perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE (LC) 5E DAN LC 5E DISERTAI ASSESSMENT FOR LEARNING (AfL) PADA MATERI PRISMA DAN LIMAS DITINJAU DARI ADVERSITY QUOTIENT (AQ) SISWA KELAS VIII SMP NEGERI DI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN PELAJARAN 2013/2014
TESIS Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh Guritno Ari Wibowo S851208026
PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit to user 2014
i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
LEMBAR PERSETUJUAI\ EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN LE/IRNING CYCLE (LC) DAN LC 5E DISIRTAI ASSESSMENT FOR LEARNING
5'
(Aft) PADA MATERI
PRISMA DA}I TIMAS DITINJAU DARJI ADVERSITY QUOTIENT (AQ) SISWA KELAS \rIII SMP NEGERI DT KABUPATEN SUKOT{ARJO TAIIT]N PELAJARAN 2Ol3' NU4
TDSIS Oleh GURTTNO ART
WIB(}\trO
s8s1208026
Komisi
TandaTangan
Nama
Tanggal
Pembimbing Pembimbing
I
Prof. Tri Atmojo K. M.Sc, Ph.D NrP. 19630826 198803 1002
Pembimbing
Itr
Dr. Riyadi, M.Si NIP. 19670116 199402 2 001
.Jvf .pt<
Telahdinyatakan-me-menuhi-syarat Pada
rangsd
..
g.As.!.t.rA.. f..qt(
Ketua Program Studi Pendidikan Matematika Pro gram Pascasarj ana
IINS
Prof: Dr. Budiyono, M.Sc. commit to user NIP. 19530915197903 I 003
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
LEMBAR PENGESAHAN EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE (LC) 5E DAt[ IC SEDISERTAL4^S,SES^SMENT FOR LEARNING (Aft) PADA MATERI PRISMA DAN LIMAS DITINJAU DARI ADVERSITY QUOTIENT (AQ) SISWA KELAS VIII SMP NEGERI DI KABUPATEN SUKOHARJO TAIITIN PELAJARAN 2013/2014 TESIS Oleh
GURITNO ARI WIBOWO s851208026
Tim Penguji Jabatart
Nama
anda Tangan
Ketua
Dr. Mardiyan4 M.Si NrP. 19660225 1993021 002
Sekretaris
Dr. Gatut Iswahyudi, M.Si NrP. 19670607 199302 t 001
Tanggal
%14
Anggota
NrP. 19630826 198803 1002
%e
2. Dr. Riyadi, M.Si NIP. 19670116 t994A2 2 001
Telah dipertahankan di depan penguji Dinyatakan telah memenuhi syarat
Dekan F
dan Ilmu Pendidikan
yahrllah, M.Pd commit to user 1 001
1ll
Ketua Program Studi Pendidikan Matematika
Prof. Dr. Budiyono, M.Sc NIP. 19530915 197903 1003
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI ISI TESIS Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa
:
1- Tesis yang berjudul : "EKSPERIMEI\TASI MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE (LC) 5E DAN LC 5E DISERTAI ASSESSMENT FOR LEARNING (Afl,) PADA MATERI PRISMA DAN LIMAS DITINJAU DARI ADVERSITY QUOTIENT (AQ) SISWA KELAS VIN SMP NEGERI DI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN PELAJARAN 2ABDAM" ini adalah karya saya sendiri dan bebas plagia! serta tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik serta tidak terdapatkarJa atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis digunakan sebagaimana acuan dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber acuan serta daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam
karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi ketentuan peraturan perundang-undangan (Permendiknas No 17, tahun 2010).
2-
Publikasi sebagian atau keseluruhan isi Tesis padajurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author dan Pascasafiana FKIP LINS sebagai institusinya. Apabila dalam wal(u sekurang-larrangnya satu semester (enam
bulan sejak pengesahan Tesis) saya tidak melakukan publikasi dari sebagian atau keseluruhan Tesis ini, maka Prodi Pendidikan Matematika Pascasarjana FKIP UNS
berhak mempublikasinya pada jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh Prodi Pendidikan
Matematika Pascasarjana FKIP I-INS. Apabita saya melakukan pelanggaran dari ketentuan publikasi ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik yang berlaku.
Surakarta, Agustus 2014 Mahasiswa
Ari Wibo'wo commit to user
lv
s851208026
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Karya ini penulis persembahkan kepada kedua orang tua, keluarga besar, dan para sahabat yang senantiasa memberikan doa dan semangat.
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
”Allah tidak akan membebani seseorang kecuali sesuai dengan kesanggupannya.” (QS. Al-Baqarah: 286)
“Banyak kegagalan dalam hidup ini dikarenakan orang-orang tidak menyadari betapa dekatnya mereka dengan keberhasilan saat mereka menyerah.” (Thomas Alva Edison)
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan innayah sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan sebaik-baiknya. Tesis ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Magister Program Studi Pendidikan Matematika. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah mendukung terselesaikannya tesis ini: 1.
Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd, Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret, yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk menyusun Tesis sekaligus memberikan izin melakukan penelitian di lapangan.
2.
Prof. Dr. Budiyono, M.Sc, Ketua Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta,
yang
telah
memberikan
dorongan
dan
pengarahan
sehingga
terselesaikannya tesis ini. 3.
Prof. Drs. Tri Atmojo Kusmayadi, M.Sc, Ph.D, Pembimbing I, yang dengan penuh kesabarannya selalu memberikan bimbingan dan dorongan sehingga terselesaikannya tesis ini.
4.
Dr. Riyadi, M.Si, Pembimbing II, yang dengan kesabarannya selalu memberikan bimbingan dan dukungan dalam penulisan tesis ini.
5.
Bapak/Ibu dosen Program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan bekal dalam penyusunan Tesis ini melalui perkuliahan.
6.
Juwardi, M.Pd.I, Kepala SMP N 2 Grogol, Drs. Sukono, Kepala SMP N 1 Bendosari, dan Viveri Wuryandari, S.Pd, Kepala SMP N 1 Gatak, yang telah memberikan waktu dan kesempatan untuk melakukan penelitian di sekolah yang bersangkutan.
7.
Bapak dan Ibu Guru bidang studi Pendidikan Matematika kelas VIII di SMPN 1 Gatak, SMPN 1 Bendosari, SMPN 2 Grogol, dan SMPN 1 Baki yang telah memberikan bimbingan selama peneliti melakukan penelitian. commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
8.
digilib.uns.ac.id
Ilham R. A., M.Pd, Ikhsan Dwi Setyono, M.Pd, dan Maryono, S.Pd yang telah bersedia menjadi validator instrumen tes prestasi dalam penelitian ini.
9.
Puspitasari Dwiariani, M.Psi, Deni Herbyanti, S.Psi, M.Psi, dan Kliwon, M.Psi yang telah bersedia menjadi validator instrumen angket prestasi dalam penelitian ini.
10. Putra Adi Wibowo, M.Pd, Adi Nurcahyo, M.Pd, dan Edwin Latif Hardiyanto, S.Pd yang telah meluangkan waktunya membantu serta memberikan saran-saran dalam penelitian ini sehingga dapat berjalan dengan lancar. 11. Keluarga tercinta atas dukungan do’a, perhatian, dorongan semangat dan motivasi serta segala sesuatu yang telah diberikan selama ini. 12. Teman-teman Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta Tahun Angkatan 2012 atas segala kebersamaan dan kenangan yang tak terlupakan. 13. Seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini yang tidak mungkin penulis sebutkan satu per satu. Semoga semua amal baik mereka yang telah diberikan kepada penulis, mendapatkan ridha dari Allah SWT. Penulis berharap tesis ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu, khususnya di bidang Matematika.
Surakarta, Agustus 2014 Penulis
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
JUDUL ...................................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN...............................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN ...............................................................
iii
PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI ISI TESIS .......
iv
PERSEMBAHAN ..................................................................................
v
MOTTO .................................................................................................
vi
KATA PENGANTAR ...........................................................................
vii
DAFTAR ISI..........................................................................................
ix
DAFTAR TABEL ..................................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................................
xv
ABSTRAK .............................................................................................
xvi
ABSTRACT.............................................................................................
xviii
BAB I PENDAHULUAN .....................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah ......................................................
1
B. Rumusan Masalah ................................................................
7
C. Tujuan Penelitian .................................................................
8
D. Manfaat Penelitian ...............................................................
8
BAB II LANDASAN TEORI ................................................................
9
A.Kajian Pustaka ......................................................................
9
1. Prestasi Belajar Matematika ...........................................
9
a. Pengertian Prestasi ......................................................
9
b. Hakikat Belajar ...........................................................
9
c. Hakikat Matematika ...................................................
10
d. Pengertian Prestasi Belajar Matematika .....................
11
2. Model Pembelajaran ........................................................
11
3. Model Pembelajaran LC 5E .............................................
12
4. Assessment for Learning ..................................................
16
5. Model Pembelajaran LC 5E disertai AfL ......................... commit to user 6. Model Pembelajaran Langsung ........................................
19
ix
23
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7. Adversity Quotient ...........................................................
26
B. Kerangka Berpikir ................................................................
30
C. Hipotesis ..............................................................................
36
BAB III METODE PENELITIAN .......................................................
38
A. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................
38
1. Tempat Penelitian ............................................................
38
2. Waktu Penelitian .............................................................
38
B. Jenis Penelitian ...................................................................
39
C. Populasi dan Sampel Penelitian ...........................................
40
1. Populasi Penelitian ...........................................................
40
2. Sampel Penelitian.............................................................
40
D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional .....................
42
1. Variabel Terikat ..............................................................
42
2. Variabel Bebas .................................................................
42
E. Teknik Pengumpulan Data ...................................................
43
1. Metode Dokumentasi .......................................................
43
2. Metode Tes.......................................................................
44
3. Metode Angket.................................................................
44
F. Teknik dan Instrumen untuk Mengumpulkan Data .............
44
1. Instrumen Tes Prestasi Belajar Matematika ....................
44
a. Uji Validitas Isi ............................................................
44
b. Tingkat Kesukaran Butir Soal .....................................
45
c. Daya Beda Butir Soal ..................................................
46
d. Uji Reliabilitas .............................................................
46
2. Instrumen Angket AQ Siswa ...........................................
47
a. Uji Validitas Isi ............................................................
47
b. Konsistensi Internal Butir Angket ...............................
48
c. Uji Reliabilitas .............................................................
48
G. Teknik Analisis Data ...........................................................
49
1. Uji Prasyarat..................................................................... commit to user a. Uji Normalitas Populasi ...............................................
49
x
49
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Uji Homogenitas Variansi Populasi ............................
50
2. Uji Keseimbangan ............................................................
51
H. Uji Hipotesis Statistik .........................................................
53
1. Analisis Variansi Dua Jalan dengan Sel Tak Sama .........
53
2. Uji Komparasi Ganda ......................................................
57
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .......................
60
A. Hasil Uji Coba Instrumen ...................................................
60
1. Tes Prestasi Belajar Matematika .....................................
60
a. Validitas Instrumen Tes Prestasi Belajar Matematika .................................................................
60
b. Uji Tingkat Kesukaran Butir Soal...............................
60
c. Uji Daya Pembeda Butir Soal .....................................
61
d. Penetapan Instrumen Tes Prestasi Belajar ..................
61
e. Uji Reliabilitas Tes Prestasi ........................................
61
2. Angket Adversity Quotient ..............................................
61
a. Validitas Isi Angket ....................................................
61
b. Uji Konsistensi Internal Butir Angket AQ..................
62
c. Penetapan Instrumen Angket ......................................
62
d. Uji Reliabilitas Angket ...............................................
62
B. Deskripsi Data Kemampuan Awal.......................................
62
1. Uji Normalitas ................................................................
63
2. Uji Homogenitas..............................................................
63
3. Uji Keseimbangan ...........................................................
64
C. Deskripsi Data Penelitian .....................................................
64
1. Data Prestasi Belajar Siswa .............................................
64
2. Data Adversity Quotient Siswa ........................................
65
D. Analisis Data Penelitian .......................................................
65
1. Uji Normalitas .................................................................
66
2. Uji Homogenitas..............................................................
66
3. Analisis Variansi Dua Jalan dengan Sel Tak Sama ......... to user 4. Uji Lanjut Pasca Anavacommit ...................................................
67
xi
68
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
a. Uji Komparasi Rerata Antar Baris ..............................
68
b. Uji Komparasi Rerata Antar Kolom ...........................
70
c. UJi Komparasi Rerata Antar Sel pada Baris yang Sama ............................................................................
71
d. UJi Komparasi Rerata Antar Sel pada Kolom yang Sama ............................................................................
73
E. Pembahasan Hasil Penelitian ...............................................
75
1. Hipotesis Pertama ............................................................
75
2. Hipotesis Kedua ..............................................................
76
3. Hipotesis Ketiga ..............................................................
78
4. Hipotesis Keempat ..........................................................
80
F. Keterbatasan Penelitian ........................................................
82
BAB V PENUTUP ................................................................................
84
A. Kesimpulan ..........................................................................
84
B. Implikasi Hasil Penelitian ....................................................
85
C. Saran ....................................................................................
86
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................
88
commit to user
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
2.1 Tahap-tahap Model Pembelajaran LC 5E ....................................
13
2.2
Tahap-tahap Model Pembelajaran LC 5E disertai AfL .................
20
2.3
Sintaks Model Pembelajaran Langsung ........................................
24
3.1
Rancangan Faktorial 3x3 ..............................................................
39
3.2
Kriteria Kategori AQ Siswa ..........................................................
43
3.3
Tabel Rangkuman Analisis Uji Anava .........................................
57
4.1
Hasil Deskripsi Data Kemampuan Awal Siswa............................
63
4.2
Hasil Uji Normalitas Kemampuan Awal Siswa............................
63
4.3
Rangkuman Uji Keseimbangan Kemampuan Awal .....................
64
4.4
Deskripsi Prestasi Belajar Matematika Siswa...............................
65
4.5
Deskripsi Data AQ Siswa pada Masing-masing Model ...............
65
4.6
Rangkuman Uji Normalitas Data Prestasi Belajar Matematika ....
66
4.7
Rangkuman Uji Homogenitas Variansi ........................................
67
4.8
Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan dengan Sel Tak Sama ..
67
4.9 Rangkuman Rerata Sel dan Rerata Marginal ................................
68
4.10 Rangkuman Hasil Uji Komparasi Antar Baris..............................
69
4.11 Rangkuman Hasil Uji Komparasi Antar Kolom ...........................
70
4.12 Hasil Uji Komparasi Rerata Antar Sel pada Baris yang Sama .....
71
4.13 Hasil Uji Komparasi Rerata Antar Sel pada Kolom yang Sama ..
73
commit to user
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
1
Data Penelitian
92
1.1
Data SMP Negeri di Kabupaten Sukoharjo Berdasarkan Nilai UN Matematika Tahun 2013 ..............................................
1.2
93
Data Nilai Kemampuan Awal (Nilai Matematika Rapor Semester 1 Kelas 8) .....................................................................
94
2
Uji Keseimbangan Data Awal
97
2.1
Uji Normalitas Populasi terhadap Nilai Kemampuan Awal Matematika Siswa .......................................................................
2.2
Uji Homogenitas Variansi Populasi terhadap Nilai Kemampuan Awal Matematika Siswa ..............................................................
2.3
98
103
Uji Keseimbangan terhadap Nilai Kemampuan Awal Matematika Siswa .......................................................................
105
3
Perangkat Pembelajaran
108
3.1
RPP Model Pembelajaran LC 5E disertai AfL .............................
109
3.2
RPP Model Pembelajaran LC 5E ................................................
114
3.3
RPP Model Pembelajaran Langsung ...........................................
119
3.4
Lembar Kerja Siswa ....................................................................
124
3.5
Rubrik Penskoran Soal Lembar Kerja Siswa ..............................
126
4
Instrumen Tes Prestasi Belajar Matematika
127
4.1
Kisi-Kisi Instrumen Tes Prestasi Belajar Matematika ................
128
4.2
Instrumen Uji Coba Tes Prestasi Belajar Matematika ................
131
4.3
Kunci Jawaban Uji Coba Tes Prestasi Belajar Matematika ........
137
4.4
Lembar Validasi Instrumen Tes Prestasi Belajar Matematika ....
141
4.5
Daya Pembeda dan Tingkat Kesukaran Uji Coba Tes
4.6 4.7
Prestasi Belajar Matematika ........................................................
150
Reliabilitas Instrumen Tes Prestasi Belajar Matematika ............. commit to user Instrumen Tes Prestasi Belajar Matematika ................................
153
xiv
156
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4.8
Kunci Jawaban Instrumen Tes Prestasi Belajar Matematika ......
161
5
Instrumen Angket Adversity Quotient Siswa
164
5.1
Kisi-Kisi Angket Adversity Quotient Siswa ................................
165
5.2
Instrumen Uji Coba Angket AQ Siswa .......................................
166
5.3
Lembar Validasi Isi Angket AQ Siswa .......................................
168
5.4
Konsistensi Internal Angket AQ Siswa .......................................
173
5.5
Reliabilitas Angket AQ Siswa .....................................................
179
6
Data Nilai Prestasi Belajar Matematika dan Klasifikasi AQ Siswa
181
7
Uji Hipotesis
185
7.1
Uji Normalitas Data Prestasi Belajar Matematika ......................
186
7.2
Uji Homogenitas Data Prestasi Belajar Matematika ...................
203
7.3
Analisis Variansi Dua Jalan dengan Sel Tak Sama .....................
214
7.4
Uji Lanjut Pasca Anava ...............................................................
218
8
Surat Keterangan Penelitian
226
commit to user
xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Guritno Ari Wibowo. S851208026. 2014. Eksperimentasi Model Pembelajaran Learning Cycle (LC) 5E dan LC 5E disertai Assessment for Learning (AfL) pada Materi Prisma dan Limas Ditinjau dari Adversity Quotient (AQ) Siswa Kelas VIII SMP Negeri di Kabupaten Sukoharjo Tahun Pelajaran 2013/2014. TESIS. Pembimbing I: Prof. Drs. Tri Atmojo K. M.Sc, Ph.D, Pembimbing II: Dr. Riyadi, M.Si. Program Studi Pendidikan Matematika, Pascasarjana Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) manakah yang memberikan prestasi belajar matematika yang lebih baik antara model pembelajaran matematika LC 5E disertai AfL, model pembelajaran LC 5E atau model pembelajaran langsung, (2) manakah yang mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik antara siswa yang tergolong climber, camper, atau quitter, (3) pada masing-masing model pembelajaran, manakah yang mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik, siswa yang tergolong climber, camper, atau quitter, (4) pada masing-masing kategori AQ siswa, manakah yang memberikan prestasi belajar matematika yang lebih baik siswa yang dikenai model pembelajaran matematika LC 5E disertai AfL, model pembelajaran matematika LC 5E atau model pembelajaran langsung. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri se-Kabupatern Sukoharjo pada semester genap tahun pelajaran 2013/2014. Jenis penelitian ini adalah eksperimental semu atau quasi experimental research. Populasinya adalah siswa kelas VIII SMP semester genap tahun pelajaran 2013/2014. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik stratified cluster random sampling. Sampel yang terpilih adalah siswa SMP Negeri 1 Gatak mewakili sekolah kelompok tinggi, SMP 1 Negeri Bendosari mewakili sekolah kelompok sedang, dan siswa SMP Negeri 2 Grogol mewakili sekolah kelompok rendah. Variabel dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel bebas yaitu model pembelajaran dan AQ siswa dan satu variabel terikat yaitu prestasi belajar matematika. Pengumpulan data dilakukan menggunakan metode dokumentasi, metode tes, dan metode angket. Sebelum dilakukan eksperimen, terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat terhadap data kemampuan awal siswa meliputi uji normalitas dengan menggunakan uji Lilliefors dan uji homogenitas variansi menggunakan metode Barttlet. Selanjutnya teknik analisis data digunakan analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama. Apabila hasil analisis variansi menunjukkan bahwa hipotesis nol ditolak, dilakukan uji lanjut pasca anava menggunakan metode Scheffe’. Berdasarkan analisis data dari penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan sebagai berikut. (1) Model pembelajaran LC 5E disertai AfL menghasilkan prestasi belajar matematika lebih baik daripada model pembelajaran LC 5E dan model pembelajaran langsung, serta model pembelajaran LC 5E menghasilkan prestasi belajar matematika lebih baik daripada model pembelajaran langsung.(2) Prestasi belajar matematika siswa yang termasuk climber lebih baik daripada prestasi belajar matematika siswa yang user matematika siswa yang termasuk termasuk camper dan quitter, sertacommit prestasito belajar
xvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
camper sama dengan prestasi belajar matematika siswa yang termasuk quitter. (3) Pada model pembelajaran LC 5E disertai AfL, prestasi belajar matematika siswa yang termasuk climber lebih baik daripada prestasi belajar matematika siswa yang termasuk camper maupun quitter, serta prestasi belajar matematika siswa yang termasuk climber lebih baik daripada prestasi belajar matematika siswa yang termasuk quitter. Pada model pembelajaran LC 5E, prestasi belajar matematika siswa yang termasuk climber lebih baik daripada prestasi belajar matematika siswa yang termasuk camper maupun quitter, sedangkan prestasi belajar matematika siswa yang termasuk climber sama dengan prestasi belajar matematika siswa yang termasuk quitter. Pada model pembelajaran langsung, siswa yang termasuk climber, camper, dan quitter mempunyai prestasi belajar matematika siswa yang sama. (4) Prestasi belajar matematika siswa yang termasuk climber yang dikenai model pembelajaran LC 5E disertai AfL sama dengan yang dikenai model pembelajaran LC 5E, sedangkan yang dikenai model pembelajaran LC 5E disertai AfL maupun LC 5E lebih baik daripada yang dikenai model pembelajaran langsung. Prestasi belajar matematika siswa yang termasuk camper dan dikenai model pembelajaran LC 5E disertai AfL lebih baik daripada model pembelajaran LC 5E dan langsung, sedangkan yang dikenai model pembelajaran LC 5E sama dengan yang dikenai model pembelajaran langsung. Siswa yang termasuk quitter yang dikenai model pembelajaran LC 5E disertai AfL, LC 5E maupun langsung menghasilkan prestasi belajar yang sama. Kata Kunci : Model Pembelajaran, LC 5E, Assessment for Learning, Adversity Quotient.
commit to user
xvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT Guritno Ari Wibowo. S851208026. 2014. The Experimentation of Learning Cycle 5E Model and LC 5E using AfL on The Topic of Prism and Pyramid viewed from Student Adversity Quotient at 8th Grade Junior High Schools in Sukoharjo. Thesis: Supervisor I: Prof. Drs. Tri Atmojo K. M.Sc, Ph.D, Supervisor II: Dr. Riyadi, M.Si. The Graduate Program in Mathematics Education, Faculty of Education and Teacher Training, Sebelas Maret University, Surakarta. This research investigated: (1) which model would give the greater effect among LC 5E with AfL, LC 5E or the conventional one, (2) viewed from student Adversity Quotient, which learning models would have a better performance on Mathematics course (3) which student Adversity Quotient would have a better achievement on each of the learning models and (4) which learning models would give the better effect on learning Mathematics in each of the student Adversity Quotient. This research was held at all of State Junior High Schools in Sukoharjo using quasi experimental research method. The population were the 2nd semester students of 8th Grade Junior High School. The stratified cluster random sampling technique was used to take the samples of students of SMP N 1 Gatak for high, SMP N 1 Bendosari for medium, and SMP N 2 Grogol for low category. Research variables are student adversity quotient and learning models as independent variable and Mathematics learning achievement as dependent variable. The data were collected using documentation, test, and questionnaire methods. Before the experiment started, the data was validated using one way ANOVA as a prerequisite test of the research including normality test using Lilliefors method and homogeneity test using Bartlett’s method of Chi Square test. Then the data was analyzed using two-way analysis of variance with unbalanced cell frequencies. If the results of variance analysis show that the null hypothesis is rejected, then post anava advance test will be done using Scheffe method. The results of the analysis show that 1) LC 5E with AfL model gave better Mathematics course achievement than the one without AfL and conventional model, and LC 5E without AfL gave better Mathematics course achievement than conventional model. 2) The students who are climber have better Mathematics course achievement than camper and quitter, and the students who are camper have similar Mathematics achievement compared to quitter. 3) In LC 5E with AfL model, the climber category students Mathematics achievements are better than the ones who are camper and quitter, and the camper category students Mathematics achievements were better than the ones who are quitter. In LC 5E model, the climber category students Mathematics achievements are better than the ones who are camper and quitter, and the Mathematics achievements of camper category students were similar with the ones who are quitter. In the conventional model, whether climber, camper, or quitter have the same Mathematics course achievement. 4) Mathematics course achievement of climber category students was the same whether when they were given LC 5E with AfL or LC 5E, on the other hand those are better than the conventional model. The students who are camper category to user had better Mathematics achievementcommit when they were given LC 5E include AfL and LC
xviii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5E than when were given conventional model, however those students had the same Mathematics achievement whether when they were given LC 5E or conventional model. The quitter category students had the same Mathematics achievement when they were given LC 5E with AfL, LC 5E, or conventional model. Keywords: Learning model, Learning Cycle 5E, Assessment for Learning. Adversity Quotient.
