144
Lampiran 1 Perhitungan nilai ekonomi perikanan tangkap Pendekatan Harga ikan dihitung dengan menggunakan pendekatan langsung (harga pasar) terbatas jenis ikan tertentu yang diusahakan untuk dijual, yaitu dengan rumus sebagai berikut: HI = VI x hj Dimana: HI = harga ikan (Rp,-) VI = volume ikan yang dihasilkan (kg) hj = harga ikan yang di pasarkan (Rp) Nilai pengganda yang digunakan adalah potensi ikan yang ada di lokasi penelitian. Secara umum nilai ekonomi untuk perikanan tangkap di TNDS secara keseluruhan adalah sebagai berikut: Tabel Informasi dan data yang digunakan untuk nilai ekonomi perikanan tangkap TNDS No. 1 2 3 4 5
Uraian Jumlah kepala keluarga di TNDS Volume ikan yang didapat Harga ikan Biaya Produksi Efektif kegiatan dalam setahun
Nilai 1.835 5 15.000 14.050.000 300
Satuan KK Kg/hari Rp,-/kg Rp,-/KK/tahun hari
Keterangan Informasi Asumsi Informasi Asumsi Asumsi
Jika diasumsikan setiap KK dapat memperoleh ikan 5 kg per hari maka nilai ekonomi perikanan di TNDS adalah sebesar Rp. 15.505.850.000,-/tahun atau sebesar Rp 117.468,56/ha/tahun. Tabel Hasil perhitungan nilai ekonomi ikan tangkap di TNDS No 1
Uraian Nilai Ekonomi Ikan Tangkap per Tahun
Perhitungan (jumlah KK x pendapatan ikan per hari x hari dalam setahun x harga ikan di pasar) – (biaya produksi) (1.835 x 5 x Rp. 15.000 x 300) – (Rp. 14.050.000 x 1835)
Hasil Rp. 15.505.850.000,-
145
Lampiran 2 Perhitungan nilai ekonomi karet Nilai getah karet diduga dari potensi getah karet yang ada di dalam kawasan TNDS dan dikalikan dengan harga getah karet yang berlaku di pasar, yaitu dengan rumus sebagai berikut: = VG x hg HG Dimana: HG = harga getah karet (Rp,-/kg) VG = potensi getah karet (kg) hg = harga getah karet di pasar (Rp,-/kg) Tabel Informasi dan data yang digunakan No. Uraian Nilai Satuan Keterangan 1 Jumlah kepala keluarga 116 KK Informasi masyarakat Dayak di TNDS 2 Volume getah karet yg 15 kg/hari Informasi didapat 3 Harga karet di pasar 8.000 Rp,-/kg Informasi 4 Biaya Produksi 744.000 Rp,-/KK/tahun Asumsi 5 Biaya Transportasi 100.000 Rp/trip Asumsi 6 Efektif kegiatan dalam 180 Hari Asumsi setahun
Tabel Hasil perhitungan nilai ekonomi getah karet di TNDS No Uraian Perhitungan 1 Nilai ekonomi (jumlah KK x pendapatan getah karet getah karet per hari x efektif kegiatan dalam per tahun setahun x harga getah karet di pasar) – (jumlah KK x biaya produksi) – (jumlah KK x biaya transportasi x jumlah penjualan ke Lanjak) (116 x 15 x 180 x Rp. 8.000,-) – (116 x Rp. 744.000,-)—(116 x Rp 100.000 x 26)
Hasil Rp. 2.218.796.000, -
Berdasarkan data dan perhitungan yang telah dilakukan maka nilai ekonomi karet untuk TNDS secara keseluruhan adalah sebesar Rp 2.218.796.000/tahun atau sama dengan Rp 16.809,06/ha/tahun.
146
Lampiran 3 Perhitungan nilai ekonomi padi ladang Nilai padi ladang diduga dari potensi ladang yang ada di dalam kawasan TNDS dan harga beras yang berlaku di pasar, yaitu dengan rumus sebagai berikut: HL = VL x hl Dimana: HL = harga beras (Rp,-/kg) VL = potensi hasil ladang (kg) hl = harga beras di pasar (Rp,-/kg) Tabel Informasi dan data yang digunakan No. Uraian Nilai 1 Jumlah kepala keluarga yang 116 memiliki ladang 2 Jumlah hasil panen per tahun 300 3 Harga beras ladang di 9.000 pasaran 4 Biaya Produksi 2.000.000 5
Luas pertanian lahan kering di TNDS
2.266,51
Satuan KK
Keterangan Informasi
gantang Rp,/gantang Rp,-/ha/ KK/thn ha
Asumsi Informasi (1 gantang = 2,5 kg) Asumsi
Tabel Hasil perhitungan nilai ekonomi ladang di TNDS No Uraian Perhitungan 1 Nilai Ladang (jumlah KK x jumlah hasil panen per Tahun per tahun x harga beras di pasar) – (jumlah KK x biaya produksi) (116 x 300 x Rp. 9.000,-) – (116 x Rp.2.000.000,-)
Informasi
Hasil Rp.81.200.000,-
Berdasarkan hasil perhitungan maka nilai ekonomi hasil ladang di TNDS sebesar Rp 81.200.000/tahun atau sama dengan Rp 35.826,01/ha/tahun.
