LAPORAN KASUS I. IDENTITAS PASIEN Nama
: Tn.K
Umur
: 55 Tahun
Jenis kelamin
: Laki
Alamat
: Mataram
Agama
: Islam
Status
: Menikah
Suku
: Samawa
Pendidikan
: SD
Pekerjaan
: Petani
RM
: 56-32-16
MRS tanggal
: 10 Juli 2015
Tanggal Pemeriksaan
: 10 Juli 2015
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Muntah
Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien merupakan rujukan dari Rumah Sakit Umum KSB dengan diagnosis CKD. Pasien datang dengan keluhan muntah-muntah sejak 3 hari yang lau. Muntah berupa makanan dan tidak disertai darah. Muntah mencapai 4 kali dalam sehari. Selain muntah pasien juga mengeluhkan adanya mual dan keringat dingin. Rasa mual dirasakan oleh pasien secara terus menerus. Pasien juga mengeluhkan adanya panas di daerah perut, selain itu pasien juga mengatakan sempat sulit untuk buang air kecil dan BAK kembali normal saat pasien berubah posisi. 2 hari yang lalu pasien sempat diberikan obat injeksi oleh dokter Ranitidin, keluhan mual dan muntah membaik namun malam harinya pasien merasa mual dan muntah. Keluhan batuk dan demam disangkal oleh pasien. Buang air kecil dengan frekuensi 3-5 kali/hari, berwarna kuning, dengan jumlah ± 1 gelas belimbing setiap kali BAK, riwayat BAK berwarna merah pernah diderita oleh pasien, BAK merah sebanyak 1 botol air mineral tanggung. Buang air besar dengan
frekuensi 1 kali setiap 2 hari, konsistensi lunak, warna kuning-kecoklatan, riwayat BAB hitam atau berdarah disangkal oleh pasien.
Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien menderita kencing manis namun sudah terkontrol, riwayat penyakit tekanan darah tinggi, penyakit jantung, penyakit ginjal, minum obat selama 6 bulan, dan sakit kuning disangkal oleh pasien.
Riwayat Penyakit Keluarga : Pasien mengaku saudara pasien mengidap kencing manis dan batu ginjal. Riwayat, tekanan darah tinggi, sesak napas, penyakit jantung, batuk lama dan minum obat selama 6 bulan, serta sakit kuning disangkal.
Riwayat Alergi : Pasien tidak memiliki riwayat alergi makanan, riwayat alergi minuman, dan obatobatan disangkal oleh pasien.
Riwayat Pengobatan : Pasien sempat diberikan ranitidine di rumah sakit umum KSB.
Riwayat Pribadi dan Sosial : Pasien adalah seorang petani. Pasien merupakan perokok, 1 hari bisa sampai menghabiskan 2 bungkus rokok dan merokok sudah lebih dari 10 tahun
III. PEMERIKSAAN FISIK Status Generalis o
Keadaan umum
: SLemah
o
Kesadaran
: Compos Mentis
o
GCS
: Compos Mentis/ E4V5M6
o
Tanda Vital
Tekanan Darah
Nadi
Frekuensi Nafas
Suhu
: 150/90 mmHg
: 88 x/menit, reguler, kuat angkat : 24 x/menit, regular
: 36,0 oC, suhu aksiler Status Gizi
o
Berat badan : 65 kg
Tinggi badan
BMI
: 160 cm
: 23,4 (overweight)
Status Lokalis : Kepala :
o
Ekspresi wajah
Bentuk dan ukuran : normal
Rambut
: berwarna putih
Edema
: (-)
Malar rash
: (-)
Parese N VII
Hiperpigmentasi
Nyeri tekan kepala : (-) Mata :
o
Simetris
: normal
: (-) : (-)
Alis normal Exopthalmus : (-/-) Retraksi kelopak mata : (-/-) Lid Lag : (-/-) Ptosis : (-/-) Nystagmus : (-/-) Strabismus : (-/-) Edema palpebra : (-/-) Konjungtiva : anemis (-/-), hiperemia (-/-) Sclera : ikterus (-/-), hiperemia (-/-), pterygium (-/-). Pupil : Rp +/+, isokor Ø 3mm/3mm, bentuk dbn Kornea : normal Lensa : keruh (-/-) Pergerakan bola mata : normal ke segala arah Telinga :
o
Bentuk : normal, simetris
Lubang telinga : normal, sekret (-/-)
Nyeri tekan tragus (-/-)
Pendengaran : kesan normal Hidung :
o
Simetris Deviasi septum Perdarahan Sekret Penciuman
: (-/-) : (-/-) : (-/-) : kesan normal
Mulut :
o
Simetris
Bibir : sianosis (-), stomatitis angularis (-), pursed lips breathing (-)
Gusi : hiperemis (-), perdarahan (-)
Lidah : glositis (-), atropi papil lidah (-), lidah berselaput (-), kemerahan di pinggir (-), lidah kotor (-).
