Lampiran II Exekutive Summary EVALUASI PENYELENGGARAAN PROGRAM WAJIB BELAJAR PENDIDIKAN DASAR PADA PONDOK PESANTREN SALAFIYAH (PPS)
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam UU Sisdiknas no 20 tahun 2003 dijelaskan, bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. Untuk memenuhi amanat UU tersebut pemerintah telah menyediakan program wajib belajar pendidikan dasar(wajar dikdas) sebagai salah satunya. Program wajar dikdas adalah program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh warga Negara Indonesia atas tanggung jawab pemerintah. Program tersebut dimulai tahun 1994 dan pelaksanaannya dituangkan dalam Inpres No 1 tahun 1994 Untuk mensukseskan program tersebut Kementerian Agama mengambil peran pelaksaannya dengan melibatkan madrasah dan pesantren yang melahirkan kesepakatan bersama antara Kemendiknas dan Kemenag. Tujuan penyelenggaraan wajar dikdas di PPS adalah untuk mengoptimalkan Pelayanan Program Nasional Wajar Dikdas melalui salah satu jalur alternative dalam hal ini pondok pesantren dan untuk meningkatkan peran serta pondok pesantren bagi para peserta didik (santri), sehingga para santri dapat memiliki kemampuan setara dan kesempatan yang sama untuk melanjutkan ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Program tersebut dilaksanakan mulai tahun 2000 dan sampai tahun 2015 ini masih dilaksanakan. Oleh karena itu, Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan tahun 2015 perlu melakukan evaluasi untuk melihat sejauhmana tingkat keterlaksanaan/kesesuaian penyelenggaraan program wajar dikdas di PPS mencakup konteks, input, proses dan produks penyelenggaraan? Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan tingkat keterlaksanaan/keseuaian penyelenggaraan program wajar dikdas di PPS, meliputi konteks, input, proses dan produks penyelenggaraan program wajar dikdas. B. Metodologi Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini kuantitatif dengan menggunakan penelitian evaluasi model CIPP ( contexs, input, process, dan product). Konteks adalah sesuatu hal yang melatarbelakangi adanya penyelenggaraan program wajar dikdas di PPS dan berkaitan dengan lingkungan program. Konteks dalam evaluasi ini mencakup kebutuhan masyarakat dan kelayakan PPS penyelenggara. Input adalah prsoalan yang berhubungan dengan penggunaan sumber-sumber yang tersedia mencakup pendidik, kurikulum, sarana prasarana dan kelengkapan administrasi. Proses adalah berkaitan dengan bagaimana mengimplementasikan keputusan dalam kegiatan atau mengidentifikasi permasalahan prosedur implementasi baik tata kelola maupun aktivitas proses pembelajaran serta masalah 1
dan kendala. Sedangkan produk adalah mengenai keberhasilan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan mencakup hasil ujian, serapan pendidikan lanjutan dan manfaaat penyelenggaraan Populasi penelitian adalah pondok pesantren penyelenggara wajar dikdas dan pengambilan sampel ditentukan secara proporsional perkabupaten/kota. Selanjutnya masing-masing Kabupaten/kota ditetapkan 10 terbanyak penyelenggara wajar dikdas maka diperoleh sampel penelitian sebanyak 132 Ula dan 179 wustha yang tersebar di empat propvinsi yaitu DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Yogyakarta. Data yang terkumpul dianalisis menggunakan analisis statistik deskriptif, yaitu menguraikan distribusi respon jawaban dari setiap ponpes terhadap indikator yang mengukur tingkat keterlaksanaan program wajar dikdas dilihat dari empat dimensi yaitu dimensi konteks, input, proses serta produk. II. ANALISA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN Setelah