LAPORAN AKHIR HIBAH GRUP RISET UNIVERSITAS UDAYANA
IMPLEMENTASI TRI HITA KARANA DALAM PENGELOLAAN WARISAN BUDAYA DUNIA SEBAGAI DAYA TARIK PARIWISATA DI BALI
TIM PENELITI
Ketua: Prof. Dr. I Wayan Ardika, M.A. (0018025201) Anggota : 1. Dr. I Nyoman Dhana, M.A. (0016095702) 2. Dr. I Ketut Setiawan, M.HUM. (0028025810)
Dibiayai oleh DIPA PNBP Universitas Udayana Sesuai dengan Surat Perjanjian Penugasan Pelaksanaan Penelitian Nomor: 246-353/UN14.2/PNL.01.03.00/2015, tanggal 21 April 2015
FAKULTAS SASTRA DAN BUDAYA UNIVERSITAS UDAYANA OKTOBER, TAHUN 2015 i
HALAMAN PENGESAHAN Judul
: Implementasi Tri Hita Karana dalam Pengelolaan Warisan Budaya Dunia sebagai Daya Tarik Pariwisata di Bali
Peneliti/Pelaksana Nama Lengkap
: Prof. Dr. I Wayan Ardika, M.A.
NIDN
: 0018025201
Jabatan Fungsional
: Guru Besar
Program Studi
: Arkeologi, Fakultas Ilmu Budaya
Nomor HP
: 08179738948
Alamat e-mail
:
[email protected]
Anggota 1
:
Nama Lengkap
: Dr. I Nyoman Dhana, M.A.
NIDN
: 0016095702
Perguruan Tinggi
: Universitas Udayana
Anggota 2
:
Nama Lengkap
: Dr. I Ketut Setiawan, M.Hum
NIDN
: 0028025810
Perguruan Tinggi
: Universitas Udayana
Penanggung Jawab
: Prof. Dr. I Wayan Ardika, M.A.
Tahun Pelaksanaan
: 2015
Biaya Keseluruhan
: Rp. 40.000.000,-
ii
iii
RINGKASAN
UNESCO dalam Konvensi Perlindungan Warisan Budaya dan Alam Dunia di Paris pada tahun 1972 menegaskan bahwa warisan budaya dunia sebagai hasil karya manusia atau alam adalah sebagai berikut. ”Hasil karya manusia atau gabungan antara alam dan hasil karya manusia termasuk dalam hal ini adalah situs purbakala yang mempunyai nilai universal istimewa dari segi sejarah, kebudayaan atau ilmu pengetahuan”. Terkait dengan hal di atas, pada tanggal 29 Juni 2012 UNESCO telah menetapkan landskap budaya Bali sebagai warisan budaya dunia. Penetapan landskap budaya Bali sebagai warisan budaya dunia oleh Unesco dilandasi oleh nilai keunggulan universal (outstanding universal value) yang dimiliki oleh filosofi Tri Hita Karana. Beberapa situs yang telah ditetapkan sebagai warisan budaya dunia meliputi Pura Ulun Danu Batur, Kawasan tinggalan arkeologi di Aliran Sungai Pakerisan di Kabupaten Gianyar, pura Taman Ayun di Kabupaten Badung, dan Kawasan subak Catur Angga Pura Batukaru, di Kabupaten Tabanan. Tujuan utama penetapan kawasan tersebut pelestarian
kawasan,
sebagai warisan budaya dunia adalah meningkatkan
pemberdayaan
masyarakat
dalam
pengelolaan
kawasan,
mempertahankan keseimbangan ekologis dan mewujudkan revitalisasi pertanian. Tujuan tersebut harus bersesuaian dengan falsafah Tri Hita Karana selanjutnya disebut (THK) yang menekankan pentingnya keharmonisan hubungan manusia dengan Tuhan (Parhyangan), dengan sesamanya (Pawongan), dan dengan lingkungan alam (Palemahan). Ini berarti, falsafah THK
sangat penting untuk diterapkan dalam pengelolaan warisan budaya dunia
sebagai daya tarik wisata. Kawasan warisan budaya dunia di Bali berpotensi sebagai daya tarik wisata sehingga pengelolaannya harus berlandaskan nilai-nilai keunggulan universal THK. Namun kenyataan di lapangan, masyarakat, industri pariwisata dan pemerintah mungkin saja tidak memahami dan menerapkan secara utuh nilai-nilai THK yang telah diakui oleh Unesco dalam pengelolaan kawasan tersebut sebagai daya tarik wisata. Pemerintah Provinsi Bali telah menetapkan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 2 Tahun 2012 tentang Kepariwisataan Budaya Bali. Bab II, Pasal 2 Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 2 Tahun 2012 tentang Kepariwisataan Budaya Bali menyatakan bahwa “Penyelenggaraan Kepariwisataan Budaya Bali dilaksanakan berdasarkan pada asas manfaat, kekeluargaan, kemandirian, keseimbangan, kelestarian, partisipatif, berkelanjutan, adil dan iv
merata, demokratis, kesetaraan dan kesatuan yang dijiwai oleh nilai-nilai Agama Hindu dengan menerapkan falsafah Tri Hita Karana” (Pemerintah Provinsi Bali, 2012). Berdasarkan hal tersebut bahwa nilai-nilai keunggulan universal warisan budaya dunia Pura Taman Ayun dan Tirta Empul selaras dengan penyelengaaraan kepariwisataan budaya Bali yang juga dilandasi oleh falsafah Tri Hita karana. Dengan kata lain, pengelolaan Pura Taman Ayun dan Tirta Empul sebagai daya tarik wisata harus berlandaskan pada falsafah Tri Hita Karana. Untuk memahami penerapan atau implementasi nilai-nilai THK dalam pengelolaan warisan budaya dunia sebagai daya tarik wisata di Bali, perlu dikaji melalui penelitian secara mendalam. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk pengelolaan landskap budaya Bali sebagai warisan dunia yang berlandaskan pada keunggulan universal nilai-nilai THK. Bertolak dari paparan di atas, penelitian ini secara khusus bertujuan untuk merancang model strategi pengelolaan warisan budaya dunia yang berorientasi pada pelestarian alam dan aspek sosial budaya yang difokuskan pada tiga aspek berikut ini. 1) Pemanfaatan kawasan dan tempat suci sebagai bagian warisan budaya dunia dalam pengembangan pariwisata. 2) Pemahaman dan implementasi nilai-nilai Tri Hita Karana (THK) oleh sumber daya manusia dalam pengelolaan warisan budaya dunia untuk pengembangan pariwisata. 3) Kelestarian lingkungan alam dalam konteks pengembangan pariwisata di kawasan yang telah ditetapkan sebagai warisan budaya dunia. Urgensi penelitian ini dapat dilihat dari tujuan khusus yang hendak dicapai sebagaimana dikemukakan di atas. Bertolak dari tujuan khusus tersebut, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara signifikan, yaitu untuk membuat model pengelolaan warisan budaya dunia sebagai daya tarik wisata yang dilandasi oleh nilai-nilai keunggulan universal (outstanding universal value). Implementasi model pengelolaan seperti ini tentu saja memungkinkan untuk meningkatkan potensi warisan budaya dunia sebagai daya tarik wisata. Hasil
penelitian yang merupakan implementasi atau penerapan nilai-nilai keunggulan
universal THK dalam pengelolaan warisan budaya dunia sebagai daya tarik wisata akan bermanfaat untuk pelestarian alam dan aspek sosial-budaya masyarakat Bali. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang dipadukan dengan kuantitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan langsung atau observasi, wawancara mendalam, dan penyebaran kuesioner. Data yang diperoleh dikumpulkan, direduksi dan danalisis secara deskriptif interpretatif. Selain itu, data yang diperoleh melalui penyebaran v
kuesioner dianalisis dengan menggunakan Skala Likert dengan rentangan skor 1 sampai dengan 5. Skor 1-1,80 dengan nilai sangat kurang (SK), skor 1,81 – 2,60 nilai kurang (K), skor 2,61-3,40 nilai cukup (C), skor 3,41-4,20 baik (B), dan skor 4,21-5,0 dengan nilai sangat baik (SB). Hasil penelitian ini menemukan beberapa hal yang dapat dirumuskan sebagai berikut. 1. Filosofi Tri Hita Karana telah diimplementasikan dalam pengelolaan Pura Taman Ayun dan Tirta Empul sebagai daya tarik wisata. Nilai-nilai keunggulan Tri Hita Karana yang melandasi penetapan Pura Taman Ayun dan Tirta Empul sebagai Warisan Budaya Dunia selaras dengan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 2 Tahun 2012 tentang Kepariwisataan Budaya Bali. Larangan dan pembatasan akses kepada wisatawan memasuki halaman utama/jeroan pura adalah representasi aspek Parhyangan dalam mengimplementasi nilai-nilai Tri Hita Karana. Pelayanan, pemberian informasi, tanda-tanda atau signed dan fasilitas kepada wisatawan di Pura Taman Ayun dan Tirta Empul adalah representasi aspek Pawongan guna mewujudkan hubungan yang harmonis dengan sesama manusia, termasuk wisatawan yang berkunjung ke pura tersebut. Aspek Pawongan dalam konteks pariwisata perlu ditingkatkan untuk mewujudkan pariwisata yang berkelanjutan. Penataan lingkungan fisik di sekitar Pura Taman Ayun dan Tirta Empul semakin meningkat setelah keduanya ditetapkan sebagai warisan budaya dunia. Fasilitas penunjang seperti toilet, jalan keliling di sekitar pura, dan kebersihan lingkungan telah ditata dengan baik sehingga dapat menambah daya tarik dan memberikan kenyamanan dan kemudahan bagi wisatawan. Penataan fisik dan fasilitas penunjang di Pura Taman Ayun dan Tirta Empul merupakan representasi aspek Palemahan dari filosofi Tri Hita Karana. 2. Wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara yang berasal dari luar Bali dapat dikatakan belum memahami Tri Hita Karana dan nilai-nilai keunggulan universal filosofi tersebut. Kendala ini dapat diatasi dengan meningkatkan pemahaman pengelola Taman Ayun dan Tirta Empul terhadap nilai-nilai Tri Hita Karana, dan menugaskan guide lokal untuk menyosialisasikannya kepada wisatawan. Hubungan yang harmonis antara pengelola dan wisatawan, antara pengelola dengan pemilik, dan pemerintah agar senantiasa dijaga, sehingga timbul kesan atau image yang positif di kalangan wisatawan untuk mewujudkan pariwisata yang berkelanjutan. vi
Pemahaman terhadap nilai-nilai Tri Hita Karana yang masih kurang dan jumlah kunjungan wisatawan yang bersifat fluktuatif mengindikasikan bahwa pelabelan warisan budaya dunia belum memberikan pengaruh yang signifikan terhadap daya tarik wisata Pura Taman Ayun dan Tirta Empul. 3. Kelestarian lingkungan alam di kawasan Pura Taman Ayun dan Tirta Empul ditata dengan baik, terutama pasca penetapanya sebagai warisan budaya dunia. Penataan lingkungan di kedua pura tersebut seperti penataan parkir, kemudahan mengambil foto atau memotret untuk wisatawan, dan penambahan atraksi kegiatan melukat dan pemeliharaan ikan koi di Pura Tirta Empul dapat menambah kepuasan wisatawan. Dalam konteks pariwisata, penataan lingkungan tersebut dapat dikatakan sebagai turistifikasi atau proses komodifikasi. Turisitifikasi dan komodifikasi merupakan konstruksi dan interpretasi ulang pura atau tempat suci sebagai daya tarik wisata. Penataan lingkungan bukan saja memberikan kemudahan dan kenyaman kepada wisatawan, tetapi juga bermanfaat untuk masyarakat lokal dalam pengembangan pariwisata yang berkelanjutan. Beberapa saran atau rekomendasi yang dapat disampaikan dalam pengelolaan warisan budaya dunia Pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empul sebagai daya tarik wisata adalah sebagai berikut. 1. Sebagai upaya menjaga kesucian pura yang menjadi daya tarik wisata disarankan agar setiap wisatawan memakai kain dan selendang memasuki halaman tempat suci. 2. Pengelola Pura Taman Ayun dan Tirta Empul harus lebih meningkatkan pemahaman dan pengimplementasian nilai-nilai Tri Hita karana secara berkelanjutan sehingga dapat meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan.. 3. Turistifkasi dan komodifikasi agar dilakukan secara berkeseimbangan sehingga tidak mencederai aspek Parhyangan, Pawongan, dan Palemahan sebagai representasi nilai-nilai Tri Hita Karana. 4. Promosi Pura Taman Ayun dan Tirta Empul sebagai warisan budaya dunia, yang sekaligus menjadi daya tarik wisata agar ditingkatkan kuantitas dan kualitasnya sehingga berpengaruh secara signifikan terhadap jumlah kunjungan wisatawan.
vii
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sanghyang Widi Wasa maka penelitian yang berjudul: IMPLEMENTASI TRI HITA KARANA DALAM PENGELOLAAN WARISAN BUDAYA DUNIA SEBAGAI DAYA TARIK PARIWISATA DI BALI dapat diselesaikan dengan lancar dan tepat waktu. Penelitian ini adalah Penelitian Hibah Grup Riset yang dibiayai dari dana DIPA, PNBP Universitas Udayana sesuai dengan Surat Perjanjian Penugasan Pelaksanaan Penelitian Nomor: 246-353/UN14.2/PNL.01.03.00/2015, tanggal 21 April 2015. Pada kesempatan yang baik ini, kami ingin menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran penelitian ini sebagai berikut. 1. Bapak Rektor Universitas Udayana 2. Bapak Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Udayana 3. Bapak Dekan Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana 4. Bapak Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Badung dan Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Gianyar beserta staf 5. Pengelola Pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empul, dan semua informan Kami menyadari bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna karena terbatasnya kemampuan tim dalam menggali, menemukan dan menganalisis data yang tersedia. Akhirnya, kami berharap semoga hasil penelitian ini bermanfaat untuk manambah khasanah pengetahuan dalam pengelolaan warisan budaya dunia sebagai daya tarik wisata di Bali.
Denpasar, 9 Nopember 2015 Tim Penelitia, Ketua,
Prof. Dr. I Wayan Ardika, M.A. NIP. 195202181980031002
viii
DAFTAR ISI Halaman BAB I PENDAHULUAN. ............................................................................................. 1 1.1 Latar Belakang. ..........................................................................................................1 1.2 Tujuan Khusus ..........................................................................................................3 1.3 Ugensi Penelitian .......................................................................................................3 BAB II METODE PENELITIAN ...................................................................................4 2.1 Penentuan Lokasi Penelitian ...................................................................................4 2.2 Jenis dan Sumber Data ...............................................................................................5 2.2.1 Jenis Data ................................................................................................................5 2.2.2 Sumber Data ..........................................................................................................5 2.3 Teknik Penentuan Informan dan Responden .............................................................6 2.4 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ..................................................................7 2.4.1 Pengamatan/Observasi ...........................................................................................7 2.4.2 Wawancara Mendalam............................................................................................7 2.4.3 Studi Dokumen ..................................................................................................... 8 2.4.4 Kuesioner/Angket .................................................................................................. 8 2.5 Analisis Data ..............................................................................................................9 BAB III GAMBARAN UMUM PURA TAMAN AYUN DAN TIRTA EMPUL.......11 3.1 Pura Taman Ayun .....................................................................................................11 3.1.2 Sejarah Pura ...........................................................................................................11 3.1.3 Struktur Pura ........................................................................................................ .12 3.3 Status Pura Taman Ayun sebagai Warisan Budaya Dunia .................................... .14 3.2 Pura Tirta Empul ..................................................................................................... .16 3.2.1 Sejarah Pura ...........................................................................................................16 3.2.2 Struktur Pura .........................................................................................................19 3.2.3 Status Pura Tirta Empul sebagai Warisan Budaya Dunia ....................................20 BAB IV KARAKTERISTIK DAN PERSEPSI RESPONDEN ..................................22 4.1 Karakteristik Responden ..........................................................................................22 4.1.1 Karakteristik Responden Pura Taman Ayun .........................................................22 4.1.1.1 Karakteristik Responden Wisatawan Mancanegara ...........................................22 4.1.1.2 Karakteristik Responden Wisatawan Nusantara ................................................26 4.1.2 Karakteristik Responden Pura Tirta Empul .........................................................32 4.1.2.1 Karakteristik Responden Wisatawan Mancanegara ......................................... 32 4.1.2.2 Karakteristik Responden Wisatawan Nusantara .............................................. 35 4.2 Persepsi Responden .............................................................................................. .38 4.2 .1 Persepsi Responden Pura Taman Ayun ........................................................... 38 4.2.1.1 Persepsi Responden Wisatawan Mancanegara ................................................ 38 4.2.1.2 Persepsi Responden Wisatawan Nusantara .................................................... .45 4.2.2 Persepsi Responden Pura Tirta Empul............................................................... .51 4.2.2.1 Persepsi Responden Wisatawan Mancanegara .................................................51 ix
4.2.2.2 Persepsi Responden Wisatawan Nusantara .................................................... .55
Halaman BAB V IMPLEMENTASI TRI HITA KARANA DALAM PENGELOLAAN PURA TAMAN AYUN DAN TIRTA EMPUL .......................58 5.1 Aspek Parhyangan ..................................................................................................59 5.2 Aspek Pawongan ....................................................................................................63 5.3 Aspek Palemahan ...................................................................................................70 BAB VI PENUTUP .....................................................................................................74 6.1 Simpulan ..................................................................................................................74 6.2 Saran-Saran ..............................................................................................................76 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................77
x
Halaman DAFTAR TABEL
Tabel 4.1
Kunjungan Wisatawan ke destinasi Wisata Pura Taman Ayun ..............23
Tabel 4.2
Responden Wisatawan Mancanegara menurut Jenis Kelamin ...............24
Tabel 4.3
Responden Wisatawan Mancanegara digolongkan menurut Usianya .....24
Tabel 4.4
Responden Wisatawan Mancanegara digolongkan menurut Pekerjaan. 24
Tabel 4.5
Responden Wisatawan Mancanegara digolongkan menurut Sumber Informasi tentang Pura Taman Ayun ................................................. .. 25
Tabel 4.6
Responden Wisatawan Mancanegara digolongkan menurut Jumlah Kunjungannya ..........................................................................................25
Tabel 4.7
Responden Wisatawan Mancanegara digolongkan menurut Pengetahuan tentang Pura Taman Ayun ........................................................................26
Tabel 4.8
Responden Wisatawan Nusantara digolongkan menurut Jumlah Kunjungan ke Pura Taman Ayun ............................................................27
Tabel 4.9
Responden Wisatawan Nusantara digolongkan menurut Pengetahuan tentang Pura Taman Ayun .......................................................................28
Tabel 4.10
Responden Wisatawan Nusantara digolongkan menurut Pemerolehan Informasi Pura Taman Ayun ........................................... 29
Tabel 4.11
Responden Wisatawan Nusantara digolongkan menurut Jenis Kelamin.29
Tabel 4.12
Responden Wisatawan Nusantara digolongkan menurut Daerah Asal... 30
Tabel 4.13
Responden Wisatawan Nusantara digolongkan menurut Usianya ........31
Tabel 4.14
Responden Wisatawan Nusantara digolongkan menurut Pekerjaannya..32
Tabel 4.15
Jumlah Kunjungan Wisatwan ke Pura Tirta Empul ............................... 33
Tabel 4.16
Responden Wisatawan Mancanegara di Pura Tirta Empul digolongkan menurut Umur ..................................................................33
Tabel 4.17
Responden Wisatawan Mancanegara di Pura Tirta Empul digolongkan menurut Jenis Kelamin.......................................................34
Tabel 4.18
Responden Wisatawan Mancanegara di Pura Tirta Empul digolongkan menurut Pekerjaan .............................................................34 xi
Tabel 4.19
Responden Wisatawan Mancanegara di Pura Tirta Empul digolongkan menurut Pemeroleh Informasi ...........................................35 Halaman
Tabel 4.20
Responden Wisatawan Mancanegara di Pura Tirta Empul digolongkan menurut Jumlah Kunjungan ke Pura Tirta Empul .................35
Tabel 4.21
Responden Wisatawan Nusantara digolongkan menurut Daerah Asal.........36
Tabel 4.22
Responden Wisatawan Nusantara digolongkan menurut Jenis Kelamin......36
Tabel 4.23
Responden Wisatawan Nusantara digolongkan menurut Umur ..................36
Tabel 4.24
Responden Wisatawan Nusantara digolongkan menurut Pekerjaannya........37
Tabel 4.25
Responden Wisatawan Nusantara digolongkan menurut Pemerolehan Informasi ................................................................................................ .......38
Tabel 4.26
Responden Wisatawan Nusantara digolongkan menurut Jumlah Kunjungan 38
Tabel 4.27
Persepsi Wisatawan Mancanagera tentang Larangan di Pura Taman Ayun...39
Tabel 4.28
Responden Wisatawan Mancanagera digolongkan menurut Pakaiannya memasuki Pura Taman Ayun ........................................................................ 39
Tabel 4.29
Persepsi Responden terhadap Layanan petugas di Pura Taman ...................40
Tabel 4.30
Persepsi Responden Wisatawan Mancanagera tentang Atraksi di Pura Taman Ayun .....................................................................................41
Tabel 4.31
Persepsi Responden Wisatawan Mancanagera tentang Aksesibilitas ke Pura Taman Ayun ..........................................................................................42
Tabel 4.32
Persepsi Responden Wisatawan Mancanagera tentang Fasilitas di Pura Taman Ayun...........................................................................................42
Tabel 4.33
Persepsi Responden Wisatawan Mancanagera tentang Pengelolaan Pura Taman Ayun ..................................................................................................44
Tabel 4.34
Persepsi Responden Wisatawan Nusantara tentang larangan memasuki halaman utama Pura Taman Ayun
......................................................... .45
Tabel 4.35
Responden Digolongkan Menurut Pakaiannya Ketika Memasuki Pura Taman Ayun ...................................................................................... .47
Tabel 4.36
Persepsi Responden tentang Pelayanan petugas di Pura Taman Ayun ..... .47
Tabel 4.37
Persepsi Responden tentang Atraksi di Pura Taman Ayun ....................... .49
Tabel 4.38
Persepsi Responden tentang Aksesibilitas ke Pura Taman Ayun ............. 49 xii
Tabel 4.39
Persepsi Responden tentang Fasilitas di Pura Taman Ayun.................... 50
Tabel 4.40
Persepsi Responden tentang Pengelolaan Pura Taman Ayun .................. 51
Tabel 4.41
Persepsi Responden tentang Pakaian memasuki Pura Tirta Empul ......... 51 Halaman
Tabel 4.42
Persepsi Responden tentang Pelayanan kain dan selendang di Pura Tirta Empul ....................................................................................52
Tabel 4.43
Persepsi Responden terhadap Larangan memasuki halaman utama Pura Tirta Empul ........................................................................................52
Tabel 4.44
Persepsi Responden tentang Daya tarik Pura Tirta Empul ......................53
Tabel 4.45
Persepsi Responden tentang Aksesibilitas ke Pura Tirta Empul .............54
Tabel 4.46
Persepsi Responden tentang Fasilitas di Pura Tirta Empul ......................54
Tabel 4.47
Persepsi Responden tentang Pengelolaan Pura Tirta Empul....................55
Tabel 4.48
Persepsi Responden Wisatawan Nusantara tentang Pakaian memasuki Pura Tirta Empul ...................................................................55
Tabel 4.49
Persepsi Responden tentang Atraksi di Pura Tirta Empul .....................56
Tabel 4.50
Persepsi Responden tentang Fasilitas di Pura Tirta Empul ..................56
Tabel 4.51
Persepsi Responden tentang Aksesibilitas ke Pura Tirta Empul ...........57
Tabel 4.52
Persepsi Responden tentang Pengelolaan Pura Tirta Empul..................57
xiii
Halaman DAFTAR GAMBAR/FOTO Gambar 3.1
Wisatawan sedang antre untuk melukat di Pura Tirta Empul ..................19
Gambar 4.1
Bagian luar dan dalam brosur Pura Taman Ayun .....................................28
Gamabr 4.2
Wisatawan mancanegara dan nusantara tidak memakai kain dan selendang di Pura Taman Ayun .........................................................41
Gambar 4.3
Pemandu wisatawan memakai pakaian adat .............................................42
Gambar 4.4
Kolam dalam keadaan kering saat penelitian di Pura Taman Ayun .........43
Gambar 4.5
Mini bus diizinkan berhenti di depan gapura Pura Taman Ayun .............44
Gambar 4.6
Wantilan di Pura Taman Ayun .................................................................45
Gambar 4.7
Kondisi toilet di Pura Taman Ayun ..........................................................45
Gambar 5.1
Petugas di Pura Taman Ayun tidak menyiapkan kain dan selendang Petugas di Pura Tirta Empul menyiapkan kain dan selendang..................60
Gambar 5.2
Pemandangan yang kontras di Pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empul..61
Gambar 5.3
Wisatawan di Pura Taman Ayun dapat menyaksikan halaman utama/ Jeroan dari luar tembok/panyengker ........................................................62
Gambar 5.4
Tanda pembatas dan larangan terhadap wisatawan di halaman utama/ Jeroan Pura Tirta Empul
Gambar 5.5
Wisatawan mengelilingi Pura Tirta Empul dari luar halaman utama ......63
Gambar 5.6
Wisatawan mengambil foto dari bagian belakang Pura Taman Ayun Dan dari halaman utama Pura Tirta Empul .............................................63
Gambar 5.7
Canang sari diaturkan pada pintu masuk dan pancuran tempat melukat/ Penyucian diri ..........................................................................................64
Gambar 5.8
Tanda anjuran dan larangan yang dipasang di Pura Taman Ayun .........66
Gambar 5.9
Tanda penunjuk kolam suci di Pura Tirta Empul ....................................67
Gambar 5.10 Tempat penitipan barang dan locker di Pura Tirta Empul ......................70 Gambar 5.11 Penataan jalan di depan Pura Taman Ayun .............................................72 Gambar 5.12 Pedagang asongan pada jalan setapak di sebelah barat gapura Pura Taman Ayun ....................................................................................72 xiv
Gambar 5.13 Para petugas kebersihan di Pura Taman Ayun ........................................73 Gambar 5.14 Tempat sampah dan kondisi toilet di Pura Tirta Empul ........................ .73 Gambar 5.15 Wisatawan memberi makan ikan koi di Pura Tirta Empul .....................74
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Halaman 1. Daftar Informan 2. Pedoman wawancara
.................................................................80 ............................................................................ 81
3. Daftar Nama responden wisatawan mancanegara ..............................................92 4. Kuesioner untuk wisatawan nusantara................................................................93 5. Kuesioner untuk wisatawan mancanegara ..........................................................98 6. Lampiran Artikel ..............................................................................................103
xv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang UNESCO dalam Konvensi Perlindungan Warisan Budaya dan Alam Dunia di Paris pada tahun 1972 menegaskan bahwa warisan budaya dunia sebagai hasil karya manusia atau alam adalah sebagai berikut. ”Hasil karya manusia atau gabungan antara alam dan hasil karya manusia termasuk dalam hal ini adalah situs purbakala yang mempunyai nilai universal istimewa dari segi sejarah, kebudayaan atau ilmu pengetahuan”. Terkait dengan hal di atas, pada tanggal 29 Juni 2012 UNESCO telah menetapkan landskap budaya Bali sebagai warisan budaya dunia. Penetapan landskap budaya Bali sebagai warisan budaya dunia oleh Unesco dilandasi oleh nilai keunggulan universal (outstanding universal value) yang dimiliki oleh filosofi Tri Hita Karana. Beberapa situs yang telah ditetapkan sebagai warisan budaya dunia meliputi Pura Ulun Danu Batur, Kawasan tinggalan arkeologi di Aliran Sungai Pakerisan di Kabupaten Gianyar, pura Taman Ayun di Kabupaten Badung, dan Kawasan subak Catur Angga Pura Batukaru, di Kabupaten Tabanan. Tujuan utama penetapan kawasan tersebut pelestarian
kawasan,
sebagai warisan budaya dunia adalah meningkatkan
pemberdayaan
masyarakat
dalam
pengelolaan
kawasan,
mempertahankan keseimbangan ekologis dan mewujudkan revitalisasi pertanian. Tujuan tersebut harus bersesuaian dengan falsafah Tri Hita Karana selanjutnya disebut (THK) yang menekankan pentingnya keharmonisan hubungan manusia dengan Tuhan (Parhyangan), dengan sesamanya (Pawongan), dan dengan lingkungan alam (Palemahan). Ini berarti, falsafah THK
sangat penting untuk diterapkan dalam pengelolaan warisan budaya dunia
sebagai daya tarik wisata. 1
Kawasan warisan budaya dunia di Bali berpotensi sebagai daya tarik wisata sehingga pengelolaannya harus berlandaskan nilai-nilai keunggulan universal THK. Namun kenyataan di lapangan, masyarakat, industri pariwisata dan pemerintah mungkin saja tidak memahami dan menerapkan secara utuh nilai-nilai THK yang telah diakui oleh Unesco dalam pengelolaan kawasan tersebut sebagai daya tarik wisata. Pemerintah Provinsi Bali telah menetapkan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 2 Tahun 2012 tentang Kepariwisataan Budaya Bali. Bab II, Pasal 2 Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 2 Tahun 2012 tentang Kepariwisataan Budaya Bali menyatakan bahwa “Penyelenggaraan Kepariwisataan Budaya Bali dilaksanakan berdasarkan pada asas manfaat, kekeluargaan, kemandirian, keseimbangan, kelestarian, partisipatif, berkelanjutan, adil dan merata, demokratis, kesetaraan dan kesatuan yang dijiwai oleh nilai-nilai Agama Hindu dengan menerapkan falsafah Tri Hita Karana” (Pemerintah Provinsi Bali, 2012). Berdasarkan hal tersebut bahwa nilai-nilai keunggulan universal warisan budaya dunia Pura Taman Ayun dan Tirta Empul selaras dengan penyelengaaraan kepariwisataan budaya Bali yang juga dilandasi oleh falsafah Tri Hita karana. Dengan kata lain, pengelolaan Pura Taman Ayun dan Tirta Empul sebagai daya tarik wisata harus berlandaskan pada falsafah Tri Hita Karana. Untuk memahami penerapan atau implementasi nilai-nilai THK dalam pengelolaan warisan budaya dunia sebagai daya tarik wisata di Bali, perlu dikaji melalui penelitian secara mendalam. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk pengelolaan landskap budaya Bali sebagai warisan dunia yang berlandaskan pada keunggulan universal nilai-nilai THK.