commit to user
xix
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Usaha peningkatan sumber daya manusia sampai saat ini terus dilakukan pemerintah dalam rangka menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat. Potensi sumber daya manusia merupakan modal dasar pembangunan bangsa. Potensi ini dapat digali dan dikembangkan secara efektif melalui pendidikan dan pembelajaran yang terarah, yang dikelola secara serasi dan seimbang dengan memperhatikan pengembangan potensi peserta didik secara utuh dan maksimal. Lembaga pendidikan dituntut untuk berperan aktif dalam melakukan inovasi di bidang pendidikan agar kualitas pendidikan terus meningkat sesuai dengan kebutuhan. Peningkatan mutu pendidikan tidak terlepas dan berkaitan erat dengan proses belajar mengajar yang dilakukan di sekolah. Melalui proses belajar mengajar di sekolah, peserta didik mampu mengembangkan dirinya baik dalam hal akademis maupun non akademis. Hal ini sesuai dengan fungsi pendidikan yang tertuang dalam pasal 3 bab I Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Salah satu usaha pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan adalah dengan meningkatkan kualitas pembelajaran pada mata pelajaran matematika. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran primer yang dipelajari di setiap jenjang pendidikan, mulai dari sekolah dasar, sekolah menengah, bahkan perguruan tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa pembelajaran matematika commit to user memegang peranan penting dalam perkembangan pendidikan. Pembelajaran
1
perpustakaan.uns.ac.id
2 digilib.uns.ac.id
matematika mencakup proses mengajar, proses belajar, dan proses berpikir kreatif. Dengan belajar matematika, siswa diajarkan untuk berpikir secara logis, sistematis, dan rasional dalam menyelesaikan masalah sehingga perkembangannya menjadi hal yang penting bagi dunia pendidikan. Pentingnya matematika dalam pembelajaran di sekolah menuntut siswa untuk dapat menguasai konsep yang saling berkaitan di dalam mata pelajaran tersebut. Di sisi lain, matematika selalu menjadi momok para siswa, mulai dari sekolah dasar hingga sekolah menengah bahkan para mahasiswa di perguruan tinggi. Kenyataan tersebut seolah memperoleh justifikasi bahwa rendahnya prestasi siswa dalam pelajaran matematika karena dianggap sebagai pelajaran yang cukup sulit dan membosankan. Berdasarkan data hasil Ujian Nasional (UN) SMP/MTs mata pelajaran matematika tahun pelajaran 2012/2013 di Kabupaten Sukoharjo diperoleh kesimpulan bahwa masih terdapat 37,01% siswa yang nilainya berada di bawah 4,00 (Pamer UN Balitbang). Hal ini berarti bahwa masih cukup banyak siswa yang tidak lulus UN, meskipun standar nilai kelulusan rata-rata yang digunakan adalah 5,5. Oleh sebab itu perlu adanya perubahan pembelajaran guna meningkatkan nilai tersebut. Indikator yang digunakan sebagai acuan untuk menyatakan keberhasilan dalam pembelajaran adalah daya serap siswa terhadap suatu materi yang diberikan. Persentase daya serap matematika UN SMP/MTs tahun pelajaran 2012/2013 di Kabupaten Sukoharjo pada indikator menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan volume bangun ruang sebesar 33,79%. Sedangkan persentase daya serap untuk Provinsi Jawa Tengah dan Nasional masing-masing mencapai 37,03% dan 47,30% (Pamer UN Balitbang 2013). Setelah dilakukan pengamatan lebih lanjut ternyata indikator tersebut berkaitan dengan volume prisma dan limas. Data tersebut menunjukkan bahwa daya serap matematika UN SMP/MTs tahun pelajaran 2012/2013 di Kabupaten Sukoharjo pada indikator menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan volume bangun ruang khususnya prisma dan limas lebih rendah dari perolehan persentase daya serap untuk Propinsi maupun commitbahwa to user siswa masih kesulitan dalam Nasional. Hal ini mengindikasikan
perpustakaan.uns.ac.id
3 digilib.uns.ac.id
menyelesaikan soal yang terkait materi prisma dan limas yang merupakan materi lanjutan dari materi kubus dan balok. Rendahnya hasil UN mata pelajaran Matematika SMP/MTs tahun pelajaran 2012/2013 di Kabupaten Sukoharjo pada indikator menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan volume bangun ruang berdampak pada rendahnya prestasi belajar matematika siswa. Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi dan pembaharuan dalam pembelajaran untuk mengatasi masalah tersebut khususnya dan permasalahan dalam pembelajaran matematika secara umum. Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar sehingga prestasinya menjadi rendah. Faktor-faktor tersebut adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri siswa, antara lain motivasi, konsentrasi siswa dalam belajar, pengolahan bahan ajar, menyimpan perolehan hasil belajar, menggali hasil belajar, kemampuan berprestasi dan citacita. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri siswa, antara lain guru, sarana dan prasarana pembelajaran, ketepatan guru dalam memilih pendekatan maupun model pembelajaran, kebijakan pemerintah, lingkungan sosial dan keluarga (Slameto, 2010: 60-72). Sementara itu, di lain hal masih banyak guru dalam mengajar matematika tidak melakukan pembelajaran bermakna. Metode pembelajaran yang digunakan kurang bervariasi dan berpusat pada guru, sehingga siswa kurang termotivasi dan cenderung pasif dalam pembelajaran matematika. Hal ini membuat siswa menjadi bosan dan tidak tertarik untuk mengikuti pembelajaran. Oleh karena itu, prestasi belajar matematika bisa dikatakan belum mencapai hasil yang maksimal. Mengacu pada standar proses pendidikan, agar proses pembelajaran dapat membantu memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik maka diperlukan proses pembelajaran yang mengarah pada penekanan aktivitas siswa dan pergeseran tanggung jawab belajar ke arah siswa, sehingga siswa dapat mengembangkan potensi yang mereka miliki. Paham konstruktivisme menyatakan bahwa pengetahuan bukanlah kumpulan fakta dari suatu kenyataan yang sedang dipelajari melainkan sebagai konstruksi kognitif seseorang terhadap obyek, commit to user 2005:56). Pengambilan bagian pengalaman, maupun lingkungannya (Budiningsih,
4 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
oleh siswa dalam aneka ragam kegiatan pembelajaran meningkatkan keterlibatan mentalnya dalam proses pembelajaran. Pada gilirannya keterlibatan mental yang optimal ini sekaligus berarti pembangkitan motivasi yang optimal pula dipihak siswa untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran tersebut. Sejalan dengan itu, dalam proses pembelajaran diperlukan model pembelajaran yang dapat mengubah pandangan klasik yang selama ini berkembang bahwa pengetahuan itu secara utuh dipindahkan dari pikiran guru ke pikiran anak dan memberikan kepada siswa untuk mendapatkan kesempatan mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Kenyataan di lapangan sejauh ini masih banyak dijumpai sekolah yang menerapkan model pembelajaran langsung yang lebih terpusat pada guru (teacher centered).
Pada
model
pembelajaran
langsung,
kegiatan
pembelajaran
menekankan pentingnya aktivitas guru dalam membelajarkan peserta didik. Sumber informasi berupa simbolik, seperti mendengarkan penjelasan guru atau membaca buku rujukan atau pegangan tertentu. Selama proses pembelajaran langsung didominasi oleh pengajaran atau penyampaian materi secara langsung, peran guru adalah memproses pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan oleh siswa untuk belajar. Sehingga tidak memberikan penekanan kepada aktivitas siswa, tidak memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat dan minat yang mereka miliki. Paparan situasi di atas mengindikasikan adanya kebutuhan yang mendesak tentang model pembelajaran yang dapat dilaksanakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat dan minat dari pebelajar. Di samping itu diperlukan juga model penilaian alternatif yang dapat memberikan penekanan terhadap aktivitas siswa, mampu menghargai siswa sebagai individu yang dinamis, aktif mengkonstruksi pengetahuan sesuai dengan pengalamannya yang spesifik. Model pembelajaran ini sesuai dengan teori pembelajaran konstruktivisme. Teori pembelajaran ini menganjurkan peran aktif siswa dalam pembelajaran, sedangkan peran guru adalah membantu siswa dalam menemukan fakta, konsep, atau prinsip, bukan mengendalikan commit seluruhto user kegiatan kelas. Salah satu model
perpustakaan.uns.ac.id
5 digilib.uns.ac.id
pembelajaran yang menerapkan paham konstruktivis adalah model pembelajaran bersiklus (learning cycle). Model pembelajaran bersiklus pertama kali dikembangkan oleh Robert Karplus dalam Science Curiculum Improvement Study/SCIS (Wena, 2009: 173). Pada mulanya terdiri dari tiga tahap meliputi fase eksplorasi (exploration), pengenalan konsep (concept introduction), dan aplikasi konsep (concept application). Selanjutnya model pembelajaran ini dikembangkan oleh Bybee et. al. (2006) menjadi lima tahap yang disebut dengan Learning Cycle (LC) 5E . Lima tahapan tersebut adalah engage, explore, explain, elaborate, and evaluate . Model pembelajaran LC 5E memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempelajari cara menemukan fakta, konsep dan prinsip melalui pengalamannya secara langsung. Dalam model ini siswa diarahkan belajar secara bertahap mulai dari mendapat stimulus, mengeksplorasikan permasalahan, mengungkapkan ide, mengaplikasikan dalam situasi baru serta mengevaluasi. Dengan demikian siswa dituntut untuk lebih aktif terlibat dalam membangun pengetahuananya sendiri. Hasil penelitian Pulat (2009) menunjukkan bahwa ada perubahan signifikan secara statistik pada prestasi matematika siswa kelas enam yang berpartisipasi dalam pembelajaran yang didasarkan pada siklus 5E selama tiga periode waktu. Begitu juga dengan penelitian Sadi dan Cakiroglu (2012), bahwa siswa yang diberikan pembelajaran LC 5E mempunyai nilai posttest lebih baik daripada siswa yang diberikan pembelajaran langsung. Penelitian Bilgin et. al. (2013) dan Abdi (2014) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan prestasi siswa yang diberikan model pembelajaran LC 5E dengan pembelajaran tradisional, dimana pada siswa yang dikenai model pembelajaran LC 5E mempunyai prestasi yang lebih baik daripada dengan model pembelajaran langsung. Sementara itu hasil penelitian yang dilakukan Tuna dan Kacar (2013) menyimpulkan bahwa temuan statistik penelitian menunjukkan bahwa skor kelompok eksperimen yang dikenai LC 5E mempunyai prestasi akademik dan pengetahuan trigonometri lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol. Dalam proses pembelajaran LC 5E masih terdapat kekurangan dalam hal monitoring atau pengawasan terhadap siswa. Guru hanya memberikan evaluasi to user sehingga tidak semua siswa yang secara keseluruhan di bagian akhircommit pembelajaran
perpustakaan.uns.ac.id
6 digilib.uns.ac.id
mengalami kesulitan dapat diketahui dan segera ditangani. Karena proses pembelajaran ini melalui beberapa fase dan siswa diharapkan mampu melaluinya dengan baik, sangat penting bagi guru untuk dapat mengetahui sampai dimana pemahaman siswanya. Dalam perkembangannya untuk mengatasi adanya kekurangan dalam model pembelajaran LC 5E dilakukan modifikasi dengan menerapkan asesmen dalam proses pembelajarannya. Dalam hal ini secara khusus asesmen yang diterapkan adalah Assessment for Learning (AfL). Arends (2008:237) mengungkapkan bahwa kegiatan asesmen guru dimaksudkan untuk salah satu diantara tiga tujuan mendiagnosis pengetahuan dan keterampilan siswa sebelumnya, memberikan umpan-balik korektif dan mengevaluasi serta memberi nilai pada prestasi siswa. Maksud utama dari asesmen adalah memberikan umpan balik kepada siswa seberapa besar hasil kerjanya. Umpan-balik korektif memberikan informasi kepada siswa tentang seberapa baik hasil kerjanya. Dalam pembelajaran yang disertai AfL, menurut Duran et. al (2011) “we have added a new formative assessment phase to monitor the progress of individual students and their depths of understanding through the cycle”. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa tujuan pemberian penilaian formatif atau dalam hal ini AfL adalah untuk mengetahui perkembangan dan kedalaman pemahaman siswa selama siklus. Harlen (2005) menyatakan bahwa informasi dalam penilaian formatif ini dapat digunakan langsung untuk memberikan bantuan (balikan) kepada siswa atau mungkin disimpan dan digunakan pada tahap pembelajaran berikutnya. Selain itu AfL dapat digunakan dalam proses pembelajaran yang dapat memaksimalkan dampak positif dari suatu tes yang diberikan oleh guru. Sesuai dengan pendapat yang diungkapkan Budiyono (2011: 59) yaitu AfL adalah proses untuk mencari dan menginterpretasikan bukti-bukti yang ada untuk digunakan bagi siswa dan guru untuk menentukan pada posisi mana siswa-siswa telah belajar, apa yang harus dikerjakan kemudian, dan bagaimana cara terbaik untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Di samping disebabkan oleh faktor eksternal, faktor dalam diri siswa juga sangat menentukan prestasi belajarnya. Salah satu faktor internal tersebut adalah adversity quotient (AQ). Individu yang memiliki AQ tinggi akan mempunyai to user tingkat kendali yang kuat atas commit peristiwa-peristiwa yang buruk. Kendali yang
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tinggi akan memiliki implikasi-implikasi yang jangkauannya jauh dan positif, serta sangat bermanfaat untuk kinerja, dan produktivitas. AQ yang tinggi mengajar orang untuk meningkatkan rasa tanggung jawab sebagai salah satu cara memperluas kendali, pemberdayaan dan motivasi dalam mengambil tindakan. Dalam penelitian Huijuan (2009) menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara AQ terhadap kemampuan akademis siswa. Hal ini didukung dengan hasil penelitian Masfingatin (2012) yang menunjukkan bahwa proses berpikir siswa dalam memecahkan masalah matematika berbeda-beda menurut tingkat AQ-nya, sehingga dalam pembelajaran pemecahan masalah matematika perlu ditekankan pada pendekatan secara individual berdasarkan tingkat AQ siswa. Nikam dan Uplane (2013) dalam penelitiannya diperoleh hasil bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan dalam tingkat AQ dan mekanisme ketahaanan anak laki-laki maupun perempuan. Adanya keterkaitan antara model pembelajaran dan AQ siswa terhadap rendahnya prestasi belajar matematika ini menjadi hal yang menarik untuk dilakukan penelitian lebih lanjut. Dengan demikian dapat diketahui model pembelajaran yang lebih tepat digunakan dalam proses pembelajaran pada materi prisma dan limas menurut kategori AQ siswa. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Manakah yang memberikan prestasi belajar matematika siswa yang lebih baik antara model pembelajaran matematika LC 5E disertai AfL,
model
pembelajaran LC 5E atau model pembelajaran langsung? 2. Manakah yang mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik antara AQ siswa yang termasuk climber, camper, atau quitter? 3. Pada masing-masing model pembelajaran, manakah yang mempunyai prestasi belajar matematika lebih baik, siswa yang termasuk climber, camper, atau quitter? 4. Pada masing-masing kategori Adversity Quotient, manakah yang memberikan commit to user prestasi belajar matematika lebih baik, siswa yang dikenai model pembelajaran
8 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
matematika LC 5E disertai AfL, model pembelajaran matematika LC 5E atau model pembelajaran langsung?
C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah yang diutarakan di atas, maka tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui: 1. manakah yang memberikan prestasi belajar matematika siswa yang lebih baik antara model pembelajaran matematika LC 5E disertai AfL, model pembelajaran LC 5E atau model pembelajaran langsung, 2. manakah yang mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik antara AQ siswa yang termasuk climber, camper, atau quitter, 3. pada masing-masing model pembelajaran, manakah yang mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik, siswa yang termasuk climber, camper, atau quitter, 4. pada masing-masing kategori AQ siswa, manakah yang memberikan prestasi belajar matematika yang lebih baik siswa yang dikenai model pembelajaran matematika LC 5E disertai AfL, model pembelajaran matematika LC 5E atau model pembelajaran langsung.
D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan banyak manfaat, baik manfaat teoritis maupun manfaat praktis. 1. Manfaat Teoritis a. Siswa dapat mengetahui penerapan model pembelajaran LC 5E dan LC 5E disertai AfL. b. Sebagai evaluasi dan sumber inspirasi bagi para guru sehingga mampu meningkatkan kualitas pendidikan. 2. Manfaat praktis Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk melakukan penelitian lebih lanjut. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II LANDASAN TEORI
A. Kajian Pustaka 1. Prestasi Belajar Matematika a. Pengertian Prestasi Sudjana (2008: 22), prestasi belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Sejalan dengan pendapat tersebut, Abdurrahman (2009: 37) menyatakan prestasi belajar atau hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Menurut Arikunto (2001: 14) prestasi merupakan hasil kerja (ibarat sebuah mesin) yang keadaannya sangat kompleks. Sedangkan Tirtonegoro (2001: 43) mengemukakan prestasi belajar adalah penilaian hasil usaha kegiatan belajar yang dinyatakan dalam bentuk simbol, angka, huruf maupun kalimat yang dapat mencerminkan hasil yang sudah dicapai setiap anak dalam periode tertentu. Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa prestasi adalah hasil yang telah dicapai setelah melalui kegiatan belajar yang dinyatakan dalam bentuk simbol, angka, huruf maupun kalimat yang dapat mencerminkan hasil yang sudah dicapai setiap anak dalam periode tertentu. b. Hakikat Belajar Paham konstruktivisme menekankan bahwa pengetahuan kita adalah kontruksi (bentukan) kita sendiri. Ponnambaleswari (2012) menyatakan Learning is defined as the construction of knowledge by the individuals. It is an interactive process involving construction of knowledge by the individuals through social collaboration which happen especially through peer group interaction. Belajar didefinisikan sebagai konstruksi pengetahuan oleh individu. Belajar adalah sebuah proses interaktif yang melibatkan konstruksi pengetahuan oleh individu melalui kerjasama sosial yang terjadi melalui interaksi kelompok. Alegre (2011:117) juga menyatakan bahwa “a to userwas described as a process of constructivist’s approach commit to learning
9
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
constructing meaning which is greatly influenced by the learner’s previously accumulated experiences and understandings”. Dari kutipan ini, menurut pendekatan
konstruktivisme,
belajar
digambarkan
sebagai
proses
membangun makna yang sangat dipengaruhi oleh akumulasi pengalaman sebelumnya dan pemahaman dari peserta didik. Pendapat lain dikemukakan oleh Jerome Bruner dalam Trianto (2009: 15-16), “belajar adalah suatu proses aktif dimana siswa membangun (mengkonstruk) pengetahuan baru berdasarkan pada pengalaman atau pengetahuan yang sudah dimilikinya”. Jelas bahwa dalam paham konstruktivis memerlukan keaktifan dari peserta didik. Menurut Hamalik (2008: 27) belajar adalah suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu, yakni mengalami. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses kontruksi pengetahuan yang dibentuk oleh siswa sendiri secara aktif melalui pengalaman atau pengetahuan yang sudah dimiliki untuk mendapatkan pengetahuan yang baru. c. Hakikat Matematika Hudoyo (2005: 37) menyatakan bahwa objek penelaah matematika tidak sekedar kuantitas, tetapi lebih menitikberatkan kepada hubungan, pola, bentuk dan struktur karena kenyataannya sasaran kuantitas tidak banyak artinya dalam matematika. Elea Tinggih dalam Suherman, dkk (2003: 18) mendefinisikan matematika sebagai ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan nalar. Pendapat ini dijabarkan lebih lanjut oleh Uno (2007: 129), matematika adalah suatu bidang ilmu yang merupakan alat pikir, berkomunikasi, alat untuk memecahkan berbagai persoalan praktis yang unsur-unsurnya logika dan instuisi, analisis dan konstruksi, generalitas dan individualitas serta mempunyai cabang-cabang antara lain aritmatika, aljabar, geometri dan analisis. Sedangkan Suparni (2009: 9) mengemukakan bahwa matematika adalah ilmu yang terorganisasikan dan terstruktur commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
11 digilib.uns.ac.id
dengan baik yang terdiri dari beberapa komponen yang membentuk sistem yang saling berhubungan. Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa matematika adalah ilmu yang terorganisasi dan terstruktur dengan baik yang terdiri dari unsur-unsur logika dan instuisi, analisis dan konstruksi, generalitas dan individualitas yang membentuk sistem yang saling berhubungan dan dapat digunakan untuk memecahkan berbagai persoalan praktis. d. Pengertian Prestasi Belajar Matematika Berdasarkan berbagai pengertian yang telah diuraikan di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar matematika adalah hasil yang dicapai siswa dalam proses belajar matematika yang diukur dengan tes tertentu yang diwujudkan dalam bentuk skor atau nilai.
2. Model Pembelajaran Menurut Sagala (2012: 176) bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan pengalaman belajar dan pembelajaran untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi perencanaan pengajaran bagi guru dalam melaksanakan aktivitas pembelajaran. Menurut Joyce & Weil (dalam Rusman, 2012: 132) menyatakan model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain. Joyce & Weil dalam I Wayan Santyasa (2007:7) menyatakan bahwa model pembelajaran memiliki lima unsur dasar yaitu: 1. Syntax, yaitu langkah-langkah operasional pembelajaran; 2. Social system, adalah suasana atau norma yang berlaku dalam pembelajaran; 3. Principles of reaction, menggambarkan bagaimana seharusnya guru memandang, memperlakukan dan merespon siswa; 4. Support system, segala sarana, bahan, alat, atau lingkungan belajar yang commit to user mendukung pembelajaran;
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
5. Instructional and nurturant effects, hasil belajar yang diperoleh langsung berdasarkan tujuan yang disasar (Instructional effects) dan hasil belajar di luar yang disasar (nurturant effects). Selain itu, Suprijono (2012: 46) menyatakan model pembelajaran adalah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang berfungsi sebagai pedoman dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran.
3. Model Pembelajaran LC 5E a. Pengertian Model Pembelajaran LC 5E Pembelajaran siklus atau Learning Cycle merupakan salah satu model pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme. Siklus belajar pada mulanya terdiri atas tiga tahap, yaitu: 1) eksplorasi, 2) pengenalan konsep, 3) penerapan konsep. Pada
proses
selanjutnya,
tiga
tahap
tersebut
mengalami
pengembangan. Tiga siklus tersebut telah dikembangkan menjadi lima tahap. 1) Pembangkitan minat (engagement) Tahap pembangkitan minat merupakan awal dari siklus belajar. Pada tahap ini guru berusaha membangkitkan dan mengembangkan minat serta keingintahuan (curiosity) siswa tentang topik yang akan diajarkan. 2) Eksplorasi (exploration) Pada tahap eksplorasi dibentuk kelompok-kelompok kecil, kemudian diberi kesempatan untuk bekerja sama dalam kelompok tersebut. Dalam kelompok ini siswa didorong untuk mencoba alternatif pemecahan commit to user masalah dengan teman sekelompok.
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3) Penjelasan (explanation) Pada tahap penjelasan, guru dituntut mendorong siswa untuk menjelaskan suatu konsep dengan pemikiran sendiri. 4) Elaborasi (elaboration) Pada tahap elaborasi, siswa menerapkan konsep dan keterampilan yang telah dipelajari dalam situasi baru atau konteks yang berbeda. Dengan demikian siswa dapat belajar bermakna, karena dapat mengaplikasikan pada situasi yang baru. 5) Evaluasi (evaluation). Pada tahap evaluasi, guru dapat mengamati pemahaman siswa dalam mengaplikasikan konsep baru dan siswa dapat mengevaluasi diri. (Sumber: Wena, 2009: 171-173) Secara operasional kegiatan guru dan siswa selama proses pembelajaran dapat dijabarkan pada Tabel 2.1 berikut. Tabel 2.1 Tahap-Tahap Model Pembelajaran LC 5E No 1.
2.
Tahap Belajar LC 5E Tahap Pembangkitan Minat (engagement)
Tahap Eksplorasi (exploration)
Kegiatan Guru
Kegiatan Siswa
a. Membangkitkan minat dan keingintahuan (curiosity) siswa. b. Mengajukan pertanyaan tentang proses faktual dalam kehidupan sehari-hari (yang berhubungan dengan topik bahasan). c. Mendorong siswa untuk mengaitkan topik yang dibahas dengan pengalaman siswa. a. Membentuk kelompok, memberi kesempatan untuk bekerja sama dalam kelompok kecil secara mandiri. b. Guru berperan sebagai fasilitator. c. Mendorong siswa untuk menjelaskan konsep dengan kalimat sendiri. commit to user d. Meminta bukti dan
a. Mengembangkan rasa ingin tahu terhadap topik bahasan. b. Memberikan respons terhadap pertanyaan guru. c. Berusaha mengingat pengalaman sehari-hari dan menghubungkan dengan topik pembelajaran yang akan dibahas.
a. Membentuk kelompok dan berusaha bekerja dalam kelompok. b. Membuat prediksi baru. c. Mencoba alternatif pemecahan dengan teman sekelompok, mencatat pengamatan, serta mengembangkan ide-ide baru. d. Menunjukan bukti dan
14 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
No
Tahap Belajar LC 5E
Kegiatan Guru
e.
3.
Tahap Penjelasan (explanation)
a.
b.
c.
4.
Tahap Elaborasi (elaboration)
d. a.
b.
5.
Tahap evaluasi (evaluation)
a.
b. c.
klarifikasi penjelasan siswa, mendengar secara kritis penjelasan antar siswa. Memberi definisi dan penjelasan dengan memakai penjelasan siswa terdahulu sebagai bahan diskusi. Mendorong siswa untuk menjelaskan konsep dengan kalimat mereka sendiri. Meminta bukti dan klarifikasi penjelasan siswa. Mendengar secara kritis penjelasan antarsiswa atau guru. Memandu diskusi. Mengingatkan siswa pada penjelasan alternatif dan mempertimbangkan data/bukti saat mereka mengeksplorasikan situasi baru. Mendorong dan memfasilitasi siswa mengaplikasi konsep/keterampilan dalam setting yang baru/lain. Mengamati pengetahuan atau pemahaman siswa dalam hal penerapan konsep baru. Mendorong siswa melakukan evaluasi diri. Mendorong siswa memahami kekurangan/kelebih annya dalam kegiatan pembelajaran.
