HUBUNGAN LAMA PENGGUNAAN KONTRASEPSI SUNTIK DMPA DENGAN PERUBAHAN BERAT BADAN BERDASARKAN IMT DI BPM SUNARSIH S.ST.KEB DESA GONDORIYO KECAMATAN BERGAS KABUPATEN SEMARANG
ARTIKEL Diajukan untuk Ujian Akhir Program Pendidikan D III Kebidanan Akademi Kebidanan Ngudi Waluyo
Disusun Oleh RIZKY SAPUTRI NIM 0131692
AKADEMI KEBIDANAN NGUDI WALUYO UNGARAN 2016
i
HUBUNGAN LAMA PENGGUNAAN KONTRASEPSI SUNTIK DMPA DENGAN PERUBAHAN BERAT BADAN BERDASARKAN IMT DI BPM SUNARSIH S.ST.KEB DESA GONDORIYO KECAMATAN BERGAS KABUPATEN SEMARANG Rizky Saputri1), Kartika Sari, S.SiT., M.Keb2), Ari Andayani, S.SiT., M.Kes3) 1) Mahasiswa AKBID Ngudi Waluyo 2) Staf Dosen AKBID Ngudi Waluyo 3) Staf Dosen AKBID Ngudi Waluyo
[email protected] ABSTRAK Rizky Saputri, 2016 ; Hubungan lama penggunaan kontrasepsi suntik DMPA dengan perubahan berat badan berdasarkan IMT di BPM Sunarsih S.ST.Keb Desa Gondoriyo Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang Pembimbing I.Kartika Sari, S.SiT., M.Keb. II. Ari Andayani, S.SiT., M.Kes Latar belakang. Kontrasepsi suntik merupakan cara untuk mencegah kehamilan dengan menggunakan hormonal. Salah satu KB suntik berdaya kerja lama yaitu DMPA (Depo Medroxyprogesteron acetat) diberikan setiap 3 bulan sekali dengan dosis 150 mg. Kontrasepsi ini mempunyai efek samping salah satunya yaitu adanya perubahan berat badan. Tujuan penelitian mengetahui hubungan lama penggunaan kontrasepsi suntik DMPA dengan perubahan berat badan di BPM Sunarsih S.ST.Keb Desain penelitian korelasi. Populasi dalam penelitian ini adalah akseptor kontrasepsi DMPA di BPM Sunarsih S.ST.Keb dengan jumlah 265 orang. Sampel 73 akseptor dengan teknik sampling purposive sampling. Instrumen penelitian menggunakan rekam medik kartu peserta KB yang ada di BPM Sunarsih. Analisa data menggunakan uji Chi square. Hasil penelitian didapatkan responden akseptor kontrasepsi suntik DMPA < 1 tahun sebagian berat badan tetap sejumlah 11 responden (52,4%) sedangkan responden yang memakai kontrasepsi suntik DMPA > 1 tahun sebagian besar mengalami peningkatan berat badan sejumlah 42 responden (80,8%). Hasil uji statistik didapatkan bahwa nilai χ² hitung = 25,255 dengan p-value 0,000. Jadi p-value (0,000) < (0,05), maka ada hubungan yang signifikan antara lama penggunaan KB suntik 3 bulan (DMPA) dengan perubahan berat berdasarkan IMT. Saran untuk akseptor KB suntik supaya memantau perubahan efek samping sehingga apabila ada kelainan maupun keluhan yang berkaitan dengan perubahan berat badab dapat segera di atasi. Kata kunci: KB DMPA,Perubahan
Akademi Kebidanan Ngudi Waluyo Ungaran | 1
THE CORRELATION BETWEEN THE USAGE OF DMPA CONTRACEPTIVE – INJECTION WITH CHANGE OF BODY WEIGHT ACCORDING TO BMI IN BPM SUNARSIH S.ST.KEB, GONDORIYO VILLAGE, BERGAS DISTRICT, SEMARANG REGENCY Rizky Saputri1), Kartika Sari, SSiT., MKeb.2), Ari Andayani, SSiT., MKes3) 1) Student of Ngudi Waluyo Midwifery Academy 2) Lecture of Ngudi Waluyo Midwifery Academy 3) Lecture of Ngudi Waluyo Midwifery Academy rizkyysaputri@gmailcom ABSTRACT Rizky Saputri, 2016; The Correlation Between The usage of DMPA Contraceptive Injection with Change of Body Weight According to BMI in BPM Sunarsih S.ST.Keb, Gondoriyo Village, Bergas District, Semarang Regency First Advisor: Kartika Sari, SSiT., MKeb. Second Advisor: Ari Andayani, SSiT., Mkes Background: Injective contraception is a way to prevent the pregnancy by using hormonal method. One of family planning programs by using contraceptive injection which can work in long time is DMPA (Depo Medroxyprogesteron Acetat) given once every 3 month with the dose of 150 gram. This contraception has side effects. One of them is the change of body weight. Purpose of research: Purpose of this research is to identify the correlation between the usage of DMPA contraceptive injection with change of body weight according to BMI IN BPM Sunarsih S.ST.Keb, Gondoriyo Village, Bergas District, Semarang Regency. Research Design: This research used correlational design. The population of this research was all DMPA contraception acceptors in BPM Sunarsih S.ST.Keb as many as 265 people. The samples were 73 acceptors with purposive sampling technique. Instrument of research used medical record card of Family Planning participants in BPM Sunarsih. Data analysis used Chi square test. Result of research : The results of this research shows that the