LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI Development and Upgrading of Seven Universities in Improving the Quality and Relevance of Higher Education in Indonesia
PENGEMBANGAN MODEL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT LAHAN BASAH UNTUK MEMBUDAYAKAN GOSOK GIGI DENGAN AIR YANG MEMENUHI PERSYARATAN KESEHATAN DALAM PENANGGULANGAN TINGGINYA INDEKS KARIES GIGI DI KALIMANTAN SELATAN
Tahun ke 2 dari rencana 2 tahun
Ketua: Dr. drg. Rosihan Adhani, S.Sos., MS. Anggota: Drg. Priyawan Rachmadi, Ph.D drg. Widodo Tutung Nurdiyana, S.Sos., M.A., M.Pd.
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT 2015
1
2
RINGKASAN
Kerusakan gigi berupa karies (lubang) gigi merupakan penyakit yang paling banyak dijumpai di dalam rongga mulut sehingga merupakan masalah utama kesehatan gigi dan mulut. Berdasarkan Riskesdas Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2007 didapatkan data bahwa tingkat kerusakan gigi tertinggi di Kalimantan Selatan adalah di Kabupaten Barito Kuala (39,5%) dan Kota Banjarmasin (38,2%), padahal kriteria tingkat keparahan karies menurut WHO) yaitu indeks DMF-T sebesar 6,61. Kedua wilayah tersebut dialiri oleh air sungai yang mengalir berasal dari rawa-rawa yang berada di lingkungan di sekitar sungai. Kondisi lingkungan lahan gambut dengan lingkungan rawa-rawa menghasilkan air dengan tingkat keasamannya antara pH 3,5 - 4,5. Banyaknya kasus kerusakan gigi di Kalimantan Selatan tidak bisa dilepaskan dari pola hidup dan kebudayaan masyarakat yang sangat bergantung dengan sungai terutama dalam penggosokan gigi yang menggunakan air sungai. Agar masyarakat mau mengubah cara mereka menggosok gigi perlu dikembangkan sebuah model pemberdayaan masyarakat untuk membudayakan gosok gigi dengan air yang memenuhi syarat kesehatan sehingga dapat dijadikan sebagai upaya preventif dalam mengurangi tingginya tingkat kerusakan karies gigi. Dari rencana penelitian dua tahun, penelitian yang berjalan (tahun pertama) diarahkan pada kajian pemeriksaan karies gigi serta pengkajian aspek sosial budaya masyarakat yang menggosok gigi dengan air sungai. Dari kegiatan pemeriksaan gigi, penelitian ini menemukan bahwa di sekolah MTsN Marabahan, kelompok sisiwa yang menggunakan air sungai memiliki nilai indeks DMF-T 5,6 yang dikategorikan tinggi menurut standard WHO lebih tinggi dari kelompok siswa yang menggosok gigi dengan air PDAM yang memiliki indeks DMF-T 2,8. Di SMP 4 Kota Banjarmasin kelompok siswa yang menggunakan air sungai memiliki indeks DMFT 5,3 lebih tinggi dibanding kelompok siswa yang menggunakan air PDAM yang memiliki indeks DMF-T 1,3. Di sekolah SMPN 15 Kota Banjarmasin di mana kelompok siswa yang menggunakan air sungai berindeks DMF-T 6,6 lebih tinggi dari kelompok siswa yang menggunakan air PDAM dengan indeks DMF-T 2,8. Dari kegiatan kajian aspek sosial budaya masyarakat yang menggosok gigi dengan air sungai, peneliti menemukan bahwa masih banyaknya masyarakat yang menggosok gigi dengan air sungai dikarenakan beberapa hal yaitu: pertama, kurang massifnya pemerintah dalam mensosialisasikan pengaruh air sungai terhadap kesehatan gigi. Kedua, lemahnya dukungan lembaga-lembaga sosial seperti keluarga dan sekolah dalam memberikan informasi tentang pengaruh air sungai terhadap kesehatan gigi. Ketiga, masih tetap bertahannya perilaku masyarakat untuk menggosok gigi dengan air sungai meskipun sudah ada alternatif sumber air yang lain seperti PDAM. Hal ini disebabkan karena kurangnya pemahaman tentang pengaruh air sungai terhadap kesehatan gigi, anggapan mahal terhadap air PDAM, masih menganggap sepele terhadap sakit gigi sehingga tidak mempermasalahkan kualitas air untuk menggosok gigi.
3
Ketiga, berdasarkan relaitas rendahnya pemahaman masyarakat tentang pengaruh air sungai terhadap kesehatan gigi serta berbagai perilaku mereka yang merugikan untuk kesehatan gigi. Maka untuk meningkatkan derajat kesehatan gigi mereka terutama dalam mengatasi masalah tingginya tingkat karies gigi maka peneltiian ini menemukan model yang tepat di dalam mengatasi ini yaitu melalui pembentukan Kader Kesehatan Gigi (KKG) dan Pengembangan model teknologi sederhana untuk pengolahan air. Untuk daerah kota Banjarmasin di mana ketersediaan air yang mememnuhi persyaratan kesehatan sudah tercukupi maka model yang dikembangkan adalah pembentukan KKG yang lebih banyak diarahkan pada pembimbingan masyarakt untuk berperilaku sehat dalam perawatan gigi termasuk menggunakan air yang memenuhi persyaratan kesehatan. Beda halnya dengan daerah-daerah yang belum terjangkau oleh air maka pilihan teknologi sederhana untuk pengolahan air menjadipilihan alternative di samping pembentukan Kader Kesehatan Gigi (KKG) terutama oleh kalangan yang berasal dari masyarakat yang berpenghasilan rendah untuk mengatasi permasalahan mereka di dalam memperoleh kebutuhan air yang memenuhi persyaratan kesehatan.
4
PRAKATA Penelitian ini berangkat dari kegelisahanakan tingginya angka kesakitan gigi dan mulut khususnya karies gigi atau gigi berlubangpadaderah sepanjang aliran sungai atau penduduk yang tinggal di daerah rawa. Kondisi ini apabila dibiarkan berlanjut selain meningkatkan angka kesakitanjuga akan menurunkan tingkat kesejahteraan berupa rendahnya prouktivitas kerja, tingkat absensi kerja dan sekolah, hilangnya peluang memasuki bidang pekerjaan tertentu. Keberadaan sungai dan rawa harusnya dapat dimanfaatkan sebesarbesarnya kemakmuran masyarakat, bukan menimbulkan gamgguan atau dampak buruk terhadap kehidupan penduduk di sekitarnya. Oleh karena itu, pola hidup atau sosial budaya perlu dipilah dan disesuaikan dengan yang positif mendukung peningkatan
status
kesehatan
masyarakat.
Bagaimana
kebiasaan
hidup
masyarakat, bagaimana pola mereka mencari pengobatan bila sakit, dan bagaimana persepsi mereka terhadap pelayanan kesehatan, adalah hal yang perlu diteliti. Dengan menemukan fakta lapangan bahwa ada faktor sosial budaya yang menjadi faktor resiko atau determinan atau yang mendukung baik mempercepat atau memperlambat terjadinya proses gigi berlubang, dapat dikembangkan model pemberdayaan masyarakat di sekitar aliran sungai dan daerah rawa bagaimana memelihara kesehatan gigi yang baik. Mudah-mudahan hasil penelitian ini dapat menyumbang peningkatan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat, menjadi dasar merancang program dan aksi tindak
5
serta kebijakan selanjutnya, guna menciptakan harmonisasi dan keselarasan antara manusia dan lingkungan hidupnya.
6
DAFTAR ISI
HalamanPengesahan………………………………………………… Ringkasan…………………………………………………………… Prakata……………………………………………………………… Daftar Isi……………………………………………………………. Daftar Tabel…………………………………………………………. Daftar Gambar………………………………………………………. Daftar Lampiran…………………………………………………….. Bab I Pendahuluan………………………………………………….. A. Latar Belakang Masalah…………………………………... B. Permasalahan……………………………………………… Bab II TinjauanPustaka…………………………………………….. . A. Menyikat Gigi……………………………………………… B. Karies……………………………………………………… C. Lingkungan Lahan Basah dan Kesehatan Gigi………........ D. Aspek-aspek Sosial Budaya dalam Perilaku Kesehatan….. Bab III Tujuan dan Manfaat Penelitian……………………………. A. Tujuan Penelitian………………………………………….. B. Manfaat Penelitian………………………………………… Bab IV Metode Penelitian..………………………………………….. Bab V Hasil dan Pembahasa.……………………………………….. Bab VI Kesimpulan……………………………………………….. Daftar Pustaka……………………………………………………. Lampiran – Lampiran
7
ii iii v vi vii viii ix 1 1 3 4 4 5 9 10 13 13 13 15 21 129 131 133
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional memerlukan kualitas sumber daya manusia yang optimal
termasuk
diantaranya
adalah
kualitas
derajat
kesehatan
masyarakat.Kesehatan gigi dan mulut merupakan salah satu bagian yang tidak terpisahkan dengan kesehatan tubuh secara keseluruhan. Kondisi kesehatan gigi dan mulut di Indonesia masih memprihatinkan, dimana penyakit gigi dan mulut masih diderita oleh 90% penduduk Indonesia (Said,dkk., 2009). Dampak
kerusakan
gigi
merupakan
salah
satu
kendala
dalam
meningkatkan kualitas SDM dan menghambat peningkatan taraf hidup manusia terutama dalam memperoleh peluang kerja pada profesi tertentu misalnya TNI, Polri, Pilot, dan Pramugari. Kerusakan gigi akan berpengaruh terhadap derajat kesehatan tubuh secara keseluruhan yang berakibat terganggunya berbagai aktivitas sehari-hari. Kerusakan gigi berupa karies (gigi berlubang) merupakan penyakit yang paling banyak dijumpai di dalam rongga mulut sehingga merupakan masalah utama kesehatan gigi dan mulut. Berdasarkan Riskesdas Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2007 didapatkan data bahwa proporsi penduduk bermasalah gigi dan mulut sebesar 29,2%. Penduduk yang mengalami angka karies tertinggi adalah Kabupaten Barito Kuala (39,5%) dan Kota Banjarmasin (38,2%) dengan tingkat keparahan karies gigi sangat tinggi (kriteria tingkat keparahan karies
8
menurut WHO yaitu indeks DMF-T) sebesar 6,61 untuk Batola dan 5,54 untuk Banjarmasin. Kabupaten Barito Kuala dan Kota Banjarmasin banyak dialiri oleh sungaisungai yang airnya banyak berasal dari rawa-rawa yang berada di lingkungan di sekitar sungai. Kondisi lingkungan lahan gambut dengan lingkungan rawa-rawa menghasilkan air dengan tingkat keasaman antara pH 3,5 - 4,5. Tingginya tingkat keasaman air sungai salah satu penyebabnya menurut Rafiek (2005) karena sungai berfungsi untuk pembuangan air masam sehingga sejak dahulu petani yang menggarap lahan rawa membuat dan memelihara ray yang dibuat setiap jarak 30 depa. Banyaknya air rawa yang mengalir ke sungai mengakibatkan kadar asam air sungai menjadi sangat tinggi sehingga
diduga
berpengaruh terhadap
kesehatan gigi. Status kesehatan gigi dan mulut masyarakat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah faktor lingkungan (fisik maupun sosial budaya) dan perilaku. Membersihkan gigi dengan cara menyikat gigi sebagai bentuk perilaku akan mempengaruhi baik atau buruknya kesehatan gigi dan mulut, di mana akan mempengaruhi tingkat kerusakan gigi berupa karies gigi.
Tingginya angka
kerusakan gigi Kabupaten Barito Kuala dan Kota Banjarmasin tidak bisa dilepaskan dari pola hidup dan kebudayaan masyarakat yang sangat bergantung dengan sungai terutama cara mereka menggosok gigi yang menggunakan air sungai. Oleh karena itu untuk menjaga kesehatan gigi masyarakat perlu adanya upaya pemahaman pada masyarakat untuk menggosok gigi dengan air yang memenuhi persyaratan kesehatan, diantaranya adalah air yang memiliki kadar
9
keasaman yang rendah. Namun upaya penyadaran ini mengalami kendala karena adanya praktik atau kebiasaan mereka yang sudah turun temurun mereka lakukan serta kemungkinan adanya berbagai nilai yang menyebabkan mereka masih melakukan aktivitas membersihkan gigi dengan air sungai. Agar masyarakat mau mengubah cara mereka menggosok gigi perlu dibuat sebuah studi yang mengkaji aspek sosial dan budaya yang melatar belakangi kuatnya masyarakat untuk menggunakan air sungai untuk aktivitas membersihkan gigi.
Untuk itu, kajian ini menjadi sangat penting untuk
mengurangi tingginya angka kerusakan gigi pada masyarakat di daerah-daerah rawa sebagaimana yang banyak dijumpai di Kalimantan Selatan.
B. Permasalahan Berdasarkan latar belakang diatas, ada beberapa permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah: 1.
Bagaimana tingkat keparahan karies gigi pada masyarakat lingkungan lahan basah di Kabupaten Barito Kuala dan Kota Banjarmasin?.
2.
Apa saja faktor yang mempengaruhi budaya masyarakat lingkungan lahan basah Kabupaten Barito Kuala dan Kota Banjarmasin menyikat gigi dengan air sungai?
3.
Model pemberdayaan yang seperti apa yang perlu dikembangkan untuk menimbulkan kesadaran masyarakat untuk gosok gigi dengan air yang memenuhi syarat kesehatan sehingga dapat mencegah tingginya tingkat karies gigi pada masyarakat lahan basah?
10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Menyikat Gigi Menyikat gigi adalah suatu kegiatan cara untuk membersihkan gigi dan mulut dari sisa makanan agar fermentasi sisa makanan tidak berlangsung terlalu lama, sehingga kerusakan gigi tidak terjadi (Musadad dan Irianto, 2009). Perilaku membersihkan gigi dan mulut dengan menyikat gigi akan mempengaruhi baik atau buruknya kebersihan gigi dan mulut, sehingga akan mempengaruhi angka karies (Ebrahimi, 2010). Telah terbukti bahwa asam plak gigi akan turun dari pH normal 6-7 mencapai pH 5 dalam waktu 3-5 menit sesudah makan-makanan yang mengandung karbohidrat.Menurut Suwelo (Agela, 2005) menyebutkan bahwa pH saliva sudah menjadi normal (6-7) 25 menit setelah makan dan minum. Menyikat gigi dapat mempercepat proses kenaikan pH 5 menjadi normal (6-7), sehingga dapat mencegah proses pembentukan karies (Atmanda, 2011). Kemampuan meyikat gigi secara baik dan benar merupakan faktor yang cukup penting untuk pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut (Army US, 2010).Masa kanak-kanak awal merupakan masa yang ideal untuk mempelajari berbagai keterampilan karena pada masa ini kemampuan motorik dan kognitif anak mengalami perkembangan (Sayuti, 2010).Frekuensi menyikat gigi yang baik adalah 2-3 kali sehari (Ebrahimi, 2010).American Dental Association (ADA) menyatakan sikat gigi minimal dilakukan dua kali sehari, setelah sarapan pagi dan malam sebelum tidur (Sayuti, 2010).
11
B. Karies Karies adalah lubang gigi yang disebabkan hasil interaksi dari bakteri di permukaan gigi, plak atau biofilm dan diet (khususnya komponen karbohidrat yang dapat difermentasi oleh bakteri dalam plak menjadi asam) sehingga terjadi demineralisasi jaringan keras gigi dan memerlukan cukup waktu untuk terjadinya karies (Angela, 2005). Karies merupakan suatu infeksi jaringan keras gigi yaitu email, dentin dan sementum yang disebabkan oleh aktivitas suatu jasad renik dan merupakan suatu proses demineralisasi yang progresif (Agtini, 2010). Proses kerusakan dimulai dari email dan terus ke dentin dan merupakan suatu penyakit yang berhubungan dengan banyak faktor. Terdapat empat faktor utama yang berperan dalam terjadinya karies yaitu gigi, mikroorganisme di dalam plak, substrat dan waktu (Imron, 2010).Karies ditandai oleh adanya demineralisasi mineral-mineral emaildan dentin, diikuti oleh kerusakan bahan-bahan organiknya. Menurut Kidd (2012) karies adalah penyakit pada jaringan keras gigi yang disebabkan oleh kerja mikroorganisme pada karbohidrat yang dapat diragikan di permukaan gigi (demineralisasi terjadi pada pH 5,5 atau kurang). Derajat keasaman lingkungan rongga mulut akan mempercepat terjadinya karies. 1. Etiologi Karies Karies gigi adalah penyakit multifaktor yang merupakan hasil kombinasi dari 4 faktor utama yaitu gigi, mikroorganisme di dalam plak, substrat dan waktu. 1).
Gigi. Faktor- faktor dari gigi yang berpengaruh terhadap peningkatan karies, yaitu
:
12
a) Bentuk. Gigi dengan fit dan fisur yang dalam lebih mudah terserang karies. b) Posisi. Gigi yang berjejal dan susunannya tidak teratur lebih sukar dibersihkan.
Hal ini cenderung meningkatkan penyakit periodontal dan
karies. c) Struktur. Keberadaan flour dalam konsentrasi yang optimum pada jaringan gigi dan lingkungannya merangsang efek anti karies (Sundoro, 2007). 2).
Mikroorganisme di dalam plak Peran bakteri dalam menyebabkan terjadinya karies sangatlah besar. Bakteri plak yang sangat dominan dalam karies gigi adalah Streptococcus mutans.
Bakteri ini sangat kariogen karena mampu membuat asam dari
karbohidrat yang dapat diragikan (Harshanur, 1995). Streptococcus mutans dapat menempel pada permukaan gigi karena kemampuannya membuat polisakarida ekstrasel yang sangat lengket dari karbohidrat makanan. Polisakarida ini terdiri dari polimer glukosa, menyebabkan matriks plak gigi mempunyai konsistensi seperti gelatin. Akibatnya bakteri-bakteri terbantu untuk melekat pada gigi serta saling melekat satu sama lain (Putri, 2010). 3).
Substrat Substrat adalah campuran makanan halus dan minuman yang dikonsumsi sehari-hari yang menempel pada gigi (Satria dkk, 2009). Seringnya mengkonsumsi gula akan menambah pertumbuhan plak dan menambah jumlah Streptococcus mutans didalamnya (Togoo, 2011). Sukrosa merupakan gula yang kariogen. Sukrosa merupakan gula yang paling banyak dikonsumsi, maka sukrosa merupakan penyebab karies yang utama (Hedge, 2011).
13
4).
Waktu Waktu menjadi salah satu faktor penting, karena meskipun ada ketiga faktor sebelumnya proses pembentukan karies gigi relatif lambat dan secara klinis terlihat kehancuran dari email lebih beberapa bulan. Adanya kemampuan saliva untuk mendepositkan kembali mineral selama berlangsungnya proses karies, menandakan bahwa proses karies tersebut terdiri atas periode kerusakan dan perbaikan yang bergantian. Apabila saliva ada di dalam lingkungan gigi, maka karies tidak menghancurkan gigi dalam hitungan hari atau minggu, melainkan dalam bulan atau tahun (Sundoro, 2007).
2. Proses Terjadinya Karies Beberapa macam bakteri plak seperti Streptococcus mutans mempunyai kemampuan untuk melakukan fermentasi substrat karbohidrat dalam makanan yang sesuai (misalnya sukrosa dan glukosa) sehingga membentuk asam dan mengakibatkan turunnya pH sampai di bawah 5 atau 4,5 dalam tempo 1-3 menit. Derajat keasaman tersebut baru akan kembali normal (pH sekitar 6-7) sekitar 3060 menit kemudian. Derajat keasamam akan berubah turun naik sesuai dengan aktifitas dalam rongga mulut seseorang. Menurunnya pH yang berulang-ulang ini dalam waktu tertentu mengakibatkan terjadinya demineralisasi pada permukaan gigi dan proses karies pun di mulai (Hedge, 2011).
14
3. Indeks Karies Gigi Indeks karies gigi adalah angka yang menunjukan tingkat status karies gigi seseorang atau sekelompok orang. Formulasi indeks karies gigi permanen adalah Indeks DMF-T ( DMF-Teeth), yang terdiri dari: D : Decayed
: Jumlah gigi karies dan masih dapat ditambal.
M : Missing
: Jumlah gigi yang telah dicabut/hancur sendiri karena karies atau harus dicabut karena karies.
F : Filled
: Jumlah gigi yang mempunyai satu atau lebih tambalan yang masih baik.
Angka DMF-T menggambarkan banyaknya karies yang diderita seseorang.DMFT dihitung per gigi, artinya gigi yang memiliki karies lebih dari 1 (misal karies pada gigi molar 1 permanen terdapat karies dioklusal dan bukal maka karies tetap dihitung “satu”). Pada indeks DMF-T tidak membedakan kedalaman karies, misalnya karies superfisial, media atau profunda (Sundoro, 2007). Rumus yang digunakan untuk menghitung DMF-T : Indeks DMF-T = Kategori DMF-T menurut WHO : 0,0 – 1,1 = sangat rendah 1,2 – 2,6 = rendah 2,7 – 4,4 = sedang 4,5 – 6,5 = tinggi 6,6< …..= sangat tinggi
15
C. Lingkungan Lahan Basah dan Kesehatan Gigi Konvensi Ramsar (The Convention on Wetlands of International Importance, especially as Waterfowl Habitat) di Iran pada tahun 1972 menyatakan bahwa: Pasal 1.1: “… lahan basah adalah wilayah payau, rawa, gambut, atau perairan, baik alami maupun buatan, permanen atau temporer (sementara), dengan air yang mengalir atau diam, tawar, payau, atau asin, termasuk pula wilayah dengan air laut yang kedalamannya di saat pasang rendah (surut) tidak melebihi 6 meter.” Lahan basah adalah wilayah rawa-rawa
yang sepanjang tahun, atau
selama waktu yang panjang dalam setahun, selalu jenuh air (saturated) atau tergenang (waterlogged) air dangkal. Menurut Kusnaedi (2006), Air gambut pada lahan basah merupakan air permukaan yang banyak terdapat di daerah pasang surut dan berawa atau dataran rendah terutama di Sumatera dan Kalimantan yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : 1. Intensitas warna yang tinggi (kuning atau merah kecoklatan) 2. Ph yang rendah antara 2-5 3. Kandungan zat organik tinggi 4. Rasanya asam 5. Kandungan kation yang rendah Mekanisme kerusakan gigi akibat lahan adalah kandungan air lahan basah pada lahan gambut memiliki Ph yang asam, karena Kapasitas Tukar Kation (KTK) tinggi sehingga Kejenuhan Basa (KB) sangat rendah.Semakin dalam tanah
16
gambut maka Ph semakin asam. Selain itu dekomposisi bahan organik pada kondisi anaerob menyebabkan terbentuknya senyawa fenolat dan karboksilat yang menyebabkan tingginya kemasaman gambut. Kondisi asam inilah yg berperan penting dalam proses kerusakan gigi (Dariah dan Fahmudin, 2008) Rongga mulut yang terpapar air dari lahan gambut akan berpengaruh pada derajat keasaman rongga mulut mencapai Ph kritis enamel, yaitu 5,5. Ion H+ yang terkandung dalam air gambut akan berikatan dengan ion PO43- dari saliva sehingga membentuk HPO43-. Dalam bentuk ini, HPO43- tidak dapat menyeimbangkan kondisi enamel dan saliva, sehingga kristal enamel terlarut. (Sagiman, 2007).
D. Aspek-aspek Sosial Budaya Dalam Perilaku Menggosok Gigi Masalah kesehatan masyarakat banyak dipengaruhi oleh aspek-aspek sosial dan budaya masyarakat.
Aspek-aspek ini banyak mempengaruhi
masyarakat baik dalam pola pikir, cara bertindak dan bebagai perihal kehidupan mereka. Terkait dengan aspek sosial budaya masyarakat, keberhasilan program pemerintah di dalam permasalahan kesehatan juga sangat bergantung pada kedua aspek ini (Azevado, 1991). Para peneliti etnografi dan antropologi kesehatan telah sering menekankan bahwa keberhasilan sebuah program pemerintah tidak hanya semata-mata akan didasarkan atas kemampuan memperoleh penjelasan ilmiah atas sebab-sebab terjadinya penyakit, namun dengan memperhatikan pula nilainilai dan kepercayaan yang mempengaruhi
17
sikap-sikap masyarakat terhadap
penyakit itu sendiri, kematian serta terhadap sistem medis modern (biomedical) yang diperkenalkan oleh kedokteran masa kini (Azevado, dkk. 1991). Hal yang senada juga diutarakan oleh oleh A. Klienman yang diacu oleh Persen dan Baruffati (Swasono, 1994) bahwa sistem medis adalah sistem budaya, sehinggga seseorang tak akan dapat
memahami
suatu sistem medis
tanpa
memahami konteks budaya tempat mereka merupakan bagiannya. Di Indonesia, berbagai penelitian tentang kesehatan masyarakat juga menunjukkan peran budaya terhadap tingkat kesehatan masyarakat.
Hasil
penelitian Swasono (1994) yang mengkaji masyarakat Dani menunjukkan bahwa tingginya tingkat resiko kesehatan perempuan dari pada laki-laki pada masyarakat Dani baik dari segi penyakit fisik (kurang gizi dan food intake, konsekuensi kematian akibat aborsi tradisional) serta gangguan psikologis karena faktor-faktor sosial tidak dapat dilepaskan dari faktor penempatan kedudukan perempuan lebih rendah dari laki-laki. Artinya aspek budaya mempengaruhi pada aspek kesehatan masyarakat Wamena. Lebih jauh Soejoeti (1995) menyatakan bahwa derajat sehat masyarakat atau disebut psychosociosomatic health being merupakan resultante dari 4 faktor yaitu: lingkungan, behaviour atau perilaku, Hereditu atau keturunan yang dipengaruhi oleh populasi, distribusi penduduk dan sebagainya dan health care service berupa program kesehatan yang bersifat preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif. Dari keempat
faktor tersebut di atas, lingkungan dan perilaku
merupakan faktor yang paling besar pengaruhnya (dominan) terhadap tinggi rendahnya derajat kesehatan masyarakat, termasuk kesehatan gigi.
18
Untuk Kesehatan Gigi, Blum (Kidd dan Smith,2012) menyatakan bahwa status kesehatan gigi dan mulut seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh empat faktor penting yaitu keturunan, lingkungan (fisik maupun sosial budaya), perilaku, dan pelayanan kesehatan. Dari keempat faktor tersebut, perilaku memegang peranan yang penting dalam mempengaruhi status kesehatan gigi dan mulut.
Disamping mempengaruhi status kesehatan gigi dan mulut secara
langsung, perilaku dapat juga mempengaruhi faktor lingkungan dan pelayanan kesehatan (Kidd dan Smith, 2012). Sehubungan dengan pendapat di atas, maka perilaku budaya menyikat gigi akan mempengaruhi tingkat keparahan angka karies.
19
BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
A. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: 1. Mengukur indeks karies gigi pada masyarakat lahan basah. 2. Mengidentifikasi berbagai penyebab tingginya tingkat karies gigi pada masyarakat lahan basah baik dari aspek lingkungan alam maupun aspek sosial dan budaya masyarakat lahan basah terkait. 3. Membuat model pemberdayaan masyarakat untuk membudayakan gosok gigi dengan air yang memenuhi syarat kesehatan dalam upaya mencegah tingginya karies gigi.
B. Manfaat Penelitian Ada beberapa manfaat yang diharapkan dari pelaksanaan penbelitian ini, yaitu: 1. Semakin jelasnya gambaran tentang pengaruh air sungai terhadap kesehatan gigi. 2. Teridentifikasinya secara lebih mendalam aspek sosial dan budaya masyarakat lahan basah yang menyebabkan tingginya tingkat karies gigi mereka. 3. Terumuskannya model pemberdayaan masyarakat lahan basah yang memperhatikan aspek sosial dan budaya masyarakat untuk penyadaran
20
mereka agar menggosok gigi dengan air yang memenuhi persyaratan kesehatan. 4. Meningkatnya kualitas hidup masyarakat lahan basah melalu pengembangan model pemberdayaan masyarakat untuk mencegah ekses dari kondisi lingkungan lahan basah.
