Nama Bidang Ilmu: Ilmu Keperawatan LAPORAN AKHIR PENELITIAN DOSEN PSIK FK UNIVERSITAS UDAYANA
HUBUNGAN DIABETES SELF MANAGEMENT DAN PERSEPSI PENYAKIT TERHADAP KUALITAS HIDUP PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI PAGUYUBAN DIABETES PUSKESMAS II DENPASAR BARAT
Oleh: Ns. Gusti Ayu Ary Antari, S.Kep
Ns. Desak Made Widyanthari, S.Kep, M.Kep., Sp. Kep. MB (198508302008122003) Ns. Nyoman Agus Jagat Raya, S.Kep
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2016 0
RINGKASAN PENELITIAN
Diabetes Melitus Tipe 2 (DMT2) merupakan kelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia kronis. Terdiagnosa DMT2 dapat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan pasien. Pasien mengalami perubahan gaya hidup berkaitan dengan pengelolaan penyakit, perubahan status kesehatan, berisiko mengalami penyulit penyakit maupun kematian. Akibatnya terjadi berbagai perubahan pada aspek kesehatan fisik, psikologis, sosial dan lingkungan yang berdampak pada perubahan kualitas hidup pasien DMT2. Kualitas hidup menjadi indikator penting dan tujuan akhir dalam perawatan pasien DMT2. Dengan demikian intervensi yang diberikan kepada pasien diarahkan untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Pengelolaan DMT2 akan berjalan dengan optimal jika didukung oleh Diabetes Self Management (DSM) yang memadai. DSM menunjukkan kemampuan pasien dalam memanajemen DMT2. Selain itu, faktor psikososial juga merupakan prediktor kuat dalam menentukan kualitas hidup pasien dan persepsi penyakit memegang peranan penting didalamnya. Persepsi penyakit dapat membantu kita dalam memahami respon pasien terhadap penyakit dan pemilihan strategi koping yang digunakan dalam mengelola penyakit. Penelitian bertujuan untuk menganalisis hubungan DSM dan persepsi penyakit terhadap kualitas hidup pasien DMT2 di Paguyuban diabetes Puskesmas II Denpasar Barat. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan jumlah sampel sebanyak 60 orang. Responden diminta mengisi kuesioner WHOQOL Brief, IPQ R Brief dan DSMQ. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dan ditemukan bahwa baik persepsi penyakit maupun DSM merupakan faktor yang mempengaruhi secara signifikan terhadap kualitas hidup. Besar konstribusinya adalah 84,6% dan sisanya dipengaruhi oleh faktor lainnya. Persamaan regresi linear berganda yang terbentuk adalah Y (kualitas hidup) = 26,465 – 0,345X1 (IPQR) + 1,445 X2 (DSM). Penelitian ini merekomendasikan perawat untuk berfokus pada peningkatan manajemen penyakit dan edukasi mengenai persepsi penyakit untuk meningkatkan kualitas hidup pasien DMT2.
Kata kunci: persepsi penyakit, diabetes self management, kualitas hidup
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan penelitian ini. Penelitian ini merupakan Hibah Penelitian Dosen PSIK FK UNUD yang baru pertama kali saya ikuti, oleh sebab itu pada kesempatan ini saya ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1) Prof. dr. Ketut Tirtayasa, MS., AIF selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan FK UNUD 2) Paguyuban Diabetes Puskesmas II Denpasar Barat yang telah membantu selama proses pengambilan data 3) Semua pihak yang terlibat dalam penyusunan penelitian ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu Akhir kata saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga penelitian ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu keperawatan. Denpasar, Nopember 2015 Penulis
2
DAFTAR ISI Halaman Judul ………………………………………………………..... Halaman pengesahan…………………………………..……………...... Ringkasan ………..………………………………………….……......... Kata pengantar...…………………………….………………………...... Daftar isi …………………………………………………….…….........
i ii iii iv v
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang……………………………………………………...... B. Tujuan …….….………….………………………………….……...... C. Urgensi Penelitian…………..……………………………….……......
1 2 3
BAB II STUDI PUSTAKA A. Diabetes Melitus Tipe 2…………….……………………….……...... B. Kualitas Hidup……………………………………………….……...... C. Kualitas Hidup Pasien DMT2……………………………….……...... D. Diabetes Self Management………………………………….……...... E. Persepsi Penyakit…………………………………………….……...... F. Hubungan Diabetes Self Management dan Persepsi Penyakit Kualitas Hidup Pasien DMT2……………………………………….......
5 6 6 9 10 dengan 10
BAB III METODE PENELITIAN A. Design Penelitian….…………...…………………………….……...... B. Definisi Operasional Variabel……….……………………….……...... C. Sampel Penelitian…………………………………………….……...... D. Tempat dan Waktu Penelitian….…………………………….……...... E. Instrumen Penelitian…..……………………………….…….............. F. Jenis dan cara Pengumpulan Data………………………….……........ G. Teknik Analisa Data……………………………………….……........
12 12 14 15 15 17 17
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil penelitian...….…………...…………………………….……...... 12 B. Pembahasan.........................……….……………………….……...... 12 BAB V PENUTUP A. Simpulan ...........….…………...…………………………….……...... B. Saran...................................……….……………………….……...... DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 3
12 12
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Rincian biaya Lampiran 2 Penjelasan penelitian dan Inform consent Lampiran 3 Kuesioner WHOQOL Brief Lampiran 4 Kuesioner DSMQ Lampiran 5 Kuesioner IPQ R Brief Lampiran 6 Biodata Anggota Lampiran 7 Dokumentasi Kegiatan
4
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Perubahan pola kehidupan masyarakat menyebabkan terjadinya transisi epidemiologi penyakit yang ditandai dengan peningkatan kejadian penyakit tidak menular seperti Diabetes Melitus (DM). DM merupakan penyakit metabolik yang secara klinis dibedakan menjadi dua, yaitu DM Tipe 1 (DMT1) dan DM Tipe 2 (DMT2). Sembilan puluh sampai sembilan puluh lima persen dari seluruh kasus DM merupakan DMT2 (Smeltzer, 2008). Data International Diabetes Federation (IDF) menunjukkan peningkatan kejadian diabetes di seluruh dunia dari 366 juta pada tahun 2011 menjadi 387 juta pasien pada tahun 2014. Jumlah tersebut belum mencakup kasus undiagnosed diabetes. Tingginya kasus DMT2 tersebut juga disertainya dengan tingginya angka kematian dimana dilaporkan terdapat satu pasien meninggal setiap tujuh detik di seluruh dunia pada tahun 2014 (IDF, 2014). Terdiagnosa DMT2 dapat berdampak semua aspek kehidupan pasien. Pasien dapat mengalami berbagai tantangan dalam menjalani hidup dengan DMT2 seperti perubahan status kesehatan, gaya hidup maupun perubahan peran dalam kehidupannya. Perubahan status kesehatan ini terkait dengan perkembangan patofisiologi penyakit maupun munculnya berbagai komplikasi seperti retinopati, nefropati, ketoasidosis, diabetic foot dan sebagainya. Kondisi tersebut mengakibatkan pasien mengalami penurunan kemampuan fisik, perubahan psikologis seperti mudah stress ataupun depresi dan perubahan hubungan sosial serta lingkungan (WHO, 2015). Pada akhirnya, semua kondisi tersebut akan mempengaruhi kualitas hidup pasien DMT2 (Odili et al, 2010). Kualitas hidup merupakan indikator penting yang menunjukkan kepuasan pasien dalam menjalani kehidupan dengan DMT2. Kualitas hidup pada DMT2 dapat sebagai prediktor yang signifikan terkait mortality dan hospitalisasi. Oleh karena itu, semua intervensi atau perawatan pasien ditujukan untuk meningkatkan kualitas hidup dan aspek penting yang berperan didalamnya adalah kemampuan self management related DMT2 dan kemampuan memahami penyakit serta berespon terkait kondisi penyakit (Pertanika, 2011). 5
Diabetes Self Management (DSM) merupakan critical part dalam pengelolaan DMT2 (Schmitt et al, 2013). Pengelolaan DMT2 mencakup pengobatan, pengaturan diet, aktivitas fisik dan monitoring gula darah yang bertujuan untuk mencapai kontrol glikemik serta mencegah komplikasi. Keberhasilan pengelolaan tersebut tergantung pada self management pasien terhadap penyakitnya (Mustapha et al, 2014). Persepsi penyakit merupakan konsep utama dari Common Sense Model (CSM) yang menjelaskan bahwa setiap orang memiliki personal belief terkait penyakitnya dan memiliki cara untuk berespon terhadap penyakit. Persepsi penyakit diketahui sebagai faktor penentu behavior dan berkaitan dengan kepatuhan pengobatan, fungsi penyembuhan penyakit dan kualitas hidup. Oleh karena itu, persepsi penyakit menjadi elemen penting untuk memahami cara pasien dalam memanajemen kesehatannya (Pertanika et al, 2011; Weldam et al, 2014). Berdasarkan pemaparan di atas dan masih minimnya penelitian terkait DSM, persepsi penyakit dan kualitas hidup DMT2 maka penelitian ini dirancang untuk membahas hubungan DSM dan persepsi penyakit dalam kaitannya dengan kualitas hidup.
B. Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penelitian ini, yaitu: 1. Mengidentifikasi karakteristik responden 2. Mengidentifikasi diabetes self management pada responden penelitian 3. Mengindentikasi persepsi penyakit pada responden penelitian 4. Mengindentifikasi kualitas hidup pada responden penelitian 5. Mengidentifikasi
kualitas
hidup
berdasarkan
karakteristik
responden
penelitian 6. Menganalisis hubungan diabetes self management terhadap kualitas hidup pada responden penelitian 7. Menganalisis hubungan persepsi penyakit terhadap kualitas hidup pada responden penelitian
6
8. Menganalisis hubungan secara bersama-sama diabetes self management dan persepsi penyakit dengan kualitas hidup pada responden penelitian.
C. Urgensi Penelitian Kualitas hidup merupakan aspek terpenting yang perlu diperhatikan pada pasien dengan penyakit kronis seperti DMT2. Hal ini disebabkan oleh terdiagnosis DMT2 dapat mempengaruhi semua aspek kehidupan pasien. Pasien dengan DMT2 harus melakukan perubahan gaya hidup, patuh menjalani pengelolaan penyakit, mengalami perubahan status kesehatan dengan frekuensi hospitalisasi yang meningkat, risiko munculnya komplikasi dan bahkan kematian. Menurut Lloyd dalam penelitian Thommasen & Zhang (2006) menyebutkan bahwa diantara penyakit kronis lainnya, DMT2 diketahui memiliki kualitas hidup yang lebih rendah terutama DMT2 yang telah disertai dengan komplikasi. Berkaitan dengan hal ini, maka berbagai perawatan yang diberikan kepada pasien DMT2 hendaknya dapat meningkatan kualitas hidup pasien. Penelitian ini menjadi penting untuk dilakukan karena tren kejadian DMT2 terus meningkat setiap tahunnya dan kualitas hidup menjadi kunci perawatan DMT2. Peningkatan kualitas hidup memerlukan pengelolaan penyakit yang optimal sehingga mencari keterkaitan antara DSM dan kualitas hidup akan membantu untuk mengevaluasi DSM pasien dan mengembangkan intervensi terkait DSM. Selain itu, aspek psikososial merupakan prediktor penting lainnya dalam menentukan kualitas hidup dan persepsi penyakit ada didalamnya. Penelitian ini dapat digunakan untuk memberikan gambaran terkait persepsi penyakit pasien dan bagaimana aspek dari persepsi penyakit berhubungan dengan kualitas hidup pasien. Hasil penelitian ini juga dapat digunakan sebagai dasar untuk mengintegrasikan persepsi penyakit dalam perawatan pasien DMT2. Dengan demikian hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar perlunya edukasi pasien terkait DSM maupun pengembangan intervensi mengenai persepsi penyakit dalam meningkatkan kualitas hidup.
7
BAB II STUDI PUSTAKA
A. Diabetes Melitus Tipe 2 (DMT2) DMT2 atau merupakan
Non-Insulin Dependent
kelompok
penyakit
metabolik
Diabetes Melitus yang
memiliki
(NIDDM) karakterisik
hiperglikemia kronis (American Diabetes Association, 2010). DMT2 juga dikenal dengan diabetes yang terjadi pada onset dewasa. DMT2 umumnya terjadi pada usia ≥ 45 tahun. Usia pada waktu seseorang didiagnosa menderita DM tersebut dapat digunakan sebagai salah satu indikator seseorang menderita DMT1 atau DMT2. Hal ini berkaitan dengan proses penuaan, obesitas dan paparan polusi jangka panjang, sehingga DMT2 cenderung diderita pada onset dewasa (Romesh, 2012). DMT2 disebabkan oleh interaksi yang kompleks dari faktor genetik, lingkungan dan gaya hidup. Berkaitan dengan etiologi tersebut, patofisiologi terjadinya hiperglikemia dapat disebabkan oleh resistensi insulin (kurang sensitifnya jaringan tubuh terhadap insulin) dan defisiensi insulin relatif (tidak adekuatnya sekresi insulin secara kuantitatif) (IDF, 2011). Defisiensi insulin tersebut menyebabkan glikosuria dan gangguan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Gangguan regulasi metabolik yang terjadi pada DMT2 ini dapat menyebabkan perubahan patofisiologi sekunder pada berbagai sistem organ tubuh sehingga meningkatkan morbiditas dan mortalitas di waktu yang akan datang (Alvin, 2003). Komplikasi DMT2 dapat dibedakan menjadi dua, yaitu komplikasi akut dan kronis. Komplikasi akut DMT2 meliputi hiperosmolar hiperglikemia nonketotik dan hipoglikemia sedangkan komplikasi kronis meliputi komplikasi mikrovaskular dan makrovaskular. Komplikasi kronis ini terjadi karena kondisi hiperglikemia kronis menyebabkan perubahan fungsi pada sistem vaskular tubuh. Kejadian komplikasi mikrovaskular lebih sering ditemukan pada pasien DMT2, seperti retinopati, neuropati dan nefropati (Price dan Wilson, 2006). Kronisitas
dan
progresitas
penyakit
menyebabkan
diperlukannya
pengelolaan DMT2 yang memadai untuk mencapai kontrol glikemik yang optimal 8
dan
menghambat
risiko
munculnya
penyulit
mikrovaskular
maupun
makrovaskular. Dalam pengelolaan penyakit DMT2, peran mandiri pasien dalam melakukan manajemen penyakit sangat diperlukan. Pemahaman pasien, personal belief, pandangan mengenai penyakit menjadi penting sehingga pasien dapat memberikan respon yang tepat terkait penyakitnya. Dengan memperhatikan aspek tersebut diharapkan terjadinya peningkatan kualitas hidup pasien DMT2.
