LAPORAN DELEGASI DPR RI KE SIDANG ASIA AND THE PACIFIC PARLIAMENTARIAN AND CSO FORUM ON MDG ACCELERATION AND THE POST 2015 DELEVOPMENT AGENDA 25-26 March 2013 di Nusa Dua, Bali, Indonesia I.
PENDAHULUAN A. DASAR PENGIRIMAN DELEGASI Partisipasi Delegasi DPR RI pada Sidang Asia and the Pacific Parliamentarian and CSO Forum on MDG Acceleration and the Post 2015 Delevopment Agenda pada tanggal 25-26 Maret 2013 di Nusa Dua, Bali, Indonesia, didasarkan pada undangan tanggal 11 Februari 2013 dari Regional Director of Asia Pacific United Nations Millenium Campaign (UNMC), Mr. Minar Pimple, yang ditujukan kepada Ketua DPR RI perihal penyelenggaraan Asia-Pacific Regional Parliamentarian and CSO Forum on MDG Acceleration and the Post-2015 Development Agenda. B. SUSUNAN DELEGASI Susunan Delegasi DPR RI ke Sidang Asia and the Pacific Parliamentarian and CSO Forum on MDG Acceleration and the Post 2015 Development Agenda pada tanggal 25-26 Maret 2013 di Nusa Dua, Bali, Indonesia, adalah sebagai berikut: 1. Dr. H. Marzuki Alie Penasihat 2. Sidarto Danusubroto Wakil Ketua BKSAP/Anggota Delegasi/F-PDIP 3. Dr. Nurhayati Ali Assegaf, M.Si Anggota Delegasi/F-PD 4. Ir. Atte Sugandi, M.M. Anggota Delegasi/F-PD 5. Dra. Hj. Okky Asokawati, M.Si Anggota Delegasi/F-PPP 6. Dr. Sumarjati Arjoso Anggota Delegasi/F- Gerindra C. MAKSUD DAN TUJUAN PENGIRIMAN DELEGASI Maksud dan tujuan pengiriman Delegasi DPR RI ke Sidang Asia and the Pacific Parliamentarian and CSO Forum on MDG Acceleration and the Post 2015 Delevopment Agenda adalah untuk memenuhi undangan dari Indonesian Forum of 1|Page
Parliamentarians on Population and Develoment (IFPPD) serta sebagai bentuk nyata komitmen DPR RI untuk ikut berpartisipasi dalam percepatan pencapaian MDGs. D. MISI DELEGASI Adapun misi Delegasi DPR RI mengikuti sidang tersebut, antara lain adalah: 1. Sebagai wujud komitmen DPR RI untuk ikut berpartisipasi mendorong percepatan pencapaian MDG di tahun-tahun yang tersisa 2. Untuk ikut mengidentifikasi dan menyepakati isu-isu prioritas, prinsip-prinsip dasar dan kritik-kritik membangun untuk kerangka pembangunan Post 2015, yang berasal dari perspektif parlemen E. PERSIAPAN PELAKSANAAN TUGAS Sebelum pelaksanaan Sidang Asia and the Pacific Parliamentarian and CSO Forum on MDG Acceleration and the Post 2015 Delevopment Agenda, Delegasi DPR RI telah mengadakan rapat dan diskusi pendahuluan sebagai persiapan sidang. Materi yang dijadikan referensi diolah oleh Tenaga Ahli BKSAP, Peneliti P3DI dan disusun berdasarkan masukan yang komprehensif dari Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia. II.
ISI LAPORAN A. AGENDA SIDANG Agenda yang dibahas dalam Sidang Asia and the Pacific Parliamentarian and CSO Forum on MDG Acceleration and the Post 2015 Delevopment Agenda adalah sebagai berikut: 1. Opening Session • Opening Remarks : Honorable Dr. Marzuki Alie, SE., MM, Speaker of the House of Representatives, Republic of Indonesia • Welcome Remarks : Hon. Assoc. Prof. Dr. Porapan Punyatabandarhu, Secretary General, AFPPD • Address : Mr. Robert C. Orr, Assistant Secretary General, United Nations (TBC) • Address : Hon. Mr. Bethel Nnaemeka Amadi, President of the Pan-African Parliament & Member of Parliament, Nigeria • Inaugural Address : Mr. Kuntoro Mangkusubroto, Head of the Presidential Working Unit for Supervision and Management of Development (UKP4)
2|Page
2. Interaction between a delegation of parliamentarians and High Level Panel members 3. Plenary 1: Learning from the MDGs • Chair : Mr. J.V.R. Prasada Rao, UN Secretary General’s Special Envoy on HIV/AIDS in Asia and the Pacific • Speakers : − Hon. Ms. Christy Alaga, Member, Committee on the MDGs, House of Representatives, Nigeria - “Parliamentary Engagement in the Efforts to Achieve MDGs in Africa” − Ms. Erna Witoelar, Former UN Special Ambassador on the MDGs for Asia and the Pacific - “MDG Gains, Challenges, and Lessons from Asia Pacific” − Mr. Henri Vallot, Policy Director, CIVICUS - “MDG Lessons Learned from Civil Society Perspective: Commonwealth Country Experiences” − Ms. Nobuko Horibe, Regional Director, UNFPA Asia and the Pacific Regional Office − Mr. Steve Kraus, Director, UNAIDS Regional Support Team for Asia and the Pacific - “MDG 6, an Unfinished Agenda, Developing a Common Vision towards Ending AIDS in Asia and the Pacific in Post 2015 Era” • Rapporteur : Ms. Atieno Ndomo, UN Millennium Campaign Africa 4. Thematic Parallel Workshop • Theme 1: Population Dynamics & Srhr: Vital Issues in Post 2015 Agenda • Theme 2: Incorporating Gender Equality in the Post 2015 Development Framework • Theme 3: Universal Access To Health • Theme 4: Children And Youth • Theme 5: Water And Sanitation For All 5. Plenary 2: Global Partnership • Chair: Hon. Dr. Nurhayati Ali Assegaf, Member of Parliament, Indonesia, and President of the IPU Coordinating Committee of Women Parliamentarians • Keynote Address: Mr. Pavan Sukhdev, Founder-CEO of GIST Advisory • Address: Mr. Olav Kjorven, Assistant Administrator, UNDP • Rapporteur: Mr. Alexander Jaggard, UNORCID 6. Parallel Breakout Session • Theme 1: Governance and Human Rights • Theme 2: Inequality, Discrimination and Stigmatization • Theme 3: Sustainable Development 3|Page
• Theme 4: System-Wide Approach to Public Service Delivery 7. Plenary 3: Key Elements of the Post 2015 Development Framework • Chair: Ms. Lise Grande, UN Resident Coordinator, India • Speakers: − Hon. Dr. Nurhayati Ali Assegaf, Member of Parliament, Indonesia, and President of the IPU Coordinating Committee of Women Parliamentarians - “Gender Perspective for the Post 2015 Development Framework” − Hon. Hilda Heine, Minister of Education, Marshall Islands − Hon. Mr. Alhassan Ado Garba, Chair of the african Network of Parliamentarians on the MDGs & Member Parliament, Nigeria – “African Perspectives for the Post 2015 Development Framework” − Mr. Michael McCann MP, United Kingdom - UK and European Recommendations for the Post 2015 Development Agenda” − Mr. Paul Wojciechowski, Assistant Director General, International & Development Policy Branch, AusAID − Mr. Amitabh Behar, Global Co-Chair, Global Call to Action against Poverty (GCAP) • Rapporteur: Dr. Marcus Brand, UNDP APRC 8. Plenary 4: Synthesis of the Thematic Sessions – Building a Common Framework • Co-Moderators: Mr. Amon San Pascual, AFPPD & Mr. Minar Pimple, UN Millennium Campaign • Sharing Key Recommendations from Cross-Cutting Thematic Sessions − Governance and Human Rights – Dr. Marcus Brand, Democratic Governance Expert, UNDP APRC − Inequality, Discrimination and Stigmatization – Dr. Gita Sen, Professor, Centre for Public Policy, Indian Institute of Management, India − Sustainable Development – Mr. Ziaul Hoque Mukta, Regional Policy Coordinator, Oxfam Asia − System-Wide Approach to Public Service Delivery – Dr. Qazi Kholiquzzaman Ahmad, Chairman of dhaka School of Economics, Bangladesh • Floor Discussion on the Draft Bali Declaration • Rapporteur: Mr. Sanjyot Sangodkar, UNORCID 9. Valedictory Session: Moving Ahead • Adoption of Bali Declaration (to be presented to the High Level Panel) • Vote of thanks: Hon. Dr. Ahmad Nizar Shihab Sp. An, Member of the House of Representatives, Republic of Indonesia & Chairs of the Indonesian Forum of Parliamentarians on Population and Development B. URAIAN TENTANG SITUASI UMUM PERSIDANGAN 4|Page