147
Lampiran 4 Perhitungan nilai ekonomi kayu bakar Untuk menghitung nilai ekonomi kayu bakar digunakan pendekatan dengan menggunakan biaya pengadaan. Karakteristik masyarakat Pendekatan dengan biaya pengadaan sangat ditentukan oleh karakteristik sosial ekonomi masyarakat pengguna suatu komoditi. Adapun karakteristik sosial ekonomi pencari dan pengguna kayu bakar dari masyarakat di TNDS disajikan pada tabel berikut: Tabel Karakteristik sosial ekonomi pencari dan pengguna kayu bakar Uraian Konsumsi kayu bakar Biaya pengadaan Pendapatan Umur KK Pendidikan KK Jumlah agt keluarga Frekuensi memasak
Satuan (m3/kk/tahun) (Rp/m3/tahun) (Rp/bulan) (Tahun) (Tahun) Orang (kali/hari)
Rata-rata 8,038 12.732 2.726.667 41,033 6,539 4,189 2,056
Minimum 5,000 4860 1.000.000 19,000 1,000 1,000 1,000
Maksimum 12,200 22.275 5.500.000 81,000 16,000 11,000 3,000
Nilai Ekonomi Berdasarkan data dan hasil perhitungan menggunakan regresi linier berganda maka diperoleh model kurva permintaannya adalah : Y = 7.86 - 0.000033 X1 - 0.00000022 X2 + 0.0164 X3 + 0.110 X4 - 0.103 X5 + 0.114 X6
Penghitungan total kesediaan berkorban, nilai yang dikorbankan dan surplus konsumen pengguna kayu bakar dilakukan dengan menggandakan nilai tersebut dengan jumlah penduduk di TNDS dan diasumsikan kebutuhan kayu bakarnya dipenuhi oleh TNDS. Adapun ringkasan hasil perhitungan adalah sebagai berikut: Tabel Perhitungan nilai ekonomi kayu bakar di TNDS Nilai Ekonomi Rata-rata Populasi Nilai Total (Rp/kk/tahun) (Rp/kk/tahun) Kesediaan berkorban 266,646 11.750 3.133.090,50 Nilai yang dikorbankan -16,714 11.750 -196.389,50 Surplus konsumen 283,361 11.750 3.329.491,75 Untuk penghitungan nilai ekonomi total akan digunakan nilai surplus konsumen yang diperoleh. Maka nilai ekonomi kayu bakar untuk TNDS adalah Rp 25,22/ha/tahun.
148
Lampiran 5 Perhitungan nilai ekonomi air rumah tangga Untuk menduga nilai ekonomi air pada jasa air untuk rumah tangga ini dilakukan dengan melakukan kalkulasi terhadap air yang digunakan oleh rumah tangga. Pemakaian air untuk rumah tangga terdiri dari kebutuhan untuk memasak, mandi dan mencuci, serta kakus. Tabel Perhitungan estimasi konsumsi air rumah tangga di TNDS Variabel Rata-rata konsumsi air/orang/hari Rata-rata konsumsi air / rumahtangga/hari
Data 144
Satuan liter/orang/ hari
576
liter/hari/ rumahtangga
Total konsumsi air/ tahun Harga air
385.790.400
liter/tahun/ rumah tangga IDR/m3 IDR/liter
Nilai air
964.476.000
2495 2.5
Rp/tahun
Keterangan Hasil survey Direktorat Pengembangan Air Minum Ditjen Cipta Karya 2006 144 x 4 (rata-rata jumlah anggota rumah tangga di TNDS) 1835 x 576 x 365 Berdasarkan data PDAM (2010): distribusi air bersih di kabupaten Kapuas Hulu adalah 1.954.519 m3/tahun dengan nilai air Rp 4.876.524.905 385.790.400 x 2,5
Tabel di atas menyajikan nilai air saat penelitian untuk konsumsi rumah tangga di TNDS adalah sebesar Rp 964.476.000/tahun atau setara dengan Rp 7.306,64/ha/tahun.
149
Lampiran 6 Perhitungan nilai ekonomi air transportasi Harga atau upah jasa yang dilakukan dihitung dengan menggunakan pendekatan langsung (harga pasar) yaitu dengan rumus sebagai berikut: JB x hB NAT = Dimana: NAT = nilai jasa transportasi (Rp,-/orang) JB = jumlah bensin yang digunakan (liter) hB = harga bensin (Rp,-/liter) Jika dihitung secara keseluruhan TNDS maka nilai air untuk transportasi saat penelitian adalah sebagai berikut: Tabel Informasi dan data yang digunakan No. 1 2
3 4 5 6
Uraian Rata-rata bahan bakar untuk kegiatan memancing dan lainnya sehari-hari Rata-rata bahan bakar untuk ke ibukota kecamatan terdekat dari masing-masing SPTN untuk urusan keluarga dll Harga bahan bakar Jumlah kepala keluarga di TNDS Efektif hari kerja dalam setahun Jumlah bulan dalam setahun
Nilai 5
Satuan liter/hari
Keterangan Informasi
20
liter/bulan
Informasi
9000 1835 350 12
Rp KK Hari bulan
Informasi Informasi Asumsi Informasi
Jika diasumsikan setiap KK bekerja selama 350 hari maka nilai ekonomi air untuk transportasi di TNDS saat penelitian adalah sebesar Rp. 32.864.850.000,-/tahun atau sebesar Rp 248.976,14/ha/tahun. Tabel Hasil perhitungan nilai ekonomi air transportasi di TNDS No 1
Uraian Nilai Ekonomi Air Transportasi
Perhitungan (jumlah KK x bahan bakar untuk kegiatan sehari-hari x hari dalam setahun x harga bahan bakar) + (jumlah KK x bahan bakar untuk kegiatan sehari-hari x hari dalam setahun x harga bahan bakar) (1835 x 5 x Rp. 9000 x 350) + (1835 x 20 x Rp. 9000 x 12)
Hasil Rp. 32.864.850.000,-
150
Lampiran 7 Perhitungan nilai ekonomi air untuk perikanan budidaya Harga ikan budidaya dihitung dengan menggunakan pendekatan langsung (harga pasar) terbatas jenis ikan tertentu yang diusahakan untuk dijual, yaitu dengan rumus sebagai berikut: HI (1,2,3,…..n) = VI x hj Dimana: HI = harga ikan (Rp,-/jenis) VI = volume ikan yang dihasilkan (kg/jenis) hj = harga ikan yang di pasarkan (Rp,-/jenis ) Nilai pengganda yang digunakan adalah jumlah keramba yang ada di lokasi penelitian. Tabel Informasi dan data yang digunakan No. 1 2 3 4
Uraian Jumlah kepala keluarga di TNDS Jumlah kepemilikan keramba Harga ikan di dalam keramba Biaya modal
Nilai 1.835 3 5.000.000 2.500.000
Satuan KK Buah Rp,-/kg Rp,-/KK/tahun
Keterangan Informasi Informasi Informasi Informasi
Berdasarkan data tersebut maka nilai ekonomi perikanan budidaya di TNDS saat penelitian adalah sebesar Rp. 4.587.500.000,-/tahun atau sama dengan Rp 34.753,79/ha/tahun. Tabel Hasil perhitungan nilai ekonomi ikan budidaya di TNDS No 1
