139
Lampiran 1. Rangkuman Data Penelitian
No. 1.
PERNYATAAN KUNCI Filosofi dana bergulir
PENDAPAT NARASUMBER • Menurut Ahli keuangan Negara, Machfud Sidik, dana bergulir adalah salah satu bentuk intervensi pemerintah di bidang ekonomi dalam rangka meningkatkan keadilan. Merupakan perwujudan fungsi distribusi, yang menyeimbangkan fungsi efisiensi dan fungsi keadilan. Ada keberpihakan terhadap masyarakat golongan ekonomi lemah. Kebijakan ini dianggap penting untuk mendongkrak perekonomian. • Menurut Plt. Kepala Biro Keuangan Kementerian Negara Koperasi dan UKM, Elly Muchtoria, dana bergulir penting untuk menstimulasi perekonomian, terutama koperasi dan UKM. • Menurut Deputi Bidang Pembiayaan Kementerian KUKM, Agus Muharram, program dana bergulir hakikatnya adalah bantuan. Dengan alasan ingin menjaga agar pemanfaatan dana benar-benar untuk kegiatan produktif, dan karena jumlah koperasi yang membutuhkan bantuan sangat banyak, maka dibuatlah konsep bergulir. • Menurut Kepala Bidang pada Kanwil Ditjen Perbendaharaan Gorontalo, Edward Nainggolan dan Auditor Badan Pemeriksa Keuangan, M. Imam Asyhari, kemampuan keuangan negara terbatas, sedangkan rakyat yang membutuhkan dana bergulir jumlahnya besar. Hal inilah yang mendasari diterapkannya pola dana bergulir. • Menurut Ahli keuangan negara, Roy V. Salomo, Kepala Bidang Program Pendanaan Usaha Mikro dan Dana Bergulir, Adi Trisnojuwono, serta Asisten Deputi Bidang Program Pendanaan Deputi Bidang Pembiayaan, Eddy Setyawan, dana bergulir bermanfaat membuka akses koperasi dan UKM kepada permodalan/perbankan.
Universitas Indonesia
Analisis penyusunan..., Diah Dwi Utami, FISIP UI, 2009
140
2.
Enterpreneurship
Menurut Edward Nainggolan dan Machfud Sidik, dana bergulir diharapkan mampu menumbuhkan enterpreneurship di kalangan masyarakat ekonomi lemah.
3.
Pemahaman tentang program dana bergulir berbeda-beda antar stakeholders.
• Seluruh narasumber yang berasal dari Kementerian Negara Koperasi dan UKM berpendapat bahwa dana bergulir adalah dana yang bergulir di masyarakat, dan merupakan dana abadi di masyarakat. • Seluruh narasumber yang berasal dari Departemen Keuangan, Badan Pemeriksa Keuangan maupun Ahli keuangan negara, sepakat bahwa dana bergulir adalah bagian dari keuangan negara, bukan uang hilang, sehingga harus dapat dikembalikan. • Narasumber dari Kementerian Negara Koperasi dan UKM menyadari bahwa pemahaman institusinya terhadap program dana bergulir berbeda dengan definisi dan kriteria dana bergulir menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4.
Kronologi kebijakan pengelolaan program dana bergulir Kementerian Negara Koperasi dan UKM
Menurut Agus Muharram : • Sifat dana bergulir Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPS-BBM) yang disalurkan sejak tahun 2001 adalah subsidi, sehingga tidak dicatat sebagai aset dalam neraca. • Pada tahun 2003 terjadi pergantian kebijakan, dengan mengganti juknis penyaluran dana bergulir dari bantuan menjadi pinjaman. • Tujuan pergantian kebijakan tersebut adalah untuk menghindari kesan pemberian cuma-cuma. Diharapkan pergantian kebijakan akan mengeliminir potensi moral hazard. • Kebijakan sebenarnya, dana bergulir yang disalurkan sudah dianggap sebagai milik masyarakat.
5.
Subsidi/pemberian dana cuma-cuma (charity) kepada masyarakat tidak mendidik
Dengan berbagai bentuk penyampaian, pada dasarnya baik Edward Nainggolan, Elly Muchtoria, maupun Agus Muharram setuju dengan pernyataan bahwa pemberian cuma-cuma kepada masyarakat adalah tidak mendidik.
Universitas Indonesia
Analisis penyusunan..., Diah Dwi Utami, FISIP UI, 2009
141
6.
Dana bergulir merupakan pembiayaan
1. Inspektur Jenderal Departemen Keuangan, Hekinus Manao, menyatakan bahwa dana bergulir bukan belanja, karena bukan merupakan uang hilang. Elly Muchtoria mengakui bahwa berdasarkan UU No.17 Tahun 2003 dana bergulir tak dapat digolongkan sebagai belanja. 2. Edward Nainggolan dan Direktur Anggaran I Ditjen Anggaran, Parluhutan Hutahaean sepakat menyatakan bahwa dana bergulir adalah pembiayaan. Hal ini didasarkan pada : • PP no. 21 tahun 2004 tentang Penyusunan RKAKL • PP no. 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) • Pasal 12 PMK No. 99 Tahun 2008 3. Menurut Parluhutan Hutahaean, berdasarkan Pasal 1 UU No. 17 Tahun 2003, pembiayaan adalah : • Pengeluaran negara yang dilakukan saat ini dan akan diterima kembali pada tahun anggaran yang bersangkutan atau tahun-tahun anggaran yang akan datang • Penerimaan negara saat ini, tetapi harus dibayarkan kembali di masa yang akan datang.
7.
Dana bergulir tidak memenuhi kriteria Bantuan sosial
1. Menurut Hekinus Manao, Direktur Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Ditjen Perbendaharaan, Sonny Loho dan Roy V. Salomo, dana bergulir tidak memenuhi kriteria bantuan sosial sebagaimana tercantum dalam PP no. 21 tahun 2004, yakni : • Diperuntukkan bagi penanggulangan resiko sosial • Tidak diperuntukkan untuk memperoleh aset pemerintah • Bersifat tidak terus-menerus dan selektif 2. Disamping itu, para narasumber berpendapat bahwa Bantuan Sosial merupakan bidang kerja (domain) kementerian/lembaga di bawah Menko Kesra, termasuk Departemen Sosial. Kementerian Negara Koperasi dan UKM merupakan kementerian di bawah fungsi ekonomi, sehingga tidak tepat melakukan
Universitas Indonesia
Analisis penyusunan..., Diah Dwi Utami, FISIP UI, 2009
142
penyaluran bantuan sosial. 3. Hekinus Manao menyatakan bahwa walaupun semua kegiatan pemerintah selalu memiliki aspek sosial, bukan berarti harus menggunakan pos Bantuan Sosial. 8.
Dana bergulir adalah investasi pemerintah non permanen
9.
Pemisahan akun
Menurut Sonny Loho, M. Imam Asyhari dan Adi Trisnojuwono, berdasarkan PP No. 24 Tahun 2005 paragraf 16 huruf © PSAP No. 6 Akuntansi Investasi, dana bergulir adalah investasi pemerintah non permanen. Hekinus Manao menyatakan bahwa pemerintah telah menerapkan pemisahan akun sejak tahun 1999 berdasarkan : • UU no. 22 tahun 1999 • UU no. 25 tahun 1999 • PP no. 105 tahun 2000
10.
Trust fund
Menurut Sonny Loho, Machfud Sidik dan Direktur Utama LPDB-KUMKM, Fadjar Sofyar, dana bergulir merupakan trust fund, yakni dana yang dihimpun dari masyarakat melalui mekanisme pajak, yang secara prinsip telah dipercayakan masyarakat kepada pemerintah untuk dikelola demi kesejahteraan seluruh rakyat. Oleh karena itu pengelolaan dana bergulir harus dapat dipertanggungjawabkan.
11.
Pengelolaan dana bergulir merupakan praktek a la perbankan
• M.Imam Asyhari berpendapat bahwa sebuah institusi bukan perbankan tidak selayaknya melaksanakan praktek-praktek perbankan seperti pengelolaan dana bergulir • Parluhutan Hutahaean dan Kepala Seksi pada Subdit Anggaran I C Ditjen Anggaran, Ahmad Ikhsan berpendapat bahwa pengelolaan dana bergulir adalah praktek-praktek a la perbankan, sehingga tak layak dilaksanakan oleh kementerian. • Machfud Sidik berpendapat bahwa mental pegawai negeri adalah mental birokrat, bukan banker, sehingga walaupun memiliki keahlian dalam penilaian kelayakan proyek namun tidak dapat diharapkan rigid dalam penyaluran dana bergulir.
12.
Aspek sosial dana bergulir akan terjaga jika akuntabilitasnya terjaga
Menurut M. Imam Asyhari, pengelolaan dana bergulir yang baik akan menjamin lebih banyak masyarakat bisa mendapat akses permodalan
Universitas Indonesia
Analisis penyusunan..., Diah Dwi Utami, FISIP UI, 2009
143
melalui dana bergulir. Artinya, aspek sosial dana bergulir akan terjaga jika akuntabilitas pengelolaannya terjaga. 13.
Fungsi Kementerian Negara, khususnya Kementerian Negara Koperasi dan UKM.
• Edward Nainggolan, Roy V.Salomo dan Machfud Sidik, dengan mengacu pada Pasal 95 PP Nomor 9 Tahun 2005, berpendapat bahwa fungsi Kementerian Negara Koperasi dan UKM adalah membuat kebijakan, melakukan koordinasi serta pembinaan kepada koperasi dan UKM. • Semua narasumber yang berasal dari Deputi Bidang Pembiayaan Kementerian Negara Koperasi dan UKM, mengacu pada Pasal 140 A PP No. 62 Tahun 2005, yang menyatakan bahwa Kementerian Negara Koperasi dan UKM disamping menyelenggarakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 PP No.9 Tahun 2005, juga menyelenggarakan fungsi teknis pelaksanaan pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah.
14.
Tugas dan fungsi Departemen Keuangan
Menurut Edward Nainggolan, Departemen Keuangan berkepentingan melakukan penegakan tata kelola keuangan negara yang baik. Penegakan tata kelola keuangan yang baik bukan berarti mengesampingkan aspek sosial
15.
Permasalahan yang dihadapi oleh usaha mikro, kecil dan menengah
Problem UMKM : 1. 2. 3. 4. 5.
Akses kepada input (bahan baku) Processing, manufacturing, production Manajemen secara keseluruhan , termasuk keuangan Marketing Financing (permodalan)
Machfud Sidik berpendapat bahwa Kementerian Negara Koperasi dan UKM harus memberikan perhatian kepada keseluruhan aspek tersebut, bukan hanya fokus kepada masalah permodalan. 16.
Harapan pihak koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah terhadap program dana bergulir
Menurut Kepala Divisi Keuangan LPDB-KUMKM F. Rinaldi, pihak koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah tidak mempersoalkan dari mana asal dan bagaimana pola pengelolaan dana bergulir. Yang mereka harapkan adalah faktor regulasi jangan menjadi penyebab terhentinya penyaluran dana bergulir.
Universitas Indonesia
Analisis penyusunan..., Diah Dwi Utami, FISIP UI, 2009
144
Koperasi dan UKM menganggap dana bergulir sebagai bantuan, karena selama ini memang diberikan sebagai bantuan
• Agus Muharram menyatakan bahwa program dana bergulir hakikatnya adalah bantuan
18.
Program pemberian bantuan kepada koperasi dan UKM saling tumpang tindih antar kementerian/lembaga pemerintah.
Menurut Sonny Loho, program pemberian bantuan kepada koperasi dan UKM saling tumpang tindih antar kementerian/lembaga pemerintah. Kemungkinan terjadinya tumpang tindih tersebut tidak ditampik oleh narasumber dari LPDB-KUMKM dan Adi Trisnojuwono.
19.
Kontrol/pengendalian kementerian atas dana bergulir
1. Berdasarkan Pasal 3 PMK No. 99 Tahun 2008, sepanjang masih dikuasai dan dikendalikan oleh Pengguna Anggaran, dana dapat dikategosrikan sebagai dana bergulir, sehingga masih merupakan bagian dari keuangan negara.
17.
• Kepala Divisi Umum LPDB-KUMKM, Pasni Rusli dan Fadjar Sofyar mengakui bahwa telah tertanam pemahaman yang keliru di kalangan masyarakat, khususnya koperasi dan UKM penerima program dana bergulir, bahwa program dana bergulir, sebagaimana semua program pemerintah yang lain, adalah pemberian (bersifat bantuan). Perlu adanya upaya untuk melakukan perubahan pola pikir (mind set) masyarakat dalam memandang program dana bergulir.
2. Semua narasumber membenarkan adanya kontrol/pengendalian atas dana bergulir Kementerian Negara Koperasi dan UKM, dan dengan demikian menyatakan bahwa dana dimaksud termasuk dalam kriteria dana bergulir, bukan subsidi/hibah. Di sinilah letak perbedaan program dana bergulir Kementerian Negara Koperasi dan UKM dengan PNPM Mandiri. Dana bergulir PNPM Mandiri tidak dikontrol/dikendalikan oleh institusi pemberi dana, melainkan dipercayakan pengelolaannya kepada masyarakat. 3. Menurut Sonny Loho dan Kepala Subdit Akuntansi, Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan, Margustienny, kontrol yang dilakukan kedeputian/kementerian atas dana bergulir merupakan bentuk pengendalian yang rawan menimbulkan moral hazard. Pernyataan tersebut dibantah oleh Ahmad Ikhsan. 4. Menurut M. Imam Asyhari, kontrol terhadap dana bergulir yang dilakukan oleh Kementerian
Universitas Indonesia
Analisis penyusunan..., Diah Dwi Utami, FISIP UI, 2009
145
Koperasi dan UKM kurang intensif, terbukti dengan tidak adanya data base yang memadai perihal koperasi penerima dan pengelola dana. Hal inilah yang menyebabkan pemberian opini ”disclaimer” terhadap Laporan Keuangan kementerian. 20.
PMK No. 99 Tahun 2008 merupakan perwujudan amanat Inpres no. 5 tahun 2008
Ahmad Ikhsan menginformasikan bahwa dalam Inpres No. 5 tahun 2008 tentang Fokus Program Ekonomi Tahun 2008-2009 diamanatkan agar Departemen Keuangan menyusun PMK dalam rangka restrukturisasi dana bergulir.
21.
Keterlambatan pengesahan PMK No. 99 Tahun 2008 menimbulkan keresahan
Ahmad Ikhsan menyatakan bahwa keresahan yang timbul di Kementerian Negara Koperasi dan UKM disebabkan antara lain oleh keterlambatan pengesahan PMK No. 99 Tahun 2008 • Inpres no. 5 tahun 2008 disahkan pada tanggal 22 Mei 2008, menginstruksikan penyusunan PMK dana bergulir pada Juni 2008. • PMK no. 99 tahun 2008 disahkan pada tanggal 7 Juli 2008
22.
Fungsi kebijakan harus dipisahkan dengan fungsi operator
Edward Nainggolan, Hekinus Manao, Roy V.Salomo dan Machfud Sidik menyatakan bahwa institusi yang berfungsi membuat kebijakan (mechanic view : regulative and control) menerapkan manajemen yang berbeda dengan institusi yang berfungsi memberikan pelayanan (organic view : operational), sehingga harus dipisahkan pengelolaannya.
23.
Penertiban pengelolaan dana bergulir dimulai dengan keinginan sebagian kalangan interen Kementerian Negara Koperasi dan UKM sendiri untuk melakukan pembenahan.
1. Menurut Sonny Loho, penertiban pengelolaan dana bergulir dimulai dengan keinginan sebagian kalangan interen Kementerian Negara Koperasi dan UKM sendiri untuk melakukan pembenahan, namun keinginan ini mendapat tantangan dari sebagian yang lainnya. Pelopor gerakan pembenahan adalah Fadjar Sofyar yang kala itu menjabat sebagai Sekretaris Kementerian. 2. Menurut Fadjar Sofyar, penggagas pembenahan adalah Direktur Jenderal Perbendaharaan kala itu, Mulia Nasution. Fadjar Sofyar menekankan pembenahan tersebut dilakukan sebagai pemanfaatan momentum penerapan konsep BLU di Indonesia.
Universitas Indonesia
Analisis penyusunan..., Diah Dwi Utami, FISIP UI, 2009
146
24.
Kementerian Negara Koperasi dan UKM menghendaki penyaluran awal dana bergulir dilakukan melalui kedeputian, sedangkan BLU (LPDBKUMKM) hanya mengelola second round dana bergulir
• Elly Muchtoria dan Fadjar Sofyar menyampaikan keinginan kementeriannya untuk menerapkan penyaluran dana bergulir secara bertingkat, generasi pertama disalurkan melalui DeputiDeputi pada Kementerian Negara Koperasi dan UKM, sedangkan generasi kedua yang berasal dari pengembalian dana bergulir (second round) disalurkan oleh LPDB-KUMKM. • Edward Nainggolan dan Parluhutan Hutahaean berpendapat bahwa pengaturan semacam itu adalah tidak tepat. Adalah tidak masuk akal membebankan tanggung jawab atas tugas yang dilaksanakan suatu institusi kepada institusi lain. Deputi-Deputi di kementerian cukup menetapkan kebijakan-kebijakan berkaitan dana bergulir. • Hekinus Manao, Parluhutan Hutahaean dan Ahmad Ikhsan menandaskan bahwa tidak boleh ada dualisme pengelolaan dana bergulir. Dengan telah dibentuknya BLU, maka pengelolaan dana bergulir hanya boleh di satu tangan.
25.
Pengaturan baru terhadap pengelolaan dana bergulir berdasarkan PMK No. 99 Tahun 2008 dipandang oleh Kementerian Negara Koperasi dan UKM, khususnya Deputi Bidang Pembiayaan, sebagai ancaman terhadap eksistensi organisasinya.
1. Edward Nainggolan, Ahmad Ikhsan dan Machfud Sidik tidak setuju dengan pernyataan bahwa pengaturan dana bergulir berdasarkan PMK No. 99 Tahun 2008, yang mengalihkan pengelolaan dana bergulir dari Deputi/Kementerian Negara Koperasi dan UKM ke BLU (LPDB-KUMKM) mengancam eksistensi kementerian/deputi. Alasan ketidaksetujuan tersebut adalah : • BLU adalah agen dari kementerian, sehingga tidak mungkin ada persaingan di antara keduanya ; • Jika karena pengaturan ini Deputi kehilangan fungsinya, maka ada baiknya keberadaan Deputi/Kementerian dievaluasi kembali • Deputi/Kementerian justru bisa lebih fokus pada tugas utamanya membuat kebijakan dan melakukan pembinaan 2. Pasni Rusli membenarkan adanya pernyataan semacam itu dari pihak kementerian, namun narasumber lain dari Kementerian Koperasi dan UKM tidak memberikan pernyataan yang sama.
Universitas Indonesia
Analisis penyusunan..., Diah Dwi Utami, FISIP UI, 2009
147
3. Parluhutan Hutahaean meyakini bahwa reaksi Kementerian Negara Koperasi dan UKM yang keras adalah karena kurangnya pemahaman terhadap konsep PPK-BLU, sehingga timbul kekhawatiran akan terjadi hangus anggaran
26.
Aspek kelembagaan dana bergulir
Menurut Machfud Sidik terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan berkaitan dengan aspek kelembagaan dana bergulir : • Penyaluran lewat deputi/kementerian tidak governance (misleading institutional arrangement) • Ketidakjelasan kelembagaan menyebabkan banyak masalah. • Kelembagaan mendukung program (Pembentukan kelembagaan seiring dengan tujuan yang hendak dicapai) • Tujuan pembentukan organisasi adalah mencapai efisiensi. • Diperlukan pengaturan kembali berupa pengembangan kelembagaan (institutional development) dan pembentukan kecakapan (capacity building) • Secara umum, Machfud Sidik menilai pemerintah terlalu mudah membentuk suatu lembaga. Perlu pertimbangan yang matang, karena sekali sebuah lembaga terbentuk, maka secara politis sulit untuk dibubarkan. Pemerintah dianjurkan sebisa mungkin memanfaatkan lembaga yang sudah ada dan memiliki kompetensi dalam masalah yang dikelola
27.
Konsep Badan Layanan Umum
1. Edward Nainggolan, dengan berpedoman pada penjelasan PP No. 23 Tahun 2005, menyatakan bahwa konsep BLU adalah perwujudan konsep reinventing government yang digagas oleh Osborne and Gaebler (2005). 2. Hekinus Manao menyatakan bahwa konsep BLU pada Pasal 68-69 UU No. 1 Tahun 2004 adalah terjemahan dari agencification, yaitu pemisahan instansi pemerintah pengambil kebijakan dan instansi pemerintah yang
Universitas Indonesia
Analisis penyusunan..., Diah Dwi Utami, FISIP UI, 2009
148
merupakan penyedia pelayanan (operator), di mana instansi operator merupakan agen dari intansi pengambil kebijakan. 3. Keduanya menerangkan bahwa konsep BLU yang diterapkan di Indonesia merupakan adaptasi penerapan pola serupa di beberapa negara. Referensi yang dapat dirujuk adalah : • Naskah akademis OECD • Laking, R (2006) 4. Edward Nainggolan, Hekinus Manao, Sonny Loho dan Machfud Sidik menyebutkan bahwa : BLU merupakan unit organisasi penyedia quasi public goods (semi public goods) 5. Edward Nainggolan menyinggung adanya persyaratan BLU sebagaimana diatur dalam Pasal 4 PP No. 23 Tahun 2005 6. Hekinus Manao dan Parluhutan Hutahaean menyebutkan bahwa pembinaan terhadap BLU diatur dalam Pasal 68 UU No. 1 Tahun 2004 dan Pasal 34 PP 23 Tahun 2005. 7. Sonny Loho dan Kepala Divisi Umum LPDBKUMKM, Pasni Rusli menjelaskan bahwa kewenangan BLU merupakan pelimpahan sebagian kewenangan Bendahara Umum Negara (BUN) dalam pengelolaan keuangan negara. 8. Hekinus Manao menyatakan bahwa pemberian fleksibilitas pengelolaan keuangan dimaksudkan untuk mendukung ketercapaian usaha. 9. Edward Nainggolan, Direktur Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Ditjen Perbendaharaan, Sonny Loho dan Machfud Sidik sependapat bahwa penerapan konsep Badan layanan Umum dimaksudkan untuk menegakkan good governance dalam penyelenggaraan pelayanan publik 10. Edward Nainggolan dan Sonny Loho menyatakan bahwa penerapan konsep BLU dalam pelayanan publik dimaksudkan untuk memberikan pelayanan yang baik dan terjangkau oleh masyarakat. Untuk itu pemerintah menyediakan subsidi atas selisih biaya penyelenggaraan pelayanan dan penerimaan BLU melalui APBN
Universitas Indonesia
Analisis penyusunan..., Diah Dwi Utami, FISIP UI, 2009
149
28.
BLU sebagai institusi pengelola dana bergulir.
Menurut Parluhutan Hutahaean, penyaluran dana bergulir melalui BLU sebagaimana amanat Pasal 68-69 UU No. 1 Tahun 2004 menyebabkan : • Sasaran penyaluran dana bergulir tercapai • Akuntabilitas pengelolaan keuangan negara lebih terjaga
29.
Latar belakang dibentuknya LPDBKUMKM
Fadjar Sofyar mengatakan bahwa LPDB-KUMKM dibentuk dalam rangka penataan keuangan negara yang baik. LPDB-KUMKM dibentuk sebagai penyesuaian terhadap diberlakukannya Paket UU Keuangan Negara ; sebagai tindak lanjut pemeriksaan BPK terhadap Laporan Keuangan Kementerian Negara Koperasi dan UKM ; sekaligus untuk memanfaatkan momen penerapan konsep BLU di Indonesia.
30.
Klaim bahwa penyaluran melalui LPDB-KUMKM lebih efisien dibanding penyaluran melalui kedeputian/Kementerian Negara Koperasi dan UKM
F. Rinaldi mengklaim bahwa penyaluran dana bergulir melalui LPDB-KUMKM lebih efisien dibanding penyaluran melalui kedeputian/kementerian, dengan alasan : • Jumlah aparat pengelola lebih sedikit • Menghilangkan komponen dana fasilitasi
31.
Moral hazard
1. Edward Nainggolan, Hekinus Manao dan Machfud Sidik menyatakan bahwa : • Pemisahan fungsi kebijakan dengan fungsi operasional adalah cara yang efektif untuk mencegah terjadinya moral hazard • Penerapan konsep BLU diharapkan dapat meminimalisir potensi moral hazard. Sebaliknya, pengelolaan dana bergulir melalui kedeputian/kementerian rawan praktik moral hazard. • Potensi moral hazard salah satunya adalah kewenangan pemberian licence, dan power untuk memutuskan sesuatu. 2. Agus Muharram dan Adi Trisnojuwono berpendapat Kementerian Negara Koperasi dan UKM tidak melakukan pengelolaan kas dana bergulir, sehingga tidak ada potensi moral hazard. Disamping itu pengaturan pengelolaan dana bergulir pada kementeriannya dimaksudkan untuk mencegah terjadinya moral hazard.
Universitas Indonesia
Analisis penyusunan..., Diah Dwi Utami, FISIP UI, 2009
150
32.
Perantara (intermediasi) antara BLU (LPDB-KUMKM) dan koperasi/UKM penerima dana bergulir
Pasni Rusli menyatakan bahwa berdasarkan pasal 6 PMK No.99 Tahun 2008, BLU diperkenankan menggunakan lembaga perantara dalam penyaluran dana bergulir. Lembaga perantara tersebut bisa berupa : • Lembaga Keuangan Perbankan (LKP) • Lembaga Keuangan Non Perbankan (LKBB) Lembaga perantara dapat berfungsi sebagai : • Penyalur dana (channeling) • Pelaksana perguliran dana (executing)
33.