Kegiatan Siswa memberi klarifikasi terhadap ide-ide baru. e. Mencermati dan berusaha memahami penjelasan guru.
a. Mencoba memberi penjelasan terhadap konsep yang ditemukan. b. Menggunakan pengamatan dan catatan dalam memberi penjelasan. c. Melakukan pembuktian terhadap konsep yang diajukan. d. Mendiskusikan. a. Menerapkan konsep dan keterampilan dalam situasi baru dan menggunakan label dan definisi formal. b. Bertanya, mengusulkan pemecahan, membuat keputusan melakukan percobaan, dan pengamatan.
a. Mengevaluasi belajarnya sendiri dengan mengajukan pertanyaan terbuka dan mencari jawaban yang menggunakan observasi, bukti, dan penjelasan yang diperoleh sebelumnya.
Sumber: Wena, 2009: 173-175
commit to user
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Implementasi Model Pembelajaran LC 5E dalam Pembelajaran Matematika Penerapan model pembelajaran LC 5E dalam pembelajaran matematika dapat dilakukan dengan langkah-langkah di bawah ini. 1) Pendahuluan Fase Pembangkitan Minat (Engagement) a) Guru berusaha membangkitkan dan mengembangkan minat serta keingintahuan peserta didik tentang materi matematika yang akan diajarkan. Proses pembangkitan minat ini salah satunya melalui guru mengajukan pertanyaan tentang proses faktual dalam kehidupan sehari-hari (yang berhubungan dengan topik bahasan). b) Dari
pertanyaan
tersebut
kemudian
guru
mengaitkan
antara
pengalaman peserta didik dengan materi pembelajaran matematika yang akan dibahas. 2) Kegiatan Inti Fase Eksplorasi (Exploration) a) Peserta didik dibentuk kelompok kecil, dan diberi permasalahan matematika. Kemudian peserta didik diberi kesempatan untuk bekerja sama. Disini guru sebagai fasilitator dan motivator. b) Peserta didik mencoba alternatif pemecahan masalah, mencatat pengamatan serta ide atau pendapat yang berkembang dalam diskusi. Fase Penjelasan (Explanation) a) Guru dituntut mendorong peserta didik untuk menjelaskan suatu konsep dengan kalimat/pemikiran sendiri, meminta bukti dan klarifikasi atas penjelasan peserta didik, dan saling mendengar secara kritis penjelasan antar peserta didik atau guru. b) Peserta didik mempresentasikan hasil diskusinya. Jika dalam mempresentasikan belum benar tentang konsep yang dijelaskan, kemudian guru memberi definisi dan penjelasan tentang konsep yang dibahas. commit to user
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Fase Penerapan Konsep (Elaboration) a) Setelah peserta didik melalui fase-fase di atas, kemudian peserta didik dituntut untuk mengaplikasikan konsep/keterampilan dalam situasi baru. 3) Penutup Fase Evaluasi (Evaluation) a) Guru mengamati pengetahuan atau pemahaman peserta didik dalam hal penerapan konsep baru, mendorong peserta didik melakukan evaluasi
diri,
mendorong
peserta
didik
memahami
kekurangan/kelebihannya dalam kegiatan pembelajaran yang sudah dilakukan. b) Peserta didik mengevaluasi belajarnya sendiri dengan mengajukan pertanyaan terbuka dan mencari jawaban yang menggunakan observasi, bukti, dan penjelasan yang diperoleh sebelumnya. Kemudian
mengambil
kesimpulan
atas
situasi
belajar
yang
dilakukannya, dan menganalisis kekurangan/kelebihannya dalam kegiatan pembelajaran.
4. Assessment for Learning (AfL) Menurut Johnson & Johnson dalam Budiyono (2011: 1) asesmen didefinisikan sebagai“assessment is collecting information about the quality or quantity of a change in student, group, teacher, or administrator”. Definisi ini mengandung arti bahwa pengertian asesmen adalah mengumpulkan informasi tentang kualitas atau kuantitas dari perubahan pada siswa, kelompok, guru maupun pelaksana pendidikan. Dalam hal ini penekanan asesmen terdapat pada adanya perubahan, kualitas, dan kuantitas perubahan yang merupakan fokus asesmen. Selanjutnya, Popham dalam Budiyono (2011: 1) mendefinisikan “assessment is a formal attempt to determine the status of a student respect to educational variabels of interest”. Dari definisi ini mengindikasikan bahwa asesmen pendidikan yang disingkat asesmen adalah usaha formal untuk user pendidikan yang ditentukan. menentukan status siswa sesuaicommit dengantovariabel
perpustakaan.uns.ac.id
17 digilib.uns.ac.id
Johnson & Johnson dalam Budiyono (2011: 56) menggolongkan asesmen ke dalam tiga jenis, yaitu asesmen diagnostik, asesmen formatif dan asesmen sumatif. Asesmen diagnostik bertujuan untuk mengetahui kesalahan dan atau miskonsepsi siswa. Asesmen formatif bertujuan memberikan balikan kepada siswa terkait kemajuan yang dicapai siswa dan memberikan balikan kepada guru yang berhubungan dengan proses pembelajaran yang dilakukan. Asesmen sumatif bertujuan untuk menentukan kedudukan siswa berkaitan dengan pembelajaran yang telah diperoleh. Dalam dunia asesmen, telah lama dikembangkan asesmen untuk pembelajaran (Assessment for Learning atau AfL). Menurut Budiyono (2011: 59) AfL ini pada dasarnya adalah asesmen formatif. Tujuannya untuk menekankan pada asesmen untuk perbaikan pembelajaran. Sehingga asesmen formatif atau AfL tidak digunakan untuk melihat seberapa banyak pengetahuan yang telah dikuasai siswa tetapi perbaikan pembelajaran. Selain itu dalam Budiyono (2011: 59) didefinisikan AfL sebagai using evidence and feedback to identify where students are in this learning, what they need to do next, and how best to achive this. Dengan kata lain AfL adalah the process of seeking and interpreting evidence for use by learners and their teachers to decide where the learners are in their learning, where they need to go and how best to get there. Dari definisi tersebut dapat dikatakan bahwa AfL adalah suatu proses mencari dan menginterpretasikan bukti-bukti yang ada kemudian digunakan oleh siswa dan guru sebagai umpan balik (feedback) untuk menentukan pada posisi mana siswa telah belajar, apa yang siswa butuhkan kemudian dan bagaimana cara terbaik untuk dapat mencapai tujuannya. Prinsip-prinsip AfL menurut Budiyono (2011: 59-60) yaitu: 1) AfL merupakan bagian dari perencanaan pembelajaran yang efektif (AfL should be part of effective planning of teaching and learning) 2) AfL harus memfokuskan kepada bagaimana siswa belajar(AfL should focus on how students learn), 3) AfL harus merupakan pusat dari praktik pembelajaran di kelas(AfL should be recognized as central to classroom practice), commit to user
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4) AfL merupakan kunci keterampilan profesional guru(AfL should be regarded as a key professional skill for teacher), 5) AfL should be sensitive and constructive because any assessment has an emotional impact (AfL harus sensitif dan konstruktif, sebab setiap asesman selalu mempunyai dampak emosional kepada siswa), 6) AfL harus memperhatikan pentingnya motivasi siswa(AfL should take account of the importance of learner motivation), 7) AfL harus mengutamakan komitmen atas tujuan pembelajaran dan pemahaman mengenai kriteria yang harus dinilai(AfL should promote commitment to learning goals and a shared understanding of the criteria by which they assessed), 8) Pada AfL, siswa harus mendapatkan petunjuk konstruktif bagaimana siswa harus memperbaiki diri (Learner should receive constructive guidance about how to improve), 9) AfL harus dapat mengembangkan kapasitas siswa untuk dapat menilai dirinya sendiri (AfL should develops learners’ capacity for selfassessment so tha they can become reflective and self managing), dan 10) AfL harus memperhatikan rentang kemampuan siswa (AfL should recognize the full range of achievement of all learners). Karakteristik yang harus dipahami guru dalam melaksanakan AfL menurut Budiyono (2011: 60) adalah: 1) Digunakan teknik bertanya yang efektif (using effective questioning techniques), 2) Digunakan strategi pemberian balikan (using feedback strategies), 3) Adanya pengertian bersama mengenai tujuan pembelajaran (sharing learnings goals), 4) Dilakukan penilaian antar teman dan penilaian diri (peer and selfassesment). Untuk mewujudkan AfL yang efektif, menurut Budiyono (2011: 60) hal-hal yang harus dilakukan oleh guru adalah: 1) Menekankan adanya interaksi antara pembelajaran dan asesmen (emphases the interactions between learning and manageable assessment that promote learning) 2) Menyatakan secara jelas tujuan pembelajaran (clearly expresses for the student and teacher the goals of the learning activity) 3) Menyatakan pandangan belajar bahwa asesmen dapat membantu siswa belajar lebih baik, bukan sekedar memperoleh nilai yang baik (reflects a view of learning in which assessment helps students learn better, rather than just achieve a better mark) commit to user
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4) Memberikan arahan kepada siswa dengan memberikan balikan kepada mereka (provides ways for students to use feedback from assessment) 5) Membantu siswa untuk bertanggung jawab mengenai kemampuan belajarnya sendiri (helps students take responsibility for their own learning) 6) Berlaku untuk seluruh siswa (is inclusive of all learners)
5. Model Pembelajaran LC 5E disertai AfL Pembelajaran LC 5E disertai AfL muncul untuk memberikan penilaian dan memastikan bahwa progres pemahaman siswa cukup baik selama fase awal (Duran et. al.: 2011). Model pembelajaran LC 5E disertai AfL merupakan penyertaan AfL pada model pembelajaran LC 5E. Proses pembelajaran yang terbentuk adalah pembelajaran dengan model LC 5E yang di dalamnya terdapat prinsip-prinsip AfL. Modifikasi dilakukan tanpa mengurangi karakteristik, prinsip maupun esensi dari LC 5E dan AfL yang diharapkan pada hasil akhirnya akan mampu mengoptimalkan proses pembelajaran. Peran guru dalam model pembelajaran LC 5E disertai AfL lebih dominan dalam menyiapkan perangkat pembelajaran dan memberikan jawaban siswa. Sementara pada saat pembelajaran di kelas, guru sebagai pendamping ataupun fasilitator siswa dalam belajar. Hal ini disebabkan pembelajaran sudah menuntut siswa untuk aktif dan mengkonstruksikan pengetahuannya sendiri. 1) Langkah-langkah Model Pembelajaran LC 5E disertai AfL a) Perencanaan Pembelajaran Menurut Budiyono (2011: 64), untuk mewujudkan AfL yang dapat menyatu dengan proses pembelajaran, hal-hal yang harus dipersiapkan guru adalah sebagai berikut: (1) Tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran ditentukan pada awal pembelajaran supaya siswa memahami arahan dari pembelajaran yang akan dilakukan siswa. Tujuan pembelajaran dituliskan pada papan tulis atau lembar kerja siswa.commit to user
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(2) Kriteria Sukses Guru menentukan kriteria sukses sebagai kriteria apabila siswa berhasil mencapai tujuan yang dirumuskan. Kriteria sukses ini misalkan siswa dianggap sudah berhasil bila sudah dapat mengerjakan soal-soal yang ditentukan. (3) Soal-soal latihan Pemberian
soal
bertujuan
untuk
mengukur
sejauh
mana
pemahaman siswa dan segera memberikan feedback (umpan balik) secepatnya bila terdapat siswa yang mengalami kesulitan. Guru menyiapkan satu jenis soal sebagai latihan yang merupakan soal uraian (essay) tiap satu kompetensi dasar. Soal tersebut memuat paling sedikit 2 nomor. Soal ini kemudian dikerjakan oleh siswa secara individu dan dikumpulkan kepada guru. Selanjutnya soal tersebut dikoreksi oleh guru dan dikembalikan pada siswa sehari sebelum pertemuan berikutnya dengan pemberian feedback pada lembar jawab tersebut. b) Pelaksanaan Pembelajaran Adapun langkah-langkah model pembelajaran kooperatif LC 5E disertai AfL adalah sama seperti langkah pada pembelajaran LC 5E biasa, tetapi di dalamnya dikombinasikan dengan AfL yang mengacu pada hal-hal yang sudah diuraikan di atas. Langkah-langkah pembelajarannya adalah seperti pada Tabel 2.2 berikut. Tabel 2.2 Tahap-tahap Model Pembelajaran LC 5E disertai AfL No 1.
Tahap Belajar LC 5E disertai AfL Tahap Pembangkitan Minat (engagement)
Kegiatan Guru
Kegiatan Siswa
a. Memberikan apersepsi a. Mengembangkan rasa dan motivasi. ingin tahu terhadap topik b. Membangkitkan minat bahasan. dan keingintahuan b. Memberikan respons (curiosity) siswa. terhadap pertanyaan guru. c. Mengajukan pertanyaan c. Berusaha mengingat tentang proses faktual pengalaman sehari-hari dalam kehidupan seharidan menghubungkan hari (yang dengan topik pembelajaran commitberhubungan to user dengan topik bahasan). yang akan dibahas.
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
No
Tahap Belajar LC 5E disertai AfL
2.
Tahap Eksplorasi (exploration)
3.
Tahap Penjelasan (explanation)
4.
Tahap Elaborasi (elaboration)
Kegiatan Guru d. Mendorong siswa untuk mengaitkan topik yang dibahas dengan pengalaman siswa. e. Menjelaskan tujuan pembelajaran a. Membentuk kelompok, memberi kesempatan untuk bekerja sama dalam kelompok kecil secara mandiri. b. Guru berperan sebagai fasilitator. c. Mendorong siswa untuk menjelaskan konsep dengan kalimat sendiri. d. Meminta bukti dan klarifikasi penjelasan siswa, mendengar secara kritis penjelasan antar siswa. e. Memberi definisi dan penjelasan dengan memakai penjelasan siswa terdahulu sebagai bahan diskusi. a. Mendorong siswa untuk menjelaskan konsep dengan kalimat mereka sendiri. b. Meminta bukti dan klarifikasi penjelasan siswa. c. Mendengar secara kritis penjelasan antarsiswa atau guru. d. Memandu jalannya diskusi a. Mengingatkan siswa pada penjelasan alternatif dan mempertimbangkan data/ bukti saat mereka mengeksplorasikan situasi baru. b. Mendorong dan memfasilitasi siswa commit to user mengaplikasi konsep/
Kegiatan Siswa
a. Membentuk kelompok dan berusaha bekerja dalam kelompok. b. Membuat prediksi baru. c. Mencoba alternatif pemecahan dengan teman sekelompok, mencatat pengamatan, serta mengembangkan ide-ide baru. d. Menunjukkan bukti dan memberi klarifikasi terhadap ide-ide baru. e. Mencermati dan berusaha memahami penjelasan guru.
a. Mencoba memberi penjelasan terhadap konsep yang ditemukan. b. Menggunakan pengamatan dan catatan dalam memberi penjelasan. c. Melakukan pembuktian terhadap konsep yang diajukan.
a. Menerapkan konsep dan keterampilan dalam situasi baru dan menggunakan label dan definisi formal. b. Bertanya, mengusulkan pemecahan, membuat keputusan melakukan percobaan, dan pengamatan.
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
No
Tahap Belajar LC 5E disertai AfL
Kegiatan Guru
c. d.
e.
5.
Tahap evaluasi (evaluation)
a.
b. c.
keterampilan dalam setting yang baru/lain. Memberikan tes formatif sebagai AfL. Memberikan balikan yang dapat berupa kekurangan langkah, kesalahan hitung, maupun salah tulis secara klasikal. Selain itu juga menuliskan excellent; jika benar dikerjakan dengan sempurna, good; jika hampir benar, dan perbaiki; jika salah. (prinsip AfL) Menanggapi kesulitankesulitan yang dialami oleh siswa dalam mengerjakan soal AfL Mengamati pengetahuan atau pemahaman siswa dalam hal penerapan konsep baru. Mendorong siswa melakukan evaluasi diri. Mendorong siswa memahami kekurangan/ kelebihannya dalam kegiatan pembelajaran.
Kegiatan Siswa c. Mengerjakan soal latihan kemampuan secara individu. d. Menukarkan jawaban dengan teman sekelompok dan mengoreksinya sesuai dengan petunjuk guru e. Mengumpulkan lembar jawaban untuk diberikan balikan oleh guru. f. Menyampaikan kesulitan yang dialami dalam pengerjaan soal AfL
Mengevaluasi belajarnya sendiri dengan mengajukan pertanyaan terbuka dan mencari jawaban yang menggunakan observasi, bukti, dan penjelasan yang diperoleh sebelumnya.
2) Kelebihan Model Pembelajaran LC 5E disertai AfL Model pembelajaran LC 5E disertai AfL memiliki kelebihan diantaranya: a) Model pembelajaran LC 5E disertai AfL membuat siswa mendapatkan pembelajaran dari soal-soal yang diberikan karena AfL merupakan asesmen formatif. b) Model pembelajaran LC 5E disertai AfL membuat siswa lebih memahami kekurangan dan kelebihan pada dirinya. Hal ini dikarenakan setiap siswa mempunyai kesempatan untuk menilai temannya dalam satu kelompok. Sehingga bisa saling memberikan commit to user feedback.
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c) Adanya AfL dalam model pembelajaran LC 5E dapat digunakan masing-masing siswa sebagai indikasi kesiapannya dalam mengikuti pembelajaran berikutnya. d) Adanya AfL dalam model pembelajaran LC 5E dapat digunakan guru dalam melakukan refleksi terkait model maupun strategi yang telah digunakan. Sehingga apabila terdapat kekurangan dapat segera diperbaiki.
6. Model Pembelajaran Langsung Salah satu model pembelajaran yang masih berlaku dan sangat banyak digunakan oleh guru adalah pembelajaran langsung. Model pembelajaran langsung adalah suatu model pembelajaran yang bersifat teacher center, menurut Sanjaya (2006: 259), pada pembelajaran langsung siswa ditempatkan sebagai obyek belajar yang berperan sebagai penerima informasi secara pasif. Hal ini sesuai dengan pendapat Muhibbin Syah (2003: 123) bahwa model pembelajaran langsung adalah suatu model mengajar dengan menyampaikan informasi atau pengetahuan secara lisan kepada siswa dengan menyampaikan secara pasif. Jadi pada umumnya penyampaian pelajaran menggunakan metode ceramah, tanya jawab dan penugasan. Guru selalu mendominasi kegiatan pembelajaran, sedangkan siswa bertindak sebagai obyek pembelajaran yang harus menyerap semua informasi dari guru. Tidak ada kesempatan bagi siswa untuk
ikut
memberi
kontribusi
kepada
penemuan
pengetahuan
dan
keterampilan serta sikap sebagai hasil pembelajaran tersebut. Pembelajaran langsung digunakan untuk menyampaikan pelajaran yang ditransformasikan langsung oleh guru kepada siswa, (Uno dan Nurdin, 2012:111). Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran langsung adalah suatu model pembelajaran yang penyampaiannya langsung dari guru kepada siswa dengan menggunakan cara-cara lama secara lisan baik menggunakan metode ceramah, tanya jawab maupun penugasan dan siswa commit to user hanya berperan sebagai penerima informasi secara pasif.
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Ciri-ciri model pembelajaran langsung menurut Kardi & Nur dalam Trianto (2011: 29) adalah: 1) Adanya tujuan pembelajaran dan pengaruh model pada siswa termasuk prosedur penilaian belajar. 2) Sintaks atau pola keseluruhan dan alur kegiatan pembelajaran; 3) Sistem pengelolaan dan lingkungan belajar model yang diperlukan agar kegiatan pembelajaran tertentu dapat berlangsung dengan berhasil. Sintaks model pengajaran langsung dalam Trianto (2011: 31) tercantum pada Tabel 2.3 berikut. Tabel 2.3 Sintaks Model Pembelajaran Langsung Fase Fase 1 Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa Fase 2 Mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan Fase 3 Membimbing pelatihan Fase 4 Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik Fase 5 Memberikan kesempatan untuk pelatihan lanjutan dan penerapan
Peran Guru Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, informasi latar belakang pelajaran, pentingnya pelajaran, mempersiapkan siswa untuk belajar Guru mendemonstrasikan keterampilan dengan benar, atau menyajikan informasi tahap demi tahap Guru merencanakan dan memberi bimbingan pelatihan awal Mencek apakah siswa telah berhasil melakukan tugas dengan baik, memberi umpan balik Guru mempersiapkan kesempatan melakukan pelatihan lanjutan, dengan perhatian khusus pada penerapan kepada situasi lebih kompleks dan kehidupan sehari-hari
Model pembelajaran konvensioal atau langsung juga memiliki kelebihan dan kelemahan. Menurut Sanjaya (2009: 190-191) kelebihan pembelajaran langsung adalah: 1) Guru bisa mengontrol urutan dan keluasan materi, dengan demikian ia dapat mengetahui sampai sejauh mana siswa menguasai bahan pembelajaran yang disampaikan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
25 digilib.uns.ac.id
2) Model pembelajaran langsung dianggap sangat efektif apabila materi pelajaran yang harus dikuasai siswa cukup luas, sementara waktu yang dimiliki untuk belajar terbatas. 3) Siswa dapat mendengar melalui penuturan (kuliah) tentang suatu materi pelajaran, juga sekaligus siswa bisa melihat dan mengobservasi (melalui pelaksanaan demonstrasi). 4) Keuntungan lain adalah strategi pembelajaran ini bisa digunakan untuk jumlah siswa dan ukuran kelas yang besar. Sementara itu, kelemahan model pembelajaran langsung menurut Sanjaya (2009: 191-192) adalah: 1) Strategi pembelajaran ini hanya mungkin dapat dilakukan terhadap siswa yang memiliki kemampuan mendengar dan menyimak secara baik. 2) Strategi ini tidak mungkin dapat melayani perbedaan setiap individu baik perbedaan kemampuan, perbedaan pengetahuan, minat, dan bakat, serta perbedaan gaya belajar. 3) Karena strategi lebih banyak diberikan melalui ceramah, maka akan sulit mengembangkan kemampuan siswa dalam hal kemampuan sosialisasi, hubungan interpersonal, serta kemampuan berpikir kritis. 4) Keberhasilan strategi pembelajaran sangat tergantug kepada apa yang dimiliki guru, seperti persiapan, pengetahuan, rasa percaya diri, semangat, antuisme, motivasi, dan berbagai kemampuan seperti kemampuan bertutur (berkomunikasi), dan kemampuan mengelola kelas. Tanpa itu sudah dapat dipastikan proses pembelajaran tidak mungkin berhasil. Berdasarkan pendapat di atas, sintaks pembelajaran pembelajaran langsung dalam penelitian ini adalah: 1) Guru meyampaikan tujuan pembelajaran sesuai dengan kompetensi dasar yang akan dicapai dan memberikan motivasi kepada siswa tentang perlunya mempelajari materi. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
26 digilib.uns.ac.id
2) Guru menjelaskan materi pelajaran kepada siswa dan memberikan pertanyaan yang berkaitan dengan pelajaran untuk mengetahui pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan. 3) Guru juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya mengenai materi yang belum dimengerti. 4) Guru memberikan tugas atau kuis untuk dikerjakan oleh masing-masing siswa. 5) Guru menutup dan menyimpulkan materi pelajaran yang telah disampaikan.
7. Adversity Quotient Sejauh dari konsep Emotional Intelligence (EQ), Paul G Stoltz mengembangkan suatu konsep yang disebut Adversity Quotient atau jika yang dimaksud dalam bagian EQ adalah Adversity Intelligence. Dasarnya, konsep yang dikembangkan adalah bagaimana kita merespon kejadian dalam kehidupan atau kemampuan kita untuk merespon jika terjadi stres. Bagi orang yang mempunyai AQ rendah, respon terhadap kesulitan adalah ketidakberdayaan dan putus asa. Di sisi lain, untuk orang dengan AQ tinggi, maka akan tetap optimis dan tangguh dalam menghadapi kesulitan, fokus terhadap apa yang dapat mereka kontrol untuk situasi di masa depan (Osborn, 2011). Menurut Stoltz (2003:18), AQ dapat dibedakan menjadi tiga tipe, yaitu: a. Quitter Quitter adalah orang-orang yang memilih untuk keluar, menghindari kewajiban, mundur dan berhenti. Seseorang dengan tipe Quitter menolak kesempatan yang diberikan. Mereka cenderung mengabaikan, menutupi atau meninggalkan dorongan inti yang manusiawi untuk mendaki dan dengan demikian juga meninggalkan banyak hal yang ditawarkan oleh kehidupan. Seseorang dengan tipe Quitter meninggalkan impian-impiannya dan memilih jalan yang mereka anggap lebih datar dan lebih mudah. Mereka selalu melarikan diri, sehingga ini berarti juga mengabaikan potensi yang mereka commit to user miliki dalam kehidupan.
