LAPORAN AKHIR PENELITIAN PENELITI MUDA
ANALISIS MINAT BELI MASYARAKAT TERHADAP PRODUK-PRODUK BERWAWASAN LINGKUNGAN (GREEN PRODUCT) DI KOTA BANDUNG
Oleh : ERNA RACHMAWATI. SP.,MSI ENDAH DJUWENDAH, SP., MSI M. ARIEF BUDIMAN, SE., ME
DIBIAYAI OLEH DANA DIPA BLU UNIVERSITAS PADJADJARAN TAHUN ANGGARAN 2012 SESUAI DENGAN SURAT KEPUTUSAN REKTOR UNIVERSITAS PADJADJARAN Nomor : 1778/UN6.RKT/PN/2012 Tanggal 2 April 2012
KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS PERTANIAN NOVEMBER 2012
LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN 1. Judul Penelitian
: Analisis Minat Beli Masyarakat Terhadap Produk-produk Berwawasan Lingkungan (Green Product) di Kota Bandung
2. Ketua Peneliti a. Nama lengkap dan gelar b. Jenis Kelamin c. Pangkat/Golongan/ NIP d. Jabatan Fungsional e.. Fakultas/Jurusan f. Pusat Penelitian 3. Jumlah Anggota Peneliti a. Nama Anggota Peneliti I b. Nama Anggota Peneliti II 4. Lokasi Penelitian 5. Kerjasama dengan institusi Lain a. Nama Institusi b. Alamat 6. Lama Penelitian 7. Biaya yang Disetujui
: : : : : : : : : : : : : : :
Erna Rachmawati, SP.,MSi Perempuan Penata Tk I/IIIc/196910181998032 001 Lektor Pertanian/Sosial Ekonomi Universitas Padjadjaran 2 orang Hj. Endah Djuwendah, SP.,MSi M. Arief Budiman, SE.,ME Kota Bandung 8 bulan Rp 6.850.000
Bandung, 30 November 2012 Ketua Peneliti,
Mengetahui : Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Benny Joy, Ir.,MS NIP : 195207071985031002
Erna Rachmawati, SP.,MSi NIP : 196910181998032001
Menyetujui : Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Unpad
Prof.Dr. Wawan Hermawan, MS NIP : 196205271988101001
ABSTRAK Erna Rachmawati, dkk, 2012.
Analisis Minat Beli Masyarakat terhadap Produk-produk Berwawasan Lingkungan (Green Product) di Kota Bandung
Tuntutan pola hidup sehat dan pengaruh global warning menyebabkan semakin banyak konsumen menyadari akan pentingnya produk-produk berwawasan lingkungan (green product). Salah satu produk yang termasuk dalam kategori green product adalah sayuran organik. Permintaan sayuran organik yang semakin tinggi menunjukkan semakin tinggi minat beli konsumen terhadap sayuran organik. Namun banyak faktor yang mempengaruhi minat beli konsumen sehingga minat beli konsumen terhadap sayuran organik bisa tinggi atau rendah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk (1) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi minat beli konsumen terhadap sayuran organik, (2) mengidentifikasi perilaku pembelian konsumen terhadap sayuran organik berdasarkan faktor demografi. Penelitian ini dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner kepada 100 orang konsumen. Penelitian ini menggunakan metode survey. Hasil penelitian menunjukkan bahwa minat beli terhadap sayuran organik secara keseluruhan dipengaruhi oleh faktor usia, pendidikan formal, pendapatan keluarga, tampilan produk dan harga. Secara individu hanya faktor harga yang berpengaruh secara signifikan. Berdasarkan faktor demografi mayoritas konsumen berusia muda, berpendidikan tinggi dan berpendapatan menengah mempunyai perilaku sering membeli, membeli dengan terencana dan loyal terhadap sayuran organik. Mayoritas konsumen lainnya yang berusia muda, berpendidikan menengah dan berpendapatan menengah berperilaku jarang melakukan pembelian, pembeliaannya tidak terencana dan tidak loyal terhadap sayuran organik.
Kata Kunci : Sayuran organik, faktor-faktor yang mempengaruhi minat beli, perilaku pembelian
i
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Dewasa ini krisis lingkungan telah meningkatkan kesadaran masyarakat untuk memiliki gaya hidup sehat dan hemat. Fenomena tersebut menimbulkan situasi yang sangat kondusif bagi terbentuknya kelompok konsumen corak baru yang menamakan dirinya konsumen hijau (green consumer). Dampak positif gerakan konsumen hijau ini bukan hanya dalam pola konsumsi sehari-hari dan membangun masyarakat yang sehat semata, karena pendapat dan opini konsumen hijau juga mempengaruhi keputusan akhir dari sosok produk manufaktur, perilaku berbisnis, dan kebijakan ekonomi pemerintah. Hal inilah yang kemudian memunculkan istilah-istilah seperti green marketing dan green product. Green marketing atau environmental marketing and ecological marketing merupakan konsep strategi pemasaran produk oleh produsen bagi kebutuhan konsumen yang peduli lingkungan hidup. Dapat juga diartikan sebagai konsep strategi pemasaran produk produsen yang peduli lingkungan hidup bagi konsumen. Dengan kata lain, produsen yang peduli lingkungan hidup memasarkan produknya kepada konsumen yang peduli lingkungan hidup. Sementara, produk-produk ramah / berwawasan lingkungan (green product) merupakan suatu produk yang dirancang dan diproses dengan suatu cara untuk mengurangi efek-efek yang dapat mencemari lingkungan, baik dalam produksi, pendistribusian dan pengkonsumsiannya. Contoh produk berwawasan lingkungan di pasaran pada umumnya berlabel ‘environment friendly’ (aman
1
untuk lingkungan) atau ‘friendly to our environment, no flourocarbons’ pada produk obat pembasmi serangga, ‘peduli lingkungan, gunakan kembali gelas ini’ pada produk selai roti, ‘recycleable’ dengan simbolnya atau tutup minuman kaleng yang aman dan tidak melukai manusia, ‘only one earth, ozon friendly, care and share’ atau ‘ozon friendly, ozone surete" pada produk spray; ‘energy, EPA (Environment Protection Agency) Polution Preventer atau ‘low radiationr’ pada produk monitor computer, dan masih banyak lagi yang lainnya. Fenomena munculnya produk-produk berwawasan lingkungan (green product), juga terjadi di kota Bandung. Kota Bandung dengan populasi penduduknya yang padat, yaitu sebesar 2.393.633 orang jiwa (BPS, 2010), menjadikan kota ini pasar potensial bagi produk-produk berwawasan lingkungan (green product). Produk-produk berwawasan lingkungan (green product) ini banyak dijumpai di toko / supermarket di kota Bandung. Sejalan dengan perkembangan teknologi dan informasi serta beragamnya karakteristik konsumen yang berbeda secara demografi, membuat wawasan serta pemahaman konsumen di kota Bandung juga berbeda terhadap produk-produk berwawasan lingkungan (green product). Hal ini tentu dapat mempengaruhi perilaku dan minat beli konsumen di kota Bandung terhadap produk-produk berwawasan lingkungan (green product). Ini didukung oleh beberapa penelitian yang terkait dengan perilaku konsumen dengan proses pembelian produk-produk berwawasan lingkungan (green product). Salah satunya menyebutkan bahwa produk-produk berwawasan lingkungan (green product) atau produk daur ulang sangat penting pada jangka panjang, namun secara personal konsumen tetap
2
membeli barang-barang dengan kemasan anorganik karena kemudahan dan kepraktisannya (Laroche et al., 2001 dalam Buddi Wibowo, 2002). Kemudian, studi McCarty dan Shrum, 1994 dalam Buddi Wibowo, 2002) menemukan bahwa keyakinan seseorang tentang pentingnya daur ulang tidak berhubungan signifikan dengan perilaku daur ulang. Hal ini menjelaskan bahwa persepsi ketidakmudahan kegiatan daur ulang mempengaruhi tindakan konsumen. Disisi lain, penelitian yang dilakukan oleh Straughan dan Robert, 1999 dalam Buddi Wibowo, 2002) menunjukkan bahwa segala sesuatu yang dipersepsikan konsumen tentang lingkungan akan memberikan wawasan terbesar pada kesadaran konsumen akan lingkungan. Konsumen yang mempunyai kesadaran tinggi terhadap lingkungan akan memilih produk-produk yang ramah lingkungan walaupun harganya relatif lebih mahal. Salah satu jenis produk berwawasan lingkungan (green product) di Kota Bandung yang saat ini sedang diminati konsumen adalah sayuran organik. Sayuran organik diminati oleh masyarakat kota Bandung karena lebih sehat dan memiliki kualitas serta rasa yang lebih enak dibandingkan sayuran non-organik. Walaupun harga sayuran organik relatif lebih mahal dibandingkan dengan sayuran non-organik hal ini tidak menjadi masalah bagi konsumen sayuran organik yang sebagian besar merupakan golongan ekonomi menengah ke atas karena mereka lebih mengutamakan kualitas dan hidup sehat dibandingkan dengan berapa banyak uang yang harus mereka keluarkan. Sejalan dengan perkembangan teknologi dan informasi serta beragamnya karakteristik konsumen yang berbeda secara demografi, membuat wawasan serta
3
pemahaman konsumen di kota Bandung juga berbeda terhadap sayuran organik. Hal ini tentu dapat mempengaruhi perilaku dan minat beli konsumen di kota Bandung terhadap sayuran organik. Dengan kondisi seperti ini, justru menjadi menarik untuk mengkaji sayuran organik di kota Bandung ini terkait dengan minat beli konsumen yang berbeda, sehingga timbul pertanyaan : siapa sajakah konsumen yang berminat membeli produk sayuran organik di kota Bandung dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi minat beli konsumen terhadap sayutran organik di kota Bandung.