2
1.2 Tujuan Khusus Bertolak dari paparan di atas, penelitian ini secara khusus bertujuan untuk merancang model strategi pengelolaan warisan budaya dunia yang berorientasi pada pelestarian alam dan aspek sosial budaya yang difokuskan pada tiga aspek berikut ini. 4) Pemanfaatan kawasan dan tempat suci sebagai bagian warisan budaya dunia dalam pengembangan pariwisata. 5) Pemahaman dan implementasi nilai-nilai Tri Hita Karana (THK) oleh sumber daya manusia dalam pengelolaan warisan budaya dunia untuk pengembangan pariwisata. 6) Kelestarian lingkungan alam dalam konteks pengembangan pariwisata di kawasan yang telah ditetapkan sebagai warisan budaya dunia.
1.3 Urgensi Urgensi penelitian ini dapat dilihat dari tujuan khusus
yang hendak dicapai
sebagaimana dikemukakan di atas. Bertolak dari tujuan khusus tersebut, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara signifikan, yaitu untuk membuat model pengelolaan warisan budaya dunia sebagai daya tarik wisata yang dilandasi oleh nilai-nilai keunggulan universal (outstanding universal value). Implementasi model pengelolaan seperti ini tentu saja memungkinkan untuk meningkatkan potensi warisan budaya dunia sebagai daya tarik wisata. Hasil penelitian yang merupakan implementasi atau penerapan nilai-nilai keunggulan universal THK dalam pengelolaan warisan budaya dunia sebagai daya tarik wisata akan bermanfaat untuk pelestarian alam dan aspek sosial-budaya masyarakat Bali.
3
BAB II METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang dipadukan dengan kuantitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan langsung atau observasi, wawancara mendalam, dan penyebaran kuesioner. Data yang diperoleh dikumpulkan, direduksi dan danalisis secara deskriptif interpretatif. Selain itu, data yang diperoleh melalui penyebaran kuesioner dianalisis dengan menggunakan Skala Likert dengan rentangan skor 1 sampai dengan 5. Skor 1-1,80 dengan nilai sangat kurang (SK), skor 1,81 – 2,60 nilai kurang (K), skor 2,61-3,40 nilai cukup (C), skor 3,41-4,20 baik (B), dan skor 4,21-5,0 dengan nilai sangat baik (SB). Uraian secara rinci metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
2.1 Penentuan Lokasi Penelitian Sesuai dengan judul dan tujuan, maka penelitian ini akan dilakukan di kawasan warisan budaya dunia di Bali, yakni kawasan warisan budaya dunia Pura Taman Ayun, Mengwi, Kabupaten Badung, dan Pura Tirta Empul di Kabupaten Gianyar. Lokasi ini dipilih karena kawasan warisan budaya dunia tersebut telah berfungsi sebagai daya tarik wisata, dan sering dikunjungi oleh wisatawan nusantara dan mancanegara.
Dengan demikian,
pengumpulan data untuk mencapai tujuan penelitian ini diharapkan akan membawa hasil yang memadai.
4
2.2 Jenis dan Sumber Data 2.2.1 Jenis Data Penelitian ini menggunakan data kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif adalah data berupa kata-kata dan ungkapan seperti opini dalam hasil wawancara dan persepsi wisatawan maupun pelaku pariwisata (stakeholders) terkait. Data kuantitatif yakni data yang nilainya berbentuk numerik atau angka. Dalam penelitian ini data kuantitatif meskipun digunakan dalam beberapa hal, hanya bersifat mendukung dan menyempurnakan data kualitatif, misalnya jumlah kunjungan wisatawan, dan data jumlah penerimaan retribusi.
2.2.2 Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua macam yakni data primer dan sekunder. Sumber data primer adalah masyarakat, pengelola daya tarik wisata, dan wisatawan, yang diperoleh melalui wawancara maupun observasi. Selanjutnya data yang bersumber dari bahan-bahan kepustakaan, baik berupa laporan hasil penelitian maupun sumber tertulis lainnya. Data primer dalam penelitian diperoleh dari sumber pertama melalui wawancara langsung (interview) dengan staf Dinas Pariwisata Kabupaten Badung dan Dinas Pariwisata Kabupaten Gianyar. Kepala Badan Promosi Pariwisata Daerah Kabupaten Badung, pengelola daya tarik pariwisata Pura Taman Ayun, Bendesa Adat dan Wakil Bendesa Adat Desa Pakraman Manukaya, Tampaksiring, staf pengelola daya tarik wisata Pura Tirta Empul. Pengamatan langsung peneliti di lapangan juga merupakan sumber data primer. Selain itu, penyebaran angket/kuesioner kepada wisatawan mancanegara dan nusantara melengkapi data primer dalam penelitian ini. Data sekunder diperoleh dari dokumen-dokumen, laporan
5
penelitian, buku-buku, data dokumentasi serta arsip, internet yang berkaitan dan mendukung penelitian ini.
2.3 Penentuan Informan Mengingat penelitian ini akan menggunakan pendekatan penelitian kualitatif, maka data dan informasi yang dibutuhkan akan digali melalaui pengamatan dan wawancara mendalam. Oleh karena itu, informan merupakan narasumber yang amat penting dalam penelitian ini, sebab tanpa informan akan sulit memperoleh data dan keterangan untuk mencapai tujuan penelitian. Sudah dapat dipastikan informan dalam penelitian ini adalah warga masyarakat di kawasan warisan budaya dunia, baik sebagai warga biasa maupun sebagai tokoh, aparat pemerintah desa, dan aparat dari instansi pemerintah yang terkait dengan pengelolaan warisan budaya dunia, seperti Dinas Pariwisata Kabupaten Badung dan Dinas Pariwisata Kabupaten Gianyar. Sehubungan dengan itu, Kepala Desa Dinas dan Kepala Desa Adat setempat akan dijadikan informan
pangkal
dalam
penelitian
ini
Sebagaimana dikemukakan oleh Koentjaraningrat (1989 : 130), informan pangkal adalah orang-orang yang dapat memberikan petunjuk kepada peneliti tentang adanya individu lain yang paham tentang berbagai sektor kehidupan masyarakat yang ingin dikaji oleh peneliti. Individu-individu lain ini disebut informan pokok atau informan kunci (key informant). Berdasarkan petunjuk informan pangkal itu yakni kepala desa tersebut akan dikembangkan jumlah informan, baik informan pangkal yang lainnya maupun informan kunci dan informan selanjutnya. Dengan demikian, pengembangan informan dalam penelitian ini bersifat snowboll, yakni dari informan ke informan lain. Penambahan informan akan diakhiri apabila terdapat indikasi bahwa tidak ada lagi variasi informasi dan kategorisasi data dan informasi telah jenuh. 6
Wisatawan nusantara dan mancanegara juga ditetapkan sebagai responden dalam penelitian ini, karena merekalah yang mengonsumsi warisan budaya dunia yang ditetapkan sebagai daya tarik wisata. Persepsi dan informasi para wisatawan sangat penting untuk memahami implementasi THK dalam pengelolaan warisan budaya dunia sebagai daya tarik wisata di Bali. Persepsi wisatawan akan sangat penting terkait dengan keberlanjutan atau kesinambungan (sustainability) daya tarik wista tersebut.
2.4 Metode Pengumpulan Data dan Informasi 2.4.1 Pengamatan Metode pengamatan yang diterapkan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara mencermati perilaku wisatawan dan warga masyarakat dalam konteks pengelolaan warisan budaya dunia. Namun perlu dikemukakan di sini, bahwa dalam pengamatan juga dilakukan wawancara dengan menanyakan sesuatu yang telah dilihat dan didengar terkait dengan tujuan penelitian ini, guna memperoleh pengetahuan dan pemahaman yang lebih jauh. Hal ini biasa dilakukan dalam pengamatan terlibat, sehingga para akhli mengatakan pengamatan terlibat sebagai pengamatan langsung bersama metode lainnya dalam pengumpulan informasi (Mulyana, 2006 : 162), atau sebagai pengamatan yang bercirikan interaksi peneliti dengan subjek (Satori dan Komariah, 2009 : 117).
2.4.2 Wawancara Mendalam Teknik wawancara mendalam digunakan dalam penelitian ini terutama untuk menggali informasi mengenai pengalaman individu yang biasanya disebut sebagai metode penggunaan data pengalaman individu (individual life history) atau dokumen manusia (human document) (Koentjaraningrat, 1989 : 158). Dalam hal ini peneliti akan mengajukan 7
pertanyaan-pertanyaan secara bebas dan leluasa tanpa terikat pada suatu daftar pertanyaan rinci yang disiapkan sebelumnya. Dengan cara ini memungkinkan wawancara berlangsung luwes, arahnya bisa lebih terbuka sehingga diperoleh informasi yang lebih kaya, pembicaraan tidak terlampau terpaku atau tidak menjemukan/membosankan baik bagi peneliti maupun bagi informan.
2.4.3 Studi Dokumen Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan mempelajari bahan-bahan tertulis seperti surat keputusan, arsip-arsip, dokumen tentang daya tarik wisata Pura Taman Ayun dan Tirta Empul. Di samping itu, dilakukan pula kajian pustaka yang berkaitan dengan daya tarik wisata sejenis untuk mendapatkan masukan sebagai bahan komperasi mengenai pengelolaan daya tarik wisata lain dengan perpsektif Tri Hita Karana.
2. 4.4 Kuesioner/Angket Dalam penelitian ini ditetapkan 60 orang responden wisatawan mancanegara dan nusantara, yang ditentukan secara kebetulan (accidental sampling) pada saat pengumpulan data. Responden tersebut terdiri atas 30 orang wisatawan mancanegara dan 30 orang wisatawan nusantara. Jumlah responden di masing-masing lokasi penelitian yakni di Pura Taman Ayun dan Tirta Empul terdiri atas 15 orang wisatawan mancanegara dan 15 orang wisatawan nusantara. Untuk mengukur persepsi wisatawan, digunakan kuesioner yang disesuaikan atau dimodifikasi sesuai dengan atraksi, aksesibilitas, fasilitas, dan manajemen/organisasi, yang terkait dengan nilai-nilai Tri Hita Karana yakni Parhyangan, Pawongan, dan Palemahan. Kuesioner diberikan kepada 60 orang wisatawan mancanegara dan nusantara yang 8
berkunjung ke Pura Taman Ayun dan Tirta Empul. Wisatawan mengisi langsung kuesioner yang disajikan dalam bentuk pertanyaan dan jawabannya telah disediakan dengan cara mencentang (V) atau memberi tanda silang (X) pada kotak jawaban yang telah disiapkan.
2.5 Analisis Data Analisis data/informasi dilakukan dengan teknik penggabungan atau perpaduan antara deskriptif kualitatif interpretatif dan kuantitatif. Analisis interpretatif, terutama secara emik dan etik, sehingga dapat dihindari kemungkinan adanya masalah dengan informan yang telah melakukan sesuatu tindakan tetapi tidak mampu menginformasikan maknanya sebagiamana dikatakan oleh Brian Fay (2004). Proses analisis dalam penelitian ini bisa sejalan dengan proses wawancara dan pengamatan, artinya analisis dilakukan secara bergantian dengan wawancara dan pengamatan dalam satu paket waktu. Secara konkret mekanismenya bahwa setiap informansi penting yang diperoleh dari informan langsung dianalisis dan wawancara tersebut mengacu kepada apa yang oleh Taylor dan Bogdan (1984: 128) disebut dengan istilah go hand-in-hand. Sebagian besar data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berwujud data kualitatif. Data ini dianalisis dengan mengikuti prosedur analisis data kualitatif sebagaimana dikemukakan oleh Miles dan Huberman (1992) yaitu reduksi data, menyajikan, menafsirkan data, dan menarik simpulan. Reduksi data meliputi berbagai kegiatan yakni penyeleksian, pemokusan, simplifikasi, pengkodean, penggolongan, pembuatan pola, foto dokumentasi untuk situasi atau kondisi yang memiliki makna subjektif, kutipan wawancara yang memiliki makna subjektif, dan catatan reflektif. Penyajian data dan penafsiran berkaitan dengan penyusunan teks naratif dalam kesatuan bentuk, keteraturan, pola-pola, penjelasan, konfigurasi, alur sebab akibat, dan proposisi. Penarikan simpulan atau verifikasi antara lain 9
mencakup hal-hal yang hakiki, makna subjektif, temuan konsep, dan proses universal. Kesemuanya ini tidak terlepas dari masalah yang ditelaah. Kegiatan pengumpulan data, reduksi data, penarikan simpulan dan penyajian data, merupakan rangkaian kegiatan yang terkait dan bisa berlangsung secara ulang-alik, sampai mendapat hasil penelitian akhir, yakni etnografi yang bersifat holistik dan sarat makna, dalam kontes pemberian jawaban terhadap masalah yang dikaji dalam penelitian ini. Untuk mengukur persepsi wisatawan digunakan Skala Likert, jawaban setiap item instrumen mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif, dengan indikator sebagai berikut: sangat baik (SB) dengan interval 4,21-5,00; baik (B) dengan interval 3,41-4,20; cukup/ragu-ragu (C) dengan interval 2,61-3,40; kurang (K) dengan interval 1,81-2,60; dan sangat kurang (SK) interval 1,0-1,80.
10
BAB III GAMBARAN UMUM PURA TAMAN AYUN DAN PURA TIRTA EMPUL
3.1 Pura Taman Ayun 3.1.1 Sejarah Pura Pura Taman Ayun dibangun pada masa pemerintahan I Gusti Agung Putu yakni tahun 1634, ketika beliau memindahkan istananya dari Balahayu (Belayu) ke Mengwi. Nama Pura Taman Ayun secara arfiah artinya pura yang dibangun di dalam taman yang indah. Pertanggalan pembangunan Pura Taman Ayun dipahatkan pada pintu masuk pura tersebut dalam bentuk kronogram yang bunyinya: Sad Butha Yaksa Dewa (6551 atau Saka 1556) atau 1634 Masehi1 Raja Mengwi yakni I Gusti Agung Putu menyuruh Ing Khang Choew, seorang ahli pertamanan dari Banyuwangi untuk membangun taman. Ing Khang Coew memilih lokasi berupa bukit kecil atau gundukan tanah yang dikelilingi oleh sungai pada sisi timur, selatan, dan barat tempat tersebut. Tempat yang baru itu dianggap strategis karena lokasinya dekat dengan istana, cukup luas, dan terdapat sumber air yang cukup melimpah. Keindahan taman tersebut juga dipersembahkan kepada leluhur raja, sehingga dibangun palinggih-palinggih pada kontur tanah yang tertinggi
di bagian hulu, dan dikelilingi oleh tembok atau
panyengker. Pada awalnya hanya dibangun dua palinggih yaitu paibon sebagai tempat untuk memuja roh leluhur raja, dan Gedong Sari untuk memuja roh Pasek Badak yang telah disucikan. Pertamanan ini sangat indah sesuai dengan keinginan (ahyun) sang raja, dan dilengkapi dengan sejumlah palinggih untuk memuja roh leluhur sang raja maka dinamakan
1
(file:///C:/Vaio/Documents/Taman Ayun Temple-bali news.htm (03/07/2013). 11
Taman Ahyun, dan selanjutnya diucapkan menjadi Taman Ayun (Babad Mengwi, 2007: 149). Pada saat kerajaan Mengwi dikalahkan oleh Badung, pura Taman Ayun sempat ditelantarkan selama puluhan tahun. Pada tahun 1911 pura itu baru direhabilitasi oleh keturunan raja Mengwi. Gempa dasyat yang terjadi pada tahun 1917 telah menimbulkan kerusakan yang sangat parah pada beberapa pura di Bali, termasuk Pura Taman Ayun. Pemugaran dan perbaikan terus dilakukan di Pura Taman Ayun sehingga tampak indah seperti sekarang ini (Surata, 2013: 74).
3.1.2 Struktur Pura Taman Ayun Pura Taman Ayun terdiri atas tiga halaman yakni jabaan atau halaman luar, jaba tengah/halaman tengah, dan jeroan atau halaman utama. Sebuah kanal atau kolam dibangun mengelilingi Pura Taman Ayun, sehingga untuk mencapai pintu masuk atau candi bentar pada halaman pertama (jabaan atau jaba sisi) harus melewati sebuah jembatan (Lansing dan Watson, 2012: 91) (lihat foto 3.1 dan 3.2). Konstruksi Pura Taman Ayun yang dikelilingi oleh kanal atau kolam yang terhubung oleh jembatan mirip dengan konstruksi Candi Angkor Wat di Kamboja. Hal ini dapat dikaitkan dengan mitos Hindu tentang pemutaran lautan susu (ksira arnawa), ketika para dewa dan daitya mencari amerta atau air kehidupan. Setelah melewati candi bentar atau pintu gerbang pertama akan tiba di halaman pertama (jaba sisi). Pada halaman pertama terdapat sembilan air mancur yang mengarah ke delapan penjuru mata angin dan satu di tengah, yang merupakan simbol Dewa Nawa Sanga (Sembilan Dewa penjuru mata angin dalam Agama Hindu). Pada sisi timur halaman pertama terdapat wantilan yakni tempat sabungan ayam yang biasa dilakukan pada saat upacara/odalan di Pura Taman Ayun. Pada halaman pertama juga terdapat toilet yang terletak 12
di sisi tenggara wantilan. Sejumlah palinggih atau bangunan suci yakni Palinggih Bhatara Dalem Tungkub, Bhatara Desa Puseh, Ratu Gede Nusa, dan Ratu Nyoman Sakti terdapat pada halaman ini Dari halaman pertama pengunjung memasuki halaman kedua dengan melalui candi bentar atau pintu gerbang kedua (lihat Gambar 3.3). Pada halaman kedua atau jaba tengah terdapat sejumlah bangunan antara lain: bale kulkul atau tempat menggantung kulkul yang dipukul pada saat upacara/odalan di pura tersebut. Bale gong/tempat gamelan pada saat upacara atau pementasan seni pertunjukan, bale Saka Pat/bangunan dengan tiang penyangga empat buah, Pangubengan, panggungan, bale pasanekan, gedong, dan papelik. Halaman kedua/jaba tengah dan halaman utama/jeroan pura dibatasi oleh tembok dan kori agung atau candi kurung/padu raksa. Halaman utama atau jeroan dianggap paling suci di Pura Taman Ayun. Sejumlah bangunan suci atau palinggih terdapat di halaman utama/jeroan pura antara lain: Pasimpangan atau tempat pemujaan Pura Batukaru, Pasimpangan Pura Sada Kapal,
Pasimpangan Gunung Batur, Pasimpangan Gunung Agung, Pasimpangan Bratan,
palinggih Ratu Pasek, palinggih Ratu Alit dan lain-lain (Lansing dan Watson, 2012: 91). Wisatawan tidak diberi akses ke halaman ketiga (jeroan), yang dianggap paling suci di pura Taman Ayun. Namun demikian, wisatawan masih dapat melihat bangunan suci atau kegiatan upacara yang sedang berlangsung di halaman ketiga (jeroan) dari luar tembok keliling atau panyengker yang mengitarinya. Pura Taman Ayun dan Pura Sada Kapal merupakan pura penataran kerajaan Mengwi. Sebagai pura penataran kerajaan Mengwi, Pura Taman Ayun juga terkait dengan pura Pucak Bon dan Pucak Tiingan yang merepresentasikan pura gunung, sedangkan Pura Sakenan di Serangan, Pura Ulun Suwi di Jimbaran, dan Pura Uluwatu adalah representasi pura laut. Dalam konteks Pura Sad Kahyangan (enam pura terpenting) di Bali, sejumlah meru 13
(bangunan dengan atap bertingkat yang terdapat di halaman utama/jeroan Pura Taman Ayun dihubungkan dengan Pura Besakih, Pura Batur, dan Pura Batukaru. Secara fungsional, Pura Taman Ayun merupakan tempat pemujaan leluhur dinasti kerajaan Mengwi. Hal ini direpresentasikan oleh keberadaan paibon yakni bangunan yang terbuat dari batu bata yang terdapat di halaman utama/jeroan pura tersebut (Grader, 1960: 164-165). Kawasan Pura Taman Ayun seluas 250 x 100 m atau 25000 m2. Pemugaran dan perluasan Pura Taman Ayun dilakukan pada tahun 1937. Candi kurung (paduraksa), candi bentar dan tembok keliling (panyengker) direnovasi tahun 1949. Sebuah bale bengong dibangun pada tahun 1972, dan bale kulkul dibangun tahun 1976.
3.1.3 Pura Taman Ayun sebagai bagian Warisan Budaya Dunia Pada tanggal 29 Juni 2012 Unesco telah menetapkan lanskap budaya Bali sebagai warisan budaya dunia yang dilandasi oleh nilai-nilai keunggulan universal (outstanding universal value) Tri Hita Karana. Filosofi Tri Hita Karana secara harfiah berarti tiga penyebab kesejahteraan atau kebahagiaan (Lansing dan Watson, 2012: 11; Madiasworo dkk. 2014: 219).
Nilai-nilai Tri Hita Karana diimplementasikan pada tiga aspek yakni
parhyangan, pawongan, dan palemahan.
Parhyangan adalah hubungan yang harmonis
antara manusia dengan Tuhan/Ida Sanghyang Widi Wasa. Aspek Pawongan adalah hubungan yang harmonis dan berkeseimbangan antara manusia dengan sesamanya, dan palemahan adalah hubungan antara manusia dan lingkungannya. Nilai-nilai Tri Hita Karana dipraktikan dalam kegiatan organisasi subak di Bali. Subak di Bali memiliki tiga komponen yakni parhyangan yakni pura subak atau pura ulun suwi/ bedugul. Unsur pawongan adalah anggota subak, dan aspek palemahan adalah area atau wilayah subak (Surata, 2013: 8-31). Dalam kaitannya dengan lanskap budaya Bali yang 14
telah ditetapkan sebagai warisan budaya dunia terdiri atas sejumlah pura dan kawasan subak. Pura yang dimaksud adalah Pura Ulun Danu Batur, Pura Tirta Empul dan pura lainnya di Kawasan daerah aliran Sungai Pakerisan, Pura Taman Ayun, serta Subak dan Pura Subak Batukaru (Catur Angga)(Surata, 2013: 33-78). Pura Taman Ayun adalah pura yang terkait dengan subak di wilayah Mengwi yakni subak Batan Badung, Beringkit, dan Batan Asem (Madiasworo dkk. 2014: 221; Surata, 2013: 76). Beberapa kegiatan upacara di Pura Taman Ayun yang terkait dengan subak antara lain sebagai berikut. Krama atau anggota dari 21 subak di sekitar Mengwi setiap tahun mendak tirta atau mohon air suci di Pura Taman Ayun. Tirta atau air suci tersebut sesungguhnya dimohon kepada Dewi Danuh (manifestasi Tuhan sebagai penguasa danau Beratan) di Danau Beratan. Air suci dimohon kepada Dewi Danuh dan diambil oleh delegasi subak bersama keluarga raja Mengwi untuk ditempat di palinggih Dewi Danuh, di Pura Taman Ayun. Setelah dilakukan upacara selama tiga hari di Pura Taman Ayun, selanjutnya air suci tersebut dibagikan kepada anggota subak dan dipercikan di lahan sawah mereka (Surata, 2013: 7577). Nangluk merana atau upacara keagamaan yang berkaitan dengan pengendalian hama dan penyakit tanaman juga dilakukan di Pura Taman Ayun. keluarga raja Mengwi sampai kini masih melakukan upacara tersebut, karena masyarakat terutama anggota subak berkeyakinan bahwa raja memiliki kekuatan magis untuk mengendalikan hama dan penyakit tanaman. Hal ini dapat dikaitkan dengan konsep “Dewa Raja” bahwa raja adalah titisan atau manifestasi Dewa/Tuhan di dunia. Pura Taman Ayun juga berfungsi sebagai pura bedugul subak Batan Badung. Air yang terdapat pada kolam di sekitar Pura Taman Ayun merupakan sumber air untuk subak tersebut. Oleh sebab itu, anggota subak Batan Badung dan subak lainnya yang sumber 15
airnya berasal dari kolam di Pura Taman Ayun menjadi pangemong dan bertanggung jawab untuk melaksanakan upacara bersama keluarga raja Mengwi di Pura Taman Ayun. Selain palinggih untuk Dewi Danuh, di Pura Taman Ayun juga terdapat palinggih Ida Bhatara Tengahing Segara (Tuhan dalam manisfestasinya sebagai penguasa lautan) dan palinggih Ulun Suwi (Dewi Sri).
Upacara dilakukan di
palinggih tersebut untuk
keberhasilan pertanian. Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa Pura Taman Ayun juga berfungsi sebagai pura subak. Penelitian ini mengkaji implementasi Tri Hita Karana di Pura Taman Ayun sebagai bagian warisan budaya dunia yang berfungsi sebagai daya tarik wisata. Pura Taman Ayun sesungguhnya telah menjadi daya tarik wisata jauh sebelum ditetapkan sebagai warisan budaya dunia. Warisan budaya yang menjadi daya tarik wisata mengalami konstruksi dan interpretasi ulang karena berbagai kepentingan (Hitchcock dkk. 2010; Park, 2014). Seberapa jauh Taman Ayun telah dikonstruksi dan diinterpretasi ulang dalam kaitannya dengan daya tarik wisata akan dibahas pada bab selanjutnya.
3.2 Pura Tirta Empul
3.2.1 Sejarah Pura Tirta Empul Di Pura Sakenan, Desa Manukaya, Tampaksiring disimpan sebuah prasasti batu. Dalam prasasti tersebut terdapat ungkapan thirta di (air) mpul yang dibangun oleh Sang Ratu (Sri) Chandra Bhaya Singha Warmadeva. Menurut Damais, angka tahun dalam prasasti Manukaya dibaca 882 Saka atau 960 M, sedangkan Stutterheim dan Goris membacanya 884 Saka (Goris, 1954; Kempers, 1991: 157; Setiawan, 2011: 97-98). Para ahli kini mengikuti pembacaan angka tahun oleh Damais yakni 882 Saka atau 960 Masehi. Penyebutan thirta di air mpul yang tersurat dalam prasasti Manukaya dapat disamakan dengan pura Tirta Empul, 16
yang lokasinya di Tampaksiring. Mata air yang terdapat di sisi timur halaman utama atau jeroan pura Tirta Empul tampaknya
telah berumur lebih dari 1000 tahun yang lalu,
sedangkan pura Tirta Empul kemungkinan dibangun belakangan. Fenomena yang sama juga terjadi pada situs lain seperti Pura Pegulingan, Gunung Kawi (Tampaksiring), Goa Gajah, Penataran Sasih, dan Kebo Edan. Masyarakat Bali memiliki tradisi membangun pura atau tempat suci pada situs purbakala yang telah berumur ratusan tahun karena tempat itu dianggap suci. Upacara/odalan di Pura
Tirta Empul dilaksanakan pada setiap purnama, bulan
Kartika (bulan ke empat dalam pertanggalan tahun Saka atau sekitar bulan Oktober), sekali dalam setiap tahun. Prasasti batu yang disimpan di pura Sakenan, Manukaya dahulu dibasuh pada saat odalan di pura Tirta Empul, namun saat ini hal tersebut semakin jarang dilakukan. Pada saat yang sama tapel/punggalan barong yang terdapat di Kabupaten Gianyar juga dibasuh/disucikan di pura Tirta Empul. Selain prasasti Manukaya, sejarah Pura Tirta Empul juga dapat diketahui melalui Kekawin Usana Bali. Dalam kekawin tersebut dinyatakan bahwa telah terjadi pertempuran antara raja Mayadenawa dengan Bhatara Indra. Raja Mayadenawa yang memerintah di Bali saat itu disebutkan sangat arogan dan tidak mau melakukan upacara untuk pemujaan para dewa. Pertempuran sengit terjadi di daerah Tampaksiring dan akhirnya raja Mayadenawa terbunuh. Darah raja Mayadenawa kemudian menjadi sungai Petanu, dan dikutuk oleh para dewa sehingga tidak baik untuk irigasi pertanian. Bhatara Indra kemudian menciptakan sungai Pakerisan yang hulunya bersumber dari mata air di Pura Tirta Empul dan berfungsi untuk menghilangkan mala atau ketidaksucian. Menurut lontar "Mayadanawantaka", konon ada seorang Raja Bali yang sangat sakti yang memerintah di Kerajaan Bedahulu bernama Raja Mayadanawa, yang merupakan putra 17
dari Bhagawan Kasyapa dengan Dewi Danu. Namun sayang, raja yang pandai dan sakti ini bersifat durjana, berhasrat menguasai dunia dan mabuk kekuasaan. Terlebih ia mengklaim dirinya sebagai dewa yang mengharuskan rakyat untuk menyembahnya, bersikap sewenangwenang dan melarang rakyatnya melaksanakan upacara keagamaan untuk mohon keselamatan dari Tuhan Yang Maha Esa. Konon dengan kesaktian yang dimilikinya, ia bisa berubah wujud atau rupa. Setelah perbuatan itu diketahui oleh Para Dewa, maka bala tentara para dewa yang dipimpin oleh Bhatara Indra menyerang Mayadenawa. Sembari berlari masuk hutan, Mayadenawa berupaya mengecoh pengejarnya dengan memiringkan telapak kakinya saat melangkah. Sebuah siasat yang coba diterapkan agar para pengejar tak mengenali jejaknya sebagai manusia. Kawasan hutan yang dilewati Mayadenawa dengan berjalan memiringkan telapak kakinya kini dikenal dengan sebutan Tampaksiring. Diperkirakan nama Tampaksiring berasal dari bahasa Bali, yang terdiri dari dua suku kata, yaitu tampak yang berarti "telapak" dan siring yang bermakna "miring". Makna dari kedua kata itu konon terkait dengan legenda Mayadanawa. Alkisah Prabu Mayadenawa dapat dikalahkan oleh pasukan Bhatara Indra dan Mayadanawa melarikan diri sampailah di sebelah Utara Desa Tampaksiring.