respondents who use DMPA < 1 year, mostly have stable body weight as many as 11 respondents (52.4%). The respondents who use DMPA > 1 year, mostly have the increase in body weight as many as 42 respondents (80.8%). The statistical test result, obtained χ² = 25.255 with pvalue 0.000. So, p-value (0.000) < (005), hence there is a significant correlation between the usage period of DMPA contraceptive injection with change of body weight according to BMI in BPM Sunarsih S.ST.Keb, Gondoriyo Village, Bergas District, Semarang Regency. Suggestion: It suggested for injective contraception acceptors to monitor its side effects, so that if there are complains or abnormalities of related to change of weight body can be overcome soon. Keywords: DMPA Contraception, Change of Body Weight PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu masalah terpenting yang dihadapi oleh negara berkembang, seperti di Indonesia yaitu ledakan penduduk. Ledakan penduduk mengakibatkan laju pertumbuhan
penduduk yang pesat hal ini karena minimnya pengetahuan serta pola budaya pada masyarakat setempat. Untuk mengatasi permasalahan tersebut pemerintah Indonesia telah menerapkan program keluarga berencana (KB) yang dimulai sejak tahun 1968 dengan Akademi Kebidanan Ngudi Waluyo Ungaran | 2
mendirikan LKBN (Lembaga Keluarga Berencana Nasional) yang kemudian dalam perkembangannya menjadi BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional). Gerakan Keluarga Berencana Nasional bertujuan untuk mengontrol laju pertumbuhan penduduk dan juga untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (BKKBN, 2010). Upaya langsung menurunkan tingkat kelahiran dilaksanakan melalui program KB, yaitu mengajak pasangan usia subur agar memakai alat kontrasepsi. Jumlah pasangan usia subur yang memakai alat kontrasepsi terus ditingkatkan. Sedangkan jenis alat kontrasepsi yang dipakai pasangan usia subur ditingkatkan kepada yang lebih efektif yaitu yang mempunyai pencegahan kehamilan yang lebih lama. Dengan semakin berkembangnya program KB yang dicanangkan oleh pemerintah, alat kontrasepsi pun semakin berkembang. Berbagai pilihan alat kontrasepsi ditawarkan kepada masyarakat. Dari mulai yang sederhana sampai yang permanen/mantap, yaitu mulai pil, suntik, spiral dan IUD. Adajenis kontrasepsi lain, yaitu vasektomi untuk pria dan tubektomi untuk wanita. Namun 2 jenis alat kontrasepsi ini masih jarang dipilih oleh masyarakat,sebab dengan memiliki alat kontrasepsi mantap tersebut maka seseorang tidak bisa lagi memiliki anak. (Hartanto, 2010) Hasil Riskesdas 2013 diIndonesia, pemakaian alat KB di Indonesia sebesar 59,7 persen dan CPR modern sebesar 59,3 persen. Diantara penggunaan KB modern tersebut, sebagian besar menggunakan cara KB suntikan (34,3%). Pelayanan KB di Indonesia sebagian besar diberikan oleh bidan (76,6%) di fasilitas pelayanan swasta yaitu tempat praktek bidan (54,6%). World Health Organization (WHO) mengatakan bahwa jumlah pengguna kontrasepsi suntik yaitu sebanyak 4.000.000 orang. Di Amerika Serikat jumlah penggunaan kontrasepsi suntik sebanyak 30% sedangkan di indonesia kontrasepsi suntik merupakan kontrasepsi yang populer. Kontrasepsi yang paling banyak digunakan adalah
Depo Medroksi Progesteron Asetat (DMPA) atau depo provera (suntik tiga bulan). Dari 61,4% warga Indonesia yang menggunakan kontrasepsi sebanyak 31,6% yang memilih kontrasepsi suntik ( Gabbie,2006). Berasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2013 terdapat kecenderungan peningkatan jumlah pemakai kontrasepsi jenis injeksi dari 11,7% pada tahun 2010 pada tahun 2011 meningkat menjadi 15,2% dan 21,1% pada tahun 2012, kemudian tahun 2013 meningkat menjadi 27,8%. Metode kontrasepsi jenis injeksi merupakan kontrasepsi yang paling banyak digunakan di Indonesia (Subakti, 2014). Berdasarkan data Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2014 jumlah peserta kb aktif tercatat sebanyak 78,58%, dan penggunaan KB suntik sebanyak 56,67%. Jumlah PUS di kabupaten semarang pada tahun 2014 tercatat sebanyak 186.112, peserta KB aktif sebanyak 154.788 (83,2%) dan peserta KB baru tercatat sebanyak 23.513 (12,6%). Dan PUS di Kecamatan Bergas pada bulan November 2014 ssebanyak 6,873 pengguna KB suntik. ( Profil Kesehatan Kabupaten Semarang, 2014). Kontrasepsi suntikan adalah salah satu cara untuk mencegah terjadinya kehamilan dengan melalui suntikan