LAKIP TAHUN 2011
alam rangka menciptakan good governance dan clean government di lingkungan Badan POM, LAKIP Badan POM tahun 2011 ini disusun. Sebagai bentuk penjabaran prinsip transparansi dan akuntabilitas, penyampaian informasi kinerja ini merupakan bentuk pertanggungjawaban kinerja kami kepada masyarakat dan para pemangku kepentingan, di samping sebagai sarana evaluasi atas pencapaian visi, misi dan tujuan Badan POM serta sebagai upaya untuk meningkatkan kinerja di masa mendatang.
Sejalan dengan prioritas Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional tahun 2010–2014, yang mengedepankan upaya perlindungan masyarakat dalam rangka meningkatkan pembangunan kesehatan di Indonesia untuk menciptakan masyarakat Indonesia yang sehat dan berkeadilan, Badan Pengawas Obat dan Makanan menyusun program dan kegiatan yang dapat mendukung terwujudnya sasaran yang telah ditetapkan.
Tahun 2011 merupakan tahun ke dua pelaksanaan RPJM 2010–2014, di mana diletakkan dasar pembangunan selama 5 tahun ke depan. Dalam meletakkan dasar pembangunan jangka menengah tersebut, dicakup peranan seluruh komponen dalam menciptakan good governance dan clean government, yang pada prinsipnya berpijak pada tiga hal, yakni perlindungan masyarakat, kepemerintahan yang akuntabel dan transparan serta dunia usaha yang bertanggung jawab.
Di tahun 2011 ini, Badan POM berupaya kuat untuk meningkatkan kinerja pengawasan dalam rangka memberikan perlindungan kepada masyarakat dari obat dan makanan yang berisiko
terhadap
kesehatan.
Peningkatan
kinerja
tersebut
tercermin
dengan
ditetapkannya Indikator Kinerja Utama Badan POM. Indikator kinerja sasaran 2010– 2014 merupakan indikator outcome yang pada tahun pertama RPJM belum semuanya dapat dicapai.
BADAN POM
i
LAKIP TAHUN 2011
Disadari bahwa tugas dan tanggung jawab pengawasan yang harus dilakukan oleh Badan POM semakin luas, kompleks dengan perubahan lingkungan strategis yang semakin dinamis serta tidak dapat diprediksikan. Dalam melakukan pengawasan dengan lingkup yang luas dan kompleks tersebut, Badan POM tidak mungkin berperan sendiri. Kerjasama dan koordinasi yang efektif dan dinamis dengan berbagai pihak harus senantiasa dijalin, dibina dan dikembangkan agar memberikan kontribusi positif bagi terlaksananya tugas dan tanggung jawab Badan POM. Badan POM menyadari bahwa keberhasilan pengawasan obat dan makanan tergantung pula pada networking dengan instansi lain, karena itu diperlukan kerjasama yang lebih efektif dan terus menerus dengan seluruh komponen bangsa ini.
Selain itu peran masyarakat sebagai pengguna produk sangatlah besar. Masyarakat adalah penentu akhir apakah suatu produk akan dikonsumsinya atau tidak. Pengawasan oleh masyarakat merupakan salah satu pilar dari 3 pilar pengawasa. Oleh karena itu pemberdayaan masyarakat juga sangat diprioritaskan oleh Badan POM. Masyarakat yang cerdas akan mampu melindungi dirinya sendiri dan memilih produk yang memenuhi syarat dan sesuai dengan kebutuhannya.
Peningkatan beban kerja serta kompleksnya permasalahan pengawasan obat dan makanan di era globalisasi ini perlu diimbangi dengan perkuatan institusi terutama sumber daya manusia yang profesional, revitalisasi Sistem Pengawasan Obat dan Makanan, serta dukungan sarana dan prasarana yang memadai.
Akhir kata, kami berharap Laporan Akuntabilitas Kinerja ini dapat menjadi media pertanggungjawaban bagi Badan POM dan dapat memberikan sumbangan bagi peningkatan kinerja Badan POM ke depan.
Jakarta, Maret 2012 Badan Pengawas Obat dan Makanan
Kepala,
Dra. Lucky S.Slamet,M.Sc. NIP. 19530612 198003 2 001
BADAN POM
ii
LAKIP TAHUN 2011
SAMBUTAN KEPALA BADAN POM RI ...................................................
Halaman i
DAFTAR ISI .............................................................................................
iii
RINGKASAN EKSEKUTIF .......................................................................
iv
BAB I
PENDAHULUAN ....................................................................
1
BAB II
PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA TAHUN
11
2011........................................................................................ BAB III
AKUNTABILITAS KINERJA ...................................................
19
BAB IV
PENUTUP ..............................................................................
72
LAMPIRAN Ø FORMULIR PENGUKURAN KINERJA Ø FORMULIR PENGUKURAN KINERJA KEGIATAN Ø FORMULIR PENGUKURAN EFISIENSI KEGIATAN
BADAN POM
iii
LAKIP TAHUN 2011
Badan POM sebagai salah satu instansi pemerintah memiliki kewajiban menyusun LAKIP, sebagaimana yang diamanatkan dalam Inpres No. 7 Tahun 1999, sebagai bentuk pengejawantahan prinsip-prinsip transparansi dan akuntabilitas. Laporan akuntabilitas kinerja ini merupakan bentuk pertanggungjawaban kinerja kepada para pemangku kepentingan (stakeholders) Badan POM, di samping sebagai sarana evaluasi atas pencapaian kinerja Badan POM dan upaya untuk memperbaiki kinerja di masa mendatang.
Penyusunan LAKIP Tahun 2011 ini berdasarkan pada Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.04.1.21.11.10.10507 Tahun 2010 tentang Rencana Strategis Badan Pengawas Obat dan Makanan Tahun 2010 – 2014.
Pada Renstra Badan POM tahun 2010-2014 telah ditetapkan Indikator Kinerja Utama (IKU) yang akan menggambarkan kinerja Badan POM dalam melaksanakan visi dan misinya dalam 5 tahun ke depan, yaitu Persentase kenaikan Obat dan Makanan yang memenuhi standar sebesar 0,8% pada akhir tahun 2014. Karena indikator komposit produk sulit ditentukan, maka IKU Badan POM menjadi: a). Persentase kenaikan obat yang memenuhi standar sebesar 0,4% pada akhir tahun 2014; b). Persentase kenaikan obat tradisional yang memenuhi standar sebesar 1% pada akhir tahun 2014; c). Persentase kenaikan kosmetik yang memenuhi standar sebesar 1% pada akhir tahun 2014; d). Persentase kenaikan suplemen makanan yang memenuhi standar sebesar 2% pada akhir tahun 2014; serta e). Persentase kenaikan makanan yang memenuhi standar sebesar 15%. Capaian indikator kinerja utama pada tahun 2011 sebagai berikut: a). 4,79%; b). 5,62%; c). 6,79%; d). 1,12%; e). 0,38%.
Disamping indikator kinerja utama tersebut, terdapat 12 indikator sasaran lainnya yaitu 1). Proporsi Obat yang memenuhi standar (aman, manfaat dan mutu); 2). Proporsi Obat Tradisional yang Mengandung Bahan Kimia Obat (BKO); 3). Proporsi Kosmetik yang Mengandung Bahan Berbahaya; 4). Proporsi Suplemen Makanan yang Tidak Memenuhi Syarat Keamanan; 5). Proporsi makanan yang memenuhi syarat; 6). Persentase pemenuhan sarana dan prasarana laboratorium terhadap standar terkini; 7). Persentase Laboratorium BPOM yang terakreditasi secara konsisten sesuai standar; 8). Persentase ruang lingkup pengujian yang terakreditasi; 9). Persentase Pegawai yang Memenuhi Standar kompetensi; 10). Persentase unit kerja yang menerapkan quality policy; 11). Persentase unit kerja yang
BADAN POM iv
LAKIP TAHUN 2011 terintegrasi secara online; dan 12). Persentase ketersediaan sarana dan prasarana penunjang kinerja. Capaian indikator sasaran pada tahun 2011 adalah: 1). 96,19%; 2). 2,76%; 3). 0,96%; 4). 1,99%; 5). 76,41%; 6). 80,00%; 7). 84,85%; 8). 73,86%; 9). 29,89%; 10). 100%; 11). 101,89%; dan 12). 75,70%.
