LANDASAN TEORI
Konsep dan Metode Peramalan Masa Depan Masa depan bersifat tidak pasti (Hanke, et al., 2003). Kemampuan manusia tidak dapat memprediksikan masa depan dengan pasti (Spedding, 1991). Akan tetapi, kenyataan tersebut tidak dengan sendirinya menghilangkan tanggung jawab manusia untuk memikirkan keadaan masa depan secara ilmiah (Park dan Seaton, 1996) berdasarkan situasi masa kini dan kejadian masa lalu (Hubeis, 1991a). Dalam proses pembuatan kebijakan strategis, kemampuan untuk meramal keadaan masa depan dibutuhkan agar arah kebijakan yang dibuat dapat merespon perubahan-perubahan yang akan terjadi di masa depan (Park dan Seaton, 1996). Perencanaan program untuk masa depan, tanpa memasukkan konsep situasi masa depan, dapat memunculkan persoalan baru yang sebelumnya tidak pernah dibayangkan.
Paradoks tentang perencanaan masa depan menggambarkan bahwa
kebijakan yang dibuat berdasarkan situasi yang ada sekarang dapat mempengaruhi keadaan di masa depan, tetapi pengaruhnya seringkali tidak sesuai dengan apa yang sudah direncanakan (Ackoff, 1991). Oleh karena itu, dalam penyusunan perencanaan strategis diperlukan kerangka pikir yang dapat membayangkan konsep situasi masa depan yang akan terjadi sebagai akibat dari perubahan berdasarkan situasi masa kini (Morisson, et al., 1983; Park dan Seaton, 1996; Aminullah, 2004). Kerangka pikir ini membutuhkan kemampuan visioner, imajinasi dan kreatifitas untuk dapat membayangkan arah dan jalur-jalur perubahan di masa depan, baik perubahan yang diharapkan maupun tidak diharapkan, sehingga dapat direncanakan tujuan strategis (jangka pendek dan jangka panjang) yang dapat merespons perubahan-perubahan tersebut. Ilustrasi grafis peran peramalan dan visi perubahan di masa mendatang dalam penyusunan rencana strategis dapat dilihat pada Gambar 4.
Perubahan
Jalur perubahan yang diharapkan
Tujuan Panjang
Jangka
Tujuan Jangka Pendek Jalur perubahan yang tidak diharapkan Waktu Gambar 4. Jalur perubahan (Adaptasi Park dan Seaton, 1996) Dalam garis besarnya terdapat dua kelompok metode yang dapat digunakan untuk memprediksi keadaan masa depan, yaitu: (1) metode kuantitatif yang bersifat obyektif, dan (2) metode kualitatif/penilaian (judgmental) yang bersifat subyektif (Hubeis, 1991a; Makridakis and Wheelwright 1994; Sugiarto dan Harijono, 2000; Hanke, et al., 2003). Peramalan dengan menggunakan metode kuantitatif bertumpu pada data obyektif, sehingga sering dianggap dapat memberikan hasil peramalan yang lebih akurat dibandingkan dengan metode kualitatif yang berbasis pada data subyektif yang berasal dari pendapat pribadi (judgment) responden pakar (Makridakis and Wheelwright, 1994; Hanke, et al., 2003). Akan tetapi pada kondisi ekstrim dimana tidak tersedia ataupun hanya sedikit data historis yang relevan untuk membantu proses peramalan dengan metode kuantitatif, metode kualitatif/penilaian dapat dipertimbangkan untuk digunakan dalam proses peramalan (Hanke, et al., 2003). Di samping masalah ketersediaan data, kelemahan metode kuantitatif dibandingkan dengan metode kualitatif bersumber dari asumsi yang digunakan dalam prosedur peramalan. Pada metode kuantitatif, prosedur peramalan didasarkan pada asumsi adanya kesamaan pola hubungan yang mempengaruhi kejadian di masa lalu dengan kejadian di masa depan, sehingga situasi di masa depan dapat