hormonal. Kegagalan pada pemakai KB suntik hanya sekitar < 1 per 100 wanita pertahun. Metode suntik dilakukan dalam jangka waktu 1 hingga 3 bulan. Suntikan ini akan melindungi dari kehamilan hingga tiba waktunya disuntik lagi. Metode ini sepenuhnya dapat dikendalikan oleh perempuan (Mar’atul, 2010).Kontrasepsi hormonal seperti suntik memiliki daya kerja yang lama, tidak membutuhkan pemakaian setiap hari tetapi tetap efektif dan tingkat reversibilitasnya tinggi, artinya kembali kesuburan setelah pemakaian berlangsung cepat. Namun demikian KB suntik juga mempunyai banyak efek samping, seperti amenorea (30%), spoting (bercak darah), dan menoragia, seperti halnya dengan kontrasepsi hormonal lainnya dan dijumpai pula keluhan mual, sakit kepala (pusing) (1Akademi Kebidanan Ngudi Waluyo Ungaran | 3
17%), galaktorea (90%), perubahan berat badan (7-9%) (Hartanto, 2010). Permasalahan yang paling sering dihadapi akseptor KB suntik adalah peningkatan berat badan. Salah satu jenis KB suntik yang banyak digunakan adalah KB suntik 3 bulan yaitu Depo Provera. Depo Provera merupakan suspensi cair yang mengandung Kristalkristal Mikro Depot Medroksiprogesteron Asetat (DMPA). DMPA merupakan turunan progesteron (Varney, 2007). Kenaikan berat badan merupakan kelainan metabolisme yang paling sering dialami akseptor KB. Perubahan kenaikan berat badan ini dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor hormonal yang terkandung dalam kontrasepsi suntik yaitu hormon estrogen dan progesteron. Kenaikan berat badan pada akseptor KB suntik karena pengaruh hormon estrogen dan progesteron akan mempermudah perubahan karbohidrat dan menjadi lemak, sehingga lemak subkutan bertambah. Umumnya pertambahan berat badan tidak terlalu besar, bervariasi antara kurang dari 1-3 kg dalam tahun pertama. Selain itu hormon estrogen dan progesteron juga menyebabkan nafsu makan meningkat. Hipotesa para ahli, kontrasepsi suntik dapat merangsang pusat pengendali nafsu makan hipotalamus yang menyebabkan akseptor makan lebih banyak daripada biasanya (Hartanto,2010). Data yang didapat dari bidan desa Gondoriyo sebanyak 265 orang yang menggunakan KB suntik. Studi pendahuluan yang dilakukan pada di BPM Sunarsih, S.ST.Keb pada 10 orang wanita Akseptor KB suntik 3 bulan melalui wawancara, 8 diantaranya wanita akseptor tersebut mengalami perubahan berat badan , yaitu peningkatan berat badan mencapai 3 kg sampai lebih dari 5 kg setelah menggunakan KB suntik 3 bulan rata – rata lebih dari 2 kali kunjungan. Berdasarkan hal tersebut diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang Hubungan lama penggunaan KB suntik 3 bulan (DMPA) dengan perubahan berat badan berdasarkan IIMT di Desa
Gondoriyo, Kecamatan Kabupaten Semarang.
Bergas,
RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dibuat suatu rumusan masalah “ Hubungan lama pengggunaan KB suntik 3 bulan (DMPA) dengan perubahan berat badan berdasarkan IMT di BPM Sunarsih S.ST.Keb Desa Gondoriyo, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang “ TUJUAN PENELITIAN 1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan lama penggunaan KB suntik 3 bulan (DMPA) dengan perubahan berat berdasarkan IMT badan di BPM Sunarsih S.ST.Keb Desa Gondoriyo, Kecamatan Bergas, Kabupaten Seamarang. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui lama penggunaan KB suntik 3 bulan (DMPA) di Desa Gondoriyo, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang. b. Mengetahui perubahan berat badan akseptor suntik 3 bulan (DMPA) berdasarkan IMT di Desa Gondoriyo, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang. c. Mengetahui hubungan lama penggunaan kontrasepsi suntik 3 bulan (DMPA) dengan perubahan berat badan berdasarkan IMT di BPM Sunarsih S.ST.Keb Desa Gonodoriyo, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang METODE PENELITIAN Desain penelitian korelasi. Penelitian inimenggunakan nonprobability sampling dengan jenis purposive sampling yaitu teknikpenentuan sampel dengan pertimbangan tertentu sesuai yang dikehendaki oleh peneliti. Populasi dalam penelitian ini adalah semua akseptor KB suntik DMPA di BPM Sunarsih S.ST.Keb dengan jumlah 265 akseptor. Hasil penelitian didapatkan sampel 73 responden. Instrumen yang digunakan rekam medik kartu akseptor KB suntik DMPA yang ada di BPM Sunarsih. S.ST.Keb. Waktu penelitian ini dilakukan pada bulan april – mei 2016.
