LAPORAN DELEGASI RI PADA SIDANG FAO CONFERENCE KE-33 ROMA, ITALIA 19-26 NOVEMBER 2005 I.
II.
UMUM
1.
Sidang FAO Conference ke-33 telah berlangsung di Roma, Italia pada tanggal 19-26 November 2005. Konperensi FAO merupakan forum pengambil keputusan tertinggi badan dunia FAO yang berlangsung dua tahun sekali, yang umumnya berupa pengesahan agenda-agenda yang telah dibahas sebelumnya pada Dewan FAO (FAO Council). Sidang dibuka secara resmi oleh Dr. Jaques Diouf, Direktur Jenderal FAO. Sidang dihadiri oleh 180 negara dari 188 negara anggota FAO, 1 negara peninjau (yakni PLO), Perwakilan Badan PBB dan Badan Khusus, serta peninjau dari Lembaga-lembaga Non-Pemerintah dan LSM. Dari 180 negara anggota yang hadir, hampir separuh dipimpin oleh Menteri yang membidangi Pertanian dan pembangunan pedesaan.
2.
Sidang FAO Conference di bagi dalam 3 bagian yaitu: i) Plenary Session yang merupakan forum untuk penyampaian statement setiap ketua delegasi negara anggota mengenai Review of the State and Agriculture dan membahas masalah hukum, administrasi dan keuangan; ii) Komisi I yang membahas mengenai substansi dan policy; dan iii) Komisi II yang membahas mengenai program dan budget. Sesuai Rekomendasi Sidang Council ke 129, Konferensi FAO ke 33 dipimpin oleh Cao Duc Phat (Menteri Pertanian dan Pembangunan Pedesaan Viet Nam), sedangkan Ketua Sidang Komisi I adalah Victoria Guardia (Dubes Costa Rica), dan Ketua Komisi II adalah Zohrab Malek (Dubes Armenia). Wakil Ketua Konferensi FAO ke 33 adalah: Arefaine Berhe (Eritrea), Romualdo Bettini (Italia) dan Abubakar El-Mansury (Libia).
3.
Delegasi Indonesia (DELRI) dipimpin oleh Kepala Badan Ketahanan Pangan Departemen Pertanian, Dr. Kaman Nainggolan, dengan anggota terdiri dari wakil-wakil dari Departemen Pertanian selaku focal point FAO untuk Indonesia, DEPLU (Dit. Komoditi dan Standardisasi), dan wakil dari DEPHUT, yakni Dr. Eri Indrawan MBA – Kasubbag Kerjasama PBB pada Biro KLN dan Dr. Agus Justianto MSc – Secondee DEPHUT pada Multistakeholder Forestry Program DFID.
4.
Agenda utama Sidang FAO Conference ke-33 adalah untuk mengesahkan hasil kerja Dewan FAO (FAO Council) khususnya berkaitan dengan Programme of Work and Budget (PWB) 2006-2007, pemilihan Direktur Jenderal FAO periode 2006-2011, dan pemilihan Independent Chairman untuk Council periode 20062008. Berkenaan dengan pembahasan PWB, maka dilakukan pula pembahasan Programme Implementation Report (PIR) 2002-2003; Programme Evaluation Report (PER) 2005. Agenda-agenda lain yang dibahas antara lain: International Conference on Agrarian and Reform and Rural development; Progress Report on Implementing the Gender and Development Plan of Action; United Nation/FAO World Food Programme; Performance of Split Assessment Arrangement; Independence External Evaluation of FAO; Pemilihan negara anggota Dewan FAO periode 2005-2008 dan 2007-2009; pemberian beberapa Awards, dan lainlain.
HASIL-HASIL SIDANG :
5.
