Kod e Bidang Il mu Tipe Peneli ti an
UGM/ HPK/ 2012/1 Pertani an Aplikatif Kolaboratif
LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI (PENELITIAN KERJASAMA INSTITUSI) UNIVERSITAS GADJAH MADA TAHUN ANGGARAN 2012
PENGEMBANGAN PENDEKATAN HABITAT SUITABILITY INDEX MAP UNTUK PREDIKSI PERSEBARAN BANTENG (Bos javanicus d’Alton 1832) DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO
Tim Peneliti : Dr. rer.silv. Muhammad Ali Imron, S.Hut, M.Sc Dr. Satyawan Pudyatmoko S.Hut, M.Sc Wahyu Murdyatmaka
FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS GADJAH MADA 2012
1
2
RINGKASAN Komponen habitat memiliki peranan sangat penting bagi distribusi satwa liar. Penggunaan presence dan absence data dari satwa liar dan komponen habitatnya telah dimanfaatkan untuk memprediksi kehadiran berbagai species satwa liar. Monitoring populasi banteng (Bos javanicus d’Alton 1832) di Taman Nasional Alas Purwo selama ini terbatas pada pengamatan di padang penggembalan Sadengan. Sebuah survey tahun 2009 mengidikasikan bahwa banteng juga terdistribusi di berbagai area di kawasan taman nasional dan memberikan gambaran bahwa moniroting populasi yang ada selama ini mungkin kurang akurat. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui penggunaan habitat suitability index (HSI) map untuk memprediksi distribusi banteng di Taman Nasional Alas Purwo sebagai basis monitoring populasinya. Survey di lapangan dilakukan untuk menggali data presence-absence pada tahun 2009 dan 2012. Analisis Binomial Multiple Linear Regression (BMLR) dilakukan untuk menganalisis factorfaktor habitat yang penting bagi banteng yang menentukan kehadiran banteng di suatu lokasi. Kehadiran banteng dapat dijelaskan dengan beberapa factor utama antara lain slope, aktivitas manusia, jarak dari pantai, jarak dari feeding ground dan jarak dari sungai/ sumber air. Penelitian ini mendemonstrasikan penggunaan komponen habitat yang penting dari banteng dan tersedia di dalam peta untuk mengembangkan survey estimasi populasi banteng di Taman Nasional Alas Purwo National Park. Untuk melakukan estimasi populasi yang lebih akurat, survey populasi dapat difokuskan pada estimasi populasi kawasan yang memiliki tingkat kesesuaian sangat tinggi seluas 15,231.8 hektar.
3
EXECUTIVE SUMMARY
Habitat components are strongly related with the distribution of wildlife, and the use of presence and absence data of wildlife and its habitat component are successfully used to predict species presence. Population monitoring of banteng (Bos javanicus d’Alton 1832) in the Alas Purwo National Park (APNP) has been limited in a single feeding ground in Sadengan. A survey in 2009 indicated that banteng is also distributed in some areas of the parks, suggested that existed population monitoring might not be accurate. This current study investigates the use of habitat suitability index (HSI) map to predict the distribution of banteng in the APNP as basis for it’s population monitoring. A ground survey, assessing the presence and absence of banteng and its habitat components was done in 2009 and 2012. A Binomial multiple linear regression analysis was performed to test habitat factors that determines the presence of banteng for data in 2012 and combined 2009 and 2012 data. The presence of banteng was explained by factors such slope, human activities, distance from beach/ sea shore, distance from feeding ground and distance from water/rivers. This present study demonstrated the use of important habitat components that are available in map information for the development of habitat suitability index map for banteng in Alas Purwo National Park- East Java ProvinceIndonesia. To develop reliable population estimation of banteng in this national park, a survey focusing on 15,231.8 hectares of highly suitable habitat will improve the accuracy of population monitoring .
4
PRAKATA
Konservasi populasi banteng (Bos javanicus d’Alton) merupakan salah satu upaya penting yang menjadi prioritas direktorat jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Kementrian Kehutanan Republik Indonesia. Salah satu lokasi penting bagi populasi banteng di pulau Jawa adalah Taman Nasional Alas Purwo. Kegiatan kerjasama antara Fakultas Kehutanan Universitas Gajdah Mada dan Balai Taman Nasional Alas Purwo telah dimulai pada tahun 2003 dengan adanya kegiatan pendampingan praktek mahasiswa jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan UGM di TNAP. Kegiatan selanjutnya ditindak lanjuti dalam bentuk pembentukan MOU antara Fakultas Kehutanan UGM dan Taman Nasional Alas Purwo untuk periode 2005-2010. Mulai tahun 2006, beberapa penelitian bersama tentang banteng di TNAP telah dilakukan antara lain penelitian tentang pengaruh aktivitas manusia terhadap distribusi Banteng di sekitar padang penggembalaan Sadengan (Imron dan Sinaga, 2007) dan penelitian tentang perilaku Banteng pada lokasi yang sama (Subeno, 2007). Pembuatan model dinamika habitat banteng telah dirintis pada tahun 2007, namun tidak berlanjut. Pada tahuntahun berikutnya, penelitian dilakukan secara independen baik oleh Balai TNAP maupun Fakultas Kehutanan UGM. Berdasarkan evaluasi kegiatan Balai TNAP dan Fakultas Kehutanan UGM pada tahun 2011 adalah perlunya dimilikinya data distribusi spasial banteng di seluruh kawasan TNAP. Mengingat terbatasnya aksesibilitas ke seluruh kawasan dan juga terbatasnya ketersediaan sumberdaya untuk melakukan survei menyeluruh di kawasan TNAP, maka dipilihlah satu pendekatan yang paling reliable untuk saat ini, adalah dengan membangun peta index kesesuaian habitat (Habitat Suitability Index Map) yang nantinya akan digunakan untuk menyusun fokus lokasi survei populasi banteng di TNAP. Penelitian berjudul “Pengembangan Pendekatan Habitat Suitability Index Map untuk Prediksi Persebaran Banteng (Bos javanicus d’Alton 1832) di Taman Nasional Alas Purwo” merupakan kerjasama antara Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada dan Balai Taman Nasional Alas Purwo untuk memenuhi kebutuhan data lokasi-lokasi potensial untuk persebaran banteng. Ucapan terima kasih, kami ucapkan kepada Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat (LPPM) Universitas Gadjah Mada yang terlah memberikan kesempatan dan pendanaan melalui skema penelitian yang didanai dari dana Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi (Penelitian Kerjasama Institusi) Universitas Gadjah mada Tahun Anggaran 2012. Dekan Fakultas Kehutanan UGM yang telah menaungi kerjasama dengan Balai Taman Nasional Alas Purwo melalui pembentukan MOU. Kepala Balai Taman Nasional Alas Purwo yang telah memberikan dukungan kerjasama dan pelaksanaan survey di lapangan serta dukungan data. Ucapan terima kasih juga kami ucapkan kepada para mahasiswa pembantu pengumpulan data di lapangan. Tim Penulis
5
DAFTAR ISI Judul ................................................................................................................................................................ Lembar Identitas dan Pengesahan ........................................................................................................ Ringkasan ...................................................................................................................................................... Executive Summary .................................................................................................................................... Prakata ........................................................................................................................................................... Daftar Isi ........................................................................................................................................................ Daftar Tabel .................................................................................................................................................. Daftar Gambar ............................................................................................................................................. Daftar Lampiran .......................................................................................................................................... Bab I. Pendahuluan .................................................................................................................................... 1.1. Latar Belakang .............................................................................................................................. 1.2. Tujuan ............................................................................................................................................. Bab II. Tinjauan Pustaka ........................................................................................................................... 2.1. Hubungan Habitat-Satwa Liar ........................................................................................................ 2.2. Habitat Suitability Index................................................................................................................... 2.3. Banteng Jawa (Bos javanicus d’Alton) .......................................................................................... 2.4. Distribusi Satwa .................................................................................................................................. Bab III. Metode Penelitian........................................................................................................................ 3.1. Wilayah Penelitian ............................................................................................................................. 3.2. Pembuatan Peta HSI .......................................................................................................................... 3.2.1. Pembuatan Peta Dasar .................................................................................................................. 3.2.2. Ground Check ................................................................................................................................... 3.2.3. Analisis Binomial Multiple Logistic Regression (BMLRT) ................................................. 3.2.4. Pembuatan HSI Map ....................................................................................................................... Bab IV. Hasil dan Pembahasan ............................................................................................................... Bab V. Kesimpulan dan Saran ................................................................................................................. Daftar Pustaka ............................................................................................................................................. Lampiran .......................................................................................................................................................
