LAPORAN OBSERVASI KELAS LAMPU LALU LINTAS SEBAGAI KONTEKS DALAM PEMBELAJARAN KELIPATAN PERSEKUTUAN KECIL (KPK) Disusun oleh : Ambarsari Kusuma Wardani, Boni Fasius Hery dan Talisadika Maifa
1. PENDAHULUAN Dalam penyampaian materi KPK dikelas IV SD, hampir semua referensi yang tersedia menerangkan cara pohon faktor ataupun suatu algoritma yang melibatkan pembagian berulang pada pasangan bilangan yang dicari kelipatan persekutuannya. Meskipun cara ini dinilai sangat efisien namun untuk menguasainya siswa paling tidak harus melakukan latihan berulang berkaitan dengan penggunaan algoritmaalgoritma tersebut. Yang disayangkan adalah soal-soal latihan untuk materi KPK yang disajikan dalam buku teks siswa hampir seluruhnya tanpa konteks. Dengan melatih siswa dengan soal-soal tanpa konteks untuk dikerjakan secara individu, dinilai tidak memperdalam pemahaman siswa itu sendiri dibanding bila ia berkerja dalam kelompok dengan penyajian konteks soal yang bisa mereka diskusikan. lebih jauh lagi Van den Heuvel-Panhuizen (2002) menerangkan, “ By listening to what others find out and discussing these findings, the students can get ideas for improving their strategies. Moreover the interaction can evoke reflection, which is necessary to reach a higher level of understanding”. Observasi kali ini melibatkan siswa-siswi SDN 21 Palembang sebagai objek observasi. Dari kegiatan pra-observasi kami mendapat informasi dari Guru yang bersangkutan bahwa pembelajaran KPK di SDN 21 Palembang mengikuti alur dalam buku teks yang dimiliki secara seragam oleh siswa. Telah kami amati pula pembelajaran yang mengacu pada buku teks dan latihan individu pada kelas yang dimaksud. Sebagain besar siswa enggan terlibat dalam kegaiatan pembelajaran dikarenakan merasa bosan dan melihat apa yang mereka kerjakan tidak memiliki kaitan langsung dengan kehidupan mereka. 1
Pembelajaran seperti itu jelas bukan pembelajaran yang kami harapkan akan kami observasi. Pembelajaran dengan konteks-lah yang hendak kami observasi. Pendekatan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) menawarkan sesuatu yang berbeda dalam hal rutinitas belajar siswa, yang mana pemahaman siswa secara menyeluruh terhadap mengapa suatu perhitungan dilakukan membuat mereka merasa belajarnya lebih memiliki arti. PMRI adalah pendekatan yang menekankan pada penggunaan konteks dalam proses pembelajaran untuk menanamkan pemahaman konsep matematika kepada siswa. Dimana pendekatan ini memiliki beberapa karakteristik yaitu (de Lange dalam Zulkardi, 2005:14); 1) Penggunaan masalah kontekstual 2) Penggunaan berbagai model 3) Kontribusi siswa 4) Interaktifitas 5) Keterkaitan Kelima karakteristik ini dinilai sangat sesuai untuk menyampaikan konsep-konsep Matematika khususnya pada anak usia sekolah dasar. Kami telah menyusun suatu desain pembelajaran yang menekankan konteks pada materi KPK yang merupakan materi yang diajarkan kelas IV. Desain ini kami terapkan di kelas Ibu Astri pada tanggal 29 November 2012 pukul 12.15, tepatnya dikelas IVA SDN 21 Palembang, yang mana beliau telah meninjau desain kami dan setuju untuk menerapkannya dikelas. 2. KERANGKA UMUM DESAIN PEMBELAJARAN Desain ini disusun dengan mengacu pada karakteristik-karakteristik utama dari PMRI. Adapun kerangka pembelajaran yang kami rencanakan dapat dijelaskan sebagai berikut:
Konteks yang digunakan dalam pembelajaran KPK ini yaitu masalah-masalah situasional yang relatif nyata bagi siswa. Dalam hal ini digunakan cerita “Lampu Lalu Lintas” sebagai akses bagi siswa ke jantung permasalahan.
Model yang digunakan berupa tabel yang meminta siswa untuk menandai kapan saja lampu dengan warna tertentu menyala. Mengingat rata-rata 2
kemampuan bahasa anak kelas 4 sudah mencukupi untuk memahami perintah sederhana dalam lembar kerjanya, kami berasumsi mereka dapat memahami persoalan dan mampu memunculkan jawaban mereka sendiri.
Kontribusi dari siswa yang diharapkan muncul dalam pembelajaran yaitu siswa mencoba memecahkan masalah dengan cara dan gayanya sendiri untuk memperoleh jawaban, namun dengan tetap mempertahankan keabsahan dari logika yang mereka pilih.
Kelas yang terdiri dari 40 siswa ini dibagi kedalam 20 kelompok kecil, hal ini dimaksud agar tiap sisiwa dapat saling berinteraksi dengan teman dalam kelompoknya, sehingga terjadi pertukaran informasi yang diharapkan memancing siswa untuk menemukan kembali konsep-konsep dasar dari KPK.
Pembelajaran KPK dikaitkan dengan materi yang telah siswa pelajari, yaitu kelipatan dari suatu bilangan .