Uraian Nilai Ekonomi Ikan budidaya per Tahun
Perhitungan (jumlah KK x jumlah keramba x hari dalam setahun x harga ikan di keramba) – (biaya modal) (1.835 x 3 x Rp. 5.000.000, – (Rp. 2.500.000,- x 1.835 x 3)
Hasil Rp. 4.587.500.000,-
151
Lampiran 8 Perhitungan nilai ekonomi simpanan karbon Pendekatan yang digunakan untuk menghitung nilai ekonomi karbon adalah dengan harga pasar. Penentuan nilai karbon dalam penelitian ini difokuskan pada simpanan karbon dalam tanah gambut yang terdapat pada hutan rawa gambut. Penentuan ini mengacu pada skema pembayaran nilai serapan karbon berdasarkan pada UNFCC dimana taman nasional dan hutan lindung tidak masuk dalam skema pembayaran nilai serapan karbon, sehingga nilai karbon dinilai hanya berdasar pada simpanan karbon yang ada di hutan rawa gambut. Untuk nilai atau harga karbon digunakan pendekatan harga karbon hipotetis. Penentuan nilai karbon dilakukan dengan rumus sebagai berikut: NSc = ({Lg x Kcg} x Hc Dimana: NPc = nilai simpanan karbon (Rp,-) = luas gambut (ha) Lg Kcg = kemampuan menyimpan karbon di gambut (ton/ha) Hc = harga karbon (Rp,-/ton) Tabel Informasi dan data yang digunakan No. Uraian 1 Luas Total Kawasan 2 Luas Hutan Rawa Gambut 3 Simpanan karbon hutan rawa gambut di TNDS (Anshari dan Armiyarsih 2005) 4 Harga Karbon/ton (Pirard 2005) 5 $ 1 USD
Nilai 132.000 55.338 60-70
Satuan Ha Ha Ton/Ha
Keterangan Informasi Informasi Informasi
12 10.000
$ USD Rp,-
Informasi Informasi
Tabel Hasil perhitungan nilai ekonomi simpanan karbon No 1
Uraian Nilai Karbon per Tahun
Perhitungan
Hasil (Rp)
(Luas Hutan Rawa Gambut x Simpanan karbon di TNDS x Harga karbon/ton x kurs rupiah) (55.338 x 65 x 12 x 10.000)
431.636.400.000
152
Lampiran 9 Perhitungan nilai ekonomi nilai pilihan Untuk nilai pilihan di TNDS akan didekati dengan metode harga pasar yang ada dengan rumus : a. Jenis Flora (NF1) NFl = VFl x hFl Dimana : NF1 = Nilai Flora (Rp/ha/thn) hFl = Harga Jenis Flora yang dapat diambil (Rp/unit) VFl = Banyak/jumlah fauna yang dapat diambil (unit/ha/thn) b. Jenis Fauna (NFa) NFa = Vfa x hFa Dimana : NFa = Nilai fauna (Rp/ha/thn) hFa = Harga fauna yang dapat diambil (Rp/unit) VFa = Banyak/jumlah fauna yang dapat diambil (unit/ha/thn) Adapun data dan informasi yang digunakan untuk menghitung nilai pilihan ini seperti yang tercantum dalam tabel berikut: Tabel Informasi dan data yang digunakan No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Uraian Potensi Bulbophyllum Potensi Ulang uli Potensi Ringau Potensi Labi-labi Harga Bulbophylum Harga Ulang-uli Harga Ringau Harga Labi-labi Biaya pengambilan Bulbophylum Biaya pengambilan Ulang-uli Biaya pengambilan Ringau Biaya pengambilan labi-labi Pemungut Bulbophylum Pencari Ulang-uli Pencari Ringau Pemburu Labi-labi Pengambilan Bulbophyllum Pengambilan Ulang-uli Pengambilan Ringau Pengambilan Labi-labi
Nilai 50 100 50 100 1.000.000 3.000 5.000 35.000 20.000 30.000 30.000 25.000 20 1.835 1.835 116 20 60 60 30
Satuan Rumpun Ekor Ekor Kg Rp/Rumpun Rp/Ekor Rp/Ekor Rp/Kg Rp/kali Rp/kali Rp/kali Rp/kali KK KK KK KK Kali Kali Kali Kali
Keterangan Asumsi Asumsi Asumsi Asumsi Informasi Informasi Informasi Informasi Informasi Informasi Informasi Informasi Informasi Informasi Informasi Informasi Asumsi Asumsi Asumsi Asumsi
Tabel Hasil perhitungan nilai pilihan No 1
Uraian Perhitungan Nilai Ekonomi (50x20x20x1.000.000)–(20.000x20x20)+ Nilai Pilihan (100x1835x60x3.000)–(30.000x1835x60) +(50x1835x60x5.000)–(30.000x1835x60) +(100x116x30x35.000)–(25.000x116x30)
Hasil (Rp) 86.205.000.000
153
Lampiran 10 Aturan nelayan Pulau Majang a. Aturan mengenai penggunaan alat tangkap ikan : Larangan menggunakan bubu warin Masyarakat nelayan Pulau Majang melarang warganya untuk menggunakan bubu warin sebagai alat menangkap ikan. Karena dengan memasang bubu warin ini ikan-ikan yang berukuran kecil juga akan tertangkap, dan akan berdampak pada keberlanjutan hasil tangkapan ikan masyarakat karena populasi ikan-ikan kecil akan mengalami penurunan. Hal ini sejalan dengan Perda Kabupaten Kapuas Hulu No 8 Tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Pengawasan Konservasi Sumberdaya Ikan di Perairan Umum Kabupaten Kapuas Hulu. Jika melanggar aturan ini, maka bubu warin akan disita. Larangan menggunakan tuba kerinan/tengkeruk Penggunaan tuba dilarang keras dikarenakan sangat berbahaya bagi kelestarian ikan dan juga sumberdaya air itu sendiri. Air sungai merupakan sumberdaya vital bagi masyarakat Pulau Majang, karena selain sebagai tempat mencari nafkah, juga sebagai sumber air untuk keperluan domestik dan sarana transportasi. Jika melanggar aturan ini maka akan dihukum sesuai peraturan pemerintah (hukuman pidana). Larangan menggunakan jala bidang (O-O) dan jala jarang. Penggunaan jala bidang dan jala jarang ini berkaitan dengan kelestarian hasil tangkapan di musim selanjutnya. Jika melanggar aturan ini, maka didenda Rp 50.000. Larangan menggunakan Penjarak atau Temilar di areal kerja orang lain, tapi diperbolehkan pada daerah kerja sendiri. Larangan menggunakan Tabin, jika dilanggar akan didenda sesuai dengan harga tabin. Larangan menggunakan alat setrum, jika dilanggar akan didenda sebesar Rp 1.000.000. Semua aturan ini ditujukan untuk melindungi keberlanjutan tangkapan ikan pada musim-musim selanjutnya, karena semua alat yang dilarang berpotensi untuk mengurangi jumlah tangkapan ikan selanjutnya b. Aturan mengenai jenis ikan tertentu Larangan mengambil anak Toman (Channa micropeltes) waktu sungai ditutup Peraturan yang ditetapkan adalah 1 tahun dibuka dan 1 tahun ditutup. Jika dilanggar akan didenda sebesar 150.000 dan ikan dalam keramba akan dilepas. Larangan menjual atau membagi anak Toman (Channa micropeltes) ke dareah luar Pulau Majang atau memelihara anak ikan Toman diberikan kepada orang lain atau keluarga di luar desa Pulau Majang. Jika dilanggar akan didenda sebesar 150.000 dan ikan dalam keramba akan dilepas. Larangan mengenai ikan biawan (Helostoma temminckii) dan ikan kerandang (Channa pleuropthalmus) yang diambil untuk menjadi umpan ikan. Jika dilanggar akan didenda sebesar Rp 50.000