diprediksi melalui ekstrapolasi data historis berdasarkan pola perubahan yang diidentifikasi dari kejadian di masa lalu. Asumsi ini mengabaikan pergeseran substantif yang terjadi akibat adanya perubahan teknologi; suatu asumsi yang pada perkembangan akhir-akhir ini dianggap salah (Hanke, et al., 2003). Adapun pada metode kualitatif, prosedur peramalan didasarkan pada asumsi pola hubungan yang bersifat dinamis dengan struktur hubungan yang bersifat mobil (Hubeis, 1991a), sehingga situasi di masa depan tidak dapat diprediksi melalui ekstrapolasi data historis berdasarkan pola perubahan yang terjadi di masa lalu. Pada metode kualitatif, prediksi masa depan didasarkan pada kondisi aktual saat sekarang (Hubeis, 1991a). Perbedaan asumsi yang digunakan dalam peramalan dengan metode kuantitatif dibandingkan dengan peramalan dengan metode kualitatif bersumber dari perbendaan cara pandang terhadap masa depan. Pada metode kuantitatif, masa depan dipandang sebagai suatu kejadian yang bersifat khas dan pasti. Pandangan ini didasarkan pada anggapan bahwa hubungan antar peubah yang membentuk situasi masa depan memiliki pola dan struktur yang sama dengan masa lalu, sehingga masa depan dapat diramalkan dengan cara ekstrapolasi data historis berdasarkan kejadian masa lalu. Sedangkan pada metode kualitatif, masa depan dipandang sebagai suatu kejadian yang bersifat majemuk dan tidak pasti (Heydinger dan Zentner, 1983; Hubeis, 1991a). Pandangan ini didasarkan pada anggapan pola hubungan antar peubah yang membentuk suatu kejadian bersifat dinamik dengan struktur hubungan yang bersifat mobil, sehingga situasi di masa depan tidak dapat diprediksi hanya melalui ekstrapolasi data historis berdasarkan pola perubahan yang terjadi di masa lalu (Hubeis, 1991a). Perbedaan cara pandang terhadap masa depan pada kedua metode peramalan tersebut berpengaruh pada sikap terhadap masa depan. Dengan memandang masa depan sebagai suatu kejadian yang bersifat khas dan pasti, maka keadaan yang akan terjadi di masa depan harus dapat diterima apa adanya. Untuk itu harus dikembangkan kemampuan agar dapat beradaptasi dengan keadaan yang diramalkan akan terjadi di masa depan. Sebaliknya, dengan memandang masa depan sebagai suatu kejadian yang bersifat majemuk (memiliki lebih dari satu kemungkinan), maka apa yang akan terjadi di masa depan bersifat tidak pasti.
Untuk itu, apa yang akan terjadi di masa depan harus dihadapi secara aktif dan kreatif (Hubeis, 1991a).
Rincian perbedaan ciri antara peramalan kuantitatif
dengan peramalan kualitatif dapat dilihat pada Tabel 8. Adapun perbandingan perbedaan tingkat pengenalan dan kepuasan terhadap kedua kelompok metode peramalan tersebut dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 8. Ciri peramalan dengan metode kuantitatif dan metode kualitatif Parameter
Metode Kuantitatif
Metode Kualitatif
Peubah
Bersifat kuantitatif, obyektif Bersifat kualitatif dan kuantidan diketahui tatif, diketahui dan tidak diketahui Hubungan Bersifat statis dan mempunyai Bersifat dinamis dan mempustruktur permanen nyai struktur mobil Metode Berupa model tetap dan kuan- Berupa model peluang dan titatif kualitatif Fungsi Menjelaskan masa depan dari Menjelaskan masa depan dari hal yang telah berlalu kondisi aktual saat ini Cara Pandang terha- Masa depan bersifat khas dan Masa depan bersifat dap Masa Depan pasti majemuk dan tidak pasti Sikap terhadap Masa Beradaptasi untuk menjelang Kreatif dalam menghadapi Depan masa depan (Bersifat pasif) masa depan (Bersifat aktif)
Sumber: Hubeis, 1991a
Tabel 9. Tingkat pengenalan dan kepuasan terhadap peramalan dengan metode kuantitatif dan metode kualitatif
Metode Metode Kuantitatif - Regresi Analisis Trend - Simulasi Analisis Daur Hidup Metode Kualitatif Survei Pakar
Tingkat Pengenalan (%) Sangat Sedikit Tidak Dikenal Dikenal Dikenal
Tingkat Kepuasan (%)
Puas
Netral
Tidak Puas
85 72
7 8
8 20
67 58
19 28
14 15
55 48
22 11
23 41
54 40
18 20
28 40
81
6
13
54
24
22
Sumber: Makridakis dan Wheelwright, 1994
Dalam penelitian ini, peramalan masa depan dilakukan dengan mengguna-kan pendekatan kualitatif berdasarkan survei pakar (expert survey).