6
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 10 13 14 14 16 17 20 22 22 24 25 26 26 27 31 36 37 39
DAFTAR TABEL Tabel 4.1. Tabel Signifikansi dan Koefisien Regresi data 2012 ...................................................... 31 Tabel 4.2. Tabel Signifikansi dan Koefisien Regresi dengan data kompilasi 2009-2012 ....... 32 Tabel 4.3 Cox & Snell R square and Nagelkerke R Square menggunakan datan tahun 2012 dan kombinasi data tahun 2009 dan 2012 ................................................................................ 33 Tabel 4.4. Luasan masing-masing kelas kesesuaian menggunakan data tahun 2012 dan kombinasi 2012 dan 2009.................................................................................................................. 34
7
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Peta persebaran banteng.................................................................................................
19
Gambar 3.1. Bagan alir proses pelaksanaan kegiatan penelitian ................................................
22
Gambar 3.2. Lokasi penelitian di Taman Nasional Alas Purwo ...................................................
24
Gambar 3.3. Contoh peta kelerengan di kawasan Taman Nasional Alas Purwo ....................
25
Gambar 3.4. Gambaran proses penampalan (overlay) ...................................................................
25
Gambar 3.5. Titik Ground Check dilapangan pada bulan Mei 2012 ............................................
26
Gambar 3.6. Titik Pengamatan dilapangan pada tahun 2009 dan 2012...................................
27
Gambar 3.7. Teknik sampling untuk pengambilan data kehadiran banteng...........................
28
Gambar 4.1. Peta Habitat Suitability Index menggunakan data Ground Check 2012 ...........
32
Gambar 4.2. Peta Habitat Suitability Index menggunakan data kompilasi 2009-2012 ........
33
8
DAFTAR LAMPIRAN 1. Laporan Executive Summary ....................................................................................................
41
2. Poster...............................................................................................................................................
44
3. Personalia tenaga peneliti ........................................................................................................
45
9
BAB I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Tujuan utama pengelolaan satwa liar dikelompokkan dalam 4 tujuan, yaitu 1) menaikkan populasi, 2) menurunkan populasi, 3) melakukan pemanenan yang lestari, 4) membiarkan dan tetap mengawasinya (Sinclair dkk., 2006). Pendekatan yang dapat dilakukan dalam mengelola populasi satwa liar di alam adalah dengan pendekatan langsung dan pendekatan tidak langsung (Bolen dan Robinson, 2003). Pendekatan langsung berarti tindakan-tindakan manajemen yang diambil memberi dampak langsung pada turun atau naiknya populasi yang di kelola misalnya dengan pemindahan populasi. Sedangkan pendekatan tidak langsung merupakan tindakan merubah habitat/lingkungan satwa yang mengakibatkan pada dinamika populasi satwa liar salah satunya dengan mengelola habitat.
Habitat merupakan resources (sumberdaya) dan kondisi yang ada pada suatu area yang menyebabkan datang/keberadaan, termasuk bertahan hidup dan bereproduksi suatu organisme tertentu (Hall dkk, 1997). Untuk mengelola habitat satwa liar, dibutuhkan informasi detail tentang persebaran dan kelimpahan satwa untuk memahami ekologinya sekaligus untuk menyusun arahan pengelolaan (Singh dkk, 2009, Morisson dkk., 2006). Salah satu pendekatan yang berkembang saat ini untuk mendiskripsikan habitat adalah dengan menggunakan habitat suitability index (HSI).
Habitat suitability index (HSI) adalah sebuah alat untuk memprediksi kualitas atau kesesuaian dari habitat untuk species tertentu berdasarakan penilaian factor-faktor habitat seperti struktur habitat, tipe habitat, dan pengaturan spatial dari faktor-faktor habitat tersebut. HSI adalah model sederhana yang cukup berguna untuk mewakili faktor-faktor utama yang mempengaruhi kelimpahan dan keberadaan satwa liar (Morrisson dkk, 2006). HSI merupakan salah satu pendekatan pemodelan yang sangat berguna untuk perencanaan dan menyusun 10
prioritas konservasi (Ray dan Burgman, 2006).
HSI dapat digunakan untuk memprediksi distribusi satwa liar di suatu kawasan. Hasil pengujian Hirzel dkk (2006) menunjukkan bahwa hanya menggunakan data presence dari satwa liar dan data komponen habitat, HSI dapat digunakan untuk memprediksi sebaran populasi. HSI merupakan pendekatan yang sering digunakan untuk berbagai spesies seperti burung (Onu dkk, 2005; Jacquin dkk., 2005; Larson dkk., 2004), lemur (Lahoz-Monfort dkk, 2004), beruang (Merrill, dkk. 1999), Lynx (Schadt dkk.,2002), Harimau (Singh dkk., 2009), Chimpanze (Torres dkk, 2010). Penggunaan HSI untuk memprediksi distribusi satwa tidak lepas dari kritik karena keterbatasannya yang berbasiskan hipotesa distribusi satwa (Morrison dkk, 2006). Namun kelemahan tersebut dikurangi dengan menggunakan data empiris untuk menyusun HSI (Singh dkk, 2009).
Populasi Banteng (Bos javanicus d’Alton 1832) di pulau Jawa mengalami ancaman yang serius akhir-akhir ini (Hedges, 2000). Status konservasi satwa ini dalam IUCN Red List of Threatened Species adalah Endangered (Terancam Punah). Taman Nasional Alas Purwo (TNAP) merupakan kawasan yang masih tersisa bagi populasi Banteng yang berada di bagian ujung timur pulau Jawa. Perkiraan populasi Banteng terakhir di TNAP pada tahun 2002 menunjukkan angka sebesar 80 individu. Jumlah ini turun dari perkiraan Banteng di TNAP pada tahun 1993 sebesar 300-400 individu (Pudyatmoko, 2004). Estimasi populasi yang ada selama ini dilakukan dengan perkiraan kasar berdasarkan estimasi ketersediaan habitat banteng di TNAP. Padahal informasi tentang karakter habitat banteng di TNAP hingga saat ini belum lengkap, karena masih banyak dan luas lokasi yang di survei, khusunya di zona inti. Keterbatasan sumberdaya baik manusia dan keuangan serta sulitnya aksesibilitas ke zona inti, menyebabkan estimasi distribusi banteng di seluruh kawasan TNAP belum pernah diselesaikan. 11
Menimbang potensi pendekatan HSI yang besar dalam memprediksi distribusi satwa dan sulitnya penelitian lapangan untuk mencapai seluruh lokasi di TNAP, maka pendekatan HSI untuk memprediksi distribusi banteng merupakan pendekatan yang paling reliable saat ini. Untuk menyusun HSI map banteng di TNAP diperlukan informasi tentang karakter habitat banteng di taman nasional ini. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi distribusi banteng di TNAP? Apakah penggunaan data empiris yang ada selama ini memberikan hasil yang lebih baik daripada HSI yang berbasiskan hipotesa distribusi untuk populasi banteng di TNAP? Lokasi-lokasi mana saja yang memiliki kesesuaian habitat untuk banteng dan perlu ditindaklanjuti dengan survei populasinya? Banteng merupakan species prioritas yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia untuk dipulihkan populasinya di alam (Arahan strategis konservasi species nasional 2008-2018, Peraturan Menteri Kehutanan No P.57/Menhut-II/2008). Hingga saat ini data distribusi banteng yang akurat belum di miliki oleh berbagai kawasan konservasi di Indonesia. Kawasan konservasi di Indonesia saat ini menerima ancaman serius dari perilaku manusia yang mengancam kawasan dan spesies-species yang dilindungi. Data terakhir menunjukkan bahwa banteng hanya tersebar di 13 kawasan lindung di pulau Jawa (Pudyatmoko, 2004). Sayangya ketiga belas kawasan tersebut terpisah satu sama dengan lainnya sehingga upaya konservasi yang dirintis mengalami hambatan denga hilangnya koridor bagi banteng. Kondisi ini diperparah dengan tekanan yang besar dari manusia melalui jumlah penduduk yang padat dan perburuan liar, serta musuh alami berupa Anjing Liar (Cuon Alpinus).
Manusia merupakan predator utama di muka bumi (Krebs, 2001). Gangguan oleh manusia terhadap satwa liar merupakan salah satu bentuk resiko pemangsaan atau “predation risk”, sehingga konsep pemangsaan merupakan konsep yang paling tepat digunakan untuk mewakili keberadaan manusia (Sutherland, 1996). Pengaruh manusia terhadap satwa liar dapat dilihat 12
dalam beberapa faktor utama penyebab antara lain pertumbuhan populasi (Woodroffe, 2000, Krebs, 2001, Nyhus and Tilson 2004), fragmentasi dan pengrusakan habitat (Bloom et al. 2004, Graham, 2002; Fritz et al 2003; Nyhus and Tilson, 2004), perubahan tata guna lahan (Serneels and Lambin, 2001), pembakaran lahan (Bowman, 1998), lahan pertanian (Fritz et al, 2003; Swihart et al, 2000; dan Graham, 2002), pembunuhan da perburuan (Muchaal dan Ngandjui, 1999), serta introduksi exotic species (Graham,2002).