154
c. Aturan yang berkaitan dengan manusia Orang luar yang bekerja di dalam kawasan/daerah Pulau Majang wajib melaporkan diri, bila tidak akan ditangkap atau dihukum sesuai dengan aturan yang berlaku. Pembeli ikan dikenakan biaya/pajak. Pembeli ikan di dalam keramba akan dikenakan pajak sebesar Rp 10.000 (untuk orang dalam desa Pulau Majang) dan untuk orang luar desa Pulau Majang dikenakan pajak sebesar Rp 25/kg. Pekerja semusim dikenakan pajak. Pekerja pada musim kemarau sebesar Rp 3000 sebuah luan dan pekerja pada musim air pasang Rp 5000 sebuah luan. Pembeli ikan ulang-uli (Botia macracanthus), masing-masing dikenakan pajak sebesar Rp 30.000 d. Aturan mengenai sungai Sungai Undi Sungai undi adalah sungai yang diundi untuk menjadi wilayah kerja masyarakat, supaya tidak terjadi perebutan wilayah kerja. Biasanya satu sungai undi terdiri dari beberapa keluarga, tergantung pada kemampuan dari masing-masing keluarga untuk mengerjakannya. Berdasarkan pengalaman sungai yang ditentukan sebagai sungai undi adalah sungai yang banyak ikannya. Ada 7 (tujuh) sungai undi di daerah Pulau Majang, yaitu: sungai Mengarang, sungai Sekajar, sungai Sempidan Lintang, sungai Suak Panjang, sungai Empaik Damun, sungai Jugul, sungai Terum Halus Hulu dan sungai Terum Halus Hilir. Biaya pendaftaran ditentukan oleh Ketua Nelayan dan masyarakat sesuai dengan persetujuan. Masing-masing sungai undi dikenakan premi Rp 100.000 bagi yang memenangkannya. Sungai Pinta Sungai Pinta adalah sungai yang dipinta untuk menjadi wilayah kerja oleh masyarakat. Di Pulau Majang ada 7 (tujuh) buah sungai pinta, yaitu: sungai Sundui, sungai Suak Dendang, sungai Suak Tanduk, sungai Suak Liman, sungai Gamang, sungai Tanjung Undit dan sungai Sekejap. Masing-masing sungai pinta dikenakan premi Rp 25.000 bagi yang mendapatkannya.
155
Lampiran 11 Aturan pengelolaan sumberdaya alam di kampung Kedungkang a. Aturan pengelolaan ladang Sebagai masyarakat Iban dalam membuat ladang ada beberapa aturan yang harus dipatuhi dan dilakukan yaitu: Buang-buang (Pedara’): merupakan upacara untuk menyampaikan permohonan (besampi) kepada Petara agar kegiatan berladang dapat menghasilkan padi yang berkelimpahan. Dalam kegiatan ini masyarakat menyediakan sesajen dengan memotong babi, ayam, membuat pulut (beras ketan dalam bambu, tumpek (gorengan yang berisi sayuran dan tepung terigu), batu asah dan tanah yang diletakkan di tanah yang akan diladangi. Acara ini dipimpin oleh ketua adat atau sesepuh kampung dengan memimpin doa dan mantera. Setelah itu lahan baru dapat dilakukan penebasan atau disemprot dengan pestisida/racun rumput. Penentuan lokasi ladang harus memperhatikan beberapa rambu seperti : Dilakukan di bawas muda yang ditandai dengan adanya pohon-pohon yang tipis, itu berarti bisa untuk ditanami padi Letak ladang harus didekat sungai, ini agar ladang mudah untuk diairi. Setelah lahan ditebas, dibiarkan selama 2-3 hari, kemudian baru ditebang. Setelah kayu kering selanjutnya dilakukan dengan pembakaran. Ngelade’: merupakan satu kearifan lokal Dayak Iban menjaga hutan agar selamat dari lumatan api proses pembakaran ladang. Prosesnya sederhana, yakni membuat dan membersihkan jalur dengan lebar 2-4 meter mengelilingi ladang, sehingga api tidak menjalar ke hutan atau lokasi lain semisal kebun karet miliki tetangganya. Ini dilakukan secara bersama-sama dengan membentuk kelompok kerja (Bedurok) 7-10 kepala keluarga yang secara bergiliran membuat jalur mengelilingi ladangladang tersebut. Praktek ini telah berlangsung turun temurun dan hasilnya kawasan hutan di wilayah ini masih terjaga. Setelah dibakar, lahan lalu ditanami jagung, timun dan kacang, sambil dilakukan kegiatan penugalan. Sementara itu juga dilakukan pembenihan padi. Setelah kegiatan menugal selesai baru dibuat pondok di ladang masing-masing. Dan benih padi siap untuk ditanam di ladang. Setelah padi siap untuk dipanen juga dibuat acara Pedara‟ lagi. Yaitu dengan menyiapkan sesajen yang diletakkan diatas piring yang disimpan di atas bambu yang sudah dijalin/anyam yang diletakkan di pondok yang ada di ladang selama semalam sebelum melakukan panen padi. Setelah panen padi selesai baru dilaksanakan acara Gawai padi yang merupakan bentuk syukur kepada Tuhan (Petara) akan hasil panen yang diperoleh. Hasil padi tidak boleh dijual, tetapi dimakan oleh keluarga sendiri, atau kalau ada hasil panen yang berlebih dapat disimpan atau diberikan kepada keluarga yang kekurangan. b. Aturan nelayan/ penangkapan ikan Aturan nelayan yang berlaku di daerah Kedungkang ini hampir sama dengan yang ada di masyarakat nelayan Pulau Majang meliputi aturan tentang alat tangkap yang digunakan, kegiatan ngerinan, dan kegiatan jala zakat. Namun di masyarakat Kedungkang ini hasil kegiatan ngerinan dan jala zakat tidak untuk kas desa tetapi untuk masing-masing keluarga. Dan tidak ada aturan mengenai sungai undi dan
