LAPORAN INVESTIGASI KLB DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI DESA TANGKOBU KEC. PAGUYAMAN TAHUN 2012
OLEH :
HESTI IBRAHIM (PENGELOLA PROGRAM SURVEYLANS)
DINAS KESEHATAN KABUPATEN BOALEMO TAHUN 2012
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era global peradaban dunia di tahun millenium ketiga, ditengarai dengan kemajuan pesat di bidang teknologi informasi dan transportasi, perdagangan bebas, mobilitas penduduk antar Negara-negara wilayah yang sedemikian cepat membawa dampak terhadap kehidupan masyarakat global yang harus dikelola dengan baik. Kemajuan teknologi transportasi, berimplikasi pada kecepatan waktu tempuh dari satu tempat ke tempat lain, dari satu wilayah ke wilayah lain antar Negara maupun antar wilayah menjadi semakin pendek dan semakin cepat. Dampak negative di bidang kesehatan pada tingkat kemajuan teknologi transportasi, perdagangan bebas maupun mobilitas penduduk antar Negara, antar wilayah tersebut adalah percepatan perpindahan dan penyebaran penyakit menular potensial wabah yang dibawa oleh alat angkut, orang maupun bawaannya. Disisi lain dampak dari kemajuan teknologi transportasi mengakibatkan terbawanya vector penular penyakit dari satu Negara ke Negara lain dengan cepat menyebar melalui pintu-pintu masuk Negara yaitu : pelabuhan laut, Bandar udara maupun Pos Lintas Batas Negara. Berdasarkan survey serangga pada pesawat-pesawat penerbangan internasional yang masuk ke bandara Tokyo (Haneda dan Narita) antara tahun 1975-1981 ditemukan 840 nyamuk dari 168 pesawat, 955 lalat dari 295 pesawat dan 228 kecoa dari 54 pesawat (Takashi,1984). Hal tersebut menunjukkan bahwa persebaran vector melalui alat angkut adalah suatu kenyataan yang tidak dapat dipungkiri. Penyakit-penyakit yang dapat ditularkan melalui serangga maupun vector antara lain adalah Demam Kuning (Yellow Fever), Demam Berdarah, Malaria, Pes, Tifus, Kolera, dan lain-lain. Penyakit-penyakit tersebut dapat menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB) yang membutuhkan respon cepat dan penaganan
antarnegara yang didalam IHR 2005 disebut sebagai “Public Health Emergency of International Concern (PHEIC)”. Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Haemorraghic Fever masih merupakan suatu penyakit menular yang tetap menjadi masalah kesehatan masyarakat, dimana penyakit ini merupakan penyakit endemis disebagian wilayah di Indonesia. Hal ini disebabkan, penyakit tersebut penyebarannya sangat cepat dan sering menimbulkan kejadian luar biasa/wabah, sehingga menyebabkan banyak penderita yang sakit bahkan sampai meninggal. Dari tahun ketahun angka kejadian dan daerah terjangkit terus meningkat serta sering menyebabkan Kejadian Luar Biasa hampir seluruh propinsi di Indonesia. Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan virus dengue yang termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu ; DEN-1, DEN2, DEN-3, DEN-4. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Di Indonesia, pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa rumah sakit menunjukkan bahwa keempat serotype ditemukan dan bersirkulasi sepanjang tahun. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan banyak yang menunjukkan manifestasi klinik yang berat. Di Indonesia pada tahun 2002 jumlah kasus sebanyak 40.377 ( IR : 19,24/100.000 penduduk dengan 533 kematian (CFR : 1,3 %), tahun 2003 jumlah kasus sebanyak 52.566 (IR : 24,34/100.000 penduduk) dengan 814 kematian (CFR : 1,5 %), tahun 2004 jumlah kasus sebanyak 79.462 (IR : 37,01/100.000 penduduk) dengan 957 kematian (IR : 1,20 %), tahun 2005 jumlah kasus sebanyak 95.279 (IR : 43,31/100.000 penduduk) dengan 1.298 kematian (CFR : 1,36 %) tahun 2006 jumlah kasus sebanyak 114.656 (IR :
52,48/100.000 penduduk) dengan 1.196 kematian (CFR : 1,04 %). Sampai dengan
bulan
November
2007,
kasus
telah
mencapai
124.811
(IR:
57,52/100.000 penduduk) dengan 1.277 kematian (CFR: 1,02%). Upaya pengendalian penyakit DBD yang telah dilakukan sampai saat ini adalah memberantas nyamuk penularnya baik terhadap nyamuk dewasa atau jentiknya karena obat dan vaksinnya untuk membasmi virusnya belum ada. Departemen Kesehatan telah menetapkan 5 kegiatan pokok sebagai kebijakan dalam pengendalian penyakit DBD yaitu menemukan kasus secepatnya dan mengobati sesuai protap, memutuskan mata rantai penularan dengan pemberantasan vektor (nyamuk dewasa dan jentik-jentiknya), kemitraan dalam wadah POKJANAL DBD (Kelompok Kerja Operasional DBD), pemberdayaan masyarakat dalam gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN 3M Plus) dan peningkatan profesionalisme pelaksana program. Berbagai
upaya
telah
dilakukan
untuk
menanggulangi
terjadinya
peningkatan kasus, salah satu diantaranya dan yang paling utama adalah dengan memberdayakan masyarakat dalam kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) melalui gerakan 3M ( Menguras-Menutup-Mengubur). Kegiatan ini telah diintensifkan sejak tahun 1992 dan pada tahun 2000 dikembangkan menjadi 3M Plus yaitu dengan cara menggunakan larvasida, memelihara ikan dan mencegah gigitan nyamuk. Sampai saat ini upaya tersebut belum menampakkan hasil yang diinginkan karena setiap tahun masih terjadi peningkatan angka kematian. Selama ini berbagai upaya untuk memberdayakan masyarakat dalam PSNDBD sudah banyak dilakukan tetapi hasilnya belum optimal dapat merubah perilaku masyarakat untuk secara terus menerus melakukan PSN-DBD di tatanan dan lingkungan masing-masing. Berdasarkan laporan melalui sms (short message service) dari masyarakat dan laporan W1 KLB/Wabah oleh Puskesmas Paguyaman tanggal 11 Oktober 2012 bahwa telah ditemukan 1 (satu) penderita DBD di Desa Tangkobu kec. Paguyaman. Pada tanggal 12 Oktober 2012 telah dilakukan Penyelidikan Epidemiologi dan penanggulangan seperlunya oleh Tim Penyelidikan KLB Dinas Kesehatan Kab. Boalemo dan Tim dari Puskesmas Paguyaman.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan masalah dalam laporan ini adalah “Bagaimana Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah di Desa Tangkobu Bulan Oktober Tahun 2012”. C. Tujuan Investigasi 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui Untuk mengetahui gambaran besarnya masalah KLB DBD dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, sehingga dapat dilaksanakan tindak lanjut penanggulangan serta pencegahan yang efektif dan efisien. 2. Tujuan Khusus a. Memastikan kebenaran kasus KLB DBD yang dilaporkan b. Mengetahui kecenderungan meluasnya kasus DBD di lokasi c. Mengetahui gambaran distribusi penyakit baik menurut orang, waktu dan tempat d. Mengetahui penyebab terjadinya KLB DBD e. Melakukan penanggulangan dan pencegahan meluasnya kasus DBD D. Manfaat 1. Bagi Masyarakat a.
Dapat mencegah permasalahan kesehatan lebih meluas di desa secara dini, sehingga bisa ditangani dengan cepat dan diselesaikan, sesuai kondisi, potensi dan kemampuan yang ada.
b.