Dari 17 indikator sasaran yang ditetapkan dalam Renstra Badan POM 2010-2014, lima di antaranya adalah indikator kinerja utama (IKU), terdapat 11 (64,71%) indikator sasaran yang sudah tercapai (> 100%) yaitu indikator: a)Persentase kenaikan obat yang memenuhi standar ; b) Persentase kenaikan obat tradisional yang memenuhi standar ; c) Persentase kenaikan kosmetik yang memenuhi standar; d) Persentase kenaikan suplemen makanan yang memenuhi standar ; e)Proporsi Kosmetik yang Mengandung Bahan Berbahaya; f)Proporsi Suplemen Makanan yang Tidak Memenuhi Syarat Keamanan; g) Persentase pemenuhan sarana dan prasarana laboratorium terhadap standar terkini; h)Persentase ruang lingkup pengujian yang terakreditasi; i)Persentase Pegawai yang Memenuhi Standar kompetensi; j)Persentase unit kerja yang menerapkan quality policy; dan k)Persentase unit kerja yang terintegrasi secara online. Persentase capaian indikator sasaran tersebut masing – masing yaitu: a)4.790%; b)2.248%; c)2.726%; d)224%; e)102,63%; f)101,56%; g)114,29%; h)123,09%; i)135,05%; j)666,67%; dan k)141,51%.
Sedangkan 6 (35,29%) indikator sasaran lainnya pencapaiannya belum optimal (<100%), yaitu indikator: a)Persentase kenaikan makanan yang memenuhi standar; b)Proporsi Obat yang Memenuhi Standar (Aman, Manfaat & Mutu); c)Proporsi Obat Tradisional yang Mengandung Bahan Kimia Obat (BKO); d) Proporsi Makanan yang Memenuhi Syarat ; e)Persentase Laboratorium BPOM yang terakreditasi secara konsisten sesuai standar; dan f)Persentase ketersediaan sarana dan prasarana penunjang kinerja. Dibandingkan terhadap target tahun 2011, persentase capaian masing – masing indikator tersebut adalah: a)10,13%; b)96,84%; c)99,02%; d)95,51%; e)94,28% dan f)100,93%.
Pada tahun 2011, persentase capaian beberapa indikator sudah melebihi target yang ditetapkan hingga tahun 2014, yaitu: a)Persentase kenaikan obat yang memenuhi standar; b) Persentase kenaikan obat tradisional yang memenuhi standar ; c) Persentase kenaikan kosmetik yang memenuhi standar; d) Proporsi Kosmetik yang Mengandung Bahan Berbahaya; e) Proporsi Suplemen Makanan yang Tidak Memenuhi Syarat Keamanan; f)Persentase unit kerja yang menerapkan quality policy; g) Persentase unit kerja yang terintegrasi secara online. Dibandingkan terhadap target tahun 2014, persentase capaian
BADAN POM v
LAKIP TAHUN 2011 masing – masing indikator tersebut adalah: a)1.197,5%; b)562%; c)679%; d)100,35%; e)101,92%; f)333,33%; dan g)127,36%. Berdasarkan data tersebut, perlu dilakukan review terhadap penetapan target pada masa mendatang
Hasil evaluasi efisiensi terhadap 26 kegiatan utama yang dilaksanakan oleh Badan POM menunjukkan bahwa terdapat 1 kegiatan yang tidak efisien. Dalam konteks ini, tingkat efisiensi adalah bersifat relatif, artinya kegiatan yang dinyatakan efisien dalam buku ini dapat berubah menjadi tidak efisien setelah dievaluasi/diaudit oleh pihak lain, begitu pula sebaliknya. Dalam buku ini, perhitungan efisiensi kegiatan hanya didasarkan pada rasio antara output dan input, yang hanya berupa dana. Ke depan, pengukuran efisiensi kegiatan perlu juga mempertimbangkan input yang lain, dengan dukungan data yang lebih memadai
BADAN POM vi
LAKIP TAHUN 2011
Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 103 tahun 2001, Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, Dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen, Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) ditetapkan sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) yang bertanggung jawab kepada Presiden.
Sesuai dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 64 Tahun 2005 Tentang Perubahan Keenam Atas Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tersebut, bahwa dalam melaksanakan tugasnya Badan POM dikoordinasikan oleh Menteri Kesehatan, khususnya dalam perumusan kebijakan yang berkaitan dengan instansi pemerintah lainnya serta penyelesaian permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan kebijakan dimaksud.
Selanjutnya lingkup tugas dan fungsi lebih spesifik Badan POM tercakup dalam Keputusan Presiden Nomor 110 Tahun 2001 Tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I LPND.
TUGAS POKOK DAN FUNGSI Penyelenggaraan upaya pengawasan Obat dan Makanan mencakup aspek yang sangat luas, mulai dari proses penyusunan standar sarana dan produk, penilaian produk yang didaftarkan (diregistrasi), pengambilan contoh produk di lapangan, pemerik-saan sarana produksi dan distribusi, pengujian laboratorium dari contoh produk yang diambil di lapangan, hingga ke penyelidikan dan proses penegakan hukum terhadap berbagai pihak yang melakukan penyimpangan cara produksi dan distribusi, maupun pengedaran produk yang tidak sesuai ketentuan yang berlaku. Berdasarkan
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 64 tahun 2005 tentang
BADAN POM | 1
LAKIP TAHUN 2011 Perubahan Keenam atas Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen, maka kedudukan, tugas pokok dan fungsi Badan POM adalah sebagai berikut :
1. Kedudukan a. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) adalah Lembaga Pemerintah Non Departemen yang dibentuk untuk melaksanakan tugas Pemerintah tertentu dari Presiden. b. BPOM berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. c. Dalam melaksanakan tugasnya, BPOM dikoordinasikan oleh Menteri Kesehatan. d. BPOM dipimpin oleh Kepala.
2.
Tugas Pokok BPOM mempunyai tugas pemerintahan di bidang pengawasan Obat dan Makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3.
Fungsi Dalam melaksanakan tugas tersebut, Badan POM menyelenggarakan fungsi: a.
pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan obat dan makanan.
b.
pelaksanaan kebijakan tertentu di bidang pengawasan obat dan makanan.
c.
koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas Badan POM.
d.
pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap kegiatan instansi pemerintah di bidang pengawasan obat dan makanan.
e.
penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tata laksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, hukum, persandian, perlengkapan dan rumah tangga.
Penyesuaian organisasi dan tata kerja Badan POM dilakukan berdasarkan Keputusan Kepala Badan POM Nomor HK.00.05.21.4231 tentang Perubahan Atas Keputusan Kepala Badan POM Nomor: 02001/SK/KBPOM tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan
BADAN POM | 2
LAKIP TAHUN 2011 Pengawas Obat dan Makanan. Penyesuaian juga terjadi dengan terbitnya Keputusan Kepala Badan POM Nomor HK.00.05.21.4232 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 05018/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan. Pelaksanaan tugas pokok dan fungsi sebagaimana tersebut di atas, dilakukan oleh unit-unit Badan Pengawas Obat dan Makanan di pusat, maupun oleh Balai Besar/ Balai POM yang ada di seluruh Indonesia.
Sesuai dengan struktur yang ada, secara garis besar unit-unit kerja Badan POM dapat dikelompokkan sebagai berikut; Sekretariat, Deputi Bidang Pengawasan Teknis (I, II, dan III) dan unit penunjang teknis (Pusat-Pusat) yang melaksanakan tugas sebagai berikut :
1. Sekretariat Utama Sekretariat Utama mempunyai tugas mengkoordinasikan perencanaan, pembinaan, pengendalian terhadap program, administrasi, dan sumber daya di lingkungan Badan POM.
Dalam melaksanakan tugas tersebut, Sekretariat Utama menyelenggarakan fungsi : a.
Pengkoordinasian, sinkronisasi dan integrasi perencanaan, penganggaran, penyusunan
laporan,
pengembangan
pegawai
termasuk pendidikan
dan
pelatihan, serta perumusan kebijakan teknis di lingkungan Badan POM; b.