Akademi Kebidanan Ngudi Waluyo Ungaran | 4
Analisis data ini peneliti menggunakan analisis univariate dan dinyatakan dalam bentuk distribusi persentase dan analisis bivariat menggunakan uji Chi square. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Analisis Univariat 1. Lama Penggunaan KB Suntik DMPA Distribusi frekuensi berdasarkan lama penggunaan KB suntik DMPA disajikan pada tabel berikut ini. Tabel 1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Lama Penggunaan KB Suntik DMPA pada Akseptor KB Suntik DMPA di BPM Sunarsih S.ST.Keb Desa Gondoriyo Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang Lama Penggunaan 1 Tahun > 1 Tahun Jumlah
Frekuensi 21 52 73
Persentase (%) 28,8 71,2 100
Tabel 1 dapat diketahui bahwa dari 73 akseptor KB suntik DMPA di BPM Sunarsih S.ST.Keb Desa Gondoriyo Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang, sebagian besar responden sudah > 1 tahun menggunakan KB suntik DMPA, sejumlah 52 orang (71,2%). 2. Peningkatan Berat Badan Distribusi frekuensi berdasarkan Peningkatan Berat Badan pada Akseptor KB suntik DMPA disajikan pada tabel berikut ini. Tabel 2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Peningkatan Berat Badan pada Akseptor KB Suntik DMPA di BPM Sunarsih S.ST.Keb Desa Gondoriyo Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang Peningkatan Berat Badan Menurun Tetap Meningkat Jumlah
Frekuensi 8 19 46 73
Persentase (%) 11,0 26,0 63,0 100
Tabel 2 dapat diketahui bahwa dari 73 responden akseptor KB suntik DMPA di BPM Sunarsih S.ST.Keb Desa Gondoriyo Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang, sebagian besar responden mengalami peningkatan berat badan setelah menggunakan KB suntuk DMPA, sejumlah 46 orang (63,0%). 2. Analisis Bivariat Analisis bivariat pada bagian ini menyajikan hasil analisis tentang hubungan lama penggunaan KB suntik 3 bulan (DMPA) dengan peningkatan berat berdasarkan IMT badan di BPM Sunarsih S.ST.Keb Desa Gondoriyo, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang. Untuk mengetahui hubungan ini digunakan uji Chi Square, dimana hasilnya disajikan berikut ini. Tabel 3 Hubungan Lama Penggunaan KB Suntik 3 Bulan (DMPA) dengan Peningkatan Berat berdasarkan IMT Badan di BPM Sunarsih S.ST.Keb Desa Gondoriyo, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang, 2016
Peningkatan BB Lama Meningk Total PPengguna Menurun Tetap χ² at value an f % f % f % f % < 1 Tahun 6 28,6 11 52,4 4 19,0 21 100 25,2 0,000 > 1 Tahun 2 3,8 8 15,4 42 80,9 52 100 55 Jumlah 8 11,0 19 26,0 46 63,0 73 100
Tabel 3, dapat diketahui bahwa responden yang memakai KB suntik 3 bulan (DMPA) selama < 1 tahun sebagian besar berat badannya tetap sejumlah 11 responden (52,4%). Responden yang memakai KB suntik 3 bulan (DMPA) selama > 1 tahun sebagian besar mengalami peningkatan berat badan sejumlah 42 responden (80,8%). Berdasarkan uji Chi Square didapat nilai χ² hitung = 25,255 dengan p-value 0,000. Oleh karena pvalue (0,000) < (0,05), maka disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara lama penggunaan KB suntik 3 bulan
Akademi Kebidanan Ngudi Waluyo Ungaran | 5
(DMPA) dengan peningkatan berat berdasarkan IMT badan di BPM Sunarsih S.ST.Keb Desa Gondoriyo, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang. Pembahasan 1. Gambaran Lama Penggunaan KB Suntik DMPA pada Akseptor KB Suntik DMPA di BPM Sunarsih S.ST.Keb Desa Gondoriyo Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang Hasil penelitian sebagaimana disajikan table 1 dapat diketahui bahwa dari 73 akseptor KB suntik DMPA di BPM Sunarsih S.ST.Keb Desa Gondoriyo Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang, sebagian besar responden sudah > 1 tahun menggunakan KB suntik DMPA, sejumlah 52 orang (71,2%). Hasil di atas memiliki arti bahwa banyak akseptor yang sudah lama (> 1 tahun) menggunakan KB suntik DMPA. Hal ini disebabkan kemungkinan banyak akseptor yang merasa puas terhadap kontrasepsi suntik DMPA ini, yang mana kontrasepsi ini sangat efektif dalam mencegah kehamilan, sehingga banyak akseptor yang merasa lebih nyaman memakainya dan akan terus menggunakannya dalam jangka waktu yang lama (> 1 