Berkat
kesaktiannya, Mayadenawa menciptakan sebuah mata air racun (cetik) yang mengakibatkan banyak para laskar Bhatara Indra gugur akibat minum air beracun tersebut. Melihat hal ini Bhatara Indra segera menancapkan tombaknya di tanah di sebelah mata air beracun tersebut dan memancarlah air ke luar dari tanah (Tirta Empul) dan air suci ini dipakai memerciki para bala tentara Dewa yang gugur keracunan, sehingga dalam kurun waktu yang tidak lama bisa hidup kembali seperti sedia kala (Kusuma, 2007). Pura Tirta Empul terkait dengan subak Pulagan yang terletak di selatan pura tesebut, dan di sisi barat Sungai Pakerisan. Air yang bersumber dari mata air di pura Tirta Empul 18
digunakan untuk mengairi sawah di kawasan subak Pulagan. Pada saat upacara atau odalan di pura tersebut anggota subak
berkewajiban menghaturkan sesajen (jarimpen, dangsil,
daksina) dan bahan-bahan keperluan upacara seperti telur dan beras (Lansing dan Watson, 2012:64-65).
3.2.2 Struktur Pura Tirta Empul Seperti lazimnya pura di Bali, Pura Tirta Empul juga dibagi menjadi tiga bagian yakni halaman luar (jabaan atau jaba sisi), halaman tengah atau jaba tengah, dan halaman utama atau jeroan. Ketiga halaman itu merepresentasikan tiga dunia ( Tri loka atau Tri Buwana) dalam filosofi Hindu yakni Bhur loka atau dunia bawah yang identik dengan jabaan atau jaba sisi. Bwah loka adalah halaman tengah atau dunia tempat manusia hidup. Halaman utama atau jeroan merepresentasikan dunia atas atau Swah loka. Kosmologi Tri loka (Tri Bhuana) ini identik dengan Tri Hita Karana (Lansing dan Watson, 1012: 65; Surata, 2013: 47). Pada halaman pertama atau jabaan di Pura Tirta Empul terdapat pertamanan, permandian umum, kolam, dan wantilan. Di halaman tengah atau jaba tengah terdapat dua buah kolam besar berbentuk persegi panjang. Air kolam tersebut berasal dari 33 pancuran yang berjejer dari barat ke timur. Masing-masing pancoran memiliki nama dan fungsi tersendiri seperti pancuran panglukatan, pancuran pembersihan, pancuran sudamala, dan pancuran cetik (Surata, 2013: 48; Lansing dan Watson, 2012: 92). Keberadaan pancuran pada halaman kedua pura kini menjadi produk pariwisata. Dikatakan demikian, karena masyarakat lokal dan wisatawan juga ikut melukat atau membersihkan diri dari segala kekotoran atau leteh (lihat foto 3.1). Pada saat penelitian ini
19
dilakukan sedang terjadi renovasi pancuran tersebut sehingga menambah krodit
pada
halaman kedua pura tersebut.
Foto 3.1 Wisatawan sedang antre untuk melukat dan memasuki halaman tersebut
Pada halaman kedua pura terdapat sejumlah tinggalan arkeologi seperti lingga-yoni, ganesa dan nandi. Keberadaan artifak arkeologis di halaman kedua sekaligus menunjukan kekunaan pura tersebut. Namun demikian, masih belum jelas apakah artifak arkeologi yang tersimpan di Pura Tirta Empul sejaman dengan prasasti Manukaya yang berasal dari 960 Masehi. Pada halaman utama atau jeroan pura terdapat sejumlah palinggih yang terbuat dari batu padas, bata, dan kayu dengan ukiran yang sangat indah dipoles prada berwarna kuning keemasan. Palinggih yang dimaksud antara lain Tepasana, Ngurah Agung, palinggih Mayadenawa, palinggih Patih Mayadenawa, bale Pamereman, bale pawedan dan lain-lain (Lansing dan Watson, 2012: 92; Surata, 2013: 49-50).
3.2.3 Pura Tirta Empul dalam konteks Warisan Budaya Dunia Beberapa pura yang terdapat di daerah aliran Sungai Pakerisan telah ditetapkan sebagai warisan budaya dunia karena terkait dengan subak yang dilandasi oleh filosofi Tri Hita Karana. Pura yang dimaksud terdiri atas Pura Tirta Empul, Pura Pagulingan, Pura
20
Mangening, dan Pura Gunung Kawi. Keempat pura tersebut merupakan tinggalan arkeologi yang berasal dari abad IX hingga XI Masehi dan difungsikan secara berlanjut hingga saat ini. Air yang berasal dari Pura Tirta Empul merupakan sumber irigasi subak Pulagan dan subak Kumba. Mata air di Pura Mangening merupakan sumber irigasi subak Kulub. Pura Gunung Kawi terkait dengan subak Pulagan, Kulub Atas, dan Kulub Bawah. Pura Pagulingan yang terletak di Desa Pakraman Basangambu, Tampaksiring dihubungkan dengan persawahan/subak di sekitar pura tersebut. Keempat pura yang berada di daerah aliran Sungai Pakerisan ini terkait dengan subak yang berada di hilir atau di sekitar pura tersebut. Seperti diketahui bahwa budaya subak di Bali dilandasi oleh filosofi Tri Hita Karana yang memiliki nilai keunggulan universal, sehingga keempat pura tersebut ditetapkan oleh Unesco sebagai warisan budaya dunia. Penelitian ini difokus di Pura Tirta Empul yang juga merupakan daya tarik wisata. Selain itu, Pura Tirta Empul merupakan salah satu destinasi wisata di Kabupaten Gianyar yang paling banyak dikunjungi oleh wisatawan.
Sehubungan dengan itu, penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui bagaimana implementasi Tri Hita Karana dalam pengelolaan Pura Tirta Empul sebagai warisan budaya dunia yang berfungsi sebagai daya tarik wisata.
21
BAB IV KARAKTERISTIK DAN PERSEPSI WISATAWAN
4.1 Karakteristik Responden 4.1.1 Karakteristik Responden di Pura Taman Ayun 4.1.1.1 Wisatawan Mancanegara
Jumlah kunjungan wisatawan cenderung meningkat
pasca ditetapkannya Taman
Ayun oleh Unesco sebagai bagian warisan budaya dunia (WBD) pada 29 Juni 2012. Pada saat
pura Taman Ayun ditetapkan
sebagai
warisan budaya dunia jumlah kunjungan
wisatawan hanya 173.632 orang, yang terdiri atas 111.574 orang wisatawan mancanegara (64,26%) dan 62.058 orang wisatawan nusantara (35,74%) (lihat tabel 4.1). Penurunan jumlah wisatawan pada tahun 2012 cukup signifikan yakni 105.08%. dibandingkan tahun 2011. Belum diketahui secara pasti penyebab turunnya jumlah kunjungan wisatawan pada saat itu. Pada
tahun 2013 jumlah kunjungan wisatawan meningkat 62.36% mencapai
281.901 orang, dan tahun 2014 juga meningkat 16.95% dengan jumlah 329.691 orang. Kecenderungan positif jumlah kunjungan wisatawan ke Pura Taman Ayun diharapkan terus berlanjut seiring meningkatnya pengadaan fasilitas dan penataan kawasan pura tersebut. Perlu dicatat bahwa kunjungan wisatawan nusantara maupun mancanegara dari tahun 2009 hingga 2011 setiap tahunnya masih di atas jumlah kunjungan wisatawan pasca penetapan Pura Taman Ayun sebagai warisan budaya dunia. Jumlah kunjungan wisatawan paling banyak
dalam lima tahun terakhir terjadi pada tahun 2010 (lihat tabel 4.1).
Berdasarkan data dalam lima tahun terakhir (2009-2014), bahwa pelabelan Pura Taman Ayun
22
sebagai warisan budaya dunia belum
berdampak
secara
signifikan terhadap jumlah
kunjungan wisatawan. Tabel 4.1 Kunjungan Wisatawan ke Destinasi Wisata Pura Taman Ayun, Kabupaten Badung TAHUN
2014 2013
MANCANEGARA
245.940 (74,60%) 205,525 (79,91%)
NUSANTARA
83,751 76,376
JUMLAH
(25,40%) (27,09%)
329.691 (+16.95%) 281.901 (+62.36%)
2012 111,574 (64,26%) 62,058 (35,74%) 2011 235.511 (66,14%) 120.574 (33,86%) 2010 256.442 (63,36%) 148.278 (36,64%) 2009 221.171 (61,68%) 137.413 (38,32%) Sumber Dinas Pariwisata Kabupaten Badung, 2015
173. 632 (-105.08% )
356.085 (-12.%) 404.720 (+12.87%) 358.584
Karakteristik wisatawan mancanegara yang terjaring sebagai responden dalam penelitian ini terdiri atas enam orang laki-laki dan sembilan orang perempuan (lihat tabel 4.2). Mereka berusia antara 15 tahun hingga lebih dari 60 tahun (tabel 4.3). Sembilan orang responden (60%) wisatawan mancanegara berusia di atas 45 tahun. Fenomena ini menunjukan bahwa wisatawan yang berminat terhadap budaya (cultural tourist) umumnya adalah
mereka yang berusia lanjut. Hasil studi yang dilakukan oleh Travel Industry
Association and Smithsonian magazine pada tahun 2003 menunjukan bahwa wisatawan yang mengujungi situs sejarah dan atraksi budaya umumnya berpendidikan tinggi, umurnya lebih tua, dengan pendapatan lebih banyak, tinggal lebih lama dan membelanjakan uangnya lebih banyak dibandingkan dengan jenis wisatawan lainnya2 (Tien, 2003: 2; Chheang, 2011:221; Ardika, 2015: 17). Pekerjaan para responden adalah pebisnis empat orang (26,66%), dokter satu orang (6,66%), pelajar/mahasiswa dua orang (13,34% ), dan lain-lain delapan orang (53,34% ). Mereka yang tergolong dalam kategori pekerjaan lain-lain adalah ahli farmasi, tukang daging, dan pekerja sambilan atau setengah waktu (lihat tabel 4.4). 2
http://www.squidoo.com/Heritage_tourism 23
No. 1 2
Tabel 4.2 Responden Wisatawan Mancanegara menurut Jenis Kelamin Jenis Kelamin Jumlah Persentase Laki-laki 6 40,00 Perempuan 9 60,00 Total 15 100
Tabel 4.3 Responden Wisatawan Mancanegara Digolongkan Menurut Usianya No Usia (Tahun) Jumlah Persentase 1 15-19 5 33,33 2 30-44 1 6,67 3 45-59 5 33,33 4 60 ke atas 4 26,67 Total 15 100
NO 1 2 3 4 5 6 7 8
Tabel 4.4 Responden Wisatawan Mancanegara menurut pekerjaan Pekerjaan Jumlah Persentase Bisnis 4 26,66 Guru 0 0 Pengacara 0 0 Artis 0 0 Dokter 1 6,66 Sopir 0 0 Pelajar/mahasiswa 2 13,34 Lain-lain 8 53,34 Total 15 100
Sebagian besar (80%) wisatawan memperoleh informasi tentang pura Taman Ayun melalui biro perjalanan atau travel agent (lihat tabel 4.5). Wisatawan yang berkunjung ke pura Taman Ayun memilih paket tour secara berkelompok atau bergroup.
Selain itu,
seorang responden (6,67%) wisatawan mancanegara memperoleh informasi tentang Taman Ayun melalui teman, dan dua orang (13,33) dengan mengakses internet. Berdasarkan data tersebut, peran biro perjalanan atau travel agent menjadi sangat penting untuk memromosikan pura Taman Ayun sebagai daya tarik wisata. 24
Tabel 4.5 Responden Digolongkan Menurut Sumber informasi tentang Pura Taman Ayun No Sumber informasi Jumlah Persentase 1 Teman 1 6,67 2 Surat kabar 0 00,00 3 Televisi 0 00,00 4 Internet 2 13,33 5 Agen perjalanan 12 80,00 Total 15 100 Semua responden wisatawan mancanegara baru pertama kali berkunjung ke Pura Taman Ayun (lihat tabel 4.6). Hal ini tampaknya terkait dengan pengetahuan wisatawan, yang sebagian besar (73,34) belum memahami bahwa Pura Taman Ayun sebagai warisan budaya dunia (lihat tabel 4.7). Kenyataan ini belum mencerminkan apakah mereka tertarik untuk berkunjung kembali (repeater) ke Pura Taman Ayun. Chheang (2011: 216) berpendapat wisatawan yang tertarik dengan budaya (cultural tourist) tidak mesti terkait dengan latar belakang pendidikan ataupun pekerjaannya. Wisatawan akan belajar dengan melihat langsung dan pengalaman yang diperolehnya di destinasi yang dikunjunginya.
No 1 2 3 4
Tabel 4.6 Responden Digolongkan Menurut Jumlah Kunjungan Ke Pura Taman Ayun Jumlah Kunjungan Jumlah Persentase Pertama kali 15 100,00 Dua kali 0 00,00 Tiga kali 0 00,00 Lebih dari tiga kali 0 00,00 15 100
Hanya sebagian kecil (26,66%)(lihat tabel 4.7) wisatawan mancanegara memahami bahwa Pura Taman Ayun telah ditetapkan sebagai warisan budaya dunia. Mereka juga tidak 25
memahami nilai-nilai keunggulan universal
(outstanding universal value) Pura Taman
Ayun sehingga ditetapkan sebagai warisan budaya dunia. Eksistensi Pura Taman Ayun sebagai pura subak Batan Badung dan Beringkit, yang mengimplementasikan nilai-nilai Tri Hita Karana
(Parhyangan, Pawongan, dan Palemahan) sesungguhnya
melandasi
penetapanya sebagai warisan budaya dunia. Seorang wisatawan dari Belanda menyatakan bahwa ia baru tahu Pura Taman Ayun sebagai warisan budaya dunia setelah membaca pengumuman yang dipasang di depan pintu masuk pura tersebut. Minimnya pemahaman wisatawan mancanegara tentang Pura Taman Ayun sebagai warisan budaya dunia perlu menjadi bahan pemikiran pihak pengelola dan Pemkab Badung. Promosi dan penyebaran informasi bahwa Pura Taman Ayun sebagai warisan budaya dunia kiranya perlu lebih ditingkatkan. Tabel 4.7 Responden Digolongkan Menurut Pengetahuan tentang Pura Taman Ayun No Pengetahuan Tahu Persentase Tidak tahu Persentase 1 Tentang Pura Taman Ayun 4 26,66% 11 73,34 sebagai Warisan budaya dunia 2 Tantang nilai keunggulan 4 26,66% 11 73,34 universal Pura taman Ayun Total 8 53,32 22 146,68
4.1.1.2 Karakteristik Wisatwan Nusantara di Pura Taman Ayun Brosur tentang Pura Taman Ayun mencerminkan gagasan bahwa pengelolaan Pura Taman Ayun didasarkan pada falsafah Tri Hita Karana. Hal ini diketahui dari adanya teks pada brosur tersebut yang menyatakan bahwa ”Taman Ayun Sebagai Implementasi dari Filosofi Tri Hita Karana”.
Terkait dengan hal ini ternyata Pura Taman Ayun telah
dikunjungi oleh banyak wisatawan dengan identitas yang beragam, di antaranya banyak yang telah berulangkali mengunjungi pura ini. Selain itu, mereka juga mempunyai persepsi atau 26
tanggapan tertentu atas situasi dan kondisi yang berkaitan dengan Pura Taman Ayun. Secara lengkap kunjungan wisatawan serta identitas dan persepsinya itu dapat digambarkan sebagai berikut. Berdasarkan data frekuensi jumlah kunjungan wisatawan ke Pura Taman Ayun sebagaimana disajikan pada tabel 4.8 di bawah dapat dipahami bahwa pura tersebut memang berdaya tarik wisata relatif kuat, sehingga dikunjungi oleh banyak wisatawan yang jumlahnya mengalami peningkatan dalam dua tahun terakhir (2013 dan 2014). Betapa kuatnya daya tarik wisata pura ini dapat diketahui dari banyaknya wisatawan yang telah melakukan kunjungan ulang, yakni dua kali bahkan ada yang lebih dari tiga kali. Data mengenai hal itu dapat dilihat pada tabel 4.8 di bawah ini. Tabel 4.8 Responden Digolongkan Menurut Jumlah Kunjungan Ke Pura Taman Ayun No Jumlah Kunjungan Jumlah Persentase 1 Pertama kali 9 60,00 2 Dua kali 2 13,33 3 Tiga kali 0 00,00 4 Lebih dari tiga kali 4 26,67 Total 15 100,00
Jika dilihat dari perspektif Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, khususnya Pasal 1 angka 5, yaitu mengenai pengertian ”daya tarik wisata”, maka dapat dikatakan bahwa daya tarik wisata Pura Taman Ayun adalah berupa keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan. Daya tarik wisata Pura Taman Ayun dalam arti seperti itu telah ditampilkan dalam sebuah brosur yang merupakan bagian dari media promosi pariwisata. Selain memuat foto, brosur tersebut juga memuat teks tentang masing-masing foto tersebut dengan maksud 27
menunjukkan model implementasi Tri Hita Karana dalam pengelolaan Pura Taman Ayun. Adapun brosur beserta foto dan teks tersebut adalah sebagai berikut. Memang hasil pengamatan menunjukkan bahwa keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya dan hasil buatan manusia yang terlihat pada brosur di bawah merupakan sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan. Dalam hal ini para wisatawan berkeliling dan melihat-lihat semua objek yang ada di lokasi Pura Taman Ayun. Namun masih banyak wisatawan yang tidak tahu bahwa Pura taman Ayun telah ditetapkan sebagai warisan budaya dunia (WBD) dan mempunyai nilai keunggulan universal yakni nilai yang terkandung dalam filosofi Tri Hita Karana. Data mengenai hal ini dapat dilihat pada tabel 4.9 di bawah ini.
Gambar 4.1 Bagian luar dan dalam brosur Pura Taman Ayun Tabel 4.9 Responden Digolongkan Menurut Pengetahuan tentang Pura Taman Ayun No Pengetahuan Tahu Persentase Tidak tahu Persentase 1 Tentang Pura Taman Ayun 8 (53,33%) 7 46,67 sebagai Warisan budaya dunia 2 Tantang nilai keunggulan 7 (46,67%) 8 53,33 universal Pura taman Ayun Total 15 100 15 100
28
Mengingat masih banyak wisatawan yang tidak mengetahui status Pura Taman Ayun sebagai WBD dan mempunyai nilai keunggulan universal, maka dapat dikatakan bahwa fungsi brosur sebagai media promosi pariwisata untuk pura ini masih perlu dioptimalkan. Hasil wawancara dengan pihak pengelola Pura taman Ayun menyatakan bahwa brosur tidak dibagikan kepada setiap wisatawan yang berkunjung ke pura ini. Alasannya adalah bahwa pura ini sudah terkenal karena telah menjadi WBD. Selain itu, para wisatawan umumnya sudah dipandu oleh pemandu yang diyakini sudah mampu menjelaskan keberadaan pura ini kepada wisatawan. Namun berkenaan dengan hal ini diperoleh data bahwa para wisatawan memperoleh informasi tentang Pura Taman Ayun dari sumber informasi yang lain, seperti teman, internet, televisi, dan lain-lain. Data lengkap mengenai hal ini disajikan pada tabel 4.10 di bawah ini. Bertolak dari data pada tabel 4.10 di bawah maka tampaknya promosi Pura Taman Ayun sebagai objek wisata masih perlu dioptimalkan, lebih-lebih dalam konteks persaingan yang semakin gencar sejalan dengan kian bertambahnya objek wisata. Tabel 4.10 Responden Digolongkan Menurut Sumber informasi tentang Pura Taman Ayun No Sumber informasi Jumlah Persentase 1 Teman 4 26,67 2 Surat kabar 1 6,67 3 Televisi 2 13,33 4 Internet 7 46,67 5 Agen perjalanan 1 6,67 Total 15 100
Dilihat dari segi jenis kelaminnya, wisatawan yang berkunjung ke pura ini meliputi kaum laki-laki dan perempuan dan dapat digolongkan menurut daerah/negara asal, usia, dan pekerjaannya. Kesemuanya ini terlihat dari data mengenai identitas responden sebagaimana disajikan secara terturut-turut pada tabel 4.11, 4. 12, 4.13, 4.14, dan 4.15 di bawah ini. 29
No. 1 2
Tabel 4.11 Responden Digolongkan Menurut Jenis Kelamin Jenis Kelamin Jumlah Persentase Laki-laki 3 20,00 Perempuan 12 80,00 Total 15 100
Adanya wisatawan laki-laki dan perempuan yang berkunjung ke Pura Taman Ayun sebagaimana tampak pada tabel 4.11 di atas menandakan bahwa pura ini tidak hanya berdaya tarik bagi kaum laki-laki tetapi juga bagi kaum perempuan. Hal ini dapat dilihat sebagai potensi penting untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan, karena dengan demikian memungkinkan bagi pasangan suami-istri untuk berkunjung ke Pura Taman Ayun. Sebaliknya jika hanya kaum laki-laki saja atau kaum perempuan saja yang tertarik untuk berkunjung maka hal seperti ini berpotensi terjadinya pembatalan rencana kunjungan. Dilihat dari daerah asalnya, ternyata para wisatawan yang berkunjung ke Pura Taman Ayun berasal dari berbagai daerah dan negara. Data mengenai hal ini dapat dilihat pada tabel 4.12 di bawah ini. Berdasarkan data pada tabel 4.12 di bawah dapat dikatakan bahwa Pura Taman Ayun memiliki daya tarik wisata yang relatif kuat, tidak saja bagi kalangan masyarakat dari berbagai daerah di Indonesia, melainkan juga dari berbagai daerah di Bali, seperti Denpasar, Karangasem, dan Nusa Dua. Hal ini merupakan potensi penting dalam upaya meningkatkan jumlah kunjungan wisata ke Pura Taman Ayun, karena besar kemungkinannya para wisatawan tersebut menambah
pengetahuan dan pengalaman yang didapatkan dari
kunjungannya ke pura ini.
No. 1 2
Tabel 4.12 Responden Digolongkan Menurut Daerah Asal Daerah Asal Jumlah Persentase Bandung 3 20,00 Medan 2 13,33 30
3 4 5 6
Nusa Dua Bali Karangasem Bali Surabaya Denpasar Bali
1 1 7 1 15
Total
6,67 6,67 46,67 6,67 100,00
Berkenaan dengan usia wisatawan yang berkunjung ke Pura Taman Ayun diperoleh data bahwa banyak wisatawan usia remaja (15-19 tahun) yang berkunjung ke pura ini. Meskipun demikian, mereka yang berusaia 30-59 tahun juga relatif banyak. Ini berarti usia wisatawan tersebut berkisar antara 15-59 tahun. Dengan demikian terlihat peluang yang cukup besar bagi keberlanjutan kunjungan wisatawan ke Pura Taman Ayun. Jika orang yang sudah lanjut usia kurang tertarik untuk berwisata, masih ada kaum remaja yang biasanya mempunyai semangat untuk berwisata ke daya tarik wisata yang terkenal. Data mengenai usia wisatawan yang berkunjung ke Pura Taman Ayun disajikan pada tabel 4.13 di bawah ini.
No 1 2 3 4
Tabel 4.13 Responden Digolongkan Menurut Usianya Usia (Tahun) Jumlah Persentase 15-19 9 60,00 30-44 3 20,00 45-59 3 20,00 60 ke atas 0 0,00 Total 15 100,00
Berdasarkan data pada tabel 4.13 di atas dapat dipahami bahwa wisatawan nusantara yang berusia muda lebih banyak beriwisata dibandingkan dengan orang berusia lebih tua. Perlu dicatat bahwa penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2015 saat liburan sekolah sehingga banyak siswa berwisata ke Pura Taman Ayun. Sementara itu, dilihat dari segi profesi atau pekerjaannya, para wisatawan nusantara yang berkunjung ke Pura Taman Ayun juga menunjukkan keberagaman. Di antaranya ada 31
yang merupakan pengusaha, guru, mahasiswa, pelajar. Data mengenai hal ini disajikan pada tabel 4.14 di bawah ini.
No 1 2 3 4
Tabel 4.14 Responden Digolongkan Menurut Pekerjaannya Pekerjaan Jumlah Persentase Pengusaha 7 46,67 Guru 5 33,33 Mahasiswa 2 13,33 Pelajar 1 6,67 Total 15 100 Keberagaman profesi wisatawan yang berkunjung ke Pura Taman Ayun sebagaimana
tampak pada tabel 4.14 di atas dapat dilihat sebagai penyebar informasi tentang keberadaan pura ini, tidak saja di dalam keluarganya masing-masing melainkan juga di kalangan temantemannya baik dalam perusahaan maupun sekolah atau kampus tempatnya bekerja dan/atau menempuh pendidikan. Dengan demikian dimungkinkan untuk terjadinya
peningkatan
popularitas Pura Taman Ayun, baik sebagai WBD maupun sebagai daya tarik wisata, sehingga memungkinkan pula terjadinya kunjungan wisatawan dari berbagai daerah ke pura ini. 4.1.2 Karakteristik Responden di Pura Tirta Empul 4.1.2.1 Wisatawan Mancanegara Kunjungan wisatawan ke pura Tirta Empul mengalami fluktuasi dalam lima tahun terakhir. Wisatawan mancanegara mengalami penurunan pada tahun 2013 sebesar 28.683 orang (10,53%), sedangkan wisatawan nusantara meningkat 12.508 orang atau 6,6%. Secara keseluruhan kunjungan wisatawan ke pura Tirta Empul turun 3,5%. Pada tahun 2014 kunjungan wisatawan mancanegara meningkat 42.158 orang atau 17,31%. Namun jumlah kunjungan wisatawan nusantara menurun 43.776 orang atau 21,67%. Total penuruanan jumlah wisatawan pada tahun 2014 adalah 1.618 orang atau 0,36%. Faktor apakah yang 32
menyebabkan berfluktuasinya jumlah kunjungan wisatawan ke pura Tirta Empul belum dapat diketahui. Jumlah kunjungan wisatawan ke Pura Tirta Empul dalam lima tahun terakhir dapat dilihat pada tabel 4.15. Perlu dicatat bahwa jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Candi Borobudur pada tahun 2014 adalah 250.000 orang. Menteri pariwisata RI berharap bahwa kunjungan wisatawan mancanegara ke Candi Borobudur mencapai dua juta orang pada tahun 2019 3 Wisatawan
mancanegara yang terjaring secara kebetulan (accidental sampling)
sebagai responden sebanyak 15 orang dengan rincian: empat orang laki-laki dan 11 orang perempuan (lihat tabel 4.16). Mereka berumur dengan rentangan waktu antara 15 tahun sampai dengan lebih dari 60 tahun (tabel 4.16).
Tabel 4.15 Kunjungan Wisatawan ke Pura Tirta Empul, Kabupaten Gianyar TAHUN MANCANEGARA NUSANTARA JUMLAH 2014 285.617 158.267 443.884 (- 0,36%) 2013 243.459 202.043 445.502 (- 3,50%) 2012 272.142 189.535 461.677 (+26,01%) 2011 188.787 177.591 366.378 (+ 6,12%) 2010 198.641 146.604 345.245 (+23,43%) 2009 176.811 102.886 279.697 TOTAL Sumber: Dinas Pariwisata Kabupaten Gianyar, 2013. Tabel 4.16 Umur Responden Wisatawan Mancanegara di Pura Tirta Empul No 1 2 3 4
Usia (Tahun) 15-19 30-44 45-59 60 ke atas
Jumlah
Total
3
Persentase 2 6 2 5 15
13,33 40,00 13,33 33,34 100,00
///C:/Users/Public/Documents/Borobudur Ditargetkan Gaet 2 Juta Wisatawan Mancanegara...
