LAMPIRAN
73
Lampiran 1. Tehnik Pengumpulan Data Tabel 10. Kebutuhan, Sumber, dan Teknik Pengumpulan Data No 1.
Kebutuhan
Sumber Data/Informasi
Data/Informasi Data primer:
Studi literatur
wilayah kelola
Pemerintah daerah, Dinas Kehutanan Daerah,
Wawancara
Aparat Desa, Tokoh dan anggota masyarakat
mendalam
UU dan Perda Pengelolaan Hutan
Studi literatur
peran-peran
Pemerintah daerah, Dinas Kehutanan Daerah,
Wawancara
pemangku
Aparat Desa, Tokoh dan anggota masyarakat
mendalam
kepentingan
Data Sekunder:
berperanserta
Data primer:
Studi literatur
kepentingan
Pemerintah daerah, Dinas Kehutanan Daerah,
Wawancara
para pemangku
Aparat Desa, Tokoh dan anggota masyarakat
mendalam
kepentingan
Data Sekunder:
Pengamatan berperanserta
Tindakan
Data primer:
Studi literatur
kolektif
Pemerintah daerah, Dinas Kehutanan Daerah,
Wawancara
Aparat Desa, Tokoh dan anggota masyarakat
mendalam
UU dan Perda Pengelolaan Hutan
Pengamatan berperanserta
Penyelesaian
Data primer:
Studi literatur
sengketa antar
Pemerintah daerah, Dinas Kehutanan Daerah,
Wawancara
pemangku
Aparat Desa, Tokoh dan anggota masyarakat
mendalam
kepentingan
Data Sekunder: UU dan Perda Pengelolaan Hutan
6.
Pengamatan
Pemenuhan
Data Sekunder:
5.
berperanserta
Data primer:
UU dan Perda Pengelolaan Hutan 4.
Pengamatan
Pengakuan
UU dan Perda Pengelolaan Hutan 3.
Pengumpulan Data
Lingkup batas
Data Sekunder:
2.
Teknik
Pengamatan berperanserta
Pembelajaran
Data primer:
Studi literatur
bersama
Pemerintah daerah, Dinas Kehutanan Daerah,
Wawancara
Aparat Desa, Tokoh dan anggota masyarakat
mendalam
Data Sekunder: UU dan Perda Pengelolaan Hutan
Pengamatan berperanserta
74
Lampiran 2. Panduan Pertanyaan Pedoman Wawancara Mendalam
A. Petunjuk Wawancara mendalam (indeph interview) dilakukan oleh peneliti untuk menggali secara langsung gambaran secara komprehensif berkaitan dengan aspek-aspek kajian. Catatan singkat ditulis dalam ruangan yang kosong di bawah kotak aspekaspek yang ditanyakan dalam wawancara mendalam untuk dikembangkan menjadi laporan.
B. Wawancara Mendalam Hari, tanggal
:............................
Lokasi Wawancara
:............................
Nama & Umur Informan
:............................
1.
Lingkup Batas Wilayah Kelola Konsep diperkenalkan oleh Cifor (Perpaduan untuk Pengembangan,
Pengujian dan Pemilihan Kriteria dan Indikator untuk Pengelolaan Hutan Lestari, 1999, hal:141-142) dan Latin (Hutan Kemasyarakatan: Prinsip, Kriteria dan Indikator, 2001, hal:27) . Yang dimaksud dengan konsep ini adalah adanya pengelolaan hutan atau meningkatkan akses antar generasi terhadap sumber daya dan berbagai manfaat ekonomi secara adil (Cifor,1999) dan adanya areal hutan kemasyarakatan yang ditetapkan secara definitif (Latin, 2001). Sehubungan dengan konsep di atas maka yang perlu diamati di lapangan: Masyarakat: a. Bagaimanakah pola akses yang diterapkan komunitas tersebut? b. Untuk apakah akses tersebut digunakan? c. Bagaimanakah bentuk fisik tata batas wilayah kelola menurut komunitas? d. Bagaimanakah terbentuknya tata batas tersebut dan siapa yang menetapkan ? e. Siapa sajakah yang boleh dan tidak boleh mengakses hutan ? f. Adakah waktu-waktu khusus yang mengatur boleh-tidaknya hutan diakses?