tahun). Hal ini didukung oleh hasil penelitian Rohmatin (2015) yang menyatakan bahwa pemilihan KB suntik dianggap memiliki efektivitas tinggi dan dapat digunakan dalam jangka waktu panjang, terutama suntik 3 bulan, dikarenakan lebih praktis dan murah Alasan rendahnya minat penggunaan yang lain dipertegas dalam penelitian Selviana, dkk(2013) yang menyatakan bahwa karena takut akan terjadi efek samping yang terjadi pada pengguna seperti takut mengalami kegagalan, takut adanya infeksi, dapat mengganggu aktifitas sehari – hari dan aktivitas seksual. Selain itu, lama pemakaian kontrasepsi suntik DMPA ini juga terkait dengan adanya akseptor yang
sudah tidak ingin memiliki anak lagi. Hal ini bisa didorong dengan jumlah anak yang mereka miliki sudah dirasa cukup (misalnya 2 atau 3 dan bahkan lebih), sehingga pencegahan kehamilan harus dilakukan dalam waktu yang lama. Sebagaimana diungkapkan oleh (Syaifuddin, 2006), bahwa pasangan usia subur (PUS) yang sudah tidak ingin memiliki keturunan lagi diharapkan menggunakan kontrasepsi jangka panjang seperti kontrasepsi KB suntik DMPA, hal ini dikarenakan KB suntik DMPA merupakan alat kontrasepsi yang memiliki efektifitas dan reversibilitas tinggi. Selain sederhana, kontrasepsi suntik DMPA dapat diandalkan serta pemakaiannya dengan jangka lama dan murah harganya sehingga terjangkau bagi masyarakat. Umumnya pemakaian suntik KB mempunyai persyaratan yang sama dengan KB pil termasuk penggunaan cara kontrasepsi suntik hormonal maksimal selama 5 tahun, sebelum disuntik kesehatan ibu harus diperiksa dulu untuk memastikan kecocokannya. Suntikan diberi saat ibu dalam keadaan tidak hamil (Ramadhan, 2008). Alasan lain kenapa responden ingin lama menggunakan KB suntik DMPA adalah responden menyatakan bahwa dalam penggunaan kontrasepsi KB suntik 3 bulan itu sangatlah mudah dan terasa nyaman, sehingga mereka tidak merasa kesulitan dalam ber KB. Alasan responden lebih suka menggunakan kontrasepsi KB suntik itu diantaranya karena tidak merasa kesulitan dalam hal biaya, karena kontrasepsi suntik KB 3 bulan dengan harga murah atau terjangkau, serta mudah dihentikan setiap saat, serta bisa teratur dalam penggunaannya. Hasil ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Hartanto (2004) bahwa salah satu jenis kontrasepsi yang menjadi pilihan akseptor adalah KB suntik, ini disebabkan karena aman, efektif, sederhana, murah. Cara ini mulai disukai masyarakat kita Akademi Kebidanan Ngudi Waluyo Ungaran | 6
karena dapat diperkirakan setengah juta pasangan memakai kontrasepsi suntikan untuk mencegah kehamilan sehingga akseptor yang pemakaian lebih dari 1 tahun lebih banyak dibandingkan pemakaian yang kurang dari 1 tahun. Lama penggunaan setiap metode kontrasepsi mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Namun demikian, meskipun telah mempertimbangkan untung rugi semua kontrasepsi yang tersedia, tetap saja terdapat kesulitan untuk mengontrol fertilitas secara aman, efektif, dengan metode yang dapat diterima, baik secara perorangan maupun budaya. 2. Gambaran Peningkatan Berat Badan pada Akseptor KB Suntik DMPA di BPM Sunarsih S.ST.Keb Desa Gondoriyo Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang Hasil penelitian sebagaimana ditunjukkan tabel 2 dapat diketahui bahwa dari 73 responden akseptor KB suntik DMPA di BPM Sunarsih S.ST.Keb Desa Gondoriyo Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang, sebagian besar responden mengalami peningkatan berat badan setelah menggunakan KB suntuk DMPA, sejumlah 46 orang (63,0%). Peningkatan berat badan pada akseptor KB suntik DMPA ini bisa terjadi karena efek samping dari KB suntik DMPA itu sendiri. Hal ini disebabkan DMPA merangsang pusat pengendali nafsu makan di hipotalamus yang menyebabkan akseptor makan lebih banyak dari biasanya. Oleh karena itu pada pemakaian kontrasepsi ini sering dikeluhkan adanya penambahan berat badan (Hartanto, 2004). Hal ini didukung oleh hasil penelitian Diana (2009) diketahui bahwa semakin lama akseptor memakai KB suntik DMPA maka semakin banyak juha yang mengalami kenaikan berat badan. Hal ini sesuai teori yang dikemukakan oleh Hartanto (2004).