Penelitian ini merupakan penelitian pertama kali yang digunakan untuk mendapatkan estimasi distribusi populasi banteng di alam secara lebih akurat. Penelitian ini akan dilakukan di kawasan konservasi yang saat ini merupakan kawasan alami yang memiliki kondisi kritis. Salah satu prioritas riset yang di tentukan oleh Senat Akademik UGM adalah riset yang berpihak pada penyelamatan lingkungan yang kritis. Species yang dipilih untuk penelitian ini juga masuk dalam prioritas konservasi nasional. Untuk itu penelitian ini memiliki nilai strategis yang sangat tinggi baik bagi bangsa maupun UGM pada khususnya. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi bagi perbaikan data populasi banteng yang krusial bagi konservasi banteng di alam. Selain itu, kontribusi ilmiah melalui publikasi internasional juga diharapkan menjadi salah satu hasil yang nantinya dapat diadopsi untuk kawasan-kawasan konservasi lainnya. 1.2. Tujuan Secara umum tujuan penelitian ini adalah mengetahui potensi distribusi banteng di Taman Nasional Alas Purwo. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka tujuan khusus penelitian ini adalah: a. Mengetahui karakter habitat yang penting bagi distribusi banteng di Taman Nasional Alas Purwo. b. Membandingkan hasil estimasi persebaran banteng menggunakan data dari beberapa sumber. c. Menyusun rekomendasi pemilihan lokasi-lokasi monitoring populasi banteng di TNAP 13
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Hubungan Habitat-Satwa Liar
Habitat merupakan resources (sumberdaya) dan kondisi yang ada pada suatu area yang menyebabkan datang/keberadaan, termasuk bertahan hidup dan bereproduksi suatu organisme tertentu (Hall dkk, 1997). Habitat juga berarti area manapun yang menyediakan sumberdaya yang memungkinkan untuk bertahan hidup organisme tertentu. Habitat adalah spesifik untuk organism tertentu. Hal ini berhubungan dengan presence /kehadiran sebuah spesies tertentu, populasi, atau individu pada sebuah karakter fisik dan biotik sebuah area. Habitat tidak hanya menggambarkan struktur vegetasi;namun seluruh sumberdaya yang dibutuhkan organism. Sumberdaya tersebut termasuk pakan, perlindungan, air, kebutuhan khusus untuk bertahan hidup serta kesuksesan dalam reproduksi (Krausmann, 1999). Hal ini berimplikasi bahwa semua tempat yang menyediakan suatu organism untuk bertahan hidup. Oleh karena itu koridor untuk migrasi dan dispersal selama musim kawin maupun diluar musim kawin merupakan habitat (Hall dkk, 1997; Krausmann, 1999).
Hubungan antara satwa liar dan habitatnya dapat digambarkan dengan konsep habitat use (penggunaan habitat). Habitat use adalah cara suatu satwa menggunakan sumberdaya fisik maupun biotic yang ada dalam sebuah habitat (Krausmann, 1999). Perilaku pemanfaatan habitat oleh satwa liar sangat bervariasi antara lain untuk mencari makan, berlindung, bersarang, melarkan diri dan berbagai aktivitas lainnya. Sebuah habitat yang digunakan seekor satwa untuk mencari makan, bisa jadi memiliki karakter fisik dan biotic yang sama dengan habitat yang digunakan untuk berlindung.
Penggunaan habitat oleh satwa liar memiliki skala waktu dan tempat (Hall, 1997; Morrison dkk, 2006, Krausmann, 1999). Berbagai aktivitas satwa liar memerlukan 14
komponen lingkungan yang spesifik yang dapat bervariasi pada setiap musim atau tahun. Suatu species mungkin dapat mengunakan pada saat musim kemarau yang berbeda dari musim penghujan. Habitat yang sama ini dapat dimanfaatkan oleh jenis lain pada waktu sebaliknya.
Dalam menggunakan habitat, satwa melakukan pemilihan habitat untuk beraktivitas. Pemilihan habitat oleh satwa merupakan proses bertahap yang melibatkan keputusan berdasarkan pengalaman satwa (Krausmann, 1999). Berbagai faktor mempengaruhi pemilihan habitat oleh individu satwa liar termasuk di dalamnya kompetisi dan pemangsaan (Morrison dkk 2006). Kompetisi penting dalam proses pemilihan habitat, karena setiap individu terilbat dalam hubungan intra- dan inter-specific yang menyebabkan pembagian sumberdaya yang ada pada suatu tempat. Kompetisi dapat menyebabkan suatu spesies
memilih habitat yang sesuai dan menentukan distribusi
spasial di dalam habitat. Begitu pula pemangsaan juga berperan penting dalam pemilihan habitat. Keberadaan predator menghalangi suatu individu dalam menempati suatu area (Krausmann, 1999). Oleh karena itu pemilihan habitat merupakan proses perilaku aktif oleh satwa dimana setiap species/individu mencari kondisi lingkungan pada suatu area yang berhubungan secara langsung maupun tidak langsung dengan sumberdaya yang dibutuhkan untuk bertahan hidup, bereproduksi dan melanggengkan keturunannya. Oleh karena itu peran genetik sangat penting dalam pemilihan habitat, namun pada beberapa species, kemampuan belajar dari lingkungan dapat membantu memilih habitat (Morrison dkk. 2006).
Kualitas habitat juga merupakan salah satu komponen habitat penting yang mempengaruhi pemilihan habitat oleh satwa liar (Morisson dkk, 2006). Kualitas habitat berhubungan dengan kemampuan lingkungan untuk meyediakan kondisi-kondisi yang sesuai untuk 15
individu dan populasi untuk melanggengkan keturunannya(Kraussmann, 1999). Hall dkk. (1997) menggambarkan kualitas habitat sebagai variable yang kontinu, dari
rencah
(sumberdaya hanya bisa untuk bertahan hidup), medium (sumberdaya untuk bereproduksi) hingga tinggi (sumberdaya untuk melanggengkan populasi).
2.2. Habitat Suitability Index Habitat suitability index (HSI) adalah sebuah alat untuk memprediksi kualitas atau kesesuaian dari habitat untuk species tertentu berdasarakan penilaian factor-faktor habitat seperti struktur habitat, tipe habitat, dan pengaturan spatial dari factor-faktor habitat tersebut. HSI adalah model sederhana yang cukup berguna untuk mewakili faktor-faktor utama yang mempengaruhi kelimpahan dan keberadaan satwa liar (Morrisson dkk, 2006). HSI merupakan salah satu pendekatan pemodelan yang sangat berguna untuk perencanaan dan menyusun prioritas konservasi (Ray dan Burgman, 2006). HSI merupakan pendekatan yang sering digunakan untuk berbagai spesies seperti burung (Onu dkk, 2005; Jacquin dkk., 2005; Larson dkk., 2004), lemur (Lahoz-Monfort dkk, 2004), beruang (Merrill, dkk. 1999), Lynx (Schadt dkk.,2002), Harimau (Singh dkk., 2009), Chimpanze (Torres dkk, 2010).
HSI adalah konsep model yang menghubungkan antara variable-variabel habitat /lingkungan dengan kesesuaian untuk suatu species (Ray dan Burgman, 2006). Nilai dalam HSI adalah parameter-parameter habitat yang diwakili oleh sebuah indeks kesesuaian (SI) yang biasanya memiliki skala dari 0 (Tidak Sesuai) hingga 1 (Sesuai). Meskipun telah digunakan dalam berbagai spesies, HSI lebih tepat digunakan sebagai model hipotesis antara spesies-habitat (Morrison dkk., 2006). Lebih lanjut, karena model HSI hanya menyediakan index ksesuaian yang sederhana, model ini tidak menyediakan informasi tentang ukuran populasi, tren atau respon perilaku individu terhadap perubahan 16
kondisi sumberdaya. Pada beberapa kasus, HSI hanya berlandaskan hipotesa dan tidak berdasarkan data lapangan, sehingga performa tipe model ini kurang dipercaya (Morrison dkk, 2006).
Keterbatasan yang dimiliki oleh HSI model yang menggunakan hipotesa distribusi diperbaiki oleh beberapa peneliti. Larson dkk (2004) menghubungkan antara berbagai pendekatan pemodelan dan HSI. Pengujian penggunaan presence only data dan presence absence data menunjukkan bahwa presence only data cukup reliable untuk digunakan dalam pembangunan HSI map (Hirzel dkk, 2006). Singh dkk (2009) menggunakan gabungan antara data distribusi hipotesis dan distribusi empiris untuk memperbaiki proses pembangunan HSI bagi harimau.
2.3. Banteng (Bos javanicus d’Alton) Nama jenis
: Banteng (Bos javanicus)
Nama Lokal : Sapi alas (Jawa), Klebo dan Temadu (Kalimantan). Kelas
: Mamalia
Famili
: Bovidae
Sub famili
: Bovinae,
Genus
: Bos
Spesies
: Bos javanicus d’Alton 1832.
