Penelitian Dosen
LAPORAN PENELITIAN
EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA MODEL GROUP INVESTIGASI DAN THINK PAIR SHARE TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS VIII SMP NEGERI DI KABUPATEN KEBUMEN TAHUN AJARAN 2012/ 2013
Oleh : Supriyono Erni Puji Astuti
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOREJO 2013
RINGKASAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah prestasi belajar siswa dengan model pembelajaran Group Investigation lebih baik daripada model pembelajaran Think Pair Share. Prestasi belajar yang dimaksud yaitu prestasi pada materi lingkaran. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu (quasi eksperimental research). Populasi pada penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri di Kabupaten Kebumen tahun ajaran 2012/ 2013. Pengambilan sampel menggunakan teknik simple random sampling dan diperoleh sampel pada penelitian ini kelas VIII F SMP Negeri 1 Adimulyo dan kelas VIII E SMP Negeri 1 Kutowinangun. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu metode dokumentasi yang datanya digunakan untuk uji keseimbangan dan metode tes yang datanya digunakan untuk uji hipotesis. Analisis data menggunakan uji prasyarat yaitu normalitas serta homogenitas, dan uji hipotesis dengan uji-t. Data setelah perlakuan, diperoleh rataan nilai kelas eksperimen 1 adalah 58,333 dan kelas eksperimen 2 adalah 69,032. Berdasarkan perhitungan menggunakan uji-t dengan menggunakan α = 0,05 menunjukkan bahwa 𝑡ℎ𝑖𝑡 = −4,519 dan 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 1,645 dari hasil tersebut menunjukkan 𝑡ℎ𝑖𝑡 < 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 . Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar siswa dengan model pembelajaran Group Investigation tidak lebih baik daripada model pembelajaran Think Pair Share.
PRAKATA
Syukur Alhamdulillah kami ucapkan atas kehadirat Allah S.W.T yang telah memberikan Rahmat serta Hidayah-Nya sehingga laporan akhir penelitian dengan judul “ Eksperimentasi Pembelajaran Matematika Model Group Investigation dan Think Pair Share terhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas VIII SMP Negeri di Kabupaten Kebumen Tahun Ajaran 2012/ 2013” sejauh ini dapat terlaksana dengan baik. Peneliti menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang ada pada laporan ini. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan laporan penelitian ini, yakni kepada: 1. Rektor Universitas Muhammadiyah Purworejo, 2. Dekan FKIP Universitas Muhammadiyah Purworejo, 3. Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat UM Purworejo, 4. Ketua Program Studi Pendidikan Matematika FKIP UM Purworejo, 5. Kepala SMP Negeri 1 Adimulyo, 6. Kepala SMP Negeri 1 Kutowinangun, dan 7. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu. Kami berharap laporan penelitian ini dapat memberikan manfaat untuk kita semua demi perbaikan kualitas pendidikan di Indonesia. Hormat Kami,
Peneliti
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i HALAMAN IDENTITAS DAN PENGESAHAN ......................................... ii PRAKATA ...................................................................................................... iii RINGKASAN ................................................................................................. iv DAFTAR ISI .................................................................................................... v BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1 A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1 B. Identifikasi Masalah ............................................................................. 4 C. Pemilihan Masalah .............................................................................. 5 D. Batasan Masalah ................................................................................... 5 E. Rumusan Masalah ................................................................................ 5 F. Tujuan Penelitian.................................................................................. 6 G. Manfaat Penelitian................................................................................ 6 BAB II KAJIAN TEORI, TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN RUMUSAN HIPOTESIS ....................................................................... 7 A. Kajian Teori.......................................................................................... 7 B. Tinjauan Pustaka .................................................................................. 18 C. Kerangka Pikir...................................................................................... 19 D. Hipotesis ............................................................................................... 22 BAB III METODE PENELITIAN................................................................... 23 A. Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................. 23 B. Jenis Penelitian .................................................................................... 23 C. Populasi, Teknik Pengambilan Sampel, dan Sampel ........................... 24 D. Teknik Pengumpulan Data ................................................................... 25 E. Teknik Analisis Data ............................................................................ 32 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................. 40 A. Deskripsi Data ...................................................................................... 40 B. Analisis Data ........................................................................................ 41 C. Pembahasan Hasil Penelitian ............................................................... 45 BAB V PENUTUP ........................................................................................... 52 A. Simpulan .............................................................................................. 52 B. Saran .................................................................................................... 52 DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL Halaman
Tabel 1. Deskripsi Data Kemampuan awal dan Prestasi belajar Matematika ………………………………………………………. 32 Tabel 2. Rangkuman Uji Normalitas Data Awal ........................................... 32 Tabel 8. Rangkuman Uji Homogenitas Data Awal ....................................... 33 Tabel 9. Rangkuman Uji Keseimbangan ...................................................... 34 Tabel 10. Rangkuman Uji Normalitas Data Akhir .......................................... 35 Tabel 11. Rangkuman Uji Homogenitas Data Akhir....................................... 35 Tabel 12. Rangkuman Uji Hipotesis................................................................ 36
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini menuntut adanya peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM). Usaha untuk meningkatkan kualitas SDM dilakukan melalui proses pembelajaran dalam lembaga pendidikan. Saat ini masih banyak masalah yang terjadi dalam pendidikan Indonesia. Permasalahan pendidikan yang dihadapi bangsa kita salah satunya adalah rendahnya mutu pendidikan. Upaya pemerintah meningkatkan mutu pendidikan dalam rangka mengantisipasi dan tuntutan masa depan belum menunjukkan efek perubahan yang signifikan. Salah satu usaha pemerintah adalah memperbaharui kurikulum yang ada yaitu dari kurikulum berbasis kompetensi (KBK) menjadi kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Akan tetapi pembaharuan kurikulum yang diupayakan pemerintah belum memberi kontribusi terhadap perubahan mutu pendidikan. Sesuai data Mendiknas bahwa pada tahun 2010 tingkat kelulusan siswa dalam ujian nasional (UN) menurun 9,73% dari tahun 2009 ini menunjukkan potret dari ketidakberhasilan pemerintah dalam memperbaiki mutu pendidikan. Selain kurikulum, permasalahan yang lain adalah metode pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran. Selama ini guru masih menggunakan metode pembelajaran
konvensional dimana pembelajaran berpusat pada
guru. Dengan metode ini siswa cenderung bosan dan tidak punya motivasi untuk belajar.
Berdasarkan observasi awal diperoleh bahwa pembelajaran matematika yang dilaksanakan di SMP Negeri di Kabupaten Kebumen selama ini banyak siswa kelas VIII yang masih kesulitan dalam menyelesaikan soal yang berkaitan dengan lingkaran, sedangkan guru cenderung menggunakan metode pembelajaran konvensional. Hal ini terlihat pada saat proses pembelajaran berlangsung siswa kurang mempunyai motivasi untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran dan kurang berempati terhadap guru. Berdasarkan informasi guru matematika kelas VIII SMP Negeri di Kabupaten Kebumen Tahun Pelajaran 2012/ 2013, nilai rata-rata hasil belajar siswa pada ujian akhir semester (UAS) 1 adalah 42. Hasil tersebut masih jauh yang diharapkan. Selain itu masih banyak siswa yang menganggap mata pelajaran matematika sebagai mata pelajaran yang sulit dipahami. Berkaitan dengan hal tersebut metode pembelajaran yang dapat diterapkan oleh guru pada mata pelajaran matematika adalah metode pembelajaran
yang
memberikan
kesempatan
kepada
siswa
untuk
mengkonstruksi pengetahuannya sendiri sehingga siswa lebih mudah untuk memahami konsep-konsep yang diajarkan dan mengkomunikasikan ideidenya dalam bentuk lisan maupun tulisan. Salah satu usaha alternatif untuk mendukung hal tersebut adalah dengan menerapkan metode pembelajaran yang meningkatkan kompetensi dan prestasi matematika siswa dengan metode dalam proses pembelajaran matematika. Salah satu model pembelajaran yang dapat merubah gaya belajar siswa yang pasif menjadi aktif yaitu Group Investigation, dalam pembelajaran ini dimana siswa dilibatkan secara langsung dalam pembelajaran dan siswa dituntut aktif mengikuti
pembelajaran dari awal sampai akhir. Model pembelajaran Group Investigation melatih siswa untuk berinteraksi antara siswa yang satu dengan yang lain, serta melatih keberanian siswa untuk mempresentasikan hasil yang telah dikerjakan. Model pembelajaran Group Investigation dapat melatih siswa untuk menumbuhkan kemampuan berfikir secara sistematis dan terencana. Dengan demikian siswa dapat lebih lama mengingat materi yang telah dipelajari, sehingga pembelajaran yang telah dilaksanakan lebih bermakna. Selain itu model Think Pair Share yang merupakan suatu model pembelajaran kooperatif yang memberikan penekanan pada penggunaan struktur tertentu yang dirancang untuk mempengaruhi pola kreatif siswa dan memberikan waktu kepada siswa untuk berpikir dan merespon serta saling membantu satu sama lain dalam menyelesaikan permasalahan tertentu. Dari fakta yang dikemukakan tersebut disebabkan karena kesulitan siswa dalam belajar matematika. Pada model ini siswa diarahkan untuk berdiskusi dengan teman pasangannya sehingga mereka dapat saling membantu satu sama lain untuk mengatasi kesulitan belajar. Selain itu siswa pun dapat berbagi dengan teman sekelasnya mengenai permasalahan yang diberikan. Model pembelajaran ini benar-benar ada keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran.
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan tersebut, maka dapat diidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut. 1.
Adanya proses pembelajaran di kelas yang masih berpusat pada guru sehingga siswa menjadi pasif dan tidak dapat mengembangkan pengetahuannya. Masalah yang muncul terkait dengan hal ini apakah jika pembelajaran lebih terpusat
kepada siswa, siswa akan lebih aktif sehingga dapat mengembangkan pengetahuannya. 2.
Adanya suatu kebiasaan guru yang menyampaikan konsep dan fakta dalam proses pembelajaran, kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk berlatih mengembangkan diri sehingga menyebabkan pencapaian hasil belajar siswa menjadi kurang optimal. Masalah yang muncul terkait dengan hal ini adalah apakah jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk berlatih mengembangkan diri menyebabkan pencapaian hasil belajar siswa menjadi optimal.