Sidang Asia and the Pacific Parliamentarian and CSO Forum on MDG Acceleration and the Post 2015 Delevopment Agenda dilaksanakan pada tanggal 24-26 Maret 2013 di Courtyard Marriot, Nusa Dua Bali, bertepatan dengan penyelenggaraan Fourth Meeting of the High Level Panel of Eminent Persons (HLPEP) on Post 2015 Development Agenda tanggal 24-27 Maret 2013 yang bertempat di Westin Hotel – Bali International Convention Centre, Nusa Dua, Bali. Sidang tersebut diselenggarakan atas kerjasama UNMC, UNFPA, AFPPD, IFPPD dan DPR RI sebagai Co-host. Sidang yang dihadiri oleh para Anggota Parlemen, perwakilan dari badan pemerintah dan LSM Internasional dikawasan Asia Pasifik, bertujuan untuk menghimpun pandangan mereka mengenai hal-hal penting yang dapat diambil dari pengalaman upaya pencapaian MDGs untuk kemudian diidentifikasi sebagai prinsip-prinsip dasar dalam menyusun kerangka agenda prioritas pembangunan pasca 2015. Sidang dengan agenda pembahasan Program Parliamentarian Forum on the MDGs Acceleration and Post 2015 Agenda telah dilaksanakan dua kali sebelumnya yaitu pada tanggal 20-21 November 2012 di Manila dan tanggal 10-11 Desember 2012 di Dhaka. Opening Session Pembukaan Sidang Asia and the Pacific Parliamentarian and CSO Forum on MDG Acceleration and the Post 2015 Delevopment Agenda dilaksanakan pada tanggal 25 Maret 2013 yang turut dihadiri Sekretaris Jenderal AFPPD, Hon. Assoc. Prof. Dr. Porapan Punyatabandarhu; Assistant Secretary General United Nations, Mr. Robert C. Orr; Presiden Pan-African Parliament, Hon. Mr. Bethel Nnaemeka Amadi; dan Kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4), Kuntoro Mangkusubroto. Pada sambutan pembukaan, Ketua DPR RI menyatakan bahwa meskipun telah banyak kemajuan yang dicapai dalam pencapaian MDGs diberbagai negara, namun masih banyak tantangan yang harus diatasi baik ditingkat pemerintah, parlemen maupun di tingkat masyarakat sipil. Beliau menyatakan harapannya agar isu democratic governance sebagai salah satu goal maupun fasilitator pencapaian goal dari MDG, yang sebelumnya telah dibahas di Monrovia, Dhaka dan Manila, agar dibahas pula dalam sidang ini. Ketua DPR RI juga menggarisbawahi pentingnya peran parlemen dan civil society organizations. Parlemen, dengan fungsi strategis pengawasan, legislasi dan anggaran, serta hasil pantauannya terhadap bebergai isu dan informasi baik dari pemerintah, media, konstituen, masyarakat dan otoritas lainnya, dapat mendukung pencapaian MDGs 2015 maupun pembentukan prioritas agenda pembangunan pasca 2015. Sedangkan peran civil society organizations, melalui komunikasi dan pengaruhnya di masyarakat sehingga mengetahui persis masalah yang dihadapi masyarakat, akan membantu identifikasi masalah dalam pencapaian MDGs serta apa yang perlu dimasukkan dalam Post 2015 Development Agenda. 5|Page
Plenary Session I: Learning from the MDGs Plenary Session I dilaksanakan setelah Opening Session dan dihadiri oleh beberapa pembicara, yaitu diantaranya: Anggota Parlemen Nigeria, Christy Alaga; UN Special Ambassador on MDGs, Erna Witoelar; Policy Director CIVICUS, Henry Vallot; Regional Director, UNFPA Asia and the Pacific Regional Office, Nobuko Horobe; dan Director UNAIDS Regional Support Team for Asia and the Pacific, Steve Kraus. Dalam presentasinya, Christy Alaga dari Nigeria menyampaikan bahwa jaringan organisasi parlemen di Afrika telah melakukan kunjungan ke berbagai negara seperti Senegal, Ethiopia, Rwanda, Ganda untuk melihat capaian implementasi MDGs. Berdasarkan hasil kunjungan tersebut didapati fakta bahwa implementasi MDGs di berbagai negara di kawasan Afrika telah berhasil membuat sejumlah perbaikan, namun peningkatan masih perlu dilakukan terutama dalam hal tata kelola pemerintahan yang baik, yang mana harus mengusung prinsip akuntabilitas dan transparansi. Erna Witoelar mewakili UN dalam hal ini menyampaikan presentasi mengenai keberhasilan kawasan Asia Pasifik dalam mengurangi angka kemiskinan dari 50% menjadi 20% pada rentang waktu 1990-2009. Walaupun capaian ini sudah cukup baik, namun upaya akselerasi untuk mencapai target MDGs masih perlu dilakukan, terutama diarahkan untuk mengatasi ketidaksetaraan gender dalam hal akses terhadap pendidikan, sanitasi, prevalensi TB dan HIV, dan kematian ibu dan anak. Erna Witoelar menggarisbahawi pentingnya membangun kolaborasi dan kerjasama efektif antara pemerintah, sektor privat dan masyarakat. Erna menekankan bahwa ada tiga prioritas untuk agenda pembangunan pasca 2015, diantaranya air bersih dan sanitasi, kesehatan dan pendidikan. Semua upaya akselerasi harus berbasiskan komunitas, kolaborasi efektif dan local ownership. Henry Vallot, dari CIVICUS menyampaikan presentasi yang berjudul “Civil Society Perspective and MDGs Breaking Poin Project”. Beliau menyatakan bahwa parlemen dan masyarakat madani merupakan partner yang strategis dalam mencapai tujuan MDGs. Salah satu kekurangan dari MDGs adalah minimnya local ownership, dimana program tersebut tidak melekat dengan masyarakat lokal, sehingga ketika target MDGs berakhir maka program tersebut juga tidak berlanjut. Oleh karena itu perencanaan program MDGs untuk pasca 2015 harus dibangun melalui advokasi oleh organisasi madani masyarakat dan berkolaborasi dengan parlemen. Isu local ownership telah lama menjadi perhatian global, yaitu semenjak Paris Declaration, Rio Conference dan Busan Partnership Agreement. Nobuko Horobe dari UNFPA menyampaikan presentasi mengenai pembelajaran dari implementasi International Conference on Population and Development. Ia 6|Page
menyatakan bahwa telah terjadi suatu perubahan paradigm (paradigm shift) dimana masalah populasi tidak hanya dipandang sebagai angka, namun lebih daripada itu adalah bagaimana memberikan informasi dan tools memadai agar masyarakat dapat membuat pilihan bijak secara sadar. Selain itu, permasalahan mengenai kemiskinan sering menghadapi kendala data. Data yang ada bersifat fantastis yang tidak merepresentasikan realitas sebenarnya di lapangan. Nubuko juga menekankan bahwa no one size fit all, sehingga setiap program MDGs harus bisa beradaptasi dengan konteks kekinian di tingkat lokal dan nasional, atau dengan kata lain agenda pembangunan yang inklusif. Steve Kraus dari UNAIDS, membawakan presentasi berjudul “MDGs 6, the Unfinished Agenda, Developing Common Vision towards Ending AIDS in Asia and the Pacific”. Kraus menyampaikan bahwa sebagian besar penderita HIV/AIDS adalah perempuan dan anak-anak, dan dua negara dengan angka prevalensi tertinggi adalah Thailand dan Papua. Menurut Kraus, para pemimpin dunia saat ini telah memiliki komitmen yang cukup tinggi dalam mengatasi HIV/AIDS, namun dukungan teknis dalam menyalurkan bantuan masih sangat kurang. Bantuan dana dari para donor selama ini belum mencapai kelompok masyarakat yang rawan dan termarjinalkan, Kondisi masyarakat yang menderita HIV/AIDS juga semakin diperburuk dengan minimnya akses mereka terhadap keadilan (justice). Kraus menekankan mengenai “nothing for us, without us”, agenda pembangunan global haruslah memperhatikan keterlibatan dan kontribusi semua actor. Karena sentralitas masyarakat madani sangat penting dalam mencapai Tujuan Pembangunan Millenium. Diskusi dimulai dengan menyoroti soal isu HIV, dimana para pekerja seks komersial dan transgender perlu diberi pengakuan secara legal sehingga mereka mendapatkan akses pelayanan kesehatan memadai. Di India, jumlah penderita HIV belum dapat dikuantifikasi karena para penderita tersbut merupakan kelompok termarjinalkan. Diskusi berkembang dengan menyoroti persoalan peningkatan jumlah populasi dunia yang dikhawatikan berdampak pada kondisi kesejahteraan, ketersediaan pangan dan layanan kesehatan. Kegagalan untuk memproyeksikan angka pertumbuhan populasi dunia akan menyebabkan mundurnya pencapaian MDGs. Thematic Parallel Workshops Thematic Parallel Workshops dilaksanakan secara bersamaan pada tanggal 25 Maret 2013 dengan pembagian tema sebagai berikut: Theme I: Population Dynamics & SRHR: Vital Issues in Post-2015 Agenda Workshop tema ini dimoderatori oleh Anggota Parlemen Australia, Hon. John Hyde, dan di awali dengan presentasi oleh Michael Hermann dari UNFPA. Adapun 7|Page