Subspecies di Jawa dan Bali yaitu B. javanicus javanicus, di Kalimantan B. javanicus lowi, dan di Asian mainland B. javanicus birmanicus.
Banteng memiliki ukuran tubuh yang bervariasi. Umur banteng mempengaruhi ukuran banteng. Banteng jantan berumur 8-10 tahun mempunyai tinggi bahu ± 170 cm. Pada 17
kisaran umur yang sama, betina memiliki tinggi bahu ± 150 cm. Kondisi inilah yang menyebabkan banteng memiliki ciri ciri tubuh yang tegap, besar, dan kuat. Berat tubuh banteng betina berkisar antara 248 –315 kg. Ukuran banteng jantan lebih besar dari betina, namun banteng jawa jarang ditemui dengan ukuran lebih besar dari 500 kg. Pada banteng jantan terdapat sepasang tanduk berwana hitam agak mengkilap, runcing dan melengkung ke dalam. Ukuran tanduk banteng betina lebih kecil daripada tanduk banteng jantan.
2.3.1. Distribusi banteng secara global Awalnya banteng merupakan satwa yang memiliki daerah distribusi yang luas tersebar di Asia Tenggara. Ada tiga sub-species banteng: Bos javanicus javanicus, Bos javanicus lowi dan Bos javanicus birmanicus. Banteng saat ini populasinya terfragmen sejalan dengan terjadinya fragmentasi pad habitat alaminya. Bos javanicus javanicus populasinya terbatas pada kawasan lindung di Pulau Jawa dan Bali. Bos javanicus lowi hanya terdapat di Pulau Kalimantan. Populasi kecil Bos javanicus birmanicus masih ada dan tersebar di Myanmar, Thailand, Malaysia, Kamboja, Laos dan Vietnam. Bos javanicus birmanicus sudah tidak ditemukan lagi di India, Bangladesh, Brunei Darussalam, dan Semenanjung Malaysia. Hanya terdapat 7 populasi banteng dengan jumlah lebih dari 50 banteng di daerah jelajah alaminya: 4 di Jawa (Taman Nasional Ujung Kulon, Taman Nasional Baluran, Taman nasional Alas Purwo dan Taman Nasional Meru Betiri), 2 di Thailand (Suaka Margasatwa Huai Kha Khaeng dan Suaka Margasatwa Om Koi) dan 1 di Kamboja (wilayah Modulkiri). Tidak ditemukan lagi populasi dengan jumlah lebih dari 500 individu di daerah jelajah alaminya (Pudyatmoko, 2004).
18
Gambar 2.1. Peta persebaran banteng ditandai dengan warna hijau (sumber: Corbet and Hill, 1992) 2.3.2. Habitat dan perilaku banteng Habitat asli Banteng utamanya adalah hutan pimer yang lembab dan beriklim tropis di Pulau Jawa. Hoogerwerf (1970) menyebutkan bahwa Banteng mampu hidup dan berkembang baik dengan baik di hutan primer di Pulau Jawa sebelum terjadi perubahan dan reklamasi lahan. Meskipun demikian, hutan sekunder dan padang terbuka juga merupakan habitat penting bagi Banteng. Ketiga tipe habitat ini teramati dimanfaatkan oleh Banteng baik di Udjung Kulon (Hoogerwerf, 1970) maupun di Sadengan (Subrata, 2007). Sebagian kandungan jenis yang teramati dalam dietnya berasal dari produk hutan primer dan sekunder di sekitar padang terbuka. Bahkan Hoogerwerf (1970) menyatakan bahwa Banteng adalah species yang menghabiskan sebagian besar waktunya pada padang terbuka, memanfaatkan hutan untuk kepentingan perlindungan. Apabila tanda-tanda kehadiran Banteng banyak ditemukan pada kawasan hutan, berarti bahwa padang terbuka disekitarnya sudah tidak aman lagi bagi Banteng.
Banteng biasanya melakukan aktifitasnya secara berkelompok. Konsentrasi kelompok Banteng dipengaruhi utamanya oleh ketersediaan pakan dan air. Pengaruh ini dapat teramati 19
dengan jelas pada saat awal musim hujan tiba, saat penutupan vegetasi menjadikan landskap berubah merangsang kelompok Banteng untuk melakukan pergerakan. Pada masa-masa itu ketersediaan pakan di padang rumput sangat sedikit, sehingga Banteng bergerak ke hutan untuk mencari tumbuhan yang masih hijau (Hoogerwerf, 1970).
Kelompok Banteng biasa beraktifitas bersama dengan herbivora dan burung. Aktifitas bersama ini nampak saling menguntungkan pada saat saling mengeluarkan tanda bahaya dengan kedatangan predator (Subeno, 2007). Hoogerwerf (1970) mencatat bahwa kelompok Banteng biasa terlihat bersama dengan Rusa dan burung Merak untuk mencari makan (foraging) di Udjung Kulon. Sebagian waktu yang dihabiskan Banteng di padang rumput digunakan untuk merumput (Hoogerwerf, 1970) atau beristirahat (Subeno, 2007). Namun perbedaan ini lebih disebabkan oleh kategori perilaku yang digunakan oleh kedua peneliti. Di padang rumput Banteng biasa membentuk kelompok yang terdiri atas 10 – 12 individu atau kurang. Kelompok ini biasanya terdiri atas beberapa betina dengan 2 atau 3 anaknya masingmasing dan dipimpin oleh jantan dewasa (Hoogerwerf, 1970).
2.4. Distribusi satwa Distribusi suatu jenis satwa pada suatu kawasan merupakan salah satu respon satwa terhadap kondisi lingkungan. Umumnya pola distribusi mengikuti pola distribusi sumber daya yang disukai oleh satwa tersebut. Pola perilaku satwa dalam berinteraksi dengan habitatnya ini terkait dengan penilaian besarnya energi yang terbuang dengan energi yang di dapat dalam proses tersebut oleh satwa (de Vries, 1996). Elemen lingkungan tersebut dapat berupa vegetasi, iklim, satwa mangsa dan pemangsa, satwa competitor, manusia, bentuk bentang alam.
Satwa tidak terdistribusi dengan sendirinya baik secara random atau teratur pada suatu kawasan. Biasanya satwa terdistribusi mengikuti kelas lingkungan tertentu (Giles, 1978). 20
Perilaku satwa dalam menggunakan ruang dapat diintepretasikan dalam beberapa cara. Khususnya teritori yang merupakan kawasan yang dipertahankan. Sifat teritori merupakan karakteristik bawaan populasi, namun tidak semua satwa menunjukkannya. Teritori memiliki nilai survival bagi satwa. Dengan adanya teritori maka akan mengurangi terjadinya agresi oleh individu lain dan satwa yang memiliki teritori dapat mengontrol penggunaan sumber daya yang terdapat dalam teritori mereka. Perilaku satwa dalam mempertahankan teritori mereka akan nampak dengan jelas pada saat musim kawin.
Seluruh distribusi dan kelimpahan lokal kebanyakan satwa liar terkait dalam ruang dan waktu. Beberapa species memiliki pusat distribusi dengan kelimpahan tertinggi berada pada bagian tengah daerah jelajah (bagian pinggir merupakan kondisi marginal). Distribusi mencerminkan beberapa aspek kondisi biofisik dan ekologi species: kisaran geografis yang sesuai dengan kondisi biofisik; kisaran species yang toleran terhadap karakteristik biofisik; dan timbulnya kondisi sesuai yang bersifat marginal pada bagian pinggir kisaran geografis yang dapat bertindak sebagai habitat tujuan untuk mendukung individu-indvidu yang tidak reproduktif atau individu-individu yang menyebar dari kawasan dengan kelimpahan tinggi selama tahun reproduktif yang baik. Meskipun banyak species memiliki pola distribusi terpusat, kawasan dengan kepadatan yang tertinggi mungkin tidak terdapat di tengah daerah jelajahnya. Brown et al. (1995) menyimpulkan bahwa pola variasi spasial dan temporal dalam kelimpahan harus menjadi bahan pertimbangan ketika mendesain kawasan perlindungan dan konservasi keanekaragaman hayati.
21
BAB III. METODE PENELITIAN
Gambaran umum tentang metode penelitian dapat dijelaskan melalui gambar 3.1. Penelitian ini dibagi ke dalam empat tahap penelitian. Tahap pertama adalah penyusunan peta dasar sebagai bahan untuk menyusun peta kesesuaian habitat banteng. Tahap kedua adalah ground check di lapangan. Tahap ketiga adalah analisis data menggunakan Binomial Multiple Logistic Regression. Tahap keempat adalah spatial modelling, yaitu ekstrapolasi data kedalam peta untuk memetakan kesesuaian habitat banteng. Gambaran lokasi dan ketiga tahap tersebut
Distance from savanna (Sadengan)
Distance from beach
Slope and elevation
Rivers
Road and patrol track
dijelaskan pada sub-bab berikut.
