LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI
Pemetaan dan Identifikasi Fisika - Kimia Sumberdaya Air Laut Sebagai Bahan Baku Pembuat Garam di Wilayah Pesisir Jawa Timur Penanggung Jawab Program Dr. Bagiyo Suwasono, S.T., M.T. Ali Munazid, S.T., M.T. Aris Wahyu Widodo, S.T.
Dibiayai oleh Kopertis VII Jawa Timur Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Surat Perjanjian Pelaksanaan Hibah Penelitian Lanjutan Nomor 027/SP2H/PDSTRL/KL/II/2013 Tanggal 15 Pebruari 2013
UNIVERSITAS HANG TUAH DESEMBER 2013
HALAMAN PENGESAHAN
1. Judul Penelitian
2. Peneliti Utama a. Nama lengkap b. Jenis kelamin c. NIP/NIK d. Pangkat/Golongan e. Jabatan Struktural f. Jabatan Fungsional g. Fakultas/Jurusan h. Pusat Penelitian i. Alamat j. k. l. m.
Telpon/faks Alamat Rumah Telepeon/Faks E-mail
: Pemetaan dan Identifikasi Fisika – Kimia Sumberdaya Air Laut Sebagai Bahan Baku Pembuat Garam di Wilayah Pesisir Jawa Timur : Dr. Bagiyo Suwasono, S.T., M.T. : L / PP : - / 01120 ::: Lektor Kepala : Teknik dan Ilmu Kelautan / Teknik Perkapalan : Laboratorium Perancangan & Pemodelan : Jl. Arif Rahman Hakin No. 150, Keputih Sukolilo Surabaya. : 031-5945864, 5945894 / 031-5946261 : Per. Pondok Jati II BI – 19 Sidoarjo : 08123534191 / :
[email protected].
3. Jangka Waktu Penelitian
: 2 (dua) tahun
4. Pembiayaan Tahun ke 2 • Dikti • Univ. Hang Tuah
: Rp. 75.000.000,: Rp. 10.000.000,-
Mengetahui, Dekan FTIK
Surabaya, 19 Desember 2013 Ketua Peneliti
Dr. Viv Djanat Prasita, M.App.Sc. NIK. 01050
Dr. Bagiyo Suwasono, S.T., M.T. NIK. 01120
Menyetujui, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat
Drs. Karma Budiman, Apt. M.M. NIK. 02374 2
I. Identitas dan Uraian Umum 1.
Judul Penelitian
2.
Ketua Peneliti a. Nama Lengkap b. Jabatan c. Jurusan/Fakultas d. Perguruan Tinggi e. Alamat Surat f. Telpon/faks g. E-mail
3.
: Pemetaan dan Identifikasi Fisika - Kimia Sumberdaya Air Laut Sebagai Bahan Baku Pembuat Garam di Wilayah Pesisir Jawa Timur. : : : : :
Dr. Bagiyo Suwasono, S.T, M.T. Teknik Perkapalan / Teknik dan Ilmu Kelautan Universitas Hang Tuah Surabaya Jl. Arif Rahman Hakin No. 150, Keputih Sukolilo Surabaya. : 031-5945864, 5945894 / 031-5946261 :
[email protected]
Tim Peneliti No 1.
2. 3
Nama dan Gelar Akademik Dr. Bagiyo Suwasono, S.T., M.T. Ali munazid, S.T., M.T. Aris Wahyu Widodo, S.T.
Bidang Keahlian
Instansi
Rekayasa Produktivitas dan Manajemen Industri Maritim Perancangan Bangunan Laut Oseanografi
Universitas Hang Tuah
Alokasi Waktu (jam/minggu) 10
Universitas Hang Tuah
8
Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kelautan dan Perikanan
8
4.
Obyek Penelitian
: Air Laut, Garam, Metode Evaporasi, Metode Pencucian
5.
Masa Pelaksanaan • Mulai • Berakhir
; Maret 2013 : Desember 2013
6. Biaya Tahun ke 2 • Dikti • Univ. Hang Tuah
: Rp. 75.000.000,: Rp. 10.000.000,-
7.
Lokasi Penelitian
: Wilayah Laut dan Pesisir Jawa Timur
8.
Temuan yang ditargetkan • Keterkaitan wilayah zonasi antara lahan garam dan bahan baku air laut yang memiliki komposisi ion pada salinitas tertentu di Wilayah Pantai Utara Jawa Timur dan Pantai Selatan Pulau Madura. • Pengaruh lumpur Sidoarjo terhadap terhadap perubahan parameter fisika – kimia air laut sebagai bahan baku pembuat garam di wilayah pesisir Sedati – Sidoarjo. 3
• • 9.
Model proses evaporasi air laut sebagai bahan baku pembuat garam dengan sistem pemanasan secara tertutup dan terbuka. Model proses pelembutan garam krosok melalui mesin disk mill dengan air tawar maupun air tua sebagai media pencuci.
Publikasi Ilmiah dan Paten • Seminar Nasional Kelautan VIII, Pengelolaan Sumberdaya Kelautan Berbasis IPTEKS untuk Kemakmuran Bangsa, UHT Surabaya, Kamis 24 Mei 2012. Judul makalah: Identifikasi Awal Garam Krosok dan Air Laut sebagai Komoditas Strategis di Wilayah Pesisir Jawa Timur. • Jurnal Segara, ISSN 1907 – 0659, Terakreditasi LIPI Berdasarkan Nomor Akreditasi 110/AKRED-LIPI/P2MBI/10/2007, Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Nonhayati, Badan Penelitian dan Pengembangan Kementrian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. Judul makalah: Identifikasi Fisika-Kimia dan Model Evaporasi Air Laut Pantai Utara Jawa Timur sebagai Bahan Baku Pembuat Garam Rakyat. • Potensi paten sederhana, yaitu: Metode evaporasi air laut secara bertingkat atau Penambahan aliran fluida cair dan udara pada proses pencucian garam krosok di mesin disk mill.
10. Instansi lain yang terlibat SMK Sunan Drajat Lamongan, Pondok Pesantren Sunan Drajat Banjaranyar Paciran Lamongan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pesisir, Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. 11. Keterangan lain yang dianggap perlu Dengan memperhatikan kebijakan swasembada garam 2015, sejarah penggaraman nasional, permasalahan produksi maupun tata niaga garam, dan kebijakan zonasi di daerah, maka berbagai faktor tersebut akan menjadi angin segar dalam mendukung implementasi Program Swasembada Garam Nasional. Berbagai upaya pembaharuan data dan informasi tentang eksistensi lahan garam maupun kualitas bahan baku air laut di wilayah pesisir Jawa Timur melalui penelitian unggulan ini merupakan langkah awal untuk penelitian lebih lanjut tentang teknologi pemurnian air laut dan garam krosok dengan memanfaatkan kemampuan aliran fluida cair maupun udara. Sedangkan penelitian ini merupakan wujud kerjasama antara Fakultas Teknik dan Ilmu Kelautan – Universitas Hang Tuah (FTIK – UHT), SMK Sunan Drajat Banjaranyar Paciran Lamongan, dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pesisir Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan – Kementerian Kelautan dan Perikanan (Pulitbang Sulap Balitbang KP – KKP), maupun Rencana Induk Penelitian (RIP) dan Roadmap Penelitian tentang Garam yang disampaikan terlampir. 4
12. Kontribusi mendasar pada bidang ilmu Kontribusi keilmuan yang diberikan kepada ilmu manajemen produksi, kartografi, dan oseanografi merupakan gagasan fundamental dan orisinalitas untuk menjelaskan keterkaitan antara eksistensi lahan garam dan bahan baku air laut di wilayah pesisir Jawa Timur. Keterkaitan ini sebagai upaya peningkatan produktivitas garam rakyat melalui pengembangan IPTEK Zonasi Terintegrasi dengan metode pemurnian secara bertingkat.