Pada pidato pembukaan Dirjen FAO menyampaikan kejadian-kejadian darurat yang terjadi selama 2004, elaborasi kegiatan-kegiatan tahun 2004-2005 secara
umum, dan rencana Kegiatan 2006-2007. Pada kesempatan tersebut disampaikan progress pencapaian MDGs yang dirasakan terlalu lambat dan diperkirakan tidak akan mencapai target pengurangkan kemiskinan dan kelaparan menjadi separuh sebagaimana ditargetkan pada tahun 2015. Dirjen FAO menekankan bahwa reformasi FAO bukan hanya perlu dilakukan, tetapi juga penting dilakukan mengingat berbagai tantangan ke depan dan perkembangan lingkungan strategis yang dihadapi juga berbeda pada millenium ke depan. Beberapa fokus reformasi FAO ini antara lain mencakup: a) kerjasama dengan badan-badan PBB dalam mencapai MDGs yang diawali dengan pengurangan kelaparan dan kemiskinan. Pencapaian MDGs merupakan tujuan dalam pengembangan Special Programme for Food Security (SPFS) b)
pertukaran dan diseminasi pengetahuan melalui pengembangan Jaringan Pengetahuan Tematik (Thematic Knowledge Network) melalui pengumpulan informasi berkenaan dengan kegiatan-kegiatan yang baik dan berhasil (best practices)
c)
kegiatan-kegiatan unutk mengedepankan sektor pertanian untuk melawan dan mengatasi kelaparan dan kemiskinan
d)
perlindungan terhadap konsumen melaui penerapan standar keamanan pangan dalam keseluruhan rantai produksi dan distribusi pangan.
6.
Disamping fokus tersebut, reformasi FAO juga dilakukan dalam pemberian wewenang yang lebih luas kepada FAO Representatives, sehingga FAO dapat memberikan pelayanan yang lebih dekat kepada anggotanya. Dalam hal ini, tim multi disiplin akan ditempatkan dalam skala regional (Regional Economic Integration) sehingga dapat memberikan input teknis, dukungan perumusan kebijakan dan pengembangan investasi.
7.
Setelah acara pembukaan yang disusul acara ceremony pemberian penghargaan terhadap individu dan lembaga yang dinilai berjasa di bidang pengentasan kemiskinan, Konperensi langsung memasuki agenda penting pemilihan Dirjen FAO periode 2006-2011. Meskipun Dirjen FAO periode sekarang, Dr. Jaques Diouff, merupakan calon satu-satunya, namun pemilihan tetap dilakukan melalui secret ballot. Akhirnya Sidang berhasil memilih kembali yang bersangkutan sebagai Dirjen FAO periode 2006-2011.
8.
Pada Pleno Review of the State and Agriculture sebagian besar negara anggota menyampaikan dukungannya tentang urgensi reformasi FAO. Ketua Delegasi Indonesia menyampaikan pandangannya berkenaan dengan upaya-upaya mengurangi/menghapus kemiskinan tidak hanya dilakukan dengan meningkatkan produksi pertanian, tetapi juga melalui pengembangan akses pasar secara adil. Untuk itu Indonesia mengingatkan peranan FAO dalam reformasi perdagangan pertanian dalam kerangka WTO, yakni proteksi di negara maju harus secepatnya dihilangkan. Hal-hal lain yang disampaikan antara lain bahwa sektor terkait (kehutanan, kelautan dan perikanan) saat ini tengah mengatasi kerusakan sumber daya, menstrukturisasi dan merevitalisasi industri, serta memerangi panenan dan perdagangan gelap komoditi terkait. Sektor kehutanan juga memprioritaskan pengendalian kebakaran hutan dan rehabilitasi lahan hutan yang rusak. Mengenai flu burung, Indonesia menyampaikan komitmennya untuk memerangi wabah flu burung sampai tuntas. Dalam hal ini Indonesia menyampaikan penghargaan kepada negaranegara dan badan-badan donor yang telah memberikan bantuannya, khususnya kepada FAO. Disamping itu Indonesia menyampaikan juga Agrarian Reform yang harus dilakukan dengan menghargai hak-hak masyarakat lokal (community
right). Statemen ketua delegasi RI selengkapnya adalah sebagaimana pada Lampiran 2.
9.
Sidang Komisi I diketuai oleh Victoria Guardia De Hernandez (Costa Rica) dengan Vice-Chairpersons: Alain Pierrot (perancis) dan Hasan Qutaiba (Iraq). Agenda yang dibahas dalam Sidang Komisi I menyangkut: i) Proposal dan Persiapan Penyelenggaraan International Conference on Agrarian Reforms and Rural Development; ii) Special Event: Round Table Discussion on Gender and Equality of Access to Factors of Production; iii) Special Event: Water for Agriculture in Africa; iv) UN/FAO-WFP Programme; dan v) Progress Report on Implementing the Gender and Development Plan of Action.
