Kamar Dagang dan Industri Indonesia
Laporan Ekonomi Bulanan November 2006
Sekretariat Kamar Dagang dan Industri Indonesia oleh Erna Zetha DR. Tulus Tambunan
Menara Kadin Indonesia 29th Floor Jl. HR. Rasuna Said X-5 Kav. 2-3 Kuningan – Jakarta Selatan
www.kadin-indonesia.or.id
INDIKATOR EKONOMI
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
21 22 23
Indikator Nilai PDB Harga Konstan Tahun 2000 (Rp triliun) Pertumbuhan PDB (%) Inflasi (%) Total Expor (USD milyar) Expor Non Migas (USD milyar) Total Impor (USD milyar) Impor Non Migas (USD milyar) Neraca Perdagangan (USD milyar) Neraca Transaksi Berjalan (USD milyar) Cadangan Devisa (USD milyar, akhir tahun) Posisi Utang Luar Negeri (USD milyar) Rupiah/USD (Kurs Tengah Bank Indonesia) Total Penerimaan Pemerintah (Rp triliun) Total Pengeluaran Pemerintah (Rp triliun) Defisit Anggaran (Rp triliun) Uang Primer (Rp triliun) Uang Beredar (Rp triliun) a. Arti Sempit (M1) b. Arti Luas (M2) Dana Pihak Ketiga Perbankan (Rp triliun) Kredit Perbankan (Rp trilioun) Suku Bunga (% per tahun) a. SBI satu bulan b. Deposito 1 bulan c. Kredit Modal Kerja d. Kredit Investasi Persetujuan Investasi - Domestik (Rp triliun) - Asing (US$ milyar) IHSG BEJ Nilai Kapitalisasi Pasar BEJ (Rp triliun)
2002
2003
2004
2005
2006
1,506.10 4.38 10.03 57.0 44.9 31.2 24.8 25.8 4.7 32.0 131.3 8,940 299.0 244.0 -23.2 138.3
1,579.60 4.88 5.06 55.6 43.1 29.5 22.6 26.1 4.0 36.3 135.4 8,330 340.7 258.1 -37.7 136.5
1,660.60 5.13 6.4 69.7 54.1 46.2 34.6 23.5 2.9 35.93 136.1 9,355 407.5 306.1 -17.4 199.7
1,749.60 5.6 17.11 85.57 66.32 57.55 40.16 28.02 0.93 34.72 133.5 9,830 516.2 542.4 -26.18 239.8
905.6 4.97 4.96 73.47 57.52 45.63 31.16 27.84 3.42 39.77 131.8 9,110 539.4 559.3 -19.9 250.1
(1) (1) (2) (3) (3) (3) (3) (3) (1) (7) (8) (7) (*) (*) (*) (4)
191.9 883.9 845.0 365.4
207.6 911.2 866.3 411.7
253.8 1,033.50 965.1 553.6
281.9 1,203.20 1,134.10 689.7
311.82 1,248.2 1,199.2 723.7
(5) (5) (4) (4)
12.9 12.8 18.3 17.8
8.1 7.7 15.8 16.3
7.4 6.4 13.4 14.1
12.75 11.98 15.92 15.43
11.75 11.1 16.1 15.9
(4) (5) (5) (5)
25.3 9.7 424.9 268.4
16.0 6.2 742.5 411.7
36.80 10.3 1,002.20 679.9
50.58 13.58 1,162.60 758.4
107.93 10.52 1,582.6 932.2
(3) (3) (7) (5)
Source: BPS, BI and JSX 1) 2) 3) 4) *)
Semester I Januari – Oktober 2006 Januari – September 2006 Posisi akhir Agustus 2006 dalam APBN 2006
5) 6) 7) 8)
Posisi Posisi Posisi Posisi
Laporan Ekonomi Bulan Oktober 2006 – Kamar Dagang dan Industri Indonesia
akhir Juli 2006 8 Agustus 2006 akhir Oktober 2006 akhir triwulan I 2006
2
Perkembangan Ekonomi Indonesia Analisa Bulanan
Oleh Sekretariat KADIN Indonesia Erna Zetha dan DR. Tulus Tambunan Penasehat Ahli JETRO Yojiro OGAWA dan Shoji MAEDA KADIN Indonesia