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Camper Seseorang dengan tipe ini merupakan orang yang sudah memiliki kemauan untuk berusaha menghadapi masalah dan tantangan yang ada,namun setelah mencapai suatu tingkat tertentu maka mereka akan berhenti. Camper memutuskan untuk berhenti setelah mereka berusaha untuk menghadapi masalah atau tantangan yang ada. Karena mereka merasa bosan maka mereka menghentikan pendakiannya dan mencari tempat datar yang rata dan nyaman sebagai tempat bersembunyi dar isituasi yang tidak bersahabat. Camper puas dengan mencukupi diri, dan tidak mau mengembangkan diri. Mereka mengorbankan bagian puncak hirarki maslow, yaitu aktualisasi diri dan bertahan dengan apa yang telah mereka miliki. Akibatnya camper menjadi sangat termotivasi oleh kenyamanan dan rasa takut. Mereka takut kehilangan tempat berpijak dan mencari rasa aman dan nyaman. c. Climber Seseorang dengan tipe Climber tidak menghiraukan latar belakang, keuntungan atau kerugian, nasib buruk atau nasib baik, maka dia akan terus mendaki (terus
maju). Climber adalah pemikir yang selalu memikirkan
kemungkinan-kemungkinan dan tidak pernah membiarkan umur, jenis kelamin, ras, cacat fisik dan mental atau hambatan lainnya menghalangi pendakiannya. Climber menjalani hidupnya secara lengkap. Untuk semua hal yang mereka kerjakan, mereka benar-benar memahami tujuannya dan bisa merasakan gairahnya. Mereka mengetahui perasaan gembira yang sesungguhnya, dan mengenalinya sebagai anugrah dan imbalan atas apa yang telah mereka kerjakan. Climber selalu menyambut tantangan-tantangan yang disodorkan kepadanya. Untuk meningkatkan AQ, Stoltz (dalam Osborn, 2011) menyarankan dengan memulai mendengarkan dalam menghadapi situasi yang sulit. Gaya bereaksi sangat mempengaruhi bagaimana tindakan dalam menghadapi masalah. Kemudian melakukan analisis pencarian dari situasi dan jangkauan dalam mengendalikan situasi. commit to user
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kemampuan AQ yang dimiliki seseorang ditentukan oleh beberapa dimensi, yaitu dimensi-dimensi CO2RE. Dimensi-dimensi tersebut merupakan bagian dari sikap seseorang dalam menghadapi masalah. Definisi dari dimensi tersebut adalah sebagai berikut. a. C (Control) Menurut Stoltz (2003:141), Control atau kendali diawali dengan pemahaman bahwa sesuatu, apapun itu dapat dilakukan. Mereka yang mempunyai AQ lebih tinggi merasakan kendali yang lebih besar atas peristiwa-peristiwa dalam hidup daripada yang mempunyai AQ lebih rendah. Akibatnya, mereka akan mengambil tindakan yang akan menghasilkan lebih banyak kendali lagi. Mereka yang memiliki AQ lebih tinggi cenderung melakukan pendakian, sementara orang-orang yang mempunyai AQ lebih rendah cenderung berkemah atau berhenti. Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa dimensi control (kendali) dapat menjelaskan bagaimana seseorang dalam menghadapi suatu masalah yang muncul, memiliki keyakinan bahwa semua hal itu bisa diselesaikan apapun hambatannya. b. O2 (Origin dan Ownership) Dimensi O2 menurut Stoltz (2003: 143) dibagi menjadi dua yaitu origin (asal usul) dan ownership (pengakuan). Asal usul (origin) merupakan dimensi AQ yang memiliki kaitan dengan rasa bersalah seseorang. O rang yang mempunyai AQ rendah cenderung menempatkan rasa bersalah yang tidak semestinya atas peristiwa-peristiwa buruk yang terjadi. Dalam banyak hal mereka melihat dirinya sendiri sebagai satu-satunya penyebab atau asal usul (origin) kesulitan tersebut. Sedangkan untuk ownership atau pengakuan, semakin tinggi skor pengakuan anda semakin besar anda mengakui sebab akibat dari suatu perbuatan, apapun penyebabnya. Oleh karena itu, orang-orang yang mempunyai AQ tinggi tidak akan mempersalahkan orang lain sambil mengelakkan tanggung jawab. commit to user
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. R (Reach) Dimensi ini merupakan penjelasan tentang seberapa besar seseorang menganggap bahwa suatu masalah
yang terjadi dapat meluas dan
mempengaruhi bagian kehidupannya yang lain. Semakin tinggi skor R seseorang maka semakin besar kemungkinannya orang tersebut dapat membatasi jangkauan masalahnya pada peristiwa yang sedang dihadapi. Hal ini berarti ketika seseorang mendapati suatu kesulitan atau masalah maka yang dialaminya tersebut tidak akan mengganggu beban pikirannya, sehingga cenderung mengganggu kegiatan yang lain. d. E (Endurance) Endurance (daya tahan) merupakan dimensi terakhir dari AQ. Dimensi ini merupakan dimensi yang dapat menggambarkan bagaimana seseorang memandang bahwa kesulitan atau masalah yang dialaminya akan berlangsung lama. Semakin rendah skor E seseorang maka semakin besar kemungkinannya seseorang tersebut menganggap kesulitan atau penyebab-penyebabnya akan berlangsung lama atau selama-lamanya. Dalam penelitiannya Lorraine Johnson dan Stuart Biddle (dalam Stoltz, 2003: 163) menyatakan bahwa seseorang yang melihat kemampuannya (penyebab yang
stabil)
sebagai
penyebab
kegagalan
cenderung
kurang
bertahan
dibandingkan dengan orang yang mengaitkan kegagalan dengan usaha (penyebab yang sifatnya sementara) yang mereka lakukan. Stoltz (2003: 139) memberikan kisaran yang harus diperoleh untuk mengklasifikasikan AQ yaitu 1) 166 – 200 apabila AQ keseluruhan berada dalam kisaran yang memungkinkan mempunyai kemampuan dalam menghadapi kesulitan yang berat dan bergerak maju dalam menghadapi masalah. 2) 135 – 165 berada dalam kisaran AQ yang memungkinkan untuk bertahan dalam menembus tantangan-tantangan dan memenfaatkan potensi yang dimiliki. 3) 95 – 134 berada dalam kisaran AQ yang lumayan baik dalam menempuh likucommit to user liku hidup.
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4) 60 – 94 berada dalam kisaran AQ yang kurang memanfaatkan potensi yang dimiliki. Kesulitan dapat menimbulkan kerugian dan tidak perlu sehingga sulit dalam melanjutkan dalam penyelesaian masalah 5) Di bawah 59 berarti dalam kisaran AQ yang mengalami permasalahan dalam segala hal. Berdasarkan pengklasifikasian tipe AQ oleh Stoltz, maka disimpulkan bahwa tipe climber berada pada interval lebih dari 134, camper berada pada interval 95 – 134, dan tipe quitter berada pada interval kurang dari 95.
B. Kerangka Berpikir 1. Kaitan Masing-Masing Model Pembelajaran dengan Prestasi Belajar Matematika Indikator keberhasilan proses belajar mengajar dapat dilihat dari prestasi belajar siswa. Prestasi belajar merupakan suatu hasil yang diperoleh siswa setelah melakukan serangkaian proses belajar. Keberhasilan suatu pembelajaran dapat ditandai dengan prestasi belajar siswa yang baik atau nilai siswa tinggi. Akan tetapi prestasi belajar siswa yang baik tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh faktor internal siswa melainkan juga faktor eksternal. Faktor eksternal tersebut dapat berupa cara guru dalam menyampaikan materi kepada siswa atau sering disebut dengan model pembelajaran. Dalam penelitian ini, guru menerapkan model pembelajaran LC 5E disertai AfL, model pembelajaran LC 5E dan model pembelajaran langsung. Ketiga model pembelajaran tersebut berbeda dari konsep dan pelaksanaanya, sehingga dimungkinkan ada perbedaan prestasi belajar yang terpengaruh dari penggunaan model-model pembelajaran tersebut. Model pembelajaran LC 5E mempunyai 5 fase pembelajaran yang merupakan
pengembangan
dari
pembelajaran
inkuiri.
Dalam
model
pembelajaran ini siswa diberikan persoalan-persoalan yang nyata dan dekat dengan kehidupannya sehingga dapat mengkonstruksi pengetahuannya dari pengalamannya. Siswa melakukan penyelidikan dengan menyelesaikan commitdari to user berbagai masalah yang diberikan berbagai sumber belajar. Dengan
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mengkonstruksi pengetahuannya sendiri maka pembelajaran akan menjadi bermakna. Sedangkan model pembelajaran LC 5E disertai AfL merupakan modifikasi dari model pembelajaran LC 5E yang menyematkan tes formatif dalam proses pembelajarannya. Tujuannya adalah untuk memonitor progres siswa dalam memahami materi yang diajarkan pada fase yang telah dilalui. Hal ini diharapkan memberikan dampak positif bagi siswa dimana siswa dapat mengetahui kesalahan dan kesulitannya serta bagaimana memperbaikinya. Berbeda halnya dengan kedua model pembelajaran tersebut, pada model pembelajaran langsung siswa hanya menerima penjelasan dari guru tanpa adanya kesempatan untuk mengomunikasikan kesulitannya dengan siswa lain. Hal ini berakibat pemahaman siswa terbatas terhadap informasi yang dipahaminya. Berdasarkan uraian tersebut, sekilas dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan antara ketiga model pembelajaran. Perbedaan proses pembelajaran tersebut tentu akan berdampak pada perbedaan prestasi belajar matematika siswa. Pada model pembelajaran LC 5E disertai AfL, terdapat unsur penilaian formatif, sehingga memungkinkan guru untuk memberikan umpan balik kepada siswa dalam fase pembelajaran yang telah dilalui. Dengan demikian siswa
dapat
mengetahui
dimana
letak
kesalahan
dan
bagaimana
memperbaikinya secara langsung. Adanya umpan balik ini mendorong siswa untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama dan pemahaman siswa lebih mendalam yang akan berakibat pada prestasi belajar. Sedangkan model pembelajaran LC 5E, umpan balik hanya diberikan pada akhir pembelajaran sehingga dampaknya pemahaman konsep siswa kurang mendalam. Di lain pihak, model pembelajaran langsung tidak melalui proses penyelidikan atau mengumpulkan data dan tidak diberikan umpan balik dalam kata lain pembelajaran berpusat pada guru. Adanya tes formatif dalam model pembelajaran LC 5E disertai AfL dimungkinkan akan dapat menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik daripada model pembelajaran LC 5E dan langsung, karena dengan penilaian user dan umpan balik kepada commit siswa tomembuat siswa mengetahui letak
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kekurangannya dalam fase yang telah dilalui. Sedangkan model pembelajaran LC 5E dimungkinkan menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik daripada model pembelajaran langsung, karena siswa melalui tahap konstruksi pengetahuan dalam LC 5E yang akan memperdalam pemahaman siswa sehingga berpengaruh pada prestasi belajarnya.
2. Kaitan Masing-Masing Kategori AQ Siswa dengan Prestasi Belajar Matematika Semakin banyak materi yang dipelajari dari pelajaran matematika tentunya akan semakin banyak soal yang dihadapi dan tingkat kesulitannya semakin tinggi. menghadapai
Setiap siswa mempunyai
karakter tersendiri
dalam
permasalahan terutama berkaitan dengan menyelesaikan
persoalan matematika. Ada siswa yang berusaha semaksimal mungkin untuk menyelesaiakannya dan tertantang untuk mencoba hal baru. Ada pula siswa yang hanya berusaha semampunya untuk mendapatkan jawaban yang benar. Tetapi ada pula siswa yang enggan mencoba untuk menyelesaikannya. Karakter siswa semacam inilah yang termasuk dalam Adversity Quotient¸ yaitu kemampuan seseorang untuk mengubah hambatan yang ada menjadi peluang untuk sukses. Adversity Quotient diklasifikasikan menjadi 3 kategori. Kategori pertama disebut quitter yang merupakan kategori AQ rendah. Hal ini ditandai dengan sikap yang mudah menyerah ketika menghadapi persoalan, takut sebelum mencoba dan membatasi diri. Kategori kedua, yaitu camper yang AQ-nya termasuk kategori sedang.
Seseorang dikatakan camper apabila ia hanya
menggunakan kemampuannya sebagian, sehingga ketika diberikan persoalan hanya dikerjakan semampunya dan cukup berhenti di situ saja. Sedangkan kategori yang terakhir diebut climber. Climber memiliki karakteristik untuk berusaha semaksimal mungkin mencapai apa yang diinginkannya bahkan selalu berusaha untuk mengembangkannya menjadi lebih baik. Jika keberadaan AQ siswa dikaitkan dalam prestasi belajar matematika, commit user berarti. Siswa yang mempunyai maka diduga terdapat pengaruh yang tosangat
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
AQ tinggi atau dikatakan climber dengan karakteristik yang pantang menyerahnya dan selalu mencoba hal baru menjadikan prestasi belajar matematikanya lebih baik daripada camper dan quitter. Sedangkan untuk AQ siswa
yang
termasuk
kategori
camper
yang
sudah
menggunakan
kemampuannya meskipun belum maksimal akan mempunyai prestasi belajar yang lebih baik daripada AQ siswa yang termasuk quitter.
3. Kaitan Masing-Masing Kategori AQ Siswa dengan Prestasi Belajar Matematika Ditinjau dari Masing-Masing Model Pembelajaran Model pembelajaran Learning Cycle 5E mendorong siswa untuk mengeksplorasi
pengetahuannya
sendiri,
membangun
penalaran
dan
berinteraksi dengan siswa yang lain. Dalam proses pembelajarannya siswa dituntut dapat berperan aktif di dalamnya dan guru hanya berperan sebagai fasilitator yang mendampingi siswa. Model ini juga memberikan kesempatan yang luas bagi siswa untuk berekspresi menggunakan caranya sendiri untuk dapat memahami materi. Siswa yang mempunyai AQ tinggi atau climber dengan karakteristik yang dimilikinya yaitu mempunyai minat dan semangat yang tinggi tentu sesuai dengan model pembelajaran ini. Hal ini berlaku juga bagi siswa yang termasuk kategori camper, akan tetapi karena semangatnya yang kurang meskipun ada minat dimungkinkan prestasi belajarnya tidak sebaik climber. Lain halnya pada siswa yang termasuk quitter, siswa seperti ini masih memerlukan bantuan dari gurunya untuk dapat memahami materi dan cenderung pasif walaupun minatnya sedikit terbangkitkan. Dalam perkembangannya model pembelajaran ini dimodifikasi dengan menyertakan asesmen dalam proses pembelajarannya. Model pembelajaran modifikasi ini adalah LC 5E disertai AfL. Pemberian tes formatif dan balikan kepada siswa membuat siswa lebih terbantu memahami materi secara mendalam. Mengingat siswa yang termasuk climber senang mencoba hal baru dimungkinkan sangat antusias dengan model pembelajaran ini karena adanya kriteria sukses yang harus dicapai oleh siswa dan tujuan pembelajarannya jelas. commit to user Bagi siswa yang termasuk camper tentu juga menyukai model pembelajaran
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
seperti ini meskipun mereka tidak mempunyai keinginan untuk menguasai materi sepenuhnya, hanya sebatas semampunya. Sedangkan siswa yang AQnya rendah atau quitter, karena karakternya yang mudah menyerah mengakibatkan siswa masih menghadapi kesulitan dalam model pembelajaran ini. Model pembelajaran langsung menekankan pada siswa untuk mengingat dan menghafal informasi dan guru memposisikan diri sebagai pemberi informasi yang aktif. Jadi dalam pembelajaran ini siswa tidak dituntut aktif secara langsung. Bagi siswa yang termasuk climber, karena minat dan semangatnya yang tinggi akan tetap tertarik dengan materi yang diajarkan dan penjelasan guru. Sedangkan bagi siswa yang termasuk camper maupun quitter karena kurangnya minat dan semangat siswa untuk mengikuti proses pembelajaran dimungkinkan prestasi belajarnya akan sama dan tidak sebaik siswa climber.
4. Kaitan Masing-Masing Model Pembelajaran dengan Prestasi Belajar Matematika Ditinjau dari Masing-Masing Kategori AQ Siswa Berdasarkan
karakteristik
AQ
siswa
yang
telah
dikemukakan
sebelumnya, siswa yang AQnya rendah atau termasuk quitter cenderung tidak bersemangat, hanya melakukan sesuatu yang dianggapnya mungkin bisa dilakukan menurut kemampuannya. Siswa dengan kategori AQ seperti ini masih memerlukan bantuan guru dalam menerima semua informasi karena sangat
kurangnya
minat
maupun
usaha
dalam
melakukan
kegiatan
pembelajaran matematika dan mempunyai kepercayaan diri yang rendah. Pada model pembelajaran LC 5E disertai AfL, siswa didorong untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Hal ini dapat menyulitkan siswa yang masih memerlukan bimbingan gurunya dalam memahami materi yang diajarkan. Adanya penilaian formatif dan umpan balik yang diberikan oleh guru dimungkinkan kurang mendapat respon dari siswa. Sama halnya dengan model pembelajaran LC 5E disertai AfL, model pembelajaran LC 5E juga menuntut siswa untuk ikut berperan aktif dalam proses pembelajaran, hanya saja pada to user tes formatif dan umpan balik. model pembelajaran ini siswacommit tidak diberikan
perpustakaan.uns.ac.id
35 digilib.uns.ac.id
Dengan demikian siswa yang termasuk quitter diduga akan mencapai prestasi belajara yang sama baiknya saat dikenai model pembelajaran LC 5E disertai AfL maupun model pembelajaran LC 5E. Sedangkan pada model pembelajaran langsung, siswa pasif menerima informasi dari guru dan guru lebih mendominasi selama proses pembelajaran. Besarnya peran guru dalam model pembelajaran ini dimungkinkan dapat memberikan prestasi yang lebih baik daripada model pembelajran LC 5E disertai AfL maupun model pembelajaran LC 5E karena siswa yang termasuk kategori quitter masih sangat memerlukan bantuan guru untuk menerima dan memahami materi yang diajarkan. Siswa yang termasuk camper masih mempunyai kemauan untuk melakukan sesuatu, dalam hal ini memahami materi pelajaran matematika meskipun belum maksimal usahanya. Pada model pembelajaran LC 5E disertai AfL, siswa kategori ini akan mendapatkan pemahaman yang lebih baik karena proses pembelajaran siswa dimonitor oleh guru melalui pemberian balikan secara individu sehingga siswa mampu memahami kekurangannya dan bagaimana mengatasinya. Berbeda halnya dengan model pembelajaran LC 5E yang hanya memberikan evaluasi secara keseluruhan, sehingga siswa kurang mendapat perhatian dari fase-fase yang telah dilaluinya. Oleh karena itu, dimungkinkan bahwa model pembelajaran LC 5E disertai AfL dapat memberikan prestasi belajar yang lebih baik daripada model pembelajaran LC 5E. Selain itu kedua model pembelajaraan yang melibatkan keaktifan siswa tersebut dimungkinkan mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada yang dikenai model pembelajaran langsung karena pada model pembelajaran langsung hanya bersifat monoton atau pasif dan siswa tidak diberi keleluasaan untuk mengembangkan pemahaman dengan caranya sendiri. Keinginan untuk terus maju, berusaha semaksimal mungkin, dan senang mencoba hal baru merupakan karakteristik yang dimiliki oleh siswa yang termasuk climber. Siswa yang termasuk climber cenderung memiliki rasa keingintahuan yang tinggi terhadap apa yang sedang dipelajarinya. Hal ini menjadikan siswa sangat aktif dalam proses pembelajaran. Pada model commit keaktifan to user siswa dianggap sesuai dengan pembelajaran LC 5E yang menuntut
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
karakter siswa climber. Demikian pula untuk model pembelajaran LC 5E disertai AfL, adanya feedback yang diberikan oleh guru dalam model pembelajaran ini dimungkinkan memberikan pengaruh positif terhadap kemampuan siswa sehingga dimungkinkan prestasi belajar siswa climber yang dikenai model pembelajaran LC 5E disertai AfL lebih baik daripada yang dikenai model pembelajran LC 5E. Berbeda halnya pada model pembelajaran langsung, siswa climber hanya dibiarkan pasif sehingga kurang mampu mengembangkan potensi yang dimiliki. Oleh karena itu, prestasi belajar siswa climber yang dikenai model pembelajaran LC 5E maupun LC 5E disertai AfL dimungkinkan lebih baik daripada yang dikenai model pembelajaran langsung.
C. Hipotesis 1. Model pembelajaran LC 5E disertai AfL memberikan prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada model pembelajaran LC 5E dan langsung, serta model pembelajaran LC 5E memberikan prestasi belajar matematika lebih baik daripada model pembelajaran langsung. 2. Pada pembelajaran matematika, siswa yang termasuk climber mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada siswa yang termasuk camper dan quitter, serta siswa yang termasuk camper mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada siswa yang termasuk quitter. 3. a. Pada model pembelajaran LC 5E disertai AfL, prestasi belajar matematika siswa yang termasuk climber lebih baik daripada siswa yang termasuk camper maupun quitter, prestasi belajar matematika siswa yang termasuk camper mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada siswa yang termasuk quitter. b. Pada model pembelajaran LC 5E, prestasi belajar matematika siswa yang termasuk climber lebih baik daripada siswa yang termasuk camper maupun quitter, prestasi belajar matematika siswa yang termasuk camper mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada siswa yang termasuk quitter. commit to user
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Pada model pembelajaran langsung, prestasi belajar matematika siswa yang termasuk climber lebih baik daripada siswa yang termasuk camper maupun quitter, siswa yang termasuk camper mempunyai prestasi belajar matematika yang sama dengan siswa yang termasuk quitter. 4. a. Pada siswa yang termasuk climber, model pembelajaran LC 5E disertai AfL memberikan prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada model pembelajaran LC 5E dan lebih baik daripada model pembelajaran langsung, sedangkan model pembelajaran LC 5E memberikan prestasi belajar yang lebih baik daripada model pembelajaran langsung. b. Pada siswa yang termasuk camper, model pembelajaran LC 5E disertai AfL memberikan prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada model pembelajaran LC 5E maupun model pembelajaran langsung dan model pembelajaran LC 5E memberikan prestasi belajar matematika yang lebih baik jika dibandingkan dengan model pembelajaran langsung. c. Pada siswa yang termasuk quitter, model pembelajaran LC 5E disertai AfL memberikan prestasi belajar matematika yang sama baiknya dengan model pembelajaran LC 5E. Sedangkan model pembelajaran langsung memberikan prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada model pembelajaran LC 5E maupun model pembelajaran LC 5E disertai AfL.
commit to user
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri di Kabupaten Sukoharjo. Adapun SMP Negeri yang ada di Kabupaten Sukoharjo sejumlah 41 sekolah. 2. Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2013/2014. Adapun rancangan pelaksanaan penelitian seperti yang dijabarkan dibawah ini. a. Tahap Perencanaan Tahap perencanaan meliputi pengajuan judul penelitian, penyusunan proposal penelitian, seminar proposal penelitian, penyusunan instrumen penelitian. Tahap ini dilaksanakan pada bulan Februari 2014 sampai dengan April 2014. b. Tahap Pelaksanaan Tahap
pelaksanaan
meliputi
sampling,
pengajuan
ijin
penelitian,
pengambilan data kemampuan awal, uji keseimbangan, uji coba instrumen, pengambilan data AQ siswa, eksperimen dan pengumpulan data prestasi belajar matematika. Selanjutnya pada tahap eksperimen dilaksanakan dalam 8 kali pertemuan tatap muka. Tahap ini dilaksanakan pada bulan Mei 2014 sampai Juni 2014. c. Tahap Pengolahan dan Analisa Data Analisa data kemampuan awal matematika pada April 2014 sebelum permulaan eksperimen. Saat pelaksanaan eksperimen berakhir diambil data amatan dan penganalisaan data dilakukan pada bulan Juni sampai Juli 2014. d. Tahap Penyusunan Tesis Tahap penyusunan tesis dilaksanakan pada bulan April 2014 sampai dengan Juli 2014. commit to user 38
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu (quasi-experimental research).
Alasan
dilakukannya
eksperimental
semu
adalah
tidak
memungkinkannya bagi peneliti untuk mengendalikan semua variabel relevan yang dapat mempengaruhi prestasi belajar matematika siswa. Seperti yang dikemukakan Budiyono (2003: 82-83) bahwa tujuan penelitian eksperimen semu adalah untuk memperoleh informasi yang merupakan perkiraan bagi informasi yang dapat diperoleh dengan eksperimen yang sebenarnya dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengontrol dan atau untuk memanipulasi semua variabel yang relevan. Pada penelitian ini menggunakan dua kelas eksperimen dan satu kelas kontrol untuk melakukan uji coba. Pada kelas eksperimen pertama menggunakan model pembelajaran LC 5E disertai AfL, kelas eksperimen kedua menggunakan model pembelajaran LC 5E, dan kelompok kontrol menggunakan model pembelajaran langsung pada materi prisma dan limas. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah AQ siswa yang dijadikan sebagai variabel manipulatif yang ikut mempengaruhi variabel terikat dengan tiga kategori yaitu quitter, camper, dan climber. Sedangkan variabel terikat dalam penelitian ini adalah prestasi belajar matematika siswa. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan faktorial 3x3 seperti yang terlihat pada Tabel 3.1. Rancangan ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh dua variabel bebas terhadap satu variabel terikat. Tabel 3.1 Rancangan Faktorial 3x3 Model Pembelajaran (a)
Adversity Quotient (b) Climber Camper Quitter (b1) (b2) (b3)
LC 5E disertai AfL (a1)
a1b1
a1b2
a1b3
LC 5E (a2)
a2b1
a2b2
a2b3
Langsung (a3)
a3b1
a3b2
a3b3
commit to user
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Keterangan: a1b1 : Prestasi belajar matematika siswa yang dikenai model pembelajaran LC 5E disertai AfL pada AQ siswa yang tergolong climber. a2b1 : Prestasi belajar matematika siswa yang dikenai model pembelajaran LC 5E pada AQ siswa yang tergolong climber. a3b1 : Prestasi belajar matematika siswa yang dikenai model pembelajaran langsung pada AQ siswa yang tergolong climber. a1b2 : Prestasi belajar matematika siswa yang dikenai model pembelajaran LC 5E disertai AfL pada AQ siswa yang tergolong camper. a2b2 : Prestasi belajar matematika siswa yang dikenai model pembelajaran LC 5E pada AQ siswa yang tergolong camper. a3b2 : Prestasi belajar matematika siswa yang dikenai model pembelajaran langsung pada AQ siswa yang tergolong camper. a1b3 : Prestasi belajar matematika siswa yang dikenai model pembelajaran LC 5E disertai AfL pada AQ siswa yang tergolong quitter. a2b3 : Prestasi belajar matematika siswa yang dikenai model pembelajaran LC 5E pada AQ siswa yang tergolong quitter. a3b3 : Prestasi belajar matematika siswa yang dikenai model pembelajaran langsung pada AQ siswa yang tergolong quitter.
C. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri di wilayah Kabupaten Sukoharjo semester genap tahun pelajaran 2013/2014. Populasi ini terdiri dari 41 SMP Negeri yang tersebar di seluruh wilayah Kabupaten Sukoharjo. 2. Sampel Penelitian Suatu penelitian tidak perlu untuk meneliti semua obyek dalam populasi, karena selain membutuhkan biaya yang besar juga memerlukan waktu yang lama. Sampel dapat diartikan sebagai bagian dari populasi yang commit to user dianggap mewakili keseluruhan populasi dan diambil menggunakan teknik
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tertentu. Budiyono (2009: 121) mengemukakan bahwa sebagian populasi disebut sampel atau contoh. Hal yang sama juga dikemukakan Sugiyono (2011: 81) bahwa sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Oleh karena itu, dengan mengambil sebagian obyek suatu populasi atau sering disebut dengan pengambilan sampel diharapkan hasil penelitian yang didapat sudah dapat menggambarkan populasi yang bersangkutan. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik Stratified Cluster Random Sampling. Menurut Budiyono (2003: 37) Sampling random stratifikasi, populasi dibagi menurut strata-strata, kemudian strata-strata tersebut ditarik anggota sampel secara random dari sub populasinya. Sedangkan sampling random kluster adalah sampling random yang dikenakan berturut-turut terhadap unit-unit atau sub-sub populasi (kluster). Pengambilan sampel dengan cara ini, kluster-kluster dianggap homogen dan untuk kluster yang dipilih, maka setiap anggota dari kluster itu dipilih sebagai anggota sampel. Dalam penelitian ini tahapan yang dilakukan dalam pengambilan sampel yaitu populasi dibagi menjadi tiga kelompok yaitu kelompok tinggi, kelompok sedang, dan kelompok rendah berdasarkan nilai rata-rata UN mata pelajaran matematika tahun pelajaran 2012/2013. Pembagian kategori tingkatan sekolah tersebut berdasar ketentuan bahwa: a. Kelompok tinggi jika rata-rata nilai UN Matematika tahun pelajaran 2012/2013 memperoleh 𝑋 > 𝜇 + (0,5)𝜎. b. Kelompok sedang jika rata-rata nilai UN Matematika tahun pelajaran 2012/2013 memperoleh 𝜇 − (0,5)𝜎 ≤ 𝑋 ≤ 𝜇 + (0,5)𝜎. c. Kelompok rendah jika rata-rata nilai UN Matematika tahun pelajaran 2012/2013 memperoleh 𝑋 < 𝜇 − (0,5)𝜎. Keterangan: X
: rerata nilai UN Matematika pada sekolah,
𝜇
: rerata dari rerata nilai UN Matematika SMP Negeri se-Kabupaten Sukoharjo,
commit to user
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
𝜎
: standar deviasi nilai UN Matematika seluruh SMP Negeri Kabupaten Sukoharjo. Selanjutnya dari masing-masing kategori dipilih satu sekolah secara
random. Dari sekolah yang terpilih, kemudian diambil tiga buah kelas VIII secara random untuk dijadikan sebagai kelas eksperimen satu, kelas eksperimen dua dan kelas kontrol.
D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Dalam penelitian ini terdapat satu variabel terikat dan dua variabel bebas, yaitu untuk variabel terikat adalah prestasi belajar matematika sedangkan variabel bebas adalah model pembelajaran dan AQ siswa. 1. Variabel Terikat Variabel terikat dalam penelitian ini adalah prestasi belajar matematika. a. Definisi operasional: prestasi belajar matematika adalah hasil yang dicapai siswa dalam proses belajar matematika yang diukur dengan tes tertentu yang diwujudkan dalam bentuk skor atau nilai. b. Indikator: nilai tes prestasi belajar matematika pada materi Prisma dan Limas. c. Skala pengukuran: skala interval. d. Simbol: abij, dengan i = 1, 2, 3 dan j = 1, 2, 3. 2. Variabel Bebas Penelitian ini terdapat dua variabel bebas, yaitu model pembelajaran dan AQ siswa. a. Model Pembelajaran 1) Definisi operasional: model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang berfungsi sebagai pedoman dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. 2) Indikator:
langkah-langkah
masing-masing
matematika. 3) Skala pengukuran: skala nominal. commit to user 4) Simbol:ai, dengan i = 1, 2, 3.
model
pembelajaran
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a1 : Model pembelajaran LC 5E disertai AfL. a2 : Model pembelajaran LC 5E. a3 : Model pembelajaran langsung. b. AQ siswa 1) Definisi operasional: adversity quotient adalah suatu penilaian yang mengukur bagaimana respon seseorang dalam menghadapi masalah untuk dapat diubah menjadi peluang. 2) Indikator: hasil pengisian angket AQ siswa. 3) Skala pengukuran: skala interval yang selanjutnya diubah menjadi skala ordinal dengan tiga kategori seperti pada Tabel 3.2. Tabel 3.2 Kriteria Kategori AQ Siswa Skor 𝑥 ≥ 135 95 ≤ 𝑥 ≤ 134 𝑥 ≤ 94
Kategori Climber Camper Quitter (Stoltz, 2003: 139)
Keterangan: x
: skor siswa yang diperoleh dari pengisian angket AQ siswa,
4) Simbol: bj, dengan j = 1, 2, 3. b1 : AQ siswa tergolong climber. b2 : AQ siswa tergolong camper. b3 : AQ siswa tergolong quitter.
E. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi, metode tes dan metode angket. 1. Metode Dokumentasi Metode dokumentasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah untuk memperoleh data kemampuan awal matematika siswa yang berupa nilai rapor semester ganjil pada mata pelajaran Matematika kelas VIII. Nilai tersebut digunakan untuk uji keseimbangan antara kelompok eksperimen 1, kelompok commit to user eksperimen 2 dan kelompok kontrol.
perpustakaan.uns.ac.id
44 digilib.uns.ac.id
2. Metode Tes Tes adalah cara pengumpulan data yang mengahadapkan sejumlah pertanyaanpertanyaan atau suruhan-suruhan kepada subjek penelitian (Budiyono 2003: 54). Metode tes digunakan untuk mengumpulkan data prestasi belajar matematika setelah dilakukannya kegiatan belajar mengajar. Tes tersebut berupa tes objektif pilihan ganda sebanyak 25 butir soal dan setiap soal objektif tersedia empat alternatif jawaban. Setiap jawaban benar mendapat skor 1 sedangkan setiap jawaban salah mendapat skor 0. 3. Metode Angket Metode angket adalah cara mengumpulkan data dengan mengajukan pertanyaan tertulis kepada subyek penelitian, responden, atau sumber data dan jawabannya diberikan pula secara tertulis (Budiyono 2003: 47). Metode angket digunakan untuk mengumpulkan data AQ siswa.
F. Teknik dan Instrumen untuk Mengumpulkan Data Penelitian ini menggunakan instrumen tes prestasi belajar matematika untuk memperoleh data prestasi belajar matematika setelah dikenai perlakuan. Selain tes juga digunakan angket AQ siswa untuk mengukur AQ siswa. 1. Instrumen Tes Prestasi Belajar Matematika Sebelum diujikan pada kelas eksperimen satu, kelas eksperimen dua maupun kelas kontrol, instrumen tes harus memenuhi validitas isi dan diujicobakan terlebih dahulu kepada kelompok uji coba yang terdapat di luar sampel dan masih terdapat dalam populasi yang sama. Kelompok tersebut diambil satu kelas selain kelas yang digunakan untuk penelitian dari masingmasing sekolah yang dijadikan lokasi penelitian. a. Uji Validitas Isi Validitas instrumen tes prestasi belajar matematika dalam penelitian ini menggunakan validitas isi. Instrumen tes dikatakan valid apabila telah merupakan sampel yang representatif dari keseluruhan isi dari hal yang hendak diukur. Validitas isi instrumen tes prestasi belajar matematika dapat to user oleh pakar dibidangnya (Expert diketahui melalui penilaian commit yang dilakukan
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Judgment). Subject matter expert akan melihat apakah kisi-kisi yang telah disusun oleh pengembang tes telah mewakili substansi yang akan diukur. Selanjutnya akan dilakukan relevance ratings yaitu penilaian terhadap relevansi atau kesesuaian antara masing-masing butir tes dengan klasifikasi kisi-kisi yang telah ditentukan. Empat langkah yang dilakukan dalam menentukan validitas isi antara lain: 1) mendefinisikan
domain
kerja
yang
akan
diukur,berupa
tujuan
pembelajaran yang dikembangkan melalui kisi-kisi, 2) membentuk panel-panel yang qualified dalam domain-domain tersebut, 3) menyediakan kerangka terstruktur untuk memproses pencocokan butirbutir soal dengan domain performance yang terkait, 4) menganalisis dan menarik kesimpulan data yang diperoleh dari proses pencocokan (Budiyono, 2003: 60). Instrumen tes dinyatakan valid menurut validitas isi jika telah memenuhi semua kriteria yang ada dalam telaah validasi yang mencakup materi, bahasa dan konstruksi. b. Tingkat Kesukaran Butir Soal Tingkat kesukaran butir soal menyatakan proporsi banyaknya peserta yang menjawab benar butir soal tersebut terhadap seluruh peserta tes. Indeks tingkat kesukaran untuk tes pilihan ganda dicari menggunakan rumus sebagai berikut: 𝑃=
𝐵 𝑁
dengan: P
: indeks tingkat kesukaran suatu butir soal,
𝐵
: banyaknya peserta tes yang menjawab benar butir soal tersebut,
N
: banyaknya seluruh peserta tes.
Rentang nilai indeks tingkat kesukaran adalah 0 ≤ P ≤ 1. Tingkat kesukaran soal dari 0,3 sampai dengan 0,7 dipandang sebagai tingkat kesukaran yang memadai atau baik. Semakin tinggi nilai P maka semakin mudah suatu butir soal dan semakin rendah nilai P maka commit to usersemakin sukar butir soal tersebut
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(Budiyono, 2011: 30). Nilai P yang dipakai dalam penelitian ini adalah 0,3 ≤ P ≤ 0,7. c. Daya Beda Butir Soal Daya beda adalah pengukuran sejauh mana suatu butir soal mampu membedakan siswa yang pandai dan siswa yang kurang pandai berdasarkan kriteria tertentu. Suatu butir soal mempunyai daya beda baik jika kelompok siswa pandai menjawab benar butir soal lebih banyak daripada kelompok siswa tidak pandai. Indeks daya beda dicari dengan menggunakan rumus sebagai berikut: 𝐷=
𝐵𝑎 𝐵𝑏 − 𝑁𝑎 𝑁𝑏
dengan: D
: indeks daya beda butir soal,
𝐵𝑎
: banyaknya peserta tes pada kelompok atas yang menjawab benar,
𝑁𝑎
: banyaknya peserta tes pada kelompok atas,
𝐵𝑏
: banyaknya peserta tes pada kelompok bawah yang menjawab benar,
𝑁𝑏
: banyaknya peserta tes pada kelompok bawah.
Untuk mengelompokkan kelompok atas dan kelompok bawah dengan menggunakan metode mengurutkan terlebih dahulu dari nilai yang paling besar, kemudian membagi dua sama besar dari jumlah siswa yang telah diurutkan. Butir soal dikatakan mempunyai daya beda yang baik apabila indeks daya bedanya sama atau lebih dari 0,30 (Budiyono, 2011: 32). Sehingga nilai D yang dipakai pada penelitian ini adalah sama atau lebih dari 0,30. d. Uji Reliabilitas Dalam penelitian ini, uji reliabilitas instrumen tes menggunakan rumus KR20, sebagai berikut: 𝑟11 = dengan:
𝑛−1 𝑛
𝑠𝑡2 − 𝑝𝑖 𝑞𝑖 𝑠𝑡2
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
47 digilib.uns.ac.id
𝑟11 : koefisien reliabilitas instrumen, n
: banyaknya butir instrumen,
𝑠𝑡2 : variansi skor total yang diperoleh subjek uji coba, 𝑝𝑖
: proporsi banyaknya subjek yang menjawab benar pada butir ke-i,
𝑞𝑖 = 1- 𝑝𝑖 Instrumen tes dikatakan reliabel jika 𝑟11 > 0,7 (Budiyono, 2011: 16). Sehingga pada penelitian ini instrumen tes dikatakan reliabel jika 𝑟11 > 0,7. 2. Instrumen Angket AQ Siswa Angket dalam penelitian ini digunakan untuk menentukan AQ siswa. Adapun prosedur dalam penyusunannya adalah sebagai berikut. a. Menentukan kisi-kisi angket untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang indikator-indikator yang akan diukur. b. Menyusun angket AQ siswa dengan sejumlah pertanyaan sesuai dengan indikator yang terdapat dalam kisi-kisi. c. Menentukan cara pemberian skor untuk tiap-tiap alternatif jawaban disesuaikan dengan kriteria item. d. Mengujicobakan angket AQ siswa untuk menganalisis validitas dan reliabilitas instrumen angket yang akan digunakan. e. Tahap penetapan instrumen angket. Adapun analisis instrumen angket AQ siswa seperti yang dijabarkan di bawah ini. a. Uji Validitas Isi Validitas isi dari suatu instrumen biasanya dinilai oleh para pakar, sehingga validitas instrumen angket ini akan dilakukan oleh pakar (Budiyono, 2003: 65). Indikator yang dijadikan pedoman untuk mengukur validitas isi pada penelitian ini adalah (1) kesesuaian kisi-kisi angket, (2) pernyataan butir angket jelas, (3) pernyataan butir angket tidak memberikan makna ganda, (4) kesesuaian dengan indikator yang diukur, (3) pernyataan butir jelas dan dapat dipahami, dan (5) pernyataan butir angket tidak tergantung pada commit to user jawaban pernyataan butir angket yang lain. Instrumen angket dinyatakan
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
valid menurut validitas isi jika telah memenuhi semua kriteria yang ada dalam telaah validasi. b. Konsistensi Internal Butir Angket Konsistensi internal pada suatu tes, butir-butir seharusnya dapat mengukur hal yang sama dan menunjukkan kecenderungan yang sama. Konsistensi internal setiap butir dapat dilihat berdasarkan korelasi antar skor butir-butir tersebut dengan skor totalnya. Konsistensi internal butir ke-i dapat dihitung dengan menggunakan rumus korelasi produk dari Karl Pearson sebagai berikut: 𝑛
𝑟𝑥𝑦 = (𝑛
𝑋𝑌 − ( 𝑋)( 𝑌) 2
𝑋 2 − ( 𝑋) )(𝑛
2
𝑌 2 − ( 𝑌) )
dengan: rxy : indeks konsistensi internal untuk butir ke-i, n
: banyaknya subyek yang dikenai tes,
X
: skor untuk butir ke-i,
Y
: total skor.
Butir tes akan digunakan jika mempunyai indeks konsistensi internal rxy 0,3. Indeks konsistensi internal ini sering disebut daya pembeda (Budiyono, 2003: 65). Sehingga indeks konsistensi internal yang dipakai dalam penelitian ini adalah rxy 0,3. c. Uji Reliabilitas Dalam penelitian ini, uji reliabilitas angket AQ siswa menggunakan teknik Croncbach Alpha, dengan rumus sebagai berikut: 𝑟11
𝑛 = 𝑛−1
𝑠𝑖2 1− 2 𝑠𝑡
keterangan: 𝑟11 : koefisien reliabilitas instrumen, N
: banyaknya butir instrumen,
𝑠𝑖2 : variansi belahan butir ke-i; i = 1, 2, ..., k (k ≤ n) atau variansi butir kei; i=1, 2, 3 ... , n,
commit to user
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
𝑠𝑡2 : variansi skor total yang diperoleh subjek uji coba. Instrumen dikatakan reliabel jika 𝑟11 > 0,7 (Budiyono, 2011: 17-19). Sehingga pada penelitian ini instrumen angket dikatakan reliabel jika 𝑟11 > 0,7.
G. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama. Variabel penggunaan model pembelajaran diklasifikasikan menjadi kelompok eksperimen 1, kelompok eksperimen 2 dan kelompok kontrol. Variabel AQ siswa diklasifikasikan menjadi climber, camper dan quitter. Sebelum melakukan analisis variansi dilakukan uji persyaratan analisis. 1. Uji Prasyarat a. Uji Normalitas Populasi. Uji normalitas digunakan untuk menguji data tersebut memiliki sebaran normal atau tidak. Uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Lilliefors. Menurut Budiyono (2009: 170-171), prosedur metode Lilliefors adalah sebagai berikut. 1) Hipotesis: H0: Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal, H1: Sampel tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal, 2) Taraf signifikansi:α = 0,05 3) Statistik uji: L = maks 𝐹 𝑧𝑖 − 𝑆(𝑧𝑖 ) dengan: 𝐹 𝑧𝑖 : probabilitas kumulatif normal; P(Z zi); Z ~N(0,1), S(zi) : proporsi cacah Z ≤ zi terhadap seluruh cacah zi, 𝑧𝑖
: skor standar untuk X
𝑧𝑖
=
𝑋𝑖
commit user : data amatan ke-i; i= 1, 2,to…, n,
(𝑋 𝑖 −𝑋 ) 𝑠
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
𝑋
: rerata sampel,
s
: standar deviasi sampel,
s
=
n
: banyaknya sampel.
𝑛
𝑋 2 −( 𝑋)2 𝑛 (𝑛−1)
4) Daerah kritis; DK = 𝐿|𝐿 > 𝐿𝛼;𝑛 ; n adalah ukuran sampel. 5) Keputusan uji: H0 ditolak jika L terletak di daerah kritis. 6) Kesimpulan: a) sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal jika H0 diterima, b) sampel tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal jika H0 ditolak. b. Uji Homogenitas Variansi Populasi Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah populasi penelitian mempunyai variansi yang sama atau tidak antara kelompok eksperimen 1, kelompok eksperimen 2 dan kelompok kontrol. Untuk menguji homogenitas ini digunakan metode Bartlett dengan statistik uji Chi Kuadrat dengan prosedur sebagai berikut. 1) Hipotesis H0 ∶ 𝜎12 = 𝜎22 = 𝜎32 (variansi ketiga sampel berasal dari populasi yang homogen) H0 ∶ tidak semua variansi sama (variansi ketiga sampel berasal dari populasi yang tidak homogen) 2) Taraf signifikansi: α = 0,05 3) Statistik uji: 𝜒2 =
2,303 (𝑓 log RKG − 𝑐
dengan: χ2 ~χ2 (k − 1) c
1
= 1 + 3(𝑘−1)
1 𝑓𝑗
1 commit to user −𝑓 ;
𝑘 𝑗 =1
𝑓𝑗 log 𝑠𝑗2 )
51 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
f
𝑅𝐾𝐺 ∶ rerata kuadrat galat = fj
𝑘 𝑗 =1 𝑓𝑗
: derajat kebebasan untuk RKG = N-k = 𝑆𝑆𝑗 𝑓𝑗
,
: derajat kebebasan untuk sj2, fj= nj-1; j = 1, 2, 3,
sj2 : variansi sampel ke-j; j = 1, 2, 3, k
: banyaknya sampel,
N
: banyaknya seluruh nilai (ukuran),
nj
: banyaknya nilai (ukuran) sampel ke-j = ukuran sampel ke-j,
𝑆𝑆𝑗 : jumlah jumlah kuadrat deviasi data, 𝑆𝑆𝑗 =
𝑋𝑗2 −
4) Daerah kritis: DK = {χ2 | χ2 >χ2α; k –1}
( 𝑋𝑗 ) 𝑛𝑗
2
,
5) Keputusan uji: H0 ditolak jika χ2 terletak di daerah kritis. 6) Kesimpulan a) variansi populasi-populasi homogen jika H0 diterima, b) variansi populasi-populasi tidak homogen jika H0 ditolak. (Budiyono, 2009:174-176) 2. Uji Keseimbangan Uji keseimbangan digunakan untuk mengetahui ketiga kelompok dalam penelitian mempunyai kemampuan yang sama atau dalam keadaan seimbang sebelum eksperimen dilakukan. Adapun statistik uji yang digunakan adalah analisis variansi satu jalan dengan sel tak sama. Model untuk data populasi pada analisis variansi satu jalan dengan sel tak sama adalah: 𝑋𝑖𝑗 = 𝜇 + 𝛼𝑖 + 𝜀𝑖𝑗 dengan: 𝑋𝑖𝑗
: data amatan ke-j pada model pembelajaran ke-i,
𝜇
: rataan dari seluruh data pada populasi (rataan besar, grand mean),
𝜇𝑖
: rerata model pembelajaran ke-i,
𝛼𝑖
= 𝜇𝑖. − 𝜇 : efek model pembelajaran ke-i pada prestasi belajar matematika,
𝜀𝑖𝑗
: deviasi data 𝑋𝑖𝑗 terhadap rataan populasinya 𝜇𝑖𝑗 yang berdistribusi normal dengan rataan 0, commit to user
52 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
i = 1, 2, 3 : banyaknya model pembelajaran dengan 1 : model pembelajaran LC 5E disertai AfL; 2 : model pembelajaran LC 5E; 3 : model pembelajaran langsung, j = 1, 2, 3, …, ni : banyaknya data amatan. Adapun prosedur uji keseimbangan kemampuan awal matematika adalah sebagai berikut. a. Hipotesis H0 : 𝛼𝑖 = 0, untuk setiap i = 1, 2, 3 H1 : paling sedikit ada satu 𝛼𝑖 yang tidak sama dengan nol b. Taraf signifikasi :
= 0,05
c. Statistik uji: 𝐹 =
𝑅𝐾𝐴 𝑅𝐾𝐺
Pada analisis variansi satu jalan dengan sel tak sama didefinisikan besaran sebagai berikut: 𝐺2 1 = 𝑁 𝑋𝑖𝑗2
2 = 𝑖,𝑗
3 = 𝑗
𝑇𝑗2 𝑛𝑗
Jumlah Kuadrat: JKA = (3) – (1) JKG = (2) – (3) JKT = (2) – (1) Derajat Kebebasan : dkA= k – 1 dkG= N – k dkT= N -1 𝐽𝐾𝐴 to 𝐽𝐾𝐺 user Rataan Kuadrat: 𝑅𝐾𝐴 = 𝑑𝑘𝐴commit , 𝑅𝐾𝐺 = 𝑑𝑘𝐺
53 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Keterangan: k
: banyaknya perlakuan,
N
: banyaknya seluruh data,
G
: jumlah seluruh data,
𝑋𝑖𝑗2
: jumlah kuadrat masing-masing data pada baris ke-i dan kolom ke-j; i= 1; 2; 3; j= 1; 2; 3,
𝑇𝑗
: jumlah data perlakuan ke-j; j = 1, 2, 3,
𝑛𝑗
: banyak data masing-masing perlakuan,
𝐽𝐾𝐴 : jumlah kuadrat perlakuan, 𝐽𝐾𝐺 : jumlah kuadrat galat, 𝐽𝐾𝑇 : jumlah kuadrat total, dkA
: derajat kebebasan untuk JKA,
dkG : derajat kebebasan untuk JKG, dkT
: derajat kebebasan untuk JKT,
RKA : rataan kuadrat perlakuan, RKG : rataan kuadrat galat, d. Daerah kritis: 𝐷𝐾 = 𝐹 𝐹 > 𝐹𝛼 ;𝑘−1;𝑁−𝑘 , e. Keputusan uji: a) H0 ditolak jika harga statistik uji F berada di dalam daerah kritis (populasi mempunyai rataan yang tidak sama atau populasi tak seimbang), b) H0 diterima jika harga statistik uji F berada di luar daerah kritis (populasi mempunyai rataan yang sama atau populasi seimbang) (Budiyono, 2009: 197-198)
H. Uji Hipotesis Statistik 1. Analisis Variansi Dua Jalan dengan Sel Tak Sama Tujuan dari analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama adalah untuk menguji signifikansi efek 2 variabel bebas, yaitu model pembelajaran dan AQ siswa terhadap satu variabel terikat yaitu prestasi belajar matematika. Untuk pengujian hipotesis digunakan commit model data sebagai berikut: to user
54 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
𝑋𝑖𝑗𝑘 = 𝜇 + 𝛼𝑖 + 𝛽𝑗 + 𝛼𝛽
𝑖𝑗
+ 𝜀𝑖𝑗𝑘
dengan: 𝑋𝑖𝑗𝑘
: data amatan ke-k pada baris ke-i dan kolom ke-j,
𝜇
: rataan dari seluruh data (rataan besar, grand mean),
𝜇𝑖.