21
BAB IV METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan adalah Research and Development (R&D). Penelitian telah dilaksanakan selama dua tahun dengan alur penelitian yang diadaptasi dari Putro, dkk (2007). Alur penelitian pengembangan model pemberdayaan masyarakat lahan basah untuk menggosok gigi
dengan
menggunakan air yang memenuhi syarat kesehatan diawali dengan studi pendahuluan untuk mengukur tingkat karies gigi, dan mengkaji aspek sosial budaya yang mempengaruhi perilaku masyarakat yang berakibat pada tingginya karies gigi dan dilanjutkan dengan pengembangan model pemberdayaan masyarakat lahan basah agar membudayakan gogok gigi dengan air yang memenuhi persyaratan kesehatan sebagai hasil akhir dari kegiatan penelitian. Pengidentifikasian tingkat karies gigi masyarakat lahan basah dilaksanakan dengan melakukan pengecekan gigi pada masyarakat yang menjadi sample penelitian. Setelah pengecekan gigi, kegiatan penelitian selanjutnya adalah pengkajian aspek-aspek sosial budaya yang mempengaruhi tingginya karies gigi pada masyarakat lahan basah melalui studi pustaka, observasi lapangan, serta penggunaan metode kualitatif untuk menggali informasi dari para informan. Beberapa temuan penelitian tentang aspek social budaya sebagaimana ditemukan dalam penelitian tahun pertama selanjutnya dicarikan feedback dari masyarakat melalui klegiatan Focus Group discussion dan selanjutnya dibuat dalam draft model pemberdayaan yang akan dikaji penerapannya dalam masyarakat Secara rinci, dapat dilihat pada bagan berikut:
22
Pra Survai
Studi Pustaka
Tahun Ke-1
Pengukuran tingkat karies gigi pada masyarakat lahan basah
Identifikasi aspek sosial budaya yang mempengaruhi tingginya tingkat karies gigi pada masyarakat lahan basah
Draft Pengembangan Model Pemberberdayaan Masyarakat
Uji publik I
Draft Final Model Pemberdayaan
Revisi
Revisi
Uji publik II
Tahun Ke-2 Uji Validasi
Model Pemberdayaan dan rekayasa sosial Akhir yang Teruji
Gambar 1. Alur Penelitian Pengembangan Model Pemberdayaan Masyarakat Basah Secara rinci pada tahun pertamaLahan kegiatan penelitian diarahkan pada
23
Pada tahun pertama kegiatan penelitian diarahkan pada pengidentifikasian tingkat karies gigi masyarakat lahan basah yang dilakukan dengan melakukan pengecekan gigi pada masyarakat yang menjadi sample penelitian. Kegiatan ini telah dilaksanakan di dua kota yaitu di Kota Marabahan dan di Kota Banjarmasin. Di Kota Marabahan, pengecekan gigi dilakukan di sekolah MTsN Marabahan pada tanggal 19 Juni 2014. Pada pengecekan gigi ini telah dilaksanakan pengecekan terhadap 60 siswa yang terdiri dari 30 siswa yang menggosok gigi dengan menggunakan air sungai serta 30 siswa yang menggosok gigi dengan menggunakan air PDAM. Hasil pengecekan gigi 2 kelompok siswa ini kemudian dibandingkan untuk melihat sejauhmana pengaruh air sungai berpengaruh terhadap tingkat karies gigi. Di Kota Banjarmasin, pengecekan gigi dilaksanakan di dua sekolah yaitu SMPN4 Kota Banjarmasin dan SMPN 15 Kota Banjarmasin. Pengecekan gigi yang dilakukan di SMPN4 dilakukan terhadap 30 orang siswa yang menggosok gigi dengan air PDAM dan 30 siswa yang menggosok gigi dengan menggunakan air sungai sedangkan pengecekan gigi di SMPN 15 dilakukan terhadap 18 siswa yang menggosok gigi dengan air PDAM dan 22 orang yang menggosok gigi dengan air sungai. Hasil pengeceakn gigi terhadap dua kelompok siswa ini, sepereti halnya yang dilakukan di kota marabahan, juga dibandingkan. Dari kegiatan pengecekan gigi yang dilakukan di dua kota ini dimaksudkan untuk melihat perbedaan tingkat karies gigi antara kelompok siswa yang menggosok gigi dengan air
sungai dengan kelompok siswa yang
menggosok gigi dengan air sungai sehingga hasil dari penelitian ini akan
24
menegaskan akan pengaruh air sungai yang dialiri air dari rawa dengan Ph yang rendah terhadap kesehatan gigi. Setelah pengecekan gigi, kegiatan selanjutnya adalah pengkajian aspekaspek sosial budaya yang mempengaruhi tingginya karies gigi pada masyarakat lahan basah melalui studi pustaka, observasi lapangan, serta penggunaan metode kualitatif untuk menggali informasi dari para informan. Kegiatan pengkajian yang sudah dilakukan adalah penggalian data lapangan di Kabupaten Barito Kuala maupun di Kota Banjarmasin. Pencarian data lapangan
telah dilaksanakan dari tanggal 23 Juni 2014 sampai dengan
tanggal 3 Juli 2014 dan di Kota Banjarmasin sudah dilaksanakan dari tanggal 15 Juli 2014 sampai dengan 25 Juli 2014.
Kegiatan di dua kota ini telah
mewawancarai sebanyak 40 informan yang terdiri staf dinas kesehatan, kepala Puskesmas dan Petugas kesehatan gigi Puskesmas, tokoh masyarakat dan beberapa masyarakat yang masih menggunakan air sungai untuk
keperluan
sehari-hari termasuk menggosok gigi. Data yang diperoleh dari lapangan yang berupa rekaman wawancara selanjutnya ditranskrip dan dianalisis sehingga dapat menjelaskan beberapa pertanyaan penelitian secara jelas dan gamblang. Pada tahun kedua, kegiatan penelitian lebih diarahkan pada pengembangan model pemberdayaan masyarakat untuk menggunakan air yang memenuhi persyaratan kesehatan. Kegiatan penelitian ini dimulai dengan merumuskan draft model pemberdayaan berdasarkan hasil dari kajian yang dilakukan pada penelitian tahun pertama. Draft tersebut kemudian ditanggapai oleh para pihak yang
25
berkompeten dengan masalah kesehatan gigi dan kebudayaan masyarakat di kedua kota Banjarmasin dan kabupaten Barito Kuala melalui kegiatan Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan pada tanggal 3 September 2015 di Aula Fakultas Kedokteran Unlam, Jl. Veteran Kota Banjarmasin. Kegiatan FGD ini mendatangkan tokoh masyrakat, praktisi kesehatan gigi, birokrat kesehatan gigi serta dari para akademisi kedokteran gigi maupun dari sosiologi dan antropologi. Hasil dari kegiatan ini selanjutnya dibuat dalam sebuah draft model pemberdayaan yang sudah disempurnakan. Model pemberdayaan yang sudah disempurnakan sebagai output dari kegiatan FGD kemudian dicari tanggapan dari masyarakat. Untuk kepentingan ini, telah ditentukan dua desa untuk dijadikan lokasi penelitian yaitu di kelurahan Alalak Utara di kota Banjarmasin serta Desa Puntik Luar di kabupaten Barito Kuala. Kelurahan Alalak Utara dijadikan tempat penelitian dikarenakan di kelurahan tersebut dialiri oleh sungai besar yaitu sungai Barito dan masih ditemukan masyarakat yang masih menggunakan air sungai meskipoun kelurahan tersebut sudah dialiri oleh air PDAM. Desa Puntik Luar dijadikan desa penelitian karena di desa ini belum dialiri air PDAM sehingga hampir semua masyarakat masih menggunakan air sungai untuk keperluan sehari-hari mereka serta digunakan untuk kegiatan MCK.
masih
Perbedaan dua karakteristik desa tempat
penelitian tersebut diharapkan dapat memberikan gambaran terhadap realitas masyarakat yang berada di dua kabupaten dan kota yang menjadi sasaran dalam penelitian ini di mana ada daerah-daerah yang sudah dialiri PDAm dan ada yang belum diliri air PDAM.
26
Kajian respon masyarakat terhadap model tersebut
dilakukan dengan
metode survei maupun metode kualitatif. Kajian ini dimulai dengan survei yang dilaksakan pada tanggal 5-11 Okober 2015 serta wawancara mendalam pada tanggal 12 – 15 Oktober 2015 untuk kota Banjarmasin. Sedangkan pelaksanaan Survey di Desa Puntik Luar, kabupaten Barito Kuala dilaksanakan pada tanggal 18 - 24 Oktober 2015 dan dilanjutkan dengan wawancara mendalam terhadap informan yang terpilih yang terdiri dari tokoh-tokoh masyarakat dari tanggal 25 – 27 Oktober 2015 . Jumlah responden masing-masing desa adalah sebanyak 100 orang warga Desa atau kelurahan yang tersebar dalam beberapa RT yang menjadi wilayah desa atau kelurahan tersebut. Jumlah responden untuk masing-masing RT ditentukan secara proporsional sesuai dengan jumlah penduduk RT tersebut dan ditentukan secara acak (simple random sampling). Untuk data kualitatif, penggalian data dilakukan dengan wawancara mendalam terhadap informan yang telah ditentukan secara purposive di mana untuk masing-masing Kota Banjarmasin dan kabupaten Barito Kuala diwawancarai sebanyak 10 orang informan yang terdiri dari praktisi kesehatan dari dinas kesehatan kota, puskesmas, budayawan, tokoh agama serta beberapa tokoh masyarakat di desa Puntik Luar dan Kelurahan Alalak Utara Banjarmasin.
Setelah uji publik, model pemberdayaan selanjutnya direvisi
sehingga diperoleh model pemberdayaan masyarakat yang kredibel.
27
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
A. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 1. Kabupaten Barito Kuala 1.1. Letak Geografis Barito Kuala adalah sebuah nama kabupaten dari salah satu diantara 11 kabupaten di Provinsi Kalimantan Selatan dengan ibu kotanya Marabahan 1.Secara geografis Kabupaten Barito Kuala terletak antara 2°29‟50” - 3°30‟18” Lintang Selatan, 114°20‟50” - 114°50‟18” Bujur Timur, dengan luas wilayah 2.996,96 km2atau sekitar 7,76 % dari luas wilayah Provinsi Kalimantan Selatan. Dengan luas wilayah tersebut, Kabupaten Barito Kuala terdiri dari 17 Kecamatan yang terbagi menjadi 201 Desa/ Kelurahan (6 kelurahan dan 195 desa). Kabupaten Barito Kuala ini merupakan pemekaran dari Kabupaten Banjar dan terletak paling barat dari Provinsi Kalimantan Selatan dengan batas wilayah sebagai berikut: Sebelah Utara
: Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kabupaten Tapin
Sebelah Timur
: Kabupaten Banjar, Kota Banjarmasin
Sebelah Selatan
: Laut Jawa
Sebelah Barat
: Kabupaten Kapuas (Propinsi Kal-Teng).
Karena letak Kabupaten Barito Kuala paling barat dari Provinsi Kalimantan Selatan dan bukan jalur lalu lintas ekonomi antar daerah, maka kabupaten ini 1
Pada tanggal 4 Januari 1960 dengan UU Nomor 27 Tahun 1959 Marabahan ditetapkan menjadi ibu kota Kabupaten Barito Kuala.
28
khususnya Kota Marabahan jarang disinggahi oleh orang sehingga Kabupaten ini sepi sekali. Ini terlihat ketika menuju ke arah ibu kota Marabahan dari Kota Banjarmasin melalui darat sangat sepi sekali,hanya sesekali berpapaasan dengan kendaraan lain. Jarak dari Kota Marabahan ke Banjarmasin sekitar 56 km melalui jalan darat dengan waktu jarak tempuh kurang lebih 1,5 jam perjalanan. Selain melalui jalan darat juga bisa melalui transportasi sungai dengan mengendarai perahu bermesin atau biasa masyarakat setempat menyebutnya dengan kelotokdengan jarah tempuh sekitar 2,5 jam perjalanan. Sebagian besar wilayah Kabupaten Barito Kuala dikelilingi oleh sungai dan rawa.Dua sungai besar yang mengelilingi wilayah ini adalah Sungai Barito dan Sungai Kapuas yang bermuara ke Laut Jawa.Selain Sungai Barito dan Sungai Kapuas, sungai yang terdapat pada Kabupaten Barito Kuala antara lain Sungai Tamban, saluran drainase Anjir Pasar, Tabukan dan saluran drainase Tabunganen. Sungai-sungai ini selain berguna untuk transportasi air juga berguna untuk pengairan sawah. Bentuk geologis wilayah Kabupaten Barito Kuala merupakan dataran rendah dengan ketinggian 0,2 - 3 m dari permukaan laut. Hampir semua wilayah yang ada di Kabupaten Barito Kuala atau 90 persen dari luas areal tanah adalah rawa pasang surut.Kondisi wilayah Kabupaten Barito Kuala yang seperti ini menyebabkan tanah di wilayah ini secara umum mengandung lahan gambut, sehingga tingkat keasamannya cukup tinggi mencapai ph 3-5.
Hal ini
menyebabkan air dari tanah tidak bisa dikonsumsi karena mengandung senyawa besi dan sulfur atau biasa disebut larutan firit yang kurang baik untuk kesehatan.
29
1.2. Penduduk dan Mata Pencaharian Jumlah penduduk Kabupaten Barito Kuala pada tahun 2013 tercatat sebanyak286.075 jiwa, dengan komposisi jumlah perempuan 142. 837 jiwa dan jumlah laki-laki 143.238 jiwa. Tabel 1 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.
Kecamatan Laki-laki Tabunganen 10004 Tamban 16208 Mekarsari 8349 Anjir Pasar 7861 Anjir Muara 10083 Alalak 26836 Mandastana 7230 Belawang 6582 Wanaraya 6403 Barambai 7264 Rantau Badauh 7311 Cerbon 4377 Bakumpai 4876 Marabahan 9735 Tabukann 4193 Kuripan 2731 Jejangkit 3195 Jumlah 143238 Sumber: Barito Kuala Dalam Angka 2013
Perempuan 9857 15913 8464 7975 10051 26998 7247 6544 6321 7134 7319 4327 4819 9857 4201 2768 3042 142837
Jumlah 19861 32121 16813 15836 20134 53834 14477 13126 12724 14398 14630 8704 9695 19592 8394 5499 6237 286075
Kabupaten Barito Kuala yang terletak paling barat dari Provinsi Kalimantan Selatan, secara umum keadaan tanahnya adalah rawa dan sebagian besar penduduknya tinggal di daerah pedesaan sehingga masyarakatnya sebagian besar mata pencahariannya adalah pertanian tanaman pangan, kemudian Pegawai
30
Negeri termasuk TNI/POLRI, sektor industri pengolahan, perdagangan dan jasa. Pada sektor pertanian tanaman pangan, selain padi, buah-buahan juga menjadi andalan.Diantaranya adalah jeruk, nanas, mangga dan rambutan. Budi daya jeruk menempati urutan paling besar dihasilkan di Kabupaten Barito Kuala melalui perkebunan rakyat.Setiap delapan sampai sepuluh bulan sekali ke empat hasil perkebunan ini membanjiri pasaran di wilayah Kalimantan Selatan. Sebagai unggulan jeruk di Kabupaten Barito Kuala rasanya tidak kalah manis dengan jeruk mandarin. Di wilayah Barito Kuala dalam hal perkebunan, beberapa tahun ini pemerintah mulai berupaya mengembangkan perkebunan sawit, sehingga masyarakat Barito Kuala banyak yang terserap tenaga kerjanya di sektor ini terutama yang tinggal di sekitar daerah perkebunan sawit. Selain produk dari sektor pertanian tanaman pangan, sebagian penduduk juga ada yang bermata pencaharian sebagai pengrajin rumah tangga.Seperti kerupuk ikan, anyaman purun dan minyak kelapa.Produk kerupuk ikan yang terkenal dari Kabupaten Barito Kuala adalah kerupuk ikan pipih yang gurih rasanya berbahan ikan pipih yaitu ikan sungai. Beberapa kecamatan di wilayah Kabupaten Barito Kuala seperti Kecamatan Jelapat dan Kecaamatan Tamban berdiri beberapa perusahaan besar dan bahkan beberapa berkantor pusat di Jakarta. Oleh sebab itu masyarakat di dua kecamatan tersebut banyak yang bekerja sebagai buruh pabrik diantaranya pabrik lem, pabrik kayu lapis dan moulding.
31
1.3. Kondisi Masyarakat Kabupaten Barito Kuala adalah salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Kalimantan Selatan yang menjadi sasaran program transmigrasi dari pemerintah pusat sejak tahun 1976.Hal ini menyebabkan beberapa wilayah kecamatan di Kabupaten Barito Kuala mayoritas penduduknya transmigrasi dari pulau di Luar Kalimantan atau bukan dari Barito Kuala.Penduduk asli di Kabupaten Barito Kuala ada beberapa etnis yaitu etnis Dayak, etnis Bakumpai, dan etnis Banjar.Tetapi ada beberapa kecamatan seperti di Kecamatan Brambai penduduknya sebagian besar dari etnis Jawa.Ini disebabkan karena adanya program transmigrasi di daerah tersebut.Para transmigan yang ada di Kabupaten Barito Kuala berasal dari etnis Jawa, Madura, Sunda, Sasak dan Flores. Tingkat pendidikan di Kabupaten Barito Kuala tergolong rendah.Ini disebabkan karena sebagian besar penduduknya yang bermata pencaharian sebagai petani tinggal di desa dan rata-rata hanya tamat Sekolah Dasar (SD).
32
Tabel 2 Persentase Penduduk Usia 15 Tahun Keatas yang Bekerja Menurut Jenis Kelamin dan Ijazah Tertinggi: Ijazah Tdk punya ijazah SD SD/SDLB M.ibtidaiyah Paket A SMP/SMPLB M.Tsanawiyah Paket B SMA/SMALB M.Aliyah SMK Paket C D1/D2 D3/Sarjana muda D4/S1 S2/S3
Laki-laki 5.25 8.47 0.42 8.05 0.48 0.18 15.10 0.84 2.68 0.24 1.85 4.18 0.89
Perempuan 8.00 8.05 0.54 0.06 8.65 1.37 0.06 15.81 1.37 1.37 0.12 0.60 1.73 3.34 0.30
Jumlah 13.25 16.53 0.95 0.06 16.71 1.85 0.24 30.91 2.21 4.06 0.12 0.84 3.58 7.52 1.19
Jumlah 48.63 Sumber: Barito Kuala Dalam Angka 2013
51.37
100.00
Meskipun sebagian besar penduduknya banyak yang tinggal di pedesaan dan bermata pencaharian sebagai petani, mereka tetap memperhatikan pendidikan anaknya. Ini terbukti dari adanya kampung Inggris yang berdiri sejak bulan Oktober tahun 2012.Kampung Inggris adalah sebuah tempat yang ada di desa Desa Karang Indah Kecamatan Mandastana yang dijadikan sebagai pusat pembelajaran bahasa Inggris di Kalimantan Selatan.Di kampung ini terdapat aktivitas kursus bahasa Inggris yang dipadukan dengan keunikan alam.
33
1.4. Kesehatan a. Ketersediaan Tenaga Medis Kesehatan Kabupaten Barito Kuala Tenaga Medis di Kabupaten Barito Kuala tergolong masih kurang. Mereka tersebar di berbagai Puskesmas dan rumah sakit di Kabupaten Barito Kuala. Untuk lebih lengkapnya, dapat dilihat dar tabel berikut: Tabel3 Jumlah Tenaga Medis Kesehatan GigiKabupaten Barito Kuala Tahun 2013 No
Tenaga Medis
1.
Dokter Spesialis
2.
Dokter Umum
3.
Dokter Gigi Spesialis
4.
Jumlah
Rasio Terhadap 100.000 Penduduk 2 0,69 43
14,863
-
-
Dokter Gigi
16
5,53
Jumlah
61
Sumber: Profil Kesehatan Kabupaten Barito Kuala 2013 Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah tenaga medis kesehatan gigi di Kabupaten Barito Kuala masih terbatas.
Total keseluruhan dokter yang
beroperasi di Kabupaten Barito Kuala berjumlah 61 orang yang terdiri dari dokter umum sebanyank 43 orang atau setara dengan rasio terhadap 10.000 penduduk 14,863 dokter sepesialis 2 orang atau rasio 0,69 dan untuk dokter gigi jumlahnya 16 orang denga rasio per 10.000 penduduk 5,53.
34
b. Tren Penyakit Dalam Lima Tahun Terakhir Gangguan gigi merupakan salah satu dari 10 penyakit yang populer di Kabupaten Barito Kuala dalam 5 tahun terakhir (2009-2013). Hal ini dapat dilihat dari tabel berikut: Tabel 4 Tren Penyakit Dalam Lima Tahun Terakhir No
Nama Penyakit
Trend 2009
2010 2011
2012
2013
1
ISPA
1
1
1
1
1
2
Hipertensi Esensial (Primer)
2
2
2
2
2
3
Gastritis dan Duodentis
3
3
3
4
5
4
Artritis Lainnya
4
4
4
3
3
5
Gangguan Gigi dan Jaringan
5
7
7
7
7
Penunjang Lainnya 6
Batuk
6
6
6
6
6
7
Pulpa dan Periapikal
7
5
5
5
4
8
Dermatitis Lainnya
8
10
10
15
13
9
Sakit Kepala
11
8
8
8
10
10
Demam yg Sebab Tak Diketahui
9
13
13
12
11
Sumber: Barito Kuala Dalam Angka 2013
Dari tabel diatas tampak bahwa keluhan gigi berada dalam posisi ke 7 dari 10 penyakit yang popular di Kabupaten Barito Kuala. Banyaknya keluhan gigi diakibatkan oleh pola perilaku masyarakat Barito Kuala dalam mengosok gigi dan 35
perilaku MCK yang banyak beraktivitas di sungai yang memiliki kadar Ph yang rendah.
2. Kota Banjarmasin 2.1. Letak Geografis Kota Banjarmasin secara geografis terletak antara 3º16´46´´ sampai dengan 114º22´54´´ Lintang Selatan dan 114º31´40´´ sampai dengan 114º39´55´´ Bujur Timur.
Luas Kota Banjarmasin adalah 98,46 km² dengan komposisi
peruntukan lahan mayoritas berupa lahan pertanian yaitu sekitar 47,09% disusul kemudian oleh lahan perumahan 39,59%, perdagangan 5,66%, perkantoran 4,44% dan industri sebanyak 3,52%. Secara administratif, Kota Banjarmasin terdiri dari 5 Kecamatan, yaitu Kecamatan Banjarmasin Selatan, Kecamatan Banjarmasin Timur, Kecamatan Banjarmasin Barat, Kecamatan Banjarmasin Tengah, dan Kecamatan Utara dengan 52 Kelurahan. Kota Banjarmasin berbatasan dengan: a. Di sebelah utara dengan Kabupaten Barito Kuala. b. Di sebelah timur dengan Kabupaten Banjar. c. Di sebelah barat dengan Kabupaten Barito Kuala. d. Di sebelah selatan dengan Kabupaten Banjar.
36
2.2. Keadaan Penduduk Kota Banjarmasin banyak dihuni oleh masyarakat Banjar yang terkenal sebagai masyarakat yang sangat kuat memegang teguh agama Islam. Mereka menjadi penuduk yang mayoritas sebagaimana terlihat pada Tabel 5 berikut ini.
Tabel 5 Jumlah Penduduk Kota Banjarmasin Berdasarkan Agama yang Dianut
No.
Agama
1.
Islam
2.
Kristen Protestan
3.
Jumlah
Persen
658.044
96,11
12.194
1,78
Kristen Katolik
7.467
1,09
4.
Budha
4.651
0,68
5.
Hindu
2.326
0.34
684.682
100
Total
Sumber: Kanwil Kementerian Agama Provinsi Kalimantan SelatanTahun 2011
Tabel 5 di atas menunjukkan bahwa mayoritas penduduk Kota Banjarmasin beragam Islam yaitu sebanyak 658.044 atau sekitar 96,11% dan sisanya beragama Kristen Protestan, Katolik, Budha dan Hindu. Warga Banjarmasin
dikenal
sebagai
masyarakat
yang
taat
beragama
dimana
kehidupannya sangat lekat dengan ajaran-ajaran dan nilai-nilai agama Islam.
2.3. Perekonomian Kota Banjarmasin merupakan pintu gerbang arus barang dari luar Pulau Kalimantan ke Pulau Kalimantan sejak zaman kerajaan-kerajaan sampai sekarang dengan pelabuhannya yang besar, Pelabuhan Tri Sakti. Barang-barang komoditas 37
perdagangan dari Pulau Jawa sebelum sampai ke seantero Kalimantan hampir semuanya transit melalui kota Banjarmasin. Letak strategis kota Banjarmasin ini berpengaruh kepada pendapatan Kota Banjarmasin. Data Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin tahun 2011 menunjukkan bahwa pendapatan regional Kota Banjarmasin dari sektor angkutan dan komunikasi adalah sektor penyumbang terbesar yaitu sebesar 23,29 persen, sektor perdagangan, restoran dan perhotelan sebesar 20,65 % dan sektor industri pengolahan sebesar 15,34% Sesuai dengan letaknya yang strategis untuk sektor perdagangan, maka pekerjaan masyarakat Kota banjarmasin banyak berkecimpung pada sektor perdagangan sebagaimana dapat dilihat dalam tabel berikut:
38
Tabel 6 Persentase Penduduk Kota Banjarmasin Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha dan Jenis Kelamin Tahun 2011
Lapangan Pekerjaan
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
(1) 01.
Pertanian
(2) 1,46
(3) 0,59
(4) 2,05
02.
Pertambangan & Energi
1,54
0,11
1,65
03.
Industri Pengolahan
5,07
3,97
9,04
04.
Listrik, Gas, dan Air
0,78
0,11
0,89
05.
Konstruksi
6,95
0,08
7,04
06.
Perdagangan
19,61
20,70
40,32
07.
Angkutan & Komunikasi
9,05
1,21
10,26
08.
Keuangan
1,27
1,15
2,42
09.
Jasa-jasa Lainnya
14,66
10,99
25,65
10.
Lainnya
0,34
0,35
0,69
60,73
39,27
100,00
No.
Total
Sumber: BPS Kota Banjarmasin (Susenas 2011)
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa mayoritas penduduk Kota Banjarmasin adalah sebagai pedagang yaitu 40,32%. Banyaknya penduduk Kota Banjarmasin yang bekerja di sektor perdagangan ini sebetulnya berbanding terbalik dengan peruntukan lahan kota yang berjulukan sebagai kota seribu sungai ini yang mayoritas peruntukkannya untuk pertanian (47,09%). Hal ini terjadi karena kurang suburnya lahan pertanian di daerah ini serta karena secara geografis letak kota ini sangat strategis sebagai kota transit berbagai komoditas perdagangan dari luar Kalimantan ke Pulau Kalimantan terutama Kalimantan Selatan
39
danKalimantan Tengah. Masyarakat Kota Banjarmasin memanfaatkan letak kota ini yang strategis.
2.4. Lingkungan Perumahan Sesuai dengan julukannya “Kota Seribu Sungai” lingkungan Kota Banjarmasin banyak dikelilingi oleh sungai-sungai. Masyarakat di kota ini banyak memanfaatkan sungai-sungai ini sebagai sarana transportasi dan tempat untuk keperluan mandi, cuci dan kakus (MCK).
Perkampungan dan perumahan
dibangun di sepanjang jalur sungai dengan rumah menghadap ke jalan darat dan membelakangi sungai.Perumaham masyarakat dipinggir sungai, banyak yang berbaris sampai ke dalam-dalam di atas sungai.
2.5. Kesehatan Ketersediaan air bersih di kota ini sudah sangat baik di mana sambungan pipa PDAM sudah mencapai 95% wilayah perumahan, kecuali daerah-daerah Sungai Gampa, Sungai Lulut dan Kelurahan Mantuil (Profil Kesehatan Kota Banjarmasin). Jumlah tenaga medis Kesehatan di Kota Banjarmasin juga masih kurang dengan jumlah dokter yang masih sangat kecil sebagaimana dapat dilihat dalam tabel berikut:
40
Tabel7 Jumlah Tenaga Medis Kesehatan Gigi Puskesmas Di Kota Banjarmasin Tahun 2013 No
Tenaga Medis
1.
Dokter spesialis
2.
Dokter umum
3.
Dokter Gigi Spesialis
4.
Dokter Gigi
Jumlah
Rasio Terhadap 100.000 Penduduk -
-
88
13,58
-
-
23
3,549
111
Total
Sumber: Profil Kesehatan Kota Banjarmasin 2013
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa jumlah dokter umum sebanyak 88 orang atau Rasio terhadap 100.000 penduduk berjumlah 13,58% dan dokter gigi bejumlah 23 orang atau rasio terhadap 100.000
penduduk berjumlah3,549.
Jumlah dokter umum dan dokter gigi di Banjarmasin memang lebih banyak dari pada di Kabupaten Barito Kuala, namun kalau dilihatdari rasio terhadap 100.000 penduduk jumlah dokter di Barito Kuala lebih banyak dari pada di Banjarmasin (14,863 berbanding dengan 13,5) begitu juga dengan rasio dokter gigi, di Kabupaten Barito Kuala lebih banyak dari pada Kota Banjarmnasin (5,53 berbanding dengan 3,55).
Dengan demikian kedua wilayah penelitian ini
(Kabupaten Berito Kuala dan Kota Banjarmasin) ketersediaan dokter masih sangat kurang.
41
B. TEMUAN DAN ANALISIS DATA I.
Komparasi Indeks DMF-T Kelompok Siswa yang menggosok Gigi Menggunakan Air PDAM dan Air Sungai
Pelaksanaan pemeriksaan kerusakan gigi dengan indeks DMF-T dilaksanakan pada siswa setingkat SMP dengan tujuan untuk mendapatkan data DMF-T sesuai dengan syarat yang telah ditetapkan yaitu: Indeks DMF-T digunakan untuk mengukur tingkat kerusakan gigi permanen. Pada usia setingkat SMP dengan kisaran usia diatas 12 tahun maka gigi permanen siswa sudah tumbuh semua sampai gigi geraham ke dua ( Molar 2).