Masyarakat desa dapat memperoleh pelayanan dan penanganan kasus dengan segera
2. Bagi Pengelola Program a. Petugas memahami dasar kebijakan dan strategi program P2 DBD b. Petugas mampu memberikan penanganan dan pelaporan penderita DBD c. Petugas
mampu
melaksanakan
mencegah KLB/wabah DBD d. Mampu menganalisis data
tindakan
kewaspadaan
dini
untuk
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) 1. Definisi Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Virus Dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti, yang ditandai dengan demam mendadak 2-7 hari, lemah/lesu, gelisah, nyeri ulu hati, disertai tanda perdarahan di kulit berupa bintik perdarahan (petechiae), lebam (echymosis) atau ruam (purpura), kadangkadang mimisan, berak darah, muntah darah, kesadaran menurun atau renjatan (shock). 2. Gejala a. Demam Penyakit ini didahului oleh demam tinggi yang mendadak, terus-menerus berlangsung 2-7 hari, kemudian turun dengan cepat. b. Tanda-tanda perdarahan Sebab : - Trombositopenia - Gangguan fungsi trombosit Bentuk perdarahan dapat berupa : Uji Torniquet (Rumple Leede) positif Petechia, purpura, echymosis dan perdarahan conjunctiva Epistaxis Hematemesis, melena haematuria c. Hepatomegali d. Shock Masa kritis dari penyakit terjadi pada akhir fase demam, pada saat ini terjadi penurunan suhu yang tiba-tiba yang sering disertai dengan gangguan sirkulasi yang bervariasi dalam berat-ringannya. Pada kasus dengan gangguan sirkulasi ringan perubahan yang terjadi minimal dan sementara, pada kasus berat penderita dapat mengalami syok.
Tanda-tanda shock : Kulit akral dan ujung hidung teraba dingin dan lembab Penderita gelisah Sianosis Nadi cepat, lemah, kecil sampai tidak teraba Perdarahan e. Trombositopeni Jumlah trombosit <150.000/mm3 pada hari ke 3-7 saat sakit Pemeriksaan dilakukan minimal 2 kali f. Hemokonsentrasi : meningkatnya nilai hematokrit (Ht) g. Gejala klinik lain : Anoreksia, lemah, mual, muntah, sakit perut, diare at konstipasi dan kejang Hiperpireksia dan penurunan kesadaran Sakit
perut
yang
hebat
yang
timbul
mendahului
perdarahan
gastrointestinal dan renjatan. 3. Laboratorium a.
Pemeriksaan kadar hemoglobin
b.
Pemeriksaan kadar hematokrit
c.
Pemeriksaan jumlah trombosit
d.
Pemeriksaan pencitraan (USG)
e.
Pemeriksaan serologis; dibantu oleh Laboratorium Kesehatan Propinsi/ Laboratorium Rumah Sakit.
4. Pengobatan Pengobatan yang spesifik terhadap DBD tidak ada, tapi lebih ditujukan kearah simptomatis : a. Penggantian cairan tubuh b. Obat-obatan : kortikosteroid, antibiotic dan konvulsan bila bila ada indikasi, vitamin. 5. Prognosa Prognosa penyakit DBD sulit diramalkan. Penderita yang pada waktu masuk keadaan umumnya tampak baik, dalam waktu singkat dapat memburuk dan
tidak tertolong. Sebaliknya, penderita yang pada umumnya sangat buruk, dengan pengobatan yang adekuat dapat tertolong. B. Tinjauan Umum Tentang Kejadian Luar Biasa DBD 1. Definisi KLB DBD KLB-DBD adalah peningkatan kejadian kesakitan 2 kali atau lebih jumlah kasus DBD dalam suatu wilayah, dalam kurun waktu 1 Minggu/1 bulan dibandingkan dengan minggu/bulan sebelumnya atau bulan yang sama pada tahun lalu. 2. Penyelidikan KLB Penyelidikan Kejadian Luar Biasa dilakukan berdasarkan laporan, baik dari masyarakat maupun sarana kesehatan lainnya. C. Kegiatan Pokok Program Ada 6 pokok program meliputi : 1. Surveylans Epidemiologi Terdiri dari kegiatan-kegiatan : a. Penemuan dan pelaporan penderita, di Rumah Sakit, di Puskesmas, di klinik/dokter praktek swasta, menggunakan sistem pelaporan yang telah baku. Penyakit DBD termasuk salah satu penyakit menular yang dapat menimbulkan wabah, sesuai dengan UU Wabah No 4 tahun 1984, PP no. 4 tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah dan PERMENKES No 560 th 1989 tentang jenis penyakit yg dapat menimbulkan wabah, maka penderita DBD wajib dilaporkan dalam waktu <24 jam. Dokter yg menemukan penderita/tersangka DBD wajib melaporkannya ke Puskesmas setempat sesuai dengan tempat tinggal penderita. Metode : 1) Surveilans pasif : menerima pelaporan. 2) Surveilans aktif : petugas Dinas Kesehatan mendatangi RS/sarana pelayanan kesehatan yang merawat penderita DBD.
b. Tindak lanjut penanggulangan kasus DBD di lapangan : 1) Penyelidikan epidemiologi 2) Penanggulangan seperlunya meliputi foging fokus, penggerakkan masyarakat dan penyuluhan untuk PSN serta larvasidasi. 3) Melakukan analis berdasarkan PWS ( Pemantauan Wilayah Setempat ) 2.Pemberantasan Vektor a. Fase vektor : 1) Nyamuk dewasa : Untuk memutuskan mata rantai penularan maka nyamuk dewasa yang diduga telah terinfeksi ( sesuai kriteria PE ) harus segera diberantas dengan cara pengasapan . Bila sebuah daerah dinyatakan KLB, maka pengasapan massal seluruh area merupakan metode yang harus dilakukan. 2) Jentik : dengan melakukan PSN dengan kegiatan 3 M Plus : a) Secara fisik : 3 M (Menguras, Menutup, Mengubur) b) Secara kimiawi : Larvasidasi (”Abate/altosid”) c) Secara biologis : Ikanisasi; ikan adu/cupang/tempalo Cara mandiri lainnya untuk mencegah dan mengusir nyamuk seperti menggunakan repelan, obat nyamuk bakar, obat nyamuk semprot, menggunakan kelambu, memasang kawat kasa, mendaur ulang barang-barang bekas dll. b. Kegiatan Pengamatan Vektor: Pengamatan terhadap vektor khususnya jentik nyamuk perlu dilakukan terus menerus, paling tidak seminggu sekali oleh masyarakat sendiri dengan peran aktif KADER dan dimonitor oleh petugas puskesmas. Bulan kewaspadaan “gerakan 3M“. Pada saat Sebelum Musim Penularan, dipimpin oleh kepala wilayah (Gubernur, Bupati, Walikota, camat/lurah). Tujuannya untuk meningkatkan kewaspadaan dan kepedulian masyarakat memasuki musim penghujan. Kegiatannya meliputi : Penyuluhan intensif
Kerja bakti ”3M PLUS”
Kunjungan rumah Pemantauan Jentik Berkala di desa endemis setiap tiga bulan sekali, dilaksanakan oleh PUSKESMAS. Pemantauan Jentik oleh JUMANTIK (Juru Pemantau Jentik) Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) dan dikomunikasikan kepada pimpinan wilayah pada rapat bulanan, sebagai alat monitoring. Indikator yang digunakan adalah : - Angka Bebas Jentik (ABJ) - Kontainer Indeks. c. Pada Situasi KLB : Perlu persiapan sarana dan prasarana termasuk mesin fogging, ULV dipastikan dalam keadaan berfungsi, kecukupan insektisida dan larvasida dan
penyediaan
biaya
operasional,
seringkali
hal-hal
ini
yang
menyebabkan keterlambatan dalam penanggulangan KLB. Demikian pula kesiagaan di RS untuk dapat menampung pasien-pasien DBD, baik penyediaan tempat tidur, sarana logistik dan tenaga medis, paramedis dan laboratorium yang siaga 24 jam. Pemerintah daerah menyiapkan anggaran untuk perawatan gratis bagi pasien-pasien tidak mampu dan perawatan di kelas III. 3. Tata laksana kasus : a.
Pelatihan Tatalaksana klinis bagi dokter anak/penyakit dalam, dokter Puskesmas dan para medis.
b.
b. Pelatihan bagi petugas laboratorium (klinis dan serologis)
c.
Penyediaan sarana dan prasarana seperti tersedia tensimeter anak untuk melakukan test torniquet, alat pemeriksaan trombosit dan hematokrit, cairan infus, infus set dll.