33
Berdasarkan tabel 4.16 di atas bahwa lima orang (33,34%) responden
adalah
wisatawan yang berumur 60 tahun ke atas. Fenomena ini mengindikasikan bahwa wisatawan senior lebih menyukai budaya (cultural tourist) dari pada daya tarik lainnya. Tabel 4.17 di bawah menunjukan bahwa jumlah wisatawan perempuan lebih banyak terjaring sebagai responden dalam penelitian ini. Mereka beragam dalam profesi seperti terlihat pada tabel 4.18 di bawah. Empat orang sebagai pengusaha (26,67%), sebagai guru dua orang (13,33%), dan dokter sebanyak dua orang (13,33%). Selain itu, seorang di antaranya adalah mahasiswa (6,67%), dan enam orang (40%) dengan pekerjaan lain-lain yakni sebagai pensiunan dan pelayan toko. Tabel 4.17 Jenis Kelamin Responden Wisatawan Mancanegara di Pura Tirta Empul No. 1 2
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan
Jumlah
Persentase 4 11 15
Total
26,66 73,34 100,00
Tabel 4.18 Pekerjaan Responden Wisatawan Mancanegara No 1 2 3 4 5
Pekerjaan Pengusaha Guru Dokter Pelajar/Mahasiswa Lain-lain
Jumlah
Persentase 4 2 2 1 6 15
Total
26,67 13,33 13,33 6,67 40,00 100,00
Wisatawan yang berkunjung ke Pura Turta Empul sebagian besar (73,33%) menggunakan biro perjalanan atau travel agent. Fenomena yang sama juga terjadi di Pura Taman Ayun. Seorang wisatawan (6,67%) memperoleh informasi lewat teman, dua orang (13,33%) melalui internet, dan seorang wisatawan (6,67%) mengetahui destinasi tersebut melalui buku (lihat tabel 4.19 di bawah). 34
Tabel 4.19 Pemerolehan Informasi tentang Pura Tirta Empul No 1 2 3 4 5 6
Sumber informasi Teman Surat kabar Televisi Internet Agen perjalanan Lain-lain/buku
Jumlah
Persentase 1 2 11 1 15
Total
6,67
13,33 73,33 6,67 100,00
Dilihat dari jumlah kunjungan wisatawan mancanegara, semua responden (100%) baru pertama kali ke Pura Tirta Empul (lihat tabel 4.20 di bawah). Hal ini memberi peluang bahwa mereka akan berkunjung kembali (repeater) dan memberitahu teman atau kerabatnya tentang daya tarik wisata Pura Tirta Empul. Kemungkinan lain bahwa mereka tidak akan kembali berkunjung ke daya tarik wisata tersebut karena kesan pertamanya kurang menarik. Tabel 4.20 Jumlah kunjungan ke Tirta Empul No 1 2 3 4
Jumlah Kunjungan Jumlah Pertama kali Dua kali Tiga kali Lebih dari tiga kali Total
Persentase 15 0 0 0 15
100,00 00,00 00,00 00,00 100,00
Sebagian besar (86,67%) wisatawan mancanegara tidak memahami status Pura Tirta Empul sebagai warisan budaya dunia. Mereka juga tidak paham tentang nilai keunggulan 35
universal Tri Hita karana, yang melandasi penetapan Pura Tirta Empul sebagai warisan budaya dunia (lihat tabel 4,21 di bawah)
No 1
2
Tabel 4.21 Pemahaman wisatawan mancanegara tentang status Pura Tirta Empul sebagai warisan budaya dunia Pengetahuan Tahu Persentase Tidak tahu Persentase Tentang Pura Taman Ayun 2 13,33% 13 86,67 sebagai Warisan budaya dunia Tantang nilai keunggulan 2 13,33% 13 86,67 universal Pura taman Ayun Total 4 26,66 26 173,34
4.1.2.2 Karakteristik Wisatawan Nusantara di Pura Tirta Empul
Responden wisatawan nusantara yang berkunjung ke Pura Tirta Empul berasal dari berbagai daerah di Indonesia yakni Padang (Sumatra Barat), Bandung (Jawa Barat), Surabaya (Jawa Timur, dan Bali. Sebanyak sembilan orang (60%) wisatawan dari luar Bali, dan enam orang (40%) berasal dari Bali (lihat tabel 4.22 di bawah). Kunjungan wisatawan nusantara ke Pura Tirta Empul pada saat penelitian ini kemungkinan dilakukan terkait dengan masa liburan sekolah.
No 1 2 3 4 5
Tabel 4.22 Responden Wisatawan Nusantara Digolongkan Menurut Daerah Asal Daerah Asal Jumlah Persentase Tabanan 5 33,33 Gianyar 1 6,67 Padang 2 13,33 Surabaya 4 26,66 Bandung 3 20,00 Total 15 100,00 36
Responden wisatawan nusantara yang terjaring dalam penelitian ini terdiri atas enam orang laki-laki (40%), dan sembilan orang perempuan (60%)(lihat tabel 4.23 di bawah). Berdasarkan tabel 4.23 di bawah ternyata bahwa daya tarik wisata Tirta Empul diminati baik oleh wisatawan laki-laki maupun perempuan.
No 1 2
Tabel 4.23 Responden Wisatawan Nusantara Digolongan Menurut Jenis Kelamin Jenis Kelamin Jumlah Persentase Laki-laki 6 40,00 Perempuan 9 60,00 Total 15 100,00
Wisatawan yang berkunjung ke Pura Tirta Empul dapat diklasifikasikan berdasarkan umurnya yakni 15-19 tahun (20%), umur 30-44 tahun (40%), dan umur 45-59 tahun (40%). Wisatawan nusantara yang berumur di atas 60 tahun hampir tidak ada yang berkunjung ke Pura Tirta Empu (lihat tabel 4.24). Kenyataan ini belum diketahui penyebabnya secara pasti.
No 1 2 3 4
Tabel 4.24 Responden Wisatawan Nusantara Menurut Umur Umur/Tahun Jumlah Persentase 15 – 19 3 20,00 30 – 44 6 40,00 45 – 59 6 40,00 60 ke atas 0 0,00 Total 15 100,00
Wisatawan yang berkunjung ke Pura Tirta Empul sebagian besar berprofesi terkait dengan pendidikan. Mereka yang berprofesi sebagai guru (26,66%), mahasiswa (40%), pelajar (26,66%), dan seorang pengusaha (6,67%). Seperti telah disebutkan di atas bahwa penelitian ini dilakukan pada masa liburan sekolah, sehingga wisatawan nusantara yang berkunjung didominasi oleh mahasiswa, pelajar dan guru sekolah (lihat tabel 4.25)..
37
No 1 2 3 4
Tabel 4.25 Responden Wisatawan Nusantara Digolongkan Menurut Pekerjaan Pekerjaan Jumlah Prosentase Pengusaha 1 6,67 Guru 4 26,66 Mahasiswa 6 40,00 Pelajar 4 26,66 Total 15 100,00 Peran media masa tampaknya sangat penting sebagai sumber informasi daya tarik
wisata Pura Tirta Empul. Sebagian besar wisatawan (80%) memperoleh informasi tentang Pura Tirta Empul melalui media cetak ataupun elektronik. Tiga orang (20%) responden mengetahui Pura Tirta Empul dari temannya atau dari mulut ke mulut. Hal ini mengindikasikan bahwa Pura Tirta Empul sudah terkenal di kalangan wisatawan nusantara. Perlu dicatat bahwa wisatawan nusantara yang berkunjung ke Pura Tirta Empul tidak menggunakan biro perjalanan atau travel agent (lihat tabel 4.26). Pura Tirta Empul tampaknya merupakan daya tarik wisata yang sangat populer di Kabupaten Gianyar. Semua responden wisatawan nusantara telah pernah berkunjung sebelumnya ke Pura Tirta Empul. Dengan kata lain, semua wisatawan nusantara melakukan kunjungan ulang (repeater) ke Pura Tirta Empul. Hal ini mengindikasikan bahwa daya tarik wisata Tirta Empul sangat terkenal. Kenyataan ini didukung oleh data bahwa saat ini Pura Tirta Empul menjadi daya tarik wisata yang paling banyak dikunjungi di Kabupaten Gianyar.
Tabel 4.26 Responden Wisatawan Nusantara Digolongkan Menurut Pemerolehan Informasi Tentang Pura Tirta Empul No Sumber Informasi Jumlah Persentase 1 Teman 3 20,00 2 Surat kabar 2 13,33 3 Televisi 4 26,66 4 Internet 6 40,00 5 Agen Perjalanan 0 0,00 Total 15 100,00 38
Tabel 4.27 Responden Wisatawan Nusantara Digolongkan Menurut Jumlah Kunjungan Ke Pura Tirta Empul No 1 2 3 4
Jumlah Kunjungan Pertama kali Dua kali Tiga kali Lebih dari tiga kali Total
Jumlah 3 6 5 1 15
Persentase 20,00 40,00 33,33 6,67 100,00
Wisatawan nusantara yang berasal dari Bali secara umum mengetahui bahwa Pura Tirta Empul berstatus sebagai warisan budaya dunia. Di pihak lain, wisatawan nusantara yang berasal dari luar Bali sebagian besar tidak memahami status Pura Tirta Empul sebagai warisan budaya dunia. Mereka juga tidak memahami nilai-nilai keunggulan universal Tri Hita Karana (lihat tabel 4.28 di bawah) Tabel 4.28 Pemahaman Responden tentang status Pura Tirta Empul sebagai warisan budaya dunia dan nilai Keunggulan Tri Hita Karana No Pengetahuan Tahu Persentase Tidak tahu Persentase 1 Tentang Pura Taman Ayun 8 (53,33%) 7 46,67 sebagai Warisan budaya dunia 2 Tantang nilai keunggulan 7 (46,67%) 8 53,33 universal Pura taman Ayun Total 15 100 15 100
4.2 Persepsi Wisatawan 4.2.1 Persepsi Wisatawan terhadap Pura Taman Ayun 4.2.1.1 Persepsi Wisatawan Mancanegara
Persepsi wisatawan memberi makna terhadap destinasi, dan memainkan peranan penting dalam kaitannya dengan pariwisata berkelanjutan. Poria (dalam Chheang, 2011: 213)
39
menyatakan bahwa persepsi wisatawan menjadi inti atau bagian yang sangat penting dalam pariwisata warisan budaya. Persepsi wisatawan menentukan nilai atau makna destinasi. Dalam penelitian ini persepsi wisatawan dikaitkan dengan empat aspek yang seharusnya dimiliki oleh sebuah destinasi yakni atraksi, aksesibilitas, fasilitas, dan organisasi atau pengelola (Cooper, 1995: 81). Keempat aspek tersebut dipersepsikan oleh wisatawan terkait dengan Pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empul. Semua responden menyatakan bahwa mereka tidak kecewa, meskipun dilarang memasuki halaman utama/ jeroan pura Taman Ayun (tabel 4.29). Wisatawan dengan leluasa dan nyaman dapat menyaksikan dan memotret palinggih ataupun kegiatan upacara yang terjadi di halaman utama/jeroan pura. Hal ini menyebabkan wisatawan merasa puas berkunjung ke Pura Taman Ayun. Wisatawan hampir sama dengan peziarah yang mengharapkan sesuatu yang biasa atau umum, sakral, tempat yang unik untuk meningkatkan pengalaman mereka, dan tidak semata-mata mencari yang otentik (Chheang, 2011: 214). Pengelola Pura Taman Ayun melarang wisatawan memasuki halaman utama/jeroan pura tersebut. Wisatawan dapat melihat palinggih dan kegiatan upacara yang dilakukan pada halaman utama. Dalam konteks ini, pengelolaan Pura Taman Ayun dapat dikatakan sebagai model terbaik di Bali, dan perlu dicontoh oleh pangemong dan pengelola pura lain sebagai daya tarik wisata. Tabel 4.29 Persepsi Responden atas Larangan Masuk ke halaman utama Pura Taman Ayun No Perasaan Jumlah Persentase 1 Kecewa 0 0,00 2 Tidak kecewa 15 100 Total 15 100
Wisatawan yang berkunjung ke Pura Taman Ayun hampir semuanya tidak memakai kain dan selendang. Mereka tidak diwajibkan menggunakan kain dan selendang oleh petugas, 40
karena wisatawan hanya sampai di halaman kedua/jaba tengah pura tersebut. Sehubungan dengan itu maka petugas tidak menyediakan selendang dan kain untuk wisatawan (lihat tabel 4.30 dan 4.31). Perlu dicatat bahwa pemandu wisatawan yang mengantar tamunya ke Pura Taman Ayun tetap memakai pakaian adat Bali (lihat foto 4.2). Pemakaian kain dan selendang oleh wisatawan ketika memasuki pura Taman Ayun akan dapat menjaga kesakralan pura tersebut. Pencitraan pura sebagai tempat suci harus tetap dijaga sehingga wisatawan pun merasakan aroma kesakralan dan pengalaman yang berharga tersebut. Tabel 4.30 Responden Digolongkan Menurut Pakaiannya Ketika Memasuki Pura Taman Ayun No Pakaian Jumlah Persentase 1 Memakai sarung dan 0 0,00 selendang 2 Tidak memakai 15 100,00 sarung dan selendang Total 15 100,00
No 1 2
Tabel 4.31 Persepsi Responden tentang Layanan Petugas di Pura Taman Ayun Layanan Jumlah Persentase Memberikan sarung dan 0 0,00 selendang Tidak memberikan sarung dan 15 100 selendang Total 15 100 Kenyataan ini berbeda dengan kondisi di Pura Trita Empul dan pura lain di Bali.
Wisatawan yang berkunjung atau memasuki pura /tempat suci diwajibkan memakai kain dan selendang oleh petugas.
41
Foto 4.2 Wisatawan mancanegara dan nusantara tidak memakai kain dan selendang di Pura Taman Ayun
Foto 4.3 Pemandu wisatawan memakai pakaian adat mengantar tamu di Pura Taman Ayun Tabel 4.32 Persepsi Responden tentang Atraksi di Pura Taman Ayun Atraksi Sangat Baik Cukup Buruk Sangat Total Baik Buruk Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml Keunikan 7 35 8 32 0 0 0 0 0 0 67/15 Arsitektur =4,47 Lanskap 5 25 10 40 0 0 0 0 0 0 65/15 taman =4,33 Kolam 4 20 8 32 2 6 1 2 0 0 60/15 =4 Pemotretan 5 25 7 28 3 9 0 0 0 0 62/15 =4,13 Kebun 4 20 8 32 2 6 1 2 0 0 62/15 botanical =4,13 Aktivitas 0 0 6 24 2 6 3 6 0 0 36/11 seremonial =3,27
Nilai Skor Sangat baik Sangat baik Baik Baik Baik Cukup
Berdasarkan tabel 4.3 di atas dapat diketahui bahwa persepsi wisatawan terhadap keunikan arsitektur, lanskap taman, dan kebon botanikal yang terdapat di Pura Taman Ayun 42
sangat baik. Persepsi wisatawan mancanegara terhadap kolam baik. Perlu dicatat bahwa pada saat penelitian ini dilakukan yakni awal Juni 2015 kolam sedang dikeringkan karena ada projek penataan kolam (lihat foto 4.4 di bawah). Wisatawan kurang terkesan dengan kolam tersebut. Wisatawan juga kurang tertarik dengan aktivitas seremonial yang dinilai cukup, karena pada saat penelitian ini dilakukan tidak ada upacara di Pura Taman Ayun. Hal ini bisa dimaklumi mengingat aktivitas upacara dilakukan setiap enam bulan sekali atau pada saat ada upacara keagamaan Hindu.
Foto 4.4 Kolam dalam keadaan kering saat penelitian awal Juni 2015 karena ada projek penataan
Tabel 4.33 Persepsi Responden tentang Aksesibilitas ke Pura Taman Ayun Aksesibilitas Sangat Baik Cukup Buruk Sangat Total Baik Buruk Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml 5 25 7 28 3 9 0 0 0 0 62/15 Lokasi yang = 4,13 strategis 4 20 11 44 0 0 0 0 0 0 64/15 Rute menuju =4,26 daya tarik yg lain 15 11 44 1 3 0 0 0 0 62/15 Kondisi jalan 3 Kondisi jalan di sekitar pura Transportasi ke pura Taman Ayun
3
15
11
44
1
3
0
0
0
0
7
35
8
32
0
0
0
0
0
0
43
Nilai Skor Baik Sangat baik
=4,26 62/15 =4,26
Sangat baik Sangat baik
67/15 =4,46
Sangat baik
Berdasarkan tabel 4.33 di atas bahwa semua wisatawan mancanegara menyatakan lokasi Taman Ayun sangat strategis untuk menuju daya tarik wisata lainnya. Hal ini dapat dimaklumi karena sebagian besar wisatawan yang berkunjung ke Pura Taman Ayun membeli paket wisata. Wisatawan pun tidak ada yang mengeluh mengenai kondisi jalan menuju ke destinasi tersebut.
Tabel 4.34 Persepsi Responden tentang Fasilitas pariwisata di Pura Taman Ayun Fasilitas Sangat Baik Cukup Buruk Sangat Total Baik Buruk Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml 4 20 9 36 2 6 0 0 0 0 62/15 Wantilan Toilet
2
10
10
40
0
0
0
0
0
0
Parkir
4
20
10
40
1
3
0
0
0
0
= 4,13 50/12 =4,16 63/15 =4,20
Nilai Skor Baik Baik Baik
Wisatawan sangat puas dengan fasilitas yang tersedia di Pura Taman Ayun seperti tempat parkir, wantilan dan toilet (table 4.34). Kendaraan roda empat atau mini bus yang mengangkut wisatawan diizinkan berhenti di depan gapura atau pintu masuk Pura Taman Ayun. Hal ini dilakukan oleh pengelola daya tarik wisata Taman Ayun untuk memberikan kenyamanan dan kepuasan kepada wisatawan (lihat foto 4.4). Bus besar diparkir di jalan raya Mengwi-Denpasar atau di luar pintu gerbang kawasan pura Taman Ayun.
Foto 4.5 Mini bus diizinkan berhenti di depan gapura pura Taman Ayun saat menghantar wisatawan 44
Wantilan di Pura Taman Ayun baru saja direnovasi dan diisi patung orang adu ayam. Hal ini diharapkan dapat menjadi daya tarik wisatawan. Pemutaran video atau slide adu ayam dengan menggunakan layar lebar di wantilan mungkin akan dapat menjadi daya tarik yang lebih menarik untuk wisatawan. Setelah berkeliling dan melihat-lihat pura dan lingkungannya, wisatawan bisa beristirahat di wantilan sambil menonton video atau slide adu ayam (lihat foto 4.6). Atraksi ini dapat menjadi daya tarik tambahan bagi wisatawan di Pura Taman Ayun.
Foto 4.6 Wantilan di Pura Taman Ayun Pengelola Pura Taman Ayun juga menyiapkan toilet yang bersih dan berkualitas sehingga wisatawan puas dengan kondisinya (lihat foto 4.7). Toilet di Pura Taman Ayun diperbaiki setelah ditetapkan oleh Unesco sebagai warisan budaya dunia. Hal ini sangat wajar dan masuk akal, mengingat label yang disandang oleh Pura Taman Ayun sebagai warisan budaya dunia.
Foto 4.7 Kondisi toilet di Pura Taman Ayun
45
Seperti telah dijelaskan di depan bahwa sebagian besar wisatawan mancanegara tidak mengetahui
Pura Taman Ayun berstatus sebagai Warisan budaya dunia. Wisatawan
memahami status Pura Taman Ayun sebagai Warisan budaya dunia lewat agen perjalanan atau travel
agent. Hal ini mengindikasikan bahwa promosi Pura Taman Ayun masih perlu
ditingkatkan di masa depan untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan. Menurut keterangan Bapak I Gusti Ngurah Rai Suryawijaya, SE, MBA selaku Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah Badung, yang juga menjabat sebagai Ketua PHRI Badung bahwa promosi pariwisata Badung dilakukan secara menyeluruh, bukan masing-masing daya tarik wisata.
Pengelolaan
Tabel 4.35 Persepsi Responden tentang Pengelolaan Pura Taman Ayun Sangat Baik Cukup Buruk Sangat Total Baik Buruk Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml
Nilai
Promosi
3
15
6
24
4
12
4
8
0
0
Baik
Keamanan
7
35
8
32
0
0
0
0
0
0
Kebersihan
9
45
6
24
0
0
0
0
0
0
Kenyamanan 5
25
10
40
0
0
0
0
0
0
7
35
7
28
1
3
1
2
59/15 =3,93 67/15 =4,46 69/15 = 4,60 65/15 = 4.33 68/15 =4,53
6
30
7
28
2
6
0
0
0
0
64/15 =4,26
Sangat Baik
Informasi untuk wisatawan Harga Tiket
Skor Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik
Persepsi wisatawan terkait dengan keamanan, kebersihan, kenyaman, dan informasi tentang daya tarik wisata Taman Ayun dapat dikatakan sangat baik (lihat Tabel 4.35). Wisatawan tampaknya sangat puas dengan informasi atau keterangan yang diberikan oleh pemandu wisatawan. Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa sebagian besar wisatawan yang berkunjung ke Pura Taman Ayun dengan membeli paket tour.
46
4.2.1.2 Persepsi Wisatawan Nusantara terhadap Pura Taman Ayun Data yang diperoleh dalam penelitian ini juga menunjukkan persepsi atau tanggapan wisatawan atas kenyataan dan objek yang ada dalam situasi dan kondisi yang berkaitan dengan Pura Taman Ayun. Persepsi atau tanggapannya itu antara lain mengenai larangan masuk ke halaman utama (jeroan) Pura Taman Ayun sebagaimana dapat dilihat dari data pada tabel 4.34 di bawah ini.
Tabel 4.36 Persepsi Responden Wisatawan Nusantara atas Larangan Masuk ke bagian dalam Pura Taman Ayun No Perasaan Jumlah Persentase 1 Kecewa 0 0,00 2 Tidak kecewa 15 100 Total 15 100,00 Data pada tabel 4.36 di atas menunjukkan bahwa 100% responden menyatakan tidak merasa kecewa atas larangan masuk ke bagian dalam (jeroan) Pura Taman Ayun. Jika disimak dari perspektif teori konstruksi sosial yang dikembangkan oleh Berger dan Lukmann (2011), pernyataan para wisatawan ini menyiratkan bahwa mereka telah melakukan persepsi terhadap larangan tersebut. Melalui persepsinya itu mereka melakukan pemaknaan yang hasilnya diinternalisasikan ke dalam diri mereka. Dalam tahap ini mereka juga melakukan konseptualisasi terhadap larangan tersebut yang menghasilkan pernyataan bahwa larangan tersebut tidaklah mengecewakan. Oleh karena itu, hasil pengamatan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada wisatawan yang masuk ke bagian dalam Pura Taman Ayun. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dalam konteks ini tidak ada wisatawan yang mempunyai kesan negatif atau pengalaman buruk dalam kunjungannya ke Pura Taman Ayun yang memungkinkan timbulnya citra buruk mengenai pura ini di kalangan wisatawan.
47
Tentu saja larangan masuk ke halaman utama Pura Taman Ayun merupakan representasi aturan yang berasaskan adat-istiadat yang lazim berlaku dalam masyarakat Bali. Mengingat aturan ini telah dipatuhi secara sukarela oleh para wisatawan maka hal ini dapat dikatakan sebagai pengembangan pariwisata budaya sebagaimana dikonsepsikan dalam Peraturan Daerah Provinsi Bali nomor 2 Tahun 2012 tentang Kepariwisataan Budaya Bali yang merupakan hasil revisi Peraturan Daerah Provinsi Bali nomor 3 tahun 1991 tentang Kepariwisataan Budaya Bali. Pasal 1 angka 14 peraturan daerah tersebut
menyatakan
sebagai berikut. “Kepariwisataan Budaya Bali adalah kepariwisataan Bali yang berlandaskan kepada Kebudayaan Bali yang dijiwai oleh ajaran Agama Hindu dan falsafah Tri Hita Karana sebagai potensi utama dengan menggunakan kepariwisataan sebagai wahana aktualisasinya, sehingga terwujud hubungan timbal-balik yang dinamis antara kepariwisataan dan kebudayaan yang membuat keduanya berkembang secara sinergis, harmonis dan berkelanjutan untuk dapat memberikan kesejahteraan kepada masyarakat, kelestarian budaya dan lingkungan”. Walaupun demikian, dilihat dari segi pakaiannya ternyata tidak ada wisatawan yang memakai pakaian adat Bali ketika memasuki areal Pura Taman Ayun. Selain hasil pengamatan, hal ini juga dapat dilihat dari data mengenai pengakuan para wisatawan sebagaimana dapat dilihat pada tabel 4.37 di bawah ini. Tabel 4.37 Responden Digolongkan Menurut Pakaiannya Ketika Memasuki Pura Taman Ayun No Pakaian Jumlah Persentase 1 Memakai sarung dan 0 0,00 selendang 2 Tidak memakai 15 100 sarung dan selendang Total 15 100,00
Sementara itu para pemandu wisata di Pura Taman Ayun tampak memakai pakaian adat Bali. Padahal sebagaimana diketahui, ada aturan yang umum berlaku di Bali, termasuk dalam konteks pariwisata yang menegaskan bahwa setiap orang termasuk wisatawan harus 48
memakai pakaian adat Bali, seperti kain dan selendang ketika memasuki areal pura. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penerapan aturan tersebut kurang konsisten dalam pengelolaan Pura Taman Ayun. Hal ini berpotensi mengganggu citra Pura Taman Ayun di benak para wisatawan, bahwa pura ini dipersepsikan sebagai tempat suci yang dapat dimasuki tanpa mengindahkan aturan tentang pakaian yang diberlakukan untuk itu. Dalam rangka menegakkan aturan tersebut biasanya pihak pengelola daya
tarik
wisata di Bali memberikan pakaian adat Bali kepada para wisatawan, namun pihak pengelola Pura Taman Ayun tidak melakukan hal ini. Selain berdasarkan hasil pengamatan, hal ini juga dapat diketahui dari data mengenai pengakuan para wisatawan sebagaimana disajikan pada tabel 4.38 di bawah in
No 1 2
Tabel 4.38 Persepsi Responden tentang Pelayanan Petugas di Pura Taman Ayun Layanan Jumlah Persentase Memberikan sarung dan 0 0,00 selendang Tidak memberikan sarung dan 15 100 selendang Total 15 100 Data pada tabel 4.38 di atas menunjukkan bahwa petugas pengelola Pura Taman
Ayun telah melakukan pembiaran terhadap pelanggaran wisatawan atas aturan yang mewajibkan mereka memakai pakaian adat ketika memasuki areal pura. Pembiaran ini dilakukan dengan tidak memberikan pakaian adat Bali kepada wisatawan dan tidak juga menegur wisatawan yang tidak memakai pakaian adat Bali. Ini berarti pelanggaran terhadap aturan tersebut berkaitan erat dengan sikap pihak pengelola Pura Taman Ayun. Tentu saja hal ini berpotensi menjadi preseden buruk dalam pengelolaan pura itu di masa mendatang. Oleh karena itu persoalan ini tampaknya perlu mendapat perhatian lebih serius, baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan dan evaluasi program pariwisata budaya Bali. 49
Tanpa
demikian bisa jadi pariwisata yang berkembang bukanlah pariwisata budaya melainkan budaya pariwisata sebagaimana dikemukakan oleh Picard (2006) yang cenderung bersifat turistik. Secara lebih jauh para wisatawan yang berkunjung ke Pura Taman Ayun juga telah memiliki persepsi terkait dengan atraksi yang ada di Pura Taman Taman Ayun. Atraksi dalam hal ini meliputi keunikan arsitektur, lansekap taman, kolam, fotografi, kebun botanikal, dan aktivitas seremonial. Persepsi para wisatawan mengenai hal ini dapat diketahui dari data sebagaimana disajikan pada tabel 4.39 di bawah ini. Data pada tabel 4.39 di bawah menunjukkan bahwa responden menyatakan unsurunsur atraksi di Pura Taman Ayun keunikan arsitektur sangat baik. Lansekap taman, kolam, dan fotografi atau akses pemotretan kawasan dan palinggih di pura tersebut tergolong baik. Selain itu, ada pula yang menyatakan kolam dan aktivitas seremonial di pura ini tergolong cukup, bahkan ada yang memandang seremonial itu tergolong kurang. Persepsi ini tidak jauh berbeda antara wisatawan mancanegara dan nusantara. Oleh karena itu, dalam rangka pengembangan pariwisata budaya di Pura Taman Ayun masih perlu diadakan pembenahan terkait unsur-unsur atraksi tersebut agar citranya semakin baik di mata wisatawan. Tentu saja pembenahan itu dapat dilakukan melalui tata kelola fisiknya, tetapi hal ini perlu juga dilengkapi dengan penyebaran informasi secara lebih intensif melalui media promosi pariwisata.
