Kamar Dagang dan Industri Indonesia
Laporan Ekonomi Bulanan Agustus 2007
Sekretariat Kamar Dagang dan Industri Indonesia oleh Erna Zetha Rusman
Menara Kadin Indonesia 29th Floor Jl. HR. Rasuna Said X-5 Kav. 2-3 Kuningan – Jakarta Selatan
www.kadin-indonesia.or.id
Indikator Ekonomi Indikator
2003
2004
2005
1. Nilai PDB Harga Konstan Tahun 2000 (Rp Triliun)1,579.6 1,660.6 1,749.6 2. Pertumbuhan PDB (%) 4.88 5.13 5.6 3. Inflasi (%) 5.06 6.4 17.1 4. Total Ekspor (US$ Milyar) 55.6 69.7 85.6 5. Ekspor Nonmigas (US$ Milyar) 43.1 54.1 66.3 6. Total Impor (US$ Milyar) 29.5 46.2 57.6 7. Impor Nonmigas (US$ Milyar) 22.6 34.6 40.2 8. Neraca Perdagangan (US$ Milyar) 26.1 23.5 28.0 9. Neraca Transaksi Berjalan (US$ Milyar) 4.0 2.9 0.9 10. Cadangan Devisa(US$ Milyar, akhir tahun) 36.3 35.9 34.7 11. Posisi Utang Luar Negeri (US$ Milyar) 135.4 137.0 130.7 12. Rupiah/US$ (Kurs Tengah Bank Indonesia) 8,330 9,355 9,830.0 13.Total Penerimaan Pemerintah (Rp Triliun) 341.1 380.4 516.2 14. Total Pengeluaran Pemerintah (Rp Triliun) 378.8 397.8 542.4 15. Defisit Anggaran (Rp Triliun) -37.7 -17.4 -26.2 16. Uang Primer (Rp Triliun) 136.5 199.7 239.8 17. Uang Beredar (Rp Triliun) a. Arti Sempit (M1) 207.6 253.8 281.9 b. Arti Luas (M2) 911.2 1,033.5 1,203.2 18. Dana Pihak Ketiga Perbankan (Rp Triliun) 866.3 965.1 1,134.1 19. Kredit Perbankan (Rp Triliun) 411.7 553.6 689.7 20. Suku Bunga (persen per tahun) a. SBI 1 Bulan 8.06 7.40 12.75 b. Deposito 1 Bulan 7.67 6.40 11.98 c. Kredit Modal Kerja 15.77 13.40 15.92 d. Kredit Investasi 16.27 14.10 15.43 21. Persetujuan Investasi - Domestik (Rp Triliun) 16.0 36.8 50.6 - Asing (US$ Billion) 6.2 10.3 13.6 22. IHSG BEJ 742.5 1,000.2 1,162.6 23. Nilai Kapitalisasi Pasar BEJ (Rp Triliun) 411.7 679.9 801.2
2006
1,846.7 5.5 6.6 100.7 79.5 61.1 42.1 39.6 9.6 43.3 128.7 9,020.0 659.1 699.1 -40.0 297.1
2007
961.5 (1) 6.13 (1) 3.18 (2) 63.53 (3) 52.04 (3) 39.89 (3) 28.86 (3) 23.64 (3) 3.12 (1) 51.43 (5) 131.3 (6) 9,410 (5) 723.06 *) 763.57 *) -40.51 *) 298.04(5)
361.1 381.4 (4) 1,382.1 1,452.0 (4) 1,298.8 1,363.8 (4) 787.1 854.9 (4) 9.75 8.96 15.07 15.10
8.25 (5) 7.46 (4) 13.88 (4) 13.99 (4)
162.8 115.4 (4) 15.7 23.98 (4) 1,805.5 2194.34 (5) 1.249.1 1,649.8 (7)
Sumber: BPS, BI, dan BEJ 1) Semester I
5) Posisi akhir Agustus 2007
2) Januari - Agustus 2007
6) Posisi akhir Maret 2007
3) Januari-Juli 2007
7) Posisi akhir Juli 2007
4) Posisi akhir Juni 2007 *) Dalam APBN 2007
Laporan Ekonomi Bulan Agustus 2007 – Kamar Dagang dan Industri Indonesia
2
Perkembangan Ekonomi Indonesia Oleh Sekretariat KADIN Indonesia