: rataan pada baris ke-i,
𝜇.𝑗
: rataan pada kolom ke-j,
𝜇𝑖𝑗
: rataan pada baris ke-i dan kolom ke-j,
𝛼𝑖
= 𝜇𝑖. − 𝜇 : efek model pembelajaran ke-i pada prestasi belajar matematika,
𝛽𝑗 𝛼𝛽
= 𝜇.𝑗 − 𝜇 : efek AQ siswa ke-j pada prestasi belajar matematika, 𝑖𝑗
= 𝜇𝑖𝑗 − (𝜇 + 𝛼𝑖 + 𝛽𝑗 ) : interaksi model pembelajaran ke-i dan AQ siswa ke-j pada prestasi belajar matematika,
𝜀𝑖𝑗𝑘
: deviasi data
𝑋𝑖𝑗𝑘
terhadap rataan populasinya
𝜇𝑖𝑗
yang
berdistribusi normal dengan rataan 0, i = 1, 2, 3 : banyaknya baris, dengan, 1 : model pembelajaran LC 5E disertai AfL, 2 : model pembelajaran LC 5E, 3 : model pembelajaran langsung, j = 1, 2, 3 : banyaknya kolom, dengan, 1: AQ siswa tergolong climber, 2: AQ siswa tergolong camper, 3: AQ siswa tergolong quitter, k = 1, 2, ..., nij ; dengan nij : cacah data amatan pada setiap sel ij. Prosedur dalam pengujian dengan menggunakan analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama adalah sebagai berikut.
commit to user
55 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a. Hipotesis 1) H0A
: 𝛼𝑖 = 0 untuk setiap i (tidak ada perbedaan pengaruh pemberian model pembelajaran matematika terhadap prestasi belajar matematika)
H1A
: paling sedikit ada satu 𝛼𝑖 yang tidak nol (ada perbedaan efek pengaruh
pemberian
model
pembelajaran
matematika
terhadap prestasi belajar matematika) : 𝛽𝑗 = 0 untuk setiap j (tidak ada perbedaan pengaruh AQ
2) H0B
siswa terhadap prestasi belajar matematika) H1B
: paling sedikit ada satu 𝛽𝑗 yang tidak nol (ada perbedaan pengaruh AQ siswa terhadap prestasi belajar matematika)
3) H0AB
:
(𝛼𝛽)𝑖𝑗 = 0 untuk setiap pasang ij (tidak terdapat interaksi
antara model pembelajaran matematika LC 5E dengan bebasis AfL, LC 5E dan langsung dengan kategori AQ siswa terhadap prestasi belajar matematika) H1AB
: paling sedikit ada satu (𝛼𝛽)𝑖𝑗 yang tidak nol (terdapat interaksi antara model pembelajaran matematika LC 5E disertai AfL, LC 5E dan langsung dengan kategori AQ siswa terhadap prestasi belajar matematika),
b. Taraf siginifikansi: 𝛼 = 0,05 c. Statistik uji: 𝐹𝑎 =
𝑅𝐾𝐴 , 𝑅𝐾𝐺
𝐹𝑏 =
𝑅𝐾𝐵 , 𝑅𝐾𝐺
𝐹𝑎𝑏 =
𝑅𝐾𝐴𝐵 𝑅𝐾𝐺
Pada analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama didefinisikan notasi-notasi sebagai berikut. nij
: ukuran sel ij (sel pada baris ke–i dan kolom ke-j) atau cacah data amatan pada sel ij atau frekuensi sel ij,
𝑛ℎ
: rataan harmonik frekuensi seluruh sel, commit to user
56 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pq 1 i , j nij
𝑛ℎ =
SS ij X ijk 2
( X ijk ) 2
N=
nij
n
ij
i, j
ABij
: rataan pada sel ij,
N
: jumlah seluruh data amatan,
SSij
: jumlah kuadrat deviasi data amatan pada sel ij,
Ai = ABij
: jumlah rataan pada baris ke-i,
j
Bj= ABij
: jumlah rataan pada kolom ke-j,
i
G = ABij
: jumlah rataan semua sel,
i, j
Untuk memudahkan perhitungan, didefinisikan besar-besaran (1), (2), (3), (4), (5) adalah sebagai berikut.
G2 (1) = pq
2
A (3) = i q i
(2) = SSij
(4) =
i, j
j
Bj
(5) =
AB
2 ij
i, j 2
p
Pada analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama terdapat lima jumlah kuadrat sebagai berikut. JKA
= n h {(3) – (1)}
JKG
= (2)
JKB
= n h {(4) – (1)}
JKT
= JKA+JKB+JKAB+JKG
JKA
= n h {(1)+(5) – (3) – (4)}
dengan: JKA
: jumlah kuadrat baris
JKB
: jumlah kuadrat kolom
JKAB
: jumlah kuadrat interaksi antara baris dan kolom
JKG
: Jumlah kuadrat galat
JKT
: Jumlah kuadrat total
Derajat kebebasan untuk masing-masing jumlah kuadrat tersebut adalah commit to user sebagai berikut.
57 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dkA = p-1 dkB = q-1 dkT
= N -1
dkG = N – pq 𝐽𝐾𝐴
𝑅𝐾𝐴𝐵 = 𝑑𝑘𝐴𝐵
𝐽𝐾𝐴𝐵
𝐽𝐾𝐵
𝑅𝐾𝐺 =
𝑅𝐾𝐴 = 𝑑𝑘𝐴 𝑅𝐾𝐵 =
𝑑𝑘𝐵
𝐽𝐾𝐺 𝑑𝑘𝐺
d. Daerah kritis: 1) daerah kritis Fa adalah DK = 𝐹 𝐹 > 𝐹𝛼;𝑝−1,𝑁−𝑝𝑞 2) daerah kritis Fb adalah DK= 𝐹 𝐹 > 𝐹𝛼 ;𝑞−1,𝑁−𝑝𝑞 3) daerah kritis Fab adalah DK = 𝐹 𝐹 > 𝐹𝛼; 𝑝−1
(𝑞−1),𝑁−𝑝𝑞
e. Keputusan uji: 1) H0 ditolak jika Fa terletak di daerah kritis, 2) H0 ditolak jika Fb terletak di daerah kritis, 3) H0 ditolak jika Fab terletak di daerah kritis, f. Rangkuman analisis Tabel 3.3 Tabel Rangkuman Analisis Uji Anava Sumber
JK
dk
Baris (A) Kolom (B) Interaksi (AB) Galat (G) Total
JKA JKB JKAB JKG JKT
p-1 q-1 (p-1)(q-1) N – pq N-1
RK
F
Ftabel
RKA Fa 𝐹𝛼;𝑝−1,𝑁−𝑝𝑞 RKB Fb 𝐹𝛼;𝑝−1,𝑁−𝑝𝑞 RKAB Fab 𝐹𝛼 ; 𝑝−1 (𝑞−1),𝑁−𝑝𝑞 RKG Sumber: Budiyono, 2009:228-231
2. Uji Komparasi Ganda Apabila hasil analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama menunjukkan H0 ditolak, maka dilakukan uji komparasi ganda dengan metode Scheffe. Tujuan utama dari uji komparasi ganda pasca anava adalah untuk mengetahui perbedaan rerata pada tiap baris, tiap kolom, dan tiap pasangan sel. Menurut Budiyono (2009: 215), prosedur uji komparasi ganda adalah sebagai berikut. a. Mengidentifikasi semua pasangan komparasi rerata yang ada. commit to user b. Merumuskan hipotesis nol yang sesuai dengan komparasi tersebut.
58 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Mencari harga statistik uji F dengan menggunakan rumus: 1) komparasi baris ke-i dan baris ke-j (komparasi rerata antar baris) Hipotesis yang diuji adalah H0 : 𝜇𝑖. = 𝜇𝑗 . , H1 : 𝜇𝑖. ≠ 𝜇𝑗 . Uji Scheffe’ untuk rerata antar baris: 𝐹𝑖.−𝑗 . =
X
i ..
X
2
j.
1 1 RKG n i. n j .
daerah kritis untuk uji ini adalah DK = {F│𝐹> p 1F ; p 1, N pq , 2) komparasi baris ke-i dan kolom ke-j (komparasi rerata antar kolom) Hipotesis yang diuji adalah H0 : 𝜇.𝑖 = 𝜇.𝑗 , H1 : 𝜇.𝑖 ≠ 𝜇.𝑗 Uji Scheffe’ untuk rerata antar kolom: 𝐹.𝑖−.𝑗 =
X
.i
X .j
2
1 1 RKG n .i n. j
daerah kritis untuk uji ini adalah DK ={F│𝐹> q 1F ;q 1, N pq , 3) komparasi sel ke-ij dan ke-ik (komparasi rerata antar sel pada baris yang sama) Hipotesis yang diuji adalah H0 : 𝜇𝑖𝑗 = 𝜇𝑖𝑘 , H1 : 𝜇𝑖𝑗 ≠ 𝜇𝑖𝑘 Uji Scheffe’ untuk rerata antar sel pada baris yang sama:
Fij ik
X
ij
X ik
2
1 1 RKG n ij nik
daerah kritis untuk uji adalah DK ={F│F > pq 1F ; pq1, N pq 4) komparasi sel ke-ij dan ke-kj (komparasi rerata antar sel pada kolom yang sama) Hipotesis yang diuji adalah H0 : 𝜇𝑖𝑗 = 𝜇𝑘𝑗 , H0 : 𝜇𝑖𝑗 ≠ 𝜇𝑘𝑗 Uji Scheffe’ untuk rerata antar sel pada kolom yang sama: commit to user
59 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Fij kj
X
ij
X kj
2
1 1 RKG n ij nkj
daerah kritis untuk uji adalah DK= {F│F> pq 1F ; pq1, N pq , keterangan: Fi.-j.
: nilai Fobs pada perbandingan baris ke-i dan baris ke-j,
F.i-.j
: nilai Fobs pada perbandingan kolom ke-i dan kolom ke-j,
Fij-ik : nilai Fobs pada perbandingan rataan sel ke-ij dan sel ke-ik, Fij-ik : nilai Fobs pada perbandingan rataan sel ke-ij dan sel ke-ik, RKG : rerata kuadrat galat,yang diperoleh dari perhitungan analisis variansi,
X i.
: rerata pada baris ke-i,
X .j
: rerata pada kolom ke-j,
X ij
: rerata pada sel ij,
X ik
: rerata pada sel ik,
𝑋𝑘𝑗
: rerata pada sel kj,
ni
: ukuran sampel baris ke-i,
n.j
: ukuran sampel kolom ke-j,
nij
: ukuran sampel sel ke-ij,
nik
: ukuran sampel sel ke-ik,
nkj
: ukuran sel ke-kj,
Setelah uji komparasi di atas, selanjutnya menentukan keputusan uji (beda rerata) untuk setiap pasang komparasi rerata dan menyusun rangkuman analisis (komparasi ganda). (Budiyono, 2009: 215-217)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini diuraikan tentang hasil penelitian yang telah dilakukan pada bulan April sampai dengan bulan Juni 2014 di SMP Negeri 1 Gatak, SMP Negeri 1 Bendosari dan SMP Negeri 2 Grogol. Hasil penelitian mencakup data hasil uji coba instrumen, deskripsi data kemampuan awal, deskripsi data penelitian, persyaratan analisis, pengujian hipotesis dan pembahasan hasil penelitian.
A. Hasil Uji Coba Instrumen 1. Tes Prestasi Belajar Matematika a. Uji Validitas Instrumen Tes Prestasi Belajar Matematika Uji validitas isi untuk uji coba tes prestasi belajar matematika dilakukan
oleh
lham
R.
Arvianto,
M.Pd
dosen
di
Universitas
Muhammadiyah Surakarta (UMS), Ikhsan Dwi Setyono, M.Pd dosen di Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), dan Maryono, S.Pd guru matematika di SMP Negeri 1 Bendosari. Hasil validitas isi menunjukkan bahwa instrumen penelitian yang berupa tes prestasi belajar matematika yang berbentuk pilihan ganda sebanyak 30 butir soal telah dipenuhi karena adanya kesesuaian antara kisi-kisi soal pada Lampiran 4.1 yang dibuat dengan butir soal yang diuji coba. Hasil validitas isi selengkapnya ditunjukkan pada Lampiran 4.4. Setelah dilakukan uji validitas isi kemudian dilanjutkan uji coba instrumen tes untuk mengetahui apakah butir-butir soal yang disusun merupakan butir soal yang baik atau tidak. b. Uji Tingkat Kesukaran Butir Soal Setelah instrumen diujicobakan selanjutnya dilakukan uji tingkat kesukaran. Hasil perhitungan tingkat kesukaran menunjukkan dari 30 item soal diperoleh 3 item soal yang tidak digunakan yaitu item soal nomor 2, 8, dan 16 karena tidak memenuhi kriteria butir soal yang baik yaitu tingkat kesukarannya 0,3 ≤ P ≤ 0,7. Sedangkan item soal yang lain memenuhi kiteria tersebut. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4.5. commit to user
60
perpustakaan.uns.ac.id
61 digilib.uns.ac.id
c. Uji Daya Pembeda Butir Soal Hasil pengujian daya beda butir soal menunjukkan bahwa dari 30 butir soal terdapat 5 item soal yang mempunyai daya beda kurang dari 0,3 yaitu untuk item soal nomor 2 mempunyai indeks daya beda 0,206, item soal nomor 8 mempunyai daya beda 0,026, item soal nomor 16 mempunyai indeks daya beda 0,029, item soal nomor 24 mempunyai indeks daya beda 0,118, dan item soal nomor 26 mempunyai indeks daya beda 0,029. Sedangkan sisanya sebanyak 25 butir soal yang dinyatakan baik dapat dipertimbangkan untuk digunakan sebagai instrumen tes prestasi belajar matematika. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4.5. d. Penetapan Instrumen Tes Prestasi Belajar Dari uraian di atas tentang hasil uji coba instrumen tes prestasi belajar, maka dapat disimpulkan bahwa dari 30 soal pilihan ganda tersebut, setelah melalui proses validitas isi, uji tingkat kesukaran dan uji daya beda butir soal terdapat 5 butir soal yang tidak sesuai dengan kriteria yang telah peneliti tetapkan. Lima butir soal tersebut harus dibuang yaitu nomor 2, 8, 16, 24, dan 26 sehingga hanya 25 butir soal tes yang dinyatakan sesuai dengan kriteria. e. Uji Reliabilitas Tes Prestasi Uji reliabilitas pada penelitian ini untuk menghitung indeks reliabilitas menggunakan rumus Kuder Richardson 20 (KR-20). Dari penetapan instrumen tes terdapat 25 butir soal yang dipakai dan diperoleh indeks reliabilitas instrumen adalah r11= 0,7859. Karena indeks reliabilitas instrumen lebih dari 0,7 maka instrumen tes tersebut dikatakan reliabel. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4.6. 2. Angket Adversity Quotient a. Validitas Isi Angket Angket Adversity Quotient siswa yang diujicobakan sebanyak 50 butir pernyataan. Selanjutnya angket tersebut dilakukan uji validitas isi commit angket oleh para pakar. Para pakartoiniuser terdiri dari 3 orang yaitu Puspitasari
62 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dwiariani, M.Psi yang merupakan ahli psikologi di RSUD Boyolali, Deni Herbyanti, S.Psi, M.Psi yang merupakan Psikolog dari RSUD Simo Boyolali, dan Kliwon, M.Psi, Psikolog dari Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Daksa Surakarta. Setelah dilakukan uji validitas oleh para validator untuk melakukan revisi baik dari penggunaan bahasa, istilah kemudian penyesuaian dengan indikator yang akan dicapai pada setiap item angket sehingga angket dapat digunakan untuk penelitian karena telah memenuhi semua kriteria penelahaan uji validitas. Uji validitas angket Adversity Quotientsiswa selengkapnya disajikan pada Lampiran 5.3. b. Uji Konsistensi Internal Butir Angket Adversity Quotient Perhitungan konsistensi internal angket, digunakan rumus korelasi product moment, hasilnya dari 50 butir angket yang diuji diperoleh 41 butir angket yang memenuhi konsistensi internal dengan nilai rxy ≥ 0,3. Karena hanya dibutuhkan 40 butir angket maka butir angket yang mempunyai indeks konsistensi terkecil tidak digunakan yaitu pada butir angket nomor 40. Perhitungan selengkapnya disajikan dalam Lampiran 5.4. c. Penetapan Instrumen Angket Setelah dilakukan validasi, konsistensi internal, dan reliabilitas terhadap angket Adversity Quotient siswa sehingga diperoleh 40 item angket Adversity Quotient yang digunakan untuk penelitian. d. Uji Reliabilitas Angket Dengan menggunakan rumus Alpha dari Cronbach diperoleh hasil perhitungan indeks reliabilitas dari 40 butir instrumen angket Adversity Quotientsiswa sebesar 0,855. Indeks reliabilitas angket Adversity Quotientsiswa ini lebih dari 0,70 sehingga instrumen dikatakan reliabel. Perhitungan selengkapnya disajikan pada Lampiran 5.5. B. Deskripsi Data Kemampuan Awal Data kemampuan awal siswa diambil dari nilai matematika pada rapor semester 1 kelas 8 tahun ajaran 2013/2014 dan disajikan pada Lampiran 1.2. Data to user yaitu kelompok eksperimen 1, tersebut dikelompokkan menjadicommit 3 kelompok
63 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kelompok eksperimen 2 dankelompok kontrol. Dari data kemampuan awal siswa diperoleh ukuran tendensi sentral yang meliputi rata-rata ( X ), median (Me) dan modus (Mo), serta ukuran penyebaran dispersi yang meliputi data minimum (Min), data Maksimum (Maks), Jangkauan (R), dan simpangan baku (s). Deskripsi data kemampuan awal siswa disajikan pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Hasil Deskripsi Data Kemampuan Awal Siswa Kelas
n
Eksperimen 1 Eksperimen 2 Kontrol
94 93 92
Uk. Tendensi Sentral Mo Me X 71,50 76 71 72,78 77 73 71,89 75 73
Min 60 60 60
Uk. Dispersi Maks R 90 30 91 31 95 35
s 7,45 7,77 7,91
Selanjutnya pada data kemampuan awal siswa dilakukan uji normalitas populasi, uji homogenitas variansi populasi, dan uji keseimbangan. 1. Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sampel yang diambil berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Hasil uji normalitas dengan taraf signifikansi 5% pada masing-masing sampel disajikan pada Tabel 4.2. Tabel 4.2 Hasil Uji Normalitas Kemampuan Awal Siswa No
Kelas
1
Eksperimen 1
0,8850 94 0,0914
Keputusan Uji H0 diterima
2
Eksperimen2
0,0728 93 0,0919
H0 diterima
Normal
3
Kontrol
0,0871 92 0,0924
H0 diterima
Normal
Lobs
n
L(0,05;n)
Keterangan Normal
Berdasarkan Tabel 4.2 untuk masing-masing sampel diperoleh Lobs ∉ DK sehingga H0 diterima. Hal ini berarti masing-masing sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2.1. 2. Uji Homogenitas Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah sampel berasal dari populasi yang homogen.Uji homogenitas variansi dilakukan dengan commit to user menggunakan metode Bartlett. Hasil uji homogenitas variansi kemampuan
64 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2 awal untuk ketiga sampel diperoleh nilai obs = 0,329. Sedangkan daerah
2 2 kritisnya adalah DK = {𝜒 2 | 𝜒 2 > 𝜒0,05;2 }. Karena nilai 𝜒0,05;2 = 5,991 dengan 2 demikian nilai obs ∉ DK sehingga H0 diterima. Hal ini dapat ditarik
kesimpulan bahwa ketiga sampel berasal dari populasi yang variansinya sama (homogen). Perhitungan selengkapnya disajikan pada Lampiran 2.2. 3. Uji Keseimbangan Uji keseimbangan dilakukan untuk mengetahui apakah masing-masing sampel dalam keadaan seimbang. Uji keseimbangan dilakukan menggunakan uji anava satu jalan dengan sel tak sama. Rangkuman hasil uji keseimbangan ketiga model pembelajaran disajikan pada Tabel 4.4. Tabel 4.3 Rangkuman Uji Keseimbangan Kemampuan Awal Sumber JK dk RK Fobs F(0,05;2;279) Keputusan Model 80,97 2 40,4854 0,68 3,03 H0 diterima Pembelajaran Galat 16422,11 276 59,5004 Total 16503,08 278
Dari perhitungan uji keseimbangan diperoleh Fobs = 0,68, karena daerah kritik untuk F adalah DK ={F|F>F(0,05;2;279)} berarti Fobs ∉ DK sehingga H0 diterima. Hasil tersebut menujukkan bahwa kelas eksperimen dan kelas kontrol berasal dari populasi yang mempunyai kemampuan awal sama (seimbang). Perhitungan selengkapnya disajikan pada Lampiran 2.3. C. Deskripsi Data Penelitian 1. Data Prestasi Belajar Siswa Data prestasi belajar matematika siswa diperoleh setelah diberikan perlakuan yaitu kelompok eksperimen 1 dengan model pembelajaran LC 5E disertai AfL, kelompok eksperimen 2 dengan model pembelajaran LC 5E dan kelompok kontrol dengan model pembelajaran langsung. Hasilnya terlihat pada Tabel 4.5.
commit to user
65 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4.4 Deskripsi Prestasi Belajar Mtematika Siswa Kelas
n
LC 5E disertai AfL LC 5E Langsung
94 93 92
Uk. Tendensi Sentral
X 71,36 63,35 58,82
Mo 76 68 60
Me 72 64 60
Uk. Dispersi Min 40 44 36
Maks 92 88 88
R 52 44 52
s 10,23 10,77 11,49
Perhitungan selengkapnya dari Tabel 4.5 dapat dilihat pada Lampiran 6. 2. Data Adversity Quotient Siswa Data Adversity Quotient siswa yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari hasil penyebaran angket Adversity Quotient kepada siswa. Data AQ siswa selanjutnya dikelompokkan menjadi 3 kategori yaitu climber, camper, quitter dengan ketentuan sesuai pada Bab 2. Hasil penyebaran angket menunjukkan bahwa pada kelompok eksperimen 1 terdapat 30 siswa yang termasuk climber, 47 siswa termasuk camper, dan 17 siswa termasuk quitter. Pada kelompok eksperimen 2 terdapat 27 siswa termasuk climber, 30 siswa termasuk camper, dan 36 siswa termasuk quitter. Sedangkan pada kelompok kontrol terdapat 29 siswa termasuk climber, 29 siswa termasuk camper, dan 34 siswa termasuk quitter. Rangkuman AQ siswa pada kelompok eksperimen 1, kelompok eksperimen 2 dan kelompok kontrol dapat dilihat pada Tabel 4.6. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 6. Tabel 4.5 DeskripsiData AQ Siswa pada Masing-masing Model Pembelajaran Adversity Quotient Total climber camper quitter LC 5E disertai AfL 30 47 17 94 LC 5E 27 30 36 93 Langsung 29 29 34 92 Model
D. Analisis Data Penelitian Sebelum dilakukan uji hipotesis menggunakan uji analisis variansi, perlu dilakukan terlebih dahulu uji normalitas populasi dan uji homogenitas variansi populasi sebagai persyaratan untuk uji analisis variansi. commit to user
66 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1. Uji Normalitas Uji normalitas pada penelitian ini menggunakan uji Lilliefors yang dilakukan terhadap 19 sampel. Rangkuman uji normalitas dengan tingkat signifikansi 5% disajikan pada Tabel 4.7, sedangkan perhitungan uji normalitas populasi selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 7.1.
Tabel 4.6 Rangkuman Uji Normalitas Data Prestasi Belajar Matematika No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Kelompok Sampel LC 5E disertai AfL LC 5E Langsung Climber Camper Quitter LC 5E disertai AfL dengan AQ Climber LC 5E disertai AfL dengan AQ Camper LC 5E disertai AfL dengan AQ Quitter LC 5E dengan AQ Climber LC 5E dengan AQ Camper LC 5E dengan AQ Quitter Langsung dengan AQ Climber Langsung dengan AQ Camper Langsung dengan AQ Quitter
Lobs n Ltabel 0,0791 94 0,0914 0,0861 93 0,0919 0,0898 92 0,0924 0,0766 86 0,0955 0,0691 106 0,0861 0,0919 87 0,0950
Kep Uji H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima
Ket Normal Normal Normal Normal Normal Normal
0,1282
30
0,1618
H0 diterima
Normal
0,1086
47
0,1292
H0 diterima
Normal
0,1168
17
0,2149
H0 diterima
Normal
0,1406
27
0,1705
H0 diterima
Normal
0,1190
30
0,1618
H0 diterima
Normal
0,1429
36
0,1477
H0 diterima
Normal
0,1336
29
0,1645
H0 diterima
Normal
0,1221
29
0,1645
H0 diterima
Normal
0,1089
34
0,1520
H0 diterima
Normal
Berdasarkan Tabel 4.7 pada masing-masing kelompok sampel diperoleh Lobs ∉ DK sehingga H0 diterima. Ini berarti data masing-masing sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Perhitungan selengkapnya pada Lampiran 7.1. 2. Uji Homogenitas Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah sampel berasal dari populasi yang mempunyai variansi sama. Uji homogenitas variansi populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji Bartlett dengan taraf commit to user
67 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
signifikansi 5%. Rangkuman hasil penelitian untuk uji homogenitas disajikan pada Tabel 4.8. Tabel 4.7 Rangkuman Uji Homogenitas Variansi Kelompok
k
2 obs
(20,05;2 )
Keputusan
Kesimpulan
Model Pembelajaran AQ Siswa LC 5E disertai AfL dan Ketiga AQ siswa LC 5E dan Ketiga AQ siswa Langsung dan Ketiga AQ siswa Climber dan Ketiga Model Pembelajaran Camper dan Ketiga Model Pembelajaran Quitter dan Ketiga Model Pembelajaran
3 3
1,247 4,877
5,991 5,991
H0 diterima H0 diterima
Homogen Homogen
3
1,360
5,991
H0 diterima
Homogen
3
3,026
5,991
H0 diterima
Homogen
3
1,091
5,991
H0 diterima
Homogen
3
3,861
5,991
H0 diterima
Homogen
3
3,817
5,991
H0 diterima
Homogen
3
3,061
5,991
H0 diterima
Homogen
Berdasarkan Tabel 4.8 pada masing-masing kelompok sampel 2 diperoleh obs ∉ DK sehingga H0 diterima. Hal ini berarti bahwa data pada
masing-masing
sampel
mempunyai
variansi
yang
sama
(homogen).