II. Substansi Penelitian ABSTRAK Teknologi proses produksi garam yang dikenal di Indonesia ada 2 (dua) jenis, yaitu: teknologi kristalisasi bertingkat dan teknologi kristalisasi total. Sedangkan kondisi 70% proses pembuatan garam rakyat dilakukan di lahan-lahan garam dengan luas kepemilikan relatif sempit (0,5 – 3 ha) dan menggunakan teknologi kristalisasi total, sehingga produk garam yang dihasilkan cenderung memiliki kadar NaCl berkisar 80% dengan produktivitas lahan mencapai 60 ton/ha/tahun. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas garam rakyat belum memenuhi kategori yang ditetapkan oleh Standar Nasional Indonesi (SNI) maupun upaya peningkatan produktivitas lahan yang lebih tinggi. Oleh karena itu tujuan dari penelitian ini adalah menghasilkan data dan informasi terintegrasi antara lahan garam dengan bahan baku air laut melalui parameter fisika – kimia di wilayah pesisir dan laut Jawa Timur. Penelitian dilakukan pada periode musim panas dan panen garam rakyat di lokasi sekitar pesisir dan laut. Tahun pertama dilakukan pada 5 lokasi sampel di Pantai Utara Jawa Timur (Tuban, Lamongan, Gresik, Porong, dan Sidoarjo), 2 lokasi sampel di Pantai Selatan Madura (Pamekasan dan Sumenep), dan 1 lokasi sampel di Pantai Selatan Jawa Timur (Sendang Biru – Malang). Sedangkan tahun kedua dilakukan pada 3 lokasi sampel di Pantai Utara Jawa Timur (Garam Samudra Paciran Lamongan, Pasuruan, dan Probolinggo), 1 lokasi sampel di Pantai Timur Jawa Timur (Pantai Blimbingsari – Banyuwangi), 1 lokasi sampel di Pantai Selatan Jawa Timur (Pantai Watu Ulo – Jember), dan 1 lokasi sampel di Pantai Utara Madura (Pantai Cemara – Kecamatan Tanjung Bumi). Kegiatan pemetaan lahan garam dan rencana titik pengambilan sampel garam rakyat maupun air laut menggunakan perangkat lunak Google Earth – ArcGIS, eksisting lahan garam, dan beberapa data sekunder. Kegiatan fisika dilakukan pengamatan pasang surut dan kecerahan air laut, sedangkan untuk pengukuran dilakukan pada suhu dan salinitas air laut. Kegiatan kimia dilakukan pengamatan maupun perhitungan berbagai parameter yang berhubungan dengan komposisi ion air laut dan garam rakyat. Untuk kegiatan eksperimen dan uji coba dilakukan pada model evaporasi bertingkat dan disk mill untuk mendapatkan parameter fisika-kimia pada variasi kristal garam, variasi kepekatan air tua, berbagai endapan mineral, dan air distilasi. Hasil pengambilan sampel garam krosok memberikan informasi tentang kualitas kadar garam di wilayah Pantura Jawa Timur berkisar 85,19% ≤ NaCl ≤ 86,76% dan 5
Pantai Selatan Pulau Madura berkisar 76,43% ≤ NaCl ≤ 89,90%, sedangkan sampel air laut untuk parameter Na+ < 10 gr/kg dan Cl- < 19 gr/kg. Ekperimen pertama menggunakan sebuah model evaporasi bertingkat yang berbahan baku air laut dengan integrasi 3 (tiga) energi (sinar matahari, gas elpiji dan udara bertekanan) menunjukkan hasil kualitas kadar garam berkisar 93,14% ≤ NaCl ≤ 94,40%, viskositas air tua berkisar 200 < Be < 300, senyawa terendapkan untuk parameter Ca2+, Fe2+ cenderung turun dan Mg2+ cenderung naik, dan hasil air distilasi sebagai air mineral. Eksperimen kedua menggunakan model disk mill yang menunjukkan peran media air (tawar, payau, dan air laut) dan media udara dalam proses percepatan pencucian maupun peningkatan kadar garam. Kata kunci: parameter fisika – kimia, air laut, garam rakyat, model evaporasi bertingkat, air tua, endapan mineral, air distilasi, model disk mill I.
RUMUSAN MASALAH Berdasarkan Kolaborasi RIP dan Roadmap Penelitian tentang Garam antara FTIK – UHT dan Puslibang Sulap Balitbang KP – KKP menunjukkan bahwa belum ada kegiatan penelitian mendasar sebagai masukan awal untuk potensi air laut sebagai bahan baku pembuat garam. Oleh karena itu hasil kegiatan penelitian berupa pemetaan dan identifikasi fisika – kimia sumberdaya air laut akan menghasilkan sebuah data dan informasi tentang parameter fisika – kimia sumberdaya air laut, dan sebuah model yang dapat menentukan lokasi dan waktu optimum untuk pengambilan bahan baku air laut yang berkualitas. Menurut Hernanto dan Kwartatmono (2001) menunjukkan bahwa ada 3 (tiga) sumber garam yang diperoleh dari alam sampai dengan saat ini, yaitu: • Air laut dan Air danau asin Garam yang bersumber dari air laut terdapat di Mexico, Brazilia, RRC, Australia, dan Indonesia mencapai produksi ± 40%. Sedangkan yang bersumber dari air danau asin terdapat di Jordania, (Laut Mati), Amerika Serikat (Great Salt Lake), dan Australia mencapai produksi ± 20% dari total produk dunia. • Deposit dalam tanah dan Tambang garam Terdapat di Amerika Serikat, Belanda, RRC, dan Thailand yang mencapai produksi ± 40% dari total produk dunia. • Air dalam tanah Jumlahnya sangat kecil sekali dan dinilai kurang ekonomis. Di Indonesia terdapat di wilayah Purwodadi Jawa Tengah. Di sisi yang lain untuk air yang berasal dari laut merupakan campuran dari 96,5% air murni dan 3,5% material lainnya. Kadar material lainya sebesar 3,5%, memberikan makna bahwa dalam 1.000 mL (1 liter) air laut terdapat 35 gram material, seperti mineral garam, gas terlarut, bahan organic, dan partikel tak terlarutkan. Komposisi 6 (enam) ion terbesar di dalam air laut pada salinitas 35 ppt (3,5 °Be) adalah Cl-, Na+, K+, Mg2+, Ca+, dan SO42- , seperti pada Tabel 1.
6
Tabel 1. Komposisi Ion pada Salinitas 35 ppt No
Ion
Gram per Kg air laut
1 Cl2 Na+ 3 K+ 4 Mg2+ 5 Ca2+ 6 SO427 Br8 F9 B 10 Sr2+ 11 IO3-, ISumber : Riley and Skirrow, 1975
19,3540 10,770 0,3990 1,2900 0,4121 2,7120 0,0673 0,0013 0,0045 0,0079 6,0x10-5
Air laut dengan kadar rata-rata seperti diatas mempunyai sifat-sifat/kelakuan kristalisasi berdasarkan perbedaan kepekatan, seperti pada Tabel 2. Tabel 2. Tingkat Kepekatan dan Senyawa Terendapkan dari Air Laut Tingkat Kepekatan
Giliran Mengkristal/Mengendap
3,00–16,00 Lumpur/Pasir/Fe2O3/CaCO3 17,00–27,00 Gips (Kalsium Sulfat atau CaSO4) 26,25–35,00 Natrium Klorida (NaCl) 27,00–35,00 Garam Magnesium 28,50–35,00 Natrium Bromida Sumber : Riley and Skirrow, 1975
Sedangkan sebagian besar proses pembuatan garam rakyat di Indonesia menggunakan teknologi kristalisasi total, sehingga produk garam yang dihasilkan cenderung memiliki kadar NaCl kurang dari 80%. Hal ini menunjukkan kualitas garam rakyat belum memenuhi kategori yang ditetapkan seperti ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3. Kualitas Garam Berdasarkan Kandungan NaCl Kualitas
Substansi
Kualitas I NaCl>98% Kualitas II 94.4%
Kandungan Air Maksimum 4% Maksimum 5% Lebih dari 5%
