JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA (JIKI), VOLUME 1, NO.1 , MEI 2015: 8-16
LAMA PENGGUNAAN DEPO MEDROKSI PROGESTERON ASETAT (DMPA) DAN INDEKS MASSA TUBUH (IMT) AKSEPTOR KONTRASEPSI SUNTIK Didien Ika Setyarini Poltekkes Kemenkes Malang, Jl. Besar Ijen No 77 C Malang email:
[email protected]
Abstract: This study aims to determine the long-standing relationships the duration of DMPA use with fat levels and body mass index. The study design used a cross sectional analytic correlational approach. Its population is 74 the injectable contraceptive DMPA, which then determined 42 samples was done by total sampling. Data were analyzed using Pearson correlation test statistic and Canonical correlation. The results showed a positive relationship between duration of use of DMPA with fat content and body mass index. Keywords: long time periode of DMPA, fat levels, body mass index Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan lama penggunaan DMPA dengan kadar lemak dan indeks massa tubuh. Desain penelitian yang digunakan berupa analitik korelasional dengan pendekatan crossectional. Populasinya adalah 74 akseptor kontrasepsi suntik DMPA, besar sampel 42 orang dilakukan dengan teknik total sampling. Data dianalisa menggunakan uji statistik Korelasi Pearson dan Korelasi Kanonikal. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan positif antara lama penggunaan DMPA dengan kadar lemak dan indeks massa tubuh. Semakin lama akseptor menggunakan DMPA maka kadar lemak dan IMT cenderung meningkat. Kata Kunci: lama penggunaan DMPA, kadar lemak, indeks massa tubuh
PENDAHULUAN
ang (9,89%) dan peserta KB aktif sebanyak 5.828.183 orang (69,25%). Akseptor yang memilih metode kontrasepsi jangka panjang seperti IUD, implan dan MOW/MOP sebanyak 22%, sedangkan 77,8% memilih metode kontrasepsi jangka pendek seperti pil, suntik, maupun kondom. Proporsi akseptor metode suntik sebanyak 55,62%. Kecenderungan yang sama juga terjadi pada peserta KB baru yaitu 86,47% akseptor lebih memilih metode kontrasepsi metode jangka pendek dan sebagian besar memilih suntik (62,57%). Laporan Kepala Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Masyarakat Kota Malang, jumlah akseptor kontrasepsi terbanyak di Kota Malang adalah akseptor suntik hormonal sebanyak 42.893 orang. Salah satu efek samping DMPA adalah peningkatan berat badan (Hartanto, 2004). Penggunaan progesteron saja sebagai alat kontrasepsi menyebabkan kadar esterogen menjadi
Keluarga Berencana (KB) merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang bertujuan melembagakan “Keluarga Berkualitas”. Program KB ini sudah merupakan suatu keharusan dalam upaya menanggulangi pertumbuhan penduduk dunia umumnya dan penduduk Indonesia khususnya. Berhasil tidaknya program KB ini akan menentukan kesejahteraan bangsa Indonesia (BKKBN, 2010). Fenomena di masyarakat saat ini banyak wanita usia subur yang memilih menggunakan kontrasepsi hormonal. Kontrasepsi hormonal dipilih karena lebih praktis, efektif dan tidak perlu khawatir ada benda yang dipasang di dalam tubuh seperti susuk maupun spiral. Berdasarkan Laporan Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur (2010) jumlah PUS di Jawa Timur tahun 2010 yang tercatat 8.416.637 orang. Jumlah PUS yang menjadi peserta KB baru sebanyak 832.423 or8
ISSN 2460-0334
8
Setyarini, Lama penggunaan DMPA dan IMT akseptor KB suntik