B. Kualitas Hidup Kualitas hidup merupakan konstruksi multidimensional dari aspek fisik, psikologis, sosial dan lingkungan (Odili et al, 2011). Konsep kualitas hidup (quality of life) terkadang disamakan dengan konsep global seperti kepuasan hidup (life satisfaction), kebahagiaan (happiness), dan keadaan yang sehat (well being), meskipun kualitas hidup dianggap lebih luas daripada konsep-konsep tersebut (Renwick & Brown, 1996). Menurut World Health Organisation Quality of Life – Brief (WHOQOL BREF) terdapat empat dimensi kualitas hidup pada pasien DMT2 yang meliputi dimensi kesehatan fisik, psikologis, sosial dan lingkungan. Dimensi kesehatan fisik tersusun atas beberapa indikator seperti nyeri, energi, tidur, mobilitas, aktivitas, ketergantungan pada pengobatan dan kapasitas melakukan pekerjaan. Indikator dimensi psikologis terdiri dari perasaan positif, harga diri, kemampuan konsentrasi, penampilan dan gambaran jasmani, perasaan negatif, dan spiritual. Indikator dimensi sosial meliputi hubungan pribadi, dukungan sosial, aktivitas seksual sedangkan indikator lingkungan seperti keamanan dan keselamatan fisik, lingkungan rumah, sumber keuangan, lingkungan fisik, peluang untuk memperoleh keterampilan/informasi, keikutsertaan untuk rekreasi dan akses pelayanan kesehatan dan transportasi.
C. Kualitas Hidup Pasien DMT2 Berikut ini gambaran kualitas hidup pasien DMT2 ditinjau dari beberapa aspek, yaitu:
9
1. Kesehatan Fisik Pasien DMT2 dapat mengalami penurunan vitalitas tubuh, mudah lelah sehingga mengganggu kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Selain itu, berbagai komplikasi yang muncul juga mempengaruhi kesehatan fisik seperti diabetic foot akibat neuropati perifer menyebabkan penderita mengalami nyeri kronis, kesulitan mobilisasi, amputasi, peningkatan ketergantungan terhadap pengobatan. Kondisi tersebut dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien DMT2. 2. Psikologis Perkembangan penyakit maupun pengelolaan penyakit yang harus dilakukan mengakibatkan pasien DMT2 secara psikologis lebih mudah marah, putus asa ketika berpikir tentang komplikasi jangka panjang yang dapat terjadi dan memiliki perasaan negatif akan penyakitnya. Selain itu, aspek psikologis lainnya yang juga berpengaruh dalam menentukan kualitas hidup penderita DMT2 adalah depresi. Berbagai studi tentang penyakit DMT2, depresi, dan kualitas hidup menunjukkan bahwa prevalensi depresi pada kelompok DMT2 ditemukan lebih tinggi daripada kelompok non-DMT2 dan pada penderita DMT2 dengan depresi diketahui memiliki kualitas hidup yang lebih rendah daripada penderita DMT2 tanpa depresi (Nur, 2010). 3. Hubungan Sosial Ketika individu didiagnosa mengalami DMT2, pasien harus berupaya beradaptasi dengan penyakitnya dan melakukan perubahan gaya hidup seharihari serta melaksanakan pengelolaan DMT2 secara konstan. Seperti yang telah dijelaskan di atas, pasien dapat mengalami perubahan psikologis yang akan berpengaruh terhadap hubungan pribadi penderita dengan orang lain seperti orang yang dicintai. Hubungan pribadi yang menjadi buruk tersebut dapat membuat orang yang dicintai tidak turut berpartisipasi dalam pengelolaan penyakit sehingga hal tersebut membuat pasien merasa sendiri, merasa berbeda dengan orang lain dan kondisi yang lebih buruk dapat menyebabkan kerusakan dalam interaksi sosial (Nur, 2010). Perubahan sosial juga tampak dari perubahan dalam aktivitas seksualnya. Penderita DMT2 dapat mengalami penurunan libido sehingga mengurangi intensitas kehidupan seksualnya. Hal 10
ini akan mengganggu hubungan pribadinya dengan orang yang dicintai (Romesh, 2012). 4. Lingkungan Pasien yang mengalami DMT2 mengalami peningkatan kebutuhan ekonomi untuk memenuhi perawatan DMT2 maupun peningkatan penggunaan fasilitas kesehatan. Sumber ekonomi yang tidak memadai termasuk kondisi lingkungan yang tidak mendukung perawatan pasien dapat menurunkan kualitas hidup pasien DMT2. Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kualitas hidup pada pasien DMT2 seperti faktor demografi yang meliputi usia, jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan; durasi menderita DMT2, faktor psikososial seperti pemahaman dan keyakinan pasien terhadap penyakitnya, dukungan sosial dan sistem koping yang digunakan; komplikasi DMT2 yang dimiliki pasien; jenis terapi pengobatan yang digunakan dan kemampuan melakukan diabetes self management (Ichtiarto, 2008) Instrumen penilaian kualitas hidup pada pasien DMT2 menggunakan WHOQOL Bref yang terdiri dari 26 pertanyaan yang mencakup domain fisik, psikologis, hubungan sosial dan lingkungan. Instrumen ini dapat digunakan pada pasien DMT2 dan lebih praktis digunakan di lapangan.
D. Diabetes Self Management Diabetes Self Management (DSM) merupakan proses evolusi dari perkembangan pengetahuan atau kesadaran pasien untuk hidup dengan DMT2. DSM bertujuan untuk mencapai kontrol glikemik pada pasien, mengurangi risiko munculnya komplikasi dan meningkatan kualitas hidup pasien DMT2. Menurut American Association of Diabetes Educators terdapat tujuh behavior yang direkomendasikan untuk DSM yang meliputi being physically active, makanan yang sehat, pengobatan, monitoring gula darah, problem solving untuk kondisi hiperglikemia maupun hipoglikemia, menurunkan risiko komplikasi diabetes dan adaptasi psikososial untuk hidup dengan DMT2 (Shrivastava et al, 2013). Pelaksanaan DSM oleh pasien DMT2 ditentukan oleh pengetahuan pasien terkait manajemen pengelolaan DMT2. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh 11
Alrahbi (2014) menemukan bahwa kebanyakan pasien DMT2 tidak dapat melakukan DSM secara konstan dan perbedaan pengetahuan berperan terhadap hal tersebut. DSM tersebut berperan penting dalam menunjang kualitas hidup melalui keterlibatan pasien secara mandiri untuk mengelola penyakitnya. Pada penelitian ini instrument yang digunakan adalah Diabetes Self Management Questionaire (DSMQ). DSMQ terdiri dari 16 item pertanyaan yang menyangkut tentang aspek manajemen gula, kontrol diet, aktivitas fisik dan penggunaan fasilitas kesehatan. DSMQ ini merupakan instrument penilaian self care behavior pasien dalam kaitannya dengan kontrol glikemik sehingga efektif digunakan di lapangan.