Agustus 2007 Satu dekade setelah krisis finansial, Indonesia sebagai salah satu negara yang terpukul krisis paling berat, dapat dikatakan belum terbebas dari kondisi krisis. Akibat krisis masih dirasakan sampai saat ini, terutama berkaitan dengan masalah daya beli masyarakat dan sulitnya mendapat pekerjaan yang dapat meningkatkan kesejahteraan. Berbeda dengan Malaysia yang dewasa ini telah menjadi salah satu motor pertumbuhan ekonomi Asia, Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang relatif lamban, yang tidak saja tersandera oleh praktek korupsi yang merajalela karena lemahnya penegakan hukum, tetapi juga oleh belum membaiknya minat investasi di Indonesia. Kenaikan investasi sebagian besar baru terjadi pada sektor konstruksi yang meliputi lebih dari 84 persen dari total investasi fisik yang diperhitungkan dalam pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan Ekonomi Asia (%) 10 9 8 7
%
6 5 4
Indonesia Vietnam India Philipina Malaysia
3 2 1 0 2001
2002
2003
2004
2005
2006
Meskipun pertumbuhan ekonomi pada triwulan II 2007 lebih baik dari triwulan I 2007, sehingga selama Semester I 2007 pertumbuhan ekonomi tercatat sebesar 6,1 persen, namun pertumbuhan yang terjadi dapat dikatakan tidak dinikmati oleh sebagian besar masyarakat. Selain karena lebih dimotori oleh pertumbuhan sektor jasa-jasa (perdagangan, pengangkutan, komunikasi, dan sektor finansiall) yang lebih banyak dinikmati golongan tertentu, pertumbuhan yang terjadi juga tidak meningkatkan kesejahteraan rakyat secara keseluruhan, meskipun pendapatan per kapita nasional mengalami peningkatan yang cukup berarti. Pada tahun 2006 PDB per kapita meningkat menjadi sekitar US$ 1.663 dari sebesar US$ 1.320,6 pada tahun 2005. Terjadinya kenaikan harga pada berbagai bahan kebutuhan pokok akhir-akhir ini menunjukkan kekurang pedulian pemerintah terhadap tingkat kesejahteraan rakyat. Terjadinya kelangkaan pada barang-barang kebutuhan pokok tidak saja mencerminkan ketidaksiapan pemerintah dalam mengimplementasikan berbagai kebijakan, tetapi sekaligus juga mencerminkan sikap arogansi pemerintah yang sering memaksakan setiap keputusannya agar diterima masyarakat. Pemaksaan konversi minyak tanah ke gas dan kenaikan tarif jalan tol merupakan dua contoh kebijakan yang dipaksakan tanpa didahului oleh persiapan yang matang. Pemerintah kurang memperhitungkan perlunya memberi waktu yang cukup bagi masa transisi, agar masyarakat dapat menyesuaikan diri terhadap suatu Laporan Ekonomi Bulan Agustus 2007 – Kamar Dagang dan Industri Indonesia
3
perubahan drastis dalam pola hidup mereka. Konversi minyak tanah ke gas tidak saja menaikkan harga minyak tanah ke tingkat yang sangat memberatkan, tetapi juga menebabkan terjainya kelangkaan yang menyusahkan rakyat banyak. Kebijakan-kebijakan pemerintah masih banyak yang bersifat ad-hoc tanpa mempertimbangkan segala kondisi dan kemungkinan yang bisa terjadi. Kenaikan harga minyak goreng yang diatasi dengan meningkatkan pungutan ekspor (PE) bagi kelapa sawit, pada kenyataannya, tidak saja tidak cukup berhasil, tetapi dikhawatirkan telah menjadi kebijakan yang kontraprodukif. Karena persoalan kenaikan harga minyak goreng sesungguhnya berada dalam koridor distributor, disamping juga dipengaruhi oleh faktor eksternal.