Sedangkan Pencanangan Program Swasembada Garam Konsumsi Tahun 2012 dan Garam Industri Tahun 2015 oleh Wakil Presiden Boediono di Ende Nusa Tenggara Timur, beserta Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad pada kesempatan yang sama juga mengatakan bahwa Indonesia masih mengimpor 55% kebutuhan garam nasional dari sejumlah negara. Produksi garam nasional pada 2009 mencapai 1,26 juta ton, jauh lebih rendah dari kebutuhan garam industri dan rumah tangga yang mencapai 2,86 juta ton per tahun, sedangkan produktivitas usaha garam nasional berkisar antara 60 – 70 ton per hektare per tahun, masih rendah dibandingkan Australia dan India yang sudah berada di atas 70 ton per hektare per tahun. Adapun strategi yang sudah disusun pemerintah untuk mencapai target swasembada garam 2015 adalah melalui pemberdayaan usaha garam rakyat melalui intesifikasi lahan aktif, revitalisasi lahan tidur, dan ekstensifikasi lahan baru 7
(Muhanda, 2010). Di sisi lain menurut Tanduk (2011) untuk menuju swasembada garam, kita masih terhambat pada dukungan infrastruktur (pelabuhan dan perkapalan), sentuhan teknologi, dan pengunaan lahan sebagai ladang garam industri dengan asumsi bahwa produktivitas usaha garam mencapai 100 ton per hektare per tahun (sedangkan Australia mencapai 200 ton per hektare per tahun). Dengan memperhatikan uraian di atas menunjukkan bahwa bahan baku garam yang berasal dari air laut terurai dalam komposisi ion, adanya tingkat kepekatan terhadap senyawa yang mengendap, proses pembuatan garam dengan metode evaporasi, strategi implementasi program swasembada garam 2015, tingkat produktivitas garam yang mencapai 60 – 70 ton per hektare per tahun, dan sentuhan teknologi, maka dalam penelitian fundamental ini ada 2 (dua) masalah mendasar yang dapat dijelaskan, yaitu: 1. Pemetaan dan identifikasi kesesuaian eksistensi lahan garam di wilayah Pantai Utara Pulau Jawa Timur, Pantai Selatan Pulau Madura, dan Pantai Selatan Jawa Timur. 2. Pola dinamika parameter fisika – kimia pada sumber bahan baku air laut maupun sebagai media pencuci untuk produk garam rakyat di wilayah Pantai Utara Jawa Timur dan Pantai Selatan Pulau Madura. II. KAJIAN PUSTAKA Garam atau lebih dikenal dengan nama garam meja, termasuk dalam kelas mineral halida atau dikenal dengan nama halite, dengan komposisi kimia sebagai Natrium Klorida (NaCl) yang terdiri atas 39,3% Natrium (Na) dan 60,7% Klorin (Cl). Garam ini, umumnya berada bersama gypsum dan boraks, sehingga akan terendapkan setelah gypsum terendapkan pada proses penguapan air laut. Nama halite berasal dari Greek “hals meaning salt” (Kerry Magruder, Guidelines for Rock Collection). Beberapa sifat garam atau Natrium Klorida yaitu berbentuk kristal atau bubuk putih dengan sistem isomerik berbentuk kubus, bobot molekul 58,45 g/mol, dan larut dalam air (35,6 g/100 g pada 0°C dan 39,2 g/100 g pada 100°C). Garam dapat larut dalam alkohol, tetapi tidak larut dalam asam Klorida pekat, mencair pada suhu 801°C, dan menguap pada suhu diatas titik didihnya (1413°C). Hardness 2,5 skala MHO, bobot jenis 2,165 g/cm3, tidak berbau, tidak mudah terbakar dan toksisitas rendah, serta mempunyai sifat higroskopik sehingga mampu menyerap air dari atmosfir pada kelembaban 75% (Chemical Index, 1993).
Gambar 1. Molekul NaCl atau Garam (Chemical Index, 1993) 8
Garam alami selalu mengandung senyawa Magnesium Klorida, Magnesium Sulfat, Magnesium Bromida, dan senyawa runut lainnya, sehingga warna garam selain merupakan Kristal transparan juga bisa berwarna kuning, merah, biru atau ungu. Garam banyak dimanfaatkan dalam berbagai macam produk dan diestimasikan sekitar 14.000 produk menggunakan garam sebagai bahan tambahan (The Salt Manufacturer’s Association, United Kingdom). Di sisi yang lain Indonesia sebagai negara kepulauan hingga saat ini untuk proses pembuatan garam, khususnya garam krosok masih terkonsentrasi di Pulau Jawa dan Pulau Madura. Sedangkan potensi luas lahan pegaraman di Indonesia mencapai ± 33.625 ha tetapi baru sekitar 17.623 ha (52,4%) yang dapat dimanfaatkan untuk memproduksi garam. Lahan garam tersebut tersebar di 7 propinsi yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sulsel, NTB, NTT, dan Sulteng sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2 dan Tabel 4. Sedangkan kebutuhan garam pada tahun 2009 untuk konsumsi mencapai 700 ribu ton, dan di luar konsumsi mencapai 2.395 ribu ton. Selain itu garam juga digunakan untuk pengasinan ikan, industri khlor alkali, industri makanan, industri tekstil, penyamakan kulit, garam mandi/spa, perminyakan, farmasi dan perkebunan (Dit. Industri, 2009). Dari berbagai kebutuhan dan pengunaannya, maka garam sebagai komoditas akan selalu dibutuhkan manusia seperti halnya kebutuhan manusia akan makanan, sehingga fungsi garam untuk konsumsi tidak dapat digantikan. Oleh karena itu sifat garam menjadi lebih sensitif dan layak untuk diposisikan sebagai komoditas strategis. Manusia tanpa garam tidak mungkin hidup, karena garam bertindak sebagai pengatur aliran makanan dalam tubuh, kontraksi hati dan jaringan-jaringan dalam tubuh. Dalam tubuh orang dewasa, mengandung sekitar 250 gram garam (Pusriswilnon BRKP, 2006).
Gambar 2. Kawasan Lahan Pegaraman Indonesia
(Dirjen Bina Pasar & Distribusi Perdagangan Dalam Negeri, 2006)
9
Tabel 4. Data Areal dan Produksi Garam No 1 2 3 5 6 6 7 8 9
Propinsi
Luas Lahan (Ha) Nominatif Produktif
ACEH JABAR JATENG JATIM BALI NTB NTT SULSEL SULTENG Total Sumber: Deperindag, 2003
-2.787 3.249 13.047 -1.574 9.704 1.264 2.000 33.625
-1.746 3.248 9.713 -1.052 304 1.260 300 17.623
Produksi 2002 Ton/Ha Ton -74 68 59 -58 33 56 60 62
10.000 130.000 220.000 570.000 2.200 61.000 10.000 70.000 18.000 1.091.200
% 0,9 11,9 20,2 52,2 0,2 5,6 0,9 6,4 1,6 100
Dari segi teknologi proses produksi garam yang dikenal di Indonesia ada 2 (dua) jenis, yaitu: teknologi kristalisasi bertingkat dan teknologi kristalisasi total. Kondisi 70% proses pembuatan garam yang dilakukan rakyat di lahan-lahan garam dengan luas kepemilikan lahan relatif sempit (0,5 – 3 ha) menggunakan teknologi kristalisasi total, dimana produktivitas lahan berkisar 60 ton per hektare per tahun dengan kualitas garam di bawah Standar Nasional Indonesi (SNI). Sedangkan kondisi 30% dilakukan oleh PT. Garam (Persero) dengan teknologi kristalisasi bertingkat, penyempurnaan tata lahan dan manajemen produksi lahan agar supaya menghasilkan produktvitas yang lebih tinggi dengan kualitas memenuhi SNI (Hernanto dan Kwartatmono, 2001). Bahan baku pembuatan garam yang berasal dari air laut akan memerlukan teknik-teknik khusus agar mineral-mineral yang kurang dikehendaki dapat dipisahkan. Mineral yang cukup banyak di dalam garam air laut adalah Natrium, Magnesium, Kalsium, Klorida dan Sulfat. Apabila Kalsium dan Magnesium dapat dipisahkan, maka Sulfat juga akan ikut, sehingga diharapkan garam yang dihasilkan akan mengandung kadar NaCl > 95%. Teknologi pembuatan garam yang telah dilakukan menggunakan metode penguapan atau evaporasi (evaporation) air laut dengan tenaga surya atau bahan bakar, metode elektrodialisis (ion exchange membrane), dan metode penambangan garam dari batuan garam (rock salt), seperti ditunjukkan pada Gambar 3.