Peningkatan berat badan pada akseptor KB suntik DMPA ini memang sangat dipengaruhi oleh hormon, yaitu hormon estrogen. Hormon estrogen dapat menyebabkan retensi air dan oedema, sedangkan progesteron mempermudah perubahan karbohidrat dan gula menjadi lemak sehingga lemak di bawah kulit bertambah, selain itu hormone progesterone tersebut menyebabkan nafsu makan bertambah dan menurunya aktifitas fisik sehingga pemakaian KB progesterone dapat menyebabkan berat badan bertambah (Hartanto, 2004). Hal yang sama juga dinyatakan BKKBN (2010) bahwa hormon progesteron mempermudah perubahan karbohidrat dan gula menjadi lemak, sehingga seringkali efeknya adalah penumpukan lemak yang menyebabkan berat badan bertambah dan menurunkan gairah seksual. Namun, peningkatan berat badan juga bisa terjadi karena faktor lain misalnya kelebihan makanan, yang mana kebiasaan para wanita yang sering ngemil, biasanya disertai sambil menonton TV atau mengobrol dengan teman ini dipastikan akan meningkatkan kalori. Sedangkan peningkatan berat badan hanya mungkin terjadi jika terdapat kelebihan makanan dalam tubuh, terutama bahan makanan sumber energi. Dengan kata lain, jika jumlah makanan yang dimakan melebihi kebutuhan tubuh tentu bisa mengalami kenaikan berat badan. Selain itu, peningkatan berat badan juga bisa disebabkan oleh kekurangan aktivitas. Peningkatan berat badan dapat terjadi bukan hanya karena makanan berlebih, tetapi juga karena aktifitas fisik berkurang, sehingga terjadi kelebihan energi. Berbagai kemudahan hidup juga menyebabkan berkurangnya aktifitas fisik, serta kemajuan teknologi saat ini di berbagai bidang kehidupan mendorong masyarakat untuk menempuh kehidupan yang Akademi Kebidanan Ngudi Waluyo Ungaran | 7
tidak memerlukan kerja fisik yang berat. Kurangnya aktivitas fisik juga memungkinkan merupakan salah satu penyebab utama dari berat badan bertambah. Orang-orang yang tidak aktif memerlukan lebih sedikit kalori. Seseorang yang cenderung mengonsumsi makanan kaya lemak dan tidak melakukan aktivitas fisik yang seimbang, akan mengalami kenaikan berat badan. Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh Wijayanti (2006) bahwa peningkatan berat badan dapat disebabkan asupan energi yang melebihi kebutuhan tubuh yang biasanya dialami oleh orang yang kurang olahraga atau kurang aktivitas fisik. Hal ini menyebabkan energi yang masuk ke dalam tubuh tidak dibakar atau digunakan yang kemudian disimpan dalam bentuk lemak. Selain itu, peningkatan berat badan juga bisa terjadi karena faktor psikologis (emosional). Gangguan emosional akibat adanya tekanan psikologis atau lingkungan kehidupan masyarakat yang dirasakan tidak menguntungkan. Saat seseorang merasa cemas, sedih, kecewa, atau tertekan, biasanya cenderung mengkonsumsi makanan lebih banyak untuk mengatasi perasaanperasaan tidak menyenangkan tersebut. Hal senada juga dinyatakan oleh Wijayanti (2006) bahwa gangguan emosi merupakan sebab terpenting dari peningkatan berat badan. Pada anak yang bersedih hati dan memisahkan diri dari lingkungannya timbul rasa lapar yang berlebihan sebagai kompensasi terhadap masalahnya. Adanya kebiasaan makanan yang terlampau banyak akan menghilang dengan menyembuhnya gangguan emosi yang dideritanya. 3. Hubungan Lama Penggunaan KB Suntik 3 Bulan (DMPA) dengan Peningkatan Berat berdasarkan IMT Badan di BPM Sunarsih S.ST.Keb Desa Gondoriyo, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang Berdasarkan table 3, dapat diketahui bahwa responden yang
memakai KB suntik 3 bulan (DMPA) selama < 1 tahun sebagian besar berat badannya tetap sejumlah 11 responden (52,4%). Responden yang memakai KB suntik 3 bulan (DMPA) selama > 1 tahun sebagian besar mengalami peningkatan berat badan sejumlah 42 responden (80,8%). Berdasarkan uji Chi Square didapat nilai χ² hitung = 25,255 dengan p-value 0,000. Oleh karena pvalue (0,000) < (0,05), maka disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara lama penggunaan KB suntik 3 bulan (DMPA) dengan peningkatan berat berdasarkan IMT badan di BPM Sunarsih S.ST.Keb Desa Gondoriyo, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang. Hasil ini didukung oleh hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Purnamasari (2009) dengan judul “Hubungan Lama Pemakaian KB Suntik Depo Medroksi Progesteron Asetat (DMPA) dengan Perubahan Berat Badan dI BPS (Bidan Praktek Swasta) “Yossi Trihana” Jogonalan Klaten”, yang menyimpulkan bahwa ada hubungan antara lama pemakaian KB suntik DMPA dengan perubahan berat badan. Berdasarkan hasil-hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa semakin lama akseptor memakai KB suntik DMPA maka semakin banyak juga yang mengalami kenaikan berat badan. Hal ini sesuai teori yang dikemukakan oleh Hartanto (2004) bahwa dari pemakaian kontrasepsi suntik jangka waktu yang lama dapat menyebabkan kenaikan berat badan kenaikan berat badan karena adanya kandungan hormon progesteron yang dapat menyebabkan nafsu makan bertambah apabila pemakaian dosis yang tinggi atau berlebih karena dapat merangsang pusat pengendali nafsu makan di hipotalamus yang menyebabkan akseptor makan lebih banyak. Akseptor KB suntik DMPA yang mengalami peningkatan berat badan tidak hanya disebabkan karena kandungan hormon progesteron Akademi Kebidanan Ngudi Waluyo Ungaran | 8