Pertumbuhan Ekonomi Semester I 2007 Dengan pertumbuhan ekonomi Triwulan II 2007 yang mencapai 2,4 persen terhadap triwulan sebelumnya, maka selama Semester I 2007 pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat sebesar 6,1 persen. Sedangkan tanpa migas, pertumbuhan ekonomi yang mencapai angka 6,7 persen, menunjukkan bahwa dewasa ini Indonesia tidak lagi menjadi produsen migas yang dapat diandalkan. Pada Triwulan II 2007, peningkatan produksi dapat dikatakan terjadi pada semua sektor ekonomi, kecuali sektor pertambangan dan penggalian yang mengalami penurunan sebesar 0,5 persen. Meskipun selama Semester I 2007 sektor ini tetap mencatatkan pertumbuhan sebesar 4,9 persen.
Pertumbuhan PDB Harga Konstan 2000 Menurut Sektor (%) Trw II 2007
Semester I 2007
thd Trw I 2007
thd Semester I 2006
9. JASA - JASA
3.6 -0.5 1.8 4.9 1.9 3.7 5.2 1.5 1.8
0.7 4.9 5.4 9.5 8.6 8.2 11.6 7.8 7.0
Produk Domestik Bruto Produk Domestik Bruto Tanpa Migas
2.4 2.7
6.1 6.7
Lapangan Usaha 1. PERTANIAN, PETERNAKAN, KEHUTANAN DAN PERIKANAN 2. PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 3. INDUSTRI PENGOLAHAN 4. LISTRIK, GAS, DAN AIR BERSIH 5. B A N G U N A N 6. PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN 7. PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 8. KEUANGAN, PERSEWAAN & JASA PERSH.
Sumber: Badan Pusat Statistik
Seperti biasanya, sektor ekonomi yang mencapai pertumbuhan tertinggi adalah sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 11,6 persen, lalu sektor listrik dan gas, dan kemudian sektor konstruksi sebesar 8,6 persen. Tingginya pertumbuhan sektor konstruksi dapat dikatakan sebagai sektor penggerak investasi yang paling penting dewasa ini. Sebagai bagian dari sektor sekunder, peningkatan yang tejadi pada sektor konstruksi bisa menggambarkan terjadinya peningkatan pada kegiatan sektor riil. Dengan sektor industri pengolahan yang tumbuh sebesar 5,5 persen, maka sektor sekunder (industri dan konstruksi) memberi sumbangan pertumbuhan sebesar 2 persen dari pertumbuhan ekonomi sebesar 6,3 persen secara year on year pada Triwulan II 2007. Dari sisi permintaan, motor pertumbuhan ekonomi tetap dikendalikan oleh ekspor barang dan jasa yang tumbuh sebesar 9,4 persen pada Semester I 2007. Tidak seperti kondisi Triwulan I 2007, yang mencatatkan kontraksi pertumbuhan investasi terhadap triwulan sebelumnya, pada Triwulan II 2007 pertumbuhan investasi mencapai pertumbuhan yang cukup berarti. Pada periode tersebut investasi fisik (Pembentukan Modal Tetap Bruto) tercatat tumbuh sebesar 4,3 persen terhadap triwulan sebelumnya, sehingga pada Semeter I 2007 investasi mencatatkan kenaikan sebesar 7,3 persen. Kondisi ini sebenarnya bisa menjadi gambaran tentang kinerja ekonomi yang mulai membaik, yang bisa mengantarkan perekonomian Indonesia pada pertumbuhan yang lebih tinggi untuk seluruh tahun 2007. Namun, karena sebagian besar pertumbuhan investasi terjadi di sektor konstruksi, maka kondisi ini Laporan Ekonomi Bulan Agustus 2007 – Kamar Dagang dan Industri Indonesia
4
juga menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya gejolak di sektor property yang bisa berdampak pada sektor perbankan. Meningkatnya kembali Net Performing Loan (NPL) kredit konsumsi akhir-akhir ini merupakan kondisi yang harus diwaspadai semua pihak.