Pemilihan lokasi penelitian meliputi wilayah Kabupaten Barito Kuala dan Kota Banjarmasin bertujuan untuk mendapatkan gambaran yang sesuai dengan tujuan penelitian yaitu mendapatkan perbandingan angka DMF-T antara siswa yang menggosok giginya menggunakan air sungai dengan air PDAM dengan homogenitas sampel sesuai harapan. Sampel penelitian juga dipisahkan berdasarkan jenis kelamin dan usia. Tujuan pemisahan ini adalah untuk mengetahui faktor yang mempunyai peranan paling besar terhadap tingkat kerusakan gigi.
42
Tabel 8 DMF-T Siswa MTSN Marabahan Kabupaten Barito Kuala yang Menggosok Gigi Menggunakan Air PDAM NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
NAMA JENIS KELAMIN DMF-T M. Noor Akbar L 2 M.Rizki L 1 M. Khatami Anwar L 3 M. Agus Eko Wicaksono L 3 M.Arsyat Arrasyadi L 2 M.Ridha Ramadhan L 3 Riduan Ghani L 4 Meidy Amrullah L 2 M.Rinaldianoor L 2 M.Riski Abdi L 5 Mahmud Firdaus L 4 Eko Purnomo L 2 M.Syarif Khauzaki L 5 M.Fahmi Arif L 4 M.Najih Mubarak L 3 INDEKS DMF-T SISWA LAKI-LAKI = 45 /15 = 3 ( SEDANG ) 16 Firda Amalia Safira P 0 17 Khairunnisa P 4 18 Windi Nur Azizah P 4 19 Risna P 3 20 Aprilia Nilam Sari P 2 21 Sheila Nursalsabila P 4 22 Sherly Novita P 2 23 Sonia P 2 24 Sri Fatmawati P 3 25 Syarfiatul Uzma P 2 26 Misda Elinawati P 5 27 Norma Hairunnisa P 2 28 Rabiatul Adawiyah P 1 29 Nura Insyirah P 3 30 Nanda Dewi Fajar P 2 INDEKS DMF-T PEREMPUAN 39 /15 = 2,6 ( RENDAH ) INDEKS DMF-T SISWA L DAN P = 84 /30 = 2,8 ( SEDANG)
43
Tabel 9 DMF-T siswa MTSN Marabahan Kabupaten Barito Kuala yang Menggosok Gigi Menggunakan Air Sungai NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
NAMA JENIS KELAMIN DMF-T M.Nafis Norfaizi L 6 Rasyid Sadikin L 5 Abdi Khairi L 6 Bustanul Arifin L 5 M.Rizali Nurdin L 6 Fajri Aminudin L 6 Hermaulan L 6 M.Ihsanuddin L 5 Ramli Syahri L 5 Wahyu L 6 Akhmad Juliadi L 4 M.Yusril L 5 M.Rafi‟i L 5 Zainal Ilmi L 4 Arif Anlunaza L 6 INDEKS DMF-T SISWA LAKI-LAKI = 80 /15 = 5,3 ( TINGGI ) Maya Andriyani P 7 Nurul Mahmudah P 6 Ratna Agustina P 6 Siti Saudah P 4 Sri Wahyuningsih P 6 Auliani Safitri P 6 Fitrana P 7 Kartika P 5 Nursifa Hasanah P 5 Risma Maulina Yanti P 5 Tiya Andriyani P 6 Laela Hafsari P 6 Yasinta P 5 Hamisa P 6 Widya Agustina P 8 INDEKS DMF-T PEREMPUAN 88 /15= 5,8 ( TINGGI ) INDEKS DMF-T SISWA L DAN P = 168 /30 = 5,6 ( TINGGI )
44
Tabel 10 DMF-T siswa SMPN 4 Banjarmasin yang Menggosok Gigi Menggunakan Air PDAM NO NAMA JENIS KELAMIN DMF-T 1 M. A. Reza L 0 2 Komaruddin L 1 3 M. Yusuf L 1 4 M. Arieyanto L 2 5 Hendi Ruspiandi L 1 6 Misnani L 3 7 Muhammad Rizqi L 0 8 Pitduant L 3 9 Amirullah L 1 10 Ferry Pratama L 0 11 Almadani L 2 12 Muhamad Angga Saputra L 0 13 Alfiandi R H L 3 14 Akhmad Riyadi L 2 15 Arya Rindani Putra L 0 INDEKS DMF-T SISWA LAKI-LAKI = 19 /15 = 1,2 ( RENDAH ) 16 Yulia Safitri P 2 17 Syeila Widya Sari P 2 18 Siti Rahma Adelia P 1 19 Nurul Hidayah P 0 20 Rina Hartanti Fahulisa P 0 21 Maulida Safitri P 1 22 Niken Widya Asmara P 2 23 Aisyah P 2 24 Sarmila P 2 25 Trynovia Putri P 1 26 Noor Latifah P 0 27 Hilmawati P 2 28 Devy Ananda P 2 29 Nurul Laili P 0 30 Ananda Fitriani P 3 INDEKS DMF-T PEREMPUAN 20 /15 = 1,3 ( RENDAH ) INDEKS DMF-T SISWA L DAN P = 39 /30 = 1,3 ( RENDAH )
45
Tabel 11 DMF-T siswa SMPN 4 Banjarmasin yang Menggosok Gigi Menggunakan Air Sungai NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
NAMA JENIS KELAMIN DMF-T Noor Haliman L 5 Ahmad Baihaki L 4 A.Arabbi L 4 M. Suryadi L 6 Muhammad Ramadhan L 6 M. Rifa‟i L 5 Muhamad Arianto L 7 Fathurahman L 5 Rena Hasan L 6 INDEKS DMF-T SISWA LAKI-LAKI = 48 /9 = 5.3 ( TINGGI ) Herniwati P 6 Noor Hafifah P 4 Syarifah Nabila P 4 Noormadani Safitri P 5 Nurhayati P 7 Nurhayani P 6 Putri Afifah P 5 Desy Rizky Amalia P 5 Aprilla Amelia Putri P 4 Monika Suita P 5 Nurul Hairi P 6 Yulitta Khairunnisa P 7 INDEKS DMF-T PEREMPUAN 64 /12 = 5,3 (TINGGI ) INDEKS DMF-T SISWA L DAN P = 112 /21 = 5,3 (TINGGI)
46
Tabel 12. DMF-T Siswa SMPN 15 Banjarmasin yang Menggosok Gigi Menggunakan Air PDAM NO 1 2 3 4
NAMA JENIS KELAMIN DMF-T Martono L 3 Ahmad Zein L 3 Alfin Nafis L 4 A.Fikry Rosady L 3 INDEKS DMF-T SISWA LAKI-LAKI = 45 /15 = 3 ( SEDANG ) 5 Ramadina Adinda P 2 6 Novita P 2 7 Aprina Mutmainah P 0 8 Amalia Putri P 2 9 Raudatul Muslimah P 1 10 Miftahul Jannah P 3 11 Yulistia Yumna Akbari P 4 12 Hana Hopia P 4 13 Irianti Utami Gurizal P 1 14 Pipit Novi P 2 INDEKS DMF-T PEREMPUAN 39 /15 = 2,6 ( RENDAH ) INDEKS DMF-T SISWA L DAN P = 84 /30 = 2,8 ( SEDANG)
47
Tabel 13. DMF-T Siswa SMPN 15 Banjarmasin yang Menggosok Gigi Menggunakan Air Sungai NO 1 2 3 4 5 6 7
8 9 10 11 12 13 14 15
NAMA JENIS KELAMIN DMF-T M.Umar L 6 Herianto L 8 Rama Dwi Anggara L 6 Andrainor L 6 M.Fadillah L 7 Alvin L 8 Riduan Yazmin L 7 INDEKS DMF-T SISWA LAKI-LAKI = 48 /7 = 6,8 ( SANGAT TINGGI ) Hopipah P 5 Widya Nurul P 7 Tasya Namira P 6 Rizki Auliani P 8 Fitri Noor Hikmah P 7 Hayatunufus P 6 Ajeng Cyntia Azahra P 7 Fairus Nazla P 5 INDEKS DMF-T PEREMPUAN 51 /8 = 6,3 (TINGGI ) INDEKS DMF-T SISWA L DAN P = 99 /30 = 6,6 ( SANGAT TINGGI )
Dari pemeriksaan gigi yang dilakukan terhadap dua kelompok siswa yang menggosok gigi dengan air PDAM dan air sungai ditemukan bahwa siswa yang menggosok gigi dengan air sungai memiliki nilai indeks DMF-T yang lebih tinggi dari pada kelompok siswa yang menggosok gigi dengan air PDAM. Di sekolah MTsN Marabahan, indek DMF-T kelompok siswa yang menggunakan air sungai mendapat skor 5,6 lebih tinggi dari indeks DMF-T kelompok siswa yang menggunakan air PDAM yang mendapat skor 2,8 (sedang). Temuan serupa juga didapatkan dari hasil pemeriksaan gigi yang dilakukan di dua sekolah di Kota Banjarmasin. Di sekolah SMPN 4 Kota Banjarmasin, indeks DMF-T kelompok
48
siswa yang menggunakan air sungai adalah 5,3 lebih tinggi dari pada kelompok siswa yang menggunakan air PDAM dengan indeks DMF-T 1,3 begitu juga dengan hasil pemeriksaan yang dilakukan di sekolah SMPN 15 Kota Banjarmasin di mana kelompok siswa yang menggunakan air sungan berindeks DMF-T 6,6 lebih tinggi dari kelompok siswa yang menggunakan air PDAM dengan indeks DMF-T 2,67. Tabel 14 DMF-T Siswa berdasarkan jenis kelamin, wilayah dan air yang dipakai untuk menggosok gigi
SISWA
AIR PDAM L
P
DMF-
AIR SUNGAI
TOTAL
P
DMF-T
L
T
DMFT
MTSN MARABAHAN
3
2,6
2,8
5,33
5,87
5,6
4,2
1,27
1,33
1,3
5,33
5,33
5,33
3,31
3,25
2,1
2,67
6,86
6,37
6,6
4,64
2,5
2,01
2,25
5,84
5,86
5,84
4,05
SMPN 4 BANJARMASIN SMPN 12 BANJARMASIN TOTAL DMF-T
Hasil penelitian yang dituangkan pada tabel 14 menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan kriteria Indeks karies gigi berdasarkan jenis kelamin maupun wilayah pada siswa yang menggosok giginya menggunakan air sungai dengan rata-rata DMF-T = 5,84 ( kriteria tinggi menurut WHO).
Pada siswa yang
menggosok giginya menggunakan air PDAM terdapat perbedaan kriteria Indeks karies berdasarkan jenis kelamin dan wilayah. Kriteria Indeks karies jenis kelamin
49
laki – laki lebih tinggi dibanding perempuan. (DMF-T laki – laki = Sedang, DMFT Perempuan = rendah) pada siswa MTSN Marabahan dan SMPN 15 Banjarmasin.
Tabel 15 DMF-T Siswa berdasarkan usia, wilayah dan air yang dipakai untuk menggosok gigi
SISWA
AIR PDAM
AIR SUNGAI
USIA (TH)
USIA (TH)
TOTA L DMFT
13
14
15
DMFT
13
14
15
DMFT
MTSN Marabahan
2
2,4
3,9
2,76
4,8
5,7 5
6,2 5
5,6
4,18
SMPN 4 Bjm
0,4 3
1,3 3
2,4
1,38
4,2 5
5,3 3
6,6
5,39
3,38
SMPN 15 Bjm
1
2,4 2
3,5
2,31
5,3 3
6,5
7,7 5
6,53
4,42
Total DMF-T
1,1 4
2,0 5
3,2 7
2,15
4,7 9
5.8 6
6,8 7
5,84
3,99
Hasil penelitian yang dituangkan pada tabel 2 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kriteria Indeks karies gigi berdasarkan usia siswa dimana semakin meningkatnya usia maka angka DMF-T semakin meningkat. Peningkatan angka DMF-T siswa terjadi pada semua wilayah penelitian. DMF-T terendah pada usia 13 tahun pada siswa yang menggosok gigi dengan air PDAM (0,43 = sangat rendah) dan DMF-T tertinggi pada usia 15 tahun pada siswa yang menggosok gigi dengan air sungai (7,75 = sangat tnggi). Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa Indeks karies DMF-T siswa yang menggosok giginya 50
menggunakan air sungai lebih tinggi daripada siswa yang menggosok giginya menggunakan air PDAM. Kriteria menurut WHO tingkat kerusakan gigi siswa yang menggosok giginya menggunakan air sungai adalah rentang antara tinggi s/d sangat tinggi sedangkan siswa yang menggosok giginya menggunakan air PDAM adalah rentang antara sangat rendah s/d sedang.
II. Kajian Aspek Sosial dan Budaya Tingginya karies gigi masyarakat di dua kabupaten /Kota Barito Kuala dan Banjarmasin tidak dapat dilepaskan dari berbagai lingkungan fisik yang menjadi tempat mereka tinggal dan juga aspek sosial dan budaya masyarakat dimana ketiga hal tersebut yang mempengaruhi derajat hidup masyarakat. Blum (Kidd dan Smith, 2012) menyatakan bahwa status kesehatan gigi dan mulut seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh empat faktor penting yaitu keturunan, lingkungan (fisik maupun sosial budaya), perilaku, dan pelayanan kesehatan. Dari keempat faktor tersebut, perilaku memegang peranan yang penting dalam mempengaruhi status kesehatan gigi dan mulut.Di samping mempengaruhi status kesehatan gigi dan mulut secara langsung, perilaku dapat juga mempengaruhi faktor lingkungan dan pelayanan kesehatan (Kidd dan Smith, 2012). Sehubungan dengan pendapat di atas, maka perilaku budaya menyikat gigi akan mempengaruhi tingkat keparahan angka karies gigi.
51
2.1. Kebijakan Pemerintah dan Kendala yang Dihadapi Dalam Mengurangi Tingginya Tingkat Karies Gigi
Pemerintah Kabupaten Barito Kuala dan Kota Banjarmasin sudah berupaya di dalam peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Untuk kesehatan gigi, kedua pemerintah kabupaten/kota, di mana kedua pemerintah kabupaten/kota ini menempati posisi teratas di dalam indek karies gigi di Provinsi Kalimantan Selatan telah melakukan berbagai upaya di dalam penanganan penyakit ini.Diantaranya adalah kegiatan-kegiatan Promosi Kesehatan, UKGS (Usaha Kesehatan Gigi Sekolah) dan UKGM (Usaha Kesehatan Gigi Masyarakat), kemudian Penyediaan air bersih untuk kawasan yang belum terjangkau dengan PDAM.Namun di dalam pelaksanaannya ditemukan berbagai kendala sehingga penanganan karies gigi masih belum berjalan dengan optimal.
a. Kegiatan Promosi Kesehatan Kegiatan promosi kesehatan merupakan kegiatan yang sering dilakukan di kedua kota wilayah penelitian ini. Di Kabupaten Barito Kuala promosi kesehatan banyak dilakukan oleh tenaga medis melalui berbagai media seperti, di kegiatan puskesmas, posyandu dan bahkan di tempat-tempat pengajian ibu-ibu selalu diselipkan dengan materi kesehatan. Hal ini dapat di lihat dari tabel berikut:
52
Tabel16 Jumlah Kegiatan Promosi Kesehatan Kabupaten Barito Kuala Tahun 2013 No
Kegiatan
Jumlah
Prosen
01
Penyuluhan Kesehatan
3.698
36,46
02
Kunjungan Rumah
5.983
58,99
03
Penyebaran Informasi
461
4,55
Total
10.142
100
Sumber: Bidang Promkes Kabupaten Barito Kuala 2013
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pemerintah Kabupaten Barito Kuala cukup inten di dalam melaksanakan berbagai kegiatan yang sifatnya promotif, yaitu penyuluhan kesehatan, kunjungan rumah, dan penyebaran informasi. Di antara beberapa kegiatan tersebut, kegiatan kunjungan rumah merupakan kegiatan yang paling banyak dilakukan yaitu sebanyak 5.983 kali (58,99%) yang dilanjutkan dengan kegiatan penyuluhan kesehatan sebanyak 3.698 kali (36,46%). Kegiatan yang paling jarang dilakukan adalah penyebaran informasi yang hanya dilakukan sebanyak 460 kali (4,55%) saja. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun kegiatan promosi kesehatan yang dilakukan sudah banyak, akan tetapi penyebaran informasi yang seharusnya mendapat porsi yang banyak masih sedikit dilakukan. Padahal kegiatan penyebaran informasi ini akan dapat banyak membantu pemahaman terhadap kesehatan pada masyarakat. Di Banjarmasin, kegiatan promosi kesehatan dilaksanakan oleh Puskesmas dan Dinas Kesehatan ke berbagai perkumpulan dan pertemuan masyarakat. Ada berbagai kegiatan yang telah dilakukan oleh pemerintah Kota Banjarmasin antara
53
lain penyuluhan kesehatan, kunjungan rumah, dan penyebaran informasi. Hal tersebut dapat dilihat pada table berikut: Tabel 17 Jumlah Kegiatan Promo Kesehatan Kota Banjarmasin Tahun 2013
No
Kegiatan
Jumlah
Prosen
01
Penyuluhan Kesehatan
18.618
21,4
02
Kunjungan Rumah
24.960
28,6
03
Penyebaran Informasi
43.578
50
Total
87.156
100
Sumber: Bidang Promkes Kota Banjarmasin Tahun 2013
Dari tabel di atas, kegiatan promosi kesehatan yang paling banyak dilakukan di Kota Banjarmasin adalah kegiatan penyebaran informasi yaitu sebanyak 43.578 kali (50%) disusul kemudiaan kunjungan rumah sebanyak 24.960 kali (28,6%) dan yang paling sedikit adalah kegiatan penyuluhan kesehatan (21,4%). Data di atas menunjukkan bahwa kegiatan promosi kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah Kota Banjarmasin sudah dilakukaan secara masif di mana penyebaran informasi sudah dilakukan dengan frekwensi yang cukup banyak. Tema-tema yang disampaikan di dalam promosi kesehatan ini berkisar pada kesehatan secara umum termasuk di dalamnya kesehatan gigi dan penggunaan air.Untuk masalah kesehatan, promosi ini sering dilakukan oleh bagian Yanmas Dinas Kabupaten Batola dan Kota Banjarmasin.Selain masalah kesehatan,
54
promosi ini juga diarahkan pada permaslahan kualitas air. Halim, kasi penyehatan lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten Barito Kuala mengatakan: “Kita selalu memberikan penyuluhan pak melalui perpanjangan tangan dinas ada sanitarian puskesmas, sanitarian ini dalam anggaran program kita selalu di masukan untuk penyuluhan air yang baik, air yang baik itu seperti apa ada di dalam materi yang di siapkan”
Menurutnya, penyuluhan ini dilakukan oleh Petugas Sanitarian Puskesmas dapat dilaksanakan di sekolah, di masyarakat pada saat acara arisan ibu-ibu, pengajian serta di Puskesmas ketika terjadi munculnya penyakit dan dicoba diberikan pemahaman tentang penyebab tersebut yang diantaranya karena masalah air yang digunakan. Sosialisasi untuk pengaruh air sungai terhadap kesehatan lebih banyak diarahkan pada pemahaman akan kemungkinan munculnya berbagai penyakit yang diakibatkan oleh kurangnya standar kesehatan air sunga seperti penyakit muntaber dan penyakit kulit dan tidak sampai pada pemberian pemahamn tentang pengaruh air sungai yang tingkat Ph-nya rendah terhadap kesehatan gigi. Untuk masalah kualitas air sungai yang berkaitan dengan tingginya karies gigi di Kabupatan Batola dan Kota Banjarmasin memang sudah dilaksanakan penyuluhan-penyuluhan tentangnya, namun itu masih dilakukan oleh beberapa petugas saja sehingga tidak dapat disampaikan secara optimal dan belum dilakukan secara massif. Belum masifnya sosialisasi tentang air yang berpengaruh terhadap kesehatan gigi terjadi karena pemerintah baik di Kabupaten Barito Kuala maupun di Kota Banjarmasin belum sepenuhnya mensosialisasikan tentang pengaruh air sungai terhadap kesehatan gigi melainkan tentang kesehatan secara keseluruhan
55
sehingga porsi
promosi tentang pengaruh air terhadap kesehatan gigi masih
sedikit. Minimnya sosialisasi tentang pengaruh air sungai terhadap kesehatan gigi ini dirasakan oleh Fakhrudi, salah seorang warga bantaran sungai di Kelurah Kuin, Kota Banjarmasin. Ketika ditanya tentang ini ia mengatakan: “Masalah itu banyak kada tahu,jarang kan sosialosasi itu kan, itu pihak puskesmas haja, paling penyakit dalam, kangker itu haja.” (Masalah itu banyak tidak tahu, jarang sosialisasi tentang itu, pihak puskesmas saja, sosialisasi hanya tentang penyakit dalam dan kanker itu saja).
Hal ini diungkapkan oleh salah satu dokter gigi di Puskesmas Kuin Raya Kota Banjarmasin, ketika ditanya tentang sosialisasi pengaruh air sungai terhadap kesehatan gigi, mengatakan: “Sosialisasi tentang pengaruh air sungai „belum ada‟ dan lebih banyak diarahkan pada anjuran untuk menggosok gigi yang rajin, dan cara menggosok gigi yang baik. Sedangkan sosialisasi pengaruh air terhadap kesehatan gigi masih belum, kalaupun ada masih sedikit”. Kurangnya sosialisasi tentaang pengaruh air sungai terhadap kesehatan gigi menyebabkan masyarakat belum mendapatkan informasi yang cukup tentang masalah ini, sehingga mereka masih banyak melakukan aktivitas gosok gigi dengan air sungai.
b. Kegiatan UKGS (Usaha Kesehatan Gigi Sekolah) Kegiatan UKGS (Usaha Kesehatan Gigi Sekolah) merupakan program pemerintah Kabupaten Barito Kuala dan Kota Banjarmasin untuk memberikan pemahaman akan pentingnya pemeliharaan kesehatan gigi pada anak-anak Sekolah Dasar.
56
Kegiatan UKGS merupakan kegiatan kerja sama antara dinas kesehatan melalui puskesmas terdekat dengan sekolah-sekolah.
Kegiatan UKGS ini
diarahkan pada tiga kegiatan yaitu kegiatan promotif, kegiatan preventif dan kegiatan tindakan.Kegiatan promotif dilakukan melalui kegiatan sikat gigi massal yang dilakukan oleh siswa Sekolah Dasar.Diharapkan dengan kegiatan ini, anak usia sekolah dapat melakukan praktik gosok gigi yang benar dan menjadi penyemangat mereka untuk rajin menggosok gigi. Kegiatan preventif dilakukan dengan cara penyuluhan pada anak-anak Sekolah Dasar untuk membiasakan menggosok gigi dengan baik dan benar dan dengan frekwensi yang tepat.
Dengan kegiatan ini diharapkan anak-anak
mendapatkan informasi yang cukup tentang tata cara menggosok gigi dan berbagai perilaku lain yang diperlukan di dalam pemeliharaan gigi. Kegiatan tindakan yaitu kegiatan yang dilakukan oleh para petugas gigi untuk merawat gigi siswa yang memerlukan perawatan.Data tentang siapa saja siswa yang memerlukan perawatan gigi diperoleh dari kegiatan pemeriksaan gigi yang dilakukan sebelum kegiatan gigi massal.Data tersebut kemudian dijadikan bahan untuk memberikan rujukan pada siswa yang bersangkutan untuk berobat ke Puskesmas terdekat. Sikat gigi massal untuk siswa Sekolah Dasar sebagai kegiatan promotif kedua kabupaten/kota ini sudah sering dilakukan namun dengan jumlah frekuensi yang berbeda sebagaimana dapat dilihat dari tabel berikut:
57
Tabel 18 Kegiatan UKGS Kota Banjarmasin dan Kabupaten Barito Kuala Tahun 2013 No
Kabupate n/Kota
01
Banjarmasi
Jumlah Jumlah SD/MI SD/MI yang melaksa nakan sikat gigi massal 313 603
% SD MI yang melaksan akan sikat gigi missal
Jumlah SD/MI yang melaksana kan Yan Gigi
% SD/MI yang melaksana kan Yang Gigi
192,7
830
265,2
313
17,89
207
66,13
n 02
Barito
56
Kuala Sumber: Diolah dari Bidang Yankes Kota Banjarmasin dan Kabupaten Barito Kuala 2013
Dari tabel di atas, kegiatan promotif berupa kegiatan sikat gigi massal yang dilakukan oleh pemerintah Kota Banjarmasin lebih sering dari pada Kabupaten Barito Kuala yaitu sebanyak 603 sekolah dari 313 sekolah atau sekitar 192,7 % yang berarti hampir semua Sekolah Dasar di Banjarmasin melaksanakan kegiatan sikat gigi massal 2 x dalam setahun. Lain halnya sekolah di Kabupaten Barito Kuala mereka hanya melaksanakan kegiatan gosok gigi massal sebanyak 56 sekolah dari 313 sekolah atau 17,89% yang berarti hanya sedikit sekolah yang melakukan kegiatan sikat gigi massal. Begitu juga dengan kegiatan Yan Gigi (Pelayanan Gigi) yang dilaksakana oleh Sekolah Dasar di Banjarmasin lebih sering dari pada di Kabupaten Barito Kuala yaitu sebanyak 830 SD (265,2%) sebagian besar SD melaksanak perawat gigi sebanyak 3x dalam setahun yang melaksanakan Yan Gigi beda halnya dengan 58
sekolah SD di Kabupaten Barito Kuala yang melaksanakan 207 kali dalam setahun (66,13%) yang berarti baru separuh lebih yang telah melaksanakan Yan Gigi. Masih sedikitnya kegiatan gosok gigi Massal dan Yan Gigi di Kabupaten Barito Kuala diakui juga oleh Bapak Indro Pramono, Kepala Puskesmas Marabahan, yang hanya melaksanakan kegiatan perawatan gigi sebanyak sekali dalam setahun itu pun tidak dilaksanakan oleh semua sekolah sebagaimana yang ia ungkapkan: “Yang jelas kita ini kegiataan rutin yang dilaksanakan untuk kesehatan gigi itu ada UKGS kemudian kegiataan UKGS rutin kita kesekolah tetapi karena dana terbatas kemudian diadakan kegiataan MPJS jadi untuk gigi yang memang ada dari APBD, kemudian itu pun cuma untuk sekolah itu kita pemeriksaan sekali, pemeriksaan itu pada waktu penjaringan itu.
Dari pernyataan bapak Pramono di atas menunjukkan bahwa kegiatan UKGS sudah dilaksanakan namun dengan frekwensi yang terbatas, setahun sekali ketika penjaringan siswa baru yaitu ketika penerimaan siswa kelas satu.
Kegiatan UKGS selanjutnya adalah tindakan perawatan gigi bagi siswasiswa yang mengalami masalah gigi. Perawatan gigi yang dilaksanakan oleh petugas kesehatan gigi di Puskesmas-puskesma di Kabupaten Barito Kuala dan Kota Banjarmasin ini dilaksanakan setelah melakukan kegiatan pemeriksaan gigi dan merekomendasikan siswa-siswa yang perlu mendapatkan perawatan gigi. Pemberian tindakan yang sudah dilakukan oleh petugas medis gigi ini dapat dilihat dari tabel berikut:
59
Tabel 19 Kegiatan Pemeriksaan dan Perawatan Gigi UKGS Kabupaten Barito Kuala dan Kota Banjarmasin Tahun 2013 No
Kabupaten/Kota
1.
Jumlah Murid SD/MI
2.
Jumlah
Murid
SD/MI
Barito Kuala
yang
Banjarmasin
31.500
72.318
16.383
47.802
diperiksa 3.
% Murid SD MI yang diperiksa
53,45
66,1
4.
Jumlah
8.275
23.920
5.461
17.413
65,99
72,8
Murid
SD/MI
Perlu
Perawatan 5.
% Murid SD/MI perlu Perawatan
6.