Gigi : caries (-), gigi tanggal (-)
Mukosa pucat (-) Leher :
o
Kaku kuduk (-)
Scrofuloderma (-), pembesaran KGB (-)
Trakea : ditengah
JVP : 5 + 2 (tidak meningkat)
Otot sternocleidomastoideus aktif, hipertrofi (+)
Pembesaran nodul thyroid (-) Thorax :
o
Inspeksi : 1) Bentuk dada normal. Ukuran dada simetris kiri dan kanan. 2) Pergerakan dinding dada: simetris kiri dan kanan 3) Permukaan dinding dada: scar (-), massa (-), spider naevi (-), ictus cordis tidak tampak 4) Penggunaan otot bantu napas: otot sternocleidomastoideus aktif (-), hipertrofi otot sternocleidomastoideus (-), otot bantu napas abdomen aktif (-). 5) Tulang iga dan sela iga: simetris, pelebaran sela iga kanan dan kiri (-) 6) Fossa supraklavikula dan infraklavikula: simetris; Fossa jugularis: trakea ditengah 7) Tipe pernapasan torako abdominal dengan frekuensi napas 24 kali/menit, reguler. Palpasi 1) Posisi mediastinum: trakea ditengah, ictus cordis teraba di ICS V di midklavikula sinistra, thrill (-). 2) Nyeri tekan (-), benjolan (-), krepitasi (-). 3) Pergerakan dinding dada: simetris. 4) Vocal fremitus Depan : N N o
o
r
r
m m
al al N N o
o
r
r
m m al al N N o
o
r
r
m m al al Belakang : N N o
o
r
r
m m al al N N o
o
r
r
m m al al N N o
o
r
r
m m al al Perkusi Depan : S
S
o
o
n
n
o
o
r S
r S
o
o
n
n
o
o
r S
r S
o
o
n
n
o
o
r
r
Belakang : S
S
o
o
n
n
o
o
r S
r S
o
o
n
n
o
o
r S
r S
o
o
n
n
o
o
r
r
1) Batas paru-jantung : Dextra → ICS IV linea parasternalis dekstra Sinistra → ICS V di linea midclavikularis sinistra
2) Batas paru-hepar : - Inspirasi → ICS VI - Ekspirasi → ICS V
Ekskursi : 1 ICS
Auskultasi 1) Cor : S1 S2 tunggal regular, murmur (-), gallop (-) 2) Pulmo : - Suara napas : Depan Vesikul
Vesikul
er Vesikul er
er Vesikul er
Vesikul er
Vesikul er
Belakang
-
Vesikul
Vesikul
er Vesikul er
er Vesikul er
Vesikul er
Vesikul er
Rhonki : Depan -
-
Belakang -
-
Wheezing : Depan
-
-
Belakang -
o
-
Abdomen : Inspeksi :
- Kulit : sikatriks (-), striae (-), vena yang berdilatasi (-), ruam (-), luka bekas operasi (-), hematome (-) - Umbilikus : inflamasi (-), hernia (-) - Kontur Abdomen : distensi (-), darm contour (-), darm steifung (-), massa (-) - Peristalsis (-), pulsasi aorta (-) - Tampak sebuah benjolan pada regio inguinalis dekstra, berbentuk benjolan, hilang timbul, tidak nyeri. Auskultasi : - Bising usus (+) 7 kali/menit, metalic sound (-), borborigmy (-) Perkusi : - Timpani di semua regio abdomen, organomegali (-), redup berpindah (-) Palpasi : - Massa (-), nyeri tekan (-), Hepar, ginjal, dan lien tidak teraba. Defans muscular (-) o Ekstremitas : Ekstremitas Atas
Akral hangat Deformitas Edema Sianosis Petekie Clubbing finger Koilonikia Sendi
Ekstremitas Bawah : +/+ : -/: -/: -/: -/: -/: -/: dbn
Akral hangat Deformitas Edema Sianosis Petekie Koilonikia Sendi Ulkus
: +/+ : -/: -/: -/: -/: -/: dbn : -/-
CRT
: < 2 detik
Atrophy disuse
: -/-
IV. RESUME Pasien merupakan rujukan dari rumah sakit KSB dengan diagnosis CKD. Pasien datang dengan keluhan muntah-muntah sejak 3 hari yang lau. Muntah berupa makanan dan tidak disertai darah. Muntah mencapai 4 kali dalam sehari. Selain muntah pasien juga mengeluhkan adanya mual dan keringat dingin. Pasien juga mengeluhkan adanya panas di daerah perut, selain itu pasien juga mengatakan sempat sulit untuk buang air kecil dan BAK kembali normal saat pasien berubah posisi. riwayat BAK berwarna merah pernah diderita oleh pasien, BAK merah sebanyak 1 botol air mineral tanggung Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sedang, tekanan darah 150/90 mmhg, nadi 88 x/menit, laju pernapasan 24 x/menit, pada pemeriksaan fisik regio thoraks didapatkan bentuk dan ukuran dinding dada normal. Terdapat nyeri tekan pada bagian supra pubik, dan tidak ditemukannya edema pada bagian ekstrimitas
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Hasil Pemeriksaan Darah Lengkap dan Kimia Klinik
Parameter HGB RBC HCT WBC MCV MCH MCHC PLT GDS Kreatinin Ureum SGOT SGPT
20/5/2015 10,4 4,03 29,1 19,09 72,2 25,8 35,7 1024 100 16,5 176 11 8
VI. DIAGNOSIS
Gangguan Ginjal Akut Post Renal
Normal 13,0 – 18,0 g/dL 4,5-5,5 x 10^6/µL 40,0-50,0 [%] 4,0 – 11,0 [10^3/ µL] 82,0 – 92,0 [fL] 27,0-31,0 [pg] 32,0-37,0 [g/dL] 150-400 [10^3/ µL] <160 0,9-1,3 10-50 <40 <41
VII.