Penggunaan
pendekatan kualitatif ini didasarkan pada asumsi ketidakpastian masa depan dimana pola hubungan antar parameter yang membentuk situasi masa depan bersifat dinamis dengan struktur hubungan yang bersifat mobil. Asumsi ketidakpastian ini memandang masa depan sebagai suatu kejadian yang bersifat majemuk (Hubeis, 1991a) dan tidak stabil (Sugiarto dan Harijono, 2000; Hanke, et al., 2003). Berbagai kemungkinkan dapat terjadi di masa depan. Peramalan kemajemukan masa depan secara sistematis dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan skenario (Hubeis, 1991a; Sugiarto dan Harijono, 2000; Hanke, et al., 2003). Skenario didefinisikan sebagai wawasan yang konsis-ten tentang apa yang akan terjadi di masa depan (Sugiarto dan Harijono, 2000). Skenario menggambarkan proses suksesi hipotetis dari kejadian-kejadian di masa depan (Heydinger dan Zentner, 1983) sebagai akibat dari keputusan yang diambil pada saat sekarang (Park dan Seaton, 1996). Berdasarkan sifatnya skenario terdiri dari dua tipe. Tipe pertama, skenario eksploratif adalah skenario yang digunakan untuk meramal kemajemukan masa depan yang terkait dengan kecenderungan kejadian yang akan muncul. Sedangkan tipe kedua adalah skenario normatif, yaitu skenario yang dibuat berdasarkan kejadian yang direncanakan pada masa kini untuk membentuk suatu situasi spesifik di masa depan (Hubeis, 2000). Skenario biasanya normatif menggambarkan harapan yang diinginkan terjadi di masa depan. Dalam penelitian ini, skenario eksploratif digunakan untuk meramal prospek pembangunan agroindustri pangan dalam jangka waktu 5 - 20 tahun yang akan datang. Adapun skenario normatif digunakan untuk mensintesis strategi dan program pembangunan agroindustri pangan agar agroindustri pangan dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan harapan pada saat yang telah direncanakan. Sintesis skenario dilakukan dengan menggunakan metode Systèmes et Matrices d’Impacts Croisés (SMIC) (Hubeis, 2000) berdasarkan parameter kunci yang diperoleh dari analisis struktural dengan menggunakan metode Pré-Commercialisation (PRECOM) (Hubeis, 1997 dan 1998) dan metode Matrice d’Impacts Croisés - Multiplication Appliquee à un Classement (MIC-MAC) (Hubeis, 1991a). Gambar 5 memperlihatkan keterkaitan metode PRECOM, MIC-MAC dan SMIC
yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan pada tahapan penelitian yang dilakukan yang terdiri dari : (1) Analisis struktur sistem, (2) Analisis prospektif, dan (3) Sintesis strategi pembangunan agroindustri pangan.
Gambar 5. Keterkaitan antar metode berdasarkan tahapan penelitian
Analisis Struktur Sistem Analisis struktur sistem pembangunan agroindustri pangan dilakukan dengan menggunakan pendekatan sistem. Pendekatan sistem (system approach) merupakan penerapan metode ilmiah untuk pemecahan masalah (Amirin, 1996) atau untuk pengkajian permasalahan yang memerlukan telaah berbagai hubungan yang relevan dan komplementer (Brocklesby and Cummings, 1995). Pendekatan ini bersifat ilmiah dan terpercaya, rasional dan/atau intuitif, serta dapat digunakan untuk pengkajian permasalahan yang bersifat kompleks, dinamis dan probalistik dengan menggunakan pola pikir cybernetic, holistic dan effectiveness (Brocklesby and Cummings, 1995; Eriyatno, 1999). Menurut Eriyatno (1999), pendekatan sistem selalu mengutamakan pengkajian tentang struktur sistem. Struktur sistem mengandung pengertian keseluruhan sistem (wholism) (Amirin, 1996), tidak sekedar kumpulan dari unsur-unsur pembentuk sistem, tetapi mencakup hubungan antara masing-masing unsur sistem terhadap totalitas sistem (relation to the whole) dan sifat hubungan antara unsurunsur yang terkait (relation of an entity toward orther entities) (Simatupang, 1995b; Eriyatno, 1999). Dalam penelitian ini, analisis sistem dilakukan untuk menganalisis struktur sistem pembangunan agroindustri pangan dengan menggu-
nakan metode PRECOM (Hubeis, 1997 dan 1998) dan metode MIC-MAC (Hubeis, 1991a). Pré-Commercialisation Metode Pré-Commmercialisation (PRECOM) atau refleksi pemasaran digunakan untuk mendiagnosis agroindustri pangan pada level perusahaan. Metode ini merupakan teknik pendekatan diagnosis yang komprehensif, terpadu dan dinamis untuk menganalisis struktur mikro perusahaan dengan menggunakan pendekatan produk dalam konteks industrialisasi (Hubeis, 1997). Metode PRECOM memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi dan mendeskripsikan permasalahan sekaligus memberikan pemecahan masalah berdasarkan data yang dikumpulkan dan disajikan dalam bentuk kuantitatif dan kualitatif (Hubeis, 1998). Metode PRECOM bersifat modular, dapat digunakan secara mandiri untuk menstrukturisasi gagasan dari hal yang dikaji berdasarkan aspek teknik, ekonomi dan strategik (Gambar 6). Metode PRECOM dapat juga digunakan sebagai salah satu bagian dari metode terpadu bersama metode MIC-MAC dan Delphi-Regnier (Hubeis, 1997 dan 1998). Metode PRECOM menggunakan pendekatan refleksi pemasaran yang bertumpu pada faktor-faktor mikroekonomi, produksi, pemasaran, makroekonomi, sosiodemografi, serta infrastruktur dan teknik industri. Dalam penggunaannya, metode PRECOM didukung oleh perangkat analisis sistemik seperti analisis fungsional, analisis proses dan analisis strategi. Spesifikasi dari masing-masing perangkat analisis tersebut (Hubeis, 1997 dan 1998) adalah sebagai berikut: 1. Analisis Fungsional Analisis ini berfungsi untuk mengidentifikasi karakter produk dari suatu sistem produksi dan lingkungan yang teridentifikasi. Hasil analisis dinyatakan dalam pengertian definisi komersial produk, identifikasi fisik produk dan posisi horisontal produk. Hasil analisis ini mengarah pada pengertian bauran produkpasar. 2. Analisis Proses Analisis ini berfungsi untuk mengidentifikasi kegiatan dan pelaku dari suatu sistem teknik produksi.