Jumlah Murid SD/MI mendapat perawatan %
Murid
SD/MI
mendapat
perawatan Sumber: Diolah dari Bidang Yankes Kota Banjarmasin dan Kabupaten Barito Kuala 2013
Untuk kegiatan pemeriksaan dan perawatan gigi baik Kabupaten Barito Kuala maupun Kota Banjarmasin relatif sering melakukan kegiatan ini. Masingmasing telah melaksanakan kegiatan pemeriksaan terhadap separuh lebih jumlah murid Sekolah Dasar di kedua wilayah tersebut yaitu 66,1 % siswa Sekolah Dasar di Kota Banjarmasin mendapatkan pemeriksaan serta 53,45% siswa Sekolah Dasar Kabupaten Barito Kuala mendapatkan pemeriksaan gigi. Kegiatan pemeriksaan gigi tidak berhenti pada pemeriksaan tetapi dilanjutkan dengan tindakan perawatan gigi bagi siswa yang memerlukan perawatan gigi. Di Kota Banjarmasin, tindakan perawatan gigi terhadap siswa
60
yang perlu perawatan gigi, dengan melakukan perawatan gigi di Puskesmas dengan membawa rujukan dari sekolah sangat tinggi yaitu sebanyak 72,8% begitu juga dengan Kabupaten Barito Kuala yang memberikan tindakan gigi terhadap 65,99 % siswa yang memerlukan perawatan gigi. Kegiatan UKGS yang gencar dilakukan baik oleh pemerintah Kabupaten Barito Kuala maupun Kota Banjarmasin
tentunya sangat berarti di dalam
peningkatan kualitas gigi masyarakat di kedua wilayah tersebut. Namun demikian, kegitatan-kegiatan tersebut tidak hanya sifatnya pengobatan dan perawatan tetapi juga lebih gencar lagi sosialisasi tentang perawatan gigi yang baik dan terutama, terkait dengan penggunaan air sungai untuk keperluan sehari-hari mereka, sosialisasi tentang pengaruh air sungai terhadap kesehatan gigi perlu diperbanyak lagi sehingga menumbuhkan kesadaran pada siswa untuk menggunakan air yang memenuhi standar kesehatan.
c. Kegiatan UKGM (Usaha Kesehatan Gigi Masyarakat) UKGM (Usaha Kesehatan
Gigi Masyarakat) merupakan program
pemerintah yang ditujukan pada upaya peningkatan kesehatan gigi masyarakat. Berbeda dengan UKGS yang diarahkan pada anak-anak sekiolah, UKGM lebih diarahkan kepada masyarakat secara luas. Kegiatan UKGM ini dapat berupa pemeriksaan gigi pada ibu-ibu dan anak-anak yang dilaksanakan di posyandu – posyandu yang dilakukan bersama dengan kegiatan –kegiatan rutin pemeriksaan kesehatan ibu dan anak. Tentang kegiatan ini, Indro Pramono, Kepala Puskesmas Marabahan, Kabupaten Barito Kuala mengatakan:
61
“UKMG itu tadi upaya kesehatan gigi masyarakat itu di posyandu, jadi kita lihat di situ pada balita dan ibu hamil kita lihati” Hal senada juga disampaikan oleh Petugas Puskesmas Kuin Raya: “UKGM tu kan kesehatan masyarakat desa Bu lah itu sasaran kita tu di posyandu, kita berkunjung ke posyandu, bikin jadwal, gantian disana penyuluhan, tindakannya ya tindakan kecil-kecil aja lah misalkan cabut gigi yang goyang, kalonya bermasalah kita rujuk ke puskesmas, itu untuk masyarakat umum lah”. Dari kedua ungkapan petugas kesehatan di atas dapat dilihat bahwa kegiatan yang dilakukan di dalam kegiatan UKGM ini dapat berupa kegiatan preventif berupa penyuluhan tentang kesehatan gigi serta kegiatan tindakan perawatan gigi ringan ketika ada warga yang giginya perlu pemeriksaan.Kegiatan ini dilakukan oleh petugas kesehatan gigi bergiliran ke daerah-daerah yang perlu perhatian di dalam masalah kesehatan gigi. Pada pelaksanaannya di Kabupatena Barito Kuala, kegiatan UKGM ini jarang dilakukan karena berbagai keterbatasan sebagaiman diungkapkan oleh salah seorang pegawai kesehatan gigi di Kabupaten Barito Kuala: “Iya, itu pun (kegiatan UKGM) juga kita nggak bisa rutin tiap bulan nggak bisa, tapi setahun sekali saja karena keterbatasan dana, memang dananya terbatas”. Dari ungkapan di atas dapat dilihat bahwa pelaksanaan kegiatan UKGM di Kabupaten Barito Kuala ini masih jarang dilakukan karena keterbatasan dana. Di Banjarmasin, pelaksanaan UKGM diarahkan pada masyarakat yang belum terjangkau oleh Puskesmas dan dilaksanakan oleh Puskesmas yang terdekat dengan wilayah tersebut. Pelaksanaan kegiatan ini juga masih agak jarang dilakukan dikarenakan keterbatasan jumlah tenaga medis gigi sebagaimana
62
diungkapakn olehBapak Zabidie, staf Yan Mas Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin: “Untuk kegiatan Usaha Kesehatan Gigi Masyarakat, dari puskesmas punya target, masalahnya tenaga kerja lagi kurang. Paling sebulan atau 2 bulan ke wilayah yang tidak terjangkau Puskesmas.”
Dari pernyataan Zabidie di atas, dapat dilihat bahwa kegiatan UKGM di Banjarmasin lebih banyak diarahkan ke daerah-daerah yang belum terjangkau oleh Puskesmas, namun dalam pelaksanaannya, kegiatan ini masih belum dapat terlaksana secara maksimal dikarenakan keterbatasan jumlah tenaga medis gigi. Kegiatan UKGM di kedua wilayah ini masih belum terlaksana secara optimal dikarenakan masalah keterbatasan jumlah tenaga medis kesehatan gigi. Untuk mengatasi permasalahan ini, pemerintah Kota Banjarmasin membuat sebuah terobosan dengan membuat program
kader gigi.
Program ini
dikembangkan untuk mengatasi kekurangan tenaga medis gigi dengan mengajak berbagai kalangan lapisan masyarakat untuk menjadi kader gigi yang mendapatkan pembekalan seputar permasalahan gigi.
Hal ini sebagaimana
disampaikan oleh Bapak Zabidie ketika ditanya respon masyarakat terhadap gerakan “kader gigi”: “Iya, SD aja kita itu hibak banar tenaga kita habis kan, dokter gigi dan perawat gigi, Cuma berapa orang, ya contoh Puskesmas Pekauman kelurahannya ada 5 banyak pa,cukup antusias mereka, apa lagi yang pengen masuk kepolisian, pasti gigi, betul kan ,orang sini gigi berlubang , pasti di kesehatan, padahal minat banyak untuk itu kami kembangkan gerakan kader gigi.” (Iya, di Sekolah Dasar saja sudah banyak tenaga medis kita habis untuk disana, dokter gigi, perawat gigi. Di Kelurahan Pekauman saja ada 5 kegiatan kesehatan yang banyak di respon masyarakat dengan antusias karena masyarakat menyadari pentingnya kesehatan gigi untuk profesiprofesi tertentu seperti ketika akan masuk ke kepolisian. Warga
63
permasalahan gigi pasti ada pada gigi berlubang. kembangkan gerakan kader gigi)
Untuk itu kami
Gerakan kader gigi ini dilakukan untuk mengisi kekurangan tenaga medis untuk mensosialisasikan kesehatan gigi pada masyarakat. Gerakan ini mendapat respon yang positif dengan banyaknya masyarakat yang secara antusias mau menjadi kader gigi
bahkan, menurut pengakuan Bapak Zabidie jumlahnya
mencapai lima ribuan orang. Jumlah ini tentu bukan jumlah yang kecil, kalau diberdayakan dengan baik dan diberikan pemahaman tentang permasalahan perawatan gigi serta pemahaman tentang pengaruh air terhadap kesehatan gigi tentu akan berdampak besar di dalam pemeliharaan kesehatan gigi masyarakat, termasuk mengurangi tingginya angka indeks karies gigi di Kota Banjarmasin.
d. Penyediaan Air Bersih Untuk Kawasan Yang Belum Terjangkau Dengan PDAM
Di Kabupaten Barito Kuala, penyediaan air bersih untuk daerah yang belum terjangkau dengan PDAM dikembangkan program PAMSIMAS yaitu suatu program penyediaan air minum dan sanitasi berbasis masyarakat yang dikembangkan sejak tahun 2009. Pengembangan program ini ini dilakukan oleh lintas dinas yang terdiri dari BAPEDA sebagai perancang program, Pekerjaan umum untuk teknis alat, Dinas pemberdayaan untuk memberdayakan masyarakat tentang pentingnya pemeliharaan serta jalannya iuran serta Dinas kesehatan sebagai pemicunya.
64
Dalam pelaksanaannya, pemerintah hanya berfungsi sebagai fasilitator berupa penyediaan alat dan pengerjaan awal sampai terbangunnya fasilitas sanitasi sedangkan untuk pemeliharaan dan pengembangan program di masyarakat dilakukan sepenuhnya oleh masyarakat secara swadaya. Program ini sebenarnya sangat bagus untuk penyediaan air bersih serta sanitasi yang sehat bagi masyarakat desa yang belum terjangkau oleh aliran PDAM, namun dalam pelaksanaanya selama lima tahun sejak tahun 2009, program ini masih belum berjalan secara optimal. Dalam pelaksanaan program ini banyak program pamsimas yang tidak dapat berjalan dengan baik, meskipun ada beberapa daerah yang berhasil dan dapat berkembang.Hal tersebut diakui oleh Halim, kepala seksi sanitas Dinas Kesehatan masyarakat, sebagaimana yang ia ungkapkan: “Sebenarnya program ini sangat baik pak, namun dalam pelaksanaannya banyak yang gagal bahkan bisa dikatakan banyak yang gagal daripada yang berhasil. Namun demikian, meskipun ada yang gagal ada juga yang berhasil seperti yang di daerah Sumber Rahayu di Wanaraya bahkan di daerah Mandastana misalnya daerah Karang Dukuh, Karang Buah, Karang Indah itu hasil bangunan beberapa menara air baku yang digunakan air Sungai Barito bisa sampai seperti air PDAM ini sampai kran kerumah itu pak sambungannya, bahkan meteran itukan masyarakatnya bagus disitu”.
Dari pengakuan Bapak Halim di atas dapat dilihat bahwa program PAMSIMAS ini merupakan program alternatif di dalam penyediaan sarana untuk keperluan sanitasi yang sehat yang jika dikelola dengan baik, hasilnya bisa menjadi alternatif PDAM seperti yang terjadi di daerah-daerah yang sukses. Namun dalam pelaksanannya terjadi berbagai kelemahan sehingga program yang tidak berjalan lebih banyak dari pada yang berjalan.Banyaknya program yang tidak berjalan ini
65
diakibatkan oleh beberapa permasalahan yang terjadi di lapangan seperti masalah koordinasi pelaksanaan program dari pihak pemerintah serta lemahnya partisipasi masyarakat dari pihak masyarakat. Untuk masalah lemahnya koordinasi dari pemerintah sebagai inisiator, pemicu dan fasilitator program ini terjadi karena lepasnya koordinasi setelah program PAMSIMAS berjalan, tidak ada dinas khusus yang bertanggung jawab didalam pengawasan terhadap keberlangsungan dan suksesnya program ini karena dianggap sebagai kerja bersama semua dinas yang terkait. Sedangkan yang mendasar dari kegagalan PAMSIMAS adalah dari pihak masyarakat, yaitu masih lemahnya kesadaran untuk menggunakan air yang lebih baik dari air sungai sebagai bahan baku air PAMSIMAS sebagaimana dinyatakan oleh Bapak Halim sebagai berikut: “Kalau kelemahannya itu dari masyarakat itu kadang-kadang sumber air baku, dekat sumber air baku yang agak susah, iya kan dia air bakunya sudah ada tersedia misalnya yang di pinggir sungai dibangun pamsimas di situ mereka di suruh mengambil air di pamsimas padahal sumber air baku mereka dekat tinggal di belakang rumah sudah dapat. Dari segi kualitas sudah kita jelaskan lagi berbeda antara yang di ambil langsung dengan keluaran dari hasil pengelohan pamsimas tapi masyarakat masih banyak yang memilih langsung dari sungai” Dari pernyataan Bapak Halim di atas, kelemahan mendasar dari pelaksanaan program PAMSIMAS yang gagal adalah lemahnya kesadaran masyarakat untuk menggunakan air yang dikelola oleh PAMSIMAS yang kualitasnya jauh lebih baik dari pada air sungai secara langsung digunakan karena menganggap air sudah ada di sungai-sungai yang dapat dengan mudah digunakan sehingga manfaat PAMSIMAS tidak mereka rasakan.
66
Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan di dalam pelaksanaan program
PAMSIMAS,
pemerintah
Kabupaten
Barito
Kuala
sudah
mengembangkan program perbaikan PAMSIMAS yang dikenal sebagai PKP (Program Khusus PAMSIMAS) yaitu suatu program perbaikan program PAMSIMAS di mana program-program yang tidak berjalan mulus dilihat kembali permasalahannya dan dibenahi. Di Kota Banjarmasin, saluran PDAM sudah lebih 95% (Profil Kesehatan Kota Banjarmasin) mengaliri wilayah kota ini tinggal sedikit daerah yang belum terjangkau PDAM seperti di daerah Mantuil. Untuk membantu masyarakat yang belum
memperoleh saluran air PDAM,
pemerintah Kota
Banjarmasin
mengembangkan program BPTKL. Program ini dilakukan pemerintah dengan menyediakan sarana dan prasarana penyediaan air bersih dan dikelola sepenuhnya oleh swadaya masyarakat.Fasilitas yang dibangun pemerintah dalam penyediaan air bersih ini bisa melayani sekitar 30-40 kepala keluarga atau sekitar 100-125 orang.
2.2 Peran Lembaga-Lembaga Sosial di Dalam Menjaga Kesehatan Gigi Masyarakat Lembaga-lembaga sosial mempunyai peran yang signifikan di dalam menjaga dan mengembangkan perilaku hidup sehat.
Lembaga-lembaga sosial
memberikan pegangan dan tuntunan bagi para anggotanya dengan berbagai nilai dan norma yang menjadi pegangan ketika berinteraksi dan berperilaku di dalam kehidupan sosial. Ketika lembaga-lembaga sosial memberikan nilai-nilai, norma
67
atau aturan yang mengarahkan pada pola perilaku hidup sehat tentu semuaanggota yang menjadi bagian dari lembaga tersebut akan memegangnya dengan berperilaku hidup sehat termasuk di dalam menjaga kesehatan gigi. Mengingat betapa pentingnya lembaga sosial, penelitian ini juga memperhatikan aspek lembaga sosial di dalam pengembangan masyarakat yang menjaga kesehatan gigi. Lembaga –lembaga sosial yang menjadi perhatian di dalam kajian ini adalah lembaga keluarga dan lembaga pendidikan di mana kedua lembaga ini sangat berperan di dalam pengembangan perilaku masyarakat.
a. Keluarga Keluarga merupakan lembaga sosial yang paling elementer di dalam mensosialisasikan berbagai norma-norma sosial yang ada di dalam masyarakat. Keluarga melalui keintiman para anggota keluarga di dalamnya mampu memberikan arahan yang kuat mentransformasikan berbagai nilai, norma dan aturan serta berbagai pola perilaku kepada generasi penerus manusia, yaitu anakanak. Mengingat begitu pentingnya keluarga di dalam mensosilisasikan nilainilai dan norma di dalam masyarakat telah menjadikan keluarga sebagai lembaga pertama dan utama di dalam pendidikan. Namun demikian, di dalam transformasi pengetahun tentang perawatan gigi, ternyata keluarga-keluarga baik yang di ada Kabupaten Barito Kuala maun Kota Banjarmasin masih banyak yang belum berfungsi secara optimal.Hal ini dapat dilihat dari ungkapan Hanafi, salah satu
68
warga Kelurahan Kuin Selatan, Kota Banjarmasin ketika ditanya proses sosialisasi gigi pada anak mengatakan: “Nah mun kami tukan kadada, kadada mungkin kan istilahnya kada melajari pang itu pang, mungkin kan disekolahan kan ada guru kan mungkin kan kaitu kan, mun kami ni kan istilahnya ay kadada nang aturan nang apa kaitu kan caranya menggosok gigi kaitukan, mungkin dari kesehatan mungkin ada yakalo cuma kan belum ada diterapkan di masayarakat kan kadada”. (Kalau kami tidak ada pendidikan tentang itu (perawatan gigi), mungkin hal itu diajarkan oleh para guru. Kalau kami tidak mempunyai pengetahuan tentang cara menggosok gigi. Mungkin dari dinas kesehatan ada tuntunan tentang itu, tapi belum dilaksanakan di dalam masyakat.)
Hal senada juga diungkapkan oleh Mahsunah, seorang guru SD Marabahan, mengomentari tentang peran keluarga didalam perawatan gigi: “ iih itu jua kurangnya pemahan dari kaluarga pentingnya menyikat gigi itu. Orang tua kayaitu pantes anaknya kayaitu, disekolah ini sudah cukup rasanya kada datang aja berkala 3 bulan sekali didatangi puskesmas.” (Iya itulah kurangnya pemahaman dari keluarga mengenai pentingnya menyikat gigi. Para orang tua cara menyikat gigi seperti itu ya anaknya ikut seperti itu juga (apa yang dilakukan orang tua dalam hal ini cara menyikat gigi, anaknya pasti akan mengikuti seperti yang dilakukan orang tua), di sekolah sebenarnya cukup 3 bulan sekali jika didatangi secara rutin bisa mengubah perilaku menjaga kesehatan pada anaknya).
Keluarga yang sebetulnya merupakan lembaga yang paling utama dalam proses pembelajaran bagi masyarakat termasuk di dalam menggosok gigi dan menggunakan air yang memenuhi standar namun belum dapat berjalan dengan maksimal karena masih adanya anggapan di kalangan masyarakat bahwa pendidikan menjadi tanggung jawab sepenuhnya lembaga-lembaga pendidikan. Arti penting keluarga sebagai lembaga sosial yang dapat meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menggosok gigi menggunakan air yang memenuhi standar kesehatan juga hendaknya menjadi perhatian.
69
Dari hasil wawancara
dengan beberapa informan, yang merupakan kepala keluarga, mereka kebanyakan masih belum menyadari akan arti pentingnya menggosok gigi dengan air yang memenuhi standar kesehatan. Mereka rata-rata tidak memahami bahwa air sungai dapat merusak gigi mereka. Mereka menyadari bahwa air sungai yang mereka pakai ketika menggosok gigi
terasa masam, namun tetap saja mereka
menggunakan air itu karena mereka anggap sudah wajar dan sudah terbiasa dengan air tersebut tanpa menyadari akan dampak dari menggunakan air tersebut.
b. Sekolah Sekolah merupakan lembaga sosial lain yang sangat penting di dalam memberikan sosialisasi tentang nilai dan aturan yang ada di dalam masyarakat kepada generasi penerus. Di lembaga ini, anak-anak digembleng dan diberikan pemahaman tentang berbagai tata kehidupan bermasyarakat termasuk di dalam menjaga kesehatan tubuh. Dalam pemeliharaan kesehatan gigi, sekolah terutama sekolah SD/MI juga turut serta di dalam pemberian pemahaman tentang kesehatan gigi terutama di dalam kegiatan UKGS (Usaha Kesehatan Gigi Sekolah) yang dilaksanakan bekerja sama dengan Dinas Kesehatan kabupaten/kota. Kegiatan-kegiatan yang dilaksakan dalam UKGS ini berupa, sikat gigi massal, sosilisais tentang kesehatan gigi dan tindakan perawatan gigi bagi siswa yang mendapatkan permasalahan gigi dengan diberikan surat rujukan perawatan di puskesmas-puskesma terdekat dari sekolah.
70
Selain melalui kegiatan UKGS, sosilisasi tentang perawatan gigi di sekolah
juga
dilakukan
melalui
pelajaran
pendidikan
olah
raga
dan
kesehatan.Sebagaimana dikatakan oleh Apriadi, guru Penjaskes Marabahan, ketika ditanya tentang materi keguatan kesehatan gigi dalam pembelajaran Penjaskes: “Biasanya di penjaskes ada tapi secara garis besarnya tentang kesehatan secara umum, tapi yang mendetail tentang kesehatan gigi belum ada di materi pelajaran”. Dari pernyataan di atas, dapat dilihat bahwa materi yang membahas kesehatan gigi secara lengkap belum diterapkan di sekolah tetapi dimasukkan dalam materi kesehatan secara umum. Bahkan materi tentang pengaruh air sungai yang memiliki kadar Ph yang rendah terhadap gigi tidak sama sekali tersentuh, sebagaimana diungkapkan oleh Sukardi, guru MAN Marabahan sebagai berikut: “Materi khusus tentang pengaruh air sungai terhadap kesehatan gigi belum banyak disampaikan, yang disampaikan lebih kepada pentingnya sikat gigi kalau efek air sungai terhadap kesehatan gigi belum di sampaikan” Hal senada juga disampaikan oleh Hair, guru seklah MTsN Marabahan: “Nah ini tentang pengaruh air sungai terhadap kesehatan gigi sedikit dibahas di materi IPA tapi tidak secara gambling. Biasanya kan, secara khusus mungkin belum ada, tapi kita menasehati bahwa bagaimanapun kan air PDAM lebih menjamin lebih baik dibandingkan dengan air sungai itu yang kita sampaikan.
Kedua pernyata guru sekolah di atas, menunjukkan bahwa memang masalah kesehatan gigi belum menjadi perhatian besar yang perlu disoroti di dalam permasalahan gigi bahkan untuk pemahaman pengaruh air sungai terhadap
71
kesehatan gigi tidak banyak dipelajari di dalam pembelajaran di sekolah. Padahal, untuk menekan tingginya tingkat karies gigi di Kabupaten Barito Kuala dan Kota Banjarmasin, semua komponen masyarakat dan lembaga lembaga sosial yang ada di
dalam
masyarakat
termasuk
sekolah
hendaknya
bahu
membahu
mensosilisasikan tentang pentingnya perawatan gigi serta menggosok gigi dengan air yang memenuhi standar kesehatan termasuk pemahaman tentang pengaruh air sungai yang Ph-nya rendah terhadap kesehatan gigi.
2.3.Ketersediaan Akses Masyarakat Terhadap Air dan Sanitasi yang Memenuhi Standar Kesehatan
a. Penyediaan Air Bersih Di Kota Banjarmasin penyediaan air bersih melalui saluran pipa air PDAM dari tahun ke tahun meningkat terus.Pada tahun 2013, hampir seluruh wilayah Kota Banjarmasin sudah dialiri oleh air PDAM kecuali daerah-daerah kelurahan Sungai Gampa, Kelurahan Sungai Lulut dan Kelurahan Mantuil dimana di daerah tersebut masih terdapat beberapa lokasi yang belum terpasang pipa PDAM (Profil Kesehatan Kota Banjarmasin 2013).
Ketiga daerah tersebut
merupakan daerah – daerah terluar dari Kota Banjarmasin. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut:
72
Tabel 20 Pengguna Air di Kota Banjarmasin Tahun 2013
No
Jenis Sumber Air
Pengguna Jumlah
Persen
1.
Perpipaan(PDAM, BPSPAM)
141.595
87,11
2.
Bukan Perpipaan (Air Sungai)
20.954
12,89
162.549
100
Total
Sumber: Diolah dari bidang P2PL Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin
Tabel di atas menunjukkan bahwa penggunaan air PDAM sudah mencapai 87,11% jumlah ini tentunya masih kecil dari pada ketersediaan saluran pipa PDAM yang sudah mencapai 95% wilayah Banjarmasin (profil kesehatan Kota Banjarmasin). Perbedaan antara cakupan dan jumlah pengguna ini karena masih banyak warga Banjarmasin, meskipun sudah ada saluran pipa PDAM yang belum memasang PDAM dengan berbagai pertimbangan seperti faktor ekonomi, masih bergantung pada air sungai. Berbeda dengan Kota Banjarmasin yang hampir seluruh wilayahnya sudah terpasang pipa air PDAM, di Kabupaten Barito Kuala, masyarakat pengguna air PDAM baru sekitar 128.152 jiwa atau 44,30% sedangkan sisanya masih menggunakan sumber air yang beragam, sebagaimana dapat dilihat dari tabel beriktu:
73
Tabel 21 Jenis Sumber Air dan Penggunanyadi Kabupaten Barito Kuala Tahun 2013
No.
Jenis Sumber air
Pengguna Jumlah
1.
Sumber Gali Terlindung
2.
Sumur Bor dengan Pompa
3.
Persen
1.908
0,66
14.754
5,10
Terminal air
2.176
0,75
4.
Penampungan air hujan
4.418
1,53
5.
Perpipaan (PDAM, BPSPAM)
128.152
44,30
6.
Tanpa sumber air (Air Sungai)
137.905
47,67
Total
289.313
100
Sumber: Diolah dari Data Bidang PROMKESLING Dinas Kesehatan Kabupaten Barito Kuala
Dari data di atas terlihat bahwa mayoritas warga di Kabupaten Barito Kuala masih menggunakan sumber air sungai yaitu 137.905 orang atau 47,67% dari total warga Kabupaten Barito Kuala dan yang menggunakan air PDAM dan BPSPAM
sebanyak 128.152 atau sekitar 44,30% sedangkan sisanya adalah
masyarakat pengguna Sumur bor dengan pompa sebanyak 14. 754 orang (5,10%), sumber penampungan air hujan sebanyak 4.418 orang (1,53%), sumber terminal air sebanyak 2.176 orang (0,75%) dan terakhir adalah pengguna sumber air gali terlindung sebanyak 1.908 orang (0,66%). Jumlah pengguna air sungai dalam praktiknya jauh lebih besar dari jumlah tersebut karena masyarakat yang menggunakan berbagai sumber air tadi pada praktiknya juga masih banyak yang menggunakan air sungai terutama untuk kegiatan MCK termasuk menggosok gigi.
74
Masih sedikitnya masyarakat Kabupaten Barito Kuala yang menggunakan air PDAM yang belum sampai separuh dari total warga Kabupaten Barito Kuala dikarenakan masih terbatasnya jangkauan PDAM mengingat medannya yang sulit serta jumlah penduduk yang masih agak jarang sehingga cost untuk pemasangan saluran air PDAM menjadi mahal.Di samping itu juga masih banyak masyarakat yang masih bergantung pada sungai meskipun ada saluran pipa dengan berbagai alasan. Keterbatasan sarana saluran air PDAM di Kabupaten Barito Kuala menjadikan warga berusaha keras mencari berbagai sumber lain selain PDAM bahkan ada beberapa warga yang dekat dengan Kota Banjarmasin membeli air PDAM dengan mobil
tangki demi untuk memenuhi keperluan air minum
sedangkan untuk kegiatan lain seperti MCK mereka masih menggunakan air sungai. Hal ini disampaikan oleh Bapak Indro, petugas Puskesmas Mandastana sebagai berikut: “Yang agak jauh ya, mungkin karena agak jauh tidak menggunakan, tapi ada juga dia membeli dari PDAM sini di telepon kemudian dibawa kesana dia satu tangki besar untuk keperluan dua atau tiga keluarga dengan harga 150 ribu rupiah”.
Menurut Bapak Indro, pemenuhan air di daerah yang belum terpasang pipa air PDAM mereka membeli air PDAM kepada para penjual air di Kota Banjarmasin yang pada umumnya mereka hanya menggunakan air PDAM untuk keperluan air minum sedangkan untuk keperluan MCK termasuk meggogok gigi mereka lakukan di sungai-sungai.
75
b. Penyediaan Sarana Sanitasi yang Sehat Penunjang kesehatan masyarakat yang selanjutnya adalah sanitasi yang baik di lingkungan keluarga. Sanitasi yang memenuhi persyaratan kesehatan akan membantu menjaga taraf kesehatan warga masyarakat karena lingkungan keluarga mereka bersih. Di Kabupaten Barito Kuala, penggunaan sanitasi yang sehat masih terbatas yaitu hanya sekitar 43 % dari seluruh warga Kabupaten Barito Kuala sebagaimana terlihat dalam tabel berikut:
Tabel 22 Penduduk dengan Akses Terhadap Fasilitas Sanitasi yang Layak (Jamban Sehat) Kabupaten Barito Kuala Tahun 2013 No.
Jenis Sarana Jamban
Pengguna Sarana Jumlah
Persen
1.
Leher Angsa Memenuhi sarat
111180
38,43
2.
Plengsengan Memenuhi Sarat
6475
2,24
3.
Cemplung Memenuhi Sarat
6713
2,32
4.
Sarana yang tidak memenuhi
163945
57,01
289313
100
sarat Total
Sumber: Diolah dari Data Promkesling Dinas Kesehatan kabupaten Barito Kuala
Tabel di atas menunjukkan bahwa mayoritas warga di Kabupaten Barito Kuala masih belum menggunakan sarana sanitasi yang memenuhi sarat kesehatan yaitu sebanyak 163.945 orang (57,01%) sedangkan sisanya 43% sudah memenuhi persyaratan kesehatan. Sarana sanitasi yang memenuhi sarat kesehatan terdiri dari
76
pengguna leher angsa sebanyak 111.180 orang (38,43%), pengguna plengsengan sebanyak 6.475 orang (2,24%) dan pengguna cemplung sebanyak 6.713 orang (2,32%). Masih banyaknya warga yang belum menggunakan sarana jamban yang sehat mengakibatkan mereka melakukan kegiatan MCK di sungai-sungai yang ada di sekitar mereka. Kondisi ini tentunya akan membawa dampak pada masih bertahannya perilaku ber-MCK termasuk menggosok gigi di sungai meskipun kadar dan kualitas air sungai sudah semakin mengkhawatirkan dengan kadar Ph yang rendah yang dapat merusak kesehatan gigi.