Perhitungan selengkapnya pada Lampiran 7.2. 3. Analisis Variansi Dua Jalan dengan Sel Tak Sama Tujuan dari analis variansi dua jalan adalah untuk menguji signifikansi efek dua variabel bebas yaitu model pembelajaran dan AQ siswa terhadap satu variabel terikat yaitu prestasi belajar matematika, serta untuk menguji signifikansi interaksi kedua variabel bebas tersebut terhadap variabel terikat. Hasil analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama disajikan pada Tabel 4.9. Perhitungan selengkapnya disajikan pada Lampiran 7.3. Tabel 4.8 Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan dengan Sel Tak Sama Sumber JK dk RK Fobs Model Pembelajaran (A) 5461,31 2 2730,66 27,53 Adversity Quotient (B) 4272,79 2 2136,39 21,54 Interaksi 1385,82 4 346,46 3,49 Galat 26776,08 270 99,17 commit to user Total 37896 278
Fα 3,03 3,03 2,41
Keputusan H0A ditolak H0B ditolak H0AB ditolak
perpustakaan.uns.ac.id
68 digilib.uns.ac.id
Berdasarkan dari hasil perhitungan yang disajikan pada Tabel 4.9 terlihat bahwa: a. Pada efek utama baris (A) H0A ditolak. Hal ini berarti tedapat perbedaan efek antara model pembelajaran LC 5E disertai AfL, model pembelajaran LC 5E dan model pembelajaran langsung terhadap prestasi belajar matematika siswa pada materi prisma dan limas. b. Pada efek utama (B) H0Bditolak. Hal ini berarti tedapat perbedaan efek antar kategori AQ siswa climber, camper, dan quitter terhadap prestasi belajar matematika siswa pada materi prisma dan limas. c. Pada efek utama interaksi (AB) H0AB ditolak. Hal ini berarti terdapat interaksi antara model pembelajaran dengan AQ siswaterhadap prestasi belajar matematika siswa pada materi prisma dan limas. 4. Uji Lanjut Pasca Anava Berdasarkan hasil analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama diperoleh H0A, H0B, dan HAB ditolak, sehingga perlu dilakukan uji lanjut untuk mengetahui perbedaan rerata antar baris, antar kolom, antar sel pada baris yang sama, dan antar sel pada kolom yang sama. Sebelum melihat hasil komparasi antar baris, dan komparasi antar kolom terlebih dahulu disajikan rangkuman rerata sel dan rerata marginalnya. Tabel 4.9 Rangkuman Rerata Sel dan Rerata Marginal Model Adversity Quotient Rerata Pembelajaran Climber Camper Quitter Marjinal LC 5E disertai AfL 76,93 70,98 62,59 71,36 LC 5E 71,41 60,53 59,67 63,35 Langsung 60,69 58,90 57,41 58,91 Rerata Marjinal 69,72 64,72 59,36
a. UJi Komparasi Rerata Antar Baris Pada efek utama H0A ditolak berarti terdapat perbedaan efek antar model pembelajaran terhadap prestasi belajar siswa sehingga dilakukan uji lanjut pasca anava. Uji lanjut pasca anava yang dilakukan adalah uji komparasi rerata antar baris. Berikut rangkuman uji komparasi rerata antar commit to user baris.
69 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4.10 Rangkuman Hasil Uji Komparasi Antar Baris H0
Fobs
2F(0,05;2;279)
Keputusan Uji
1. = 2.
30,22
6,06
H0 ditolak
1. = 3.
9,20
6,06
H0 ditolak
2. = 3 .
72,65
6,06
H0 ditolak
Hasil perhitungan pada Tabel 4.11 menunjukkan bahwa: 1) Pada uji hipotesis H0: 1. = 2. diperoleh F1.−2.= 30,22∈ DK = 𝐹|𝐹 > 2𝐹(0,05;2;279) sehingga H0 ditolak. Hal ini berarti prestasi belajar siswa
yang dikenai model pembelajaran LC 5E disertai AfL berbeda dengan prestasi belajar siswa yang dikenai model pembelajaranLC 5E pada materi prisma dan limas. Berdasarkan perhitungan rerata marginalnya, siswa yang dikenai model pembelajaran LC 5E disertai AfL memiliki rerata marginal 71,36, sedangkan siswa yang dikenai dengan model pembelajaran LC 5E memiliki rerata marginal 63,35. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran LC 5E disertai AfL memberikan prestasi belajar yang lebih baik daripada model pembelajaran LC 5E. 2) Pada uji hipotesis H0: 1. = 3. diperoleh F2.−3.=9,20 ∈ DK = 𝐹|𝐹 > 2𝐹(0,05;2;279) sehingga H0 ditolak. Hal ini berarti prestasi belajar siswa
yang dikenai model pembelajaran LC 5E berbeda dengan prestasi belajar siswa yang dikenai model pembelajaran langsung. Berdasarkan perhitungan
rerata
marginalnya,
siswa
yang
dikenai
model
pembelajaran LC 5E memiliki rerata marginal 63,35, sedangkan kelompok yang dikenai model pembelajaran langsung memiliki rerata marginal 58,91. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model pembelajaranLC 5E memberikan prestasi belajar yang lebih baik dari model pembelajaran langsung. 3) Pada uji hipotesis H0: 2. = 3. diperoleh F1.−3.= 72,65 ∈ DK = 𝐹|𝐹 > 2𝐹(0,05;2;279) sehingga H0 ditolak. Hal ini berarti prestasi belajar siswa
yang dikenai dengan model pembelajaran LC 5E disertai AfL berbeda commit to user dengan prestasi belajar siswa yang dikenai model pembelajaran
70 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
langsung. Berdasarkan perhitungan rerata marginalnya, siswa yang dikenai model pembelajaran LC 5E disertai AfL memiliki rerata marginal 71,36, sedangkan siswa yang dikenai model pembelajaran langsung memiliki rerata marginal 58,91. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran LC 5E disertai AfL memberikan prestasi belajar yang lebih baik daripada model pembelajaran langsung. b. Uji Komparasi Rerata Antar Kolom Pada efek utama H0B ditolak berarti terdapat perbedaan efek antara kategori AQ siswa terhadap prestasi belajarnya sehingga dilakukan uji lanjutpasca anava. Uji lanjut yang dilakukan adalah komparasi rerata antar kolom. Pada Tabel 4.12 disajikan rangkuman uji komparasi antar kolom. Tabel 4.11 Rangkuman Hasil Uji Komparasi Antar Kolom H0
Fobs
2F(0,05;2;279)
Keputusan Uji
.1 = .2
11,99
6,03
H0 ditolak
.1 = .3
13,84
6,03
H0 ditolak
.2 = .3
46,84
6,03
H0 ditolak
Hasil perhitungan pada Tabel 4.12 menunjukkan bahwa: 1) Pada uji hipotesis H0: .1 = .2 diperoleh F.1−.2 = 11,99 ∈ DK= 𝐹|𝐹 > 2𝐹(0,05;2;279) sehingga H0 ditolak. Hal ini berarti prestasi belajar siswa
kategori climber berbeda dengan prestasi belajar siswa kategori camper. Berdasarkan perhitungan rerata marginalnya, prestasi belajar siswa kategori climber memiliki rerata marginal 69,72, sedangkan prestasi belajar siswa kategori camper memiliki rerata marginal 64,72. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa siswa kategori climber mempunyai prestasi belajar yang lebih baik dari siswa kategori camper. 2) Pada uji hipotesis H0: .1 = .3 diperoleh F.2−.3 = 13,84 ∈ DK = 𝐹|𝐹 > 2𝐹(0,05;2;279) sehingga H0 ditolak. Hal ini berarti prestasi belajar siswa
dengan kategori camper berbeda dengan prestasi belajar siswa kategori quitter. Berdasarkan perhitungan rerata marginalnya, prestasi belajar commit to user
71 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
siswa kategori camper memiliki rerata marginal 64,72 sedangkan prestasi belajar siswa quitter memiliki rerata marginal 62,44. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa siswa kategori camper mempunyai prestasi belajar yang lebih baik dari siswa kategori quitter. 3) Pada uji hipotesis H0: .2 = .3 diperoleh F.1−.3 = 46,84 ∈ DK = 𝐹|𝐹 > 2𝐹(0,05;2;279)
sehingga H0 diterima. Hal ini berarti prestasi belajar
siswa dengan kategori climber berbeda dengan prestasi belajar siswa kategori quitter. Berdasarkan perhitungan rerata marginalnya, prestasi belajar siswa kategori climber memiliki rerata marginal 69,72 sedangkan prestasi belajar siswa quitter memiliki rerata marginal 62,44. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa siswa kategori climber mempunyai prestasi belajar yang lebih baik dari siswa kategori quitter. c. Uji Komparasi Rerata Antar Sel pada Baris yang Sama Tabel 4.12 Hasil Uji Komparasi Rerata Antar Sel pada Baris yang Sama H0
Fobs
8F0,05;9;270
Keputusan Uji
μ11 = μ12
16,98
15,32
H0 ditolak
μ12 = μ13
33,92
15,32
H0 ditolak
μ11 = μ13
89,74
15,32
H0 ditolak
μ21 = μ22
56,61
15,32
H0 ditolak
μ22 = μ23
0,36
15,32
H0 diterima
μ21 = μ23
60,11
15,32
H0 ditolak
μ31 = μ32
1,54
15,32
H0 diterima
μ32 = μ33
1,06
15,32
H0 diterima
μ31 = μ33
4,69
15,32
H0 diterima
Hasil perhitungan pada Tabel 4.13 menunjukkan bahwa: 1) Pada uji hipotesis H0: μ11 = μ12 diperoleh F11−12 = 16,98 ∈ DK = 𝐹|𝐹 > 8𝐹(0,05;8;279) sehingga H0 ditolak. Hal ini berarti terdapat perbedaan
prestasi belajar antara siswa kategori climber dan siswa kategori camper yang sama-sama dikenai model pembelajaran LC 5E disertai AfL pada materi prisma dan limas. Berdasarkan perhitungan reratanya pada Tabel 4.10, prestasi belajar siswa yang sama-sama dikenai model pembelajaran LC 5E disertai AfL pada kategori climber lebih baik commit to user daripada kategori camper.
72 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2) Pada uji hipotesis H0: μ12 = μ13 diperoleh F12−13 = 33,92 ∈ DK = 𝐹|𝐹 > 8𝐹(0,05;8;279) sehingga H0 ditolak. Hal ini berarti terdapat perbedaan
prestasi belajar antara siswa kategori camper dan siswa kategori quitter yang sama-sama dikenai model pembelajaran LC 5E disertai AfL pada materi prisma dan limas. Berdasarkan perhitungan reratanya pada Tabel 4.10, prestasi belajar siswa yang sama-sama dikenai model pembelajaran LC 5E disertai AfL pada kategori camper lebih baik daripada kategori quitter. 3) Pada uji hipotesis H0: μ11 = μ13 diperoleh F11−13 = 89,74 ∈ DK = 𝐹|𝐹 > 8𝐹(0,05;8;279) sehingga H0 ditolak. Hal ini berarti terdapat perbedaan
prestasi belajar antara siswa kategori climber dan siswa kategori quitter yang sama-sama dikenai model pembelajaran LC 5E disertai AfL pada materi prisma dan limas. Berdasarkan perhitungan reratanya pada Tabel 4.10, prestasi belajar siswa yang sama-sama dikenai model pembelajaran LC 5E disertai AfL pada kategori climber lebih baik daripada kategori quitter. 4) Pada uji hipotesis H0: μ21 = μ22 diperoleh F21−22 = 56,61 ∈ DK = 𝐹|𝐹 > 8𝐹(0,05;8;279) sehingga H0 ditolak. Hal ini berarti terdapat perbedaan
prestasi belajar antara siswa kategori climber dan siswa kategori camper yang sama-sama dikenai model pembelajaran LC 5E pada materi prisma dan limas. Berdasarkan perhitungan reratanya pada Tabel 4.10, prestasi belajar siswa yang sama-sama dikenai model pembelajaran LC 5E pada kategori climber lebih baik daripada kategori camper. 5) Pada uji hipotesis H0: μ22 = μ23 diperoleh F22−23 = 0,36 ∈ DK = 𝐹|𝐹 > 8𝐹(0,05;8;279)
sehingga H0 diterima. Hal ini berarti tidak terdapat
perbedaan prestasi belajar antara siswa kategori camper dan siswa kategori quitter yang sama-sama dikenai model pembelajaran LC 5E pada materi prisma dan limas. 6) Pada uji hipotesis H0: μ21 = μ23 diperoleh F21−23 = 60,11 ∈ DK = 𝐹|𝐹 > 8𝐹(0,05;8;279) sehingga H0 ditolak. Hal ini berarti terdapat perbedaan
user prestasi belajar antaracommit siswatokategori climber dan siswa kategori
73 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
quitter yang sama-sama dikenai model pembelajaran LC 5E pada materi prisma dan limas. Berdasarkan perhitungan reratanya pada Tabel 4.10, prestasi belajar siswa yang sama-sama dikenai model pembelajaran LC 5E pada kategori climber lebih baik daripada kategori quitter. 7) Pada uji hipotesis H0: μ31 = μ32 diperoleh F31−32 = 1,54 ∈ DK = 𝐹|𝐹 > 8𝐹(0,05;8;279)
sehingga H0 diterima. Hal ini berarti tidak terdapat
perbedaan prestasi belajar antara siswa kategori climber dan siswa kategori camper yang sama-sama dikenai model pembelajaran Langsung pada materi prisma dan limas. 8) Pada uji hipotesis H0: μ32 = μ33 diperoleh F32−33 = 1,06 ∈ DK = 𝐹|𝐹 > 8𝐹(0,05;8;279)
sehingga H0 diterima. Hal ini berarti tidak terdapat
perbedaan prestasi belajar antara siswa kategori camper dan siswa kategori quitter yang sama-sama dikenai model pembelajaran Langsung pada materi prisma dan limas. 9) Pada uji hipotesis H0: μ31 = μ33 diperoleh F31−33 = 4,69 ∈ DK = 𝐹|𝐹 > 8𝐹(0,05;8;279)
sehingga H0 diterima. Hal ini berarti tidak terdapat
perbedaan prestasi belajar antara siswa kategori climber dan siswa kategori quitter yang sama-sama dikenai model pembelajaran Langsungpada materi prisma dan limas. d. Komparasi Rerata Antar Sel pada Kolom yang Sama Tabel 4.13 Hasil Uji Komparasi Rerata Antar Sel pada Kolom yang Sama H0
Fobs
8F0,05;9;270
Keputusan Uji
μ11 = μ21
14,39
15,32
H0 diterima
μ21 = μ31
53,57
15,32
H0 ditolak
μ11 = μ31
123,71
15,32
H0 ditolak
μ12 = μ22
51,43
15,32
H0 ditolak
μ22 = μ32
1,25
15,32
H0 diterima
μ12 = μ32
68,44
15,32
H0 ditolak
μ13 = μ23
4,02
15,32
H0 diterima
μ23 = μ33
2,37
15,32
H0 diterima
μ13 = μ33
12,56
15,32
H0 diterima
commit to user
74 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Hasil perhitungan pada Tabel 4.13 menunjukkan bahwa: 1) Pada uji hipotesis H0: μ11 = μ21 diperoleh F11−21 = 14,39 ∈ DK = 𝐹|𝐹 > 8𝐹(0,05;8;279)
sehingga H0 diterima. Hal ini berarti tidak terdapat
perbedaan prestasi belajar siswa kategori climber yang dikenai model pembelajaran LC 5E disertai AfLdan yang dikenai model pembelajaran LC 5E pada materi prisma dan limas. 2) Pada uji hipotesis H0: μ21 = μ31 diperoleh F21−31 = 53,57 ∈ DK = 𝐹|𝐹 > 8𝐹(0,05;8;279) sehingga H0 ditolak. Hal ini berarti terdapat perbedaan
prestasi belajar siswa kategori camper
yang dikenai model
pembelajaran LC 5E dan yang dikenai model pembelajaran Langsung pada materi prisma dan limas. Berdasarkan perhitungan reratanya pada Tabel 4.10, kategori camper yang dikenai model pembelajaran LC 5E lebih baik daripada yang dikenai model pembelajaran Langsung. 3) Pada uji hipotesis H0:μ11 = μ31 diperoleh F11−31 = 123,71 ∈ DK= 𝐹|𝐹 > 8𝐹(0,05;8;279) sehingga H0 ditolak. Hal ini berarti terdapat perbedaan
prestasi
belajar
siswa
kategori
quitter
yang
dikenai
model
pembelajaran LC 5E disertai AfL dan yang dikenai model pembelajaran Langsung pada materi prisma dan limas. Berdasarkan perhitungan reratanya pada Tabel 4.10, prestasi belajar siswa kategori quitter yang dikenai model pembelajaran LC 5E disertai AfL lebih baik daripada yang dikenai model pembelajaran Langsung. 4) Pada uji hipotesis H0: μ22 = μ32 diperoleh F12−22 = 51,43 ∈ DK = 𝐹|𝐹 > 8𝐹(0,05;8;279) sehingga H0 ditolak. Hal ini berarti terdapat perbedaan
prestasi belajar siswa kategori climber
yang dikenai model
pembelajaran LC 5E disertai AfL dan yang dikenai model pembelajaran LC 5E pada materi prisma dan limas. Berdasarkan perhitungan reratanya pada Tabel 4.10, prestasi belajar siswa kategori climber yang dikenai model pembelajaran LC 5Edisertai AfL lebih baik daripada yang dikenai model pembelajaran LC 5E. 5) Pada uji hipotesis H0: μ22 = μ32 diperoleh F22−32 = 1,25 ∈ DK = 𝐹|𝐹 > 8𝐹(0,05;8;279)
sehingga H0 diterima. Hal ini berarti tidak terdapat
perbedaan prestasi belajar siswa kategori camper yang dikenai model commit to user
75 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pembelajaran LC 5E dan yang dikenai model pembelajaran Langsung pada materi prisma dan limas. 6) Pada uji hipotesis H0: μ12 = μ32 diperoleh F12−32 = 68,44 ∈ DK = 𝐹|𝐹 > 8𝐹(0,05;8;279) sehingga H0 ditolak. Hal ini berarti terdapat perbedaan
prestasi belajar siswa kategori camper
yang dikenai model
pembelajaran LC 5E disertai AfL dan yang dikenai model pembelajaran Langsung pada materi prisma dan limas. Berdasarkan perhitungan reratanya pada Tabel 4.10, prestasi belajar siswa kategori camper yang dikenai model pembelajaran LC 5E disertai AfL lebih baik daripada yang dikenai model pembelajaran Langsung 7) Pada uji hipotesis H0: μ13 = μ23 diperoleh F13−23 = 4,02 ∈ DK = 𝐹|𝐹 > 8𝐹(0,05;8;279)
sehingga H0 diterima. Hal ini berarti tidak terdapat
perbedaan prestasi belajar siswa kategori climber yang dikenai model pembelajaran LC 5E disertai AfL dan yang dikenai model pembelajaran LC 5E pada materi prisma dan limas. 8) Pada uji hipotesis H0: μ23 = μ33 diperoleh F23−33 = 2,37 ∈ DK = 𝐹|𝐹 > 8𝐹(0,05;8;279)
sehingga H0 diterima. Hal ini berarti tidak terdapat
perbedaan prestasi belajar siswa kategori camper yang dikenai model pembelajaran LC 5E dan yang dikenai model pembelajaran Langsung pada materi prisma dan limas. 9) Pada uji hipotesis H0: μ13 = μ33 diperoleh F13−33 = 12,56 ∈ DK = 𝐹|𝐹 > 8𝐹(0,05;8;279)
sehingga H0 diterima. Hal ini berarti tidak terdapat
perbedaan prestasi belajar siswa kategori quitter yang dikenai model pembelajaran LC 5E disertai AfL dan yang dikenai model pembelajaran Langsung pada materi prisma dan limas.
E. Pembahasan Hasil Penelitian 1. Hipotesis Pertama Dari analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama diperoleh hasil H0A ditolak. Hal ini berarti bahwa terdapat perbedaan efek atara model pembelajaran terhadap prestasi belajar. Dari hasil uji lanjut pasca anava diperoleh kesimpulan bahwa model pembelajaran LC 5E disertai AfL commit to user memberikan prestasi belajar matematika pada materi prisma dan limas yang
perpustakaan.uns.ac.id
76 digilib.uns.ac.id
lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran LC 5E dan model pembelajaran langsung, model
pembelajaran LC 5E memberikan prestasi
belajar matematika lebih baik daripada model pembelajaran langsung. Hasil ini sesuai dengan hipotesis pertama yang sudah diuraikan bab sebelumnya. Adapun faktor yang mendukung adalah keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran pada model pembelajaran LC 5E maupun model pembelajaran LC 5E disertai AfL. Siswa menjadi lebih kritis terhadap materi yang diajarkan, demikian pula pembimbingan oleh guru yang lebih terarah.Menurut Clark (2008), AfL menggunakan penilaian formatif untuk menginformasikan, mendukung dan meningkatkan proses pembelajaran terfokus pada pemberian saran dan masukan untuk perbaikan. Di samping itu, umpan balik yang diberikan pada model pembelajaran LC 5E disertai AfL dapat mendorong siswa untuk lebih bersemangat dan merefleksi diri dari apa yang sudah dipelajarinya. Hal ini membuat siswa menjadi semakin paham dan lebih teliti. Berbeda halnya dengan model pembelajaran langsung, pada prakteknya hampir semua proses pembelajaran guru mendominasi pembelajaran sehingga siswa kurang aktif dalam memperoleh informasi yang disampaikan. Selain itu ada kecendrungan siswa malu bahkan takut untuk bertanya pada gurunya apabila ada materi yang belum mereka pahami. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahayu (2011) bahwa modifikasi Assesment for Learningdalam model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournaments (TGT) pada pembelajaran aplikasi turunan fungsi mampu menghasilkan prestasi belajar siswa lebih baik daripada penggunaan model pembelajaran kooperatif Teams Games Tournament (TGT). 2. Hipotesis Kedua Dari analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama diperoleh hasil H0A ditolak. Hal ini berarti bahwa tedapat perbedaan efek antara AQ siswa terhadap prestasi belajar siswa.Dari hasil uji lanjut pasca anava diperoleh kesimpulan bahwa siswa dengan kategori climber mempunyai prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan dengan siswa dengan kategori camper maupun quitter. Hal ini sesuai dengan hipotesis yang sudah ditentukan dikarenakan karakter yang dimiliki oleh siswa climber itu sendiri. Siswa climber mempunyai semangat yang tinggi, hal ini terlihat pada saat di kelas, mereka cenderung lebih aktif daripada siswa kategori lain. Mereka juga banyak commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
77 digilib.uns.ac.id
menggunakan sumber belajar yang lain dan berusaha mencari referensi sebanyak-banyaknya yang terkait dengan bahan pembelajaran yang diberikan. Halinilah yang memberikan dampak positif bagi siswa yaitu semakin bertambahnya wawasan serta pengetahuan mereka terkait dengan materi pelajaran yang akan mengarah pada peningkatan prestasi belajar. Berbeda dengan siswa termasuk climber dan quitter selain jarang terlihat keaktifannya berdiskusi, saat mengalami kesulitan mereka juga enggan untuk mencari sumber-sumber belajar lain yang menunjang pembelajaran mereka serta cenderung hanya bergantung pada siswa lain. Hal ini berdampak pada saat mereka menyelesaikan masalah yang diberikan, mereka sulit untuk menyelesaikan permasalahan tersebut bahkan mereka tidak tahu darimana memulai menyelesaian permasalahan yang diberikan. Selanjutnya hasil uji lanjut anava juga diperoleh kesimpulan bahwa siswa dengan kategori camper mempunyai prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan dengan siswa dengan kategori quitter. Hasil ini sama dengan hipotesis yang mengatakan siswa yang termasuk kategori camper mempunyai prestasi belajar yang lebih baik daripada siswa yang termasuk kategori quitter. Karakter seorang quitter yang cenderung melarikan diri dari masalah tercermin pada kenyataan di kelas. Siswa quitter saat diberikan materi, mereka sudah merasa keberatan serta terlihat enggan untuk mengikuti proses pembelajaran. Banyak dari mereka yang lebih sering bercanda daripada mendiskusikan materi yang diberikan bersama teman-temannya.