Ground Check
Used variable
PresenceAbsence Data
Binomial Multiple Logistic Regression
overlay
Spatial Modelling
Habitat Suitability Index Map
Gambar 3.1 Bagan alir proses pelaksanaan kegiatan penelitian
3.1. Wilayah Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan di Taman Nasional Alas Purwo (TNAP).
Kawasan TNAP
secara adminisitratif pemerintahan terletak di Kecamatan Tegaldlimo dan Kecamatan Purwoharjo, Kabupaten Banyuwangi. Gambar 3.2. menunjukkan Lokasi penelitian di Taman 22
Nasional Alas Purwo, kabupaten Banyuwangi, propinsi Jawa Timur. Secara geografis terletak di ujung Timur Pulau Jawa wilayah pantai Selatan antara 8° 26' 45“ - 8° 47' 00“ LS dan 114° 20’ 16“ - 114° 36’ 00“ BT. Kawasan TNAP memiliki batas alami dan batas buatan manusia dengan kawasan-kawasan disekitarnya. Pada bagian timur dan selatan dibatasi oleh Selat Bali dan Samudera Indonesia. Pada bagian barat berbatasan dengan kawasan Hutan Produksi Perhutani KPH Banyuwangi Selatan, sungai Bango, dan Sungai Wergul. Pada bagian utara berbatasan langsung dengan Teluk Pang-pang dan Selat Bali dan juga dengan desa Sumberberas, Kedungrejo, Kedungasri, Purwoasri, Purwoharjo, Grajagan, dan Seneporejo. Karakter tipe ekosistem kawasan TNAP beragam dari pantai (perairan, daratan dan rawa), daerah daratan hingga daerah perbukitan dan pegunungan, dengan ketinggian mulai dari 0 – 322 m dpl.
Pada tahun 1992, kawasan Alas Purwo ditunjuk sebagai taman nasional berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 283/Kpts-II/1992 tanggal 26 Pebruari 1992 dengan luas 43.420 Ha. Berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Nomor : 26/Kpts/IV-KK/2007 tanggal 19 Pebruari 2007 tentang Revisi Zonasi Taman Nasional Alas Purwo, kawasan TNAP terbagi atas beberapa zonasi sebagai berikut: 1. Zona Inti, seluas
:
17. 150 ha,
2. Zona Rimba, seluas
:
24. 207 ha,
3. Zona Rehabilitasi, seluas
:
620 ha,
4. Zona Pemanfaatan, seluas
:
660 ha.
5. Zona Tradisional, seluas
:
783 ha.
23
Gambar 3.2. Lokasi penelitian di Taman Nasional Alas Purwo, kabupaten Banyuwangi, propinsi Jawa Timur 3.2. Pembuatan Peta Habitat Suitability Indexs (HSI) Pembuatan peta ini mengandalkan informasi-informasi yang diperoleh dari studi pustaka dan peta spatial yang tersedia saat ini. Tahapan pembuatan peta ini meliputi dua tahap yaitu pembuatan peta dasar dan pembuatan peta HSI.
3.2.1. Pembuatan Peta Dasar Peta dasar yang dibutuhkan dalam peta prediksi kesesuaian lahan adalah sebagai berikut: a. Peta jarak dari pantai b. Peta jaringan sungai /sumber air c. Peta distribusi pemukiman d. Peta jaringan jalan dan jalur patroli e. Peta slope dan elevation diambil dari SRTM Peta-peta tersebut diharapkan dapat diperoleh melalui data sekunder baik dari TNAP maupun
24
dari BAKOSURTANAL. Gambar 3.3. merupakan contoh peta kelerengan yang dapat digunakan untuk membangun peta HIS banteng. Semua kegiatan yang berbasiskan peta pada penelitian ini akan dikerjakan dengan software Arc GIS 9.3.
Gambar 3.3 contoh peta kelerengan di kawasan Taman Nasional Alas Purwo berdasarkan SRTM dan diolah menggunakan DEM (Sumber: Taman Nasional Alas Purwo) Peta-peta tersebut kemudian dioverlay (Gambar 3.4) sehingga menghasilkan peta yang menampilkan unit-unit lahan dengan informasi mengenai variable yang dibutuhkan untuk menyusun peta HIS banteng.
Gambar 3.4. Gambaran proses penampalan (overlay) beberapa peta dasar untuk menyusun peta HSI 25
3.2.2. Ground Check
Ground check pada penelitian ini memanfaatkan dua data yang telah dikumpulkan selama ini yaitu ground check pada bulan Mei 2012 dan tahun 2009. Selanjutnya penelitian ini menggunakan data tahun 2012 dan gabungan data 2012 dan 2009. Titik lokasi pengamatan dibuat sistematik searah jalur transek yang direncanakan. Gambar 3.5 menunjukan peletakan titik pada waktu ground check di lapangan pada tahun 2012. Titik pengamatan tersebut dibuat secara sistematik dimaksudkan agar memperoleh data yang bervariatif.
Gambar 3.5. Titik Ground Check dilapangan pada bulan Mei 2012
Pengambilan data pada tahun 2009 ditentukan dengan mencari lokasi-lokasi yang diperkirakan terdapat / bisa ditemukan banteng. Gambar 3.6 menunjukan peletakan titik pada waktu pengambilan data 2009 dan ground check di lapangan 2012.
26
Gambar 3.6. Titik Pengamatan dilapangan pada tahun 2009 dan 2012
Data-data dan posisi pada peta dasar yang kurang meyakinkan (misalnya identifikasi tipe vegetasi yang meragukan) kemudian dilakukan pengecekan di lapangan sebagai bahan koreksi. Ground check dilakukan dengan metode line transect, data-data yang dibutuhkan adalah jumlah jejak maupun kotoran yang teramati dan koordinat tiap kotoran yang teramati, dengan lebar yang telah ditentukan sebelumnya; yaitu 20 meter. Setiap line transect memiliki panjang 1000 meter.
27
20 m
200 m
1000 m Gambar 3.7. Teknik sampling untuk pengambilan data kehadiran banteng dengan menggunakan metode transek garis dengan lebar 20 m.
Starting point untuk setiap transect ditempatkan secara random di seluruh lokasi penelitian. Untuk meningkatkan pengambilan data, transect akan dibuat secara sistematik di seluruh lokasi penelitian dengan jarak antar transek minimal 500 meter. Penempatan transect akan dibuat selurus mungkin sehingga setiap individu satwa tidak terhitung lebih dari satu kali. Lokasi untuk setiap transect direkam melalui GPS Garmin 76 series. Pengumpulan data didasarkan pada penggunaan encounter rate untuk menentukan pola distribusi banteng di seluruh lokasi penelitian.
Seluruh kotoran yang ditemukan di lapangan kemudian dicatat koordinatnya menggunakan GPS. Karakter lingkungan pada setiap segmen juga dicatat untuk mengetahui karakter lingkungan habitat banteng di lokasi penelitian yang nantinya akan dibandingkan dengan informasi penelitian sebelumnya. Karakter tersebut adalah jarak dari sungai, jarak dari pantai, kelerengan, aktivitas manusia, dan jarak dari padang rumput (Sadengan).
3.2.3. Analisis Binomial Multiple Logistic Regression Test (BMLRT) Data distribusi banteng (presence absence) dan data-data karakter habitat dimana banteng itu berada digunakan sebagai bahan utama untuk melakukan analisis data. Analsisis dilakukan dengan Binomial Multiple Logistic Regression Test (BMLRT). Model yang dihasilkan dari analisis Binomial Multiple Logistic Regression Test (BMLRT) adalah sbb.: 28
⋯
=
⋯
1+
Dengan : P : Proporsi Binomial
: Costanta variabel penjelas ke-2
: Costanta model
: Variabel penjelas ke-n
: Variabel penjelas ke-1
: Costanta variabel penjelas ke-n
: Costanta variabel penjelas ke-1 : Variabel penjelas ke-2
Hasil analisis tersebut dapat menemukan faktor-faktor utama penentu keberadaan banteng di TNAP. Semua analysis dilakukan dengan software SPSS versi 19 menggunakan tools Binary Logistic yang ada didalamnya, dan dengan metode Enter.
3.2.4. Pembuatan HSI Peta Habitat Suitability Index (HSI) disusun dengan cara mengekstrapolasikan model yang dipeoleh dari analisis Binomial Multiple Logistic Regression Test (BMLRT) kedalam peta dasar yang dibuat pada tahapan pertama atau sub-bab 3.2.1. Suatu kawasan atau area dengan karaketristik habitat tertentu yang memungkinkan nilai P lebih besar atau sama dengan 0,668 dikatakan sebagai habitat yang memiliki kesesuaian yang tinggi sebagai habitat banteng, apabila nilai P berada pada nilai 0,334-0,667 maka dapat dikatakan kawasan tersebut memiliki kesesuaian yang sedang sebagai habitat banteng, namun apabila nilai P kurang dari 0,333 maka kawasan tersebut merupakan habitat yang kurang sesuai untuk banteng (Stephanus, 2010).
