Laporan Ekonomi Bulanan Edisi November 2005
Diterbitkan oleh Sekretariat Kadin Indonesia Kerjasama KADIN Indonesia dan JETRO JETRO Expert: Yojiro OGAWA
Indikator Ekonomi Indikator 1. PDB Harga Konstan Tahun 2000 (Rp Triliun) 2. Pertumbuhan PDB (%)
2001 1,443.0
2002 1,506.1
2003 1,579.6
2004
2005
1,660.601.313.4 (3)
3.83
4.38
4.88
5.13
12.55
10.03
5.06
6.40 15.65 (3)
6.9
4.7
4.0
5. Total Ekspor (US$ Billion)
56.3
57.0
55.6
69.7
6. Ekspor Nonmigas (US$ Billion)
43.7
44.9
43.1
54.10 48.35 (3)
7. Total Impor (US$ Billion)
31.0
31.2
29.5
46.20 43.75 (3)
8. Impor Nonmigas (US$ Billion)
25.5
24.8
22.6
34.60 30.47 (3)
9. Neraca Perdagangan (US$ Billion)
25.4
25.8
26.1
23.50 18.57 (3)
127.8
138.3
136.5
199.7 224.4 (4)
a. Arti Sempit (M1)
177.7
191.9
207.6
253.80
b. Arti Luas (M2)
844.1
883.9
911.2
1,033.5 1115.9 (2)
809.1
845.0
866.3
965.1 1050.3 (2)
a. SBI 1 Bulan
17.6
12.9
8.1
7.40 12.25 (6)
b. Deposito 1 Bulan
16.1
12.8
7.7
6.40
7.55 (2)
c. Kredit Modal Kerja
19.2
18.3
15.8
13.40
13.4 (2)
d. Kredit Investasi
17.9
17.8
16.3
14.10 13.62 (2)
10,400
8,940
8,330
9,355 10,050 (7)
- Domestik (Rp Triliun)
58.8
25.3
16.0
36.80 38.24 (3)
- Asing (US$ Billion)
15.1
9.7
6.2
10.30 10.66 (3)
17. IHSG BEJ
392.0
424.9
742.5
1,000.2 1,078.2 (7)
18. Nilai Kapitalisasi Pasar BEJ (Rp Triliun)
239.3
268.4
411.7
679.9 740.7 (5)
3. Inflasi (%) 4. Neraca Transaksi Berjalan (US$ Billion)
10. Uang Primer (Rp Triliun)
5.34 (3)
2.9
0.92 (1) 62.31 (3)
11. Uang Beredar (Rp Triliun)
12. Dana Pihak Ketiga Perbankan (Rp Triliun)
274.8 (2)
14. Suku Bunga (persen per tahun)
15. Rupiah/US$ (Kurs Tengah Bank Indonesia) 16. Persetujuan Investasi
Sumber: BPS, BI, dan BEJ 1) Januari - Juni 2005
4) Posisi September 20056) Posisi 16 November 2005
2) Posisi Agustus 2005
5) Posisi Oktober 2005
3) Januari - September 2005
7) Posisi 24 November 2005
Perkembangan Ekonomi Indonesia Analisa Bulanan
November 20005 Meskipun lonjakan angka inflasi telah diperkirakan sebelumnya, namun dicapainya inflasi bulanan sampai 8,75 persen untuk bulan Oktober 2005 cukup mengejutkan banyak pihak, termasuk pemerintah. Dengan angka inflasi sebesar itu, maka dapat dipastikan bahwa tingkat inflasi untuk keseluruhan tahun 2005 akan melebihi angka 17 persen, karena inflasi kumulatif Januari-Oktober 2005 saja sudah mencapai 15,65 persen.