Pengkoordinasian, sinkronisasi dan integrasi penyusunan peraturan perundangundangan, kerjasama luar negeri, hubungan antar lembaga, kemasyarakatan dan bantuan hukum yang berkaitan dengan tugas Badan POM;
c.
Pembinaaan dan pelayanan administrasi ketatausahaan, organisasi dan tata laksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, perlengkapan dan rumah tangga;
d.
Pembinaan dan pengendalian terhadap pelaksanaan kegiatan pusat-pusat dan unit-unit pelaksana teknis di lingkungan Badan POM;
e.
Pengkoordinasian administrasi pelaksanaan tugas deputi di lingkungan Badan POM;
f.
Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh kepala, sesuai dengan bidang tugasnya.
BADAN POM | 3
LAKIP TAHUN 2011 2. Deputi I (Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif). Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif mempunyai tugas melaksanakan perumusan kebijakan di bidang pengawasan produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif.
Dalam melaksanakan tugas tersebut, Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif menyelenggarakan fungsi : a. Pengkajian
dan
penyusunan
kebijakan
nasional
dan
umum
di
bidang
pengawasan produk terapetik, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif; b. Penyusunan rencana pengawasan produk terapetik, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif; c.
Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan teknis di bidang penilaian obat dan produk biologi;
d. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan teknis di bidang standardisasi produk terapetik dan perbekalan kesehatan rumah tangga; e. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan teknis di bidang pengawasan produksi produk terapetik dan perbekalan kesehatan rumah tangga; f.
Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan teknis di bidang pengawasan distribusi produk terapetik dan perbekalan kesehatan rumah tangga;
g. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan teknis di bidang pengawasan narkotika, psikotropika dan zat adiktif; h. Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan produk terapetik, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif; i.
Evaluasi pelaksanaan kebijakan teknis pengawasan produk terapetik dan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif;
j.
Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala, sesuai bidang tugasnya.
BADAN POM | 4
LAKIP TAHUN 2011 3. Deputi II (Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetika dan Produk Komplemen). Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen mempunyai tugas melaksanakan perumusan kebijakan di bidang pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen.
Dalam melaksanakan tugas tersebut, Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen menyelenggarakan fungsi : a. Pengkajian
dan
penyusunan
kebijakan
nasional
dan
umum
di
bidang
pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen; b. Penyusunan rencana pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen; c.
Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang penilaian obat tradisional, suplemen makanan dan kosmetik;
d. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang pengaturan dan standardisasi obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen; e. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang inspeksi dan sertifikasi obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen; f.
Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang obat asli Indonesia;
g. Pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen; h. Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen; i.
Evaluasi pelaksanaan kebijakan teknis pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen;
j.
Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala, sesuai bidang tugasnya.
BADAN POM | 5
LAKIP TAHUN 2011 4. Deputi
III
(Deputi
Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan
Berbahaya). Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya mempunyai tugas melaksanakan perumusan kebijakan di bidang pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya.
Dalam melaksanakan tugas tersebut, Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya menyelenggarakan fungsi : a.
Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional dan kebijakan umum di bidang pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya;
b.
Penyusunan rencana pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya;
c.
Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang penilaian keamanan pangan;
d.
Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang standardisasi keamanan pangan;
e.
Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang inspeksi dan sertifikasi produk pangan;
f.
Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang surveilan dan penyuluhan keamanan pangan;
g.
Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang pengawasan produk dan bahan berbahaya;
h.
Pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya;
i.
Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya;
j.
Evaluasi pelaksanaan kebijakan teknis pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya;
k.
Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala, sesuai bidang tugas.
BADAN POM | 6
LAKIP TAHUN 2011 5. Unit Pelaksana Teknis Badan POM di Daerah. Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan POM terdiri atas : a.
19 (sembilan belas) Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) , dan
b.
12 (dua belas) Balai Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Badan POM mempunyai tugas melaksanakan kebijakan di bidang pengawasan produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, keamanan pangan dan bahan berbahaya.
Dalam melaksanakan tugas tersebut, Unit Pelaksana Teknis menyelenggarakan fungsi : a.
Penyusunan rencana dan program pengawasan obat dan makanan;
b.
Pelaksanaan pengujian dan penilaian mutu produk terapetik, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lain, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan, dan bahan berbahaya;
c.
Pelaksanaan pengujian laboratorium dan penilaian mutu produk secara mikrobiologi;
d.
Pelaksanaan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh dan pemeriksaan sarana produksi dan distribusi;
e.
Pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan terhadap kasus pelanggaran hukum;
f.
Pelaksanaan sertifikasi produk, sarana produksi dan distribusi;
g.
Pelaksanaan kegiatan pelayanan informasi konsumen;
h.
Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian obat dan makanan;
i.
Pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumahtanggaan;
j.
Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala, sesuai dengan bidang tugasnya.
6. Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPOMN). Mempunyai tugas melaksanakan pemeriksaan laboratorium, pengujian dan penilaian mutu produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, alat kesehatan, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan dan bahan berbahaya sesuai
BADAN POM | 7
LAKIP TAHUN 2011 dengan
peraturan
perundang-undangan
yang
berlaku,
serta
melaksanakan
pembinaan mutu Laboratorium Pengawasan Obat dan Makanan.
Dalam melaksanakan tugas tersebut, PPOMN menyelenggarakan fungsi : a.
Penyusunan rencana dan program pengujian obat dan makanan;
b.
Pelaksanaan pengujian laboratorium, dan penilaian mutu produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, alat kesehatan, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan dan bahan berbahaya;
c.
Pembinaan mutu laboratorium PPOMN;
d.
Pelaksanaan sistem rujukan laboratorium pengawasan obat dan makanan;
e.
Penyediaan baku pembanding dan pengembangan metoda analisa pengujian;
f.
Pelatihan tenaga ahli di bidang pengujian obat dan makanan;
g.
Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian obat dan makanan;
h.
Pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumahtanggaan Pusat.
7. Pusat Penyidikan Obat dan Makanan Mempunyai tugas melaksanakan kegiatan penyelidikan dan penyidikan terhadap perbuatan melawan hukum di bidang produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif, obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen dan makanan serta produk sejenis lainnya.
Dalam melaksanakan tugas tersebut, Pusat Penyidikan Obat dan Makanan menyelenggarakan fungsi : a.
Penyusunan rencana dan program penyelidikan dan penyidikan obat dan makanan;
b.
Pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan obat dan makanan;
c.
Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan obat dan makanan.
8. Pusat Riset Obat dan Makanan. Mempunyai tugas melaksanakan kegiatan di bidang riset toksikologi, keamanan pangan dan produk terapetik.
BADAN POM | 8
LAKIP TAHUN 2011 Dalam melaksanakan tugas tersebut, Pusat Riset Obat dan Makanan mempunyai fungsi : a.
Penyusunan rencana dan program riset obat dan makanan;
b.
Pelaksanaan riset obat dan makanan;
c.
Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan riset obat dan makanan.
9. Pusat Informasi Obat dan Makanan (PIOM). Mempunyai tugas melaksanakan kegiatan di bidang pelayanan informasi obat, informasi keamanan pangan, informasi keracunan dan teknologi informasi.
Dalam melaksanakan tugas tersebut, PIOM mempunyai fungsi : a.
Penyusunan rencana dan program pelayanan informasi obat dan makanan;
b.
Pelaksanaan pelayanan informasi obat;
c.
Pelaksanaan pelayanan informasi keracunan;
d.
Pelaksanaan kegiatan di bidang teknologi informasi;
e.
Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan pelayanan informasi obat dan makanan;
f.
Pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumahtanggaan.
10. Inspektorat Mempunyai tugas melaksanakan pengawasan fungsional di lingkungan BPOM.
Dalam melaksanakan tugas tersebut, Inspektorat mempunyai fungsi : a. Penyiapan rumusan kebijakan, rencana dan program pengawasan fungsional. b. Pelaksanaan pengawasan fungsional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. c. Pengusutan mengenai kebenaran laporan dan pengaduan tentang hambatan, penyimpangan atau penyalahgunaan dalam pelaksanaan tugas yang dilakukan oleh unsur atau unit di lingkungan BPOM. d. Pelaksanaan urusan tata usaha Inspektorat .