10.
Proposal dan Persiapan Penyelenggaraan International Conference on Agrarian Reforms and Rural Development disampaikan oleh wakil dari Brasilia, yang menyampaikan antara lain latar belakang, langkah-langkah yang telah ditempuh, dan usulan topik-topik yang akan dibahas, yaitu meliputi dua kategori utama: i) Isu-isu pokok dalam Agrarian Reform and Rural Development; ii) pengalaman-pengalaman dan operasionalisasi yang telah dilaksanakan secara baik dan berhasil. Isu-isu pokok menyangkut: (a) Kebijakan dan Implementasinya; (b) Pengembangan kapasitas untuk meningkatkan akses terhadap lahan, air dan input pertanian and pelayanan agraria; (c) Peluangpeluang untuk meningkatkan kemampuan produsen dan masyarakat – dan pelayanan atas keinginan masyarakat dalam pengembangan pedesaan; dan (d) Reformasi agraria dan keterkaitannya dengan keadilan sosial dan pembangunan berkelanjutan.
11.
Beberapa negara memberikan sarannya untuk memasukkan topik gender dan lembaga keuangan pedesaan. Indonesia menyarankan agar agrarian reform menghormati hak-hak masyarakat lokal serta meminimumkan biaya sosial dan ekonomi. Disamping itu, mengingat bahwa lahan terbatas dan jumlah penduduk, maka pelaksanaan agrarian reform hanya dilakukan sekali untuk kehidupan yang lebih baik selanjutnya.
12.
Special Event: Round Table Discussion on Gender and Equality of Access to Factors of Production, dipimpin oleh Ketua Ms. Ann-Christin Nykvist (Menteri Pertanian dan Urusan Konsumen, Swedia) dan wakil ketua Mr. Claubert Tchatat (Menteri Pertanian dan Pembangunan Pedesaan, Kamerun). Disamping melaporkan perkembangan dan keberhasilan/kemajuan dalam sistem pemerintahanan yang terkait dengan pendekatan gender, hampir semua negara menekankan pentingnya gender equality dalam mengakses lahan dan akses terhadap sumberdaya lainnya serta akses terhadap pasar dan perdagangan. Yang termasuk dalam pembahasan negara-negara anggota adalah pentingnya gender dalam pola pengasuhan anak, dan pengaruhnya terhadap masa depan bangsa, mengingat bahwa 75 % penduduk dunia yang berada dalam kategori miskin adalah perempuan.
13.
Namun demikian, akses dan penguasaan terhadap lahan bukan satu-satunya faktor yang dapat menyelesaikan masalah kemiskinan, karena selain lahan, faktor-faktor lain juga mempunyai pengaruh yang besar terhadap akses lahan, seperti kesuburan lahan, teknologi, akses pasar, kebijakan pemerintah. Sementara itu, ditengah berkembangnya arus informasi dan globalisasi melalui media cetak dan visual, serta teknologi lainnya, kekhawatiran juga dikemukakan karena semakin berkurangnya minat perempuan untuk bekerja di bidang pertanian.
14.
Indonesia memandang bahwa gender terkait erat dengan lingkungan sosial dan budaya/adat serta kepercayaan masing-masing masyarakat. Oleh karena itu gender equality harus dilandasi oleh situasi dan kondisi sosial dan budaya serta
kepercayaan masyarakat tersebut, bukan atas ide yang diterapkan secara global. Tanpa landasan tersebut, maka gender equality hanya dilaksanakan sebatas program dan proyek tanpa mempunyai dampak yang signifikan, sebagaimana yang selama ini selalu diterapkan. Pernyataan Delegasi Indonesia selegkapnya adalah sebagaimana pada Lampiran.
15.