berkurang. Fungsi esterogen antagonis terhadap progesteron salah satunya terhadap metabolisme lemak. Esterogen berfungsi meningkatkan kadar HDL dan alpha lipoprotein yaitu lemak yang dapat larut dalam air. Sedangkan, progesteron menurunkan kadar HDL dan meningkatkan LDL. LDL bersifat tidak larut dalam air sehingga apabila asupan makanan yang mengandung banyak lemak terus dikonsumsi maka LDL akan banyak tersimpan dalam tubuh (Runnebaum, 1999). Lemak yang tersimpan ditubuh akan menyebabkan kenaikan berat badan sehingga mempengaruhi indeks massa tubuh (IMT) seseorang (Supariasa, 2002). Apabila akseptor mengalami obesitas maka akan lebih beresiko mengalami penyakit degeneratif seperti diabetes melitus, tekanan darah tinggi, jantung koroner bahkan stroke (Sri, 2008). Adanya efek samping dari penggunaan alat kontrasepsi hormonal, memotivasi beberapa tenaga kesehatan untuk melakukan penelitian terhadap efek samping khususnya terhadap indeks massa tubuh dan kadar lemak. Penelitian yang dilakukan Shah et al (2009), dikatakan bahwa kontrasepsi suntik yang mengandung progesteron menyebabkan kenaikan berat badan. Sedangkan penelitian Bonny et al (2009) menyatakan bahwa kontrasepsi hormonal secara signifikan menyebabkan peningkatan kadar lemak tubuh pada wanita dewasa. Pada jurnal US National Library of Medicine National Institutes of Health yang ditulis oleh Clark et al (2005), menyimpulkan bahwa penggunaan DMPA dapat menyebabkan obesitas dan peningkatan kadar lemak dalam tubuh. Sebagai tenaga kesehatan yang dekat dengan masyarakat, bidan juga perlu memperhatikan status gizi akseptor. Hal tersebut karena wanita selama siklus hidupnya akan melewati proses menstruasi, hamil, melahirkan, menyusui bahkan menjadi prioritas utama dalam penggunaan kontrasepsi. Efek samping meningkatnya kadar lemak dan berat badan pada akseptor DMPA yang menimbulkan komplikasi penyakit degeneratif akan semakin merugikan wanita. Maka dari itu peneliti ingin meneliti tentang lama penggunaan alat kontrasepsi yang mengandung Depo Medroksi Progesteron Asetat (DMPA) dengan kadar lemak dan indeks massa ISSN 2460-0334
tubuh akseptor. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan lama penggunaan DMPA dengan kadar lemak dan indeks massa tubuh. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan jenis penelitian analitik korelasional dengan pendekatan crossectional yaitu menganalisis hubungan antara lama penggunaan DMPA dengan kadar lemak dan IMT yang dilakukan dengan pengukuran kadar lemak, berat badan dan tinggi badan hanya sekali melakukan follow up. Populasi dalam penelitian ini yaitu 74 akseptor suntik DMPA yang memenuhi kriteria inklusi. Rata-rata kunjungan yang memenuhi kriteria inklusi yaitu 42 orang per bulan selama periode Januari-April 2013. Cara pengambilan sampel yang digunakan yaitu total sampling. Penelitian ini terdiri dari tiga variabel yaitu satu variabel independen dan dua variabel dependen. Variabel independen dari penelitian ini adalah lamanya penggunaan DMPA, sedangkan variabel dependennya adalah kadar lemak dan indeks massa tubuh akseptor yang masuk kriteria inklusi. Kriteria inklusi penelitian ini yaitu 1) akseptor kontrasepsi suntik DMPA yang tercatat di register KB dan mendapat pelayanan di BPM, 2) akseptor yang berusia 20–35 tahun, 3) akseptor yang bersedia menjadi responden dan kriteria ekslusinya yaitu akseptor yang berprofesi atlet. Instrumen digunakan untuk mengumpulkan data terdiri dari register KB atau kartu KB yang dibawa akseptor, Body fat monitor, timbangan badan dewasa, staturemeter, Standar Operasional Prosedur, lembar observasi untuk mencatat semua hasil pengukuran. Penelitian ini dilaksanakan di Praktek Bidan Ny. Siti Rugayah di daerah Pakis Kabupaten Malang pada bulan Februari sampai Juli 2013. HASIL PENELITIAN Data umum penelitian ini meliputi pendidikan, pekerjaan dan data khususnya antara lain lama penggunaan KB suntik, kadar lemak, kategori IMT
9
JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA (JIKI), VOLUME 1, NO.1 , MEI 2015: 8-16