Ini
menjadikan siswa pada kategori quitter sangat kurang dalam memahami apa yang dipelajari. Berbeda halnya pada siswa dengan kategori camper, mereka sedikit lebih aktif dalam mengikuti proses pembelajaran meskipun hanya sebatas apa yang diketahuinya tanpa mencari referensi lain. Penelitian yang dilakukan oleh Masfingatin (2012) menunjukkan bahwa proses berpikir siswa dalam memecahkan masalah matematika berbeda-beda menurut tingkat AQnyasehingga dapat mempengaruhi hasil akhirnya. Selain itu terdapat kesamaan hasil penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Nureini (2011) yang menyatakan bahwa prestasi belajar matematika siswa kelompok climbers lebih baik dibandingkan dengan kelompok camper maupun quitter. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
78 digilib.uns.ac.id
3. Hipotesis Ketiga Dari analisis variansi dua jalan diperoleh hasil H0AB ditolak. Hal ini berarti ada interaksi antara penggunaan model pembelajaran dengan AQ siswa terhadap prestasi belajar. Karena terdapat interaksi maka dilakukan uji lanjut pasca anava antar sel pada baris yang sama.Hipotesis ketiga penelitian ini dinyatakan bahwa pada model pembelajaran LC 5E disertai AfL maupun LC 5E, prestasi belajar matematika siswa yang termasuk climber lebih baik daripada siswa yang termasuk campe rmaupun quitter dan prestasi belajar matematika siswa yang termasuk camper lebih baik daripada siswa yang termasuk quitter. Sedangkan pada model pembelajaran langsung, prestasi belajar matematika siswa yang termasuk climber lebih baik daripada siswa yang termasuk camper maupun quitter dansiswa yang termasuk camper mempunyai prestasi belajar matematika yang sama dengan siswa yang termasuk quitter. Pada kenyataannya hasil penelitian ini menunjukkan tidak semuanya sesuai dengan hipotesis. a. Hasil uji lanjut pasca anava antar sel pada baris pertama diperoleh hasil ketiga hipotesis ditolak. Hal ini berarti terdapat perbedaan prestasi belajar matematika siswa pada masing-masing AQ saat dikenai model pembelajaran LC 5E disertai AfL pada materi prisma dan limas. Dengan melihat rerata dari masing masing sel pada baris pertama diketahui bahwa saat dikenai model pembelajaran LC 5E disertai AfL, prestasi belajar matematika siswa yang termasuk climber lebih baik daripada siswa yang termasuk camper maupun quitter serta prestasi belajar matematika siswa yang termasuk camper lebih baik daripada siswa quitter. Dengan demikian hasil ini sesuai dengan hipotesis awal penelitian yang menyatakan bahwa pada model pembelajaran LC 5E disertai AfL, prestasi belajar matematika siswa yang termasuk climber lebih baik daripada siswa yang termasuk camper dan quitter, prestasi belajar matematika siswa yang termasuk camper mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada siswa yang termasuk quitter. Adanya kesesuaian karakter AQ siswa yang commit to user yang tinggi terhadap model cenderung aktif dan memiliki motivasi
perpustakaan.uns.ac.id
79 digilib.uns.ac.id
pembelajaran LC 5E disertai AfL yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengeksplorasi kemampuannya sendiri dan ikut berperan aktif dalam proses pembelajaran serta adanya umpan balikan menjadikan prestasi belajar matematika siswa climber lebih tinggi daripada kategori lainnya. Sedangkan siswa yang termasuk camper dengan karakter motivasinya yang tidak terlalu tinggi, pada saat diberikan model pembelajaran LC 5E disertai AfL, mereka hanya bertahan pada situasi yang dimengertinya saja. Dampaknya meskipun sudah diberikan umpan balik, saat menghadapi soal baru yang dimodifikasi masih merasa kesulitan. Akan tetapi prestasi belajar siswa yang termasuk camper masih lebih baik jika dibandingkan dengan siswa yang termasuk quitter saat dikenai model pembelajaran LC 5E disertai AfL karena ketika diberikan umpan balik dan dijelaskan berkali-kali mereka masih tetap sulit memahami materi yang diajarkan. b. Hasil uji lanjut pasca anava antar sel pada baris kedua diperoleh hasil hanya satu hipotesis yang diterima. Hal ini berarti terdapat dua hipotesis yang ditolak. Dari kedua hipotesis yang ditolak dapat diartikanbahwa terdapat perbedaan yang signifikan prestasi belajar matematika siswa antarasiswa yang termasuk climber dengan siswa yang termasuk camper maupun antara siswa termasuk climber dengan siswa yang termasuk quitter saat dikenai model pembelajaran LC 5E pada materi prisma dan limas. Sedangkan hipotesis yang diterima adalah tidak terdapat perbedaan yang signifikan prestasi belajar matematika antara siswa yang termasuk camper dengan siswa yang termasuk quitter saat dikenai model pembelajaran LC 5E pada materi prisma dan limas. Dengan melihat rerata dari masing masing sel pada baris kedua diketahui bahwa saat dikenai model pembelajaran LC 5E, prestasi belajar matematika siswa yang termasuk climber lebih baik daripada siswa yang termasuk camper maupun quitter serta prestasi belajar matematika siswa yang termasuk camper sama dengan siswa quitter. Salah satu hipotesis yang diterima ini commit user tidak sesuai dengan hipotesis awaltopenelitian yang menyatakan bahwa saat
80 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dikenai model pembelajaran LC 5E, prestasi belajar matematika siswa yang termasuk camper lebih baik daripada siswa yang termasuk quitter. Hal ini dikarenakan pada model pembelajaran LC 5E menuntut siswa lebih berperan aktif dan mengeksplorasi dirinya dengan mencari sumber bahan ajar yang lain, dan pada kenyataannya siswa yang termasuk camper lebih suka bertahan dan merasa cukup dari apa yang diperolehnya. c. Hasil uji lanjut pasca anava antar sel pada baris ketiga diperoleh hasil tiga hipotesis diterima. Hal ini berarti tidak terdapat perbedaan yang signifikan prestasi belajar matematika siswa pada masing-masing AQ saat dikenai model pembelajaran langsung pada materi prisma dan limas. Dengan demikian hasil ini tidak sesuai dengan hipotesis awal penelitian yang menyatakan bahwa pada model pembelajaran langsung, prestasi belajar matematika siswa yang termasuk climber lebih baik daripada siswa yang termasuk camper maupun quitter. Hal ini terjadi karena model pembelajaran
langsung
pada
prakteknya
hampir
semua
proses
pembelajaran guru mendominasi pembelajaran sehingga siswa kurang aktif dalam memperoleh informasi yang disampaikan. Selain itu ada kecenderungan siswa malu bahkan takut untuk bertanya pada gurunya apabila ada materi yang belum mereka pahami. 4. Hipotesis Keempat Hipotesis keempat penelitian ini dinyatakan bahwa pada siswa yang termasuk climber, model pembelajaran LC 5E disertai AfL memberikan prestasi belajar matematika yang sama dengan model pembelajaran LC 5E dan lebih baik jika dibandingkan dengan model pembelajaran langsung serta model pembelajaran LC 5E memberikan prestasi belajar yang lebih baik jika dibandingkan model pembelajaran langsung. Pada siswa yang termasuk camper model pembelajaran LC 5E disertai AfLmemberikan prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada model pembelajaran LC 5E maupun model pembelajaran langsung dan model pembelajaran LC 5E memberikan prestasi belajar matematika yang lebih baik jika dibandingkan model pembelajaran langsung. Sedangkan siswa yang termasuk quitter, model commitpada to user
81 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pembelajaran LC 5E disertai AfL, model pembelajaran LC 5E, maupun model pembelajaran langsung memberikan prestasi belajar matematika yang sama. Pada kenyataannya hasil penelitian ini menunjukkan tidak semuanya sesuai dengan hipotesis awal. a. Uji lanjut pasca anava antar sel pada kolom pertama diperoleh hasil bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara prestasi belajar matematika siswa climber yang dikenai model pembelajaran LC 5E disertai AfL dengan yang dikenai model pembelajaran LC 5E, dengan kata lain prestasi belajar matematikanya sama. Hal ini dapat terjadi dikarenakan karakter pada siswa climber yang ingin terus maju dan aktif dalam mengikuti proses pembelajaran sesuai dengan model pembelajaran yang digunakan. Hasil uji yang lain terdapat perbedaan yang signifikan antara prestasi belajar matematika siswa
climber
yang dikenai model
pembelajaran LC 5E dengan yang dikenai model pembelajaran langsung dan terdapat perbedaan yang signifikan antara prestasi belajar matematika siswa climber yang dikenai model pembelajaran LC 5E disertai AfL dengan yang dikenai model pembelajaran langsung. Selanjutnya dengan melihat rerata masing-masing sel pada kolom pertama diperoleh kesimpulan bahwa model pembelajaran LC 5E memberikan prestasi yang lebih baik pada siswa climber jika dibandingkan dengan model pembelajaran langsung dan model pembelajaran LC 5E disertai AfL memberikan prestasi yang lebih baik pada siswa climber jika dibandingkan dengan model pembelajaran langsung. Hasil ini sesuai dengan hipotesis awal penelitian. b. Uji lanjut pasca anava antar sel pada kolom kedua diperoleh hasil bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara prestasi belajar matematika siswa camper yang dikenai model pembelajaran LC 5E disertai AfL dengan yang dikenai model pembelajaran LC 5E maupun antara prestasi belajar matematika siswa camper yang dikenai model pembelajaran LC 5E disertai AfL dengan yang dikenai model pembelajaran langsung. Karena terdapat perbedaan yang signifikan selanjutnya dengan melihat reratanya commit to user diperoleh kesimpulan bahwa prestasi belajar siswa camper saat dikenai
82 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
model pembelajaran LC 5E disertai AfL lebih baik daripada saat dikenai model pembelajaran LC 5E maupun saat dikenai model pembelajaran langsung. Hasil ini sesuai dengan hipotesis awal penelitian. Selain itu, hasil uji yang lain diperoleh hasil tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara prestasi belajar matematika siswa camper yang dikenai model pembelajaran LC 5E dengan yang dikenai model pembelajaran langsung atau dapat dinyatakan prestasi belajarnya sama. Hal ini bisa terjadi dikarenakan pada model pembelajaran LC 5E hanya memberikan evaluasi secara
keseluruhan
sehingga
siswa
masih
kesulitan
menilai
kekurangannya. Alasan ini didukung pula dengan karakter siswa yang termasuk kategori camper yang cenderung bertahan dan merasa cukup atas apa yang sudah dipahaminya. c. Uji lanjut pasca anava antar sel pada kolom ketiga diperoleh hasil bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan prestasi belajar matematika siswa quitter yang dikenai ketiga model pembelajaran yaitu model pembelajaran LC 5E disertai AfL, model pembelajaran LC 5E maupun model pembelajaran langsung. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hipotesis awal yang dinyatakan bahwa prestasi belajar matematika siswa yang termasuk quitter saat dikenai model pembelajaran LC 5E disertai AfL lebih baik daripada saat dikenai model pembelajaran LC 5E maupun model pembelajaran langsung. Hal ini didukung dengan kenyataan di lapangan bahwa siswa quitter cenderung mudah menyerah dan melarikan diri dari permasalahan serta kurangnya minat untuk mengikuti pembelajaran matematika. Hal ini didukung oleh pernyataan Carrol Dwek dalam Stoltz (2003) bahwa anak-anak dengan respon-respon yang pesimistis terhadap kesulitan tidak akan banyak belajar dan berprestasi jika dibandingkan dengan anak-anak yang memiliki pola-pola yang lebih optimistis. F. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini mempunyai keterbatasan dalam pelaksanaannya. Hal ini diduga berdampak pada tidak terbuktinya beberapa hipotesis awal yang disusun. Keterbatasan dalam penelitian ini commit adalah :to user
83 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1. Pada saat pengisian angket ada kemungkinan beberapa siswa tidak jujur terhadap dirinya sendiri sehingga dapat berpengaruh pada pembagian kategori AQ. 2. Meskipun rencana proses pembelajaran sudah disiapkan dengan baik, dalam pelaksanaanya tidak optimal karena keterbatasan waktu dan kondisi. Selain itu siswa juga belum terbiasa mengikuti proses pembelajaran yang baru diberikan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Model pembelajaran LC 5E disertai AfL menghasilkan prestasi belajar matematika lebih baik daripada model pembelajaran LC 5E dan model pembelajaran langsung, serta model pembelajaran LC 5E menghasilkan prestasi belajar matematika lebih baik daripada model pembelajaran langsung. 2. Prestasi belajar matematika siswa yang termasuk climber lebih baik daripada prestasi belajar matematika siswa yang termasuk camper dan quitter, serta prestasi belajar matematika siswa yang termasuk camper lebih baik dari prestasi belajar matematika siswa yang termasuk quitter. 3. a. Pada model pembelajaran LC 5E disertai AfL, prestasi belajar matematika siswa yang termasuk climber lebih baik daripada prestasi belajar matematika siswa yang termasuk camper maupun quitter, serta prestasi belajar matematika siswa yang termasuk climber lebih baik daripada prestasi belajar matematika siswa yang termasuk quitter. b. Pada model pembelajaran LC 5E, prestasi belajar matematika siswa yang termasuk climber lebih baik daripada prestasi belajar matematika siswa yang termasuk camper maupun quitter, sedangkan prestasi belajar matematika siswa yang termasuk camper sama dengan prestasi belajar matematika siswa yang termasuk quitter. c. Pada model pembelajaran langsung, siswa yang termasuk climber, camper, dan quitter mempunyai prestasi belajar matematika siswa yang sama. 4. a. Prestasi belajar matematika siswa yang termasuk climber yang dikenai model pembelajaran LC 5E disertai AfL sama dengan yang dikenai model pembelajaran LC 5E, sedangkan yang dikenai model pembelajaran LC 5E disertai AfL maupun LC 5E lebih baik daripada yang dikenai model pembelajaran langsung.
commit to user
84
85 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Prestasi belajar matematika siswa yang termasuk camper yang dikenai model pembelajaran LC 5E disertai AfL lebih baik dari pada model pembelajaran LC 5E dan langsung, model pembelajaran LC 5E sama dengan model pembelajaran langsung. c. Siswa yang termasuk quitter yang dikenai model pembelajaran LC 5E disertai AfL, LC 5E maupun langsung menghasilkan prestasi belajar yang sama.
B. Implikasi Hasil Penelitian 1. Implikasi Teoritis Dalam kesimpulan penelitian ini dapat diketahui bahwa pembelajaran pada materi prisma dan limas dengan model pembelajaran LC 5E disertai AfL menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran LC 5E dan model pembelajaran langsung. Dengan demikian model pembelajaran LC 5E disertai AfL dapat digunakan sebagai alternatif dan referensi guru matematika pada materi prisma dan balok dalam rangka meningkatkan prestasi belajar matematika siswa. Pembelajaran matematika dengan model pembelajaran LC 5E disertai AfL membuat siswa lebih aktif dan bekerja lebih teliti dalam memecahkan masalah yang mereka peroleh sehingga siswa lebih memahami dan termotivasi untuk terus mengingat materi pelajaran yang dipelajarinya. Dari hasil penelitian ini menunjukkan juga bahwa kategori AQ siswa sangat berpengaruh terhadap prestasi belajar matematika siswa. Hal ini berarti bahwa AQ siswa memegang peranan penting dalam proses pembelajaran matematika. Dengan demikian guru harus bisa memahami karakter dari masing-masing siswanya sehingga dapat dilakukan pembimbingan yang tepat. 2. Implikasi Praktis Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi guru untuk memperbaiki kualitas pelaksanaan proses pembelajaran sehingga mampu menghasilkan prestasi belajar yang baik. Model pembelajaran bersiklus yang commitproses to user melibatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran dapat dijadikan satu
86 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
rujukan untuk memperbaiki prestasi belajar matematika siswa khususnya pada materi prisma dan limas. Penggunaan model pembelajaran sebaiknya dipadukan dengan karakter siswa sehingga diperoleh hasil yang optimal.
C. Saran Berdasarkan simpulan dan implikasi hasil penelitian ini, sebagai perbaikan dan peningkatan dalam pembelajaran matematika khususnya pada materi prisma dan limas maka disarankan: 1. Bagi guru a. Hendaknya dapat menentukan model pembelajaran yang paling tepat sesuai dengan materi yang diajarkan, karena masing-masing model pembelajaran mempunyai karakteristik yang berbeda. Pada materi prisma dan limas, guru disarankan untuk menggunakan model pembelajaran LC 5E disertai AfL. Adanya balikan yang diberikan oleh guru dalam model pembelajaran ini memudahkan guru untuk mengetahui sejauh mana perkembangan pemahaman siswanya secara individu. b. Guru hendaknya memperhatikan faktor yang berasal dari dalam diri siswanya karena dalam penelitian ini kategori AQ siswa memberikan pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar matematika siswa. Model pembelajaran LC 5E dapat diterapkan guru dalam pembelajaran matematika khususnya pada materi Prisma dan Limas terhadap siswa yang termasuk kategori climber. Keterlibatan siswa yang begitu dominan dalam proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran LC 5E mampu memberikan keleluasaan dan dampak positif bagi siswa untuk dapat memaksimalkan potensi yang dimilikinya. Pada siswa yang termasuk kategori camper, guru dapat menerapkan model pembelajaran LC 5E disertai AfL. Adanya feedback yang diberikan secara individu dalam model pembelajaran ini dapat dijadikan guru sebagai sarana untuk mengetahui sejauh mana perkembangan pemahaman siswanya terhadap materi yang telah diajarkan. Sedangkan pada siswa yang termasuk kategori quitter, guru commit to user
87 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dapat menerapkan model pembelajaran langsung mengingat siswa pada kategori ini masih memerlukan banyak arahan dan bimbingan dari guru. 2. Bagi Siswa a. Siswa diharapkan untuk dapat berpartisipasi aktif selama mengikuti proses pembelajaran. Oleh karena itu siswa dibiasakan untuk berpikir kritis. b. Hendaknya siswa dibiasakan untuk lebih terlibat aktif dalam proses pembelajaran, lebih memahami kekurangan atau kelebihan yang dimiliki, dan terbuka menerima saran dan kritik. 3. Kepada Pihak Sekolah a. Pihak sekolah hendaknya mendorong para guru matematika agar aktif berinovasi dalam menerapkan model pembelajaran yang lebih banyak melibatkan siswa dalam proses pembelajaran. b. Pihak sekolah hendaknya menyediakan fasilitas dan sumber belajar yang memadai untuk menunjang kreatifitas siswa serta mampu menciptakan suasana yang kondusif sehingga proses pembelajaran dapat terlaksana dengan baik. 4. Kepada Peneliti Selanjutnya Para peneliti di bidang pendidikan diharapkan dapat mengembangkan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sejenis pada materi pelajaran yang lain dan memperluas cakupan penelitian ini agar penelitian ini dapat dimanfaatkan secara luas.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR PUSTAKA Abdi, A. 2014. The Effect of Inquiry-based Learning Method on Students’ Academic Achievement in Science Course. Universal Journal of Educational Research. 2(1): 37-41. Abdurrahman, M. 2003. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta. Alegre, H. C. 2011. Learning Graph Construction: A Motivational Tool in Monitoring the Learning Performance of Students in College Algebra. Journal of Mathematics Education. Vol.4. No.1. 115-128. Arends, R. I. 2008. Learning to Teach Belajar untuk Mengajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Arifin, Z. 2009. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya. Arikunto, S. 2001. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Balitbang. 2013. E-Reporting Ujian Nasional. Jakarta: Kemdikbud. Bilgin, I., Coskun, H., dan Aktas, I. 2013. The Effect of 5E Learning Cycle on Mental Ability of Elementary Students. Journal of Baltic Science Education. Vol. 12. No. 5. 592-607. Budiningsih, A. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta. Budiyono. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surakarta: Sebelas Maret University Press. Budiyono. 2009. Statistika untuk Penelitian. Surakarta: Sebelas Maret University Press. Budiyono. 2011. Penilaian Hasil Belajar (Diktat Perkuliahan). Surakarta: Universitas Sebelas Maret. Tidak diterbitkan. Bybee, R.W., J.A. Taylor, A. Gardner, P.V. Scotter, J.C. Powell, A. Westbrook, N. Landes, S. Spiegel, M. McGarrigle Stuhlsatz, A. Ellis, B. Resch, H. Thomas, M. Bloom, R. Moran, S. Getty, dan N. Knapp. 2006. The BSCS 5E instructional model: Origins, effectiveness, and applications. Colorado Springs, CO: Biological Sciences Curriculum Study. Clark, I. M. A. 2008. Assessment is for Learning: Formative Assessment and Positive Learning Interactions. Florida Journal of Educational Administration & Policy. 2(1). 1-16. commit to user
88
perpustakaan.uns.ac.id
89 digilib.uns.ac.id
Duran, E., Duran, L., Haney, J., dan Scheuermann, A. 2011. A Learning Cycle for All Students: Modifying The 5E Instructional Model to Address The Needs of All Learners. The Science Teacher. 3. 56-60. Hamalik, O. 2008. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara. Hamdani. 2011. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka Setia. Harlen, W. 2005. Teachers’ summative practices and assessment for learningtensions and synergies. The Curriculum Journal. Vol. 16. No. 2. 207-223. Hudoyo, H. 2005. Pengembagan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Malang: UM Pres. Huijuan, Z. 2009. The Adversity Quotient and Academic Performance Among College Students at St. Joseph’s College, Quezon City. Thesis. Quezon City: St. Joseph’s College. Masfingatin, T. 2012. Proses Berpikir Siswa Sekolah Menengah Pertama Dalam Memecahkan Masalah Matematika Ditinjau dari Adversity Quotient. Tesis. Surakarta: Universitas Sebelas Maret. Tidak Diterbitkan. Muhibbin Syah. 2009. Psikologi Belajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Nikam, V. B. dan Uplane, M. M. 2013. Adversity Quotient and Defense Mechanism of Secondary School Students. Universal Journal of Educational Research. 1(4). 303-308. Nureini, S. 2011. Ekperimentasi Pembelajaran Matematika dengan Model Pembelajaran TTW dan NHT Ditinjau dari Adversity Quotient Siswa Kelas VIII SMP di Surakarta. Tesis. Surakarta: Universitas Sebelas Maret. Tidak Diterbitkan. Osborn, T. N. 2011. “AQ” Adversity Quotient: A Complement to Emotional Intelligence. San Antonio: Team International. Pusat Penilaian Pendidikan. Panduan Pemanfaatan Hasil UN Tahun Pelajaran 2012/2013 untuk Perbaikan Mutu Pendidikan. 2013. BSNP. Ponnambaleswari. 2012. Effectiveness of Cooperative Learning Strategy in facilitating Scholastic Achievement among Student-Teachers. International Multidisciplinary. Vol I. Issue-II. pp.29-37. ISSN 2277-4262 Pulat, S. 2009. Impact of 5E Learning Cycle on Sixth Grade Students Mathematics Achivement On and Attitudes Toward mathematics. Tesis. Middle East Technical University. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
90 digilib.uns.ac.id
Rahayu. 2011. Eksperimentasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT) yang Dimodifikasi dengan Assessment for Learning pada Pokok Bahasan Aplikasi Turunan Fungsi Ditinjau dari Perhatian Orang Tua Siswa Kelas XI IPA SMA Negeri di Surakarta. Tesis. Surakarta: Universitas Sebelas Maret. Tidak Diterbitkan. Rusman. 2012. Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Santyasa, I. W. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Makalah Disajikan dalam Pelatihan Tentang Penelitian Tindakan Kelas bagi Guru-guru SMP dan SMA di Nusa Penida, tanggal 29 Juni s.d 1 Juli 2007. Sadi, O. dan Cakiroglu, J. 2012. Relation of Cognitive Variables with Student’s Circulatory System Achievements in Traditional and Learning Cycle Classrooms. Procedia - Social and Behavioral Sciences. 46. 399 – 403. Sagala, S. 2012. Konsep dan Makna Pembelajaran . Bandung: Alfabeta. Sanjaya, W. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media. Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi. Jakarta: Rineka Cipta. Stoltz, Paul G. 2003. Adversity Quotient: Mengubah Hambatan Menjadi Peluang. Jakarta: Grasindo. Suprijono, A. 2012. Cooperative Learning. Surabaya : Pustaka Pelajar. Sudjana, N. 2008. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya. Suherman, E., Turmudi, Suryadi, Herman, Suhendra, Prabawanto, Nurjanah, dan Rohayati. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA UPI. Suparni, I. 2009. Strategi Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: Teras. Tirtonegoro, S. 2001. Anak Supernormal dan Program Pendidikannya. Jakarta: Bumi Aksara. Trianto. 2009. Mendesain Pembelajaran Kontekstual. Jakarta: Cerdas Pustaka Publisher. commit to user
91 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Trianto. 2011. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka. Tuna, A, dan Kacar, A. 2013. The Effect of 5E Learning Cycle Model in Teaching Trigonometry on Students Academic and The Permanence of Their Knowledge. International Journal on New Trends in Education and Their Implications, January 2013, Volume: 4, Issue: 1, Article: 07. Pg. 73-87. Uno, H.B. 2007. Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Uno, H.B. dan Nurdin, M. 2012. Belajar dan Pendekatan PILKEM. Jakarta: Bumi Aksara. UU Nomor 20 Tahun 2003. Sistem Pendidikan Nasional. Wena, M. 2009. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer: Suatu Tinjauan Konseptual Operasional. Jakarta : Bumi Aksara.
commit to user