4. Penyuluhan Promosi kesehatan penyakit DBD tidak sekedar membuat leaflet atau poster
saja
melainkan
suatu
komunikasi
perubahan
Perilaku
dalam
Pemberantasan Sarang Nyamuk melalui pesan pokok “3M PLUS”, merupakan suatu kegiatan yang terencana sejak dari tahap analisa situasi, perencanaan kegiatan hingga ke pelaksanaan dan evaluasi. Saat ini kegiatan diintensifkan menjadi sub program Peran Serta Masyarakat dalam PSN dan telah
diterbitkan buku panduan untuk ini. Diharapkan setiap wilayah memilih daerah uji coba untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam PSN DBD. Media penyuluhan selain media cetak (leaflet, brosur, poster), media elektronik pesan 3 M melalui TV atau radio, ”talk show” dll. Pelaksana kegiatan tidak hanya sektor kesehatan tapi melibatkan semua pihak yang terkait anak sekolah, pramuka Saka Bhakti Husada, mahasiswa, kader-kader, tokoh masyarakat, petugas sektoral, pemilik bangunan/ pertokoan dll. 5. Kemitraan Disadari bahwa penyakit DBD tidak dapat diselesaikan hanya oleh sektor kesehatan saja, peran lintas program (Promosi Kesehatan, Kesehatan Lingkungan,
UKS,
Badan
Litbangkes)
terlebih
lintas
sektor
terkait
(DEPDIKNAS, Dep. Agama, KLH, Kimpraswil, Departemen Perhubungan dll) serta organisasi profesi dan organisasi kemasyarakatan sangat diharapkan. Wadah kemitraan telah terbentuk melalui SK KEPMENKES 581 / 1992 dan SK MENDAGRI 441/ 1994 dengan nama Kelompok Kerja Operasional (POKJANAL) dan POKJA DBD di tingkat kelurahan. Organisasi ini merupakan wadah koordinasi dan jejaring kemitraan dalam Penanggulangan DBD. Sejak tahun 1995, setiap 2 tahun sekali diadakan pertemuan POKJANAL DBD dengan peserta bervariasi dari PEMDA, BAPPEDA, PMD, PKK, DPRD dan kesehatan sendiri. Beberapa kesepakatan hasil pertemuan regional Pokjanal DBD antara lain perlu revitalisasi, reorganisasi dan restrukturisasi organisasi ini dengan adanya sekretariat tetap, perlu pendanaan bagi kegiatan operasional POKJANAL serta melakukan kegiatan penggerakkan peran serta masyarakat PSN DBD dalam bentuk pembinaan daerah uji coba peran serta masyarakat dalam PSN DBD. 6. Peran Serta Masyarakat Departemen Kesehatan telah menerbitkan beberapa buku pedoman dalam rangka penggerakkan peran serta masyarakat dalm PSN DBD dan sejak tahun 2000 telah melakukan sosialisasi program PSN DBD bagi kabupaten/kota. Sasaran peran serta masyarakat terdiri dari keluarga melalui peran PKK dan organisasi kemasyarakatan atau LSM, murid sekolah melalui kegiatan UKS dan pelatihan guru, tatanan institusi (kantor, tempat-tempat
umum, tempat-tempat ibadah) diharapakan peran sektor terkait dan petugas sanitasi lingkungan serta masyarakat secara umum, melalui Gerakan 3 M. Berbagai
upaya
secara
politis
telah
dilaksanakan
seperti
instruksi
Gubernur/Bupati/Walikota, Surat Edaran MENDAGRI, MENDIKNAS, Wakil Presiden untuk mengajak masyarakat melakukan PSN. Terakhir dicanangkan Gerakan Serentak PSN (GERTAK PSN) dan Gerakan Bebas Nyamuk (GEBAS Nyamuk). Gerakan-gerakan ini dapat disesuaikan dengan gerakan serupa yang telah ada seperti Gerakan Jum’at Bersih, Lomba-lomba Kota bersih/kota sehat dll. Budaya masyarakat juga masih kurang dan perlu dilaksanakan, mengingat setiap daerah memiliki kekhasannya yang sangat lokal spesifik. Penelitian vektor pun sangat penting untuk memahami bionomik vektor, perubahan perilaku dan resistensi terhadap insektisida yang selama ini digunakan.
BAB III METODOLOGI A. Pengumpulan data 1. Data Sekunder Data dalam laporan ini diperoleh informasi dari masyarakat, dan data dari penyelidikan epidemiologi di Desa Tangkobu Kecamatan Paguyaman Kab. Boalemo 2. Data Primer Data primer diperoleh dengan melakukan penyelidikan epidemiologi melalui wawancara dari rumah ke rumah terhadap kasus/keluarganya, daerah sekitar rumah penderita dan Kepala Desa melalui formulir pelacakan kasus dan wawancara mendalam. B. Pengolahan dan Penyajian Data Pengelohan data dilakukan dengan cara manual dan computerisasi yang disajikan dalam bentuk tabel, grafik dan narasi.
BAB IV HASIL INVESTIGASI DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Situasi Desa Tangkobu merupakan bagian dari Desa di wilayah kerja Puskesmas Paguyaman Kecamatan Paguyaman, letaknya sebelah Utara berbatasan dengan Desa Motoduto Kec. Boliyohuto, sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Karya Murni Kec. Paguyaman, sebelah Timur berbatasan dengan Desa Rejonegoro Kec. Paguyaman dan sebelah Barat berbatasan dengan Desa Motoduto Kec. Paguyaman, sehingga untuk menjangkau desa yang lainnya sangat mudah. Disamping itu dilihat dari letak geografis Desa Tangkobu adalah merupakan dataran rendah dan sebagian besar adalah daerah pertanian yang sangat subur. Luas wilayah Desa Tangkobu yaitu 706,69 ha/m² dengan jumlah penduduk sebanyak 1743 jiwa dengan jumlah KK 440. Tabel 1. Jumlah penduduk, dan sarana kesling Desa Tangkobu Kecamata Paguyaman
DUSUN
PENDUDUK
KK
SUMUR GALI
MATA AIR
PAM
PIPA
TEMPAT SAMPAH
MCK
JAMBAN
5
1743
440
34
11
127
45
27
14
89
Berdasarkan tabel 1, menunjukkan bahwa Desa Tangkobu terdiri dari 5 dusun, dengan penduduk sebanyak 1743 jiwa, jumlah KK 440 jiwa, sumur gali 34 buah, mata air 11 mata air, PAM 127 buah, Pipa 45 buah, tempat sampah 27 buah, MCK 14 buah, dan jumlah jamban 89 buah.
Tabel 2. Sarana dan Prasarana Kesehatan di Desa Tangkobu SARANA & PRASARANA
JUMLAH
Poskesdes Puskesmas Pembantu Polindes Bidan Jumlah
0 1 1 1 3
Berdasarkan table 2 menunjukkan bahwa Desa Tangkobu memiliki Polindes 1 buah, Puskesmas Pembantu 1 buah dan Bidan yang tinggal di Desa 1 orang. B. Gambaran Kejadian Luar Biasa (KLB) Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD)
Tabel 3. Attack Rate kasus DBD di Desa Tangkobu Tahun 2012
UMUR
KASUS
AR
10 - 14 THN
2
2,5
15 - 19 THN
1
1,4
20 – 44 THN
2
0,32
56 – 60 THN
1
0,49
JUMLAH
6
0,61
Berdasarkan tabel 3, menunjukkan bahwa Attack Rate (Angka Serangan) yang terbesar adalah pada golongan umur 10 – 14 tahun sebesar 2,5%, diikuti dengan golongan umur 15 – 19 tahun sebesar 1,4%, golongan umur 56-60 tahun sebesar 0,49% dan golongan umur 20 – 44 tahun sebesar 0,32%, dan total keseluruhan golongan umur 0,61%.
Grafik 1. Proporsi KLB DBD menurut jenis kelamin di Desa Tangkobu Tahun 2012
33 L P 67
Berdasarkan grafik 1 menunjukkan bahwa proporsi penderita yang berjenis kelamin perempuan lebih besar 67 % daripada penderita yang berjenis kelamin laki – laki 33 %. Grafik 2. Waktu KLB Demam Berdarah Dengue (DBD) di Desa Tangkobu Tahun 2012 4.5 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 Minggu ke 41
Minggu ke42
Minggu ke 43
Berdasarkan grafik 2 menunjukkan bahwa Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue terjadi pada minggu ke-41 1 penderita, puncak kasus pada minggu ke-42 4 kasus, dan minggu ke-43 1 kasus.