dalam DMPA tetapi ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi. Adapun faktor- faktor yang mempengaruhi peningkatan berat badan. Menurut Wijayanti (2006) diantaranya adalah herediter, bangsa atau suku, gangguan emosi, fisiologi dan aktifitas fisik. Sehingga dalam penelitian juga didapatkan hasil adanya berat badan yang tetap dan berat badan yang turun yaitu ada 4 responden (13,34%) yang berat badannya tetap dan ada 4 responden (13,34%) yang berat badannya turun tetapi jumlahnya relatif lebih kecil dari responden yang mengalami kenaiakan berat badan. Hal yang sama juga diungkapkan oleh WIknyosastro (2006) bahwa salah satu efek samping kenaikan berat badan yang disebabkan oleh kelebihan KB suntik 3 bulan yaitu retensi cairan disebabkan oleh kurangnya pengeluaran air dan natrium, ini dapat meningkatkan bertambahnya berat badan, bertambahnya berat badan disebabkan oleh bertambahnya nafsu makan dan efek metabolik hormon. Pemakaian KB suntuk DMPA dalam jangka waktu yang lama akan mengakibatkan kenaikan berat badan sebagai efek sampingnya. Sebagaimana dinyatakan Hartanto (2004) bahwa DMPA merangsang pusat pengendali nafsu makan di hipotalamus yang menyebabkan akseptor makan lebih banyak dari biasanya. Oleh karena itu pada pemakaian kontrasepsi ini sering dikeluhkan adanya penambahan berat badan. Lebih lanjut, Hartanto (2004) menjelaskan bahwa sistem pengontrol yang mengatur perilaku makanan terletak pada suatu bagian otak yang disebut hipotalamus. Hipotalamus mengandung lebih banyak pembuluh darah dari daerah lain otak, sehingga lebih mudah dipengaruhi oleh unsur kimiawi darah. Dua bagian hipotalamus yang mempengaruhi penyerapan makanan yaitu Hipotalamus Lateral (HL) yang menggerakkan nafsu makan (awal atau pusat makan), Hipotalamus
Ventromedial (HVM) yang bertugas menggerakkan nafsu makan (pemberian pusat kenyang). Dari hasil suatu penelitian didapat bahwa jika HL rusak atau hancur maka individu menolak untuk makan atau minum (diberi infus). Sedangkan kerusakan pada bagian HVM maka seseorang akan menjadi rakus dan kegemukan (Mu’tadin, 2002). Pada penggunaan progesteron yang lama (jangka panjang) menyebabkan pertambahan berat badan akibat terjadinya perubahan anabolik dan stimulasi nafsu makan. Selanjutnya, dikatakan bahwa dari beberapa percobaan laboratorium ditemukan bahwa DMPA mempengaruhi metabolisme karbohidrat sehingga mempermudah perubahan karbohidrat dan gula menjadi lemak sehingga lemak di bawah kulit bertambah. Umumnya pertambahan berat badan tidak terlalu besar, bervariasi antara kurang dari 1-5 kg pada tahun pertama. Meskipun begitu tidak semua akseptor mengalami kenaikan berat badan secara berlebih, tergantung reaksi tubuh dari akseptor tersebut terhadap metabolism progesterone. Kenaikan berat badan rata- rata untuk setiap tahun bervariasi antara 2,3-2,9 kg (Depkes RI, 2007). Menurut Varney (2007), sebuah penelitian melaporkan peningkatan berat badan lebih dari 2,3 kg pada tahun pertama dan selanjutnya meningkat secara bertahap hingga mencapai 7,5 kg selama enam tahun. Sedangkan pemakaian cyclofem berat badan meningkat rata-rata dua hingga tiga kilogram tahu pertama pemakaian, dan terus bertambah selama tahun kedua. Wanita yang menggunakan kontrasepsi Depo Medroxy Progesterone Acetate (DMPA) atau dikenal dengan KB suntik tiga bulan, rata-rata mengalami peningkatan berat badan sebanyak 11 pon atau 5,5 kg, dan mengalami peningkatan lemak tubuh sebanyak 3,4% dalam waktu tiga tahun pemakaian, berdasarkan penelitian yang Akademi Kebidanan Ngudi Waluyo Ungaran | 9