Hasil analisis dinyatakan dalam pengertian
proses utama dan proses tambahan, serta posisi vertikal produk. Hasil analisis ini mengarah pada pengertian operasi dan transaksi produk.
Gambar 6. Teknik diagnosis menurut Metode PRECOM (Hubeis, 1997) Keterangan:
menunjukkan konsep sub-sistem PRECOM
3. Analisis Strategi Analisis ini menjelaskan diagnosis internal (kekuatan dan kelemahan) dan eksternal (peluang dan ancaman), serta posisi citra produk dari hasil analisis fungsional dan proses (posisi horisontal dan posisi vertikal produk) untuk merumuskan alternatif strategi pengembangan yang memungkinkan, misalnya peningkatan nilai tambah produk melalui penguasaan teknologi produksi dan
pengendalian mutu produk, mempertahankan atau memperbesar penguasaan pasar melalui kemitraan bisnis yang saling menguntungkan. Hasil diagnosis dengan menggunakan perangkat analisis PRECOM dapat digunakan untuk mengidentifikasi: (1) kategori industri (sektor formal atau informal; kapasitas bisnis marjinal atau profesional; tahap pengenalan, pertumbuhan atau perkembangan), (2) karakteristik industri (kepemilikan dan pengelolaan, modal, tenaga kerja, lingkungan, fleksibelitas, pengambilan keputusan, kedekatan dengan konsumen, dan lain-lain), (3) permasalahan yang dihadapi (modal, manajerial, teknologi, lokasi dan relokasi), (4) skema bantuan yang diperlukan (pelatihan, teknologi, permodalan, pemasaran, dan lain-lain), dan (5) pola kemitraan yang akan dikembangkan (waralaba, patungan, kerjasama operasional, dan lainlain). Adapun proses diagnosis dengan menggunakan metode PRECOM terdiri dari tahapan sebagai berikut: (1) Pengumpulan data dan informasi, (2) Analisis data dan informasi, (3) Interpretasi hasil analisis, dan (4) Penarikan kesimpulan (Hubeis, 1998). Matrice d’Impacts Croisés - Multiplication Appliquee à un Classement Metode Matrice d’Impacts Croisés-Multiplication Appliquee à un Classement (MIC-MAC) digunakan untuk mendefinisikan batasan sistem dan menentukan parameter kunci melalui analisis struktural dari sistem yang dipelajari. MIC-MAC pada dasarnya adalah matriks struktural sebab akibat. Matriks ini digunakan untuk menganalisis hubungan antar parameter pada sistem yang dikaji dan sekaligus merinci posisi parameter serta menyusunnya ke dalam bentuk hirarki parameter (Hubeis, 1991a). Analisis parameter sistem dapat dilakukan berdasarkan klasifikasi langsung ataupun tidak langsung. Berdasarkan klasifikasi langsung, hubungan antar parameter diperoleh secara langsung dari hasil identifikasi berdasarkan pendapat pakar (expert survey). Sedangkan berdasarkan klasifikasi tidak langsung, hubungan antar parameter diperoleh dari hasil operasi penggandaan matriks terhadap dirinya sendiri. Matriks
struktural
MIC-MAC
disusun
menggambar-kan hubungan antar parameter sistem.
dari
unsur-unsur
yang
Jika dari suatu sistem
teridentifikasi n parameter, maka dapat dibentuk suatu matriks bujur sangkar M1 n xn
M1 n x n =
a11
a12
a13
...
a1n
a21
a22
a23
...
a2n
a31
a32
a33
...
a3n
...
...
...
...
