Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan
Ujicoba Pembibitan Ceriops tagal
BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN 2005
PENDAHULUAN
Latar Belakang Taman Nasional Baluran merupakan salah satu kawasan konservasi di Pulau Jawa. Kawasan ini berbentuk segi empat dengan topografi bervariasi dari dataran rendah sampai pegunungan dengan daerah tertinggi terletak di tengah kawasan yaitu Gunung Baluran yang sudah tidak aktif lagi dengan ketinggian 1.247 m dpl. Secara geografis terletak pada 7°29′10” - 7°55′55” LS dan 114°39′10” BT dengan luas ± 25.000 Ha Taman Nasional Baluran terletak di ujung timur Pulau Jawa dan secara administrasi pemerintahan masuk ke dalam wilayah Kecamatan Banyuputih Kabupaten Situbondo. Kawasan Taman Nasional Baluran dibatasi oleh Selat Madura di sebelah utara dan Selat Bali di sebelah timur. Dari selatan sampai ke barat berturutturut dibatasi oleh Dusun Pandean, Desa Wonorejo, Sungai Bajulmati, Sungai Klokoran, Dusun Karangtekok, dan Desa Sumberanyar. Taman Nasional Baluran memiliki keindahan alam yang masih asli dengan tipe-tipe vegetasi yang cukup lengkap seperti hutan pantai, mangrove, hutan payau, savana, hutan musim, hutan pegunungan dan curah, serta potensi perairan dengan habitat terumbu karang dan padang lamun. Di dalam kawasan konservasi ini terdapat 444 jenis flora yang tergolong dalam 87 familia. Jenis – jenis tersebut terdiri dari 24 jenis tumbuhan eksotik, 265 jenis tumbuhan penghasil obat dan 37 jenis merupakan tumbuhan yang hidup pada ekosistem mangrove.
2
TINJAUAN PUSTAKA
Hutan mangrove sebagai salah satu pembentuk ekosistem di kawasan Taman Nasional Baluran mempunyai manfaat yang sangat besar, yaitu : ♦
Sebagai pendukung sistem penyangga kehidupan.
♦
Pengawetan keanekaragaman jenis flora dan fauna.
♦
Wahana pengembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan.
♦
Memiliki nilai estetika sehingga potensial untuk dikembangkan sebagai obyek wisata alam. Ditinjau dari sudut sosial ekonomi masyarakat sekitar kawasan Taman
Nasional Baluran yang umumnya masih rendah, ekosistem hutan mangrove mengandung potensi yang sangat besar yang dapat menunjang pemenuhan kebutuhan hidupnya. Oleh karena itu kawasan tersebut seringkali mendapat gangguan berupa penebangan liar, perburuan satwa maupun perubahan kawasan sebagai tempat mencari nener. Perubahan kondisi hutan mangrove juga dimungkinkan oleh penyebab – penyebab alamiah, misalnya dengan bertambahnya endapan lumpur yang dapat menambah luasnya kawasan ataupun adanya bahan yang bersifat polutan yang dapat mengakibatkan kerusakan dan kematian vegetasi penyusunnya. Untuk mewujudkan pengelolaan ekosistem hutan mangrove yang lestari, selain tindakan pengamanan perlu didukung adanya kegiatan evaluasi guna mengetahui adanya perubahan kondisi kawasan, komposisi jenis dan struktur vegetasi penyusunnya serta peranannya sebagai habitat satwa liar. Degan demikian setiap perubahan yang terjadi dapat diketahui secara dini dan dapat diambil tindakan pengelolaan yang tepat.
a. Fungsi Hutan Mangrove di Taman Nasional Baluran 1. Ekologi Fungsi ekologis hutan mangrove yang tumbuh di kawasan pantai utara – timur wilayah Taman Nasional Baluran meliputi : a. Sebagai pelindung pantai / wilayah pesisir terhadap gempuran ombak dan angin sehingga tidak terjadi abrasi dan erosi. b. Mencegah terjadinya intrusi air laut ke daratan.
3
c. Sistem perakaran vegetasi mangrove yang rapat mampu menahan dan mengikat sedimen (lumpur) sehingga tidak mencemari ekosistem terumbu karang. d. Sebagai penghasil zat organik yang produktif yang menjadi sumber makanan berbagai jenis biota laut yang hidup di perairan sekitarnya.