dari responden. Dari Tabel 1 dapat diketahui hampir setengah responden tingkat pendidikannya adalah SD, hal ini menunjukkan bahwa responden memiliki tingkat pengetahuan yang kurang dalam mengetahui peran kontrasepsi suntik termasuk efek samping yang akan diterima bila petugas tidak memberikan penjelasan terlebih dahulu. Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa setengah responden (50%) pekerja swasta dan sebagian kecil (2,4%) adalah pegawai negeri sipil. Pada Tabel 3 dapat diketahui bahwa lama penggunaan DMPA akseptor kontrasepsi suntik sebagian besar (54,8 %) yaitu >24 bulan. Tabel 4 menunjukkan bahwa hampir setengah responden (33,3%) memiliki kadar lemak berkisar antara 20% sampai 30%. Pada Tabel 5 dapat diketahui bahwa hampir setengah responden (64,3%) memiliki IMT pada interval 18,5-24,9. IMT ini didapat sebelum penggunaan kontrasepsi suntik DMPA. Sedangkan setelah penggunaan suntik DMPA seperti terlihat pada Tabel 6 menunjukkan bahwa nilai ini menurun yaitu sebanyak 47,6% pada
interval tersebut (18,5-24,9), sedangkan interval 25,0-29,9 naik 2 kali lipat menjadi 33,3% atau sebanyak 14 orang. Berdasarkan Tabel 7 menunjukkan kadar lemak <20% sebagian sebesar (75%) pada akseptor yang menggunakan DMPA antara 12– 24 bulan. Kadar lemak yang berkisar 20–30% hampir setengahnya (46,2%) dimiliki oleh akseptor yang menggunakan DMPA antara 12–24 bulan dan >24 bulan. Pada kadar lemak 30–35% sebagian besar (81,1%) pada akseptor yang menggunakan DMPA selama >24 bulan. Kadar lemak >35% sebagian sebesar (80%) pada akseptor yang menggunakan DMPA selama >24 bulan. Tabel 8 menunjukkan pada IMT <18,5 sebagian besar (80%) akseptor DMPA menggunakan antara 12–24 bulan. Pada IMT yang berkisar 18,5–24,9, hampir setengah (45%) akseptor menggunakan DMPA selama 12–24 bulan dan >24 bulan. Pada IMT 25,0–29,9 sebagian Tabel 4. Distribusi frekuensi kadar lemak responden
Tabel 1. Distribusi frekuensi pendidikan
Tabel 5. Distribusi frekuensi indeks massa tubuh sebelum menggunakan kontrasepsi suntik DMPA Tabel 2. Distribusi frekuensi pekerjaan
Tabel 6. Distribusi frekuensi indeks massa tubuh setelah menggunakan kontrasepsi suntik DMPA Tabel 3. Distribusi frekuensi lama penggunaan kontrasepsi suntik
Tabel 7. 10
ISSN 2460-0334
Setyarini, Lama penggunaan DMPA dan IMT akseptor KB suntik
Tabel 7. Tabel silang lama penggunaan DMPA dan kadar lemak pada responden
Tabel 8. Tabel silang lama penggunaan DMPA dengan IMT pada responden
besar (80%) akseptor menggunakan DMPA selama >24 bulan. Pada IMT >30,0% seluruh (100%) akseptor menggunakan DMPA >24 bulan.
dan elektronik. Ketakutan terhadap efek samping alat kontrasepsi tertentu cenderung menyebabkan akseptor lebih memilih satu kontrasepsi yang dianggap nyaman dan tidak ingin memberi jeda untuk menggunakan kontrasepsi lain. Kontrasepsi DMPA dianggap praktis oleh beberapa akseptor karena tidak perlu mengingat bulan, obat disuntikkan tiap 3 bulan sekali, dan tidak ada alat yang dipasang di dalam tubuh. Selain praktis, suntik DMPA dianggap efektif karena apabila suntik sesuai jadwal maka tidak akan terjadi kehamilan. Hormon progesteron berfungsi memberi umpan balik negatif pada hipotalamus dan hipofisis dalam mengeluarkan Luteinizing Hormon (LH) sehingga tidak terjadi ovulasi. Apabila ovulasi tidak terjadi maka tidak ada sel telur yang dibuahi sperma sehingga tidak terjadi kehamilan. Efek samping DMPA yang paling sering dialami oleh akseptor yaitu tidak menstruasi (amenorrhoe), flek-flek (spotting), dan kenaikan berat badan. Meskipun memiliki beberapa efek samping, dari akseptor yang menggunakan DMPA lebih dari 24 bulan menyatakan masih menerima efek samping yang mungkin dapat dialami. Setiap alat kontrasepsi memiliki efek samping, namun setiap individu tidak selalu akan mengalami efek samping yang ditimbulkan. Hal tersebut karena masing-masing individu memiliki adaptasi tersendiri terhadap pemberian hormon progesteron. Apabila efek samping itu masih dianggap wajar oleh akseptor maka akan memengaruhi lama penggunaan DMPA. Beberapa responden nyaman menggunakan kontrasepsi suntik DMPA karena dianggap praktis dan efektif.