C. Pembahasan
Infeksi virus dengue tergantung dari faktor yang mempengaruhi daya tahan tubuh dengan faktor-faktor yang mempengaruhi virulensi virus. Dengan demikian infeksi virus dengue dapat menyebabkan keadaan yang bermacammacam, mulai dari tanpa gejala (asimtomatik), demam ringan yang tidak spesifik (undifferentiated febrile illness), Demam Dengue, atau bentuk yang lebih berat yaitu Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Sindrom Syok Dengue (SSD). Bentuk klasik dari DBD ditandai dengan demam tinggi, mendadak 2-7 hari, disertai dengan muka kemerahan. Keluhan seperti anoreksia, sakit kepala, nyeri otot, tulang, sendi, mual, dan muntah sering ditemukan. Beberapa penderita mengeluh nyeri menelan dengan farings hiperemis ditemukan pada pemeriksaan, namun jarang ditemukan batuk pilek. Biasanya ditemukan juga nyeri perut dirasakan di epigastrium dan dibawah tulang iga. Demam tinggi dapat menimbulkan kejang demam terutama pada bayi. Berdasarkan tabel 3, menunjukkan bahwa Attack Rate (Angka Serangan) yang terbesar adalah pada golongan umur 10 – 14 tahun sebesar 2,5%, diikuti dengan golongan umur 15 – 19 tahun sebesar 1,4%, golongan umur 56-60 tahun sebesar 0,49% dan golongan umur 20 – 44 tahun sebesar 0,32%, dan total keseluruhan golongan umur 0,61%. Hal ini dapat di jelaskan bahwa pada kejadian KLB DBD ini penderita yang pertama kali menderita DBD adalah pada golongan umur 20 – 44 tahun dimana pada usia ini adalah golongan umur produktif dan dengan jumlah yang banyak melakukan aktifitas bepergian. Seseorang yang didalam darahnya mengandung virus dengue merupakan sumber penularan penyakit DBD. Virus ini berada dalam darah selama 4 – 7 hari yang dimulai dari 1 – 2 hari sebelum demam. Bila penderita tersebut digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut terisap masuk kedalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan memperbanyak diri dan menyebar di berbagai jaringan tubuh nyamuk termasuk dalam air liurnya. Kira – kira 1 minggu setelah mengisap darah penderita nyamuk tersebut menyebarkan kepada orang lain. Orang yang kemasukan virus dengue untuk pertama kali, umumnya hanya menderita sakit demam yang ringan dengan gejala yang tidak spesifik atau bahkan tidak memperlihatkan gejala sakit sama sekali.
Berdasarkan grafik 1 menunjukkan bahwa proporsi penderita yang berjenis kelamin perempuan lebih besar 67 % daripada penderita yang berjenis kelamin laki – laki 33 %. Hal ini dapat dijelaskan bahwa pada saat penderita sakit yang lebih banyak berdekatan atau yang merawat penderita ini adalah perempuan sehingga kemungkinan terjadinya proses penularan adalah pada saat tersebut. Berdasarkan grafik 2 menunjukkan bahwa Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue terjadi pada minggu ke-41 1 penderita, puncak kasus pada minggu ke-42 4 kasus, dan minggu ke-43 1 kasus. Hal ini dapat dijelaskan bahwa sesuai hasil investigasi tidak ditemukan adanya jentik, maka kasus ini merupakan kasus impor dari daerah lain yang kebetulan pada saat yang sama sedang terjadi wabah DBD. Atas laporan dari masyarakat dan laporan W1 dari pengelola Surveylans Puskesmas Paguyaman bahwa ada kasus DBD, maka Tim Gerak Cepat dari Dinas Kesehatan Kab. Boalemo kerja sama dengan pihak Puskesmas Paguyaman telah melakukan pengamatan dan penyelidikan epidemiologi dan ditetapkan sebagai KLB DBD di Desa Tangkobu. Hasil
pengamatan
epidemiologi
menunjukkan
bahwa
pada
saat
pemeriksaan tidak ditemukan adanya jentik, maka hal – hal yang ditempuh untuk memutuskan mata rantai dan penularan lebih lanjut adalah : 1. Melakukan penyuluhan kepada tokoh masyarakat, dan masyarakat sekitar tempat kejadian 2. Penggerakan masyarakat untuk PSN (pemberantasan sarang nyamuk) dengan melakukan 3M Plus, walaupun pada saat melakukan investigasi tidak ditemukan
adanya
jentik,
tetapi
komponen
yang
mendukung
untuk
perkembangbiakan jentik sangat banyak dilokasi kejadian dengan banyaknya tumpukan sampah (wadah yang bisa menampung air) yang berserakan di areal belakang pemukiman tempat kejadian kasus DBD. 3. Penyemprotan massal (Foggingisasi) dengan tujuan untuk membunuh nyamuk dewasa.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Berdasarkan hasil investigasi dan analisis bahwa kejadian kasus DBD yang terjadi di Desa Tangkobudi tetapkan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) dengan salah satu kriteri KLB yaitu ”Timbulnya suatu penyakit menular tertentu yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal pada suatu daerah”. (Permenkes 1501 Tahun 2010). 2. KLB DBD
menunjukkan bahwa Attack Rate (Angka Serangan) yang
terbesar adalah pada golongan umur 10 – 14 tahun sebesar 2,5%, diikuti dengan golongan umur 15 – 19 tahun sebesar 1,4%, golongan umur 5660 tahun sebesar 0,49% dan golongan umur 20 – 44 tahun sebesar 0,32%, dan total keseluruhan golongan umur 0,61%. 3. KLB DBD terjadi akibat kasus import dari daerah lain karena pada saat Penyelidikan Epidemiologi (PE) tidak ditemukan jentik dan kondisi penderita yang sering bepergian ke luar daerah dan sanitasi dasar di wilayah Desa Tangkobu masih cukup rendah. B. Saran 1. Frekwensi penyuluhan kepada masyarakat tentang penyakit DBD perlu ditingkatkan terutama mengenai pemberantasan sarang nyamuk 2. Menghindari gigitan nyamuk dengan tidur didalam kelambu, mengolesi badan dengan repellent, menggunakan obat anti nyamuk bakar atau anti nyamuk semprot. 3. Membersihkan lingkungan rumah secara berkala 4. Peningkatan system kewaspadaan dini terhadap KLB
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era global peradaban dunia di tahun millenium ketiga, ditengarai dengan kemajuan pesat di bidang teknologi informasi dan transportasi, perdagangan bebas, mobilitas penduduk antar Negara-negara wilayah yang sedemikian cepat membawa dampak terhadap kehidupan masyarakat global yang harus dikelola dengan baik. Kemajuan teknologi transportasi, berimplikasi pada kecepatan waktu tempuh dari satu tempat ke tempat lain, dari satu wilayah ke wilayah lain antar Negara maupun antar wilayah menjadi semakin pendek dan semakin cepat. Dampak negative di bidang kesehatan pada tingkat kemajuan teknologi transportasi, perdagangan bebas maupun mobilitas penduduk antar Negara, antar wilayah tersebut adalah percepatan perpindahan dan penyebaran penyakit menular potensial wabah yang dibawa oleh alat angkut, orang maupun bawaannya. Disisi lain dampak dari kemajuan teknologi transportasi mengakibatkan terbawanya vector penular penyakit dari satu Negara ke Negara lain dengan cepat menyebar melalui pintu-pintu masuk Negara yaitu : pelabuhan laut, Bandar udara maupun Pos Lintas Batas Negara. Berdasarkan survey serangga pada pesawat-pesawat penerbangan internasional yang masuk ke bandara Tokyo (Haneda dan Narita) antara tahun 1975-1981 ditemukan 840 nyamuk dari 168 pesawat, 955 lalat dari 295 pesawat dan 228 kecoa dari 54 pesawat (Takashi,1984). Hal tersebut menunjukkan bahwa persebaran vector melalui alat angkut adalah suatu kenyataan yang tidak dapat dipungkiri. Penyakit-penyakit yang dapat ditularkan melalui serangga maupun vector antara lain adalah Demam Kuning (Yellow Fever), Demam Berdarah, Malaria, Pes, Tifus, Kolera, dan lain-lain. Penyakit-penyakit tersebut dapat menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB) yang membutuhkan respon cepat dan penaganan