29
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Model Logistik Kehadiran banteng
Penelitian ini menggunakan 5 variabel bebas dalam penyusunan peta Habitat Suitability Indexs untuk banteng (Bos javanicus) di Taman Nasional Alas Purwo. Variabel tersebut diantaranya Kelerengan, Aktivitas Manusia, Jarak dari pantai. Jarak dari padang rumput Sadengan dan Jarak dari Sumber Air. Hasil dari analisis statistic Binomial Multiple Logistic Regression Test (BMLRT) dari variable-variabel menggunakan data pada tahun 2012 disajikan sebagai berikut :
Tabel 4.1. Tabel Signifikansi dan Koefisien Regresi data 2012 95% C.I.for EXP(B) B Step 1
a
S.E.
Wald
df
Sig.
Exp(B)
Lower
Upper
lereng
-.128
.039
10.449
1
.001
.880
.815
.951
JSu
-.001
.001
.628
1
.428
.999
.996
1.002
AM
-3.392
1.477
5.271
1
.022
.034
.002
.609
JP
-.001
.000
10.345
1
.001
.999
.999
1.000
JSa
.000
.000
.481
1
.488
1.000
1.000
1.000
4.338
.742
34.151
1
.000
76.518
Constant
Melalui tabel Variabel in the Equation, dapat diperoleh suatu model BMRT sebagai berikut:
( .
=
1+
. ( .
.
.
.
.
. .
Dengan keterangan : 1
: kemiringan lereng
2
: jarak dari sungai
3
: aktivitas manusia
4
: jarak dari pantai
5
: jarak dari padang rumput Sadengan
30
)
. .
.
)
Hasil analisis BMLRT menggunakan data kombinasi tahun 2009 dan 2012 disajikan dalam tabel 4.2. dibawah ini:
Tabel 4.2. Tabel Signifikansi dan Koefisien Regresi dengan data kompilasi 2009-2012 95% C.I.for EXP(B) B Step 1
a
S.E.
Wald
df
Sig.
Exp(B)
Lower
Upper
lereng
-.050
.021
5.575
1
.018
.951
.912
.992
JSu
-.001
.001
3.914
1
.048
.999
.997
1.000
AM
-.392
.262
2.228
1
.136
.676
.404
1.130
JP
.000
.000
8.579
1
.003
1.000
1.000
1.000
JSa
.000
.000
58.043
1
.000
1.000
1.000
1.000
2.160
.315
47.055
1
.000
8.670
Constant
Melalui tabel Variabel in the Equation, dapat diperoleh suatu model BMRT sebagai berikut: ( .
=
1+
. ( .
.
.
.
.
. .
)
. .
.
)
Dengan keterangan :
4.2.
1
: kemiringan lereng
2
: jarak dari sungai
3
: aktivitas manusia
4
: jarak dari pantai
5
: jarak dari padang rumput Sadengan
Perbandingan Model Logistik Kehadiran banteng
Perbandingan dua model BMLRT menggunakan data tahun 2012 dan kombinasi data 2012 dan 2009 disajikan dengan membandingkan nilai R square, dan disajikan dalam table 4.1. Cox & Snell R Square merupakan ukuran yang mencoba meniru ukuran R Square pada multiple regression yang didasarkan pada teknik estimasi likelihood dengan nilai maksimum kurang dari 1 sehingga sulit untuk diinterpretasikan. Oleh karena itu, Nagelkerke R Square yang merupakan modifikasi dari Cox & Snell di mana nilainya bervariasi dari 0-1, akan lebih mudah untuk diinterpretasikan sebagaimana interpretasi atas R Square pada multiple regression atau Pseudo R-Square dalam multinominal logistic regression. 31
Nagelkerke R Square pada tabel di atas menunjukkan nilai sebesar 0,548 atau 54,8%. Hal ini berarti, variabilitas variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabilitas variabelvariabel
independen
sebesar
54,8%.
Artinya,
seluruh
variabel
independen
mempengaruhi variabel dependen secara serentak pada kisaran 54,8%, sedangkan 45,2% lainnya dipengaruhi atau dijelaskan oleh variabel-variabel yang tidak dimasukkan dalam penelitian ini.
Table 4.1.. Cox & Snell R square and Nagelkerke R Square menggunakan datan tahun 2012 dan kombinasi data tahun 2009 dan 2012. Data 2012 Combined 2009 and 2012
Cox & Snell R
Nagelkerke R
Square
Square .398 .176
.548 .235
4.3.Peta Kesesuaian Habitat banteng Hasil analisis kesesuaian habitat banteng di sajikan dalam bentuk peta (Gambar 4.1. dan Gambar 4.2.). Gambar 4.1. merupakan peta kesesuaian lahan menggunakan data tahun 2012 dan Gambar 4.2. merupakan peta kesesuaian lahan menggunakan data tahun 2009 dan 2012.
Gambar 4.1. Peta Habitat Suitability Index untuk banteng menggunakan data Ground Check 2012 32
Tabel 4.2. Luasan masing-masing kelas kesesuaian menggunakan data tahun 2012 dan kombinasi 2012 dan 2009 Suitability Classes
Area size (ha) Combined 2012
Highly Suitable Suitable Not Suitable
15,231.8 15,446.6 13,483.7
2009 and 2012
36,841.2 1,824.76 5,496.1
Gambar 4.2. Peta Habitat Suitability Index untuk banteng menggunakan data kompilasi 2009-2012
Penelitian ini mendemonstrasikan penggunaan peta yang tersedia untuk pengembangan habitat suitability index map untuk banteng. Penelitian ini mencoba menghitung area yang potensial untuk digunakan dasar sebagai estimasi populasi banteng di Taman Nasional Alas Purwo yang selama ini belum memiliki data yang akurat. Slope merupakan komponen habitat yang penting bagi banteng (mammalian besar) yang distribusinya banyak ditemukan pada daerah yang datar. Populasi banteng di pulau Jawa, saat ini banyak di temukan pada kawasan-kawasan konservasi yang 33
berada di dekat laut seperti halnya Taman Nasional Baluran, Taman Nasional Alas Purwo, Taman Nasional Meru Betiri dan Taman Nasional Ujung Kulon. Kondisi ini mengindikasikan bahwa banteng membutuhkan mineral /garam laut sebagai pemenuhan kebutuhannya. Air dan sumber pakan merupakan komponen habitat yang penting untuk berbagai species (Morrison et al. 2006) , dan penelitian ini menggunakan jarak dari air dan jarak dari feeding ground Sadengan sebagai salah satu komponen analisis yang penting. Luasan habitat yang sangat sesuai bervariasi menggunakan kedua data menunjukkan perbedaan yang cukup besar (Table
4.2.) tergantung data yang
digunakan. Menggunakan data tahun 2009 dan 2012, luasan habitat yang sangat sesuai untuk banteng jauh lebih besar daripada data pada tahun 2012. Proporsi yang besar dari area yang sangat sesuai ini lebih banyak di sebabkan oleh jumlah dan distribusi spasial data pada tahun 2009. Jumlah data yang tinggi mungkin mempengaruhi data keseluruhan apabila digabung dengan data tahun 2012, selain itu distribusi spasial data pada tahun 2009 yang di dominasi pada kawasan pantai berpontensi mempengaruhi hasil perhitungan. Penelitian ini menemukan adanya perbaikan hasil analisis apabila data tahun 2009 tidak dipakai, dengan meningkatnya nilai Nagelkerke R Square. Perbaikan ini mungkin dikarenakan penggunaan gradient data sebagai contoh jarak dari feeding ground dan jarak dari pantai yang juga digunakan pada analisis BMLRT. Penggunaan logistic linear regression merupakan pendekatan yang umum dilakukan untuk memprediksi kehadiran satwa, dan fungsi dari regresi dapat di ektrapolasi pada kawasan yang lebih luas (Schadt et al. 2002b).