2. Habitat berbagai jenis satwa Fungsi ekosistem mangrove sebagai habitat satwa meliputi : a. Bagi organisme yang hidup di perairan (ikan, udang, kepiting dan moluska), ekosistem mangrove merupakan tempat berlindung, mencari makan, memijah dan membesarkan anak. b. Bagi satwa yang hidup di darat, ekosistem mangrove menjadi habitat jenis-jenis : 1. Primata a. Lutung (Prebystis crictata) Dijumpai berkelompok di hutan mangrove bama dan Popongan sedang mencari makan dan istirahat. b. Kera ekor panjang ( Macaca fascicularis) Dijumpai hampir di seluruh lokasi hutan mangrove sedang mencari makan, istirahat maupun bermain. Pada musim kemarau di hutan mangrove Bama satwa ini dapat dijumpai setiap hari. 2. Mamalia Walaupun bukan merupakan habitatnya, jenis satwa mamalia sering mengunjungi tepian kawasan hutan ini untuk mencari minum, antara lain Banteng (Bos javanicus), kerbau liar (Bubalus bubalis), rusa (Cervus timorensis), kijang (Muntiacus muntjak) dan babi hutan (Sus sp). 3. Reptilia Jenis reptilia yang dijumpai antara lain ular, biawak dan kadal. 4. Aves Jenis – jenis burung yang memanfaatkan hutan mangrove pada umumnya burung pemakan ikan antara lain :
raja udang, belibis,
kangkareng dan tledekan.
Dari hasil pengumpulan data sekunder dan pengamatan lapangan jenis satwa yang dulunya mudah dijumpai di sekitar hutan mangrove dan sekarang sulit ditemukan adalah babi (Sus sp). Kemungkinan penyebabnya
4
antara lain pengambilan bekicot yang merupakan sumber makanan babi oleh masyarakat sekitar kawasan dan adanya perburuan liar. Selain itu linsang juga pernah dijumpai di kawasan mangrove Bama tetapi sekarang tidak pernah ditemukan lagi.
3. Sarana Pendidikan dan Penelitian Dengan keanekaragaman jenis vegetasi dan satwa yang ada didalamnya, ekosistem hutan mangrove Taman Nasional Baluran telah menjadi sarana pendidikan dan obyek penelitian bagi siswa sekolah menengah maupun mahasiswa.
b. Gangguan Terhadap Hutan Mangrove Beberapa jenis gangguan yang terjadi di kawasan hutan mangrove di wilayah Resort Bama antara lain : 1). Pencurian kayu Jenis kayu yang sering diambil oleh masyarakat adalah jenis yang dapat dijadikan bahan bangunan maupun yang mempunyai nilai ekonomi tinggi, antara lain : •
Di blok Popongan terjadi penebangan liar pohon Rhizophora apiculata oleh masyarakat untuk pembuatan gubug, khususnya pada musim ikan.
•
Di blok Batu Sampan ditemukan sisa – sisa pengambilan pohon santegi sebagai bakal bonsai.
•
Di blok Batu Hitam ditemukan sisa – sisa tonggak penebangan pohon santegi yang diambil kayunya. Jenis kayu ini banyak diburu oleh masyarakat karena memiliki nilai ekonomi tinggi dan dipercaya memiliki khasiat tertentu.
2). Pengambilan akar Jenis mangrove yang diambil akarnya sebagai bahan pembuatan shuttle cock ataupun tutup botol dan termos adalah Sonneratia moluccensis. Pengambilan akar jenis ini terjadi di blok Perengan. Walaupun di wilayah Resort Bama belum ada tidak menutup kemungkinan suatu saat pengambilan akar jenis ini juga akan merambah lokasi tersebut. 3). Pengambilan nener Kegiatan pengambilan nener sebenarnya tidak merusak vegetasi mangrove secara langsung. Akan tetapi pembongkaran batu yang berserakan di tepi pantai dan kemudian disusun sebagai batas petak pengambilan nener telah menghilangkan kesempatan terjadinya endapan lumpur atau pasir yang dapat
5
ditahan oleh batu – batu tersebut, sehingga menghilangkan kesempatan perluasan hutan mangrove. Sejak tahun 1998 pengambilan nener secara massal tidak ada lagi, namun secara sporadis dan berkala masih dijumpai. 4). Sampah Adanya tumpukan sampah terutama material yang tidak dapat lapuk seperti plastik juga dapat mengganggu perkembangan vegetasi mangrove. Dengan adanya sampah di permukaan tanah maka buah yang jatuh akan tertahan oleh tumpukan sampah dan tidak dapat berkecambah. Selain itu adanya sampah yang terbawa air laut dapat menimbun seedling yang baru tumbuh sehingga mengakibatkan kematian.