Water for Africa, sebagaimana topik itu sendiri, menekankan pentingnya investasi dibidang air untuk kawasan Afrika. Pada Sidang Komisi I topik ini lebih banyak diikuti oleh negara-negara Afrika, karena topik ini diarahkan untuk mendukung investasi di Afrika. Meskipun sumberdaya alam Indonesia tidak seperti keadaan sumberdaya alam Afrika, terdapat beberapa pelajaran yang dapat dipetik dalam topik ini, antara lain, pemanfaatan pemetaan Zona Agroekologi (Agroecological Zone/AEZ).
16.
Berkenaan dengan agenda UN/FAO-WFP, disampaikan kegiatan-kegiatan bersama antara FAO-WFP sesuai dengan mandat kedua badan tersebut, yaitu untuk menjamin bahwa masyarakat yang menderita karena berbagai hal dapat melanjutkan/meneruskan kehidupannya serta dapat hidup mandiri; menggerakkan bantuan-bantuan multilateral dan memperluas negara-negara donor. Negara-negara anggota menekankan perlunya WFP melakukan capacity building serta memperluas bantuan-bantuan multilateral.
17.
Sidang komisi II diketuai oleh Zohrab Malek (Armenia) dengan ViceChairpersons: Dato’Lily Zachariah (Malaysia) dan Willem Brakel (United States of America). Sidang Komisi II membahas Programme and Budgetary Matters yang terdiri dari: i) Programme Implementation Report (PIR) 2002-2003; ii) Programmme Evaluation Report (PER) 2005; iii) Program Work of Budget (PWB) 2006-2007 (Draft Resolution); iv) Performance of the Split Assessment Arrangement; and v) Independent External Evaluation (IEE) of FAO.
18.
Pada pembahasan mata agenda Programme Implementation Report 2002-2003, Sekretariat telah menyampaikan isi dari laporan Programme Implementation 2002-2003 yang merupakan perbaikan dari laporan sebelumnya sesuai keputusan sidang FAO Council ke-127 bulan November 2004. Negara-negara anggota FAO dapat mendukung laporan tersebut untuk disahkan oleh Conference, namun demikian ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan untuk perbaikan pada laporan-laporan berikutnya.
19.
Untuk mata agenda ini Indonesia menyampaikan bahwa laporan hendaknya merefleksikan efisiensi dan produktifitas dari organisasi seperti yang diharapkan dalam reformasi FAO. Pada saat yang bersamaan diharapkan laporan lebih menekankan aspek kualitatif daripada kuantitatif. Indonesia juga mendukung pandangan bahwa laporan juga seyogyanya mengantisipasi strategi organisasi FAO ke depan, khususnya mengenai perkembangan kemajuan rencana aksi SDM. Intervensi Delegasi Indonesia adalah sebagaimana pada Lampiran 3.
20.
Berkaitan dengan Programme Evaluation Report (PER), karena substansi pada mata agenda ini sangat berkaitan erat dengan agenda Programme Implementation Report (PIR) maka anggota komisi dapat segera merekomendasikan untuk disahkan oleh Conference. Pada prinsipnya diharapkan PER merupakan kesimpulan dari PIR.
21.
Pada mata agenda Performance of the Split Assessment Arrangement Indonesia telah menyampaikan pandangannya bahwa ternyata perubahan pengaturan pembayaran kontribusi dengan dua mata uang (US$ dan Euro) tidak berdampak terhadap kelancaran pola pembayaran. Selain itu Indonesia juga menyatakan dukungannya terhadap keputusan Dewan untuk mengeluarkan biaya–biaya
insidentil dari Special Reserve Account mengingat rentannya biaya staf di FAO Head Quarter, yang disebabkan oleh perbedaan tingkat budget dengan nilai tukar operasional UN untuk periode 2004-2005. Intervensi Indonesia adalah sebagaimana pada Lampiran 4.
22.
Pada mata agenda ini Independent External Evaluation (IEE) of FAO, Indonesia menyatakan dukungannya terhadap dilaksanakannya Independent External Evaluation terhadap FAO. Indonesia memandang IEE seyogianya dapat saling menunjang dengan proposal FAO Reform yang diusulkan oleh DG FAO. Untuk itu Indonesia mendukung pelaksanaan dari kedua program tersebut. Indonesia mengharapkan dapat menerima laporan awal tentang IEE dan berpartisipasi aktif dalam IEE. Intervensi Delegasi Indonesia adalah sebagaimana pada Lampiran 5.