Atraksi
Keunikan Arsitektur Lanskap taman Kolam
Tabel 4.39 Persepsi Responden tentang Atraksi di Pura Taman Ayun Sangat Baik Cukup Buruk Sangat Total Baik Buruk Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml
Nilai Skor
4
20
11
44
0
0
0
0
0
0
64/15 = 4,26
Sangat Baik
2
10
13
52
0
0
0
0
0
0
62/15 =4,13
Baik
1
5
12
48
2
6
0
0
0
0
59/15
Baik
50
1
5
14
56
0
0
0
0
0
0
0 Kebun botanical 0 Aktivitas seremonial
0
15
60
0
0
0
0
0
0
0
8
32
5
15
2
4
0
0
Foto
=3,93 61/15 = 4,06 60/15 =4,0 51/15 = 3,40
Baik Baik Cukup
Berkenaan dengan persepsi wisatawan tentang aksesibilitas di Pura Taman Ayun, ternyata sebagian besar responden menyatakan unsur-unsur aksesibilitas di pura ini tergolong baik. Kondisi jalan di depan lokasi dan transportasi menuju lokasi dinyatakan baik. Kesemuanya ini dapat diketahui dari data sebagaimana disajikan pada tabel 4.40 di bawah ini. Tabel 4.40 Persepsi Responden tentang Aksesbilitas di Pura Taman Ayun Aksesibilitas Sangat Baik Cukup Buruk Sangat Total Baik Buruk Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml 5 14 56 0 0 0 0 0 0 61/15 Lokasi yang 1 =4,06 strategis 1 5 14 56 0 0 0 0 0 0 61/15 Rute ke =4,06 destinasi lain 1 5 14 56 0 0 0 0 0 0 61/15 Kondisi =4,06 jalan ke lokasi 1 5 13 52 1 3 0 0 0 0 60/15 Kondisi =4,0 jalan di lokasi 10 11 44 1 3 1 2 0 0 59/15 Transportasi 2 =3,93 ke lokasi
Nilai Skor Baik Baik
Baik
Baik
Baik
Persepsi wisatawan tentang kondisi wantilan dan toilet di Pura Taman Ayun baik. Untuk dimaklumi bahwa wantilan dan toilet di Pura Taman Ayun baru saja direnovasi sehingga kondisinya dalam keadaan baik. Wisatawan menyatakan parkir dipersepsikan cukup oleh wisatawan nusantara. Persepsi ini muncul karena mereka parkir di luar pintu gerbang kawasan Pura Taman Ayun sehingga harus jalan kaki sekitar 300 meter menuju pura tersebut. 51
Tabel 4.41 Persepsi Responden tentang Fasilitas di Pura Taman Ayun Fasilitas
Wantilan
Sangat Baik Cukup Buruk Baik Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml Skor 3 15 12 48 0 0 0 0
Toilet
1
5
12
48
2
6
0
0
Parkir
0
0
1
4
11
33
3
6
Sangat Total Buruk Jml Skor Jml 0 0 63/15 = 4,20 0 0 59/15 =3,67 0 0 43/15 =2,87
Nilai Skor Baik Baik Cukup
Khusus mengenai pengelolaan Pura Taman Ayun, responden menyatakan bahwa promosi cukup. Informasi untuk wisatawan dinilai cukup, karena di Pura Taman Ayun tidak ada guide lokal yang dapat menerangkan tentang sejarah pura, fungsi palinggih, dan upacara yang dilaksanakan di pura tersebut. Sebagian besar responden menyatakan bahwa kebersihan dan keamanan baik. Harga tiket senilai Rp 10.000,- dinyatakan baik atau pantas untuk wisatawan nusantara. Data lengkap mengenai hal ni dapat dilihat pada tabel 4.42 di bawah ini. Tabel 4.42 Persepsi Responden tentang Organisasi Kepariwisataan/Pengelola Pura Taman Ayun Pengelolaan Sangat Baik Cukup Buruk Sangat Total Nilai Baik Buruk Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml Skor 1 5 12 48 0 0 2 4 0 0 57/15 Baik Promosi Keamanan
1
5
12
48
2
6
0
0
0
0
Kebersihan
1
5
13
52
1
3
0
0
0
0
Informasi untuk wisatawan Harga tiket
1
5
1
4
12
36
1
2
0
0
1
5
8
32
6
18
0
0
0
0
4.2.2 Persepsi Responden tentang Pura Tirta Empul 4.2.2.1 Persepsi Wisatawan Mancanegara di Tirta Empul 52
= 3,75 59/15 = 3,84 60/15 = 40 47/15 =3,13
55/15 =3,67
Baik Baik Cukup
Baik
Wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Pura Tirta Empul semuanya memakai kain dan selendang. Fenomena ini berbeda dengan realita yang ditemukan di Pura Taman Ayun. Panitia atau pengelola Pura Tirta Empul menyediakan kain dan selendang untuk wisatawan. Pemakaian kain dan selendang dapat menjaga kesakralan pura tersebut. Kenyataan ini dapat dilihat pada tabel 4.41 dan 4.43 di bawah.
No 1 2
Tabel 4.43 Persepsi Responden tentang Pakaian Memasuki Pura Tirta Empul Pakaian Jumlah Persentase Memakai sarung dan 15 100,00 selendang Tidak memakai sarung 0 0,00 dan selendang Total 15 100,00
Persepsi responden terhadap pelayanan kain dan selendang di Pura Tirta Empul sebagian besar (93,34%) wisatawan menyatakan puas, dan hanya seorang yang tidak puas. Data persepsi ini disajikan pada tabel 4.44 di bawah.
Tabel 4.44 Persepsi Responden terhadap pelayanan kain dan selendang di Pura Tirta Empul No Layanan Jumlah Persentase 1 Memberikan sarung dan 14 93,34 selendang 2 Tidak memberikan sarung dan 1 6,66 selendang Total 15 100,00
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan terhadap wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Pura Tirta Empul semuanya merasa tidak kecewa atas larangan atau pembatasan akses memasuki halaman utama/jeroan pura tersebut.
Wisatawan diizinkan
memasuki halaman utama/jeroan, namun tidak diizinkan pada area tempat persembahyangan
53
agar tidak mengganggu kegiatan umat. Persepsi wisatawan disajikan pada tabel 4.45 di bawah.
No 1 2
Tabel 4.45 Persepsi Responden terhadap pembatasan dan larangan akses di halaman utama/jeroan Pura Tirta Empul Perasaan Jumlah Persentase Kecewa 0 0,00 Tidak kecewa 15 100 Total 15 100,00 Persepsi wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Pura Tirta Empul secara umum
menyatakan menarik.
Wisatawan
mancanegara bahkan menyatakan bahwa ukiran
palinggih/bangunan di Pura Tirta Empul sangat baik, namun ada pula yang menyatakan menarik. Berikut data persepsi wisatawan tentang daya tarik Pura Tirta Empul disajikan pada tabel 4.46 di bawah. Kegiatan upacara di Pura Tirta Empul dinyatakan baik karena wisatawan menyaksikan langsung bahwa setiap wisatawan yang melukat atau upacara pembersihan diri di pancoran menghaturkan sesaji. Kenyataan ini juga sekaligus menunjukan kesakralan pura tersebut.
Atraksi
Tabel 4.46 Persepsi Responden Tentang Daya Tarik Di Pura Tirta Empul Sangat Baik Cukup Buruk Sangat Total Baik Buruk Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml
Nilai Skor
Keunikan Arsitektur Lanskap taman Kolam
5
25
10
40
0
0
0
0
0
0
65/15 =4,33
Sangat Baik
2
10
13
52
0
0
0
0
0
0
62/15 =4,13
Baik
3
15
8
32
4
12
0
0
0
0
Baik
Aktivitas seremonial
3
15
9
36
3
9
0
0
0
0
59/15 =3,93 60/15 =4,0
54
Baik
Wisatawan pada umumnya menyatakan bahwa jalan menuju ke destinasi dalam keadaan baik. Perlu diketahui bahwa Pura Tirta Empul merupakan tempat transit paket wisata dari Denpasar menuju Kintamani sehingga kondisi jalan cukup baik. Data selengkapnya tentang persepsi wisatawan mancanegara mengenai jalan dan rute menuju Pura Tirta Empul disajikan pada tabel 4.47 di bawah. Kondisi wantilan, toilet, dan tempat parkir di Pura Tirta Empul disajikan dalam tabel 4.46 di bawah. Fasilitas tersebut dipersepsikan baik oleh wisatawan mancanegara. Perlu dicatat bahwa tempat ganti pakaian dan toilet tidak dipisah atau dijadikan satu dan agak kotor sehingga wisatawan mancanegara kurang puas dengan kondisi tersebut. Wisatwan juga tidak setuju adanya pungutan atau fee untuk tempat ganti dan toilet, karena kesannya komersial. Mereka menyarankan agar harga tiket masuk dinaikan, dan toilet dibebaskan dari pungutan atau fee.
Tabel 4.47 Persepsi Responden tentang jalan menuju lokasi dan tempat parkir Aksesibilitas Sangat Baik Cukup Buruk Sangat Total Baik Buruk Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml 10 13 52 0 0 0 0 0 0 62/15 Lokasi yang 2 =4.13 strategis 4 20 9 36 1 3 0 0 0 0 59/15 Rute ke =3,93 destinasi lain 1 5 10 40 1 3 1 2 0 0 50/15 Kondisi =3,33 jalan ke pura/lokasi 1 5 13 52 1 3 0 0 0 0 60/15 Kondisi =4,0 jalan di lokasi 5 13 52 1 3 0 0 0 0 60/15 Transportasi 1 = 4,0 ke lokasi
55
Nilai Skor Baik Baik
Cukup
Baik
Baik
Tabel 4.48 Persepsi Responden tentang Fasilitas (wantilan, toilet dan tempat parkir) Fasilitas di Sangat Baik Cukup Buruk Sangat Total PuraTirta Baik Buruk Empul Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml Wantilan 1 5 10 40 4 12 0 0 0 0 57/15 = 3,80 Toilet 1 5 4 16 2 10 20 0 0 0 41/15 =2,73 Parkir 2 10 10 40 3 9 0 0 0 0 59/15 =3,,87
Nilai
Skor Baik Cukup Baik
Wisatawan menyatakan bahwa promosi daya tarik wisata Pura Tirta Empul dikategorikan baik. Berdasarkan pengamatan di lapangan, wisatawan yang berkunjung ke Pura Tirta Empul secara berkelompok atau group. Mereka dapat dipastikan menggunakan biro perjalanan atau travel agent. Keamanan dan kebersihan di Pura Tirta Empul dinilai baik oleh wistawan. Harga tiket masuk Rp 15.000,- dinilai pantas oleh wisatawan. Data selengkapnya tentang persepsi wisatawan mengenai organisasi atau manajemen daya tarik wisata Pura Tirta Empul disajikan pada tabel 4.49 di bawah.
Tabel 4.49 Persepsi Responden tentang Organisasi dan Manajemen Pura Tirta Empul Pengelolaan Sangat Baik Cukup Buruk Sangat Total Nilai Baik Buruk Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml Skor 2 10 12 48 1 3 0 0 0 0 61/15 Baik Promosi Keamanan
2
10
12
48
1
3
0
0
0
0
Kebersihan
1
5
10
40
4
12
0
0
0
0
Informasi untuk wisatawan Harga tiket
2
10
10
40
3
9
1
2
0
0
2
10
11
44
2
6
0
0
0
0
56
= 4,06 61/15 = 4,06 57/15 = 3,76 59/15 =3,84
60/15 =4,0
Baik Baik Baik
Baik
4.2.2.2 Persepsi Wisatan Nusantara tentang Daya Tarik Pura Tirta Empul Seperti telah diuraikan di depan bahwa setiap wisatawan yang mengunjungi Pura Tirta Empul diwajibkan memakai kain dan selendang. Ketentuan itupun berlaku untuk wisatawan nusantara. Persepsi wisatawan nusantara tentang pemakaian kain dan selendang disajikan pada tabel 4,50 di bawah ini. Tabel 4.50 Persepsi Responden tentang Pakaian Ketika Memasuki Pura Tirta Empul Pakaian Jumlah Persentase Memakai sarung dan 15 100,00 selendang Tidak memakai sarung 0 0,00 dan selendang Total 15 100,00
No 1 2
Wisatawan nusantara menyatakan bahwa arsitektur Pura Tirta Empul sangat baik. Palinggih di Pura Tirta Empul tampak sangat indah dengan ukiran dan polesan prade sehingga sangat menarik wisatawan. Lanskap taman dan kolam tergolong baik. Di Pura Tirta Empul wisatawan dapat melakukan penyucian diri atau melukat, dan memberi makan ikan koi yang ditebar di kolam di sisi barat halaman luar atau jaba sisi pura tersebut. Keseluruahan data tentang atraksi wisata di Pura Tirta Empul disajikan pada tabel 4.51 di bawah ini. Tabel 4.51 Persepsi Responden tentang Atraksi di Pura Tirta Empul
Atraksi
Sangat Baik Cukup Buruk Sangat Total Baik Buruk Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml
Nilai
Keunikan Arsitektur Lanskap taman Kolam
10
50
5
20
0
0
0
0
0
0
75/15 =5
Sangat Baik
4
20
11
44
0
0
0
0
0
0
64/15 =4,26
Sangat Baik
5
25
10
40
0
0
0
0
0
0
Fotografi
1
5
10
40
4
12
0
0
0
0
Sangat Baik Baik
Aktivitas seremonial
0
0
11
44
4
12
0
0
0
0
65/15 =4,33 62/15 =4,13 56/15 =3,73
57
Skor
Baik
Berbagai fasilitas yang tersedia di Pura Tirta Empul dipersepsikan cukup baik oleh wisatawan nusantara. Seperti disebutkan di depan bahwa kondisi toilet dan tempat ganti pakian kelihatan sangat kumuh dan berbaur untuk laki-laki dan perempuan. Kenyataan ini perlu diperhatikan di masa mendatang oleh pihak pengelola sehingga kesan kumuh dan krodit dapat diatasi. Persepsi wisatawan nusantara mengenai berbagai fasilitas di Pura Tirta Empul disajikan pada tabel 4.52 di bawah ini. Tabel 4.52 Persepsi Responden tentang Fasilitas di Pura Tirta Empul
Fasilitas
Sangat Baik Cukup Buruk Sangat Total Baik Buruk Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml
Nilai
Wantilan
0
0
15
60
0
0
0
0
0
0
Baik
Toilet
0
0
0
0
11
33
4
8
0
0
Parkir
0
0
11
44
4
12
0
0
0
0
60/15 = 4,0 41/15 =2,73 56/15 =3,73
Skor Cukup Baik
Persepsi wisatawan nusantara terhadap aksesibilitas ke Pura Tirta Empul dapat dilihat pada tabel 4.53 di bawah. Wisatawan nusantara menyatakan bahwa lokasi Pura Tirta Empul sangat strategis. Rute ke Pura Tirta Empul kondisinya sangat baik, sedangkan jarak tempuh dari bandara dan kondisi jalan menuju Pura tirta Empul dinyatakan baik.
Tabel 4.53
Persepsi Responden tentang Aksesibilitas di Pura Tirta Empul
Akesesibilitas Sangat Baik Cukup Buruk Sangat Total Baik Buruk Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml 8 40 7 28 0 0 0 0 0 0 68/15 Lokasi yang = 4,54 Strategis 4 20 10 40 1 3 0 0 0 0 63/15 Rute ke = 4,33 tempat wisata 0 13 52 2 6 0 0 0 0 58/15 Jarak tempuh 0 =3,53 dari bandara 0 15 60 0 0 0 0 0 0 60/15 Kondisi jalan 0 =4,0
58
Nilai Skor Sangat Baik Sangat Baik Baik Baik
Persepsi wisatawan nusantara terhadap organisasi dan manajemen Pura Tirta Empul secara keseluruhan dinyatakan baik. Promosi dan informasi kepada wisatawan tampaknya perlu ditingkatkan. Keberadaan pemandu atau guide lokal di Pura Tirta Empul sangat diperlukan untuk memberikan penjelasan kepada wisatawan nusantara yang pada umumnya tidak membeli paket tour. Sejarah dan mitos pura Tirta Empul, fungsi bangunan atau palinggih akan dapat menambah daya tarik destinasi tersebut. Persepsi responden tentang organisasi dan manajemen Pura Tirta Empul disajikan pada tabel 4.54 di bawah ini.
Tabel 4.54 Persepsi Responden Tentang Organisasi Pengelola Pura Tirta Empul
Pengelolaan
Sangat Baik Cukup Buruk Sangat Total Baik Buruk Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml
Nilai
Promosi
0
0
11
44
4
12
0
0
0
0
Baik
Keamanan
0
0
15
60
0
0
0
0
0
0
Kebersihan
0
0
13
52
2
6
0
0
0
0
Informasi untuk wisatawan Harga tiket
0
0
8
32
7
21
0
0
0
0
0
0
10
40
5
15
0
0
0
0
59
56/15 = 3,73 60/15 = 4,0 58/15 = 3,86 53/15 =3,53
55/15 =3,67
Skor Baik Baik Baik
Baik
BAB V IMPLEMENTASI TRI HITA KARANA DALAM PENGELOLAAN PURA TAMAN AYUN DAN TIRTA EMPUL SEBAGAI DAYA TARIK WISATA
Penetapan Lanskap Budaya Bali
oleh Unesco sebagai Warisan Budaya Dunia
dilandasi oleh filosofi Tri Hita Karana, yang selaras dengan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 2 Tahun 2012 tentang Kepariwisataan Budaya Bali (Lansing dan Watson, 2012; Pemerintah Provinsi Bali 2012; Surata, 2013). Nilai-nilai filosofi Tri Hita Karana terdiri atas tiga aspek yakni hubungan yang selaras dan harmonis antara manusia dengan Tuhan/Ida Sanghyang Widi
Wasa (Parhyangan), hubungan manusia dengan sesama
manusia
(Pawongan), dan hubungan manusia dengan lingkungan (Palemahan). Pura Taman Ayun dan Tirta Empul adalah warisan budaya dan sekaligus sebagai tempat suci. Kedua pura dan warisan budaya tersebut sudah tentu dikonstruk dan diinterpretasi ulang ketika berfungsi sebagai daya tarik wisata (Hitchcock, M., Victor T.King and Michael Parnwell, 2010; Park, 2014). Konstruksi dan interpretasi ulang itu mungkin saja menimbulkan komodifikasi, yakni suatu benda yang sebelumnya bukan merupakan komoditi kemudian diubah sehingga dapat menghasilkan uang. Meminjam istilahnya Michel Picard (2006:164) bahwa Pura Taman Ayun dan Tirta Empul telah mengalami proses turistifikasi atau sebagai produk pariwisata. Sesuai dengan judul penelitian ini maka ketiga aspek tersebut dibahas berdasarkan pengamatan empirik di lapangan, hasil wawancara mendalam dengan pengelola Pura Taman Ayun dan Tirta Empul serta instansi terkait, dan persepsi wisatawan yang diperoleh melalui angket yang diberikan kepada 60 orang wisatawan, yang tediri atas 30 orang wisatawan mancanegara dan 30 orang wisatawan nusantara. Dalam penelitian ini, di masing-masing destinasi yakni Pura Taman Ayun dan Tirta Empul ditetapkan 30 orang responden, yang 60
terdiri atas 15 orang wisatawan mancanegara dan 15 orang wisatawan nusantara. Berikut adalah pembahasan masing-masing aspek Tri Hita Karana sebagai berikut.
5.1 Aspek Parhyangan Aspek Parhyangan terkait dengan hubungan manusia dengan Tuhan/Ida Sanghyang Widi Wasa. Pihak pengelola Pura Taman Ayun dan Tirta Empul telah menetapkan aturanaturan atau rambu-rambu untuk wisatawan yang memasuki pura tersebut. Di Pura Taman Ayun pihak pengelola tidak menyediakan kain dan selendang untuk wisatawan yang memasuki pura tersebut. Fenomena yang berbeda ditemukan di Pura Tirta Empul bahwa wisatawan diwajibkan menggunakan kain dan selendang pada saat memasuki pura. Kain dan selendang disiapkan oleh pengelola pura Tirta Empul, sehingga semua wisatawan memakainya ketika mereka memasuki kawasan pura tersebut (lihat foto 5.1).
Foto 5.1 Petugas di Pura Taman Ayun tidak menyiapkan kain dan selendang, sedang di Pura Tirta Empul disiapkan oleh petugas Adanya ketentuan yang berbeda tersebut menyebabkan wisatawan di Pura Taman Ayun tidak memakai kain dan selendang, sedangkan di Pura Tirta Empul hampir semua wisatawan memakainya (lihat foto 5.2 di bawah). Pemakaian kain dan selendang memasuki pura sebagai daya tarik wisata dapat dikatakan salah satu upaya menjaga kesucian pura.
61
Foto 5.2. Pemandangan yang kontras mengenai wisatawan di Pura Taman Ayun (kanan) dan Pura Tirta Empul (kiri) Dalam konteks ini, petugas sebaiknya menyiapkan kain dan selendang, sehingga wisatawan diwajibkan memakainya. Wisatawan Prancis menyarankan agar canang sari juga dihaturkan pada setiap palinggih, sehingga dapat menambah kesan kesakralan destinasi tersebut. Usulan yang sangat menarik juga disampaikan oleh wisatawan Prancis itu agar wisatawan yang datang ke Pura Taman Ayun tetap memakai kain/sarong dan selendang/selempot. Hal ini sangat penting untuk ditindaklanjuti mengingat Pura Taman Ayun sebagai tempat suci sehingga kesakralannya harus tetap dijaga. Sebagai upaya menjaga kesucian pura, wisatawan dilarang memasuki halaman utama/jeroan di Pura Taman Ayun. Kondisi alam dan lingkungan yang berbeda tidak memungkinkan hal itu diberlakukan di Pura Tirta Empul. Wisatawan diizinkan memasuki halaman utama/jeroan, namun pada area yang terbatas. Pada halaman utama/jeroan Pura Tirta Empul dipasang tanda pembatas dan larangan untuk wisatawan memasuki tempat melaksanakan upacara pemujaan di pura tersebut (lihat foto 5.3 dan 5.4 di bawah).
62
Foto 5.3 Wisatawan di Pura Taman Ayun dapat menyaksikan halaman utama/jeroan dari luar tembok/panyengker.
Foto 5.4 Tanda pembatas dan larangan bagi wisatawan memasuki bagian tempat melakukan upacara di halaman utama/jeroan Pura Tirta Empul Larangan memasuki halaman utama/jeroan pura Taman Ayun dan Tirta Empul ternyata tidak menimbulkan kekecewaan di kalangan wisatawan. Seperti telah diuraikan pada Bab IV di depan bahwa wisatawan sangat puas menikmati keindahan dan arsitektur pura. Wisatawan yang memasuki halaman utama/jeroan pura Tirta Empul diwajibkan ke luar di sisi utara jeroan/halaman utama sehingga mereka dapat mengelilingi pura, hanya saja tidak dapat melihat keseluruhan palinggih (lihat foto 5.5). Strategi pengelolaan wisatawan di Pura Tirta Empul dapat dikatakan meniru pengelolaan di Pura Taman Ayun, namun kondisi lingkungan yang berbeda sehingga kenyaman yang diperoleh oleh wisatawan tidak sama.
63
Foto 5.5 Wisatawan mengelilingi pura Tirta Empul dari luar halaman utama/jeroan Wisatawan masih tetap dapat mengambil foto palinggih yang ada di halaman utama/jeroan pura Taman Ayun dan Tirta Empul, meskipun dilakukan dari luar tembok keliling/panyengker atau pembatas yang ditentukan untuk wisatawan di pura tersebut. Di sisi utara atau pada bagian belakang halaman utama/jeroan pura Taman Ayun dibuat semacam teras atau undakan sehingga wisatawan lebih mudah mengambil foto palinggih atau kegiatan keagamaan yang dilaksanakan pada halaman utama/jeroan pura.
Wisatawan dapat
mengambil foto dari halaman utama/jeroan pura Tirta Empul, meskipun ada pembatas atau tanda larangan yang dipasang (lihat foto 5.6 di bawah).
Foto 5.6 Wisatawan mengambil foto dari bagian belakang Pura Taman Ayun dan dari Jeroan Pura Tirta Empul Kemudahan wisatawan untuk mengambil foto palinggih ataupun kegiatan upacara yang dilaksanakan di halaman utama/jeroan pura Taman Ayun dan Tirta Empul dapat dikatakan sebagai bentuk turistifikasi atau komodifikasi. Wisatawan meskipun dilarang atau 64
dibatasi aksesnya memasuki halaman utama/jeroan, namun mereka tetap dengan leluasa dapat mengambil foto. Wisatawan Jepang yang diwawancarai saat melakukan observasi menyatakan bahwa konsep Tri Hita Karana agar betul-betul diimplementasikan dalam pengelolaan Pura Taman Ayun. Lebih lanjut dinyatakan bahwa ukiran ataupun relief yang kelihatan rusak/patah pada palinggih agar dilaporkan kepada Unesco untuk dapat dipugar. Berdasarkan uraian di depan bahwa pihak pengelola Pura taman Ayun dan Tirta Empul telah berupaya menjaga kesucian pura, terutama bagian utama mandala atau halaman utama/jeroan. Pembatasan akses dan larangan yang diberlakukan kepada wisatawan adalah bentuk implementasi Tri Hita Karana dari aspek Parhyangan untuk menjaga kesucian pura tersebut. Upaya menjaga kesucian pura Tirta Empul direpresentasikan dengan menghaturkan canang sari di depan pintu masuk ke pancoran dan saat wisatawan melukat lihat foto 5.7 di bawah).
Foto 5.7 Canang sari diaturkan pada pintu masuk dan pancuran tempat melukat
5.2 Aspek Pawongan Pariwisata dipandang sebagai sebuah sistem yang terdiri atas elemen wisatawan/turis, elemen geografis, dan industri pariwisata (Cooper et.al. 2005: 8-9; Pitana dan Diarta, 2099: 59-60). Wisatawan merupakan elemen penting dalam sistem itu karena menyangkut pengalaman, sesuatu yang menyenangkan untuk dinikmati, diharapkan, dikenang atau diingat 65
sebagai yang terpenting dalam kehidupan seseorang. Menurut Leiper (dalam Cooper, et.al. 2005: 9) elemen geografis dapat dikelompokan menjadi tiga aspek yakni a) daerah yang dapat menstimulasi dan mendorong motivasi kunjungan wisatawan, b) destinasi atau tempat yang menjadi daya tarik wisatawan, dan c) rute transit yakni tempat singgah sementara yang dapat dikunjungi oleh wisatawan dalam perjalanan menuju destinasi. Elemen ketiga dari sistem Leiper tersebut adalah industri pariwisata. Industri pariwisata ini mencakup kegiatan bisnis dan organisasi yang mengantarkan dan/atau menyediakan produk pariwisata. Aspek pawongan dalam filosofi Tri Hita Karana dimaknai sebagai hubungan yang harmonis antara manusia dengan sesamanya. Dalam konteks pariwisata, aspek pawongan dapat dikaitkan dengan hubungan yang harmonis antara pengelola dan wisatawan yang diwujudkan dalam bentuk keramah-tamahan (hospitality) dan pelayanan (service). Pelayanan tiket masuk ke pura sebagai daya tarik wisata, penyediaan kain dan selendang kepada wisatawan adalah bentuk pelayanan dan representasi aspek pawongan. Selain pelayanan tiket masuk dan penyediaan kain dan selendang, para petugas di bagian tiket masuk juga menyiapkan brosur terkait dengan sejarah, palinggih dan upacara di Pura Taman Ayun dan Tirta Empul. Observasi di lapangan menunjukan bahwa pemberian brosur oleh petugas kepada wisatawan sering kali diabaikan, baik di Pura Taman Ayun maupun Tirta Empul. Wisatawan yang tidak diantar oleh pemandu akan kesulitan memperoleh informasi tentang pura tersebut. Hal ini juga menjadi sumber kekecewaan wisatawan, terutama yang tidak diantar oleh pemandu. Wisatawan mancanegara maupun nusantara terutama yang tidak didampingi oleh pemandu banyak menyoroti pengadaan booklet atau brosur tentang sejarah dan fungsi palinggih di Pura Taman Ayun. Mereka tidak memperoleh informasi yang lengkap dan benar, karena brosur yang tersedia ditulis dalam bahasa Indonesia. 66
Terkait dengan booklet/brosur Pura Taman Ayun dan Tirta Empul, sesungguhnya telah disiapkan oleh petugas penjaga tiket/karcis masuk. Petugas terlihat kurang cekatan dalam memberikan pelayanan ketika wisatawan membeli tiket/karcis, dan semestinya sekaligus diberikan booklet atau brosur tentang pura tersebut. Pemandu lokal di masing-masing pura tidak disiapkan oleh pihak pengelola. Keberadaan pemandu atau guide lokal di Pura Taman Ayun dan Tirta Empul sebetulnya sangat diperlukan. Pemandu atau guide lokal akan dapat menjelaskan sejarah pura, fungsi masing-masing palinggih atau bangunan suci dan upacara yang dilaksanakan pada hari tertentu di masing-masing pura. Informasi tersebut akan sangat penting dan menarik bagi wisatawan, sehingga mereka akan memberitahu teman atau kerabatnya untuk mengunjungi pura tersebut. Seperti diuraikan di Bab IV bahwa sebagian besar wisatawan mancanegara melakukan kunjungan pertama kali ke Pura taman Ayun dan Tirta Empul. Dalam konteks pawongan, keberadaan pemandu lokal di Pura Taman Ayun dan Tirta Empul sangat diperlukan, selain pemandu dari biro perjalanan atau travel agent. Informasi tertulis baik berupa larangan maupun anjuran juga dipasang di Pura Taman Ayun dan Tirta Empul. Informasi ini sangat diperlukan oleh wisatawan yang berkunjung ke pura tersebut (lihat foto 5.8 dan 5.9 di bawah).