1.2. Permasalahan Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka dapat diidentifikasi permasalahan sebagai berikut : 1. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi minat beli konsumen terhadap sayuran organik. 2. Bagaimana perilaku pembelian konsumen terhadap sayuran organik berdasarkan faktor demografi.
1.3. Tujuan dan Kegunaan 1.3.1. Tujuan 1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi minat beli konsumen terhadap sayuran organik. 2. Mengidentifikasi perilaku pembelian konsumen terhadap produk sayuran organik berdasarkan faktor demografi.
4
1.3.2. Kegunaan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan sebagai berikut: 1. Memberikan informasi dan masukan kepada penentu kebijakan, terutama pemerintah daerah untuk mengajak masyarakat agar perduli dan berminat tinggi pada produk-produk berwawasan lingkungan (green product), sehingga tercipta para pemasar/produsen yang berwawasan lingkungan (green marketing) dan konsumen yang berwawasan lingkungan (green comsumer). 2.
Memberikan informasi dan masukan kepada produsen perusahaan yang memproduksi produk-produk berwawasan lingkungan (green product) untuk tetap mempertahankan dan meningkatkan kuantitas dan kualitas produkproduk berwawasan lingkungan sehingga minat beli konsumen menjadi tinggi.
3.
Memberikan informasi kepada masyarakat, khususnya yang masih belum mengetahui tentang produk-produk berwawasan lingkungan (green product) sehingga berminat untuk membeli produk-produk berwawasan lingkungan (green product) dalam rangka melestarikan lingkungan.
1.4. Jadwal Penelitian Kegiatan
Bln
Bln
Bln
Bln
Bln
Bln
Bln
Bln
1
2
3
4
5
6
7
8
1. Persiapan 2. Pengumpulan Data 3. Pengolahan
5
Data 4. Analisis Data 5. Laporan dan Penggandaan
1.5. Personalia Ketua Peneliti a) Nama lengkap
: Erna Rachmawati, SP.,MSi
b) Bidang keahlian
: Pemasaran Agribisnis
c) Jabatan Fungsional
: Lektor
d) Unit kerja
: Fakultas Pertanian
e) Alamat
: Jl Raya Bandung-Sumedang km 21 Jatinangor
f) Telpon/Faks/E-mail
: 022 7796318
g) Alokasi waktu untuk penelitian ini : 20 Jam/Minggu
Anggota Peneliti a. Nama Anggota Peneliti 1 : Hj. Endah Djuwendah, SP.,MSi (NIP : 1970041719960102001) b. Fakultas/Jurusan /Pusat Penelitian : Pertanian/Sosial Ekonomi/Unpad c. Alamat Rumah
: Perumahan Kencana Rancaekek - Bandung
d. Telpon/Faks/E-mail
: 02276961735
e. Alokasi waktu untuk penelitian ini : 16 Jam/Minggu
6
a. Nama Anggota Peneliti 2 : M. Arief Budiman, SE.,ME (NIP : 197806022008011007) b. Fakultas/Jurusan /Pusat Penelitian : Pertanian/Sosial Ekonomi/Unpad c. Alamat Rumah
: Jl.Raya Sindanglaya No.101, RT.10/04, Kec. Mandalajati, Bandung, 40295
d. Telpon/Faks/E-mail
: 081320999599
e. Alokasi waktu untuk penelitian ini : 16 Jam/Minggu
1.6. Lokasi dan Objek Penelitian Lokasi penelitian bertempat di wilayah Bandung Timur, yaitu di Perumahan Nuansa Mas Estate, Perumahan Metro Bandung, dan Perumahan Batu Karang Regency. Tempat ini dipilih karena masyarakat (penghuni) perumahan / pemukiman tersebut diasumsikan berpendapatan menengah keatas. Seperti diketahui bahwa para konsumen produk-produk berwawasan lingkungan (green product) adalah masyarakat berpendapatan golongan menengah keatas. Objek penelitian adalah minat beli masyarakat terhadap produk-produk berwawasan lingkungan (green product) di Kota Bandung. Dalam penelitian ini, masyarakat yang dimaksud adalah para ibu rumah tangga, baik yang berkarir maupun tidak. Seperti diketahui para ibu rumah tangga merupakan pengambil keputusan utama di dalam penyediaan bahan pangan untuk keluarganya (Rhenald Kasali, 1998). Sementara yang dimaksud dengan produk-produk berwawasan lingkungan (green product) dalam penelitian ini adalah pangan / sayuran organik.
7
BAB II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Sekilas Kota Bandung Kota Bandung yang terletak di wilayah Jawa Barat dan merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Lokasi Kota Bandung cukup strategis, dilihat dari segi komunikasi perekonomian maupun keamanan. Hal tersebut disebabkan oleh : 1. Kota Bandung terletak pada pertemuan poros jalan raya : a. Barat - Timur yang memudahkan hubungan dengan Ibukota Negara b. Utara - Selatan yang memudahkan lalu lintas ke daerah perkebunan (Subang dan Pangalengan). 2. Letak yang tidak terisolasi dan dengan komunikasi yang baik akan memudahkan aparat keamanan untuk bergerak ke setiap penjuru. Secara geografis wilayah Kota Bandung berada antara 107°36’ BT dan 6°55’ LS dengan luas wilayah 167,45 km2 dengan batas-batas sebagai berikut : Batas Utara : Kabupaten Bandung Batas Selatan : Kabupaten Bandung Batas Timur : Kabupaten Bandung Batas Barat : Kabupaten Bandung Wilayah Kota Bandung, sampai tahun 2009 terbagi dalam 30 Kecamatan. Secara topografi Kota Bandung terletak pada ketinggian 791 meter di atas permukaan laut (dpl), titik tertinggi di daerah Utara dengan ketinggian 1.050 meter dan terendah di sebelah Selatan 675 meter di atas permukaan laut. Di
8
wilayah Kota Bandung bagian selatan sampai lajur lintasan kereta api, permukaan tanah relatif datar sedangkan di wilayah kota bagian Utara berbukit-bukit yang menjadikan panorama indah. Penduduk Kota Bandung berjumlah 2.393.633 orang dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,15 %. Luas wilayah 168,23 km2 sehingga kepadatan penduduknya sebesar 14.228 orang/km2 (BPS, 2010) Visi kota Bandung adalah terwujudnya kota Bandung sebagai kota jasa yang bermartabat (Bersih, Makmur, Taat dan Bersahabat). Untuk merealisasikan keinginan, harapan, serta tujuan sebagaimana tertuang dalam visi yang telah ditetapkan, maka pemerintah bersama elemen seluruh masyarakat Kota Bandung harus memahami akan makna dari visi tersebut yaitu : Pertama :
Kota Bandung sebagai Kota Jasa harus bersih dari sampah, dan bersih praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme ( KKN ), penyakit masyarakat (judi, pelacuran, narkoba, premanisme dan lainnya), dan perbuatan- perbuatan tercela lainnya yang bertentangan dengan moral dan agama dan budaya masyarakat atau bangsa;
Kedua :
Kota Bandung sebagai Kota Jasa yang memberikan kemakmuran bagi warganya;
Ketiga :
Kota Bandung sebagai Kota Jasa harus memiliki warga yang taat terhadap agama, hukum dan aturan-aturan yang ditetapkan untuk menjaga keamanan, kenyamanan dan ketertiban kota .