Panel Discussant terdiri dari Anggota Parlemen Filipina, Hon. Cong. Bernadette Herrera-Dy; Anggota DPR RI, Dr. Sumarjati Arjoso; dan Programme Officer of ARROW, Ms. Sal Jyothir Mal Racherla. Pada bagian pertama, workshop membahas sub tema “gaps, priorities and the way forward to achieve ICPD”. Pertama-tama diskusi menyoroti menyadari perlunya melibatkan para stakeholders untuk berpartisipasi pada pembangunan. Pada awal Maret 2013 di Dhaka, yang dibicarakan salah satunya adalah mengenai demographic change sebagai tantangan pembangunan yang utama pada abad ke-21 sekaligus bagian dari agenda pembangunan pasca-2015. Population dynamics mempengaruhi isu-isu lainnya yang menjadi prioritas agenda pembangunan pasca-2015. Untuk mengatasinya, populasi dalam suatu negara harus dapat diperkirakan akan seperti apa, karena jumlah populasi yang terlalu banyak akan mempengaruhi beban kerja pemerintah untuk dapat mensejahterakan rakyatnya. Pada populasi, masalah yang juga penting didalamnya adalah pendidikan. Hal ini sebagai dasar jika kita harus menyiapkan generasi muda pada saat ini untuk masa mendatang. Populasi berkaitan pula dengan hak asasi manusia (human rights). Human rights telah berkembang menjadi permasalahan yang berkaitan erat dengan kemiskinan. Kemiskinan merupakan akibat dari adanya korupsi. Korupsi inilah yang harus diberantas dengan adanya good governance melalui transparansi dan akuntabilitas. Permasalahan Sexual and Reproductive Health and Rights (SRHR) merupakan salah satu isu pada populasi yang berkaitan pula dengan human rights dan pendidikan. Program ICPD untuk akses universal pada SRHR diantaranya adalah perencanaan konseling keluarga berupa pemberian informasi, pengetahuan, serta layanan. Tantangan yang akan dihadapi diantaranya: SRHR merupakan hak asasi manusia yang fundamental; kepastian ketersediaan personil kesehatan, fasilitas dan sarana yang berhubungan dengan SRHR; pencapaian akses kesehatan secara universal. Kesimpulan dapat ditarik pada workshop ini yaitu bahwa agenda pembangunan pasca-2015 harus bertujuan kepada: pemenuhan SRHR bagi semua; pencapaian, penguatan sistem untuk SRHR. Pada bagian kedua, workshop berusaha menyusun rekomendasi untuk Post 2015 Develoment Agenda. Rekomendasi yang diajukan bagi agenda pembangunan pasca-2015 diantaranya: 1. Mempromosikan kesejahteraan generasi sekarang dan masa depan, dengan mengumpulkan data dari angka, lokasi, usia, dan jenis kelamin pada populasi secara sistematis 2. Pengumpulan data melalui sensus, survei, dan pendaftaran secara menyeluruh 8|Page
3. 4. 5. 6.
7. 8. 9.
Menggunakan data populasi untuk memproyeksikan strategi pembangunan, kebijakan dan target ke depannya, dari tingkat lokal ke tingkat global Memasukkan hak atas akses kesehatan secara universal, termasuk pada SRHR Menanggulangi kendala gender dan budaya pada SRHR Menciptakan kemitraan yang melibatkan stakeholders, dari global hingga lokal untuk mempelajari population dynamics untuk mencapai tujuan pembangunan Meningkatkankan komitmen politik, membolehkan keterlibatan masyarakat, memberi perhatian dan implementasi untuk memberantas HIV/AIDS Memastikan pemenuhan dan kualitas pendidikan serta pelatihan bagi semua Memasukkan sektor swasta pada kemitraan untuk mempromosikan pembangunan berkelanjutan, dan mendidik para pembuat kebijakan tentang bagaimana population dynamics termasuk kesehatan menjadi masalah yang sangat penting.
Theme II: Incorporating Gender Equality in the Post 2015 Development Framework Pada bagian pertama workshop, yang membahas sub tema “inter-sectionality of rights: addressing inequities and inequalities”, dimoderatori oleh Ms. Robert Clarke dari UN Women Asia and the Pasific, dihadiri beberapa speakers yaitu: Anggota DPR RI, Hon. Dr. Eva Sundari; Mr. Paul Diwakar dari Convenor of National Campaign of Dalit Human Rights India; Regional Director of the Asia Pacific Forum on Women, Law and Development, Ms. Kate Lappin; Anggota Parlemen Filipina, Hon. Dr. Walden Bello; dan Prof. Dr. Gita Sen dari Centre for Public Policy Indian Institute of Management India. Pada tahun 2015 target capaian MDGs akan berakhir dengan sejumlah keberhasilan dan tantangan. Saat ini target MDG di bidang ekonomi dipandang telah berhasil tercapai dengan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di sejumlah negara. Kondisi ini membawa konsekuensi baik dari sisi positif maupun negatif. Akses informasi yang meningkat di era globalisasi telah mendorong mobilisasi manusia antar negara untuk mencari pekerjaan ke luar negeri demi penghidupan yang lebih baik. Terbukanya lapangan kerja di banyak negara tersebut mendorong manusia untuk bekerja di luar negeri sebagai pekerja migran. Hal ini memunculkan sisi negatif MDGs, karena nasib para pekerja migran di perantauan tersebut seringkali memprihatinkan akibat kurangnya jaminan perlindungan terhadap mereka. Perlakuan yang dialami tenaga kerja wanita lebih buruk lagi karena mereka seringkali mengalami tindak kekerasan. Tidak sedikit dari mereka yang tidak berpendidikan akhirnya terjerumus menjadi pekerja seks. Meningkatnya perekonomian juga belum menjamin berhasilnya upaya pengentasan kemiskinan dan pemerintahan yang bersih. Perkembangan perindustrian terus menuntut perluasan lahan dan eksploitasi sumber daya alam, hal ini berakibat pada meningkatnya konflik lahan dan berbagai pelanggaran 9|Page
HAM. Peningkatan pendapatan negara seringkali tidak dikembalikan kepada upaya meningkatkan kesejahteraan sosial rakyat, seperti peningkatan kesehatan dan pendidikan kaum wanita, tetapi diperuntukan pada bidang lain seperti peningkatan belanja militer. Pengalokasian anggaran yang tidak sensitif gender ini sangat merugikan karena wanita tetap berada pada posisi yang lemah. Pembangunan pasca-2015 wajib dilaksanakan dengan dasar HAM dan keadilan gender, terutama dalam masalah pendididikan dan kesempatan kerja bagi wanita. Pelanggaran terhadap hak asasi manusia, terutama dalam bentuk perlakuan buruk seperti KDRT, perkosaan, hilangnya kesempatan kerja maupun hak untuk mendapatkan akses kesehatan dan pendidikan terhadap kaum wanita masih terus terjadi. Sebagai contoh diskriminasi terhadap suku Dalit di India, terutama kaum wanitanya, berakibat pada hilangnya hak mereka sebagai manusia. Kesulitan ekonomi seringkali menjerumuskan mereka pada dunia prostitusi yang diikuti dengan kejangkitan berbagai penyakit, termasuk HIV dan Aids. Wanita suku Dalit yang diketahui bekerja sebagai pekerja seks dan terjangkit HIV/Aids akan dibiarkan mati tanpa bantuan pengobatan. Peningkatan keadilan gender dalam kerjasama makro ekonomi di era globalisasi saat ini juga harus mendapat perhatian. Krisis ekonomi, ketergantungan pada bantuan dn hutang luar negeri, paket stimulus, mobilisasi sumber daya dalam negeri, liberalisasi dan perdagangan bebas turut memperburuk kondisi ketidakadilan gender. Peningkatan PMA dan perusahaan swasta di negara-negara berkembang juga tidak menjamin peningkatan kesetaraan dan keadilan bagi wanita. Pemerintah cenderung mengalokasikan anggaran pada bidang ekonomi yang bertujuan pada upaya meraih laba, sehingga peningkatan kepentingan sosial yang sangat terkait dengan kepentingan wanita terabaikan. Pada bagian kedua workshop, yang membahas sub tema “a critical appraisal of the MDG gains and gaps from a gender perspective”, dihadari antara lain oleh Anggota Parlemen Solomon, Hon. Dr. Derek Sikua dan Member of Executive Board DAWN, Dr. Claire Slater sebagai speaker. Agenda MDG selama ini dipandang belum mampu memberikan keadilan gender seperti yang diharapkan. Meningkatnya tingkat pendidikan wanita yang ada belum diikuti dengan akses kesehatan yang terus membaik, berkurangnya kekerasan terhadap wanita dan hak atas kesehatan akses seksual dan alat reproduksi. Pada dasarnya keadilan gender harus bertumpu pada hak asasi manusia. Kerjasama global untuk mendukung MDG yang berkeadilan gender pada akhirnya tergantung pada upaya kaum wanita itu sendiri, tidak ditentukan oleh mereka yang mempunyai modal besar, kekuasaan politik maupun pemuka adat/agama/masyarakat.