BADAN POM | 9
LAKIP TAHUN 2011
Gambar 1. Struktur Organisasi Badan POM RI KEPALA
SEKRETARIAT UTAMA 1. Biro Perencanaan dan Keuangan 2. Biro Kerja Sama Luar Negeri 3. Biro Hukum dan Humas 4. Biro Umum
INSPEKTORAT
Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional
DEPUTI I Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA 1. Dit. Penilaian Obat dan Produk Biologi 2. Dit. Standardisasi Produk Terapetik dan PKRT 3. Dit. Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan PKRT 4. Dit. Pengawasan Distribusi Produk Terapetik dan PKRT 5. Dit. Pengawasan NAPZA
Pusat Penyidikan Obat dan Makanan
DEPUTI II Bidang Pengawasan Obat Tradisional (OT), Kosmetik dan Produk Komplemen 1. Dit. Penilaian OT, Suplemen Makanan dan Kosmetik 2. Dit. Standardisasi OT, Kosmetik dan Produk Komplemen. 3. Dit. Inspeksi dan Sertifikasi OT, Kosmetik dan Produk Komplemen. 4. Dit. Obat Asli Indonesia
Pusat Riset Obat dan Makanan
Pusat Informasi Obat dan Makanan
DEPUTI III Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya 1. Dit. Penilaian Keamanan Pangan 2. Dit. Standardisasi Produk Pangan 3. Dit. Inspeksi dan Sertifikasi Produk Pangan 4. Dit. Surveilans dan Penyuluhan Keamanan Pangan 5. Dit Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya
BALAI dan BALAI BESAR POM
BADAN POM | 10
LAKIP TAHUN 2011
Dewasa ini dan di masa depan pengawasan obat dan makanan sebagai bagian integral pembangunan kesehatan akan menghadapi perubahan lingkungan strategis yang sangat dinamis. Globalisasi ekonomi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesepakatan-kesepakatan regional seperti harmonisasi ASEAN (Association of South East Asia Nations), ASEAN Free Trade Area (AFTA), ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA)
mempunyai
konsekuensi
dan
implikasi
yang
signifikan
pada
Sistem
Pengawasan Obat dan Makanan (SisPOM). Produk obat dan sediaan farmasi lainnya serta makanan akan lebih mudah masuk dan keluar dari satu negara ke negara lainnya tanpa hambatan (barrier) yang berarti. Realitas ini mengharuskan Indonesia memiliki SisPOM yang efektif dan efisien, untuk melindungi kesehatan dan keselamatan seluruh rakyat Indonesia terhadap produk-produk yang berisiko terhadap kesehatan. Pada saat yang sama, SisPOM harus memiliki basis yang kuat agar mampu menjadi penapis terhadap mutu Obat dan Makanan produksi Indonesia yang diekspor ke berbagai negara serta masuknya produk obat dan makanan impor dari negara lain.
Dengan jumlah penduduk terbesar di ASEAN dan wilayah kepulauan terluas, Indonesia sudah sepatutnya memiliki SisPOM yang terbaik di ASEAN, baik mencakup human capital, sistem operasional maupun infrastrukturnya. Dalam konteks ini perlu dilakukan penguatan kompetensi dan kapabilitas Badan POM sehingga memiliki kinerja yang berkelas dunia (world class). Badan POM ke depan akan dibangun menjadi institusi yang memiliki basis ilmu pengetahuan (knowledge-base) yang kuat dengan jaringan nasional maupun internasional yang dinamis dan kohesif. Bersamaan dengan itu, Badan POM melakukan pemberdayaan publik (public empowement) agar masyarakat memiliki
BADAN POM | 11
LAKIP TAHUN 2011 kesadaran dan kemampuan untuk mencegah dan melindungi diri sendiri terhadap risiko Obat dan Makanan yang tidak memenuhi standar yang berlaku.
Dalam menghadapi dinamika lingkungan dengan segala bentuk perubahannya, maka segenap jajaran Badan POM bercita-cita untuk mewujudkan suatu keadaan ideal bagi masyarakat Indonesia yaitu :
MENJADI INSTITUSI PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN YANG INOVATIF, KREDIBEL
DAN
DIAKUI
SECARA
INTERNASIONAL
UNTUK
MELINDUNGI
MASYARAKAT
Misi Badan POM didefinisikan sebagai tujuan mulia organisasi untuk : 1. Melakukan pengawasan pre-market dan post-market berstandar internasional. 2. Menerapkan Sistem Manajemen Mutu secara konsisten. 3. Mengoptimalkan kemitraan dengan pemangku kepentingan di berbagai lini. 4. Memberdayakan masyarakat agar mampu melindungi diri dari Obat dan Makanan yang berisiko terhadap kesehatan. 5. Membangun organisasi pembelajar (Learning Organization).
Dalam rangka mencapai visi dan misi Badan POM seperti yang dikemukakan sebelumnya, maka visi dan misi tersebut harus dirumuskan ke dalam bentuk yang lebih terarah dan operasional berupa perumusan tujuan utama organisasi.
Sesuai dengan visi dan misi Badan POM, tujuan utama pengawasan Obat dan Makanan tahun 2010-2014 adalah :
MENINGKATNYA PERLINDUNGAN MASYARAKAT DARI PRODUK OBAT DAN MAKANAN YANG BERISIKO TERHADAP KESEHATAN
BADAN POM | 12
LAKIP TAHUN 2011 Sasaran strategis Badan POM merupakan penjabaran dari misi dan tujuan strategis yang telah ditetapkan, yang menggambarkan sesuatu yang akan dihasilkan selama kurun waktu 5 (lima) tahun dan dialokasikan dalam 5 (lima) periode secara tahunan melalui serangkaian program dan kegiatan yang akan dijabarkan lebih lanjut dalam suatu Rencana Kinerja (performance plan).
Penetapan sasaran strategis ini diperlukan untuk memberikan fokus pada penyusunan program dan alokasi sumber daya organisasi dalam kegiatan atau operasional organisasi tiap-tiap tahun untuk kurun waktu 5 (lima) tahun.
Sasaran strategis Badan POM merupakan bagian integral dalam proses perencanaan strategis Badan POM dan merupakan dasar yang kuat untuk mengendalikan dan memantau pencapaian kinerja Badan POM serta lebih menjamin suksesnya pelaksanaan rencana jangka panjang yang sifatnya menyeluruh yang berarti menyangkut keseluruhan satuan kerja di lingkungan Badan POM. Sasaran-sasaran yang ditetapkan sepenuhnya mendukung pencapaian tujuan strategis yang terkait. Dengan demikian, apabila seluruh sasaran yang telah ditetapkan telah dicapai diharapkan bahwa tujuan strategis juga telah dapat dicapai.
Selanjutnya pada setiap sasaran ditetapkan program yang akan dijalankan untuk mencapai sasaran terkait. Program-program yang ditetapkan sepenuhnya mendukung pencapaian sasaran yang terkait.
Sasaran strategis yang ditetapkan dalam dokumen Rencana Strategis Badan POM tahun 2010-2014 adalah sebagai berikut: 1. Meningkatnya efektifitas pengawasan obat dan makanan dalam rangka melindungi masyarakat dengan sistem yang tergolong terbaik di ASEAN. 2. Terwujudnya laboratorium pengawasan obat dan makanan yang modern dengan jaringan kerja di seluruh Indonesia dengan kompetensi dan kapabilitas terunggul di ASEAN. 3. Meningkatnya kompetensi, kapabilitas, dan jumlah modal insani yang unggul dalam melaksanakan pengawasan obat dan makanan. 4. Meningkatnya koordinasi, perencanaan, pembinaan, pengendalian terhadap program dan administrasi di lingkungan Badan POM sesuai dengan sistem manajemen mutu.
BADAN POM | 13
LAKIP TAHUN 2011 5. Meningkatnya ketersediaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh Badan POM. Masing-masing sasaran strategis tersebut diukur dengan satu atau lebih indikator kinerja seperti tersebut di bawah ini: Tabel 1 Formulir Rencana Strategis Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Tahun 2010-2014
Sasaran 1.