Infeksi Saluran Kencing
PLANNING DIAGNOSTIK 1. 2. 3. 4.
EKG Lab lengkap Ro thoraks USG Abdomen
TERAPI Rumah Sakit a. b. c. d. e. f. g. h.
NS drip mielon 1 Fls 10 tpm Aspilet tab 1x80 mg Injeksi Ceftriaxone 1 amp g/ 24 jam Prosogan 1 ampul / 24 jam Ondancentron injeksi 4 mg/12 jam Ranitidin injeksi 1 ampul/12 jam Lasix 1 amp Lansoprazol 1 amp
VIII. PROGNOSIS Gangguan Ginjal Akut Post Renal : Dubia Ad Bonam Infeksi Saluran Kencing : Dubia Ad Bonam
TINJAUAN PUSTAKA
II. 1 Definisi Gagal ginjal akut adalah sindrom yang terdiri dari penurunan kemampuan filtrasi ginjal (jam sampai hari), retensi produk buangan dari nitrogen, gangguan elektrolit dan asam basa. Komplikasi gagal ginjal akut menyebabkan 5% pasien masuk RS dan 30% masuk di ICU. Terjadi oliguri (pengeluaran urin < 400mL/d) namun jarang terjadi sebagai manifestasi klinis. Gagal ginjal akut sering asimtomatik dan sering didapat dengan tanda peningkatan konsentrasi ureum dan kreatinin. Diagnosis dan penatalaksanaan gagal ginjal terbagi 3 yaitu 1. Gangguan pada prerenal tanpa gangguan renal (55%);2. Penyakit yang mengakibatkan gangguan pada parenkim renal.(40%) dan;3. Penyakit dengan obstruksi saluran kemih(5%). Kebanyakan gagal ginjal reversible karena dapat kembali kefungsi normal setelah penyakit mendasar diterapi (2,3). Gagal ginjal akut berat yang memerlukan dialysis, mempunyai mortalitas tinggi melebihi 50%. Nilai ini akan meningkat apabila disertai kegagalan multi organ. Walaupun terdapat perbaikan yang nyata pada terapi penunjang, angka mortalitas belum berkurang karena usia pasien dan pasien dengan penyakit kronik lainnya(3,4,5).
Diagnosis GGA berdasarkan pemeriksaan laboratorium ditegakkan bila terjadi peningkatan secara mendadak kreatinin serum 0,5 mg% pada pasien dengan kadar kreatinin awal <2,5 mg% atau meningkat >20% bila kreatinin awal >2,5 mg%. The Acutr Dialysis Quality Initiations Group membuat RIFLE system yang mengklasifikasikan GGA ke dalam tiga kategori menurut beratnya ( Risk Injury Failure ) serta dua kategori akibat klinik ( Loss and End-stage renal disease). Pada beberapa penyakit GGA tertentu diperlukan alat diagnostik yang canggih misalnya immunohistochemistry(IHC) dan electronmicroscopic examination(EM) pada scrup thypus di parenkim renal (3,6).
II.2 Etiologi dan Klasifikasi Gagal Ginjal Penyebab gagal ginjal akut secara garis besar dibagi menjadi 3 bagian, yaitu pre-renal (gagal ginjal sirkulatorik), renal (gagal ginjal intrinsik), dan post-renal (uropati obstruksi akut). Penyebab pre-renal adalah hipoperfusi ginjal, ini disebabkan oleh (1,7,8): 1. Hipovolemia, penyebab hipovolemi misalnya pada perdarahan, luka bakar, diare, asupan kurang, pemakaian diuretic yang berlebihan. Kurang lebih sekitar 3% neonatus masuk di ICU akibat gagal ginjal prerenal. 2. Penurunan curah jantung pada gagal jantung kongestif, infark miokardium, tamponade jantung, dan emboli paru. 3. Vasodilatasi perifer terjadi pada syok septic, anafilaksis dan cedera, dan pemberian obat antihipertensi. 4. Gangguan pada pembuluh darah ginjal, terjadi pada proses pembedahan, penggunaan obat anestesi, obat penghambat prostaglandin, sindrom hepato-renal, obstruksi pembuluh darah ginjal, disebabkan karena adanya stenosis arteri ginjal,embolisme, trombosis, dan vaskulitis.