Pertumbuhan PDB Harga Konstan 2000 menurut Penggunaan(%) Trw II 2007
Semester I 2007
thd Trw I 2007
thd Semester I 2006
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Pengeluaran Konsumsi Pemerintah Pembentukan Modal Tetap Bruto Ekspor Barang dan Jasa Dikurangi : Impor Barang dan Jasa
1.5 24.2 4.3 3.8 7.7
4.7 3.8 7.3 9.4 7.8
Produk Domestik Bruto
2.4
6.1
Pengeluran
Sumber: Badan Pusat Statistik
Investasi Upaya pemerintah untuk meningkatkan investasi dalam negeri memang pantas dihargai. Berbagai kemungkinan kerja sama ekonomi dengan beberapa negara terus dilakukan, yang realisasinya sudah mulai terlihat dalam angkaangka yang dikeluarkan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal. Dalam bulan-bulan terakhir ini Indonesia telah mengundang para pebisnis senior dari negara-negara tetangga, antara lain Australia, Malaysia, Jepang, dan Rusia untuk menjajaki kemungkinan kerja sama ekonomi. Ditandatanganinya perjanjian kerja sama ekonomi antara Indonesia dan Jepang (yang dikenal dengan EPA) diharapkan akan meningkatkan kembali investasi Jepang di Indonesia yang terus menurun belakangan ini. Meskipun terdapat berbagai hal yang perlu diwaspadai dari pelaksanaan EPA tersebut, namun adanya kerja sama ini diharapkan semakin meningkatkan kredibilitas perekonomian Indonesia di mata investor internasional. Sementara itu pada awal September ini juga telah dijadwalkan penanda tanganan berbagai proyek kerja sama dengan pengusaha-pengusaha Rusia, yang akan ikut dalam rombongan Presiden Rusia Vladimir Putin ke Indonesia. Kerja sama yang dikabarkan sudah merupakan proyek yang akan langsung direalisasikan tersebut diharapkan akan meningkatkan penanaman modal langsung (PMA) yang cukup berarti bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa mendatang. Lebih-lebih karena proyek kerja sama yang akan ditandatangani bergerak di sektor minyak, gas, dan pertambangan. Membaiknya investasi dalam negeri dapat dilihat dari angka realisasi investasi yang dikeluarkan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Peningkatan realisasi investasi dalam negeri dan penanaman modal asing sebesar 52,6 persen dalam enam bulan pertama tahun 2007, menunjukkan mulai meningkatnya kembali kepercayaan para investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Kenaikan tersebut terjadi dari Rp 42,77 triliun pada Semester I 2006 menjadi Rp 65,27 triliun pada Semester I 2007. Pada periode tersebut realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) meningkat sebesar 153,7 persen dari Rp 11,18 triliun pada Semester I 2006 menjadi Rp 28,37 triliun pada Semester I 2007. Sedangkan realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) meningkat 16,8 persen dari US$ 3,51 miliar pada Semester I 2006 menjadi US$ 4,1 miliar pada Semester I 2007. Tren peningkatan investasi pada enam bulan pertama tahun 2007 juga ditandai dengan meningkatnya persetujuan investasi. Rencana atau persetujuan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) meningkat sekitar 72,2 persen dari Rp 67 triliun pada Semester I 2006 menjadi Rp 115,36 triliun pada Semester I 2007. Sementara untuk Penanaman Modal Asing (PMA) melonjak sekitar 301,7 persen, yaitu dari US$ 5,97 miliar pada Semester I 2006 menjadi US$ 23,98 miliar pada Semeter I 2007. Laporan Ekonomi Bulan Agustus 2007 – Kamar Dagang dan Industri Indonesia
5
Persetujuan dan Realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri (Rp Triliun) 157.5 1 60
Persetujuan
1 40
Realisasi 115.4
1 20 1 00 80
67.0
58.8
50.8
60