dianalisis data evaluasi penyelenggaraan program wajar dikdas baik jenjang Ula maupun Wustha pada ponpes Salafiyah (PPS) dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Dimensi Konteks Konteks dalam evaluasi ini mencakup kebutuhan masyarakat dan kelayakan PPS penyelenggara. Dari indikator yang ditetapkan menunjukan bahwa dimensi konteks berada pada tingkat “terpenuhi/sesuai” baik Ula (84.4%) maupun Wustha (84.6%). Ini memberikan indikasi bahwa latar belakang yang mendorong pelaksanaan program ini sangat baik dipahami dan dilaksanakan oleh penyelenggara program wajar dikdas. Kontribusi terbesar terhadap dimensi ini adalah dukungan visi misi yang secara langsung menyertakan program wajar dikdas, memiliki buku petunjuk teknis penyelenggaraan program, keikut sertaan dalam kegiatan sosialisasi buku petunjuk teknis penyelenggaraan. Sedangkan indikator yang masih perlu diperhatikan baik program wajar dikdas Ula maupun Wustha adalah “kemandirian dalam membuat panduan untuk keperluan internal” yang masih rendah. 2. Dimensi Input Input adalah sesutu yang berhubungan dengan penggunaan sumber-sumber yang tersedia, mencakup latar belakang orang tua santri, ketersediaan tenaga pendidik, kurikulum, ketersedian buku pembelajaran, sarana prasarana dan kelengkapan administrasi. Dari 11 indikator kunci yang telah diukur menunjukan bahwa dimensi input penyelenggaraan program wajar dikdas berada pada tingkat “cukup terpenuhi” dengan persentase 61.3% Ula dan 61.9% Wustha. Indikator yang memberikan kontribusi tinggi yaitu (1). Adanya guru mata pelajaran umum berasal dari pontren, (2). Kepemilikan akan jadwal pelajaran wajar dikdas serta (3). adanya kepemilikan buku standard kelulusan (SKL). Sedangkan beberapa pekerjaan rumah yang perlu diperhatikan dalam program wajar dikdas dari aspek input adalah latar belakang pendidikan guru perlu ditingkatkan, (2). 2
Buku paket pelajaran untuk santri dan guru perlu ditambah, (3) perpustakaan perlu dilengkapi sebagai sarana penunjang proses belajar, (4). silabus dan (5). dokumen Rancangan Persiapan Pembelajaran (RPP) perlu dilengkapi. 3. Dimensi Proses
Proses adalah sesuatu yang berkaitan dengan prosedur implementasi kebijakan/keputusan dalam kegiatan penyelenggaraan, baik tata kelola maupun aktivitas proses pembelajaran serta masalah dan kendala penyelenggaraan program. Dari indikator yang telah diukur menunjukan bahwa dimensi proses mencapai persentase 64.8% Ula dan 62.3% Wustha. Artinya dimensi input penyelenggaraan baru sampai pada target “cukup terpenuhi”. Kontribusi terbesar adanya (1) program monitoring dan (2).adanya supervisi (pengasuh pondok ponpes, penanggng jawab program, pengawas dan pejabat Kementerian Agama/Dinas Pendidikan). Namun meskipun demikian masih terdapat hal yang masih kurang yaitu materi monitoring, karena itu perlu diperhatikan kembali, dimana efektifitas materi monitoring masih sangat rendah (9.3%) yang menyatakan bahwa keempat materi monitoring pernah dilakukan secara bersamaan oleh supervisor atau petugas monitoring. Hal lain yang perlu diperhatikan untuk menunjang keberhasilan program wajar dikdas adalah (1). penilaian terhadap santri baik dari sisi ulangan harian/mingguan, ujian ponpes, ujian semester atau ujian nasional, serta (2). Kehadiran santri. Selain itu juga diketahui beberapa kendala yang dihadapi dalam penyelenggara program wajar dikdas baik ula maupun wustha yaitu terdapat 5 (lima) kendala utama yang dinyatakan oleh penyelenggara. Kendala program Ula yaitu (1). keterlambatan dana BOS, (2). keterlambatan terbitnya ijazah lulusan, (3). tidak ada perpustakaan dan (5) Guru