Gambar 3. Metode Evaporasi atau Penguapan dengan Sinar Matahari (Amarullah, Husni dan Sriyanto, 2006) 10
Menurut Jumaeri, dkk (2003) bahwa air laut yang diuapkan akan menghasilkan kristal garam, yang biasa disebut sebagai garam krosok. Apabila tidak ada proses lanjutan, maka garam krosok yang dihasilkan masih bercampur dengan senyawa lain yang terlarut, seperti MgCl2, MgSO4, CaSO4, CaCO3, KBr dan KCl dalam jumlah yang kecil. Untuk meningkatkan kualitas produk garam dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu: kristalisasi bertingkat, rekristalisasi, pencucian garam, atau dengan penambahan bahan pengikat pengotor. Sulityaningsih, dkk (2010) pengikat pengotor NA2C2O4 – NAHCO3 dan NA2C2O4 – NA2CO3 dapat dilakukan melalui metode kristalisasi air tua. Saksono (2002) menunjukkan bahwa proses pencucian dapat mempengaruhi komposisi garam. Persen Mg yang hilang akibat pencucian akan lebih besar dibandingkan dengan Ca. Ukuran partikel garam yang dicuci juga mempengaruhi efektifitas penghilangan kandungan Ca, Mg dan zat-zat pereduksi. Hal ini disebabkan karena bertambahnya luas permukaan kontak air pencuci dengan permukaan garam. Pencucian dengan menggunakan larutan garam, menunjukkan bahwa semakin rendah konsentrasi larutan garam, maka semakin efektif dalam menghilangkan senyawa Mg dalam garam. Namun kehilangan garam juga semakin besar (18.6 %). Sedangkan untuk larutan pencuci dengan menggunakan air bersih, maka semakin tinggi rasio volume air dan garam akan semakin efektif untuk menghilangkan Mg. Namun dari segi kehilangan garamnyapun paling besar (39,4%), dibandingkan pencucian dengan air bersih lainnya. Program Iptekmas Garam yang diluncurkan oleh Balitbang Kementerian Kelautan dan Perikanan yang bekerjasan dengan Fakultas Teknik dan Ilmu Kelautan Universitas Hang Tuah menghasilkan sebuah produk unggulan berupa mesin pencucian garam krosok. Hasil uji coba untuk pencucian garam lokal Tuban menunjukkan bahwa masih ada senyawan lain yang terikat di dalam garam krosok, seperti lumpur, kerang, pasir, busa, dan senyawa terlarut lainnya. Sedangkan pencucian garam impor India relatif lebih bersih, hanya muncul pasir dan senyawa terlarut lainnya (Hendrajana dan Suwasono, 2010). Berdasarkan uraian di atas menunjukkan bahwa garam sebagai komoditas strategis yang berbahan baku air laut akan memerlukan berbagai perlakuaan khusus. Dari segi kualitas produk memerlukan eksplorasi dan eksploitasi data dari senyawa maupun dinamika air laut, berbagai sentuhan teknologi penguapan/evaporasi hingga kristalisasi, dan teknologi pasca panen. Dari segi produktivitas usaha garam memerlukan informasi berupa eksistensi maupun potensi lahan untuk dilakukan intensifikasi lahan aktif, revitalisasi lahan tidur, dan ekstensifikasi lahan baru. Sedangkan uraian tersebut belum menjelaskan model hubungan antara perubahan dinamika fisika - kimia sumber bahan baku maupun media pencuci terhadap tingkat kepekatan dan senyawa terendapkan dari air laut melalui promil maupun derajat Baume meter. Untuk hasil penginderaan jauh, survey lapangan, dan kajian kesuaian lahan garam di Pulau Jawa dan Madura oleh BAKOSURTANAL pada tahun 2010 yang dioleh melalui perangkat pengolah citra (ENVI) dan ArcGIS menunjukkan bahwa luas total hasil verifikasi lapangan di 3 (tiga) Propinsi Pulau Jawa dan Madura 11
mencapai 26.210,82 Ha, sedangkan data referensi mencapai 17.982 Ha. Luas lahan garam terbesar ditemukan di Kabupaten Sampang dan Sumenep dari Pulau Madura, kemudian menyusul Kabupaten Pati dan Indramayu dari Pulau Jawa. Pada tahun 2010 ini belum semua kebutuhan peta nasional lahan garam terpenuhi, khususnya untuk beberapa kabupaten di lingkup Pulau Jawa dan Madura yang belum disurvei dan beberapa kabupaten di luar Pulau Jawa dan Madura. Meskipun beberapa kabupaten lain, seperti Kerawang, Tuban, Surabaya, Sidorajo, Pasuruan, dan Probolinggo yang belum dilakukan verifikasi on the spot, namun luas area sentra produksi garam yang berhasil diverifikasi telah melebihi dari asumsi semula yang berhubungan dengan data yang beredar saat ini. Perbadingan data hasil survei verifikasi lahan garam Pulau Jawa dan Madura dan data dari Departemen Perindustrian dan Perdagangan untuk wilayah yang sama relatif tidak berbeda jauh, tetapi dari porsi lahan yang diliput memberikan perbedaan yang cukup signifikan seperti ditunjukkan pada Tabel 5. Tabel 5. Survei Lahan Garam di Pulau Jawa dan Madura No 1
Kabupaten Sumenep
Kategori lahan
Data Survei*
Lahan PT. .Garam 3.317,65 Lahan PT. Garam 42,14 Lahan Rakyat 539,15 Lahan .Kerjasama 108,77 PT. Garam dan Rakyat 2 Sampang Lahan PT. .Garam 1.216,78 Lahan Rakyat 4.664,9 3 Pamekasan Lahan Rakyat 2.545,48 4 Gresik Lahan Rakyat 608,86 Lahan Rakyat 5 Pasuruan (Belum verifikasi ulang) Lahan Rakyat 6 Probolinggo (Belum verifikasi ulang) Lahan Rakyat 7 Surabaya (Belum verifikasi ulang) Lahan Rakyat 8 Sidoarjo (Belum verifikasi ulang) Lahan Rakyat 9 Lamongan (Belum verifikasi ulang) Lahan Rakyat 10 Tuban (Belum verifikasi ulang) Jumlah Propinsi Jatim (Ha) 13.043,73 11 Brebes Lahan Rakyat 489,92 12 Pati Lahan Rakyat 2.453,79 13 Rembang Lahan Rakyat 1.890,77 Lahan Rakyat 14 Demak (Belum verifikasi ulang) Lahan Rakyat 15 Jepara (Belum verifikasi ulang) Jumlah Propinsi Jateng (Ha) 4.834,48 Lahan Rakyat 16 Karawang 1.435,56 (Belum verifikasi ulang) 17 Cirebon Lahan Rakyat 2.730,75 18 Indramayu Lahan Rakyat 4.166,30 Jumlah Propinsi Jabar (Ha) 8.332,61 TOTAL LUAS LAHAN GARAM 3 PROPINSI (Ha) 26.210,82 Sumber : *) BAKOSURTANAL, 2010; **) Deperindag, 1999
Data Sekunder** 2.767
4.849 1.414 488 157 285 2.237 468 112 270 13.047 84 1.117 1.097 266 625 3.189 50 1.106 590 1.746 17.982,00
12
Berdasarkan uraian dan tabulasi di atas menunjukkan bahwa luas lahan garam Propinsi Jawa Timur menempati urutan pertama dengan 6 (enam) kabupaten yang belum diverifikasi, seperti Tuban, Lamongan, Surabaya, Sidoarjo Pasuruan, dan Probolinggo. Dari segi kategori lahan belum menunjukkan data dan informasi berupa eksistensi maupun potensi lahan dalam kondisi intensifikasi untuk lahan aktif, revitalisasi untuk lahan tidur, maupun ekstensifikasi untuk lahan baru. Oleh karena itu, ilmu pengetahuan tentang pemetaan lahan garam, dinamika air laut, dan berbagai senyawa ion dapat diketahui lebih dini untuk menyiapkan bahan baku air laut, media pencuci, dan lahan garam dalam kondisi yang optimum. III. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang dilakukan selama 1 (satu) tahun ditunjukkan pada diagram di bawah ini. Start Penentuan Lokasi Penelitian Berbasis Lahan Garam dan Dinamika Air Laut Wilayah Pantai Jawa Timur Google Earth – Google Maps: Pemetaan Eksistensi dan Potensi Lahan Garam
Pengambilan sampel dan Identifikasi Garam Krosok & Air Laut
Uji Fisika – Kimia Garam Krosok & Air Laut
Model Disk Mill Air Laut & Garam Krosok
Model Evaporasi Bertingkat Air Laut & Air Tua Lahan Garam
Uji Fisika - Kimia Air Tua, Endapan & Garam
Uji Fisika - Kimia Air Tua, Endapan & Garam
Analisa Spatial - Statistika Air Laut, Garam, Evaporasi & Disk Mill
Stop
Gambar 4. Diagram Metode Penelitian 13
•
Penentuan Lokasi Penelitian Prioritas utama penentuan lokasi penelitian adalah sumber bahan baku dan lahan garam yang masih aktif maupun dalam kondisi intensifikasi/revitalisasi di sekitar Pantai Utara Jawa Timur dan Pantai Selatan Pulau Madura. Prioritas kedua pada potensi sumber bahan baku dan lahan garam dengan kondisi ekstensifikasi di sekitar wilayah Pantai Selatan Jawa Timur dan Pantai Utara Madura. Selain itu, kegiatan penelitian ini diarahkan pada musin kemarau dan panen garam rakyat. Sedangkan penentuan lokasi untuk pengambilan sampel garam krosok dan air laut di sekitar Pantai Utara Jawa Timur dan Pantai Selatan Pulau Madura didasarkan pada pola pasang surut air laut (Wyrtki, 1961) dan data hasil survey lahan garam (Deperindag, 1999; BAKOSURTANAL, 2010).