3.
Adanya penggunaan model pembelajaran yang kurang tepat dalam proses pembelajaran sehingga siswa kurang termotivasi dan kurang dapat menangkap konsep yang telah disampaikan oleh guru sehingga prestasi belajar yang dicapai tidak maksimal. Masalah yang muncul terkait dengan hal ini adalah apakah jika guru menggunakan model pembelajaran misalnya Group Investigation dan Think Pair Share, maka siswa akan termotivasi dalam belajar sehingga prestasi belajar matematika siswa menjadi lebih baik.
C. Pemilihan Masalah Berdasarkan ketiga masalah yang diidentifikasi tersebut, peneliti hanya ingin melakukan penelitian yang terkait pada permasalahan ketiga. Permasahan tersebut berkaitan dengan model pembelajaran yang digunakan oleh guru.
D. Pembatasan Masalah Ruang lingkup masalah dalam penelitian ini dabatasi pada hal-hal berikut.
1. Model pembelajaran
yang digunakan dalam penelitian ini adalah model
pembelajaran Group Investigation dan Think Pair Share. 2. Prestasi belajar matematika siswa dalam penelitian ini adalah nilai tes yang dilakukan oleh peneliti setelah pembelajaran selesai yaitu pada siswa SMP Negeri di Kabupaten Kebumen kelas VIII semester 2 tahun pelajaran 2012/ 2013 pada pokok bahasan lingkaran.
E. Perumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah tersebut, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut. Apakah model pembelajaran Group Investigation menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada model pembelajaran Think Pair Share?
F. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Untuk mengetahui apakah model pembelajaran Group Investigation menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada model pembelajaran Think Pair Share.
G. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut. 1. Sebagai bahan masukan bagi guru atau calon guru matematika tentang penggunaan model pembelajaran Group Investigation dan model pembelajaran Think Pair Share dalam upaya meperbaiki proses pembelajaran matematika di kelas.
2. Sebagai bahan pertimbangan dan masukan untuk melakukan penelitian pada bidang studi lain yang prosedur penelitiannya sejenis.
BAB II KAJIAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori 1. Prestasi Belajar Matematika a.
Pengertian Belajar Belajar merupakan hal yang penting dalam mencapai tujuan pendidikan.
Kegiatan belajar bukan hanya sekedar mengumpulkan pengetahuan tetapi merupakan proses aktif pembelajar atau pelajar. Aktif dalam mengkonstruksi pengetahuan melalui pemaknaan teks, pemaknaan fisik, dialog, dan perumusan pengetahuan. Belajar menurut Paul Suparno dalam Arif Rohman (2009: 181) “Belajar merupakan proses mengasimilasi dan menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajari
dengan
pengertian
yang
dimilikinya,
sehingga
pengertiannya
dikembangkan”. Selama proses belajar, siswa dimotivasi untuk menghubungkan pengalaman yang mereka ketahui kemudian mengembangkannya sesuai dengan pemikiran masing-masing. Berdasarkan pengertian tersebut, Paul Suparno dalam Arif Rohman (2009: 181) mengungkapkan belajar menurut faham konstruktivisme bercirikan sebagai berikut. 1) Belajar berarti membentuk makna. 2) Proses konstruksi membentuk pengetahuan berlangsung terus menerus. 3) Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, tetapi suatu pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian baru. 4) Belajar bukanlah hasil dari perkembangan tetapi merupakan perkembangan itu sendiri. 5) Perkembangan memerlukan penemuan baru dan rekonstruksi pemikiran. 6) Proses belajar adalah skema seseorang dalam keraguan yang merangsang pemikiran lebih lanjut. 7) Hasil belajar dipengaruhi oleh dan persentuhan pelajar terhadap dunia fisik dan lingkungan.
Belajar menurut paham konstruktivisme pada intinya adalah siswa dilatih untuk dapat mengkonstruksi suatu pemikiran berdasarkan pengalaman-pengalaman yang pernah diperoleh sebelumnya. Pendapat lain tentang definisi belajar dikemukakan oleh Chambers (2008: 101) , ”Construktivism is founded on Piaget’s belief that learning is an active process, where new information is accommodated into previously understood meaning or mental images”. Maksud dari pernyataan tersebut adalah konstruktivisme muncul atas ajaran Piaget yang mengemukakan bahwa belajar adalah sebuah proses aktif, dimana informasi baru diakomodasikan ke dalam makna atau gambaran yang dipahami sebelumnya. Menurut Yatim Riyanto (2010: 169) ”Belajar adalah suatu proses mengkonstruksi pengetahuan dan memberi makna melalui pengalaman nyata”. Pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit. Hasilnya diperluas melalui melalui konteks yang terbatas dan tidak seketika, artinya di dalam belajar dibutuhkan suatu proses. Olivier dalam Haris Mudjiman (2006: 25) menyatakan bahwa menurut paradigma konstruktivisme, ”Belajar adalah proses meginternalisasi, membentuk kembali, atau membentuk pengetahuan baru”. Pembentukan pengetahuan baru ini dengan menggunakan pengetahuan yang telah dimiliki. Pengetahuan dan pengalaman yang lama digunakan untuk mengiterpretasikan informasi dan fakta baru dari luar, sehingga
tercipta
pengetahuan
baru.
Fakta
yang
sama
sangat
mungkin
diinterpretasikan secara berbeda oleh dua orang dengan latar belakang pengetahuan dan pengalaman yang berbeda. Pengetahuan dan pengalaman menjadi semacam kacamata untuk melihat sesuatu fakta baru.
Glasersfeld dalam Chambers (2002: 41) mendefinisikan belajar sebagai berikut. Constructivism as a guiding framework within which to develope instructional situations that facilitate student’s progressive construction of increasingly abstract mathematical conceptions and procedure. Berdasarkan definisi tersebut dapat diketahui
bahwa konstruktivisme sebagai
pedoman kerangka kerja yang dipakai untuk mengembangkan situasi pembelajaran yang memfasilitasi pembangunan progresif siswa dalam meningkatkan konsepsi dan prosedur matematika abstrak. Berdasarkan beberapa pendapat tentang pengertian belajar, dalam penelitian ini belajar merupakan suatu proses kegiatan siswa yang berlangsung secara terus menerus melalui aneka pengalaman. Hal tersebut berakibat siswa memiliki pengetahuan yang selalu berkembang. Pengetahuan itu mengalami reorganisasi terusmenerus karena selalu ada pengetahuan yang baru. b.
Pengertian Prestasi Belajar Prestasi belajar siswa diperoleh dari adanya usaha yang dilakukan dalam
aktivitas belajar. Usaha yang dilakukan tersebut bukan semata-mata dilakukan oleh siswa sendiri tetapi harus melibatkan pihak-pihak lain, misalnya: guru dan orang tua, sebab dengan keterlibatan orang lain akan memberikan nilai tambah pada usaha siswa untuk mencapai prestasi belajar yang baik. Untuk menilai sejauh mana kemajuan yang telah diperoleh dapat diukur melalui kemajuan cara belajarnya. Syaiful Bahri Djamarah (1994: 19) menyatakan bahwa “Prestasi adalah hasil dari suatu usaha yang telah dikerjakan, diciptakan baik secara individual maupun kelompok yang diperoleh dengan jalan keuletan kerja”. Untuk mengetahui seberapa
jauh penguasaan siswa terhadap suatu materi tertentu dapat dilihat dari pretasi belajar siswa. Syaifudin Azwar (2000: 9) mengemukakan bahwa “Prestasi belajar adalah hasil yang dicapai oleh siswa dalam belajar”. Hasil yang dicapai siswa ditunjukkan dengan nilai. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah hasil usaha yang dicapai siswa setelah mengikuti proses pembelajaran. Hasil usaha yang dicapai siswa ditunjukkan dengan nilai tes atau nilai angka yang diberikan guru. Nilai yang diberikan oleh guru sesuai dengan kemampuan dari masing-masing siswa. c.
Pengertian Matematika Beberapa pendefinisian matematika oleh para ahli matematika bertujuan
untuk memudahkan dalam pemahaman matematika. Menurut Soedjadi (2000: 11) “Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara sistematik”. Materi yang diajarkan disesuaikan dengan perkembangan intelektual siswa, sehingga semakin tinggi jenjang sekolahnya semakin komplek materi yang dipelajari. Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa matematika adalah ilmu tentang struktur yang terorganisasikan. Dimulai dari yang sederhana sampai ke yang kompleks. Matematika juga merupakan ilmu deduktif. d.
Pengertian Prestasi Belajar Matematika Berdasarkan pengertian belajar, prestasi belajar dan matematika tersebut,
dapat ditarik kesimpulan bahwa prestasi belajar matematika adalah hasil usaha yang telah dicapai siswa setelah melakukan proses pembelajaran matematika. Hasil usaha tersebut ditunjukkan dengan nilai tes atau nilai angka yang diberikan oleh guru
matematika. Nilai yang diberikan oleh guru sesuai dengan kemampuan dari masingmasing siswa. e.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor. Ngalim Purwanto
(1990: 101) mengemukakan bahwa “Faktor yang mempengaruhi berhasil tidaknya belajar adalah faktor kematangan, minat, kecerdasan, motivasi, keadaan rumah tangga, guru dan metode mengajarnya”. Muhibbin Syah (2008: 132) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat dibedakan sebagai berikut. 1) Faktor internal atau faktor dari dalam siswa, yaitu keadaan atau kondisi jasmani dan rohani siswa. Faktor internal meliputi dua aspek, yaitu aspek fisiologis yang bersifat jasmaniah dan aspek psikologis yang bersifat rohaniah. 2) Faktor eksternal atau faktor dari luar siswa, yaitu kondisi lingkungan di sekitar siswa. Faktor eksternal siswa terdiri atas dua macam, yaitu faktor lingkungan sosial dan faktor lingkunga non sosial. 3) Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yaitu jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi berhasil tidaknya siswa dalam belajar. Selain faktor dari dalam diri siswa, ada faktor lain yang dapat mempengaruhi keberhasilan dalam proses pembelajaran. Faktor-faktor yang ikut berpengaruh adalah faktor yang berasal dari luar siswa dan faktor pendekatan dalam belajar. Berdasarkan uraian tersebut maka faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal misalnya: intelegensi atau kecerdasan, minat, motivasi, sikap, konsep diri dan bakat. Faktor eksternal misalnya: keluarga, guru, masyarakat dan sekolah serta faktor pendekatan belajar.