Penelitian ini
menyediakan pemahaman yang mendalam tentang usaha memprediksi kehadiran banteng pada salah satu kawasan konservasi yang penting di Jawa. Penelitian ini menyediakan dua model untuk memprediksi kawasan yang sesuai untuk banteng dalam 34
Taman Nasional Alas Purwo, menggunakan pemahanam tentang ekologi banteng dan observasi lapangan. Pulau Jawa, pulau dengan jumlah penduduk terpadat di Indonesia, memiliki ancaman potensial untuk konservasi banteng dari pengaruh pembangunan dimana banyak kawasan alami di konversi menjadi kawasan yang di pengaruhi manusia. Meskipun memiliki keterbatasan aplikasinya untuk kawasan Taman Nasional Alas Purwo, pendekatan yang mirip dapat di aplikasikan untuk kawasan yang lebih luas seperti di bagian timur Jawa yang terdapat tiga taman nasional (Baluran National Park, Alas Purwo National Parks and Meru Betiri National Park). Koridor antara ketiga kawasan taman nasional tersebut sangat penting bagi kelestarian jangka panjang banteng pada region ini. Masa depan banteng, satwa liar dengan ukuran besar di Jawa, akan tergantung dengan efektivitas untuk mengelola landskap dengan kawasan konservasi dan meningkatkan koneksi antar kawasan konservasi dengan koridor (Palomares et al. 2001, Pudyatmoko 2004). Pertimbangan lebih lanjut yaitu aktivitas manusia, khususnya ynag mempengaruhi / mengancam keberadaan banteng seperti perburuan illegal dan konversi lahan di dalam kawasan konservasi yang juga harus dikelola secara efektif. Penelitian ini menggunakan dua data observasi pada tahun 2009 dan 2012 yang memberikan potensi masalah karena penggunaan non-random data. Namun demikian ada pendekatan yang ditawarkan untuk mengatasi masalah ini dengan menggunakan ‘pseudo’ absence data (Graham et al. 2004, Li et al. 2011), analisis dengan presence-only data (Hirzel et al. 2001, Hirzel et al. 2006, Hirzel and Le Lay 2008, Li et al. 2011) dan menggunakan presence and background data (Li et al. 2011). Pemahaman ekologis banteng merupakan prinsip utama yang penting untuk membangun habitat suitability model. Informasi dari peta merupakan informasi yang 35
sangat penting, namun karena komponen habitat merupakan species specific (Morrison et al. 2006), untuk melakukan prediksi kehadiran banteng menggunakan habitat suitability model harus menghubungkan informasi ekologis yang disediakan oleh peta dan menghubungkan dengan kehadiran banteng. Penelitian ini memasukkan semua informasi penting, namun tidak semua factor habitat dapat dimodelkan menggunakan peta seperti as kerapatan rumput-rumputan atau semak belukar. Pengembangan lebih lanjut citra satellite untuk mengukur factor-faktor tersebut akan sangat membangtu meningkatkan akurasi pembangunan model.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan dari penelitian ini, beberapa faktor penting habitat yang perlu dimasukkan dalam prediksi kehadiran banteng di Taman Nasional Alas Purwo adalah kelerengan, aktivitas manusia, jarak dari pantai, jarak dari padang rumput Sadengan dan jarak dari sumber air. Total luasan di kawasan Taman Nasional Alas Purwo untuk dilakukan survei atau estimasi populasi banteng adalah 15,231.8 hektar. Penggunaan pendekatan pseudoabsence untuk memperbaiki model diharapkan dapat memperbaiki model.
36
DAFTAR PUSTAKA Catullo, G., M. Masi, A. Falcucci, L. Maiorano, C. Rondinini, L. Boitani, and J. Bailey. 2008. A gap analysis of Southeast Asian mammals based on habitat suitability models. Biological Conservation 141:2730 – 2744. Hall, L. S., P. R. Krausman, and M. M.L. 1997. The habitat concept and a plea for standard terminology. Wildl. Soc. Bull. 25:173-182. Hedges, S. 2000. Bos Javanicus IUCN Red List of Threatened Species. Hirzel, A. H., G. e. Le Laya, V. Helfer, C. Randin, and A. Guisan. 2006. Evaluating the ability of habitat suitability models to predict species presences. Ecological Modelling 199:142-152. Imam, E., S. P. S. Kushwaha, and A. Singh. 2009. Evaluation of suitable tiger habitat in Chandoli National Park, India, using spatial modelling of environmental variables. Ecological Modelling 220:3621-3629. Jacquin , A., V. r. Che ´ret, J.-P. Denux, M. Gay, J. Mitchley, and P. Xofis. 2005. Habitat suitability modelling of Capercaillie (Tetrao urogallus) using earth observation data. Journal for Nature Conservation 13:161—169. Lahoz-Monfort, J. J., G. Guillera-Arroita, E. J. Milner-Gulland, R. P. Young, and E. Nicholson. 2004. Satellite imagery as a single source of predictor variables for habitat suitability modelling: how Landsat can inform the conservation of a critically endangered lemur Journal of Applied Ecology 47:1094–1102. Larson, M. A., F. R. Thompson, J. J. Millspaugh, W. D. Dijak, and S. R. Shifley. 2004. Linking population viability, habitat suitability, and landscape simulation models for conservation planning Ecological Modelling 180:103–118. Li, W., Q. Guo, and C. Elkan. 2011. Can we model the probability of presence of species without absence data? Ecography 34:1096-1105. Merrill, T., D. J. Mattson, R. G. Wright, and H. B. Quigley. 1999. Designing landscapes suitable for restoration of grizzly bears Ursus arctos in Idaho. Biological Conservation 87:231-248. Morrison, M. L., Bruce G. Marcot, and R. W. Mannan. 2006. Wildlife-Habitat Relationship: Concept and Application. Island Press, Washington. Oja, T., K. Alamets, and H. Pärnamets. 2005. Modelling bird habitat suitability based on landscape parameters at different scales. Ecological Indicators 5:314–321. Pearce, J. and S. Ferrier. 2000. Evaluating the predictive performance of habitat models developed using logistic regression. Ecological Modelling 133:225-245. Pudyatmoko, S. 2004. Does the Banteng (Bos javanicus) have a Future in Java? Challenges of the Conservation of a Large Herbivore in a Densely Populated Island. . International Union for the Conservation of the Nature, Bangkok, Thailand,. Ray, N. and M. A. Burgman. 2006. Subjective uncertainties in habitat suitability maps. Ecological Modelling 195:172- 186. Schadt, S., F. Knauer, P. Kaczensky, E. Revilla, T. Wiegand, and L. Trepl. 2002a. Rulebased Assesment of Suitable Habitat and Patch Connetivity for the Eurasian Lynx Ecological Application 12:1469–1483. Schadt, S., E. Revilla, T. Wiegand, F. Knauer, P. Kaczesky, U. Breitenmoser, L. Bufka, J. Cerveny, P. Koubek, T. Huber, C. Stanisa, and L. Trepl. 2002b. Assessing the suitability of central European landscapes for the reintroduction of Eurasian lynx. Journal of Applied Ecology 39:189-203. Singh, R., P. K. Joshi, M. Kumar, P. P. Dash, and B. D. Joshi. 2009. Development of tiger habitat suitability model using geospatial tools - a case study in Achankmar 37
Wildlife Sanctuary (AMWLS), Chhattisgarh India. Environ Monit Assess 155:555– 567.
38
LAMPIRAN A Laporan Executive Summary (maksimum 5 halaman, 1.5 spasi, kertas A4, font 12) PENGEMBANGAN PENDEKATAN HABITAT SUITABILITY INDEX MAP UNTUK PREDIKSI PERSEBARAN BANTENG (Bos javanicus d’Alton 1832) DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO 1 Oleh Muhammad Ali Imron , Satyawan Pudyatmoko1, Wahyu Murdyatmaka 3 2
I.
PERMASALAHAN DAN TUJUAN PENELITIAN
Populasi Banteng (Bos javanicus d’Alton 1832) di pulau Jawa mengalami ancaman yang serius akhir-akhir ini (Hedges, 2000). Status konservasi satwa ini dalam IUCN Red List of Threatened Species adalah Endangered (Terancam Punah). Taman Nasional Alas Purwo (TNAP) merupakan kawasan yang masih tersisa bagi populasi Banteng yang berada di bagian ujung timur pulau Jawa. Perkiraan populasi Banteng terakhir di TNAP pada tahun 2002 menunjukkan angka sebesar 80 individu. Jumlah ini turun dari perkiraan Banteng di TNAP pada tahun 1993 sebesar 300-400 individu (Pudyatmoko, 2004). Estimasi populasi yang ada selama ini dilakukan dengan perkiraan kasar berdasarkan estimasi ketersediaan habitat banteng di TNAP. Padahal informasi tentang karakter habitat banteng di TNAP hingga saat ini belum lengkap, karena masih banyak dan luas lokasi yang di survei, khusunya di zona inti. Keterbatasan sumberdaya baik manusia dan keuangan serta sulitnya aksesibilitas ke zona inti, menyebabkan estimasi distribusi banteng di seluruh kawasan TNAP belum pernah diselesaikan. Secara umum tujuan penelitian ini adalah mengetahui potensi distribusi banteng di Taman Nasional Alas Purwo. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka tujuan khusus penelitian ini adalah: mengetahui karakter habitat yang penting bagi distribusi banteng di Taman Nasional Alas Purwo; membandingkan hasil estimasi persebaran banteng menggunakan conceptual HSI dan observed HSI di TNAP; menyusun rekomendasi pemilihan lokasilokasi monitoring populasi banteng di TNAP Penelitian dibiayai melalui Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi (Penelitian Kerjasama Institusi), Tahun Anggaran 2012, Rp 75.000.000,1
Laboratorium Satwa Liar, Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, Komplek Agro No 1, Bulaksumur Yogyakarta 3 Balai Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi 2
39
II. INOVASI IPTEKS a.
Kontribusi terhadap pembaharuan dan pengembangan ipteks Penelitian ini memiliki kontribusi penting dalam pembaharuan dan pengembangan iptek sebagai berikut: -
Perbaikan pendekatan rancangan estimasi populasi satwa yang terancam punah
-
Penggunaan data satwa terancam punah yang terbatas untuk penyusunan model kesesuaian habitat.
b.