Foto 5.8 Tanda anjuran dan larangan yang dipasang di Pura Taman Ayun. 67
Foto 5.9 Tanda petunjuk kolam suci di Pura Tirta Empul
Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 25 Tahun 2011 tentang Retribusi telah menetapkan bahwa harga karcis masuk destinasi wisata Pura Taman Ayun diatur sedemikian rupa, wisatawan mancanegara Rp 15.000,- dan wisatawan nusantara Rp 10.000,Berdasarkan Surat Keputusan Bupati Badung Tanggal 1 Oktober, Tahun 1997 telah ditetapkan pembagian retribusi pengelolaan daya tarik wisata sebagai berikut; 25% untuk untuk Pemerintah Kabupaten Badung, dan 75% untuk destinasi Pura Taman Ayun atau Puri Mengwi. Menurut petugas karcis, jumlah kunjungan wisatawan per hari ke Pura Taman Ayun diperkirakan antara 400 - 600 orang dengan total pendapatan sekitar Rp 10.000.000,- Perlu diketahui bahwa sebelum tahun 1997, wisatawan tidak dikenai tiket masuk di destnasi Pura Taman Ayun. Wisatawan hanya dimintai donasi secara sukarela untuk pemeliharaan dan kebutuhan upacara di pura tersebut. Pada saat penelitian ini dilakukan yakni bulan Juni 2015, belum ada keluhan dari pihak wisatawan mengenai harga karcis. Isu yang pernah terjadi tekait dengan pengelolaan Pura Taman Ayun adalah pembongkaran undag atau anak tangga pada gapura yang dibangun di sisi barat dan timur 68
jalan di sebelah selatan atau di depan Pura Taman Ayun. Pembangunan undag/anak tangga pada gapura tersebut dimaksudkan untuk melarang semua jenis kendaraan roda empat yang melewati jalan di depan Pura Taman Ayun. Penataan pedestrian senilai Rp 8,465 miliar justru ditolak oleh warga Desa Gulingan karena menutup akses kendaraan, terutama mobil yang melewati jalan di depan pura.
Masyarakat merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas
sehari-hari, dan warga juga mengeluhkan kurangnya sosialisasi dari pemerintah4 Pada tanggal 15 Oktober 2013, warga memasang spanduk penolakan anak tangga/undag pada gapura yang menghalangi akses jalan. Warga menggalang tanda tangan, mendesak pemerintah membongkar gapura. Aksi penolakan ini ditanggapi dingin oleh Pemkab Badung, spanduk diturunkan dan projek tetap dilanjutkan. Ratusan warga Desa Gulingan pada tanggal 17 Oktober 2013 malam akhirnya menggelar pertemuan dengan panglingsir/ pini sepuh Puri Agung Mengwi yang juga Bupati Badung yakni Anak Agung Gde Agung, karena penolakan spanduk tidak ditanggapi. Warga mengungkapkan kekecewaannya tentang keberadaan anak tangga pada gapura. Hasil pertemuan malam itu bahwa anak tangga/undag pada gapura disepakati untuk dibongkar. Bupati Gde Agung bersedia membongkar anak tangga karena warga menjamin tidak akan terjadi kebut-kebutan di depan Pura Taman Ayun. Anak tangga diganti dengan portal di tengah gapura agar sepeda motor saja jenis kendaraan yang bisa lewat. Solusi ini juga ditolak oleh warga Desa Gulingan, Masyarakat menginginkan agar mobil atau kendaraan pribadi mereka bisa melintas di depan Pura Taman Ayun. Pemerintah Kabupaten Badung akhirnya bersedia membongkar portal pada tanggal 31 Oktober 2013 atau sehari setelah pemasangan portal tersebut. Saat ini tidak ada masalah untuk kendaraan yang melintas atau melewati jalan di depan gapura pura Taman Ayun. 4
(file://C/Users/Vaio/Documents/Bali Post---Pengemban Pengamal Pancasila) 69
Pengelolaan destinasi Pura Tirta Empul dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Gianyar melalui Dinas Pariwisata Gianyar bekerjasama dengan masyarakat Desa Pakraman Tampaksiring. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Gianyar Nomor 8 Tahun 2010, harga tiket masuk ke destinasi Pura Tirta Empul ditetapkan Rp 15.000,- untuk dewasa, dan Rp 7.500,- bagi anak-anak. Harga tiket tidak dibedakan antara wisatawan mancanegara dan nusantara, sehingga tidak menimbulkan kesan berbeda di antara wisatawan. Berdasarkan informasi yang disampaikan oleh petugas Dinas Pariwisata Kabupaten Gianyar dan Bendesa Adat Tampaksiring bahwa pembagian retribusi penjualan tiket masuk dilakukan sebagai berikut: 40% untuk desa Pakraman Tampaksiring, dan 60% untuk Pemerintah Kabupaten Gianyar. Menurut informasi yang disampaikan oleh Bendesa Adat Tampaksiring yang didampingi oleh Wakil Bendesa Adat bahwa pembagian retribusi itu sering tidak lancar, sehingga masyarakat harus menunggu turunnya dana tersebut. Di sisi lain, masyarakat Desa Pakraman Tampaksiring berharap agar mereka mendapat pembagian retribusi yang lebih besar, seperti yang berlaku di Kabupaten Badung dan Tabanan yakni 75% untuk masyarakat setempat dan 25% untuk pemerintah daerah. Untuk diketahui bahwa jumlah wisatawan yang mengunjungi destinasi Pura Tirta Empul berkisar antara 1000 hingga 1500 orang setiap hari, dengan jumlah retribusi sekitar Rp 15.000.000,- atau Rp 22.500.000,Wisatawan yang berkunjung ke destinasi Pura Tirta Empul sangat terkesan dengan kegiatan malukat atau penyucian diri di pancoran di pura tersebut. Banyak wisatawan mancanegara yang ikut melukat di pancuran pura tersebut. Kegiatan malukat dapat dijadikan sebagai produk unggulan destinasi Pura Tirta Empul, Tampaksiring. Liezl dan Marina wisatawan mancanegara dari Singapura ikut malukat di pancuran di Pura Tirta Empul, dan mereka membawa pajati/sesajen. Kedua wisatawan mancanegara tersebut menginap di Hotel Uma Ubud, dan ditemani oleh pemandu hotel. 70
Kikuchi Takehiro dan Kikuchi Yumi, dua wisatawan dari Jepang menyarankan agar kesucian pura tetap dipertahankan. Mereka juga menyarankan agar wisatawan yang ingin malukat atau menyucikan diri melakukannya seperti yang dipraktikkan oleh masyarakat lokal yaitu dengan membawa sesajen. Wisatawan yang mengunjungi destinasi Pura Tirta Empul diwajibkan menggunakan kain panjang dan selendang/selempot yang telah disediakan oleh petugas. Sebagian besar wisatawan menyarankan agar disediakan kamar ganti yang terpisah dengan toilet, setelah mereka malukat atau menyucikan diri di pancuran di pura Tirta Empul. Wisatwan mancanegara mengusulkan agar toilet tidak disewakan atau dikenai fee, sebaiknya harga tiket masuk yang dinaikkan sehingga kesan komersial dapat dihindari. Usulan ini disampaikan oleh Hendrik dkk (wisatawan Jerman), Liezl dan Marina (Singapura). Bendesa Adat dan Wakil Bendesa Adat telah memaklumi kondisi ini dan mereka akan membangun kamar ganti yang terpisah dengan toilet, sesuai dengan kondisi yang ada di sekitar pura.
Foto 5.10 Tempat penitipan barang dan locker di halaman luar/jaba sisi Pura Tirta Empul
Wisatawan mancanegara yang berkunjung ke destinasi Pura Tirta Empul menyarankan agar tempat sampah tidak ditempatkan di dekat pintu masuk. Hal ini menimbulkan kesan kumuh terhadap destinasi Pura Tirta Empul. Selain itu, tanda (signed) sebagai penunjuk arah menuju masing-masing halaman pura agar jelas, sehingga tidak 71
membingungkan wisatawan. Brosur tentang sejarah dan fungsi palinggih/bangunan suci yang terdapat di pura tersebut sangat diperlukan oleh wisatawan yang
tidak ditemani oleh
pemandu wisata. Petugas kurang cermat dan cekatan untuk memberikan brosur kepada wisatawan ketika membeli tiket. Implementasi aspek pawongan tampaknya masih perlu ditingkatkan dalam pengelolaan daya tarik wisata di Pura Taman Ayun dan Tirta Empul. Kesigapan petugas dalam melayani wisatawan, memberikan informasi yang lengkap dan menarik kepada wisatawan perlu mendapat perhatian. Fenomena yang sama juga ditemukan dalam pengelolaan daya tarik wisata Goa Gajah (Pratnyawati, 2013: 128).
5.3 Aspek Palemahan Pasca ditetapkannya Pura Taman Ayun dan Tirta Empul sebagai Warisan Budaya Dunia oleh Unesco pada tanggal 29 Juni 2012, sejumlah pembenahan telah dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Badung dan Pemerintah Daerah Kabupaten Gianyar bekerjasama dengan pemilik dan/atau masyarakat setempat. Seperti telah dijelaskan pada sub bab Pawongan bahwa pembangunan gapura atau candi kurung pada jalan di depan pura Taman Ayun telah menimbulkan dinamika dan gejelok antara masyarakat dan pemilik serta pemerintah Kabupaten Badung. Berkat adanya negosiasi dan solusi di antara para pihak maka masalah akses di depan pura Taman Ayun telah dapat diselesaikan dengan baik. Penataan jalan di depan Pura Taman Ayun, pemindahan pedagang, dan tempat parkir menimbulkan kesan yang lebih baik, asri dan nyaman bagi wisatawan (lihat foto 5.11 di bawah).
72
Foto 5.11 Penataan jalan di depan Pura Taman Ayun Pada saat penelitian ini dilaksanakan yakni awal Juni 2015, tampak dua pedagang asongan yang berjualan di jalan setapak menuju Pura Taman Ayun. Fenomena ini dapat dikatakan sebagai resistensi para pedagang setelah mereka direlokasi ke sebelah selatan jalan di depan Pura Taman Ayun. Petugas keamanan tidak menegur pedagang tersebut sehingga mengurangi keindahan panorama jalan setapak menuju ke Pura Taman Ayun (lihat foto 5.12 di bawah). Para petugas perlu konsisten dalam penataan pedagang di sekitar kawasan Pura Taman Ayun agar tidak menimbulkan kesan lingkungan yang kumuh dan masalah di belakang hari.
Foto 5.12 Pedagang asongan pada jalan setapak di sebelah barat gapura Pura Taman Ayun Penataan lingkungan di kawasan Pura Taman Ayun dilakukan dengan baik. 11 orang petugas kebersihan dipekerjakan untuk merawat taman dan menjaga kebersihan lingkungan 73
kawasan Pura taman Ayun. Keberadaan tukang kebun dan petugas yang membersihkan toilet di Pura Taman Ayun telah berperan aktif menjaga kebersihan dan keasrian lingkungan pura Taman Ayun sehingga menghilangkan kesan kumuh sebagai daya tarik wisata. Para petugas kebersihan di Pura Taman Ayun terrekam pada foto 5.13 di bawah.
Foto 5.13 Para petugas kebersihan di Pura Taman Ayun Penataan lingkungan juga dilakukan di Pura Tirta Empul, Tampaksiring, Gianyar. Pihak pengelola yakni masyarakat Manukaya, Tampaksiring telah melakukan upaya kebersihan lingkungan dengan menempatkan tempat sampah pada ruang publik seperti di sekitar wantilan, di dekat toilet dan jalan setapak di sisi timur pura (lihat foto 5.14).
Foto 5.14 Tempat sampah di sisi barat wantilan dan kondisi toilet di Pura Taman Ayun
Penataan lingkungan di Pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empul belakangan ini dapat dikatakan semakin baik, sehingga wisatawanpun mengapresianya sebagaimana persepsi mereka terhadap kebersihan di kedua destinasi tersebut. 74
Selain penataan lingkungan, kolam yang terdapat di sebelah barat wantilan atau di jaba sisi Pura Tirta Empul kini diisi dengan ikan koi sehingga menambah daya tarik destinasi tersebut. Wisatawan dapat memberi makan ikan dan melihat ikan koi yang besar-besar untuk menambah something to see di destinasi tersebut (lihat foto 5.13 di bawah)
Foto 5.15 Wisatawan memberi makan ikan di kolam sisi barat halaman luar/jaba sisi Pura Tirta Empul Untuk menambah daya tarik wisata di Pura Tirta Empul, pihak pengelola mungkin dapat memanfaatkan wantilan sebagai tempat pementasan seni pertunjukan. Pertunjukan sendratari Mayadanawa misalnya akan sangat kontekstual dengan keberadaan Pura Tirta Empul. Dalam Usana Jawa diceritrakan bahwa terjadi peperangan antara Dewa Indra dengan raja Bali yakni Prabu Mayadenawa. Prabu Mayadenawa menciptakan air beracun sehingga banyak para dewa yang meninggal setelah meminum air beracun tersebut. Air beracung tersebut kini diyakini menjadi pancoran cetik yang ada di sisi barat kompleks pancoran di Pura Tirta Empul (Surata, 2013).
Dewa Indra menciptakan air suci untuk mengobati atau
menghidupkan kembali para dewa yang keracunan. Air tersebut diyakini menjadi sumber mata air dan pancoran di Pura Tirta Empul yang dapat menghilangkan segala kekotoran dan mala atau penyakit. Air di Pura Tirta Empul merupakan sumber atau hulu sungai Pakerisan. Sendratari Mayadenawa atau pertunjukan barong misalnya akan menambah daya tarik
75
wisatawan dan kontekstual dengan mitos yang berkembang di masyarakat tentang Pura Tirta Empul.
76
BAB VI PENUTUP
6.1 Simpulan
Berdasarkan paparan pada bab terdahulu maka beberapa simpulan dapat ditarik dalam penelitian ini sebagai berikut. 1. Filosofi Tri Hita Karana telah diimplementasikan dalam pengelolaan Pura Taman Ayun dan Tirta Empul sebagai daya tarik wisata. Nilai-nilai keunggulan Tri Hita Karana yang melandasi penetapan Pura Taman Ayun dan Tirta Empul sebagai Warisan Budaya Dunia selaras dengan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 2 Tahun 2012 tentang Kepariwisataan Budaya Bali. Larangan dan pembatasan akses kepada wisatawan memasuki halaman utama/jeroan pura adalah representasi aspek Parhyangan dalam mengimplementasi nilai-nilai Tri Hita Karana. Pelayanan, pemberian informasi, tanda-tanda atau signed dan fasilitas kepada wisatawan di Pura Taman Ayun dan Tirta Empul adalah representasi aspek Pawongan guna mewujudkan hubungan yang harmonis dengan sesama manusia, termasuk wisatawan yang berkunjung ke pura tersebut. Aspek Pawongan dalam konteks pariwisata perlu ditingkatkan untuk mewujudkan pariwisata yang berkelanjutan. Penataan lingkungan fisik di sekitar Pura Taman Ayun dan Tirta Empul semakin meningkat setelah keduanya ditetapkan sebagai warisan budaya dunia. Fasilitas penunjang seperti toilet, jalan keliling di sekitar pura, dan kebersihan lingkungan telah ditata dengan baik sehingga dapat menambah daya tarik dan memberikan kenyamanan dan kemudahan bagi wisatawan. Penataan fisik dan fasilitas penunjang
77
di Pura Taman Ayun dan Tirta Empul merupakan representasi aspek Palemahan dari filosofi Tri Hita Karana. 2. Wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara yang berasal dari luar Bali dapat dikatakan belum memahami Tri Hita Karana dan nilai-nilai keunggulan universal filosofi tersebut. Kendala ini dapat diatasi dengan meningkatkan pemahaman pengelola Taman Ayun dan Tirta Empul terhadap nilai-nilai Tri Hita Karana, dan menugaskan guide lokal untuk menyosialisasikannya kepada wisatawan. Hubungan yang harmonis antara pengelola dan wisatawan, antara pengelola dengan pemilik, dan pemerintah agar senantiasa dijaga, sehingga timbul kesan atau image yang positif di kalangan wisatawan untuk mewujudkan pariwisata yang berkelanjutan. Pemahaman terhadap nilai-nilai Tri Hita Karana yang masih kurang dan jumlah kunjungan wisatawan yang bersifat fluktuatif mengindikasikan bahwa pelabelan warisan budaya dunia belum memberikan pengaruh yang signifikan terhadap daya tarik wisata Pura Taman Ayun dan Tirta Empul. 3. Kelestarian lingkungan alam di kawasan Pura Taman Ayun dan Tirta Empul ditata dengan baik, terutama pasca penetapanya sebagai warisan budaya dunia. Penataan lingkungan di kedua pura tersebut seperti penataan parkir, kemudahan mengambil foto atau memotret untuk wisatawan, dan penambahan atraksi kegiatan melukat dan pemeliharaan ikan koi di Pura Tirta Empul dapat menambah kepuasan wisatawan. Dalam konteks pariwisata, penataan lingkungan tersebut dapat dikatakan sebagai turistifikasi atau proses komodifikasi. Turisitifikasi dan komodifikasi merupakan konstruksi dan interpretasi ulang pura atau tempat suci sebagai daya tarik wisata. Penataan lingkungan bukan saja memberikan kemudahan dan kenyaman kepada wisatawan, tetapi juga bermanfaat untuk masyarakat lokal. 78
6.2 Rekomendasi
5. Sebagai upaya menjaga kesucian pura yang menjadi daya tarik wisata disarankan agar setiap wisatawan memakai kain dan selendang memasuki halaman tempat suci. 6. Pengelola Pura Taman Ayun dan Tirta Empul harus lebih meningkatkan pemahaman dan pengimplementasian nilai-nilai Tri Hita karana secara berkelanjutan sehingga dapat meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan.. 7. Turistifkasi dan komodifikasi agar dilakukan secara berkeseimbangan sehingga tidak mencederai aspek Parhyangan, Pawongan, dan Palemahan sebagai representasi nilai-nilai Tri Hita Karana. 8. Promosi Pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empul sebagai warisan budaya dunia, yang sekaligus menjadi daya tarik wisata agar ditingkatkan kuantitas dan kualitasnya sehingga berpengaruh secara signifikan terhadap jumlah kunjungan wisatawan.
79
Daftar Pustaka Babad Mengwi. 2007. Bryan Fay. 2004. Filsafat Ilmu Sosial Kontemporer. Yogyakarta : Penerbit Jendela. Chheang, Vannarith. 2011. “Angkor Heritage Tourism and Tourist Perceptions”. Tourismos: An International Multidisciplinary Journal of Tourism. Vol. 6, No. 2. pp: 213240. Cooper, Chris, John Fletcher, Alan Fyall, David Gilbert, Stephen Vanhill. 2005. Tourism Principles and Practice. 3rd edition. Edinburgh Gate: Pearson Education Limited. Diasa, I Wayan. 2009. Strategi Pengembangan Pariwisata Perdesaan di Desa Jatiluwih, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan. (Thesis). Universitas Udayana. Feng Jing. 2010. Introduction to the World Heritage Conservation Process. UNESCO World Heritage Centre (Paris). Geria, I Made. 2007. Survei Tinggalan Arkeologi di Bentangan Alam Kawasan Jatiluwih (Culture Landscape) Penebel, Tabanan, Bali. Laporan. Penelitian Arkeologi. Balai Arkeologi Denpasar. Goris, R. 1954. Prasasti Bali I. Bandung: NV Masa Baru. Grader, G.J. 1960. The State Temples of Mengwi. Dalam Wertheim, W.F. 1960. Bali Studies in Life, Thought, and Ritual. pp: 155-186. The Hague and Bandung: W. Van Hoeve Ltd. Hitchcock, M. Victor T.King and Michael Parnwell (eds). 2010. Heritage Tourism in Southeast Asia. Singapore: Nias Press. Koentjaraningrat. 1989. “Metode Wawancara”. Dalam Metode-Metode Penelitian Masyarakat (Koentjaraningrat, red.). Jakarta, Penerbit PT Gramedia. Halaman 129157. Kusuma, I Nyoman Weda. 2005. Kekawin Usana Bali Karya Danghyang Nirartha. Denpasar: Pustaka Larasan Lansing, Steve and Julia N. Watson. 2012. Guide to Bali’s Unesco World Heritage. “ Tri Hita Karana: Cultural Landscape of Subak and Water Temple”. “2012 Unesco World Heritage List”. Madiasworo, Taufan, Gunawan Tjahjono, Budhy Tjahjati, Subur Budhisantoso 2014. Sustainable Heritage Area Management Model Study on Environmental Wisdom in Taman Ayun area, Badung Regency, Bali Province. Australian Journal of Basic and Applied Sciences. 8 (10): 219-225. Miles, M.B. dan A.M. Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif Buku Sumber tentang Metode-Metode Baru (Tjetjep Rohindi, penerjemah). Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia. Mulyana, Deddy. 2006. Metodologi Kualitatif : Paradigma baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Oka Prasiasa, Dewa Putu. 2010. Pengembangan Pariwisata dan Keterlibatan Masyarakat di Desa Wisata Jatiluwih Kabupaten Tabanan. Disertasi. Denpasar: Program Kajian budaya Program Pascasarjana Universitas Udayana. Pemerintah Provinsi Bali. 2012. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 2 Tahun 2012 tentang Kepariwisataan Budaya Bali. Denpasar: Pemerintah Provinsi Bali Picard, Michel. 2006. Bali. Pariwisata Budaya dan Budaya Pariwisata. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia dan Ecole francaise d’Extreme-Orient. Pitana, I Gde, I Ketut Surya Diarta. 2009. Pengantar Ilmu Pariwisata. Yogyakarta: Andi. Pratnyawati, Tjok Sri Bulan. 2013. Pengelolaan Daya Tarik Wisata Goa Gajah dalam 80
Perspektif Tri Hita Karana. Tesis. Denpasar: Program Pascasarjana Universitas Udayana. Pujaastawa, I.B.G., Wirawan, I.G.P. dan Adhika, IM. 2005. Pariwisata Terpadu, Alternatif Model Pengembangan Pariwisata Bali Tengah. Hasil penelitian, Universitas Udayana. Stutterheim, W.F. 1929. Oudheden van Bali I. Het Oude Rijk van Pejeng. Singaradja: Kirtya Lieffrinck van der Tuuk. Setiawan, I Ketut. 2011. Komodifikasi Pusaka Budaya Pura Tirta Empul dalam konteks Pariwisata Global. Disertasi. Denpasar: Program Pascasarjana Universitas Udayana. Surata, Sang Putu Kaler. 2013. Lanskap Budaya Subak. Belajar dari masa lalu untuk membangun masa depan. Denpasar: Universitas Mahasaraswati Press. Taylor Steven J dan Robert Bogdan. 1984. Introduction to Qualitative Research Methods The Search for Meaning. New York : John Wuley & Sons.
81
Lampiran 1 DAFTAR INFORMAN 1. Nama Umur Pendidikan Jabatan Alamat
: : : :
I Gusti Ngurah Rai Suryawijaya, SE, MBA, 55 tahun Magister Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) & Ketua PHRI Badung, WKU Kadin Bali : Desa Buduk
2. Nama Umur Pendidikan Jabatan Alamat
: : : : :
Dewa Sugiartha 50 tahun Sarjana (S1) Kasubag Keuangan, Dinas Pariwisata Kabupaten Badung Dinas Pariwisata Kabupaten Badung
3. Nama Umur Pendidikan Jabatan Alamat
: Ketut Suandi : 55 tahun : Sarjana (S1) : Ketua pengelola Taman Ayun : Desa Kapal
4. Nama Umur Pendidikan Jabatan Alamat
: Tjok Sri Bulan Pratnyawati, M.Par : 38 tahun : Magister : Staf Dinas Pariwisata Kabupaten, Gianyar : Dinas Pariwisata Kabupaten Gianyar
5. Nama Umur Pendidikan Pendidikan Alamat
: I Made Mawi Arnata : 60 tahun : Diploma 3 : Bendesa Adat Manukaya : Dusun Manukaya Let
6. Nana Umur Pendidikan Jabatan Alamat
: : : : :
7. Nama Umur Pendidikan Jabatan Alamat 8. Nama Umur Pendidikan
: Dewa Gde Mangku Wenten : 67 tahun : SLTP : Pemangku Pura Tirta Empul : Dusun Bantas : Dewa Gde Mangku Moyo : 61 tahun, Pemangku Pura Tirta Empul : SLTP
Dewa Putu Kencana 51 tahun SMA Kepala Desa Manukaya Dusun Manik Tawang
82
Alamat
: Dusun Manukaya Let
Lampiran 2 PEDOMAN WAWANCARA
N O
URAIAN (BIDANG PENILAIAN DAN INDIKATOR
I
PARHYANGA N
1. 1
Tempat suci di DTW, idealnya, terpelihara dengan baik
CHECK LIST (TOLOK UKUR)
CATATAN/KETERANG AN
5. Kondisi tempat suci DTW terpelihara
CONTOH tanaman upakara: bunga (sarana sembahyang), kelapa, pinang, pisang, mangga, dan sejenisnya
sangat baik, bangunan suci tertata sangat rapi, tanaman upakara terawat baik sehingga suasana nyaman 4. Kondisi tempat suci di DTW ini terpelihara baik, bangunan suci tertata rapi, tanaman upakara kurang terawatt sehingga 83
suasana terasa kurang nyaman 3. Kondisi tempat suci di DTW ini terpelihara cukup baik, bangunan suci tertata kurang rapi, tanaman upakara tidak terawat sehingga suasana pura menjadi tidak nyaman 2. Kondisi tempat suci di DTW ini terpelihara kurang baik, bangunan suci tidak tertata rapi, tidak ada tanaman upakara sehingga suasana pura terasa kering dan kurang hidup (suwung) 1. 84
Kondisi
tempat suci di DTW ini tidak terpelihara baik, tidak ada tanaman upakara, sampah berserakan, tiang dan kabel listrik semrawut di atas bangunan suci sehingga suasana pura kumuh dan sepi
1. 2
Simbol-simbol agama dan benda sakral, idealnya tidak dipakai hiasan di DTW
5. Sama sekali tidak ada simbol agama dan benda sakral (arca, aksara suci,
lambing/symbo l, palinggih, dll) dipakai hiasan DTW
di
4. Ada symbol dan benda sacral ditempatkan 85
di satu tempat yang tidak patut 3. Ada simbol agama dan benda sakral yang dipakai hiasan pada dua lokasi 2. Ada symbol agama dan benda sakral yang dpakai hiasan pada tiga lokasi 1.Ada simbol agama dan benda sakral yang dpakai hiasan pada lebih dari tiga lokasi
1.3
Pihak Pengelola DTW, idealnya menyelenggarakan yadnya aci setiap hari
5. DTW ini tiap mempersembahkan
hari
canang dan sodan kecil di semua palinggih 4. Canang saja di semua palinggih 3. Canang di jeroan dan jaba tengah pura saja 86
2. Canang di jeroan kantor 1. Canang di jabaan saja 1.4
Idealnya pakaian wisatawan memasuki pura
5. Wisatawan harus memakai sarong dan Selempot sampai di jaba tengah saja 4. Wisatawan cukup memakai selempot Sampai di jaba tengah 3. Wisatawan diizinkan tidak memakai sarong dan memasuki jaba
selempot
tengah pura 2. Wisatawan memakai celana
diizinkan
pendek memasuki pura 1.Wisatawan memasuki jeroan
bebas
pura tanpa memakai sarong dan selempot 1.5
Idealnya perilaku wisatawan memasuki pura
5. Wisatawan tidak boleh mengganggu kekusyukan persembahyangan umat 4. Wisatawan mengambil foto
boleh
umat yang sembahyang
sedang
3. Wisatawan berkeliaran saat
bebas
87
umat sembahyang 2. Wisatawan umat
berisik saat
sembahyang 1.Wisatawan melakukan apa saja
boleh
saat umat sembahyang
1.6
Idealnya ada pembatasan wisatawan memasuki pura
5. Wisatawan dibolehkan
hanya
memasuki jabaan pura saja 4. Wisatawan hanya boleh sampai jaba tengah saja 3. Wisatawan memasuki jeroan
bebas
pura 2. Wisatawan boleh duduk pada bataran palinggih pura 1.Wisatawan melakukan apa saja
bebas
tanpa ada larangan
II
PAWONGAN
2.1
Pengadaan informasi kepada wisatawan
5. Ada guide lokal dan memberikan brosur kepada wisatawan 4. Tidak ada guide lokal, 88
tetapi memberikan kepada
brosur
wisatawan 3. Ada brosur, tetapi tidak diberikan kepada Wisatawan 2. Tidak ada brosur, tetapi wisatawan diberi informasi 1.Sama sekali informasi
tidak
ada
tentang pura
2.2
Pelayanan informasi
5. Ada petugas menjelaskan
yang
sejarah , upacara fungsi masing-
dan
masing palinggih 4. Ada petugas yang hanya menjelaskan upacara palinggih
dan
fungsi
3. Ada petugas menjelaskan
yang
upacara di pura tersebut 2. Ada petugas menjelaskan fungsi masing-masing saja
yang
palinggih
2. Tidak ada petugas yang menjelaskan sejarah , upacara 89
dan
fungsi masingmasing palinggih
2.3
Penyediaan sarong dan selempot kepada wisatawan
5. Petugas sarong dan selempot kepada
menyediakan
serta diberikan
wisatawan 4. Petugas sarong dan
menyediakan
selempot, tetapi diberikan
tidak
kepada wisatawan 3. Petugas menyediakan sarong
hanya
saja untuk wisatawan 2. Petugas menyediakan selempot wisatawan
2.4
Idealnya, tidak ada keluhan/komplin dari wisatawan
hanya
saja
untuk
1.Petugas menyediakan sarong
tidak
dan selempot wisatawan
untuk
5. Tidak pernah 4. Pernah sekali saja dalam 1 tahun 3. Pernah, 2 kali saja dalam 1 tahun 2. Pernah, 3 kali saja dalam 1 tahun 90
1. Pernah, > 3 kali dalam 1 tahun
2.5
Idealnya tidak ada konflik antara masyarakat lokal dan pemerintah/dinas dalam pengelolaan DTW
5. Tidak pernah 4. Pernah sekali saja dalam 1 tahun 3. Pernah, 2 kali saja dalam 1 tahun 2. Pernah, 3 kali saja dalam 1 tahun 1. Pernah, > 3 kali dalam 1 tahun
2.6
2.7
Idealnya pemanfaatan dana retribusi
Idealnya petugas DTW
5. Seluruhnya pelestarian DTW
untuk
4. Sebagian besar pelestarian DTW
untuk
3. Setengahnya pelestarian DTW
untuk
2. Sebagian kecil peletarian DTW
untuk
1. Tidak ada pelestarian DTW
untuk
5. Seluruhnya lokal 4. Sebagian masyarakat lokal
masyarakat
besar
3. Setengahnya masyarakat lokal 2. Sebagian kecil masyarakat lokal 1. Tidak ada masyarakat lokal 91
III
PALEMAHAN
3.1
Idealnya kebersihan lingkungan
5. Dilakukan setiap hari 4. Dua hari sekali 3. Tiga hari sekali 2. Seminggu sekali 1. Tidak pernah
3.2
Idealnya kondisi toilet
5.Sangat bersih 4. Bersih 3. Cukup bersih 2. Kurang bersih 1. Kotor/kumuh
3.3
Idealnya tempat sampah
5. Ada dan ditempatkan tidak mencolok 4. Ada jumlahnya terbatas 3. Ada jumlahnya sangat terbatas 2. Ada ditempatkan mencolok
sangat
1. Tidak ada 3.4
Idealnya kolam
air
5. Dibersihkan setiap hari 4. Dibersihkan setiap dua hari 3. Dibersihakan tiga hari sekali 2. Dibersihkan setiap minggu 1. Tidak dibersihkan
92
3.5
Idealnya tempat parkir
5. Jauh dari situs/lokasi 4. Cukup jauh 3. Dekat lokasi 2. Membahayakan kelestarian situs 1. Tidak ada
93
Lampiran 3
DAFTAR NAMA RESPONDEN WISATAWAN MANCANEGARA
NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
NAMA DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN WISATAWAN MANCANEGARA DI PURA TAMAN AYUN NAMA UMUR JENIS PEKERJAAN KEWARGANEGARAAN KELAMIN Anne Solie 20 Pr Mahasiswa Denmark Helle Larsen 50 Pr Lain-lain Denmark Diane Rank 42 Pr Part timer Australia Pilna 48 Pr Imploey Italia Piend 52 Lk Jagal Frabonni Zaida 24 Pr Ahli Farmasi Spanyol Wim van der 60 Lk Doktor Belanda Bik Sean 24 Lk Mahasiswa Inggris Mulhowand Axel Brandt 25 Lk Lain-lain Jerman Helene Dordolo 54 Pr Bisnis Prancis Burgun 56 Pr Bisnis Prancis Ghislaine Bordenaje 25 Pr Artis Prancis Alexandra 26 Pr Artis Prancis Calea 60 Pr Bisnis Prancis Galea 60 Lk Bisnis Prancis JUMLAH Lk 5 Pr 11
NAMA DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN WISATAWAN MANCANEGARA DI PURA TIRTA EMPUL NAMA UMUR JENIS PEKERJAAN KEWARGANEGARAAN KELAMIN Julie 48 Pr Penjaga toko Australia Cath Nicholson 60 Pr Bisnis Australia Jess 42 Pr Bisnis Amerika Daniel 40 Lk Guru Maroko Jatti Prillingen 25 Pr Mahasiswa Australia Itu 34 Pr Guru India Prity Pringler 50 Pr Pensiunan Australia Gill Hibbitt 64 Pr Bisnis Inggris/UK Janice 65 Pr Pensiunan Amerika Nadra 40 Pr Doktor Prancis Jie Huang 24 Lk Bisnis China Nicholas Vinson 36 Lk Artis Prancis Vinson 35 Pr Doktor Prancis Amandine Cardini Silvona 60 Pr Pensiunan Italia Francesto 60 Lk Pensiunan Italia Campironi JUMLAH Lk 4 Pr 11
94
KET
15
KET
15
Lampiran 4 KUESIONER UNTUK WISATAWAN NUSANTARA
Silahkan isi tanda (V) pada salah satu kotak
Identitas Responden
1.Nama
: …………………………………….