30.7 12.5
9.9
20 0
44.1
25.2
40
2001
50.6
2002
2003
2004
28.4
20.8
15.3
11.9
2005
11.2
2006
JanJanJuni '06 Juni '07
Persetujuan dan Realisasi Penanaman Modal Asing (US$ Miliar) 25 24.0 20 15
15.7 14.0 15.1
10.3
9.8
10
5.5
3.5
5
13.6 8.9 6.0
4.6
3.1
6.0
3.5
4.1
0 2001
2002
2003
2004
2005
Persetujuan
2006
JanJanJuni '06 Juni '07
Realisasi
Kondisi perekonomian Indonesia yang membaik di tahun 2007, yang terutama ditandai oleh menurunnya inflasi dan tingkat suku bunga, merupakan salah satu faktor yang menjadi pertimbangan penting para investor, disamping dapat terjaganya stabilitas politik dan keamanan dalam negeri. Kerja keras pemerintah untuk terus menjaga sabilitas nilai tukar rupiah merupakan salah satu upaya untuk mencapai stabilitas makro ekonomi, yang diyakini sebagai modal dasar untuk memacu tingkat pertumbuhan ekonomi. Namun, kehati-hatian pemerintah dalam mengeluarkan berbagai kebijakan ekonomi tidak selalu berbuah kebaikan. Pemerintah terkesan sangat lamban dalam mengatasi berbagai persoalan, terutama yang berkaitan dengan persoalan mikro ekonomi.
Laporan Ekonomi Bulan Agustus 2007 – Kamar Dagang dan Industri Indonesia
6
Laju Inflasi Relatif tingginya kenaikan harga yang terus berlanjut sampai dengan bulan Agustus 2007 terlihat dari angka inflasi yang mencapai 0,75 persen pada bulan Agustus 2007. Angka ini merupakan angka inflasi bulan Agustus tertinggi dalam empat tahun terakhir. Pemicu utama inflasi pada bulan tersebut adalah naiknya harga minyak tanah yang cukup tinggi (secara nasional naik sekitar 9,7 persen), akibat tersendatnya distribusi minyak tanah di berbagai daerah. Selain karena harga minyak dunia yang terus meningkat, adanya program konversi penggunaan bahan bakar dari minyak tanah ke gas elpiji juga menjadi faktor penyebab kelangkaan minyak tanah. Sebab dengan adanya program konversi tersebut, Pertamina dengan sengaja mengurangi pasokan minyak tanah ke pasar domestik. Di sisi lain, pola distribusi juga masih buruk, sehingga pengecer minyak tanah dapat mengambil margin yang cukup besar. Kenaikan harga minyak tanah yang cukup tinggi ini memberi andil sekitar 0,16 persen pada inflasi secara umum dan menyebabkan inflasi sebesar 0,77 persen pada kelompok perumahan, listrik, air, gas dan bahan bakar. Komoditas lain yang juga menjadi pemicu inflasi Agustus 2007 adalah minyak goreng, yang memberi andil sebesar 0,07 persen pada inflasi umum. Masih tingginya harga minyak goreng, meski telah dilakukan operasi pasar, diduga terkait dengan harga minyak kelapa sawit (CPO) di pasar internasional yang masih cukup tinggi, sehingga produsen cenderung memilih pasar ekspor. Hal ini terlihat dari masih tingginya ekspor Indonesia yang ternyata didorong oleh ekspor minyak kelapa sawit. Selain harga minyak goreng, beberapa komoditas lain yang termasuk pada kelompok bahan makanan juga mengalami kenaikan harga yang cukup signifikan, seperti telur dan daging ayam ras, beras, susu serta beberapa jenis sayuran. Hal ini diperkirakan karena meningkatnya permintaan seiring dengan semakin dekatnya bulan puasa, terutama permintaan minyak goreng, telur, tepung dan susu. Kenaikan harga berbagai komoditas ini menyebabkan inflasi pada kelompok bahan makanan mencapai 0,79 persen. Namun, inflasi tertinggi terjadi pada kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga yang mengalami inflasi sebesar 3,18 persen. Tingginya inflasi ini dipicu oleh naiknya biaya pendidikan, terutama untuk tingkat perguruan tinggi, seiring dimulainya tahun ajaran baru. Meski