156
sungai pinta, jadi setiap orang boleh menangkap ikan di mana saja di wilayah tangkap nelayan Kedungkang. c. Aturan pengelolaan sumberdaya alam lainnya Aturan pengelolaan hutan : Bicara tentang hutan, bagi Dayak Iban adalah bicara soal nafas dan kehidupan. Tak heran jika kita menemukan pelbagai istilah dalam kehidupan mereka yang merujuk kepada bagaimana relasi orang Iban dan hutan, semisal ―Hutan darah ngau seput kitae‖ atau hutan adalah darah dan nafas kita. Mereka percaya bahwa merusak hutan sama halnya dengan merusak kehidupan orang Iban sendiri. Oleh sebab itu, peribahasa yang mengurai relasi mereka terhadap hutan di atas adalah penggambaran yang lugas menyoal relasi keduanya. Dengan kata lain, selagi hutan ada, selama itu pula kehidupan bagi orang Iban tetap ada. Berlandaskan kesadaran akan pentingnya menjaga relasi dengan hutan, orang Iban berusaha sebaik mungkin mengelola hutan yang tersedia. Menjaga bukan berarti sama sekali tak memanfaatkannya, dalam kondisi tertentu orang Iban menebang beberapa pohon untuk dijadikan material rumah dan kepentingan kampung lainnya. Kesadaran tersebut berdampak baik,karena hingga saat ini belum ada aktifitas membabat hutan bermotif ekonomi skala besar karena adat melarang praktek tersebut. Tradisi berladang adalah contoh penting dari praktek menjaga hutan pada orang Iban di Kedungkang. Dalam siklus satu tahunan, orang Iban menghabiskan hampir 80 persen hidupnya di ladang, mulai dari mencari lokasi ladang sampai pasca panen. Mereka hanya memiliki 2 - 3 bulan untuk aktifitas lain diluar perladangan. Namun demikian kegiatan ini bukanlah tanpa aturan, orang Iban dikenal kental dengan ragam kearifan ketika berladang. Hal penting yang mesti hindari ketika membuka sebuah kawasan perladangan adalah, menjauhi area yang menurut kepercayaan mereka adalah hutan keramat, karena mereka yakin jika hutan itu dirusak akan ada kemarahan si penghuni hutan tersebut. Selain itu masyarakat memiliki hutan simpan, yaitu hutan yang tidak boleh ditebang dan tidak boleh dibuat ladang, dan umumnya terletak di gununggunung. Hasilnya hutan-hutan yang ada di perhuluan kampung Kedungkang saat ini tetap rimbun, menjadi habitat orang utan dan terus menjadi sumber mata air nan jernih bagi kebutuhan hidup mereka. Sejalan dengan kesadaran bahwa hutan di Kapuas Hulu semakin sempit, orang Iban sudah jarang membuka kawasan hutan primer, dan tetap fokus pada lokasi-lokasi yang telah mereka ladangi sebelumnya (gilir balik). Agar tak terjadi kerusakan hutan yang kian memburuk dan pemanfaatan hutan yang serampangan, di kampung ini sudah ada pengaturan khusus yang membagi berbagai kawasan sesuai peruntukannya. Pengaturan tersebut menjadi panduan bagi masyarakat ketika melakukan aktifitas bersentuhan dengan hutan. Orang Iban membagi hutan mereka menjadi tiga peruntukan yakni; Kampong Taroh (hutan lindung), kampong Galao (hutan cadangan), kampong ndor kerja (hutan Produksi) dan Damun (keperluan lain;ladang dsb) (PPSDAK 1998). Berbasiskan peruntukan hutan tersebut, masyarakat Kedungkang menjaga dan memanfaatkan hutannya secara terencana dan berkelanjutan. Berkait dengan penebangan kayu, dibuat aturan tersendiri jika ada anggota komunitas hendak menebang kayu untuk diolah ataupun dijual, maksimal per KK hanya boleh menebang 1-2 pohon diameter besar per tahun. Jika terjadi pelanggaran, pelaku dikenakan sanksi adat.
157
Lampiran 12 Aturan Periau ASOSIASI PERIAU DANAU SENTARUM DUSUN SEMANGIT DESA NANGA LEBOYAN TAMAN NASIONAL DANAU SENTARUM KECAMATAN SELIMBAU KABUPATEN KAPUAS HULU KALIMANTAN BARAT
Kesepakatan Standar Internal Asosiasi Periau Danau Sentarum Perbaikan Terakhir Tanggal 8 Januari 2011 s
158
Kesepakatan Standar Internal Asosiasi Periau Danau Sentarum(Perbaikan Terakhir Tanggal 25 Februari 2009) Kesepakatan Standar Asosiasi Periau Danau Sentarum ini mulai disusun pada pertemuan Pelatihan Sistem Pengawasan Mutu Internal Untuk Sertifikasi Kelompok Madu Hutan tanggal 23 Pebruari 2006 dan selesai disusun pada pertemuan Perwakilan Periau tanggal 18 Mei 2006 di Nanga Leboyan. Penggunaan Huruf miring berarti perbaikan-perbaikan yang dilakukan pada pertemuan Pelatihan Inspektor Internal tanggal 28 Juni 2006 di Semangit. Penggunaan Huruf miring tebal berarti perbaikan-perbaikan yang dilakukan pada pertemuan para inspektor internal dan anggota pengurus pada tanggal 23 Pebruari 2007 di Semangit. Penggunaan huruf digarisbawahi berarti perbaikan-perbaikan yang dilakukan pada pertemuan tanggal 24 April 2007 di Semangit berdasarkan catatan Sdr. Mulyadi pada pertemuan Pembentukan Asosiasi Periau danau Sentarum tanggal 18-19 Mei 2006. Penggunaan huruf tahoma berarti perbaikan-perbaikan yang dilakukan pada Pertemuan Tahunan APDS pada tanggal 15-16 Oktober 2008 di Semangit. Penggunaan huruf tahoma miring berarti penambahan-penambahan yang dilakukan pada Pertemuan Pengurus APDS pada tanggal 25 Februari 2009 di Semangit. Penggunaan latar hijau berarti penambahan-penambahan dan pengurangan-pengurangan yang dilakukan pada Pertemuan Tahunan APDS pada tanggal 8 Januari 2011.