dilakukan oleh University of Texas Medical Branch (UTMB) (Mansjoer, 2003). KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Akseptor KB suntik DMPA di BPM Sunarsih S.ST.Keb Desa Gondoriyo Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang sebagian besar > 1 tahun menggunakan KB suntik DMPA, yaitu 52 orang (71,2%). 2. Akseptor KB suntik DMPA di BPM Sunarsih S.ST.Keb Desa Gondoriyo Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang, sebagian besar mengalami peningkatan berat badan setelah menggunakan KB suntuk DMPA, sejumlah 46 orang (63,0%) 3. Ada hubungan yang signifikan antara lama penggunaan KB suntik 3 bulan (DMPA) dengan peningkatan berat berdasarkan IMT badan di BPM Sunarsih S.ST.Keb Desa Gondoriyo, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang p-value (0,000) < (0,05). Saran 1. Bagi Institusi Pendidikan Bagi institusi pendiidkan dapat dipakai atau digunakan sebagai literatur bagi ilmu kebidanan dalam materi keluarga berencana khususnya kontrasepsi suntik 2. Bagi Tenaga Kesehatan yaitu Bidan a. Diharapkan dapat memberikan konseling tentang efek samping KB suntik khususnya DMPA sehingga tidak ada kekhawatiran dari akseptor KB tersebut. b. Biidan dapat mengembangkan dan meningkatkan asuhan kebidanan pada program Keluarga Berencana 3. Bagi Akseptor KB (Pasangan Usia Subur) a. Bagi akseptor KB diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan akseptor KB suntik, sehingga mereka akseptor KB suuntik mengetahui tentang pentingnya KB dan kunjungan ulang sesuai jadwal. b. Diharapkan akseptor KB dapat menjaga pola makan yang teratur
dan mengendalikan nafsu makan sehingga dapat mengatasi kenaikan BB yang berlebih. c. Selalu melakukan olah raga yang teratur sehingga metabolisme dalam tubuh baik dan BB tetap ideal atau tidak mengalami kenaikan berat badan yang berlebih. d. Bagi Peneliti Perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut tentang faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi perubahan berat badan sehingga dapat menemukan penanganan yang lebih baik dan diharapkan bisa memperbaiki dan lebih menyempurnakan penelitian ini sehingga hasilnya akan lebih baik. DAFTAR PUSTAKA Binadiknakes. 2002. Elektomedik dan Pengembangannya. Edisi No. 41. Jakarta : Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan . BKKBN, 2010. Rencana Aksi Keluarga Berencana Dan Kesehatan Reproduksi. Jakarta: Deputi Bidang KB dan KR Budiarto, Eka. 2002. Biostatistika untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta ; EGC. CDC.2009. Overweight and Obesity. Available from : http://www.cdc.gov [ Accesed 15 April 2011 ]. DINKES Kabupaten Semarang, 2014. Profil Kesehatan Kabupaten Semarang Tahun 2014.Semarang : DINKES Kabupaten Semarang. Glasier, A. 2006. Keluarga Berencana & Kesehatan Reproduksi. Jakarta : EGC. Hartomto, Hanafi. (2010). Keluarga Berencana Dan Kontrasepsi. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan. Hartomto, Hanafi. 2004. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan. Hidayat, A. Aziz Alimul, 2003. Riset Keperawatan & Teknik Penelitian Ilmiah. Jakarta ; Salemba Medika Hidayat, A. Aziz Alimul, 2011. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis Data. Jakarta; Salemba Medika. Akademi Kebidanan Ngudi Waluyo Ungaran | 10
Mansjoer, 2009. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 Edisi 3. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Mu‘tadin, Zainun, 2002. Obesitas dan Faktor Penyebab. http://www.scribd.com/doc/13552587 6/4444732-Obesitas-Dan-Faktor Penyebab diakses tanggal 20 November 2013 Notoatmodjo. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta; 2010 Nursalam, 2008. Konsep dan Penerapan Metodeologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta; EGC. Prawirohardjo, S. 2009. Ilmu Kandungan. Jakarta :Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Ramdhan (2008). Pro Health For Better Life (Kontrasepsi Suntik). http://forbetterhealth.wordpress.com/ 2008/11/19/kontrasepsi-suntik/. Dinkestanggal 8 Desember 2014. Saifuddin, 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta :Rineka Cipta.
Salma, 2012. Batasan Waktu pada KB Suntik http://majalahkesehatan.com./batasa n-waktu-pada-kb-suntik/diakses tanggal 23 Maret 2014. Setiawan, Ari &Saryono. 2010. Metode Penelitian Kebidanan DIII DIV, SI dan SII. Yogyakarta : Nuha Medika. Srihandayani, 2010. Pelayanan Keluarga Berencana. Yogyakarta : Pustaka Riana. Sugiyono, 2010. Statistika untuk Penelitian. Bandung : CV Alfabeta. Supariasa, dkk. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta : EGC. Suratun, dkk. 2008. Pelayanan Keluarga Berencana dan Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta : Trans Indonesia. Varney, Helen. (2007). Buku Ajaran Asuhan Kebidanan Edisi 5, Jakarta : EGC. Waryana, 2010. Gizi Reproduksi. Yogyakarta : Pustaka Rihama Wijayanti, 2016. Faktor Sosial Budaya dan Pelayanan Kontrasepsi yang berkaitan dengan kesertaan KB di Kecamatan Gembong Kaupaten Kebumen. Universitas Muhammadiyah Surakarta : Skripsi.
Akademi Kebidanan Ngudi Waluyo Ungaran | 11