Keempat : Kota Bandung sebagai Kota Jasa harus memiliki warga yang bersahabat, santun, akrab dan dapat menyenangkan bagi orang
9
yang berkunjung serta menjadikan kota yang bersahabat dalam pemahaman kota yang ramah lingkungan. Secara harfiah, bermartabat diartikan sebagai harkat atau harga diri, yang menunjukkan eksistensi masyarakat kota yang dapat dijadikan teladan karena kebersihan, kemakmuran, ketaatan, ketaqwaan dan kedisiplinannya. Jadi kota jasa yang bermartabat adalah kota yang menyediakan jasa pelayanan yang didukung dengan terwujudnya kebersihan, kemakmuran, ketaatan, ketaqwaan, dan kedisiplinan masyarakatnya. Misi kota Bandung meliputi (Pemerintah Kota Bandung, 2009) : 1. Mengembangkan sumber daya manusia yang handal yang religius, yang mencakup pendidikan, kesehatan dan moral keagamaan. 2. Mengembangkan perekonomian kota yang adil, yang mencakup peningkatan perekonomian kota yang tangguh, sehat dan berkeadilan dalam rangka meningkatkan pendapatan masyarakat, menciptakan lapangan kerja dan kesempatan berusaha. 3. Mengembangkan Sosial Budaya Kota yang ramah dan berkesadaran tinggi, serta berhati nurani, yang mencakup peningkatan partisipasi masyarakat dalam rangka meningkatkan ketenagakerjaan, meningkatkan kesejahteraan sosial, keluarga, pemuda dan olah raga serta kesetaraan gender. 4. Meningkatkan penataan kota, yang mencakup pemeliharaan serta peningkatan prasarana dan sarana kota agar sesuai dengan dinamika
10
peningkatan kegiatan kota dengan tetap memperhatikan tata ruang kota dan daya dukung lingkungan kota . 5. Meningkatkan kinerja pemerintah kota secara professional, efektif, efisien akuntabel dan transparan, yang mencakup pemberdayaan aparatur pemerintah dan masyarakat. 6. Mengembangkan sistem keuangan kota, mencakup sistem pembiayaan pembangunan yang dilaksanakan pemerintah, swasta dan masyarakat.
2.2. Green Marketing Green marketing (Pemasaran Hijau) merupakan pemasaran yang mengedepankan Green-Input, Green-Process maupun Green-Output serta segala hal yang berhubungan dengan penyelamatan lingkungan hidup yang dilakukan oleh perusahaan. Seperti yang diketahui, proses produksi (barang atau jasa) yang kemudian dijual kepada konsumen mempunyai 3 tahap secara garis besar : input process - output. Marketing berusaha menjual produk perusahaan dengan berbagai strategi untuk mencapai tujuan perusahaan.
a. Green Consumer Green Consumerism didefinisikan sebagai “the use of individual consumer preference to promote less enviromentally damaging products and services” (Smith, 1998). Dengan kata lain Green consumer merupakan konsumen yang peduli lingkungan hidup. Sebagai contoh : konsumen yang peduli akan
11
lingkungan hidup akan lebih menyukai pembelian minyak yang bebas dari campuran timah. Green consumers memiliki keyakinan bahwa: 1) ada problem lingkungan yang nyata, 2) problem tersebut harus ditangani dengan serius dan disikapi dengan cara yang aktif, 3) mereka merasa mendapatkan informasi yang cukup dalam keseharian hidup mereka, 4) setiap individu dapat dan harus memberikan kontribusi dalam menyelamatkan bumi dari bencana lingkungan yang menakutkan (Smith, 1998).
b. Green Product Green Product (produk yang berwawasan lingkungan) merupakan produk yang dirancang dan diproses dengan suatu cara untuk mengurangi efek-efek yang dapat mencemari
lingkungan,
baik
dalam
produksi,
pendistribusian
dan
pengkonsumsiannya. Hal ini dapat dikaitkan dengan pemakaian bahan baku yang dapat didaur ulang.
Sayuran Organik Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi kedua (1993) istilah sayur diartikan sebagai daun-daunan (seperti sawi), tumbuh-tumbuhan (taoge), polong atau bijian (kapri, buncis) yang dapat dimasak (seperti bayam, kubis) atau masakan yang berkuah (seperti gulai, sop). Sayuran organik adalah sayuran yang ditanam secara alami tidak mengandung sembarang pestisida kimia, bahan kimia, antibiotik, dan hormon buatan.
12
Sayuran organik aman untuk dikonsumsi karena tidak mengandung residu pestisida kimia. Selain itu sayuran organik mengandung zat anti oksidan 10%-50 % dibandingkan dengan sayuran non-organik. Sayuran organik juga mengandung vitamin C dan mineral pokok seperti kalium, fosfor, magnesium, zat besi dan krom yang lebih tinggi (Saptono, 2005). Secara fisik, sayuran non-organik cenderung cepat busuk dibandingkan dengan sayuran organik. Sayuran ini juga sangat mungkin terkontaminasi insektisida dan pestisida yang digunakan pada proses produksi atau penanaman. Bukan hanya sayuran, tanah sebagai media tanam juga bisa cepat rusak karena sayuran non-organik harus diberi pupuk kimia. Selain itu penggunaan insektisida untuk mengusir hama dan mempercepat sistem produksi dapat menghadirkan penyakit baru yang merupakan efek dari insektisida dan pestisida. Sayuran organik berbeda dengan sayuran non organik, salah satunya dalam segi kemasan. Sayuran organik memerlukan sertifikasi atau penjaminan suatu produk oleh suatu lembaga yang kompeten untuk memberikan pengesahan keorganikan dari suatu usaha tani melalui mekanisme uji standar lapangan dan laboratorium. Jika suatu usaha tani lolos uji tersebut maka dia boleh menggunakan label organik pada kemasan produknya. Dalam hal ini lembaga sertifikasi menjadi penjamin mutu produk. Sertifikasi pula yang menjadi salah satu faktor mengapa harga sayuran organik lebih mahal dibanding dengan sayuran non-organik. Penjaminan produk sayuran organik oleh lembaga yang kompeten melalui sebuah standar yang merupakan instrumen kesepakatan bersama (berdasarkan
13
prinsip ekologi), bisa lokal, nasional maupun internasional. Di tingkat lokal, dibuat standar lokal yang sesuai dengan kondisi dan pengetahuan lokal. Di tingkat nasional terdapat Standar Nasional Indonesia (SNI), sementara di tingkat internasional terdapat IFOAM Basic Standard (IBS) atau Codex Alimentarius Commission (CAC). Standar lokal dan nasional sebaiknya harmonis dengan standar internasional (Biocert, 2007).
2.3. Perilaku Konsumen Schiffman dan Kanuk, 1994 dalam Sumarwan (2004) mendefinisikan perilaku konsumen sebagai perilaku yang diperlihatkan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan menghabiskan produk dan jasa yang mereka harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka. Sedangkan Engel, Blackwell, dan Miniard, 1993 dalam Sumarwan (2004) mendefinisikannya sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan ini. Dari kedua definisi yang telah disebutkan di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumen adalah semua kegiatan, tindakan, serta proses psikologis yang mendorong tindakan tersebut pada saat sebelum membeli, ketika membeli, menggunakan, menghabiskan produk dan jasa setelah melakukan hal-hal di atas atau kegiatan mengevaluasi. Sumarwan (2004) mengemukakan bahwa studi perilaku konsumen adalah suatu studi mengenai bagaimana seorang individu membuat keputusan untuk mengalokasikan sumber daya yang tersedia (waktu, uang, usaha dan energi).