E. Persepsi Penyakit (Illness Perceptions) Persepsi penyakit (illness perceptions) merupakan konsep utama dari Common Sense Model (CSM). Model ini menjelaskan bahwa setiap orang memiliki personal beliefs berkaitan dengan penyakitnya dan respon terhadap penyakit. Konsep persepsi penyakit ini meliputi persepsi akan konsekuensi penyakit, timeline of disease, kemampuan untuk mengontrol penyakit dan respon pengobatan terhadap perkembangan penyakit. Selain itu, konsep ini juga berhubungan dengan persepsi pasien mengenai gejala yang dirasakan berkaitan dengan penyakit, pemahaman tentang penyakit dan respon emosional terhadap penyakit yang dialami (Weldam et al, 2014). Persepsi penyakit menyediakan sebuah kerangka untuk membantu pasien dalam memahami gejala dan kondisi penyakitnya. Teori CSM menyatakan bahwa persepsi penyakit memiliki hubungan logis dengan health behavior pasien sehingga hal tersebut akan membantu pasien dalam memilih strategi koping yang tepat dalam mengelola penyakitnya. Kondisi ini tentunya akan berdampak pada perbaikan outcome penyakit dan kualitas hidup. Oleh karena itu, persepsi penyakit dianggap sebagai elemen penting dalam meningkatkan kualitas hidup pasien (Weldam et al, 2014; McAndrew et al, 2008). Persepsi penyakit mencerminkan respon kognitif pasien berkaitan dengan gejala penyakit yang dialami dan respon emosional yang diproses secara paralel oleh individu. Dengan persepsi penyakit ini akan membantu pasien untuk 12
mengatasi penyakitnya dan beradaptasi dengan penyakit (Ibrahim et al, 2011). Instrumen yang digunakan untuk mengukur persepsi penyakit ini adalah Brief Illness Perception Questionnaire-Revised (Brief IPQ-R). Brief IPQ-R dapat digunakan pada pasien dengan DMT2 dan versi brief ini lebih mudah digunakan pada pasien. Brief IPQ-R terdiri dari delapan item pertanyaan yang mengenai cognitive representations of illness dan emotional representations of illness.
F. Hubungan Diabetes Self Management dan Persepsi Penyakit dengan Kualitas Hidup Pasien DMT2 Diabetes self management menunjukkan perilaku individu dalam mengelola DMT2. Dalam studi kualitatif tentang self management ditemukan bahwa DSM dapat digunakan untuk mengontrol status glikemik dan memfasilitasi tercapainya kualitas hidup yang lebih baik. Persepsi penyakit berperan dalam mekanisme pembentukan strategi koping pasien dalam menghadapi DMT2. Koping merupakan salah satu psikososial faktor yang berperan penting dalam meningkatkan kualitas hidup pasien DMT2. Penelitian yang dilakukan oleh Have et al, (2013) menemukan bahwa persepsi penyakit berkonstribusi terhadap kualitas hidup pasien crohn’s disease sehingga perlu dimasukkan dalam praktek klinis perawatan pasien. Penelitian yang dilakukan oleh Weldam et al (2014), menemukan bahwa kualitas hidup pasien chronic obstructive pulmonary disease berhubungan dengan persepsi penyakit dan tingkat keparahan sesak napas yang dialami pasien. Berdasarkan teori CSM, stimulus yang dirasakan oleh pasien terkait penyakit akan memberikan dua aspek representation pada pasien, yaitu cognitive illness representation (consequences, timeline, control/cure, identity, cause) dan emotional
illness
representation
(concerns,
emotional
response,
comprehensiblity). Kedua representation itu akan membantu pasien dalam menentukan
strategi
koping
yang digunakan
untuk
berespon
terhadap
penyakitnya. Pemilihan strategi koping pasien akan mempengaruhi outcome penyakit seperti fungsi fisik, status perkembangan penyakit, distress psikologis, vitalitas, fungsi peran dan hubungan sosial serta outcome emosional seperti emosional distress. Dengan demikian, dapat dipahami bagaimana persepsi 13
penyakit berkaitan dengan kualitas hidup dan pemberian intervensi terkait persepsi penyakit akan membantu meningkatkan kualitas hidup pasien (Hagger et al dan Kaptein et al dalam Weldam, 2014). Penelitian yang dilakukan oleh Ibrahim et al (2011), tentang persepsi penyakit dan kualitas hidup pasien end stage renal disease dengan menggunakan IPQ-R untuk menilai persepsi penyakit dan SF-36 untuk menilai kualitas hidup menemukan bahwa setiap aspek dari IPQ-R memiliki hubungan signifikan dengan kualitas hidup pasien.
14
BAB III METODE PENELITIAN
A. DESIGN PENELITIAN Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, menggunakan jenis penelitian non eksperimental dimana tidak adanya keterlibatan penelitian dalam melakukan manipulasi terhadap variabel bebas. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitik untuk menganalisis hubungan antar variabel yaitu, DSM, persepsi penyakit dan kualitas hidup. Model pendekatan subyek yang digunakan adalah cross sectional study.
B. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL Variabel Penelitian Variabel Independent Diabetes self management
Persepsi Penyakit
Definisi Variabel
Skala
Skor
Alat Ukur
skor yang diperoleh dari hasil pengisian kuesioner DSMQ oleh responden yang menggunakan skala likert dengan 4 titik (kisaran skor 0-3) dan terdiri dari 16 pertanyaan yang meliputi 4 dimensi DSM yaitu: 1. Glukosa manajemen 2. Kontrol diet 3. Aktivitas fisik 4. Penggunaan fasilitas kesehatan
Interval
DSMQ
skor yang diperoleh dari hasil pengisian kuesioner Brief IPQ-R oleh
Interval
The Brief Illness Perception Questionnaire
15
responden yang menggunakan skala likert dengan 11 titik (kisaran skor 0-10) dan terdiri dari 8 pertanyaan yang meliputi 8 dimensi DSM yaitu: 1. Consequences 2. Timeline 3. Personal control 4. Treatment control 5. Identity 6. Concern about illness 7. Emotional respons 8. Understanding /comprehensibi lity Dependent : Kualitas Hidup
Kualitas hidup adalah skor yang diperoleh dari hasil pengisian kuesioner WHOQOL BREF oleh responden yang menggunakan skala likert dengan 5 titik (kisaran skor 1-5) dan terdiri dari 24 pertanyaan yang meliputi 4 dimensi kualitas hidup yaitu: 1) kesehatan fisik, 2) psikologis, 3) sosial, dan 4) lingkungan
Interval
16
Kuesioner WHOQOL BREF
C. SAMPEL PENELITIAN Populasi target dalam penelitian ini adalah seluruh pasien DMT2 (berumur ≥ 45 tahun) di Provinsi Bali. Populasi terjangkau adalah pasien DMT2 (berumur ≥ 45 tahun) yang tergabung dalam Paguyuban DM Puskesmas II Denpasar Barat selama tahun 2015 sebanyak orang 64 orang. Besar sampel dalam penelitian ini dihitung berdasarkan rumus berikut:
n= Keterangan: n = perkiraan jumlah sample N = jumlah populasi (populasi rata-rata perbulan) d= tingkat signifikasi yang digunakan (d=0,05) z= nilai standar normal untuk α = 0,05 (1,96) p= perkiraan proporsi, jika tidak diketahui dianggap 50% q=1-p Berdasarkan data di Puskesmas II Denpasar Barat, diketahui bahwa jumlah populasi pasien DMT2 yang mengikuti paguyuban berjumlah 64 orang, sehingga dengan menggunakan rumus di atas didapatkan: n= n= n = 55 orang
Sampel dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi yang meliputi, kriteria inklusi seperti pasien DMT2 dengan usia ≥ 45 tahun dan dapat membaca dan menulis sedangkan kriteria eksklusinya seperti pasien yang tidak bersedia menandatangani inform consent. Teknik
sampling
yang
digunakan
dalam
nonprobability sampling yaitu purposive sampling.