antarnegara yang didalam IHR 2005 disebut sebagai “Public Health Emergency of International Concern (PHEIC)”. Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Haemorraghic Fever masih merupakan suatu penyakit menular yang tetap menjadi masalah kesehatan masyarakat, dimana penyakit ini merupakan penyakit endemis disebagian wilayah di Indonesia. Hal ini disebabkan, penyakit tersebut penyebarannya sangat cepat dan sering menimbulkan kejadian luar biasa/wabah, sehingga menyebabkan banyak penderita yang sakit bahkan sampai meninggal. Dari tahun ketahun angka kejadian dan daerah terjangkit terus meningkat serta sering menyebabkan Kejadian Luar Biasa hampir seluruh propinsi di Indonesia. Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan virus dengue yang termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu ; DEN-1, DEN2, DEN-3, DEN-4. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Di Indonesia, pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa rumah sakit menunjukkan bahwa keempat serotype ditemukan dan bersirkulasi sepanjang tahun. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan banyak yang menunjukkan manifestasi klinik yang berat. Di Indonesia pada tahun 2002 jumlah kasus sebanyak 40.377 ( IR : 19,24/100.000 penduduk dengan 533 kematian (CFR : 1,3 %), tahun 2003 jumlah kasus sebanyak 52.566 (IR : 24,34/100.000 penduduk) dengan 814 kematian (CFR : 1,5 %), tahun 2004 jumlah kasus sebanyak 79.462 (IR : 37,01/100.000 penduduk) dengan 957 kematian (IR : 1,20 %), tahun 2005 jumlah kasus sebanyak 95.279 (IR : 43,31/100.000 penduduk) dengan 1.298 kematian (CFR : 1,36 %) tahun 2006 jumlah kasus sebanyak 114.656 (IR :
52,48/100.000 penduduk) dengan 1.196 kematian (CFR : 1,04 %). Sampai dengan
bulan
November
2007,
kasus
telah
mencapai
124.811
(IR:
57,52/100.000 penduduk) dengan 1.277 kematian (CFR: 1,02%). Upaya pengendalian penyakit DBD yang telah dilakukan sampai saat ini adalah memberantas nyamuk penularnya baik terhadap nyamuk dewasa atau jentiknya karena obat dan vaksinnya untuk membasmi virusnya belum ada. Departemen Kesehatan telah menetapkan 5 kegiatan pokok sebagai kebijakan dalam pengendalian penyakit DBD yaitu menemukan kasus secepatnya dan mengobati sesuai protap, memutuskan mata rantai penularan dengan pemberantasan vektor (nyamuk dewasa dan jentik-jentiknya), kemitraan dalam wadah POKJANAL DBD (Kelompok Kerja Operasional DBD), pemberdayaan masyarakat dalam gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN 3M Plus) dan peningkatan profesionalisme pelaksana program. Berbagai
upaya
telah
dilakukan
untuk
menanggulangi
terjadinya
peningkatan kasus, salah satu diantaranya dan yang paling utama adalah dengan memberdayakan masyarakat dalam kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) melalui gerakan 3M ( Menguras-Menutup-Mengubur). Kegiatan ini telah diintensifkan sejak tahun 1992 dan pada tahun 2000 dikembangkan menjadi 3M Plus yaitu dengan cara menggunakan larvasida, memelihara ikan dan mencegah gigitan nyamuk. Sampai saat ini upaya tersebut belum menampakkan hasil yang diinginkan karena setiap tahun masih terjadi peningkatan angka kematian. Selama ini berbagai upaya untuk memberdayakan masyarakat dalam PSNDBD sudah banyak dilakukan tetapi hasilnya belum optimal dapat merubah perilaku masyarakat untuk secara terus menerus melakukan PSN-DBD di tatanan dan lingkungan masing-masing. Berdasarkan laporan melalui telpon seluler dari bapak Taufik Van gobel kepada Bapak Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Boalemo tanggal 05 Februari 2014 bahwa istrinya terkena penyakit Demam Berdarah (DBD) sedang dirawat di RSUD-TN Kabupaten Boalemo dan anak-anaknya sudah mulai menunjukan gejalan panas dingin dan beliau meminta untuk di lakukan fogging atau pengasapan
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan masalah dalam laporan ini adalah “Mengetahui kebenaran Laporan adanya Kasus DBD di Desa Mohungo Kecamatan Tilamuta Kabupaten BOalemo Tahun 2014 ? C. Tujuan Investigasi 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui mempengaruhinya,
kebenaran kasus DBD dan faktor-faktor yang
sehingga
dapat
dilaksanakan
tindak
lanjut
penanggulangan serta pencegahan yang efektif dan efisien. 2. Tujuan Khusus a. Memastikan kebenaran kasus DBD yang dilaporkan b. Mengetahui kecenderungan meluasnya kasus DBD di lokasi c. Mengetahui gambaran distribusi penyakit baik menurut orang, waktu dan tempat d. Mengetahui penyebab terjadinya kasus DBD e. Melakukan penanggulangan dan pencegahan meluasnya kasus DBD D. Manfaat a. Bagi Masyarakat 1.
Dapat mencegah permasalahan kesehatan lebih meluas di desa secara dini, sehingga bisa ditangani dengan cepat dan diselesaikan, sesuai kondisi, potensi dan kemampuan yang ada.
2.
Masyarakat desa dapat memperoleh pelayanan dan penanganan kasus dengan segera
b. Bagi Pengelola Program a. Petugas memahami dasar kebijakan dan strategi program P2 DBD b. Petugas mampu memberikan penanganan dan pelaporan penderita DBD c. Petugas
mampu
melaksanakan
mencegah KLB/wabah DBD d. Mampu menganalisis data
tindakan
kewaspadaan
dini
untuk
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) a. Definisi Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Virus Dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti, yang ditandai dengan demam mendadak 2-7 hari, lemah/lesu, gelisah, nyeri ulu hati, disertai tanda perdarahan di kulit berupa bintik perdarahan (petechiae), lebam (echymosis) atau ruam (purpura), kadangkadang mimisan, berak darah, muntah darah, kesadaran menurun atau renjatan (shock). b. Gejala 1. Demam Penyakit ini didahului oleh demam tinggi yang mendadak, terus-menerus berlangsung 2-7 hari, kemudian turun dengan cepat. 2. Tanda-tanda perdarahan Sebab : - Trombositopenia - Gangguan fungsi trombosit Bentuk perdarahan dapat berupa : Uji Torniquet (Rumple Leede) positif Petechia, purpura, echymosis dan perdarahan conjunctiva Epistaxis Hematemesis, melena haematuria 3. Hepatomegali 4. Shock Masa kritis dari penyakit terjadi pada akhir fase demam, pada saat ini terjadi penurunan suhu yang tiba-tiba yang sering disertai dengan gangguan sirkulasi yang bervariasi dalam berat-ringannya. Pada kasus dengan gangguan sirkulasi ringan perubahan yang terjadi minimal dan sementara, pada kasus berat penderita dapat mengalami syok.
Tanda-tanda shock : Kulit akral dan ujung hidung teraba dingin dan lembab Penderita gelisah Sianosis Nadi cepat, lemah, kecil sampai tidak teraba Perdarahan 5. Trombositopeni Jumlah trombosit <150.000/mm3 pada hari ke 3-7 saat sakit Pemeriksaan dilakukan minimal 2 kali 6. Hemokonsentrasi : meningkatnya nilai hematokrit (Ht) c. Gejala klinik lain : Anoreksia, lemah, mual, muntah, sakit perut, diare at konstipasi dan kejang Hiperpireksia dan penurunan kesadaran Sakit
perut
yang
hebat
yang
timbul
mendahului
perdarahan
gastrointestinal dan renjatan. d. Laboratorium -
Pemeriksaan kadar hemoglobin
-
Pemeriksaan kadar hematokrit
-
Pemeriksaan jumlah trombosit
-
Pemeriksaan pencitraan (USG)
-
Pemeriksaan serologis; dibantu oleh Laboratorium Kesehatan Propinsi/ Laboratorium Rumah Sakit.