14
Secara sederhana, studi perilaku konsumen meliputi hal-hal sebagai berikut. Apa yang dibeli konsumen? Mengapa konsumen membelinya? Kapan mereka membelinya? Di mana mereka membelinya? Berapa sering mereka membelinya? Berapa sering mereka menggunakannya? Informasi tersebut sangat diperlukan oleh produsen dan pemasar, karena mereka harus menyesuaikan jumlah produksi dengan frekuensi penggantian produk oleh konsumen. Jawaban bukan hanya penting bagi pemasar tetapi juga bagi masyarakat secara keseluruhan. Para pemasar wajib memahami keragaman dan kesamaan konsumen atau perilaku konsumen agar mereka mampu memasarkan produknya dengan baik. Para pemasar harus memahami mengapa dan bagaimana konsumen mengambil keputusan konsumsi, sehingga pemasar dapat merancang strategi pemasaran dengan lebih baik. Pemasar yang mengerti perilaku konsumen akan mampu memperkirakan bagaimana kecenderungan konsumen untuk bereaksi terhadap informasi yang diterimanya, sehingga pemasar dapat menyusun strategi pemasaran yang sesuai. Para pemasar yang memahami perilaku konsumen juga akan mampu mempengaruhi perilaku tersebut sehingga sesuai dengan apa yang diinginkan pemasar. Mempengaruhi perilaku konsumen adalah mempengaruhi pilihan konsumen agar mereka mau memilih produk tertentu dan merek tertentu yang ditawarkan pemasar tersebut. Proses mempengaruhi konsumen biasanya dilakukan melalui strategi pemasaran yang tepat.
15
Minat beli Minat beli merupakan bagian dari komponen perilaku dalam sikap mengkonsumsi. Menurut Kinnear dan Taylor (1995), minat beli adalah tahap kecenderungan responden untuk bertindak sebelum keputusan membeli benar benar dilaksanakan. Minat beli (willingness to buy) dapat didefinisikan sebagai kemungkinan bila pembeli bermaksud untuk membeli produk (Doods, Monroe dan Grewal, 1991). Segala sesuatu menjadi sama, minat beli secara positif berhubungan terhadap persepsi keseluruhan pada akuisisi dan transaksi nilai (Della Bitta, Monroe dan McGinnis : 1981; Monroe dan Chapman: 1987; Urbany dan Dickson: 1990; Zeithaml: 1988 dalam Grewal, Monroe dan Krishnan, 1998). Suatu produk dikatakan telah dikonsumsi oleh konsumen apabila produk tersebut telah diputuskan oleh konsumen untuk dibeli. Keputusan untuk membeli dipengaruhi oleh nilai produk yang dievaluasi. Bila manfaat yang dirasakan lebih besar dibanding pengorbanan untuk mendapatkannya, maka dorongan untuk membelinya semakin tinggi. Sebaliknya bila manfaatnya lebih kecil dibanding pengorbanannya maka biasanya pembeli akan menolak untuk membeli dan umumnya beralih mengevaluasi produk lain yang sejenis. Menurut Keller (1998), minat konsumen adalah seberapa besar kemungkinan konsumen membeli suatu merek atau seberapa besar kemungkinan konsumen untuk berpindah dari satu merek ke merek lainnya. Sedangkan Mittal (1999) menemukan bahwa fungsi dari minat dari minat konsumen merupakan fungsi dari mutu produk dan mutu layanan. Menurut Sridhar Samu (1999) dalam Navarone Okki, 2003) salah satu indikator bahwa suatu produk sukses atau tidak
16
di pasar adalah seberapa jauh tumbuhnya minat beli konsumen terhadap produk tersebut.
Proses Pengambilan Keputusan Konsumen Setiap konsumen melakukan berbagai macam keputusan tentang pencarian, pembelian, penggunaan beragam produk, dan merek pada setiap periode tertentu. Berbagai macam keputusan mengenai aktivitas kehidupan harus dilakukan oleh setiap konsumen setiap hari. Konsumen melakukan keputusan setiap hari atau setiap periode tanpa menyadari bahwa mereka telah mengambil keputusan. Keputusan didefinisikan sebagai pemilihan suatu tindakan dari dua atau lebih pilihan alternatif (Schiffman dan Kanuk, 1994 dalam Sumarwan, 2004). Seorang konsumen yang hendak melakukan pemilihan maka ia harus memiliki pilihan alternatif. Mowen dan Minor, 1998 dalam Sumarwan (2004) mendefinisikan pengambilan keputusan konsumen sebagai suatu proses yang melibatkan pengenalan produk, pencarian solusi, pengevaluasian alternatif, pemilihan, dan pengevaluasian hasil pilihan. Menurut Engel, Blackwell, dan Miniard (1994), terdapat lima tahap proses pengambilan keputusan pembelian konsumen, yaitu: pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, pembelian, dan hasil. Pada Gambar 1 dapat dilihat dengan jelas tahap-tahap proses pengambilan keputusan pembelian konsumen.
17
Pengenalan Kebutuhan
Pencarian Informasi
Evaluasi Alternatif
Pembelian
Hasil
Sumber: Engel, Blackwell, dan Miniard, 1994
Gambar 1. Proses Keputusan Pembelian
Menurut Engel, Blackwell, dan Miniard, 1995 dalam Sumarwan (2004), pengenalan kebutuhan didefinisikan sebagai persepsi atas perbedaan antara keadaan yang diinginkan dan situasi aktual yang memadai untuk menggugah dan mengaktifkan proses keputusan. Sumarwan (2004) mengemukakan bahwa pencarian informasi mulai dilakukan ketika konsumen memandang bahwa kebutuhan tersebut bisa dipenuhi dengan membeli dan mengonsumsi suatu produk. Konsumen akan mencari informasi yang tersimpan di dalam ingatannya (pencarian internal) dan mencari informasi dari luar (pencarian eksternal). Pencarian internal merupakan pencarian informasi melalui ingatan untuk pengetahuan yang relevan dengan keputusan yang tersimpan di dalam ingatan jangka panjang, sedangkan pencarian eksternal adalah proses pencarian informasi mengenai berbagai produk dan merek, pembelian maupun konsumsi kepada lingkungan konsumen. Evaluasi alternatif adalah proses mengevaluasi pilihan produk dan merek, dan memilihnya sesuai dengan yang diinginkan konsumen. Pada proses evaluasi alternatif, konsumen membandingkan berbagai pilihan yang dapat memecahkan masalah yang dihadapinya. Menurut Sumarwan (2004), jika konsumen telah memutuskan alternatif yang akan dipilih dan mungkin penggantinya jika
18
diperlukan, maka ia akan melakukan pembelian. Pembelian meliputi keputusan konsumen mengenai apa yang dibeli, apakah membeli atau tidak, kapan membeli, di mana membeli, dan bagaimana cara membayarnya. Menurut Sumarwan (2004), di dalam suatu proses keputusan, konsumen tidak akan berhenti hanya sampai konsumsi. Konsumen akan melakukan proses evaluasi terhadap konsumsi yang telah dilakukannya. Inilah yang disebut sebagai evaluasi alternatif pasca pembelian atau pasca konsumsi. Hasil dari proses ini berupa kepuasan ataupun ketidakpuasan konsumen terhadap konsumsi produk atau merek yang telah dilakukannya.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Pengambilan Keputusan (Minat beli) Konsumen
Proses keputusan pembelian setiap konsumen berbeda-beda dan bervariasi. Hal ini disebabkan karena keputusan pembelian yang dilakukan dipengaruhi oleh banyak faktor. Dalam mengambil keputusan pembelian produk, konsumen mungkin dipengaruhi oleh faktor budaya, keluarga, kelas sosial, gaya hidup, iklan, situasi di toko, pelayanan dan lain-lain. Engel, Blackwell, dan Miniard, 1995 dalam Sumarwan (2004) mengungkapkan ada tiga faktor utama yang mempengaruhi konsumen dalam mengambil keputusan pembelian, yaitu: 1. Faktor lingkungan, meliputi budaya, kelas sosial, keluarga, dan situasi. Menurut Sumarwan (2004), budaya adalah segala nilai, pemikiran, simbol yang mempengaruhi perilaku, sikap, kepercayaan, dan kebiasaan seseorang
19
dan masyarakat. Kelas sosial adalah bentuk lain dari pengelompokkan masyarakat ke dalam kelas atau kelompok yang berbeda. Keluarga adalah sebuah kelompok yang terdiri atas dua orang atau lebih yang terikat oleh perkawinan, darah, dan adopsi. Situasi konsumen adalah faktor lingkungan sementara yang menyebabkan suatu situasi di mana perilaku konsumen muncul pada waktu dan tempat tertentu. 2. Faktor perbedaan individu, meliputi sumberdaya konsumen, motivasi dan keterlibatan, pengetahuan, sikap, kepribadian, gaya hidup dan demografi. Sumberdaya konsumen biasanya berupa pendapatan yang merupakan imbalan yang diterima oleh seorang konsumen dari pekerjaan yang dilakukannya untuk mencari nafkah. Motivasi muncul karena adanya kebutuhan yang dirasakan oleh konsumen. Sumarwan (2004) mengemukakan bahwa pengetahuan konsumen adalah semua informasi yang dimiliki konsumen mengenai berbagai macam produk dan jasa, serta pengetahuan lainnya yang terkait dengan produk dan jasa tersebut dan informasi yang berhubungan dengan fungsinya sebagai konsumen. Kepribadian berkaitan dengan adanya perbedaan karakteristik yang paling dalam pada diri manusia, perbedaan karakteristik tersebut menggambarkan ciri unik dari masing-masing individu. Gaya hidup lebih menggambarkan perilaku seseorang, yaitu bagaimana ia hidup, menggunakan uangnya dan memanfaatkan waktu yang dimilikinya. 3. Faktor psikologi, meliputi pengolahan informasi, pembelajaran, dan perubahan sikap atau perilaku.