Gambar 5. Pasut Air Laut Indonesia (Wyrtki, 1961) •
•
Identifikasi dan Pemetaan Lahan Garam Identifikasi luas lahan garam milik rakyat maupun industri di sekitar Pantai Utara Jawa Timur dan Pantai Selatan Pulau Madura dengan kondisi intensifikasi, revitalisasi, dan ekstensifikasi (BAKOSURTANAL, 2010). Kegiatan pemetaan dilakukan dengan menggunakan Google Earth – ArcGIS software pada lahan-lahan garam dalam kondisi intensifikasi, revitalisasi, dan ekstensifikasi maupun berbagai attribut yang melekat. Pengambilan sampel Pengambilan sampel garam krosok dilakukan pada hasil kristalisasi lahan garam maupun gudang penyimpanan garam krosok milik rakyat yang berada di sekitar Pantai Utara Jawa Timur dan Pantai Selatan Pulau Madura. Sedangkan pengambilan sampel air laut dilakukan dengan menggunakan perahu tradisional milik rakyat dengan arah mendekati lahan garam dan titik di bawah 1,5 meter 14
dari permukaan air laut pasang, dimana titik tersebut digunakan oleh para petambak garam sebagai sumber utama bahan baku pembuatan garam krosok.
Area Sampel
Gambar 6. Batas Pantai dan Laut (Bengen, 2002; UU No.32 Tahun 2004; UU No.27 Tahun 2007) •
Model Evaporasi dan Disk Mill Pengembangan model evaporasi secara bertingkat dilakukan dengan kegiatan rancang bangun sebuah alat evaporasi air laut maupun air tua dari lahan garam dengan ukuran skala laboratorium. Hasil akhir berupa air tua dengan berbagai ukuran viskositas, endapan non garam, dan endapan kristal garam. Eksperimen metode ini mengadopsi metode evaporasi secara bertingkat dan menggunakan tenaga panas matahari serta disesuaikan pada kondisi pembuatan garam krosok di lahan yang didasarkan pada konsep Portugis.
Gambar 7. Prose Pembuatan Garam Krosok (Purbani, 2002) Sedangkan pengembangan model disk mill dilakukan dengan kegiatan rancang bangun sebuah alat pelembut garam krosok dengan air laut sebagai media pencuci pada ukuran skala mini plant. Hasil akhir berupa garam halus, air tua dengan berbagai ukuran viskositas, dan endapan non garam. •
Uji Parameter Fisika dan Kimia. Identifikasi dan pengujian parameter fisika dan kimia adalah proses eksplorasi dan eksploitasi berbagai parameter fisika dan kimia yang ada pada sumberdaya 15
air laut. Data diperoleh dengan melakukan pengukuran dan pengamatan di sekitar wilayah Pantai Jawa Timur dan Pulau Madura. Adapun parameter fisika dan kimia yang mempengaruhi kualitas bahan baku pembuat garam adalah pasang surut, arus, suhu, salinitas, kecerahan, substrat dasar, unsure hara dan kandungan oksigen yang terlarut. Pengamatan secara visual untuk parameter fisika dilakukan pada saat survey berlangsung, seperti diameter dan kebersihan garam krosok, maupun temperatur, kecerahan dan salinitas air laut. Sedangkan pengujian parameter kimia dilakukam di Laboratorium Kimia pada Fakultas Saintek Univ. Airlangga Surabaya dengan pendekatan Teori Rilley dan Skirrow tahun 1975 untuk air laut, Peraturan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Nomor 02/DAGLU/PER/5/2011 untuk kualitas garam krosok, dan Standar Nasional Indonesia atau SNI tahun 2000/2010 untuk garam konsumsi beryodium. Tabel 6. Kualitas Garam Krosok Kualitas
%NaCl
Tampilan Fisik
Ukuran Butiran
Harga (Rp/kg)
KP1 94,7 Putih bening dan Bersih Min 4 mm 750 KP2 85 ≤ NaCl < 94,7 Putih Min 3 mm 550 Sumber : Peraturan Dirjen Perdagangan Luar Negeri No 02/DAGLU/PER/5/2011
Tabel 7. Syarat Mutu Garam Konsumsi Beryodium No
Jenis Uji
1
Satuan
Persyaratan SNI 01-35562000
Kadar air (H2O) (b/b) % Maks 7 Kadar NaCl (natrium klorida) 2 Dihitung dari jumlah klorida % Min 94,7 (Cl) (b/b) adbk Bagian yang tidak larut dalam 3 % air (b/b) adbk Yodium dihitung sebagai 4 mg/kg Min 30 kalium iodat (KIO3) adbk 5 Cemaran logam: 5.1 Kadmium (Cd) mg/kg 5.2 Timbal (Pb) mg/kg Maks 10,0 5.3 Tembaga (Cu) mg/kg Maks 10,0 5.3 Raksa (Hg) mg/kg Maks 0,1 5.4 Arsen (As) mg/kg Maks 0,1 Catatan: b/b adalah bobot/bobot dan adbk adalah atas dasar bahan kering
•
Persyaratan SNI 3556:2010 Maks 7 Min 94 Maks 0,5 Min 30 Maks 0,5 Maks 10,0 Maks 0,1 Maks 0,1
Analisa Spasial - Statistika Analisa dilakukan dengan pendekatan spasial dan statistika deskriptif inferensial (Mendenhall & Sincich, 1992) untuk memperoleh informasi tentang kualitas produk garam krosok, garam halus, viskositas air tua, maupun parameter kimia pada air laut dan air tua.
IV. LUARAN PENELITIAN Berdasarkan pasut air laut dan keberadaan lahan garam di wilayah Pulau Jawa dan Madura, maka lokasi titik pengambilan sampel yang telah direncanakan di wilayah Pantura Jawa Timur dan Selatan Pulau Madura meliputi Tuban, Lamongan, 16
Gresik, Sidoarjo, Pamekasan, dan Sumenep, seperti ditampilkan pada Gambar 8 dan Tabel 8. Sedangkan hasil pengujian sampel untuk garam krosok dan air laut juga ditampilkan pada Tabel 9 hingga 11.