...
an1
an2
an3
...
ann
yang terdiri dari n baris dan n lajur dimana aij adalah unsur matriks pada baris ke-i dan lajur ke-j. Unsur matriks ini menunjukkan hubungan antar parameter sistem. Unsur a23 menunjukkan hubungan antara parameter 2 dengan parameter 3. Pada matriks bujur sangkar M1 n x n terdapat n2 unsur yang berarti ada n2 hubungan antar parameter sistem. Penggandaan matriks bujur sangkar M1 n x n dengan dirinya sendiri menghasilkan matriks M2
M2 n x n =
a11 a12
a13
...
a1n
a11 a12
a13
...
a1n
a21 a22
a23
...
a2n
a21 a22
a23
...
a2n
a31 a32
a33
...
a3n
a31 a32
a33
...
a3n
...
...
...
...
...
...
...
...
an1 an2
an3
...
ann
an1 an2
an3
...
ann
M2 n x n
=
...
...
atau M1 n x n
x
M1 n x n
Selanjutnya penggandaan matriks bujur sangkar M2 n x n dengan dirinya sendiri menghasilkan matriks M3 M3 n x n
= =
M2 n x n x M2 n x n (M1 n x n x M1 n x n) x (M1 n x n x M1 n x n)
M4 n x n
=
Seterusnya M3 n x n x M3 n x n
Mt n x n
=
M(t - 1) n x n
atau x
M(t - 1) n x n
Proses penggandaan matriks selesai jika tercapai kestabilan matriks yang ditunjukkan oleh konsistensi unsur-unsur matriks dimana posisi unsur-unsur
matriks pada penggandaan ke-t sama dengan posisi pada penggandaan ke-(t-1). Pada saat kestabilan matriks dicapai dapat diidentifikasi pola hubungan antar parameter matriks berdasarkan klasifikasi tidak langsung. Identifikasi hubungan antar parameter secara kualitatif dilakukan dengan menggunakan data kategorik dengan skala biner (0 dan 1) atau skala berjenjang (0 - 5). Data kategori 0 menunjukkan tidak ada hubungan, sedangkan kategori 1 pada skala biner menunjukkan ada hubungan. Adapun pada skala berjenjang, data kategori 1 sampai 5 menunjukkan intensitas hubungan (dari sangat lemah, 1 sampai sangat kuat, 5). Untuk unsur-unsur matriks aij yang memiliki indeks yang sama (i = j) yang terletak pada diagonal utama diberi nilai 1. Unsur-unsur ini menunjukkan hubungan antar parameter yang sama. Klasifikasi parameter dilakukan berdasarkan kategori motor (driven power) dan respons (dependence). Parameter xk dikategorikan motor jika
Σakj > ΣΣaij/n untuk i, j = 1, 2, 3, ..., n dan dikategorikan respons jika
Σaik > ΣΣaij/n untuk i, j = 1, 2, 3, ..., n Dengan menggunakan kategori motor-respons tersebut dapat dibangun Bagan Motor-Respons menurut ranking parameter berdasarkan derajat motor dan respons yang dimilikinya (Gambar 7). Bagan ini menjelaskan kedudukan sejumlah parameter pada sistem yang dikaji (Hubeis, 1991a).
Gambar 7. Bagan Motor - Respons menurut Metode MIC-MAC
Parameter yang memiliki derajat kurang motor dan kurang respons dikelompokkan sebagai parameter bebas (Sektor 1). Parameter-parameter ini menyusun kecenderungan ketidakterkaitan atau memiliki hubungan yang lemah terhadap sistem. Adapun parameter yang kurang motor dan sangat respons dikelompokkan sebagai parameter hasil (Sektor 2). Parameter-parameter ini tidak dapat secara langsung menjelaskan pengaruhnya terhadap sistem, tetapi seringkali berperan sebagai pelaku utama di dalam sistem. Parameter ini seringkali dapat dijelaskan oleh parameter pada Sektor 3 dan parameter pada Sektor 4 (Hubeis, 1991a). Parameter yang sangat motor dan sangat respons dikelompokkan sebagai parameter labil (Sektor 3). Parameter-parameter ini merupakan suatu obyek yang menarik, karena memberikan pengaruh ketidakstabilan terhadap sistem. Seluruh aktivitas parameter labil akan mempengaruhi parameter-parameter pada sektor lainnya dan sekaligus memberikan umpan balik terhadap parameter labil itu sendiri. Adapun parameter yang sangat motor dan kurang respons dikelompokkan sebagai parameter eksplikatif (Sektor 4). Parameter ini bersifat menerangkan dan tetap berada di dalam sistem. Parameter eksplikatif juga mempunyai kemungkinan untuk mengukur aktivitas langsung dari pelaku sistem sebagai suatu beda intensitas hubungan (Hubeis, 1991a). Selanjutnya dengan menggunakan metode MIC-MAC, hirarki parameter dapat diklasifikasikan atas klasifikasi langsung dan tidak langsung. Klasifikasi langsung menggambarkan hubungan hirarki secara langsung antara suatu parameter terhadap parameter lainnya, tanpa memperhatikan pengaruh tidak langsung di antara parameter-parameter tersebut.