23.
Untuk mata agenda Programme of Work and Budget 2006-2007, Indonesia menyampaikan dukungannya terhadap kesepahaman Dewan dengan Dirjen FAO tentang perlunya peningkatan kemampuan FAO dalam memenuhi mandatnya melalui kegiatan normatif dan operasional. Hal ini termasuk kontribusi konkrit dalam membantu Negara anggota mencapai target MDGs. Indonesia juga mendukung pandangan Dewan akan perlunya pembaruan komitmen terhadap investasi pedesaan dan kemungkinan pengembangan pemanfaatan ilmu pengetahuan dalam pertanian.
24.
Indonesia mengingatkan kepada Negara-negara yang mendukung skenario Zero Nominal Growth dan sesungguhnya mampu untuk membayar kontribusi, agar segera memenuhi kewajibannya. Mengingat perlunya membantu negara-negara dalam melaksanakan MDGs yang merupakan peran sentral FAO, maka Indonesia berpandangan bahwa pilihan yang paling layak adalah real growth scenario pada tingkat 2.5 % atau lebih tinggi. Hal ini dimungkinkan dengan dukungan semua negara untuk menanggung konsekuensi peningkatan kontribusinya masing-masing sesuai hasil penilaian.
25.
Dalam kenyataanya berdasar studi yang dibuat oleh salah satu negara anggota menunjukkan bahwa tanpa mempertimbangkan luas negara, kontribusi akan meningkat sebesar 18.9% untuk high real growth, 13.4% untuk real growth, dan 9.0% untuk zero real growth. Hal penting lainnya adalah FAO seharusnya dapat lebih efisien dalam memberikan prioritas pada anggaran belanjanya. Studi yang sama menunjukkan bahwa dari alokasi Program of Work and Budget sebesar US$ 841 juta, terdapat pengeluaran sebesar 66% untuk belanja pegawai, dan lainnya sebesar 17% untuk belanja pegawai non staff. Intervensi Delegasi Indonesia selengkapnya adalah sebagaimana pada Lampiran 6.
5.
Disamping pandangan yang disampaikan Indonesia, terdapat 25 negara anggota lainnya yang memberikan pandangannya. Secara keseluruhan terdapat kesepakatan umum untuk memisahkan reformasi yang diusulkan Dirjen FAO dari Program Work and Budget. Dalam pembahasan Program Work of Budget sendiri terdapat perbedaan pandangan yang tajam di antara negara anggota. Untuk itu Ketua Komisi I menyarankan pembentukan ”Friends of the Chair” untuk memfasilitasi perbedaan dimaksud.
6.
Setelah sidang-sidang komisi berakhir, sidang plenary kembali dimulai. Pada pembahasan Audited Accounts 2002-2003, Inggris, atas nama EU memfokuskan pada tiga masalah yaitu: i) meminta Negara-negara yang mempunyai tunggakan pembayaran kontribusa untuk dapat segera menunaikan kewajibannya,; ii) meminta supaya pembagian individual projects harus dibawah pengawasan pusat, iii) merekomendasikan supaya proses ”return-flow” diatur sesuai prosedur yang berlaku .
III.
7.
Pada agenda Scale of Contributions 2006-2007, Jepang meminta agar kontribusi negara-negara yang UN Scale of Assessment direvisi sesegera mungkin paling lambat Januari 2006 karena masuknya anggota baru, Belarus ke dalam FAO.
8.
Pada pembahasan the Use of Portuguese at the FAO Regional Conference for Africa in 2006, beberapa Negara Afrika mendukung proposal Angola seperti Cave Verde, Portugal, Brasilia, Mozambique, dan Kolumbia. Negara-negara tersebut juga meminta agar penggunaan bahasa Portugis tidak hanya digunakan pada FAO Regional Conference for Africa tahun 2006 saja, tetapi juga berlaku seterusnya.
9.