Gambar 8. Peta Lokasi Sampel Jawa Timur (Google Maps) Tabel 8. Pengambilan Sampel Tahun 2012 dan 2013 GPS No
Lokasi
1
Tuban Paciran, Lamongan
60 54’ 10,7” 6 52’ 28,0”
112 23’ 31,6”
Delegan, Gresik
60 54’ 14,5”
1120 29’ 25,2”
60 52’ 29,7”
1120 23’ 31,6”
Air laut
70 33’ 54,2”
1120 52’ 21,2”
Air Laut Garam krosok Air laut Garam krosok Air laut Garam krosok Air laut Air laut
2.1 3 2.2 4
Garam Sumudra Ponpes Sunan Drajat Muara Kali Porong (Lumpur Sidoarjo)
Bujur Selatan
0
Bujur Timur
Jenis Pasut
Jenis Sampel
Harian Tunggal
Garam Krosok Garam krosok Air laut Garam krosok Air laut
1120 07’ 54,8” 0
5
Sedati, Sidoarjo
70 25’ 59,6”
1120 47’ 48,4”
6
Pamekasan Madura
70 14’ 47,5”
1130 31’ 14,8”
7
Sumenep Madura
70 02’ 50,5”
1130 55’ 08,2”
9
Klesik Pasuruan Pajarakan Probolinggo Bangkalan Madura Sendang Biru Malang Blimbingsari, Banyuwangi Watu Ulo Jember
70 37’ 37,1”
1120 54’ 12,2”
70 44’48,6”
1130 23’ 14,1”
Air laut
60 53’ 44,5”
1130 36’ 48,2”
Air laut
80 25’ 59,9”
1120 41’ 08,6”
80 19’ 26,3”
1140 21’ 30,7”
10 13 8 11 12
0
8 25’ 32,3”
0
113 34’ 13,9”
Campuran, Condong ke Harian Tunggal
Campuran, Condong ke Harian Ganda
Air Laut Air laut Air laut 17
Definisi pola pasut ait laut pada lokasi pengambilan sampel menurut Wyrtki (1961) adalah sebagai berikut: 1. Harian Tunggal (Diurnal Tide) adalah pasut yang hanya terjadi satu kali pasang dan satu kali surut dalam satu hari. Ini terdapat di Tuban, Paciran Lamongan, Garam Samudra Ponpes Sunan Drajat, dan Delegan Gresik. 2. Campuran Condong Harian Tunggal (Mixed Tide, Prevailing Diurnal) adalah pasut yang tiap harinya terjadi satu kali pasang dan satu kali surut tetapi terkadang dengan dua kali pasang dan dua kali surut yang sangat berbeda dalam tinggi dan waktu. Ini terdapat di Muara Kali Porong Lumpur Sidoarjo, Sedati Sidaorjo, Pademawu Pamekasan, Kaliageti Sumenep, Klesik Pasuruan, Pajarakan Probolinggo, dan Cemara Bangkalan Madura. 3. Campuran Condong Harian Ganda (Mixed Tide, Prevailing Semi Diurnal) adalah pasut yang terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam sehari tetapi terkadang terjadi satu kali pasang dan satu kali surut dengan memiliki tinggi dan waktu yang berbeda. Ini terdapat di Sendang Biru Malang, Blimbingsari Banyuwangi, dan Watu Ulo Jember. Tabel 9. Hasil Uji Garam Krosok Non Yodium No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Lokasi Tuban Lamongan Gresik-1 Gresik-2 Gresik-3 Gresik-4 Gresik-5 Gresik-6 Sedati Pamekasan Sumenep-1 Sumenep-2
% NaCl 86,13 87,55 84,22 82,31 86,17 87,01 87,39 86,48 86,51 76,90 83,11 89,35
% Ca 0,028 0,347 0,180 0,280 0,280
% Mg 0,0029 0,5170 0,0076 0,0099 0,0125
Tdk diperiksa Tdk diperiksa Tdk diperiksa
Tdk diperiksa Tdk diperiksa Tdk diperiksa
0,207 0,056 0,082 0,145
0,5471 0,0028 0,0059 0,0051
% Kadar Air
%K
% SO4
Tdk diperiksa
Tdk diperiksa
12,92
0,034
0,724
Tdk diperiksa
Tdk diperiksa Tdk diperiksa Tdk diperiksa Tdk diperiksa Tdk diperiksa Tdk diperiksa 0,0426 Tdk diperiksa Tdk diperiksa Tdk diperiksa
Tdk diperiksa Tdk diperiksa Tdk diperiksa Tdk diperiksa Tdk diperiksa Tdk diperiksa Tdk diperiksa Tdk diperiksa Tdk diperiksa Tdk diperiksa
8,69 9,68 5,47 Tdk diperiksa Tdk diperiksa Tdk diperiksa Tdk diperiksa
10,33 Tdk diperiksa Tdk diperiksa
Sumber : Lab. Kimia Univ. Airlangga, Kemitraan FTIK – UHT dan Balitbang KP – KKP, 2012
Identifikasi prosentase NaCl dari hasil uji garam krosok non yodium dengan pendekatam Mendenhall dan Sincich (1992) adalah sebagai berikut: 1. Statistika Diskripsi 𝑦= 𝑠=
! !!! !
(1)
! ! !!!
!"!! !
!!!
(2)
• Diskripsi untuk Pantura Jawa Timur Rata-rata NaCl sebesar 85,97% dengan standar deviasi mencapai 1,683 • Diskripsi untuk Selatan Pulau Madura Rata-rata NaCl sebesar 83,12% dengan standar deviasi mencapai 6,225 • Diskripsi untuk untuk Pantura Jawa Timur dan Selatan Pulau Madura Rata-rata NaCl sebesar 85,26% dengan standar deviasi mencapai 3,282 2. Statistika inferensial dengan uji estimasi dengan α = 10% dan 1 arah 𝑥 ± 𝑡!!!;!
! !
(3)
18
• Estimasi rata-rata untuk Pantura Jawa Timur Interval NaCl sebesar 85,94% ± 0,7838849 Dengan interval keyakinan α = 10% menunjukkan bahwa NaCl berkisar 85,19% hingga 86,76% • Estimasi rata-rata untuk Selatan Pulau Madura Interval NaCl sebesar 83,12% ± 6,77830079 Dengan interval keyakinan α = 10% menunjukkan bahwa NaCl berkisar 76,34% hingga 89,90% • Estimasi rata-rata untuk Pantura Jawa Timur dan Selatan Pulau Madura Interval NaCl sebesar 85,17% ± 1,29144177 Dengan interval keyakinan α = 10% menunjukkan bahwa NaCl berkisar 83,97% hingga 86,55% Tabel 10. Uji Parameter Kimia Air Laut pada Temperatur 30,9 ~ 33,2 0C No
Parameter
Pamekasan 2,5 %o
Sumenep 28,5 %o
Gresik 27,5 %o
Lamongan 28,5 %o
Satuan Berat ion air laut dalam gram per kilogram Na+ 1,2889 4,1652 4,5996 4,6564 K+ 0,05385 0,33215 0,31575 0,34440 Mg2+ 4,364 x 10-4 4,384 x 10-4 4,191 x 10-4 4,270 x 10-4 2+ Ca 0,08885 0,36265 0,32475 0,33230 Sr2+ 0,0020846 0,0062790 0,0064770 0,0066661 Cl2,5300 17,4320 16,1670 17,432 SO420,4919 3,0274 3,0150 3,0524 Satuan Berat cemaran logam dalam miligram per kilogram 1 Tembaga (Cu) <4,100 x 10-5 <4,100 x 10-5 <4,100 x 10-5 <4,100 x 10-5 -4 -4 -4 2 Timbal (Pb) <3,760 x 10 <3,760 x 10 <3,760 x 10 <3,760 x 10-4 -5 -5 -5 3 Kadmium (Cd) <1,047 x 10 <1,047 x 10 <1,047 x 10 <1,047 x 10-5 -4 -4 -4 4 Raksa (Hg) <3,683 x 10 <3,683 x 10 <3,683 x 10 <3,683 x 10-4 Sumber : Lab. Kimia Univ. Airlangga, Kemitraan FTIK – UHT dan Balitbang KP – KKP, 2012 1 2 3 4 5 6 7
Diskripsi Tabel 10 pada hasil uji air laut sebagai sumber bahan baku garam menunjukkan unsur utama garam relatif kecil (Na+ berkisar 4,1652 hingga 4,6564 gram/kg air laut, dan Cl- berkisar 16,167 hingga 17,432 gram/kg air laut) apabila dibandingkan dengan pendekatan dari Relley dan Skirrow tahun 1975 (Na+ mencapai 10,770 gram/kg air, dan Cl- mencapai 19,3540 gr/kg air laut). Demikian juga kondisinya untuk komposisi ion-ion yang lain. Tabel 11. Uji Parameter Fisika-Kimia Air Laut No
Parameter
Paciran
1 2 3 4
Jam Temperatur 0C Humidity %RH Salinitas %0
12.47 30,7 46,0 33,0
1 2 3 4 5
Na+ (g/kg) Cl- (g/kg) Ca2+ (g/kg) Mg2+ (g/kg) Fe2+ (g/kg)
6,928 17,9131 0,3723 0,0180 2,0053.10-4
Pasuruan
Probolinggo
Parameter Fisika 10.00 20.00 32,0 30,0 62,3 71,8 28,0 33,0 Parameter Kimia 6,5063 7,3972 15,9648 17,6923 0,3421 0,3765 0,0195 0,0179 4,5674.10-4 1,1658.10-4
Banyuwangi
Jember
Madura Utara
12.59 28,5 65,6 30,0
17.44 27,0 79,8 35,0
20.40 26,8 65,3 32,0
7,3531 18,5615 0,3861 0,0185 4,3559.10-4
7,4926 18,9899 0,3990 0,0178 Td
6,5159 16,9315 0,3623 0,0181 4,9825.10-4
Sumber : Lab. Kimia Univ. Airlangga, Kemitraan FTIK – UHT dan Balitbang KP – KKP, 2013
19
Diskripsi Tabel 11 pada hasil uji fisika air laut sebagai sumber bahan baku garam menunjukkan temperatur kawasan Pantai Utara Jawa Timur berkisar 30,0 0C hingga 32,0 0C, dan kawasan Pantai Timur hingga Selatan Jawa Timur berkisar 26,8 0C hingga 28,5 0C. Sedangkan prosentase humidity kawasan Pantai Jawa Timur berkisar 46,0 %RH hingga 79,8 %RH, dan tingkat salinitas kawasan Pantai Jawa Timur berkisar 28,0 %0 hingga 35,0 %0. Kondisi ini menujukkan ada fenomena yang berbeda antara kawasan Utara, Timur, dan Selatan Pantai Jawa Timur. Sedangkan pada hasil uji kimia air laut sebagai sumber bahan baku garam menunjukkan parameter Na > 7 g/kg terletak di wilayah Probolinggo, Banyuwangi, dan Jember, dan untuk parameter Cl- > 17 g/kg terletak di wilayah Paciran, Probolinggo, Banyuwangi, dan Jember. Sedangkan parameter Ca2+ > 0,3 terletak di semua wilayah studi (Paciran, Pasuruan, Probolinggo, Banyuwangi, Jember, dan Madura Utara). Kondisi ini menunjukkan capaian rata-rata parameter Na mencapai 65,29% dari pendekatan Rilley dan Skirrow (1975) dengan besaran 10,770 g/kg, sedangkan parameter Cl- rata-rata mencapai 91,33% dari besaran 19,354 g/kg.