A. Aturan Organisasi 1. Rapat Umum Anggota dilakukan setahun sekali untuk : a) Meminta pertanggungjawaban pengurus lama, bila tidak diterima oleh rapat maka dilakukan pemilihan presiden yang baru b) Menyusun program kerja c) Memilih pengurus baru dua tahun sekali d) Masa jabatan presiden maksimum 2 periode. e) Rapat umum luar biasa dapat dilakukan bila Presiden berhalangan tetap dan diadakan oleh Komisi Persetujuan. Selama Belum ada presiden terpilih, Ketua Komisi Persetujuan menggantikan posisi Presiden. f) Mengesahkan anggota periau baru 2. Tata cara pemilihan Presiden dan Komisi persetujuan a) Setiap Periau diwakili oleh 5 orang perwakilan anggota yang berhak memilih Presiden dan Komisi Persetujuan. Periau yang tidak hadir tidak dapat diwakili. b) c) Pemilihan memenuhi syarat bila dua pertiga perwakilan APDS hadir. d) Pemilihan dilakukan dengan cara menuliskan nama calon di kertas tertutup. e) Presiden terpilih adalah calon dengan suara terbanyak. f) Presiden terpilih mengangkat Bendahara, dan Pencatatan dalam satu kampung dan disetujui oleh anggota.
159
3. Rapat Pengurus dilakukan minimal setahun sekali a) Mempersiapkan Rapat Umum Anggota b) Membahas pertanggungjawaban internal pengurus c) Membahas ketidaksesuaian dengan standar dalam kepengurusan d) Membahas pembelian e) Membahas pemasaran f) Membahas pelatihan g) Membahas penerimaan anggota baru 4. Presiden Asosiasi berhak memanggil pengurus untuk rapat 5. Presiden dan Pengurus dapat dikenakan sanksi (Tidak ada yang kebal sengatan lebah) 6. Pengurus tidak boleh memiliki konflik kepentingan dan menandatangani Pernyataan Bebas Konflik Kepentingan. 7. Pengawas/Inspektor tidak diijinkan memeriksa lahannya sendiri atau keluarga dekatnya. 8. Semua konflik kepentingan yang ada harus disebutkan dalam pernyataan tertulis. 9. Persyaratan Untuk Menjadi Inspektor Internal. a) Persyaratan Dasar : i. Ditunjuk langsung oleh periau yang bersangkutan, dianggap paling berpengalaman dan paling dipercaya di periaunya (biasanya ketua periau). ii. Mengenal wilayah periau dan penempatan tikung-tikungnya, ikut dalam pemetaan wilayah periau. iii. Berpengalaman dalam Teknik Panen Lestari (Teknik Panen Baru). iv. Sudah mengikuti Pelatihan ICS. v. Sudah mengikuti Pelatihan Inspektor Internal. b) Persyaratan Lanjutan: i. Bebas konflik kepentingan dan merdeka dalam melakukan inspeksi. ii. Akurat dalam penilaian. iii. Transparan dan terbuka dalam proses inspeksi internal. iv. Tidak menerima suap/sogokan. v. Adil dan menghindari diskriminasi. vi. Tidak memberikan saran-saran kepada anggota dalam proses inspeksi. vii. Banyak mendengar dan bertanya. 10. Asosiasi dapat memberikan pinjaman uang kepada anggota yang sangat memerlukan dengan batas maksimal 1 juta rupiah dalam batas waktu dua bulan tanpa bunga . 11. Asosiasi tidak memberikan pinjaman uang kepada pihak lain. 12. Pembagian keuntungan kepada anggota ditetapkan 12% dari laba bersih, kepada pengurus 30% dari laba bersih, untuk komunitas/lingkungan 5% dari laba bersih, untuk akumulasi modal 35% dari laba bersih, untuk operasional pengembangan 8% dari laba bersih, untuk sertifikasi 10% dari laba bersih. 13. Bila diperlukan dana talangan untuk pembelian di Periau, dana talangan dari donatur setempat ditentukan bunganya 2% per bulan.
B. Keanggotaan 1. Syarat menjadi anggota Asosiasi Periau: a) Anggota periau di kampungnya masing-masing b) Setiap anggota periau yang masuk Asosiasi Periau harus memiliki tikung minimal 25 buah
160
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
c) Tikung yang dimiliki anggota periau harus diberi kode atau tanda d) Calon anggota harus mendaftar dan menandatangani kontrak dengan Asosiasi Periau e) Sanggup jujur dan bertanggung jawab f) Sanggup mematuhi aturan Asosiasi Periau g) Sanggup melahirkan gagasan dalam membangun dan memajukan Asosiasi Periau serta melindungi Sumber Daya Alam Hutan dan Lingkungan Calon anggota resmi menjadi anggota setelah disahkan menjadi anggota Asosiasi Periau. Setiap perwakilan anggota wajib mengikuti pertemuan tahunan anggota bila diundang Setiap anggota wajib mentaati peraturan yang ada dalam asosiasi periau Setiap anggota wajib menjual produknya melalui Asosiasi Periau Setiap anggota tidak boleh menjual produk madu keluarganya/dari luar Asosiasi Jika semua aturan dilanggar maka dikeluarkan dari keanggotaan Asosiasi Jika ada anggota atau pengurus yang mengundurkan diri dari Asosiasi, wajib mengajukan dan menandatangani surat pengunduran diri Penerimaan anggota baru dilakukan pada setiap bulan Mei – Juli.