75
g. Apa dan sejauhmana aturan dan norma dalam penggunaan sumber daya dipantau dan ditegakkan pelaksanaannya? Pemerintah a. Termasuk dalam kawasan apakah hutan yang di kelola komunitas? b. Bagaimanakah tata batas wilayah hutan menurut pemerintah (peta) ? c. Bagaimana upaya pemerintah untuk mewujudkan fungsi hutan tersebut? d. Apakah Unit kelola hutan kemasyarakatan ditetapkan oleh pemerintah daerah dengan mempertimbangkan pendapat instansi teknis kehutanan? 2. Pengakuan Peran-Peran Pemangku kepentingan Lain Konsep ini diperkenalkan oleh Latin (Hutan Kemasyarakatan: Prinsip, Kriteria dan Indikator, 2001, hal:22-23) Yang dimaksud dengan konsep ini adalah adanya kerangka hukum dan kebijaksanaan negara melindungi hak-hak dan otoritas masyarakat dan kelembagaan pengelolaan hutan kemasyarakatan diakui dan diberdayakan. Sehubungan dengan konsep di atas maka yang perlu diamati di lapangan: Masyarakat a. Apakah akses sumber daya pada butir 1A dan 1B diakui oleh pemerintah dan diperbolehkan pelaksanaannya ? b. Apakah kepemilikan akses pada butir 1A telah aman dari adanya gangguan perubahan-perubahan kebijakan pemerintah? c. Jika pola akses masyarakat tidak akui oleh pemerintah, apakah tindakan masyarakat? Pemerintah a. Apakah fungsi hutan yang ditetapkan pemerintah saat ini didukung oleh masyarakat ? b. Apa pemerintah dapat memahami dan mengakui kemajemukan bentuk-bentuk kelembagaan masyarakat setempat? c. Jika terdapat perbedaan kelembagaan antara pemerintah dan masyarakat bagaimanakah tindakan pemerintah? d. Apakah
pemerintah
bekerjasama
dengan
organisasi-organisasi
non
pemerintah aktif memfasilitasi penguatan kelembagaan masyarakat setempat?
76
e. Apakah Pemerintah mendorong terbentuknya pengelolaan hutan bersama antara para pemegang ijin dan kontrak hutan kemasyarakatan dan pihak-pihak lain yang memperoleh hak-hak eksklusif dalam pengelolaan suatu kawasan hutan negara? 3.
Pemenuhan Kepentingan Para Pemangku kepentingan Konsep ini diperkenalkan oleh Latin (Hutan Kemasyarakatan: Prinsip,
Kriteria dan Indikator, 2001, hal:24,28-29) Yang dimaksud dengan konsep ini adalah adanya kebijaksanaan perlindungan ekonomi bagi masyarakat dan di sekitar hutan, adanya jaminan keamanan dan ketahanan pangan,
tumbuh dan berkembangnya kualitas
kehidupan sosial ekonomi (Latin, 2001) Sehubungan dengan konsep di atas maka yang perlu diamati di lapangan: Masyarakat a.
Apakah Produk-produk hutan yang dimanfaatkan oleh komunitas dari wilayah hutan?
b.
Siapa dan bagaimana produk-produk itu didapat?
c.
Apakah masyarakat memiliki akses pada informasi pasar produk hutan kayu dan non kayu meliputi harga, jumlah dan kualitas produk?
d.
Apakah masyarakat dijamin untuk menikmati, mengembangkan dan menyempurnakan kebudayaan lokal dan kehidupan rohani?
Pemerintah a.
Pihak mana saja yang boleh mengakses sumberdaya hutan?
b.
Untuk apakah pihak tersebut memanfaatkan hak aksesnya?
c.