Kekhawatiran terhadap masalah pertanggungjawaban bilamana terjadi kegagalan pengembalian dana bergulir (Non Performance Loan, NPL)
• Menurut F. Rinaldi, Pasni Rusli dan Agus Muharram, pengelola dana bergulir khawatir akan terkena masalah hukum bilamana terjadi NPL, mengingat Pasal 3 PMK No.99 Tahun 2008 menyebutkan bahwa dana bergulir dapat ditarik kembali pada suatu saat. • Pasni Rusli menyarankan dibuat kriteria yang tegas untuk memisahkan antara NPL karena kesalahan prosedur atau karena resiko usaha • Menurut Sonny Loho dan Machfud Sidik, pengelola dana bergulir tak perlu takut akan resiko terjadinya NPL jika telah mengikuti SOP yang ada.
34.
Kelengkapan peraturan menjamin pelaksanaan. PMK tentang piutang hendaknya segera diterbitkan
1. F. Rinaldi, Pasni Rusli dan Fadjar Sofyar menyatakan bahwa kekhawatiran pengelola dana bergulir terhadap resiko terjadinya NPL disebabkan belum lengkapnya aturan pelaksanaan. Departemen Keuangan diharapkan segera menerbitkan PMK pengamanan/penghapusan, untuk mencegah kerancuan antara NPL akibat kesalahan prosedur dan akibat resiko bisnis. 2. Parluhutan Hutahaean mengakui bahwa : • Diberlakukannya Paket UU Keuangan Negara merupakan perubahan mendasar dalam tata kelola keuangan negara. • Perubahan pengelolaan keuangan negara memerlukan : Aturan-aturan pelaksanaan sebagai legal base Masa transisi • Pada masa transisi masih digunakan gabungan pola lama dan baru.
Universitas Indonesia
Analisis penyusunan..., Diah Dwi Utami, FISIP UI, 2009
151
3. Sonny Loho membenarkan bahwa peraturan mengenai BLU dan dana bergulir memang belum lengkap, mengingat konsep ini masih baru di Indonesia. 35.
Bunga yang tinggi dinilai wajar
1. Semua narasumber yang berasal dari LPDBKUMKM menilai pengenaan bunga yang tinggi terhadap penerima dana bergulir adalah wajar, dengan pertimbangan : • Adanya unsur biaya bagi lembaga perantara (besaran yang diminta oleh lembaga perantara dinilai masuk akal oleh tim tarif). • Rencana penerapan pembatasan bunga atas dana bergulir (bagi end user) ditolak oleh pihak koperasi dengan alasan dapat merusak pasar. • Keyakinan bahwa yang terpenting bagi koperasi dan UKM bukan tinggi rendahnya tingkat suku bunga, melainkan kemudahan prosedur penyaluran dana. 2. Edward Nainggolan dan Ahmad Ikhsan mengatakan bahwa Departemen Keuangan menghendaki pengenaan tarif/bunga yang sangat rendah terhadap dana bergulir. Bahkan untuk kriteria pinjaman tertentu dapat dikenakan kebijakan tanpa bunga, sebagaimana amanat Pasal 3 PMK No. 99 Tahun 2008. 3. Menurut Agus Muharram, hakikat pemberdayaan adalah penyaluran dana bergulir dengan atau tanpa bunga.
36.
Penyerapan dana bergulir melalui LPDB-KUMKM relatif lambat
1. Menurut Agus Muharram : • Penyaluran dana bergulir melalui LPDBKUMKM terhambat akibat kekhawatiran pengelola LPDB terhadap regulasi yang ketat • Kekhawatiran terhadap resiko menyebabkan LPDB memanfaatkan perbankan sebagai executing. Akibatnya beban bunga yang ditanggung oleh koperasi menjadi tinggi 2. Fadjar Sofyar menyatakan bahwa : • Dana bergulir adalah trust fund yang dipercayakan untuk dikelola oleh LPDB, sehingga harus dikelola dengan cermat dan hati-hati.
Universitas Indonesia
Analisis penyusunan..., Diah Dwi Utami, FISIP UI, 2009
152
• LPDB-KUMKM menerapkan prinsip kehatihatian (prudent) dalam penyaluran dana bergulir. 37.
38.
Pemberdayaan berdampingan dengan kelayakan
Rencana LPDB dikembangkan menjadi bank UKM
1.
Agus Muharram dan Fadjar Sofyar menyampaikan bahwa fungsi kementerian adalah melaksanakan pemberdayaan koperasi dan UKM, sedangkan LPDB-KUMKM menjalankan fungsi kelayakan.
2.
Fadjar Sofyar mengharapkan adanya kerjasama yang baik antara kementerian dan LPDB-KUMKM untuk melaksanakan estafet program. Kementerian hendaknya melaksanakan pemeringkatan untuk mempermudah penyaluran dana bergulir oleh LPDB-KUMKM.
• Pasni Rusli mengakui bahwa ada keinginan dari Kementerian Negara Koperasi dan UKM untuk mengembangkan LPDB-KUMKM menjadi bank UKM. • Ahmad Ikhsan meluruskan, bahwa dalam rapatrapat antara Dep.Keuangan dan Kementerian Negara Koperasi dan UK, dimunculkan ide LPDB-KUMKM dan bank UKM sebagai dua institusi yang terpisah. Ahmad Ikhsan menyatakan tidak setuju terhadap ide tersebut. Alasannya, sebaiknya kementerian berkonsentrasi lebih dulu pada pembentukan dan pengembangan LPDB-KUMKM sebagai sebuah lembaga baru, sebelum melangkah pada rencana pembentukan lembaga baru lainnya. • Sonny Loho juga menyatakan ketidaksetujuan terhadap rencana tersebut. LPDB-KUMKM dimaksudkan untuk menyalurkan dana bagi usaha yang tidak bankable. Jika dikembangkan menjadi bank, maka operasional akan lebih ketat, sehingga menuntut klien harus bankable. • Komentar sarkastik Agus Muharram terhadap LPDB-KUMKM (menyampaikan suara koperasi dan UKM yang tidak puas), mengingat operasional LPDB lebih banyak menggunakan bank sebagai lembaga perantara. • Bahkan Fadjar Sofyar-pun menyatakan ketidaksetujuannya terhadap ide tersebut, dengan alasan yang kurang lebih sama dengan Sonny Loho.
Universitas Indonesia
Analisis penyusunan..., Diah Dwi Utami, FISIP UI, 2009
153
39.
Skeptisme terhadap BLU
Sekalipun mengakui bahwa BLU lebih manageable dan lebih mudah dipertanggungjawabkan, namun Roy V. Salomo mengkhawatirkan penerapan konsep BLU akan menyebabkan terbatasnya akses masyarakat tidak mampu pada pelayanan pemerintah.
40.
Evaluasi terhadap kegiatan yang dilaksanakan sebelum berlakunya UU Keuangan Negara bersifat pembinaan
1. Bab VIII Ketentuan Peralihan PMK No. 99 Tahun 2008 mengamanatkan perlakuan yang sama terhadap pengelolaan dana bergulir yang telah disalurkan sebelum PMK dimaksud ditetapkan. Namun demikian, menurut Sonny Loho, Margustienny dan M. Imam Asyhari, hal tersebut lebih bersifat pembinaan. 2. Agus Muharram dan Elly Muchtoria menyatakan keberatan terhadap ketentuan tersebut, karena hal itu berarti regulasi berlaku surut
41.
Cash management
Sonny Loho dan Margustienny menginformasikan bahwa : 1. berdasarkan PP No. 39 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Uang Negara/Daerah, pemerintah berkewajiban melakukan cash management. 2. Berdasarkan PP dimaksud, pengelola kas wajib melakukan pengelolaan terhadap idle cash. 3. Selama ini disinyalir telah terjadi praktik moral hazard terhadap keberadaan idle cash di beberapa institusi. Modus operandinya berupa penempatan idle cash pada rekening giro yang bunganya hanya 2%. Sebagian dari selisih bunga yang menguntungkan perbankan akan digunakan untuk memberikan servis kepada pribadi-pribadi tertentu terkait keputusan dimaksud. 4. Melalui perjanjian pengelolaan idle cash milik pemerintah antara Departemen Keuangan dan BI yang ditandatangani pada tanggal 6 Februari 2009, pemerintah mentargetkan remunerasi sebesar 3 trilyun setahun, yakni sebesar 65 % dari BI rate (Lihat www.perbendaharaan.go.id)
42.
RKP 2010 : Program penyediaan modal bagi kelompok usaha mikro dan koperasi menjadi prioritas nasional.
Agus Muharram menginformasikan bahwa dalam penyusunan RKP 2010 program penyediaan modal bagi kelompok usaha mikro dan koperasi telah dijadikan program prioritas nasional. Dengan demikian permasalahan pengelolaan dana bergulir yang terjadi antara Dep.Keuangan dan
Universitas Indonesia
Analisis penyusunan..., Diah Dwi Utami, FISIP UI, 2009
154
Kementerian Negara Koperasi dan UKM dianggap sudah tuntas. Kini tinggal komitmen semua pihak untuk mengalokasikan dana bergulir lewat LPDBKUMKM (sebagai pembiayaan) dan melalui kedeputian (sebagai bansos) Ke depannya akan ada 2 jenis program : • Bagi koperasi dan UMKM yang belum layak dan belum bankable, akan diperkuat dengan penyediaan dana melalui kedeputian/kementerian ; • Bagi koperasi dan UMKM yang sudah layak tapi belum bankable, bisa mengakses dana bergulir melalui LPDB-KUMKM Peneliti meragukan akan berlakunya keinginan kementerian tersebut, mengingat regulasi yang ada belum mendukung. 43.
Rencana Kementerian Koperasi dan UKM mengajukan penyesuaian/revisi PMK No. 99 Tahun 2008
Menurut Agus Muharram, Kementerian Negara Koperasi dan UKM menghendaki dilakukan penyesuaian/revisi PMK No. 99 Tahun 2008 dalam hal : • Kriteria dana bergulir • Tata cara pengelolaan dana bergulir melalui BLU
44.
Dugaan adanya motif politik di balik kisruh masalah pengelolan dana bergulir pada Kementerian Negara Koperasi dan UKM
1. Sonny Loho, Ahmad Ikhsan, Roy V. Salomo, M. Imam Asyhari dan Machfud Sidik sependapat bahwa terdapat unsur-unsur politik dalam pengelolaan dana bergulir. 2. Hekinus Manao dan Fadjar Sofyar menolak berkomentar mengenai hal tersebut. 3. Kepala Divisi Umum LPDB-KUMKM, Pasni Rusli membantah adanya motif politik dalam pengelolaan dana bergulir kementerian.
45.
Kebijakan pemerintah tidak konsisten.
1. Pasni Rusli menyatakan bahwa kebijakan pemerintah tidak konsisten. Bantuan sosial yang seharusnya hanya dikelola oleh kementerian di fungsi kesra ternyata juga disalurkan oleh kementerian/lembaga di fungsi ekonomi. 2. Agus Muharram menyinggung kembali keinginan Kementerian Negara Koperasi dan UKM agar program dana bergulir mendapat perlakuan yang sama dengan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM-Mandiri).
Universitas Indonesia
Analisis penyusunan..., Diah Dwi Utami, FISIP UI, 2009
155
• PNPM Mandiri dilaksanakan oleh berbagai departemen, antara lain oleh Dep. Pekerjaan Umum dan Depdagri, sehingga sudah sepantasnya jika Kementerian Negara Koperasi dan UKM menuntut hal yang sama • PNPM Mandiri juga menggunakan pola dan nomenklatur dana bergulir. • PNPM Mandiri tidak dikendalikan oleh instansi penyalur. 46.
Kelemahan di bidang regulasi
Machfud Sidik menilai pemerintah memiliki kelemahan di bidang regulasi. Antar peraturan perundang-undangan sering saling bertabrakan
47.
Keengganan untuk menjawab pertanyaan penelitian
• Asisten Deputi Bidang Program Pendanaan, Eddy Setyawan dan Kepala Bidang Program Pendanaan Usaha Mikro dan Dana Bergulir, Adi Trisnojuwono menolak menjawab mengenai hal-hal yang menjadi keberatan Kementerian Negara Koperasi dan UKM terhadap pengaturan baru pengelolaan dana bergulir. Keduanya juga menolak menjawab perihal langkah-langkah perbaikan yang dilakukan oleh kementerian setelah pemberian opini disclaimer oleh BPK. Pertanyaan yang juga tidak terjawab adalah penilaian terhadap keberadaan BLU sebagai institusi pengelola dana bergulir. • Menimbulkan tanda tanya, apakah penolakan ini disebabkan ketidakpahaman (kualitas SDM yang rendah atau pola pengambilan kebijakan di satu tangan) atau adanya kondisi yang menimbulkan tekanan.
Universitas Indonesia
Analisis penyusunan..., Diah Dwi Utami, FISIP UI, 2009
156
Lampiran 2. Jadwal Wawancara Pencarian Data Penelitian 1.
2.
3.
4.
Subyek Wawancara
: Elly Muchtoria, SE. Plt. Kepala Biro Keuangan, Kementerian Negara Koperasi dan UKM
Tempat
: Ruang kerja Sekretaris Kementerian Negara Koperasi dan UKM, Gedung kantor Kementerian Negara Koperasi dan UKM, Kuningan, Jakarta.
Waktu
:
Subyek Wawancara
: Edward UP. Nainggolan, Ak., M.Ak. Kepala Bidang pada Kanwil Ditjen Perbendaharaan Gorontalo, (Jabatan sebelumnya Kepala Seksi pada Subdit Pembinaan Kinerja BLU, Dit. PK-BLU) Anggota Kelompok Kerja Komite Standar Akuntansi Pemerintah
Tempat
: Kediaman Kel. Bp. Edward Nainggolan, Cipadu, Tangerang.
Waktu
: Sabtu, 11 April 2009, Pk. 11.00-12.00 WIB
Subyek Wawancara
: DR. Hekinus Manao, MAcc., CGFM. Inspektur Jenderal Departemen Keuangan. (Jabatan Sebelumnya Direktur Akuntasi dan Pelaporan Keuangan, Direktorat Jenderal Perbendaharaan) Anggota Tim Penyusunan UU No.1 tahun 2004 Ketua Tim Penyusun PP No.23 tahun 2005
Tempat
: Ruang Kerja Irjen Keuangan
Waktu
: Selasa, 14 April 2009, Pk. 15.00-16.17 WIB
Subyek Wawancara
: Dra. Ai Darukiah Staf Khusus Direksi Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (LPDB-KUMKM)
Selasa, 31 Maret 2009, Pk. 12.00-12.10 WIB
F. Rinaldi, SE., MBA. Kepala Divisi Keuangan LPDB-KUMKM Drs. Pasni Rusli Kepala Divisi Umum LPDB-KUMKM Tempat
: Gedung SPC Lantai 11, Jl. Jenderal Gatot Subroto Kav.94, Jakarta Selatan.
Waktu
:
Kamis, 16 April 2009, Pk. 14.00-15.15 WIB
Universitas Indonesia
Analisis penyusunan..., Diah Dwi Utami, FISIP UI, 2009
157
5.
Subyek Wawancara
: V. Sonny Loho, Ak., MPM. Direktur Akuntansi dan Pelaporan Keuangan, Direktorat Jenderal Perbendaharaan Depkeu. Sekretaris merangkap anggota Komite Kerja KSAP Anggota Dewan Pengawas LPDB Margustienny OA, Ak., MBA. Kasubdit Sistem Akuntansi, DAPK, Ditjen PBN Anggota Kelompok Kerja KSAP
6.
7.
8.
Tempat
: Ruang Kerja Direktur Akuntansi dan Pelaporan Keuangan, Ditjen Perbendaharaan Dep. Keuangan, Jl. Budi Utomo, Jakarta Pusat.
Waktu
:
Subyek Wawancara
: Drs. Parluhutan Hutahaean, MPM. Direktur Anggaran I, Ditjen Anggaran Dep.Keuangan.
Tempat
: Ruang Kerja Direktur Anggaran I, Gedung Dhanapala Lt. 13, Jakarta.
Waktu
:
Subyek Wawancara
: Ahmad Ikhsan, SE., MM. Kepala Seksi pada Sub Direktorat Anggaran I C, Ditjen Anggaran Dep.Keuangan
Tempat
: Ruang Kerja Sub Direktorat Anggaran I C, Gedung Dhanapala Lt. 15, Jakarta.
Waktu
: Rabu, 29 April 2009, Pk. 9.10-09.50 WIB
Subyek Wawancara
: DR. Roy V.Salomo Ahli Keuangan Negara Staf Pengajar Program Magister FISIP UI
Tempat
: Gedung Mochtar Lantai 3, Jl. Cikini Raya, Jakarta Pusat.
Waktu
: Sabtu, 2 Mei 2009, Pk. 12.30 – 13.30 WIB
Jumat, 25 April 2009, Pk. 10.00-11.00 WIB
Rabu, 29 April 2009, Pk. 08.05-09.00 WIB
Universitas Indonesia
Analisis penyusunan..., Diah Dwi Utami, FISIP UI, 2009
158
9.
10.
11.
12.
Subyek Wawancara
: Mochammad Imam Asyhari, SE., M.(Buss)Acc.,Ak. Auditor di Ditama Revbang, Litbang Pemeriksaan Keuangan dan Kinerja, Badan Pemeriksa Keuangan RI.
Tempat
: Sport Club Vila Dago, Pamulang .
Waktu
: Minggu, 3 Mei 2009, Pk. 10.10-10.45 WIB
Subyek Wawancara
: Ir. Adi Trisnojuwono Kepala Bidang Program Pendanaan Usaha Mikro dan Dana Bergulir, Deputi Bidang Pembiayaan, Kementerian Negara Koperasi dan UKM
Tempat
: Ruang kerja Kepala Bidang Program Pendanaan Usaha Mikro dan Dana Bergulir, Deputi Bidang Pembiayaan, Kementerian Negara Koperasi dan UKM, Gedung kantor Kementerian Negara Koperasi dan UKM, Kuningan, Jakarta
Waktu
:
Subyek Wawancara
: Drs. Eddy Setyawan, MM. Asisten Deputi Bidang Program Pendanaan, Deputi Bidang Pembiayaan, Kementerian Negara Koperasi dan UKM,
Tempat
: Ruang kerja Asisten Deputi Bidang Program Pendanaan, Deputi Bidang Pembiayaan, Kementerian Negara Koperasi dan UKM Gedung kantor Kementerian Negara Koperasi dan UKM, Kuningan, Jakarta
Waktu
: Jumat, 8 Mei 2009, Pk. 11.00-11.15 WIB
Subyek Wawancara
: Ir. Agus Muharram, MPM. Deputi Bidang Pembiayaan, Kementerian Negara Koperasi dan UKM. Anggota Dewan Pengawas LPDB-KUMKM.
Tempat
: Ruang kerja Deputi Bidang Pembiayaan, Kementerian Negara Koperasi dan UKM, Gedung kantor Kementerian Negara Koperasi dan UKM, Kuningan, Jakarta
Waktu
: Jumat, 8 Mei 2009, Pk. 17.00-17.30 WIB
Jumat, 8 Mei 2009, Pk. 10.00-10.45 WIB
Universitas Indonesia
Analisis penyusunan..., Diah Dwi Utami, FISIP UI, 2009
159
13.
14.
Subyek Wawancara
: DR. H. Machfud Sidik, M.Sc. Pakar Keuangan Negara Staf Pengajar FE dan FISIP UI
Tempat
: Jl. Kendal no. 8 B, Jakarta Pusat.
Waktu
: Senin, 18 Mei 2009, Pk. 10.00 – 11.00 WIB
Subyek Wawancara
: DR. Fadjar Sofyar Direktur Utama Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (LPDB-KUMKM).
Tempat
: Gedung SPC Lantai 11, Jl Jend. Gatot Subroto Kav.94, Jakarta Selatan.
Waktu
: Rabu, 27 Mei 2009, Pk.11.00-12.15 WIB
Universitas Indonesia
Analisis penyusunan..., Diah Dwi Utami, FISIP UI, 2009
160
Lampiran 3.
Pedoman Wawancara Pengumpulan Data Penelitian
Subyek Wawancara
:
Elly Muchtoria, SE. Plt. Kepala Biro Keuangan, Kementerian Negara Koperasi dan UKM. Ir. Agus Muharram, MPM. Deputi Bidang Pembiayaan, Kementerian Negara Koperasi dan UKM. Anggota Dewan Pengawas LPDB. Drs. Eddy Setyawan, MM. Asisten Deputi Bidang Program Pendanaan, Deputi Bidang Pembiayaan, Kementerian Negara Koperasi dan UKM. Ir. Adi Trisnojuwono Kepala Bidang Program Pendanaan Usaha Mikro dan Dana Bergulir, Deputi Bidang Pembiayaan, Kementerian Negara Koperasi dan UKM.
1.
Dapatkah Anda jelaskan filosofi kebijakan penyaluran dana bergulir perkuatan koperasi dan UKM yang dilaksanakan oleh Kementerian Negara Koperasi dan UKM ?
2.
Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 2005 menyebutkan bahwa tugas dan fungsi Kementerian Negara Koperasi dan UKM adalah membuat perumusan kebijakan perkoperasian, melakukan koordinasi pelaksanaan dan pengawasan serta penyampaian laporan. Apakah dasar hukum penyaluran dana bergulir melalui Kementerian Negara Koperasi dan UKM, jika berdasarkan PP 9 tahun 2005 tidak disebutkan adanya fungsi pembiayaan?
3.
Pada tahun 2006 BPK yang mengeluarkan opini disclaimer atas hasil pemeriksaan terhadap Laporan Keuangan Kementerian Koperasi dan UKM. Langkah-langkah pembenahan apakah yang dilakukan oleh kementerian sebagai tindak lanjut temuan tersebut ?
4.
Hal-hal apakah yang menjadi keberatan Kementerian Negara Koperasi dan UKM terhadap ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99 Tahun 2008 yang mengalihkan pengelolaan dana bergulir dari kementerian ke LPDBKUMKM ?
5.
Menurut Anda, apakah LPDB sebagai suatu Badan Layanan Umum (BLU) di bawah koordinasi Kementerian Negara Koperasi dan UKM adalah suatu bentuk ideal penyelenggaraan pelayanan publik, khususnya dalam hal pengelolaan dana bergulir ?
Universitas Indonesia
Analisis penyusunan..., Diah Dwi Utami, FISIP UI, 2009
161
Subyek Wawancara
:
Edward UP. Nainggolan, Ak., M.Ak. Kepala Bidang pada Kanwil Perbendaharaan Gorontalo Ditjen Perbendaharaan, Dep. Keuangan (Jabatan sebelumnya Kepala Seksi pada Subdit Pembinaan Kinerja BLU, Dit. PK-BLU) Anggota Kelompok Kerja Komite Standar Akuntansi Pemerintah
1.
Apakah yang melatarbelakangi munculnya Badan Layanan Umum (BLU) sebagai suatu bentuk alternatif penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia ?
2.
Apakah kelebihan konvensional ?
3.
Benarkah BLU merupakan dimaksudkan oleh Osborne ?
4.
Bentuk kelembagaan dari negara manakah yang menjadi acuan pembentukan BLU di Indonesia ?
5.
Bagaimanakah pendapat Bapak mengenai kebijakan Pemerintah mengalihkan pengelolaan dana bergulir kepada BLU melalui ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99 tahun 2008 ?
6.
Benarkah pendapat yang menyatakan bahwa ditetapkannya PMK No. 99 tahun 2008 menyebabkan hilangnya fungsi kedeputian dan terancamnya eksistensi Kementerian Koperasi dan UKM ?
7.
Apakah dengan diberlakukannya PMK 99/2008 tersebut berarti Pemerintah lebih mengedepankan fungsi ekonomi daripada fungsi sosial ?
BLU
dibanding
bentuk
perwujudan
penyelenggaraan
reinventing
pelayanan
government
publik
sebagaimana
Universitas Indonesia
Analisis penyusunan..., Diah Dwi Utami, FISIP UI, 2009
162
Subyek Wawancara
:
DR. Hekinus Manao, MAcc., CGFM. Inspektur Jenderal Departemen Keuangan. (Jabatan Sebelumnya Direktur Akuntasi dan Pelaporan Keuangan, Direktorat Jenderal Perbendaharaan) Anggota Tim Penyusunan UU No.1 tahun 2004 Ketua Tim Penyusun PP No.23 tahun 2005 V. Sonny Loho, Ak., MPM. Direktur Akuntansi dan Pelaporan Keuangan, Direktorat Jenderal Perbendaharaan Depkeu Sekretaris merangkap anggota Komite Kerja KSAP Anggota Dewan Pengawas LPDB Margustienny OA, Ak., MBA. Kasubdit Sistem Akuntansi, DAPK, Ditjen PBN Anggota Kelompok Kerja KSAP
1.
Apakah yang melatarbelakangi pemikiran tentang pentingnya penerapan konsep Badan Layanan Umum (BLU) sebagai suatu bentuk alternatif penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia ?
2.
Apakah Badan Layanan Umum merupakan perwujudan konsep reinventing government yang diperkenalkan oleh Osborne ?
3.
Bentuk kelembagaan di negara manakah yang menjadi acuan bagi pengadopsian konsep BLU di Indonesia ?
4.
Kriteria apakah yang harus dipenuhi oleh suatu institusi/unit kerja agar dapat menerapkan konsep BLU ?
5.