3. Model Pembelajaran
a.
Model Group Investigation Investigasi merupakan upaya penelitian, penyelidikan, pencarian, informasi
dan temuan lainya untuk mengetahui atau membuktikan kebenaran atau bahkan kesalahan sebuah fakta yang kemudian menyajikan kesimpulan atas rangkaian temuan dan susunan kejadian. Dalam pembelajaran Investigasi merupakan kegiatan pembelajaran yang memberikan kemungkinan kepada siswa untuk mengembangkan suatu pemahaman siswa melalui berbagai kegiatan dan juga keaktifan. Pembelajaran Investigasi menitik beratkan pada keaktifan siswa, dimana dalam pembelajaran ini siswa saling bertukar pikiran melalui komunikasi yang terbuka dan bebas serta kebersamaan mulai dari kegiatan merencanakan sampai pelaksanaan pemilihan topik-topik investigasi. Menurut Killen dalam Aunurrahman (2010:152) bahwa model Group Investigation merupakan cara yang
langsung dan efisien untuk mengajarkan
pengetahuan akademik sebagai suatu proses sosial. Penerapan model ini untuk proses pembelajaran bagi siswa diyakini penting untuk dilakukan serta akan memberikan manfaat langsung bagi siswa dalam menggali pengalaman belajar siswa. Model pembelajaran ini memadukan penelitian akademik dan cocok untuk diterapkan untuk menumbuhkan rasa sosial antar siswa. Model pembelajaran Group Investigation merupakan model pembelajaran dimana siswa dilibatkan sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik atau sub topik maupun cara untuk pembelajaran, secara investigasi dan model ini menuntut para siswa memiliki kemampuan berkomunikasi dengan baik dalam arti bahwa model pembelajaran Group Investigation itu model yang menekankan pada partisipasi dan aktivitas siswa untuk mencari sendiri materi pelajaran yang akan di
pelajari melalui bahan-bahan yang tersedia misalnya dari buku pelajaran, masyarakat ataupun media lainya misalnya dari internet. Model pembelajaran ini dapat melatih siswa untuk menumbuhkan kemampuan berfikir mandiri. Keterlibatan siswa secara aktif dapat terlihat mulai dari tahap awal sampai akhir pembelajaran. Group Investigation tidak akan dapat diimplementasikan dalam lingkungan pendidikan yang tidak mendukung dialog interpersonal atau yang tidak memperhatikan dimensi rasa sosial dari pembelajaran di dalam kelas. Komunikasi dan interaksi kooperatif diantara sesama teman sekelas akan mencapai hasil terbaik apabila dilakukan dalam kelompok kecil, dimana pertukaran pertukaran diantara teman sekelas dan sikap-sikap kooperatif bisa terus bertahan (Slavin, 2005:215). Dalam belajar, interkasi sangat dibutuhkan karena akan menumbuhkan rasa sosial sesama individu. Group Investigation bisa diterapkan kepada siswa, apabila siswa itu sendiri telah terbiasa bekerja sama untuk mencapai tujuan akademis (Shlomo Sharan, 2012:166). Dengan mengundang siswa untuk menghubungkan masalah-masalah yang akan mereka selidiki berdasarkan keingintahuan, pengetahuan, dan perasaan mereka, Group Investigation mempertinggi minat pribadi mereka untuk mencapai informasi yang mereka perlukan. Penyelidikan mereka mendantangkan motivasi kuat lain yang muncul dari interaksi mereka dengan orang lain. Motivasi yang kuat ini yang nantinya siswa akan belajar lebih giat dan bermakna. Pembelajaran Group Investigation dimulai dengan pembagian kelompok, kemudian beserta siswa memilih topik-topik tertentu dengan permasalahanpermasalahan yang dapat dikembangkan dari topik-topik itu. Sesudah topik beserta permasalahannya disepakati, siswa beserta guru menentukan metode penelitian yang
dikembangkan untuk memecahkan masalah. Semua peserta didik harus terlibat langsung dalam memecahkan masalah. Setiap kelompok bekerja berdasarkan metode investigasi yang telah mereka rumuskan. Aktivitas tersebut merupakan kegiatan sistematik keilmuan mulai dari mengumpulkan data, analisis data, sintesis hingga menarik kesimpulan. Langkah berikutnya adalah presentasi hasil oleh masing-masing kelompok. Pada tahap ini diharapkan terjadi intersubjektif dan objektivikasi pengetahuan yang telah dibangun oleh suatu kelompok. Berbagai perspektif diharapkan dapat dikembangkan oleh seluruh kelas atas hasil yang dipresentasikan oleh suatu kelompok. Seyogyanya di akhir pembelajaran dilakukan evaluasi. Sugiyanto (2009:47-48) menjelaskan deskripsi mengenai langkah-langkah metode Investigasi Group Investigation adalah sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.
Seleksi Topik Para siswa memilih berbagai subtopik dalam suatu masalah umum yang biasanya digambarkan lebih dahulu oleh guru. Para siswa diorganisasikan menjadi kelompok-kelompok yang berorientasi pada tugas (task oriented group) yang beranggotakan 2 hingga 6 orang. Komposisi kelompok bersifat heterogen baik dalam jenis kelamin, etnik, maupun kemampuan akademik. Merencanakan Kerja Sama Para siswa dan guru merencanakan berbagai prosedur belajar khusus tugas, dan tujuan umum yang konsisten dengan barbagai topik dan sub topik yang telah dipilih pada langkah di atas. Implementasi Para siswa melaksanakan rencana yang telah dirumuskan pada langkah sebelumnya. Pembelajaran harus melibatkan berbagai aktivitas dan keterampilan dengan variasi yang luas dan mendorong para siswa untuk menggunakan berbagai sumber baik yang terdapat di dalam maupun di luar sekolah. Guru secara terus menerus mengikuti kemajuan tiap kelompok dan memberikan bantuan jika diperlukan. Analisi dan Sintesis Para siswa menganilis dan mensitesiskan berbagai informasi yang diperoleh pada langkah sebelumnya dan merencanakan peringkasan dalam suatu penyajian yang menarik di depan kelas.
e.
f.
Penyajian hasil akhir Semua kelompok menyajikan presentasi yang menarik dari berbagai topik yang telah dipelajari agar semua siswa terlibat dan mencapai prespektif yang luas luas mengenai topik tersebut. Presentasi kelompok di koordinasikan guru. Evaluasi selanjutnya Guru beserta para siswa melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup tiap siswa secara individual atau kelompok atau keduanya.
b. Model Pembelajaran Think Pair Share Think Pair Share atau berpikir-berpasangan-berbagi.
Think Pair Share
merupakan salah satu jenis model pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning). Cooperative Learning mempunyai tujuan yaitu dalam pelajaran tertentu siswa sebagai kelompok yang berupaya untuk menemukan sesuatu dan siswa akan mendapat kesempatan bekerja sama untuk memastikan bahwa seluruh anggota kelompok telah menguasai segala sesuatu yang telah dipelajarinya untuk persiapan kuis, bekerja dalam suatu format belajar kelompok. Keberhasilan pembelajaran ini tergantung dari keberhasilan masing-masing individu dalam kelompok, dimana keberhasilan tersebut sangat berarti untuk mencapai suatu tujuan yang positif dalam belajar kelompok. Menurut Trianto (2010: 66-67) adapun langkah-langkah yang dilakukan oleh guru dalam proses pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut. a. b. c. d. e. f.
Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa. Menyajikan informasi. Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar. Membimbing kelompok untuk bekerja dan belajar. Pengajar mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari. Memberikan penghargaan kepada siswa atau kelompok untuk hasil belajarnya.
Ada 3 fase mneggunakan model pembelajaran Think Pair Share menurut Frank Lyman dalam Trianto (2010: 81) yaitu sebagai berikut.
a. Thinking (berpikir) Pembelajaran ini diawali dengan guru mengajukan suatu pertanyaan atau masalah yang dikaitkan dengan pelajaran, dan meminta siswa menggunakan waktu beberapa menit untuk berfikir sendiri jawaban atau masalah. Siswa membutuhkan penjelasan bahwa berbicara atau mengerjakan bukan bagian berpikir. b. Pairing (berpasangan) Pada fase ini guru meminta siswa berpasangan dengan siswa yang lain untuk mendiskusikan apa yang telah dipirkannya pada tahap pertama. Interaksi pada tahap ini diharapkan dapat berbagi jawaban jika telah diajukan suatu pertanyaan atau berbagi ide jika suatu persoalan khusus telah diidentifikasi. Biasanya guru memberi waktu 4-5 menit untuk berpasangan. c. Sharing (berbagi) Pada fase akhir guru meminta kepada pasangan untuk berbagi dengan seluruh kelas tentang apa yang telah mereka bicarakan. Ini efektif dilakukan dengan cara bergiliran pasangan demi pasangan dan dilanjutkan sampai sekitar seperempat pasangan mendapat kesempatan untuk melaporkan.
Berdasarkan teori di atas maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Think Pair Share memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihan model pembelajaran Think Pair Share antara lain yaitu siswa dapat lebih aktif dalam pembelajaran karena dalam menyelesaikan tugas kelompoknya hanya terdiri dari 2 orang, siswa juga akan terlatih menerapkan konsep karena bertukar pendapat dan pemikiran dengan temannya untuk mendapatkan kesepakatan dalam memecahkan masalah, dan dapat juga meningkatkan rasa percaya diri dan dapat mengembangkan keterampilan berpikir, berkomunikasi serta bekerjasama dalam kelompok. Kelemahan model pembelajaran Think Pair Share antara lain yaitu banyaknya siswa yang lebih menggantungkan dirinya pada pasangan kelompoknya dalam menyelesaikan masalah yang diberikan. Selain itu, dalam penggunaan model pembelajaran Think Pair Share diperlukan waktu yang cukup lama dan perhatian yang lebih besar dalam pengorganisasian kelas.