2.Daerah asal : ……………………………………. 3.Jenis Kelamin Laki-laki
Perempuan
4.Umur 15 – 29 tahun 45 – 59 tahun
30 – 44 tahun > 60 tahun
5.Pekerjaan Pengusaha
Dokter
Guru/Dosen
Sopir
Pengacara
Pelajar/Mahasiswa
Seniman
Pelajar/Lainnya……………..(jelaskan)
6.Darimanakah sumber informasi tentang keberadaan Pura Taman Ayun dan Tirta Empul? Mulut ke mulut Surat Kabar Televisi
Internet Agen perjalanan (travel) Lainnya…………………….(sebutkan)
95
7.Berapa kali anda pernah mengunjungi Pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empul sebelumnya? Pertama kali
Tiga kali
Dua kali
Lebih dari tiga kali
8.Apakah anda tahu bahwa Pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empul telah ditetapkan sebagai warisan budaya dunia A
Ya
Tidak
9.Apakah anda tahu nilai keunggulan universal Pura taman Ayun dan Pura Tirta Empul A
Ya
12.
Tidak Apakah anda puas dengan adanya larangan/pembatasan memasuki halaman
utama/jeroan pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empul? A
Ya
Tidak
11. Apakah anda memakai sarung dan selendang memasuki Pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empul? A
Ya
Tidak
12. Apakah petugas menyediakan sarung dan selendang untuk wisatawan A
Ya
Tidak
96
13. Silahkan centang (V) pada salah satu kotak dibawah ini terkait tentang persepsi anda tentang Daya Tarik Wisata Pura Taman Ayun. a. Atraksi-atraksi Sangat
Baik
Cukup
Kurang
Baik
Sangat Kurang
Keunikan Arsitektur Lansekap taman Kolam Fotografi Pameran Lukisan Kebun Botanical Aktivitas Seremonial
b. Aksesbilitas Sangat Baik Lokasi yang strategis ut eke tempat wisata lain Jarak tempuh dari bandara Kondisi jalan menuju lokasi Kondisi jalan di depan lokasi Transportasi menuju lokasi
97
Baik
Cukup
Kurang
Sangat Kurang
c. Fasilitas Sangat
Baik
Cukup
Kurang
Baik
Sangat Kurang
Wantilan Toilet Parkir Kantin Gazebo Payung
d. Organisasi Kepariwisataan/Pengelola Sangat Baik Promosi Keamanan Kebersihan Kesejukan Pelayanan Informasi untuk wisatawan Harga tiket
98
Baik
Cukup
Kurang
Sangat Kurang
14. Saran anda terhadap pengelolaan daya tarik wisata Pura Taman Ayun (baik dari segi pelayanan, fasilitas, dan lain-lain) ………………………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………………………
99
Lampiran 5
KUESIONER UNTUK WISATAWAN MANCANEGARA
Please put a (V) in one of the box Responden Identity 1.Name
: ……………………………………………
2.Nationality
: ……………………………………………
3.Sex Male
Female
4.Age 15 – 29 years old
30 – 44 years old
45 – 59 years old
> 60 years old
5.Occuption Businessman/woman
Doctor
Teacher
Driver
Lawyer
Student
Artist
Others…………………………..(specify)
6.How do you know the Taman Ayun /Tirta Empul Temple? Friends
Internet
Newspaper
Travel Agent
Television
Others…………………….(specify)
100
7.How many times have you ever visited Taman Ayun /Tirta Empul Temple? First time
Third times
Second times
More than three times
8.Do you know that Taman Ayun/Tirta Empul Temple has been established as the World Heritage Site? Yes
No
9.Do you know the outstanding universal value of Taman Ayun/Tirta Empul temple as the World Heritage Site in Bali?
Yes
No
10.Do you feel comfortable with the limitation of access to the inner yard of the temple
Yes
No
11.Do you wear a sarong and a scarf when entering the temple
Yes
No
12. Do the front office provide sarong and scarf for you
Yes
No
Y e s
101
13.Please put (V) inside one of the box regarding your perception about Taman Ayun Temple tourist attraction below: a. Attractions Very
Good
Fair
Poor
Good
Very Poor
The uniqueness of architecture Garden Landscape Pond Photography Botanical Garden Ceremonial activities
b. Accessibilities Very Good Strategic location Route to other tourist attractions Distance from the airport The condition of the road to the location The condition of the road infront of location Transportation to the location 102
Good
Fair
Poor
Very Poor
c. Facilities Very
Good
Fair
Poor
Good
Very Poor
Wantilan Toilet Parking area Canteen Gazebo Umbrella
d. Tourist Organization/Management Very Good Promotion Security Cleanliness Coolness Tourist Information Ticket’s price
103
Good
Fair
Poor
Very Poor
14.Please write your advise related to the management of tourist attraction of Taman Ayun/Tirta Empul Temple (regarding services, facilities or others)
……………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………
104
Lampiran 6
IMPLEMENTASI TRI HITA KARANA DALAM PENGELOLAAN WARISAN BUDAYA DUNIA PURA TAMAN AYUN DAN PURA TIRTA EMPUL SEBAGAI DAYA TARIK WISATA Oleh I Wayan Ardika Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana I Nyoman Dhana Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana I Ketut Setiawan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana
ABSTRACT Tri Hita Karana is a local wisdom which determines the cultual landscape of Bali as the world cultural heritage. Pura Taman Ayun and Pura Tirta Empul are parts of cultural landscape of Bali, they are also utilized as tourist destinations. Tri Hita karana is also in lined with the implementation of cultural tourism in Bali. The philosophy of Tri Hita Karana is the reprsentation of live i.e. harmony and balance between human and God (Parhyangan), human and others (Pawongan), and between human and the environment (Palemahan). The purpose of this article is to reveal the implementation of Tri Hita Karana in managing the world cultural heritage of Pura Taman Ayun and Pura Tirta Empul as tourist attractions in Bali. Sixty questionaries were distributed and several informants were interviewed in this research. This research revealed that the Tri Hita Karana has been implemented at Pura Taman Ayun and Pura Tirta Empul. However, the aspect of Pawongan need to be improved in order to obtain more satisfactory information and services for the tourists. Keywords: Tri Hita Karana, world cultural heritage ABSTRAK Tri Hita Karana sebagai kearifan lokal melandasi penetapan landskap budaya Bali sebagai warisan budaya dunia. Pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empul merupakan bagian landskap budaya Bali, dan sekaligus sebagai daya tarik wisata. Penetapan landskap budaya Bali sebagai warisan budaya dunia selaras dengan pelaksanaan pariwisata budaya di Bali, yang juga berlandaskan Tri Hita Karana. Filosofi Tri Hita Karana merupakan representasi kehidupan yang harmonis dan seimbang antara manusia dengan Tuhan (Parhyangan), manusia dengan sesamanya (Pawongan), dan manusia dengan lingkungan alam (Palemahan). Penelitian ini bertujuan untuk memahami implementasi Tri Hita Karana dalam pengelolaan warisan budaya dunia Pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empul sebagai daya tarik wisata. Enam puluh orang wisatawan mancanegara dan nusantara ditetapkan sebagai responden dan sejumlah informan diwawancarai dalam penelitian ini. Aspek Parhyangan, Pawongan, dan Palemahan telah diimplementasikan dalam pengelolaan warisan budaya dunia Pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empul sebagai daya tarik wisata. Dalam kenyataan di lapangan, aspek 105
Pawongan masih perlu ditingkatkan sehingga wisatawan mendapatkan informasi dan pelayanan yang optimal. Kata kunci: Tri Hita Karana, warisan budaya dunia,
PENGANTAR
Tujuan Konvensi Unesco 1972 adalah mengidentifikasi, melindungi dan mempreservasi warisan budaya dan alam di seluruh dunia yang dianggap (Outstanding Universal Value)
memiliki nilai keunggulan yang universal
bagi kemanusiaan dari segi sejarah, kebudayaan atau ilmu
pengetahuan. Terkait dengan hal ini, pada tanggal 29 Juni 2012 Unesco telah menetapkan landskap budaya Bali sebagai warisan dunia, karena mengandung nilai keunggulan universal (outstanding universal value). Beberapa situs yang telah ditetapkan sebagai warisan budaya dunia meliputi Pura
Ulun Danu Batur, Kawasan tinggalan arkeologi di Aliran Sungai Pakerisan di Kabupaten Gianyar, pura Taman Ayun di Kabupaten Badung, dan Kawasan subak Catur Angga Pura Batukaru, di Kabupaten Tabanan. Tujuan utama penetapan kawasan tersebut sebagai warisan budaya dunia adalah meningkatkan pelestarian kawasan, pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan kawasan, mempertahankan keseimbangan ekologis dan mewujudkan revitalisasi pertanian, dengan berorientasi pada falsafah Tri Hita Karana (selanjutnya disebut THK) yang menekankan pentingnya keharmonisan hubungan manusia dengan Tuhan (Parhyangan), dengan sesamanya (Pawongan), dan dengan lingkungan alam (Palemahan) (Lansing, Steve and Julia N. Watson. 2012; Surata, 2013;
Madiasworo, Taufan, dkk. 2014; 219-225). Kawasan warisan budaya dunia di Bali
berpotensi sebagai daya tarik wisata sehingga
pengelolaannya harus berlandaskan nilai-nilai keunggulan universal THK. Keharusan ini bersesuaian pula dengan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 2 Tahun 2012 tentang Kepariwisataan Budaya Bali
yang menyatakan bahwa “Penyelenggaraan Kepariwisataan Budaya Bali dilaksanakan
berdasarkan pada asas manfaat, kekeluargaan, kemandirian, keseimbangan, kelestarian, partisipatif, berkelanjutan, adil dan merata, demokratis, kesetaraan dan kesatuan yang dijiwai oleh nilai-nilai Agama Hindu dengan menerapkan falsafah Tri Hita Karana”. Ini berarti pengelolaan warisan budaya dunia sebagai daya tarik wisata harus dilakukan dengan mengindahkan nilai-nilai yang terkandung dalam falsafahTHK. Pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empul merupakan bagian warisan budaya dunia di Bali yang juga berfungsi sebagai daya tarik wisata. Dalam konteks ini, Pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empul telah mengalami konstruksi dan interpretasi ulang yakni bukan saja sebagai tempat suci, namun juga berfungsi sebagai daya tarik wisata (Hitchcock, M., Victor T.King and Michael
Parnwell, 2010; Park, 2014). Seperti dikatakan oleh William Lipe (1984) dan Timothy Darvill (dalam Hardesty, Donald, L dan Barbara J. Little, 2009; Ardika, 2015: vi) bahwa 106
tinggalan arkeologi atau warisan budaya memiliki nilai ekonomi karena berfungsi sebagai daya tarik wisata. Bertolak dari paparan di atas, artikel ini menyoroti implementasi THK dalam pengelolaan warisan budaya dunia Pura Taman Ayun dan Tirta Empul yang telah ditetapkan sebagai daya tarik wisata di Bali. Fokusnya adalah pada pemahaman dan implementasi nilai-nilai THK oleh sumber daya manusia dalam pengelolaan warisan budaya dunia Pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empul untuk pengembangan pariwisata. Pemahaman dan implementasi THK dalam hal ini tentu saja berkaitan erat dengan pemanfaatan ruang yang ada dalam kawasan warisan budaya dunia tersebut dalam pengembangan pariwisata beserta implikasi-implikasinya. Data yang digunakan dalam artikel ini merupakan bagian dari hasil penelitian yang dilakukan oleh tim penulis artikel ini, yang didanai oleh Universitas Udayana pada tahun anggaran 2015. Penelitian tersebut dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif melalui teknik observasi dan wawancara. Wawancara dilakukan terhadap beberapa informan dengan menggunakan pedoman wawancara, dan terhadap 60 responden dengan menggunakan kuesioner. Responden dalam hal ini terdiri atas wisatawan mancanegara dan nusantara, yang ditentukan
secara kebetulan (accidental sampling) pada saat pengumpulan data. Responden tersebut terdiri atas 30 orang wisatawan mancanegara dan 30 orang wisatawan nusantara. Jumlah responden di masing-masing lokasi penelitian yakni di Pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empul adalah 30 orang, yang terdiri atas 15 orang wisatawan mancanegara dan 15 orang wisatawan nusantara. Data yang dikumpulkan dengan teknik pengumpulan data seperti ini adalah data tentang implementasi THK dalam pengelolaan warisan budaya dunia Pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empul sebagai daya tarik wisata. Melalui penyebaran kuesioner kepada responden, secara khusus digali data tentang persepsi mereka terhadap atraksi, aksesibilitas, fasilitas, dan manajemen/organisasi yang terkait dengan pengelolaan warisan budaya dunia Pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empul dilihat dari perspektif nilai-nilai THK. Analisis data/informasi dilakukan dengan teknik penggabungan atau perpaduan antara deskriptif kualitatif interpretatif dan kuantitatif. Analisis interpretatif, terutama secara emik dan etik, sehingga dapat dihindari kemungkinan adanya masalah dengan informan yang telah melakukan sesuatu tindakan tetapi tidak mampu menginformasikan maknanya sebagiamana dikatakan oleh Brian Fay (2004). Secara konkret mekanismenya bahwa setiap informansi penting yang diperoleh dari informan langsung dianalisis dan dilanjutkan dengan wawancara sehingga mekanisme tersebut mengacu kepada apa yang oleh Taylor dan Bogdan (1984: 128) disebut dengan istilah go hand-in-hand dalam proses pengumpulan dan analisis data. 107
Analisis data tersebut dilakukan dengan mengikuti prosedur analisis data sebagaimana dikemukakan oleh Miles dan Huberman (1992) yaitu reduksi data, menyajikan, menafsirkan data, dan menarik simpulan. Reduksi data meliputi berbagai kegiatan yakni penyeleksian, pemokusan, simplifikasi, pengkodean, penggolongan, pembuatan pola, foto dokumentasi untuk situasi atau kondisi yang memiliki makna subjektif, kutipan wawancara yang memiliki makna subjektif, dan catatan reflektif. Penyajian data dan penafsiran berkaitan dengan penyusunan teks naratif dalam kesatuan bentuk, keteraturan, pola-pola, penjelasan, konfigurasi, alur sebab akibat, dan proposisi. Penarikan simpulan atau verifikasi antara lain mencakup hal-hal yang hakiki, makna subjektif, temuan konsep, dan proses universal. Kesemuanya ini tidak terlepas dari masalah yang ditelaah. Kegiatan pengumpulan data, reduksi data, penarikan simpulan dan penyajian data, merupakan rangkaian kegiatan yang terkait dan bisa berlangsung secara ulang-alik, sampai mendapat hasil penelitian akhir, yakni etnografi yang bersifat holistik dan sarat makna, dalam kontes pemberian jawaban terhadap masalah yang dikaji dalam penelitian ini. Untuk mengukur persepsi wisatawan digunakan Skala Likert. Jawaban setiap item instrumen mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif, dengan indikator sebagai berikut: sangat baik (SB) dengan interval 4,21-5,00; baik (B) dengan interval 3,414,20; cukup/ragu-ragu (C) dengan interval 2,61-3,40; kurang (K) dengan interval 1,81-2,60; dan sangat kurang (SK) interval 1,0-1,80.
PEMBAHASAN Pengelolaan warisan budaya dunia Pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empul sebagai daya tarik wisata secara ideal mestinya sesuai dengan nilai-nilai THK. Untuk itu, maka pemahaman dan implementasi nilai-nilai THK merupakan langkah strategis, mengingat bahwa berdasarkan pemahaman itulah dilakukan langkah-langkah pengelolaan dalam rangka memanfaatkan ruang yang ada dalam kawasan warisan budaya dunia tersebut hingga membawa implikasi tertentu. Hal ini sesuai dengan pandangan Poria (dalam Chheang, 2011: 213) bahwa persepsi wisatawan menjadi inti
atau bagian yang sangat penting dalam pariwisata warisan budaya, karena persepsi wisatawan menentukan nilai atau makna destinasi. Pemahaman dan implementasi nilai-nilai THK dalam hal ini dapat dilihat dari persepsi para wisatawan mengenai realita yang berkaitan dengan pengalamannya berkunjung ke dua pura tersebut di atas. Menurut Cooper et.al (1995: 81) bahwa sebuah destinasi wisata harus memiliki empat komponen
yakni daya tarik (attraction),
mudah dicapai karena adanya transportasi lokal dan 108
terminal (access), tersedianya berbagai fasilitas seperti akomodasi, restoran, tempat belanja, tempat hiburan, dan pelayanan lain (amenities), dan organisasi kepariwisataan yang diperlukan untuk pelayanan wisatawan (ancillary services). Persepsi wisatawan dikaitkan dengan keempat komponen tersebut dan digambarkan sebagai berikut.
Persepsi Wisatawan tentang Pura Taman Ayun Penataan areal Pura Taman Ayun telah dilakukan dengan mengikuti tata ruang yang berazaskan nilai-nilai trimandala, sehingga areal pura itu dipilah menjadi tiga bagian: halaman luar (jaba sisi), halaman tengah (jaba tengah), dan bagian dalam (jeroan). Dalam rangka pemanfaatannya sebagai daya tarik wisata, maka diberlakukan larangan memasuki areal jeroan bagi
wisatawan. Berkenaan dengan hal ini diperoleh data bahwa semua
responden menyatakan bahwa mereka tidak kecewa atas larangan tersebut. Jika disimak dari perspektif teori konstruksi sosial yang dikembangkan oleh Berger dan Lukmann (2011), pernyataan para wisatawan ini menyiratkan bahwa mereka telah melakukan persepsi terhadap larangan tersebut. Melalui persepsinya itu mereka melakukan pemaknaan yang hasilnya diinternalisasikan ke dalam diri mereka. Dalam tahap ini mereka juga melakukan konseptualisasi terhadap larangan tersebut yang menghasilkan pernyataan bahwa larangan tersebut tidaklah mengecewakan. Oleh karena itu, hasil pengamatan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada wisatawan yang masuk ke bagian dalam Pura Taman Ayun. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dalam konteks ini tidak ada wisatawan yang mempunyai kesan negatif atau pengalaman buruk dalam kunjungannya ke Pura Taman Ayun yang memungkinkan timbulnya citra buruk mengenai pura ini di kalangan wisatawan. Tentu saja larangan masuk ke halaman utama Pura Taman Ayun merupakan representasi aturan yang berasaskan adat-istiadat yang lazim berlaku dalam masyarakat Bali. Mengingat aturan ini telah dipatuhi secara sukarela oleh para wisatawan maka hal ini dapat dikatakan sebagai pengembangan pariwisata budaya sebagaimana dikonsepsikan dalam Peraturan Daerah Provinsi Bali nomor 2 Tahun 2012 tentang Kepariwisataan Budaya Bali yang merupakan hasil revisi Peraturan Daerah Provinsi Bali nomor 3 tahun 1991 tentang Kepariwisataan Budaya Bali. Pasal 1 angka 14. Larangan memasuki halaman utama/jeroan pura Taman Ayun tidak berarti bahwa wisatawan sama sekali tidak dapat menyaksikan kegiatan upacara atau palinggih/bangunan suci yang terdapat pada halaman tersebut. Berdasarkan hasil pengamatan bahwa para 109
wisatawan dengan
leluasa dan nyaman dapat menyaksikan dan memotret
palinggih
ataupun kegiatan upacara yang terjadi di halaman utama/jeroan pura. Hal ini menjadi salah satu penyebab wisatawan merasa puas berkunjung ke Pura Taman Ayun. Tampaknya kenyataan ini mirip dengan pengalaman para peziarah di objekobjek wisata lain sebagaimana dikemukakan oleh Chheang (2011: 214), bahwa peziarah mengharapkan sesuatu yang biasa atau umum, sakral, tempat yang unik untuk meningkatkan pengalaman mereka, dan tidak semata-mata mencari yang otentik. Dalam konteks ini, pengelolaan Pura Taman Ayun dapat dikatakan sebagai model atau contoh terbaik di Bali, dan perlu dicontoh oleh pangemong dan pengelola pura lain sebagai daya tarik wisata. Dikatakan demikian karena larangan tersebut
akan dapat menjaga kesakralan pura.
Pencitraan pura sebagai tempat suci harus tetap dijaga sehingga wisatawan pun merasakan aroma kesakralan dan pengalaman yang berharga. Walaupun demikian ternyata wisatawan yang
berkunjung ke Pura Taman Ayun
hampir semuanya tidak memakai kain dan selendang. Mereka tidak diwajibkan menggunakan kain dan selendang oleh petugas, karena wisatawan hanya sampai di halaman kedua/jaba tengah pura tersebut. Sehubungan dengan itu maka petugas tidak menyediakan selendang dan kain untuk wisatawan. Perlu dicatat bahwa pemandu wisatawan yang mengantar tamunya ke Pura Taman Ayun justru tetap memakai pakaian adat Bali.
Hal ini berpotensi untuk
timbulnya citra, bahwa tidak semua areal di kawasan pura itu sakral, pada hal areal pura adalah kawasan suci yang di dalamnya terdapat tempat suci atau bangunan yang disucikan (palinggih).
Oleh karena itu, persoalan ini masih perlu dipikirkan lagi untuk menjaga citra
tentang kesakralan kawasan suci di areal Pura Taman Ayun sebagai daya tarik wisata. Kenyataan ini berbeda dengan kondisi di Pura Trita Empul dan pura lain di Bali. Biasanya petugas mewajibkan para wisatawan memakai kain dan selendang jika hendak berkunjung atau memasuki pura /tempat suci. Persepsi wisatawan terhadap keunikan arsitektur, lanskap taman, dan kebon botanikal yang terdapat di Pura Taman Ayun sangat baik. Persepsi wisatawan mancanegara terhadap kolam baik. Perlu dicatat bahwa pada saat penelitian ini dilakukan yakni awal Juni 2015 kolam sedang dikeringkan karena ada projek penataan kolam. Wisatawan kurang terkesan dengan kolam tersebut. Wisatawan juga kurang tertarik dengan aktivitas seremonial yang dinilai cukup, karena pada saat penelitian ini dilakukan tidak ada upacara di Pura Taman
110
Ayun. Hal ini bisa dimaklumi mengingat aktivitas upacara dilakukan setiap enam bulan sekali atau pada saat ada upacara keagamaan Hindu di pura tersebut. Selain itu, para wisatawan yang berkunjung ke Pura Taman Ayun juga mempunyasi persepsi tersendiri tentang aksesibilitas menuju pura tersebut. Semua wisatawan mancanegara menyatakan lokasi Taman Ayun sangat strategis untuk menuju daya tarik wisata lainnya. Hal ini dapat dimaklumi karena sebagian besar wisatawan yang berkunjung ke Pura Taman Ayun membeli paket wisata. Wisatawan pun tidak ada yang mengeluh mengenai kondisi jalan menuju ke destinasi tersebut. Di areal Pura Taman Ayun ada beberapa fasilitas berupa bangunan, seperti wantilan, tempat parkir, dan toilet. Para wisatawan sangat puas dengan fasilitas yang tersedia di Pura Taman Ayun seperti tempat parkir, wantilan dan toilet. Kendaraan roda empat atau mini bus yang mengangkut wisatawan diizinkan berhenti di depan gapura atau pintu masuk Pura Taman Ayun. Hal ini dilakukan oleh pengelola daya tarik wisata Taman Ayun untuk memberikan kenyamanan dan kepuasan kepada wisatawan. Bus besar diparkir di jalan raya Mengwi-Denpasar atau di luar pintu gerbang kawasan pura Taman Ayun. Wantilan di Pura Taman Ayun baru saja direnovasi dan diisi patung atau miniatur orang adu ayam. Hal ini diharapkan dapat menjadi daya tarik wisatawan. Pemutaran video atau slide adu ayam dengan menggunakan layar lebar di wantilan mungkin akan lebih menarik untuk wisatawan. Setelah berkeliling dan melihat-lihat pura dan lingkungannya, wisatawan bisa beristirahat di wantilan sambil menonton video atau slide adu ayam. Atraksi ini dapat menjadi daya tarik tambahan bagi wisatawan di Pura Taman Ayun. Pengelola Pura Taman Ayun juga menyiapkan toilet yang bersih dan berkualitas sehingga wisatawan puas dengan kondisinya. Toilet di Pura Taman Ayun diperbaiki setelah ditetapkan oleh Unesco sebagai warisan budaya dunia. Hal ini sangat wajar dan masuk akal, mengingat label yang disandang oleh Pura Taman Ayun sebagai warisan budaya dunia. Sebagian besar wisatawan mancanegara
tidak mengetahui
Pura Taman Ayun
berstatus sebagai warisan budaya dunia. Wisatawan memahami status Pura Taman Ayun sebagai warisan budaya dunia lewat agen perjalanan atau travel
agent. Hal ini
mengindikasikan bahwa promosi Pura Taman Ayun masih perlu ditingkatkan di masa depan untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan. Menurut keterangan Bapak I Gusti Ngurah Rai Suryawijaya, SE, MBA selaku Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah 111
Kabupaten Badung, yang juga menjabat sebagai Ketua PHRI Kabupaten Badung bahwa promosi pariwisata Badung dilakukan secara menyeluruh, bukan masing-masing daya tarik wisata. Pengelolaan Pura Taman Ayun ditandai dengan berbagai kegiatan dalam berbagai bidang : promosi, keamanan, kebersihan, kenyamanan, penyediaan informasi, dan penetapan harga tiket. Persepsi wisatawan terkait dengan keamanan, kebersihan, kenyaman, dan informasi tentang daya tarik wisata Taman Ayun dapat dikatakan sangat baik. Wisatawan tampaknya sangat puas dengan informasi atau keterangan yang diberikan oleh pemandu wisatawan. Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa sebagian besar wisatawan yang berkunjung ke Pura Taman Ayun dengan membeli paket tour.
