LAPORAN KEGIATAN PENGKAJIAN BAKU MUTU KUALITAS UDARA AMBIEN LAMPIRAN PP No.41 TAHUN 1999
PUSAT SARANA PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN Deputi Bidang Pembinaan Sarana Tehnis Lingkungan dan Peningkatan Kapasitas Kementerian Lingkungan Hidup 2011
LAPORAN FINAL
KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan rasa syukur kehadirat Allah Tuhan Yang Maha Esa, pelaksanaan kegiatan dan penyusunan laporan mengenai “Pengkajian Baku Mutu Kualitas Lingkungan" tahun anggaran 2011 telah diselesaikan. Baku mutu kualitas lingkungan telah ditetapkan sebelumnya akan tetapi beberapa hal menyangkut nilai kriteria mutu air dan baku mutu kualitas udara perlu dilakukan penyempurnaan sesuai dengan kondisi lingkungan dan teknologi penanganan saat ini. Target kajian Pusarpedal untuk tahun anggaran 2011 sesuai Renstra adala 3 baku mutu/baku kerusakan, dan yang telah dilakukan 3 baku mutu/baku kerusakan yaitu kajian kriteria mutu air Lampiran PP No.82/2001 tentang pengendalian pencemaran dan pengelolaan kualitas air, baku mutu udara ambient lampiran PP No.41/1999 tentang pengendalian pencemaran dan pengeloaan kualitas udara ambient, dan baku kerusakan lahan kering sesuai lampiran PP No.150 /2000 tentang pengendalian kerusakan tanah untuk produksi biomassa. Laporan ini menampilkan hasil kajian kualitas udara ambien Lampiran PP No.41/1999 terutama nilai konsentrasi lampiran peraturan yang direvisi dengan bahasan mendalam dan telaahan terhadap data-data pemantauan baik primer maupun sekunder, perbandingan dengan literatur dan informasi, dan usulan perubahan nilai kosentrasi beserta. Hasil kajian ini diharapkan menjadi kajian awal dan pelengkap untuk revisi ketiga peraturan tersebut diatas oleh pengambil kebijakan lingkungan hidup. Semoga hasil kajian ini juga bermafaat bagi pelaksana tugas dan praktisi pengelolaan lingkungan hidup serta masyarakat pemerhati masalah lingkungan.
Serpong, Desember 2011
Tim Penyusun
KAJIAN BAKU MUTU UDARA AMBIEN LAMPIRAN PP No.41/1999 TAHUN 2011
i
LAPORAN FINAL
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi dan hak konstitusional bagi setiap warga negara Indonesia. Oleh karena itu, negara, pemerintah, dan seluruh pemangku kepentingan berkewajiban untuk melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan agar lingkungan hidup Indonesia dapat tetap menjadi sumber dan penunjang hidup bagi rakyat Indonesia serta makhluk hidup lain. Ketersediaan sumber daya alam secara kuantitas ataupun kualitas tidak merata, sedangkan kegiatan pembangunan membutuhkan sumber daya alam yang semakin meningkat. Kegiatan pembangunan juga mengandung risiko terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan. Kondisi ini dapat mengakibatkan daya dukung, daya tampung, dan produktivitas lingkungan hidup menurun yang pada akhirnya menjadi beban sosial. Oleh karena itu, lingkungan hidup Indonesia harus dilindungi dan dikelola dengan baik berdasarkan asas tanggung jawab negara, asas keberlanjutan, dan asas keadilan. Selain itu, pengelolaan lingkungan hidup harus dapat memberikan kemanfaatan ekonomi, sosial, dan budaya yang dilakukan berdasarkan prinsip kehatihatian, demokrasi lingkungan, desentralisasi, serta pengakuan dan penghargaan terhadap kearifan lokal dan kearifan lingkungan.
Perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup menuntut dikembangkannya suatu sistem yang terpadu berupa suatu kebijakan nasional perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang harus dilaksanakan secara taat asas dan konsekuen dari pusat sampai ke daerah. Ilmu pengetahuan dan teknologi telah meningkatkan kualitas hidup dan mengubah gaya hidup manusia. Pemakaian produk berbasis kimia telah meningkatkan produksi limbah bahan berbahaya dan beracun. Hal itu menuntut dikembangkannya KAJIAN BAKU MUTU UDARA AMBIEN LAMPIRAN PP No.41/1999 TAHUN 2011
1
LAPORAN FINAL
sistem pembuangan yang aman dengan risiko yang kecil bagi lingkungan hidup, kesehatan, dan kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain. Di samping menghasilkan produk yang bermanfaat bagi masyarakat, industrialisasi juga menimbulkan dampak, antara lain, dihasilkannya limbah bahan berbahaya dan beracun, yang apabila dibuang ke dalam media lingkungan hidup dapat mengancam lingkungan hidup, kesehatan, dan kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain. Dengan menyadari hal tersebut, bahan berbahaya dan beracun beserta limbahnya perlu dilindungi dan dikelola dengan baik. Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia harus bebas dari buangan limbah bahan berbahaya dan beracun dari luar wilayah Indonesia. Upaya preventif dalam rangka pengendalian dampak lingkungan hidup perlu dilaksanakan dengan mendayagunakan secara maksimal instrumen pengawasan dan perizinan. Dalam hal pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup sudah terjadi, perlu dilakukan upaya represif berupa penegakan hukum yang efektif, konsekuen, dan konsisten terhadap pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup yang sudah terjadi. Indonesia mempunyai kekayaan keanekaragaman hayati dan sumber daya alam yang melimpah. Kekayaan itu perlu dilindungi dan dikelola dalam suatu sistem perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang terpadu dan terintegrasi antara lingkungan laut, darat, dan udara berdasarkan wawasan Nusantara.
Ketersediaan
sumber daya alam secara kuantitas ataupun kualitas tidak merata, sedangkan kegiatan pembangunan membutuhkan sumber daya alam yang semakin meningkat. Kegiatan pembangunan juga mengandung risiko terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan. Kondisi ini dapat mengakibatkan daya dukung, daya tampung, dan produktivitas lingkungan hidup menurun yang pada akhirnya menjadi beban sosial. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup menuntut dikembangkannya suatu sistem yang terpadu berupa suatu kebijakan nasional perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang harus dilaksanakan secara taat asas dan konsekuen dari pusat sampai ke daerah. Penggunaan sumber daya alam harus selaras,
serasi,
dan
seimbang
dengan
fungsi
lingkungan
hidup.
Sebagai
konsekuensinya, kebijakan, rencana, dan/atau program pembangunan harus dijiwai
KAJIAN BAKU MUTU UDARA AMBIEN LAMPIRAN PP No.41/1999 TAHUN 2011
2
LAPORAN FINAL
oleh kewajiban melakukan pelestarian lingkungan hidup dan mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan. Upaya preventif dalam rangka pengendalian dampak lingkungan hidup perlu dilaksanakan dengan mendayagunakan secara maksimal instrumen pengawasan dan perizinan. Dalam hal pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup sudah terjadi, perlu dilakukan upaya represif berupa penegakan hukum yang efektif, konsekuen, dan konsisten terhadap pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup yang sudah terjadi. Salah satu instrument pengawasan dan perizinan adalah penerapan Baku Mutu Lingkungan (BML). Baku mutu lingkungan hidup adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup. Penentuan terjadinya pencemaran lingkungan hidup diukur melalui baku mutu lingkungan hidup.
Sesuai UU No.32 tahun 2009, Baku Mutu
Lingkungan terdiri dari: a.
baku mutu air;
b.
baku mutu air limbah;
c.
baku mutu air laut;
d.
baku mutu udara ambien;
e.
baku mutu emisi;
f.
baku mutu gangguan; dan
g.