November 2006
Terlepas dari masih rendahnya minat investasi di Indonesia, satu hal yang terlihat jelas adalah meningkatnya optimisme pemerintah, pelaku pasar, dan lembaga keuangan internaional terhadap perbaikan ekonomi makro Indonesia. Terus diturunkannya suku bunga acuan atau BI rate hingga ke level 10,25 persen pada 7 November lalu menggambarkan optimisme Bank Indonesia akan tetap amannya aliran dana ke Indonesia. Hal ini tidak lepas dari dukungan angka inflasi yang dipastikan akan berada di bawah 8 persen dan relatif stabilnya nilai tukar rupiah. Sementara itu terus berkembangnya pasar modal dalam negeri, yang mencerminkan tingginya kepercayaan pemiliki modal, menunjukkan optimisme pelaku pasar pada perekonomian Indonesia. Upaya keras pemerintah untuk meningkatkan investasi dalam negeri harus diakui sebagai upaya yang luar biasa. Kunjungan Presiden dan Wakil Presiden ke berbagai negara hampir semuanya tidak terlepas dari upaya untuk mengajak berbagai pihak untuk menjalin kerjasama ekonomi dan berinvestasi di Indonesia. Sejauh ini berbagai kesepakatan sudah ditandatangani, dan implementasinya akan sangat tergantung pada kesiapan pemerintah dalam mendukung seluruh kesepakatan itu dengan segala sarana dan prasarana yang memadai, baik dari sisii regulasi maupun infrastruktur. Krisis ketenagalistrikan di sepuluh wilayah di Indonesia dan krisis gas di Jawa Barat dan Jawa Timur belakangan ini telah menjadi hambatan nyata yang menyebabkan tertundanya berbagai ekspansi usaha yang sedianya ingin dilakukan. Ditambah dengan masalah perburuhan dan masalah harmonisasi tarif pajak yang dirasa masih memberatkan dunia usaha, maka sangatlah dapat dimengerti jika upaya perbaikan tingkat investasi belum menunjukkan hasil yang nyata. Perbaikan iklim investasi yang terus menerus dijadikan wacana dan dituntut oleh kalangan usaha antara ditujukan pada dua masalah penting ini. Tetapi, yang paling mendasar lagi-lagi adalah masalah birokrasi perizinan dan masih maraknya pemungutan yang membebani dunia usaha.
Investasi Relatif masih rendahnya minat investasi di Indonesia kembali terlihat dari angka-angka yang dikeluarkan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Pada periode Januari - November 2006 realisasi investasi mengalami penurunan tidak saja pada penanaman modal asing (PMA) tetapi juga pada realisasi investasi penanaman modal dalam negeri (PMDN). Nilai realisasi PMA pada periode tersebut hanya mencapai US$ 4,69 milyar, yang anjlok sebesar 45,9 persen dari realisasi PMA pada priode yang sama tahun 2005. Begitu juga dengan nilai realisasi PMDN -- yang pada Januari – Oktober 2006 masih naik sekitar 4 persen – pada Januari- November 2006 mencatat penurunan sekitar 37,1 persen.