17
penelitian
ini
adalah
D. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Tempat penelitian dilakukan di Paguyuban DM Puskemas II Denpasar Barat selama empat bulan.
Tabel 1: Jadwal Penelitian Kegiatan
Bulan
Bulan
Bulan
Bulan
I
II
III
IV
Perizinan penelitian Pengumpulan data Analisis dan Pengolahan data Pelaporan akhir
E. INSTRUMEN PENELITIAN WHOQOL Brief Kuesioner ini terdiri dari 26 pertanyaan dengan dua pertanyaan yang umum tentang kualitas hidup dan kepuasan hidup yang tidak dimasukkan kedalam skoring kualitas hidup dan 24 pertanyaan lainnya yang menyakut tentang keempat domain kualitas hidup. Penilaian kualitas hidup dengan menggunakan skala likert dengan lima titik yang berkisar antara 1-5. Pertanyaan kuesioner terdiri dari favorable dan unfavorable. Kuesioner WHOQOL Bref merupakan kuesioner yang dapat digunakan untuk mengukur kualitas hidup terkait kesehatan pada pasien DMT2. Kuesioner WHOQOL Bref ini dikeluarkan oleh WHO dan telah baku. Kuesioner ini tersaji dalam berbagai bahasa salah satunya Bahasa Indonesia. Jadi, peneliti tidak menterjemahkan sendiri kuesioner WHOQOL Bref ini melainkan sudah ada dalam bentuk Bahasa Indonesia. Untuk itu, peneliti tidak lagi melakukan uji validitas dan reabilitas terhadap kuesioner ini.
DSMQ Kuesioner ini terdiri dari 16 item pertanyaan yang terdiri dari tujuh item pertanyaan favorable dan sembilan pertanyaan unfavorable. Pertanyaan dalam kuesioner ini mencakup empat domail DSM yaitu manajemen gula darah (5 item pertanyaan), kontrol diet (4 item pertanyaan), aktivitas fisik (3 item pertanyaan) 18
dan penggunaan fasilitas perawatan kesehatan (3 item pertanyaan) dan satu item untuk self care secara keseluruhan. Kuesioner ini dapat digunakan untuk pasien dengan DMT2 dan peneliti akan melakukan alih bahasa karena DSMQ tersedia dalam bahasa asing.
IPQ-R Brief IPQ-R brief digunakan untuk mengevaluasi dimensi persepsi penyakit. Terdiri dari 8 item pertanyaan dengan 11 poin skala (rentang 0-10). Setiap item pertanyaan menggambarkan dimensi dari CSM, yaitu cognitive representation sebanyak lima item pertanyaan dan emotional representation sebanyak tiga item pertanyaan. Item pertanyaan menyangkut tentang consequences (kepercayaan pasien mengenai seberapa kuat pengaruh penyakit terhadap kehidupan sehari-hari), timeline (kepercayaan pasien mengenai rentang waktu kronis penyakit), personal control (kepercayaan pasien mengenai kemampuan diri dalam mengontrol penyakit), treatment control (kepercayaan pasien mengenai pengendalian penyakit dengan obat-obatan), identity (menyangkut tentang pengalaman mengenai gejala yang timbul sebagai akibat dari perkembangan penyakit), concerns (mengenai perasaan khawatir/keprihatian pasien mengenai penyakitnya), emotional response (respon emosional pasien terkait penyakit) dan comprehensibility (gambaran pemahaman pasien mengenai penyakitnya). Kuesioner ini dapat digunakan untuk pasien dengan DMT2 dan peneliti akan melakukan alih bahasa karena IPQ-R Brief tersedia dalam bahasa asing.
F. JENIS DAN CARA PENGUMPULAN DATA Jenis data adalah data primer yang diperoleh dari pasien dengan mengisi kuesioner mengenai kualitas hidup, DSM dan IPQ-R Brief. Cara pengumpulan data yaitu: 1. Mengajukan surat permohonan izin penelitian ke Litbang Pol Limnas Kota Denpasar.
19
2. Mengajukan surat tembusan izin penelitian dari Litbang Pol Limnas Kota Denpasar ke Dinas Kesehatan Kota Denpasar dan Puskesmas II Denpasar Barat 3. Setelah administrasi selesai, maka peneliti mulai melakukan penelitian dan pendekatan kepada subyek penelitian. Subyek penelitian yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi akan dijelaskan tentang tujuan dan manfaat penelitian serta diberikan informed consent 4. Apabila pasien DMT2 menyatakan bersedia secara sukarela sebagai subyek penelitian, maka subyek penelitian diminta untuk menandatangi informed consent tersebut. 5. Peneliti akan memberikan kuesioner kepada subyek penelitian untuk dijawab. 6. Data yang telah terkumpul kemudian ditabulasi ke dalam matriks pengumpulan data yang telah dibuat sebelumnya oleh peneliti dan kemudian dilakukan analisis data.
G. ANALISA DATA Menurut Setiadi (2007), langkah-langkah pengolahan data yaitu: 1. Editing Sebelum data diolah lebih lanjut, sangat perlu dilakukan pemeriksaan (editing) data untuk menghindari kekeliruan atau kesalahan data. 2. Coding Pada data karakteristik subyek penelitian, dilakukan pengkodingan pada data jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, komplikasi, usia, lama menderita DMT2, jenis pengobatan pasien dan status perkawinan. 3. Processing/entry Pada langkah ini data dimasukkan ke komputer untuk dianalisis dan diolah menggunakan program komputer. 4. Cleaning Data yang telah di entry dicocokkan dan diperiksa kembali dengan data yang didapatkan pada kuesioner dan skala untuk mengecek kesalahan yang dapat terjadi dengan cara menghubungkan jawaban satu sama lain, sehingga
20
diketahui konsistensi jawaban dari subyek penelitian. Data yang didapat kemudian disajikan dalam bentuk tabel distribusi atau gambar.