Apakah pemerintah mencegah dan membatasi praktek-praktek monopoli dan oligopoli dalam perdagangan produk-produk hutan kemasyarakatan?
4. Tindakan kolektif Konsep ini diperkenalkan oleh Cifor (Belajar sambil Mengajar: Menghadapi Perubahan Sosial untuk Pengelolaan Sumberdaya Alam, 2008) Yang dimaksud dengan konsep ini adalah adanya proses pengamatan, perencanaan, aksi, pemantauan dan refleksi yang dilakukan bersama-sama dengan pemangku kepentingan yang terlibat (Cifor, 2008)
77
Sehubungan dengan konsep di atas maka yang perlu diamati di lapangan: Masyarakat dan Pemerintah a. Apakah
komunitas
ikut
melakukan
pengamatan
terhadap
isu
program/kebijakan baru dalam pengelolaan hutan? b. Apakah komunitas memiliki hak untuk mengusulkan pendapat terhadap suatu perencanaan program/kebijakan tersebut? c. Apakah komunitas ikut terlibat secara langsung maupun tidak langsung sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap program itu? d. Apakah masyarakat ikut memantau segala bentuk kegiatan program yang berlangsung? e. Apakah masyarakat ikut melakukan evaluasi terhadap program tersebut?
5. Penyelesaian Sengketa Antar Pemangku kepentingan Konsep ini diperkenalkan oleh Latin (Inovasi Penyelesaian Sengketa Pengelolaan Sumberdaya Hutan, 2000) Yang dimaksud dengan konsep ini adalah penyelesaian sengketa antar pemangku kepentingan meliputi adanya pendekatan alternatif dalam menghadapi konflik dimana penentu kebijakan adalah fasilitator, fokus pada penyelesaian masalah, para pihak bertemu langsung untuk memecahkan perbedaan, para pihak mempertajam proses, dan keputusan dibuat melalui konsensus (Latin, 2000) Sehubungan dengan konsep di atas maka yang perlu diamati di lapangan: Masyarakat dan Pemerintah a. Apakah ada lembaga penyelesaian konflik yang efektif untuk mengurus sengketa yang terjadi antar anggota komunitas, intra komunitas, dan komunitas dengan pemerintah? b. Bagaimana peran lembaga tersebut dalam mengatasi konflik antar pemangku kepentingan? c. Apakah
terdapat
upaya-upaya
konsensus/musyawarah
terhadap
penyelesaian masalah? d. Apakah sanksi yang dibentuk dapat diakui dan dilaksanakan oleh semua pemangku kepentingan
78
6. Pembelajaran Bersama Konsep ini diperkenalkan oleh Cifor (Belajar sambil Mengajar: Menghadapi Perubahan Sosial untuk Pengelolaan Sumberdaya Alam, 2008) Yang dimaksud dengan konsep ini adalah Pembelajaran bersama merupakan pembelajaran yang berlangsung melalui interaksi sosial di antara beberapa individu atau kelompok berlainan yang memungkinkan pencapaian pengetahuan baru. Pembelajaran bersama sebagai proses yang mendorong pengembangan, pemanfaatan, berbagi informasi dan pengetahuan; juga, memperkuat pengetahuan para pihak melalui refleksi Terarah (CIFOR, 2008). Sehubungan dengan konsep di atas maka yang perlu diamati di lapangan: Masyarakat dan Pemerintah a. Apakah ada forum pertukaran dan berbagi pengalaman serta pengetahuan dalam pengelolaan hutan yang baik dan tepat? b. Apakah masyarakat dilibatkan dalam evaluasi mengenai suatu program atau pola pengelolaan hutan? c. Seberapa rutinkan evaluasi partisipasi terhadap program tersebut? d. Apakah ada tindakan bersama yang menghasilkan perubahan atau penyesuaian terhadap pengelolaan hutan?