Persepsi Wisatawan tentang Pura Tirta Empul Hasil pengamatan menunjukkan bahwa wisatawan yang berkunjung ke Pura Tirta Empul semuanya memakai kain dan selendang. Fenomena ini berbeda dengan realita yang ditemukan di Pura Taman Ayun. Panitia atau pengelola Pura Tirta Empul menyediakan kain dan selendang untuk wisatawan. Persepsi responden terhadap penyediaan kain dan selendang di Pura Tirta Empul menunjukkan bahwa hampir semua responden menyatakan puas. Hanya satu orang yang menyatakan tidak puas. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan terhadap wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Pura Tirta Empul semuanya merasa tidak kecewa atas larangan atau pembatasan akses memasuki halaman utama/jeroan pura tersebut.
Wisatawan diizinkan
memasuki halaman utama/jeroan, namun dibatasi pada area tempat persembahyangan agar tidak mengganggu kegiatan umat. Persepsi wisatawan yang berkunjung ke Pura Tirta Empul secara umum menyatakan bahwa ukiran palinggih/bangunan di Pura Tirta Empul sangat baik, namun ada pula yang menyatakan cukup menarik. Kegiatan upacara di Pura Tirta Empul dinyatakan baik karena wisatawan menyaksikan langsung bahwa setiap wisatawan yang melukat atau melakukan upacara pembersihan diri di pancoran menghaturkan sesaji. Kenyataan ini juga sekaligus menunjukan kesakralan pura tersebut. 112
Wisatawan pada umumnya menyatakan bahwa jalan menuju ke destinasi dalam keadaan baik. Perlu diketahui bahwa Pura Tirta Empul merupakan tempat transit paket wisata Denpasar menuju Kintamani sehingga kondisi jalan cukup baik. Persepsi responden tentang kondisi wantilan, toilet, dan tempat parkir di Pura Tirta Empul baik dan cukup. Perlu dicatat bahwa tempat ganti pakaian dan toilet tidak dipisah atau dijadikan satu dan agak kotor sehingga wisatawan mancanegara kurang puas dengan kondisi tersebut. Wisatawan juga tidak setuju adanya pungutan atau fee untuk tempat ganti dan toilet, karena kesannya komersial. Mereka menyarankan agar harga tiket masuk dinaikan, dan toilet dibebaskan dari pungutan atau fee. Wisatawan menyatakan bahwa promosi daya tarik wisata Pura Tirta Empul dikategorikan baik. Berdasarkan pengamatan di lapangan, wisatawan yang berkunjung ke Pura Tirta Empul secara berkelompok atau group. Mereka dapat dipastikan menggunakan biro perjalanan atau travel agent. Keamanan dan kebersihan di Pura Tirta Empul dinilai baik oleh wistawan. Harga tiket masuk Rp 15.000,- dinilai pantas oleh wisatawan. Wisatawan nusantara menyatakan bahwa arsitektur Pura Tirta Empul sangat baik. Palinggih di Pura Tirta Empul tampak sangat indah dengan ukiran dan polesan prade sehingga sangat menarik wisatawan. Lanskap taman dan kolam tergolong baik. Di Pura Tirta Empul wisatawan dapat melakukan penyucian diri atau melukat, dan memberi makan ikan koi yang ditebar di kolam di sisi barat halaman luar atau jaba sisi pura tersebut. Persepsi wisatawan nusantara terhadap organisasi dan manajemen Pura Tirta Empul secara keseluruhan dinyatakan cukup baik. Promosi dan informasi kepada wisatawan tampaknya perlu ditingkatkan. Keberadaan pemandu atau guide lokal di Pura Tirta Empul sangat diperlukan untuk memberikan penjelasan kepada wisatawan nusantara yang pada umumnya tidak membeli paket tour. Sejarah dan mitos pura Tirta Empul, fungsi bangunan atau palinggih akan dapat menambah daya tarik destinasi tersebut. Berdasarkan hasil kuesioner bahwa wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara yang berasal dari luar Bali tidak memahami tentang nilai-nilai Tri Hita Karana. Selain itu, wisatawan mancanegara dan nusantara yang berasal dari luar Bali juga tidak mengetahui tentang nilai keunggulan luar biasa (outstanding universal value) Tri Hita Karana yang melandasi penetapan lanskap budaya Bali sebagai warisan budaya dunia.
113
Implementasi Tri Hita Karana dalam Pengelolaan Pura Taman Ayun dan Tirta Empul sebagai Daya Taris Wisata Penetapan Lanskap Budaya Bali
oleh Unesco sebagai Warisan Budaya Dunia
dilandasi oleh filosofi Tri Hita Karana, yang selaras dengan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 2 Tahun 2012 tentang Kepariwisataan Budaya Bali (Lansing dan Watson, 2012; Pemerintah Provinsi Bali 2012; Surata, 2013). Nilai-nilai filosofi Tri Hita Karana terdiri atas tiga aspek yakni hubungan yang selaras dan harmonis antara manusia dengan Tuhan/Ida Sanghyang Widi
Wasa (Parhyangan), hubungan manusia dengan sesama
manusia
(Pawongan), dan hubungan manusia dengan lingkungan (Palemahan). Pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empul adalah bagian warisan budaya dunia dan sekaligus sebagai tempat suci. Kedua pura dan warisan budaya dunia tersebut sudah tentu dikonstruk dan diinterpretasi ulang ketika berfungsi sebagai daya tarik wisata (Hitchcock, M., Victor T.King and Michael Parnwell, 2010; Park, 2014). Konstruksi dan interpretasi ulang itu mungkin saja menimbulkan komodifikasi, yakni suatu benda yang sebelumnya bukan merupakan komoditi kemudian diubah sehingga dapat menghasilkan uang. Meminjam istilahnya Michel Picard (2006:164) bahwa Pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empul telah mengalami proses turistifikasi atau sebagai produk pariwisata. Sesuai dengan judul penelitian ini maka ketiga aspek THK dibahas berdasarkan pengamatan empirik di lapangan, hasil wawancara mendalam dengan pengelola Pura Taman Ayun dan Tirta Empul serta instansi terkait, dan persepsi wisatawan yang diperoleh melalui angket yang disebarkan kepada 60 orang wisatawan, yang tediri atas 30 orang wisatawan mancanegara dan 30 orang wisatawan nusantara. Berikut adalah pembahasan masing-masing aspek Tri Hita Karana sebagai berikut.
Aspek Parhyangan Aspek Parhyangan terkait dengan hubungan manusia dengan Tuhan/Ida Sanghyang Widi Wasa. Pihak pengelola Pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empul telah menetapkan aturan-aturan atau rambu-rambu untuk wisatawan yang memasuki pura tersebut. Di Pura Taman Ayun pihak pengelola tidak menyediakan kain dan selendang untuk wisatawan yang memasuki pura tersebut. Fenomena yang berbeda ditemukan di Pura Tirta Empul bahwa wisatawan diwajibkan menggunakan kain dan selendang pada saat memasuki pura. Kain dan 114
selendang disiapkan oleh pengelola pura Tirta Empul, sehingga semua wisatawan memakainya ketika mereka memasuki kawasan pura tersebut. Adanya ketentuan yang berbeda tersebut menyebabkan wisatawan di Pura Taman Ayun tidak memakai kain dan selendang, sedangkan di Pura Tirta Empul hampir semua wisatawan memakainya (lihat foto 1 di bawah). Pemakaian kain dan selendang memasuki pura sebagai daya tarik wisata dapat dikatakan salah satu upaya menjaga kesucian pura.
Foto 1. Pemandangan yang kontras mengenai wisatawan di Pura Taman Ayun (kanan) dan Pura Tirta Empul (kiri) Dalam konteks ini, petugas sebaiknya menyiapkan kain dan selendang, sehingga wisatawan diwajibkan memakainya. Wisatawan Prancis menyarankan agar canang sari (sesajen) juga dihaturkan pada setiap palinggih, sehingga dapat menambah kesan kesakralan destinasi tersebut. Usulan yang sangat menarik juga disampaikan oleh wisatawan Prancis itu agar wisatawan yang datang ke Pura Taman Ayun tetap memakai kain/sarong dan selendang/selempot. Hal ini sangat penting untuk ditindaklanjuti mengingat Pura Taman Ayun sebagai tempat suci sehingga kesakralannya harus tetap dijaga. Sebagai upaya menjaga kesucian pura, wisatawan dilarang memasuki halaman utama/jeroan di Pura Taman Ayun. Kondisi alam dan lingkungan yang berbeda tidak memungkinkan hal itu diberlakukan di Pura Tirta Empul. Wisatawan diizinkan memasuki halaman utama/jeroan, namun pada area yang terbatas. Pada halaman utama/jeroan Pura Tirta Empul dipasang tanda pembatas dan larangan untuk wisatawan memasuki tempat melaksanakan upacara pemujaan di pura tersebut (lihat foto 2 di bawah).
115
Foto 2. Tanda pembatas dan larangan bagi wisatawan di halaman utama/jeroan Pura Tirta Empul
Larangan memasuki halaman utama/jeroan pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empul ternyata tidak menimbulkan kekecewaan di kalangan wisatawan. Seperti telah diuraikan di depan bahwa wisatawan sangat puas menikmati keindahan dan arsitektur pura. Wisatawan yang memasuki halaman utama/jeroan pura Tirta Empul diwajibkan ke luar dari sisi utara jeroan/halaman utama sehingga mereka dapat mengelilingi pura, hanya saja tidak dapat melihat keseluruhan palinggih (lihat foto 3). Strategi pengelolaan wisatawan di Pura Tirta Empul dapat dikatakan meniru pengelolaan di Pura Taman Ayun, namun kondisi lingkungan yang berbeda sehingga kenyamanan yang diperoleh oleh wisatawan tidak sama.
Foto 3. Wisatawan mengelilingi pura Tirta Empul dari luar halaman utama/jeroan
Wisatawan masih tetap dapat mengambil foto palinggih yang ada di halaman utama/jeroan pura Taman Ayun dan Tirta Empul, meskipun dilakukan dari luar tembok keliling/panyengker atau pembatas yang ditentukan untuk wisatawan di pura tersebut. Di sisi utara atau pada bagian belakang halaman utama/jeroan pura Taman Ayun dibuat semacam teras atau undakan sehingga wisatawan lebih mudah mengambil foto palinggih atau kegiatan keagamaan yang dilaksanakan pada halaman utama/jeroan pura. 116
Wisatawan dapat
mengambil foto dari halaman utama/jeroan pura Tirta Empul, meskipun ada pembatas atau tanda larangan yang dipasang di pura tersebut (lihat foto 4 di bawah).
Foto 4. Wisatawan mengambil foto dari bagian belakang Pura Taman Ayun dan halaman utama/jeroan Pura Tirta Empul Kemudahan wisatawan untuk mengambil foto palinggih ataupun kegiatan upacara yang dilaksanakan di halaman utama/jeroan pura Taman Ayun dan Tirta Empul dapat dikatakan sebagai bentuk turistifikasi atau komodifikasi. Wisatawan meskipun dilarang atau dibatasi aksesnya memasuki halaman utama/jeroan, namun mereka tetap dengan leluasa dapat mengambil foto. Wisatawan Jepang yang diwawancarai saat melakukan observasi menyatakan bahwa konsep Tri Hita Karana agar betul-betul diimplementasikan dalam pengelolaan Pura Taman Ayun. Lebih lanjut dinyatakan bahwa ukiran ataupun relief yang kelihatan rusak/patah pada bangunan/palinggih agar dilaporkan kepada Unesco untuk dapat dipugar. Berdasarkan uraian di depan bahwa pihak pengelola Pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empul telah berupaya menjaga kesucian/kesakralan pura, terutama bagian utama mandala atau halaman utama/jeroan. Pembatasan akses dan larangan yang diberlakukan kepada wisatawan adalah bentuk implementasi Tri Hita Karana dari aspek Parhyangan untuk menjaga kesucian pura tersebut. Upaya menjaga kesucian pura Tirta Empul direpresentasikan dengan menghaturkan canang sari/sesajen di depan pintu masuk ke pancoran dan saat wisatawan melukat penyucian diri (lihat foto 5 di bawah).
117
Foto 5 Canang sari/sesajen diaturkan pada pintu masuk dan pancuran tempat melukat/penyucian diri di Pura Tirta Empul Aspek Pawongan Pariwisata dipandang sebagai sebuah sistem yang terdiri atas elemen wisatawan/turis, geografis, dan industri pariwisata (Cooper et.al. 2005: 8-9; Pitana dan Diarta, 2099: 59-60). Wisatawan merupakan elemen penting dalam sistem itu karena menyangkut pengalaman, sesuatu yang menyenangkan untuk dinikmati, diharapkan, dikenang atau diingat sebagai yang terpenting dalam kehidupan seseorang. Menurut Leiper (dalam Cooper, et.al. 2005: 9) elemen geografis dapat dikelompokkan menjadi tiga aspek yakni a) daerah yang dapat menstimulasi dan mendorong motivasi kunjungan wisatawan, b) destinasi atau tempat yang menjadi daya tarik wisatawan, dan c) rute transit yakni tempat singgah sementara yang dapat dikunjungi oleh wisatawan dalam perjalanan menuju destinasi. Elemen ketiga dari sistem Leiper tersebut adalah industri pariwisata. Industri pariwisata ini mencakup kegiatan bisnis dan organisasi yang mengantarkan dan/atau menyediakan produk pariwisata. Aspek pawongan dalam filosofi Tri Hita Karana dimaknai sebagai hubungan yang harmonis antara manusia dengan sesamanya. Dalam konteks pariwisata, aspek pawongan dapat dikaitkan dengan hubungan yang harmonis antara pengelola dan wisatawan yang diwujudkan dalam bentuk keramah-tamahan (hospitality) dan pelayanan (service). Pelayanan tiket masuk ke pura sebagai daya tarik wisata, penyediaan kain dan selendang kepada wisatawan adalah bentuk pelayanan dan representasi aspek pawongan. Selain pelayanan tiket masuk dan penyediaan kain dan selendang, para petugas di bagian tiket masuk juga menyiapkan brosur terkait dengan sejarah, palinggih dan upacara di Pura Taman Ayun dan Tirta Empul. Observasi di lapangan menunjukan bahwa pemberian brosur oleh petugas kepada wisatawan sering kali diabaikan, baik di Pura Taman Ayun maupun Pura Tirta Empul. Wisatawan yang tidak diantar oleh pemandu akan kesulitan memperoleh 118
informasi tentang pura tersebut. Hal ini juga menjadi sumber kekecewaan wisatawan, terutama yang tidak diantar oleh pemandu. Wisatawan mancanegara maupun nusantara terutama yang tidak didampingi oleh pemandu banyak menyoroti pengadaan booklet atau brosur tentang sejarah dan fungsi palinggih di Pura Taman Ayun. Mereka tidak memperoleh informasi yang lengkap dan benar, karena brosur yang tersedia ditulis dalam bahasa Indonesia. Terkait dengan booklet/brosur Pura Taman Ayun dan Tirta Empul, sesungguhnya telah disiapkan oleh petugas penjaga tiket/karcis masuk. Petugas terlihat kurang cekatan dalam memberikan pelayanan ketika wisatawan membeli tiket/karcis, dan semestinya sekaligus diberikan booklet atau brosur tentang pura tersebut. Pemandu lokal tidak disiapkan oleh pihak pengelola di masing-masing pura. Keberadaan pemandu atau guide lokal di Pura Taman Ayun dan Tirta Empul sebetulnya sangat diperlukan. Pemandu atau guide lokal akan dapat menjelaskan sejarah pura, fungsi masing-masing palinggih atau bangunan suci dan upacara yang dilaksanakan pada hari tertentu di masing-masing pura. Informasi tersebut akan sangat penting dan menarik bagi wisatawan, sehingga mereka akan memberitahu teman atau kerabatnya untuk mengunjungi pura tersebut. Sebagian besar wisatawan mancanegara melakukan kunjungan pertama kali ke Pura Taman Ayun dan Tirta Empul. Hal ini menjadi peluang bahwa pelayanan yang baik kepada wisatawan sehingga wisatawan akan berkunjung kembali ke destinasi tersebut. Dalam konteks pawongan, keberadaan pemandu lokal di Pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empul sangat diperlukan untuk memberikan informasi yang menarik dan akurat kepada wisatawan. Informasi tertulis baik berupa larangan maupun anjuran juga dipasang di Pura Taman Ayum dan Pura Tirta Empul. Informasi ini sangat diperlukan oleh wisatawan yang berkunjung ke pura tersebut. Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 25 Tahun 2011 tentang Retribusi telah menetapkan bahwa harga karcis masuk ke daya tarik wisata Pura Taman Ayun diatur sedemikian rupa: wisatawan mancanegara membayar Rp 15.000,- dan wisatawan nusantara Rp 10.000,- Berdasarkan Surat Keputusan Bupati Badung Tanggal 1 Oktober, Tahun 1997 telah ditetapkan pembagian retribusi pengelolaan daya tarik wisata sebagai berikut; 25% untuk Pemerintah Kabupaten Badung, dan 75% untuk destinasi Pura Taman Ayun atau Puri Mengwi sebagai pemilik. Menurut petugas karcis, jumlah kunjungan wisatawan per hari ke Pura Taman Ayun diperkirakan antara 400 - 600 orang dengan total pendapatan sekitar Rp 119
10.000.000,- Perlu diketahui bahwa sebelum tahun 1997, wisatawan tidak dikenai tiket masuk di destnasi Pura Taman Ayun. Wisatawan hanya dimintai donasi secara sukarela untuk pemeliharaan dan kebutuhan upacara di pura tersebut. Pada saat penelitian ini dilakukan yakni bulan Juni 2015, belum ada keluhan dari pihak wisatawan mengenai harga karcis. Pengelolaan destinasi Pura Tirta Empul dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Gianyar melalui Dinas Pariwisata Kabupaten Gianyar bekerjasama dengan masyarakat Desa Pakraman/adat Tampaksiring. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Gianyar Nomor 8 Tahun 2010, harga tiket masuk ke destinasi Pura Tirta Empul ditetapkan Rp 15.000,- untuk dewasa, dan Rp 7.500,- bagi anak-anak. Harga tiket tidak dibedakan antara wisatawan mancanegara dan nusantara, sehingga tidak menimbulkan kesan berbeda di antara wisatawan. Berdasarkan informasi yang disampaikan oleh petugas Dinas Pariwisata Kabupaten Gianyar dan Bendesa Pakraman/Adat Tampaksiring bahwa pembagian retribusi penjualan tiket masuk dilakukan sebagai berikut: 40% untuk desa Pakraman Tampaksiring, dan 60% untuk Pemerintah Kabupaten Gianyar. Menurut informasi yang disampaikan oleh Bendesa Adat Tampaksiring yang didampingi oleh Wakil Bendesa Adat bahwa pembagian retribusi itu sering tidak lancar, sehingga masyarakat harus menunggu turunnya dana tersebut. Di sisi lain, masyarakat Desa Pakraman Tampaksiring berharap agar mereka mendapat pembagian retribusi yang lebih besar, seperti yang berlaku di Kabupaten Badung dan Tabanan yakni 75% untuk masyarakat setempat dan 25% untuk pemerintah daerah. Untuk diketahui bahwa jumlah wisatawan yang mengunjungi destinasi Pura Tirta Empul berkisar antara 1000 hingga 1500 orang setiap hari, dengan jumlah retribusi sekitar Rp 15.000.000,- atau Rp 22.500.000,Wisatawan yang berkunjung ke destinasi Pura Tirta Empul sangat terkesan dengan kegiatan malukat atau penyucian diri di pancoran di pura tersebut. Banyak wisatawan mancanegara yang ikut melukat di pancuran pura tersebut. Kegiatan malukat dapat dijadikan sebagai produk unggulan destinasi Pura Tirta Empul, Tampaksiring. Liezl dan Marina wisatawan mancanegara dari Singapura ikut malukat di pancuran di Pura Tirta Empul, dan mereka membawa pejati/sesajen. Kedua wisatawan mancanegara tersebut sangat menikmati kegiatan malukat/penyucian diri di Pura Tirta Empul Kikuchi Takehiro dan Kikuchi Yumi, dua wisatawan dari Jepang menyarankan agar kesucian pura tetap dipertahankan. Mereka juga menyarankan agar wisatawan yang ingin malukat atau menyucikan diri melakukannya seperti yang dipraktikkan oleh masyarakat lokal yaitu dengan membawa sesajen. 120
Sebagian besar wisatawan menyarankan agar disediakan kamar ganti yang terpisah dengan toilet, setelah mereka malukat atau menyucikan diri di pancuran di pura Tirta Empul. Wisatwan mancanegara mengusulkan agar toilet tidak disewakan atau dikenai fee, sebaiknya harga tiket masuk yang dinaikkan sehingga kesan komersial dapat dihindari. Usulan ini disampaikan oleh Hendrik dkk (wisatawan Jerman), Liezl dan Marina (Singapura). Bendesa Adat dan Wakil Bendesa Adat telah memaklumi kondisi ini dan mereka akan membangun kamar ganti yang terpisah dengan toilet, sesuai dengan kondisi yang ada di sekitar pura. Wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Pura Tirta Empul menyarankan agar tempat sampah tidak ditempatkan di dekat pintu masuk. Hal ini menimbulkan kesan kumuh terhadap destinasi Pura Tirta Empul. Selain itu, tanda (signed) sebagai penunjuk arah menuju masing-masing halaman pura agar jelas, sehingga tidak membingungkan wisatawan Implementasi aspek pawongan tampaknya masih perlu ditingkatkan dalam pengelolaan daya tarik wisata di Pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empul. Kesigapan petugas dalam melayani wisatawan, memberikan informasi yang lengkap dan menarik kepada wisatawan perlu mendapat perhatian. Fenomena yang sama juga ditemukan dalam pengelolaan daya tarik wisata Goa Gajah (Pratnyawati, 2013: 128).
Aspek Palemahan Pasca ditetapkannya Pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empul sebagai warisan budaya dunia oleh Unesco pada tanggal 29 Juni 2012, sejumlah pembenahan telah dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Badung dan Pemerintah Daerah Kabupaten Gianyar bekerjasama dengan pemilik dan/atau masyarakat setempat. Penataan jalan di depan Pura Taman Ayun, pemindahan pedagang, dan tempat parkir menimbulkan kesan yang lebih baik, asri dan nyaman bagi wisatawan (lihat foto 6 di bawah).
121
Foto 6. Penataan jalan di depan Pura Taman Ayun Pada saat penelitian ini dilaksanakan yakni awal Juni 2015, tampak dua pedagang asongan yang berjualan di jalan setapak menuju Pura Taman Ayun. Fenomena ini dapat dikatakan sebagai resistensi para pedagang setelah mereka direlokasi ke sebelah selatan jalan utama di depan Pura taman Ayun. Petugas keamanan tidak menegur pedagang tersebut sehingga mengurangi keindahan panorama jalan setapak menuju ke Pura Taman Ayun. Penataan lingkungan juga dilakukan di Pura Tirta Empul, Tampaksiring, Gianyar. Pihak pengelola yakni masyarakat Manukaya, Tampaksiring telah melakukan upaya kebersihan lingkungan dengan menempatkan tempat sampah pada ruang publik seperti di sekitar wantilan, di dekat toilet dan jalan setapak di sisi timur pura.
122
SIMPULAN Berdasarkan paparan di depan maka beberapa simpulan dapat ditarik sebagai berikut. 1. Komponen Tri Hita Karana (Parhyangan, Pawongan, dan Palemahan) telah diimplementasikan dalam pengelolaan Pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empul sebagai daya tarik wisata. 2. Larangan dan pembatasan akses kepada wisatawan untuk memasuki halaman utama/jeroan pura adalah representasi aspek Parhyangan dalam menjaga kesakralan dan kesucian pura. Dalam praktik di lapangan terjadi pula turistifikasi atau komodifikasi terhadap pura sebagai tempat suci. 3. Aspek Pawongan diimplementasikan dengan menjaga hubungan yang harmonis sesama manusia terutama antara pengelola dengan wisatawan, dalam bentuk pelayanan, pemberian informasi, pemasangan tanda-tanda atau signed dan fasilitas kepada wisatawan di Pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empul. Dalam konteks pariwisata, aspek Pawongan perlu ditingkatkan untuk mewujudkan pariwisata yang berkelanjutan. 4. Penataan lingkungan fisik di sekitar Pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empul semakin meningkat setelah keduanya ditetapkan sebagai warisan budaya dunia. Penataan fisik dan fasilitas penunjang di Pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empul merupakan representasi aspek Palemahan dari filosofi Tri Hita Karana. Fasilitas penunjang seperti toilet, jalan keliling di sekitar pura, dan kebersihan lingkungan telah ditata dengan baik sehingga dapat menambah daya tarik dan memberikan kenyamanan serta kemudahan bagi wisatawan. 5. Pelabelan warisan budaya dunia ternyata belum memberikan pengaruh yang signifikan terhadap jumlah kunjungan wisatawan ke Pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empul.
123
Daftar Pustaka Ardika, I Wayan. 2015. Warisan Budaya. Perspektif Masa Kini. Denpasar: Udayana University Press. Ardika, I Wayan. 2007. Pariwisata & Pusaka Budaya. Denpasar: Pustaka larasan. Bryan Fay. 2004. Filsafat Ilmu Sosial Kontemporer. Yogyakarta : Penerbit Jendela. Chheang, Vannarith. 2011. “Angkor Heritage Tourism and Tourist Perceptions”. Tourismos: An International Multidisciplinary Journal of Tourism. Vol. 6, No. 2. pp: 213-240. Cooper, Chris, John Fletcher, Alan Fyall, David Gilbert, Stephen Vanhill. 2005. Tourism Principles and Practice. 3rd edition. Edinburgh Gate: Pearson Education Limited. Grader, G.J. 1960. The State Temples of Mengwi. Dalam Wertheim, W.F. 1960. Bali Studies in Life, Thought, and Ritual. pp: 155-186. The Hague and Bandung: W. Van Hoeve Ltd. Hardesty, Donald, L and Barbara J. Little. 2009. Assessing Site Significance. New York. Altamira Press. Hitchcock, M. Victor T.King and Michael Parnwell (eds). 2010. Heritage Tourism in Southeast Asia. Singapore: Nias Press. Koentjaraningrat. 1989. “Metode Wawancara”. Dalam Metode-Metode Penelitian Masyarakat (Koentjaraningrat, red.). Jakarta, Penerbit PT Gramedia. Halaman 129157. Lansing, Steve and Julia N. Watson. 2012. Guide to Bali’s Unesco World Heritage. “ Tri Hita Karana: Cultural Landscape of Subak and Water Temple”. “2012 Unesco World Heritage List”. Lipe, William. 1984. Value and meaning in cultural resource. Dalam Cleere, H. (ed), 1984. Approaches to the Archaeological Heritage. pp: 1-11. Cambridge: Cambridge University Press. Madiasworo, Taufan, Gunawan Tjahjono, Budhy Tjahjati, Subur Budhisantoso 2014. Sustainable Heritage Area Management Model Study on Environmental Wisdom in Taman Ayun area, Badung Regency, Bali Province. Australian Journal of Basic and Applied Sciences. 8 (10): 219-225. Miles, M.B. dan A.M. Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif Buku Sumber tentang Metode-Metode Baru (Tjetjep Rohindi, penerjemah). Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia. Mulyana, Deddy. 2006. Metodologi Kualitatif : Paradigma baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Pemerintah Provinsi Bali. 2012. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 2 Tahun 2012 tentang Kepariwisataan Budaya Bali. Denpasar: Pemerintah Provinsi Bali Picard, Michel. 2006. Bali. Pariwisata Budaya dan Budaya Pariwisata. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia dan Ecole francaise d’Extreme-Orient. Pitana, I Gde, I Ketut Surya Diarta. 2009. Pengantar Ilmu Pariwisata. Yogyakarta: Andi. Pratnyawati, Tjok Sri Bulan. 2013. Pengelolaan Daya Tarik Wisata Goa Gajah dalam Perspektif Tri Hita Karana. Tesis. Denpasar: Program Pascasarjana Universitas Udayana. Setiawan, I Ketut. 2011. Komodifikasi Pusaka Budaya Pura Tirta Empul dalam konteks Pariwisata Global. Disertasi. Denpasar: Program Pascasarjana Universitas Udayana. Surata, Sang Putu Kaler. 2013. Lanskap Budaya Subak. Belajar dari masa lalu untuk membangun masa depan. Denpasar: Universitas Mahasaraswati Press. 124
Taylor Steven J dan Robert Bogdan. 1984. Introduction to Qualitative Research Methods The Search for Meaning. New York : John Wuley & Sons.
125