2.4.Perilaku Masyarakat Bantaran Sungai Dalam Melaksanakan MCK dan Perawatan Gigi
Masyarakat bantaran sungai adalah masyarakat yang diam di sekitar sepanjang aliran sungai.Mereka tinggal di rumah-rumah di sepanjang aliran sungai.Dulu, rumah-rumah mereka menghadap ke sungai karena semua aktivitas transportasi dan perekonomian dilakukan melalui sungai-sungai.
Sekarang
dengan adanya pembangunan sarana transportasi darat, arah rumah masyarakat di bantaran sungai berbalik kearah daratan yang sudah dibangun jalan-jalan darat yang beraspal dan mulus. Sungai menjadi bagian belakang rumah mereka yang digunakan untuk keperluan-keperluan mandi, cuci piring, cuci baju dan keperluan-keperluan MCK lainnya termasuk menggosok gigi. Dengan kondisi ini, tak pelak lagi semua aktivitas MCK dan menggosok gigi dilakukan sungai.
77
Seiring dengan perkembangan pembangunan masyarakat yang berimbas pada penurunan kualitas air sungai, pemerintah berusaha untuk mengembangkan sumber air alternatif yang lebih bersih dan sehat yaitu pembuatan jaringan air PDAM ke seluruh pelosok wilayah di kedua kabupaten/kota Barito Kuala dan Banjarmasin. Di Kota Banjarmasin, jaringan PDAM sudah hampir merata di seluruh wilayah kota sedangklan di Barito Kuala masih separuh wilayah yang sudah teraliri oleh air PDAM. Semakin luasnya wilayah yang sudah dialiri jaringan PDAM pada kenyataannya tidak serta merta seluruh masyarakat beralih menggunakan air PDAM, namun masih banyak yang masih menggunakan air sungai terutama untuk keperluan MCK mereka. Banyak alasan yang dikemukakan oleh masyarakat di bantaran sungai yang masih menggunakan air sungai dan belum menggunakan air PDAM. a.Masyarakat Bantaran Sungai dan Perilaku MCK di Sungai 1. Masyarakat Bantaran Sungai yang Tidak Ada Atau Sedikit Akses Air PDAM Masyarakat
bantaran sungai di Kabupaten Barito Kuala kebanyakan
masih menggunakan air sungai untuk keperluan sehari-hari mereka kecuali untuk minum. Di Kelurahan Mandastana, Kabupaten Barito Kuala akses terhadap pipa PDAM terbatas, sehingga mereka harus menggunakan air sungai untuk keperluan sehari-hari kecuali untuk air minum mereka membeli air „beteng‟ dari penjual atau ada juga masyarakat yang membeli air tangki dari PDAM untuk beberapa keluarga. Sebagaimana diungkapkan oleh Bapak Indro, kepala Puskesmas Marabahan:
78
“ini daerah arah tabukan ini, memang airnya belum sampai kesana PDAM. PDAM Cuma di kirimkan untuk digunakan masyarakat untuk minum aja, kalau mandi dia masih di sungai.” Bagi masyarakat di daerah-daerah yang belum masuk air PDAM atau masih terbatas sarana saluran air PDAM, mereka mau tidak mau harus menggunakan air sungai untuk keperluan sehari-hari mereka terutama untuk kegiatan MCK bahkan ada sebagian dari mereka untuk keperlua air minum juga menggunakan air tersebut dengan menandonkan (menyimpan air dalam tandon dan diberi tawas). Tapi sebagian besar dari mereka membeli air “beteng” untuk keperluan minum. Untuk menggosok gigi, mereka kebanyakan menggunakan air sungai sekaligus dengan aktivitas mandi mereka.Bisa dikatakan tidak ada dari mereka yang sengaja menggunakan air PDAM yang mereka beli untuk keperluan menggosok gigi. Tidak adanya masyarakat yang sengaja menyisihkan air PDAM untuk menggosok gigi dikarenakan mereka masih menganggap penyakit gigi sebagai penyakit biasa bukan sebagai permasalahan besar yang akan mengancam kelangsungan hidupnya. Beda halnya seperti sakit muntaber yang dapat berujung dengan kematian tentu mereka akan lebih memperhatikan penggunaaan air dan menggunakan sumber lain untuk keperluan menggosok gigi. Di samping itu juga karena masih rendahnya pengetahuan masyarakat tentang pengaruh air sungai yang masam terhadap kesehatan gigi.Mereka, ketika menggosok gigi dengan air sungai merasakan rasa masam air sungai akan tetapi tetap dilakukan menggosok gigi karena dianggapnya sudah biasa sejak zaman dahulu menggunakan air sungai. Sehingga untuk mengubah kebiasaan ini perlu
79
terus disosialisasikan pada masyarakat tentang pengaruh air sungai terhadap kesehatan gigi.
2.Masyarakat Bantaran Sungai di Wilayah yang Sudah Dialiri Air PDAM Tetapi Tetap Menggunakan Air Sungai Aliran pipa PDAM di Kota Banjarmasin sudah menjangkau hampir di seluruh wilayah Kota Banjarmasin, hanya tinggal sedikit wilayah yang belum masuk aliran PDAM seperti di daerah Mantuil. Lain halnya dengan Kabupaten Barito Kuala yang memiliki saluran PDAM yang terbatas hanya sekitar
44,30 %
(tabel 13) dari total seluruh warga Barito Kuala karena berbagai kendala terutama kendala geografis. Meskipun aliran air PDAM sudah masuk ke berbagai pelosok Kota Banjarmasin, dan sebagian wilayah Kabupaten Barito Kuala namun masih banyak warga yang berada dalam zona aliran PDAM tidak memasang air PDAM. Banyak alasan yang dikemukakan mereka yang menyebabkan mereka tetap menggunakan air sungai, diantaranya karena keterbatasan ekonomi sebagaimana diungkapkan Bapak Halim, ketika ditanya masih maraknya orang yang masih menggunakan air sungai meski sudah ada air PDAM : “Inikan terkait dengan perekonomian mungkin pak dan kebiasaan.Pertama perekonomian mereka dengan lokasi geografis tempat tinggal mereka di pinggir sungai mereka dengan mudah mengambil air baku kalau diPDAM sampai dengan jalan besar sehingga kalau misalnya mereka mau mengambil itu harus narik lagi PDAM. PDAM itu kalau misalnya sampai jalan besar sampai sambung rumah ada berapa lagi dana yang keluar nah kan seperti itu PDAM kan ada perhitungan seperti itu. Nah di samping perekonomian masyarakat juga kemudahan mendapatkan air sungai seperti itu.
80
Banyaknya warga bantaran sungai yang sudah ada aliran air PDAM namun tetap menggunakan air sungai dan tidak memasang air PDAM karena keterbatasan ekonomi.Mereka tidak mampu memasang instalai air PDAM karena mahalnya biaya pemasangan instalasi tersebut terutama bagi masyarakat yang posisi rumahnya relatif jauh dari saluran induk air yang berarti ada kewajiban baginya untuk memasang saluran yang panjang supaya sampai ke rumahnya.Hal ini tentunya menjadikan pemasangan air PDAM menjadi sangat mahal. Alasan lain dari masih banyaknya warga bantaran sungai yang tidak memasang PDAM karena mereka menganggap bahwa di lingkungan sekitar mereka ada air yang berlimpah sehingga alangkah sayangnya kalau tidak dimanfaatkan untuk keperluan sehari-hari mereka, dan itu gratis. Hal ini dapat dilihat dari ungkapan Zuhairiah, warga Alalak Selatan, Kota Banjarmasin: “Yang bediam dipinggir sungai masih itu, tapi kada di haruskan, kadang masang ledeng kadang jua. Wan banyak kada memasang biaya pemasangan kan mahal, lawan jua dipikir parak banyu, paling nungkar banyu ledeng beteng untuk minum aja.” (Yang tinggal di bantaran/pinggir sungai masih menggunakan air sungai, karena tidak diharuskan memasang PDAM, tetapi ada juga yang memasang PDAM.Lebih banyak yang tidak memasang PDAM karena biaya pemasangan mahal, apalagi dekat dengan sungai yang banyak airnya, paling beli air ledeng untuk minum saja).
Menurut pandangan Ibu Zuhairiah bahwa memasang PDAM itu bukanlah sebuah keharusan bagi dirinya karena menganggap di samping biaya pemasangannya yang mahal, juga karena menganggap mereka berada di dalam sebuah lingkungan yang dikaruniai air yang berlimpah. Sehingga akan sangat disayangkan kalau mereka mensia-siakan air tersebut padahal air itu gratis, tidak perlu membayar
81
pada siapapun dan itu sudah mereka lakukan secara turun temurun dari nenek moyang sampai sekarang.
3. Masyarakat Bantaran Sungai yang Sudah Menggunakan Air PDAM Tetapi MCK Masih di Sungai Masyarakat Kabupaten Barito Kuala dan Kota Banjarmasin yang tinggal di bantaran sungai dan sudah menjadi pelanggan PDAM masih ada juga yang tetap melakukan MCK di sungai. Keterlibatan mereka untuk tetap melaksanakan MCK di sungai dikarenakan mereka mereka menganggap dengan tetap melaksanakan MCK di sungai mereka akan melakukan penghematan di dalam penggunaan air PDAM yang berbayar dengan membatasi penggunaan air sungai. Hal ini seperti terlihat dari ungkapan Hair, salah seorang warga Marabahan sebagai berikut: “Mereka menghindari supaya kada membayar, paling kada mengurangi membayar PDAM,jadi itu nang dihindari, tapi inya menghindari kada banyak bayar PDAM”. (Mereka masih menggunakan air sungai supaya bisa mengurangi pembayaran air PDAM, jadi itu yang dihindari yaitu bayar air PDAM banyak)
Hal lain yang menyebabkan masih adanya masyarakat yang menggunakan air sungai untuk MCK meski sudah pasang PDAM adalah untuk menjaga kebersamaan di antara warga bantaran sungai. Pandangan ini disampaikan oleh Edy salah satu warga di bantaran sungai di sungai Marabahan sebagai berikut: “Ya sudah masuk PDAM, tapi sudah cenderung kebiasaan mandi disungai tenyaman mandi disungai kayaknya”. (Ya sudah pasang PDAM, tetapi masing senang mandi di sungai karena sudah kebiasaan dan lebih enak mandi di sungai).
82
Hal senada juga diungkapkan oleh Mahsunah, warga Marabahan sebagai berikut: “Kadada, kalau kepercayaan kayaitu anggapan.Asa berasih di sungai, ada seperti itu kada tapi mengharuskan tapi anggapan kebiasaan di sungai, jadi otomatis rasanya asa nyaman bahira hilang, batatapas nyaman, perasaan sudah mendarah daging.” (Tidak ada kepercayaan apa-apa untuk mandi di sungai.Mandi di sungai rasanya bersih, hanya kebiasaan saja, jadi otomatis rasanya nyaman saja, buang air besar, mencuci baju rasa nyaman dan sudah mendarah daging).
Begitu juga dengan Widia salah satu warga di Mandastana: “Buhan sini tu lah, sini nah buhannya sini nah, beledeng kalo, tapi buhannyatu bilanya sore-sore banyu pasang kalo, kesinian mandiannya tuh, rami kayatu nah, banyak urangnya kepinggir sungai, bakumpul, kakanakan segala tatuha, betatapas di pinggir sungai kalo ketuju tu nah, dari pada dirumah, kumpulnya tu kah rami tu nah, tu kayatu.” (Orang-orang disini ada yang memakai air PDAM, tetapi kalau sore hari apalagi ketika air pasang, semuanya pada mandi di sungai, banyak orang berkumpul bersama di pinggir sungai, anak-anak sampai orang tua, mencuci baju di pinggir sungai. Mereka senang bersama di pinggir sungai karena ramai bisa kumpul-kumpul daripada di rumah sendirian).
Dari beberapa ungkapan diatas terlihat bahwa masyarakat bantaran sungai, meskipun sudah menggunakan air PDAM. Di saat-saat tertentu, mereka masih suka melaksanakan MCK di sungai karena menganggap melaksanakan MCK disungai sudah dianggap sebagai kebiasaan mereka dan sudah mendarah daging sejak dahulu.Selain itu juga melaksakan aktivitas MCK di sungai dapat mengembangkan rasa kebersamaan dengan tetangga dengan bercengkrama dengan mereka di sungai sambil melaksanakan aktivitas MCK. Oleh karena itu masyarakat di bantaran sungai agak susah untuk meninggalkan sungai untuk keperluan MCK mereka. Kebiasaan MCK di sungai ini juga sekaligus kebiasaan menggosok gigi. Oleh karena itu untuk meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menggosok
83
gigi dengan air yang memenuhi standar kesehatan adalah dengan memberikan dorongan kepada mereka untuk membawa air segayung untuk kegiatan menggosok gigi.
Sehingga dalam jangka waku beberapa tahun ke depan
kesadaran masyarakat akan dapat meningkat dengan baik.
b.Perilaku Masyarakat Bantaran Sungai Dalam Merawat Gigi Masyarakat bantaran sungai yang sehari-harinya melaksanakan aktivitas MCK di sungai, meskipun terdapat perubahan pada derajat kualitas air sungai serta ketersediaan sumber air yang baru seperti air PDAM. Mereka masih banyak yang tetap melaksanakan kegiatan MCK termasuk menggosok gigi di sungai. Ada beberapa alasan mengapa mereka masih menggunakan air sungai seperti karena masalah ekonomi, ketersediaan air yang melimpah serta kesenangan dalam kegiatan MCK bersama yang dapat menumbuhkan kebersamaan di kalangan mereka sebagaimana sudah dipaparkan dalam pembahasan di atas. Terkait dengan kesehatan gigi, dimana masyarakat bantaran sungai di kabupaten Barito Kuala dan Kota Banjarmasin mendapatkan predikat sebagai kabupaten/kota
yang tertinggi dalam indeks DMF-T se-Kalimantan Selatan
(Hasil Riskesdas Tahun 2013). Tingginya tingkat karies gigi pada masyarakat bantaran sungai tidak dapat dilepaskan dari dua hal yaitu: pertama, kebiasaan mereka yang banyak melaksanakan aktivitasnya dengan air sungai yang mengandung kadar Ph yang rendah. Kedua, pandangan–pandangan mereka tentang makna sakit gigi yang berakibat pada upaya masyarakat dalam memelihara gigi. Kedua hal ini akan dibahas pada pemaparan berikut.
84
1.
Kebiasaan MCK di Sungai Tingginya angka karies gigi masyarakat di Kabuipaten Barito Kuala dan
Kota Banjarmasin tidak dapat dilepaskan dari kebiasaan mereka untuk menggosok gigi dengan air sungai yang mengandung kadar Ph yang rendah. Di sungai-sungai di Kabupaten Barito Kuala rata-rata memiliki Ph yang rendah sebagaimana ditunjukkan oleh hasil pemeriksaan kualitas air yang dilaksanakan oleh Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Barito Kuala sebagaiman terlihat dalam tabel berikut: Tabel 22 Kualitas Air Sungai di Kabupaten Barito Kuala No.
1. 2. 3.
Paramete r
Fisika SUHU
Satuan
0
C
Buku Mutu Kelas 1
Lokasi Pengambilan Sampel/ Hasil Analisis Sungai Sungai Sungai Barito Handil Tabunganen Bakti
Deviasi 3 1000
28,4
-
31,4
DHL µs/cm 100 250 1020 Zat Padat mg/L 0,21 0,42 0,92 Terlarut (TDS) 4. Zat Padat mg/L 50 225,84 285,08 225,87 Tersuspensi (TSS) Kimia 1. pH 6-9 7,04 3,8 4,0 2. DO mg/L 6 3,41 2,84 3,53 3. BOD5 mg/L 2 15,36 99,84 99,84 4. COD mg/L 10 26,11 169,73 169,73 Sumber: BLHD Kabupaten Barito Kuala hasil uji laboratorium pada bulam Maret – April 2014
85
Dari tabel hasil pemeriksaan atas kualitas air sungai di tiga sungai di wilayah Kabupaten Barito Kuala menunjukkan
bahwa Sungai Handil Bakti
merupakan sungai yang paling rendah kadar Ph-nya yaitu 3,8 disusul kemudian oleh Sungai Tabunganen yang memiliki kadar Ph 4,0. Dengan kadar Ph seperti itu, kedua sungai masih memiliki kadar Ph yang berada jauh di bawah standar yaitu 6 – 9. Sedangkan untuk Sungai Barito sudah memiliki kadar Ph yang cukup tinggi yang berada sedikit di atas standar minimal kandungan Ph yaitu 7,04. Berdasarkan hasil uji laboratorium di atas, sungai-sungai Handil Bakti dan Sungai Tabunganen memiliki Ph yang rendah karena kedua sungai ini merupakan sungai-sungai yang menjadi muara dari rai-rai(sungai-sungai kecil) pembuangan air dari rawa-rawa sehingga air-air yang masam yang dihasilkan oleh lahan gambut banyak mengalir ke sana.
Lain halnya dengan Sungai Barito yang
meskipun merupakan sungai yang menjadi muara bagi seluruh sungai yang ada di Barito Kuala memiliki Ph yang tinggi karena sungai ini terhubung langsung dengan lautan. Sungai-sungai di Kota Banjarmasin juga tidak jauh berbeda dengan sungai-sungai di Barito Kuala meskipun dengan kadar Ph yang agak lebih tinggi. Namun demikian masih banyak masyarakat di bantaran sungai yang masih menggunakan air sungai untuk keperluan MCK mereka termasuk menggosok gigi.Banyaknya masyarakat yang masih menggunakan air sungai untuk menggosok gigi dikarenakan berbagai faktor sebagaiman disampaikan oleh para informan penelitian di antaranya karena masih kurangnya pemahaman tentang
86
pengaruh air sungai terhadap kesehatan gigi serta alasan praktis, mandi sekalian menggosok gigi.
2. Rendahnya Pemahaman Tentang Pengaruh Air Sungai Terhadap Kesehatan Gigi Masyarakat bantaran sungai masih banyak yang melakukan aktivitas MCK sekaligus gosok gigi di sungai.Mereka menggosok gigi di sungai karena beberapa hal diantaranya karena masih rendahnya pemahaman tentang pengaruh air sungai terhadap kesehatan gigi. Hal ini di sampaikan oleh Hair, warga kelurahan Kuin Selatan, sebagai berikut: “Untuk masalah Sungai kita, yang tahu bahwa air sungai kita ini kan masam, Cuma ,emmmm …untuk efek apa namanya emmmmm, menjaga gigi itu tidak tahu,yang tahu didaerah kita memang ini air sungai masam sehingga gigi itu banyak rusak itu aja kita tahu,
Pernyataan diatas menunjukkan bahwa informan merasakan bahwa air sungai ketika dipakai untuk menggosok gigi terasa asam akan tetapi ia tidak tahu bahwa keasaman tersebut akan berpengaruh terhadap giginya sehingga ia terus saja menggunakan air sungai meskipun keasaman air sedikit demi sedikit menggerogoti kuatnya gigi. Bahkan informan yang lain menganggap bahwa air sungai sama saja dengan air PDAM Cuma lebih bersih, sebagaimana diungkapkan oleh Edi Wahyudi sebaga beriktu: “Kadada pang masyarakat disini rata-rata dianggap sama haja, kalo air ledeng agak bersih, kalo sungai kadada.” (Disini masyarakat menganggap sama saja, kalau air PDAM agak bersih, kalau air sungai agak kotor).
87
Pandangan di atas menunjukkan bahwa bagi masyarakat di bantaran sungai air sungai dianggapnya bersih seperti halnya air PDAM Cuma air PDAM lebih bersih. Dengan pemahaman seperti ini, maka tidaklah mengheran kalau mereka masih menggunakan air sungai meskipun kualitas air sungai sudah tidak yang tidak bersih lagi.
ii.
Kebiasaan MCK dan Gosok Gigi Masyarakat bantaran sungai menggosok gigi dengan air sungai ketika
kegiatan MCK.Ini dilakukan karena alasan praktis, sembari mandi sekalian gosok gigi dan menganggap bahwa menggosok gigi merupakan aktivitas di dalam membersihkan badan.Hampir tidak ada masyarakat yang melakukan aktivitas MCK tanpa menggosok gigi. Perilaku menggosok gigi sembari mandi tidak hanya kebiasaan masyarakat di Kabupaten Barito Kuala dan Kota Banjarmasin saja, tapi sudah menjadi bagi seluruh warga Indonesia, mandi sekaligus menggosok gigi.
Artinya, mandi
sekaligus gosok gigi merupakan hal yang sangat wajar bagi masyarakat di Indoinesia.Mandi sekaligus gosok gigi memang merupakan kebiasaan yang sudah turun temurun sejak dahulu dan sekarang dianggapnya biasa saja dan wajar saja. Namun yang menjadi persoalan adalah kualitas air sungai yang sekarang masih dipakai untuk keperluan MCK ternyata mengandung kadar Ph yang rendah atau masam yang dapat berakibat pada kerusakan gigi. Padahal jumlah masyarakat yang melakukan MCK dengan air sungai tergolong tinggi.
88
J.
Pemaknaan Sakit Gigi Tingginya indeks DMF-T di Kabupaten Barito Kuala dan Kota Bajarmasin
juga disumbang oleh relatif rendahnya kesadaran untuk mengobati gigi ketika ada keluhan gigi. Mereka hanya akan pergi ke Puskesmas ketika penyakitnya sudah parah. Menurut pengakuan para informan mereka sudah sering merasakan sakit gigi sehingga mereka sudah tidak merasakan sakit gigi lagi kecuali ketika benarbenar parah. Frekwensi sakit yang sering diderita oleh masyarakat menyebabkan masyarakat seolah kebalterhadapsakit gigi. Bahkan ada seorang informan, Bapak Asrani ketika diwawancarai masalahkesehatan gigi dia pernah merasakan sakit gigi ketika di Lembaga Pemasyarakatan (LP) padahal sebelumnya, seumur hidup belum pernah merasakan sakit gigi sebagaimana ia tuturkan: “Nang rasa sakit lawan ngilu-ngilunya tu ngitu pang. Sakitnya tu tapi itu waktu aku dipenjara kada di rumah, selama aku keluar langsung ampih sampai ini aku kada bisa sakit gigi lagi aku mulai tahun 1997 sampai ini kada bisa sakit gigi aku, waktu di LP aku selama 7 bulan maarit sakit gigi haja aku.” (Sakit gigi itu rasanya ngilu sekali.Waktu sakit gigi saya ada di penjara, begitu saya keluar penjara sakitnya tidak kambuh lagi sampai sekarang.Saya tidak pernah sakit gigi lagi dari tahun 1997.Ketika di Lembaga pemasyarakatan selama 7 bulan saya sakit gigi).
Sepenggal kisah Asrani di atas menunjukkan bagaimana Asrani sepanjang hidupnya tidak pernah sakit gigi, tetapi ketika masuk Lembaga Pemasyarakatania merasakan sakit gigi. Kondisi sakit giginya Asrani di Lembaga Pemasyarakatan menunjukkan bagaimana ia merasakan sakit gigi ditengah himpitan kasus yang dia hadapi.
Karena tekanan psikologis dia di penjara telah menyebabkan
89
pikirannya menjadi lemah sehingga tidak dapat mengontrol rasa sakit yang ia rasakan. Akibatnya, selama di LP, ia merasakan sakit gigi. Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya Bapak Asrani mengalami permasalahan gigi tetapi alam sadarnya dapat mengontrol rasa sakit itu sehingga seolah-olah tidak sakit beda halnya ketika alam sadarnya tidak dapat mengontrol rasa sakit gigi. Anggapan sakit gigi sebagai sakit gigi biasa juga dialami oleh informan lain.Mereka masih menganggap sepele sakit gigi dan cukup mengobatinya dengan datang ke warung untuk membeli obat penahan rasa sakit. Jika masih terasa sakit atau sakit gigi sudah parah baru mereka berobat ke Puskesmas dan biasanya dicabut karena sudah parah sebagaimana diungkapkan oleh Hermansyah sebagai berikut: “Amunnya sakit gigi ulun nukar haja obat ka warung.Habis sudah anunya obat ini kada mau obat ini kada mau satu-satunya jalan kadang-kadang lebih sakit baik dicabut ke puskesmas.” (Kalau sakit gigi saya beli obat di warung saja.Ketika obat habis dan masih saja sakit, baru saya pergi ke Puskesmas dan minta dicabut saja).
Pernyataan Hermansyah di atas menunjukkan bahwa ketika sakit gigi maka ia akan berobat dengan obat yang dibeli di warung seperti ponstan (obat pengurang rasa sakit). Ia akan berobat ke Puskesmas kalau sakit giginya tidak sembuh atau kalau sudah parah dengan tindakan pengobatan berupa cabut gigi. Kebiasaan berobat gigi ketika sudah parah hampir menyeluruh di dua wilayah penelitian Kabupaten Barito Kuala dan Kota Banjarmasin. Kebiasaan berobat seperti ini dapat dilihat dari rasio tumpatan/cabutan sebagaimana terlihat dari tabel berikut:
90
Tabel 23 Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut Menurut Kecamatan di Kabupaten Barito Kuala Tahun 2013
No.
Kecamatan
Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut Tumpatan Gigi Tetap
Pencabutan Tetap
01.
Tabunganen
82
62
Rasio Tumpatan/ Pencabutan 1,32
02.
Tamban
47
188
0,25
03.
Mekarsari
93
296
0,31
04.
Anjir Pasar
64
104
0,62
05.
Anjir Muara
24
85
0,28
06.
Alalak
466
389
1,20
07.
Mandastana
104
352
0,30
08.
Jejangkit
53
52
1,02
09.
Belawang
52
184
0,28
10.
Wanaraya
1
1
1,00
11.
Barambai
57
68
0,84
12.
Rantau Badauh
120
54
2,22
13.
Cerbon
38
47
0,81
14.
Bakumpai
58
114
0,51
15.
Marabahan
459
364
1,26
16.
Tabukan
63
49
1,29
17.
Kuripan
102
173
0,59
Total
1.883
2.582
0,73
Sumber: Yankes Kabupaten Barito Kuala tahun 2013
91
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa di Kabupaten Barito Kuala rasio Tumpatan/pencabutan yang tertinggi adalah kKecamatan Tabunganen yaitu 1,32 atau dengan kata lain perbandingan antara perawatan dan pencabutan gigi adalah 1,32 perawatanberbanding 1 kali pencabutan dan kecamatan yang paling rendah tingkat perawatan dibanding pencabutan adalah Kecamatan Tamban yaitu 0,25 atau dengan kata lain sekali perawatan berbanding dengan 4 kali pencabutan. Sedangkan untuk total se-kabupaten rasio tumpatan/pencabutan adalah 0,73 atau dengan kata lain rasio perawatan terhadap pencabutan 0,73 perawatan tiap 1 kali pencabutan yang berarti tindakan pencabutan lebih tinggi dari pada tindakan perawatan. Di Kota Banjarmasin, meskipun sudah mulai ada kesadaran perawatan gigi dibandingkan di Kabupaten Barito Kuala namun kesadaran itu masih kecil sebagaimana dapat dilihat dari table berikut: Tabel 24 Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut Menurut Kecamatan di Kota Banjarmasin Tahun 2013 No.
Kecamatan
Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut Tumpatan Gigi Tetap
Pencabutan Tetap
1.
Banjarmasin Selatan
1116
706
Rasio Tumpatan/ Pencabutan 1,58
2.
Banjarmasin Timur
2977
1424
2,09
3.
Banjarmasin Utara
1703
941
1,81
4.
Banjarmasin Barat
1412
1035
1,36
5.
Banjarmasin Tengah
2477
989
2,5
Jumlah
9685
5095
1,9
Sumber: Yankes Kota Banjarmasin 2013
92
Dari table diatas dapat dilihat bahwa kecamatan yang paling tinggi rasio tumpatan/pencabutan
adalah
Kecamatan
Banjarmasin
Tengah
yaitu
2,5
sedangakan yang paling rendah adalah Kecamatan Banjarmasin Barat yaitu 1,36. Untuk Kota Banjarmasin, rasio tumpatan/pencabutan adalah 1,9 yang berarti bahwa tindakan tumpatan gigi tetap lebih besar dari pada tindakan pencabutan gigi tetap yaitu 1,9. Ini artinya kesadaran masyarakat di Kota Banjarmasin untuk mengobati gigi sejak dini sudah lebih baik dari pada di Kabupaten Banjarmasin, namun demikian nilainya masih belum terlalu besar. Kedua tabel di atas menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat untuk berobat gigi dengan mengobati gigi sejak awal atau sebelum parah (tindakan perawatan) masih rendah.