Meningkatnya Efektifitas Pengawasan Obat dan Makanan dalam rangka Melindungi Masyarakat dengan Sistem yang Tergolong Terbaik di ASEAN
Indikator
a. b.
c.
d.
e. f.
Terwujudnya Laboratorium Pengawasan Obat dan Makanan yang Modern dengan jaringan Kerja di seluruh Indonesia dengan
Target 2011
Target 2012
Target 2013
Target 2014
baseline
0,1
0,1
0,1
0,4
0,25
0,25
0,25
1
k)
0,25
0,25
0,25
1
k)
0,5
0,5
0,5
2 k)
3,75
3,75
3,75
15 k)
99,23
99,33
99,43
99,53
99,63
K)
baseline
baseline
baseline
baseline
g.
Proporsi Obat Tradisional yang Mengandung Bahan Kimia Obat (BKO)
2
1,8
1,5
1,2
1
h.
Proporsi Kosmetik yang Mengandung Bahan Berbahaya
3
3,5
2
1,5
1
i.
Proporsi Suplemen Makanan yang Tidak Memenuhi Syarat Keamanan Proporsi Makanan yang Memenuhi Syarat Persentase pemenuhan sarana dan prasarana laboratorium terhadap standar terkini
4
3,5
3
2,5
2
75
80
85
88
90
60
70
80
85
90
84
90
96
100
100
j. 2
Persentase kenaikan obat yang memenuhi standar Persentase kenaikan obat tradisional yang memenuhi standar Persentase kenaikan kosmetik yang memenuhi standar Persentase kenaikan suplemen makanan yang memenuhi standar Persentase kenaikan makanan yang memenuhi standar Proporsi Obat yang Memenuhi Standar (Aman, Manfaat & Mutu)
Target 2010
k.
l.
Persentase Laboratorium BPOM yang terakreditasi secara konsisten sesuai standar
BADAN POM | 14
LAKIP TAHUN 2011
Sasaran
3
4
5
Indikator
Target 2010
Target 2011
Target 2012
Target 2013
Target 2014
Kompetensi dan Kapabilitas Terunggul di ASEAN Meningkatnya Kompetensi, Kapabilitas, dan Jumlah Modal Insani yang Unggul dalam Melaksanakan Pengawasan Obat dan Makanan Meningkatnya koordinasi, perencanaan, pembinaan, pengendalian terhadap program dan administrasi di lingkungan Badan POM sesuai dengan Sistem Manajemen Mutu
m.
Persentase ruang lingkup pengujian yang terakreditasi
50
60
70
80
100
n.
Persentase Pegawai yang Memenuhi Standar kompetensi
30
40
50
70
80
o.
Persentase unit kerja yang menerapkan quality policy Persentase unit kerja yang terintegrasi secara online
10
15
20
25
30
70
72
75
78
80
Meningkatnya ketersediaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh Badan POM
q.
65
75
85
90
95
p.
Persentase ketersediaan sarana dan prasarana penunjang kinerja
Kinerja pengawasan obat dan makanan dapat dinilai dari keberhasilan Badan POM dalam menurunkan peredaran produk obat dan makanan yang tidak memenuhi syarat Keamanan, manfaat/khasit, dan mutu. Untuk mengukur kinerja pengawasan obat dan makanan yang telah dilakukan, Badan POM menetapkan Indikator Kinerja Utama (IKU) yang akan diukur dari waktu ke waktu. Cara pengukurannya dengan memperbandingkan proporsi produk yang memenuhi standar terhadap total sampel obat dan makanan yang disampling dan diuji oleh Badan POM. Hasil yang diperoleh dibandingkan dengan baseline data sehingga dapat dilihat persentase kenaikan produk yang memenuhi standar. Kondisi saat ini, pengukuran capaian Indikator Kinerja Utama (IKU) tahun 2011 menggunakan capaian 2010 sebagai baseline data awal sebagai pembanding. Hal ini dilakukan mengingat sampai dengan akhir tahun 2011, Badan POM belum memiliki baseline data hasil pengawasan obat dan makanan. Oleh karena itu, pada tahun 2012
BADAN POM | 15
LAKIP TAHUN 2011 akan dilakukan survei baseline data pengawasan obat dan makanan untuk mendapatkan baseline data yang sahih dan andal.
Setiap sasaran strategis Badan POM dijabarkan lebih lanjut ke dalam sejumlah program. Di dalam setiap program terkumpul sejumlah kegiatan yang memiliki kesamaan perspektif yang dikaitkan dengan maksud, tujuan dan karakteristik program. Dengan demikian, kegiatan merupakan penjabaran lebih lanjut dari suatu program sebagai arah dari pencapaian tujuan dan sasaran strategis yang memberikan kontribusi bagi pencapaian misi dan visi organisasi.
Dalam Rentra Badan POM Tahun 2010 – 2014, telah ditetapkan 5 sasaran strategis dalam mencapai 1 tujuan. Untuk mengukur pencapaian sasaran tersebut, ditentukan 17 indikator sasaran, 5 indikator di antaranya adalah indikator kinerja utama (IKU). Kelima sasaran strategis tersebut didukung oleh 3 program dan 26 kegiatan utama, yang dilaksanakan oleh pusat dan atau 31 BBPOM/BPOM di seluruh wilayah Indonesia. Rencana Kinerja Badan POM Tahun 2011 merupakan penjabaran dari Rencana Strategis 2010-2014. Dalam RKT ini terdapat 5 sasaran strategis, yang pencapaiannya diukur dengan 17 indikator kinerja. Semua sasaran strategis dan indikator kinerja yang ditetapkan dalam dokumen RKT adalah sama dengan sasaran strategis dan indikator yang ditetapkan dalam Renstra, begitu pula target yang ditetapkannya. Rencana Kinerja Tahun 2011 ini menjadi dasar dalam penyusunan usulan anggaran tahun 2011. Formulir Rencana Kinerja Tahun 2011 adalah sebagai berikut: Tabel 2 Formulir Rencana Kinerja Tahunan Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Tahun 2011 Sasaran Strategis Meningkatnya Efektifitas Pengawasan Obat dan Makanan dalam rangka Melindungi Masyarakat dengan Sistem yang Tergolong Terbaik di ASEAN
Indikator Kinerja a. b. c. d.
Target
Persentase kenaikan obat yang memenuhi standar Persentase kenaikan obat tradisional yang memenuhi standar Persentase kenaikan kosmetik yang memenuhi standar Persentase kenaikan suplemen makanan yang memenuhi standar
0,1% 0,25% 0,25% 0,5%
BADAN POM | 16
LAKIP TAHUN 2011 Sasaran Strategis
Indikator Kinerja e. f. g.
h. i. j. Terwujudnya Laboratorium Pengawasan Obat dan Makanan yang Modern dengan jaringan Kerja di seluruh Indonesia dengan Kompetensi dan Kapabilitas Terunggul di ASEAN
k.
Target
Persentase kenaikan makanan yang memenuhi standar Proporsi Obat yang Memenuhi Standar (Aman, Manfaat & Mutu) Proporsi Obat Tradisional yang Mengandung Bahan Kimia Obat (BKO) Proporsi Kosmetik yang Mengandung Bahan Berbahaya Proporsi Suplemen Makanan yang Tidak Memenuhi Syarat Keamanan Proporsi Makanan yang Memenuhi Syarat Persentase pemenuhan sarana dan prasarana laboratorium terhadap standar terkini
3,75% 99,33% 1,8%
3,5% 3,5% 80% 70%
l.
Persentase Laboratorium BPOM yang terakreditasi secara konsisten sesuai standar
90%
m.
Persentase ruang lingkup pengujian yang terakreditasi Persentase Pegawai yang Memenuhi Standar kompetensi
60%
Persentase unit kerja yang menerapkan quality policy Persentase unit kerja yang terintegrasi secara online
15%
Persentase ketersediaan sarana dan prasarana penunjang kinerja
75%
Meningkatnya Kompetensi, Kapabilitas, dan Jumlah Modal Insani yang Unggul dalam Melaksanakan Pengawasan Obat dan Makanan
n.