10 | P a g e
Paradigm pembangunan paska 2015 harus berdasarkan HAM dan memberikan kesempatan yang setara antara pria dan wanita dalam pembangunan. Kerjasama global dibutuhkan dalam mendukung terbentuknya paradigma pembangunan pro HAM bagi kepentingan wanita disemua aspek pembangunan tersebut. Saat ini pelaksanaan hak asasi wanita yang masih terkendala oleh kondisi sosial budaya yang berbeda-beda di setiap negara. Dari sekian banyak perbedaan yang ada tersebut, harus ada prioritas mengenai hak mana yang harus didahulukan. Tujuan pembangunan paska 2015 harus mampu meningkatkan pendapatan wanita, termasuk kontrol akses pada hak kepemilikan tanah dan sumber daya lainnya, serta rasa aman dan keadilan di rumah, ditengah masyarakat maupun di luar negeri. Suara wanita harus lebih didengar dalam pembuatan kebijakan nasional termasuk politik. Pemerintahan yang ada harus demokratis sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan wanita, terutama mengentaskan masalah kekerasan terhadap wanita yang ada selama ini. Theme III: Universal Access to Health Care Sesi ini dipimpin oleh Anggota Parlemen Malaysia, Kamalanathan P. Pancanathan sebagai Chair; moderator oleh Stefan Nachuk dari Rockefeller Foundation; dan presentasi oleh Penasihat senior Kementerian Kesehatan RI, Dr. Soendoro, yang berjudul Overvuew of Health MDGs Achievemetn and Challenges. Workshop juga dihadiri oleh tiga orang discussant yakni: Anggota DPR RI, Dra. Hj. Okky Asokawati, MPA Pakistan, Humaira Awais Shahid dan Attapon Ed Ngoksin dari International Treatment Preparedness Coalition Thailand. Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang paling mendasar, namun kenyataannya pemerintah pun belum mampu memenuhi hak warga negara nya secara penuh. Selama ini masyarakat berjuang sendiri untuk mendapatkan layanan kesehatan. Namun bagi ornag-orang yang hidup di bawah garis kemiskinan harus rela untuk tidak menikmati hak asasi mendasar tersebut. Selama sesi ini ada dua hal yang digarisbawahi untuk menjadi prekondisi agar tercapainya akses kesehatan yang murah dijangkau dan diakses atau disebut juga affordability dan accessibility. Kedua hal tersebut adalah human rights dan democratic governance. Topic mengenai kesehatan juga dikaitkan dengan pembahasan aspek human security. Manusia adalah aspek sentral yang harus diperhatikan eksistensinya dalam agenda pembangunan yang berkelanjutan.Oleh sebab itu para peserta di ruangan tersebut meyakini bahwa agenda human righst perlu berada pada garda terdepan agenda pembangunan global pasca 2015. Pemerintahan yang demokratis (democratic governance) dianggap sebagai key enabler dalam mencapai akses terhadap layanan kesehatan yang bersifat universal. Di dalam pemerintahan yang demokratis maka dimungkinkan adanya keterlibatan masyarakat dan NO yang berperan penting sebagai upaya untuk memonitor pemerintah dalam melakukan fungsinya, terutama dalah hal pelayanan publik. 11 | P a g e
Selain itu peran parlemen sangat penting dalam menjembatani komunikas antara grassroot dan pemerintah. Mereka sangat mendorong penguatan peran parlemen dalam mendorong akselerasi program MDGs terutama untuk target kesehatan dan ikut berkontribusi untuk menentukan target agenda pembangunan pasca 2015. Pada sesi dua, workshop di pimpin oleh Anggota Parlemen India; Hon. Dr. Anup Kumar Saha sebagai Chair, moderator oleh Mr. Kent Buse dari UNAIDS; presentasi oleh Penasihat Senior Kementerian Kesehatan RI, Dr. Seondoro yang berjudul “synthesis of Current recommendations for health in Post-2015 from the thematic consultation”. Hadir pula lima orang discussants yakni: Mr. Stefan Nachuk dari Rockefeller Foundation, Mr. Laurence Gray dari World Vision International, Mr. JVR Prasada Rao dari UNAIDS, Mr. Masaki Inaba dari GCAP dan Ms. Lola Dare dari CHESTRAD. Theme IV: Children and Youth Pada bagian pertama workshop, yang membahas sub tema “children’s and youth’s hopes for the future of development; championing their rights and priorities”, dimoderatori oleh Anggota Parlemen India, Hon. Vanadana Chavan, dengan dihadiri speaker yakni: Ms. Kate Dooley dari Save the Children dan Ms. Dian Aditya Ning Lestari dari Indonesian Future Leaders. Diskusi dimulai dengan membahas tentang rentannya remaja terhadap isu reproduksi seksual karena kurangnya pengetahuan tentang kesehatan seksual dan reproduksinya. Hal ini dapat mengakibatkan aborsi dan ketinggian kematian ibu dan anak, putus sekolah, dll. Remaja juga harus diberi pengertian mengenai hakhak mereka. Pemerintah harus mendukung pemuda melalui peningkatan akses terhadap pendidikan. Salah satu aktor penting realisasi MDG adalah pemuda. Peningkatan kapasitas, pelayanan komunitas, advokasi dan promosi adalah penting bagi pemuda untuk dapat menjadi agen perubahan. Gerakan pemuda telah meningkat beberapa tahun terakhir. Namun, tidak ada kebijakan yang memformalkan gerakan mereka dan sulit bagi pemuda untuk ikut dalam pengambilan kebijakan. Pada bagian kedua workshop, yang membahas sub tema “Inequality: why are children particularly vulnerable to inequality?”, dimoderatori oleh Ms. Rasheda K. Choudhury dari CAMPE Bangladesh, dengan menghadirkan speaker yakni: Anggota Parlemen Filipina, Hon. Cong. Teodore B. Bauilat; Mr. Rahardhika Arista Utama dari Independent Youth Alliance, Mr. Trihadi Saptoadi dari World Vision International dan Anggota Parlemen India, Hon. Mohammed Basheer. Workshop sesi ini mendiskusikan tentang ketidaksetaraan terutama pada anak. Dikatakan bahwa seorang anak yang lahir dalam kemiskinan akan lebih sulit mengakses pendidikan dan hal ini dapat menggiring anak tersebut pada kekerasan. Semua anak berhak atas lingkungan yang aman dan mendukung untuk tumbuh 12 | P a g e
kembang anak. Dalam hal ini, pemerintah harus dapat membuat kebijakan yang mendorong terbukanya akses anak terhadap pendidikan.