e. Pengobatan Pengobatan yang spesifik terhadap DBD tidak ada, tapi lebih ditujukan kearah simptomatis : f. Penggantian cairan tubuh g. Obat-obatan : kortikosteroid, antibiotic dan konvulsan bila bila ada indikasi, vitamin. h. Prognosa Prognosa penyakit DBD sulit diramalkan. Penderita yang pada waktu masuk keadaan umumnya tampak baik, dalam waktu singkat dapat
memburuk dan tidak tertolong. Sebaliknya, penderita yang pada umumnya sangat buruk, dengan pengobatan yang adekuat dapat tertolong. B. Tinjauan Umum Tentang Kejadian Luar Biasa DBD 1. Definisi KLB DBD KLB-DBD adalah peningkatan kejadian kesakitan 2 kali atau lebih jumlah kasus DBD dalam suatu wilayah, dalam kurun waktu 1 Minggu/1 bulan dibandingkan dengan minggu/bulan sebelumnya atau bulan yang sama pada tahun lalu. 2. Penyelidikan KLB Penyelidikan Kejadian Luar Biasa dilakukan berdasarkan laporan, baik dari masyarakat maupun sarana kesehatan lainnya. C. Kegiatan Pokok Program Ada 6 pokok program meliputi : 1. Surveylans Epidemiologi Terdiri dari kegiatan-kegiatan : a. Penemuan dan pelaporan penderita, di Rumah Sakit, di Puskesmas, di klinik/dokter praktek swasta, menggunakan sistem pelaporan yang telah baku. Penyakit DBD termasuk salah satu penyakit menular yang dapat menimbulkan wabah, sesuai dengan UU Wabah No 4 tahun 1984, PP no. 4 tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah dan PERMENKES No 560 th 1989 tentang jenis penyakit yg dapat menimbulkan wabah, maka penderita DBD wajib dilaporkan dalam waktu <24 jam. Dokter yg menemukan penderita/tersangka DBD wajib melaporkannya ke Puskesmas setempat sesuai dengan tempat tinggal penderita. Metode : 1. Surveilans pasif : menerima pelaporan. 2. Surveilans aktif : petugas Dinas Kesehatan mendatangi RS/sarana pelayanan kesehatan yang merawat penderita DBD.
b. Tindak lanjut penanggulangan kasus DBD di lapangan : 1.
Penyelidikan epidemiologi
2.
Penanggulangan seperlunya meliputi foging fokus, penggerakkan masyarakat dan penyuluhan untuk PSN serta larvasidasi.
3.
Melakukan analis berdasarkan PWS ( Pemantauan Wilayah Setempat )
c. Pemberantasan Vektor 1. Fase vektor : a) Nyamuk dewasa : Untuk memutuskan mata rantai penularan maka nyamuk dewasa yang diduga telah terinfeksi ( sesuai kriteria PE ) harus segera diberantas dengan cara pengasapan . Bila sebuah daerah dinyatakan KLB, maka pengasapan massal seluruh area merupakan metode yang harus dilakukan. b) Jentik : dengan melakukan PSN dengan kegiatan 3 M Plus : -
Secara fisik : 3 M (Menguras, Menutup, Mengubur) Secara kimiawi : Larvasidasi (”Abate/altosid”) Secara biologis : Ikanisasi; ikan adu/cupang/tempalo Cara mandiri lainnya untuk mencegah dan mengusir nyamuk seperti menggunakan repelan, obat nyamuk bakar, obat nyamuk semprot, menggunakan kelambu, memasang kawat kasa, mendaur ulang barang-barang bekas dll.
2. Kegiatan Pengamatan Vektor: Pengamatan terhadap vektor khususnya jentik nyamuk perlu dilakukan terus menerus, paling tidak seminggu sekali oleh masyarakat sendiri dengan peran aktif KADER dan dimonitor oleh petugas puskesmas. Bulan kewaspadaan “gerakan 3M“. Pada saat Sebelum Musim Penularan, dipimpin oleh kepala wilayah (Gubernur, Bupati, Walikota, camat/lurah). Tujuannya untuk meningkatkan kewaspadaan dan kepedulian masyarakat memasuki musim penghujan. Kegiatannya meliputi :
Penyuluhan intensif Kerja bakti ”3M PLUS” Kunjungan rumah
Pemantauan Jentik Berkala di desa endemis setiap tiga bulan sekali, dilaksanakan oleh PUSKESMAS. Pemantauan Jentik oleh JUMANTIK (Juru Pemantau Jentik) Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) dan dikomunikasikan kepada pimpinan wilayah pada rapat bulanan, sebagai alat monitoring. Indikator yang digunakan adalah : - Angka Bebas Jentik (ABJ) - Kontainer Indeks. c. Pada Situasi KLB : Perlu persiapan sarana dan prasarana termasuk mesin fogging, ULV dipastikan dalam keadaan berfungsi, kecukupan insektisida dan larvasida dan
penyediaan
biaya
operasional,
seringkali
hal-hal
ini
yang
menyebabkan keterlambatan dalam penanggulangan KLB. Demikian pula kesiagaan di RS untuk dapat menampung pasien-pasien DBD, baik penyediaan tempat tidur, sarana logistik dan tenaga medis, paramedis dan laboratorium yang siaga 24 jam. Pemerintah daerah menyiapkan anggaran untuk perawatan gratis bagi pasien-pasien tidak mampu dan perawatan di kelas III. 7. Tata laksana kasus : a. Pelatihan Tatalaksana klinis bagi dokter anak/penyakit dalam, dokter Puskesmas dan para medis. b. Pelatihan bagi petugas laboratorium (klinis dan serologis) c. Penyediaan sarana dan prasarana seperti tersedia tensimeter anak untuk melakukan test torniquet, alat pemeriksaan trombosit dan hematokrit, cairan infus, infus set dll. d. Penyuluhan Promosi kesehatan penyakit DBD tidak sekedar membuat leaflet atau poster saja melainkan suatu komunikasi perubahan Perilaku dalam
Pemberantasan Sarang Nyamuk melalui pesan pokok “3M PLUS”, merupakan suatu kegiatan yang terencana sejak dari tahap analisa situasi, perencanaan kegiatan hingga ke pelaksanaan dan evaluasi. Saat ini kegiatan diintensifkan menjadi sub program Peran Serta Masyarakat dalam PSN dan telah diterbitkan buku panduan untuk ini. Diharapkan setiap wilayah memilih daerah uji coba untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam PSN DBD. Media penyuluhan selain media cetak (leaflet, brosur, poster), media elektronik pesan 3 M melalui TV atau radio, ”talk show” dll. Pelaksana kegiatan tidak hanya sektor kesehatan tapi melibatkan semua pihak yang terkait anak sekolah, pramuka Saka Bhakti Husada, mahasiswa, kaderkader, tokoh masyarakat, petugas sektoral, pemilik bangunan/ pertokoan dll. e. Kemitraan Disadari bahwa penyakit DBD tidak dapat diselesaikan hanya oleh sektor kesehatan saja, peran lintas program (Promosi Kesehatan, Kesehatan Lingkungan,
UKS,
Badan
Litbangkes)
terlebih
lintas
sektor
terkait
(DEPDIKNAS, Dep. Agama, KLH, Kimpraswil, Departemen Perhubungan dll) serta organisasi profesi dan organisasi kemasyarakatan sangat diharapkan. Wadah kemitraan telah terbentuk melalui SK KEPMENKES 581 / 1992 dan SK MENDAGRI 441/ 1994 dengan nama Kelompok Kerja Operasional (POKJANAL) dan POKJA DBD di tingkat kelurahan. Organisasi ini merupakan wadah koordinasi dan jejaring kemitraan dalam Penanggulangan DBD. Sejak tahun 1995, setiap 2 tahun sekali diadakan pertemuan POKJANAL DBD dengan peserta bervariasi dari PEMDA, BAPPEDA, PMD, PKK, DPRD dan kesehatan sendiri. Beberapa kesepakatan hasil pertemuan regional Pokjanal DBD antara lain perlu revitalisasi, reorganisasi dan restrukturisasi organisasi ini dengan adanya sekretariat tetap, perlu pendanaan bagi kegiatan operasional POKJANAL serta melakukan kegiatan penggerakkan peran serta masyarakat PSN DBD dalam bentuk pembinaan daerah uji coba peran serta masyarakat dalam PSN DBD.
f. Peran Serta Masyarakat Departemen Kesehatan telah menerbitkan beberapa buku pedoman dalam rangka penggerakkan peran serta masyarakat dalm PSN DBD dan sejak tahun 2000 telah melakukan sosialisasi program PSN DBD bagi kabupaten/kota. Sasaran peran serta masyarakat terdiri dari keluarga melalui peran PKK dan organisasi kemasyarakatan atau LSM, murid sekolah melalui kegiatan UKS dan pelatihan guru, tatanan institusi (kantor, tempat-tempat umum, tempat-tempat ibadah) diharapakan peran sektor terkait dan petugas sanitasi lingkungan serta masyarakat secara umum, melalui Gerakan 3 M. Berbagai
upaya
secara
politis
telah
dilaksanakan
seperti
instruksi
Gubernur/Bupati/Walikota, Surat Edaran MENDAGRI, MENDIKNAS, Wakil Presiden untuk mengajak masyarakat melakukan PSN. Terakhir dicanangkan Gerakan Serentak PSN (GERTAK PSN) dan Gerakan Bebas Nyamuk (GEBAS Nyamuk). Gerakan-gerakan ini dapat disesuaikan dengan gerakan serupa yang telah ada seperti Gerakan Jum’at Bersih, Lomba-lomba Kota bersih/kota sehat dll. Budaya masyarakat juga masih kurang dan perlu dilaksanakan, mengingat setiap daerah memiliki kekhasannya yang sangat lokal spesifik. Penelitian vektor pun sangat penting untuk memahami bionomik vektor, perubahan perilaku dan resistensi terhadap insektisida yang selama ini digunakan.