Sedangkan klasifikasi tidak langsung
menggambarkan hubungan hirarki yang terbentuk secara tidak langsung (MICMAC) dimana hubungan hirarki suatu parameter terhadap parameter lainnya didasarkan pada pengaruh lintas dan umpan balik (Hubeis, 1991a) melalui perantaraan suatu parameter lainnya yang bersifat transitif. Menurut Eriyatno (1999), kemampuan metode MIC-MAC dalam analisis struktural untuk hubungan tidak langsung ini menjadikannya lebih populer dibandingkan dengan metode Interpretative Structural Modelling (ISM) yang memiliki kemampuan terbatas hanya pada analisis struktural untuk hubungan langsung.
Pembandingan hirarki parameter berdasarkan klasifikasi langsung dan tidak langsung memberikan kajian yang menarik tentang evolusi sistem. Pengkajian ini dapat menunjukkan kecenderungan pergeseran hirarki parameter karena pengaruh parameter lainnya. Menurut Godet dalam Hubeis (1991a) sekitar 10 20% parameter akan mengalami pergeseran posisi atau mempunyai hirarki klasifikasi tidak langsung yang berbeda dari klasifikasi langsungnya. Tahapan lengkap proses analisis dengan menggunakan metode MIC-MAC dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Tahap kerja metode MIC-MAC (Hubeis, 1991a) Menurut Hubeis (1991a), walaupun diklasifikasikan sebagai metode subyektif kualitatif, metode MIC-MAC mempunyai banyak keutamaan, di antaranya adalah: 1. Mampu menjawab kebutuhan menerangkan untuk menentukan parameter kunci atau indikator pengamatan. 2. Mampu menjawab kebutuhan hipotesis untuk menjamin kesahihan model peramalan berdasarkan skenario proses evolusi hipotetis.
3. Mampu menjawab kebutuhan kuantitatif untuk peramalan dengan pendekatan skenario berdasarkan data kuantitatif yang ada. 4. Mampu memberikan kontribusi terhadap obyek strategis dan taktis. 5. Mampu membuat interaksi pengamatan antara teknologi dan kebutuhankebutuhan lain yang diperlukan. Adapun keterbatasan metode MIC-MAC (Hubeis, 1991a) di antaranya berhubungan dengan: 1. Daftar parameter. Metode MIC-MAC membutuhkan daftar parameter yang panjang, dapat mencapai puluhan atau ratusan parameter. 2. Tipologi hubungan.
Pada dasarnya metode MIC-MAC membutuhkan tidak
hanya satu tipologi hubungan. Hubungan tersebut dapat bersifat hubungan bersyarat, sebab akibat, teknik, proses, kelembagaan, sosial atau psikologi. 3. Tidak netral. Metode MIC-MAC bersifat tidak netral dan tergantung pada pilihan subyek. 4. Waktu penerapan. Penerapan metode MIC-MAC membutuhkan waktu yang lama. 5. Kemampuan imajinasi. Penerapan metode MIC-MAC membutuhkan kelompok ahli yang memiliki kemampuan imajinasi untuk membayangkan situasi masa depan.
Analisis Prospektif Dalam penelitian ini, analisis prospek pembangunan agroindustri pangan dilakukan dengan menggunakan pendekatan skenario melalui tahapan penyusunan parameter kunci yang diperoleh dari analisis struktur sistem dan kemudian menyusunnya ke dalam bentuk skenario eksploratif. Pembuatan skenario eksploratif untuk peramalan dilakukan dengan menggunakan metode Systèmes et Matrices d’Impacts Croisés (SMIC). Systèmes et Matrices d’Impacts Croisés
Metode Systèmes et Matrices d’Impacts Croisés (SMIC) dikembangkan oleh J.C. Duperrin dan M. Godet dan pertama kali digunakan pada tahun 1972 oleh CEA di Perancis untuk peramalan jauh ke muka melalui pengujian
kemungkinan-kemungkinan kejadian yang akan terjadi selama proses evolusi sistem dengan menggunakan beberapa alternatif skenario (Hubeis, 2000). Dari Perancis metode ini berkembang ke Amerika Serikat, Kanada dan Swiss. Di Amerika Serikat telah digunakan untuk peramalan jauh ke muka oleh beberapa lembaga penelitian seperti: Stanford Research Institute, Center for Future Research, Applied Futures, Boston Consulting Group, World Future Society, Hudson Institute, Business Intelligence Program dan Predicast. Di Kanada oleh Polytechnic Institute of Montreal. Sedangkan di Swiss oleh Institut Battelle di Geneva (Hubeis, 1991a). Pembuatan skenario dengan metode SMIC tidak terbatas hanya untuk peramalan, tetapi juga untuk mengetahui fenomena-fenomena yang terjadi selama proses evolusi belangsung. Hal ini karena obyek suatu skenario tidak hanya berupa formulasi peramalan, tetapi juga berupa indikator rincian kejadian secara holistik yang mampu memberikan gambaran jalannya