Apakah yang mendasari perlunya pengelolaan dana bergulir dilakukan melalui BLU, bukan melalui unit kerja biasa ?
6.
Apakah penyaluran dana bergulir melalui BLU tetap dapat mengedepankan fungsi sosial program dimaksud, mengingat dana bergulir merupakan suatu bentuk intervensi Pemerintah dalam rangka meningkatkan keadilan ekonomi ?
Universitas Indonesia
Analisis penyusunan..., Diah Dwi Utami, FISIP UI, 2009
163
Subyek Wawancara
:
Dra. Ai Darukiah Staf Khusus Direksi Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (LPDB-KUMKM) F. Rinaldi, SE., MBA. Kepala Divisi Keuangan LPDB-KUMKM Drs. Pasni Rusli Kepala Divisi Umum LPDB-KUMKM
1.
Apakah latar belakang dibentuknya LPDB ? Apakah LPDB dibentuk dalam rangka penerapan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99 tahun 2008 tentang Pedoman Pengelolaan Dana Bergulir ?
2.
Siapakah tokoh-tokoh yang menggagas pembentukan LPDB sebagai Badan Layanan Umum di bawah koordinasi Kementerian Negara Koperasi dan UKM ?
3.
Apakah LPDB dibentuk untuk melakukan pembenahan terhadap pengelolaan dana bergulir yang selama ini dinilai kurang tepat ? atau apakah dibentuknya LPDB lebih dikarenakan sedang adanya fenomena baru pembentukan Badan Layanan Umum ?
4.
Bagaimana pendapat Saudara tentang adanya keberatan Kementerian Koperasi dan UKM terhadap penerapan PMK Nomor 99 tahun 2008 ? Apakah keberatan tersebut menyebabkan timbulnya benturan kepentingan antara LPDB dan Kementerian Koperasi dan UKM ?
5.
Menurut pendapat Saudara berdasarkan pengamatan sepintas, bagaimanakah persepsi koperasi dan usaha kecil terhadap konsep baru pengelolaan dana bergulir melalui LPDB ?
6.
Bagaimanakah mekanisme penyaluran dana bergulir melalui LPDB, mengingat LPDB tidak memiliki perwakilan di seluruh Indonesia ?
7.
Menurut pendapat Saudara berdasarkan pengamatan sepintas, dari segi efisiensi, mana yang lebih efisien, penyaluran melalui LPDB atau melalui kedeputian ?
Universitas Indonesia
Analisis penyusunan..., Diah Dwi Utami, FISIP UI, 2009
164
Subyek Wawancara
:
Drs. Parluhutan Hutahaean, MPM. Direktur Anggaran I, Ditjen Anggaran Dep.Keuangan
1.
Sejak tahun 2001 Kementerian Koperasi dan UKM menyalurkan dana bergulir dari kompensasi pengurangan subsidi BBM. Dana bergulir tersebut disalurkan melalui beberapa kedeputian dengan Pos Belanja Bantuan Sosial dan Belanja Modal. Apakah menurut Bapak penyaluran ini sudah tepat, baik dalam hal struktur kelembagaan maupun pos belanja yang digunakan ?
2.
Pada tahun 2004 dibuat SKB antara Menteri Keuangan dan Menteri Koperasi, sebagai cikal bakal pembentukan LPDB. Apakah tujuan dibentuknya lembaga tersebut ? Benarkah pada awalnya lembaga tersebut dibentuk hanya untuk menampung pengembalian dana bergulir Kementerian Koperasi yang sudah jatuh tempo, dan bukan sebagai lembaga pengelola dana bergulir ?
3.
Pada tahun 2008, setelah ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99 tahun 2008, Direktorat Jenderal Anggaran melakukan pengalihan alokasi dana bergulir dari Kementerian Koperasi ke LPDB. Pengalihan tersebut sempat menimbulkan reaksi penolakan dari Kementerian Negara Koperasi dan UKM. Menurut Bapak, apakah yang mendasari penolakan tersebut ?
4.
Benarkah penolakan Menteri Koperasi untuk mencairkan dana bergulir TA. 2008 disebabkan antara lain oleh kurang lengkapnya regulasi yang telah diterbitkan berkaitan dengan pengelolaan dana bergulir ?
5.
Bagaimanakah pendapat Bapak tentang pernyataan bahwa pengalihan pengelolaan dana bergulir dari kedeputian/kementerian ke LPDB dapat mengancam eksistensi deputi/kementerian tersebut ?
Universitas Indonesia
Analisis penyusunan..., Diah Dwi Utami, FISIP UI, 2009
165
Subyek Wawancara
:
Ahmad Ikhsan, SE., MM. Kepala Seksi pada Sub Direktorat Anggaran I C, Ditjen Anggaran Dep.Keuangan
1.
Bisakah Anda ceritakan kronologi permasalahan dana bergulir di Kementerian Koperasi dan UKM ?
2.
Hal-hal prinsip apakah yang dilanggar dalam hal penyaluran dana bergulir di Kementerian Negara Koperasi dan UKM ini ?
3.
Apakah yang mendasari terbitnya PMK 99 tahun 2008 tentang Dana Bergulir ?
4.
Apakah alasan Anda melakukan pemblokiran terhadap alokasi dana bergulir pada SAPSK Kementerian Koperasi dan UKM TA. 2008 ?
5.
Berdasarkan wawancara saya di LPDB, keengganan Kementerian Koperasi dan UKM untuk mencairkan alokasi dana bergulir TA. 2008 adalah karena kurangnya kelengkapan peraturan kita. Benar begitu ? Ataukah ini berkaitan dengan eksistensi kedeputian ?
6.
Apa pendapat Anda tentang keinginan LPDB untuk suatu saat dapat mengembangan lembaganya menjadi bank UKM ?
Universitas Indonesia
Analisis penyusunan..., Diah Dwi Utami, FISIP UI, 2009
166
Subyek Wawancara
:
Mochammad Imam Asyhari, SE., M.(Buss)Acc.,Ak. Auditor di Ditama Revbang, Litbang Pemeriksaan Keuangan dan Kinerja, Badan Pemeriksa Keuangan RI.
1.
Bagaimanakah pandangan seorang Auditor BPK terhadap permasalahan pengelolaan dana bergulir pada Kementerian Negara Koperasi dan UKM ?
2.
Paket UU Keuangan Negara disahkan pada tahun 2003 dan 2004. Apakah kebijakan dana bergulir Kementerian Negara Koperasi dan UKM yang dikucurkan sejak tahun 2001 juga dapat diaudit berdasarkan aturan perundang-undangan tersebut ?
3.
Jelaskan jenis dan prinsip-prinsip pemeriksaan yang dilaksanakan oleh BPK terhadap Laporan Keuangan instansi Pemerintah !
4.
Apakah dasar pemberian opini ”disclaimer” oleh BPK terhadap hasil pemeriksaan Laporan Keuangan Kementerian Negara Koperasi dan UKM pada tahun 2006 ?
5.
Benarkah penegakan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara menyebabkan tereliminasinya fungsi dan tanggung jawab sosial Pemerintah terhadap rakyatnya ?
Universitas Indonesia
Analisis penyusunan..., Diah Dwi Utami, FISIP UI, 2009
167
Subyek Wawancara
:
DR. Roy V.Salomo Ahli Keuangan Negara Staf Pengajar Program Magister FISIP UI DR. H. Machfud Sidik, M.Sc. Pakar Keuangan Negara Staf Pengajar Program Magister FISIP UI
1.
Seberapa pentingkah peranan dana bergulir terhadap perekonomian di negara kita ?
2.
Apakah program dana bergulir pada Kementerian Negara Koperasi dan UKM yang dialokasikan melalui pos belanja Bantuan Sosial sudah tepat, baik ditinjau dari segi kelembagaan maupun prinsip penganggaran ?
3.
Menurut Bapak, apakah yang mendasari kebijakan Departemen Keuangan menetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99 tahun 2008 tentang Pedoman Pengelolaan Dana Bergulir, yang mengalihkan pengelolaan dana bergulir kepada Badan Layanan Umum ?
4.
Menurut Bapak, beralasankah keberatan yang diajukan Kementerian Negara Koperasi dan UKM terhadap ditetapkannya PMK Nomor 99 tahun 2008 tentang Pedoman Pengelolaan Dana Bergulir tersebut ?
5.
Apakah yang mendasari pengadopsian konsep Badan Layanan Umum (BLU) sebagai suatu alternatif penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia, khususnya dalam hal pengelolaan dana bergulir ? Apakah kelebihan dan kekurangan penerapan konsep tersebut dalam pelayanan publik di Indonesia ?
Universitas Indonesia
Analisis penyusunan..., Diah Dwi Utami, FISIP UI, 2009
168
Subyek Wawancara
:
DR. Fadjar Sofyar Direktur Utama Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (LPDB-KUMKM).
1.
Apakah yang melatar belakangi pembentukan LPDB sebagai institusi pengelola dana bergulir di bawah koordinasi Kementerian Negara Koperasi dan UKM ?
2.
Dapatkah Bapak menceritakan sejarah terbentuknya LPDB ? Benarkah pembentukan LPDB diawali oleh adanya gerakan pembenahan dari dalam Kementerian Koperasi dan UKM, yang dimotori oleh Bapak sebagai Sesmeneg kala itu ?
3.
Apakah gerakan pembenahan yang Bapak lakukan tersebut mendapat dukungan dari Pimpinan Kementerian ?
4.
Apakah hal-hal prinsip yang menurut Bapak harus dibenahi berkaitan dengan pengelolaan dana bergulir pada Kementerian Koperasi dan UKM kala itu ?
5.
Kendala-kendala apa sajakah yang dijumpai LPDB sebagai suatu institusi baru dalam menjalankan fungsinya sebagai pengelola dana bergulir ?
6.
Benarkah ada keinginan untuk mengembangkan LPDB menjadi semacam Bank UKM ? Bagaimana pendapat Bapak tentang hal tersebut ?
7.
Menurut pendapat Bapak, apakah Badan Layanan Umum adalah suatu bentuk kelembagaan yang ideal dalam penyediaan pelayanan publik di Indonesia, khususnya dalam pengelolaan dana bergulir ?
Universitas Indonesia
Analisis penyusunan..., Diah Dwi Utami, FISIP UI, 2009
169
Lampiran 4. Transkrip Wawancara Pengumpulan Data Penelitian Subyek Wawancara
:
DR. Hekinus Manao, MAcc., CGFM. Inspektur Jenderal Departemen Keuangan. (Jabatan Sebelumnya Direktur Akuntasi dan Pelaporan Keuangan, Direktorat Jenderal Perbendaharaan) Anggota Tim Penyusunan UU No.1 tahun 2004 Ketua Tim Penyusun PP No.23 tahun 2005
Tempat
:
Ruang Kerja Irjen Keuangan
Waktu
:
Selasa, 14 April 2009, Pk. 15.00-16.17 WIB
Peneliti
:
Apakah yang melatar belakangi munculnya Badan Layanan Umum sebagai suatu bentuk alternatif penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia ?
Hekinus Manao
:
Sebagian penjelasan ini sebenarnya bisa dibaca di paper saya (menunjuk paper yang dibawa peneliti). Sebenarnya lebih ke aspek keekonomisan manajemen. Dan kebetulan tidak hanya di Indonesia. Kalau kita baca pada beberapa referensi dari luar, ada upaya-upaya yang disebut dengan reformasi birokrasi. Dalam paper saya sebutkan setidaknya ada 3 macam reformasi : 1. Rightsizing/downsizing 2. Outsourching 3. Privatization Salah satu yang menarik adalah cara pandang beberapa pihak bahwa pemerintah sebetulnya dapat dibedakan kegiatannya dalam 2 kelas /kelompok : 1. Yang sifatnya regulative dan control 2. Yang sifatnya operational Dua fungsi ini tidak baik kalau pendekatan manajemennya sama. Untuk yang sifatnya regulative dan control pendekatan birokratif murni mungkin cocok, tapi tidak untuk yang operasional. Kalau operasional sebetulnya sama aja dengan non government yang sifatnya operasional. Kalau pemerintah bikin rumah sakit, yang merupakan organisasi operasional, bukan policy, sama aja dengan swasta bikin rumah sakit model manajemennya. Kalau pemerintah bikin sekolah, swasta bikin sekolah, mestinya jangan beda manajemennya. Tapi di kita kan nggak. Kalau pemerintah harus pake DIPA, RKA. Pertanyaannya, kalau swasta tidak pake DIPA, RKA, kenapa rumah sakit pemerintah harus pake ? Ini ada kelemahan-kelemahan model birokrasi. Birokrasi bagus, tapi lebih pada fungsi pemerintah pada regulasi dan kontrol, tetapi tidak pada operasional, karena yang operasional harus bisa bersaing dengan non government. Makanya kemudian muncul inovasi baru dalam manajemen pemerintahan : yang sifatnya operasional jangan dikelola dengan model birokrasi.
Universitas Indonesia
Analisis penyusunan..., Diah Dwi Utami, FISIP UI, 2009
170
Saya juga menganalisis dari sisi sifat benda-benda ekonomi : ada yang bersifat public goods dan ada yang private goods. Kalo yang murni private goods sebaiknya (penyediaan) oleh pasar, tapi itupun tidak 100%. Kalo yang public goods sebaiknya oleh pemerintah. Namun ada juga yang berada di antaranya, yakni semi public goods. Semi public goods bisa diproduksi oleh pemerintah maupun non government. Kalau begitu organisasi pemerintah yang memproduksi semi public goods, manajemennya harus bersaing dengan manajemen non government. Bagaimana kalau dibalik : kalau pemerintah tidak bisa mengelola dengan lebih baik, bahkan lebih buruk daripada swasta, trus kenapa harus pemerintah yang mengelolanya ? Kalau rumah sakit yang dibangun dan dikelola pemerintah tidak lebih baik, bahkan lebih jelek dari rumah sakit swasta, kenapa pemerintah harus punya rumah sakit ? Serahkan saja pada swasta. Soal bahwa nanti yang miskin supaya bisa berobat…nanti kan bisa dibayar oleh pemerintah, gak perlu bikin rumah sakit sendiri. Ada yang mengatakan, kalau rumah sakit pemerintah nanti bisa beli peralatan khusus. Lho…kan bisa to pemerintah membelikan ? nanti bisa sewa, atau gratis. Itu ekstrimnya. Kalau dibiarkan instansi pemerintah yang menangani operasional tidak memperhatikan hal ini, maka ini adalah, dilihat oleh pengamat dari luar sebagai suatu kesalahan manajemen. Dan memang kita sendiri merasakan, gitu lho. Memang ada masa di mana produk pemerintah oleh publik dianggap adalah yang terbaik. Tapi ada masanya tidak. Misalnya ketika jaman dulu pemerintah membuat hotel, maka itu dianggap yang terbaik. Tapi setelah swasta membuat hotel yang lebih bagus, hotel pemerintah jadi gak laku. Sekarang urusan-urusan begitu diserahkan saja pada swasta. Sepanjang sifatnya operasional, walaupun diurus pemerintah, manajemen tidak boleh menggunakan manajemen birokrasi. Inilah yang disebut pewirausahaan instansi pemerintah. Jadi bagaimana mengkonversi instansi pemerintah tidak bergaya birokratis, tetapi bergaya wirausaha, sehingga dia berhitung mana efisien dan mana yang tidak. Maka kemudian berkembanglah apa yang disebut dengan Agencification, yakni memisahkan instansi pemerintah pengambil kebijakan dan instansi pemerintah yang merupakan operator, dimana instansi pemerintah yang menjadi operator merupakan agen dari instansi pemerintah pengambil kebijakan. Pengambil kebijakannya Menteri Kesehatan, Kepala Dinas Kesehatan, yang melaksanakan adalah rumah sakit ( health care organisation).Pola yang ada di Menteri Kesehatan dan Dinas Kesehatan tidak boleh sama dengan pola manajemen rumah sakit. Tapi rumah sakit merupakan agen dari Depkes kalau dia sama-sama instansi pemerintah. Ini kadangkala dibutuhkan. Jadi bukan hanya membuat aturan untuk rumah sakit swasta, tapi juga memiliki agen rumah sakit milik pemerintah, karena lebih mudah menurunkan ketentuan-ketentuannya. Tapi manajemen tidak boleh sama. Kalau rumah sakit pemerintah bayar sesuatu harus pake SPJ,
Universitas Indonesia
Analisis penyusunan..., Diah Dwi Utami, FISIP UI, 2009
171
pasien rumah sakit bisa mati. Ada yang butuh obat, tapi pagu sudah tersentuh, gak boleh kan? Kalau dalam model birokrasi biasa itu bisa melanggar. Maka muncullah agencification. Agencification memang bukan istilah yang ramai. Tidak banyak dipakai. Tapi ada beberapa artikel yang menulis ini. Saya temukan di Georgia State waktu saya ke sana pada tahun 2003. Ada beberapa pemikiran bahwa pada instansiinstansi pemerintah perlu dibentuk unit-unit yang merupakan agent dari pembuat kebijakan di atas. Itu yang disebut agencification. Jadi….apa pertanyaannya tadi ? Peneliti
:
Mengapa BLU ?
Hekinus Manao
:
Ya, itu satu. Sebenarnya, waktu disusun UU Keuangan Negara, tim, terutama Pak Mulia, berkali-kali mengatakan.. (Istilah BLU tidak dari saya. Istilah BLU dari Pak Mulia Nasution) nanti kita perlu mengatur BLU dalam UU ini. Usahakan bisa ketemu dengan Beliau ya. Mulanya saya belum menangkap maksud Beliau. Beliau ini maksudnya apa? Saat UU Keuangan Negara, BLU belum ada. Tapi Beliau sudah berkalikali mengatakan pada kami bahwa harus masuk BLU. Saat disusun UU Perbendaharaan Negara, saya disuruh merumuskan pasal-pasal mengenai BLU. Saya mulai berpikir keras : apakah ini agencification yang pernah saya baca di beberapa literature? Kira-kira begitu. Akhirnya saya tuangkanlah di Pasal 68 dan 69 UU Perbendaharaan Negara (tadinya ada 3 pasal, yang kemudian dimampatkan saat dibicarakan di DPR). Baik atau buruk itu tangan saya yang membuatnya. Beberapa karakteristik di dalamnya ada yang sama dengan di Inggris, di Amerika, tapi ada juga yang beda. Alasan lain yang paling mendorong saya adalah alasan temanteman....keluhan dari universitas. Keluhannya, meraka yang cari uang dari SPP, tapi saat akan menggunakan uang itu untuk keperluan mahasiswa mereka kesulitan. Istilahnya, masuknya mudah keluarnya susah. Saya berpikir : ya nggak bener juga ini, universitas swasta tidak mengalami ini. Saya ketemu dengan Rektor Univ.Terbuka. Dialah orang yang paling kritis.Katanya, pemerintah menipu masyarakat ! Tidak etis ! Sebenarnya tanpa dibiayai pemerintah, dari SPP saja saya sudah bisa operasional, karena saya surplus, total seluruh SPP sudah bisa menutup seluruh pengeluaran. Tapi saya malah menderita karena setor ke kas negara. Saya pikir iya juga. Udah dikasihpun juga masih banyak aturan, tidak boleh ini dan itu, padahal uangnya berasal dari mereka sendiri. Saya jadi makin terdorong. Saya ketemu beliau di kampus di Pondok Cabe. Dialah orang yang paling berkesan dalam artian…marah. Pemerintah gak adil ! Gak bener ! Departemen Keuangan sudah berganti-ganti pimpinan semua gebleg, gak mau tahu bahwa uang yang saya minta adalah uang mereka yang saya layani, kok gak mau mengambalikan. Saya jadi tergugah. Ini harus ada diselesaikan, harus ada solusinya. Saya makin terdorong setelah ditugaskan oleh Pak Mulia (Sekretaris Jenderal Dep.Keuangan).
Universitas Indonesia
Analisis penyusunan..., Diah Dwi Utami, FISIP UI, 2009
172
Maka saya mulai menulis. Naaaah….kemudian terpikir oleh saya, bahwa : • Ini tujuannya untuk peningkatan pelayanan • Hanya Berlaku bagi organisasi pemerintah yang memang berfungsi memberi pelayanan • Dalam melayani menerima balas jasa, tapi tidak mencari keuntungan • Untuk itu diberi kebebasan dalam mengelola anggaran, penerimaan gak usah setor ke kas Negara, tapi bisa langsung digunakan • Waktu anggaran tidak boleh lepas dari anggaran induknya. Kenapa? karena dia adalah pelaksana kebijakan. Universitas adalah pelaksana dari kebijakan Depdiknas. Rumah sakit adalah pelaksana dari Depkes. • Kemudian pertanggungjawaban harus dilihat oleh rakyat. Kemudian muncul istilah Pembina. Siapa yang membina? Waktu itu terpikir cukup menteri induknya. Tapi saat bincang-bincang dengan Pak Mulia, muncul pemikiran : Yang kita beri koridor kan aspek keuangannya, maka Menteri Keuangan harus ikut. Jadi Menkeu menjadi Pembina bidang keuangan, menteri teknis Pembina bidang teknis. Ini baru muncul menjelang diserahkan ke DPR. Akhirnya jadilah UU. Gara-gara itu saat menyusun PP-nya, maka Pak Mulia bilang….Hekinus jadi ketua tim penyusun PP-nya. Saya mulai mencari referensi. Beberapa saya download. Yang paling signifikan adalah terbitan OECD tentang praktek-praktek semacam BLU di beberapa negara. Namanya beragam. Ada yang keluar dari pemerintah, tapi sebetulnya masih agen pemerintah. Ada yang paro-paro, bisa cari uang di sini dan di luar. Akhirnya jadilah seperti dalam PP tersebut. Walaupun sekarang kalau saya lihat di PP-nya masih ada kekurangan di sana-sini. Peneliti
:
Tapi BLU ini belum di UU-kan kan Pak?
Hekinus Manao
:
Itu juga yang menjadi pertanyaan dengan Pak Asmawi dari MenPAN. Sebetulnya yang mengangkat masalah ini adalah Pak Sofian Effendi, Rektor UGM. Dalam hal BLU ini saya berdialog dengan UGM, dengan Pak Satrio Dirjen Pendidikan Tinggi sebelum pak Faisal Jalal. Saya juga berdialog dengan rumah sakit. Saya berdalog dengan RRI, Antara, Lembaga Penyiaran, beberapa RS daerah, dengan pak Fadel Mohammmad, karena saya tahu beliau membuat beberapa gerakan yang mengarah pada pewirausahaan pemerintah.
Peneliti
:
Berarti BLU ini adalah perwujudan dari reinventing government ?
Hekinus Manao
:
Salah satu. Bukan berarti satu-satunya. Tapi saya ber…..I dream, kaya Martin Luther King, gitu (tertawa sambil mengambangkan tangan). I dream.... kalau kita setia, banyak pendukung
Universitas Indonesia
Analisis penyusunan..., Diah Dwi Utami, FISIP UI, 2009
173
BLU ini, suatu saat, pemerintah yang akan datang bisa slim. Sebetulnya angan-angan MenPAN untuk mewirausahakan pemerintah itu bisa diwujudkan lewat jalur BLU. Tidak masalah apakah ada UU atau tidak. Karena munculnya BLU sudah di UU. Tinggal perlu UU sendiri apa tidak ? Menurut saya itu tahapan saja. Dengan 2 pasal sudah banyak yang bisa dilakukan. Nanti kalau perlu UU kita buat UU. Tapi kan, kadang-kadang pekerjaannya belum apa-apa sudah minta eselon. Banyak organisasi datang ke MenPAN, minta eselon 2. saya bilang : Tunggu dulu! Anda menjadi Eselon 3 saja belum tentu bisa membuktikan bahwa pekerjaan itu layak menjadi eselon 3. Kalau sudah bisa membuktikan bahwa layak, bolehlah…. Kita kan sering berpikir, seakan-akan yang kita salahkan karna belum menjadi UU. Padahal dengan 2 pasal saja kita belum maksimal berbuat. Peneliti
:
Masalahnya begini Pak. Belum ada UU BLU saja sudah ada sinyalemen orang berbondong-bondong membentuk BLU demi memperoleh fleksibilitas keuangannya…
Hekinus Manao
:
Itu dia celakanya.
Peneliti
:
Lalu bagaimana nanti kalau sudah menjadi UU ?
Hekinus Manao
:
Saya tidak tahu Itu tergantung bagaimana UU-nya. Kadang-kadang kan UU-nya bikin makin sulit. UU bisa bikin makin sulit, atau bikin makin gampang. Di sana pasti ada pagar-pagar. Kelebihannya, kalau UU lebih amanah, tapi tidak menjamin lebih efektif. Masalahnya orang cenderung berpikir formalistis, seolah yang salah adalah formalnya. Padahal tanpa UU juga sudah bisa. Mari kita beri contoh. Yang dikatakan : Rekening pemerintah itu tunggal. Itu hanya 1 pasal kan?. Tapi karena banyak orang yang sungguh-sungguh melaksanakannya, termasuk saya, mengatakan…Kalau begitu rekening gak boleh banyak, maka saya harus tertibkan. Apakah perlu UU rekening pemerintah ? Bisa ya, bisa tidak. Yang penting bukan ada tidaknya UU-nya, melainkan sejauh mana bisa ditegakkkan. Saya juga masuk tim Pak Asmawi bikin RUU itu. Saya bilang : Mari kita bikin RUUnya, tapi keberhasilan BLU bukan tergantung pada UU atau tidak, melainkan siapa yang memimpin gerakan BLU. Saya kan tidak bisa memegang semua. Waktu itu saya Direktur di Akuntansi. BLU ini sempat di Ditjen Anggaran, waktu itu Sahala (Direktur PNBP) lebih banyak melihat ini sebagai PNBP. Saya berdebat dengan Sahala. Konsep BLU bukan urusan PNBPnya, tapi tentang membuat satu unit pemerintah yang bisa membuat anggaran dengan pendekatan cost accounting. Artinya, akuntansi biaya : dia boleh melebihi anggaran asal hasilnya juga melebihi. Berarti kita mendorong dia untuk berprestasi. Kita tidak merem-nya pada ceiling. Ini sehubungan dengan dorongan kita untuk memotivasi, jadi PNBPnya gak usah mondar-mandir. Jadi PNBP itu hanya sampingan saja. Sayangnya banyak orang melihat ini, dianggap sebuah kemewahan, sehingga orang beramai-ramai membentuk BLU.