BAB III METODOLOGI A. Pengumpulan data 1. Data Sekunder Data dalam laporan ini diperoleh informasi dari masyarakat, dan data dari penyelidikan epidemiologi di Desa Mohungo Kecamatan Tilamuta Kab. Boalemo 2. Data Primer Data primer diperoleh dengan melakukan penyelidikan epidemiologi melalui wawancara dari rumah ke rumah terhadap kasus/keluarganya, daerah sekitar rumah penderita dan sekretaris Desa melalui formulir pelacakan kasus dan wawancara mendalam. B. Pengolahan dan Penyajian Data Pengelohan data dilakukan dengan cara manual dan computerisasi yang disajikan dalam bentuk tabel, grafik dan narasi.
BAB IV HASIL INVESTIGASI DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Situasi Desa Modelomo merupakan bagian dari Desa di wilayah kerja Puskesmas Tilamuta Kecamatan Tilamuta, letaknya sebelah Utara berbatasan dengan Desa Lahumbo, sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Modelomo Kec. Tilamuta, sebelah Timur berbatasan dengan Desa Pentadu Timur Kec. Tilamuta dan sebelah Barat berbatasan dengan Desa Limbato Kec. Tilamuta, sehingga untuk menjangkau desa yang lainnya sangat mudah. Disamping itu dilihat dari letak geografis Desa Mohungo adalah merupakan dataran rendah dan sebagian besar adalah daerah pertanian yang sangat subur. Luas wilayah Desa Mohungo yaitu 706,69 ha/m² dengan jumlah penduduk sebanyak 2068 jiwa. Tabel 1. Sarana dan Prasarana Kesehatan di Desa Mohungo SARANA & PRASARANA
JUMLAH
Posyandu Puskesmas Pembantu Polindes swasta Bidan Desa Jumlah
1 0 1 1 3
Berdasarkan table 1 menunjukkan bahwa Desa Mohungo memiliki Posyandu 1 buah, Posyandu 1 buah, Polindes swasta 1 buah dan Bidan yang tinggal di Desa 1 orang. B. Analisis Penderita Anamnese Penderita : Nama
: Ivon salilama, Spd.
Umur
: 33 Tahun
Alamat
: Desa Mohungo dusun III Kecamatan Tilamuta
Diagnose
: suspect thypoid, suspec Hepatitis, DHF, ISK
Riwayat Masuk Rumah Sakit: Tanggal 2 Bulan Februari Jam 20.00 wita dengan riwayat panas tinggi, menggigil,
pusing,
mimisan,
Mata
CA
Positif,
SI
negative
1,Leher
limpohadenopati (-) Torax S1 S2 (tidak ada sesak), murmur (-).
Hasil Test Rumple Leede : Negatif Therapy : IVFD RL 28 tetes/menit Kalnex tab 2x1 Hepanax 2 x1 Injeksi Vit K/ 1M Furmuno 1x1 Paracetamol 3 x 1 Adona tab 3 x a Pemeriksan Penunjang : a. Tangal 02 Februari 2014 : 1. Hemoglobin 14,0 g/Dl 2. Hematokrit 4,3 % 3. Eritrosit 4,3 sel/mm³ 4. Leukosit 2,900 mm³ 5. Trombosit 160 ul b. Tanggal 03 Februari 2013 : 1. Hemoglobin 13,6 g/Dl 2. Hematokrit 4,9 % 3. Eritrosit 4,3 sel/mm³ 4. Leukosit 2,900 mm³ 5. Trombosit 182 ul Pada jam 08.30 pagi diperiksa ekstremitas atas hasil Rumple Leede Postif c. Tanggal 04 Februari 2014 1. Trombosit 83 ribu 2. Leukosit 2500 mm³ 3. Hemoglobin 14,8 g/Dl 4. Eritrosit 5,3 sel/mm³ 5. McHc 31 % 6. MCV 87³
d. Tanggal 05 Februari 2014: 1. Trombosit 89 ribu ul (hasil lab Pagi) 2. Trombosit 82 ribu (hasil Lab malam) Hasil Survey Jentik : NO
NAMA
UMUR
GEJALA
1
Novan Yajitala
37 Tahun
sehat
2
Ruhu Ali
45 Tahun
sehat
3
Anton Ali
28 tahun
sehat
4
Wirda malik
60 tahun
sehat
5
Halid Ali
36 tahun
sehat
6
Jumaida Batu
50 tahun
sehat
7
Rolin Yalin
35 tahun
sehat
8 9
Ufik Van Gobel Gusti Latif
37 Tahun 12 Tahun
10 11 12
Sulastri Marhaba Masri Kuni Hamid Marhaba
49 Tahun 47 Tahun 63 Tahun
sehat Panas menggigil sehat sehat sehat
13
Larmin Dambe
34 tahun
sehat
14
Samani Anwar
88 Tahun
Sehat
15
Salmin Anwar
28 Tahun
sehat
16
Yamin Haluta
35 Tahun
sehat
17
Aten Ambo
40 Tahun
sehat
18
Mamin Dalilanggo Hakim Hamzah Kamsia Tahabu Teki Tumewu
42 Tahun
sehat
43 Tahun 38 Tahun 45 Tahun
sehat
19 20 21
HASIL INVESTIGASI LINGKUNGAN Tidak ditemukan Jentik Tidak ditemukan Jentik Tidak ditemukan Jentik Tidak ditemukan Jentik Tidak ditemukan Jentik Tidak ditemukan Jentik Tidak ditemukan Jentik Ada jentik Tidak ditemukan Jentik Ada Jentik Ada Jentik Tidak ditemukan Jentik Tidak ditemukan Jentik Tidak ditemukan Jentik Tidak ditemukan Jentik Tidak ditemukan Jentik Tidak ditemukan Jentik Tidak ditemukan Jentik Ada Jentik Tidak Jentik
ditemukan
Berdasarkan hasil investigasi lapangan bahwa dari 21 rumah yang dilakukan pemeriksaan jentik ada empat rumah yang terdapat jentik aedes aegipty atau sekitar 19,04 %. Sesuai standar operasional prosedur program bahwa syarat untuk melakukan foging adalah terdapat > 5 kasus positif DBD dan terdapt sekitar 40 % rumah adanya jentik aedess aegpty. Maka kasus yang terdapat di Desa Mohungo dusun III menunjukan penderita pernah terpapar dengan virus DBD dibuktikan dengan hasil survey cepat pemeriksaan Rapid Drug Test dari 6 persangka DBD yang memiliki gejala panas, menggigil ditemukan : NO NAMA 1 Emir Van Gobel
UMUR 7 bulan
HASIL RDT 1 garis control Hanya garis pada control yang muncul 2 garis control IgM Negatif IgG Postive
KETERANGAN Negative
2
Farhan Gobel
Van 7 Tahun
Kemungkinan infeksi sekunder atau infeksi masa lalu (pernah terpapar) Kemungkinan infeksi sekunder atau infeksi masa lalu (pernah terpapar Negative
3
Taufik Gobel
Van 33 tahun
2 garis control IgM Negatif IgG Postive
4
Bagas Gobel
Van 2 Tahun
5
Gusti Latif
12 Tahun
6
Ivon Salilama
33 Tahun
1 garis control Hanya garis pada control yang muncul 2 garis control Kemungkinan infeksi IgM Negatif sekunder atau infeksi IgG Postive masa lalu (pernah terpapar) 2 garis control Kemungkinan infeksi IgM Negatif sekunder atau infeksi IgG Postive masa lalu (pernah terpapar)
Berdasarkan hasil pemeriksaan RDT diatas bahwa dari 6 orang dengan gejalan panas menggigil ada 4 orang pernah terinfeksi sekunder atau pernah terpapar dengan virus Aedes aegpty pada maa lalu dan 2 orang diyatakan negative berdasarkan hasil pemeriksaan RDT DBD.