Pada Pleno Pemilihan pengganti anggota Dewan FAO (Council) yang akan berakhir term pada tahun 2005 dan 2006, mengingat jumlah calon negara anggota Dewan FAO (Council) sama dengan jumlah kursi yang tersedia pada masing-masing term, maka semua calon berhasil menjadi anggota Dewan FAO. Termasuk dalam hal ini tiga wakil Asia yang mengusulkan perpanjangan untuk term kedua (Nopember 2005 – 31 Desember 2008): Indonesia, India dan Pakistan.
10.
Pada Pleno Pemilihan Independent Chairman untuk Council periode 2006-2008, calon dari Iran – Prof. Noori Naeini, Dubes dan Wakil Tetap Iran untuk FAO secara dramatis terpilih melalui voting (secret ballot) dengan selisih satu suara atas calon dari Belanda – Prof. Rudy Rabbinge.
PERTEMUAN-PERTEMUAN DI SELA-SELA KONPERENSI FAO KE-33
32.
Pertemuan dengan World Bank dan FAO Pertemuan berlangsung pada tanggal 21 Nopember 2005 dan dihadiri oleh Mark D. Wilson, Director of Rural Development and Natural Resource Sector Unit East Asia and Pacific Region dari World Bank, William Sorrenson, Senior Economist FAO/World Bank Cooperative Programme – Asia Pacific Service Investment Center Division Technical Cooperation Department FAO, Daud Khan, Chief FAO/World Bank Cooperative Programme – Asia Pacific Service Investment Centre Division. Sementara itu dari Delri dihadiri oleh Dr. Ir. Kaman Nainggolan, Kepala Badan Ketahanan Pangan, Deptan RI, Ir. Farid Hasan Baktir, M.Ec. , Kepala Bagian PBB untuk Pangan dan Pertanian, Biro Kerjasama Luar Negeri, Deptan RI, dan Ary Raharjo, attaché, Deplu RI.
33.
Pertemuan bertujuan untuk mendiskusikan secara umum berbagai permasalahan dan kepentingan bidang pertanian Indonesia yang dapat dibantu oleh World Bank dan FAO. Bantuan yang telah tersedia adalah membantu Indonesia mengatasi permasalahan flu burung. Terdapat dua sumber pendanaan yang telah tersedia yaitu Multi Donor Trust Funds dan World Bank Investment Umbrella berdasarkan pada kebutuhan Indonesia. Kedua sumber dana tersebut akan dipergunakan untuk proyek flu burung di Indonesia yang akan dilaksanakan secara parallel guna mendukung veterinarian untuk melakukan berbagai aktifitas mengatasi flu burung antara lain seperti laboraturium untuk mendeteksi flu burung, capacity building, early warning system, surveilence dsb.
34.
Dalam hal ini diharapkan Departemen Pertanian bersedia menandatangani project document yang melibatkan beberapa Negara yang terkena flu burung. Disampaikan pula bahwa Vietnam telah melaksanakan restrukturisasi industri unggas untuk program jangka menengah khususnya melarang adanya usaha ayam di lahan pekarangan. Selain itu program penggantian melalui pemusnahan (culling) di Vietnam diawali dengan penggantian harga pasar setiap ekornya 20 % kemudian 30 % dan saat ini diusahakan 75 %.
35.
Pertemuan Dengan Assistant DG FAO Pertemuan berlangsung pada tanggal 22 Nopember 2005 dan dihadiri oleh Louise O. Fresco, Assistant DG for Agriculture Development, Dr. Samuel C. Jutzi, Director Animal Protection and Health Division Agriculture Department, Dr. Joseph M. Domenech, FAO Chief Veterinary Officer (CVO), and Juan Lubroth, DVM, Ph. D., ACVPM, Senior Officer Infectious Diseases Group/EMPRES Animal Production and Health Division. Dr. Ir. Kaman Nainggolan, Kepala Badan Ketahanan Pangan, Deptan RI, Ir. Farid Hasan Baktir, M.Ec. , Kepala Bagian PBB untuk Pangan dan Pertanian, Biro Kerjasama Luar Negeri, Deptan RI, dan Ary Raharjo, attaché, Deplu RI.
36.