Gambar 9. Pengambilan Sampel Air Laut Tahun 2012 dan 2013
Gambar 10. Sampel Air Laut di Muara Kali Porong (BPLS & BPOL, 2011) 20
Tabel 12. Uji Parameter Kimia Air Laut Sekitar Lumpur Sidorajo dan Selatan Jatim No
Sedati Sidoarjo S5
Parameter
Air Muara Kali Porong Seb. Utara S41
Air Muara Kali Porong Sebelah Selatan S42
Sendang Biru Malang S8
1 Na+ (g/kg) 9,4115 Belum dilakukan Belum dilakukan 9,5595 2 K+ (g/kg) 0,2626 0,1790 0,2900 0,2859 3 Mg2+ (g/kg) 1,3695 0,1460 0,1540 1,5202 4 Ca2+ (g/kg) 4,1601 0,4276 0,5305 4,4872 6 Cl- (g/kg) 17,692 10,485 15,877 19,183 7 NaCl (g/kg) 2,92 1,73 2,63 3,16 Sumber : Lab. Kimia Univ. Airlangga, Kemitraan FTIK – UHT dan Balitbang KP – KKP, 2012
Diskripsi Gambar 10 pada lokasi survey di Muara Kali Porong dan Tabel 12 pada hasil uji air laut sebagai sumber bahan baku garam menunjukkan kadar unsur utama garam NaCl relatif lebih rendah (NaCl sebelah Utara 1,73% dan Selatan 3,63%) apabila dibandingkan dengan Sedati Sidorjo (NaCl 2,92%) dan Sendang Biru Malang (NaCl 3,16%). Dengan demikian alternatif pengembangan lahan garam di sekitar muara Kali Porong tidak direkomendasikan, tetapi sebaliknya untuk wilayah Selatan Jawa Timur yang diwakili Pantai Sendang Biru Kabupaten Malang sangat potensial untuk dikembangkan lebih lanjut sebagai lahan garam masa depan. Hasil eksperimen teknologi model evaporasi air laut yang dilaksanakan dengan menggunakan energi panas matahari, gas elpiji, dan udara bertekanan, seperti ditampilkan pada Gambar 11 dan 12.
Kompressor
Bak Kristalisasi - 2
Alat Thermal
Flat
Air Laut
Bak Kristalisasi -1
Alat Thermal
Semi Boiler
Elpiji
Air Tua
Gambar 11. Skematis Model Evaporasi Air Laut, 2012
Gambar 12. Model Evaporasi Air Laut Bertingkat Skala Laboratorium, 2012 Gambar 12 menunjukkan kegiatan pemurnian air laut diawali dengan memasukkan air laut ± 3 0BE ke dalam alat thermal yang berkapasitas maksimum 2 x 40 liter. Kegiatan selanjutnya adalah proses evaporasi air laut menjadi air tua menggunakan energi sinar matahari, gas elpiji, dan udara bertekanan minimum 6 kg/cm2. Hasil 21
pengukuran tingkat kepekatan pada proses pembuatan air tua sebagai bahan baku pembuat garam maupun hasil uji kimia ditampilkan pada Tabel 13 hingga 16. Tabel 14. Proses Evaporasi dengan Bahan Baku dari Air Laut Jam
Bahan Baku
± 0BE
± 0C
± ltr
Keterangan
11.00 4 30 12 Hm = 45 %RH Air Laut 12.00 40 Sinar Matahari 12.30 56 Mulai kondensasi Gas Elpiji 13.00 2 70 Udara Bertekan 14.40 4 82 Sirkulasi Tertutup 16.30 8 71 3,7 Air kondensat = 2,6 ltr 09.00 Air Laut 9,5 28 3,7 Endapan warna merah bata Sumber : Kemitraan FTIK – UHT, Balitbang KP – KKP, Bengkel Teknik Utomo – Batu, 2012
Diskripsi Tabel 13 untuk proses evaporasi air laut menunjukkan ada kenaikan viskositas dari 4 0BE hingga mencapai 8 0BE selama 5,5 jam dengan dukungan energi panas dari sinar matahari dan gas elpiji maupun udara bertekanan. Kegiatan lanjutan berupa proses pendinginan hingga memperoleh viskositas 10 0BE dan ada endapan berwarna merah bata. Tabel 14. Proses Evaporasi Bahan Baku dari Air Tua Lahan Garam Jam 10.30 15.30 09.00 11.45
Bahan Baku
± 0BE
± 0C
± ltr
20 23 24 23
30 70 28 69,5
40 -
Keterangan
Hm = 64 %RH Hm = 52 %RH Endapan awal garam warna putih Air Tua Sinar Matahari Hm = 65,6 %RH Gas Elpiji 09.00 24 26,9 Endapan awal garam warna putih Udara Tekan 12.00 23 82,1 Hm = 45,1 %RH Hm = 44,7 %RH 15.00 23,5 83,5 Air kondensat 1,9 ltr Sumber : Kemitraan FTIK – UHT, Balitbang KP – KKP, Bengkel Teknik Utomo – Batu, 2012
Diskripsi Tabel 14 untuk proses evaporasi air tua yang diperoleh dari lahan garam menunjukkan ada kenaikan viskositas dari 20 0BE hingga mencapai 23 0BE dalam 3 hari berturut-turut selama 6 jam dengan dukungan energi panas dari sinar matahari dan gas elpiji maupun udara bertekanan. Proses pendinginan hingga memperoleh viskositas 24 0BE dan endapan garam berwarna putih.
Gambar 13. Hasil Air Tua, Endapan Mineral, dan Air Mineral, 2012
22
Tabel 15. Hasil Uji Air Tua, Kristal Garam, dan Air Mineral
Na+ K+ Ca2+ Mg2+ ClNaCl Satuan Berat ion air tua dalam gram per kilogram 1 10 0BE 28,5557 0,6836 1,0391 0,1264 47,588 7,84 2 20 0BE 77,5542 1,9533 0,5484 0,0923 129,011 21,27 3 22 0BE 90,1694 2,2036 0,3451 0,0858 149,876 24,71 4 23 0BE 93,5760 2,4564 0,2657 0,7931 154,228 25,43 5 31 0BE (Lahan+) 107,3396 2,8880 0,3145 9,2938 204,315 33,69 Satuan Berat kristal garam dalam gram per kilogram 1 Evaporasi 383,994 2,3109 2,1747 2,1606 572,480 94,40 2 Lahan+ 372,839 0,4109 1,6237 2,8660 564,826 93,14 Satuan Berat air mineral dalam gram per kilogram 1 Air Kondensat 0,0181 2,9 x 10-3 9,74 x 10-3 1,89 x 10-2 0,149 0,02 Sumber : Lab. Kimia Univ. Airlangga, Kemitraan FTIK – UHT dan Balitbang KP – KKP, 2012 No
Sampel
Diskripsi Gambar 13 pada hasil proses evaporasi bertingkat menunjukkan berbagai variasi air laut, air tua, dan endapan mineral termasuk Kristal garam. Tabel 15 pada hasil uji air tua (10 hingga 31 0BE) menunjukkan kecenderungan naik pada ion Na+, K+, Mg2+, dan Cl-, sedangkan kecenderungan turun pada ion Ca2+. Hasil endapan Kristal garam pada proses model evaporasi bertingkat maupun perlakukan khusus di lahan garam milik H. Amiril Pamekasan – Madura menunjukkan kadar garam lebih dari 90%, sedangkan air kondensat menunjukkan adanya indikasi sebagai air mineral untuk dikonsumsi masyarakat di sekitar wilayah lahan garam. Tabel 16. Hasil Uji Endapan Mineral
Sampel Ca2+ Mg2+ Fe2+ ClCO3 Satuan Berat ion endapan mineral dalam gram per kilogram 1 10 0BE 36,8605 33,5637 6,6552 Belum dilakukan Ada 2 20 0BE 155,4701 11,2240 4,2311 Belum dilakukan Tidak ada 3 22 0BE 204,7318 13,0184 0,6261 Belum dilakukan Tidak ada 4 23 0BE 5,8688 6,2985 Belum dilakukan Tidak ada 31 0BE 5 5,0648 42,6008 0,2522 Belum dilakukan Tidak ada (Lahan+) Sumber : Lab. Kimia Univ. Airlangga, Kemitraan FTIK – UHT dan Balitbang KP – KKP, 2012 No
Diskripsi Tabel 16 pada hasil uji endapan mineral (10 hingga 31 0BE) menunjukkan kecenderungan turun pada ion Fe2+, sedangkan kecenderungan siklus naik – turun atau sebaliknya adalah ion Ca2+ dan Mg2+. Sedangkan rancang bangun disk mill skala mini plant dengan air laut sebagai media pencuci garam ditampilkan pada Gambar 14 hingga 16. 0
Air Tua ± 20 Be
Udara
Bak - 1
Garam Halus & Air Tua
Disk Mill
Bak - 2
Air: Tawar/Payau/Laut
Garam Krosok Garam Halus Basah
Gambar 14. Skematis Model Disk Mill, 2013 23
Gambar 15. Desain 3D Disk mill SS 304, 2013.