C. Teknis produksi 1. Pembuatan tikung harus sesuai dengan ketentuan periau setempat dan harus menggunakan kayu mati. M1 2. Pemasangan tikung harus sesuai dengan ketentuan periau setempat.R1 3. Masa panen harus diinformasikan kepada anggota periau sesuai ketentuan periau setempat T6 4. Panen harus dilakukan serempak menurut aturan periau setempat T6 5. Panen tidak boleh mendahului Ketua periau setempat T6 6. Jika akan panen harus melapor kepada Ketua periau setempat T5 7. Tidak diperkenankan berpuar (panen) dengan mengambil anak lebah untuk dijual T5 8. Tidak diperkenankan memanen dengan memotong keseluruhan sarang lebah, hanya boleh memanen bagian kepala madu saja. T5 9. Peralatan panen madu harus bersih/steril, seperti pisau, wadah madu. T5 10. Wadah madu hasil panen harus bertutup rapat. T5 11. Lokasi pemasangan tikung paling dekat 2 km dari lokasi pertanian/perkebunan konvensional yang menggunakan bahan kimia sintetis.
D. Pasca Panen 1. Setiap anggota wajib menjaga mutu madu yang organis dan higienis T5 2. Untuk proses pemisahan madu dari sarangnya harus disiapkan peralatan yang akan digunakan seperti pisau, kain saring, sarung tangan, wadah madu, semuanya dalam keadaan bersih. T5 3. Memisahkan madu dari sarang harus dengan cara mengiris sarang dengan pisau tajam, tidak boleh diperas. T6 4. Harus menggunakan sarung tangan dari plastik atau karet M4 5. Madu harus disaring/ditapis menggunakan kain saring halus. T5 6. Madu tidak boleh dipanaskan T5 7. Madu tidak boleh dicampur dengan zat-zat lain, seperti air, gula dan bahan-bahan kimia lainnya. T6 8. Penyimpanan madu: a) Ruang Penyimpanan madu harus sejuk/tidak panas dan bersih serta terhindar dari bau-bau yang tajam R2 b) Terhindar dari zat-zat kimia sintetis yang dapat merusak madu R2
161
c) Madu disimpan dalam wadah madu yang tertutup rapat T5 d) Tidak menggunakan jerigen bekas zat kimia, bensin, oli, solar (bahanbahan berbahaya) sebagai wadah madu T5 e) Bila akan menyimpan madu dalam waktu lama, maka bagian dalam wadah selain stainless steel harus dilapisi lilin lebah. 9. Pengemasan madu: f) Ruangan pengemasan harus sejuk/tidak panas dan bersih R2 g) Jerican atau wadah kemasan bekas pakai harus tercuci bersih dan dibilas dengan air panas T5 h) Botol kemasan bekas pakai harus tercuci bersih dan direbus untuk kesterilan T5 i) Kemasan produk madu harus dilabel dan disegel R1
E.Pengangkutan 1. Pengangkutan dari tempat panen ke rumah a) Menggunakan wadah penyimpanan madu yang bersih kering dan bukan bekas minyak, oli, bensin, dan zat kimia dan lain-lainnya selama pengangkutan. b) Tempat penyimpanan harus tertutup rapat. c) Jauhi barang-barang yang berbau tajam seperti bensin, solar, dsb. d) Jangan sampai kena air atau masuk air. e) Sampan yang dipergunakan untuk panen harus bersih. f) Pada saat panen, yang memegang mesin tempel tidak boleh membantu memanen. Panen dilakukan oleh minimal tiga orang. 2. Pengangkutan atau pengiriman dari petani ke gudang asosiasi a) Petani menyimpan madu di tempat yang sejuk dalam wadah yang bersih dan tertutup dan jauh dari bau-bau yang tajam. b) Asosiasi menyediakan jerigen berwarna putih yang bersih dan bertutup rapat. c) Jerigen berisi madu petani harus diberi label yang menunjukkan asal madu (nama periau dan petani anggota asosiasi) dan jumlah berat madu. d) Madu disaring ketika dipindahkan dari petani ke jerigen asosiasi e) Madu tidak boleh diisi penuh ke dalam jerican. Harus ada ruang udara yang cukup. f) Kemudian ditimbang dengan disaksikan bersama-sama oleh petani dengan bagian pembelian asosiasi g) Untuk kampung Semangit, madu diambil oleh bagian pembelian dan langsung dibawa ke gudang asosiasi, karena gudang asosiasi berada di kampung Semangit. h) Sedangkan yang di luar kampung Semangit, bagian pembelian di masingmasing kampung yang ditunjuk, mengambil madu ke petani dan menampung untuk sementara di tempat pembelian. i) Selama proses pengangkutan, jerigen harus selalu ditutup dengan terpal untuk menghindari panas matahari. j) Pengangkutan harus menggunakan alat angkut yang cukup besar yang tidak terlalu banyak bergoncang untuk menghindari madu akan tumpah seperti perahu atau kapal motor ke gudang asosiasi k) Alat pengangkutan harus bersih dan tidak berbau yang tajam. l) Pengangkutan dilakukan pada waktu pagi atau sore untuk menghindari terik matahari. m) Selama pengangkutan harus diawasi oleh bagian pembelian. n) Selama madu di simpan di gudang asosiasi harus ditutup dengan terpal, supaya terhindar dari panas dan kotoran lainnya.
162
3. Pengangkutan dari gudang Asosiasi ke Pontianak a) Kendaraan pengangkut madu harus sampai di gudang sesuai tanggal yang ditentukan. b) Tempat penyimpanan jerican di dalam kendaraan pengangkut madu harus bersih. c) Jerigen harus ditutup dengan karung untuk menghindari dibuka oleh orang lain. d) Penyimpanan jerigen madu harus terpisah dari bahan-bahan berbau tajam, seperti BBM, karet dan ikan asin dll. e) Jerigen madu harus ditempatkan di ruangan kapal yang sejuk, tidak di luar, dan harus ditutup dengan terpal dan tidak boleh terkena sinar matahari. f) Jerigen tidak boleh ditumpuk bersama barang lain. g) Setibanya barang di Pontianak harus menginformasikan kepada Asosiasi. 4. Pengangkutan dari Pontianak ke luar Pontianak a) Sama dengan di atas b) Bila menggunakan container, temperatur harus sekitar 30 – 33 derajad Celsius.