IPA tidak berlatar belakang pendidikan S.1. Sedangkan kendala-kendala yang ada dalam penyelenggaraan wajar dikdas Wustha hampir sama adalah (1). keterlambatan dana BOS, (2). keterlambatan terbitnya ijazah lulusan, (3). honor guru program wajar dikdas terlambat dibayar, (4). tidak memiliki perpustakaan dan (5) kurang terpenuhi guru umum. 4. Dimensi Produk Produk adalah hal-hal yang berkaitan dengan keberhasilan atau capaian tujuan. Dalam hal ini ada 5 aspek untuk mengukur capaian penyelenggaraan program tersebut, yaitu peningkatan nilai-rata-rata mata pelajarn umum, jumlah santri, serapan pendidikan, mobilitas alumni dan kepuasan penyelenggaraan wajar dikdas yang dilakukan oleh ponpes dilihat dari keinginan melanjutkan program, dimana semakin tinggi nilai manfaat yang dirasakan maka ada keinginan kuat agar program ini tetap berjalan di tahun berikutnya. Dari indikator tersebut hasil analisis data menunjukan secara keseluruhan baik Ula maupun Wustha cukup berhasil, dimana nilai ujian Bahasa Indonesia, Matematika dan IPA diatas rerata nilai 7. Dari data sampel tersebut terlihat ada peningkatan nilai
3
ujian dari tahun sebelumnya ke tahun berikutnya pendidikan. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut:
2014. Demikian juga serapan
Tabel 4.1. Jumlah santri Wajar Dikdas Tingkat Ula dan yang melanjutkan Jumlah Santri
Santri melanjutkan
N
2012
N
2013
N
2014
2012
%
2013
%
2014
%
2
2638
87
7551
87
2997
1051
40%
1219
16%
1221
41%
Tabel 4.2. Serapan Pendidikan Tingkat ula (Santri yang melanjutkan) 2013
2013
2014
Wustha
Mts
SMP
Lain
Wusth a
MTs
SMP
Lai n
Wusth a
Mts
SM P
Lai n
677
233
125
16
753
305
130
31
707
321
170
23
24%
10%
2%
62%
25%
10%
3%
58%
26%
14 %
2%
64%
Tabel 4.3. Jumlah Santri Wajar Dikdas Tingkat Wustha Jumlah Santri
Santri melanjutkan
N
2012
N
2013
N
2014
2012
%
2013
%
2014
%
64
2533
56
2740
62
2700
1585
63
1776
64
1647
60
Tabel 4.4. Serapan pendidikan Tingkat Wustha (Santri yang melanjutkan ) 2013
2013
2014
Ulya
MA
SMA
Lain
Ulya
MA
SMA
Lain
Ulya
MA
SMA
Lain
656
507
241
181
627
629
257
263
580
551
267
249
42%
32%
15,%
11%
35%
35%
15%
15%
36%
33%
16%
15%
Adapun aspek kepuasan ditunjukan dengan keinginan penyelenggara untuk melanjutkan program tercatat Ula menyatakan 97.5% ingin tetap melanjutkan program wajar dikdas dan Wustha mencapai 99.4%. Ini artinya bahwa wajar dikdas masih sangat efektif, karena masih banyak dibutuhkan. Dengan demikian secara keseluruhan keterlaksanaan/kesesuaian dimensi produk dapat dikatakan efektif dilihat dari sisi minat ponpes sangat tinggi ingin melanjutkan program dan dilihat dari sisi nilai pelajaran yang wajib diajarkan dalam program dikdas yaitu bahasa Indonesia, matematika dan IPA meningkat dari tahun ajaran 2012/2013 ke 2013/2014. Selain itu dilihat dari sisi serapan pendidikan dan jumlah santri yang melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi lebih banyak jumlahnya dibanding yang tidak melanjutkan. III. PENUTUP 4
a. Kesimpulan Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa program penyelenggaraan wajar dikdas Ula dan Wustha dilihat dari empat dimensi secara keseluruhan berada pada tingkat terpenuhi. Hal ini dapat digambarkan sebagai berikut: Pada aspek konteks dilihat dari 5 indikator berada pada tingkat “terpenuhi” dengan persentase 80.4% Ula dan 84,6% Wustha. Hal yang masih perlu ditingkatkan adalah kemandirian membuat panduan untuk pelaksanaan wajar dikdas internal Ponpes hanya mencapai 64% Ula dan 53% Wustha. Aspek lainnya cukup baik, dan yang menonjol dalam dimensi ini adalah visi misi Pondok Pesantren mengandung program wajar dikdas, Ponpes mempunyai buku