Theme V: Water and Sanitation for All Pada bagian pertama workshop, yang membahas sub tema “Global and regional level progress, lessons and challenges”, dipimpin oleh Anggota Parlemen Bangladesh, Hon. Dr. Akram Hossain Chodhury; Opening Remarks oleh Anggota Parlemen India, Hon. Dr. TN Seema; Remarks oleh Chairperson International Youth Council, Mr. Willice Onyango; dan Overview presentation oleh Regional WASH Advisor, UNICEF East Asia and Pasific, Mr. Chander Badloe, yang berjudul “Summary of Global Thematic Discussions on Sanitation”. Workshop theme ini mendiskusikan tentang pentingnya air dan sanitasi Millennium Development Goals (MDGs). Air dan sanitasi terkait erat dengan nurisi, pangan, kemiskinan, kesehatan dan pembangunan manusia. Ketersediaan air dan sanitasi memberi efek langsung dengan penyebaran penyakit dan terjadinya malnustrisi, yang mana merupakan penyebab utama kematian anak. Diperkirakan angka kematian anak dapat dikurangi sebesar 26% melalui peningkatan kesadaran masyarakat akan air bersih dan pentingnya sanitasi (misalkan pentingnya cuci tangan sebelum makan). Pada bagian kedua workshop, yang membahas sub tema “Sharing Successful Regional Partnership Models”, dipimpin oleh Anggota Parlemen India, Hon. Dr. TN Seema sebagai Chair dan dihadiri oleh speakers yakni: Anggota Parlemen Bangladesh, Hon. Dr. Akram Hossain Chowdhury dan Head of Policy and Campaigns WaterAid Australia. Mengatasi krisis sanitasi merupakan tantangan pembangunan yang sangat penting di kawasan Asia Tenggara. Meskipun telah ada beberapa kemajuan yang dicapai, namun masih milyaran orang di Asia Tenggara yang tidak punya akses terhadap sanitasi. Tantangan yang masih harus dihadapi: belum cukupnya anggaran pemerintah untuk sanitasi dan penggunaan dana donor yang belum tepat target. Interaction between Parliamentarians Delegation and High Level Panel Members Disela-sela Sidang Asia and the Pacific Parliamentarian and CSO Forum on MDG Acceleration and the Post 2015 Delevopment Agenda, diadakan pertemuan antara Delegasi Parlemen dan High Level Panel Members pada tanggal 25 Maret 2013 di BICC Westin, dengan sambutan pembukaan oleh Ketua DPR RI DR. H. Marzuki Alie yang menekankan pentingnya keterlibatan para pemangku 13 | P a g e
kepentingan lainnya untuk turut serta dalam percepatan pencapaian MDGs dan penyusunan agenda pembangunan global pasca 2015. Hal ini didasari atas peranperan alamiah yang dimiliki oleh masing-masing pihak dalam perspektif masyarakat. Namun demikian, keterlibatan komprehensif (comprehensive participation) ini harus didahului oleh adanya fundamental saling-percaya di antara para stakeholder dalam rangka pencapaian tujuan bersama. Tidak mungkin koordinasi dan kerjasama antar pihak dapat berlangsung bila didasari oleh prasangka-prasangka negatif terhadap pihak-pihak lain. Upaya-upaya pengentasan permasalahan melalui solusi CSR, bantuan kemanusiaan dari para elit politik, bantuan kepentingan bisnis atau pendekatan-pendekatan ekonomi lainnya, tentu tidak bisa bersifat tunggal dalam penyelesaiannya, melainkan sepatutnya bersifat integrated yang melibatkan lebih banyak waktu, energi, emosi, sumber daya manusia, finansial, dan lainnya, dari berbagai pihak. Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan pemberdayaan yang tangguh, yang dapat memberikan solusi bagi kawasan di sekitarnya yang masih tertinggal, baik pada tingkat lokal, nasional, regional maupun global. Selanjutnya, sambutan juga diberikan oleh Presiden Parlemen Pan-Afrika Mr. Bethel Nnaemeka Amadi, yang di antaranya menekankan pentingnya kemitraan global yang baru, yang memiliki karakteristik kesetaraan dan melibatkan semua pemangku kepentingan dalam pembangunan di kawasan. Hal ini didasarkan pada pelajaran yang dapat diambil dari implementasi MDGs di benua Afrika selama ini. Selain itu, beberapa anggota parlemen yang hadir turut menyampaikan pandangannya, dan menitikberatkan pada pentingnya keterlibatan parlemen dalam agenda akselerasi MDGs dan agenda penyusunan pembangunan global pasca 2015. Keterlibatan parlemen dirasakan perlu mengingat peran besar yang dimiliki oleh parlemen, baik dalam aspek supervisi, legislasi, budgeting, maupun akomodasi aspirasi publik. Mengenai isu akses perlindungan sosial, pihak parlemen memandang isu tersebut sebagai bagian dari hak asasi manusia dari setiap orang yang ingin mendapatkan kualitas hidup yang layak, termasuk dalam bidang kesehatan dan penghidupan/pekerjaan yang layak. Untuk itu, parlemen memandang perlunya agenda ini tetap termaktubkan dalam agenda pasca 2015, serta mengharapkan semua pihak terkait pada tingkat internasional untuk berkoordinasi dan bekerjasama dalam mewujudkan kemudahan bagi setiap orang untuk bisa mendapatkan perlindungan sosial dalam berbagai hal. Plenary II: Global Partnership Sidang pleno kedua berlangsung pada tanggal 26 Maret yang dipimpin oleh Anggota BKSAP, Dr. Nurhayati Ali Assegaf. Pada sesi ini terdapat dua keynote address yaitu Olav Kjorven, Assistant Secretary General and Director of the Bureau for Developmental Policy at the UNDP dan Pavan Sukhdev, FounderCEO of GIST Advisory. 14 | P a g e
Olar Kjorvan dari UNDP dalam kesempatan tersebut menyampaikan bahwa MDGs merupakan agenda pembangunan global yang membawa sekumpulan orang di dunia untuk mendedikasikan komitmen untuk mencapai tujuan tersebut. Dalam rangka menghadapi tahun 2015 yang semakin dekat, maka diperlukan serangkaian persiapan, terutama dalam membangun kerangka kerjasama global atau global partnership. Kerjasama tersebut diarahkan untuk menetapkan target yang lebih ambisius dan kerangka kerja untuk merealisasikannya. Keberhasilan global partnership sangat ditentukan oleh komitmen para pemimpin dunia yang berani melangkah maju, berfikir dan melihat agenda post-2014 dari persepektif yang berbeda. Olav menekankan bahwa agenda pembangunan agenda post-2015 memerlukan peran sentral dan kontribusi dari parlemen, terutama untuk membangun arsitektutr dan menetapkan agenda yang menjadi prioritas. Dalam hal ini parlemen harus membangun kolaborasi dengan organsiasi masyarakat madani terutama untuk melakukan advokasi dan mengartikulasikan kepentingan masyarakat lokal. Olav juga menekankan pentingnya kerjasama antara negara selatan-selatan dalam mencapai tujuan pembangunan yang berkelanjutan. Selain itu ia juga menyampaikan soal mekanisme pembiayaan pembangunan global, menurut Olav, development assistance sangat esensial sebagai key driver menuju pembangunan yang berkelanjutan. Oval Kjorven juga sangat mendorong peningkatan peran parlemen dalam melakukan advokasi dengan masyarakat lokal dan merepresentasikan aspirasi mereka. Penguatan peran parlemen adalah upaya yang strategis dalam membangun dunia yang menjadi impian kita bersama, “The World People Want to Live”. Pavan Sukhdev dari GIST Advisory menyampaikan bahwa kerjasama global yang sukses membutuhkan empat hal mendasar, diantaranya; common understanding, focus on shared priorities, focus on core competencies, dan relationship of equals. Hubungan yang setara diantara stakeholders sangat penting dan harus berdasarkan pada prinsip keterbukaan dan inklusivitas. Pavan menyatakan bahwa populasi dunia menghadapi permasalahan lingkungan yang membutuhkan perhatian serius, diantaranya polusi air, udara dan tanah, deforestation, pencemaran lingkungan dan kerusakan ekosistem serta perubahan iklim. Kerusakan ekosistem tersebut mempengaruhi kondisi kehidupan populasi dunia, terutama terkait dengan penurunan produksi pangan yang secara langsung meningkatkan angka kelaparan. Selain itu Pavan juga mengingatkan mengenai dampak eksternal dari limbah perusahaan serta kerusakan lingkungan yang mereka sebabkan. Saat ini terdapat sekitar 3000 perusahaan yang mengganggu keseimbangan ekosistem, oleh karena itu menurut Pavan, diskusi lebih lanjut perlu dilakukan untuk membahas persoalan ini.