PEMBAHASAN Pada hasil tabulasi data diperoleh sebagian besar akseptor menggunakan DMPA selama >24 bulan. Penghitungan lama penggunaan DMPA dilihat dari data register KB di BPM Siti Rugayah, Amd.Keb. tanggal pertama menjadi akseptor DMPA lalu dihitung lama penggunaan hingga waktu penelitian. Akseptor menggunakan DMPA 24 bulan hingga yang paling lama 93 bulan, karena sudah merasa nyaman, dianggap lebih praktis, takut terhadap efek samping kontrasepsi tertentu, praktis dan dianggap efek sampingnya dapat diterima. Rasa nyaman akseptor yang telah menggunakan DMPA >24 bulan menimbulkan kepercayaan dalam menggunakan sebuah alat kontrasepsi. Sehingga apapun efek samping yang dapat ditimbulkan masih dapat diterima oleh akseptor. Selain itu timbulnya rasa nyaman ini juga disebabkan karena akseptor merasa cocok menggunakan kontrasepsi suntik DMPA. Beberapa akseptor menyatakan memilih DMPA selain merasa cocok, juga takut terhadap efek samping kontrasepsi lain. Alat kontrasepsi yang menimbulkan ketidaknyamanan bagi akseptor misalnya IUD yang menimbulkan perdarahan yang lebih banyak, infeksi dan kram perut, selain itu seperti implan yang menimbulkan infeksi, Pil yang dapat menimbulkan rasa mual dan flek hitam pada wajah serta kondom yang dirasa tidak nyaman pada saat berhubungan seksual. Hal ini diperoleh akseptor dari pengalaman sendiri, cerita dari orang lain atau informasi dari media cetak Tabel silang lama penggunaan DMPA dan kadar lemak pada responden ISSN 2460-0334
11
JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA (JIKI), VOLUME 1, NO.1 , MEI 2015: 8-16
Suntik DMPA merupakan kontrasepsi yang diinjeksikan setiap 3 bulan sekali dan dapat mencegah kehamilan bila tidak terlambat suntik, di BPM Ny. Siti Rugayah jadwal suntik dimajukan satu minggu sehingga jarang ada akseptor yang datang terlambat suntik. Persepsi akseptor ini cenderung menyebabkan semakin lama penggunaan DMPA tanpa jeda atau mengganti kontrasepsi lain. Pada penelitian ini tidak semua akseptor pernah menggunakan kontrasepsi DMPA saja. Sebelumnya ada yang pernah menggunakan DMPA lalu diselingi dengan non hormonal atau hormon kombinasi lalu kembali lagi menggunakan DMPA. Responden tersebut tetap peneliti gunakan sebagai sampel karena keterbatasan waktu dalam penelitian. Responden yang pernah menggunakan DMPA sebelumnya, lama penggunaan DMPA tidak diakumulasikan sampai waktu penelitian dengan pertimbangan tidak ada data yang mendukung penggunaan DMPA sebelumnya dan penggunaan kontrasepsi lain dapat mempengaruhi hasil penelitian. Menurut Clark et al (2005), jangka waktu dalam penggunaan DMPA selama 2 tahun. Jika lebih dari 2 tahun akan banyak mengalami keluhan khususnya kenaikan berat badan dan obesitas. Sampai saat ini belum ada teori pasti batas waktu penggunaan DMPA, pemberian jeda dan menghentikan penggunaan dilihat dari efek samping yang menyebabkan akseptor tidak nyaman atau mengalami komplikasi penyakit degeneratif seperti hipertensi maupun keganasan alat kandungan. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa hampir setengah akseptor DMPA memiliki kadar lemak antara 20–30% atau dalam kategori normal. Kadar lemak akseptor sebagian besar masih normal karena berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh University of texas Medical Branch (UTMB) tahun 2008, peningkatan lemak tubuh sebanyak 3,4% dalam waktu 3 tahun pemakaian. Hal ini dipengaruhi oleh aktivitas akseptor yang dapat mengurangi penimbunan lemak dalam tubuh. Walaupun penggunaan kontrasepsi DMPA memengaruhi penimbunan lemak tubuh namun bidan telah memberikan KIE
12