3. PENERAPAN DESAIN PEMBELAJARAN DI KELAS Berikut laporan hasil kegiatan pembelajaran dikelas IVA SDN 21 Palembang, pada materi KPK:
Pembelajaran dibuka dengan apersepsi 3
Setelah pelajaran dibuka, Ibu Astri menyampaikan apersepsi dalam bentuk cerita, yang menuntut siswa untuk berfikir, adapun interaksi guru (G) dan siswa (S) yang berupa diskusi ringan dapat dilihat dalam cuplikan percakapan berikut: G:
“Pasti semua disini pernah melihat lampu lalu lintas! Siapa yang tahu fungsi dari tiap lampunya?”
S:
“Merah berhenti, kuning hati-hati, dan hijau jalan,Ibu.” (dalam koor yang gaduh dan tidak terlalu jelas)
G:
“Ibu tidak mendengarnya dengan jelas, coba Daniel sebutkan fungsi-fungsi dari lampu-lampu lalu lintas!”
S1:
“Merah artinya berhenti… hijau artinya boleh jalan, dan kuning artinya hatihati.”
G:
“Bagus!. Nah, biasanya jika kita melalui simpang empat RS.Charitas, lampu hijaunya menyala tiap 3 menit, berarti dalam waktu 15 menit sudah berapa kali ia menyala?”
S:
“5 kali.”(dalam kegaduhan)
G:
“Baiklah, sekarang kalau 30 menit?”(menunjuk salah seorang siswi untuk menjawab)
S2:
“em…10 kali, ibu”
G:
“Bagus sekali, nah bagai mana kalau 1 jam?”
S:
“20 kali…”(secara serempak) Hingga tahap ini sebagian besar siswa terlibat dalam diskusi, Ibu Astri selaku guru
mata pelajaran telah dengan baik menggiring siswa kedalam konteks yang hendak disampaikan. Lingkungan belajar seperti ini akan sangat mendukung keberhasilan dari kegiatan pembelajaran. Kegiatan dilanjutkan dengan mengajukan persoalan kontekstual yang dibagikan dalam bentuk lembar kerja siswa. Setelah itu siswa diberi kesempatan untuk membaca soal dalam LKS. Ibu Astri kemudian menayakan ulang persoalan dalam LKS dalam bahasa yang mudah dimengerti siswa dalam konteks kelas saat itu.
4
Proses distribusi LKS
G:
“Jika lampu hijau disimpang sekip menyala tiap 2 menit, dan mulanya ia menyala bersamaan dengan lampu hijau di RS. Charitas. Pada menit berapa saja mereka akan menyala bersaman?”
S1:
“Menit ke-2…”
G:
“Alasannya untuk jawabannya?”
S1:
“….”(Cuma diam saja)
G:
“Ada yang berpendapat lain?”
S2:
“Menit ke-6, Ibu”
G:
“Alasannya?”
S2:
“Kelipatanya ibu!”
G:
“Bagus sekali! Setelah menit ke-6, menit keberapa lagi? Nah untuk itu sekarang kalian kerjakan LKS-nya dalam waktu 10 menit.”
5
Siswa mengerjakan LKS dengan bimbingan Guru dan Observer Setelah waktu pengerjaan LKS berakhir, untuk tiap soal 2 kelompok ditunjuk untuk merepresentasikan jawaban mereka dikelas, yang mana 2 kelompok ini dipilih berdasarkan
hasil
perkerjaan
mereka,
kelompok
pertama
dengan jawaban
benar/mendekati harapan, sedangkan kelompok kedua dengan jawaban salah/jauh menyimpang dari yang diharapkan. Pemilihan kelompok dengan cara ini dimaksud agar dengan melihat kontras dari sesuatu, mereka akan lebih memahaminya. Observer mengamati bahwa hampir sebagian besar siswa menggunakan cara yang ditawarkan untuk mencari KPK, meskipun dengan sedikit improvisasi dari mereka. Mereka terlihat mampu memahami permasalahan, namun yang cenderung menggiring mereka kejawaban yang salah adalah kurang telitinya mereka mendaftar kelipatan dari suatu bilangan.
6
Jawaban yang diharapkan
Jawaban diluar harapan
7
Siswa yang kurang teliti mendaftar kelipatan bilangan
Siswa yang teliti mendaftar kelipatan bilangan
8
Guru menggiring siswa kepada konsep formal Pembelajaran ditutup dengan kesimpulan tentang KPK, sekaligus pemberian PR kepada siswa. 4. KESIMPULAN Adapun kesimpulan yang bisa kami tarik dari kegiatan observasi kelas ini adalah:
Siswa cenderung tertarik untuk menjawab persoalan matematika apabila mereka memahami konteks dari persoalan tersebut.
Penggunaan dan pemilihan model dinilai sudah tepat, karena sebagian besar siswa mengandalkannya untuk menjawab masalah yang diajukan.
Beberapa siswa dinilai kurang teliti dalam mendaftar kelipatan dari suatu bilangan.
Interaksi antar siswa dalam kelompok memancing perdebatan antar mereka terkait alasan dari jawaban mereka.
Beberapa siswa belum begitu mampu berkerja dengan permasalahan yang serupa tanpa memanfaatkan model, khususnya yang pemahamannya kurang pada konsep kelipatan bilangan. 9
Berikut adalah iceberg dari aktivitas yang dilakukan dalam pembelajaran KPK (Kelipatan Persekutuan Terkecil).
KPK 2 dan 3
Pemahaman formal tentang KPK
adalah 6 Siswa menuliskan kelipatan dari 2 dan 3
Menyelesaikan masalah kontekstual dengan mengisi tabel pada LKS
Cerita kontekstual tentang lampu lalu lintas
Iceberg
10