5. Pada wanita hamil disebabkan oleh sindrom HELLP, perlengketan plasenta dan perdarahan psotpartum yang biasanya terjadi pada trimester 3. Penyebab gagal ginjal pada renal (gagal ginjal intrinsik) dibagi antara lain (1): 1. Kelainan pembuluh darah ginjal, terjadi pada hipertensi maligna, emboli kolesterol, vaskulitis, purpura, trombositopenia trombotik, sindrom uremia hemolitik, krisis ginjal, scleroderma, dan toksemia kehamilan. 2. Penyakit pada glomerolus, terjadi pada pascainfeksi akut, glomerulonefritis, proliferatif difus dan progresif, lupus eritematosus sistemik, endokarditis infektif, sindrom Goodpasture, dan vaskulitis. 3. Nekrosis tubulus akut akibat iskemia, zat nefrotksik (aminoglikosida, sefalosporin, siklosporin, amfoterisin B, aziklovir, pentamidin, obat kemoterapi, zat warna kontras radiografik, logam berat, hidrokarbon, anaestetik), rabdomiolisis dengan mioglobulinuria, hemolisis dengan hemoglobulinuria, hiperkalsemia, protein mieloma, nefropati rantai ringan, 4. Penyakit interstisial pada nefritis interstisial alergi (antibiotika, diuretic, allopurinol, rifampin, fenitoin, simetidin, NSAID), infeksi (stafilokokus, bakteri gram negatif, leptospirosis, bruselosis, virus, jamur, basil tahan asam) dan penyakit infiltratif (leukemia, limfoma, sarkoidosis). Penyebab gagal ginjal post-renal dibagi menjadi dua yaitu terjadinya : 1. sumbatan ureter yang terjadi pada fibrosis atau tumor retroperitoneal, striktura bilateral pascaoperasi atau radiasi, batu ureter bilateral, nekrosis papiler lateral, dan bola jamur bilateral.
2. Sumbatan uretra, hipertrofi prostate benigna, kanker prostat, striktura ureter, kanker kandung kemih, kanker serviks, dan kandung kemih “neurogenik”. Tabel 1. Klasifikasi GGA menurut The Acute Dialysis Quality Initiations Group Risk Injury Failure Loss ESRD
Kriteria laju filtrasi glomerulus Peningkatan serum kreatinin 1,5 kali Peningkatan serum kreatinin 2 kali Peningkatan serum kreatinin 3 kali atau kreatinin 355 μmol/l Gagal ginjal akut persisten, kerusakan total fungsi ginjal selama lebih dari 4 minggu Gagal ginjal terminal lebih dari 3 bulan
Kriteria jumlah urine < 0,5 ml/kg/jam selama 6 jam < 0,5 ml/kg/jam selama 12 jam < 0,5 ml/kg/jam selama 24 jam atau anuria selama 12 jam
II.3 Patofisiolgi Unit kerja fungsional ginjal disebut sebagai nefron. Setiap nefron terdiri dari kapsula Bowman yang mengitari kapiler glomerolus, tubulus kontortus proksimal, lengkung Henle, dan tubulus kontortus distal yang mengosongkan diri ke duktus pengumpul(1). Dalam keadaan normal aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerolus relatif konstan yang diatur oleh suatu mekanisme yang disebut otoregulasi. Dua mekanisme yang berperan dalam autoregulasi ini adalah (9):
Reseptor regangan miogenik dalam otot polos vascular arteriol aferen
Timbal balik tubuloglomerular Selain itu norepinefrin, angiotensin II, dan hormon lain juga dapat mempengaruhi
autoregulasi. Pada gagal ginjal pre-renal yang utama disebabkan oleh hipoperfusi ginjal. Pada keadaan hipovolemi akan terjadi penurunan tekanan darah, yang akan mengaktivasi baroreseptor kardiovaskular yang selanjutnya mengaktifasi sistim saraf simpatis, sistim rennin-angiotensin serta merangsang pelepasan vasopressin dan endothelin-I (ET-1), yang merupakan mekanisme
tubuh untuk mempertahankan tekanan darah dan curah jantung serta perfusi serebral. Pada keadaan ini mekanisme otoregulasi ginjal akan mempertahankan aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus (LFG) dengan vasodilatasi arteriol afferent yang dipengaruhi oleh reflek miogenik, prostaglandin dan nitric oxide (NO), serta vasokonstriksi arteriol afferent yang terutama dipengaruhi oleh angiotensin-II dan ET-1(9,10). Pada hipoperfusi ginjal yang berat (tekanan arteri rata-rata < 70 mmHg) serta berlangsung dalam jangka waktu lama, maka mekanisme otoregulasi tersebut akan terganggu dimana arteriol afferent mengalami vasokonstriksi, terjadi kontraksi mesangial dan penigkatan reabsorbsi natrium dan air. Keadaan ini disebut prerenal atau gagal ginjal akut fungsional dimana belum terjadi kerusakan struktural dari