dalam mengatasi penimbunan lemak yaitu mengurangi konsumsi makanan berminyak dan berlemak serta meningkatkan aktivitas seperti olah raga ringan. Penimbunan lemak tubuh dipengaruhi banyak faktor selain penggunaan progesteron, penimbunan lemak tubuh dipengaruhi oleh konsumsi makanan, penyakit degeneratif, latihan fisik, stress, usia, dan jenis kelamin. Berdasarkan wawancara singkat dengan akseptor sebagian besar suka mengkonsumsi sayur dan buah, selain itu beberapa akseptor sering mengkonsumsi gorengan. Walaupun akseptor mengkonsumsi makanan berlemak, namun dapat diatasi dengan makanan yang berserat dan mengandung vitamin sehingga metabolisme lemak dapat berjalan dengan baik. Selain makanan yang memengaruhi kadar lemak seseorang yaitu penyakit seperti diabetes dan kegemukan. Pada penelitian ini subjek penelitiannya yaitu wanita usia reproduksi sehat, dimana masih tergolong memiliki sistem metabolisme yang baik, sehingga sedikit memiliki risiko terkena penyakit degeneratif. Latihan fisik yang cukup setiap hari baik untuk membakar lemak yang tertimbun dalam tubuh. Akseptor di BPM NY. Siti Rugayah sebagian besar tidak bekerja sehingga aktivitas yang paling banyak dilakukan yaitu mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan merawat anak. Selain itu, sebagian akseptor yang tidak bekerja cenderung memiliki tingkat stress yang rendah karena tidak memiliki banyak tanggung jawab yang harus dikerjakan. DMPA dapat memberikan efek samping penimbunan lemak tubuh (Hartanto, 2003). Hal ini dikarenakan progesteron sebagai hormon yang memengaruhi metabolisme lemak tubuh. Kadar lemak diukur dengan HBF-306 fat monitor. Pengukuran dilakukan dalam posisi berdiri tegak, tangan memegang alat dengan kedua tangan lurus hingga membentuk sudut 900o. Pengukuran lemak ini memiliki tingkat keakuratan yang tinggi karena pengukurannya menggunakan electric resistance pada elektroda dan data tinggi badan, berat badan, umur, dan jenis kelamin. Hasil pengukuran bekorelasi dengn under-water weighing method sesuai standar pengukuran lemak tubuh (Omron,
ISSN 2460-0334
Setyarini, Lama penggunaan DMPA dan IMT akseptor KB suntik
2011). Pada saat penelitian tidak ditemukan hambatan dalam pengukuran kadar lemak karena pengukuran yang dilakukan sangat mudah dan responden tidak merasa terganggu. Pengukuran kadar lemak inipun tidak memiliki efek samping terhadap kesehatan responden sehingga tidak ada responden yang menolak untuk dilakukan pengukuran. Hasil pengukuran kadar lemak yang diperoleh menjadi gambaran jumlah lemak dalam tubuh akseptor. Dari tabulasi data diperoleh hasil indeks massa tubuh hampir setengah akseptor berada pada interval 18,5–24,9 dalam kategori normal. Salah satu komponen IMT yang dapat dipengaruhi oleh hormon progesteron yaitu berat badan. Sebagian besar akseptor memiliki IMT masih dalam interval normal karena kadar lemak akseptor masih dalam keadaan normal. Kadar lemak dapat memengaruhi berat badan. karena berat badan merupakan ukuran antropometri yang menggambarkan jumlah dari protein, lemak, air dan mineral pada tulang (Supariasa, 2002). Penggunaan DMPA memiliki efek samping kenaikan berat badan (Saifudin, 2006). Peningkatan berat badan pada akseptor terjadi setelah 6 bulan penggunaan DMPA (Bonny et al, 2009). Berat badan meningkat bervariasi, pada umumnya selama satu tahun pemakaian meningkat sebanyak 1–5 kg (Hartanto, 2003). Sebagian besar akseptor yang menjadi responden menyatakan bahwa setelah menggunakan suntik 3 bulan, berat badan meningkat. Hal ini cenderung dipengaruhi oleh peningkatan nafsu makan, pendidikan, dan pekerjaan dari responden. Sebagian responden mengaku mengalami peningkatan nafsu makan setelah penggunaan DMPA, terutama terhadap “camilan” yang berupa gorengan. Selain itu sebagian besar akseptor berpendidikan setingkat sekolah dasar. Tingkat pengetahuan memengaruhi pola makan seseorang (Maria, 2012). Pengetahuan sangat penting bagi seseorang dalam menentukan asupan nutrisi bagi kesehatan. Kurangnya pengetahuan tentang makanan sehat juga cenderung meningkatkan pola makan yang tidak sehat sehingga menimbulkan resiko penyakit
ISSN 2460-0334
seperti kegemukan dan diabetes melitus. Walaupun akseptor sebagian besar menyatakan nafsu makan meningkat dari sebelumnya, hasil penelitian memperoleh bahwa IMT masih dalam interval normal. Hal ini kemungkinan disebabkan beberapa akseptor memiliki adaptasi yang baik terhadap DMPA. Meskipun secara teori DMPA meningkatkan berat badan namun apabila dibandingkan dengan tinggi badan akseptor, indeks massa tubuhnya masih dalam batas normal. Kenaikan berat badan tidak selalu berdampak obesitas apabila kenaikan berat badan masih dalam batas normal apabila dibandingkan dengan tinggi badan seseorang. Peningkatan berat badan akibat DMPA dapat dikatakan beresiko apabila IMT berada