B. Tinjauan Pustaka Berdasarkan teori pembelajaran kooperatif, siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit apabila siswa tersebut dapat saling berdiskusi dengan teman kelompoknya. Dengan demikian diharapkan prestasi belajar matematika siswa dapat meningkat. Teori ini ternyata sesuai dengan beberapa hasil penelitian sebagai berikut. 1.
Penelitian yang dilakukan oleh Endar (2012) tentang “Eksperimentasi Model Pembelajaran Kooperatif tipe Group Investigation pada Bangun Ruang terhadap Prestasi belajar Matematika Siswa Kelas IV SD se- Gugus Boden Powel Kecamatan Gebang Tahun Ajaran 2011/ 2012”. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa prestasi belajar siswa dengan menerapkan pembelajaran Group Investigation lebih baik daripada prestasi belajar dengan menggunakan ekspositori.
2.
Penelitian yang dilakukan oleh Sigit Rudiatwoko (2011) melakukan penelitian eksperimen tentang eksperimentasi model pembelajaran Think-Pair-Share (TPS) materi segi empat pada siswa kelas VII semester 2 SMP Negeri 3 Kepil tahun pelajaran 2010/ 2011. Sampel diambil menggunakan teknik simple random sampling kemudian ditentukan kelompok eksperimen yaitu kelas VIIB sebagai kelompok eksperimen dan kelas VIIC sebagai kelompok kontrol. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa prestasi belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran ThinkPair-Share (TPS) lebih baik dibandingkan pembelajaran konvensional pada materi segi empat bagi siswa kelas VII semester 2 SMP Negeri 3 Kepil tahun pelajaran 2010/ 2011.
Persamaan penelitian yang dilakukan dengan penelitian tersebut adalah samasama menggunakan model pembelajaran Group Investigation dan Think Pair Share, dan sama-sama penelitian eksperimen. Sedangkan perbedaannya adalah pada materi, populasi, dan sampel.
C. Kerangka Berpikir Keberhasilan proses pembelajaran dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal misalnya: konsep diri, motivasi, minat, intelegensi atau kecerdasan, dan kemampuan awal siswa. Sedang faktor eksternal misalnya: metode, model pembelajaran, kondisi lingkungan, kurikulum, suasana, sarana, dan prasarana. Pembelajaran matematika yang dilaksanakan di SMP Negeri di Kabupaten Kebumen selama ini banyak siswa kelas VIII yang masih kesulitan dalam menyelesaikan soal yang berkaitan dengan lingkaran, sedangkan guru cenderung menggunakan metode pembelajaran konvensional. Hal ini terlihat pada saat proses pembelajaran berlangsung siswa kurang mempunyai motivasi untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran dan kurang berempati terhadap guru. Penggunaan model pembelajaran mungkin dapat mempengaruhi prestasi belajar matematika siswa. Oleh karena itu guru harus cermat dalam memilih model pembelajaran, misalnya dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang menekankan pada saling ketergantungan positif antar individu siswa, adanya tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi intensif antar siswa, dan evaluasi proses kelompok. Model pembelajaran Group Investigation merupakan model pembelajaran yang dikembangkan agar dapat membangun kelas dalam komunitas belajar yang
menghargai semua kemampuan siswa. Di dalam model pembelajaran tipe Group Investigation, siswa akan lebih mudah menyelesaikan kesulitan yang dialami melalui diskusi dengan teman kelompoknya karena dalam pembagian kelompoknya dilakukan secara heterogen dan banyaknya anggota kelompok lebih dari 2 orang. Sehingga siswa akan lebih leluasa dalam mengkomunikasikan dan mendiskusikan tema yang dipelajari. Selain itu dengan banyaknya anggota yang lebih dari 2 pada tiap kelompok diharapkan akan banyak masukan dan saran dari masing-masing anggota kelompok. Dalam diskusi tersebut siswa yang mempunyai kemampuan lebih dapat memberikan penjelasan kepada siswa yang berkemampuan kurang. Sehingga diharapkan pelaksanaan diskusi dapat berjalan efektif. Model pembelajaran Think Pair Share merupakan model pembelajaran yang membentuk kelompok kecil secara heterogen dan berpasang-pasangan yang masingmasing kelompoknya terdiri dari 2 orang. Dalam model ini, diterapkan diskusi dengan teman pasangannya. Setelah berdiskusi dengan pasangannya masing-masing kemudian siswa diberi kesempatan untuk bertukar pikiran atau ide dengan pasangan kelompok lain. Baru kemudian didiskusikan secara keseluruhan. Berdasarkan hal tersebut di atas maka model pembelajaran Group Investigation dimungkinkan dapat menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share karena di dalam pembelajaran Group Investigation, mereka harus bertanggung jawab pada kelompoknya. Jika ada yang belum paham dengan materi tersebut, maka siswa yang mempunyai kemampuan lebih membantu menjelaskan kepada teman lainnya. Sehingga harapannya dalam satu kelompok tersebut dapat memahami tentang tema yang dipelajari. Hal ini disebabkan pembagian anggota kelompok dilakukan secara heterogen dan banyaknya anggota kelompok lebih dari 2 orang. Sehingga siswa akan
lebih leluasa dalam mengkomunikasikan dan mendiskusikan tema yang dipelajari serta diharapkan pelaksanaan diskusi dapat berjalan efektif. Sedangkan pada model pembelajaran Think Pair Share, kelompok yang dibentuk berupa kelompok-kelompok kecil secara heterogen dan berpasangpasangan yang masing-masing kelompoknya terdiri dari 2 orang. Sehingga siswa kurang leluasa dalam bertukar pendapat dan mendiskusikan materi yang dipelajari karena banyaknya anggota kelompok yang terbatas. Dengan keterbatasan anggota kelompok tersebut, dimungkinkan
pelaksanaan diskusi kurang dapat berjalan
efektif. Apalagi jika dihadapkan pada materi yang agak susah.
D. Hipotesis Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka pemikiran tersebut, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Model pembelajaran Group Investigation dapat menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada model pembelajaran Think Pair Share.
BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan waktu penelitian 1.
Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri di Kabupaten Kebumen
yaitu di SMP Negeri 1 Adimulyo dan SMP Negeri 1 Kutowinangun. 2.
Waktu Penelitian Pelaksanaan penelitian ini dimulai pada bulan Januari 2013 sampai
dengan bulan Agustus 2013. Mulai dari menentukan permasalahan, menyusun proposal dan instrumen, pelaksanaan penelitian, analisis data dan penyusunan laporan penelitian.
B. Jenis Penelitian Penelitian
ini
termasuk
penelitian
eksperimen
semu
(Quasi
experimental research) karena penelitian ini tidak memungkinkan untuk mengontrol semua variabel yang relevan kecuali beberapa variabel yang diteliti. Budiyono (2003: 82) mengatakan bahwa “…tujuan penelitian eksperimental semu adalah untuk memperoleh informasi yang merupakan perkiraan bagi informasi yang dapat diperoleh dengan eksperimen yang sebenarnya dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengontrol dan atau memanipulasikan semua variabel yang relevan”.
C. Populasi, Teknik Pengambilan Sampel dan Sampel 1.
Populasi Menurut Sugiyono (2009: 80) populasi adalah wilayah generalisasi
yang terdiri atas: objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri di Kabupaten Kebumen. 2.
Teknik Pengambilan Sampel Teknik sampling menurut Sugiyono (2009: 81) adalah merupakan
teknik pengambilan sampel atau untuk menentukan sampel yang akan digunakan dalam penelitian. Pada penelitian ini sampel diambil dengan teknik simple random sampling, yaitu dengan pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi. Pada penelitian ini pembagian kelas disesuaikan dengan pembagian kelas yang sudah dilakukan sekolah. Dari populasi diambil dua kelas secara acak diperoleh kelas VIII F SMP Negeri 1 Adimulyo sebagai kelas eksperimen 1 dan kelas VIII E SMP Negeri 1 Kutowinangun sebagai kelas eksperimen 2. 3.
Sampel Suharsimi Arikunto (2002: 115) mengemukakan bahwa, “Sampel
adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti”. Sampel dalam penelitian ini menggunakan dua kelas eksperimen yaitu kelas eksperimen 1 yang dikenai perlakuan dengan model pembelajaran Group Investigation yaitu
siswa kelas VIII F SMP Negeri 1 Adimulyo yang terdiri dari 33 siswa dan kelas eksperimen 2 yang dikenai perlakuan dengan model pembelajaran Think Pair Share yaitu siswa kelas VIII E SMP Negeri 1 Kutowinangun yang terdiri dari 31 siswa.
D. Teknik Pengumpulan Data 1.
Variabel Penelitian Data-data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data dari
variabel-variabel sebagai berikut. a.
Variabel Bebas Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran.
1) Definisi operasional model pembelajaran yaitu bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru, yaitu model pembelajaran Group Investigation pada kelas eksperimen 1 dan model pembelajaran Think Pair Share pada kelas eksperimen 2. 2) Indikator pada model pembelajaran yaitu pemberian perlakuan mengenai model pembelajaran. 3) Skala Pengukuran model pembelajaran yang digunakan yaitu skala nominal. b. Variabel Terikat Variabel terikat dalam penelitian ini adalah prestasi belajar matematika. 1) Definisi Operasional prestasi belajar matematika siswa yaitu hasil usaha yang telah dicapai siswa setelah melakukan proses pembelajaran
matematika yang ditunjukkan dengan nilai tes atau nilai angka yang diberikan guru matematika. 2) Indikator prestasi belajar matematika yaitu nilai tes prestasi belajar matematika. 3) Skala pengukuran prestasi belajar matematika yang digunakan yaitu skala interval. 2.
Metode Pengumpulan Data Metode yang digunakan untuk pengambilan data dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut. a.
Metode Dokumentasi Menurut Suharsimi Arikunto (2006: 236) dokumentasi adalah mencari
data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen, rapat, legger, agenda,
dan
sebagainya. Metode dokumentasi yang digunakan pada penelitian ini adalah untuk memperoleh data tentang kemampuan awal siswa. Data diambil dari nilai ujian tengah semester (UTS) kelas VIII semester 2 tahun pelajaran 2012/ 2013 mata pelajaran matematika. Data ini digunakan untuk menguji keseimbangan antara kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2. b. Metode Tes Menurut Suharsimi Arikunto (2006: 150) tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang digunakan untuk mengukur ketrampilan, pengetahuan inteligensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok. Metode tes digunakan untuk mengumpulkan
data mengenai prestasi belajar matematika siswa kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2. Untuk memperoleh data tentang prestasi belajar matematika, dalam penelitan ini disusun instrumen tes prestasi belajar matematika. Tes ini memuat soal-soal objektif yang berisi tentang materi lingkaran dan terdiri dari 20 soal dengan empat alternatif jawaban. Data ini digunakan untuk menguji hipotesis antara kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2. 3.
Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes dalam
bentuk tes objektif dengan empat alternatif jawaban untuk memperoleh data tentang prestasi belajar matematika siswa. Sebelum instrumen digunakan, ada beberapa tahap yang harus dilakukan. Tahap-tahap tersebut sebagai berikut. a. Tahap Penyusunan Instrumen Tahapan dalam menyusun instrumen sebagai berikut. 1) Menyususn kisi-kisi instrumen yaitu kisi-kisi pada materi pokok bahasan lingkaran untuk instrumen tes. 2) Menyusun butir-butir soal instrumen tes yang berupa tes objektif dengan empat alternatif jawaban. b. Tahap Uji Coba Instrumen Tes Sebelum dikenakan pada sampel penelitian, instrumen yang telah disusun diujicobakan terlebih dahulu. Uji coba ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah instrumen tes yang disusun telah memenuhi syarat-syarat
instrumen yang baik atau belum. Syarat-syarat tersebut antara lain sebagai berikut. 1) Analisis Butir Soal (a) Taraf Kesukaran Soal yang baik adalah soal yang mempunyai taraf kesukaran yang memadai, artinya tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar. Untuk menghitung taraf kesukaran setiap butir soal digunakan rumus sebagai berikut. Taraf kesukaran =
ΣB N
Keterangan: B = jumlah responden yang menjawab benar N = jumlah seluruh responden Dengan kriteria yang digunakan adalah : 0
TK 0,25
: Soal sukar
0,25 TK 0,75
: Soal sedang
0,75 TK 1
: Soal mudah
Dilihat dari taraf kesukarannya, soal diterima jika termasuk kategori soal sedang (Ngalim Purwanto, 2009:119). Berdasarakan hasil uji coba dari 40 butir soal diperoleh 6 soal dengan kriteria sukar yaitu 5, 11, 24, 27, 33, 39, soal dengan kriteria sedang yaitu 3, 6, 7, 8, 9, 13, 14, 15, 16, 18, 19, 20, 21, 22, 25, 28, 29, 30, 32, 34, 35, 37, 38 dan 11 soal dengan kriteria mudah yaitu 1, 2, 4, 10, 12, 17, 23, 26, 31, 36, 40.
(b) Daya Pembeda Sebuah instrumen terdiri dari sejumlah butir-butir instrumen. Kesemua butir tersebut harus mengukur hal yang sama dan menunjukkan kecenderungan yang sama pula. Daya Pembeda =
ΣBA ΣBA − NB NA
Keterangan: BA = Jumlah yang menjawab benar pada kelompok atas BB = Jumlah yang menjawab benar pada kelompok bawah NA = Jumlah responden kelompok atas NB = Jumlah responden kelompok bawah Dengan kriteria yang digunakan sebagai berikut. Indeks terletak antara
−1,0 ≤ DP < 1,0
(Ngalim
Purwanto,
2009:120).
Dalam
penelitian ini, soal diterima apabila daya pembedanya bernilai positif. Daya Pembeda bernilai positif jika kelompok atas lebih banyak menjawab dibandingkan kelompok bawah jika sebaliknya keadaan bernilai negatif. Daya Pembeda dapat terjadi nol jika kelompok atas dan bawah sama menjawab benar. Berdasarkan analisis terhadap daya pembeda, soal diterima apabila daya pembedanya bernilai positif. berdasarkan perhitungan daya pembeda, kriteria yang dikategorikan baik ada 30 soal yaitu nomor 3, 5, 6, 8, 9, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 30, 31, 32, 33, 34, 37, 38, 40 dan kriteria yang dikategorikan tidak baik ada 10 soal yaitu nomor 1, 2, 4, 7, 10, 17, 29, 35, 36, 39.
2) Analisis Instrumen (a) Uji Validitas Suatu teknik evaluasi dikatakan mempunyai validitas yang tinggi (disebut valid) jika teknik evaluasi atau tes itu dapat mengukur apa yang sebenarnya akan diukur (Ngalim Purwanto, 2009:137). Rumus yang digunakan untuk mencari validitas Instrumen yaitu product moment correlation (metode Pearson). Dengan rumus ini dapat menghitung validitas suatu tes dengan membandingkan atau mencari korelasi antara dua kelompok skor, dihitung berdasarkan deviasi setiap skor dari mean. Rumus validitas dengan product moment correlation (metode Pearson) adalah: 𝑟𝑥𝑦 =
∑ 𝑥. 𝑦 √(∑ 𝑥2 )(∑ 𝑦2 )
Keterangan: x = jumlah seluruh x y = jumlah seluruh y Validitas suatu tes dinyatakan dengan angka korelasi koefisien (r). Kriteria korelasi koefisien adalah sebagai berikut: 0,00 ≤ Validitas < 0,20 sangat rendah (hampir tidak ada korelasi) 0,20 ≤ Validitas < 0,40 korelasi rendah 0,40 ≤ Validitas < 0,70 korelasi cukup 0,70 ≤ Validitas < 0,90 korelasi tinggi 0,90 ≤ Validitas < 1,00 korelasi sangat tinggi ( sempurna)
Perhitungan validitas diperoleh 𝑟𝑥𝑦 adalah 0,435 hal ini berarti nilai korelasi kedua kelompok skor adalah cukup. (b) Uji Reliabilitas Menurut Budiyono (2003: 69) suatu instrumen dikatakan reliabel apabila dapat memberikan hasil yang relatif sama pada saat dilakukan pengukuran lagi pada responden yang sama pada waktu yang berlainan. Reliabel tes prestasi belajar matematika diuji dengan rumus KR-20 yaitu: st 2 – ∑ pi qi n r11 = ( )( ) n –1 st 2 Keterangan: r11
: indeks reliabilitas instrumen
n
: banyaknya butir instrumen
pi
: proporsi cacah subyek yang menjawab benar pada butir ke-i
qi
: 1– pi, i:1,2,....n
st 2
: variansi total
Kriteria reliabilitas: 0,00 ≤ r11 ≤ 0,20 reliabilitas sangat rendah 0,20 < r11 ≤ 0,40 reliabilitas rendah 0,40 < r11 ≤ 0,60 reliabilitas cukup 0,60 < r11 ≤ 0,80 reliabilitas tinggi 0,80 < r11 ≤ 1, 00 reliabilitas sangat tinggi (Suharsimi Arikunto, 2009: 100)
Dalam penelitian ini instrumen dikatakan reliabel jika r11 > 0,70. Hasil perhitungan reliabilitas soal tes evaluasi diperoleh 0,721 termasuk kategori reliabilitas tinggi. Sehingga instrumen penelitian ini reliabel.
c. Tahap Penetapan Instrumen Butir-butir instrumen yang memenuhi syarat-syarat instrumen yang baik ditetapkan sebagai instrumen penelitian. Butir-butir yang tidak memenuhi syarat, tidak digunakan. Butir instrumen yang dipakai untuk soal tes evaluasi dalam penelitian ini adalah butir nomor 3, 6, 8, 9, 13, 14, 15, 16, 18, 19, 20, 21, 22, 25, 28, 30, 32, 34, 37, dan 38.
E. Teknik Analisis Data 1.
Analisis Data Tahap Awal a.
Uji Prasyarat Analisis 1) Uji Normalitas Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh
berdistribusi normal atau tidak. Untuk menguji normalitas, digunakan metode Lilliefors dengan prosedur sebagai berikut. a) Hipotesis H0 : Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal H1 : Sampel tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal b) Taraf Signifikansi (α) = 0,05
c) Statistik Uji L = Maks|F(zi ) – S(zi )|
zi =
̅) (Xi – X
s
Keterangan: F(zi ) : P(Z ≤ zi ); Z ~ N(0,1) S(zi ) : proporsi cacah Z ≤ zi terhadap seluruh cacah z Xi
: skor responden
d) Daerah Kritik (DK)= {L|L > Lα;n }; dengan n adalah ukuran sampel e) Keputusan Uji H0 diterima jika Lobs tidak terletak di daerah kritik f) Kesimpulan Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal (Budiyono, 2009: 170) 2) Uji Homogenitas Variansi Populasi Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah populasi penelitian mempunyai variansi yang sama atau tidak. Untuk menguji homogenitas ini digunakan metode Bartlett dengan statistik uji Chi kuadrat dengan prosedur sebagai berikut. a) Hipotesis H0 : σ21 = σ22 (populasi-populasi homogen) H1 : σ21 ≠ σ22 (populasi-populasi tidak homogen) b) Taraf Signifikansi (α) = 0,05
c) Statistik Uji k
χ2
2,303 = [f log RKG – ∑ fj log s2j ] c j=1
Keterangan: χ2 ∼ χ2 (k - 1) k : banyaknya sampel N : banyaknya seluruh nilai atau ukuran nj : banyaknya niai atau ukuran sampel ke-j fj = nj – 1 : derajat kebebasan untuk s2j ; j = 1, 2, 3, …, k f = N – k = ∑kj=1 fj : derajat kebebasan untuk RKG ∑ SSj RKG = ∑ fj 2 2 (∑ Xj ) SSj = ∑ Xj – nj
s2j =
= (nj – 1)s2j
SSj fj
1
1
1
c = 1+ 3(k–1) (∑ f – f ) j
d) Daerah Kritik (DK) = {χ2 | χ2 > χ2α;k–1 } e) Keputusan uji H0 diterima jika χ2 obs tidak terletak di daerah kritik f) Kesimpulan Populasi-populasi homogen (Budiyono, 2009: 174) b. Uji Keseimbangan Uji keseimbangan digunakan untuk mengetahui apakah sampel penelitian ini memiliki kemampuan awal yang sama. Data yang
digunakan untuk menguji keseimbangan diambil dari dokumentasi nilai UTS semester 2 kelas VIII SMP Negeri 1 Adimulyo tahun pelajaran 2012/ 2013 dan nilai UTS semester 2 kelas VIII SMP Negeri 1 Kutawinangun tahun pelajaran 2012/ 2013 mata pelajaran matematika yang terdiri dari kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2. Di dalam uji keseimbangan membutuhkan asumsi normalitas dan homogenitas. 1)
Jika populasi normal dan variansi populasi homogen maka
menggunakan uji t dengan langkah-langkah sebagai berikut. a) Hipotesis H0 : μ1 = μ2 (kedua kelompok berasal dari populasi yang memiliki kemampuan awal sama) H0 : μ1 ≠ μ2 (kedua kelompok berasal dari populasi yang memiliki kemampuan awal tidak sama) b) Taraf Signifikansi (α) = 0,05 c) Statistik uji yang digunakan: t=
̅1 – X ̅ 2 ) – d0 ) ((X 1 1 sp √n + n 1 2
~ t(n1 + n2 – 2)
s2p =
Keterangan: ̅ 1 : mean dari sampel kelompok eksperimen 1 X ̅ 2 : mean dari sampel kelompok eksperimen 2 X
d0
: selisih rerata
s21 : variansi dari kelompok eksperimen 1 s22 : variansi dari kelompok eksperimen 2
(n1 – 1)s21 + (n2 – 1)s22
n1 + n2 – 2
n1 : ukuran kelompok eksperimen 1 n2 : ukuran kelompok eksperimen 2 d) Daerah kritik (DK)= {t | t < – tα⁄2;(n1+ n2–2) atau t > tα⁄2;(n1+n2–2) } e) Keputusan uji (1) H0 diterima jika tobs tidak terletak di daerah kritik (2) H0 ditolak jika tobs terletak di daerah kritik f) Kesimpulan a.