20
Pengolahan informasi pada diri konsumen terjadi ketika salah satu pancaindera konsumen menerima input dalam bentuk stimulus. Pembelajaran merupakan suatu proses untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman, pengetahuan dan pengalaman ini akan mengakibatkan perubahan sikap dan perilaku yang relatif permanen.
2.2.Kerangka Pemikiran Salah satu jenis pangan organik adalah sayuran organik yang saat ini mulai diminati oleh masyarakat. Pertumbuhan minat masyarakat tersebut didorong oleh adanya kesadaran akan gaya hidup sehat dan isu tentang Global Warming. Fenomena tersebut menimbulkan adanya permintaan yang cukup tinggi terhadap sayuran organik. Sayuran organik yang ditanam secara alami, terbebas dari bahan kimia baik itu pupuk maupun pestisida kimia. Hal tersebut menjadikan sayuran organik sebagai makanan yang ramah lingkungan dan sehat. Sayuran organik saat ini mulai banyak diminati oleh masyarakat kota Bandung karena lebih sehat dan memiliki kualitas serta rasa yang lebih enak dibandingkan sayuran non-organik. Walaupun harga sayuran organik relatif lebih mahal dibandingkan dengan sayuran non-organik hal ini tidak menjadi masalah bagi konsumen sayuran organik yang sebagian besar merupakan golongan ekonomi menengah ke atas karena mereka lebih mengutamakan kualitas dan hidup sehat dibandingkan dengan berapa banyak uang yang harus mereka keluarkan.
21
Sejalan dengan perkembangan teknologi dan informasi serta beragamnya karakteristik konsumen yang berbeda secara demografi, membuat wawasan serta pemahaman konsumen di kota Bandung juga berbeda terhadap sayuran organik. Hal ini tentu dapat mempengaruhi perilaku dan minat beli konsumen di kota Bandung terhadap sayuran organik. Dengan kondisi seperti ini, justru menjadi menarik untuk mengkaji sayuran organik di kota Bandung ini terkait dengan minat beli konsumen yang berbeda. 2.3. Penelitian Terdahulu Penelitian tentang Pengaruh Kesadaran Lingkungan Pada Niat Beli Produk Hijau : Studi Perilaku Konsumen Berwawasan Lingkungan, dilakukan oleh Shellyana Junaedi (2005), dengan responden sebanyak 147 orang dan menggunakan Skala Likert, menyimpulkan bahwa kesadaran konsumen terhadap lingkungan mempengaruhi keinginannya untuk membayar dengan harga premium untuk produk-produk ramah lingkungan. Sikap kesadaran terhadap lingkungan ini mempunyai pengaruh yang signifikan pada tingkat keterlibatan konsumen dalam pemilihan produk yang dilakukan konsumen. Tingkat keterlibatan konsumen dalam proses pencarian informasi tentang produk-produk ramah lingkungan ini telah mendorong konsumen untuk berkeinginan untuk melakukan pembelian produk hijau. Selanjutnya, penelitian mengenai faktor-faktor
yang mempengaruhi
permintaan rumah tangga terhadap sayuran organik di Kota Bogor, dilakukan oleh Nuralya Arnas Nasution (2009), dengan menggunakan analisis analisis regresi dengan metode taksiran OLS (Ordinary Least Square) menunjukkan bahwa
22
faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan bayam organik secara signifikan adalah pendapatan, usia, harga sayuran organik, dan gaya hidup konsumen. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan wortel organik secara signifikan adalah pendapatan, usia, lama pendidikan formal, dan gaya hidup konsumen.
2.4. Hipotesis Berdasarkan Kerangka Pemikiran dan Penelitian Terdahulu maka dapat dibuat Hipotesis yaitu diduga faktor-faktor yang mempengaruhi minat beli sayuran organik di Kota Bandung adalah usia, pendidikan formal, pendapatan keluarga, tampilan produk, dan harga.
23
BAB III. METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara langsung dengan para ibu rumah tangga, baik yang menjadi wanita karir atau tidak di lingkungan Perumahan yang terletak di Kelurahan Cipamokolan, Kecamatan Rancasari, Kota Bandung, sedangkan data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan dan informasi dari instansi terkait.
3.2.Desain dan Teknik Penelitian Desain penelitian yang digunakan adalah desain kualitatif. Penelitian kualitatif lebih menekankan analisisnya pada proses penyimpulan deduktif dan induktif serta pada analisis terhadap dinamika hubungan antar fenomena yang diamati. Penekanan desain kualitatif tidak pada pengujian hipotesis, melainkan pada usaha menjawab pertanyaan penelitian melalui cara-cara berfikir formal dan argumentatif. Teknik penelitian yang digunakan adalah suatu kasus dengan metode survei. Metode ini merupakan metode penelitian yang mengambil suatu sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data pokok (Singarimbun,1989). Kemudian data yang diperoleh dianalisis dan disajikan secara deskripsi.
24
3.2.Teknik Penentuan Responden Responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah ibu rumah tangga, baik yang berkarir atau yang tidak. Cara pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode Simple Random Sampling, dengan sampel sebanyak 100 orang responden. Wawancara dengan responden dilakukan pada hari Sabtu dan Minggu dimulai pukul 10.00 sampai pukul 17.00 WIB. Tempat penelitian dilakukan secara purposive yaitu di wilayah Bandung Timur, tepatnya di perumahan yang terletak di Kelurahan Cipamokolan, Kecamatan Rancasari, yaitu perumahan Nuansa Mas Estate, Perumahan Metro Bandung, Perumahan Batu Karang Regency, dengan asumsi bahwa masyarakat penghuni perumahan tersebut adalah berpenghasilan menengah ke atas.
3.3. Analisis Data a. Model logit Terdapat dua golongan responden dalam penelitian ini, yaitu responden yang melakukan pembelian dan responden yang tidak melakukan pembelian sayuran organik. Dalam hal ini, kedua golongan responden tersebut merupakan kejadian biner (dummy variable) yang bernilai 1 dan 0, dimana nilai 1 untuk responden yang melakukan pembelian dan nilai 0 untuk responden yang tidak melakukan minat beli digunakan model logit. Adapun bentuk persamaan model logit yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut (Pindyck, R.S. and D.L. Rubinfeld, 1991) :
25
Log (P1/P2) 0 + Ui + Pendfi + Pendpti + Prdi + Hi + Pri + ei dimana : Log P1/P2 = logaritma peluang P1 terhadap P2; P1 = 1, responden melakukan pembelian, P2 = 0, responden tidak melakukan pembelian. U = Usia (1: tua, 0: muda) Pendf = Pendidikan formal (1: tinggi, 0: menengah) Pendpt = Pendapatan keluarga (1: tinggi, 0: menengah) Prd = Tampilan produk (1: menarik, 0: kurang menarik) H = Harga (1: mahal, 0: terjangkau) 0 = Intersep e = Galat 1….. = Koefisien regresi b. Deskriptif Kualitatif Untuk mengetahui perilaku pembelian konsumen berdasarkan demografi, dianalisis secara deskriptif kualitatif. Hasil dibuat tabulasi dan dikelompokkan berdasarkan jawaban yang sama kemudian dipersentasekan berdasarkan jumlah responden. Persentase yang terbesar merupakan faktor yang dominan dari masingmasing variabel yang diteliti.