6
METODOLOGI
Waktu dan Tempat Kegiatan uji coba pembibitan Ceriops tagal dimulai pada tanggal 5 Oktober 2005 dan dilaksanakan di Desa Bajulmati.
Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan pad kegiatan ini adalah : 1. Bedengan sementara
5. Saringan
2. Hand Sprayer
6. Meteran
3. Cangkul
7. Media (tanah dan pupuk kandang)
4. Ember
8. Polybag (ukuran 9 x 20)
Cara Kerja 1. Perlakuan benih sebelum dikecambahkan Biji direndam selama kurang lebih 12 jam. Biji diseleksi, dipilih 8 biji yang kondisinya sehat, besar, segar dan tidak keriput. 2. Mempersiapkan media Media terdiri dari tanah, sekam padi dan kotoran kambing. Masing – masing dengan perbandingan 1 : 1 : 0,5. Kemudian bahan dicampur hingga merata lalu dimasukkan ke dalam polybag dan disiram. 3. Penanaman Biji Biji dimasukkan ke dalam polybag dengan kedalaman + 0,5 cm. Masing – masing polybag diisi dengan1 biji. Uji coba ini menanam 8 biji Ceriops tagal. 4. Penyiraman Penyiraman dilakukan 1 hari sekali.
7
HASIL DAN PEMBAHASAN
No.
Tanggal
Keterangan
Pengamatan 1
15 November 2005
Polybag nomor 1,3,7,8 plumule mulai terbuka dan muncul kotiledon / daun pertama berupa kuncup. Plumule terbagi 4 kelopak. Polybag 2,4,6 plumule tampak hijau.
2
23 November 2005
Polybag 1,2,3,4,6,7,8,9 daun pertama (kotiledon) terbuka. Polybag 5 plumule memerah, hipokotil melengkung dan mengkerut (belum tumbuh).
8
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan a. Berdasarkan hasil pengukuran lapangan diketahui luas hutan mangrove di resort Bama 95, 81 Ha atau 35,16% dari luas total hutan mangrove Taman Nasional Baluran (272,5 Ha). b. Jumlah jenis vegetasi mangrove sejati yang ditemukan dalam wilayah Resort Bama sebanyak 16 jenis termasuk dalam 7 famili. c. Secara kualitatif hutan mangrove di wilayah Resort Bama mengalami perluasan. Beberapa petunjuk lapangan yang mendukung kesimpulan tersebut antara lain : 1. Sedikitnya tanda – tanda kerusakan yang dijumpai di lapangan. 2. Dijumpai adanya permudaan alam pada berbagai tingkatan (semai, pancang,tiang dan pohon), ini menunjukkan adanya proses regenerasi vegetasi mangrove di lokasi tersebut cukup baik. 3. Adanya asosiasi pertumbuhan vegetasi mangrove dalam blok – blok berukuran kecil pada tingkatan pancang dan tiang yang merupakan hasil perluasan dari hutan mangrove di sekitarnya. 4. Diduga telah terjadi penambahan jenis di 3 (tiga) lokasi pengamatan yaitu di Bama, Batu Sampan dan Popongan.
2. Saran a. Untuk mengetahui adanya perubahan vegetasi hutan mangrove dari waktu ke waktu perlu diadakan kegiatan pengkajian dinamika populasi mangrove secara periodik dan meliputi seluruh hutan mangrove yang ada di Taman Nasional Baluran. b. Terhadap jenis langka (Ceriops decandra) agar dilakukan pengamatan / penelitian
lebih
lanjut,
khususnya
dalam
hal
regenerasi
dan
perkembangannya. c. Perlu disusun buku pengenalan jenis mangrove Taman Nasional Baluran yang dapat digunakan sebagai pedoman lapangan dalam pemanduan.
9