15 | P a g e
Dalam Plenary tiga ini muncul beberapa tanggapan dari peserta. Pada dasarnya mereka setuju dengan apa yang disampaikan oleh Olav Kjorven mengenai global partnership, namun mereka mempertanyakan mengenai bentuk arsitektur serta institusi finansial yang mendukung kerjasama global tersebut. Salah satu peserta dari Nepal menyatakan bahwa, kerjasama antara Selatan-Utara juga perlu ditambahkan dalam kerangka global partnership tersebut. Peserta lain dair India ikut menggarisbawahi bahwa isu kemiskinan juga tidak memiliki struktur yang ajeg, tidak ada common understanding serta prioritas yang jelas. Peserta lain dari Nepal ikut menegaskan bahwa komunitas global perlu membicarakan isu kemiskinan dalam kerangka lain yang mampu mengatasi akar permasalahannya, yaitu bagaimana mengatasi ketidaksetaraan (inequality) dan ketidakdilan (injustice), daripada hanya sibuk untuk mengatasi symptoms saja. Parallel Breakout Session Masing-masing perwakilan dari kelima thematic parrallel workshop hadir pada ke-empat parallel breakout session untuk membacakan hasil rekomendasi mereka untuk kemudian di lebur ke dalam rekomendasi dari setiap theme di parallel breakout session. Theme I: Governance and Human Rights Pada theme ini dipimpin oleh Anggota Parlemen India, Hon. Dr. Najima Heptulla sebagai moderator, overview presentation oleh Presiden Pan African, Hon. Bethel Nnaemeka Amadi yang berjudul “Sharing from the Africa Concultation”, dan Dr. Marcus Brand dari UNDP APRC yang berjudul “Sharing from the Global Consultation on Governance”. Diskusi dimulai dengan mengidentifikasi hubungan antara hak asasi manusia dengan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Dikatakan bahwa hak asasi manusia dan good governance keduanya saling memperkuat satu sama lain dan sangat penting untuk kemajuan pembangunan suatu bangsa. Good governance antara lain meliputi pemenuhan hak asasi manusia, partisipasi publik, transparansi dan akuntabilitas, legitimasi, keadilan, keberlanjutan, kemitraan multi-aktor dan sektor publik yang efektif dan efisien. Good governance juga penting untuk pencapaian pembangunan berkelanjutan. Theme II: Inequality, Discrimination and Stigmatization Pada theme ini, overview presentation disampaikan oleh Regional Director UN Women, Ms. Robert Clarke yang berjudul “Overview from the Global Inequality Consultation and Report”. Theme III: Sustainable Development Theme ini di pimpin oleh Menteri Informasi Bangladesh, Hon. Hasanul Haq Inu sebagai Chair, moderator oleh Mr. Shafqat Munir dari Oxfam Asia. 16 | P a g e
Pembangunan dapat membawa dampak pada kerusakan lingkungan hidup. Kondisi ini menjadi tantangan bagi upaya penyelamatan bumi dari aktivitas manusia yang menyebabkan kerusakan lingkungan (Safe planetary boundary Safe planetary boundary). Planetary boundaries tidak seharusnya dilanggar agar celah pembangunan dan kerusakan lingkungan tidak semakin lebar. Oleh sebab itu diperlukan paradigm pembangunan baru untuk yang belum terangkum dalam MDG, sedangkan point 8 mengenai masalah kelestarian lingkungan yang ditetapkan MDG berjalan sangat lambat. Populasi penduduk dunia yang semakin meningkat merupakan dasar upaya penyelamatan bumi dari aktivitas manusia yang menyebabkan kerusakan lingkungan dengan cara yang lebih variatif. Dalam pencapaian tujuan dan target pembangunan berkelanjutan, dibutuhkan keterlibatan semua pihak yang terkait, yakni: 1. Kelompok Marjinal Kebijakan pembangunan nasional yang berkelanjutan harus mengutamakan kepentingan kelompok marjinal karena yang akan menjadi korban paling parah dari perubahan iklim adalah masyarakat miskin. 2. Generasi Muda Partisipasi dari generasi muda dalam masalah kelestarian lingkungan sangat diperlukan karena mereka adalah pihak yang paling terkena dampak dari bencana alam. 3. Parlemen Partisipasi parlemen dalam pembangunan berkelanjutan sangat dibutuhkan,peerlu terus dibangun upaya untuk meningkatkan kewaspadaan dan pengetahuan para pembuat kebijakan dan anggota parlemen untuk pembuatan UU yang terkait dan distribusi alokasi anggaran yang sesuai. 4. Kerjasama global Dunia membutuhkan agenda pembangunan yang komprehensif dan negosiasi untuk peran masing-masing negara. Setiap negara mempunyai peran yang jelas dalam pembangunan berkelanjutan. Peningkatan kerjasama dengan para negara donor untuk membuat sarana penunjang/infrastruktur sangat diutamakan. Prinsip tanggung jawab yang sama dengan cara berbeda-beda mejadi dasar keadilan bagi kerjasama pembangunan berkelanjutan. Sekjen PBB diminta untuk lebih mengakomodasi perhatian pembangunan berkelanjutan dalam setiap proses kerjasama perundingan menjelang paska 2015. Setiap negara diminta melakukan kebijakan ekonomi makro dengan prinsip pembangunan berkelanjutan. Theme IV: System-Wide Approach to Public Service Delivery Theme ini dipimpin oleh Anggota Parlemen Filipina, Hon. cong. Teodore B. Bagullat selaku Moderator, overview presentation oleh Chairman of Dhaka School of Economics Bangladesh, Dr. Qazi Lholiquzzaman Ahmad. 17 | P a g e
Pelayanan publik (public service) disadari adalah bagian dari kebutuhan warga negara. Masyarakat berhak mendapat pelayanan yang berkualitas sesuai dengan asas dan tujuan pelayanan itu sendiri. Oleh karenanya, keberadaan pelayanan publik merupakan tanggung jawab negara dimana semuanya itu tersusun melalui badan legislatif. Pelayanan publik tersedia pada semua bidang baik pada hukum, sosial, ekonomi bahkan budaya. Terkait pada permasalahan politik, masyarakat perlu terlibat pada proses pemerintahan. Sebagai contohnya pada pemilihan umum. Catatan ini memberi penjelasan bahwa pemerintah pusat masih memegang kendali pada proses pemerintahan setiap harinya. Sehingga, kita memerlukan koordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Apa yang perlu kita lihat pada permasalahan pelayanan publik adalah bagaimana model atau tipe pemerintahan yang harus dicermati. Hal ini dimaksudkan agar dapat mengatur keseimbangan yang berjalan didalamnya. Kemudian, institusi pelayanan publik. Pengawasan merupakan unsur utama pada permasalahan ini, karena masyarakat mempunyai harapan jika peraturan yang ada memang berjalan sebagaimana mestinya. Keberadaan generasi muda dapat menggubah serta menyusun ide-ide kreatif. Anggaran yang dialokasikan bagi para generasi muda dianggap penting karena peningkatan dan pengembangan pelayanan publik dapat tercapai lewat ide-ide baru. Pada intinya, generasi muda dapat menjadi peserta atau anggota yang baik bagi pelayanan publik. Pendidikan juga menjadi isu pada pelayanan publik. Masih banyaknya jumlah anak sekolah yang drop-out dengan jumlah sekitar 70 juta orang di seluruh dunia. Selaian itu, kualitas pada pendidikan juga menjadi tantangan dimana hal tersebut membutuhkan dana yang tidak sedikit. Pemerintah tidak bisa hanya mengandalkan sekolah swasta sebagai alternatif, namun sekolah negeri seharusnya menjadi contoh yang dapat ditiru bagai pemebuhan pengetahuan. Hal penting yang harus diingat adalah pembangunan dan pelayanan publik tidak akan maksimal tanpa dukungan dan keterlibatan masyarakat. Masyarakat bisa dilibatkan dalam pembangunan dan pelayanan publik untuk ikut mengawasi atau terlibat langsung dalam pelaksanaannya. Pengawasan masyarakat ini akan menumbuhkan kepercayaan kepada pemerintah. Sedangkan keterlibatan langsung akan semakin meningkatkan kinerja dan mempercepat capaian. Dengan melibatkan masyarakat maka pembangunan dan pelayanan publik akan lebih tepat guna dan tepat sasaran karena yang mengetahui kebutuhan masyarakat adalah masyarakat itu sendiri. Program pembangunan dan pelayanan publik baik dari pemerintah atapun kelompok masyarakat sebenarnya 18 | P a g e
banyak tetapi seringkali tidak ada sinergi sehingga menimbulkan tumpang tindih program, baik antar institusi pemerintah, antar kelompok masyarakat, ataupun antara pemerintah dan kelompok masyarakat. Seiring menguatnya tekanan publik untuk memperoleh pelayanan berkualitas, pemerintah harus mampu melahirkan cara baru dalam praktek tata kelola dalam pengembangan inovasi penyelenggaran pelayanan publik. Diharapkan akan tercipta forum pertemuan berbagai aktor guna mempromosikan gagasan-gagasan inovatif serta praktik-praktik yang terbukti mampu menjadi solusi atas persoalan penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik di berbagai daerah di Indonesia, tersedia sumber inspirasi bagi daerah-daerah lain untuk melakukan perbaikan tatakelola pemerintahan dan pelayanan publik, apresiasi terhadap daerah dan stakeholders yang mampu melahirkan inovasi ataupun good practice pada tata kelola pemerintahan dalam pelayanan publik, terbangunnya forum advokasi inovasi atau praktek baik kepada pemerintah pusat dan daerah untuk diadopsi dan direplikasi dalam rangka mendorong percepatan pencapaian pelayanan publik. Kewajiban pemerintah kepada pelayanan publik adalah memasukkan unsur hak bagi setiap masyarakat, misalnya yaitu pada asuransi kesehatan dengan memikirkan apa yang memang masyarakat perlukan. Beberapa pencapaian akan sulit diraih, namun rekomendasi atas pengadaan data secara baik dan spesifik dirasa sangat dibutuhkan sehingga upaya yang dilakukan tidak akan sia-sia. Sebuah kebijakan yang sangat sistematik harus dilaksanakan. Kita tidak bisa hanya mengandalkan sektor swasta untuk kepentingan pelayanan publik, karena tetap yang utama adalah bahwa pelayanan publik adalah tanggung jawab negara. Korupsi masih menjadi penghalang bagi banyak negara sehingga pelayanan publik tidak dapat maksimal. Perlunya pengawasan terhadap pelayanan publik adalah agar terpenuhinya hak masyarakat dalam mengakses pelayanan publik. Tanpa adanya pengawasan baik internal maupun eksternal sangat sulit untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan publik. Plenary III: Key Elements of the Post 2015 Development Framework Amitabh Behar, Global Co-Chair Call to Action against Poverty (GCAP), menyampaikan presentasi tentang people-centred approach, sebagai suatu pendekatan dalam agenda pembangunan global pasca 2015. Pendekatan tersebut harus mencakup beberapa prinsip, diantaranya; hak asasi manuia, keadilan lingkungan, akuntabilitas pemerintah, perdamaian, inklusi sosial, kesetaraan gender, hak reproduktif, dll. Paul Wojciechowski, Assistant Director General, International and Development Policy Branc, AusAID. Ia menyatakan bahwa mengakhiri kemiskinan hingga zero target, bukanlah hal yang tidak mungking untuk 19 | P a g e