Universitas Indonesia
Analisis penyusunan..., Diah Dwi Utami, FISIP UI, 2009
174
Saat masih terlibat, waktu seleksi BLU saya sangat kritis. Saya katakan : Anda harus mendesak calon BLU kalau mau menjadi BLU, bahwa dia berjanji untuk melayani dengan baik, prestasinya jauh lebih bagus. Baru kita beri fasilitas. Sayangnya teman-teman di sana tak banyak tahu. Yang penting ada anggaran dasar, rensta, dan sebagainya. Seharusnya, uji dulu mereka sampai berkeringat dingin, baru berikan fleksibilitasnya. Ini kan hanya pendukung, kalau mereka memang sudah berjanji untuk melayani dengan lebih baik. Memang….dalam proses memang tidak selalu bisa dicegah ada kepentingan-kepentingan politik sesaat atau politik kelompok. Kalau itu sih di mana-mana. Tidak hanya di BLU. Mulai dari pengangkatan pegawai sampai pembentukan organisasi pun begitu. Yah….itu hanya noda-noda saja. Tapi itu tidak boleh menjadi praktek umum. Kalau sudah menjadi sistematik bisa bahaya. Peneliti (Vera)
:
Apakah tepat suatu instansi pemerintah yang diberi tugas sosial juga diberikan suatu kemudahan untuk menjalankan fungsi bisnis ?
Hekinus Manao
:
Kalau landasan berpikir Pasal 68 sendiri sih, pelayanan masyarakat. Dalam PPnya, pelayanan masyarakat ada 3 : • Bidang yang menghasilkan produk dan jasa • Bidang yang mengurus lahan-lahan pemerintah • Bidang yang mengurus dukungan keuangan bagi masyarakat. Akhirnya ditafsirkan produksi jasa itu mestinya yang langsung pada masyarakat. Tapi bisa juga organisasi yang memberikan jasa walaupun tidak langsung kepada masyarakat. Memang jadi...yaa...... Sama halnya saya ikut dalam seleksi ketika STAN akan menjadi BLU. Sebenarnya STAN bukan memberikan jasa kepada masyarakat, tapi memberikan jasa kepada Departemen Keuangan. Saya mulai merasa…terus terang saja, saya ikut tim waktu itu. Saya mulai merasa...STAN masuk gak ya? Tapi saya gak enak juga. Kalau ke UI kita bisa memberikan BLU, kenapa STAN gak? Saya mulai men-judge, memberikan pembenaran dari rumusan saya di pasal 68 itu, bahwa memberikan jasa itu adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat, atau secara tidak langsung kepada masyarakat. Ini pembenaran saya karena saya duduk di situ (tertawa).
Peneliti (Vera)
:
Apakah BLU adalah yang langsung memberi pelayanan pada masyarakat?
Hekinus Manao
:
Tidak juga. Kalau lihat di...slide saya, ada di situ...ada yang disebut dengan internal service agency. Di Negara lain BLU bisa diterapkan pada internal service agency. Memang belum diakomodir dalam UU kita. STAN sebetulnya lebih tepat ke situ. Bukan tidak bisa, hanya saja UU kita belum mengakomodir. Jadi misalnya begini. Gedung Departemen Keuangan. Bagaimana kalau diubah : semua gedung Depkeu dijadikan BLU. Setiap eselon I harus menyewa. Masuk ke anggaran. Berarti makin luas ruangan digunakan, makin menggerogoti anggaran.
Universitas Indonesia
Analisis penyusunan..., Diah Dwi Utami, FISIP UI, 2009
175
Kita akan mulai berpikir untuk berhemat. Biro yang mengelola gedung dijadikan BLU. Inilah yang disebut Internal service agency, bukan public service. Dari segi teori, internal service masuk BLU. Tapi berdasarkan UU kita yang termasuk BLU hanya public service. Waktu itu, dengan pertimbangan kalau yang ini tak akan lolos di DPR, maka tidak dimasukkan. Peneliti (Vera)
:
Jadi, yang menjadi pembeda utama antara satker pemerintah dan satker yang sudah menjadi BLU hanya pengelolaan keuangan saja ?
Hekinus Manao
:
Implementasinya ! Yang terpenting harus dibedakan operasional atau kebijakan (regulasi).
Peneliti
:
Itu teorinya Max Weber ya Pak ?
Hekinus Manao
:
Max Weber sebenarnya hanya menyatakan birokrasi itu bagus. Tapi dia memberdakan organisasi pemerintah menjadi : • Mechanic view, adalah gambaran birokrasi • Organic view, ini sesuatu yang dinamis, termasuk dalam hal anggaran. Bila harus melampaui, ya lampaui saja, tak masalah. Kalau organic view cocok untuk birokrasi. Ini hanya gambaran saya Max Weber tidak menyatakan birokrasi bagus untuk semua. Untuk mechanic view, fine, tapi kalau organic view, organisasi perlu diadjust. Orang memang sekarang rame-rame bikin BLU. Ok…berilah mereka kebebasan, tapi setelah mereka membuktikan bahwa bisa melayani lebih baik. Sebenarnya....Hari ini saya termasuk yang sangat sedih soal BLU. Belum lagi penerapan aturan-aturannya… Semua pimpinan membawa pola pikirnya masingmasing...Persoalannya,bagaimana mentransmisikan pola pikir tentang BLU itu ? Tim yang melakukan seleksi harusnya lebih ketat. Saya katakan : You have to give them very hard test !! untuk membuktikan mereka akan menjadi lebih baik. Kalau tidak ya jangan. Tapi ya….mestinya pelan-pelan, mungkin perlu beberpa tahun, dipindahkan dulu cara berpikirnya (tertawa). Salah satu kesalahan saya adalah apa yang ada di pikiran saya ini tidak saya buat tertulis, kemudian dibaca orang. Saya ingin semua yang saya tahu orang juga tahu. Saya kecewa orang banyak tak tahu, sehingga hanya mengejar fleksibilitas saja. BLU kan sebenarnya memfasilitasi ketercepatan upaya untuk mencapai tujuan, lalu diberikan fleksibilitas, jangan dibalik. Saya berdebat dengan Pak Sahala. Sebenarnya BLU tetap masuk PP 20 tentang PNBP. Tapi ini UU (Perbendaharaan) juga yang menyatakan bahwa PNBP BLU tak usah disetor ke kas negara. Istilahnya, kalau yang biasa itu PNBP, kalo yang ini PNBP Perjuangan (tertawa)
Peneliti
:
Kaitannya dengan dana bergulir, apakah yang mendasari perlunya penyaluran dana bergulir harus melalui BLU, bukan melalui kedeputian ?
Universitas Indonesia
Analisis penyusunan..., Diah Dwi Utami, FISIP UI, 2009
176
Hekinus Manao
:
Harus, setelah lembaganya dibentuk. Tapi kalau lembaganya tidak dibentuk ya tak harus juga. Artinya tak boleh dualisme. Jangan anda membentuk satu lembaga yang menyalurkan, lalu kemudian deputinya tetap menyalurkan. Kita memisahkan operasional dari kebijakan, tapi kebijakannya tetap mau melakukan operasional. Jadi Itu harus melalui LPDB ya karena mereka sendiri juga sudah membentuk. Kalau gak membentuk ya sudah, gak papa. Bukan gak papa, tapi tak bisa dipaksakan. Memang tidak baik, mencampuradukkan kebijakan dan operasional. Mereka cukup menyatakan saja : misalnya yang patut diberi adalah, misalnya yang membuat kerajinan tangan. Itu kan kebijakan. Tapi jangan dia yang memberi. Seharusnya kebijakan aja. Soal keuangan serahkan pada lembaga yang lebih profesional. Sebenarnya kalau menurut saya.... itu soal keikhlasan saja.
Peneliti
:
Apakah pembentukan BLU ini ada kaitannya dengan upaya pencegahan moral hazard ?
Hekinus Manao
:
Pembentukan BLU itu sendiri bisa berpengaruh terhadap eliminasi moral hazard. Memang campur aduknya kebijakan dan pelaksanaan, itu ada unsur moral hazard di situ. Bayangkan kalau Anda yang harus membuat kebijakan soal harga gabah tapi anda juga pedagang gabah. Itu banyak moral hazard di situ. Itu in a way, gitu. Tapi di sisi penataan manajemen fiskal kita, sejak tahun 2000, kita sudah memisahkan aspek pembiayaan dari aspek belanja, dan aspek penerimaan. Sebenarnya, dana bergulir kan mirip dengan memutar-mutar uang, kalau nggak kenapa kita sebut dana bergulir? Jadi itu bukan uang hilang. Jadi ini bukan lagi hanya kepentingan moral hazard, bukan soal UU Perbendaharaan, tapi tentang pola fiskal yang kita tuangkan setiap tahun. Mari kita konsisten. Kalau itu dana bergulir, berarti itu bukan uang hilang, berarti tidak tepat diletakkan di belanja. Sederhana saja. Kalau langsung hilang, ya sudah itu masuk belanja sosial. Misalnya untuk membantu masyarakat tiap tahun diberi 1000 kambing pada rakyat miskin, berikan kambing,selesai, tak perlu dicatat dalam pembukuan, orangnya di mana, dan kambingnya mau disate atau apa terserah, itu bantuan sosial. Walaupun sebenarnya itupun masih diperkarakan, karena rumusan dalam PP 21 bansos itu akibat bencana. Ini ada masalah lagi (tertawa). Saya mengatakan pada KUKM : Anda ini sudah melanggar banyak : melanggar bahwa dana bergulir ditaruh di belanja sosial , padahal bansos kalau baca di PPnya, adalah akibat bencana. Pemberian tanpa bencana itu namanya subsidi atau hibah. Jadi ini adalah persoalan manajemen fiskal kita, bukan hanya mencegah moral hazard. Moral hazard iya juga. Tapi saat tempo hari membicarakan ini dengan KUKM lebih pada menegakkan ketentuan UU di bidang fiskal, bahwa belanja barang-belanja barang, pembiayaanpembiayaan. Ini tak ada urusanya dengan BLU. Ini tentang menegakkan aturan main, sehingga dengan demikian akan mudah mempertanggungjawabkannya. Nah ini juga. Akuntansi itu kan ngikut.
Universitas Indonesia
Analisis penyusunan..., Diah Dwi Utami, FISIP UI, 2009
177
Kalau dari awal menyatakan ini bansos, ya sudah. DPR jangan tanya kambing ini ke mana. Sorry, bantuan sosial...gone! Peneliti
:
Apakah dengan menerapkan BLU tak akan mengeliminir sisi sosialnya ?
Hekinus Manao
:
Ini juga permasalahan. Sebenarnya semua aktivitas pemerintah selalu ada aspek sosial. Bahkan membangun jalan dan gedung juga ada unsur sosial. Apakah lalu setiap pembangunan jalan kita masukkan belanja sosial? Tidak ! Karena yang murni bansos sudah diurus di BLT, dan sebagainya. Itu dibina oleh Departemen Sosial. Saya juga mengatakan, kalau semua pemberian KUKM masuk bansos, ya sudah, KUKM dijadikan saja Departemen Sosial...kebetulan kan menterinya dari partai yang sama (tertawa). Kalau cuma dikait-kaitkan dengan sosial, semua kegiatan pemerintah ada unsur sosial tapi yang murni sosial itu di Depsos. Lalu apakah pendidikan apakah sosial juga? Ya, sosial. Apakah semua dana Depdiknas lalu dibansoskan? Ya nggak. Bisa kacau semua nanti. Hanya karena semua kegiatan pemerintah ada kadar sosialnya, lalu semua dijadikan bantuan sosial. Itu adalah cara-cara untuk lari tidak bertanggungjawab. Karena bantuan sosial tak perlu pertanggungjawaban....
Peneliti
:
Mengingat menterinya tokoh partai, apakah bukan tak mungkin ada juga unsur-unsur politik di sini ?
Hekinus Manao
:
Oh...tidak tahu saya (tertawa) Kalau dari FISIP bolehlah menggali-gali ke sana, tapi saya bukan orang FISIP (tertawa lagi).
Universitas Indonesia
Analisis penyusunan..., Diah Dwi Utami, FISIP UI, 2009
178
Transkrip Wawancara Pengumpulan Data Tesis
Subyek Wawancara
:
Drs. Parluhutan Hutahaean, MPM. Direktur Anggaran I, Ditjen Anggaran Dep.Keuangan.
Tempat
:
Ruang Kerja Direktur Anggaran I
Waktu
:
Rabu, 29 April 2009, Pk. 08.05-09.00 WIB
Peneliti
:
Sejak tahun 2001 Kementerian Koperasi dan UKM menyalurkan dana bergulir dari kompensasi pengurangan subsidi BBM. Dana bergulir tersebut disalurkan melalui beberapa kedeputian dengan Pos Belanja Bantuan Sosial dan Belanja Modal. Apakah menurut Bapak penyaluran ini sudah tepat, baik dalam hal struktur kelembagaan maupun pos belanja yang digunakan ?
P. Hutahaean
:
Jadi begini ya. Kan Undang-Undang kita baru. UU no. 1 tahun 2004. Mulai diaplikasikan kan tahun 2005. Juga UU no. 17 tahun 2003. Itu juga baru diaplikasikan tahun 2005. Nah ini kan suatu perubahan yang sangat mendasar dalam tata kelola keuangan negara. Yang tadinya menggunakan ICW. Kemudian kita menggunakan UU yang baru. Bukan berarti ada UU baru langsung bisa menggantikan pelaksanaan di lapangan. Masih diperlukan aturan-aturan pelaksanaan, dan perlu ada masa transisi. Kita tidak bisa langsung menilai pelaksanaan tahun 2000 dengan menggunakan UU baru. Bahwa pada masa sebelum berlakunya UU no. 17 menggunakan sistem penganggaran lama, yang lama tidak mengenal pembiayaan, gitu kan? Jadi pada masa transisi ini kita masih menggunakan antara gabungan pola lama, sistem lama, dengan sistem baru. Jadi ada masa transisi. Nah, khusus untuk dana bergulir, kita mau menggunakan kacamata lama atau kacamata baru? Kalau menggunakan sistem lama, dalam hal ini belum menggunakan UU no 17 dan UU no 1, maka dia bisa masuk ke dalam...tadinya kan masuk kelompok kompensasi. Kalau gak salah ini bagian dari subsidi dalam sistem lama. Sementara kita masuk ke tahun 2005 dengan menggunakan UU yang baru. Nah...kita tidak bisa lagi menempatkan itu dalam subsidi, karena subsidi itu adalah domain Menteri Keuangan sebagai Bendahara Umum Negara. Juga untuk belanja lainlain, kan tidak bisa. Pada waktu itu dana bergulir KUKM mereka masih mencantumkannya di bansos. Waktu itu belum ada berlaku PMK 99...kan gitu. Dalam perkembangannya audit dilakukan oleh BPK. Audit BPK melihat, ini sudah waktunya pengelolaan dana bergulir ini mengikuti UU no 1 dan no 17. Oleh karena itu pengelolaan dana bergulir, kalau menggunakan UU baru, merupakan bagian dari pembiayaan. Kalau dia bagian dari pembiayaan, maka tata cara pencatatan yang digunakan selama ini, yang dimasukkan sebagai bansos maupun modal, harus dikembalikan pada definisi yang bener, yaitu masuk dalam kelompok pembiayaan.
Universitas Indonesia
Analisis penyusunan..., Diah Dwi Utami, FISIP UI, 2009
179
Menurut UU no 17 dan no 1. yang namanya Pembiayaan itu hanya 2 macam. Satu, pengeluaran negara yang dilakukan saat ini dan akan diterima kembali pada suatu saat di masa mendatang, jadi gak langsung habis. Ada kewajiban pengeluaran sekarang yang akan kembali. Seperti dana bergulir, itu adalah pengeluaran negara yang dilakukan oleh kementerian/lembaga, suatu saat bisa ditarik kembali. Beda dengan kebalikannya. Penerimaan sekarang, tetapi harus dibayar kembali. Itu adalah pinjaman dari pemerintah. Kalo ini kan disalurkan pada pihak ke 3. Dalam hal ini dana bergulir oleh KUKM. Sejak tahun 2009 sudah ada ketentuan harus mencantumkannya dalam pembiayaan dan tidak boleh dikelola lagi oleh unit teknis, tapi dikelola melalui BLU. BLU juga bukan sesuatu yang dengan adanya UU 17 dan UU 1, langsung berjalan. Perlu ada masa transisi. Dimulai dengan rumah sakit. Rumah sakit yang menjadi BLU. BLU juga baru kita berlakukan tahun 2007. 2006 belum ada BLU. Ini suatu proses pengelolaan uang, memerlukan aturan-aturan hukum, aturan-aturan pelaksanaan, perlu waktu menyiapkan. Kementerian/lembaga juga belum siap. Perlu kita berlakukan masa transisi. Kembali pada dana bergulir yang dikelola oleh KUKM. Ada temuan dari BPK. Kalo itu bener-bener ada dari data dari pihak KUKM, diminta waktu itu, berapa data dana bergulir dari catatan sejak tahun 2000. Mereka memberikan data. BPK menanyakan apakah duit ini bisa ditarik kembali ? apakah ini benar-benar dana bergulir mengikuti UU baru? Nah, di sini masalahnya. Pengertian KUKM bahwa dana bergulir itu tidak harus dikembalikan pada pemerintah, tapi dana yang digulirkan di masyarakat, dengan pembinaan KUKM. Dengan menggunakan definisi baru, UU no 1 dan PMK 99/2008, maka tidak boleh lagi itu diterapkan. Oleh karena itu sejak 2009 dana bergulir KUKM dikelola oleh LPDB. Dan 2010 sudah kita persiapkan lagi. Dan itu melalui pos pembiayaan. Jadi di luar pagu kementerian/lembaga yang bersangkutan. Masalahnya adalah kalau dia dana bergulir. Perkembangan selanjutnya dari KUKM adalah, apakah dimungkinkan bahwa dana bergulir tidak 100% harus kembali ? Ini suatu usaha, usulanlah dari KUKM. Tentunya karena ini dana bergulir, ya harus siap 100% kembali. Gak ada istilahnya boleh dikembalikan sebagian. Dalam hal ini upaya yang kita usulkan pada KUKM, supaya mereka mengelola dana bergulir 100% sebagai dana bergulir, jadi bisa dikembalikan oleh pihak yang meminjam, dalam hal ini koperasi dan UKM. Sementara kalau kegiatan-kegiatan yang dilakukan melalui unit teknis yang ada di KUKM bisa melalui anggaran mereka yang ada, dalam hal ini belanjanya bisa melalui bansos. Misalnya pembinaan-pembinaan yang dilakukan. Bantuan-bantuan peralatan atau apa. Dengan tupoksi dari KUKM. Ini diharapkan bisa membantu KUKM itu sendiri. Kalau memang KUKM menggunakan fasilitas dana bergulir ya harus siap mengembalikan100%. Dalam hal diperlukan fasilitas, kemudian bisa menggunakan anggaran KUKM di luar dana bergulir.
Universitas Indonesia
Analisis penyusunan..., Diah Dwi Utami, FISIP UI, 2009
180
Jadi begitu Bu. Dari sisi pencapaian sasaran, kinerja KUKM bisa dicapai. Juga dari sisi pengelolaan keuangan negara bisa terjaga akuntabilitasnya. Ini sudah mulai kita lakukan di 2009 ini, dan seterusnya. Dan kelihatannya tidak ada masalah, kita akan terus berkoordinasi. Di tahun 2008, masih masa transaksi, dana bergulir seluruhnya bisa kita alihkan, walaupun tadinya ada di belanja modal. Tapi sudah dikelola oleh LPDB-nya, oleh BLU. Ini merupakan contoh akuntabilitas pengelolaan keuangan negara dengan menerapkan PMK 99. Peneliti
:
Pada tahun 2004 dibuat SKB antara Dep.Keuangan dan KUKM. SKB tersebut membentuk cikal bakal LPDB, yakni BLDB. Pada waktu saya mewawancarai LPDB, mereka mengatakan bahwa awalnya BLDB tidak dimaksudkan sebagai BLU, melainkan untuk menampung pengembalian dana bergulir yang sudah jatuh tempo. Apa betul begitu pak?
P. Hutahaean
:
Saya belum terlibat pada 2004 untuk badan itu. Tapi kembali lagi, tahun 2007, ini kan masalahnya setelah diaudit, yang mana yang menjadi dana bergulir, mengikuti UU baru dan PMK 99..yang mana yang bansos ? Masalahnya kembali lagi, akuntabilitas. Kalau dana bergulir dikelola oleh deputi, sampai di mana akuntabilitasnya? Apakah boleh kementerian/Lembaga melaksanakan dana bergulir ? Ini kan bisa dikatakan semacam praktek perbankan. Ini bukan merupakan tupoksi kementerian lembaga. Diserahkanlah ke suatu unit yang kini kita sebut Badan Layanan Umum. Sebentar ya......ini ada kerjaan.... (menandatangani surat-surat yang disodorkan staf , memberi instruksi pada staf selama beberapa saat) OK lanjut
Peneliti
:
Jadi.. pada tahun 2008, karena merupakan masa peralihan, kita kan melakukan revisi yang tadinya terlanjur dialokasikan di kementerian direvisi ke LPDB
P. Hutahaean
:
Bukan direvisi namanya, tapi tetap aja...dalam rangka yang sama, tapi uang itu bukan lagi dialokasikan ke Deputi Pembiayaan, tapi ke LPDB, Badan Layanan Umum. BLU ini kan punya fleksibilitas pengelolaan keuangan. Ini kan tujuannya pelayanan. Jadi dengan kriteria yang ada, dia sangat tepat mengelola seperti ini. Ini kan sebenarnya tugas pemerintah. Tapi karena ini merupakan suatu upaya pemerintah untuk memberikan pelayanan umum kepada masayrakat, supaya bisa bekerja secara efektif dia dapat banyak kemudahan. Antara lain pendapatannya bisa digunakan langsung, hanya pelaporannya ke pemerintah. Kemudian kalau ada saldo, tak langsung disetor ke kas negara, tapi mereka bisa pakai lagi sebagai saldo awal. Upaya untuk memberikan pelayanan lebih baik dan lebih cepat. Dan tujuannya bukan cari profit, bukan seperti BUMN atau persero. Tapi kalau dia ada pendapatan, Pendapatan menjadi bagian dari modal dia untuk melakukan pelayanan selanjutnya. Ini kemudahan yang diberikan pada BLU.
Universitas Indonesia
Analisis penyusunan..., Diah Dwi Utami, FISIP UI, 2009
181
LPDB ini, dengan pembinaan dari Perbendaharaan, direktorat PPK-BLU. Jadi direktorat ini diharapkan bisa memberikan pembinaan dari sisi pengelolaan keuangan. Sementara dari segi teknisnya dilakukan oleh K/L. Sebenarnya ini juga satker ya, satker dari K/L yang bersangkutan, tapi memiliki sifat unique yang tak dimiliki satker-satker lain. Bahwa pendapatan dia sendiri tidak perlu disetor, seperti rumah sakit. Suatu saat LPDB sebagai BLU diperiksa, dia harus bisa menyajikan laporan-laporan keuangan seperti yang disyaratkan. Nanti akan terlihat sampai di mana perguliran dana dilakukan. Harus didukung aturan yang menjadi legal base. Misalnya PP yang sudah ada diturunkan menjadi peraturan-peraturan di tingkat Menteri. Sampai dengan di DJPB, Dit PK-BLU di sana, ada tim yang dibentuk, untuk melakukan pengembangan, peningkatan-peningkatan, secara lintas direktorat jenderal. Karena memang mereka tidak bisa melaksanakan semuanya sendiri. Harus melibatkan unit lain, seperti Ditjen Anggaran, Biro Hukum, untuk penilaian-penilaian, misalnya apakah suatu usulan K/L tentang BLU itu bisa diterima, apakah BLU penuh atau bertahap....sebentar ya...ini ada tim... (menemui tamu selama 10 menit) Peneliti
:
Pada tahun 2008, ketika terjadi pengalihan dana bergulir dari kedeputian ke LPDB, Kementerian KUKM kan sempat menolak, sampai Menteri KUKM mengirim surat ke Presiden.
P. Hutahaean
:
Pernah ya, mengancam, kok lambat prosesnya? Ada dugaan kok sepertinya...Mereka salah paham gitu, ini kok sepertinya disengaja supaya gak jalan apa gimana, kok berlarut-larut ? Tapi waktu itu Dirjen Perbendaharaan bisa menyelesaikan dengan baik proses pencairannya.
Peneliti
:
Tapi kan cairnya sudah di akhir tahun ?
P. Hutahaean
:
Tapi kan ke LPDB, BLU, jadi bisa dipakai di 2009.
Peneliti
:
Karena multiyears ya ?
P. Hutahaean
:
Ya.
Peneliti
:
Tapi apakah penolakan pencairan itu bukan karena ada benturan kepentingan di dalam ?