kelompok ini mengalami inflasi yang cukup tinggi, namun karena bobotnya relatif rendah dibanding bobot kelompok bahan makanan dalam penghitungan inflasi umum, maka kelompok pendidikan ini hanya memberi andil sebesar 0,19 persen terhadap inflasi umum. Sedangkan kelompok bahan makanan yang mengalami inflasi 0,79 persen mempunyai andil sebesar 0,21 persen terhadap inflasi umum. Dengan inflasi sebesar 0,75 persen tersebut, maka laju inflasi kumulatif selama Januari-Agustus 2007 mencapai 3,18 persen, yang masih lebih rendah dibandingkan dengan inflasi pada periode yang sama tahun-tahun sebelumnya. Hal yang sama juga terjadi untuk laju inflasi year on year (Agustus 2007 terhadap Agustus 2006) yang mencapai 6,51 persen. Laju inflasi year on year pada periode tahun 2004 sampai dengan tahun 2006 lebih tinggi dibandingkan tahun 2007. Hal ini sebenarnya menunjukkan situasi yang kondusif bagi perekonomian Indonesia, yang memperlihatkan bahwa gejolak kenaikan harga pada beberapa harga bahan pokok tidak banyak mempengaruhi inflasi sampai bulan Agustus 2007.
Inflasi Kumulatif (%) 2005 - 2007 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
2005 2006
%
2007
Laporan Ekonomi Bulan Agustus 2007 – Kamar Dagang dan Industri Indonesia
December
November
October
September
August
July
June
May
April
March
February
January
3.18
7
Perkembangan Ekspor dan Impor Pada bulan Juli 2007 nilai ekspor Indonesia mencapai US$ 9,81 miliar atau naik sekitar 4,2 persen dibanding nilai ekspor bulan Juni 2007 yang sebesar US$ 9,42 miliar. Kenaikan ini didorong oleh ekspor non migas yang mengalami peningkatan sekitar 5,3 persen, dari US$ 7,61 miliar menjadi US$ 8,02 miliar. Sementara untuk bulan yang sama ekspor migas masih menunjukkan penurunan tipis sebesar 0,5 persen yaitu dari US$ 1,81 miliar menjadi US$ 1,8 miliar. Hal itu disebabkan ekspor minyak mentah dan ekspor hasil minyak masing-masing mengalami penurunan nilai ekspor sekitar 16,6% dan 10%, meskipun nilai ekspor gas alam meningkat sekitar 21,4 persen. Terjadinya penurunan pada nilai ekspor migas terlihat kontradiktif dengan kenaikan harga minyak mentah di pasar internasional yang mencapai US$ 75,5 per barrel di bulan Juli 2007 (dari sekitar US$ 69,14 per barrel pada bulan Juni 2007). Menurut BPS, penurunan ekspor migas ini disebabkan oleh karena kurangnya kemampuan kontraktor meningkatkan produksi minyak yang bisa dijual (lifting). Saat ini lifting minyak yang diproduksi Indonesia masih dikisaran 1,1 juta barel per hari. Dari data Pertamina dan BP Migas diketahui bahwa volume ekspor minyak mentah turun sebesar 22,8 persen dan hasil minyak turun 13 turun, sementara volume ekspor gas alam meningkat sekitar 20 persen. Meskipun pada bulan Juli 2007 peningkatan ekspor hanya terjadi untuk ekspor non migas karena ekspor migas mengalami penurunan, tetapi secara kumulatif nilai ekspor selama Januari – Juli 2007 (US$ 63,53 miliar) menunjukkan peningkatan sebesar 13,9 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2006 (US$ 55,8 miliar). Dalam periode ini ekspor migas menunjukkan penurunan sekitar 8,1 persen dari US$ 12,51 miliar menjadi US$ 11,49 miliar. Sedangkan ekspor non migas menunjukkan peningkatan sekitar 20,2 persen dari US$ 43,29 miliar menjadi US$ 52,04 miliar. Dilihat menurut sektor, pada periode tersebut ekspor sektor pertanian meningkat 10,1 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2006, sementara ekspor hasil industri naik 17,3 persen dan ekspor hasil tambang dan lainnya naik sebesar 43,4 persen.