3.4. Definisi Variabel Penelitian Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Minat beli adalah tahap kecenderungan responden untuk bertindak sebelum keputusan membeli benar benar dilaksanakan 2. Usia konsumen didefinisikan sebagai usia responden yang melakukan dan tidak
melakukan
pembelian
sayuran
organik.
Usia
konsumen
dikategorikan tua (1) dan muda (0).
26
3. Pendidikan formal, yaitu pendidikan terakhir yang telah selesai ditempuh oleh responden yang melakukan dan tidak melakukan pembelian sayuran organik. Pendidikan formal di kategorikan tinggi (1) dan menengah (0). 4. Pendapatan keluarga, yaitu sejumlah uang yang diterima responden dalam satu bulan berdasarkan jenis pekerjaannya, termasuk pendapatan lain dan yang diterima dari suami pada ibu rumah tangga. Pendapatan keluarga dikategorikan tinggi (1) dang menengah (0). 5. Tampilan produk adalah unsur-unsur yang terdapat didalam sayuran organik dan dijadikan sebagai bahan pertimbangan oleh konsumen. Tampilan produk dikategorikan menarik (1) dan tidak menarik (0). 6. Harga, yaitu jumlah uang yang harus dikeluarkan oleh konsumen untuk memperoleh sayuran organik. Harga dikategorikan mahal (1) dan terjangkau (0). 7. Frekuensi pembelian adalah jumlah pembelian sayuran organik yang dilakukan responden dalam waktu satu bulan. Frekuensi pembelian dikategorikan sering membeli (> 2 kali per bulan) dan jarang (< 2 kali per bulan). 8. Perencanaan pembelian adalah perilaku perencanaan responden terhadap sayuran organik sebelum dilakukan pembelian. Perencanaan pembelian meliputi pembelian yang direncanakan dan tidak direncanakan. 9. Loyalitas pembelian adalah sikap positif responden terhadap sayuran organik sehingga responden tersebut memiliki keinginan kuat untuk membeli ulang pada saat sekarang maupun masa datang. Loyalitas
27
pembelian dilihat dari ketidaktersediaan produk dan kenaikan harga produk.
3.5. Operasionalisasi Variabel Tabel 1. Operasionalisasi Variabel Konsep
Variabel
Sub Variabel
Indikator
Muda
< 55 tahun
Tua
> 55 tahun
Menengah
SMA sederajat
Tinggi
S1, S2, S3
Jenis Data
Usia
Kualitatif
Pendidikan Faktor-faktor yang mempengaruhi minat beli sayuran organik
Pendapatan per bulan
Menengah Tinggi Baik
Tampilan produk
Kurang baik
Kualitatif
Rp. 3.000.001-5.000.000
Kualitatif Kuantitatif
Rp. > 6.000.001 Sesuai harga, menarik, praktis Kurang sesuai harga, kurang menarik, kurang praktis
Mahal Harga Terjangkau Frekuensi pembelian per bulan
Sering
> 2 kali
Jarang
< 2 kali
Perencanaan pembelian
Terencana
Perilaku pembelian Loyalitas pembelian
Kuantitatif
Tidak terencana Loyalitas berdasarkan ketersediaan produk
Loyalitas berdasarkan kenaikan harga
Tetap membeli sayuran organik jenis lain Kualitatif Membeli konvensional
sayuran
Tetap membeli sayuran organik jenis lain Kualitatif Membeli konvensional
sayuran
28
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Minat Beli Responden terhadap Sayuran Organik. Berdasarkan penyebaran kuesioner pada 100 orang responden, diketahui bahwa terdapat 30 orang responden yang melakukan pembelian sayuran organik (minat beli tinggi) dan 70 orang responden yang tidak melakukan pembelian sayuran organik (minat beli rendah). Hasil analisis model logit dari faktor-faktor yang mempengaruhi minat beli konsumen terhadap sayuran organik, disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Minat Beli Konsumen terhadap Sayuran Organik Variabel Konstanta Usia Pendidikan Pendapatan Tampilan produk Harga produk
Koefisien Estimasi
Selang Kepercayaan 95% Simpangan Baku z- Hitung Signifikan
Odds Ratio Lower
-0.256318
0.573500
-0.45
0.655
0.791271
0.714713
1.11
0.268
0.456881
0.542797
0.84
0.400
-0.601882
0.821186
-0.73
0.464
1.00367
0.771836
1.30
0.193
-1.57828
0.538978
-2.93
0.003a
2.21
0.54
1.58
0.54
0.55
0.11
2.73
0.60
0.21
8.95 4.58 2.74 12.38 0.59
0.07
N = 100, Uji Log-Likelihood = -52.364 G-Hitung = 17.445 pada derajat bebas (DF) = 5 P-Value = 0.004
Keterangan : a = nyata pada α = 0.05
Tabel 2 menunjukkan bahwa uji nyata secara keseluruhan terhadap semua variabel bebas ditunjukkan dengan uji log-likelihood sebesar -52.364 yang menghasilkan G-hitung = 17.445
Upper
signifikan pada taraf α = 0.004 artinya minat
29
beli produk secara keseluruhan dipengaruhi oleh variabel usia, pendidikan formal, pendapatan keluarga, tampilan produk, dan harga produk. Namun secara sendirisendiri dari ke-lima variabel tersebut hanya variabel harga yang berpengaruh nyata pada taraf α = 0.005 Tafsiran dari pengaruh masing-masing variabel secara statistik terhadap minat beli sayuran organik, diuraikan sebagai berikut : 1. Variabel usia konsumen menunjukkan tanda positif 0.791271 yang berarti bahwa semakin tua usia responden maka minat beli terhadap sayuran organik menjadi semakin tinggi. Sementara itu, nilai odds ratio variabel usia sebesar 2.21 mengandung arti bahwa minat beli responden sebesar 2.21 kali lebih besar pada responden berusia tua (> 55 tahun) dibanding responden berusia muda (< 55 tahun). Minat beli sayuran organik yang cenderung tinggi pada responden berusia tua dibanding dengan responden berusia muda dikarenakan faktor kesehatan. Seperti diketahui, usia tua sangat rentan dengan penyakit sehingga perlu pemilihan bahan pangan yang sesuai dengan kesehatannya. 2. Variabel pendidikan formal bertanda positif 0.456881. Artinya, semakin tinggi pendidikan formal maka minat beli pada sayuran organik menjadi semakin besar. Kondisi ini didukung oleh nilai odds ratio variabel pendidikan formal yang menunjukkan angka 1.58. Ini berarti minat beli responden 1.58 kali lebih besar pada responden yang pendidikan formalnya relatif tinggi (rata-rata 20 tahun/sarjana) daripada responden yang pendidikan formalnya menengah (rata-rata 12 tahun/SMA).
30
Besarnya minat beli responden yang berpendidikan relatif tinggi dikarenakan responden tersebut mempunyai pemahaman dan pola fikir yang lebih luas dari responden berpendidikan menengah. Selain itu, responden yang berpendidikan tinggi cenderung lebih responsif dan relatif mudah di dalam menafsirkan informasi yang diperoleh, sehingga mau membeli sayuran organik yang dianjurkan dalam rangka meningkatkan kesehatan keluarga. 3.
Variabel pendapatan keluarga bertanda negatif
-0.601882. Artinya
semakin tinggi pendapatan keluarga maka minat beli responden terhadap sayuran organik menjadi rendah. Nilai odds ratio variabel tersebut menunjukkan angka lebih kecil dari 1 (satu) yaitu 0.55 yang berarti minat beli responden 0.55 kali lebih besar pada responden yang pendapatannya menengah (Rp 3 juta – Rp 6 juta) dibanding responden yang pendapatan keluarganya tinggi (Rp > 6 juta). Ini menunjukkan bahwa responden berpendapatan tinggi meskipun mempunyai kemampuan tinggi untuk membeli sayuran organik dan menyadari pentingnya mengonsumsi sayuran organik
namun cenderung tidak mau membayar lebih mahal
untuk sayuran organik dikarenakan lebih memprioritaskan kepentingan yang lain. Kenyataan ini tidak sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa semakin tinggi pendapatan maka semakin banyak melakukan pembelian. 4.