ginjal(9). Penanganan terhadap hipoperfusi ini akan memperbaiki homeostasis intrarenal menjadi normal kembali. Otoregulasi ginjal bisa dipengaruhi oleh berbagai macam obat seperti ACEI, NSAID terutama pada pasien – pasien berusia di atas 60 tahun dengan kadar serum kreatinin 2 mg/dL sehingga dapat terjadi GGA pre-renal. Proses ini lebih mudah terjadi pada kondisi hiponatremi, hipotensi, penggunaan diuretic, sirosis hati dan gagal jantung. Perlu diingat bahwa pada pasien usia lanjut dapat timbul keadaan – keadaan yang merupakan resiko GGA pre-renal seperti penyempitan pembuluh darah ginjal (penyakit renovaskuler), penyakit ginjal polikistik, dan nefrosklerosis intrarenal. Sebuah penelitian terhadap tikus yaitu gagal ginjal ginjal akut prerenal akan terjadi 24 jam setelah ditutupnya arteri renalis(9,11). Pada gagal ginjal renal terjadi kelainan vaskular yang sering menyebabkan nekrosis tubular akut. Dimana pada NTA terjadi kelainan vascular dan tubular Pada kelainan vaskuler terjadi (1,9):
1) peningkatan Ca2+ sitosolik pada arteriol afferent glomerolus yang menyebabkan sensitifitas terhadap substansi-substansi vasokonstriktor dan gangguan otoregulasi. 2) terjadi peningkatan stress oksidatif yang menyebabkan kerusakan sel endotel vaskular ginjal, yang mngakibatkan peningkatan A-II dan ET-1 serta penurunan prostaglandin dan ketersediaan nitric oxide yang bearasal dari endotelial NO-sintase. 3) peningkatan mediator inflamasi seperti tumor nekrosis faktor dan interleukin-18, yang selanjutnya akan meningkatkan ekspresi dari intraseluler adhesion molecule-1 dan P-selectin dari sel endotel, sehingga peningkatan perlekatan sel radang terutama sel netrofil. Keadaan ini akan menyebabkan peningkatan radikal bebas oksigen. Kesuluruhan proses di atas secara bersamasama menyebabkan vasokonstriksi intrarenal yang akan menyebabkan penurunan GFR.
Gambar 1. Patofisiologi gagal ginjal akut di renal. Pada kelainan tubular terjadi (1,12): 1) Peningkatan Ca2+, yang menyebabkan peningkatan calpain sitosolik phospholipase A2 serta kerusakan actin, yang akan menyebabkan kerusakan sitoskeleton. Keadaan ini akan mengakibatkan penurunan basolateral Na+/K+-ATP ase yang selanjutnya menyebabkan
penurunan reabsorbsi natrium di tubulus proximalis serta terjadi pelepasan NaCl ke maculadensa. Hal tersebut mengakibatkan peningkatan umpan tubuloglomeruler. 2) Peningkatan NO yang berasal dari inducible NO syntase, caspases dan metalloproteinase serta defisiensi heat shock protein akan menyebabkan nekrosis dan apoptosis sel. 3) obstruksi tubulus, mikrofili tubulus proksimalis yang terlepas bersama debris seluler akan membentuk substrat yang menyumbat tubulus, dalam hal ini pada thick assending limb diproduksi Tamm-Horsfall protein (THP) yang disekresikan ke dalam tubulus dalam bentuk monomer yang kemudian berubah menjadi polimer yang akan membentuk materi berupa gel dengan adanya natrium yang konsentrasinya meningkat pada tubulus distalis. Gel polimerik THP bersama sel epitel tubulus yang terlepas baik sel yang sehat, nekrotik maupun yang apoptopik, mikrofili dan matriks ekstraseluler seperti fibronektin akan membentuk silinder-silinder yang menyebabkan obstruksi tubulus ginjal. 4) kerusakan sel tubulus menyebabkan kebocoran kembali dari cairan intratubuler masuk ke dalam sirkulasi peritubuler. Keseluruhan proses tersebut di atas secara bersama-sama yang akan menyebabkan penurunan GFR. Gagal ginjal post-renal, GGA post-renal merupakan 10% dari keseluruhan GGA. GGA post-renal disebabkan oleh obstruksi intra-renal dan ekstrarenal. Obstruksi intrarenal terjadi karena deposisi kristal (urat, oksalat, sulfonamide) dan protein ( mioglobin, hemoglobin). Obstruksi ekstrarenal dapat terjadi pada pelvis ureter oleh obstruksi intrinsic (tumor, batu, nekrosis papilla) dan ekstrinsik ( keganasan pada pelvis dan retroperitoneal, fibrosis) serta pada kandung kemih (batu, tumor, hipertrofi/ keganasan prostate) dan uretra (striktura). GGA postrenal terjadi bila obstruksi akut terjadi pada uretra, buli – buli dan ureter bilateral, atau obstruksi pada ureter unilateral dimana ginjal satunya tidak berfungsi(12).