Grafik 1 Inflasi Kumulatif (%) 2003 - 2005 (Januari - Oktober)
%
18 16
2005
14
2003
12
2004
15.65
10 6.40
8 6 4
5.06
2 December
November
October
September
August
July
June
May
April
March
February
January
0
Begitu tingginya angka inflasi -- yang tertinggi dalam empat tahun terakhir -- dan terus meroketnya tingkat suku bunga perbankan, jelas bukan gambaran yang baik dari kondisi makro ekonomi Indonesia, meskipun kurs nilai tukar rupiah dapat dipertahankan relatif stabil pada kisaran Rp 10.000 per dollar AS. Dengan kondisi seperti ini bahkan beberapa kalangan mulai terlihat pesimis terhadap perkembangan ekonomi Indonesia dewasa ini. Tingginya inflasi yang jauh dari tingkat yang wajar tersebut, tidak saja menurunkan kembali secara drastis daya beli masyarakat, tetapi juga menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan investasi dalam negeri. Karena tingginya inflasi tidak saja menjadikan suku bunga riil dalam negeri menjadi negatif yang akan mendorong kenaikan suku
bunga pinjaman, tetapi juga memberatkan beban utang obligasi pemerintah yang harus ditanggung dalam APBN. Dengan mempertimbangkan kedua hal tersebut, agaknya tidak salah apabila muncul hitung-hitungan yang menunjukkan bahwa biaya yang harus ditanggung APBN akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (bbm) pada 1 Oktober 2005 lalu bisa lebih besar dari penghematan subsidi yang bisa dikurangi dengan kenaikan harga bbm tersebut. Grafik 2
Rp/US$
Kurs Tengah Rupiah & Indeks Harga Saham Gabungan Januari 2005 - 25 November 2005 8,000
1,300
8,500
1,200
9,000
1,100
9,500
1,000
10,000
900
10,500
800 Rupiah/US$
11,000
700
IHSG
11,500
22-Nov-05
28-Oct-05
12-Oct-05
26-Sep-05
8-Sep-05
22-Aug-05
3-Aug-05
18-Jul-05
30-Jun-05
14-Jun-05
27-May-05
10-May-05
20-Apr-05
4-Apr-05
16-Mar-05
25-Feb-05
7-Feb-05
19-Jan-05
3-Jan-05
600
Ada kekhawatiran bahwa efek spiral dari inflasi akan terus berlanjut sampai tahun 2006, tidak hanya pada akan melambannya pertumbuhan ekonomi, tetapi juga pada stabilitas ekonomi moneter dalam negeri. Oleh karena itu Bank Indonesia (BI) diperkirakan akan terus menaikkan BI rate yang saat ini sudah menjadi 12,25 persen, sebagai respon terhadap laju inflasi bulan Oktober yang sangat tinggi. Sikap BI yang progresif menjaga ketat nilai tukar rupiah terlihat sangat jelas, sehingga pada saat angka inflasi diumumkan, BI segera menaikkan BI rate untuk menjaga nilai rupiah. Meskipun kenaikan BI rate sebesar 125 basis poin (bp) merupakan yang tertinggi dari lima kali kenaikan BI rate yang telah dilakukan Bank Indonesia, masih ada kemungkinan tingkat suku bunga ini dinaikkan lagi karena dianggap belum memadai untuk tingkat inflasi yang sudah mencapai angka 15,6 persen. Apalagi dengan adanya rencana Bank Sentral AS (Federal Reserve) untuk menaikkan kembali suku bunga The Fed sampai ke tingkat lebih dari 4 persen -- karena dipicu kekhawatiran tingginya inflasi akibat kenaikan harga energi dunia. – maka besar kemungkinan BI rate akan lebih besar dari 13 persen.
Dengan BI rate yang lebih dari 12,5 persen, akan tidak mudah bagi perbankan untuk mempertahankan suku bunga pinjaman pada angka di bawah 18 persen. Bila suku bunga pinjaman meningkat setinggi itu, maka dapat dipastikan tingkat investasi akan kembali turun dan jumlah kredit bermasalah akan kembali menjadi persoalan yang mengancam kesehatan sektor perbankan. Grafik 3 Suku Bunga SBI, Deposito dan Kredit Modal Kerja Januari 2003 - 9 November 2005 (%) 21 19 17 Kredit Modal Kerja
15
13.40
13
%
12.25
11 9
SBI 1 Bulan
7.55
7 Deposito 1 Bulan
5 3
Jan. 03 Feb. 03 Mar. 03 April. 03 Mei. 03 Juni. 03 Juli. 03 Agust. 03 Sept. 03 Okt. 03 Nov. 03 Des. 03 Jan. 04 Feb. 04 Mar. 04 April. 04 May. 04 June. 04 July. 04 Agust. 04 Sept. 04 Oct. 04 Nov. 04 Dec. 04 Jan. 05 Feb. 05 Mar. 05 April. 05 May. 05 June. 05 July.05 Aug.05 Sep.05 Oct.05 Nov.05
1
Perkembangan ekspor dan Impor Kinerja perdagangan internasional dalam bulan Januari-September 2005 masih tetap menunjukkan surplus pada neraca perdagangan sebesar US$ 18,57 milyar, atau meningkat 3,51 persen dari surplus yang terjadi pada periode yang sama tahun 2004 sebesar US$ 17,93 milyar. Terjadinya surplus neraca perdagangan itu menunjukkan bahwa kinerja ekspor pada periode tersebut masih tetap baik. Selama sembilan bulan pertama tahun 2005 total nilai ekspor mencapai US$ 62,31 milyar atau naik 21,15 persen dari nilai ekspor pada periode yang sama tahun sebelumnya, yaitu sebesar US$ 51,43 milyar. Dalam periode ini peningkatan ekspor migas seimbang dengan peningkatan ekspor non migas, masing-masing sekitar 21 persen. Ekspor migas meningkat dari US$ 11,49 milyar menjadi US$ 13,96, meskipun dalam bulan September sempat mengalami penurunan sebesar 4,58 persen karena turunnya volume ekspor minyak mentah dan gas alam. Secara keseluruhan nilai ekspor migas masih ditopang oleh harga
minyak yang tinggi, karena pada bulan September 2005 harga minyak masih diatas US$ 60 per barel.