P. Hutahaean
:
Kurang mengerti, kalo saya bilang. Setelah kita jelaskan bahwa ini adalah anggaran yang bisa....Tapi kembali lagi dibicarakan dengan DJPB, bahwa ini dana yang bisa dikelola oleh LPDB, dan tidak perlu setor ke kas negara. Dalam hal ini gimana supaya bisa diserap cepet. Soal penyerapan itu sudah DJPB dengan mereka.
Universitas Indonesia
Analisis penyusunan..., Diah Dwi Utami, FISIP UI, 2009
182
Peneliti
:
Kaitannya dengan soal penolakan Menteri KUKM untuk mencairkan. Apakah itu disebabkan karena kekuranglengkapan aturan yang telah kita terbitkan ?
P. Hutahaean
:
Bukan menolak untuk mencairkan. Mereka belum sampai pada tahap pencairan sudah menulis surat itu Ini semacam warning, sedikit mengancam, supaya semua dipercepat.
Peneliti
:
Jadi salah paham saja ya Pak ?
P. Hutahaean
:
Mungkin salah paham juga nggak terlalu salah paham. Ini sesuatu yang wajar, mereka punya anggaran, yang oleh suatu aturan yang baru, mereka harus siap mengelola dengan aturan baru itu. Ini waktu semakin sempit. Perhitungan mereka akan terjadi istilah hangus anggaran, kalo sampai tanggal tertentu belum dicairkan. Dalam hal ini mereka juga belum berpengalaman dengan LPDB, kan? Bagaimana kesiapan LPDB untuk mengelola anggaran itu. Tapi setelah tahu proses dari Menkeu yang sangat wellcome, ketemu dengan Menteri KUKM beberapa kali. Eee...mereka di media memang sangat banyak bicara. Tapi kembali lagi, kita mengerjakan segala sesuatunya mengikuti bisnis proses yang ada. Soal pencairan ya kita serahkan DJPB. Dari kita waktu itu, melaksanakan tugas penganggaran, bahwa anggaran itu dialokasikan kepada LPDB.
Peneliti
:
Bukannya kalau kita mengalihkan dana bergulir dari kedeputian ke LPDB, akan menghilangkan peran Deputi Pembiayaan ?
P. Hutahaean
:
Justru itu memang..Jadi tidak benar bahwa tugas itu harus ada di Deputi Pembiayaan
Peneliti
:
Penolakan itu apa bukan karena menganggap kewenangannya dikurangi ?
P. Hutahaean
:
Bukan. Itu suara dari Deputi. Kalo suara dari yang lain kan enggak. Dari Sekjennya, dari Menterinya, dari LPDB-nya. Bahwa di situ memang ada satu Deputi yang kehilangan pekerjaan yang tadinya mereka mengelola itu. Tapi kan kembali lagi, sudah ada temuan BPK, kok masih berani melanggar ? Deputi itu kan nggak boleh, sudah dilarang mengelola itu. Makanya mereka membentuk LPDB. Lho, sudah dibentuk LPDB kok dana bergulir masih dikelola Deputi ? Waktu itu mereka bernegosiasi, meminta Deputi yang menyalurkan pertama. Baru untuk putaran selanjutnya, sebagai pengembalian dari dana bergulir, itu akan disalurkan oleh LPDB. Itu kan gak bener dari sisi akuntabilitasnya. Masa LPDB bertanggungjawab atas tugas yang ditangani oleh pihak lain? Dari segi data, dari segi profesionalitas, dan dari segi kompetensi. Yang punya kelengkapan organisasi itu kan LPDB ? Jadi kalo masih ditangani oleh...Nah, waktu itu kita minta deputi menetapkan kebijakannya. Semacam komisi kebijakan gitu.
Universitas Indonesia
Analisis penyusunan..., Diah Dwi Utami, FISIP UI, 2009
183
Transkrip Wawancara Pengumpulan Data Tesis
Subyek Wawancara
:
DR. Roy V.Salomo Ahli Keuangan Negara Staf Pengajar Program Magister FISIP UI
Tempat
:
Gd. Mochtar Lantai 3, Jl. Cikini Raya, Jakarta Pusat.
Waktu
:
Sabtu, 2 Mei 2009, Pk. 12.30 – 13.30 WIB
Peneliti
:
Sejak tahun 2001 Kementerian Koperasi dan UKM menyalurkan dana bergulir dari kompensasi pengurangan subsidi BBM, dengan pos belanja Bantuan Sosial (Bansos) dan Belanja Modal melalui beberapa kedeputian.
Roy V. Salomo
:
Bantuan sosial kok melalui Kementerian KUKM ya ? Mestinya bantuan sosial melalui Depsos. Ya kan ?
Peneliti
:
Ya itulah Pak.... Pada tahun 2004 BPK memberikan opini disclaimer atas hasil pemeriksaan laporan keuangan Kementerian Koperasi dan UKM. Hal ini karena dana bergulir yang diluncurkan sejak tahun 2001 tidak dilaporkan dalam neraca, melainkan hanya dilaporkan dalam realisasi belanja. Padahal berdasarkan PMK 99 tahun 2008 dana bergulir adalah bagian dari aset, merupakan investasi jangka panjang non permanen.
Roy V. Salomo
:
Gini..... Bisa gak Anda mencari definisi dana bergulir di UU yang ada ?
Peneliti
:
Ada Pak.
Roy V. Salomo
:
Pakai itu sebagai patokan. Jangan diletakkan di Kerangka Teori, tapi letakkan di Latar Belakang. Justru itu menjadi bagian dari latar belakang masalah Anda. Ceritakan bahwa Indonesia sudah mulai menyalurkan dana bergulir sejak kapan ? Meneg sebetulnya tidak boleh menyalurkan dana bergulir. Dari dulu saya sudah lihat, bahwa itu adalah suatu bentuk penyimpangan. Meneg itu kerjanya hanya membuat peraturan perundangundangan atau regulasi saja. Itu satu. Yang kedua, Anda bisa masuk dari definisi dana bergulir itu. Kalau menurut definisi dana bergulir adalah dana yang dilepas sebagai pinjaman kepada, atau untuk digunakan oleh masyarakat, tapi suatu ketika harus...katakanlah, ditarik kembali oleh negara....jadi bisa ditarik kembali. Karena kalau, tidak siapa dong yang nanti ngambil? Atas dasar itu, pencatatannya dalam neraca harus masuk ke mana? Baru Anda mengatakan, dalam kenyataannya Kementerian UKM tidak melakukan ini hingga mendapat disclaimer dari BPK. Harusnya banyak wawancara yang dilakukan di sana, untuk menanyakan : pertama, mengapa mereka melakukan itu ? Mengapa tidak mengikuti
Universitas Indonesia
Analisis penyusunan..., Diah Dwi Utami, FISIP UI, 2009
184
peraturan perundangan yang berlaku? Katakanlah mereka mengatakan itu karena ketidakpahaman kami, walaupun untuk mengatakan itu kan pasti gak gampang ya? Kedua, setelah ada pemeriksaan BPK, apakah ada langkah perbaikan atau tidak ? Kalau tidak melakukan langkah perbaikan, alasannya kenapa? Tapi Anda tetap harus menggunakan UU ini sebagai dasar pembahasan Anda, untuk mengatakan mana benar mana salah. Harus. Teorinya itu, teori keuangan negara, bagaimana mengatur neraca. Peneliti
:
Pada tahun 2008, setelah keluarnya PMK 99 tentang dana bergulir, Depkeu memblokir dana-dana bergulir yang ada di kementerian untuk direalokasi ke LPDB. Kementerian Koperasi dan UKM keberatan, bahkan Menteri Koperasi sempat mengancam mundur dari kabinet. Mereka menolak mencairkan dana tersebut karena khawatir kalau-kalau terjadi NPL.
Roy V. Salomo
:
Ya nggak dong. Kalau terjadi NPL harus dilihat dulu kegagalan pengembalian pinjaman karena apa ? Namanya juga UKM. Kalaupun pidana kan di UKMnya, nya bukan kementeriannya. Yang penting kementerian KUKM-nya sudah memenuhi syarat. Kan ada syarat-syaratnya, apakah mereka sudah menggunakan syarat dengan hari-hati? Kalau mereka menyalurkannya tidak berhari-hati, mereka dipersalahkan. Mereka seharusnya melakukan bimbingan supaya koperasi dan usaha kecil bisa mengembalikan pinjaman. Apakah bimbingan secara serius sudah dilakukan? Kalau bimbingan itu tidak dilakukan, ya memang salah mereka. Yang saya khawatir bimbingan itu tidak dilakukan. Apalagi UKM tersebar di seluruh Indonesia. Kalau dinas-dinas di daerah merasa itu bukan tanggung jawabnya, kan Lepas jadinya. Harusnya dibimbing tapi tidak dibimbing, nah, makanya mereka takut kena
Peneliti
:
Seberapa pentingkah peranan dana bergulir terhadap perekonomian negara kita ?
Roy V. Salomo
:
Itu pentingnya pemberian modal. Masyarakat banyak yang miskin, tak punya modal tapi punya potensi. Akses kepada permodalan itu yang sulit buat masyarakat. Dana bergulir kan bukan hanya ada di UKM. Depsos juga banyak sekali memberikan dana bergulir. Saya sudah lihat di desa-desa suku Dayak, yang besarnya Rp.500.000,- per orang. Itu harus dikembalikan. Masyarakat butuh uang tapi tidak boleh melihat pemerintah sebagai Sinterklas. Sekedar bagi-bagi uang, Kalau sekedar bagi-bagi uang seperti BLT, mereka seperti pengemis. Mereka tidak boleh jadi pengemis, tapi enterpreneur. Mereka punya ketrampilan, tapi tak punya uang. Jangka pendek, mereka harus mengembalikan. Nah, setelah mereka jalan, dana ini harus dikembalikan, diserahkan pada orang lain lagi. Sekarang giliran orang lain yang juga punya potensi. Terus seperti itu. Jadi lebih banyak orang bisa menikmati. Kalau potensi ada, akses ada, maka akan menumbuhkan enterpreneurship dalam masyarakat.
Universitas Indonesia
Analisis penyusunan..., Diah Dwi Utami, FISIP UI, 2009
185
Masyarakat kecil itu kan enterpreunershipnya tinggi sekali. Apalagi kalau kita lihat orang Jawa, dengan kaki limanya. Sektor informalnya itu luar biasa. Apa saja jadi di tangan orang Jawa. Tapi kan problem mereka pada modal, kenapa ? Karena aksesnya rendah, karena kalau mereka mau masuk ke lembaga keuangan formal tidak ada yang bankable, memenuhi syarat bank. Kalau mau pinjam uang harus ada jaminan. Jaminannya ini, tanah misalnya, padahal kebanyakan mereka tidak punya tanah. Kalau toh punya tanah tidak punya sertifikat. Tidak punya NPWP, dan seterusnya. Pokoknya Kalau dilihat dari syarat perbankan mereka tidak bankable. Mereka itulah yang akan dibantu dengan dana bergulir. Karena kalau dengan dana bergulir persyaratannya jauh lebih longgar, dan akan lebih banyak orang yang bisa dapat. Tapi ini bukan bantuan sosial dalam arti BLT. Saya lihat memang ada yang salah dengan BLT. Karena pemerintah jadi Sinterklas. Sampai kapan pemerintah jadi Sinterklas ? Kalo dengan dana bergulir ini pemerintah jadi resourse, memberikan pinjaman tanpa bunga. Bunganya disubsidi. Subsidi pemerintah pada bunganya. Bunganya dibantu, jadi tidak perlu bayar bunganya. Intinya menurut saya seperti itu, bagaimana memberikan akses, bantuan, kepada masyarakat yang sama sekali tidak bankable, tapi potensinya ada. Peneliti
:
Menurut Bapak, apakah kebijakan Depkeu menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK dengan penertiban penganggaran sudah tepat ? Di sisi lain, apakah menurut Bapak penolakan yang sempat ditunjukkan oleh Kementerian KUKM terhadap kebijakan tersebut cukup beralasan ?
Roy V. Salomo
:
Ya harusnya.....Saya tidak tahu ya alasan Depkeu at the first place seperti apa, tapi menurut saya itu policy yang sudah betul. Bahwa anggaran yang disalurkan melalui deputi harus disalurkan melalui BLU. Karena menurut saya fungsi kedeputian itu, terutama untuk Meneg, mestinya bukan dana operasional ke masyarakat. Harusnya Meneg hanya melakukan kegiatan rutin dalam konteks pembuatan kebijakan atau kegiatan rutin lainnya. Itu tugas utamanya. Mereka ini kan masalahnya, kelembagaannya kementerian tapi mau bertindak sebagai departemen. Kalau dalam departemen memang ada ditjen-ditjen yang bisa operasional. Sedangkan kementerian hanya membuat kebijakan. Meneg PAN misalnya, tidak boleh melakukan research dan penelitian. Riset itu dilaksanakan oleh LAN yang punya unit-unit kajian. Nanti hasil kajian dari LAN itu, Meneg PAN yang menggunakannya untuk membuat kebijakan. Menurut saya KUKM itu pelanggarannya, wah, luar biasa. Salah, kalau mau operasional ya harus dipindahkan ke BLU, bukan deputi, karena deputi kan hanya kebijakan. Deputi Pembiayaan misalnya, ya bikin kebijakan tentang pembiayaan, bukan menyalurkan pembiayaan itu. Menurut saya, tindakan Depkeu itu sudah betul. Tapi masalahnya, menurut saya harusnya Presiden mempertemukan ke dua Menteri. Tapi kalau
Universitas Indonesia
Analisis penyusunan..., Diah Dwi Utami, FISIP UI, 2009
186
Menteri mungkin gak ngerti ya. Menteri lebih pada politis. Yang tahu ini yang di bawah mereka. Ya Sesmenegnya. Penertiban ini harus. Kalau gak bisa kena KPK. Ini sekarang baru BPK, nanti bisa KPK. Jadi ini konsepnya memang sudah salah. Seperti BOS. BOS itu salah. Bos itu kan Pemerintah Pusat menyalurkan anggaran untuk pekerjaan yang pengelolaannya sudah menjadi otonomi daerah. sekolah itu kan pengelolaannya sudah menjadi otonomi daerah. Harusnya kalau mau ngasih itu masukkan aja di DAK, atau DAU-nya aja disalurkan lebih banyak. Kalau lewat departemen nanti jadi hibah. Padahal hibah itu harusnya bersifat sementara. Jangka waktu tertentu. Lha ini kan bertentangan dengan UU otonomi dan UU Keuangan Negara. Kita tidak mengenal hibah rutin. Kalau rutin dasarnya apa? BOS ini kan naga-naganya mau jadi rutin. Kita kan sudah memasukkan unsur fiscal gap dalam DAU. Kalau hibah jadi rutin, masukkan aja di DAU, karena ada unsur fiscal gap di sana. Kalo nggak...wah, gak bener itu. Kalo BOS kan mau jadi rutin kayanya. Tapi tetap masuk hibah, Kita tidak mengenal hibah yang jadi rutin. Hibah itu kalo darurat, bencana alam...
Peneliti
:
Roy V. Salomo
:
Peneliti
:
Roy V. Salomo
:
Kaitannya dengan bencana itu tadi Pak, selama ini kan dana bergulir ini dimasukkan dalam pos bansos. Apakah menurut Bapak pos belanja itu sudah tepat ? Kenapa masuk bansos ? Apa di tupoksinya ada ? Bansos, seperti di Depsos itu, ya kalau ada bencana. Kalau sudah jangka panjang harus jadi program yang bukan bantuan lagi namanya. Sudah terprogram. Masa mereka mau bilang program bantuan sosial ? (tertawa). Kalaupun dana bergulir, ya program dana bergulir ya gak papa, tapi sementara. Kalau mengingat pernah ada ancaman mundur dari Menteri KUKM, apakah menurut Bapak ini ada kaitannya dengan politik ? Ya...kemungkinan itu selalu ada. Bahkan bukan politik dalam artian bantuan untuk rakyat Indonesia trus dia yang dapat nama. Politik...dia bisa menyalurkan bantuan ke kantong politik. Kantong politik maksudnya wilayah yang merupakan basis pendukungnya. Ini saya dapati di Yogya. Mereka memberikan bantuan masyarakat untuk kongres pemuda dari partai tertentu, yang sama dengan partai asal kepala daerahnya. Dan jumlahnya sangat besar. Ini kan sedang memindahkan dana APBN ke kantong pendukungnya. Kebetulan waktu itu mau pemilu. Itu bagi-bagi uang, tapi semua ada hubungannya dengan dia. Tidak netral, dan, menurut saya gak bener ya. Katanya bantuan untuk masyarakat. Tapi masyarakat yang mana ? Kalo menurut saya di negara ini banyak yang kaya gitu-gitu...rawan...
Peneliti
:
Pasca kebijakan pengalihan dana bergulir dari kedeputian ke BLU, menurut Bapak, apakah pengelolaan dana bergulir akan lebih baik? Apakah kelebihan dan kekurangan penyaluran dana bergulir melalui BLU ?
Universitas Indonesia
Analisis penyusunan..., Diah Dwi Utami, FISIP UI, 2009
187
Roy V. Salomo
:
Dia kan sebuah lembaga yang secara akuntansi harus terpisah. Kalau BLU nanti akuntabilitasnya lebih jelas. Sebagai sebuah badan yang pemeriksaan keuangannya lebih ketat, menurut saya, dibandingkan di kementerian, walaupun di kementerian juga ada pemeriksaan. Kementerian ada audit dari BPK. BLU satuan lebih terbatas. Lebih manageable. Lebih mudah dideteksi jika terjadi penyelewengan, sehingga lebih mudah pertanggungjawabannya.
Peneliti
:
Kalau secara kelembagaan, menurut Bapak apa yang mendorong Indonesia mengadopsi konsep BLU ?
Roy V. Salomo
:
Kalau itu, hanya satu kekhawatiran saya. BLU ini badan layanan yang boleh men-charge pelayanannya. Saya kuatir kalau penetapan harganya mengakibatkan sebagian masyarakat, khususnya yang tidak mampu, akan tertutup aksesnya kepada pelayanan. Kalau tidak hati-hati memanagenya, akses ke pelayanan bisa terganggu. Seperti misalnya di RSCM. Saya pernah dengar paparannya. Walaupun kasus ini RSCM berbeda. Waktu itu mereka menjadi...bukan BLU, tapi lembaga swadana di bawah Depkes. Mereka katakan setelah menjadi lembaga swadana mereka bisa menghandle orang miskin lebih banyak, lebih efektif mengelola, sehingga lebih baik melayani orang miskin. Kebetulan di RSCM ada unit-unit yang bisa mendatangkan income, sehingga bisa mendatangkan cross subsidy. Tapi kalau BLU tidak mampu melakukan cross subsidy, nanti biayanya terlalu tinggi. Yang saya kuatirkan kalau lembaga pendidikan menjadi BHP, prinsipnya kan mirip dengan BLU.... Nah, kalau mereka men-charge, saya kuatir masyarakat yang tidak mampu akan terkorbankan. Subsidi yang tadinya harus datang dari pemerintah kini diserahklan pada BLU. BLU-lah yang harus memikirkan bagaimana mensubsisdi masyarakat tidak mampu. Sedangkan BLU mengahadapi kenyataan tidak semua masyarakat yang mencari pelayanan ke dia mampu. Tergantung seberapa banyak masyarakat yang mampu yang datang ke dia, yang nantinya akan menutup subdisi itu. Kalau Cuma sedikit, maka subdisi terbatas. Kalau subdisidi terbatas terpaksa membuat kuota. Itu kan berarti membatasi akses ke masyarakat tidak mampu. Ini yang saya kuatirkan.......Semoga tidak terjadi. Yang jelas kalau BLU dia lebih lincah, fleksibel, lebih independen. Kalau dari segi itu lebih bagus. Menurut saya dia lebih bagus kalau di daerah perkotaan, di mana income per kapita tinggi. Menurut saya BLU Jangan dulu deh masuk ke pedesaan.
Universitas Indonesia
Analisis penyusunan..., Diah Dwi Utami, FISIP UI, 2009
188
Transkrip Wawancara Pengumpulan Data Tesis
Subyek Wawancara
:
Ir. Agus Muharram, MPM. Deputi Bidang Pembiayaan, Kementerian Negara Koperasi dan UKM. Anggota Dewan Pengawas LPDB.
Tempat
:
Ruang kerja Deputi Bidang Pembiayaan, Kementerian Negara Koperasi dan UKM
Waktu
:
Jumat, 8 Mei 2009, Pk. 17.00-17.30 WIB
Peneliti
:
Yang ingin saya tanyakan ini adalah tentang kebijakan dana bergulir pada Kementerian Koperasi dan UKM, yang sempat menimbulkan friksi antara Depkeu dan KUKM. Berkaitan dengan keluarnya PMK 99 tahun 2008, yang ditindaklanjuti dengan kebijakan pengalihan pengelolaan dana bergulir dari kementerian ke LPDB, Kementerian Koperasi dan UKM kan sempat melakukan penolakan, bahkan Menteri Koperasi dan UKM sempat mengancam mundur. Kaitannya dengan hal-hal tersebut, Pak..yang ingin saya tanyakan, pertamatama, apakah sesungguhnya filosofi kebijakan penyaluran dana bergulir itu ?
Agus M
:
Ya. Begini ya, pertama, ini (terdiam sejenak) kita ingin jelaskan dulu, tujuan atau falsafah dari program dana bergulir, pada awalnya, pada tahun 2000, yang dananya bersumber dari penyisihan pengurangan subsidi BBM, sebagian dialihkan untuk kegiatan yang sifatnya ke masyarakat langsung. Dengan demikian, karena sifatnya subsidi ya sudah tidak kembali ke kas negara, atau sudah tidak dicatat sebagai aset di kas suatu kementerian. Seperti program padat karya produktif di Departemen Pekerjaan Umum, itu sudah tidak dicatat, itu habis. Salah satunya program itu adalah perkuatan permodalan melalui Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Disalurkanlah melalui koperasi dan UKM yang tidak berbadan hukum. Karena kegiatan itu untuk usaha produktif, tentunya Kementerian Koperasi dan UKM tidak ingin uang ini..seolah-olah, habis dipakai untuk kegiatan yang sifatnya tidak produktif. Kita ingin uang itu benarbenar digunakan untuk menambah modal usaha. Tapi karena jumlah UMKM ini banyak, kita ingin yang lain bisa kebagian, sehingga dikeluarkanlah konsep dana bergulir, begitu lho
Peneliti
:
Padahal itu sebenarnya bantuan ?
Agus M
:
Ya, kan namanya memang bantuan ? Program Bantuan Dana Bergulir. Namanya begitu. Di juknisnya juga disebutkan bantuan, kepada usaha mikro koperasi. Karena usaha mikronya banyak, tidak bisa langsung, tapi melalui lembaga koperasi dan LKM, begitu. Tentunya koperasi mendapatkan fee, yang berasal dari keuntungan. Supaya ini berjalan baik, belajar tertib, pengelolanya, sebelum ini disalurkan, dilatih dulu...
Universitas Indonesia
Analisis penyusunan..., Diah Dwi Utami, FISIP UI, 2009
189
Peneliti
:
Dalam hal ini pengelolanya adalah ?
Agus M
:
Pengelola ini dari koperasi dan UKM. Trus dilatih juga seorang pendamping. Mulanya 2 orang : seorang pengelola dan seorang tenaga pendamping. Tapi belakangan, sejak 2002, tidak ada lagi pendamping, cuma satu orang, pengelola koperasi dan UKM saja, supaya mengatur uang itu dengan baik. Kemudian, Uang ini langsung ditransfer dari KPPN, dari Ditjen Anggaran, ke koperasi penerima melalui rekening-rekening bank pelaksana yang sudah ditunjuk, gitu lho. Bank diberi fee 4% dari total dana yang diberikan ke koperasi itu, 4% itu per tahun ya, dengan tugas menyalurkan, melaksanakan pelatihan bagi satu orang pengelola, kemudian melaksanakan monitoring dan evaluasi.
Peneliti
:
Jadi itu mereka semua yang melaksanakan ya Pak ?
Agus M
:
Ya, karena kita tidak punya kemampuan untuk itu. Jadi kita serahkan ke bank. Ke BPD-BPD, BRI, dulu Bukopin juga tapi sekarang tidak. Jadi Tugas monitoring evaluasi dan pelaporan ada di bank. Di samping juga dinas kabupaten propinsi juga punya tugas untuk itu. Sebenarnya uang itu sudah milik masyarakat pada saat itu, karena sifatnya bantuan ya. Tapi melalui koperasi. Dulu jangka waktunya cuma 3 tahun, trus dikembalikan. Kalau belum dikembalikan secara penuh, maka pengembaliannya ke koperasi lain. Tapi kalau dia dalam 3 tahun itu baik, ya sudah, milik dia. Juknisnya dulu seperti itu. Nah, kemudian pergantian kebijakan, yang tadinya bantuan, di juknisnya dirubah menjadi pinjaman (tertawa)
Peneliti
:
Oh...jadi pinjaman ?
Agus M
:
Ya, itu di 2003. Itulah yang jadi masalah
Peneliti
:
Jadi BPK mulai membidik kesalahan pengelolaan dana bergulir ini karena juknisnya adalah pinjaman ?
Agus M
:
BPK memeriksanya berdasarkan juknis. Juknisnya pinjaman, ya berarti harus dicatat di aset kementerian.