Laporan Ekonomi Bulan Oktober 2006 – Kamar Dagang dan Industri Indonesia
3
Realisasi Investasi PMDN Tahun
PROYEK
PMA Nilai ( Rp milyar)
PROYEK
Nilai (US$ juta)
2001 2002 2003 2004 2005
160 108 119 129 214
9,891 12,500 11,890 15,265 30,665
454 442 570 544 909
3,509 3,090 5,450 4,601 8,915
Jan-Nov '05 Jan-Nov '06
192 145
26,906.2 16,912.8
831 801
8,677.9 4,699.9
Sumber: BKPM
Satu hal yang menarik dari data investasi yang dikeluarkan BKPM baru-baru ini adalah menurun tajamnya investasi yang berasal dai Jepang, meskipun intensitas kunjungan promosi Indonesia ke Jepang semakin tinggi. Selama periode Januari-November 2006, investasi dari negara ini hanya sekitar US$ 430,2 juta atau anjlok 61,13 persen dibandingkan nilai investasi pada periode yang sama tahun 2005. Menurunnya investasi dari Jepang yang terjadi sejak krisis ekonomi melanda Indonesia tidak terlepas dari penilaian para pengusaha Jepang yang melihat iklim investasi di Indonesia sangat rendah saat ini. Jika sebelum krisis tahun 1997 Indonesia menjadi tujuan investasi kedua terbesar dari Jepang, maka pada tahun 2006 ini Indonesia berada di urutan ke-9 setelah Vietnam, Singapura, China, Malaysia, dan beberapa negara lainnya. Menurut Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Muhammad Lutfi ada lima masalah yang menjadikan pengusaha Jepang menunda minatnya menanamkan modal di Indonesia. Pertama, masalah perizinan di bidang bea dan cukai. Kedua, masalah pajak. Ketiga, realisasi pembangunan infrastruktur yang lambat. Keempat, kepastian aturan ketenagakerjaan yang tidak kunjung tuntas, dan kelima adalah masalah tata kelola yudisial yang meragukan. Segala permasalahan ini hendaknya menjadi perhatian serius pemerintah. Jika tidak segera diatasi, dikhawatirkan besar kemungkinan penurunan investasi dari negara ini dan juga dari negara lainnya akan terus menurun di tahun-tahun mendatang. Selain dari Jepang, penurunan investasi ke Indonesia juga terjadi dari China yang turun sebesar 43,22 persen. Jika pada tahun 2005 pangsa investasi dari Jepang masih sebesar 8,7 persen, maka pada Januari-Oktober 2006 turun menjadi 2,7 persen, sedangkan pangsa investasi dari China turun dari 1,5 persen menjadi 0,75 persen pada periode yang sama. Sementara itu pangsa investasi dari Singapura – yang merupakan pangsa investasi terbesar ke Indonesia saat ini -- turun dari 28,9 persen pada tahun 2005 menjadi 12,3 persen pada Januari-Oktober 2006.
Pertumbuhan Ekonomi Setelah mengalami pelambanan pertumbuhan sejak awal tahun 2005, perekonomian Indonesia sedikit bergairah pada triwulan ketiga tahun 2006 dengan pertumbuhan sekitar 3,5 persen terhadap triwulan sebelumnya (quarter on quarter) atau sekitar 5,5 persen terhadap triwulan III 2005 (year on year). Namun dengan pertumbuhan sebesar itu, diperkirakan pertumbuhan ekonomi untuk seluruh tahun 2006 tetap tidak akan mencapai angka 5,6 persen, yang berarti berada di bawah target pertumbuhan ekonomi pemerintah sebesar 5,8 persen dalam APBN Perubahan tahun 2006. Mulai terlihat meningkatnya kegiatan produksi sektor industri pada triwulan III 2006 memang cukup menggembirakan. Setelah terus mengalami perlambanan ekonomi sejak triwulan I 2005, dicapainya pertumbuhan sebesar 5,3 persen pada sektor industri manufaktur pada triwulan III 2006 secara year on year diharapkan merupakan indikasi dari mulai adanya percepatan pertumbuhan yang akan berlangsung terus. Seperti diketahui, sejak diberlakukannya kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) pada Oktober 2005, sektor industri manufaktur Laporan Ekonomi Bulan Oktober 2006 – Kamar Dagang dan Industri Indonesia
4
mengalami tekanan yang sangat berat, tidak saja berkaitan dengan semakin mahalnya biaya produksi, tetapi juga semakin terbatasnya ketersediaan sarana dan prasarana produksi akibat kenaikan harga BBM, khususnya berkaitan dengan masalah kelistrikan.