baku mutu lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Penentuan BML dilakukan berbeda-beda dari daerah, wilayah, zona, hingga kawasan satu dengan lainnya, karena baik corak, karakteristik maupun kemampuan lingkungan itu satu sama lain berbeda, termasuk sistema pengelolaan oleh satu daerah dengan daerah lainnya. Oleh karena itu, pada setiap waktu terentu penentuan BML harus ditinjau atau dikaji kembali. Baku mtu Lingkungan (BML) merupakan instrumen yang berguna bagi pengelolaaan lingkungan hidup, karena UU itu sendiri menegaskan supaya tidak melanggar BML. BML memiliki banyak kegunaan yang dipakai dalam berbagai KAJIAN BAKU MUTU UDARA AMBIEN LAMPIRAN PP No.41/1999 TAHUN 2011
3
LAPORAN FINAL
keperluan antara lain adalah untuk mengetahui tingkat atau intensitas dari penurunan mutu lingkungan, baik karena pencemaran maupun karena kerusakan pada umumnya. Penerapan BML harus didasarkan secara berbeda-beda dilihat dari segi keadaan atau karakteristik objek kegiatan pengelolaan lingkungan, dari segi keadaan perwilayahan atau área, dan dari segi keadaan waktu. Ketiga hal ini ditetapkan secara legeslasi. Beberapa hal yang melatarbelakangi dilakukannya kajian terhadap baku mutu dan baku kerusakan lingkungan, antara lain yaitu:
1. Usia peraturan tentang air, udara ambien dan kerusakan lahan biomassa (PP No.82/2001, PP No.41/1999, dan PP No.150/2000) yang telah lebih dari 10 tahun dimana telah dipersyaratkan bahwa peraturan yang telah berumur lebih dari 5 (lima) tahun harus dikaji ulang. 2. Beberapa nilai baku mutu/baku kerusakan yang ada adalah hasil adopsi dari sumber sekunder seperti organisasi dunia, negara lain dan literatur 3. Beberapa nilai baku mutu/baku kerusakan yang ada pada ketiga peraturan tersebut yang diperbolahkan tidak relevan lagi dengan kondisi lingkungan dan teknologi saat ini 4. Pekembangan permasalahan lingkungan yang makin kompleks dan isu pencemaran lingkungan 5. Perkembangan teknologi pegelolaan lingkungan hidup 6. Perkembangan peraturan-peraturan mengenai pengelolaan lingkungan hidup 7. Kendala-kendala penerapan peraturan di lapangan 8. Belum mengakomodir parameter-parameter pencemar yang memiliki tingkat bahaya yang cukup tinggi. 9. Meningkatnya tangungjawab pengelolaan, penghendalian dan pemulihan lingkungan hidup bagi pemangku kepentingan, 10. Meningkkatnya
permasalahan
kependudukan
dan
kesehatan
masyarakat 11. Tersedianya data pemantauan yang dapat digunakan sebagai sumber perubahan nilai konsentrasi baku mutu/baku kerusakan KAJIAN BAKU MUTU UDARA AMBIEN LAMPIRAN PP No.41/1999 TAHUN 2011
4
LAPORAN FINAL
Udara bersih mempunyai komposisi kimia rata-rata O2 sebesar ± 21% dan N2 sebesar ± 78%, sedangkan sisanya adalah senyawa gas-gas lain yang berasal dari berbagai proses alamiah seperti gunung berapi, aerosol lautan, partikel-partikel debu tanah, proses peluruhan dan dekomposisi senyawa organik, reaksi kimia di atmosfer, dan proses-proses alamiah lainnya.
Pencemaran udara adalah masuknya zat-zat
dalam wujud gas dan partikel ke dalam atmosfer dari aktivitas lain diluar proses alamiah, sehingga mengubah komposisi alamiah semula. Kegiatan manusia secara nyata terbukti telah berperanan dalam berubahnya komposisi kimia atmosfer, terutama sejak yang dimulainya revolusi industri. Meningkatnya aktivitas industri dan aktivitas anthropogenik lainnya juga terjadi sebagai akibat dari meningkatnya populasi. Hal ini memberikan konsekuensi meningkatnya kebutuhan energi, yang pada saat ini masih banyak bertumpu pada bahan bakar fosil, terutama minyak bumi dan batubara. Kegiatan pembakaran bahan bakar fosil telah meningkatkan konsentrasi gas SO2, NOx, hidrokarbon, carbon monoksida dan partikel-partikel termasuk jelaga di atmosfer, sehingga terjadi pencemaran udara. Pencemar-pencemar di atas pada saat ini menjadi masalah utama dalam kualitas udara di perkotaan, terutama di negaranegara berkembang. Titik berat dari masalah pencemaran udara adalah dampaknya yang merugikan terhadap kesehatan manusia. Dengan demikian pada kesempatan ini makalah akan secara khusus membahas dampak dari masing-masing pencemar tersebut terhadap kesehatan.
KAJIAN BAKU MUTU UDARA AMBIEN LAMPIRAN PP No.41/1999 TAHUN 2011
5