Meningkatnya koordinasi, perencanaan, pembinaan, pengendalian terhadap program dan administrasi di lingkungan Badan POM sesuai dengan Sistem Manajemen Mutu
o.
Meningkatnya ketersediaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh Badan POM
q.
p.
40%
72%
Dokumen Penetapan Kinerja merupakan suatu dokumen pernyataan kinerja/kesepakatan kinerja/ perjanjian kinerja antara atasan dan bawahan untuk mewujudkan target kinerja tertentu berdasarkan pada sumber daya yang dimiliki oleh instansi. Pada awal tahun anggaran 2011, setelah DIPA keluar, Badan POM telah menyusun penetapan kinerja tingkat kementerian/lembaga yang ditandatangani oleh Kepala Badan POM. Penetapan
BADAN POM | 17
LAKIP TAHUN 2011 kinerja ini telah sesuai dengan Rencana Kinerja Tahunan (RKT) yang disusun berdasarkan dokumen Rencana Strategis.
Dalam Penetapan Kinerja ini terdapat 5 sasaran strategis, yang pencapaiannya diukur dengan 17 indikator kinerja. Semua sasaran strategis dan indikator kinerja yang ditetapkan dalam dokumen Penetapan Kinerja adalah sama dengan sasaran strategis dan indikator yang ditetapkan dalam RKT, begitu pula target yang ditetapkannya. Formulir Penetapan Kinerja Tahun 2011 adalah sebagai berikut: Tabel 3 Formulir Penetapan Kinerja Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Tahun 2011 Sasaran Strategis Meningkatnya Efektifitas Pengawasan Obat dan Makanan dalam rangka Melindungi Masyarakat dengan Sistem yang Tergolong Terbaik di ASEAN
Indikator Kinerja a. Persentase kenaikan obat yang memenuhi standar b. Persentase kenaikan obat tradisional yang memenuhi standar c. Persentase kenaikan kosmetik yang memenuhi standar d. Persentase kenaikan suplemen makanan yang memenuhi standar e. Persentase kenaikan makanan yang memenuhi standar f. Proporsi Obat yang Memenuhi Standar (Aman, Manfaat & Mutu) g. Proporsi Obat Tradisional yang Mengandung Bahan Kimia Obat (BKO) h. Proporsi Kosmetik yang Mengandung Bahan Berbahaya i. Proporsi Suplemen Makanan yang Tidak Memenuhi Syarat Keamanan j. Proporsi Makanan yang Memenuhi Syarat
Target 0,1% 0,25% 0,25% 0,5% 3,75% 99,33% 1,8% 3,5% 3,5% 80%
Terwujudnya Laboratorium Pengawasan Obat dan Makanan yang Modern dengan jaringan Kerja di seluruh Indonesia dengan Kompetensi dan Kapabilitas Terunggul di ASEAN
k.
Persentase pemenuhan sarana dan prasarana laboratorium terhadap standar terkini
70%
l.
Persentase Laboratorium BPOM yang terakreditasi secara konsisten sesuai standar
90%
m Persentase ruang lingkup pengujian yang terakreditasi
60%
Meningkatnya Kompetensi, Kapabilitas, dan Jumlah Modal Insani yang Unggul dalam Melaksanakan Pengawasan Obat dan Makanan
n
40%
Persentase Pegawai yang Memenuhi Standar kompetensi
BADAN POM | 18
LAKIP TAHUN 2011 Sasaran Strategis
Indikator Kinerja
Target
Meningkatnya koordinasi, perencanaan, pembinaan, pengendalian terhadap program dan administrasi di lingkungan Badan POM sesuai dengan Sistem Manajemen Mutu
o
Persentase unit kerja yang menerapkan quality policy
15%
p
Persentase unit kerja yang terintegrasi secara online
72%
Meningkatnya ketersediaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh Badan POM
q
Persentase ketersediaan sarana dan prasarana penunjang kinerja
75%
Jumlah Anggaran Tahun 2011 : Rp 936.334.715.000,-
BADAN POM | 19
LAKIP TAHUN 2011
Pada Renstra Badan POM tahun 2010-2014 telah ditetapkan Indikator Kinerja Utama (IKU) yang akan menggambarkan kinerja Badan POM dalam melaksanakan visi dan misinya dalam 5 tahun ke depan, yaitu Persentase kenaikan Obat dan Makanan yang memenuhi standar sebesar 0,8% pada akhir tahun 2014. Karena indikator komposit produk sulit ditentukan, maka IKU Badan POM menjadi:
1. Persentase kenaikan obat yang memenuhi standar sebesar 0,4% pada akhir tahun 2014 2. Persentase kenaikan obat tradisional yang memenuhi standar sebesar 1% pada akhit tahun 2014 3. Persentase kenaikan kosmetik yang memenuhi standar sebesar 1% pada akhir tahun 2014 4. Persentase kenaikan suplemen makanan yang memenuhi standar sebesar 2% pada akhir tahun 2014 5. Persentase kenaikan makanan yang memenuhi standar sebesar 15%
Kelima indikator kinerja utama tersebut sekaligus merupakan bagian dari indikator sasaran strategis yang pertama, yaitu ‘Meningkatnya efektifitas pengawasan obat dan makanan dalam rangka melindungi masyarakat dengan sistem yang tergolong terbaik di ASEAN’. Kelima indikator tersebut baru diukur pencapaiannya pada tahun 2011, dengan menggunakan data kinerja pada tahun 2010 sebagai baseline. Capaian indikator kinerja utama pada tahun 2011 secara rinci dituangkan pada tabel 4.
BADAN POM | 20
LAKIP TAHUN 2011 Tabel 4 Pencapaian Indikator Kinerja Utama (IKU) Badan POM Tahun 2011 INDIKATOR KINERJA a b c d e
Persentase kenaikan obat yang memenuhi standard Persentase kenaikan obat tradisional yang memenuhi standard Persentase kenaikan kosmetik yang memenuhi standard Persentase kenaikan suplemen makanan yang memenuhi standard Persentase kenaikan makanan yang memenuhi standard
TARGET 0,1%
TAHUN 2011 REALISASI % CAPAIAN 4,79% 4.790%
0,25%
5,62%
2.248%
0,25%
6,79%
2.726%
0,5%
1,12%
224%
3,75%
0,38%
10,13%
Persentase kenaikan produk obat dan makanan yang memenuhi standar pada tahun 2011 tersebut merupakan selisih dari persentase produk yang memenuhi standar pada tahun 2011 terhadap persentase produk yang memenuhi standar pada tahun 2010. Persentase produk yang memenuhi standar merupakan perbandingan antara jumlah produk yang memenuhi standar terhadap jumlah sampel total yang diuji laboratorium.