Teknik Analisis Data 1. Analisis Univariat Data yang diperoleh terdiri dari data karakteristik responden, DSM, persepsi penyakit, dan kualitas hidup. Data-data akan dianalisis dengan statistik deskriptif, yaitu gabungan tendensi sentral dan distribusi frekuensi. 2. Analisis Bivariat Skala data interval. Berikut uji prasyarat yang harus terpenuhi yaitu uji normalitas data dan uji linieritas regresi. Setelah dilakukan uji kedua prasyarat tersebut, jika data yang diperoleh berdistribusi normal dan linear maka analisa data yang digunakan adalah uji parametrik yaitu analisis regresi linear sederhana dengan tingkat kepercayaan 95% (p ≤ 0,05), jika data tidak linear tetapi berdistribusi normal maka analisa yang digunakan adalah korelasi Product Moment dengan tingkat kepercayaan 95% (p ≤ 0,05) dan jika data tidak berdistribusi normal maka analisa yang digunakan adalah uji non-parametrik yaitu Rank-Sprearman dengan tingkat kepercayaan 95% (p ≤ 0,05) dan terlebih dahulu data interval diubah menjadi bentuk ordinal (Sugiyono, 2011b). Uji bivariat ini untuk menilai hubungan DSM terhadap kualitas hidup dan hubungan persepsi penyakit terhadap kualitas hidup. Pengambilan keputusan pada analisis regresi linear sederhana dilakukan berdasarkan pengujian hipotesis sebagai berikut: a. Uji Linearitas Ha berbunyi regresi non-linear. Untuk menguji hipotesis nol, kriterianya tolak hipotesis regresi linear, jika statistik F hitung untuk tuna cocok yang diperoleh lebih besar dari harga F tabel berdasarkan taraf kesalahan yang dipilih dan dk yang bersesuaian. b. Uji Hipotesis Besar Pengaruh Variabel X terhadap Variabel Y Pada analisis regresi dapat ditemukan hubungan antara kedua variabel dengan Ha berbunyi ada hubungan. Untuk menguji hipotesis nol, kriterianya tolak
21
hipotesis nol, jika r hitung lebih besar dari r tabel berdasarkan taraf kesalahan yang dipilih. Selain itu, dapat pula dilihat nilai koefisien determinasinya (r2). r2 (dalam bentuk persen) menunjukkan konstribusi yang diberikan oleh X terhadap Y (Sugiyono, 2011b). Ha: ada konstribusi atau besar pengaruh yang bermakna. Untuk menguji H0, kriterianya tolak H0 jika F hitung > F tabel dan p value < α. Untuk mengetahui hubungan fungsional (pengaruh dan meramalkan pengaruh) antara variabel X dan variabel Y, maka dapat dilihat dari harga koefisien arah regresi linear (b). Jika harga b positif, maka variabel Y mengalami kenaikan/pertambahan, demikian sebaliknya (Usman & Akbar, 2011). 3. Analisis Multivariat Analisis multivariat digunakan untuk menilai pengaruh dari empat aspek DSM terhadap kualitas hidup. Selain itu analisis ini juga digunakan untuk menilai pengaruh dari delapan aspek persepsi penyakit terhadap kualitas hidup. Analisis yang digunakan adalah analisis regresi berganda dengan terlebih dahulu memenuhi uji prasyarat analisis. Uji regresi ganda ini juga digunakan untuk memprediksikan pengaruh dua variable bebas yaitu DSM dan persepsi penyakit terhadap satu variable terikat yaitu kualitas hidup pasien DMT2.
22
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL PENELITIAN 1. Karakteristik Responden Penelitian Responden penelitian merupakan pasien DMT2 yang tergabung dalam Paguyuban diabetes di Puskesmas II Denpasar Barat dengan jumlah 60 orang. Responden memiliki usia ≥ 45 tahun dan telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Tabel berikut menjelaskan mengenai karakteristik responden. Tabel 2: Karakteristik responden Karakteristik responden Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Tingkat pendidikan SD SMP SMA PT Status Pernikahan Menikah Tidak menikah Pekerjaan PNS Swasta Tidak bekerja Pensiun Lama DM < 5 tahun 5-10 tahun >10 tahun Usia 45-54 tahun 55-64 tahun 65-74 tahun
Frekuensi 29 31 21 11 17 11 57 3 5 25 25 5 26 17 17 24 22 14
Persentase 48,3 51,7 35 18,3 28,3 18,3 95 5 8,3 41,7 41,7 8,3 43,3 28,3 28,3 40 36,7 23,3
Berdasarkan tabel tersebut, dapat diketahui bahwa mayoritas responden berjenis kelamin perempuan, tingkat pendidikan SD, telah menikah, pekerjaan swasta dan tidak bekerja, mayoritas lama menderita DM adalah lebih dari 5 tahun dan terkait dengan usia, mayoritas berusia 45-54 tahun.
23
2. Diabetes Self Management Pada Responden Penelitian Analisis univariat DSMQ disajikan dalam tabel tendensi sentral berikut ini: Tabel 3: Tendensi Sentral Skor Diabetes Self Management Tendensi Sentral Rata-Rata Median Modus Standar Deviasi Minimum Maksimum
Hasil 34,90 36 40 5,265 23 41
Berdasarkan tabel tersebut, rerata skor DSMQ adalah 34,9 dengan nilai minimum 23 dan maksiumum 41. Pada DSMQ, semakin tinggi skor yang dimiliki oleh responden menunjukkan semakin baik manajemen diri terkait penyakit diabetesnya.
3. Persepsi Penyakit Pada Responden Penelitian Analisis univariat persepsi penyakit penggunakan kuesioner IPQ-R brief disajikan dalam tabel tendensi sentral berikut ini: Tabel 4: Tendensi Sentral Skor Kuesioner Persepsi Penyakit Tendensi Sentral Rata-Rata Median Modus Standar Deviasi Minimum Maksimum
Hasil 32,92 31 29 9,398 17 52
Berdasarkan tabel tersebut, rerata skor IPQ-R brief adalah 32,92 dengan nilai minimum 17 dan maksiumum 52. Pada IPQ-R brief, semakin tinggi skor yang dimiliki oleh responden menunjukkan semakin buruk persepsi penyakitnya.
4. Kualitas Hidup Pada Responden Penelitian Analisis univariat kualitas hidup menggunakan kuesioner WHOQOL Brief disajikan dalam tabel tendensi sentral berikut ini:
24
Tabel 5: Tendensi Sentral Skor WHOQOL Brief Tendensi Sentral Rata-Rata Median Modus Standar Deviasi Minimum Maksimum
Hasil 65,25 66,50 64 11,295 42 90
Berdasarkan tabel tersebut, rerata skor WHOQOL brief adalah 65,25 dengan nilai minimum 42 dan maksiumum 90. Pada WHOQOL-R brief, semakin tinggi skor yang dimiliki oleh responden menunjukkan semakin tinggi kualitas hidupnya.
5. Kualitas Hidup Berdasarkan Karakteristik Responden Penelitian Tabel berikut ini menyajikan rata-rata skor kualitas hidup berdasarkan karakteristik responden. Tabel 6: Kualitas hidup berdasarkan karakteristik responden Karakteristik responden Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Tingkat pendidikan SD SMP SMA PT Status pernikahan Menikah Belum menikah Pekerjaan PNS Swasta Tidak bekerja Pensiun Lama DM <5tahun 5-10 tahun >10 tahun Usia 45-54 55-64 65-74
Rata-rata (mean) skor kualitas hidup 64,86 65,61 65,76 62,00 66,94 64,91 65,39 62,67 62,00 65,72 65,88 63,00 65,04 62,41 68,41 66,21 67,18 60,57
25
6. Analisis Bivariat Analisis bivariat mencakup uji regresi linear sederhana untuk mengetahui konstribusi masing-masing diabetes self management dan persepsi penyakit terhadap kualitas hidup responden. Sebelum uji regresi linear sederhana, dilakukan uji prasyarat analisis yang mencakup uji normalitas dan linearitas. Pada uji normalitas terhadap skor WHOQOL Brief, DSMQ dan IPQ-R brief diperoleh hasil nilai Asymp. Sig. (2 tailed) berturut-turut 0,945; 0,110 dan 0,057. Dengan menggunakan nilai α = 0,05 maka dapat disimpulkan data terdistribusi normal (p > α). Untuk menguji signifikansi kelinearan data maka dapat diketahui dengan menggunakan uji F. Berdasarkan hasil uji signifikansi linearitas antara IPQ-R brief dengan kualitas hidup diperoleh F hitung = 121,101 sedangkan F tabel = 3,16. Dengan memilih nilai α = 0,05 maka didapatkan keputusan tolak H0 karena p < α (0,000 < 0,05) dan F hitung > F tabel, artinya model linear antara variabel persepsi penyakit dengan variabel kualitas hidup signifikan. Di lain pihak, uji signifikansi linearitas antara DSM dan kualitas hidup diperoleh F hitung = 259,989 sedangkan F tabel = 3,16 (F hitung > F tabel) dan p < 0,05 (p = 0,000), artinya model linear antara variabel DSM dengan variabel kualitas hidup signifikan. Tabel 7: Uji regresi linear sederhana antara variabel Variabel yang diuji regresi linear sederhana IPQR-Brief dan WHOQOL Brief DSMQ dan WHOQOL Brief
Model Summary
Anova
Coefficients
R
R Square
F
Sig
0,822
0,676
121,101
0,000
0,904
0,818
259,989
0,000
B Constat 97,782 IPQR -0,988 Constat -2,452 DSMQ 1,940
t
Sig.