proses evolusi dari suatu sistem yang dikaji. Dengan demikian, analisis evolusi suatu sistem berdasarkan suatu skenario dapat memberikan pilihan yang tepat terhadap suatu situasi dan sekaligus memberikan gambaran riel terhadap pilihan tersebut (Hubeis, 2000). Untuk menyusun suatu skenario yang baik (Gambar 9) dibutuhkan ke-mampuan visioner, imajinasi dan kreatifitas. Di samping itu, dibutuhkan kemam-puan dasar (Hubeis, 2000) berupa: (1) pengetahuan tentang situasi kontemporer, (2) teori tentang strukturisasi dari suatu situasi yang akan disusun dan dievolusi, (3) keinginan menganalisis kejadian-kejadian yang pasti dari suatu profil khusus. Teknik peramalan secara sistematis dengan menggunakan skenario eksploratif didasarkan pada peluang (pi) dari kejadian (Ei) selama proses evolusi sistem berlangsung. Jika p(E1) menyatakan peluang bebas terjadinya kejadian E1 dan p(E1| E2) menyatakan peluang bersyarat terjadinya kejadian E1 sebagai akibat dari terjadinya kejadian E2, maka antara peluang bebas p(E1) dengan peluang bersyarat p(E1| E2) dapat membentuk tiga macam hubungan (rules of interaction), yaitu: Tarik dari
Penelitian dan Diskusi
Teori
Daya
Nilai yang
Teori Prospektif dan
Perspektif
Kondisi Dikembangkan
Sistem
Informasi tentang Kondisi Sistem tentang depan
Nilai-
Data yang Mendukung Evaluasi Kebijakan
Definisi
dan Kecenderungan
Masa
Penyusunan Skenario - Eksploratif - Normatif Kejadian Sesuai Hasil Skenario dengan Metode yang Tersedia Penyajian Sinopsis Skenario dan Gambaran ke Depan Gambar 9. Metode penyusunan skenario (Hubeis, 2000) 1) p(E1) = p(E1| E2) Hubungan ini menunjukkan kejadian E1 tidak dipengaruhi oleh kejadian E2 atau kedua kejadian tersebut saling bebas. Dalam konteks evolusi sistem, hubungan ini menunjukkan bahwa kedua kejadian tersebut berada pada jalur perubahan yang berbeda. Implikasi dari hubungan ini terhadap program pembangunan memberikan indikasi bahwa keberhasilan pelaksanaan suatu program bukan merupakan prasyarat bagi pelaksanaan program lainnya. Hal ini menunjukkan tidak adanya keterkaitan (linkage) antar kedua program tersebut. 2) p(E1) < p(E1| E2) Hubungan ini menunjukkan bahwa terjadinya kejadian E1 distimulasi oleh kejadian E2 atau kedua kejadian tersebut bersinergi dan berada pada jalur perubahan yang sama. Dalam kegiatan perencanaan program hubungan ini mengindikasikan perlunya menentukan skala prioritas dalam pelaksanaan program. 3) p(E1) > p(E1| E2)
Hubungan ini menunjukkan bahwa walaupun kejadian E1 dan E2 berada pada jalur perubahan yang sama, akan tetapi kejadian E2 menghambat terjadinya kejadian E1. Dalam perencanaan program, hubungan ini memberikan indikasi adanya potensi konflik atas pelaksanaan dua program yang berbeda. Untuk tujuan peramalan, dilakukan sintesis sejumlah kejadian yang bersifat hipotetis berdasarkan parameter kunci (trend factors) yang diperoleh dari hasil analisis struktural. Interaksi (rules of interaction) antar masing kejadian hipotetis diindikasikan oleh bentuk hubungan antara peluang kejadian bebas dengan peluang kejadian bersyarat pada masing-masing kejadian hipotetis. Pola interaksi ini membentuk sebuah skenario eksploratif yang memberikan gambaran arah, jalur perubahan dan proses suksesi yang terjadi pada masing-masing kejadian hipotetis tersebut. Interpretasi terhadap proses suksesi yang terjadi pada masing-masing skenario eksploratif memberikan gambaran rinci dan utuh (holistic) tentang proses evolusi sistem sekaligus membentuk mental map of the future atau perspektif masa depan dari sistem yang dikaji (Hubeis, 2000; Widodo, 2000). Tahapan proses pembuatan skenario eksploratif (Hubeis, 2000) adalah sebagai berikut: 1. Pembuatan kejadian hipotetis berdasarkan parameter kunci yang dihasilkan dari analisis struktur sistem. 2. Pembuatan peluang bebas untuk masing-masing kejadian hipotetis. 3. Pembuatan peluang bersyarat untuk masing-masing kejadian hipotetis. 4. Pembuatan angket untuk mengetahui pendapat pakar mengenai peluang kejadian bebas dan bersyarat pada masing-masing kejadian hipotetis. 5. Penyajian hasil berupa skenario eksploratif. Jumlah skenario yang dihasilkan sebanyak 2n dimana n adalah jumlah kejadian hipotesis. 6. Interpretasi hasil (Pembentukan mental map of the future berdasarkan skenario eksploratif).