Mengenai rendahnya kesadaran masyarakat untuk
berobat gigi sejak awal (sebelum parah) diakui oleh para tenaga medis kesehatan gigi di Kabupaten Barito Kuala dan Kota Banjarmasin, salah satunya diakui oleh Didi Rizali, salah satu dokter gigi di Kota Banjarmasin: “Pasien itu kan kalau sudah selesaikan inya ini sakit kada datang lagi, itu masalahnya, heeh jadi kita tu kada maksimal gitu loh, kalau nya kan kalau sakit aja datang bila nya kada sakit kada perlu lagi karena kada sakit lagi, kenapa, nah kalau sakit otomatis nya dipikirkan kayapa caranya nya harus datang, nah itu kendala kami kadang kada berhasil kaitu nah.” (Pasien itu jika berobat gigi yang memerlukan perawatan berkelanjutan, tidak dating lagi kalau sakitnya sudah hilang, padahal pasien harusnya dating lagi.Sehingga dalam perawatan atau pengobatan gigi tidak maksimal.Harusnya mereka sadar bagaimana untuk penyembuhan gigi diri sendiri, dan itu yang menjadi kendala kami yang menyebabkan tidak berhasilnya penyelesaian masalah kesehatan gigi).
Pernyataan drg. Didi di atas membenarkan beberapa pernyataan pasien gigi serta tabel yang menunjukkan kecenderungan masyarakat untuk berobat gigi
93
setelah keadaan gigi parah atau perlu dicabut. Kondisi ini tentunya memerlukan perhatian serius untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dapat memperhatikan kesehatan gigi dengan berobat lebih awal demi kesehatan kita ke depan.
III. Model Pemberdayaan Masyarakat Lahan Basah
Berdasarkan hasil penelitian pada tahun pertama, penelitian ini dilanjutkan dengan mengkaji model pemberdayaan masyarakat yang dapat dilaksanakan untuk membiasakan menggsook gigi dengan air yang memenihi persyaratan kesehatan. Kajian ini dimulai dengan kegiatan Focus Group Discussin (FGD) yang dilaksanakan pada tanggal 3 September 2015 yang bertempat di Aula kedokteran Unlam di Jl. Veteran kota Banjarmasin. FGD ini membahas tentang hasil penelitian tahun pertama serta membahas Draft model pemberdayaan yang akan ditawarkan kepada masyarakat. Kegiatan FGD ini diikuti oleh beberapa pihak yang terkait dengan kesehatan gigi baik dari Kota Banjarmasin maupun dari kabupaten Barito Kuala. Mereka terdiri dari dokter Puskesmas, Dinas kesehatan, tokoh agama, budayawan serta akademisi. Dari kegiatan FGD dapat diperoleh masukan tentang hasil penelitian yang mempertegas beberapa temuan penelitian sepewrti masih lemahnya sosialisasi tentang pengaruh air sungai memiliki tingkat keasaman yang tinggi terhadap kesehatan gigi.
Para praktisi kesehatan sebagaimana diungkapkan oleh
perwakilan dinas kesehatan dan pegawai puskesmas mengakui bahwa mereka telah berupaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat mnelalui kegiatan UKGS dan UKGMD. Namun mereka menyadari bahwa factor air sungai
94
yang memiliki kadar Ph yang rendah belum mendapatklan perhatian mereka. Mereka memberika apresiasi yang baik terhadap penelitian yang didah di lakukan oleh tim peneliti dan berharap hasil dari kajian ini akan mendorong masyarakat untuyk lebih memperhatikan perawtabn gigi termasuk perhataian terhadap pengariuh air sungai terhadap kesehatan gigi. Mereka akan meenjadikan hasil penelitian ini untuk pengembangan program pemerintah, khsusnya dinas kesehatan yang mengurusi kesehatan gigi masyarakat dengan memperhatiukan aspek air yang digunbakan untuk menggosok gigi pada berbagai kegiatan sosialisasi tentang kesehatan gigi baik dalam kegiatan UKGS maupun kegiatan UKGMD. Akademisi dari unlam yang merupakan ekspert di bidang kebudayaan dan kemasyarakatan mengaris bawahi tentang pentingnya berbgai kebijakan yang memperhatikan kebiasaan dan kebudayaan setempat. Misalnya tentang kebiasaan MCK masyarakat bantaran sungai yang sangat erat kaitannya dengan sungai tidak harus menanggalkan kebudayaan mereka yang terikat dengan sungai akan tetapi memberikan beebagai solusi terhadap kesehatan gigi mereka dengan tetap menjaga kebudayaan mereka dengan menghindarkan berbagai kebiasaan yang berakibat pada kesehatan gigi mereka. Mereka tetap mandi disungai tetapi untuk kesehatan gigi mereka menggunakan air yang memenuhi persyaratan kesehatan. Masukan lain dari kegiatan FGD adalah tentang pemetaan daerah-daerah yang memiliki air sungai yang memiliki tingkat keasaman tinggi dan belum dialiri oleh aliran air PDAM.
Masukan ini sangat penting untuk penyempurnaan
penelitian ini terutama di dalam penentuan daerah (wilayah) yang akan dikaji
95
dalam pemerolehan pandangan masyarakat terhadap model pemberdayaan yang akan dikaji. Berdasar masukan ini, kajian lapangan untuk daerah penelitian di fokuskan pada dua wilayah yang sedapat mungkin mewakili beberapa karakteristik yang ada di kota Banjarmasin dan kabupaten barito Kuala. Di kota Banjarmasin ditentukan sebagai daerah kajianadalah kelurahan yang sudah dialiri air PDAM namun sebagian masyarakat masih msih menggunakan air sungai untuk kegiatan MCK sedangkan di kabupaten barito Kuala desa yang dijadikan sebagai tempat kajian adalah desa yang belum dialiri air PDAM dan dialiri sungai yang memiliki kadar Ph yang sangat rendah yaitu di desa Puntik Luar, kecamatan Mandastana kabupaten Barito Kuala. Dari kegaiatan FGD ini juga telah disepakati model pemberdayaan yang akan ditimbang oleh masyarakat untuk ditentukan sebagai model pemberdayaan yang menjadi prferensi mereka. Ketiga model tersebut adalah Kader Kesehatan Gigi yang disingkat menjadi KKG, pemberian model teknologi sederhana untuk membersihkan air agar memenuhi persyaratan kesehatan serta melalui posterposter yang bersisi ajakan untuk menggunakan air yang memnuhi persyaratan kesehatan untuk kegiatan perawatan gigi.
Ketiag model inilah yang dikaji
p[eneliti sebagai alternative pemecahan dalam peningkatan kesadran masyarakat untuk mengososk gigi (danb berbagai perwatan gigi lain) dengan air yang memenuhi persyaratan kesehatan. Setelah kegiatan FGD dan memberikan bebrrap rekomendasi sebnagaiman sudah dipaparkan dimuka, kajian selanjutnya adalah kajian tentang pandangan masyarakat terhadap berbagai alternative model pemberdayaan masyarakat
96
sehingga model yang dihasilkan merupakan prefernsi mereka dan cocok untuk mereka sehingga model tersebut lebih dapat diterapkan ketika model ini menjadi sebuah kenbijakan berbagai pihak yang berkompeten terhadap masalah kesehatan gigi. Sehungga harapan semua kalangan untuk menekan tingkat karies ggigi di Kalimantan Selatan dapat terwujud dan meningkatkan tarap kesehatan gigi masyarakat yang dihadapkan pada lingkungan lahan basah yang memberikan ekses terhadap kesehatan gigi. Kajian ini dilakukan di dua lokasi yaitu di kelurahan Alalak Selatan di kota Banjarmasin serta di Desa Puntik Luar di kabupaten Barito Kuala di mana masing-masinhg desa telah ditentukan sebanyak 100 orang sebagai responden penelitian mellaui metode survey.
Kajian ini juga dilengkapi dengan kajian
kualitatif dengan mewawancarai 20 orang informan yang terdiri dari pemuka masyarakat di desa Puntuk Luar dan kelurahan Alalka selatan, tokoh agama serta dinas kesehatan dari kota Banjarmasin dan kabupaten Barito Kuala.
Berikut
beberpa temuan dari hasil penelitian yang sudah dilakukan
a.
Identitas Responden Penelitian Kajian ini menentukan responden penelitian sebagai sampel penelitian
dengan memperhatikan komposisi antara jumlah laki-laki dan perempuan sebagaimana terlihat dari table berikut
97
Tabel 25. Jenis Kelamin Responden Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan Total
Kelurahan Alalak Utara Desa Puntik Luar Frekwensi Prosen Frekwensi Prosen 52 52.0 49 49.0 48 48.0 51 51.0 100 100 100.0 100.0
Dari data di atas terlihat bahwa jumlah responden dari kedua wilayah penelitian memperhatikan komposisi laki-laki dan perempuan yang ditentukan secara proporsional terhadap kompoisisi jumlah laki-laki dan perempuan di kedua daerah penelitian. Di kelurahan Alalak Uatara jumnlah laki-laki lebih sedikit dari pada desa Puntik Luar yaitu 52 berbanding dengan 49 begitu juga sebaliknya jumlah responden kurang sedikit disbanding Desa Puntik Luar yaitu 48 berbanding dengan 51 orang. Responden yang dikaji dalam penelitian di dua wilayah penelitian tersebar dalam berbagai profesi yang mereka geluti.
Untuk Responden di Kelurahan
Alalak Utara Mayoritas adalah sebagai ibu rumah tangga (37%) disusul oleh karyawan swasta dan wiraswasta sebanyak 21% dan 20 %, kemudian pedagang 13 % dan petani, PNS dan TNI/Polri masing-masing 1 % dan lain-lain (pelajar dan mahasiswa) sebanyak 6 %. Gambar 1. Pekerjaan Responden Kelurahan Alalak Utara
98
Responden dari Desa Puntik Luar juga memiliki pekerjaan yang bervariasi di mana mayoritas responden adalah berprofesi sebagai petani yaitu petani pemilik tanah sebanyak 39% dan petani penggarap sebanyak 22%
disusul
kemudian oleh wiraswasta sebanyak 17%, pedagang 13% dan sisanya PNS 3% dan lainnya 1%. Gambar 2. Pekerjaan Responden Desa Puntik Luara
Penghasilan responden dari kedua wilayah penelitian kelurahan Alalak Selatan dan Desa Puntik luar mayoritas berpenghasilan rendah. Di Kelurahan Alalak Selatan yaitu mayoritas berpenghasilan rendah
sampai dengan Rp
1.000.000 perbulan sebanyak 77%, di atas Rp. 1.000.000 sampai Rp. 3.000.000 sebanyak 21 % dan sisanya sebanyak 2% berpenghasilan di atas Rp. 3.000.000. Begitu juga dengan penghasilan responden di Desa Puntiuk Luar mayoritas berpenghasilan rendah yaitu sampaiu dengan Rp. 1000.000 sebanyak 69%, diatas Rp 1.000.000 sampai dengan Rp. 3.000.000 sebanyak 30% dan sisanya 1 % di atas Rp. 3.000.000
99
Tabel 26. Penghasilan Per Bulan Responden Nominal Penghasilan <= Rp 500.000 Rp. 500.000 – Rp. 1000.000 Rp 1.000.001 sd Rp 2.000.000 Rp 2.000.001 sd Rp 3.000.000 > Rp 3.000.000 Total
Alalak Selatan Frek. Prosen 25 25.0 52 52.0 15 15.0 6 6.0 2 2.0 100 100.0
Puntik Luar Frek. Prosen 20 20.0 49 49.0 21 21.0 9 9.0 1 1.0 100 100.0
Tingkat pendidikan informan di kedua wilayah penelitian masih rendah sebagaimana terlihat dalam table 51 beirkut: Tabel 51. Tingkat Pendidikan Responden Tingkat Pendidikan Tidak Sekolah/Tidak Tamat SD SD SMP SMA D3/S1 Total
Alalak Selatan Puntik Luar Frekwensi Prosen Frekwensi Prosen 4 4.0 7 7.0
49 17 24 6 100
49.0 17.0 24.0 6.0 100.0
48 27 18 100
48.0 27.0 18.0 100.0
Dari table 51 di atas terlihat bahwa mayoritas penduduk di kelurahan Alalak Selatan adalah responden yang berpendidikan dasar (setingkat SD dan SMP) sebanyak 66% bahkan 4 % tidak sekolah atau tidak tamat SD. Selanjutnya responden yang berpendidikan sekolah menengah (SMA) sebnayk 17 % sedangkan responden yang berpendidikan tinggi (D3 dan S1) masih sedikti hanya sebanyak 6 %.
100
Senada dengan Responden di Kelurahan Alalak Selatan, Responden di Desa Puntik Luar juga masih berpendidikan rendah yaitu setingkat Pendidikan Dasar (SD dan SMP) 75% bahkan angka yang tidak sekolah atau tidak tamat SD lebih tinggi dari Alalak Selatan yaitu sebanyak 7%.
Responden yang
berpendidikan menengah (SMA) sebanyak 18 sedangkan responden yang berpendidikan tinggi (D3 dan S1) masih belum ada.
b.
Perilaku Menggosok Gigi dan Kesehatan Gigi
1. Perilaku Menggosok Gigi Perilaku menggosok gigi masyarakat juga tidak terlepas dari penelitian ini. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa kesadaran menggosok gigi masyarakat di kedua lokasi peneltian sudah sangat baik sebagaimana terlihat dari dua gambar berikut: Gambar Frekwensi Menggosok Gigi Responden Kel. Alalak Utara
101
Gambar Frekwensi Menggosok Gigi Responden Ds Puntik Luar
Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa frekwensi menggoisok gigi di kelurahan Alalak Selatan mayoritas sebanyak 2x sebanyak 68% bahkan ada yang menggsoosk gigi lebih dari 2x sebanyak 29%. Namun demikian masih juga ada responden yang masih melakukan menggosok gigi Cuma sekali sebanyak 3%. Begitu juga dengan responden di Desa Puntik Luar mayorits menggosok gigi sebnayak 2x Yaitu sebanyak 57% dan yang lebih dari 2x lebih banyak dari responden Alalak Selatan yaitu sebanyak 36 % dan yang menggososk gigi Cuma sekali juga lebih banyak dari Alaak Selatan yaitu sebanyak 7%. Berdasarkan data di atas, dapat dilihat bahwa responden dari kedua daerah penelitian dari aspek frekwensi menggososk gigi mereka sudah menggosok gigi dengan baik. Aspek selanjutnya yang dikaji dalam perawatan gigi adalah waktu terakhir menggososk gigi setiap hari.
Dari kedua daerah penbelitian diatas rata-rata
mereka menggosok gigi pada sore hari (sambil mandi) dan pada malam hari (sebelum tidur) hal ini dapat dilihat dari gambar berikut:
102
Gambar Waktu Terakhir Mengosok Gigi Responden Kel. Alalak Utara
Gambar Waktu Terakhir Menggosok Gigi Responden Desa Puntik Luar
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa waktu terakhir menggosok gigi bagi responden Kelurahan Alalak Selatan mayorits pada malam hari (sebelum tidur) sebanyak 49% lebih sedikit dari responden yang menggososk gigi pada sore hari (setelah mandi) yaitu sebanyak 48% dan sisnya di siang dan pagi hari yaitu masing-masing 1 % dan lainnya 1%. Hampir sama dengan responden di kelurahan Alalak selatan, responden di wilayah Puntik Luar waktu terakbhir menggososk gigi mayoiritas adalah sama
103
besar antara waktu sore (sambil mandi) dan malam hari (sebelum tidur) yaitu sebanyak 46% dan sisanya di pagi hari dan siang hari masing-masing 6% dan 2%. Dari temuan di atas, dapat dilihat bahwa kesadaran untuk menggosok gigi pada malam hari (sebelum tidur) baru dilakukan oleh sebagian informan yaitu 49% I Alalak Selatan dan 46% di desa Puntik luar bahkan ada beberapa responden yang terakhir menggosok giginya di pagi hari dan siang hari yang berarti mereka hanya menggosok gigi sekali saja. Kajian dari aspek waktu terakhir menggosok gigi setiap hari ada perbedaan kelomnpok responden laki-laki dan perempuan sebagaimana terlihat dari gambar berikut: Gambar Waktu Terakhir Menggosok Gigi Menurut Jenis Kelamin Responden Kel. Alalak Selatan
104
Gambar
Waktu Terakhir Menggosok Gigi Menurut Jenis Kelamin Responden Kel. Alalak Selatan
Dari gambar di atas dapat dilihat ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam pelaksanaan gosok gigi terakhir setiap hari. Di Alalak Selatan frekwensi laki-laki yang menggosok gigi terakhir disore hari sebanyak 27% lebih besar daripada mereka yang terakhir menggosok gigi di malam hari (sebelum tidur) sebanyak 22% berbeda dengan perempuan di mana yang menggosok gigi terakhir di malam hari lebihg besar dari pada yang terakhir kali menggosok gigi di sore hari (sambil mandi sore). Lain halnnya dengan responden di puntik Luar berbanding terbalik dengan responden di Alaka Selatan di mana Perempuan yang menggosok gigi terakhir di sore hari sebanyak 25% lebih banyak dari pada yang menggosok gigi di malam (sebelum tidur) sebnyak 22% sedangkan laki-laki yang menggosok gigi di sore hari sebanyak 21% lebih sedikit dari pada mereka yang menggosok gigi di malam hari (sebelum tidur) yaitu sebanyak 24%. Adanya perbedaan waktu terakhir menggosok gigi antara laki-laki dan perempuan di kelurahan Alalak Selatan dan Puntik Luar terjadi karena kondisi geografis dan kebiasaan menggosok gigi mereka di sungai. Di Kelurahan Alalak Selatan di mana mereka lebih banyak menggosok gigi dengan air PDAM yang biasanya ada di rumah menjadikan perempuan lebih banyak menggosok gigi di malam hari berbeda dengan perempuan di Puntik Luar yang menggosok gigi di
105
luar rumah (di sungai) menyebabkan mereka lebih enggan untuk menggosok gigi di luar rumah (di sungai) di malam hari sehingga mereka kebanyakan lebih memilih menggosok gigi di sore hari (sambil mandi). Air yang digunakan dalam menggosok gigi terjadi perbedaan antara kelurahan Alalak Selatan dengan Desa Puntik Luar sebagaimana terlihat dari gambar berikut: Gambar Air untuk Menggosok Gigi Responden Kel. Alalak Selatan
Gambar Air untuk menggosok Gigi Responden Ds. Puntik Luar
106
Di kelurahan Alalak Selatan responden yang menggosok gigi dengan air PDAM merupakan responden mayoritas yaitu sebanyak 92% sedangkan yang menggosok gigi dengan air sungai sebanyak 8 persen. Jumlah ini kemungkinan akan berubah di musim hujan mengingat waktu penelitian ini terjadi di mjusim kemarau sehingga warga bantaran sungai mulai enggan untuk menggunakan air sungai yang karena debitnya yang rendah sehingga air terlihat lebih kotor. Lain halnya ketika musim hujan di mana debit air sungai meningkat menjadikan mereka lebih banyak beraktivitas di sungai meskiupun mereka sudah memiliki air PDAM di rumah. Berbeda dengan responden di Alalak Selatan, responden di desa Puntik Luar mereka mayoritas menggosok gigi dengan air sungai yaitu sebanyak 60% sedangkan sisanya menggunakan air „beteng‟ (air PDAM yang dibeli masyarakat dalam wadah teng (jerigen besar)),Air PDAM dan Air isi Ulang masing-masing 24%, 15% dan 1%. 2.
Keluhan Gigi dan perilaku Pengobatan Gigi Kedua masyarakat yang menjadi kajian dalam penelitian ini yaitu
kelurahan Alalak Selatan dan desa Puntik Luar mengalami berbagai problema kesehatan gigi. Namun demikian ada perbedaan derajkat kesehatan gigi di mana prosentasi keluhan gigi responden di Kelurahan Alalak Selatan lebih rendah dari pada keluhan gigi responden di desa Puntik luar sebagaimana terlihat darui table 30 berikut: Tabel 30 Keluhan Gigi Keluhan Gigi
Berlubang
Ngilu
Ya Tidak Total Ya Tidak Total
Alalak Selatan Puntik Luar Frekwensi Prosen Frekwensi Prosen 92 92.0 94 96.91 8 8.0 3 3.09 100 100.0 97 100 64 64.0 76 78.4 36 36.0 21 21.6 100 100.0 97 100
107
Ya Nyeri/Nyut-nyut Tidak Total Ya Bengkak/Berdarah Tidak Total Ya Bengkak/Abses Tidak Total Ya Sariawan/Stomatis Tidak Total
67 33 100 67 33 100 40 60 100 79 21 100
67.0 33.0 100.0 67.0 33.0 100.0 40.0 60.0 100.0 79.0 21.0 100.0
74 23 97 72 25 97 47 50 97 88 9 97
76.3 23.7 100.0 74.2 25.8 100.0 48.5 51.5 100.0 90.7 9.3 100.0
Dari table 30 di atas terlihat bahwa keluhan tertinggi responden di kedua daerah kelurahan Alalak Selatan dan desa Puntik Luar adalah masalah lubang gigi (92% dan 96.91) dan diikuti oleh keluhan-keluhan berikut: Sariawan/Stomatis (79% dan 90.7%), nyeri nyut-nyut (67% dan 76.3%) bengkak//berdarah (67 dan 74.2%) ngilu (64 dan 78.4%) dan keluhan terendah yaitu keluhan bengkak/Abses (40% dan 48.5%). Dari data di atas dapat dilihat ada perbedaan derajat kesehatan gigi yang signifikan antara responden kelurahan Alalak Selatan yang memiliki jumlah keluhan yang kecil yang berarti memiliikki derajat kesehtan yang lebih baik dari pada responden Desa Puntik Luar yang memiliki keluhan sakit gigi lebih tinggi sebagaimana terlihat dari angka-angka di dalam table di atas. Derajat kesehatan yang lebih tinggi bagi responden di Kelurahan Alalak Selatan dari pada derajat kesehatan responden desa Puntik Luar terjadi karena perilaku menggososk gigi masyarakat di desa Puntik Luar yang masih banyak menggunakan air sungai yang memiliki kadar asam yang tinggi serta pelayanan kesehatan yang lebih baik di kelurahan Aalak Selatan yang berada di kota Banjarmasin dari pada responden desa Puntik Luar yang berada di daerah Kabupaten yang memiliki keterbatasan terhadap saran dan akses kesehatan termasuk untuk kesehatan gigi. Selain masalah keluhan gigi, kajian ini juga diarahkan pada perilaku berobat gigi oleh responden ketika mereka mendapatkan keluhan gigi yang parah.
108
Di kedua daerah penelitian responden masih mengandalkan obat warung untuk mengatasi keluhan gigi mereka sebagaiman terlihat dalam table 31 berikut: Tabel 31 Yang dilakukan ketika sakit gigi agak parah Alalak Selatan Perilaku Berobat gigi
Frekwensi Prosen Frekwensi Prosen Minum Obat dari Warung 57 57.0 67 69.07 Berobat ke Orang Pintar 2 2.0 Obat Tradisional 4 4.0 4 4.12 Puskesmas 31 31.0 26 26.81 Perawat Gigi / Paramedik 1 1.0 Dokter Gigi 5 5.0 Total 100 100.0 97 100
Dari table 31 di atas dapat dilihat bahwa perilaku berobat gigi responden di Aalak Selatan dan desa Puntik Luar mayoritas masih mengandlkan obat warung untuk mengobati keluhan gigi yang parah yang mereka alami yaitu 57% dan 69.07% diikuti oleh berobat gigi ke puskesma yaitu 31% dan 26%.81 dan sisanya 4 % dan 4.12% masih menggunakan obat tardisional. Namun, di samping itu, responden di Alalak Selatan mendapatkan akses yang lebih baik terhadap layanan kesehatan gigi dengan berobat langsuing ke dokter gigi 5% dan ke perawat gigi 1% yang tidak didapatkan oleh responden yang tinggal di desa Puntik luar. Dan terakahir, di Alalak Selatan ada juga yang masih berobat pada orang pintar.
109
c.
Pengetahuan tentang Dampak air sungai terhadap kesehatan gigi Pengetahuan responden di kedua lokasi penelitian yaitu kelurahan Aalak
Selatan dan desa Puntik Luar tentang pengaruh air sungai terhadap kesehatan gigi masih sangat rendah sebagaimana ditunjukkan oleh tabel berikut: Tabel 32. Pengetahuan tentang Dampak Air Sungai terhadap Kesehatan Gigi
Pengetahuan
Alalak Selatan Puntik Luar Frekwensi Prosen Frekwensi Prosen Mengetahui 38 38.0 26 26.0 Tidak Mengetahui 62 62.0 74 74.0 Total 100 100.0 100 100.0
Dari table diatas terlihat bahwa responden di kelurahan Aalak Selatan mayoritas masih belum mengetahui pengaruh air sungai terhadap kesehatan gigi yaitu sebanyak 62% sedangkan yang mengetahui baru sekitar 38 persen. Kondisi serupa juga terjadi pada responden di desa Puntik Luar bahkan lebih parah lagi akrena yang tidak mengetahui jauh lebih besar lagi yaitu 74% sedangkan yang mengetahui baru sekitar 26%.
Rendahnya pengteahuan masyarakat tentang
pengaruh air sungai terhadap kesehatan gigi juga diakui oleh para pejabat di lingkungan dinas kesehatan baik di kota Banjarmasin maupuin di kabupaten Barito kuala yang masih belum massif di dalam mensosialisasikan tentang permasalahan ini.
Kegiatan-kegiatan UKGS dan UKGMD sekalipun belum
menyentuh terhadap permaslahan ini. Lemahnya sosialisasi dari para pemangku kesehatan terutama dari dinas kesehatan dan jajarannya termasuk para praktisi kesehatan gigi juga semakin terlihat bahwa pengetahuan sebagian kecil wargapun tentang pengaruh air sungai terhadap kesehatan gigi masih sedikit yang berasal dari para pemnagku kepentiungan tersebut sebagaimana dapat dilihat dalam gambar berikut:
110
Gambar Sumber Informasi Dampak Air sungai Kel. Alalak Selatan
Gambar Sumber Info Dampak Air sungai Desa Puntik Luar
111
Dari kedua gambar diatas terlihat bahwa informasi tentang pengaruh air sungai terhadap kesehatan gigi terbesar adalah informasi dari mulut ke mulut (cerita orang) yaitu 28.95% di Alalak Selatan dan 46.1% di desa Puntik Luar. Selanjutnya dari pegawai puskesmas 21.05% dan , pengalaman sendiri sebanyak 18.42%, penyuluh petugas kesehatan dan kader kesehatan dengan angka yang sama 13.16 persen, serta tokoh masyarakat sebanyak 5.26%. Sumber pengetahuan di Aalak Selatan masih lebih baik dari sumber pengetahuan di desa Puntik luar karena mereka lebih banyak mendapatkan informasi dari petugas dan kader kesehatan jika dihitung keseluruhan berjumlah 77.2% sedangkan pengetahuan responden di desa Puntik luar kebanyakan bukan dari petugas dan kader kesehatan.
Pengetahuan yang diperoleh dari kader
kesehatan hanya sekitar 3.9% sedangkan sisanya adalah informasi dari mulut ke mulut (cerita orang) sebanyak 46.1%, pengamatan sendiri sebanyak 46.1% dan dari tokoh masyarakat sebanyak 3.9%
d.
Model Pemberdayaan Masyarakat Untuk menggosok Gigi dengan air yang memenuhi persyaratan kesehatan Berdasarkan kondisi masyarakat yang telah dikaji pada tahun pertama dan
berdasarkanm dari temuan diatas yang menunjukkan bahwa pengetahuan masyarakat tentang pengaruh air sungai terhadap kesehatan gigi masih sangat rendah.
Temuan ini didukung pula oleh pernyataan beberapa pejabat dinas
kesehatan yang terlibat di dalam FGD yang tealh diselnggarakan oleh tim peneliti yang menegaskan akan lemahnya sosialisasi tentang ini sehingga menyebabkan tingkat derajat kesehatan gigi masyarakat di dua darah penelitian ini yaitu
112
Kabupaten Barito Kuala dan kota Banjarmasin menjadi rendah dan memiliki sumbangan yang sangat besar atas penilaian tingginya tingkat karies gigi di Kalimantan Selatan. Untuk mengtasi problema ini ditawarkan 3 model yang ditawarkan tim peneliti kepada masyarakat yang ditentukan di dua lokasi penelitian yaitu kelurahan Alalak Selatan dan desa Puntik Luar dengan alas an sebagaiman sudah dipaparkan di muka. Dari 3 model yang ditawarkan kebanyak responden memilih model Kader kesehatan Gigi (KKG) sebagai model andalan yang mereka terima untuk meningkatkan kesadaran mereka untuk menggosok gigi dengan air yang memenuhi persyaratan kesehatan namun dengan jumlah prosentase yang berbeda untuk setiap model yang ditawarkan. Hal ini dapat dilihat dari gambar berikut:
Gambar Model Pemberdayaan Responden Kel. Alalak Selatan
113
Gambar Model Pemberdayaan Responden Ds Puntik Luar
Dari gambar diagram di atas terlihat bahwa untuk responden di kelurahan Alalak
Selatan
mayoritas
menginginkan
model
pemberdayaan
dengan
pembentukan kader kesehatan Gigi yaitu sebanyak 70% dan diikuti oleh model pengembangan Poster sebanyak 17% serta Teknologi sederhana sebanyak 13%. Lain halnya dengan responden yang ada di desa Puntik Luar mereka memilih model pemberdayaan KKG sama halnya dengan model pengembangan teknologi sederhana yaitu 47% untuk KKG dan 46% untuk teknologi sederhana pengolahan air dan sisanya 7 persen menginginkan adanya poster yang megajak untuk menibgkatkan kesadaran untuk menggosok gigi dengan air yang memenuhi poersyaratan kesehatan gigi. Meskipun mayoritas di kedua wilayah penelitian ini menginginkan terbentkunya KKG namun, di desa Puntik Luar, selain dikembangkan KKG juga dibarengi dengan pengembangan teknologi sederhana untuk pengolahan air.