F. Pemeliharaan kawasan 1. Setiap anggota wajib menjaga wilayah periaunya dari kegiatan yang merusak habitat lebah dan tanaman hutan. T1 2. Anggota tidak boleh melakukan pembakaran lahan yang berdekatan dengan kawasan habitat lebah T6 3. Anggota tidak boleh merusak/menebang hutan yang menjadi habitat lebah dan sekitarnya T1 4. Di sungai-sungai di sekitar habitat lebah tidak boleh ada kegiatan peracunan/penubaan T6 5. Menjelang datangnya musim lebah setiap petani wajib menyiangi lokasi tikung 6. Di musim kemarau masing-masing anggota harus menjaga kawasannya agar jangan sampai terjadi kebakaran.
G. Pengolahan Madu Hutan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Dilarang merokok di dalam ruangan dehumidifier. Pengolahan madu harus dapat menurunkan kadar air madu hutan di bawah 21%. Madu tidak boleh tercampur dengan zat-zat lain dalam pengolahan, seperti: air, gula, bahan-bahan kimia lainnya dan debu. Madu tidak boleh dipanaskan atau diletakkan di tempat yang temperaturnya lebih dari 33oC. Ruang pengolahan harus sejuk, tidak panas, bersih serta terhindar dari debu dan bau-bau yang tajam. Peralatan yang digunakan harus dalam keadaan bersih dan disterilkan sebelum dipergunakan. Secara periodik ruang penyimpanan dan pengolahan mesti dibersihkan. Filter udara untuk AC harus dibersihkan selambat-lambatnya 3 bulan sekali. Dilarang masuk ke ruangan dehumidifier bagi yang tidak berkepentingan. Khusus di dalam ruangan dehumidifier harus menggunakan pakaian yang telah disediakan APDS (Tutup Kepala, Masker, Baju, Sarung Tangan dan Sendal). Tidak boleh menyimpan barang-barang yang tidak ada hubungannya dengan keperluan dehumidifier. Alat-alat pengemasan produk harus steril dan bersih. Disaat badan sedang berkeringat tidak boleh masuk ruangan dehumidifier. Dari jerigen ke kontainer harus menggunakan penyaringan.
163
15. 16. 17. 18. 19.
Khusus bagian pengolahan dehumidifier melakukan pemeriksaan 1 s/d 3 jam sekali. bagi yang sedang sakit dilarang masuk keruangan dehumidifier. Tidak boleh menggunakan parfum, zat kimia yang berbau tajam dan buang angin diruangan dehumidifier. Peralatan pengolahan pengemasan harus dibilas dengan air panas dan tidak boleh menggunakan sabun atau deterjen. Sebelum memasukan madu yang sudah diolah, botol pengemas harus disterilkan dengan air panas dan dikeringkan didalam oven.
H. Sanksi Sanksi yang diterapkan kepada anggota Asosiasi Periau berbeda dengan sanksi yang diterapkan oleh Periau masing-masing. Jenis-jenis sanksi: 1. Sanksi administratif a. Peringatan tertulis 1 (Urutan ke 1 ringan)oleh Presiden b. Peringatan tertulis 2 (Urutan ke 2 ringan)oleh Presiden c. Skorsing: Produknya tidak dapat dipasarkan melalui Asosiasi (Urutan ke 5 berat)oleh Komisi Persetujuan 2. Sanksi penggantian (Urutan ke 3 menengah)oleh Presiden 3. Sanksi denda (Urutan ke 4 menengah)oleh Presiden 4. Sanksi dikeluarkan: Pencabutan status keorganisan/ Dikeluarkan dari Asosiasi Urutan ke 6 berat)oleh Rapat Asosiasi Pada garis besarnya kesepakatan-kesepakatan tidak boleh dilanggar. Tetapi untuk beberapa butir kesepakatan di bawah ini, bila dilanggar, akan diterapkan sanksi maksimum, yaitu: C8. Tidak diperkenankan memanen dengan memotong keseluruhan sarang lebah, hanya boleh memanen bagian kepala madu saja. T5 D2. Untuk proses pemisahan madu dari sarangnya harus disiapkan peralatan yang akan digunakan seperti pisau, kain saring, sarung tangan, wadah madu, semuanya dalam keadaan bersih. T5 D3. Memisahkan madu dari sarang harus dengan cara mengiris sarang dengan pisau tajam, tidak boleh diperas. T6 D5. Madu harus disaring/ditapis menggunakan kain saring halus. T5 D7. Madu tidak boleh dicampur dengan zat-zat lain, seperti air, gula dan bahanbahan kimia lainnya. T6 F2. Anggota tidak boleh melakukan pembakaran lahan yang berdekatan dengan kawasan habitat lebah T6 F4. Di sungai-sungai di sekitar habitat lebah tidak boleh ada kegiatan peracunan/penubaan T6
Catatan: Kode huruf dan angka di depan item kesepakatan menunjuk pada Bab dan Nomor Kesepakatan (Misalnya: F4 berarti Bab F tentang Pemeliharaan Kawasan, kesepakatan no.4). Kode huruf dan angka di belakang item kesepakatan menunjuk pada tingkat resiko dan tingkat sanksi yang masih akan dibahas (Misalnya: T6 berarti tingkat resiko Tinggi, tingkat sanksi 6 dikeluarkan dari Asosiasi).
164
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sambas pada tanggal 8 Mei 1971 sebagai anak pertama dari pasangan J Syahrial (Alm) dan Hj. Hasibah. Penulis menikah dengan Sarwo Sugeng, SH dan dikaruniai dua orang putra putri: Muhammad Tsaqif Taufiqurrahman dan Mahira Rana Shaliha. Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura, lulus pada tahun 1995. Pada tahun 2000, penulis diterima di Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan (IPK) pada Program Pascasarjana IPB dan menamatkannya pada tahun 2002. Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor pada Program Studi Ilmu Pengelolaan Hutan (IPH) pada Sekolah Pascasarjana IPB diperoleh pada tahun 2009. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Ditjen DIKTI Departemen Pendidikan Nasional. Penulis bekerja sebagai dosen tetap pada Jurusan Kehutanan, Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura dari tahun 1997 sampai sekarang. Bidang keahlian yang menjadi tanggung jawab penulis adalah bidang Sosial dan Ekonomi Sumberdaya Hutan. Berkenaan dengan penelitian disertasi, ada 1 judul karya tulis yang sudah diterbitkan pada jurnal ilmiah. Karya tulis dimaksud adalah: Analisis Pemangku Kepentingan Dalam Pengelolaan Taman Nasional Danau Sentarum Kabupaten Kapuas Hulu Provinsi Kalimantan Barat pada Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol 18, No 2 (2012). Karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari program S-3 penulis.