Kedua
kelompok
berasal
dari
populasi
yang
memiliki
yang
memiliki
kemampuan awal sama jika H0 diterima b.
Kedua
kelompok
berasal
dari
populasi
kemampuan awal berbeda jika H0 ditolak (Budiyono, 2009: 151) 2)
Jika populasi normal dan variansi populasi tidak homogen maka
menggunakan uji t dengan langkah-langkah sebagai berikut. a) Hipotesis H0 : μ1 = μ2 (kedua kelompok berasal dari populasi yang memiliki kemampuan awal sama) H0 : μ1 ≠ μ2 (kedua kelompok berasal dari populasi yang memiliki kemampuan awal tidak sama) b) Taraf Signifikansi (α) = 0,05 c) Statistik uji yang digunakan:
t=
̅1 – X ̅ 2 ) – d0 ) ((X 2 √ s1
~ t(ν)
ν=
s22
n1 + n2
(s21 ⁄n1 + s22 ⁄n2 ) 2
2
(s21 ⁄n1 ) (s22 ⁄n2 ) + n1 – 1 n2 – 1
2
Keterangan: ̅ 1 : mean dari sampel kelompok eksperimen 1 X ̅ 2 : mean dari sampel kelompok eksperimen 2 X
d0
: selisih rerata
s21 : variansi dari kelompok eksperimen 1 s22 : variansi dari kelompok eksperimen 2 n1 : ukuran kelompok eksperimen 1 n2 : ukuran kelompok eksperimen 2 d) Daerah kritik (DK)= {t | t < – tα⁄2; v atau t > tα⁄2; v} e) Keputusan uji (1) H0 diterima jika tobs tidak terletak di daerah kritik (2) H0 ditolak jika tobs terletak di daerah kritik f) Kesimpulan a.
Kedua
kelompok
berasal
dari
populasi
yang
memiliki
yang
memiliki
kemampuan awal sama jika H0 diterima b.
Kedua
kelompok
berasal
dari
populasi
kemampuan awal tidak sama jika H0 ditolak (Budiyono, 2009: 151)
2.
Analisis Data Tahap Akhir a.
Uji Prasyarat Analisis 1) Uji Normalitas Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh
berdistribusi normal atau tidak. Untuk menguji normalitas, digunakan metode Lilliefors dengan prosedur yang sama dengan menguji normalitas pada analisis data tahap awal. 2) Uji Homogenitas Variansi Populasi Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah populasi penelitian mempunyai variansi yang sama atau tidak. Untuk menguji homogenitas ini digunakan metode Bartlett dengan statistik uji Chi kuadrat dengan prosedur yang sama dengan menguji homogenitas pada analisis data tahap awal. b.
Pengujian Hipotesis Untuk mengetahui mana yang lebih baik antara kelompok
eksperimen 1 dengan kelompok eksperimen 2 maka digunaka uji beda dua rata-rata (uji ekor kanan) dengan prosedur sebagai berikut. Misalkan 𝜇𝐴 adalah kelompok eksperimen 1 dan 𝜇𝐵 adalah kelompok eksperimen 2. 1)
Hipotesis H0 : µ𝐴 ≤ µ𝐵
(prestasi
belajar
matematika
dengan
model
pembelajaran Group Investigation tidak lebih baik daripada prestasi belajar matematika dengan model pembelajaran Think Pair Share)
H1 : µ𝐴 > µ𝐵
(prestasi
belajar
matematika
dengan
model
pembelajaran Group Investigation lebih baik daripada prestasi belajar matematika dengan model pembelajaran Think Pair Share) 2)
Taraf Signifikansi (α) = 0,05
3)
Statistik uji yang digunakan: 𝑡=
̅̅̅1 − 𝑋 ̅̅̅2 𝑋
(𝑛1 − 1)𝑠12 + (𝑛2 − 1)𝑠22 ~𝑡(𝑛1 + 𝑛2 − 2) 𝑠𝑝 = √ 𝑛1 + 𝑛2 − 2 1 1 𝑠𝑝 √𝑛 + 𝑛 1 2
(karena selisih rata-rata tidak dibicarakan maka d0 = 0) Keterangan: ̅1 X
: mean dari sampel kelas eksperimen 1
̅2 X
: mean dari sampel kelas eksperimen 2
𝑠21
: variansi dari kelas eksperimen 1
𝑠22
: variansi dari kelas eksperimen 2
n1
: ukuran kelas eksperimen 1
n2
: ukuran kelas eksperimen 2
4)
Daerah kritik DK = {𝑡 | 𝑡 > 𝑡𝛼 ; 𝑛1 + 𝑛2 − 2}
5)
Keputusan uji a) H0 diterima jika thitung tidak terletak di daerah kritik b) H0 ditolak jika thitung terletak di daerah kritik
6)
Kesimpulan a) prestasi belajar matematika dengan model pembelajaran Group Investigation tidak lebih baik daripada prestasi belajar matematika dengan model pembelajaran Think Pair Share jika H0 diterima. b) prestasi belajar matematika dengan model pembelajaran Group Investigation lebih baik daripada prestasi belajar matematika dengan model pembelajaran Think Pair Share jika H0 ditolak.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data kemampuan awal siswa, dan data prestasi belajar matematika siswa. Data kemampuan awal siswa diperoleh dari nilai UTS kelas VIII semester 2 tahun pelajaran 2012/ 2013 mata pelajaran matematika, sedangkan data prestasi belajar metematika siswa diambil setelah dilakukan eksperimen pembelajaran. Data kemampuan awal siswa untuk kelas eksperimen 1 berasal dari siswa kelas VIII F SMP Negeri 1 Adimulyo yang terdiri dari 33 siswa. Dari data tersebut diperoleh nilai rerata 57, 030; nilai maksimum 71, nilai minimum 45, dan standar deviasi 6,322. Sedangkan data prestasi belajar matematika siswa untuk kelas eksperimen 2 berasal dari siswa kelas VIII E SMP Negeri 1 Kutowinangun yang terdiri dari 31 siswa. Dari data tersebut diperoleh nilai rerata 56,387; nilai maksimum 67, nilai minimum 45, dan standar deviasi 5,475. Selisih rerata kemampuan awal siswa pada kelas eksperimen 1 dan eksperimen 2 adalah 0,643. Data prestasi belajar matematika siswa yang diambil setelah dilakukan eksperimen pembelajaran sebagai berikut. Dari data tersebut diperoleh nilai rerata, nilai maksimum, nilai minimum, dan standar deviasi dari kelas eksperimen 1 berturut-turut adalah 58,333; 80; 45 dan 9,656. Sedangkan dari kelas eksperimen 2 diperoleh nilai rerata, nilai maksimum, nilai minimum, dan standar deviasi berturut-turut adalah 69,032; 90; 50 dan 9,257. Selisih rerata prestasi belajar matematika siswa pada kelas eksperimen 1 dan eksperimen 2 adalah 0,399.
Deskripsi data kemampuan awal siswa dan prestasi belajar siswa dapat dilihat dalam tabel berikut. Tabel 1 Deskripsi Data Kemampuan Awal dan Prestasi Belajar Matematika Kelas
N
Rerata
Maks
Min
SD
Eksperimen 1
33
57,030
71
45
6,322
Eksperimen 2
31
56,387
67
45
5,475
Eksperimen 1
33
58,333
80
45
9,656
Eksperimen 2
31
69,032
90
50
9,257
Data
Kemampuan awal siswa
Prestasi belajar matematika siswa
B. Analisis Data 1.
Analisis Data Tahap Awal
a.
Uji Normalitas Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data awal sebelum
dilakukan penelitian berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas dalam penelitian ini meliputi : 1) kemampuan awal siswa kelas eksperimen 1; 2) kemampuan awal siswa kelas eksperimen 2. Dalam uji normalitas digunakan uji Lilliefors dengan taraf signifikansi 𝛼 = 0,05. Rangkuman uji normalitas disajikan dalam tabel berikut.
Tabel 2 Rangkuman Uji Normalitas Data Awal No
Kelas
N
𝑳hitung
𝑳tabel
Keputusan Uji
Kesimpulan
1.
Eksperimen 1
33
0,108
0,154
H0 diterima
Normal
2.