Pada fase awal dari obstruksi total ureter yang akut terjadi peningkatan aliran darah ginjal dan peningkatan tekanan pelvis ginjal dimana hal ini disebabkan oleh prostaglandin-E2. Pada fase ke-2, setelah 1,5-2 jam, terjadi penurunan aliran darah ginjal dibawah normal akibat pengaruh tromboxane-A2 dan A-II. Tekanan pelvis ginjal tetap meningkat tetapi setelah 5 jam mulai menetap. Fase ke-3 atau fase kronik, ditandai oleh aliran ginjal yang makin menurun dan penurunan tekanan pelvis ginjal ke normal dalam beberapa minggu. Aliran darah ginjal setelah 24 jam adalah 50% dari normal dan setelah 2 minggu tinggal 20% dari normal. Pada fase ini mulai terjadi pengeluaran mediator inflamasi dan faktorfaktor pertumbuhan yang menyebabkan fibrosis interstisial ginjal(12,13).
Gambar 2. Batu pada ginjal II.4 Gejala Klinis Gejala klinis yang sering timbul pada gagal ginjal akut adalah jumlah volume urine berkurang dalam bentuk oligouri bila produksi urine > 40 ml/hari, anuri bila produksi urin < 50 ml/hari, jumlah urine > 1000 ml/hari tetapi kemampuan konsentrasi terganggu, dalam keadaan ini disebut high output renal failure. Gejala lain yang timbul adalah uremia dimana BUN di atas
40 mmol/l, edema paru terjadi pada penderita yang mendapat terapi cairan, asidosis metabolik dengan manifestasi takipnea dan gejala klinik lain tergantung dari faktor penyebabnya(1,14).
II. 5 Diagnosis Diagnosis ditegakkan untuk dapat membedakan GGA pre-renal, renal, dan post-renal. Diawali dengan menanyakan riwayat penyakit untuk mengetahui saat mulainya GGA serta faktor-faktor pencetus yang terjadi, tanyakan pula riwayat penyakit dahulu. Pemeriksaan fisik yang harus diperhatikan adalah status volume pasien, pemeriksaan kardiovaskuler, pelvis, dan rectum, dan pemasangan kateter untuk memonitor jumlah urine yang keluar selama pemberian terapi cairan. Pemeriksaan laboratorium harus mencakup elektrolit serum, BUN, kreatinin serum, kalsium, fosfor, dan asam urat(1). Pemeriksaan penunjang lain yang penting adalah pemeriksan USG ginjal untuk menentukan ukuran ginjal dan untuk mengenali batu dan hidronefrosis, bila perlu lakukan biopsy ginjal sebelum terapi akut dilakukan pada pasien dengan GGA yang etiologinya tidak diketahui. Angiografi (pemeriksaan rontgen pada arteri dan vena) dilakukan jika diduga penyebabnya adalah penyumbatan pembuluh darah. Pemeriksaan lainnya yang bisa membantu adalah CT scan dan MRI. Jika pemeriksaan tersebut tidak dapat menunjukkan penyebab dari gagal ginjal akut, maka dilakukan biopsi (pengambilan jaringan untuk pemeriksaan mikroskopis) misalnya pada nekrosis tubular akut. Perlu diingat pada Angiografi,dengan menggunakan medium kontras dapat menimbulkan komplikasi klinis yang ditandai dengan peningkatan absolute konsentrasi kreatinin serum setidaknya 0,5 mg/dl (44,2 μmol/l) atau dengan peningkatan relative setidaknya 25 % dari nilai dasar(1,16,17).