Nilai Ekspor (US$ miliar) 120
12.6
12.1
13.6
15.6
19.2
21.2
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
52.0
47.4
14.4
43.3
45.0
79.5
43.7
40
55.2
60
66.3
80
47.8
US$ Juta
100
20 0
Migas
12.5
11.5
Jan-Juli Jan-Juli 2006 2007
Nonmigas
Sementara itu dari sisi impor terlihat bahwa total impor bulan Juli 2007 mengalami peningkatan sebesar 5,6 persen dibandingkan dengan total impor bulan Juni 2007, yaitu dari US$ 5,93 miliar menjadi US$ 6,26 miliar. Peningkatan ini didukung oleh naiknya impor migas sebesar 2,5 persen, dari US$ 1,63 miliar pada Juni 2007 menjadi US$ 1,66 miliar pada Juli 2007. Sementara itu impor non migas yang mencapai US$ 4,6 miliar pada Juli 2007 merupakan kenaikan sekitar 6,7 persen dari impor bulan Juni 2007 (sebesar US$ 4,31 miliar). Secara kumulatif total nilai impor selama Januari – Juli 2007 meningkat sekitar 16 persen dibanding dengan nilai impor pada periode yang sama tahun sebelumnya, yaitu dari US$ 34,35 miliar menjadi US$ 39,89 miliar. Dalam hal Laporan Ekonomi Bulan Agustus 2007 – Kamar Dagang dan Industri Indonesia
8
ini impor migas meningkat 1,3 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, yaitu dari US$ 10,88 miliar pada Januari-Juli 2006 menjadi US$ 11,02 miliar pada Januari-Juli 2007. Sedangkan impor non migas melonjak sekitar 23 persen dari US$ 23,47 miliar menjadi US$ 28,86 miliar. Dengan demikian selama periode Januari – Juli 2007 neraca perdagangan Indonesia mencatat surplus sebesar US$ 23,65 miliar atau meningkat sekitar 10,3 persen dibanding dengan surplus yang terjadi pada periode yang sama tahun 2006 (sebesar US$ 21,44 miliar). Dengan surplus neraca perdagangan yang terus meningkat, maka selayaknya cadangan devisa juga terus meningkat. Namun terjadinya gejolak nilai tukar di bulan Agustus lalu diperkirakan telah memaksa Bank Indonesia melakukan intervensi valas sehingga menurunkan cadangan devisa. Pada akhir Agustus 2007 cadangan devisa Bank Indonesia tercatat sebesar US$ 51,43 miliar yang lebih rendah dari posisi cadangan devisa pada akhir Juli 2007 yang mencapai US$ 51,88 miliar.
Perkembangan Nilai Ekspor dan Impor (US$ Miliar) 100. 7
100
Ekspor
85.6
63.5
46.5
32.4
31.3
20
31.0
40
55.8
34.4
57.2
61.1
56.3
61.0
57.5
60
33.5
US$ Miliar
71.6 62.1
39.9
Impor
80
0
This report is for use by professional and business investors only and has been prepared for information purposes and is not an offer to sell or a solicitation to buy any institution. The information herein was obtained or derived from sources that we believe are reliable, but whilst all reasonable care has been taken to ensure that stated facts are accurate and opinions fair and reasonable, we do not represent that it is accurate or complete and it should not be relied upon as such. All opinions and estimates included in this report constitute our judgment as of this date and are subject to change without notice. This document is for the information of clients only and must not be copied, reproduced or mare available to others.
Laporan Ekonomi Bulan Agustus 2007 – Kamar Dagang dan Industri Indonesia
9