Peneliti
:
Oh...saya kira tadinya dalam hal ini Bapak menilai BPK salah
Agus M
:
Oh nggak, saya tidak pernah selama ini memperdebatkan dalam konteks itu. Kita harus jujur mengakui proses itu...(tertawa). Cuma permasalannya, 2003 juknis dirubah, 2005 ditegaskan lagi, bahwa juknis yang lama tidak berlaku. BPK berpegang pada juknis itu.
Peneliti
:
Juknis 2005 kembali menjadi bantuan ?
Agus M
:
Nggak, pinjaman, tetap. Pinjaman, dengan niat baik, supaya jangan ada moral hazard. Sebetulnya itu intinya, tujuannya baik. Policy yang sebenarnya, uang itu sudah milik masyarakat. Saat pemeriksaan, uang ini kok gak dicatat.
Peneliti
:
Ooo...(mengangguk-angguk)
Universitas Indonesia
Analisis penyusunan..., Diah Dwi Utami, FISIP UI, 2009
190
Agus M
:
Naah, jadi paham ya? Itu berlaku untuk yang ke belakang. Karena itu neraca, terpikirlah, PP 23 tahun 2005, Semua dana yang bergulir, yang masih dalam kendali kementerian lembaga harus dikelola oleh BLU, kalau kita oleh LPDB. Naah, untuk menindaklanjuti berdirinya BLU itu keluarlah Permenkeu 99, bahwa itu harus dilaksanakan oleh itu, sehingga unit eselon I yang tadinya melaksanakan dana bergulir tidak bisa lagi melaksanakan itu. Karena apa? Karena status belanjanya juga, ada yang belanja sosial, belanja modal. Yang paling krusial adalah batasan atau kriteria dana bergulir tadi : disalurkan, dipinjamkan, dan sebagainya, itu ada di Permenkeunya. Sehingga ada di situ kewajiban kementerian dan lembaga mencatat dan mengupayakan pengembalian tadi. Istilahnya kalo minjemin koperasi ya harus balik. Kembalinya berapa, memang tak ada ketentuan, berapa persen harus kembalinya, tapi kan jadi ada keraguan. Sedangkan di perbankan juga kan tidak mulus 100%, ada resiko... Jadi pembangunan koperasi ini juga sama dengan pembangunan fisik lainnya, seperti rumah sakit, jalan, jembatan dan sebagainya, ada yang memang mulus, karena terpakai dan terpelihara dengan baik,, atau ada yang pemggunaannya over capacity, atau ada yang kurang dimanfaatkan sehingga lapuk, ya kan ? Tapi dari sisi penyalahgunaan tidak ada, karena apa? Karena uang langsung ditransfer ke rekening-rekening koperasi atau LKM. Kementerian tidak mengelola uang sama sekali.
Peneliti
:
Jadi Kementerian Koperasi tidak mengelola uang ?
Agus M
:
Tidak mengelola uang...ya itu, tidak mengelola uang. Betul...(tertawa). Bahkan yang memantau, memonitor itu perbankan, dengan diberi fee 4% itu. Nah..masalahnya, dengan adanya Permenkeu. Permenkeu ini berlaku surut. Yang lalu harus dicatat oleh LPDB (tertawa). Itulah yang jadi persoalan. Ada peraturan yang berlaku surut... biasanya peraturan kan ke depan. Nah, maunya kementerian waktu itu, itu sudah milik masyarakat, dipakai bergantian, dicatat tapi tidak dalam neraca, supaya tidak terjadi disclaimer. Karena itu dana, dana masyarakat, ya kan ? Persoalan itu belanja modal, belanja sosial, itu persoalan lain, tapi prinsipnya, program ini samalah dengan PNPM Mandiri, gitu lho..bantuan masyarakat, gitu maunya kita. Tapi kita tidak ingin moral hazard, kia ingin tercatat...Usaha mikri ini kan yang belum bisa langsung ke perbankan, belum bisa langsung ke Lembaga Keuangan lainnya, dia hanya bisanya langsung ke rentenir. Kan Sengsara hidupnya. Pemerintah wajib melayani itu, melindungi itu, memberdayakan...dengan program dana bergulir tadi. Jadi sebetulnya dikatakan friksi ya tidak, hanya sedikit perbedaan persepsi dalam melihat dana bergulir itu apa. Kalau dari sisi kami dana bergulir itu ya dana yang diberikan bantuan kepada masyarakat untuk digunakan secara bergantian, sehingga manfaatnya berkelanjutan, tidak habis begitu saja. Karena kementerian KUKM tidak punya kemampuan untuk berperan sebagai lembaga keuangan, hanya policy. Makanya policynya bagaimana memberdayakan masyarakat tadi. Nanti kalo yang yang sudah mampu, layak usaha tapi tidak bankable masuk ke program penjaminan, baru masuk cluster berikutnya, yaitu melalui KUR.
Universitas Indonesia
Analisis penyusunan..., Diah Dwi Utami, FISIP UI, 2009
191
Nah..LPDB ini mirip dengan operasional perbankan, gitu lho, dia harus layak tapi belum bankable. Sementara ada usaha-usaha mikro yang memang belum layak : kemampuan SDM rendah, manajemennya rendah, tingkat produktivitas rendah, ya kan? tidak ada yang bisa membiayai mereka... Peneliti
:
Sekalipun LPDB ?
Agus M
:
Sekalipun LPDB ! Kalau dengan sistem tadi..pencatatan seperti itu. Harus kembali, dengan beban seperti itu. Karena kementerian bukan di bidang itu. Tapi kita tidak mau memberikan cuma-cuma begitu, charity. Dana itu biarlah dikelola di masyarakat. Nah, sekarang sudah disepakati, untuk ke depannya, di 2010, bagi yang tidak dikendalikan, dan tidak dikelola oleh pemerintah, jadi bentuknya bantuan langsung, itu dibolehkan, silakan.
Peneliti
:
Melalui ?
Agus M
:
Melalui unit eselon I. Sama dengan PNPM Mandirilah. Nah, sementara untuk koperasi yang sudah lebih tinggi tingkatannya, silakan saja lewat LPDB.
Peneliti
:
Itu kesepakatan dari mana Pak ?
Agus M
:
Itu bukan kesepakatan. Sudah ada aturannya dalam program PNPM. Bahwa bantuan langsung kepada masyarakat bisa melalui jenis bantuan sosial.
Peneliti
:
Dan semua kementerian boleh menyalurkan, tidak tergantung pada fungsinya ?
Agus M
:
Jelas, sesuai tupoksinya dong...
Peneliti
:
Kan Koperasi ini masuk di fungsi ekonomi ?
Agus M
:
Ekonomi juga ada yang diberdayakan, ya kan? Tidak semua bernilai ekonomis kan? Jangankan usaha mikrolah, usaha yang dibiayai perbankan juga NPL-nya tinggi, ya kan ? gitu lho. Jadi kalau yang layak tapi belum bankable silakan ke LPDB, tapi yang belum layak dan belum bankable melalui bantuan sosial atau subsidi.
Peneliti
:
Jadi ke depannya...
Agus M
:
Ke depannya akan ada 2 program : satu untuk pengusaha mikro yang belum layak dan belum bankable, kita perkuat dengan penyediaan dana, melalui kelompok atau langsung, sedangkan bagi mereka yang sudah layak tapi belum bankable bisa akses melalui ke LPDB. Jadi LPDB lebih ke kelayakan, sementara program kementerian ini pemberdayaan. Kalau LPDB kelayakan dan pengembangan usaha. Karena sistemnya begitu. Walaupun itu bentuknya juga pemberdayaan, tapi dalam treatmentnya lebih ke kelayakan usaha.
Peneliti
:
Jadi sebenarnya poin demi poin keberatan KUKM terhadap pengaturan baru pengelolaan dana bergulir itu apa Pak ?
Universitas Indonesia
Analisis penyusunan..., Diah Dwi Utami, FISIP UI, 2009
192
Agus M
:
Ya, makanya sekarang Depkeu sudah memperbolehkan. Sudah itu. Di RKP 2010, ya, program penyediaan modal bagi kelompok usaha mikro atau kelompok koperasi, menjadi prioritas nasional. Jadi konsepsi itu bisa berjalan nanti. Sekarang sudah selesai debat itu.
Peneliti
:
Kalau soal usulan revisi PMK 99 itu Pak ?
Agus M
:
Nah, Revisi ini untuk kriteria...kriteria kan masih, kalau kita bikin bergulir, baik dikendalikan dan tidak dikendalikan itu masih dana bergulir kriterianya. Itu mungkin nanti diperbaharui. Trus tata cara pengelolaan LPDB-nya, mungkin nanti diperbaharui.
Peneliti
:
Bukan poin bahwa dananya dapat ditarik kembali ?
Agus M
:
Oh, Kalo itu iya, tetap. Makanya Silakan LPDB mencari nasabahnya yang bener-bener dipercaya untuk bisa mengembalikan dengan baik.
Peneliti
:
Kalau Menurut Bapak sendiri sebagai dewan pengawas LPDB, apakah setelah dialihkan ke LPDB, pengelolaan dana bergulir itu menjadi lebih baik ?
Agus M
:
Ya begini ya...tujuan adanya BLU adalah untuk meningkatkan akuntabilitas. Itu baik. Ya. Cuma persoalannya adalah, LPDB tidak bisa bergerak secara leluasa karena di situ ada pasal yang memang...coba deh diliat ya pasalnya, saya lupa, bahwa bisa ditarik kembali. Terjemahannya kadangkadang itu menyulitkan direksi. Ada kekhawatiran kalau tidak balik akan jadi masalah. Padahal kan Ibu Menteri Keuangan sudah mengatakan namanya bisnis itu tidak bisa...belum tentu kembali utuh, ada resiko rugi. Jadi tinggal bagaimana menterjemahkan Permenkeu itu dalam operasionalnya. Ya kan? Jadi saya rasa, bahkan di permenkeu itu disebut, ada pasal di situ bahwa menyalurkan pada koperasi itu dengan atau tanpa bunga. Itu kan ringan ? Ya itulah hakekat pemberdayaan. Dengan atau tanpa bunga itu. Jadi...saya tidak bisa menyalahkan ya? Saya dalam posisi yang sulit, karena saya juga di LPDB. Kalo dari gerakan koperasi, dari KUKM, itu menganggap.. ya sudah LPDB jadi bank saja. Tapi ini bukan kata-kata saya ya. Kalau memang operasionalnya begitu ya sudah bank saja. Untuk apa ? Menyalurkannya tidak langsung, melalui perbankan, executing, susah diserap. Dan terbukti LPDB ini penyalurannya relatif lambat. Susah saya kalo ngomong begitu. Karena pengaduan ke saya hampir dalam tiap seminar atau apa, itu begitu. Itulah yang menyulitkan, yang mestinya dananya mestinya bisa cepat cair, karena ada kekhawatiran dari para pelaksana di LPDB, mereka menyalurkannya lewat perbankan, lewat executing. Dan ada bunga yang cukup tinggi, karena jatuh ke koperasinya 12%, belum ke end usernya, kan begitu..
Peneliti
:
Berarti dengan adanya RKP itu persoalan ini sudah selesai
Agus M
:
Ha ! Kalau dari sisi pemberdayaan, ke depan, tinggal komitmen daripada semua executive dan legislative saja, berapa yang harus disalurkan lewat LPDB, berapa yang langsung ke masyarakat. Tinggal diatur di situ. Jadi Sudah clear, sudah tidak ada masalah
Universitas Indonesia
Analisis penyusunan..., Diah Dwi Utami, FISIP UI, 2009
193
Peneliti
:
RKP itu hasil perjuangan Kementerian Koperasi ?
Agus M
:
Iya ...mau tidak mau ! Karena memang selama ini kita anggap itulah yang paling tepat, kita tidak memberikan begitu saja, cuma-cuma, dan ini sudah disadari oleh semua, ini bukan charity. Bisa digunakan oleh teman-temannya. Silakan diatur sendiri di masyarakat. Dari dan untuk masyarakat. Gitu. Yang jelas di anggaran saya ke depan sudah disiapkan untuk 2600 pelaku usaha mikro perempuan. Rinciannya : 1500 kelompok perempuan pelaku usaha mikro, dan 1100 untuk kelompok pemuda, masing-masing 50 juta. Jadi paham ya ? Jadi sekali lagi tidak ada friksi, hanya perbeda persepsi. Itu kita harus akui
Peneliti
:
Ya...beda tupoksi, beda sudut pandang
Agus M
:
Ya, tupoksinya lain. Karena fungsi kementerian ini kan, selain membantu presiden dalam hal kebijakan, juga melaksanakan sebagian teknis operasional : Perkuatan di berbagai bidang : kelembagaan, permodalan, SDM. Bentuk perkuatan itu ada yang sifatnya memfasilitasi, pelatihan dan sebagainya, ada yang memberikan bantuan. Ya, jangankan Kementerian Koperasi, logikanya, PNPM Perkotaan itu Departemen Pekerjaan Umum ! Memberikan bantuan permodalan BKM. Ini harus dicatat dalam penelitian ini (tertawa). Trus PNPM Mandiri Pedesaan : Depdagri, memberikan perkuatan pada kelompok usaha mikro, unit usaha desa. Apalagi Kementerian Koperasi ..masa ngga boleh ? Logikanya kan? (tertawa) Itulah yang menjadi perdebatan selama ini, justru core-nya malah gak boleh. Kementerian lain yang bukan core bisnisnya malah boleh. Dan itu jumlahnya dananya jauh lebih besar daripada Kementerian Koperasi. Coba cek aja yang namanya P2KP itu ke Badan Swadaya masyarakat.
Peneliti
:
Apakah karena penggunaan istilah dana bergulir itu ?
Agus M
:
Kalo dengan departemen kita nggak ikut ini ya. Tapi ini logical frameworknya. Namanya aja Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil menengah, ya usaha yang dibantu kan ?
Peneliti
:
Maksudnya, apakah karena penggunaan kata-kata dana bergulirnya itu yang dirasa tidak tepat ?
Agus M
:
Oh, nggak. Mereka juga pake kata-kata dana bergulir, namanya....iya (tertawa). Kelompok Usaha Perempuan PNPM Mandiri...di iklan di tivi itu...dana bergulir kan ? Cuma mereka tidak dikendalikan oleh instansinya. Ini lho...uang segini silakan pake.
Peneliti
:
Maaf Pak..soal pengendalian tadi...Apakah bukannya justru akan menimbulkan moral hazard ?
Agus M
:
Justru itu ! Kita gak mau dengan cara yang nanti bisa menimbulkan moral hazard. Makanya kita pake perbankan untuk memonitor. Supaya jangan ada kesan bantuan, nanti habis, makanya diberikan istilah pinjaman, tapi malah merepotkan (tertawa). Sebetulnya sih niatnya baik.
Universitas Indonesia
Analisis penyusunan..., Diah Dwi Utami, FISIP UI, 2009
194
Universitas Indonesia
Analisis penyusunan..., Diah Dwi Utami, FISIP UI, 2009
194
Transkrip Wawancara Pengumpulan Data Tesis
Subyek Wawancara
:
DR. H. Machfud Sidik, M.Sc. Pakar Keuangan Negara Staf Pengajar FE dan FISIP UI
Tempat
:
Jl. Kendal no. 8 B, Jakarta Pusat
Waktu
:
Senin, 18 Mei 2009, Pk. 10.00 – 11.00 WIB
Peneliti
:
Menurut Bapak, seberapa pentingkah peranan dana bergulir terhadap perekonomian di Negara kita ?
Machfud Sidik
:
Begini, jadi kalau you belajar keuangan negara, ini dari sisi substansi ya, ada sumber-sumber keuangan. Kita mulai dari, mengapa pemerintah menghambil alih peranan dari transaksi yang ada di masyarakat ? Biasanya ada beberapa kepentingan. Kalau kita bicara fungsi pemerintah di bidang perekonomian : dari Aspek mikro, ada : 1. Fungsi alokasi 2. Fungsi distribusi 3. Fungsi regulasi Dari aspek makro : ada fungsi stabilisasi. Itu neraca pembayaran, tingkat suku bunga, tingklat inflasi, employment, dan sebagainya. Dalam sistem ekonomi yang…walaupun tidak pernah ada yang pure kapitalis, sepanjang itu transaksi bisa dilaksanakan oleh masyarakat sendiri pemerintah tidak ikut campur. Pemerintah hanya menjalankan 4 fungsi itu saja. Nah, untuk menjalankan itu perlu adanya resources mobilizasion : pendapatan, belanja, untuk kepentingan-kepentingan public goods. Kalau belanja lebih besar, defisit, perlu ada financing, pembiayaan. Apapun fungsi pemerintah, termasuk juga mengintervensi ekonomi, karena fungsi distribusi adalah fungsi yang balance antara fungsi efisiensi dan keadilan, equity. Kalau fungsi alokasi kan hanya maximizing profit, tidak mempersoalkan siapa yang mendapat keuntungan dari kegiatan pemerintah. Kalau distributif ada keberpihakan. Itu disebut normative economy. Kalau yang pertama itu positive economy. Ini yang banyak dikritik, bahwa ekonom liberal lebih banyak memperhatikan aspek positive economy. Walaupun yang namanya market economy tidak ada, bahkan di Amerika-pun ada intervensi pemerintah, misalnya bail out saat perekonomian lumpuh, dan sebagainya. Intervensi pemerintah di bidang ekonomi untuk meningkatkan keadilan ya salah satunya dana bergulir itu. Itu adalah spending policy yang dicanangkan pemerintah dalam rangka mengintervensi adanya kegiatan pasar yang tidak sempurna. Ada keberpihakan di sana. Supaya petani, pengusaha kecil bisa terangkat. Messaagenya demikian.
Universitas Indonesia
Analisis penyusunan..., Diah Dwi Utami, FISIP UI, 2009
195
Apakah itu justifiable? Ya...in some...most extend ya....untuk mengoreksi terlalu menonjolnya efisiensi, lha ini keadilan. Supaya orang-orang yang secara ekonomi kurang kuat bisa terangkat. Persoalannya adalah, seberapa besar peranan dana bergulir dalam perekonomian kita ? Itu tergantung magnitudenya, saya gak tau. Di sini saya bicara kualitatif. Seberapa besar yang bisa mempengaruhi kegiatan masyarakat ? Jumlahnya berapa ? Diberikan pada siapa ? Itu kuantitatif, saya tak punya datanya. Tapi kalau dikatakan apakah itu berguna..saya katakan ya ! Tapi karena uang itu berasal dari masyarakat berupa pajak, maka ini harus bisa dipertanggungjawabkan, apakah memang necessary, artinya memang berguna, bukan unnecessary. Banyak pengeluaran pemerintah yang unnecessary, misalnya ada tim ini tim itu, itu unnecessary, sebenarnya bentuk lain dari korupsi. Tapi secara umum dana bergulir itu necessary, perlu untuk mendongkrak ekonomi. Seberapa besarnya tergantung pada significance dana itu, apakah bisa mencapai sasaran, ya kan? Berapa komponen yang bener-benar “touch”, misalnya di pertanian, yang digunakan untuk membeli sapi, kambing, kemudian setelah berhasil punya anak, induknya dikasih ke yang lain. Ada method kan? Kalau di UKM, setelah dikasih ke pengusaha A,B,C,D, kembali, dikasih lagi ke pengusaha E,F,G,H. Itu revolving fund. Nah, di Indonesia selama ini, adalah kelemahan institutional, system dan procedure. Banyak bocornya, inefisien, birokrasi terlalu panjang. Jadi messagenya sudah bagus, kelemahan di implementasi, banyak dikorupsi. Komponen banyak yang dipake untuk honor pegawai negeri, dan sebagainya, itu unnecessary, Keluar dari objective function dan tujuan dana bergulir itu sendiri. Bagaimanapun itu salah, gak bener. Nah...Satu. Yang namanya institutional aspect itu sangat penting. Kalau penyaluran lewat deputi itu tidak governance. Masa deputi, atau apapun unit di bawah deputi menangani dana bergulir ? Harus ada institusi. Tupoksi dari Kementerian Koperasi tidak ada di sana. Itu melanggar, pelanggaran terhadap ketentuan yang berlaku. Coba teliti tupoksinya itu : menerima dana dari APBN untuk digulirkan, saya yakin gak ada. Harus dibentuk institusi yang dedicated kepada fungsi ini. Sekarang dikenal sebagai BLU. Lembaga apa tadi ? Peneliti
:
LPDB, Lembaga Pengelola Dana Bergulir.
Machfud Sidik
:
Nah itu harus. Uang dari APBN dialirkan ke sini. Harus penugasan dari...bahwa uang ini adalah...fungsi dia juga harus jelas apakah channeling fund atau refolving ? Kalau channeling, policynya ada di kementerian, si A, si B kasih, dia melaksanakan saja Tapi Yang bagus revolving. Di sini Ada lembaga yang punya kewenangan memberikan dana pada ABCD, kemudian kalau kembali ke kasnya dia, ke bendahara, dikembalikkan lagi ke masyarakat yang lain, dana selalu mengendap di sini. Kalau itu secara eksplisit dituangkan dalam tugas
Universitas Indonesia
Analisis penyusunan..., Diah Dwi Utami, FISIP UI, 2009
196
kelembagaan ini, ini menjadi governance. Kalau tidak, tunggu saja, masalah akan muncul di sini. Nah, bagaimana keluar dari APBN ? Itu harus jelas, karena ini dana bergulir, ini adalah..Kalau BLU, kan bagian dari pemerintah, ini bukan aset yang dipisahkan. Ini harus jelas. Saya yakin masalah ketidakjelasan kelembagaan inilah yang menyebabkan banyak masalah, disamping policy dan implementasinya. Tapi messagenya sendiri, apakah perlu ada dana bergulir, saya kira sudah bagus. Ada sektor yang harus didongkrak. Dirancang oleh pemerintah untuk keadilan. Peneliti
:
Begini Pak. Pada tahun 2008 ketika sudah keluar PMK 99 tahun 2008...
Machfud Sidik
:
Sudah diatur di situ ya?
Peneliti
:
Ya Pak. Mulanya dari Perpres no. 5 tahun 2006. Dalam PP itu diamanatkan untuk melakukan pembenahan pengelolaan dana bergulir, yang yang diserahi adalah Depkeu. Karena sudah ada rencana seperti itu, sejak awal tahun Depkeu sudah melakukan pemblokiran terhadap...
Machfud Sidik
:
Sebentar, saya mau mengomentari soal Depkeu menangani dana bergulir itu. Itu juga misleading. Berapa sih aparat Depkeu, apa mampu memelototi, mengevaluasi proposal ? Ya kan ?
Peneliti
:
Itu kaitannya dengan PIP ya Pak ?
Machfud Sidik
:
Itu harus ditugasi lembaga tertentu. Tidak akan mampu Depkeu menangani itu. Itu kan kesalahan. Lha kenapa Depkeu kok mau ? Ini sama dengan, dalam skala besar, itu pinjaman kepada daerah. Di situ ada Direktorat Penerusan Pinjaman, ya kan? Itu sebenarnya bukan arrangement yang bagus.
Peneliti
:
Kewenangan Depkeu jadi terlalu luas ya Pak?
Machfud Sidik
:
Iya, jadi dia mulai policy sampai implementasi, memelototi proposal dan sebagainya. Orang-orang Depkeu, walaupun dikursuskan ke lembaga internasional mengenai penilaian proyek-proyek, dia bukan banker, dia bagian dari birokrat. Dia tidak bisa rigid seperti banker gitu, if bla bla bla, then go, if bla bla, not go. Gak bisa. Di sini ada fested interest dan sebagainya, yang dari tahun ke tahun kita mengulangi kesalahan. Lha..apalagi Menteri Koperasi..tau apa mereka? Itu kan sebagai banker. Menkeu, Menkop, hanya bikin policy, tingkat bunga kita bikin 4%, tingkat suku bunga umum katakan 10%, selisihnya ditanggung pemerintah, selesai, duitnya dikasih ke institusi. itu lebih governance. Kalo ini gak governance, apalagi Menkop. Yah, tunggu aja kehancurannya
Peneliti
:
Kalau melalui BLU bagaimana Pak ?
Machfud Sidik
:
BLU itu bentuk antara dari komersial ke pemerintah. Itu bagus, artinya sudah mengarah pada governance, dia mempunyai tanggungjawab sendiri.
Universitas Indonesia
Analisis penyusunan..., Diah Dwi Utami, FISIP UI, 2009
197
Peneliti
:
Walaupun dalam hal ini BLU juga mempercayakan penyalurannya pada bank sebagai channeling ?
Machfud Sidik
:
Ya..walaupun channeling, kita lihat, apakah ini tidak terlalu birokrasi. Kalau gak, serahkan saja pada BRI atau apa, yang punya pengalaman. Gak pusing. Kawan-kawan ini senengnya pusing, mbulet. Kalau itu revolving fund. Revolving artinya apa? Artinya uang tidak hilang, dikasih pinjaman dengan tingkat suku bunga yang rendah, bebas bunga, dan sebagainya, bergulir terus. Itu perlu manajemen yang bagus, pengembaliannnya bagaimana ? Waktunya bisa 3 tahun, 5 tahun, bahkan 10 tahun. Ada yang perlu pengelolaan accounting systemnya. Lha wong pinjaman luar negeri yang besar aja, perjanjian antara Depkeu dan BI aja berbeda, masih nambah yang receh-receh buat apa? Jadi kalau you bikin tesis, baik ini ditangani oleh Depkeu maupun Kementerian Koperasi, itu adalah misleading, kalau saya ekstrim ya, misleading institutional arrangement. Tidak ideal, karena ada lembaga yang punya kompetensi : bank ! mau pemerintah kek, swasta kek. Ya dikasi plafond aja. Tingkat bunga Anda berjalan berapa persen? 12 % ? OK, tapi dia perlu dibantu, jadi you kasih 4% - 5% sisanya by the government. Seperti model subsidi BBM, walaupun itu juga banyak kelemahan, kan Pertamina mengklaim pada pemerintah, jadi pemerintah gak mau pusing tetek bengek. Birokrasi Depkop..... wa....itu brengsek ! Jamannya Pak Adi Sasono dulu, berapa uang itu gak karuan semua. Masa mau diulangi lagi ? Nah, message, bahwa kita mendukung koperasi dan UKM, yes. Tapi sekarang banyak kelembagaan, orang, yang ndompleng di situ. Moral hazardnya tinggi, udah itu aja.