Eksperimen 2
31
0,148
0,159
H0 diterima
Normal
Dari hasil analisis uji normalitas di atas, tampak bahwa untuk kelas eksperimen 1 𝐿hitung = 0,108 < 𝐿𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 0,154, dan untuk kelas eksperimen 2 𝐿hitung = 0,148 < 𝐿𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 0,159. Hal ini berarti bahwa pada taraf signifikan 𝛼 = 0,05 menunjukkan data awal prestasi belajar matematika kelas eksperimen 1 dan eksperimen 2 berasal dari populasi yang berdistribusi normal. b. Uji Homogenitas Variansi Uji homogenitas variansi digunakan untuk mengetahui apakah sampel yaitu kelas eksperimen 2 dan eksperimen 2 sebelum diberi perlakuan mempunyai variansi yang sama atau tidak. Dalam penelitian ini, uji homogenitas variansi yang digunakan adalah metode Bartlett dengan statistik uji Chi Kuadrat dan taraf signifikansi 𝛼 = 0,05. Rangkuman uji homogenitas variansi disajikan dalam tabel berikut.
Kelas Eksperimen 1 dan Eksperimen 2
Tabel 3 Rangkuman Uji Homogenitas Variansi Data Awal Kesimpulan 𝝌𝟐 𝝌𝟐 Keputusan Uji hitung
0,626
tabel
3,841
H0 diterima
Kedua kelas mempunyai variansi yang sama
Dari hasil analisis uji homogenitas variansi di atas, tampak bahwa nilai 𝜒2 hitung = 0,626 kurang dari 𝜒2 tabel = 3,841. Hal ini berarti bahwa pada taraf signifikan 𝛼 = 0,05 menunjukkan bahwa sampel kelas eksperimen 1 dan eksperimen 2 sebelum diberi perlakuan mempunyai variansi yang sama. c.
Uji Keseimbangan Uji keseimbangan dilakukan untuk mengetahui apakah sampel penelitian
yaitu kelas eksperimen 1 dan eksperimen 2 mempunyai kemampuan awal yang sama atau tidak. Dalam penelitian ini, uji keseimbangan dicari menggunakan uji-t (uji-t dua pihak) dengan taraf signifikansi 𝛼 = 0,05. Hasil perhitungan uji keseimbangan disajikan dalam tabel berikut. Tabel 4 Rangkuman Uji Keseimbangan No
Kelas
N
̅ 𝒙
S2
Sgab
𝒕hitung
𝒕tabel
Keputusan Uji
1.
Eksperimen 1
33
57,030
39,968
5,927
0,434
1,96
H0 diterima
2.
Eksperimen 2
31
56,387
29,978
Dari hasil analisis uji keseimbangan di atas, tampak bahwa nilai 𝑡hitung = 0,434 kurang dari 𝑡tabel = 1,96. Hal ini berarti bahwa pada taraf signifikan 𝛼 = 0,05 menunjukkan kemampuan awal kelas eksperimen 1 dan eksperimen 2 sebelum diberi perlakuan seimbang. Jadi antara siswa yang mendapat pembelajaran dengan Group Investigation dan Think Pair Share mempunyai kemampuan awal sama.
2.
Analisis Data Tahap Akhir
a.
Uji Normalitas Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data variabel terikat
yaitu data prestasi belajar matematika yang diperoleh setelah diberi perlakuan berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas dalam penelitian ini meliputi : 1) prestasi belajar siswa kelas eksperimen 1; 2) prestasi belajar siswa kelas eksperimen 2. Dalam uji normalitas digunakan uji Lilliefors dengan taraf signifikansi 𝛼 = 0,05. Rangkuman uji normalitas disajikan dalam tabel berikut. Tabel 5 Rangkuman Uji Normalitas Data Akhir No
Kelas
N
𝑳hitung
𝑳tabel
Keputusan Uji
Kesimpulan
1.
Eksperimen 1
33
0,150
0,154
H0 diterima
Normal
2.
Eksperimen 2
31
0,131
0,159
H0 diterima
Normal
Dari hasil analisis uji normalitas di atas, tampak bahwa nilai Lhitung untuk setiap kelompok kurang dari Ltabel. Hal ini berarti bahwa pada taraf signifikan 𝛼 = 0,05 menunjukkan data prestasi belajar matematika kelas eksperimen 1 dan eksperimen 2 berasal dari populasi yang berdistribusi normal. b. Uji Homogenitas Variansi Uji homogenitas variansi digunakan untuk mengetahui apakah sampel data prestasi belajar matematika kelas eksperimen 1 dan eksperimen 2 mempunyai variansi yang sama atau tidak. Dalam penelitian ini uji homogenitas variansi yang digunakan adalah metode Bartlett dengan statistik uji Chi Kuadrat dan taraf
signifikansi 𝛼 = 0,05. Rangkuman uji homogenitas variansi disajikan dalam tabel berikut. Tabel 6 Rangkuman Uji Homogenitas Data Akhir Kelas Eksperimen 1 dan Eksperimen 2
Kesimpulan
𝝌𝟐 hitung 𝝌𝟐 tabel Keputusan Uji
0,054
3,841
H0 diterima
Kedua kelompok mempunyai variansi yang sama
Dari hasil analisis uji homogenitas variansi di atas, tampak bahwa nilai 𝜒2 hitung = 0,054 kurang dari 𝜒2 tabel = 3,841. Hal ini berarti pada taraf signifikan 𝛼 = 0,05 menunjukkan sampel kedua kelas mempunyai variansi yang sama.
c.
Uji Hipotesis Hasil perhitungan menunjukkan bahwa data prestasi belajar matematika
kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2 berdistribusi normal dan variansinya homogen. Hasil perhitungan hipotesis dalam penelitian ini, dengan taraf signifikansi 𝛼 = 0,05 disajikan dalam tabel berikut. Tabel 7 Rangkuman Uji Hipotesis No
Kelas
N
̅ 𝒙
S2
Sgab
𝒕hitung
𝒕tabel
Keputusan Uji
1.
Eksperimen 1
33
58,333
93,229
9,465
-4,519
1,645
H0 diterima
2.
Eksperimen 2
31
69,032
85,699
Dari hasil analisis uji hipotesis di atas, tampak bahwa nilai 𝑡hitung = −4,519 tidak lebih dari 𝑡tabel = 1,645. Hal ini berarti bahwa pada taraf
signifikan 𝛼 = 0,05 menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan dalam hasil belajar matematika antara siswa kelas eksperimen 1 dan siswa kelas eksperimen 2. Jadi dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar matematika dengan model pembelajaran Group Investigation tidak lebih baik daripada prestasi belajar matematika dengan model pembelajaran Think Pair Share.
C. Pembahasan Hasil Penelitian Penelitian ini diawali dengan pengujian kemampuan awal siswa pada kedua kelompok sampel, yaitu kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2. Data kemampuan awal siswa diperoleh dari nilai kelas VIII semester 2 tahun pelajaran 2012/ 2013 mata pelajaran matematika. Dari kelas eksperimen 1 yaitu kelas VIII F SMP N 1 Adimulyo, diperoleh nilai tertinggi 71 dan terendah 45. Sedangkan dari kelas eksperimen 2 yaitu kelas VII E SMP Negeri 1 Kutowinangun, diperoleh nilai tertinggi 67 dan terendah 45. Standar deviasi untuk kelas eksperimen 1 adalah 6, 322, sedangkan kelas eksperimen 2 adalah 5,475. Rerata masing-masing kelompok adalah 57,030 untuk kelas eksperimen 1, dan 56,387 untuk kelas eksperimen 2. Selisih rerata dari kedua kelompok adalah 0,643. Data kemampuan awal siswa disusun dalam bentuk diagram batang sebagai berikut.
Data Kemampuan Awal Siswa 80 70 60 50 40 30 20 10 0
VIII F VIII E
Nilai Maksimum
Nilai Minimum
Rerata
Standar Deviasi
Gambar 1. Diagram Batang Data Kemampuan Awal Siswa SMP Negeri di Kabupaten Kebumen Setelah diperoleh data awal, selanjutnya dilakukan uji keseimbangan untuk melihat apakah kemampuan awal siswa dalam kedua sampel sama atau tidak. Uji keseimbangan dicari menggunakan uji-t dua pihak dengan taraf signifikansi 𝛼 = 0,05. Untuk melakukan uji keseimbangan, sebelumnya harus dilakukan uji normalitas dengan menggunakan uji Lilliefors dan uji homogenitas variansi menggunakan metode Bartlett dengan statistik uji Chi Kuadrat terlebih dahulu. Pada uji normalitas untuk kelas eksperimen 1 dengan taraf signifikansi 𝛼 = 0,05 diperoleh Lhitung = 0,108 dengan Ltabel = 0,154. Untuk kelas eksperimen 2 diperoleh Lhitung = 0,148 dengan Ltabel = 0,159. Dari perhitungan masing-masing kelompok, tampak bahwa 𝐿hitung < 𝐿tabel sehingga 𝐿hitung ∉ DK. Hal ini berarti bahwa kedua sampel berdistribusi normal. Sedangkan pada uji homogenitas variansi dengan taraf signifikansi 𝛼 = 0,05 diperoleh 𝜒2 hitung = 0,626 < 𝜒2 tabel = 3,841 sehingga 𝜒2 ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 ∉ DK. Hal ini menunjukkan bahwa kedua sampel memiliki variansi yang sama (homogen).
Setelah dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas pada kedua kelompok sampel, selanjutnya dilakukan uji keseimbangan. Perhatikan gambar 2, hasil perhitungan uji keseimbangan adalah 𝑡hitung = 0,434 dan 𝑡tabel = 1,96. Hal ini menunjukkan 𝑡hitung = 0,434 < 𝑡tabel = 1,96 sehingga H0 diterima. Jadi kemampuan awal siswa pada kedua kelompok sampel sama.