pada interval obesitas. Meskipun begitu dengan mengetahui indeks massa tubuh akseptor sebelumnya bidan dapat memperhitungkan apakah penggunaan suntik DMPA masih dapat diberikan secara rasional atau tidak. Kenaikan berat badan terjadi akibat pengaruh progesteron terhadap nafsu makan dan penimbunan lemak (Hartanto, 2003). Apabila berat badan meningkat maka akan meningkatkan indeks massa tubuh akseptor. Berat badan maksimal yang direkomendasikan menggunakan DMPA yaitu <70 kg (Saifudin, 2006). Selain berat badan maksimal, DMPA juga dipertimbangkan untuk diberikan pada wanita yang mengalami obesitas. Pada wanita obesitas penggunaan DMPA akan meningkatkan resiko mengalami penyakit degeneratif seperti arterosklerosis, jantung koroner, hipertensi, diabetes melitus dan stroke (Sri, 2008). Dari hasil analisis korelasi pearson terdapat hubungan positif lama penggunaan DMPA dengan kadar lemak. Jadi semakin lama penggunaan DMPA ada kecenderungan semakin tinggi kadar lemak akseptor. Semakin lama penggunaan DMPA, maka lemak yang dikonversi dari karbohidrat dan gula oleh progesteron cenderung akan semakin meningkat apabila tidak diikuti dengan konsumsi nutrisi yang baik dan latihan fisik yang rutin. Pandangan akseptor terhadap penggunaan DMPA sangat memengaruhi lama penggunaan DMPA. Apabila akseptor telah merasa nyaman maka akan secara terus-menerus
13
JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA (JIKI), VOLUME 1, NO.1 , MEI 2015: 8-16
menggunakan alat kontrasepsi suntik DMPA tanpa memberi jeda untuk menggunakan kontrasepsi yang lain. Walaupun peningkatan kadar lemak terjadi setelah 3 tahun pemakaian, akseptor dan petugas kesehatan tetap mendeteksi dini apabila terjadi peningkatan berat badan secara drastis karena kemungkinan timbunan lemak meningkat dan dapat menimbulkan risiko penyumbatan pembuluh darah dan gangguan sirkulasi darah. Dilihat dari crosstab hubungan lama penggunaan DMPA dengan kadar lemak menunjukkan semakin lama penggunan DMPA semakin besar persentase akseptor yang memiliki kadar lemak dalam interval 30–35% dan >35% dalam kategori mendekati tinggi dan tinggi. Hal ini disebabkan oleh kandungan progesteron saja yang menyebabkan kadar esterogen menjadi berkurang. Fungsi esterogen antagonis terhadap progesteron salah satunya terhadap metabolisme lemak. Esterogen berfungsi meningkatkan kadar HDL dan alpha lipoprotein yaitu lemak yang dapat larut dalam air. Sedangkan, progesteron menurunkan kadar HDL dan meningkatkan LDL. LDL bersifat tidak larut dalam air sehingga apabila asupan makanan yang mengandung banyak lemak terus dikonsumsi maka LDL akan banyak tersimpan dalam tubuh (Hartanto, 2004). Hasil penelitian yang diperoleh sesuai dengan jurnal penelitian oleh Berrenson et al (2008) yang menyimpulkan bahwa penggunaan DMPA meningkatkan kadar lemak secara signifikan, perbedaan penelitian yang dilakukan yaitu penelitian Berrenson membandingkan kadar lemak antara kontrasepsi suntik DMPA dengan kontrasepsi oral. Analisis korelasi Pearson menyatakan terdapat hubungan positif lama penggunaan DMPA dengan indeks massa tubuh. Semakin lama penggunaan DMPA terdapat kecenderungan semakin tinggi indeks massa tubuh. Durasi penggunaan kontrasepsi suntik merupakan salah satu pendukung peningkatan indeks massa tubuh seseorang. Pada uji korelasi antara lama penggunaan DMPA dengan perubahan indeks massa tubuh akseptor terdapat hubungan positif yaitu semakin lama penggunaan DMPA, indeks
14
massa tubuh cenderung meningkat. Indeks massa tubuh merupakan alat ukur status gizi seseorang yang diukur dengan membandingkan antara berat badan dan tinggi badan. Lama penggunaan DMPA berbanding lurus dengan berat badan seseorang. Berat badan pada perhitungan indeks massa tubuh berfungsi sebagai pembilang, artinya semakin besar nilai berat badan maka pembagi akan semakin besar sehingga hasilnya akan semakin besar. Lama penggunaan DMPA menunjukkan seberapa jauh akseptor terpapar dengan progesteron di dalam tubuhnya. Semakin lama penggunaan DMPA maka semakin tinggi kadar progesteron yang diberikan di dalam tubuh. Progesteron memengaruhi peningkatan jumlah timbunan lemak, dimana lemak merupakan salah satu komponen massa tubuh (Supariasa, 