Sementara itu nilai ekspor non migas meningkat dari US$ 39,95 milyar menjadi US$ 48,35 milyar, dimana peningkatan nilai ekspor terbesar masih berasal dari sektor pertambangan, menyusul sektor pertanian dan industri. Meskipun dilihat dari kontribusinya, sektor industri tetap merupakan penghasil devisa terbesar. Grafik 4 Perkembangan Nilai Ekspor dan Nilai Impor Indonesia (US$ Milyar) 80
62.3
70.8 62.1
48.7
32.4 31.3
20
24.0
27.3
30
31.0
33.5
40
2001
2002
51.4
46.2
48.8
57.2
41.7
US$ Milyar
53.4 50
61.0 56.3
33.5
Impor 60
43.7
Ekspor 70
10
0
1997
1998
1999
2000
2003
2004
JanSept. 2004
JanSept. 2005
Sementara itu dalam periode yang sama (Januari-September 2005) pengeluaran impor mengalami peningkatan lebih tinggi dari peningkatan ekspor yaitu mencapai 30,6 persen, dari US$ 33,5 milyar menjadi US$ 43,75 milyar. Tingginya harga minyak dunia menyebabkan nilai impor migas mencatat kenaikan sampai 61,05 persen, yaitu dari US$ 8,24 milyar menjadi US$ 13,28 milyar. Melonjaknya impor migas ini terutama dipicu oleh kenaikan impor hasilhasil minyak yang mencapai 103,17 persen. Sedangkan kenaikan impor non migas naik sejalan dengan peningkatan ekspor non migas sekitar 21 persen, dari US$ 25,26 milyar menjadi US$ 30,47 milyar. Impor non migas terbesar terjadi pada mesin-mesin/pesawat mekanik, besi baja dan mesin/peralatan listrik. Sedangkan menurut penggunaan barangnya, impor barang modal menunjukkan kenaikan tertinggi mencapai 35,33 persen, menyusul bahan baku/penolong sebesar 31persen dan barang konsumsi 19,58 persen.
Sementara impor terbesar terjadi untuk produk-produk dari Jepang, Cina dan Amerika Serikat.
Cadangan devisa Setelah mengalami kemerosotan yang cukup tajam, sampai sekitar US$ 5 milyar selama Januari-September 2005, pada akhir Oktober posisi cadangan devisa mengalami peningkatan menjadi US$ 32,53 milyar atau naik 7 persen dari posisi pada akhir September sebesar US$ 30,32 milyar. Ini disebabkan karena pada bulan itu penggunaan cadangan devisa tidak terlalu banyak, sementara ada pemasukan devisa dari minyak dan gas serta disbursement utang luar negeri dari penjualan obligasi dolar pemerintah. Grafik 5 Posisi Cadangan Devisa 1997 - Oktober 2005 20
40 38
15
36 10
%
32 30
0
28
-5
US$ Milyar
34 5
26 -10 -15
US$ Milyar
24
Pertumbuhan (%)
22
Sept-05
June-05
Mar-05
Dec-04
Sep-04
June-04
March 04
2003
2000
20
1997
-20
Namun menurut Bank Indonesia, pada akhir tahun 2005 diperkirakan realisasi cadangan devisa hanya akan berada pada level US$ 30,7 milyar. Karena pada tahun 2005 surplus neraca transaksi berjalan surplus hanya mencapai sekitar US$ 2,1 milyar, turun drastis dari surplus pada tahun 2004 sekitar US$ 8 milyar. Tekanan pada neraca transaksi berjalan ini disebabkan karena pengeluaran impor yang tinggi tidak diimbangi oleh peningkatan ekspor yang memadai. Begitu pula surplus pada neraca modal akan berada di bawah US$ 1 milyar, karena arus masuk modal asing khususnya PMA dan investasi portofolio masih sangat terbatas.