Pada tahun 2011, jumlah sampel yang diuji adalah sebesar 98.835 dengan hasil uji sejumlah 86.077 sampel memenuhi standar. Profil obat dan makanan yang memenuhi syarat secara rinci dapat dilihat pada tabel 5. Tabel 5 Profil Obat dan Makanan yang Memenuhi Syarat (MS) pada Tahun 2010 – 2011
1
Obat
Tahun 2010 Tahun 2011 Jumlah Jumlah Jumlah sampel Jumlah sampel sampel yang % sampel yang % MS selesai memenuhi MS selesai memenuhi uji standar uji standar (MS) (MS) 36.815 34.688 94,22 17.432 17.259 99,01
2
Obat
12.163
8.978
73,81 12.236
9.719
79,43
5,62%
13.503
12.439
92,12 23.818
23.559
98,91
6,79%
No
Komoditi
% Kenaikan Produk MS 4,79%
tradisional 3
Kosmetik
BADAN POM | 21
LAKIP TAHUN 2011
No
Komoditi
4
Suplemen
Tahun 2010 Tahun 2011 Jumlah Jumlah Jumlah sampel Jumlah sampel sampel yang % sampel yang % MS selesai memenuhi MS selesai memenuhi uji standar uji standar (MS) (MS) 3.031 2.951 97,36 4.020 3.959 98,48
% Kenaikan Produk MS 1,12%
makanan 5
Makanan
41.324
31.418
76,03 41.329
31.581
76,41
0.38%
Apabila dibandingkan dengan target tahun 2014, capaian beberapa indikator telah melebihi target yang ditetapkan. Perbandingan capaian IKU pada tahun 2011 terhadap target tahun 2014 secara rinci dapat dilihat pada tabel 6. Tabel 6 Perbandingan Capaian IKU pada Tahun 2011 terhadap target Tahun 2014
INDIKATOR KINERJA a b c d e
Persentase kenaikan obat yang memenuhi standar Persentase kenaikan obat tradisional yang memenuhi standar Persentase kenaikan kosmetik yang memenuhi standar Persentase kenaikan suplemen makanan yang memenuhi standar Persentase kenaikan makanan yang memenuhi standar
TARGET 2014 0,4%
REALISASI 2011 4,79%
1%
5,62%
562%
1%
6,79%
679%
2%
1,12%
56%
15%
0,38%
2,53%
% CAPAIAN 1.197,5 %
Dari data tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa target yang ditetapkan oleh Badan POM untuk indikator: a) Persentase kenaikan obat yang memenuhi standar; b)Persentase kenaikan obat tradisional yang memenuhi standar; serta c) Persentase kenaikan kosmetik yang memenuhi standar adalah terlalu rendah. Sedangkan penetapan target untuk indikator : a) ‘Persentase kenaikan suplemen makanan yang memenuhi standar’ dan b)‘Persentase kenaikan makanan yang memenuhi standar’ adalah terlalu tinggi. Untuk itu, perlu dilakukan peninjauan kembali dalam penetapan target untuk kelima indikator tersebut. Pada tahun 2011, pencapaian indikator ‘Persentase kenaikan suplemen makanan yang memenuhi standar’ adalah 56% dibandingkan terhadap target pada akhir tahun 2014. Mengingat tahun 2011 merupakan tahun ke dua pelaksanaan
BADAN POM | 22
LAKIP TAHUN 2011 Renstra periode 2010-2014, maka peningkatan kinerja pada tahun-tahun berikutnya adalah dimungkinkan untuk mencapai target yang telah ditetapkan pada akhir tahun 2014.
Sasaran strategis Badan POM merupakan penjabaran dari misi dan tujuan strategis yang telah ditetapkan, yang menggambarkan sesuatu yang akan dicapai selama kurun waktu 5 (lima) tahun dan dialokasikan dalam 5 (lima) periode secara tahunan melalui serangkaian program dan kegiatan.
Renstra Badan POM Tahun 2010 – 2014 telah menetapkan tujuan utama pengawasan Obat dan Makanan di Indonesia yaitu: “Meningkatnya perlindungan masyarakat dari produk obat dan makanan yang berisiko terhadap kesehatan”.
Selanjutnya tujuan tersebut dijabarkan menjadi 5 Sasaran Strategis Badan POM yaitu: 1.
Meningkatnya efektifitas pengawasan obat dan makanan dalam rangka melindungi masyarakat dengan sistem yang tergolong terbaik di ASEAN.
2.
Terwujudnya laboratorium pengawasan obat dan makanan yang modern dengan jaringan kerja di seluruh Indonesia dengan kompetensi dan kapabilitas terunggul di ASEAN
3.
Meningkatnya kompetensi, kapabilitas dan jumlah modal insani yang unggul dalam melaksanakan pengawasan obat dan makanan.
4.
Meningkatnya koordinasi perencanaan, pembinaan, pengendalian, terhadap program dan administrasi di lingkungan Badan POM sesuai dengan Sistem Manajemen Mutu.
5.
Meningkatnya ketersediaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh Badan POM.
Untuk mengukur pencapaian sasaran-sasaran tersebut telah ditentukan 12 indikator sasaran (selain indikator kinerja utama) yaitu : 1.
Proporsi Obat yang memenuhi standar (aman, manfaat dan mutu)
2.
Proporsi Obat Tradisional yang Mengandung Bahan Kimia Obat (BKO)
3.
Proporsi Kosmetik yang Mengandung Bahan Berbahaya
4.
Proporsi Suplemen Makanan yang Tidak Memenuhi Syarat Keamanan
5.
Proporsi makanan yang memenuhi syarat
6.
Persentase pemenuhan sarana dan prasarana laboratorium terhadap standar terkini
7.
Persentase Laboratorium BPOM yang terakreditasi secara konsisten sesuai standar
BADAN POM | 23
LAKIP TAHUN 2011 8.
Persentase ruang lingkup pengujian yang terakreditasi
9.
Persentase Pegawai yang Memenuhi Standar kompetensi
10. Persentase unit kerja yang menerapkan quality policy 11. Persentase unit kerja yang terintegrasi secara online 12. Persentase ketersediaan sarana dan prasarana penunjang kinerja
Selanjutnya akan diuraian pencapaian masing-masing sasaran pada tahun 2011, disertai dengan permasalahan yang dihadapinya.
1.
Sasaran 1: Meningkatnya efektifitas pengawasan obat dan makanan dalam rangka melindungi masyarakat dengan sistem yang tergolong terbaik di ASEAN. Keberhasilan pencapaian sasaran pertama ini diukur dengan 5 (lima) indikator, selain IKU Badan POM, yaitu : 1.
Proporsi obat yang memenuhi standar (aman, manfaat, dan mutu)
2.
Proporsi obat tradisional yang mengandung Bahan Kimia Obat (BKO)
3.
Proporsi kosmetik yang mengandung bahan berbahaya
4.
Proporsi suplemen makanan yang tidak memenuhi syarat keamanan
5.
Proporsi makanan yang memenuhi syarat
Berikut adalah pencapaian masing-masing indikator tersebut pada tahun 2011, dibandingkan dengan pencapaian pada tahun 2010 serta posisinya terhadap target 2014. Tabel 7 Profil Pencapaian Sasaran ‘Meningkatnya Efektifitas Pengawasan Obat dan Makanan dalam Rangka Melindungi Masyarakat dengan Sistem yang Tergolong Terbaik di ASEAN’ Tahun 2010-2011
Indikator Kinerja
Proporsi obat yang
Target 2014 99,63
Tahun 2011
Tahun 2010
Target
Realisasi
%Capaian
%Capaian
Realisasi
%Capaian
2011
2011
Thd 2011
Thd 2014
2010
Thd 2014
99,33
99,01
99,68
99,38
94,22
94,57
memenuhi standar (aman, manfaat, dan mutu)
BADAN POM | 24
LAKIP TAHUN 2011
Indikator Kinerja
Proporsi obat
Target
Tahun 2011
Tahun 2010
Target
Realisasi
%Capaian
%Capaian
Realisasi
%Capaian
2011
2011
Thd 2011
Thd 2014
2010
Thd 2014
1
1,8
1,67
100,13
99,32
2,61
98,37
1
3,5
0,65
102,95
100,35
1,14
99,86
2
3,5
0,12
103,50
101,92
2,64
99,35
90
80
76,41
95,51
84,90
76,03
84,48
2014
tradisional yang mengandung Bahan Kimia Obat (BKO) Proporsi kosmetik yang mengandung bahan berbahaya Proporsi suplemen makanan yang tidak memenuhi syarat keamanan Proporsi makanan yang memenuhi syarat
a)
Pencapaian indikator ‘Proporsi obat yang memenuhi standar (aman, manfaat, dan mutu) ‘
Pada tahun 2011 proporsi obat yang memenuhi standar (aman, manfaat, dan mutu) adalah 99,01%. Dibandingkan terhadap target tahun 2011, yaitu 99,33%, maka persentase capaian indikator ini adalah 99,68%. Sedangkan jika dibandingkan dengan target tahun 2014, yaitu 99,63%, maka persentase capaian indikator ini adalah 99,38%. Capaian pada tahun 2011 ini belum optimal, namun mengingat tahun 2011 merupakan tahun ke dua pelaksanaan Renstra 2010-2014, maka peningkatan kinerja di masa mendatang masih dimungkinkan.