e. Gambaran Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) Tabel 2. Attack Rate kasus DBD di Desa Mohungo Tahun 2014
UMUR
KASUS
AR
0 - 5 THN
0
0
5 - 10 THN
0
0
10 – 15 THN
0
0
15 – >60 THN
1
0,05
JUMLAH
1
0,05
Berdasarkan tabel 2, menunjukkan bahwa Attack Rate (Angka Serangan) DBD pada golongan umur 15 – >60 Tahun sebesar 0,05%, interpretasinya adalah dari jumlah penduduk berisiko kena DBD pada umur 15 - >60 Tahun ada sekitar 0,05 % yang menderita Demam berdarah (DBD). Grafik 2. Waktu Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Desa Mohungo Tahun 2014
WAKTU KEJADIAN DBD DI DESA MOHUNGO KEC.TILAMUTA TAHUN 2014 1.2 1 0.8 0.6 DBD
0.4 0.2 0 Minggu 1
Minggu 2
Minggu 3
Minggu 4
Minggu 5
Berdasarkan grafik 2, menunjukkan bahwa Kejadian Demam Berdarah Dengue terjadi pada minggu ke-5 terdapat 1 penderita di Dusun III Desa Mohungo Kecamatan Tilamuta Kabupaten Boalemo. C. Pembahasan
Infeksi virus dengue tergantung dari faktor yang mempengaruhi daya tahan tubuh dengan faktor-faktor yang mempengaruhi virulensi virus. Dengan demikian infeksi virus dengue dapat menyebabkan keadaan yang bermacammacam, mulai dari tanpa gejala (asimtomatik), demam ringan yang tidak spesifik (undifferentiated febrile illness), Demam Dengue, atau bentuk yang lebih berat yaitu Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Sindrom Syok Dengue (SSD). Bentuk klasik dari DBD ditandai dengan demam tinggi, mendadak 2-7 hari, disertai dengan muka kemerahan. Keluhan seperti anoreksia, sakit kepala, nyeri otot, tulang, sendi, mual, dan muntah sering ditemukan. Beberapa penderita mengeluh nyeri menelan dengan farings hiperemis ditemukan pada pemeriksaan, namun jarang ditemukan batuk pilek. Biasanya ditemukan juga nyeri perut dirasakan di epigastrium dan dibawah tulang iga. Demam tinggi dapat menimbulkan kejang demam terutama pada bayi. Seseorang yang didalam darahnya mengandung virus dengue merupakan sumber penularan penyakit DBD. Virus ini berada dalam darah selama 4 – 7 hari yang dimulai dari 1 – 2 hari sebelum demam. Bila penderita tersebut digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut terisap masuk kedalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan memperbanyak diri dan menyebar di berbagai jaringan tubuh nyamuk termasuk dalam air liurnya. Kira – kira 1 minggu setelah mengisap darah penderita nyamuk tersebut menyebarkan kepada orang lain. Orang yang kemasukan virus dengue untuk pertama kali, umumnya hanya menderita sakit demam yang ringan dengan gejala yang tidak spesifik atau bahkan tidak memperlihatkan gejala sakit sama sekali. Berdasarkan grafik 1, menunjukkan bahwa Desa Mohungo memiliki Posyandu 1 buah, Posyandu 1 buah, Polindes swasta 1 buah dan Bidan yang tinggal di Desa 1 orang. Jarak Pusat Pelayanan Kesehatan masyarakat (Puskesmas) berjarak ± 2 km sehingga mayarakat banyak berobat di Puskesmas maupun Rumah Sakit terdekat. Bahkan pada saat penderita sakit lebih banyak
berobat ke Dokter swasta sehingga mudah untuk di identifikasi diagnostic penyakit. Berdasarkan analisa Penderita bahwa hasil pemeriksaan hari pertama Rumple Leede negative dan hasil Laboratorium hari pertama smpai dengan hari kelima mengalami perubahan sehingga dokter di RSUD-TN mendiagnos suspect DBD, suspec Thypoid, suspect Hepatitis dan ISK. Tetapi berdasarkan hasil investigasi lapangan bahwa dari 21 rumah yang dilakukan pemeriksaan jentik ada empat rumah yang terdapat jentik aedes aegipty atau sekitar 19,04 %. Ini menggambarkan belum adanya transmisi penularan setempat karena penyakit DBD merupakan penyakit yang dibawah oleh vector nyamuk aedes Aegypti yang sudah terinfeksi serta hasil pemeriksaan RDT diatas bahwa dari 6 orang dengan gejalan panas menggigil ada 4 orang pernah terinfeksi sekunder atau pernah terpapar dengan virus Aedes aegpty pada maa lalu dan 2 orang diyatakan negative berdasarkan hasil pemeriksaan RDT DBD. Sesuai standar operasional prosedur program bahwa syarat untuk melakukan foging adalah terdapat > 5 kasus positif DBD dan terdapt sekitar 40 % rumah adanya jentik aedess aegpty. Berdasarkan tabel 2, menunjukkan bahwa Attack Rate (Angka Serangan) DBD pada golongan umur 15 – >60 Tahun sebesar 0,05%, interpretasinya adalah dari jumlah penduduk berisiko kena DBD pada umur 15 - >60 ada 0,05% yang mengalami serangan. Penyakit DBD ini dengan 1 kasus menyerang pada usia produktif dimana penderita berumur 33 tahun sebagai PNS guru pendidik SMU
I
Tilamuta,
kemungkinan
penderita
tersebut
terinfeksi
sekunder
berdasarkan hail pemeriksaan RDT (pemeriksaan cepat) terpapar pada masa lalu, oleh karena aktifita penderita terlalu tinggi menyebabkan imunitas atau daya tahan tubuh menurun sehingga memicu daya IgG
beraktifitas atau pada
pemeriksaan serologis menjadi postif. Berdasarkan grafik 2, menunjukkan bahwa Kejadian Demam Berdarah Dengue terjadi pada minggu ke-5 terdapat 1 penderita di Dusun III Desa Mohungo Kecamatan Tilamuta Kabupaten Boalemo. Desa Mohungo selama 5 (lima) tahun terakhir belum pernah ditemukan penyakit DBD, sehingga pada minggu pertama sampai minggu ke empat kasusnya nol.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1.
Berdasarkan hasil investigasi dan analisis bahwa laporan adanya kasus DBD yang terjadi di Desa Mohungo Dusun III Kecamatan Tilamuta adalah benar dan hasil konfirmasi laboratorium positif (IgM Negatif, IgG Positif) terinfeksi sekunder atau pernah terpapar pada masa lalu dan tidak terjadi penularan setempat.
2.
Berdasarkan hasil Penyelidikan Epidemiologi
bahwa dari 21 rumah yang
dilakukan pemeriksaan jentik ada empat rumah yang terdapat jentik aedes aegipty atau sekitar 19,04 %. 3.
Dari enam (6) orang dengan gejalan panas menggigil ada 4 orang pernah terinfeksi sekunder atau pernah terpapar dengan virus Aedes aegpty pada maa lalu dan 2 orang diyatakan negative berdasarkan hasil pemeriksaan RDT DBD.
4.
Kejadian DBD menunjukkan
Attack Rate (Angka Serangan) yang pada
golongan umur 15 – >60 Tahun sebesar 0,05%, interpretasinya adalah dari jumlah penduduk berisiko kena DBD pada umur 15 - >60 ada sekitar 0,05% yang megalami serangan. B. Saran 1. Frekwensi penyuluhan kepada masyarakat tentang penyakit DBD perlu ditingkatkan terutama mengenai pemberantasan sarang nyamuk 2. Menghindari gigitan nyamuk dengan tidur didalam kelambu, mengolesi badan dengan repellent, menggunakan obat anti nyamuk bakar atau anti nyamuk semprot. 3. Peningkatan system kewaspadaan dini terhadap KLB