Perluasan cakupan penelitian -
Pada saat pelaksanaan penelitian, tim peneliti juga berkesempatan mengumpulkan beberapa sampel kotoran banteng yang potensial untuk digunakan untuk melakukan penelitian dengan topik diet dan penyakit melalui metode non-invasif.
III.
KONTRIBUSI TERHADAP PEMBANGUNAN (1/2 halaman)
Banteng merupakan species prioritas yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia untuk dipulihkan populasinya di alam (Arahan strategis konservasi species nasional 2008-2018, Peraturan Menteri Kehutanan No P.57/Menhut-II/2008). Hingga saat ini data distribusi banteng yang akurat belum di miliki oleh berbagai kawasan konservasi di Indonesia. Kawasan konservasi di Indonesia saat ini menerima ancaman serius dari perilaku manusia yang mengancam kawasan dan spesies-species yang dilindungi.
Penelitian ini merupakan penelitian pertama kali yang digunakan untuk mendapatkan estimasi distribusi populasi banteng di alam secara lebih akurat. Penelitian ini akan dilakukan di kawasan konservasi yang saat ini merupakan kawasan alami yang memiliki kondisi kritis. Salah satu prioritas riset yang di tentukan oleh Senat Akademik UGM adalah riset yang berpihak pada penyelamatan lingkungan yang kritis. Species yang dipilih untuk penelitian ini juga masuk dalam prioritas konservasi nasional. Untuk itu penelitian ini memiliki nilai strategis yang sangat tinggi baik bagi bangsa maupun UGM pada khususnya. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi bagi perbaikan data populasi banteng yang krusial bagi konservasi banteng di alam. Selain itu, kontribusi ilmiah melalui publikasi internasional juga diharapkan menjadi salah satu hasil yang nantinya dapat diadopsi untuk kawasan-kawasan konservasi lainnya. 40
IV. MANFAAT BAGI INSTITUSI
Penelitian ini memiliki manfaat penting bagi fakultas kehutanan UGM. Penelitian yang merupakan tindak lanjut MOU antara Fakultas Kehutanan UGM dan Taman Nasional Alas Purwo, mampu menunjukkan bahwa Fakultas Kehutanan UGM berkomitemen dengan dukungan dari dana penelitian ini dalam aplikasi pelaksanaan MOU. Keterlibatan mahasiswa S1 dalam penelitian ini berupa keterlibatan dalam pengambilan data. Mahasiswa yang dapat memanfaatkan kegiatan ini sebagai bahan penelitian, adalah mahasiswa S2 dan S3. Mahasiswa S2 dari Minat Pengelolaan Kawasan Konservasi mengambil topik yang sesuai dengan penelitian ini adalah Mekar Wijaya. Sedangkan mahasiswa S3 dari program Studi Geografi yang terlibat dalam penelitian ini adalah Much. Taufik Tri Hermawan. Hasil penelitian ini juga membuahkan kerjasama baru dengan Taman Nasional Alas Purwo untuk melakukan penelitian koridor disekitar kawasan taman nasional dan juga penggunaan kamera trap untuk penelitian lebih lanjut.
41
LAMPIRAN B
42
LAMPIRAN C. Personalia tenaga peneliti BIODATA PENGUSUL HIBAH PENELITIAN KERJASAMA INSTITUSI I. IDENTITAS DIRI 1.1 Nama Lengkap (dengan gelar) Dr.rer. silv. Muhammad Ali Imron S.Hut, M.Sc L/ P 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6 1.7 1.8
Jabatan Fungsional NIP/NIK/No. identitas lainnya Tempat dan Tanggal Lahir Alamat Rumah Nomor Telepon/Faks Nomor HP Alamat Kantor
1.9 1.10
Nomor Telepon/Faks Alamat e-mail
1.11
Lulusan yg telah dihasilkan
1.12 Mata Kuliah yg diampu
II. RIWAYAT PENDIDIKAN 2.1 Program: S-1 2.2 Nama PT Universitas Gadjah Mada 2.3 Bidang Ilmu
Kehutanan
2.4 Tahun Masuk 2.5. Tahun Lulus 2.6 Judul Skripsi/ Tesis/Diserta si
1993 1999 Kajian Pengaruh Hujan Terhadap Erosi di Hutan Jati MR IV Madiun
Asisten Ahli 197607112002121003 Yogyakarta, 11 Juli 1976 Notoprajan NG II / 650 Yogyakarta 0274 388132 087738757414 Laboratorium Satwa Liar Fakultas Kehutanan UGM Komplek Agro No 1 Bulaksumur Yogyakarta 0274 550542/ 0274 550541
[email protected];
[email protected] S-1= 3 orang ; S-2= orang; S-3= orang 1 Riset dan Manajemen Satwa Liar 2 Konservasi Fauna Langka 3 Keanekaragaman Hayati 4 Pengelolaan Satwa Liar 5
S-2 S-3 Wageningen University Dresden University of Technology Forest and Nature Forest, Geo and Conservation Hydrosciences 2004 2007 2006 Human-Prey-Predator: Determining the roles of habitat and human activities on Komodo dragon (Varanus komodoensis) population and its prey availability, Master Thesis in Wageningen University, The Netherlands 43
2011 An Individualbased Model for the conservation the Sumatran tiger (Panthera tigris sumatrae) in Central Sumatra
2.7. Nama Pembimbing/ Promotor
Dr. Haryono Supriyo Dr. Arend Brunsting
III. PENGALAMAN PENELITIAN Tahun Topik Penelitian 2011 2010
2009
2008 2007
2006 2005
1. Analisis Habitat banteng di Feeding Ground Pring Tali TN Meru Betiri 1. Pengaruh berbagai tipe landuse untuk kelestarian populasi harimau Sumatra 2. Perbandingan Stuktur dan Sensitivitas Model Predator 1. Non-invasive genetic approach untuk estimasi populasi 2. Deforestrasi Hutan Tropis dan kelestarian harimau Sumatra Survey Populasi Rek-rekan di Lereng Gunung Slamet 1. Pengaruh Aktivitas Manusia terhadap Distribusi Banteng di TN Alas Purwo 2. Pemodelan dinamika tumbuhan invasive di Savana Sadengan TN Alas Purwo Fragmentasi Habitat dan Variasi Genetik Rusa Merah di Jerman Pengaruh Aktivitas terhadap distribusi biawak Komodo di TN Komodo dan Cagar Alam Wae Wuul
Prof. Sven Herzog and Prof. Uta Berger
Posisi Peneliti Utama Peneliti Utama
Anggota Peneliti
Anggota peneliti Peneliti Utama
Peneliti Utama Peneliti Utama
IV. PENGALAMAN PENULISAN ARTIKEL ILMIAH DALAM JURNAL 1. Imron, Muhammad Ali, Sven Herzog, Uta Berger, 2011, The Influence of Agroforestry and Other Land-Use Types on the Persistence of a Sumatran Tiger (Panthera tigris sumatrae) Population: An Individual-Based Model Approach, Journal of Environmental Management, in press, DOI 10.1007/s00267-010-9577-0
44
2. Imron, Muhammad Ali, Andre Gergs, Uta Berger, 2011, Structure and Sensitivity Analysis of Individual-based Predator-Prey Models, Journal of Realibility Enginering and System Safety, DOI 10.1016/j.ress.2011.07.005 3. Imron, Muhammad Ali, and Jeffry Oloan Sinaga, 2007, The Effect of human activites on the distribution of Banteng (Bos javanicus) in Alas Purwo National Park, Journal of Forest Science-Gadjah Mada University V. PENGALAMAN MERUMUSKAN KEBIJAKAN PUBLIK/REKAYASA SOSIAL LAINNYA 1. Pembangunan Individual-based Model untuk Konservasi Harimau Sumatera untuk menguji pengaruh berbagai tipe landuse bagi kelestarian harimau Sumatera (20072011). 2. Pembuatan Rencana Restorasi Kawasan Padang Penggembalaan Pring Tali, Taman Nasional Meru Betiri-Kerjasama dengan Balai Taman Nasional Meru Betiri (2011) 3. Evaluasi Kawasan Konservasi di Daerah Istimewa Yogyakarta, Kerjasama dengan Balai Konservasi Sumberdaya Alam D.I. Yogyakarta (2011) 4. Penyusunan Action Plan Tropical Rain Forest Heritage of Sumatra (2011)
Yogyakarta, 26 September 2011 Pengusul,
(Dr. rer. Silv. Muhammad Ali Imron, S.Hut, M.Sc)
45