2002). Penumpukan simpanan lemak dalam tubuh menyebabkan peningkatan berat badan (Suparyanto, 2010). Walaupun dalam penelitian ini tidak diperhitungkan pertambahan berat badan akseptor, namun menurut akseptor peningkatan berat badan yang dialami tidak terlalu besar, bervariasi antara kurang dari 1–5 kg. Peningkatan berat badan yang dialami akseptor sebagian besar terjadi setelah dua kali suntik yang sesuai dengan teori yaitu setelah 6 bulan pemakaian (Bonny et al, 2009). Dilihat dari crosstab hubungan lama penggunaan DMPA dengan IMT menunjukkan semakin lama penggunan DMPA semakin besar persentase akseptor yang memiliki IMT dalam interval 25,0-29,9 dan >30 yang termasuk kategori overweight dan obesitas. Hal ini didukung oleh sebagian besar akseptor menyatakan nafsu makan meningkat. Sesuai dengan teori bahwa kandungan progesteron kuat dalam KB suntik ini merangsang pusat pengendali nafsu makan yang ada di hipotalamus yang menyebabkan akseptor makan lebih banyak dari pada biasanya (Buttaro, 2008). Sistem pengontrol yang mengatur prilaku makanan terletak pada satu bagian otak yang disebut hipotalamus yang mempengaruhi penyerapan makanan yaitu hipotalamus lateral yang menggerakkan nafsu makan (awal atau pusat makanan), hipotalamus ventromedial (HVM) yang
ISSN 2460-0334
Setyarini, Lama penggunaan DMPA dan IMT akseptor KB suntik
bertugas menggerakkan nafsu makan (pemberian pusat kenyang) dari hasil suatu penelitian didapat bahwa jika HL rusak atau hancur, maka individu menolak untuk makan atau minum. Sedangkan kerusakan pada HVM akan menyebabkan seseorang rakus dan mengalami kegemukan (Suparyanto, 2010). Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Shaaheen et al (2009), yang menyimpulkan bahwa penggunaan DMPA meningkatkan indeks massa tubuh akseptor. Perbedaan penelitian yang dilakukan yaitu umur responden dan metode penelitiannya yang membandingkan antara pengguna DMPA dan non hormonal. Hasil analisis data yang dilakukan terdapat hubungan positif antara lama penggunaan DMPA dengan kadar lemak dan indeks massa tubuh. Hal ini berarti semakin lama penggunaan DMPA semakin tinggi kadar lemak dan indeks massa tubuh akseptor. Dari hasil analisis multivariat, rhitung kadar lemak lebih dipengaruhi oleh lama penggunaan DMPA. Sehingga lama penggunaan secara signifikan cenderung meningkatkan kadar lemak. Kadar lemak lebih cenderung dipengaruhi oleh lama penggunaan DMPA karena kadar lemak diukur langsung dan tidak dipengaruhi faktor pengukuran yang lain. Sedangkan IMT tidak cenderung dipengaruhi karena yang dipengaruhi oleh lama penggunaan DMPA hanya berat badan saja secara teori, disamping itu tinggi badan juga menentukan IMT. Meskipun akseptor mengalami peningkatan berat badan belum tentu IMT tinggi. Hal ini dilihat lagi perbandingan berat badan dengan tinggi badan sehingga tidak selalu cenderung berhubungan secara signifikan. Bonny et al (2009) menyatakan bahwa pengaruh kontrasepsi yang hanya mengandung progesteron saja merubah karbohidrat menjadi lemak semakin tidak terkontrol. Kurangnya ketersediaan esterogen menyebabkan metabolisme karbohidrat dan lemak tubuh menjadi tidak teratur. Reseptor DMPA pada adiposa dapat bekerja secara langsung sehingga dapat memengaruhi hasil perubahan glukokortikoid menjadi massa lemak. Peningkatan massa lemak yang disimpan dalam tubuh secara langsung akan mempengaruhi berat badan seseorang. Berat ISSN 2460-0334
badan merupakan ukuran antropometri yang menggambarkan jumlah dari protein, lemak, air dan mineral pada tulang (Supariasa, 2002). Oleh karena berat badan merupakan salah satu komponen dari perhitungan indeks massa tubuh maka apabila kadar lemak tubuh seseorang tinggi maka indeks massa tubuhnya pun akan tinggi. Hal ini menyebabkan adanya hubungan positif antara lama penggunaan DMPA terhadap kadar lemak dan indeks massa tubuh. PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan sebagian besar akseptor telah menggunakan kontrasepsi suntik DMPA lebih dari 24 bulan. Sebagian besar kadar lemak akseptor kontrasepsi suntik DMPA 20– 30%. Indeks massa tubuh akseptor kontrasepsi suntik DMPA sebagian besar berkisar 18,5–24,9. Ada hubungan positif antara lama penggunaan DMPA dengan