II. 6 Penatalaksanaan
Tujuan utama dari pengelolaan GGA adalah mencegah terjadinya kerusakan ginjal, mempertahankan hemostasis, melakukan resusitasi, mencegah komplikasi metabolik dan infeksi, serta mempertahankan pasien tetap hidup sampai faal ginjalnya sembuh secara spontan. Penatalaksanaan gagal ginjal meliputi, perbaikan faktor prerenal dan post renal, evaluasi pengobatan yang telah doberikan pada pasien, mengoptimalkan curah jantung dan aliran darah ke ginjal, mengevaluasi jumlah urin, mengobati komplikasi akut pada gagal ginjal, asupan nutrisi yang kuat, atasi infeksi, perawatan menyeluruh yang baik, memulai terapi dialisis sebelum timbul komplikasi, dan pemberian obat sesuai dengan GFR. Status volume pasien harus ditentukan dan dioptimalkan dengan pemantauan berat badan pasien serta asupan dan keluaran cairan setiap hari. Pada pasien dengan kelebihan volume, keseimbangan cairan dapat dipertahankan dengan menggunakan diuretika Furosemid sampai dengan 400 mg/hari. Dosis obat harus disesuaikan dengan tingkat fungsi ginjal, obat-obat yang mengandung magnesium (laksatif dan anatasida) harus dihentikan. Antibiotik bisa diberikan untuk mencegah atau mengobati infeksi. Untuk dukungan gizi yang optimal pada GGA, penderita dianjurkan menjalani diet kaya karbohidrat serta rendah protein,natrium dan kalium(2,15). Terapi khusus GGA Dialisis diindikasikan pada GGA untuk mengobati gejala uremia, kelebihan volume, asidemia, hiperkalemia, perikarditis uremia, dan hipoinatremia. Indikasi dilakukannya dialisa adalah(2,15): 1. Oligouria : produksi urine < 2000 ml in 12 h 2. Anuria : produksi urine < 50 ml in 12 h 3. Hiperkalemia : kadar potassium >6,5 mmol/L
4. Asidemia : pH < 7,0 5. Azotemia : kadar urea > 30 mmol/L 6. Ensefalopati uremikum 7. Neuropati/miopati uremikum 8. Perikarditis uremikum 9. Natrium abnormalitas plasma : Konsentrasi > 155 mmol/L atau < 120 mmol/L 10. Hipertermia 11. Keracunan obat Kebutuhan gizi pada gagal ginjal akut (18): 1. Energy 20–30 kcal/kgBW/d 2. Carbohydrates 3–5 (max. 7) g/kgBW/d 3. Fat 0.8–1.2 (max. 1.5) g/kgBW/d 4. Protein (essential dan non-essential amino acids) 5. Terapi konservatif 0.6–0.8 (max. 1.0) g/kgBW/d 6. Extracorporeal therapy 1.0–1.5 g/kgBW/d 7. CCRT, in hypercatabolism Up to maximum 1.7g/kgBW/d GGA post-renal memerlukan tindakan cepat bersama dengan ahli urologi misalnya tindakan nefrostomi, mengatasi infeksi saluran kemih dan menghilangkan sumbatan yang dapat disebabkan oleh batu, striktur uretra atau pembesaran prostate(4). Tabel 2. Pengobatan suportif pada gagal ginjal akut Komplikasi Kelebihan volume intravaskuler Hiponatremia Hiperkalemia
Pengobatan Batasi garam (1-2 g/hari) dan air (< 1L/hari) Furosemid, ultrafiltrasi atau dialysis Batasi asupan air (< 1 L/hari), hindari infuse larutan hipotonik. Batasi asupan diit K (<40 mmol/hari), hindari diuretic hemat kalium
Asidosis metabolic
Natrium bikarbonat ( upayakan bikarbonat serum > 15 mmol/L, pH >7.2 ) Batasi asupan diit fosfat (<800 mg/hari) Obat pengikat fosfat (kalsium asetat, kalsium karbonat) Kalsium karbonat; kalsium glukonat ( 10-20 ml larutan 10% ) Batasi asupan protein (0,8-1 g/kgBB/hari) jika tidak dalam kondisi katabolic Karbohidrat 100 g/hari Nutrisi enteral atau parenteral, jika perjalanan klinik lama atau katabolik
Hiperfosfatemia Hipokalsemia Nutrisi
Indikasi hemodialisa pada gagal ginjal akut (1): 1. GGT ( klirens kreatinin < 5 ml/m) 2. GGA berkepanjangan ( > 5 hari) 3. GGA dg. : a. keadaan umum yang buruk b. K serum > 6 mEq/L c. BUN > 200 mg% d. pH darah < 7,1 e. Fluid overload 4.