H 0 diterima
H 0 ditolak
H 0 ditolak
-1,96
0
0,434
1,96
Gambar 2. Grafik Uji Keseimbangan Setelah diketahui bahwa kedua kelompok sampel mempunyai kemampuan awal yang sama, masing-masing kelompok diberi perlakuan yang berbeda. Pada kelas eksperimen 1 dilakukan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Group Investigation, sedangkan pada kelas eksperimen 2 dilakukan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Think Pair Share. Pada masing-masing kelas dilakukan proses pembelajaran sebanyak tiga kali tatap muka, dan satu kali untuk tes evaluasi. Pertemuan pertama proses pembelajaran pada kedua kelas mengalami beberapa kendala, seperti suasana kelas yang kurang kondusif, masih banyak siswa yang belum memperhatikan, ada yang mengobrol dengan teman yang lain sehingga konsentrasinya kurang dan kesulitan dalam pembagian kelompok belajar sehingga proses pembelajaran kurang dapat berjalan dengan baik. Kendalakendala ini mungkin disebabkan karena siswa harus menyesuaikan diri dengan
lingkungan belajar yang baru, seperti model serta metode pembelajaran yang baru. Kurangnya siswa untuk bertanya kepada guru juga merupakan salah satu kendala selama proses pembelajaran berlangsung karena dapat menghambat penangkapan materi secara maksimal. Kebanyakan dari mereka pasif, mungkin karena malu, ragu-ragu atau takut dalam bertanya. Pada proses pembelajaran kedua dan ketiga, beberapa kendala yang pernah terjadi mulai berkurang karena siswa telah menyesuaikan diri dengan baik. Adanya respon yang lebih positif dari siswa menyebabkan proses pembelajaran terlaksana sesuai dengan yang diharapkan. Siswa yang tadinya pasif menjadi lebih aktif, meskipun ada beberapa siswa yang masih pasif. Hal ini dapat dilihat dari aktifitas siswa yang sudah mulai mau bertanya dan mau memperhatikan sehingga mereka dapat mengikuti proses pembelajaran dengan lebih baik. Setelah kedua kelompok dikenai perlakuan yaitu pembelajaran dengan model Group Investagation pada kelas eksperimen 1, dan pembelajaran dengan model Think Pair Share pada kelas eksperimen 2, dilakukan tes evaluasi untuk mengetahui prestasi belajar matematika siswa setelah diberi perlakuan. Tes evaluasi yang diberikan berupa 20 soal pilihan ganda mengenai materi lingkaran. Hasil dari tes evaluasi menunjukkan bahwa dari kelas eksperimen 1 diperoleh nilai tertinggi 80 dan terendah 45. Sedangkan dari kelas eksperimen 2 diperoleh nilai tertinggi 90 dan terendah 50. Standar deviasi untuk kelas eksperimen 1 adalah 9,656, sedangkan kelas eksperimen 2 adalah 9,257. Rerata masing-masing kelas adalah 58,333 untuk kelas eksperimen 1, dan 69,032 untuk
kelas eksperimen 2. Selisih rerata dari kedua kelompok adalah 0,699. Prestasi belajar matematika siswa disusun dalam bentuk diagram batang sebagai berikut.
Data Prestasi Belajar Matematika Siswa 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
VIII F VIII E
Nilai Maksimum
Nilai Minimum
Rerata
Standar Deviasi
Gambar 3. Diagram Batang Data Prestasi Belajar Matematika Siswa SMP Negeri di Kabupaten Kebumen Dari hasil penelitian, tampak bahwa rerata prestasi belajar matematika siswa kelas VIII E SMP Negeri 1 Kutowinangun lebih baik daripada siswa kelas VIII F SMP Negeri 1 Adimulyo. Meskipun demikian tetap harus dilakukan uji hipotesis. Uji hipotesis dilakukan untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang signifikan antara prestasi belajar matematika siswa kelas eksperimen 1 dan eksperimen 2. Sebelum dilakukan uji hipotesis harus dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas variansi seperti pada data kemampuan awal siswa. Uji normalitas untuk kelas eksperimen 1 dengan taraf signifikansi 𝛼 = 0,05 diperoleh Lhitung = 0,150, dengan Ltabel = 0,154. Untuk kelas eksperimen 2 diperoleh Lhitung = 0,131, dengan Ltabel = 0,159. Dari perhitungan masing-masing kelompok, tampak bahwa 𝐿hitung < 𝐿tabel sehingga 𝐿hitung ∉ DK. Hal ini berarti bahwa kedua sampel berdistribusi normal. Sedangkan pada uji homogenitas
variansi dengan taraf signifikansi 𝛼 = 0,05 diperoleh 𝜒2 hitung = 0,054 < 𝜒2 tabel = 3,841 sehingga 𝜒2 ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 ∉ DK. Hal ini menunjukkan bahwa kedua sampel memiliki variansi yang sama (homogen). Setelah dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas pada kedua kelompok sampel, selanjutnya dilakukan uji hipotesis. Uji hipotesis dicari menggunakan uji-t satu pihak yaitu pihak kanan. Perhatikan gambar 4, hasil perhitungan uji hipotesis secara matematis diperoleh 𝑡hitung = −4,519 dan 𝑡tabel = 1,645 Hal ini menunjukkan 𝑡hitung < 𝑡tabel sehingga H0 diterima. Jadi prestasi belajar matematika siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model pembelajaran Group Investigation pada materi lingkaran tidak lebih baik daripada pembelajaran dengan model pembelajaran Think Pair Share.
H 0 diterima
H 0 ditolak -4,519
0
1, 6 45
Gambar 4. Grafik Uji Hipotesis Dari uraian di atas, tampak bahwa prestasi belajar matematika siswa yang mendapat pembelajaran dengan Group Investigation tidak lebih baik daripada prestasi belajar matematika siswa yang mendapat pembelajaran dengan model pembelajaran Think Pair Share. Faktor-faktor yang mempengaruhi diantaranya sebagai berikut. Masih ada beberapa siswa yang kurang terlibat sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik atau sub topik maupun cara untuk pembelajaran, secara investigasi karena mereka menggantungkan pada teman satu kelompoknya.
Beberapa siswa kurang memiliki kemampuan berkomunikasi dengan baik karena mereka terbiasa pasif dalam proses pembelajaran. Selain itu siswa belum terbiasa bekerja sama dalam menyelesaikan permasalahan karena metode pembelajaran yang biasa digunakan guru adalah metode konvensional.
Solusi untuk meminimalisir hal tersebut antara lain sebagai baerikut. Semua siswa di dalam kelas harus mengikuti langkah-langkah model pembelajaran yang diterapkan di dalam kegiatan pembelajaran. Selain itu dibutuhkan kerjasama yang baik antar teman dalam kelompok untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Siswa juga harus mempunyai kemampuan berkomunikasi yang baik, hal ini dapat dilakukan dengan cara siswa jangan malu atau takut bertanya kepada guru jika menemui kesulitan dalam belajar. Siswa harus mampu berkonsentrasi dalam belajar di kelas, hal ini dapat dilakukan dengan cara siswa memperhatikan arahan dari guru dan tidak ramai sendiri. Dengan cara demikian diharapkan keseluruhan siswa dapat mengikuti proses pembelajaran dengan baik dan tujuan belajar tercapai.
BAB V PENUTUP
A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran Group Investigation tidak lebih baik daripada prestasi belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran Think Pair Share pada materi lingkaran pada siswa kelas VIII SMP Negeri di Kabupaten Kebumen tahun ajaran 2012/ 2013.
B. Saran Dari simpulan yang diperoleh dalam penelitian ini, maka peneliti menyampaikan saran-saran sebagai berikut: 1. dalam
melaksanakan
menggunakan
proses
pembelajaran
matematika
sebaiknya
metode yang tepat dan sesuai dengan pokok bahasan
materi. 2. penggunaan metode pembelajaran hendaknya disesuaikan dengan kondisi siswa dan lingkungan sekitar siswa. Hal ini dikarenakan lingkungan belajar siswa berpengaruh pada penerimaan konsep dalam pembelajaran. 3. penggunaan metode pembelajaran sebaiknya divariasikan sehingga siswa tidak merasa bosan.
4. model pembelajaran Group Investigation dan Think Pair Share dapat digunakan pada materi lain yang sesuai sebagai alternatif metode dalam penyampaian materi pada saat proses pembelajaran. 5. siswa hendaknya lebih aktif mengikuti pembelajaran baik dalam mengerjakan
tugas,
ataupun
kegiatan
yang
dilaksanakan
pembelajaran seperti tanya jawab, diskusi kelas, dan lain-lain.
dalam
DAFTAR PUSTAKA
Arif Rohman. 2009. Memahami Pendidikan dan Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: LaksBang Mediatama Yogyakarta. Aunurrahman. 2010. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta. Budiyono. 2009. Statistika untuk Penelitian. Surakarta: UNS Press. . 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surakarta: UNS Press. Chambers, D, L. 2002. Putting Research into Practice in the Elementary Grades. Virginia: National Council of Teachers of Mathematics. Chambers, P. 2008. Teaching Mathematics: Developing as a Reflective Secondary Teacher. (1st ed.). Los Angeles: Sage. Endar. 2012. Eksperimentasi Model Pembelajaran Kooperatif tipe Group Investigation pada Bangun Ruang terhadap Prestasi belajar Matematika Siswa Kelas IV SD se- Gugus Boden Powel Kecamatan Gebang Tahun Ajaran 2011/ 2012. Skripsi, tidak diterbitkan. Universitas Muhammadiyah Purworejo. Haris Mudjiman. 2006. Belajar Mandiri. Surakarta: UNS Press. Muhibbin Syah. 2008. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Ngalim Purwanto. 2009. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. . 1990. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remadja Rosdakarya. Robert E Slavin.. 2005. Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik. Bandung: Penerbit Nusa Media. Saifuddin Azwar. 2000. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Sharan, Shlomo. 2012. The Handbbook of Cooperative Learning Cooperative Learning. Terjemahan dari buku yang berjudul Handbbook of Cooperative Learning Cooperative Learning Methods, Praeger. Yogyakarta: Familia. Sigit Rudiatwoko. 2011. Eksperimentasi Model Pembelajaran Think Pair Share Materi Segiempat Pada Siswa KelasVII Semester 2 SMP Negeri 3 Kepil
Tahun Pelajaran 2010/2011. Skripsi, tidak diterbitkan. Universitas Muhammadiyah Purworejo. Soedjadi. 2000. Kiat Pendidikan Matematika Di Indonesia. Jakarta: Dirjen Perguruan tinggi dan Depdikbud. Sugiyanto. 2009. Model-model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Panitia Sertifikasi Guru Rayon 13 FKIP UNS Surakarta. Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Suharsimi Arikunto. 2009. Prosedur Penelian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. . 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Asdi Mahasatya. Syaiful Bahri Djamarah. 1994. Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru. Surabaya: Usaha Nasional. Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana. Yatim Riyanto. 2010. Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta: Kencana. Bandung: Remaja Rosdakarya.