Laju Pertumbuhan PDB Menurut Lapangan Usaha (%) 2002
2003
2004
2005
Lapangan Usaha
Triwulan III 2006 Thd Trw. III 2005 Thd Trw. II 2006
1. PERTANIAN, PETERNAKAN, KEHUTANAN DAN PERIKANAN 2. PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 3. INDUSTRI PENGOLAHAN 4. LISTRIK, GAS, DAN AIR BERSIH 5. B A N G U N A N 6. PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN 7. PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 8. KEUANGAN, PERSEWAAN & JASA PERSH. 9. JASA - JASA
3.2
4.3
4.1
2.5
2.3
5.4
1.0 5.3 8.9 5.5 3.9 8.4 6.4 3.8
-0.9 5.3 5.9 6.7 5.3 11.6 7.0 3.9
-4.6 6.2 5.9 8.2 5.8 12.7 7.7 4.9
1.6 4.6 6.5 7.3 8.6 13.0 7.1 5.2
1.0 5.3 6.5 8.4 7.2 13.5 4.6 7.0
1.1 2.9 2.5 3.3 5.3 4.5 1.9 2.4
PRODUK DOMESTIK BRUTO PRODUK DOMESTIK BRUTO TANPA MIGAS
4.4 5.1
4.9 5.8
5.1 6.2
5.6 6.5
5.5 6.1
3.5 3.8
Sumber: BPS
Namun, sayangnya meningkatnya pertumbuhan sektor industri tidak diikuti oleh pertumbuhan yang juga berarti pada sektor pertanian dan sektor pertambangan. Pada triwulan III 2006 sektor pertanian dan sektor pertambangan masing-masing hanya mencatat kenaikan sebesar 2,3 persen dan 1,03 persen, yang lebih rendah dari pertumbuhan triwulan II 2006, yang masing-masing sebesar 3,75 persen dan 3,69 persen. Kondisi ini tidak saja tidak mengangkat keseluruhan sektor tradable (penghasil barang), yang peranannya mencapai 52 persen dalam Produk Domestik Bruto (PDB), tetapi juga menggambarkan belum terjadinya peningkatan kegiatan produksi secara simultan pada kedua sektor ini. Relatif rendahnya pertumbuhan produksi pada kedua sektor ini diperkirakan berkaitan erat dengan relatif rendahnya realisasi investasi pada kedua sektor tersebut, karena sesungguhnya kedua sektor dimaksud mempunyai peluang yang baik untuk meningkatkan produksi dengan membaiknya harga beberapa komoditinya. Hal ini sejalan dengan kenyataan terjadinya penurunan investasi fisik selama triwulan III 2006, yang tercatat mengalami pertumbuhan minus 0,25 persen terhadap triwulan III 2005. Secara triwulanan pertumbuhan investasi fisik (Pembentukan Modal Tetap Bruto) terlihat mengalami perlambanan pada Triwulan III 2006. Jika pada Triwulan II 2006 tercatat pertumbuhan sebesar 4,42 persen, maka pada Triwulan III 2006 prtumbuhannya hanya sekitar 1,76 persen. Kondisi yang berbeda terlihat dari perkembangan ekspor barang dan jasa yang terus mengalami kenaikan yang signifikan. Pada Triwulan III 2006 ekspor barang dan jasa mencatat kenaikan sebesar 5,5 persen terhadap triwulan sebelumnya, atau sebesar 12,05 persen terhadap Triwulan III tahun 2005. Hal ini menjadikan komponen ekspor sebagai motor penggerak utama pertumbuhan ekonomi selama tahun 2006, karena pada periode yang sama sektor konsumsi mengalami perlambanan dengan tingkat pertumbuhan hanya sekitar 3 persen untuk konsumsi rumah tangga dan sekitar 1,72 persen untuk konsumsi pemerintah.