Variabel tampilan produk memiliki koefisien estimasi bertanda positif 1.00367, yang berarti bahwa semakin baik tampilan produk maka semakin tinggi minat beli terhadap sayuran organik. Nilai odds ratio variabel
31
tampilan produk diketahui sebesar 2.73. Ini berarti bahwa tampilan produk sayuran organik mempengaruhi responden sebesar 2.73 kali lebih besar pada responden dengan minat beli tinggi dibanding responden dengan minat beli rendah. Tampilan produk ini berupa kesegaran produk, rasa, dan kemasan. 5.
Variabel harga produk menunjukkan tanda negatif -1.57828, ini berarti bahwa semakin tinggi harga produk maka minat beli terhadap sayuran organik menjadi rendah. Sementara itu, nilai odds ratio variabel harga produk sebesar 0.21 mengandung arti bahwa harga produk mempengaruhi responden sebesar 0.21 kali lebih besar pada responden dengan minat beli rendah dibanding dengan responden dengan minat beli tinggi. Dalam hal ini, responden dengan minat beli rendah akan berpikir ulang untuk membeli sayuran organik akibat harganya yang mahal.
4.2. Perilaku Pembelian Responden terhadap Sayuran Organik Berdasarkan Faktor Demografi. 4.2.1. Perilaku Pembelian Responden Berdasarkan Frekuensi Pembelian Berdasarkan penelitian terhadap 30 responden yang membeli sayuran organik, didapatkan sebaran reaksi responden berdasarkan frekuensi pembelian, seperti yang ditampilkan pada Tabel 3.
32
Tabel 3. Perilaku Pembelian Responden Berdasarkan Frekuensi Pembelian Per Bulan Sering (> 2 kali per Jarang (< 2 kali per bulan) bulan) No Kategori Responden
1. 2. 3.
4. 5. 6. 7. 8.
Berusia muda, berpendidikan menengah, berpendapatan menengah Berusia muda, berpendidikan tinggi, berpendapatan tinggi Berusia tua, berpendidikan menengah, berpendapatan menengah Berusia tua, berpendidikan tinggi, berpendapatan tinggi Berusia muda, berpendidikan menengah, berpendapatan tinggi Berusia muda, berpendidikan tinggi, berpendapatan menengah Berusia tua, berpendidikan menengah, berpendapatan tinggi Berusia tua, berpendidikan tinggi, berpendapatan menengah Total
Jumlah
%
Jumlah
%
4
13,3
4
13,3
2
6,7
2
6,7
2
6,7
2
6,7
1
3,3
-
-
-
-
-
-
7
23,3
3
10
-
-
1
3,3
-
-
2
6,7
16
53,3
14
46,7
Berdasarkan Tabel 3, dapat diketahui bahwa dari 30 responden yang mempunyai minat beli tinggi, terlihat 53,3 persen sering melakukan pembelian dan 46,7 persen jarang melakukan pembelian sayuran organik. Mayoritas responden yang sering melakukan pembelian sayuran organik sebanyak 23,3 persen
mempunyai
kategori
berusia
muda,
berpendidikan
tinggi,
dan
berpendapatan menengah. Frekuensi pembelian responden yang sering melakukan pembelian rata–rata sebanyak 2 (dua) sampai 4 (empat) kali per bulan. Sementara mayoritas responden yang jarang melakukan pembelian sebanyak 13,3 persen, berkategori berusia muda, berpendidikan menengah, dan berpendapatan menengah dengan frekuensi pembelian sayuran organik rata-rata 1 (satu) bulan sekali.
33
4.2.2. Perilaku Pembelian Responden Berdasarkan Perencanaan Pembelian Sebaran reaksi responden berdasarkan perencanaan pembelian sayuran organik, ditampilkan pada Tabel 4. Tabel 4. Perilaku Pembelian Responden Berdasarkan Perencanaan Pembelian Pembelian terencana Pembelian tidak terencana No Kategori Responden
1. 2. 3.
4. 5. 6. 7. 8.
Berusia muda, berpendidikan menengah, berpendapatan menengah Berusia muda, berpendidikan tinggi, berpendapatan tinggi Berusia tua, berpendidikan menengah, berpendapatan menengah Berusia tua, berpendidikan tinggi, berpendapatan tinggi Berusia muda, berpendidikan menengah, berpendapatan tinggi Berusia muda, berpendidikan tinggi, berpendapatan menengah Berusia tua, berpendidikan menengah, berpendapatan tinggi Berusia tua, berpendidikan tinggi, berpendapatan menengah Total
Jumlah
%
Jumlah
%
3
10
4
13,3
2
6,7
2
6,7
3
10
-
-
-
-
1
3,3
1
3,3
-
-
8
26,7
3
10
1
3,3
-
-
2
6,7
-
-
20
66,7
10
33,3
Berdasarkan perencanaan pembelian, dapat diketahui bahwa dari 30 responden yang mempunyai minat beli tinggi, terlihat 66,7 persen melakukan pembelian terencana dan 33,3 persen melakukan pembelian tidak terencana. Mayoritas responden yang melakukan pembelian sayuran organik secara terencana mempunyai kategori berusia muda, berpendidikan tinggi, dan berpendapatan menengah (26,7). Perilaku pembelian terencana pada responden berusia muda menunjukkan bahwa responden sangat menyadari sayuran organik
34
sebagai bahan pangan yang menyehatkan sehingga merasa perlu untuk selalu tersedia di rumah.
4.2.3. Perilaku Pembelian Responden Berdasarkan Ketidaktersediaan Produk
Sebaran reaksi responden berdasarkan ketidaktersediaan produk, dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Perilaku Pembelian Responden Berdasarkan Ketidaktersediaan Produk Loyal (tetap membeli Tidak loyal (membeli sayuran organik tetapi sayuran No Kategori Responden jenis lain) konvensional)
1. 2. 3.
4. 5. 6. 7. 8.
Berusia muda, berpendidikan menengah, berpendapatan menengah Berusia muda, berpendidikan tinggi, berpendapatan tinggi Berusia tua, berpendidikan menengah, berpendapatan menengah Berusia tua, berpendidikan tinggi, berpendapatan tinggi Berusia muda, berpendidikan menengah, berpendapatan tinggi Berusia muda, berpendidikan tinggi, berpendapatan menengah Berusia tua, berpendidikan menengah, berpendapatan tinggi Berusia tua, berpendidikan tinggi, berpendapatan menengah Total
Jumlah
%
Jumlah
%
4
13,3
4
13,3
2
6,7
3
10
3
10
-
-
1
3,3
-
-
1
3,3
-
-
8
26,7
3
10
1
3,3
-
-
-
-
-
-
20
66,7
10
33,3
Tabel 5 memperlihatkan bahwa berdasarkan ketidaktersediaan produk, dari 30 responden yang mempunyai minat beli tinggi, sebanyak 66,7 persen loyal dan 33,3 persen tidak loyal melakukan pembelian sayuran organik. Mayoritas responden yang loyal mempunyai kategori berusia muda, berpendidikan tinggi,
35
dan berpendapatan menengah (26,7 persen), sedangkan mayoritas responden yang tidak
loyal
berkategori
berusia
muda,
berpendidikan
menengah,
dan
berpendapatan menengah. Sikap loyal responden terhadap sayuran organik terlihat dari perilaku pembeliaannya yang mencari tempat lain untuk mendapatkan sayuran organik yang dibutuhkan atau membeli sayuran organik jenis lain di tempat yang sama saat sayuran organik yang dibutuhkan tidak tersedia di supermarket. Sementara pada responden yang tidak loyal, akan membeli sayuran konvensional pada saat sayuran organik yang dibutuhkannya tidak tersedia di supermarket. 4.2.4. Perilaku Pembelian Responden Berdasarkan Kenaikan Harga Sebaran responden berdasarkan kenaikan harga, tersaji pada Tabel 6. Tabel 6. Perilaku Pembelian Responden Berdasarkan Kenaikan Harga No Kategori Responden Loyal (tetap membeli Tidak loyal (membeli sayuran organik tetapi sayuran jenis lain) konvensional)
1.
2. 3.
4. 5. 6. 7. 8.