Sintesis Strategi Pembangunan Agroindustri Pangan Sintesis strategi pembangunan agroindustri pangan menggunakan pendekatan kualitatif untuk menghasilkan model deskriptif pembangunan agroindustri pangan. Model ini memberikan gambaran deskripsi tahapan dan prioritas pembangunan agroindustri pangan. Pemilihan alternatif strategi menggunakan proses hirarki analitik (AHP) (Saaty, 1993) dengan enam jenjang hirarki, yaitu: tujuan utama, faktor pendorong, pelaku, tujuan pelaku, kebijakan dan strategi. Model Deskriptif Permodelan deskriptif merupakan salah satu bentuk alat analisis kebijakan (policy research) yang digunakan untuk perencaaan strategis atau penyusunan rencana jangka panjang. Model ini menyajikan informasi yang relevan sebagai pedoman untuk penetapan kebijakan (Eriyatno, 1999).
Dalam penelitian ini
permodelan dilakukan dengan menggunakan metode SMIC untuk mensintesis skenario normatif pembangunan agroindustri pangan. Skenario normatif pada hakekatnya adalah rencana jangka panjang yang disintesis berdasarkan harapan (visi dan misi) yang ingin dicapai pada masa depan dengan mempertimbangkan prospek pembangunan dan sumber daya yang tersedia. Prospek pembangunan agroindustri pangan diperoleh dari hasil analisis prospektif dengan menggunakan skenario eksploratif. Gambaran prospektif ini menjadi kerangka untuk mensintesis skenario normatif. Selanjutnya skenario normatif yang dihasilkan digunakan untuk menyusun rencana strategis dan program pembangunan. Pemilihan alternatif strategi dan program pembangunan dilakukan dengan menggunakan metode AHP. Analytical Hierarchy Process Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dikembangkan oleh Saaty (1993). Metode ini digunakan untuk pengambilan keputusan pada permasalahanpermasalahan yang tidak terstruktur dilakukan dengan cara membuat model abstraksi struktur sistem dalam bentuk hirarki, sehingga fungsi hirarki antar kom-
ponen dan dampaknya pada sistem secara keseluruhan dapat dipelajari. Hirarki disusun berurutan, dimulai dari puncak (tujuan utama, ultimate objective), turun ke sub-tujuan (sub-objective), kemudian ke faktor-faktor pendorong (forces), dilanjutkan dengan pelaku (actors). Dari pelaku hirarki turun ke tujuan pelaku, kemudian ke kebijakan, dan akhirnya ke strategi yang dibutuhkan bagi pencapaian tujuan.
Tahapan penting dalam analisis menggunakan AHP adalah penilaian
dengan menggunakan teknik komparasi berpasangan (pairwise comparison) terhadap unsur-unsur dalam suatu tingkatan hirarki (Saaty, 1993). Keuntungan penggunaan AHP (Fewidarto, 1997) di antaranya adalah: a. Penyajian sistem secara hirarki dapat digunakan untuk menjelaskan bagaimana perubahan-perubahan prioritas pada tingkat atas dapat mempengaruhi prioritas unsur-unsur di bawahnya. b. Hirarki memberikan informasi yang lengkap mengenai struktur dan fungsi suatu sistem dan gambaran tentang pelaku-pelaku dan tujuan-tujuan pada level yang lebih tinggi. Unsur-unsur kendala yang lebih baik disajikan pada tingkat yang lebih tinggi, yaitu untuk menjamin bahwa unsur-unsur tersebut diperhatikan. c. Sistem disusun berdasarkan hirarki dan bersifat alamiah, karena dibangun dengan cara konstruksi modul dan dilanjutkan dengan merakit modul-modul tersebut. Cara ini lebih efisien daripada langsung sekaligus merakit modulmodul tersebut. d. Hirarki lebih stabil dan fleksibel. Dalam hal ini, kestabilan hirarki berarti bahwa perubahan-perubahan kecil mempunyai efek yang lebih kecil, dan fleksibel diartikan bahwa penambahan unsur untuk mendapatkan struktur hirarki yang lebih baik tidak mempengaruhi kinerja sistem.