Perkembangan Laju Inflasi Setelah mencatat angka inflasi yang relatif tinggi pada Oktober 2006 (0,86%), laju inflasi bulan November 2006 kembali melambat, yaitu hanya sekitar 0,34 persen. Relatif terkendalinya tekanan harga ini ternyata jauh dibawah prediksi yang dilakukan berbagai pihak. Turunnya permintaan akan barang dan jasa pasca puasa dan lebaran serta komitmen pemerintah untuk menurunkan laju inflasi dengan menjaga ketersediaan pasokan barang, serta tidak mengimplementasikan kebijakan yang bersifat inflatoir menjadi kunci rendahnya laju inflasi selama bulan November 2006. Selain itu, juga didukung oleh stabilnya nilai tukar rupiah serta harga minyak di pasar internasional yang cenderung menurun. Laporan Ekonomi Bulan Oktober 2006 – Kamar Dagang dan Industri Indonesia
5
Inflasi Menurut Kelompok Pengeluaran (%) Tahun/ Bulan
Umum
2002 2003 2004 2005
10.03 5.06 6.40 17.11
9.13 -1.72 6.38 13.91
1.36 0.58 0.03 0.05 0.37 0.45 0.45 0.33 0.38 0.86 0.34
4.29 1.18 -0.88 -0.85 0.28 1.12 0.99 -0.34 0.62 2.17 0.65
2006 Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November
Bahan Makanan
Makanan Jadi, Minuman Rokok dan Tembakau
Perumahan
Sandang
Kesehatan
Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga
Transportasi Komunikasi
9.18 6.24 4.85 13.71
12.71 9.21 7.40 13.94
2.69 7.09 4.87 6.92
5.63 5.67 4.75 6.13
10.85 11.71 10.31 8.24
15.52 4.10 5.84 44.75
0.94 0.65 0.58 0.43 0.30 0.26 0.31 0.35 0.13 0.64 0.47
0.70 0.55 0.36 0.42 0.30 0.32 0.21 0.30 0.28 0.26 0.29
0.73 0.72 0.15 0.70 2.03 -0.08 0.36 0.35 -0.13 1.00 0.70
1.06 0.40 0.39 0.58 0.57 0.27 0.06 0.33 0.31 0.29 0.42
0.20 -0.28 0.12 0.09 0.07 0.25 0.69 4.77 1.84 0.10 0.03
-0.05 0.16 0.13 0.07 0.17 0.10 0.08 0.01 -0.01 0.46 -0.21
Sumber: Badan Pusat Statistik.
Pendorong utama inflasi selama November 2006 adalah kelompok bahan makanan, yang mengalami inflasi sekitar 0,65 persen dengan sumbangan terhadap inflasi umum (head inflation) sebesar 0,16 persen. Hal ini disebabkan inflasi pada sub kelompok sayur-sayuran yang mencapai 8,01 persen serta harga beras yang mengalami kenaikan cukup signifikan. Tingginya inflasi pada sub kelompok sayur-sayuran ini disebabkan musim kering yang berkepanjangan, sehingga menurunkan hasil panen sayuran. Kelompok barang lain yang juga mendorong inflasi selama November 2006 adalah kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau serta kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar yang masing-masing mengalami inflasi sebesar 0,47 persen dan 0,29 persen. Penyebab utamanya adalah meningkatnya harga gula pasir, rokok kretek filter serta tarif kontrak rumah dan harga minyak tanah. Jika pada bulan Oktober lau kelompok transportasi dan komunikasi mencatat kenaikan harga sebesar 0,4 persen, maka pada bulan November ini mengalami deflasi sebesar 0,21 persen. Hal ini berkaitan dengan berakhirnya masa liburan lebaran, sehingga tarif angkutan antar kota yang naik cukup tinggi selama masa libur tersebut, telah turun kembali ke tarif normal. Dengan relatif lebih rendahnya angka inflasi sepanjang tahun 2006, maka secara kumulatif laju inflasi periode Januari - Nopember 2006 tercatat hanya mencapai 5,32 persen. Sementara inflasi tahunan (year on year) hanya mencapai 5,27persen, turun cukup signifikan dibanding inflasi bulan sebelumnya yang mencapai 6,29 persen. Dengan inflasi selama sebelas bulan pertama yang relatif rendah ini, maka dapat dipastikan inflasi selama tahun 2006 akan berada jauh dibawah target/asumsi APBN yang ditetapkan sekitar 8 persen. Walaupun laju inflasi pada bulan Desember 2006 berpotensi meningkat, karena harga beras yang naik tajam serta terjadinya kelangkaan minyak tanah dan terjadinya bencana banjir diberbagai daerah, namun diperkirakan inflasi selama Desember hanya berkisar 0,7% - 1,2%. Hal ini ditunjang upaya keras pemerintah untuk menstabilkan harga beras (yang mempunyai bobot cukup tinggi dalam penghitungan inflasi) dengan melakukan operasi pasar terus menerus dan melakukan impor beras. Selain itu juga dilakukan pembenahan dalam pendistribusian minyak tanah. Hal ini dimaksudkan agar inflasi selama Desember 2006 tidak akan melambung. Kondisi lain yang dapat mendukung terkendalinya tekanan harga adalah harga minyak di pasar internasional yang diperkirakan masih cenderung stabil. Demikian pula dengan nilai tukar yang juga stabil, seiring dengan menguatnya beberapa mata uang asing karena pengaruh melemahnya dolar AS, akan menurunkan pengaruh imported inflation.