-11,005
0,000
16,124
0,000
Berdasarkan tabel 7 dapat diketahui bahwa pengaruh variabel bebas (persepsi penyakit) terhadap variabel terikat (kualitas hidup) adalah sebesar 67,6% sedangkan sisanya dipengaruhi oleh variabel yang lain. Pada hasil ANOVA tingkat signifikansi yang diperoleh oleh 0,000 (p < α) maka model tersebut dapat 26
digunakan untuk memprediksi variabel kualitas hidup. Selain itu, pada hasil uji tersebut diperoleh konstanta sebesar 97,782 dan koefisien regresi sebesar -0,988. Persamaan regresi yang terbentuk adalah Y = 97,782+ -0,988X. Berdasarkan persamaan tersebut diketahui bahwa setiap terjadi kenaikan variabel persepsi penyakit sebesar satu satuan maka akan terjadi penurunan pada skor kualitas hidup sebanyak 0,988 satuan. Untuk variabel DSM ditemukan berpengaruh sebesar 81,8% dan persamaan regresi yang terbentuk adalah Y = -2,452 + 1,940 X. Artinya setiap kenaikan variabel DSM sebesar satu satuan maka terjadi peningkatan skor kualitas hidup sebanyak 1,940.
7. Analisis Multivariat Analisis multivariat dilakukan untuk mengetahui pengaruh persepsi penyakit dan DSM secara bersama-sama terhadap kualitas hidup pasien DMT2. Analisis multivariat dilakukan melalui uji regresi linear berganda dengan sebelumnya variabel telah dilakukan uji multikolinearitas. Uji multikolinearitas dapat diketahui dengan melihat nilai toleransi dan VIF. Pada variabel persepsi penyakit dan DSM, nilai tolerance adalah 0,385 dimana lebih besar dari 0,10 sedangkan nilai VIF-nya adalah 2,595 dimana lebih kecil dari 10,00. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinearitas. Tabel 8: Uji regresi linear berganda Variabel yang diuji regresi linear sederhana IPQR-Brief dan DSMQ terhadap WHOQOL Brief
Model Summary R Adjusted square R Square 0,851 0,846
Anova
Coefficients
F
Sig
162,751
0,000
B Constat 26,465 IPQR -0,345 DSMQ 1,445
t
Sig.
2,950
0,005
-3,573
0,001
8,177
0,000
Berdasarkan tabel 8 diketahui bahwa persepsi penyakit dan DSM memiliki konstribusi sebanyak 84,6% terhadap kualitas hidup pasien DMT2 sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor lainnya. Persamaan regresi linear berganda yang terbentuk adalah Y (kualitas hidup) = 26,465 – 0,345X1 (IPQR) + 1,445 X2 (DSM). Dengan demikian jika variabel IPQR meningkat dengan asumsi variabel 27
DSM tetap maka kualitas hidup akan menurun. Sebaliknya, jika variabel DSM meningkat dengan asumsi variabel IPQR tetap maka kualitas hidup meningkat.
B. PEMBAHASAN Kualitas hidup merupakan indikator penting yang menjadi tujuan akhir dalam perawatan DMT2. DMT2 merupakan penyakit metabolik endokrin kronis yang
membutuhkan
perawatan
jangka
panjang.
Tentunya
dalam
perkembangannya, pengelolaan DMT2 tersebut dan risiko komplikasi yang muncul dapat berdampak pada kondisi fisik, psikologis, sosial dan lingkungan pasien. Perubahan pada berbagai kondisi tersebut menyebabkan perubahan kualitas hidup pada pasien DMT2 (Odili et al, 2010). Pengelolaan diabetes menjadi kunci dalam mencapai kualitas hidup yang lebih baik. Terkait dengan DMT2 sebagai penyakit kronis maka kemampuan pengelolaan diabetes secara mandiri sangat diperlukan. Pasien perlu memahami aspek-aspek yang dikelola dan target capaian kontrol glikemik yang sesuai. Berdasarkan analisis uji bivariat antara Diabetes Self Management (DSM) dan kualitas hidup diketahui bahwa DSM mempengaruhi kualitas hidup secara signifikan dengan besar pengaruh/konstribusi sebanyak 81,8%. DSM mencakup beberapa aspek penting seperti manajemen glukosa, kontrol diet, aktivitas fisik dan penggunaan fasilitas kesehatan. Keempat aspek tersebut mencerminkan kualitas DSM pasien dan peningkatan nilai pada keempat aspek tersebut akan meningkatkan kualitas hidup pasien. Sebuah penelitian oleh Deakin et al. (2005) menunjukkan bahwa DSM berkorelasi positif dengan kontrol glikemik yang baik, pengurangan komplikasi dan peningkatkan kualitas hidup pasien. Selain itu, DSM juga meningkatkan keterlibatan pasien dalam penanganan penyakitnya sehingga meningkatkan kepercayaan diri yang mengarah pada perubahan perilaku (Shobhana et al, 1999). Selain DSM, persepsi penyakit juga berperan dalam kualitas hidup pasien DMT2.