Intoksikasi obat yg gagal dg terapi konservatif
II.7 Komplikasi Komplikasi metabolik berupa kelebihan cairan, hiperkalemia, asidosis metabolik, hipokalsemia, serta peningkatan ureum yang lebih cepat pada keadaan hiperkatabolik. Pada oligurik dapat timbul edema kaki, hipertensi dan edema paru, yang dapat menimbulkan keadaan gawat. Hiperkalemia terjadi karena beberapa hal seperti ekskresi melalui ginjal terganggu, perpindahan kalium keluar sel, kerusakan sel akibat proses katabolik, trauma, sepsis, infeksi, atau dapat juga disebabkan karena asupan kalium yang berlebih, keadaan ini berbahaya karena
bisa menyebabkan henti jantung dalam keadaan diastolik. Asidosis terjadi karena bikarbonat darah menurun akibat ekskresi asam nonvolatile terganggu dimana juga meningkatkan anion gap. Hipokalsemia sering terjadi pada awal GGA dan pada fase penyembuhan GGA. Komplikasi sistemik seperti (19): 1. Jantung Edema paru, aritmia dan efusi pericardium. 2. Gangguan elektrolit Hiperkalemia, hiponatremia, dan asidosis 3. Neurologi: Iiritabilitas neuromuskular, tremor, dan koma, 4. Gangguan kesadaran dan kejang. 5. Gastrointestinal: Nausea, muntah, gastritis, dan ulkus peptikum. 6. Perdarahan gastrointestinal 7. Hematologi Anemia, dan diastesis hemoragik 8. Infeksi Pneumonia, septikemia, dan infeksi nosokomial. 9. Hambatan penyembuhan luka II. 8 Prognosis Mortalitas akibat GGA bergantung keadaan klinik dan derajat gagal ginjal. Perlu diperhatikan faktor usia, makin tua makin jelek prognosanya, adanya infeksi yang menyertai, perdarahan gastrointestinal, penyebab yang berat akan memperburuk prognosa. Penyebab
kematian tersering adalah infeksi (30-50%), perdarahan terutama saluran cerna (10-20%), jantung (10-20%), gagal nafas (15%), dan gagal multiorgan dengan kombinasi hipotensi, septikemia, dan sebagainya. Pasien dengan GGA yang menjalani dialysis angka kematiannya sebesar 50-60%, karena itu pencegahan, diagnosis dini, dan terapi dini perlu ditekankan(1,2). Daftar Pustaka 1. Annonymous. Renal failure 2009 : (online), (http://wikipedia.com, diakses 20 januari 2010). 2. Stein,Jay H. Kelainan ginjal dan elektrolit. panduan klinik ilmu penyakit dalam.edisi ke3. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2001. 3. Dennis L. Kasper, Eugene Braunwald, Anthony Fauci. Harrison's Principles of Internal Medicine 16th Edition. USA : McGraw-Hill, 2004. 4. Markum,M.H.S. Gagal Ginjal Akut. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, editors. Buku Ajar: Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi ke-4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2006.
5. Nissenson. Epidemiology and pathogenesis of acute renal failure in the ICU. Kidney International 1998; 53; 7-10. 6. Dong-Min Kim, 1 Dae Woong Kang, 1 Jong O Kim. Acute Renal Failure due to Acute Tubular Necrosis caused by Direct Invasion of Orientia tsutsugamushi. J. Clin. Microbiol 2007; 1128. 7. Stapleton FB, Jones DP, Green RS. Acute renal failure in neonates: Incidence, etiology and outcome. Pediatr Nephrol 1987; 1; 314-320. 8. Altıntepe, Gezginç, Tonbul. Etiology and prognosis in 36 acute renal failure cases related to pregnancy in central anatolia. Eur J Gen Med 2005; 2(3): 110-113. 9. Boediwarsono.Gagal ginjal akut. segi praktis pengobatan penyakit dalam.Surabaya : Penerbit PT Bina Indra Karya 1985. 10. Takaoka, Kuro, Matsumura. Role of endothelin in the pathogenesis of acute renal failure. Drug News Perspect 2000, 13(3): 141.
11. Yagil, Myers, Jamison. Course and pathogenesis of postischemic acute renal failure in the rat. Am J Physiol Renal Physiol 1988; 255. 12. Jacob. Acute renal failure. Indian J Anaesth 2003; 47(5):367-372. 13. Schrier, Wang, Poole, Amit Mitra. Acute renal failure: definitions, diagnosis, pathogenesis, and therapy. The Journal of Clinical Investigation 2004;114. 14. Sukahatya. Gagal ginjal akut 2006 : (online), (http://www.medicastore.com, diakses 20 januari 2010. 15. Rahardjo, J.Pudji. Kegawatan pada Gagal Ginjal. Penatalaksanaan Kedaruratan di bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat infomasi dan Penerbitan FKUI 2000. 16. Schlegel. Computed radionuclide urogram for assesing acute renal failure. AJR 1980; 134. 17. Esson, Robert W. Schrier. Diagnosis and treatment of acute tubular necrosis. Annals of Internal Medicine 2002;137. 18. Cano, Fiaccadori E, P, Tesinsky. ESPEN guidelines on enteral nutrition: adult renal failure. Clinical Nutrition 2006; 25:295–310. 19. Aspelin P, Aubry P, Fransson sg. Efek nefrotoksik pada pasien risiko tinggi yang menjalani angiografi. NEJM 2006; 348 (6): 491.