Laporan Ekonomi Bulan Oktober 2006 – Kamar Dagang dan Industri Indonesia
6
20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
Kumulatif 2005 Kumulatif 2006
17.17
November
September
March
May
July
5.32
January
%
Inflasi Kumulatif (%) 2005 - 2006 (Januari - November)
Perkembangan Ekspor Meskipun mengalami penurunan sekitar 0,75 persen, namun nilai ekspor bulan Oktober 2006 tetap tinggi dan mencapai US$ 8,72 miliar. Dengan dicapainya nilai ekspor sebesar itu, maka kiinerja neraca perdagangan selama periode Januari-Oktober 2006 kembali mencatat peningkatan surplus sebesar US$ 32 miliar atau meningkat 45,9 persen dibanding surplus yang terjadi pada periode yang sama tahun 2005 yaitu sebesar US$ 21,93 milyar. Peningkatan surplus sebesar itu disebabkan terjadinya peningkatan ekspor sebesar 16,4 persen dari sekitar US$ 70,65 milyar pada Januari-Oktober 2005 menjadi US$ 82,21 milyar pada Januari-Oktober 2006. Sementara itu nilai impor meningkat juga sebesar 3,1 persen dari US$ 48,72 milyar pada Januari-Oktober 2005 menjadi US$ 50,21 milyar pada Januari-Oktober 2006.
2002
2003
Ekspor
2004
2005
Jan Oct 2005
Impor
50.2
70.7
48.7
46.5 2001
32.4
2000
57.5
71.6
61.0
57.2
31.3
1999
31.0
1998
33.5
1997
56.3
62.1 48.7
48.8
10 0
24.0
30 20
27.3
50 40
53.4
70 60
41.7
US$ Milyar
90 80
82.2
85.6
Perkembangan Nilai Ekspor dan Nilai Impor Indonesia (US$ Milyar)
Jan Oct 2006
Menurunnya nilai ekspor pada bulan Oktober 2006 terutama disebabkan oleh turunnya ekspor migas sekitar 0,5 persen dibanding bulan September. Hal mana terkait dengan turunnya harga minyak di pasar internasional dari US$ 62,49 per barel pada bulan September menjadi US$ 55,89 per barel pada bulan Oktober. Sementara itu, meskipun untuk bulan yang sama nilai ekspor non migas menurun sebesar 0,8 persen, namun secara kumulatif ekspor non migas selama Januari-Oktober 2006 masih meningkat sebesar 17,9 persen dibanding periode yang Laporan Ekonomi Bulan Oktober 2006 – Kamar Dagang dan Industri Indonesia
7
sama tahun 2005, yaitu dari US$ 54,86 milyar pada Januari-Oktober 2005 menjadi US$ 64,67 milyar pada JanuariOktober 2006. Menurunnya ekspor non migas pada bulan Oktober dibanding bulan September, terutama disebabkan oleh turunnya ekspor mesin dan peralatan listrik sebesar 24,8 persen, mesin dan pesawat mekanik sebesar 17,3 persen, pakaian bukan rajutan sebesar 26,2 persen juta dan bijih, kerak dan abu logam sebesar 7,6 persen. Penurunan ekspor non migas pada bulan Oktober 2006 terjadi di negara-negara yang menjadi pasar ekspor utama seperti Jepang sebesar 7,9 persen, Amerika Serikat sebesar 8,8 persen, Singapura sebesar 13,4 persen, dan Uni Eropa sebesar 11,8 persen. Tetapi secara kumulatif selama periode Januari-Oktober 2006 ekspor ke semua negara tujuan masih menunjukkan peningkatan. Bahkan ekspor ke Jepang masih meningkat sebesar 22,2 persen, ke Amerika Serikat sebesar 11,5 persen, ke Singapura sebesar 9,6 persen dan Uni Eropa sebesar 15,2 persen.