Peneliti
:
Tapi berdasarkan hasil wawancara saya di Kementerian Koperasi dan UKM, menurut mereka unsur moral hazardnya tidak ada, karena uangnya gak pernah lewat mereka. Dari KPPN langsung ke rekening koperasi, karena untuk menerima dana bergulir koperasi harus sudah membuka rekening di bank.
Machfud Sidik
:
Begini, potensi korupsi salah satunya adalah lisence, power. Kalau you punya power untuk ngasih duit sekian, itu ada potensi moral hazard, you didekati oleh institusi yang membutuhkan itu. Memang bagus, gak ada.... tapi powernya itu justru yang....
Peneliti
:
Di sisi lain, kalau penyaluran dana bergulir lewat bank, bank kan harus prudent ? Ada kriteria mana yang bankable mana yang tidak. Sedangkan UKM kan tidak layak dan tidak bankable. Jangankan bankable, layak saja tidak, bagaimana mungkin dia bisa mengakses dana perbankan ?
Machfud Sidik
:
Kan ada intermediasi. OK...kalau ada NPL, resiko pada siapa? Asal you governance, manajemennya diperbaiki. Instead of ditangani oleh pemerintah sendiri, dia masih punya professionalism. Berapa persen sih
Universitas Indonesia
Analisis penyusunan..., Diah Dwi Utami, FISIP UI, 2009
198
NPL-nya ? OK. Kan ada itung-itungannya, jadi gak usah takut. OK, without guarantee, tanpa agunan, tapi you harus teliti C-5 nya…Caracter, dan sebagainya, kecuali kemampuan keuangannya.. Peneliti
:
Collateral..
Machfud Sidik
:
Collateral-nya. Jangankan koperasi, orang Departemen Keuangan aja...Saya kan pernah ambil kursus di Harvard, tapi mentalnya pegawai negeri itu mental birokrat, behaviornya bukan banker . Bukan soal pelatihan saja. Mentalnya bukan banker. Banker itu sistem prosedur yang sangat rigid. Ya sudahlah, kita sudah punya pengalaman jaman Pak Adi Sasono, gak mau bank rakyat karena korup. Lha, trus diserahkan ke LSM untuk intermediasi dengan orang-orang itu...karena tahu persis, LSM itu mbahnya, nenek moyangnya korup. Berapa itu uang tidak kembali...cuman belum dihitung aja. Kasihan ini, messagenya bagus, tujuannya bagus, karena ada masalah di kelembagaan, akhirnya menjadi…yaaa…..dispute, kemudian potensi moral hazard, dan sebagainya, sehingga mengganggu pelaksanaan tujuan pemberian dana bergulir
Peneliti
:
Kalau melihat reaksinya Pak...Sebenarnya kan ini hanya, kalau dari sudut pandang Departemen Keuangan, hanya ingin meningkatkan akuntabilitas. Tapi dari sudut pandang Kementerian Koperasi, mereka bereaksi sangat keras. Intinya mereka menganggap Depkeu itu, satu, tidak memperhatikan aspek sosial dana bergulir, dan kedua, bahwa pengaturan seperti itu mengancam eksistensi kementerian mereka.
Machfud Sidik
:
Ya bubarkan aja ! Lha gak perlu kok ! Kenapa takut-takut gitu ? Serahkan saja bank, kan gak perlu Menteri Koperasi.
Peneliti
:
Apakah itu tidak merusak 3 pilar ekonomi yang salah satunya adalah koperasi, Pak ?
Machfud Sidik
:
Ya nggak dong. Kelembagaan itu nothing to do with program-program. Kelembagaan itu mendukung jika program memerlukan penanganan di bidang kelembagaaan. Tapi kalau terlalu birokratis buat apa ? Ini kan ada perjalanan, kalau kereta dari Jakarta, kenapa harus dipaksakan mampir di Cikampek kalau gak perlu? Ini malah mbulet. Kita tidak menafikan bahwa mengembangkan koperasi UKM itu penting. Tapi dari waktu ke waktu koperasi itu sarang korupsi, ya kan? Tujuannya baik, tapi pelaksanaannya, ini cost kepada ekonomi. Citra koperasi itu sudah sangat buruk. Belum lagi kita menghadapi pemikiran-pemikiran ekonomi pasar, yang mengatakan bahwa koperasi itu tidak perlu. Kalau saya masih menganggap bahwa koperasi diperlukan sebagai kelembagaan untuk mengakomodir, mengkoordinasikan usaha kecil. Tapi lagi-lagi perlu paradigma penanganan, sistem prosedur. Lha orang masuk koperasi belum-belum sudah memikirkan dapat fasilitas. Jadi sudah ada potensi moral hazard. (diselingi telpon sesaat)
Universitas Indonesia
Analisis penyusunan..., Diah Dwi Utami, FISIP UI, 2009
199
Peneliti
:
Bagaiman pendapat Bapak, tentang reaksi keras dan ancaman mundur menteri Koperasi gara-gara persoalan dana bergulir ini ?
Machfud Sidik
:
Begini, saya tidak dalam posisi menilai benar atau tidak. Tapi begini. Harus ada yang disebut rearrangement yang disebut institutional development and capacity building. Terlepas dari Kementerian Koperasi tetap ada atau langsung pada institusi bank, atau dibentuk lembaga sendiri yang menangani yang mencerminkan secara jelas tugas dan fungsinya. Ini bukan Depsos. Karena ini uang rakyat, uang pajak. Kita perlu bantu usaha kecil. Usaha kecil kan problemnya : (1) Akses kepada input, bahan baku... (diselingi kedatangan tamu) Ya, akses kepada input, bahan baku, kemudian (2) Processing, manufacturing production, bagaimana membuat tape yang baik, bagaimana membuat kerajinan tenun yang baik, mesinnya harus efisien, dan sebagainya, kemudian (3) Manajemen secara keseluruhan, termasuk keuangan, (4) Marketing, baru kemudian (5) Financing, Permodalan. Lha ini yang diurus kok modal aja ? Kalau mau bertempur di pasar dunia, semua harus dibenahi dulu. Kenapa Depkop tidak memberikan perhatian pada aspek-aspek yang lain, cuman ngurusin permodalan, dikasi duit yang banyak di situ.
Peneliti
:
Seharusnya poin 1-4 dulu yang dibina ya Pak ?
Machfud Sidik
:
Iya, seharusnya berikan pada lembaga yang expertise, atau bentuk lembaga baru, yang mengkhususkan diri. Secara holistik komprehensif harus dipandu, tidak hanya permodalan aja. Masih banyak ruang yang bisa dikerjakan oleh lembaga pemerintah. Belum lagi otonomi daerah, jadi dia kan tidak harus ada di daerah, dia tinggal bikin policy aja. Atau bikin training yang komprehensif. Kan gitu. Tapi kalo ujung-ujungnya, duit menjadi inceran, gitu kan?
Peneliti
:
Apakah menurut Bapak ada unsur politis dalam hal ini ?
Machfud Sidik
:
Ya, tentu saja ada. Seperti SBY tahun 2004 ini didukung banyak partai, jadi dia harus mengakomodir semua pendukungnya. Kalau di Indonesia, lembaga pemerintah sekarang berapa? Diada-adain itu. Itu cost bagi ekonomi. Kalo kita bicara mengenai uang pajak dan sebagainya, masyarakat lebih permisif, ini yang menyebabkan banyak penyelewengan. Kalau kelembagaannya sudah ada, terus jadi mencari-cari pekerjaan, dibikin macem-macem biar ada pekerjaan, dia kan gak mau nganggur. Ini jadi permasalahan. Seharusnya Kementerian Koperasi itu dijadikan satu aja sama apa gitu.
Peneliti
:
Dulu kan sudah pernah dengan Departemen Perdagangan...
Machfud Sidik
:
Ya, Perdagangan. Ya itu masalahnya...
Universitas Indonesia
Analisis penyusunan..., Diah Dwi Utami, FISIP UI, 2009
200
Peneliti
:
Kalau dilihat bahwa Menterinya dari Parpol, apakah kira-kira ada kepentingan politik di balik ini?
Machfud Sidik
:
Nah…You sebagai akademisi, profesional, harus punya keberanian mengatakan, bahwa ini gak bener, unnecessary. Ya itu tadi, duitnya untuk kepentingan administratif, tapi tidak ke objective functionnya
Peneliti
:
Apakah ada kemungkinan uangnya justru diarahkan pada konstituennya ?
Machfud Sidik
:
Bisa aja, kalau akuntabilitasnya gak bener.
Peneliti
:
Bagaimana pendapat Bapak tentang penyaluran dana bergulir melalui kelembagaan khusus yang dibentuk oleh pemerintah, yaitu BLU ?
Machfud Sidik
:
Sekarang ini pemerintah terlalu mudah membentruk lembaga. Begini ya. Secara umum di negara berkembang, ketika sebuah lembaga sudah dibentuk, susah untuk dibubarkan. dimerjer dan sebagainya, secara politis susah, PHK-nya dan sebagainya. Makanya kita harus berpikir dua kali, tiga kali, empat kali dalam membentuk kelembagaan. Di Depkeu aja, saya heran, berapa itu Ditjennya, tadinya subdit menjadi ditjen, seolah-olah hebat, menjadi gurita. Apalagi departemen lain. Secara politis susah dibubarkan. Jadinya birokrasi makin menggurita. Itu semua cost bagi ekonomi. BLU tidak harus ada, mungkin OK yang untuk UKM, dibentuk BLU khusus. Tapi kalau belum, kenapa tidak memanfaatkan kelembagaan yang ada ? Di situ ada BRI, Bank Mandiri, BNI, ada bank swasta yang lain, seneng sekali mereka. Banyaklah... Saya lihat di Depkeu banyak yang wasting. Di Ditjen Perbendaharaan itu kenapa ada Kantor Kas Negara, lha wong sekarang bayar lewat bank sekarang online kok ? Nah ini kesempatan untuk melakukan rearrangement.
Peneliti
:
Bagaimana dengan konsep BLU dengan prinsip fleksibilitas keuangan, yang memungkinkan uang yang diperoleh tak perlu masuk ke kas negara ? Berdasarkan wawancara saya dengan Pak Hekinus dan Pak Sonny Loho, katanya bahkan di luar negeri departemenpun sudah ada yang menerapkan pengelolaan keuangan a la BLU.
Machfud Sidik
:
Jadi gini, institutional set up itu harus in line dengan tujuan-tujuan yang hendak dicapai dalam sektor itu. Nah, itu. Sebenarnya apakah itu BLU, atau itu lembaga-lembaga yang terpisah sama sekali dari pemerintah, itu sebenarnya setting up dari suatu kelembagaan yang harus disesuaikan dengan regilatory yang ada. Terlepas dari pendapat siapa, jangan, sekali lagi, terlalu mudah menjiplak yang ada di negara lain. Belum tentu cocok. Kalau best practice, ya, sebagai referensi saja. Setting up tujuannya efficiency gain, akuntabilitasnya bisa dicapai gak? Itu aja.
Universitas Indonesia
Analisis penyusunan..., Diah Dwi Utami, FISIP UI, 2009
201
Tapi karena kita sudah terbelenggu dengan UU Keuangan Negara, kalau yang sifatnya sub ordinat pemerintah, duitnya dari APBN, tapi dia diberi fleksibilitas, dalam rangka public goods, seperti rumah sakit dan sebagainya, itu semi public goods, gitu aja. Saya kalau set up yang ada begitu ya diikuti aja, kalaupun gak first best ya second best, sudah ada pengaturan yang mendekati pengaturan yang bener, tapi tidak sempurna sekali. Yang ekstrim lagi merancukan kalo diserahkan pada departemen. Peneliti
:
Jadi kalau lewat departemen pasti salah ya Pak?
Machfud Sidik
:
Ya
Peneliti
:
Tapi lucunya, ternyata ada PP no. 62 tahun 2005 tentang , di situ ada klausul yang mengatakan bahwa........artinya dia diperbolehkan melaksanakan kegiatan penyaluran uang.
Machfud Sidik
:
Jadi begini, kita punya kelemahan di bidang regulasi. Ya kalo ada PP yang begitu kenapa gak dicabut saja? Itu kan gak governance. Itu hanya untuk melindungi kepentingannya. Jadi rusak kalo kita gak punya keberanian. Seperti begini, aneh, kekayaan negara yang dipisahkan termasuk dalam keuangan negara, ini totally wrong. Ini tertuang dalam UU Keuangan Negara, sehingga menjadi tidak jelas. Kalau you punya saham di perusahaan, tanggung jawab sebatas yang you taruh, itu sudah diatur lewat RUPS. Tapi di UU Keuangan Negara ini disebut, menjadi tidak jelas, kekayaan negara yang dipisahkan termasuk dalam keuangan negara, sehingga akibatnya BUMN diaduk-aduk oleh BPK, Kejaksaan. Kalau saya hutang di BNI, kemudian usaha saya gagal, shg saya jatuh, itu saya korupsi, tapi kalau di BCA tidak (tertawa). Ini carut-marut. Jangankan PP, masih banyak UU kita yang saling bertentangan. Ini juga gitu.
Peneliti
:
Mereka bisa berlindung di balik PP itu Pak.
Machfud Sidik
:
Ya...kalau saya, tapi saya gak mau usil..ya itu tunggu saja pejabatnya berurusan dengan KPK...pejabat kok cari-cari molo...(tertawa)
Universitas Indonesia
Analisis penyusunan..., Diah Dwi Utami, FISIP UI, 2009
202
Transkrip Wawancara Pengumpulan Data Tesis
Subyek Wawancara
:
DR. Fadjar Sofyar Direktur Utama Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (LPDB-KUMKM).
Tempat
:
Gedung SPC Lantai 11, Jl Jend. Gatot Subroto Kav.94
Waktu
:
Rabu, 27 Mei 2009, Pk.11.00-12.15 WIB
Peneliti
: Apakah yang melatar belakangi pembentukan LPDB sebagai institusi pengelola dana bergulir di bawah koordinasi Kementerian Negara Koperasi dan UKM ?
Fadjar S
: Ya, kita mesti lihat. Kan harus ada perubahan ya ? Dalam rangka penataan keuangan negara yang baik harus ada perubahan. Kenapa sih sampai ada LPDB atau BLU ini ? Karena Departemen Keuangan melihat bahwa neracanya jomplang, apa yang dikeluarkan pemerintah tidak sama dengan yang ada di sini. Salah satunya ya dana bergulir ini. Ini sebenarnya salah persepsi. Kementerian Koperasi ingin mendidik, supaya jangan seperti selalu charity. Bahwa kalau kita berusaha, ya harus berani, bisa mengembalikan. Kalo charity kan belum apaapa sudah..nanti gak ada effort. Uang-uang yang disalurkan oleh Kementerian Koperasi ini, kita ingin mencoba supaya mereka merasakan bahwa ini meminjam. Makanya kita bilang dana bergulir. Kita sampaikan ke mereka, ini harus dikembalikan. Tapi kan Kementerian Koperasi bukan lembaga keuangan. Jadi kan uang dari Kementerian Koperasi, kita salurkan ke koperasi A, kita bukakan rekening. Nanti selama 10 tahun dia harus mengembalikan. Kalo gak salah seluruhnya bunga 16%. Nanti setelah dananya kembali akan digulirkan kembali. Dari bunga itu yang 2% untuk biaya operasional koperasi, yang 4% untuk bank karena dia sebagai channeling, dia memonitor. Jadi yang dibebankan ke koperasi sebenarnya hanya 4%. Betul kan? Tapi Departemen Keuangan melihat ini gak bener, dana bergulir ini harus kembali. Kalau kita melihatnya, kita ingin umurnya dana ini lebih panjang, jadi gak tiap tahun minta lagi. Departemen Keuangan melihat uang ini harus kembali masuk ke neraca. Tapi kan Kementerian Koperasi bukan lembaga keuangan ? Ini yang belum ada titik temu. Oleh karena itu, pada tahun 2004, waktu itu saya Sesmenegnya, waktu itu dengan Pak Mulia Nasution. Pak Mulia bilang, bagaimana dana bergulir ini, ini bisa kita tata. Waktu itu Kementerian Koperasi dijadikan percontohan penataan keuangan negara. Dengan berlakunya Undang-Undang Keuangan Negara tahun 2004, tahun 2005 diharapkan sudah bisa berjalan. Maka diutuslah, ada 3 orang dari Depkeu yang
Universitas Indonesia
Analisis penyusunan..., Diah Dwi Utami, FISIP UI, 2009
203
melakukan pembenahan di Kementerian. Semua dimasukin neraca. Tapi sebetulnya roh uang itu bukan untuk dikembalikan ke neraca. Itu uang habis. Tapi kita tata sebagai dana bergulir maksudnya supaya uang yang minimal ini hasilnya bisa optimal. Tapi mau bilang apa ? Kan Depkeu yang menguasai keuangan. Jadi akhirnya ditata. Trus tahun 2004 itu saya dipanggil BPK. Katanya Kementerian Koperasi ini program-programnya bagus, tapi salah. Kenapa ? Karena Kementerian Koperasi bukan lembaga keuangan, gak boleh minjem-minjemin uang. Kalo belanja sosial kan habis, tapi kita pingin mendidik. Sebelum 2004 kan hanya belanja. APBN kan gak ada dipinjem-pinjemin. Sebagai orang Anggaran Ibu harus pelajari itu (tertawa). Akhirnya saya dengan Pak Mulia, ini ada kesempatan bikin satu lembaga dengan pola BLU. Fleksibel. Cara berpikirnya bukan birokrasi tapi corporate. Kita bekerjasama bikin BLU ini. Memang prosesnya lama, merubah mind set birokrasi ke corporate. Baru disetujui oleh Menkeu pada 28 Desember 2006, jadi prosesnya 2 tahun, dari Oktober 2004, SKB antara Menteri Keuangan dan Menteri Koperasi. SKB ini adalah wujud perhatian Departemen Keuangan pada Kementeraian Koperasi. Dalam sejarah saya 30 tahun di Kementerian Koperasi, kalau orang-orang Depkeu kita undang, paling banter yang datang eselon 3. Tapi dengan Pak Mulia ini, saya benar-benar appreciated, Beliau punya komitmen. Waktu itu Beliau Dirjen Perbendaharaan. Sekarang Beliau menjadi Ketua Dewan Pengawas, karena sejarah, karena Beliau yang punya peran besar dalam pembentukan lembaga ini. Dibuatkan BLU ini supaya dana-dana yang sudah dikucurkan Kementerian Koperasi, yang beda persepsi ya, bisa kembali. Akhirnya konsep kita di LPDB ini ada generasi pertama generasi kedua. Ya bu. Kenapa? Karena UKM, apalagi usaha mikro, gak mungkin akses ke perbankan. Karena UU, 23 kalo gak salah, Perbankan, tak mungkin dipenuhi oleh mereka. Oleh karena itu kita menganggap perlu ada pemberdayaan. Konsep kita pemberdayaan di Kementerian Koperasi, untuk pelaksanaan capacity building. Karena Kementerian Koperasi punya kewajiban menumbuhkan wirausaha baru. Siapa sih yang mau kasih uang ? Dengan adanya LPDB, pengembaliannya nanti ke LPDB. Setelah masuk ke LPDB, menjadi kelayakan, bukan lagi pemberdayaan. Itu konsep awal kita. Ada kerjasama antara Kementerian dan LPDB. Nantinya ada strata 1, 2, 3. Strata 1 untuk usaha kecil yang belum mapan. Persyaratannya sangat-sangat ringan. Ini untuk koperasi simpan pinjam, usaha mikro. Kemudian di strata 2, sudah perlu ada pendampingan. Pendamping kita gunakan Ventura, atau nggak KKLB ,Konsultan Mitra Bank, atau BDSP, Business Development Service Provider. Jadi kita kasih pinjam uang, tapi didampingi, biar dia bisa mentas ke atas. Kemudian naik ke Strata 3. Di sini sudah penjaminan, yang seperti KUR. Waktu itu belum ada KUR. Kita bikin konsep strata karena saat itu belum ada KUR. Kementerian Koperasi tahun 2001 sudah ada dana penjaminan, karena
Universitas Indonesia
Analisis penyusunan..., Diah Dwi Utami, FISIP UI, 2009
204
kita menyadari perlu ada yang menjamin. Bank yang menjalankan yang menjamin kita. 70% kita, maksudnya kementerian, 30% bank, waktu itu kerjasama dengan Bukopin. LPDB ini kan di bawah kementerian, jadi semua program kementerian kita copy paste. Nanti kalau sudah bagus kita harapkan masuk ke Strata 4, kita lepas ke mekanisme pasar. Jadi koperasi bisa berhubungan sendiri dengan bank. Dengan adanya sistem strata ini tiap tahun bisa terlihat peningkatannya. Tapi setelah adanya KUR kita hanya sampai strata 1-2 aja, karena selanjutnya ditangani oleh KUR. Kan jangan sampai tumpang tindih. KUR itu di Menko Perekonomian. Peneliti
: Pada saat saya melakukan wawancara dengan Pak Sonny Loho, Beliau menyatakan bahwa pembentukan LPDB diawali oleh adanya gerakan pembenahan dari dalam kementerian sendiri. Menurut Beliau, Bapak yang saat itu menjabat Sesmeneg adalah tokoh yang menggagas pembenahan tersebut. Bagaimana pendapat Bapak mengenai hal tersebut ?
Fadjar S
: Yah, itu yang menilai orang lain. Jadi begini. Kita gak bisa begitu-begitu saja. Kita menyadari bahwa UKM untuk masuk perbankan sulit. Kalau kita punya kesempatan bikin lembaga keuangan, kenapa tak dimanfaatkan? Jangan lihat sekarang, tapi lihat ke depan. Mumpung ada kesempatan, yang lain belum ada yang membuat. Ini kan untuk kepentingan masyarakat. Mumpung Depkeu sedang menata keuangan Negara. Ini kan sangat dibutuhkan oleh koperasi dan usaha kecil. Kesempatan datang sekali. Buktinya ini di back-up 100% oleh Menteri Keuangan. Saya yakin semua niatnya baik, Kementerian Koperasi, Departemen Keuangan. Tapi kita harus berani bikin terobosan. Kalau gak sekarang, nanti momentumnya bisa hilang. Saya menganggap bahwa Kementerian Koperasi itu pemberdayaan. Setelah itu siapa yang menangani? Bank gak mungkin, karena ini kan gak bankable. Tapi kalau ada lembaga seperti ini akan ada estafet program,. Melanjutkan yang sudah diberdayakan oleh kementerian, masuk ke sini. Kalau ada ini, kita bisa melihat berapa yang naik kelas. Jadi bisa terukur kerja kita. Itulah yang saya pikir saat membentuk lembaga LPDB.
Peneliti
: Apakah bukan karena Bapak menganggap ada yang salah dengan penyaluran dana bergulir melalui kedeputian ?
Fadjar S
: Salah sih nggak, menurut saya. Cuma beda fungsi. Kalau menurut saya, kementerian itu pemberdayaan. Kan ada program pengalihan kompensasi BBM, ratusan milyar. Ibu tahu di departemen lain seperti apa? Habis begitu saja. Tapi di Kementerian Koperasi, itu menjadi dana bergulir. Seharusnya kan habis statusnya.
Peneliti
: Jadi dalam hal ini Kementerian Koperasi sudah selangkah lebih maju ke arah pengelolaan keuangan negara yang lebih baik ?
Fadjar S
: Ya. Jadi ini hanya salah persepsi. Itu sudah bagus, tapi harus ada lembaga yang mengangkat mereka. Bukannya kementerian gak bener, tidak, justru uang yang
Universitas Indonesia
Analisis penyusunan..., Diah Dwi Utami, FISIP UI, 2009
205
statusnya habis oleh kementerian dibuat lebih panjang umurnya. status dananya seharusnya kan habis ? Peneliti
: Dalam kesempatan wawancara saya dengan Deputi Bidang Pembiayaan, Bapak Agus Muharram, Beliau menyatakan bahwa dalam beberapa kesempatan, banyak koperasi yang menyampaikan keluhan bahwa pengelolaan dana bergulir melalui LPDB mirip dengan praktek perbankan. Lalu kenapa tidak lewat bank saja ? Bagaimana pendapat Bapak tentang pernyataan tersebut ?
Fadjar S
: Nah inilah. Kalau kita gunakan perbankan, maka UU perbankanlah yang digunakan. Persayaratannya akan panjang. Tapi kalau menggunakan LPDB, dengan reformasi pengelolaan keuangan, dia menjadi fleksibel sekali. Bunganya bisa 0%. Tapi LPDB kan harus hidup. LPDB ini uang harus kembali, tidak seperti kementerian, pemberdayaan. PMK 99 kan mengatakan bahwa uang harus kembali, tapi dengan atau tanpa bunga. Artinya tujuan kita bukan cari keuntungan. Kalau bank kan cari keuntungan. Nah inilah, sekarang Ibu yang menilai. Tapi sebetulnya tak usah khawatir. Kalau kita punya konsep. Fungsi pemberdayaan apa, kelayakan apa. Asal konsep kita utuh. Koperasi yang mana, LPDB yang mana. Tidak apa, Ibu kan independen, ibu lihat sendiri mana yang positip mana yang negatip.
