawa Barat
Tahun 1993 - 1997 Tahun 1997 - 2001 Tahun 2000 Sekarang Tahun 2001 - 2005 Tahun 2001 - 2005 Tahun 2002 - 2005
Tahun 2002 - 2005 Tahun 2004 Tahun 2006sekarang
15
Pengurus IPHI Jabar
16
Pengurus PW LP Ma’arif Jawa Barat
17
Sekretaris I PW. Muslimat NU Jawa Barat
2011-2016
18
Ketua Khidmat NU Jabar
2011-2016
18
Wakil Sekretaris ISNU Jabar
2012-2017
Tahun 2006-2011
Bandung, Juni 2015
Dr. Hj. Ulfiah, M.Si.
KPU Kota BAndung KPU
59