Untuk tahun 2006 diperkirakan jumlah cadangan devisa akan terus menurun sampai pada level US$ 27,1 milyar. Rendahnya jumlah cadangan devisa pada akhir tahun 2006 berkaitan dengan kondisi neraca transaksi berjalan yang diperkirakan akan mengalami defisit sekitar US$ 1,7 milyar. Sementara neraca modal juga akan defisit sekitar US$ 2,1 milyar. Ini disebabkan karena moratorium utang sudah berakhir pada tahun 2005, sehingga akan terjadi pembayaran utang yang cukup besar di tahun 2006, baik dari utang yang tadinya mendapat moratorium maupun dari utang-utang lain yang jatuh tempo pada tahun 2006.
Perkembangan Investasi Peningkatan dalam impor barang modal dan bahan baku, selain mencerminkan kondisi sektor riil yang mulai membaik juga bisa dilihat sebagai indikasi dari membaiknya kinerja investasi. Hal ini dapat dilihat dari data BKPM di mana realisasi PMA pada periode Januari-Oktober 2005 melonjak sampai US$ 8,5 milyar. Jumlah ini meningkat sekitar 165 persen bila dibandingkan dengan realisasi PMA pada periode yang sama 2004 sebesar US$ 3,2 milyar. Sedangkan jumlah proyek PMA yang terealisir pada periode itu meliputi 785 proyek atau meningkat sekitar 86,5 persen. Tenaga kerja yang terserap dalam investasi ini mencapai 133 ribu orang atau 20 persen lebih tinggi dari tenaga kerja yang terserap pada periode yang sama tahun 2004 sebanyak 110,7 ribu orang.
Penanaman Modal Asing (PMA)
1 Jan – 31 Okt 2004
P (1)
I (2)
Realisasi Investasi (Izin Usaha Tetap)
421
3.226.1
Realisasi Penggunaan Tenaga Kerja
110.713 orang
1 Jan – 31 Okt 2005
P (3) 785
I (4) 8.552,1
133.011 orang
RASIO ( % )
P ( 3 : 1)
I (4:2)
186,5
265,1
120,1
Sumber : BKPM
Begitu pula dengan realisasi PMDN yang mencapai Rp 16,6 trilyun atau meningkat sebesar 36,5 persen dibanding periode yang sama 2004 sebesar Rp 12,2 trilyun. Jumlah proyeknya mengalami peningkatan sebesar 102,3 persen yaitu dari 88 proyek menjadi 178 proyek. Sementara realisasi penyerapan tenaga kerja pada investasi domestik ini meningkat sebesar 102,4 persen dari 45,9 ribu orang menjadi 93 ribu orang.
Melonjaknya realisasi investasi tersebut tidak terlepas dari meningkatnya ekspektasi investor terhadap iklim investasi di Indonesia sejak terbentuknya pemerintahan baru. Kendati demikian tetap harus disadari bahwa iklim investasi di Indonesia belum dapat dikatakan kondusif. Ini bisa dilihat dari masih banyaknya tuntutan investor asing terhadap kebijakan-kebijakan di bidang investasi serta kepastian penegakan hukum.
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)
1 Jan – 31 Okt 2004
P (1) Realisasi Investasi (Izin Usaha Tetap) Realisasi Penggunaan Tenaga Kerja
I (2) 88
12.186,8
45.986 orang
1 Jan – 31 Okt 2005
P (3) 178
RASIO ( % )
I (4)
P ( 3 : 1)
I (4:2)
16.635,0
222,5
136,5
93.085 orang
222,5
Sumber : BKPM
Dilihat dari angka realisasi investasi di atas dan juga kenaikan nilai ekspor Indonesia, selayaknya bisa dicapai pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi pada triwulan keempat tahun 2005 dan juga tahun 2006. Namun terganggunya stablitas makro ekonomi nasional akibat kenaikan harga BBM, meningkatnya suku bunga internasional, dan penurunan volume perdagangan dunia akan memperlambat pertumbuhan ekonomi domestik. Tetapi dengan angka realisasi investasi di atas, dapat dipastikan struktur pertumbuhan ekonomi pada tahun 2005 akan mencerminkan peningkatan investasi dan ekspor barang dan jasa. This report is for use by professional and business investors only and has been prepared for information purposes and is not an offer to sell or a solicitation to buy any securities. The information herein was obtained or derived from sources that we believe are reliable, but whilst all reasonable care has been taken to ensure that stated facts are accurate and opinions fair and reasonable, we do not represent that it is accurate or complete and it should not be relied upon as such. All opinions and estimates included in this report constitute our judgement as of this date and are subject to change without notice. This document is for the information of clients only and must not be copied, reproduced or mare available to others.