Peneliti
: Apakah benar pernyataan bahwa tingkat penyerapan dana bergulir di LPDB rendah karena pengelola LPDB berusaha senantiasa prudent ?
Fadjar S
: Ya iyalah. Kita gak mau dimasukkan kejaksaan kalo gak prudent (tertawa). (diseling percakapan telepon dengan koperasi dari Yogyakarta. Setelah beberapa kalimat pembuka, subyek wawancara mengaktifkan speaker agar peneliti bisa turut mendengarkan pembicaraan) Koperasi DIY Fadjar S Koperasi DIY Fadjar S Koperasi DIY Fadjar S Koperasi DIY Fadjar S Koperasi DIY Fadjar S
: Apakah Bapak bisa mengisi acara kita tanggal 6 Juni nanti Pak ? : Ya, ya...Sekarang gini Pak, teman-teman di Yogya bagaimana tanggapannya dengan LPDB ? Positip sekali Pak ! Katanya ada yang bilang koperasi susah dapet uangnya. Banyak yang kritik. Kan mereka belum nyoba. Makanya mereka bilang begitu entah alasannya apa. Nah itulah hidup Pak Makanya Kita pengen penjelasan dari tangan pertama nih Pak OK Pak, bikin surat aja Pak. Insyaallah saya akan hadir. Assalamu’alaikum Terima kasih Pak. Assalamu’alaikum Wa’alaikum salam
Itu tadi koperasi Yogya. Ibu dengar sendiri kan? Kadang-kadang kalau ada vested interest… Ini sistem. Saya harapkan, tolong, kalau saya salah bilang salah.
Universitas Indonesia
Analisis penyusunan..., Diah Dwi Utami, FISIP UI, 2009
206
Kita koreksi. Ini lembaga baru. Saya baru mengucurkan dana saya 22 Desember 2008. Sesuai PMK uang kan harus kembali, jadi saya harus betul-betul pilih dong. Nanti Ibu analisis omongan saya. Ayo, sekalian juga Ibu biar belajar. LPDB ini competitornya siapa? Peneliti
: Bank.
Fadjar S
: Bank sekarang pemiliknya siapa selain BUMN ?
Peneliti
: Asing.
Fadjar S
: Bank selain corporate larinya ke mana ? Pangsa pasarnya ke mana?
Peneliti
: Usaha skala besar ?
Fadjar S
: Bukan. Sekarang semua ke retail, Bu. Makanya sekarang kan ada Danamon Simpan Pinjam. Bank Niaga, retail bank. Itu semua competitor LPDB. Kalau kita, ini kan murni untuk mereka Di bawah SBI saya bisa kok. Tarif semua yang menentukan Menteri Keuangan kok. Kalau saya mengajukan ke Menkeu di bawah SBI, dikasih. Tapi LPDB kan baru seumur jagung, kompetitornya mencari kelemahan kita. Kita harus hati-hati. Gak bisa seenaknya, kaya sinterklas langsung bagi-bagi uang. Jadi ada tahapan. Terserah orang ngomong apa, tanggung jawab di saya.. Ini mission, amanah rakyat. (berdiri mencari berkas untuk diperlihatkan)
Peneliti
: Menurut Pak Renaldi, ketika LPDB akan menetapkan batas bunga tertinggi, ketentuan tersebut ditolak oleh koperasi. Apakah benar begitu, Pak ?
Fadjar S
: Betul. Begini Bu, dana LPDB berapa sih yang beredar di kalangan mikro ? Sedang yang sudah berjalan di mereka itu antara 38 sampai 46%. Coba nanti Ibu cek. Mereka yang kecil-kecil itu gak penting bunga rendah, yang penting kecepatan. Di PMK 34 ditentukan sampai end user meksimal 24%, kalau flat 12-13%. Mereka kesulitan, karena berapa LPDB taroh di koperasi ? Misalnya LPDB taroh 10%, sedang mereka 30%. Gak mungkin mereka kasih berbeda pada anggotanya. Mereka komplen sama kita, Jadi kita lepas sesuai mekanisme pasar. Makanya saya belum sampai ke BPR, karena BPR kan hanya milik 2-3 orang, tapi kalau BPR milik Pemda saya akan kucurkan.
Peneliti
: Apakah dengan bunga setinggi itu LPDB tidak kesulitan bersaing dengan bank konvensional ?
Fadjar S
: Makanya coba Ibu cek ke bawah. Bank konvensional paling rendah bunganya 30%. KUR saja yang katanya 16%, itu efektif 24%. Kalau uang LPDB besar, antara 50%-60% di koperasi, kita bisa mempengaruhi. Kecuali kalau saya langsung ke UKM. Begitu.
Peneliti
: Pada saat bapak menggagas pembenahan di Kementerian Koperasi saat menjabat Sesmeneg, apakah gerakan tersebut mendapat dukungan dari pimpinan ?
Universitas Indonesia
Analisis penyusunan..., Diah Dwi Utami, FISIP UI, 2009
207
Fadjar S
: (tertawa) Saya gak bisa jawab itu. Ibu nilai sendiri. LPDB baru bisa mulai 22 September 2008. Ibu nilai sendiri. Makanya saya bilang merubah mind set itu sulit. Coba ibu berdiri dan lihat gambar itu dari dekat. Saya gak usah cerita tapi ibu lihat aja gambar itu. (Mengajak Peneliti melihat karikatur yang terpajang dalam bingkai di tembok ruang kerja. Karikatur tersebut menggambarkan sosok seseorang yang dimaksudkan sebagai DR. Fadjar Sofyar sedang mendorong sebongkah batu besar bertuliskan “DANA BERGULIR” agar bisa menggelinding menuruni bukit, sementara di bawah bukit sudah ada kerumunan orang menunggu. Di bawah batu besar yang sedang didorong tersebut ternyata ada sebuah gundukan yang mengganjal, dengan sebentuk wajah manusia, bertuliskan “KEBIJAKAN”) Ini saya, ini orang-orang sudah pada nunggu (menunjuk sambil tertawa). Tapi saya gak bisa bicara itu. Bagaimanapun saya di birokrasi.
Peneliti
: Apakah menurut Bapak ada unsur-unsur politik ini ?
yang terlibat dalam masalah
Fadjar S
: Ah, saya gak bisa cerita (tertawa). Yang penting, badai pasti berlalu. Dengan adanya PMK 99 tahun ini kita akan meluncurkan 880 milyar. Tapi Saya harus memilih dengan hati-hati. Ada competitor di sini. Kalau saya tidak hati-hati, nanti gak balik, lembaga ini bisa dituding tak berguna, cuma membuang-buang uang negara . Wah, bisa dibubarkan lembaga ini. Saya ingin lembaga ini bisa betul-betul bermanfaat. Saya kan membawa lembaga ini dari tak ada menjadi ada.
Peneliti
: Kendala-kendala apa saja yang Bapak temui dalam pengelolaan dana bergulir melalui LPDB ?
Fadjar S
: Ibu kan dengar sendiri yang dari Yogya tadi. Kalau pola syariah, InsayaalLah aman. Tapi kalau konvensional, saya harus hari-hati. Pendapat Pak Agus Muharram ada benernya juga, kenapa gak bank aja ? Saya ini kan baru, masih cari bentuk. Tapi tujuan akhirnya langsung ke koperasi, tapi itu tak bisa secepat yang diharapkan. Yang saya harapakan, pemberdayaan dan kelayakan bisa sejalan. Kalau pemberdayaan bisa jalan. Capacity building. Kan macammacam itu. Nanti ada pemeringkatan di kementerian. Untuk yang peringkatnya A, baik, kasih ke kita, langsung dikasih dana. Jadi Ada reward and punishment. Koperasi di Indonesia ini ada 38.000 unit, tapi kita tak tahu persis kualifikasinya apa : A,B, atau C. kalau kita sudah tahu kualifikasinya, uangnya kita kasih Yang betul-betul A kita kasih. Nanti yang B, C, pasti akan berusaha naik peringkat. Ini semacam stick and carrot.
Peneliti
: Kualifikasi itu ditentukan berdasarkan apa, Pak?
Fadjar S
: Dari kelembagaannya, apakah neracanya positip ? apakah para anggota merasakan manfaat ? ada kriterianya di Deputi Kelembagaan. Namanya
Universitas Indonesia
Analisis penyusunan..., Diah Dwi Utami, FISIP UI, 2009
208
Koperasi Berkualitas. Kalau ini jalan dengan baik, otomatis akan cepat penyaluran LPDB, gak usah lewat bank lagi, ngapain ? terjamin kok. Apalagi kalau menjalankan tanggung renteng, ada satu koperasi di Jawa Timur yang saya kasih 8,5 M. Ada koperasi Bakti Wanita, anggotanya 48.000 satu kelompok rata-rata anggotanya 20 orang. Mereka pinjam perkelompok. Kalau ada yang gak balikin, yang lainnya menangung bersama-sama. Ada tanggung renteng. Lha ini NPL-nya nol ! (mencari berkas kemudian menunjukkan pada Peneliti) Sekarang saya sedang belajar memonitor uang yang sudah saya kucurkan sampai detil. Karena saya dipercaya oleh Menteri Keuangan, ini mission. Ini contoh, sampai Pebruari kita sudah mengucurkan, ke koperasi 22 %, sisanya non koperasi (menunjuk grafik). Saya memberikan ke koperasi sekunder-sekundernya. Karena kita belum punya kantor di daerah. Kita menggunakan yang sudah ada, buat apa. Nanti dana mereka jadi terserap ke kita, overhead cost-nya tinggi, kalau bisa memanfaatkan yang ada, kecuali nanti sudah besar kita baru bikin regional. Ini dana ventura, pengusahanya dibilang PPU (menunjuk tabel). Peneliti
: Seperti plasma dan inti?
Fadjar S
: Ya. Jadi ada yang mendampingi. Ini berapa kita kasih dana bergulir ke perempuan, berapa ke laki-laki (menunjuk grafik).
Peneliti
: Oh, sampai masalah gender segala ya Pak ?
Fadjar S
: Ya. Kalau ini berapa tenaga kerja yang terlibat (menunjuk grafik)
Peneliti
: Jadi kinerja LPDB disorot dari berbagai sisi ya Pak ?
Fadjar S
: Karena gini. Kita lihat LPDB tingkat bunga 1/3 SBI, di bawah SBI, atau di atas SBI, jadi makin lama uang LPDB makin rendah karena inflasi. Tapi kan bukan cuma itu, tidak semata-mata cari keuntungan. Yang penting multiplier effectnya seperti apa ? Saya mempertanggungjawabkan dengan penyerapan tenaga kerjanya bagaimana, sektornya apa aja yang kita biayain ? Ini sampai 9 sektor (menunjukkan tabel). Ini coba. Puswanjati, penyaluran on time dia. Kita ada Komite Kredit, kalau setuju nanti mengeluarkan SP3 (Surat Persetujuan Pemberian Pinjaman) tapi dia harus mengucurkan dalam sekian hari. Ini on time, ini terlambat sekian hari (menunjukkan tabel).
Peneliti
: Jadi akuntabilitasnya tinggi ya Pak ?
Fadjar S
: Anda yang menilai, kan gak ada kecap nomer dua (tertawa) Mereka wajib melaporkan triwulanan pada kita. Sebenarnya tujuan UU no. 17 dan UU no 1 apa ?
Peneliti
: Pengelolaan keuangan negara secara akuntabel.
Universitas Indonesia
Analisis penyusunan..., Diah Dwi Utami, FISIP UI, 2009
209
Fadjar S
: Nah. Makanya wajar jika lambat sedikit. Ini kan masih baru, masih cari bentuk.
Peneliti
: Berdasarkan penjelasan Bapak tadi tentang konsep pemberdayaan dan kelayakan yang seyogyanya berjalan beriringan, artinya Bapak mengharapkan adanya kerjasama yang baik antara Kementerian Koperasi dan LPDB. Berdasarkan pengalaman Bapak, apakah kerjasama tersebut sudah terjalin dan terlaksana dengan baik ?
Fadjar S
: Yah. Mudah-mudahan. Semua kan gimana kita. Itulah hidup. Itu challenge buat saya. Target saya di 2009 melalui koperasi hanya 28%, sisanya lewat lembaga lainnya. Di 2010 naik menjadi 40%-60%. Akhirnya nanti 80%-20%
Peneliti
: Akhirnya nanti tidak lagi melalui perbankan ?
Fadjar S
: Paling ventura.
Peneliti
: Saya pernah membaca berita yang mengatakan adanya keinginan mengembangkan LPDB menjadi bank UKM. Apakah benar begitu ?
Fadjar S
: Nanti kalau menjadi bank malah tak bisa dijangkau oleh usaha kecil.
Peneliti
: Justru itu, Pak. Tapi kan memang pernah ada statement tentang itu.
Fadjar S
: Nanti kalau jadi bank harus bankable. Nah, itu, Ibu yang menilai sendiri. Akhirnya bisa gak, kena ? Tapi Pak Surya sendiri sudah berkomitmen, tetap
begini. Nanti kita akan bikin majalah dana bergulir. InsyaalLah akhir bulan ini terbit. Nanti Ibu saya kasih. Ada jelas di sana. Betul, Pak Surya betul. Coba Ibu lihat lagi ini (menunjukkan tabel). Tingkat pengembalian angsuran. Lebih 28 perak saja saya catat (tertawa) Dan NPL-nya nol ! Peneliti
: Wah hebat. Padahal yang dikuatirkan kan NPL itu. Apakah benar bahwa belum ada PMK Pengamanan ?
Fadjar S
: Ya, itu yang kita harapkan. KUR aja minta NPL 10%. Kalau gak ada lost-nya berapa, wah, hancur kita. Nanti kita cuma cari yang existing. Cari aman, kita kan gak mau masuk kejaksaan, KPK (tertawa).
Peneliti
: Menurut Bapak apakah BLU adalah suatu bentuk kelembagaan yang ideal dalam pengelolaan dana bergulir ?
Fadjar S
: Menurut saya niatnya bagus. Dulu semua harus masuk PNBP. Dengan adanya BLU sekarang langsung. Itu yang diharapkan oleh usaha mikro dan kecil. Kalau dulu bisa dikucurkan bulan November-Desember. Kalau sekarang bisa cepat. Lagipula dana ini multiyears, yang penting tiap tahun kita bikin RBA. Saya baru dapat persetujuan pengalihan dana dari kementerian itu 16 Desember 2008, tapi karena ini BLU, bisa dikucurkan 2009, kalo gak kan hangus. Saya pikir ini reformasi besar dalam pengelolaan keuangan negara. Ini kan Waliamanah.
Universitas Indonesia
Analisis penyusunan..., Diah Dwi Utami, FISIP UI, 2009
210
Sebagian kewenangan Menteri Keuangan dilimpahkan ke LPDB. Inilah yang saya bilang momentum. Kalo lihat dari luar mungkin begitu, tapi kalau dari dalam jelas. Yang ngerti banget soal ini adalah Pak Hekinus, Pak Sonny Loho, dan Pak Mulia Nasution. Dengan Edward Nainggolan itu yang saya debat masalah tingkat bunga. Memang idealnya rendah, tapi coba lihat ke daerah. Di sana ada mekanisme pasar. Gak mungkin kita rusak. Tapi sekarang sudah diputus bebas. Peneliti
: Sebenarnya kalaupun terjadi NPL, asal ada berita acara yang jelas kan gak ada masalah, Pak ?
Fadjar S
: Bisa ya bisa tidak, karena masih sumir. Makanya kita harus hati-hati. Saya akan terus berusaha, misalnya sekarang Dengan Bank Muamalat untuk syariah, InsyaaalLah kita mau ada kerjasama. Jadi tolong ibu lihat seperti naik helikopter, dari atas (tertawa). Coba lihat secara makro. Ini uang negara, amanah rakyat, harus bisa dipertanggungjawabkan. Kalau hilang asal bisa dipapalagi uang baru belajar usaha Kalau hilang ya gak papa, anggap saja uang sekolah. Tapi harus tercatat dengan baik supaya bisa saya pertanggungjawabkan.
Peneliti
: Sedikit flashback, Pak. Apakah menurut bapak pengaturan dana sebelum melalui LPDB berpotensi pada timbulnya moral hazard ?
Fadjar S
: Jadi begini. Masyarakat selalu mengangap program pemerintah itu pemberian. Itu tujuannya sebetulnya tidak begitu. Tapi kita harus membuat suatu sistem untuk merubah mind set mereka.
Peneliti
: Jadi maksud Bapak, sekalipun masyarakat salah persepsi dengan menganggap ini sebagai pemberian, harus diupayakan untuk membangun suatu sistem yang tak memungkinkan terjadinya moral hazard ?
Fadjar S
: Persis ! Itulah sebabnya saya gak pakai lambang garuda. Itu salah satu pendidikan pada masyarakat, bahwa ini uang harus kembali. Kalau ini gak ada, kapan merubahnya? Ini sistem. Coba lihat di PP no. 9/1995. Supaya Ibu bisa lihat seperti apa sih ? Kalau 38.000 koperasi semua bisa berjalan dengan baik, itu luar biasa. Dan mereka itu gak mau ngemplang, orang-orang kecil. Ibu coba datang ke daerah supaya bisa merasakan roh. Kalau Cuma di sini sulit. Kita juga akan kerjasama bikin koperasi dengan Pusat UMKM UI. Itu bisa dilihat bagaimana pemberian modal 200.000 rupiah saja bisa sangat berarti bagi seseorang. Kalau kita inginnya, kalau bisa segera ada PMK penghapusan. Untuk pegangan saja, kalo begini kan ragu-ragu. Dan saya harapkan. Business is business. Bisnis itu butuh kecepatan. Kalo semua tarif ditentukan oleh Menkeu, tau sendiri kan prosedurnya di sana seperti apa? Berikan saja rangenya, supaya kita lebih fleksibel.
Universitas Indonesia
Analisis penyusunan..., Diah Dwi Utami, FISIP UI, 2009
Tabel : Realisasi Penyerapan Anggaran LPDB-KUMKM Tahun 2009 No. 1 2
Sumber Dana APBN PNBP Jumlah
Plafon Anggaran (Rp) 13,300,504,000 15,007,987,000 28,308,491,000
Realisasi (Rp) 188,816,000 1,456,994,597 1,645,810,597
Sumber : LPDB-KUMKM
Analisis penyusunan..., Diah Dwi Utami, FISIP UI, 2009
% 1.42 9.71 5.81
Tabel : PROGRAM PERKUATAN PERMODALAN BAGI USAHA MIKRO DAN KECIL MELALUI KOPERASI PERIODE 2000-2007
TA. 2005 VARIABEL
T 1 POLA SYARIAH 1. KOPERASI (UNIT) a. @Rp. 50 Jt b. @Rp. 100 Jt c. @Rp. 500 Jt d. @Rp. 1000 Jt 2. DANA (Rp. Jt) a. @Rp. 50 Jt b. @Rp. 100 Jt c. @Rp. 500 Jt d. @Rp. 1000 Jt POLA KONVENSIONAL 1. KOPERASI (UNIT) a. @Rp. 50 Jt b. @Rp. 100 Jt 2. DANA KOPERASI (Rp. Jt) a. @Rp. 50 Jt b. @Rp. 100 Jt 3. LKM (UNIT) a. @Rp. 50 Jt 4. DANA LKM (Rp. Jt) a. @Rp. 50 Jt PROGRAM SEKTORAL 1. KOPERASI (UNIT) a. @Rp. 300 Jt b. @Rp. 500 Jt c. @Rp. 1000 Jt 2. DANA (Rp. Jt) a. @Rp. 300 Jt b. @Rp. 500 Jt c. @Rp. 1000 Jt
TA. 2003
TA. 2000
TA. 2001
TA. 2002
PKPS-BBM
PKPS-BBM
PKPS-BBM
1)2)
2
R
1)2)
3
-
2,925 2,925 292,500 292,500 1,000 1,000 50,000 50,000
T
1)2)
4
-
2,925 2,925 292,500 292,500 1,000 1,000 50,000 50,000
R
1)2)
5
T
1)2)
6
R
TA. 2004
PKPS-BBM
1)2)
7
T
1)2)
8
-
-
-
-
1,000 1,000 50,000 50,000
1,000 1,000 50,000 50,000
785 785 78,500 78,500 -
784 784 78,400 78,400 -
R
APBN
1)2)
9
-
1,464 1,464 146,400 146,400 -
-
1,462 1,462 146,200 146,200 -
1)2)
T 10
DBK + DBS + SEKTORAL APBN
APBN 1)2)
R 11
1)2)
T 12
1)2)
R 13
1)2)
TA. 2006
TA. 2007 2000 - 2007
PROGRAM PEMBIAYAAN PRODUKTIF KOP & UKM (P3KUM) ABT (P3-PKPS-BBM'05)*)
T 14
R 1)2) 15
T 16
1)2)
P3KUM 1)2)
P3KUM 1)2)
1)2)
1)2)
1)2)
1)2)
T 18
R 19
T 20
R 21
T 22
R 23
R 17
1)2)
PERKUATAN
26 26 1,300 1,300 -
26 26 1,300 1,300 -
100 100 5,000 5,000 -
100 100 5,000 5,000 -
300 300 15,000 15,000 -
249 249 12,450 12,450 -
176 120 50 6 43,000 12,000 25,000 6,000
172 116 50 6 42,600 11,600 25,000 6,000
760 200 560 66,000 10,000 56,000 -
753 196 557 65,500 9,800 55,700 -
1,000 1,000 100,000 100,000 -
709 709 70,900 70,900 -
2,362 626 1,680 50 6 230,300 31,300 168,000 25,000 6,000
2,009 571 1,382 50 6 197,750 28,550 138,200 25,000 6,000
-
-
-
-
180 180 18,000 18,000 -
151 151 15,100 15,100 -
200 200 20,000 20,000 -
193 193 19,300 19,300 -
840 200 640 74,000 10,000 64,000 -
822 195 627 72,450 9,750 62,700 -
1,000 1,000 100,000 100,000 -
961 961 96,100 96,100 -
7,394 200 7,194 729,400 10,000 719,400 2,000 2,000 100,000 100,000
7,298 195 7,103 720,050 9,750 710,300 2,000 2,000 100,000 100,000
170 120 50 110,000 60,000 50,000
163 114 49 106,000 57,000 49,000
64 54 10 37,000 27,000 10,000
60 50 10 35,000 25,000 10,000
-
-
70 50 20 25,000 15,000 10,000 -
69 49 20 24,700 14,700 10,000 -
464 50 194 220 332,000 15,000 97,000 220,000
448 49 184 215 321,700 14,700 92,000 215,000
-
-
-
-
-
-
-
-
10 10 10,000 10,000
10 10 10,000 10,000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
100 10,000
98 9,800
125 12,500
124 12,400
225 22,500
222 22,200
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
100 10,000
98 9,800
125 12,500
123 12,300
225 22,500
221 22,100
MITIGASI BENCANA a. JUMLAH KOP (UNIT) b. JUMLAH DANA Rp. 100 Jt
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
50 5,000
46 4,600
50 5,000
46 4,600
KOPERASI FUNGSIONAL a. JUMLAH KOP @ Rp. 1.000 Jt b. JUMLAH KOP @ Rp. 4.500 Jt b. JUMLAH DANA @ Rp. 1.000 Jt b. JUMLAH DANA @ Rp. 4.500 Jt
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
1 1 1,000 4,500
1 1 1,000 4,500
1 1 1,000 4,500
1 1 1,000 4,500
KOSIKA a. JUMLAH KOP (UNIT) b. JUMLAH DANA @ Rp. 500 Jt
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
10 5,000
10 5,000
10 5,000
10 5,000
PEDAGANG KAKI LIMA a. JUMLAH KOP (UNIT) b. JUMLAH DANA @ Rp. 5.090 Jt
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
1 5,090
1 5,090
1 5,090
1 5,090
1,000 50,000 1,000 50,000
1,000 50,000 1,000 50,000
785 78,500 785 78,500
784 78,400 784 78,400
36 11,300 36 11,300
36 11,300 36 11,300
2,383 270,590 2,383 270,590
2,045 236,590 2,045 236,590
10,733 1,357,290 2,000 100,000 12,733 1,457,290
10,257 1,303,990 2,000 100,000 12,257 1,403,990
PERKASSA 1. POLA SYARIAH a. JUMLAH KOP (UNIT) b. JUMLAH DANA @Rp. 100 Jt 2. POLA KONVENSIONAL a. JUMLAH KOP (UNIT) b. JUMLAH DANA Rp. 100 Jt
GRAND TOTAL PERKUATAN 2000 -2007 1. KOPERASI 2. DANA KOPERASI (Rp. Jt) 3. LKM (UNIT) 4. DANA LKM (Rp. Jt) 5. JUMLAH SASARAN (UNIT) 6. TOTAL DANA (Rp. Jt)
2,925 292,500 1,000 50,000 3,925 342,500
2,925 292,500 1,000 50,000 3,925 342,500
Sumber : Deputi Bidang Pembiayaan, Kementerian Negara Koperasi dan UKM.
1,464 146,400 1,464 146,400
1,462 146,200 1,462 146,200
150 150 150,000 150,000
250 155,000 250 155,000
146 146 146,000 146,000
246 151,000 246 151,000
650 143,000 650 143,000
563 133,550 563 133,550
Analisis penyusunan..., Diah Dwi Utami, FISIP UI, 2009
440 100,000 440 100,000
425 96,900 425 96,900
1,800 160,000 1,800 160,000
1,771 157,550 1,771 157,550