Pertemuan bertujuan menindaklanjuti Pertemuan Tingkat Menteri tentang flu burung di Genewa. Disampaikan dalam pertemuan bahwa akan ada joint project antara FAO dan Belanda untuk Indonesia. FAO akan membantu Indonesia dalam upaya mengatasi permasalahan flu burung dengan menyesuaikan program-program yang ada di Indonesia. Dirjen FAO telah mengalokasikan dana sebesar 5 juta dollar untuk mengatasi permasalahan flu burung di Asia. Program flu burung untuk Indonesia diarahkan antara lain untuk membangun laboratorium, surveilence, menyusun strategi meningkatkan kapasitas veterinary, alat laboratorium untuk mendeteksi penyakit. Australia ditetapkan sebagai pusat laboratorium rujukan untuk penyakit flu burung oleh FAO yang dapat dipergunakan oleh negara-negara yang dilanda flu burung. Pihak FAO menyampaikan bahwa Indonesia, Vietnam dan Cina akan dijadikan study tentang pemindahan penyakit flu burung ke manusia.
37.
Masyarakat dunia dan negara donor sebelumnya kurang memberikan perhatian kepada masalah flu burung, namun setelah timbulnya penyebaran penyakit yang semakin meluas dan menimbulkan korban manusia maka mereka memberikan perhatian dan dukungan yang penuh dalam mengatasi permasalahan ini. Diperlukan adanya upaya untuk mengembangkan Perencanaan Nasional di wilayah yang terkena flu burung dengan dukungan dana tidak kurang dari 50 – 60 juta dolar.
38.
Untuk itu perencanaan ini memerlukan adanya Pusat Komando (Central of Command) untuk mengontrol krisis ini karena penyakit flu burung adalah merupakan suatu masalah yang serius yang memerlukan pengendalian dan komando dari tingkat pusat ke tingkat yang paling rendah. Dalam hal ini FAO bersedia untuk membantu sekaligus mendanai Indonesia dalam memformulasikan proyek teknis untuk mengembangkan strategi yang akan disampaikan kepada negara donor. Hal ini disebabkan karena masyarakat internasional dan negara donor sangat tertarik membantu mengatasi permasalahan flu burung dengan jaminan adanya Centre of Excellent yang profesional. Sebagai contoh USAID telah mengalokasikan bantuan sebesar 5 – 6 juta dolar, Belanda sebesar 8 juta dolar, dan Australia dengan nilai bantuan yang belum diketahui.
39.
Pada tanggal 17 – 18 Januari 2006 akan ada Pledging Meeting di Beijing yang diorganisir oleh World Bank dan ADB. Pemerintah Indonesia diharapkan sudah harus siap dengan konsep dan strategi terbaik khususnya dalam pembentukan Pusat Komando untuk mengatasi flu burung yang dapat dipresentasikan secara komprehensif dengan segala kebutuhan yang diperlukan untuk disampaikan pada pledge di Beijing tersebut. Indonesia diharapkan dapat menjadi inti rencana aksi (action plan) di Beijing, sehingga seluruh komitmen Indonesia dapat meyakinkan pertemuan itu berhasil.
40.
Pertemuan Bilateral Dengan Menteri Pertanian dan Pangan Norwegia.
Pertemuan berlangsung pada tanggal 22 Nopember 2005 dan dihadiri oleh Terje Riis-Johansen, Menteri Pertanian dan Pangan, Per Harald Grue, Sekjen Deptan Norwegia, Sigrid Hjornegard, Political Adviser, Henrik Einevoll, Deputy Director General. Dr. Ir. Kaman Nainggolan, Kepala Badan Ketahanan Pangan, Deptan RI, Ir. Farid Hasan Baktir, M.Ec., Kepala Bagian PBB untuk Pangan dan Pertanian, Biro Kerjasama Luar Negeri, Deptan RI, dan Ary Raharjo, attaché, Deplu RI.
41.