Petunjuk Teknis Penyelenggaraan, keikutsertaan sosialisasi Buku Petunjuk Teknis serta tingkat kepahaman isi buku petunjuk teknis. Pada aspek input secara keseluruhan hanya berada pada tingkat “cukup terpenehi” dengan capaian Ula 61,3% dan Wustha 61,9%. Indicator yang berhasil ditunjukan adalah kepemilikan jadwal pelajaran serta mata pelajaran yang diajarkan sudah sesuai dengan program wajar dikdas. Namun beberapa hal yang diidentifikasi sebagai indicator masih perlu ditingkatkan dari dimensi input adalah latar belakang pendidikan guru, kurikulum mata pelajaran umum yang digunakan, mata pelajaran umum yang wajib diajarkan, ketersediaan buku paket guru dan santri, perpustakaan, kepemilikan buku SKL, RPP dan silabus. Aspek Proses berada pada tingkat “cukup tepenudi” untuk tingkat Ula dengan persentase 64,8% Ula. Namun Wustha berada pada kategori “Kurang terpenuhi” hanya mencapai 62,3%. Dari 10 indikator menunjukan adanya supervisi, monitoring, laporan serta penyesuaian program wajar dikdas dengan program di pesantren. Sedangkan yang menjadi catatan paling rendah perlu diperhatikan yaitu materi monitoring masih kurang lengkap menyangkut 4 aspek materi yaitu kehadiran santri penilaian hasil belajar santri Aspek produk secara keseluruhan cukup berhasil walaupun minim kenaikannya rerata nilai bahasa Indonesia, matematika dan IPA meningkat pada tahun ajaran 2014 dibandingkan tahun ajaran sebelumnya. Kemudiian yang menyatakan bahwa program wajar dikdas perlu dilanjutkan terdapat 97.5% Ula dan 99.4% Wustha. Selain pengukuran keempat dimensi di atas hal lainnya yang menjadi pekerjaan rumah yang perlu diperbaiki untuk menunjang suksesnya program wajar dikdas yaitu yang dihadapi oleh pondok pesantren. Beberapa kendala tersebut yaitu keterlambatan dana BOS, keterlambatan terbitnya ijazah lulusan, keterlambatan honor guru program, tidak memiliki perpustakaan dan santri banyak yang tidak mukim di pesantren serta masih seringnya santr yang tidak masuk. b. Rekomendasi Untuk meningkatkan efektifitas pogram penyelenggaraan wajar dikdas perlu direkomendasikan sebagai berikut: 5
1. Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren bersama Balitbang Kemenag hendaknya melakukan pendataan ulang tentang kebutuhan penyelenggaraan wajar dikdas di pondok pesantren 2. Direktorat Pendidikan Diniyah dan pondok pesantren bersama Balitbang hendaknya menciptakan Pondok Pesantren penyelenggara wajar dikdas trampil menuju ke arah profesional dalam bidang akadminis dan manajement penyelenggaraan wajar dikdas. 3. Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren bersama Balitbang Kemenag perlu mengevaluasi kembali sistem supervisi dan monitoring serta pendampingan pengelolaan wajar dikdas 4. Direktorat pendidikan Diniyah dan Pondok pesantren perlu melakukan pendampingan terhadap pondok pesantren penyelenggara wajar dikdas untuk memberikan pengetahuan terkait pengelolaan wajar dikdas secara efektif dan efisien. 5. Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren perlu menerapkan system evaluasi dan pelaporan wajar dikdas ke depan berbasis database online. 6. Kementerian Agama dan diknas hendaknya meningkatkan kerjasama intensif membuat regulasi terkait pemenuhan kebutuhan guru, peningkatan kualifikasi guru dan pembinaan kompetensi guru, serta meningkatkan kesejahteraan guru. 7. Kementerian Agama perlu melakukan sosialisasi secara luas kepada lembagalembaga pendidikan formal dan masyarakat bahwa ijazah lulusan wajar dikdas mendapat pengakuan yang sama seperti pendidikan formal yang sederajat lainnya agar tidak ada perlakuan yang berbeda di masyarakat.
6