79
Lampiran 3. Panduan Pengamatan Berperanserta PEDOMAN PENGAMATAN BERPERANSERTA A. Petunjuk Pengamatan berperanserta dilakukan oleh peneliti secara langsung di lokasi kajian, selanjutnya peneliti diharuskan melakukan pencatatan hasil pengamatannya dengan alat pencatatan manual maupun alat bantu yang dapat merekam serta memotret kejadian yang berkaitan dengan substansi penelitian yang dilakukan. Catatan singkat ditulis dalam ruangan kosong di bawah kotak aspek-aspek yang diamati, untuk dikembangkan kemudian menjadi laporan. B. Pengamatan Berperanserta Hari, tanggal : Lokasi : Pengamatan : a. Penentuan batas wilayah kelola: bersama masyarakat menelusuri batas-batas wilayah yang selama ini mereka kelola dan manfaatkan. b. Peran-peran masyarakat dalam mengelola hutan: bersama masyarakat mengikuti kegiatan kelembagaan yang diterapkan masyarakat baik budaya dan religi. c. Pemenuhan kepentingan masyarakat dari sumberdaya hutan: bersama masyarakat melakukan kegiatan produksi kehutanan sebagai mata pencaharian masyarakat. d. proses pengambilan keputusan dalam pengelolaan sumberdaya hutan: ikut dalam kegiatan musyawarah desa. e. proses penyelesaian sengketa dalam pengelolaan sumberdaya hutan: ikut dalam kegiatan penyelesaian sengketa. f. proses pembelajaran bersama dalam pengelolaan hutan: ikut dalam kegiatan refleksi dan evaluasi bersama.
Lampiran 4. Data Narasumber Saat Penelitian Tabel 11. Narasumber Penelitian No.
Nama
Jenis kelamin
Umur
Ket
(Tahun)
Alamat
1.
DJD
Laki-laki
40
Pegawai Dinas Kehutanan
Takengon
2.
PNI
Laki-laki
34
Polisi Hutan
Kebayakan
3.
BSI
Laki-laki
46
Resort BKSDA Takengon
Isaq
4.
SDK
Laki-laki
37
Petani Kopi
Dedamar
5.
AMH
Perempuan
80
Petua yang telah lama bermukim
Desa Jamur Konyel
6.
AMS
Laki-laki
49
Kepala Desa
Desa Jamur Konyel
7.
MAN
Laki-laki
60
Tokoh Masyarakat
Desa Jamur Konyel
8.
DLA
Perempuan
43
Ibu rumah tangga
Desa Jamur Konyel
9.
SFN
Laki-laki
71
Warga Desa
Desa Jamur Konyel
10.
TNW
Laki-laki
32
Tokoh Masyarakat
Desa Jamur Konyel
11.
IDK
Laki-laki
33
Imam Masjid
Desa Jamur Konyel
12.
THD
Laki-laki
32
Tokoh Masyarakat
Desa Jamur Konyel
13.
KRM
Laki-laki
46
Pegawai Pemerintah Kab. Aceh Tengah
Takengon
14.
DHD
Laki-laki
60
Pegawai Kecamatan
Bintang
80
Lampiran 5. Peta Desa Jamur Konyel
Gambar 15. Peta Asli Desa Jamur Konyel 81
Lampiran 6. Dokumentasi Foto
Gambar 16. Kondisi Lapang Desa Jamur Konyel
82
Lampiran 7. Rencana Kegiatan Penelitian Tabel 12. Rencana Kegiatan Penelitian No. I.
Kegiatan
1
Maret 2 3
4
1
April 2 3
Mei 4
1
2
3
4
1
Juni 2 3
4
Proposal dan Kolokium 1. Penyusunan Draft dan Revisi 2. konsultasi Proposal 3. Kolokium
II.
Studi Lapangan 1. Pengumpulan Data 2. Analisis Data
III.
Penulisan Laporan 1. Analisis Lanjutan 2. Penyusunan Draft dan Revisi 3. Konsultasi Laporan
IV.
Ujian Skripsi 1. Ujian 2. Perbaikan Skripsi
83