Pertemuan ini bertujuan untuk saling tukar pengalaman dan pendapat dalam menghadapi Perundingan WTO di Hongkong. Indonesia menyampaikan posisinya berkaitan dengan Save Guard Mechanism (SGM) dan Special Preference (SP) sebagai proposal pada pertemuan tersebut. Proposal ini sejalan dengan Deklarasi Doha. Pemerintah Norwegia menyampaikan bahwa pertanian mereka tidak kompetitif karena biaya produksi yang tinggi. Untuk memberikan jaminan sector pertanian di pedesaan dipergunakan domestic support. Disampaikan pula bahwa Norwegia berada dalam G-10 namun masih terdapat perbedaanperbedaan dengan anggota lainnya khususnya dalam penurunan tariff. Hal ini disebabkan karena Norway masih memiliki sensitive product khususnya produkproduk susu seperti halnya Indonesia yang juga memiliki sensitive product antara lain beras, jagung dan kedelai. Indonesia, yang berada di G-20 juga memiliki perbedaan dengan anggota lainnya khususnya Grain Exporting Countries seperti Argentina yang membutuhkan penurunan tariff yang banyak.
42.
Indonesia menghargai keputusan Norwegia untuk mengurangi subsidi pada gula sehingga harga gula di pasaran mengalami kenaikan yang berdampak pada keuntungan bagi petani gula Negara-negara berkembang. Norwegia masih tetap dengan 45 persen import tariff dari binding dan sensitive product 15 persen, karena tanpa itu Norwegia akan mengalami banyak kesulitan.
43.
Kunjungan Wakil DEPHUT ke markas International Fund for Agricultural Development (IFAD)
44.
a.
Wakil DEPHUT menyampaikan bahwa kunjungan dilakukan atas penugasan pimpinan untuk mejajaki tanggapan positip IFAD terhadap keinginan Indonesia memanfaatkan pinjaman suku bunga rendah IFAD dalam rangka mendukung kegiatan HTI Rakyat di pulau Kalimantan. Sumatera dan Sulawesi.
b.
Wakil IFAD, Mr. My Hyun Chong -Co Financer IFAD- mengkonfirmasi penjelasan Kepala Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi (BRR) Aceh yang didampingi Dubes RI untuk Italia saat kunjungan ke IFAD baru-baru ini bahwa penggunaan pinjaman untuk membangun Aceh dan Nias belum merupakan pemikiran Indonesia mengingat masih banyak dana hibah yang belum dimanfaatkan dan saat ini tengah dalam proses koordinasi.
c.
Berkenaan dengan kegiatan HTI Rakyat, Wakil IFAD menyampaikan kriteria-kriteria proyek yang mendapat pembiayaan IFAD antara lain: i) berdampak terhadap peningkatan mata pencaharian rakyat, ii) adanya microfinance, iii) berdampak terhadap wanita dan minoritas, iv) berdampak terhadap lingkungan. Untuk itu sebagai langkah awal, Indonesia disarankan menyampaikan concept paper sebanyak 2 halaman. Diungkapkan bahwa suku bunga IFAD berkisar 0.75%. Namun demikian pihak mitra penyedia pendanaan IFAD bisa saja menerapkan lebih tinggi dari angka tersebut. Jangka pembayaran berkisar 40 tahun dengan grace period 20 tahun.
Tindak lanjut pertemuan dengan IFAD:
a.
DEPHUT perlu menelaah lebih lanjut program kerja FAO (Programme of Work and Budget 2006-2007) yang terkait dengan sektor kehutanan, untuk dapat memanfaatkan secara optimum guna mendukung kegiatan prioritas DEPHUT (antara lain Guideliness for Forest Fires, Forest Law Enforcement and Governnance) maupun memperkuat kegiatan yang telah berlangsung dengan dukungan FAO (antara lain National Forest Programme dan Forest Resource Assessment).
b.
DEPHUT perlu pro-aktif menyiapkan SDMnya untuk memanfaatkan peluang kerja di FAO sebagai respon dari penguatan kewenangan FAO Regional/sub-regioanal/country. Hal ini nantinya akan berdampak terhadap capacity building dan aliran resource ke Indonesia.
c.
DEPHUT segera menginisiasi penyusunan concept paper Pembiayaan HTI Rakyat oleh IFAD melalui koordinasi dengan DEPTAN dan DEPKEU. Roma,
Nopember 2005
Pelapor, Dr. Eri Indrawan Dr. Agus Justianto