114
Berbeda dengan responden di Alalak Selatan yang sudah dialiri air PDAM, responden yang tinggal di desa Puntik Luar belum merasakan kehadiuran PDAM yang mereka dambakan. Maka sebagai gantinya, agar mendpatkjan air yang layak termasuk untuk menggosok gigi mereka berharap adanya pengembangan teknologi sederhana pengolahan air yang akan mereka kembangkan untuk kepentingan masing-masing keluarga mereka. Berbeda dengan responden di Kelurahan Alalak Selatan yang relative homogen untuk model pemberdayaan KKG, Distribusi pandangan tentang model pemberdayaan yang tepat menurut responden di desa Puntik Luar sangat variatif. Ada perbedaan preferensi responden terhadap model pemberdayaan di desa Puntik luar berdasarkan jenis pekerjaan mereka sebagaimana yang terlihat dalam gambar berikut:
Gambar Model Pemberdayaan yang tepat Menurut Pekerjaan Responden Desa Puntik Luar
115
Bagi responden yang berprofesi sebagai petani pemiliki, pedagang dan PNS kebanyakan dari mereka lebih memilih model pemberdayaan KKG sebagai model yang dikembangkan berbeda dengan petani penggarap, karyawan swasta dan wiraswasta yang lebih memilih teknologi sederhana pengolahan air. Perbedaan preferensi di atas terjadi karena perbedaan skjala prioritas untuk pemenuhan kebutuhan hajt mereka. Bagi petani pemilik, pedagang dan PNS yang secara ekonomik mereka relative lebih mapan mereka tidak mengkhawatirkan tentang maslah air karena mereka mampu membeli air yang mereka perlukan untuk keprluan sehari-hari mereka.
Beda halnya dengan petani penggarap,
karyawan swasta dan wiraswasta (yang terdiri dari pelaku usaha kecil) yang secara ekonomik mereka rata-rata memiliki keterbatasan maka yang utama bagi mereka adalah mendapatkan air yang memenuhinpersyaratan kesehatan dengan harga yang sangat murah sehingga dapat terjangkau oleh mereka. Oleh karena itu, mereka lebih memilih model pengembangan teknologi sederhana untuk pengolahan air meskipun sebenanrynya mereka juga masih berharap tentang kehadiran KKG. Pembentukan
KKG
yang
diharapkan
oleh
masyarakat
tentunya
menyisakan pertanyaan siapa yang dapat mengisi jabatan tersebut? Kajian ini juga mmeberikan pilihan kepada masyarakat untuk menentukan siapa-siapa yang pantas dan cakap untuk mengisi jabatan tersebut sebagaimana terlihat dari table berikut:
116
Tabel 37. Asal KKG
Asal KKG
Ya Tokoh Agama Tidak Total Ya Pemuda Tidak Total Ya Ibu Rumah Tidak tangga Total Ya Remaja Tidak masjid/kampung Total Ya Kader Kesehatan Tidak yang sdh ada Total
Alalak Selatan Frekwen Prosen si 33 37 67 63 100 100 70 90 30 10 100 100 58 75 42 25 100 100 39 51 61 49 100 100 98 97 2 3 100 100
Puntik Luar Frekwensi Prosen 37.0 63.0 100.0 90.0 10.0 100.0 75.0 25.0 100.0 51.0 49.0 100.0 97.0 3.0 100.0
37.0 63.0 100.0 70.0 30.0 100.0 58.0 42.0 100.0 39.0 61.0 100.0 98.0 2.0 100.0
Dari table di atas tokoh-tokoh yang dapat dijadikan sebagai kader kesehatan gigi (KKG) adalah kader kesehatan yang ada memiliki angka penerimaan tertinggi dari masyarakat yaitu 98% di Alalak Selatan dan 97% di Puntik Luar selanjutnya pemuda memperoleh angka 70% di Aalalk Selatan dan 90% di desa Puntik Luar, sedangkan untuk ibu rumah tangga mendpatkan penerimaan yang cukup di Alalak Selatan yaitu 58% dan mendapatkan penberimaan yang cukup besar di desa Puintik luar yaitu sebanyak 75%. Berikutnya KKG dari tokoh remaja masjid mendapatkan penerimaan yang cukup di Puntik Luar yaitu 51% dan banyak mendpatkan penolakan di Alalak Selatan yaitu 39% menerima dan 61% menolak sedangkan tokoh agama lebih banyak mendpatkan penolakan di kedua daerah penelitian yaitu 33% dan 37%
117
Untuk ya serta 67% dan 63% untuk tidak karena mereka menganggap bahwa tokoh agama sudah banyak mengurusi maslaha soial keagamaan. Dari beberapa tokoh di atas maka yang menjadi KKG pilihan responden dari kedua daerah adalah kader kesehatan yang sudah ada sebagaiman terlihat Dari gambar berikut: Gambar Tokoh yang Paling cocok menjadi Kader KKG Pilihan Responden Kel. Alalak Selatan
Gambar Tokoh yang Paling cocok menjadi Kader KKG Pilihan Responden Desa Puntuik Luar
118
Dari gambar di atas terlihat bahwa tokoh yang paling banyak digadang untuk menjadi kader kesehatan gigi (KKG) adalah dari kader yang sudah ada. Mereka dianggap cocok untuk melakukan tugas ini karena mereka sudah mempunyai pengalaman di dalam pendampingan kesehatan masyarakat dan tentunya akan memnimbulkan efek pendanaan yang tidak terlalu tinggi. Dengan memanfaatkan tenaga kader kesehatan yang ada, maka tentunya anggaran untuk pemberian uang lelah mereka relative lebih dapat ditekan karena tanggung jawab pendampingan masalah kesehatan gigi bias disisipkan di dalam kerja dampingan kader kesehatan yang ada.
e.
Promosi Kesehatan Gigi Dalam Pelaksanaan tugas KKG untuk mempromosikan kesehatan gigi ada
beberapa bentuk promosikesehatan yang menjadi pilihan responden yaitu penyuluhan, dari rumah ke rumah, yasinan/Pengajian dan kumpul-kumpul. Dari seluruh kegiuatan tersebut, semua responden menerima metode tersebut kecuali metode yasinan/pengajian yang hanya mendapatkan penerimaan di desa Puntik Luar sedangkan di kelurahan Aalak Selatan lebih banyak yang menolak dengan mengatakan tidak sebanyak 60% dan yang mengatakan ya hanya 40% saja. Tabel 42. Bentuk Promosi Kesehatan Gigi Bentuk promosi Ya Penyuluhan Tidak Total Ya Dari rumah ke Tidak Rumah Total Yasinan/Pengaj Ya
Frekwensi 98 2 100 96 4 100 40 119
Prosen 98.0 2.0 100.0 96.0 4.0 100.0 40.0
Frekwensi 99 1 100 95 5 100 91
Prosen 99.0 1.0 100.0 95.0 5.0 100.0 91.0
ian
Tidak Total Ya Kumpul – Tidak Kumpul Warga Total
60 100 91 9 100
60.0 100.0 91.0 9.0 100.0
9 100 94 6 100.0
9.0 100.0 94.0 6.0 100.0
Dari beberapa metode promosi yang ditawarkan di atas, ada perbedaan pilihan metode antara responden di Alalak Selatan dengan di desa Puntik Luar sebagaiman terlihat dari gambar berikut:
Gambar Cara Promosi Yang Paling Cocok Responden Kel. Alalak Selatan
120
Gambar Cara Prom kes Yg Cocok Responden Desa Puntik Luar
Dari kedua Gambar di atas, dapat dilihat bahwa bagi responden kelurahan Aalalak Selatan mereka mayoritas lebih memilih metode datang dari rumah ke rumah sebanyak 47% disusul kemudian dengan metode penyuluhan 32%, kumpul-kumpul warga 19% serta yasinan sebanyak 2%.
Berbeda dengan
responden dari Alalak Selatan, responden di desa Puntik luar mayoritas lebih memilih metode penyuluhan sebanyak 70%, dating dari rumah ke rumah sebanyak 14% acara yasinan sebanyak 11% serta kumpul-kumpul warga sebanyak 5%. Responden di Alalak Selatan mereka relative lebih manja di dalam pemerolehan informasi dan pendampingan dari KKG dengan harapan selalu di datangiu ke rumah-rumah dikarenakan kehidupan mereka yang lebih banyak dilakukan di tempat kerja sehingga sangat sulit untuk ikut dalam sebuah pertemuan untuk mendapatkan pendampingan kesehatan gigi. Beda halnya dengan masyarakat di desa Puntik Luar yang rata-rata berprofesi sebagai petani mereka lebih banyak memiliki waktu luang sehingga lebih memungkinkan bagi mereka untuk ikut dalam sebuah pertemuan baik dalan rangka penyuluhan khusus tentang kesehatan gigi maupun dalam kegiatan keagamaan seperti yasinan atau pengajian yang di dalamnya diberi muatan kesehatan gigi.
121
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
Penelitian ini menemukan beberapa hal sebagai berikut: pertama, dari kegiatan pengecekan gigi yang telah dilakukan di MTsN Marabahan, Kabupaten Barito Kuala serta SMPN 4 dan SMPN 15 Kota Banjarmasin menemukan bahwa kelompok siswa yang menggunakan air sungai memiliki nilai indeks DMF-T lebih tinggi dari pada kelompok siswa yang menggosok gigi dengan air PDAM, yaitu 5,6; 5,3 dan 6,6 untuk kelompo siswa yang menggunakan air sungai yang indeks DMF-T-nya lebih tinggi dari pada kelompok siswa yang menggunakan air PDAM yaitu, 2,8; 1,3 dan 2,8. Kedua, dari kegiatan kajian aspek sosial budaya masyarakat yang menggosok gigi dengan air sungai, peneliti menemukan bahwa masih banyaknya masyarakat yang menggosok gigi dengan air sungai dikarenakan beberapa hal yaitu: 1. Kurang massifnya pemerintah dalam mensosialisasikan
pengaruh air
sungai terhadap kesehatan gigi. 2. Lemahnya dukungan lembaga-lembaga social seperti keluarga dan sekolah dalam memberikan informasi tentang pengaruh air sungai terhadap kesehatan gigi. 3. Masih tetap bertahannya perilaku masyarakat untuk menggosok gigi dengan air sungai meskipun sudah ada alternative sumber air yang lain seperti PDAM karena kurangnya pemahaman tentang pengaruh air sungai
122
terhadap kesehatan gigi, anggapan mahal terhadap air PDAM dan masih menganggap sepele terhadap sakit gigi sehingga tidak mempermasalahkan kualitas air untuk menggosok gigi. Ketiga, berdasarkan relaitas rendahnya pemahaman masyarakat tentang pengaruh air sungai terhadap kesehatan gigi serta berbagai perilaku mereka yang merugikan untuk kesehatan gigi. Maka untuk meningkatkan derajat kesehatan gigi mereka terutama dalam mengatasi masalah tingginya tingkat karies gigi maka peneltiian ini menemukan model yang tepat di dalam mengatasi ini yaitu melalui pembentukan Kader Kesehatan Gigi (KKG) dan Pengembangan model teknologi sederhana untuk pengolahan air.
Untuk daerah kota Banjarmasin di mana
ketersediaan air yang mememnuhi persyaratan kesehatan sudah tercukupi maka model yang dikembangkan adalah pembentukan KKG yang lebih banyak diarahkan pada pembimbingan masyarakt untuk berperilaku sehat dalam perawatan gigi termasuk menggunakan air yang memenuhi persyaratan kesehatan. Beda halnya dengan daerah-daerah yang belum terjangkau oleh air maka pilihan teknologi sederhana untuk pengolahan air menjadipilihan alternative di samping pembentukan Kader Kesehatan Gigi (KKG) terutama oleh kalangan yang berasal dari masyarakat yang berpenghasilan rendah untuk mengatasi permasalahan mereka di dalam memperoleh kebutuhan air yang memenuhi persyaratan kesehatan.
123
DAFTAR PUSTAKA
Agtini, MD. 2010. Persentase pengguna protesa di Indonesia. Media Litbang Kesehatan Angela A. 2005. Pencegahan primer pada anak yang berisiko karies tinggi. Majalah Kedokteran Gigi Army US.2010.Dental anatomy and physiology, subcourse MD0501, Edition 200, Survival Medical Manual. Amazon Digital Services.US. Atmanda NP. 2011. Indek def-t dan DMF-T pada siswa tuna rungu di SLB B Nergi Cicendo Bandung. Karya Tulis Ilmiah. Universitas Padjadjaran: Bandung, Indonesia. Dariah, EmiSusanti dan Fahmudin agus.2008.Simpanan karbon dan Emisi co2 lahan gambut. Bogor: world argoforestry centre. Ebrahimi M, Ajami BA, Shirazi ARS, Aghaee MA, and Rashidi S. 2010.Dental treatment need of first molar in mashhad schoolchildren. JODDD. Fahmi said, ida rahmawati, sri hidayati, normaidi. Gambaran kebersihan gigi dan pengetahuan cara menyikat gigi murid SDN Hapingin kelas IV dan V kecamatan batang alaiutara kab. HST.Buletin penelitian RSUD Dr. Soetomo. Harshanur IW. 1995. Anatomi gigi. EGC: Jakarta, Indonesia. Hegde MN dan Shinja AS.2005.Carious first molars in south canara population-an epidemiological study.JIDA. Imron M dan Amrul M. 2010.Metodologi penelitian bidang kesehatan. Sagung Seto: Jakarta, Indonesia. Kidd EAM & Smith BGN.2012 Manual konservasi restorative menurut pickartd. Widya Medika: Jakarta, Indonesia. Musadad A dan Irianto J. Pengaruh. 2009. Penyediaan air minum terhadap kejadian karies gigi usia 12-65 tahun di Provinsi Kep. Bangka Belitung dan Nusa Tenggara Barat. Jurnal Ekologi Kesehatan Putri MH. 2010. Ilmu pencegahan penyakit jaringan keras dan jaringan pendukung gigi. EGC: Jakarta, Indonesia.
124
Satria B, Sutadi H, dan Mangundjaja S. 2009. The differences level of CFU of mutans streptococci in saliva of schoolchildren during fasting and nonfasting. Department of Pediatric Dentistry and Department of Oral Biology Faculty of Dentistry Universitas Indonesia: Jakarta, Indonesia. Sayuti M. 2010. Pengaruh makanan serba manis dan lengket terhadap terjadinya karies gigi pada anak usia 9-10 tahun di SD Negri Monginsidi II Makassar. Media Kesehatan Gigi: Makasar, Indonesia. Soejoeti, Sunanti Z, Konsep Sehat. Sakit dan Penyakit dalam Konteks Sosial Budaya,http://www.kalbe.co.id./files/cdk/files/14_149_Sehatsakit.pdf/14_ 149_Sehatsakit.html Sundoro EH.2007. Serba-serbi ilmu konservasi gigi. UI-Press: Jakarta, Indonesia. Swasono, Meutia F., M. Junus, Melalatoa, Murni Sri dan Kosasih Ukke Rukmini. 1994. Masyarakat Dani di Irian Jaya : Adat-Istiadat dan Kesehatan. Jurnal Antropologi Indonesia No. 53. Togoo RA, Yaseen SM, Zakirullah, Al Garni F, Khoraj AL, and Meer A. 2011.Prevalence of first permanen molar caries among 7-10 years old school going boys in Abha City, Saudi Arabia. Jurnal of Internasional Oral Health.
125
Lampiran 1 Instrument: Alat dan Bahan Pemeriksaan Indeks DMF-T: 1. Alat set diagnostik gigi 2. Alat peraga penyuluhan kesehatan gigi 3. Head lamp 4. Sikat gigi 5. Formulir pemeriksaan DMF-T 6. Pasta gigi 7. Kapas 8. Tissu 9. Alkohol 70% 10. Bahan pencuci alat 11. Air mineral Cleo
126
Lampiran 2 Formulir pemeriksaan DMF-T
INDEKS DMF-T SISWA MTSN MARABAHAN/SMP4 BJM/SMP 15 BJM : ………………………………… :…………..Th :L/P : ………………………………………………………… ……………………………………………………….... :………………………………………… : a. 1 X Sehari b. 2 X Seharic. Lebih dari 2 X Sehari : ……………………………....
Nama Usia Jenis kelamin Alamat No. Hp Menyikat gigi Pemeriksa
Hasil Pemeriksaan DMF-T 7
6
5
4
3
2
1
1
2
3
4
5
6
7
7
6
5
4
3
2
1
1
2
3
4
5
6
7
D : ……. M : …… D + M + F = ………..
F : ……
127
Lampiran 3 N 0.
Kuesioner
Pengembangan Model Pemberdayaan Masyarakat Lahan Basah untuk Membudayakan Gosok Gigi dengan Air yang Memenuhi Persyaratan Kesehatan dalam Penanggulangan Tingginya Indeks Karies Gigi di Provinsi Kalimantan Selatan Nama Alamat
: :
Assalamualaikum Wr.Wb. Provinsi Kalimantan Selatan merupakan salah satu provinsi yang memiliki tingkat karies gigi yang tertinggi di Indonesia. Salah satu penyebab dari tingginya tingkat karies gigi tersebut adalah air yang digunakan masyarakat untuk mengosok gigi memiliki tingkat keasaam yang tinggi sebagai akibat dari lahan gambut yang banyak terdapat di wilayah Provinsi Kalimantan Selatan. Sebagai wujud kepedulian kami untuk menanggulangi tingginya tingkat karies gigi di provinsi Kalimantan Selatan, Kami berupaya untuk mengembangkan sebuah model pemberdayaan masyarakat Lahan Basah untuk Membudayakan Gosok Gigi dengan Air yang Memenuhi Persyaratan Kesehatan dalam Penanggulangan Tingginya Indeks Karies Gigi di Kalimantan Selatan. Untuk kepentingan tersebut, Kami mohon kesediaan Bapak/Ibu/Sdr/i untuk mengisi beberapa pertanyaan terkait dengan penelitian yang sedang kami lakukan. Kami sampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya atas kesediaan Bapak/Ibu/Sdr/i meluangkan waktu untuk menjawab beberapa pertanyaan yang diajukan. Semoga apa yang Bapak/Ibu/Sdr/I sampaikan dapat memberikan secercah harapan bagi penanggulangan tingginya tingkat karies gigi di provinsi Kalimantan Selatan. WassalamualaikumWr. Wb. Hormat Kami, Tim Peneliti I. IdentitasResponden 1.
JenisKelamin : a. Laki-laki. b. Perempuan 1.
128
2. 3. 4.
Status 2. Usia 3. Agama 4.
: a. Belum kawin b. Kawin c.Duda/janda :
Tahun
: a. Islam b. Kristen c. Katolik
d. Hindu e. Budha f. lain-lain, sebutkan…. 5. Suku Bangsa: a. Banjar b. Dayak c. Jawa 5. d. Madura e. Sunda f. Bugis g. batak h. Lainnya, sebutkan… II. Status Sosial Ekonomi Responden 6. Apa pekerjaan Anda? 6. a. Petani pemilik tanah b. Petani penggarap c. Karyawan Swasta d. Pedagang sebutkan…. 7.
8.
e. PNS e. TNI/Polri f. Wiraswasta g., Lainnya,
Apa pendidikan terakhir Bapak/Ibu ? 7. a. Tidak sekolah – Tidak tamat SD b. SD c. SMP d. SMA e. D3/S1 f. S2/S3 Berapa Penghasilan bapak/Ibu per bulan ? 8. a. Rp. 500.000 b. Rp 500.001 – Rp. 1.000.000 c. Rp. 1.000.000 – Rp 2.000.000 d. Rp 2.000.001 – Rp 3.000.000 e. Di atasRp. 3.000.000
III. Kebiasaan Menggosok dan merawat gigi 9.
Berapa kali menggosok gigi sehari ? 9. a. 1 x b.2x c. Lebih dari 2x, Sebutkan…. 129
10. Kapan waktunya anda terakhir menggosok gigi setiap hari ? 10. a. Pagi b. Siang hari c. Sore (sambil mandi sore) d. Malam (sebelum tidur). F. Lainnya, sebutkan… 11. Air apa yang digunakan untuk menggosok gigi? 11. a. Air sungai b. Air Sumur/Tanah c. Air tawas d. Air „beteng‟ f. Air isi ulang g. Air PDAM g. Lainnya, sebutkan……… 12. Apakah anda sering mengalami sakit gigi? 12. a. Tidak pernah b. Jarang c. Sering 13. Apa jenis keluhan anda tentang gigi? No. 1 2 3 4. 5 6 7
Keluhan Gigi Gigi Berlubang Gigi Ngilu Gigi Nyeri/nyutnyut Gusi bengkak/berdarah Gigi bengkak/abses Sariawan /stomatitis Lainnya………………… ……………………………..
a. Ya
13.1. 13.2. 13.3. 13.4. 13.5. 13.6. 13.7. 14. Apa yang anda lakukan ketika sakit gigi yang agak parah? 14. a. Minum obat warung penurun sakit gigi, sebutkan…… b. Orang pintar, sebutkan bentuknya….. c. Obat tradisional, sebutkan…….. d. Puskesmas e. Perawat gigi/paramedic f. Dokter gigi 130
b. Tidak
IV. Pengetahuan tentang pengaruh air sungai terhadap kesehatan gigi 15. Apakah anda mengetahui dampak air sungai terhadap kesehatan gigi? 15. a. Mengetahui b. ragu-ragu c. Tidak mengetahui 16. Apabila mengetahui, faktor air sungai seperti air rawa dan gambut yang merugikan? No. 1 2 3 4 5
Factor air sungai Rasa asamnya (Ph) Warnanya coklat Suhunya yang panas Kotornya Pasang surutnya
a. Ya
b. Tidak 16. 1. 16. 2.
16.3. 16.4. 16.5. 17. Dari beberapa factor di atas, yang mana yang paling berpengaruh? 17. a. Rasa asamnya (pH) b. Warnanya coklat c. Suhunya yang panas d. Kotornya e. Pasang surutnya 18. Dari mana bapak mengetahui tentang dampak air sungai terhadap 18. kesehatan gigi? a. Pegawai puskesmas. b. Penyuluhan petugas kesehatan c. Tokoh masyarakat d. Kader kesehatan e. Dari mulut ke mulut f. lainnya, sebutkan…… 19. Untuk mengatasi masalah air yang memenuhi standard kesehatan, pemerintah menggalakkan program PAMSIMAS. Apakah bapak tahu tentang program tersebut? No. 1 2 3
Tentang PAMSIMAS Tujuan Manfaat Pengelola
a. Ya
131
b. Tidak
4 5
Pelaksanaan
19.1. 19.2. 19.3. 19.4. 19.5
20. Apakah bapak puas dengan pelaksanaan PAMSIMAS? 20. a. Sangat tidak puas b. tidak Puas c. tidak puas e. sangat tidak Puas 21. Apa kendala pelaksanaan PAMSIMAS di daerah Bapak/Ibu/Sdr/i?
No. 1 2 3 4 5 6
Kendala PAMSIMAS Pendanaan Pengelolaan Keterlibatan Masyarakat Keterbatasan sarana dan prasarana Bahan baku Lainnya, sebutkan…
a. Ya
b. Tidak
21.1. 21.2. 21.3. 21.4. 21.5 21.6
22. Dari beberapa kendala di atas, menurut Bapak/Ibu/Sdr/I, mana yang paling besar? 22. a. Pendanaan b. pengelolaan c. Keterlibatan masyarakat d.Keterbatasan sarana dan prasarana e. Bahan Baku (Air) f. Lainnya, sebutkan…….. 23. Menurut bapak/ibu pengelolaan air bersih dilaksanakan oleh siapa? 23.
132
a. Masyarakat sendiri secara gotong royong b. masing – masing keluarga 24. Mengapa seperti itu? ………………………………………………………………. ……………………………………………………………………………… ……… 25. Perlukah dikembangkan teknologi sederhana untuk penjernihan air untuk masing-masing rumah? 25. a. Sangat Tidak perlu b. tidak perlu c. Ragu d. tidak Perlu e. sangat tidak perlu 26. Mengapa demikian? ………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ………. 27. Untuk pengelolaan air bersih mandiri, kendala apa yang bapak/ibu hadapi? ……………………………………………………………………………… ……….. ……………………………………………………………………………… ………..
V. Model Pemberdayaan 28. Menurut anda, cara apa dan bagaimana agar masyarakat mau menggunakan air yang memenuhi standar kesehatan? No. 1 2 3
Model Pemberdayaan Kader Kesehatan Gigi (KKG) Teknologi sederhana pengolahan air Poster slogan tentang penggunaan air yang 133
c. Ya
d. Tidak
memenuhi standar kesehatan untuk gosok gigi
28. 1.
28.2. 28.3.
29. Dari beberapa model di atas, menurut anda yang mana yang paling cocok ? 29. a. Kader Kesehatan Gigi (KKG) b. Teknologi sederhana pengolahan air c. Poster slogan tentang penggunaan air yang memenuhi standar kesehatan 30. Menurut anda, apa saja yang harus dikuasai oleh seorang kader kesehatan gigi (KKG)? No. 1 2 3
Penguasaan Kader Kesehatan Gigi Cara Menggosok Gigi Pengetahuan tentang air sungai Pengetahuan tentang teknologi sederhana mengolah/ menjernihkan air gambut /rawa /sungai
a. Ya
b. Tidak
30.1. 30.2. 30.3.
31. Menurut anda, siapa yang sebaiknya menjadi kader kesehatan gigi (KKG)? No.
Latar Belakang Kader
134
a. Ya
b. Tidak
Kesehatan Gigi Tokoh Agama Pemuda Ibu Rumah Tangga Remaja Masjid/ Kampung Kader Kesehatan yg ada
1 2 3 4 5
31.1. 31.2. 31.3 31.4 31.5
32. Dari beberapa tokoh tersebut, yang mana yang paling cocok? 32. a. Tokoh Agama b. Pemuda c. Ibu Rumah tangga d.Remaja Mesjid e.Kader kesehatan yang ada 33. Menurut anda, kader kesehatan gigi sebaiknya dimiliki oleh wilayah administrative mana? 33. a. RT b. RW c. Posyandu d. Kelurahan/Desa e. lainnya, sebutkan….. 34. Berapa orang yang dapat diangkat menjadi kader kesehatan gigi pada masing-masing wilayah? 34. a. Satu orang
b. Dua orang
c. Tiga Orang d. Lebih dari 3 orang, sebutkan…………….. 35. Menurut anda, siapa yang bertanggung jawab terhadap kader kesehatan gigi? 35. a. Posyandu, b. Puskesms, c. RT/RW
135
d. Lurah
e. Camat
f. Lainnya, sebutkan………
36. Cara apa yang dapat dilakukan oleh kader kesehatan gigi (KKG) untuk promosikan kesehatan gigi? No. 1 2 3 4 5
Cara Promosi Penyuluhan Datang dari Rumah ke Rumah Acara yasinan/Pengajian Kumpul-kumpul warga Lainnya, sebutkan………..
a. Ya
b. Tidak
36.1. 36.2. 36.3 36.4 36.5
37. Dari beberapa cara di atas, yang mana yang paling cocok? 37. a. Penyuluhan b. Datang dari rumah kerumah c.Acara yasinan/Pengajian d. Kumpul-kumpul warga e. Lainnya, sebutkan….. 38. Perlukah KKG diberi gaji ? 38. a. Perlu (lanjut no. 26 & 27) b. Ragu c. Tidak perlu
39. Kalau perlu, apa bentuk gaji mereka? 39. a. Gaji bulanan, b. Insentif c. Uang transport d. lainnya, sebutkan… 40. Kalau perlu,digaji, siapakah yang menggaji mereka? 40. a. Masyarakat b. Kelurahan c. Pemerintah Kabupaten/Kota d. Pemerintah Pusat/Proinsi 136
Lampiran 4
Kuesioner
Pengembangan Model Pemberdayaan Masyarakat Lahan Basah untuk Membudayakan Gosok Gigi dengan Air yang Memenuhi Persyaratan Kesehatan dalam Penanggulangan Tingginya Indeks Karies Gigi di Kalimantan Selatan Nama Alamat
: :
Assalamualaikum Wr.Wb. Kalimantan Selatan merupakan salah satu provinsi yang memiliki tingkat karies tinggi di Indonesia.Salah satu penyebab dari tingginya tingkat karies gigi tersebut adalah air yang digunakan masyarakat untuk mengosok gigi memiliki tingkat keasaam yang tinggi sebagai akibat dari lahan gambut yang banyak terdapat di Kalimantan Selatan. Sebagai wujud kepedulian untuk menanggulangi tingginya tingkat karies gigi di Kalimantan Selatan, kami berupaya untuk mengembangkan sebuah model pemberdayaan masyarakat Lahan Basah untuk Membudayakan Gosok Gigi dengan Air yang Memenuhi Persyaratan Kesehatan dalam Penanggulangan Tingginya Indeks Karies Gigi di Kalimantan Selatan”. Untuk kepentingan tersebut, kami mohon kesediaan Bapak/Ibu/Sdr/i untuk mengisi beberapa pertanyaan terkait dengan penelitian yang sedang kami lakukan. Kami sampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya atas kesediaan Bapak/Ibu/Sdr/i meluangkan waktu untuk menjawab beberapa pertanyaan yang diajukan. Semoga apa yang Bapak/Ibu/Sdr/I sampaikan dapat memberikan secercah harapan bagi penanggulangan tingginya tingkat karies gigi di Kalimantan Selatan. WassalamualaikumWr. Wb. Hormat Kami, Tim Peneliti VI. IdentitasResponden 39. JenisKelamin 1. 40. Status 2. 41. Usia 3. 42. Agama 4.