Perkembangan Impor Di sisi impor pada bulan Oktober 2006 terjadi penurunan nila impor sebesar 20,6 persen dibanding nilai impor bulan September 2006 yaitu, dari US$ 5,66 milyar menjadi US$ 4,49 milyar. Dalam bulan Oktober lalu impor migas turun 12,9 persen dan impor non migas turun sebesar 24,5 persen. Tetapi secara kumulatif selama JanuariOktober 2006 nilai impor masih meningkat sebesar 3,1 persen, yaitu dari US$ 48,72 milyar pada Januari-Oktober 2005 menjadi US$ 50,21 milyar Januari-Oktober 2006. Ini disebabkan kenaikan impor migas sekitar 9 persen dan impor non migas sebesar 0,5 persen. Dilihat dari golongan penggunaan barang, selama Januari-Oktober 2006 kenaikan total nilai impor sebesar 3,1 persen disebabkan karena naiknya impor barang modal sebesar 6 persen, bahan baku/penolong sebesar 2,9 persen sedangkan impor barang konsumsi turun sebesar 0,4 persen. Naiknya impor barang modal sedikit memberikan harapan bahwa kinerja investasi mulai meningkat, yang diharapkan dapat meningkatkan kegiatan di sektor prduksi riil. Impor Menurut Golongan Barang (US$ Milyar) 44.69
40
7.3
3.8
6.9
3.77
4.31
2.90
4.41
2.65
4.83
2.25
4.78
20 10
39.1
25.87
3.9
24.23
8.28
23.88
4.63
26.02
6.09
30
38.0
36.31
2.72
US$ Milyar
50
0 2000
2001
2002
2003
2004
2005
Barang Konsumsi Bahan Baku Barang Modal
JanOkt. 2005
JanOkt. 2006
Sementara itu sejak bulan September 2006 posisi China sebagai pemasok barang ke Indonesia semakin kuat menggeser kedudukan Jepang dan AS. Pangsa impor non migas dari China selama periode Januari-Oktober 2006 mencapai 12,9 persen atau senilai US$ 4,39 milyar, sedikit melampaui Jepang yang pangsanya 12,9 persen atau senilai US$ 4,37 milyar dan Amerika Serikat sebesar 9,9 persen atau senilai US$ 3,37 milyar. Kondisi di atas semakin menunjukkan bahwa serbuan produk dari China semakin mengancam produsen di dalam negeri. Dikhawatirkan kondisi itu akan terus berlangsung bila pemerintah tidak segera mengeluarkan kebijakan yang bersifat memangkas ekonomi biaya tinggi. Karena tanpa hal itu sulit bagi produk dalam negeri untuk kompetitif dengan produk-produk serupa dari China.
Laporan Ekonomi Bulan Oktober 2006 – Kamar Dagang dan Industri Indonesia
8
any institution.
The information herein was obtained or derived from sources that we believe are reliable, but whilst all reasonable care has
been taken to ensure This report is for use by professional and business investors only and has been prepared for information purposes and is not an offer to sell or a solicitation to buy that stated facts are accurate and opinions fair and reasonable, we do not represent that it is accurate or complete and it should not be relied upon as such. and are subject to change without notice.
All opinions and estimates included in this report constitute our judgment as of this date
This document is for the information of clients only and must not be copied, reproduced or mare
available to others.
Laporan Ekonomi Bulan Oktober 2006 – Kamar Dagang dan Industri Indonesia
9