dicapai. Usaha tersebut hanya memerlukan komitmen yang lebih tegas, priortitas serta rencana kerja yeng terukur oleh indikator yang jelas. Isu pembangunan berkelanjutan merupakan perhatian bersama negara-negara di dunia, oleh karena itu dalam proses mencapai ke arah terebut, diperlukan diskusi yang intens serta keterlibatan semua pihak. Hon. Michael McCann MP, United Kingdom, UK and European Recommendations for the Post 2015 Development Agenda. McCann menyoroti soal standar kemiskinan $US 1,25 yang bisa saja tidak lagi memadai untuk dijadikan patokan dalam mengentaskan kemiskinan. Standar ini perlu disesuaikan dengan dinamika populasi dunia yang senantiasa berubah mengikuti kompleksitas perubahan global. McCann menyarankan agar indikator yang baru segera ditetapkan, terutama untuk isu kemiskinan. Ia juga menyinggung soal isu kekerasan terhadap wanita. Menurut McCann budaya masyarakat setempat merupakan salah satu kendala dalam menghapuskan kekerasan terhadap wanita, yang seringkali menganggap kekerasan dalam rumah tangga adalah hal yang wajar. Bahkan 67% wanita di dunia dapat menerima kekerasan tersebut dan tidak berupaya untuk melawan. Sehingga McCann merekomendasikan agar kesetaraan gender perlu diinkorporasikan dengan agenda pembangunan pasca 2015. Al Hassan Ado Garba, Chair of the African Network of Parliamentarians on the MDGs and Member of Parliament, Nigeria, menyampaikan presentasi mengenai African Perspective for the Post 2015 Development Framework. Program MDGs telah banyak membawa perubahan di kawasan Afrika, terutama untuk negara Algeria dan Nigeria. Untuk target penurunan angka kematian ibu dan anak, kawasan Afrika masih mengalami kendala. Kendala tersebut berasal dari budaya (cultural barriers), dimana masyarakat yang belum sepenuhnya modern diperkenalkan pada fasilitas pelayanan medis. Oleh sebab itu, ia menegaskan bahwa peran anggota parlemen dan organisasi madani masyarakat amatlah penting dalam membangun kesadaran masyarakat dan mengatasi kendala budaya tersebut. Hilda Heine, Minister of Education, Marshall Island. Hilda mewakili negaranegara pasifik yang selama ini cuku terisolasi dari pergaulan dunia internasional. Hilda menyampaikan perspektif negara pasifik yang selama ini belum terwakilkan dalam persoalan MDGs. Menurut Hilda, kendala jarak dan posisi geografis yang jauh menyebabkan negara pasifik mengalami kendala dalam mencapai keseluruhan target MDGs. Ia berharap agar perhatian dunia internasional difokuskan pada pengembangan kapasitasi negara pasifik untuk mencapai target MDGs, yaitu diantaranya; penurunan tingkat kemiskinan, kualitas pendidikan, non communicable disease, kekerasan berbasis gender, HAM, dll. Perubahan iklim global sangat berpengaruh pada negara-negara di Pasifik. Oleh karena itu ia menghimbau untuk mempererat kerangka kerjasama global dalam mengatasi kerawanan serta ancaman yang terkait dengan 20 | P a g e
terkendalangan pembangunan berkelanjutan di kawasan pasifik baik dimasa sekarang maupun masa mendatang.
Plenary IV: Synthesis of the Thematic Sessions- Building a Common Framework Pada sesi ini, perwakilan masing-masing dari keempat parallel breakout session membacakan kesimpulan dan rekomendasi mereka untuk kemudian disatukan dalam satu draft Bali Declaration. Valedictory Session Pada sesi ini Delegasi membahas bersama draft Bali Declaration. Diakhir sesi, Sidang menyepakati Bali Declaration yang berisikan rekomendasi untuk percepatan pencapaian MDGs serta usulan prioritas agenda pembangunan pasca 2015. C.
PARTISIPASI DELEGASI DPR RI Delegasi DPR RI telah berpartisipasi aktif dalam setiap persidangan baik sebagai peserta maupun pembicara dalam sidang pleno, thematic parallel workshops, parallel breakout sessions dan valedictory session. Pada thematic parallel workshop theme I tentang “Population Dynamics & SRHR: Vital Issues in Post 2015 Agenda”, Dr. Sumarjati Arjoso berperan aktif sebagai Panel Discussion. Dalam paparannya, beliau menyatakan bahwa tren meningkatnya populasi di tingkat nasional dan global - pertumbuhan penduduk yang cepat, penuaan penduduk, urbanisasi dan migrasi – mendorong re-konseptualisasi dari apa yang akan menjadi tantangan utama untuk pasca-2015 agenda pembangunan. Keberhasilan dan keberlanjutan strategi pembangunan mengharuskan negara proaktif terhadap isu dinamika populasi. Dinamika populasi dimasa depan dapat menjadi hambatan pembangunan atau justru bagian dari solusi, bergantung pada apakah kebijakan yang efektif telah dilaksanakan. Beliau juga menyatakan bahwa Indonesia berkomitmen untuk mengimplementasikan program pengendalian populasi dan mengintegrasikannya pada kerangka kebijakan pembangunan nasional. Melalui keluarga berencana dan program pendidikan, Indonesia telah berhasil meningkatkan usia perempuan menikah, usia prempuan melahirkan dan menurunkan angka kelahiran. Undangundang No. 1 tahun 1974 tentang Perkanwinan menetapkan usia minimum perempuan untuk menikah adalah 16 tahun, namun saat ini usia rata-rata perempuan menikah adalah 19,7 tahun.
21 | P a g e
Pada thematic parallel workshop theme III “Universal Acces to Health”, Dra. Hj. Okky Asokawati, M.Si, berperan aktif sebagai Discussants. Dalam paparannya, beliau menyatakan bahwa Indonesia berkomitmen untuk mempercepat penyediaan pelayanan kesehatan yang terjangkau dan berkualitas bagi seluruh masyarakat. Kami yakin bahwa perawatan kesehatan adalah kunci penting untuk bergerak maju dalam mencapai pembangunan berkelanjutan. Dalam hal pencapaian MDGs, Indonesia telah membuat kemajuan besar, meskipun beberapa tantangan masih tetap. Indonesia berhasil kita mengurangi kematian karena TB sebesar 71 persen, dari 92 kematian per 100.000 penduduk menjadi 27 kematian per 100.000 penduduk, yang berarti kita telah mencapai target yang ditetapkan oleh Millenium Development Goals. Kemajuan juga dibuat dalam upaya untuk memperbaiki kondisi kesehatan anak-anak. Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No 33 tahun 2012 yang menetapkan semua bayi harus ASI eksklusif selama enam bulan pertama kehidupan. Ini adalah salah satu yang paling cara yang efektif untuk membangun kekebalan pada anak-anak. Untuk efektif memantau kemajuan yang dilakukan oleh pemerintah, pada tahun 2010 Parlemen Indonesia telah membentuk Panitia Kerja MDGs yang terutama berhubungan dengan program percepatan pelaksanaan MDGs dengan perhatian khusus kepada kabupaten yang keluar jalur, seperti Jawa Timur, Papua, Nusa Tenggara Barat dan Timur, dll. Panja MDGs juga telah mendorong peningkatan kesadaran pemerintah daerah mengenai program MDGs. Sidarto Danusubroto, berperan aktif dalam Parallel Breakout Session Theme I “Governance and Human Rights”. Beliau memaparkan pandangannya bahwa tata kelola pemerintahan yang baik, hak asasi manusia dan pembangunan yang berkelanjutan saling terhubung satu sama lain. Pembangunan berkelanjutan haruslah didukung oleh good governance, untuk mencapai pemenuhan hak asasi manusia tanpa diskriminasi gender, suku, agama dan etnis. Good governance diperlukan untuk menciptakan iklim yang kondusif terhadap pengimplementasian hak asasi manusia. Kerangka hukum dan institusi serta proses politik, manajemen dan administrasi bertanggungjawab untuk merespon pemenuhan kebutuhan dan hak asasi masyarakat. Ir. Atte Sugandi, M.M., berperan aktif dalam Parallel Breakout Session Theme IV “System-Wide Approach to Public Service Delivery”. Beliau menyampaikan bahwa DPR RI percaya bahwa pelayanan publik adalah tanggung jawab negara. Konsekuensinya, publik berhak atas pelayanan publik yang berkualitas. Pelayanan publik yang baik merupakan manifestasi kesejahteraan umum, sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Hak rakyat untuk mengakses dan menikmati pelayanan publik, sebagaimana tercantum dalam konstitusi merupakan kebutuhan dalam pemerintahan yang demokratis. Pelayanan publik yang baik memerlukan keterlibatan masyarakat. Pengawasan terhaddap pelayanan publik bertujuan untuk memenuhi hak-hak publik dalam mengakses pelayanan publik. 22 | P a g e
Tanpa pengawasan dari luar, sangat sulit untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik. DPR RI juga percaya bahwa prinsip transparansi, partisipasi dan akuntabilitas, yang dapat di internalisasi melalui program pencapaian MDGs, akan mendorong tata kelola pemerintahan yang baik, sehingga kualitas pelayanan publik dapat ditingkatkan. Anggota BKSAP, Dr. Nurhayati Ali Assegaf berperan aktif sebagai Chair dalam Plenary III. Beliau menyampaikan presentasi mengenai Gender Perspective for the post-2015, mengenai partisipasi aktif beliau dalam organisasi IPU selaku President of Coordinating Committee of Women Parliamentarians. Beliau menyampaikan bahwa IPU telah lama mengadopsi pengarusutamaan gender sebagai salah satu pilar utama pembangunan, dan ini perlu ditularkan pada agenda pembangunan global pasca 2015. Menurut beliau pemerintahan yang demokratis adalah prasyarat kunci bagi terselenggarangan keadilan dan kesetaraan gender yang memberikan ruang terhap partisipasi perempuan dalam perencanaan, pembuatan dan implementasi program pembangunan nasional di ranah publik. D.