: a. Laki-laki. b. Perempuan : a. Belum kawin b. Kawin c.Duda/janda :
Tahun
: a. Islam b. Kristen c. Katolik d. Hindu e. Budha f. lain-lain
137
VII.
Status Sosial Ekonomi Responden 43. Apa pekerjaan Anda? 5. b. Petani c. PNS d. Pedagang e. Karyawan Swasta f. Wiraswasta g. Lain-lain, sebutkan…. 44. Apa pendidikan terakhir Bapak/Ibu ? 6. g. Tidak sekolah – Tidak tamat SD h. SD i. SMP j. SMA k. D3/S1 l. S2/S3 45. Berapa Penghasilan bapak/Ibu per bulan ? 7. g. Rp. 500.000 h. Rp 500.001 – Rp. 1.000.000 i. Rp. 1.000.000 – Rp 2.000.000 j. Rp 2.000.001 – Rp 3.000.000 k. Di atasRp. 3.000.000
VIII. Kebiasaan Menggosok dan merawat gigi 46. Berapa kali menggosok gigi sehari ? 8. 8.a. 1 x b.2x c. Lebih dari 2x, Sebutkan…. 47. Kapan waktunya anda menggosok gigi setiap hari ? 9. 9. b. Pagi b. Siang hari c. Sore (sambil mandi sore) d. Malam (sebelum tidur) l. Lainnya, sebutkan… 48. Air apa yang digunakan untuk menggosok gigi? 10. a. Air sungai b. Air PDAM c. Air tawas d. Air sumur/tanah 49. Apakah anda sering mengalami sakit gigi? 11. a. Tidak pernah b. Jarang c. Sering 50. Apa jenis keluhan anda tentang gigi?
138
No. 1 2 3 4. 5 6 7
Keluhan Gigi Gigi Berlubang Gigi Ngilu Gigi Nyeri/nyutnyut Gusi bengkak/berdarah Gigi bengkak/abses Sariawan /stomatitis Lainnya………………… …………………………….. 12.5 12.6 12.7
a. Ya
b. Tidak 12.1. 12.2. 12.3. 12.4.
51.Apa yang anda lakukan ketika sakit gigi yang agak parah? 13. g. Minum obat warung penurun sakit gigi? h. Orang pintar i. Puskesmas j. Perawat gigi/paramedic k. Dokter gigi
IX. Pengetahuan tentang pengaruh air sungai terhadap kesehatan gigi 52. Apakah anda mengetahui dampak air sungai terhadap kesehatan gigi? 14. a. Mengetahui b. Tidak mengetahui c. Ragu-ragu 53. Apabila mengetahui, faktor air sungai seperti air rawa dan gambut yang merugikan : 15. a. Rasa asamnya (pH) b. Warnanya coklat c. Suhunya yang panas d. Kotornya e. Pasang surutnya 54. Dari mana bapak mengetahui tentang dampak air sungai terhadap kesehatan gigi? 16. a. Pegawai puskesmas. b. Penyuluhan petugas kesehatan c. Tokoh masyarakat d. Kader kesehatan e. Dari mulut ke mulut X.
Model Pemberdayaan
139
55. Menurut anda, cara apa dan bagaimana agar masyarakat mau menggunakan air yang memenuhi standar kesehatan? No. 1 2 3
Model Pemberdayaan Kader Kesehatan Gigi (KKG) Teknologi sederhana pengolahan air Poster slogan tentang penggunaan air yang memenuhi standar kesehatan untuk gosok gigi
c. Ya
d. Tidak 17. 1.
17. 2.
17.3.
56. Dari beberapa model di atas, menurut anda yang mana yang paling cocok ? 18. d. Kader Kesehatan Gigi (KKG) e. Teknologi sederhana pengolahan air f. Poster slogan tentang penggunaan air yang memenuhi standar kesehatan 57. Menurut anda, apa saja yang harus dikuasai oleh seorang kader kesehatan gigi? No. 1 2 3
Penguasaan Kader Kesehatan Gigi Cara Menggosok Gigi Pengetahuan tentang air sungai Pengetahuan tentang teknologi sederhana mengolah/ menjernihkan air gambut /rawa /sungai
19.1. 19.2. 19.3.
140
c. Ya
d. Tidak
58. Menurut anda, siapa yang sebaiknya menjadi kader kesehatan gigi? No. 1 2 3 4 5
Latar Belakang Kader Kesehatan Gigi Tokoh Agama Pemuda Ibu Rumah Tangga Remaja Masjid/ Kampung Kader Kesehatan yg ada
c. Ya
d. Tidak
20.1. 20.2. 20.3 20.4 20.5
59. Menurut anda, kader kesehatan gigi sebaiknya dimiliki oleh wilayah administrative 21. mana? a. RT b. RW c. Posyandu d.Kelurahan/Desa e. lainnya, sebutkan….. 60. Berapa orang yang dapat diangkat menjadi kader kesehatan gigi pada masingmasing wilayah? 22. a. Satu orang b. Dua orang c. Tiga d. Lebih dari 3 orang, sebutkan…………….. 61. Menurut anda, siapa yang bertanggung jawab terhadap kader kesehatan gigi? a. Posyandu, b. Puskesms, c. Pemerintah (RT,RW atau Kelurahan dan Camat) 23. 62. Cara apa yang dapat dilakukanoleh kader kesehatan gigi untuk promosikan kesehatan gigi? 24. a. Penyuluhan b. Datang dari rumah kerumah c.Acara yasinan/Pengajian d. Lainnya, sebutkan….. 25. Perlukah KKG/mereka digaji? a. Perlu b. Ragu c. Tidak perlu d. Insentif e. Uang transport 25.
141
26. Kalau digaji, siapakah yang menggaji mereka? a. Masyarakat b. Kelurahan 26. c. Pemerintah Kabupaten/Kota d. Pemerintah Pusat/Proinsi
142
Lampiran 5
Guide Line Questioner Model Penyadaran Masyarakat untuk Menggosok Gigi dengan Air yang Memenuhi Persyaratan Kesehatan untuk Menanggulanginya Tingginya Tingkat Karies Gigi di provinsi Kalimantan Selatan
XI. Kebiasaan Merawat dan Mengobati Gigi 63. Air apa yang digunakan warga untuk menggosok gigi? 64. Mengapa mereka menggunakan air tersebut? 65. Adakah tanaman atau buah-buahan yang diyakini dapat menjaga kesehatan gigi? 66. Bagaimana cara kerjanya? 67. Apa yang anda lakukan ketika sakit gigi yang agak parah? 68. Adakah Ramuan tradisional yang dapat mengobati gigi? 69. Bagaimana cara kerjanya?
XII.Penyediaan sarana air bersih 70. Selama ini pemerintah telkah menggalakkan PAMSIMAS untuk penyediaan air bersih, bagaimana pandangan Bapak tentang PAMSIMAS? 71. Apa kendala dalam pelaksanaan PAMSIMAS? 72. Bagaimana keterlibatan masyarakat dalam program PAMSUIMAS? 73. Mengapa demikian? 74. Untuk perbaikan PAMSIMAS ke depan, apa yang perlu dibenahi? 75. Perlukah pengelolaaln air bersih untuk masing-masing rumah tangga? 76. Mengapa demikian?
143
XIII. Model Penyadaran Masyarakat Untuk Menggosok Gigi dengan Air yang Memenuhi Persyaratan Kesehatan 77. Menurut Bapak/Ibu, cara apa dan bagaimana agar masyarakat mau menggunakan air yang memenuhi standar kesehatan? 78. Hasil penelitian kami tahun pertama menunjukkan bahwa masyarakat masih kurang memahami tentang pengaruh air sungai yang masam terhadap kesehatan (karies) gigi dikarenakan kurangnya sosialisasi tentang ini kepada masyarakat. Menurut bapak cara yang efektif untuk mensosialisasikan ini melalui apa? Mengapa demikian? 79. Kami menawarkan model penyadaran masyarakat untuk menggosok gigi dengan air yang memenuhi standar kesehatan melalui pembentukan Kader Kesehatan Gigi (KKG) yang berfungi memberikan pemahaman tentang perawatan gigi termasuk penggunaan air yang memenuhi persyaratan kesehatan untuk menggosok gigi, bagaimana pandangan bapak/Ibu? 80. Di Barito Kuala, sebenarnya sudah dibentuk kader kesehatan namun masih belum menyentuh masalah kesehatan gigi. Menurut bapak/ibu, mengapa hal ini terjadi? apa kendala-kendala yang dihadapi? 81. Menurut Bapak/Ibu, pengetahuan apa saja yang harus dikuasai oleh seorang kader kesehatan gigi (KKG)? 82. Menurut Bapak/Ibu, siapa yang sebaiknya menjadi kader kesehatan gigi (KKG)? 83. Mengapa mereka? 84. Menurut Bapak/Ibu sebaiknya KKG berada di wilayah adminsitratif apa? 85. Mengapa demikian? 86. Berapa orang yang dapat diangkat menjadi kader kesehatan gigi pada masing-masing wilayah? 87. Menurut bapak/Ibu mekanisme apa sebaiknya digunakan untuk merekrut KKG? 88. Menurut bapak/ibu, siapa yang bertanggung jawab terhadap kader kesehatan gigi? 89. Mengapa demikian?
144
90. Cara apa yang dapat dilakukan oleh kader kesehatan gigi (KKG) untuk promosikan kesehatan gigi? 91. Mengapa demikian? 92. Menurut Bapak/Ibu Perlukah KKG diberi gaji ? dalam bentuk apa? Dan siapa yang menggaji? 93. Selain Pembentukan KKG, perlu juga dibuat slogan yang mendorong agar masyarakat menggosok gigi dengan air yang memenuhi persyaratan kesehatan. Menurut bapak slogan apa yang dapat menarik orang untuk menggosok gigi dengan air yang memenuhi persyaratan kesehatan?
-------- Terima Kasih --------
145
Lampiran 6 Biodata Ketua Tim Peneliti
A. Identitas Diri 1
Nama Lengkap (dengan gelar)
Dr. Drg. Rosihan Adhani, S.Sos., MS
2
Jenis Kelamin
L
3
Jabatan Fungsional
Lektor
4
NIP/NIK/Identitas lainnya
19570708 198203 1 014
5
NIDN
6
Tempat dan Tanggal Lahir
Yogyakarta, 8 Juli 1957
7
Email
[email protected]
8
Nomor Telepon/HP
0811517211
9
Alamat Kantor
Jl. Veteran No. 128 B Banjarmasin
10
Nomor Telepon/Faks
(0511)3255626/(0511)3255444
11
Lulusan yang telah dihasilkan Kesehatan Gigi Masyarakat Perencanaan Kesehatan
12. Mata Kuliah yang Diampu
Model Publik
146
Penjaminan
Mutu
Pelayanan
B. Riwayat Pendidikan
Nama Perguruan Tinggi Bidang Ilmu Tahun MasukLulus
S-1
S-2
Universitas
Universitas
Universitas 17
Airlangga
Indonesia
Agustus Surabaya
Kedokteran Gigi
S-3
Kesehatan
Ilmu Administrasi
Masyarakat 1985 – 1988
1976 - 1981
Judul Skripsi –
Kesehatan Gigi
Thesis
Masyarakat
2008 - 2012 Kebijakan
Metode Forecasting
Revitalisasi Pos
Rice Perencanaan
Yandu di Provinsi
Rumah Sakit
Nama
Drg. Adi Hapsoro,
Pembimbing
DTMH
Kalimantan Selatan Prof. Dr. drg. Hj Ida
Dr Alex, DTMH
Ayu Brahmasari, Dipl. DHE, MPA
C. Pengalaman Penelitian dalam 5 Tahun Terakhir No
Tahun
1
2011
Judul Penelitian Revitalisasi
Pos
Yandu
kalimantan Selatan
Pendanaan Sumber di Pemprov Kalimantan Selatan
147
Jml (Juta Rp) 25
D. Pengalaman Pengabdian dalam 5 Tahun Terakhir No
Tahun
1
2012
2
2013
Pendanaan
Judul Pengabdian Kepada Masyarakat
Sumber
Pelayanan KB MOP Serentak Dinkes Terbanyak
Kalsel
Ceria dengan Gigi Sehat
PSKG
Jml (Juta Rp)
Prov 150
20
E. Pengalaman Penulisan Artikel Ilmiah dalam Jurnal dalam 5 Tahun Terakhir No 1
Judul Artikel Imiah
Volume/Tahun
Kebijakan Revitalisasi Posyandu di 2013
Nama Jurnal UNTAG
Provinsi Kalimantan Selatan
F.
Pengalaman
Penyampaian
Makalah
secara
Oral
pada
Pertemuan/Seminar Ilmiah dalam 5 Tahun Terakhir No
Nama Pertemuan
1
Dies Natalis Unlam
Judul Artikel
Waktu dan Tempat
Revitalisasi Pos Yandu dan 2012 Pembangunan Kesehatan
2
Wisuda Akbid Sari Peran Bidan dalam Mulia
G. Karya Buku dalam 5 Tahun Terakhir -
148
2013, Banjarmasin
H. Pengalaman Perolehan HKI Dalam 5 – 10 Tahun Terakhir -
I. Pengalaman Merumuskan Kebijakan Publik/Rekayasa Sosial Lainnya Dalam 5 Tahun Terakhir No
Judul/Tema/Jenis Rekayasa lainnya
Tahun Sosial
yang
Tempat
Respon
Penerapan
masyarakat
Kalimantan
Baik
telah
diterapkan 1
Perda
No
Sistem
04/2009 2009 Kesehatan
Selatan
Provinsi 2
Perda
No.
04/2012 2012
Penyelenggaraan
Kalimantan
Baik
Selatan
Kesehatan 3
Perda
SDTK
Rumah 2013
Banjarmasin
Baik
Sakit Gigi dan Mulut Banjarmasin
J. Penghargaan yang Pernah Diraih dalam 10 tahun Terakhir (dari pemerintah, asosiasi atau institusi lainnya)
149
No
Jenis Penghargaan
Institusi Pemberi Tahun Penghargaan
01
Satya Lencana Karya Setya XX
Presiden RI
2003
02
Alumni yang Sukses Berkarier
FKG Unair
2012
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai ketidak-sesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi. Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam pengajuan Hibah Penelitian Hibah Unggulan Perguruan Tinggi
150
Lampiran 7 Biodata Anggota Tim Peneliti A. Identitas Diri 1
Nama Lengkap (dengan gelar)
PRIYAWAN RACHMADI.,drg.,Ph.D.
2
Jenis Kelamin
Laki Laki
3
Jabatan Fungsional
Lektor Kepala
4
NIP/NIK/Identitas lainnya
19600418 1985 02 1 001
5
NIDN
0018046009
6
Tempat dan Tanggal Lahir
Surabaya, 18 April 1960
7
Email
[email protected]
8
Nomor Telepon/HP
08123037990
9
Alamat Kantor
Jl. Veteran 128 B. Banjarmasin
10
Nomor Telepon/Faks
0511-3255444
11
Lulusan yang telah dihasilkan
Sarjana Kedokteran Gigi 1. Biokompabilitas Bahan Ked. Gigi 2. Bahan restorasi resin Komposit
12. Mata Kuliah yang Diampu 3. Bahan bonding kedok. Gigi
151
B. Riwayat Pendidikan S-1
S-2 HIROSHIMA
S-3 HIROSHIMA
Nama
FKG
UNIVERSITYJAPAN, UNIVERSITYJAPAN,
Perguruan
Universitas
GRADUATE
GRADUATE
Tinggi
Airlangga
SCHOOL OF
SCHOOL OF
DENTAL SCIENCE
DENTAL SCIENCE
Dental Material
Dental Material
1992 - 1994
1994 - 1996
Thermoanalytical
Thermoanalytical
Study on Curing
Study on Curing
Performance and
Performance and
Thermal
Thermal
Decomposition in
Decomposition in
Aromatic
Aromatic
Polyfunctional
Polyfunctional
Urethane Monomer
Urethane Monomer
Mixture
Mixture
Prof. Masao Yamaki,
Prof. Masao Yamaki,
DDS, Ph.D
DDS, Ph.D
Bidang Ilmu Tahun MasukLulus
Kedokteran Gigi 1979 - 1984
Pengaruh Impaksi Molar ketiga Judul Skripsi – Rahang Thesis
bawah terhadap perawatan Ortodonsia
Nama Pembimbing
Drg. Pambudi R., Sp.Ort.
152
C. Pengalaman Penelitian dalam 5 Tahun Terakhir -
D. Pengalaman Pengabdian dalam 5 Tahun Terakhir Pendanaan
Judul Pengabdian
No
Tahun
1
2011-
Bakti
2012
Peningkatan
Kepada Masyarakat Sosial
Sumber
PSKG
Kesehatan
II DIPA
Jml (Juta Rp) 20
Gigi
dan Mulut, Loksado
f. Pengalaman Penulisan Artikel Ilmiah dalam Jurnal dalam 5 Tahun Terakhir No 1
Judul Artikel Imiah
Volume/Tahun
Perbandingan Indeks Karies Gigi I.1/Maret/2013
Nama Jurnal Dentino
Pada Wanita Usia Lanjut dengan Menginang Dan Tanpa Menginang di Kecamatan
Lokpaikat
Kabupaten
Tapin 2
Hubungan
Frekuensi
Menyikat I.1/Maret/2013
Dentino
Dengan Tingkat kebersihan Gigi dan Mulut Pelajar Madrasah Ibtidaiyah Sullamul Khairiah 3
Perbedaan Tingkat Kebersihan Gigi I.1/Maret/2013 dan Mulut Antara Vegetarian dan Non Vegetarian Di Vihara Maitreya Banjarmasin
153
Dentino
g. Pengalaman
Penyampaian
Makalah
secara
Oral
pada
Pertemuan/Seminar Ilmiah dalam 5 Tahun Terakhir No
Nama Pertemuan 3rd
1
Aceh
Kuala
Judul Artikel
Syiah The Evolution of Direct Dental Composite Restorations
Waktu dan Tempat Banda Aceh, 12-13 April 2013
Meeting
h. Karya Buku dalam 5 Tahun Terakhir No
Judul Buku
Tahun
Jumlah
Penerbit
halaman 1
Buku modul blok 4 2011 - 2012
43 Halaman
Bahan kedokteran gigi 2
PSKG UNLAM
Buku
Petunjuk 2011 - 2012
Praktikum
blok
32 Halaman
4
PSKG UNLAM
Bahan kedokteran gigi 3
Buku Skill lab blok 4 2011 - 2012
27 Halaman
Bahan kedokteran gigi
PSKG UNLAM
i. Pengalaman Perolehan HKI Dalam 5 – 10 Tahun Terakhir j. Pengalaman Merumuskan Kebijakan Publik/Rekayasa Sosial Lainnya Dalam 5 Tahun Terakhir k. Penghargaan yang Pernah Diraih dalam 10 tahun Terakhir (dari pemerintah, asosiasi atau institusi lainnya) -
154
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai ketidak-sesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi. Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam pengajuan Hibah Penelitian Hibah Unggulan Perguruan Tinggi
155
Lampiran 8 Biodata Anggota Tim Peneliti A. Identitas Diri 1
Nama Lengkap (dengan gelar)
Drg. Widodo
2
Jenis Kelamin
L
3
Jabatan Fungsional
Asisten Ahli
4
NIP/NIK/Identitas lainnya
19700501 200012 1 003
5
NIDN
0005017013
6
Tempat dan Tanggal Lahir
Klaten, 1 Mei 1970
7
Email
[email protected]
8
Nomor Telepon/HP
0812518177
9
Alamat Kantor
Jl. Veteran No. 128 B Banjarmasin
10
Nomor Telepon/Faks
(0511)3255626/(0511)3255444
11
Lulusan yang telah dihasilkan Manajemen Kesehatan Gigi Masyarakat
12. Mata Kuliah yang Diampu
156
B. Riwayat Pendidikan S-1 Nama Perguruan Tinggi Bidang Ilmu Tahun MasukLulus
Universitas Gadjah Mada Kedokteran Gigi 1989 – 1997
Judul Skripsi –
Hubungan antara Kekuatan Gigi Otot Bibir dengan Posisi
Thesis
Gigi Kaninusitas
Nama
Drg. Wayan Ardhana dan
Pembimbing
drg. Suparwatri
C. Pengalaman Penelitian dalam 5 Tahun Terakhir D. Pengalaman Pengabdian dalam 5 Tahun Terakhir Judul Pengabdian
No
Tahun
1
2012
SLB Pembina
2
2013
RRI
Kepada Masyarakat
157
Pendanaan Sumber
Jml (Juta Rp)
E. Pengalaman Penulisan Artikel Ilmiah dalam Jurnal dalam 5 Tahun Terakhir No 1
Judul Artikel Ilmiah Hubungan antara Perilaku
Volume/Tahun Kesehatan I/2013
Nama Jurnal Dentino
Gigi dan Mulut dengan Angka Karies Pada
Pelajar
MTsN
Mulawarman
Banjarmasin 2
Perbandingan Prevalensi Karies Gigi I/2013
Dentino
Molar Pertama Permanen SDN Tabing Rimbah 1 di Kabupaten Barito Kuala dengan
SDI Al
Hidayah
di
Kota
Banjarmasin 3
Efektivitas
Ekstrak Metanol Getah I/2013
Dentino
Batang Pisang maholi (Musa Paniculata) terhadap Waktu Penyembuhan Luka pada Mukosa Mulut Mencit Secara In Vivo 4
Prevalensi Karies pada Pelajar SMPN 9 I/2013
Dentino
di Kecamatan Banjarmasin Tengah
F. Pengalaman
Penyampaian
Makalah
secara
Oral
pada
Pertemuan/Seminar Ilmiah dalam 5 Tahun Terakhir Waktu dan No
Nama Pertemuan
Judul Artikel Tempat
1
Talksow
Behel: Medis dan modis
158
G. Karya Buku dalam 5 Tahun Terakhir No
Judul Buku
Tahun
Jumlah
Penerbit
halaman 1
Manajemen kesehatan 2012 Gigi Masyarakat
H. Pengalaman Perolehan HKI Dalam 5 – 10 Tahun Terakhir I. Pengalaman
Merumuskan
Kebijakan
Publik/Rekayasa
Sosial
Lainnya Dalam 5 Tahun Terakhir -
J. Penghargaan yang Pernah Diraih dalam 10 tahun Terakhir (dari pemerintah, asosiasi atau institusi lainnya) No
Jenis Penghargaan
Institusi Pemberi Tahun Penghargaan
1
Medis Terbaik II
Pemko Banjarbaru
2005
2
Medis Terbaik II
Pemko Banjarbaru
2008
159
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai ketidak-sesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi. Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam pengajuan Hibah Penelitian Hibah Unggulan Perguruan Tinggi Banjarmasin
160
Lampiran 9 Biodata Anggota Tim Peneliti A. Identitas Diri 1
Nama Lengkap (dengan gelar)
Tutung Nurdiyana, S.Sos., M.A., M.Pd
2
Jenis Kelamin
P
3
Jabatan Fungsional
Lektor
4
NIP/NIK/Identitas lainnya
19761021 200501 2 001
5
NIDN
0021107607
6
Tempat dan Tanggal Lahir
Bojonegoro, 21 Oktober 1976
7
Email
[email protected]
8
Nomor Telepon/HP
081351262590
9
Alamat Kantor
Kampus I FKIP Unlam Jl. Brigjend H. Hasan Basry, Kayutangi, Banjarmasin
10
Nomor Telepon/Faks
11
Lulusan yang telah dihasilkan Pengantar Antropologi Masyarakat dan Kebudayaan Kalimantan Kajian Gender
12. Mata Kuliah yang Diampu Psikologi Sosial
161
B. Riwayat Pendidikan S-1
S-2
Nama Perguruan
Universitas Airlangga
Universitas Gadjah Mada
Antropologi Sosial
Antropologi
1996 – 2002
2007 - 2009
Tinggi Bidang Ilmu Tahun MasukLulus
Pertunjukan Kesenian Judul Skripsi – Thesis
Wayang Tengul di
Perempuan Pendulang intan di Pumpung
Desa Sidobandung,
Banjarbaru, Kalimantan Selatan
Bojonegoro, Jawa Timu
Nama
Drs Tri Joko Sri
Pembimbing
Haryono, MA
Prof. Dr. Sjafri Sairin, MA
C. Pengalaman Penelitian dalam 5 Tahun Terakhir Pendanaan No
Tahun
1
2010
2
2011
Judul Penelitian
Sumber FKIP Unlam
Peningkatan Analisi
Kemampuan
Mahasiswa
melalui
Pendekatan Kontekstual (CTL) dalam pembelajaran Psikologi Sosial pada mahasiswa semester 2 Program Studi Pendidikan Sosiologi FKIP Unlam
162
Puslitjak
Jml (Juta Rp) 1,5 26,5
D. Pengalaman Pengabdian dalam 5 Tahun Terakhir No
Tahun
1
2009
Pendanaan
Judul Pengabdian Kepada Masyarakat
Sumber
Sosialisasi tentang kesehatan
FKIP Unlam
Reproduksi
Perempuan
Jml (Juta Rp) 1,5
di
masyarakat Nateh Kec. Batang Alai
Timur,
Hulu
Sungai
Tengah 2
2010
Sosialisasi Pengolahan Sampah FKIP Unlam
1,5
Masyarakat Pesisir di Pulau Kerayaan 3
2010
Penyuluhan tentang Kekerasan FKIP Unlam terhadap
Perempuan
1,5
di
Kalangan Generasi Muda OI Banjarmasin 4
2010
Sosialisasi dan Pelatihan Hidup FKIP Unlam Sehat
dalam
menghadapi
Kompetisi SDM di kalngan Pemulung TPA Basirih Kota banjarmasin
163
1,5
D. Pengalaman Penulisan Artikel Ilmiah dalam Jurnal dalam 5 Tahun Terakhir No 1
Judul Artikel Imiah
Volume/Tahun
Wacana Politik tentang Demokrasi: No
74
Suatu Studi Kualitatif Tentang Elit XXVII
Nama Jurnal
Th Kalimantan Vol Scientiae
dan Keterwakilan yang Adil di Oktober/2009 Lembaga-Lembaga Politik 2
Perempuan dan Kerja Mendulang Jilid 10,
Wiramartas,
Intan
Jurnal Ilmu Sosial
di
Pumpung,
Kalimantan Nomor 2.
Selatan
3
November
Dan
2009
FKIP Unlam,
Sunat Perempuan pada Masyarakat Vol
3
Pendidikan
No Jurnal Komunitas,
Banjar di Kota Banjarmasin Sunat 1/Maret 2010
UNNES Semarang
Perempuan pada Masyarakat Banjar di Kota Banjarmasin 4
Posisi dan Peran Perempuan dalam Vol 38 No. 2/ Forum
5
Pendulangan Intan di Pumpung, Desember,
Sosial, FIS
Kalimantan Selatan
UNNES
2011
Pilihan Investasi Pendidikan dan Volume Proyeksi Kebutuhan Tenaga Kerja
No
1/
Ilmu
14, Wiramartas PIPS Mei FKIP Unlam
2012 6
Peningkatan Kemampuan Analisis Jilid 27 No. 1/ Vidya
Karya:
mahasiswa Melalui Pendekatan CTL Oktober 2012
Jurnal pendidikan,
dalam
FKIP Unlam
pembelajaran
Pengantar
Kependudukan
E. Pengalaman
Penyampaian
Makalah
Secara
Pertemuan/Seminar Ilmiah dalam 5 Tahun Terakhir -
164
Oral
pada
F. Karya Buku dalam 5 Tahun Terakhir G. Pengalaman Perolehan HKI Dalam 5 – 10 Tahun Terakhir H. Pengalaman
Merumuskan
Kebijakan
Publik/Rekayasa
Sosial
Lainnya Dalam 5 Tahun Terakhir I. Penghargaan yang Pernah Diraih dalam 10 tahun Terakhir (dari pemerintah, asosiasi atau institusi lainnya)
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai ketidak-sesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi. Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam pengajuan Hibah Penelitian Hibah Unggulan Perguruan Tinggi
165