Berusia muda, berpendidikan menengah, berpendapatan menengah Berusia muda, berpendidikan tinggi, berpendapatan tinggi Berusia tua, berpendidikan menengah, berpendapatan menengah Berusia tua, berpendidikan tinggi, berpendapatan tinggi Berusia muda, berpendidikan menengah, berpendapatan tinggi Berusia muda, berpendidikan tinggi, berpendapatan menengah Berusia tua, berpendidikan menengah, berpendapatan tinggi Berusia tua, berpendidikan tinggi, berpendapatan menengah Total
Jumlah
%
Jumlah
%
5
16,7
3
10
3
10
-
-
2
6,7
2
6,7
1
3,3
-
-
2
6,7
-
-
9
30
2
6,7
-
-
-
-
-
-
1
3,3
22
73,3
8
26,7
36
Berdasarkan kenaikan harga, Tabel 6 memperlihatkan bahwa dari 30 responden yang mempunyai minat beli tinggi, 73,3 persen loyal dan 8 persen tidak loyal dalam melakukan pembelian sayuran organik. Mayoritas responden yang loyal pada sayuran organik (30 persen) mempunyai kategori berusia muda, berpendidikan tinggi, dan berpendapatan menengah, sedangkan mayoritas responden tidak loyal (10 persen) berkategori
berusia muda, berpendidikan
menengah, dan berpendapatan menengah. Ketika harga sayuran organik naik sementara pendapatan tetap, responden yang loyal terhadap sayuran organik tetap membeli sayuran organik tetapi jenis lain yang harganya lebih murah dari sayuran organik sebelumnya yang dibutuhkan. Namun berbeda dengan perilaku pembelian responden yang tidak loyal, akan mengganti / membeli sayuran konvensional ketika mengetahui harga sayuran organik yang dibutuhkan naik.
37
BAB V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1.Simpulan 1. Minat beli konsumen terhadap sayuran organik secara keseluruhan dipengaruhi oleh usia, pendidikan formal, pendapatan keluarga, tampilan produk, dan harga. Secara individu,
hanya faktor harga
yang
mempengaruhi minat beli konsumen secara signifikan. 2. Berdasarkan faktor demografi, mayoritas konsumen berusia muda, berpendidikan tinggi, dan berpendapatan menengah mempunyai perilaku sering membeli, membeli dengan terencana dan loyal terhadap sayuran organik. Mayoritas konsumen lainnya yang berusia muda, berpendidikan menengah, dan berpendapatan menengah berperilaku jarang melakukan pembelian, pembeliannya tidak terencana, dan tidak loyal terhadap sayuran organik. 5.2.Saran 1. Agar harga sayuran organik terjangkau untuk semua kalangan, maka produksi sayuran organik harus ditingkatkan,
dalam hal ini perlu
peningkatan upaya Pemerintah untuk mensosialisasikan dan melakukan pembinaan yang berkelanjutan kepada produsen / petani sayuran organik. 2. Bagi peneliti yang berminat meneliti lebih lanjut, disarankan untuk menelaah secara lebih mendalam mengenai perilaku pembelian sayuran organik berdasarkan faktor lain seperti lingkungan dan psikologi konsumen.
38
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2010. Bandung dalam Angka 2010. Kerjasama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota bandung dengan Badan Pusat Statistik Kota Bandung. Bandung: Badan Pusat Statistik. Bilson Simmamora. 2003. Panduan Riset Perilaku Konsumen. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama.
Buddi Wibowo. 2002. Green Consumerism dan Green Marketing : Perkembangan Perilaku Konsumen dan Pendekatan Pemasaran, Usahawan, No. 06 Th. XXXI Juni 2002.
Elkington, John, et.al., 1991, The Green Business Guide : How to Take Up-and Profit from-the Environmental Challenge, London, Victor Gollancz Ltd. Masri Singarimbun dan Sofian Effendi. 1989. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES. Nurayla Arnas Nasution. 2009. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Rumah Tangga Terhadap Sayuran Organik di Kota Bogor. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Pemerintah Kota Bandung, 2009. Situs Resmi Pemerintah Kota Bandung. Pindyck, R.S. and D.L. Rubinfeld. 1991. Econometric Models and Economic Forecasts. Third Edition. McGraw-Hill, Inc, New York. Rhenald Kasali. 1998. Membidik Pasar Indonesia Segmentasi, Targeting, Positioning. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.. Saptono, Endro dan Agus Handoko. 2005. Pekarangan. Jakarta: PT. Agromedia.
Bertanam Sayuran Organik di
Shellyana Junaedi (2005), Pengaruh Kesadaran Lingkungan Pada Niat Beli Produk Hijau : Studi Perilaku Konsumen Berwawasan Lingkungan, Jurnal BENEFIT Vol 9 No 2. Univerrsitas Muhammadiyah Surakarta.
39
Smith, TM, The Myth of Green marketing: Tending Our Goals at the Edge of Apocalypse, University of Toronto Press Sumarwan, Ujang. 2004. Perilaku Konsumen Teori dan Penerapannya dalam Pemasaran. Bogor : Ghalia Indonesia.
.
40
LAMPIRAN
41
Lampiran 1. Foto Sayuran Organik
Bayam
Kangkung
Caisin
42
43
Lampiran 2. Data Faktor-faktor yang Mempengaruhi Minat Beli terhadap Sayuran Organik No.
Minat beli
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39.
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Usia 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1
Pendidikan formal 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 0 1 0 1 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 0 1 0
Pendapatan Tampilan keluarga produk 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 1 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Harga 1 0 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 0 0 1 0 1 0 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 0 0 11
44
Lampiran 2. Data Faktor-faktor yang Mempengaruhi Minat Beli terhadap Sayuran Organik (lanjutan) No.
Minat beli
40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57. 58. 59. 60. 61. 62. 63. 64. 65. 66. 67. 68. 69. 70. 71. 72. 73. 74. 75. 76. 77.
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Usia
Pendidikan formal 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0
1 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 1 1 1
Pendapatan Tampilan keluarga produk 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Harga 0 1 0 1 0 1 1 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
45
Lampiran 2. Data Faktor-faktor yang Mempengaruhi Minat Beli terhadap Sayuran Organik (lanjutan) No.
Minat beli
78. 79. 80. 81. 82. 83. 84. 85. 86. 87. 88. 89. 90. 91. 92. 93. 94. 95. 96. 97. 98. 99. 100.
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Usia
Pendidikan formal 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0
Pendapatan Tampilan keluarga produk 0 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Harga 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Keterangan : Minat beli Usia Pendidikan formal Pendapatan keluarga Tampilan produk Harga
: : : : : :
Tinggi = 1 Tua = 1 Tinggi = 1 Tinggi = 1 Menarik = 1 Mahal = 1
; ; ; ; ; ;
Rendah = 0 Muda = 0 Rendah = 0 Rendah = 0 Kurang menarik = 0 Terjangkau = 0
46
Binary Logistic Regression: Minat Beli versus Usia, Pendidikan, Pendapatan, Tampilan Produk, Harga Link Function: Logit Response Information Variable Minat Beli
Value 1 0 Total
Count 30 70 100
(Event)
Logistic Regression Table Predictor Constant Usia Pendidikan Pendapatan Tampilan Produk Harga
Coef -0.256318 0.791271 0.456881 -0.601882 1.00367 -1.57828
SE Coef 0.573500 0.714713 0.542797 0.821186 0.771836 0.538978
Z -0.45 1.11 0.84 -0.73 1.30 -2.93
P 0.655 0.268 0.400 0.464 0.193 0.003
Odds Ratio 2.21 1.58 0.55 2.73 0.21
95% CI Lower Upper 0.54 0.54 0.11 0.60 0.07
8.95 4.58 2.74 12.38 0.59
Log-Likelihood = -52.364 Test that all slopes are zero: G = 17.445, DF = 5, P-Value = 0.004 Goodness-of-Fit Tests Method Pearson Deviance Hosmer-Lemeshow
Chi-Square 7.49428 8.66776 3.23708
DF 10 10 4
P 0.678 0.564 0.519
Table of Observed and Expected Frequencies: (See Hosmer-Lemeshow Test for the Pearson Chi-Square Statistic) Value 1 Obs Exp 0 Obs Exp Total
Group 3 4
1
2
4 5.0
3 3.8
4 2.7
33 32.0 37
16 15.2 19
6 7.3 10
5
6
Total
7 5.4
6 5.5
6 7.6
30
6 7.6 13
4 4.5 10
5 3.4 11
70 100
Measures of Association: (Between the Response Variable and Predicted Probabilities) Pairs Concordant Discordant Ties Total
Number 1481 392 227 2100
Percent 70.5 18.7 10.8 100.0
Summary Measures Somers' D Goodman-Kruskal Gamma Kendall's Tau-a
0.52 0.58 0.22
47
48