Berdasarkan
uji
bivariat
ditemukan
bahwa
persepsi
penyakit
berkonstribusi sebanyak 67,6% terhadap kualitas hidup pasien DMT2. Semakin buruk persepsi penyakit pasien maka akan menurunkan kualitas hidup yang dirasakan. Berdasarkan teori CSM, stimulus yang dirasakan oleh pasien terkait 28
penyakit akan memberikan dua aspek representation pada pasien, yaitu cognitive illness representation (consequences, timeline, control/cure, identity, cause) dan emotional
illness
representation
(concerns,
emotional
response,
comprehensiblity). Kedua representation itu akan membantu pasien dalam menentukan
strategi
koping
yang digunakan
untuk
berespon
terhadap
penyakitnya. Koping merupakan salah satu psikososial faktor yang berperan penting dalam meningkatkan kualitas hidup pasien DMT2. Pemilihan strategi koping pasien akan mempengaruhi outcome penyakit seperti fungsi fisik, status perkembangan penyakit, distress psikologis, vitalitas, fungsi peran dan hubungan sosial serta outcome emosional seperti emosional distress. Dengan demikian, dapat dipahami bagaimana persepsi penyakit berkaitan dengan kualitas hidup dan pemberian intervensi terkait persepsi penyakit akan membantu meningkatkan kualitas hidup pasien (Hagger et al dan Kaptein et al dalam Weldam, 2014). Terkait dengan hasil analisis multivariate ditemukan bahwa persepsi penyakit dan DSM memiliki konstribusi sebanyak 84,6% terhadap kualitas hidup pasien DMT2 sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor lainnya. Persamaan regresi linear berganda yang terbentuk adalah Y (kualitas hidup) = 26,465 – 0,345X1 (IPQR) + 1,445 X2 (DSM). Dengan demikian jika variabel IPQR meningkat dengan asumsi variabel DSM tetap maka kualitas hidup akan menurun. Sebaliknya, jika variabel DSM meningkat dengan asumsi variabel IPQR tetap maka kualitas hidup meningkat. Peningkatan skor IPQR menunjukkan persepsi penyakit yang semakin buruk. Berdasarkan temuan tersebut maka fokus intervensi DMT2 adalah pada pengelolaan diabetes secara mandiri karena pengelolaan yang baik akan berdampak positif pada peningkatan kualitas hidup dan edukasi untuk membentuk persepsi penyakit yang baik. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Aflakseir (2012) tentang peran persepsi penyakit dan pengobatan terhadap kepatuhan pengobatan pasien DMT2 ditemukan bahwa aspek persepsi penyakit misalnya aspek timeline dapat memprediksikan tingkat yang lebih tinggi dari kepatuhan pengobatan. Kepatuhan pengobatan ini akan memperbaiki kontrol glikemia pasien dengan DMT2. Broadbent et al. (2011) melaporkan bahwa kepatuhan terhadap insulin dan pengobatan seperti antihipertensi dan kolesterol berdampak pada peningkatan 29
kontrol glikemik pasien DMT2. Oleh karena dapat disimpulkan bahwa dengan membentuk persepsi penyakit yang baik terkait personal belief mengenai konsekuensi penyakit, timeline of disease, kemampuan untuk mengontrol penyakit dan respon pengobatan terhadap perkembangan penyakit maka hal tersebut dapat meningkatkan pencapaian kualitas hidup yang lebih tinggi (Weldam et al, 2014).
30
BAB V PENUTUP
A. Simpulan DSM dan persepsi penyakit merupakan dua prediktor yang memiliki pengaruh signifikan terhadap kualitas hidup pasien DMT2. DSM dilaporkan memiliki konstribusi sebanyak 81,8% terhadap kualitas hidup sedangkan persepsi penyakit sebanyak 67,6%. Pada hasil analisis multivariate ditemukan bahwa persepsi penyakit dan DSM memiliki konstribusi sebanyak 84,6% terhadap kualitas hidup pasien DMT2 sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor lainnya. Persamaan regresi linear berganda yang terbentuk adalah Y (kualitas hidup) = 26,465 – 0,345X1 (IPQR) + 1,445 X2 (DSM). Dengan demikian jika variabel IPQR meningkat dengan asumsi variabel DSM tetap maka kualitas hidup akan menurun. Sebaliknya, jika variabel DSM meningkat dengan asumsi variabel IPQR tetap maka kualitas hidup meningkat. Berdasarkan temuan tersebut maka fokus intervensi DMT2 adalah pada pengelolaan diabetes secara mandiri karena pengelolaan yang baik akan berdampak positif pada peningkatan kualitas hidup dan edukasi untuk membentuk persepsi penyakit yang baik.
B. Saran Terkait dengan hasil temuan ini maka disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut terhadap aspek-aspek DSM maupun persepsi penyakit untuk melihat efeknya secara spesifik dalam menunjang kualitas hidup pasien DMT2.
31
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, P. S & Usman, H. 2011. Pengantar Statistik. Edisi II. Jakarta: PT Bumi Aksara. Alrahbi. 2014. Diabetes self-management (DSM) in Omani with type-2 diabetes. (online), (http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2352013214000921) diakses 1 April 2015 Deakin T, McShane CE, Cade JE, Williams RD. 2005. Group based training for self management strategies in people with type 2 diabetes mellitus. Cochrane Database Syst Rev, 2:CD003417. Huston et al. 2011. Common Sense Model of Illness in Youth With Type 1 Diabetesor Sickle Cell Disease. J Pediatr Pharmacol Ther 2011;16(4):270– 280 Ibrahim et al, 2011. Illness Perception and Health-Related Quality of Life among Haemodialysis Patients. Pertanika J. Soc. Sci. & Hum. 19 (S): 173 - 181 (2011) Ichtiarto, V. N. 2008. Evaluasi Kualitas Hidup Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Jalan Di Rsud Sleman Yogyakarta Tahun 2008. Yogyakarta. Skripsi: tidak diterbitkan. IDF. 2014. Key Findings 2014. (online), (http://www.idf.org/diabetesatlas/update2014) diakses 31 Maret 2015 International Diabetes Federation. 2011. Diabetes Atlas: Impact On The Individual, (online), (http://da3.diabetesatlas.org/index68fc.html, diakses 2 Desember 2011). Kiadaliri et al. 2013. Quality of life in people with diabetes: a systematic review of studies in Iran. Journal of Diabetes & Metabolic Disorders 2013, 12:54 Mustapha et al, 2014. Management and Impact of Diabetes on Quality of Life among the Lebanese Community of Sydney: A Quantitative Study. J Diabetes Metab 5: 329. doi:10.4172/2155-6156.1000329 Nur. 2010. Quality Of Life Of Type 2 Diabetes Mellitus (T2DM) Patients In The Endocrine
Clinic
Of
Hospital 32
Putrajaya,
(online),
(http://eprints.ptar.uitm.edu.my/2248/1/NUR_AQILAH_ABDUL_RAHM AN_10_24.pdf, diakeses 14 Januari 2012). Odili, V.U. et al. 2010. Quality of Life of People With Diabetes In Benin City As Measured With WHOQOL- BREF. The Internet Journal of Law, Healthcare
and
Ethics,
(Online),
Volume
6,
Nomor
2,
(http://www.ispub.com/journal/the-internet-journal-of-law-healthcare-andethics/volume-6-number-2/quality-of-life-of-people-with-diabetes-in benin-city-as-measured-with-whoqol-bref.html, diakses 14 Januari 2012). Price & Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi VI Volume 2. Jakarta: EGC Schmitt et al. 2013. The Diabetes Self-Management Questionnaire (DSMQ): development and evaluation of an instrument to assess diabetes self-care activities associated with glycaemic control. BMC Family Practice 2013, 11:138 Shobhana R, Begum R, Snehalatha C, Vijay V, Ramachandran. 1999. A: Patients’ adherence to diabetes treatment. J Assoc Physicians India 47(12):1173– 1175. Smeltzer. 2008. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Volume I Edisi VIII. Jakarta : EGC. Sudoyo, A. W. et al (Eds). 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam. Weldam et al. 2014. Perceived quality of life in chronic obstructive pulmonary disease patients: a cross-sectional study in primary care on the role of illness perceptions. BMC Family Practice 2014, 15:140 WHO.
2015.
Diabetes.
(online),
(http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs312/en/), diakses 31 Maret 2015.
33