KEGIATAN LAIN Ketua DPR RI menjamu Dinner dan Cultural Event untuk seluruh peserta pada tanggal 25 Maret 2013 di Poolside Courtyard Marriott Hotel, Nusa Dua, Bali. Seluruh peserta menyampaikan apresiasi atas jamuan tersebut.
E.
HASIL-HASIL YANG DICAPAI Sidang menghasilkan Bali Declaration yang berisikan butir-butir sebagai berikut: • Penekanan pada Post 2015 Development Agenda harus meliputi empat prinsip berikut: (i) Hak Asasi Manusia, Demokrasi dan Pemerintahan yang Baik, (ii) Kesetaraan dan Non-Diskriminasi, (iii) Pembangunan Berkelanjutan, dan (iv) Pendekatan layanan publik yang berbasis sistem luas; serta isu kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan sebagai prinsip lintas sektoral untuk keempat prinsip tersebut. • Mendesak agar agenda pasca-2015, mekanisme pelaksanaannya, target dan indikatornya sepenuhnya selaras dengan hukum, standar dan prinsip-prinsip hak asasi manusia internasional. • Memastikan bahwa upaya yang tepat untuk melindungi dan mempromosikan kesetaraan, keadilan, inklusi sosial, penghilangan stigma, dan aksesibilitas dalam segala identitas - termasuk antara lain identitas usia, jenis kelamin, kasta, agama, etnis, suku, disability, bahasa, seksual dan jender, status HIV, status migran dan lokasi geografis – agar dimasukkan ke dalam undangundang, kebijakan dan program. Untuk mewujudkan non-diskriminasi indigenous peoples, identitas mereka yang unik dan hak-hak kolektif
23 | P a g e
•
•
•
•
•
•
berdasarkan hak dan instrumen HAM internasional harus diakui dan dilindungi. Pos Agenda 2015 harus mencakup goal tentang kesetaraan gender dan hak-hak perempuan, termasuk hak untuk berpartisipasi perempuan, pilihan-pilihan yang dimiliki dan kemampuan perempuan, dan juga mengakui bahwa beberapa ketidaksetaraan meningkatkan amgka perempuan yang mengalami marjinalisasi, ketidakamanan dan kekerasan berbasis gender. Perhatian khusus harus diberikan untuk melindungi hak-hak perempuan dengan memotong kesenjangan, meliputi pada indigenous women, perempuan migran, perempuan dalam situasi konflik, pasca konflik dan krisis kemanusiaan, perempuan pekerja seks, perempuan yang terkena dampak bencana, perempuan penyandang cacat dan perempuan yang hidup dengan HIV. Kepastian keberlanjutan pembangunan ekonomi, sosial dan lingkungan diintegrasikan dengan lebih holistik dan efektif ke dalam upaya percepatan MDG yang dilakukan pemerintah masing-masing serta dalam rangka pembangunan pasca-2015. Diakui pula bahwa dinamika dan tren populasi merupakan penentu utama dari pembangunan manusia yang berkelanjutan. Himbauan untuk mengaplikasikan system-wide approach, untuk memastikan kualitas pelayanan publik yang memenuhi hak dasar manusia, secara holistik; dan peningkatan investasi pada layanan publik tersebut sebagai strategi penting untuk pengentasan kemiskinan dan mencapai pembangunan manusia Agenda pembangunan pasca 2015 harus mengatasi, di bawah tanggung jawab negara, masalah kualitas, universalitas, dan akses ke layanan publik, termasuk hak-hak dasar seperti hak atas pangan dan gizi bagi semua, hak untuk kualitas pendidikan dasar dan menengah untuk semua lapisan masyarakat, hak atas kesehatan, hak atas akses universal untuk perumahan, sanitasi dan air dengan fokus khusus pada kelompok marjinal. Menyadari kebutuhan untuk mobilisasi sumber daya domestik dan Official Development Assistance (ODA) yang efektif dari segi kuantitas, kualitas, dan aksesibilitas. Menekankan pula bahwa pemenuhan sepenuhnya komitmen ODA oleh Development Assistance Committee (DAC) of the Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) sangat penting. Dalam hal ini, prihatin dengan pembalikan arus bantuan dimana negara berpenghasilan menengah dan berpenghasilan rendah harus memikul bailing dari bank gagal. Mengakui juga perlunya mekanisme yang akuntabel dan transparan terkait pengeluaran publik. Himbauan perlunya reformasi mendasar dalam perdagangan dan keuangan global, termasuk promosi perdagangan yang adil, bukan perdagangan bebas, regulasi yang ketat arus keuangan global, dan pembatalan utang di negaranegara berkembang. Disadari pula adanya kebutuhan untuk kebijakan perdagangan dan investasi untuk mencapai transformasi struktural perekonomian negara-negara miskin, meningkatkan koordinasi global terhadap
24 | P a g e
kebijakan investasi, meningkatkan investasi produktif, dan mengurangi kerentanan terhadap guncangan eksternal di negara berkembang.
III.
CATATAN DAN SARAN A. CATATAN 1.
Sidang Asia and the Pacific Parliamentarian and CSO Forum on MDG Acceleration and the Post 2015 Delevopment Agenda yang berlangsung tanggal 24-27 Maret 2013 di Nusa Dua, Bali, telah berlangsung dengan lancar dan sukses. 2. Sidang telah mengesahkan Bali Declaration yang berisi rekomendasi agenda prioritas untuk Post 2015 Development Agenda meliputi isu (i) Hak Asasi Manusia, Demokrasi dan Pemerintahan yang Baik, (ii) Kesetaraan dan NonDiskriminasi, (iii) Pembangunan Berkelanjutan, dan (iv) Pendekatan layanan publik yang berbasis sistem luas.
B. SARAN 1. Tenggat waktu pencapaian MDGs yang hanya tinggal dua tahun lagi yakni 2015, harus dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya, termasuk oleh DPR RI terutama terkait fungsi pengawasan yakni melalui dorongan terus menerus pada pemerintah untuk mengimplementasikan kebijakan yang efektif dalam memenuhi hak dasar manusia, terutama anak. 2. Hasil Sidang Asia and the Pacific Parliamentarian and CSO Forum on MDG Acceleration and the Post 2015 Delevopment Agenda agar diteruskan ke Panja MDGs dan komisi-komisi di DPR RI untuk dapat di diskusikan bersama counterpart-nya masing-masing. IV.
PENUTUP A.
UCAPAN TERIMA KASIH Atas nama Delegasi DPR RI, kami mengucapkan terima kasih atas kepercayaan yang diberikan untuk mengikuti pelaksanaan Sidang Asia and the Pacific Parliamentarian and CSO Forum on MDG Acceleration and the Post 2015 Delevopment Agenda yang berlangsung pada tanggal 25 – 26 Maret 2013 di Nusa Dua, Bali. Semoga partisipasi Delegasi DPR RI pada sidang ini dapat ikut memberi perspektif baru dalam penyusunan agenda prioritas pembangunan paska 2015. 25 | P a g e
B.
KETERANGAN LAMPIRAN Laporan ini dilengkapi oleh lampiran hasil-hasil persidangan sebagai berikut: - Concept Note - Programme - List of Participants of the Asia and the Pacific Parliamentarian and CSO Forum on MDG Acceleration and the Post 2015 Delevopment Agenda - Key Information of Agencies Supporting the Initiative - Bali Declaration - Summary of the Parliamentarians Delegation Interaction with High Level Panel - List of Participants of the Parliamentarians Delegation Interaction with High Level Panel
C.
KATA PENUTUP Demikianlah pokok-pokok Laporan Delegasi DPR RI ke Sidang Asia and the Pacific Parliamentarian and CSO Forum on MDG Acceleration and the Post 2015 Delevopment Agenda yang berlangsung pada tanggal 25 – 26 Maret 2013 di Nusa Dua, Bali. Dokumen terkait akan dijadikan lampiran. Atas nama delegasi, kami mengucapkan terima kasih atas kepercayaan yang diberikan kepada delegasi untuk melaksanakan tugas berat yang mulia demi bangsa dan negara Indonesia. Semoga bermanfaat bagi kita semua. Jakarta,
Maret 2013
a.n. DELEGASI, Pelapor
SIDARTO DANUSUBROTO Wakil Ketua BKSAP/A-347
26 | P a g e