Gambar 16. Model Disk mill SS 304 – Filler 316, 2013 24
Diskripsi Gambar 14 hingga 16 pada hasil proses pelembutan garam krosok dengan menggunakan mesin disk mill menunjukkan adanya perlakuan secara bersama-sama antara garam krosok, udara, dan air tawar/payau/laut/tua. Perlakuan ini memberikan pengaruh pada kecepatan proses pelembutan garam krosok dengan estimasi kapasitas maksimum mencapai 1 ton/jam. V. KESIMPULAN Kegiatan pemetaan dan identifikasi garam krosok, air laut, air pekat, dan senyawa terendapkan sebagai komoditas strategis di wilayah Jawa Timur dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu: 1. Pemetaan dan identifikasi mineral air laut sebagai bahan baku pembuat garam menunjukkan adanya perbedaan berat pada komposisi ion dan pengaruhi jenis pasang surut maupun dinamika arus. 2. Eksistensi lahan garam di wilayah Pantura Jawa Timur masih dapat dipertahankan. Sedangkan pengembangan lahan garam di sekitar muara Kali Porong tidak direkomendasikan, tetapi alternatif pengembangan di wilayah Selatan Jawa Timur sangat potensial untuk dikembangkan sebagai lahan garam masa depan. 3. Uji fisik air laut sebagai sumber bahan baku kristal garam dan media pencuci garam krosok menunjukkan ada fenomena perbedaan pada temperatur, humidity, dan salinitas di beberapa kawasan Utara, Timur, dan Selatan Pantai Jawa Timur. 4. Uji estimasi dengan interval keyakinan α = 10% menunjukkan kadar NaCl untuk garam krosok wilayah Jawa Timur berkisar 83,97% hingga 86,55%. Ini memberikan indikasi bahwa ada 2 (dua) upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kadar NaCl, yaitu: (a) manajemen pengelolaan lahan garam, dan (b) sentuhan teknologi evaporasi bertingkat maupun pemurnian garam krosok. 5. Model teknologi evaporasi untuk air laut menunjukkan metode bertingkat lebih baik daripada kristalisasi total. Metode evaporasi secara bertingkat memberikan keunggulan pada proses kecepatan penguraian dan pengendapan unsur mineral air laut hingga mencapai tingkat kepekatan ≥ 23 0BE untuk memperoleh garam krosok dengan kadar NaCl yang tinggi, disamping itu muncul potensi air mineral sebagai dampak dari hasil proses evaporasi air laut itu sendiri. 6. Model teknologi disk mill untuk garam krosok menunjukkan perlakuan masukan secara bersama-sama antara garam krosok, udara, dan air tawar/payau/laut/tua memberikan pengaruh pada kecepatan proses pelembutan garam krosok dengan yang mencapai kapasitas maksimum mencapai 1 ton/jam.
25
VI. REKAPITULASI BIAYA TAHUN KEDUA No 1 2 3 5
Jenis Pengeluaran Peneliti dan Admin/Laboran Bahan habis Perjalanan Laporan dan Publikasi JUMLAH Rp.
Jumlah (Rupiah) Dikti UHT 14.720.000,00 0 51.480.000,00 6.700.000,00 3.300.000,00 3.300.000,00 5.500.000,00 0 75.000.000,00 10.000.000,00
VII.DAFTAR PUSTAKA Amarullah, Husni dan Sriyanto, 2006, Teknologi Garam Artemia dan Produk Terkait Lainnya, BPPT, Makalah Workshop Masa Depan Industri Garam di Indonesia. Anonim, 1993, Sodium Chloride dalam Chemical Index. Anonim, _____, The Salt Manufaturers ’ Association, Manchester, United Kingdom. BAKOSURTANAL, 2010, Peta Lahan Garam Indonesia Edisi Jawa dan Madura, Pusat Survei Sumber Daya Alam Laut, Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional. Bengen, D.G., 2002, Menuju Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu Berbasis DAS, Seminar HUT LIPI, 25 – 26 September, Jakarta. BPLS & BPOL, 2011, Kajian Pemanfaatan dan Pengembangan Muara Kali Porong, Laporan Akhir, Kerjasama antara Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo dengan Balai Penelitian dan Observasi Laut, Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan. Dit. Industri Kimia Hilir Dit. Jend, 2009, Agrokim, Paper Rapat Pengadaan dan Penyerapan Garam Tahun 2009. Hendrajana, B. & Bagiyo Suwasono, 2010, Penerapan IPTEK untuk Pengembangan Model Kawasan Industri Garam Rakyat, Laporan Akhir Iptekmas, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Laut dan Pesisir, Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan. Hernanto, B. & Kwartatmono, D.N., 2001, Teknologi Pembuatan dan Kendala Produksi Garam di Indonesia, Prosiding Forum Pasar Garam Indonesia, Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Non Hayati, Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan. Jumaeri, Sugiyo, Mahatmanti, Widhi, 2003, Pengaruh Penambahan Bahan Pengikat Impurities terhadap Kemurnian Natrium Klorida Pada Proses Pemurnian Garam Dapur Melalui Proses Kristalisasi, Laporan Penelitian, Lembaga Penelitian, Universitas Negeri Semarang. Kerry Magruder, _____, Halite, Guidelines for Rock Collection. Mendenhall, W. and Sincich, 1992, Statistics for Engineering and the Science, Third Edition, Maxwell Macmillan International Editions, New York.
26
Muhanda, A. D., 2010, Wakil Presiden Canangkan Swasembada Garam di Ende NTT, http://www.bisnis.com/articles/wapres-canangkan-swasembada-garam [diakses 20/09/2011]. Purbani, D., 2002, Proses Pembentukan Kristalisasi Garam dalam Rangka Kegiatan Sosialisasi Garam, Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Nonhayati, Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan. Pusriswilnon BRKP, 2006, Buku Panduan: Pengembangan Usaha Terpadu Garam dan Artemia, Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Non Hayati, Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan. Rilley and Skirrow, 1975, Chemical Oceanography, 2nd edition, Academic Press London. Saksono, N., 2002, Studi Pengaruh Proses Pencucian Garam Terhadap Komposisi dan Stabilitas Yodium garam Konsumsi, Makara Teknologi, Vol. 6, No. 1, pp. 7 – 16. Sulistyaningsih T., Sugiyo W., dan Sedyawati S.M.R., 2010, Pemurnian Garam Dapur Melalui Metode Kristalisasi Air Tua Dengan Bahan Pengikat Pengotor NA2C2O4 – NAHCO3 dan NA2C2O4 – NA2CO3, Journal UNNES, Vol.8, No. 1. Tanduk, T., 2011, Swasembada Garam Terhambat Masalah Lahan, http://celebrity.okezone.com/read/2011/01/06/320/411259/m.okezone.com [diakses 20/9/2011]. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Desentralisasi Kewenangan yang berhubungan dengan Batas Kewenangan Mengelola Wilayah Laut. Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (WP3K) yang berhubungan dengan Batas Kewenangan Mengelola Wilayah Pesisir. Wyrtki, K. 1961. Phyical Oceanography of the South East Asian Waters. Naga Report Vol. 2 Scripps, Institute Oceanography, California.
27