kadar lemak dan indeks massa tubuh, semakin lama penggunaan DMPA maka kadar lemak dan indeks massa tubuh akan cenderung meningkat. Bidan perlu memberi jeda atau mengganti cara dari penggunaan kontrasepsi hormonal ke non hormonal apabila setelah 5 tahun pemakaian atau sudah mengalami efek samping kenaikan berat badan dengan cara menghitung IMT akseptor setelah 24 bulan penggunaan DMPA. Selain itu hasil penelitian diperoleh sebagian besar kisaran kadar lemak akseptor yaitu 20–30% apabila dikategorikan termasuk normal dan indeks massa tubuh yang berkisar 18,5–24,9 yang masih dalam kategori normal. Maka dari itu disarankan bidan untuk memberikan KIE diet nutrisi dan olahraga sehingga tidak beresiko mengalami obesitas yang dapat menimbulkan penyakit degeneratif pada usia reproduksi agar aman dalam proses kehamilan berikutnya. Pada akseptor kontrasepsi suntik DMPA yang memiliki kadar lemak 20–30 (normal) dan IMT 18,5–24,9(normal) agar tetap menjaga asupan nutrisi serta olah raga yang teratur minimal 30 menit dalam sehari. Bagi akseptor yang memiliki kadar lemak 30-35 (mendekati tinggi) dan
15
JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA (JIKI), VOLUME 1, NO.1 , MEI 2015: 8-16
IMT 25,0-29,9 (overweight) agar memberi jeda penggunaan kontrasepsi hormonal, menjaga asupan nutrisi dengan mengurangi makanan berlemak atau berminyak, serta berolahraga teratur minimal 30 menit sehari untuk mencegah terjadinya penyakit degeneratif. Bagi akseptor dengan kadar lemak >35 (tinggi) dan IMT >30,0 (obesitas) agar segera mengganti alat kontrasepsi hormonal dengan non hormonal atau kontrasepsi mantap, mengurangi konsumsi makanan berlemak dan berminyak, melakukan olahraga minimal 30 menit sehari, dan segera berkonsultasi ke pelayanan kesehatan bila mengalami keluhan penyakit degeneratif seperti jantung berdebar, luka tidak mudah sembuh, sering pusing dan yang lainnya. Direkomendasikan bagi peneliti selanjutnya dalam pengambilan data disertai dengan data sebelum dan sesudah sehingga dapat diketahui seberapa besar pengaruh lama penggunaan DMPA dengan kadar lemak dan IMT. Sehingga penelitian yang dilakukan dapat memberikan informasi yang lebih akurat dan bermanfaat. DAFTAR PUSTAKA Anisa, Maria dkk. 2012. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Tentang Pola Makan Dan Aktivitas Fisik Dengan Kejadian Obesitas Pada Remaja. Medika Respati Journals. Berenson, Abbey B., and Mahbubur Rahman. 2009. Changes in weight, total fat, percent body fat, and central-to-peripheral fat ratio associated with injectable and oral contraceptive use. American journal of obstetrics and gynecology 200.3:329e1.
16
BKKBN. 2010. Kontrasepsi. http://www.bkkbn.go.id/ diakses tgl 20 Februari 2013 Bonny, Andrea E., Michelle Secic, and Barbara A. Cromer. 2009. A Longitudinal Comparison of Body Composition Changes in Adolescent Girls Receiving Hormonal Contraception. Adolesc Health 45 (4):435-425. 1 Oktober 2010 Buttaro, Terry E Manhattan. 2008. Primary Care: A Collaborative Practice (Third Edition). American Journal of Nursing. Clark, M. K., Dillon, J. S., Sowers, M., & Nichols, S. 2005. Weight, fat mass, and central distribution of fat increase when women use depotmedroxyprogesterone acetate for contraception. International journal of obesity, 29(10), 1252-1258. Hartanto, Hanafi. 2003. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta: CV Mulia Sari Hartanto, Hanafi. 2004. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan Nilawati, Sri. 2008. Care Yourself Cholesterol. Jakarta : Penebar Plus Omron. 2011. Instruction Manual HBF-306. Singapore: Omron Healthcare Singapore PTE LTD. Runnebaum, Rabe T eds. 1999. Fertility Control-Update and Trends. Springer-Verlag Saifudin, Abdul Bari. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. Shah, Shaheen dkk. 2009. Effect Of Injectable Contraceptives On Body Mass Index (Bmi) In Women Attending Family Planning Clinic At Hyderabad. http://www.pafmj.org. diakses tgl 14 Februari 2013 Supariasa, I Dewa Nyoman.2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta :EGC Suparyanto. 2010. Pengaruh KB Suntik terhadap Berat Badan. http://dr-suparyanto.blogspot.com. diakses tgl 20 Februari 2013
ISSN 2460-0334