Pada tahun 2011, hasil pengujian laboratorium terhadap 17.432 sampel obat menunjukkan bahwa 99,01% diantaranya sudah memenuhi standar/persyaratan (MS). Dibandingkan terhadap hasil pengujian laboratorium pada tahun 2010, 94,22% sampel obat memenuhi standar/persyaratan (MS), terdapat kenaikan sebesar 4,79%. Adanya kenaikan ini berarti terjadi peningkatan kinerja, khususnya di bidang pengawasan obat. Namun demikian, dari data tersebut dapat disimpulkan juga bahwa masih beredar produk obat yang tidak memenuhi persyaratan. Hal ini dapat
BADAN POM | 25
LAKIP TAHUN 2011 disebabkan karena beberapa hal antara lain lemahnya pengawasan di tingkat distribusi sehingga mengakibatkan ketidakpatuhan terhadap ketentuan yang berlaku, pengambilan sampel yang belum menunjukkan keterwakilan terhadap populasi dan cenderung purposive, masih rendahnya cakupan pengawasan karena terbatasnya jumlah SDM, dan kemampuan pengujian laboratorium yang kurang memadai.
Pengawasan obat di Indonesia dilakukan melalui sistem pengawasan yang komprehensif dan berstandar internasional meliputi pre market control dan post market control. Pre market control merupakan pengawasan yang dilakukan sebelum produk beredar di pasaran. Pre market control meliputi pre market evaluation yang merupakan upaya preventif yang dilakukan Badan POM dalam menjamin keamanan, khasiat, dan mutu obat dan produk biologis sebelum beredar di pasaran. Pre market evaluation dilakukan melalui evaluasi dan penilaian keamanan, khasiat, dan mutu obat oleh tim ahli independen. Dalam evaluasi tersebut, dikembangkan suatu mekanisme evaluasi yang obyektif melalui pembentukan tim independen Komite Nasional Penilai Obat Jadi (KOMNAS POJ). Komite tersebut terdiri dari pakar dan berasal dari berbagai universitas serta institusi terkait. Komite ini melakukan evaluasi keamanan, khasiat, dan mutu obat berdasarkan data ilmiah yang diserahkan oleh produsen kepada Badan POM, berupa data preklinik dan data klinik serta data penunjang lain. Evaluasi mutu dilakukan untuk menjamin terpenuhinya spesifikasi dan standar untuk zat aktif, zat tambahan dan produk obat jadi serta bahan kemasan.
Disamping itu, Badan POM juga memberikan persetujuan pemasukan obat untuk penggunaan terapi khusus melalui mekanisme yang disebut Special Access Scheme (SAS). Persetujuan ini dimaksudkan untuk memenuhi hak pasien untuk mendapatkan akses terhadap obat yang belum beredar di Indonesia, namun berdasarkan kriteria tertentu obat tersebut sangat dibutuhkan.
Evaluasi terhadap penandaan atau label pada kemasan produk obat juga dilakukan agar konsumen mendapat informasi yang lengkap dan obyektif, sehingga dapat menjamin penggunaan obat yang tepat dan aman. Produk yang telah memenuhi persyaratan evaluasi akan diberikan persetujuan untuk diedarkan. Pada tahun 2011 Badan POM telah menyelesaikan 3.700 berkas pendaftaran obat dan produk biologi, yang terdiri dari: 330 registrasi obat baru dan produk biologi; 715 registrasi obat copy; 1.469 registrasi variasi; 904 registrasi ulang; 232 registrasi SAS; dan 50 persetujuan
BADAN POM | 26
LAKIP TAHUN 2011 pelaksanaan uji klinik (PPUK). Dari jumlah tersebut, sejumlah 2.109 (75,43%) berkas dari total 2.796 berkas sudah diselesaikan secara tepat waktu. Dalam hal ini perhitungan ketepatan waktu tidak menyertakan berkas registrasi ulang, karena untuk registrasi ulang tidak ditetapkan timeline penyelesaian berkas permohonannya berdasarkan Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat. Target yang ditetapkan pada tahun 2011 adalah 75% berkas akan diselesaikan tepat waktu. Dengan demikian, persentase capaian kinerjanya adalah 100,57%. Tabel 8 Profil Penilaian Obat dan Produk Biologi Tahun 2011 No.
JENIS PRODUK
A
Obat
A1
Registrasi Baru : Registrasi Obat Baru dan Produk Biologi Registrasi Obat Copy Registrasi Variasi Registrasi Ulang** Produk Terapetik Penggunaan Khusus SAS Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik(PPUK)
A1.1
A1.2 A2 A3 B
B1 B2
Jumlah Keseluruhan Jumlah***)
PERMOHONAN*) Carry Baru Jumlah over
Batal/ Tolak
Hasil Penilaian *) ACC Jumlah Keputusan yang Di terbitkan
%
PROSES Proses % Evaluasi
Jumlah Keputusan yang Diterbitkan Tepat Waktu
Pemenuhan Timeline Registrasi
546
199
745
89
241
330
44.30
415
55.70
273
82.73%
1036
764
1800
184
531
715
39.72
1085
60.28
544
76.08%
1985
1928
3913
56
1413
1469
37.54
2444
62.46
1074
73.11%
207
2123
2330
0
904
904
38.80
1426
61.20
4 17
251 49
255 66
4 4
231 50
232 50
90.98 75.76
23 16
9.02 24.24
179 39
77.16% 78.00%
3795
5314
9109
337
3370
3700
40.62
5409
59.38
3588
3191
6779
337
2466
2796
41.25
3983
58.75
2109
75.43%
Keterangan : *) : Perhitungan jumlah produk termasuk beda kekuatan, beda bentuk sediaan dan beda kemasan **) : untuk registrasi ulang belum ada timeline penyelesaian berkas permohonan ***) : Dihitung tanpa menyertakan berkas registrasi ulang (untuk perhitungan timeline)
Untuk mengakomodasi dan mengantisipasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, standar merupakan salah satu acuan dalam pengawasan pre market. Pengembangan standar dapat membantu negara mengakses pasar global dan mengadopsi teknologi mutakhir. Standar sebagai Non Tarif Barrier diharapkan
BADAN POM | 27
LAKIP TAHUN 2011 mampu meningkatkan daya saing produk dalam negeri untuk menembus pasar ekspor dan menahan masuknya produk impor. Pada tahun 2011, Badan POM telah menyusun rancangan teknis Farmakope Indonesia edisi V dan diharapkan dapat diselesaikan pada tahun 2012. Selain itu, telah disusun 5 (lima) standar obat baru antara lain monografi obat antialergi (tablet setirizin hidroklorida), antibiotik golongan makrolida (tablet spiramisin dan sirup spiramisin), serta hormon GNRH analog, FSH/LH (tablet mesterolon dan bahan baku mesterolon) untuk defisiensi androgen dan infertilitas pada laki-laki. Dalam menghadapi globalisasi dan Free Trade Area (FTA),
dimana
diberlakukan
kebijakan
harmonisasi
tarif,
untuk
membantu
menciptakan iklim perekonomian yang kondusif bagi industri farmasi dalam bentuk proteksi maupun peningkatan daya saing dengan tetap mempertimbangkan komitmen Indonesia dalam forum internasional dan tetap memperluas akses obat bagi masyarakat luas dengan mutu yang tinggi dan harga terjangkau, Badan POM telah menyusun Draft Usulan Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI) 2012 dan Draft Usulan HS Code Produk International Nonproprietary Names (INN) List 103.
Untuk menjamin mutu produk obat yang beredar, Badan POM juga mensyaratkan bahwa setiap produk obat yang dibuat oleh industri farmasi harus memenuhi persyaratan pada pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Pemenuhan persyaratan CPOB tersebut dibuktikan dengan sertifikat CPOB. Untuk menjamin kepatuhan implementasi CPOB di industri farmasi, Badan POM melakukan inspeksi rutin. Pada tahun 2011, target yang ditetapkan adalah 60% dari 202 industri farmasi mempunyai sertifikat CPOB terkini dan realisasinya adalah 60,40% (122 industri farmasi). Sedangkan sisanya, industri farmasi masih harus melakukan berbagai upaya perbaikan agar mampu memenuhi persyaratan CPOB yang berlaku secara internasional, dan Badan POM juga terus berupaya melakukan pembinaan secara terus-menerus kepada industri farmasi agar menghasilkan produk yang mampu bersaing baik di pasar dalam negeri, regional, maupun internasional.
Setelah produk beredar di pasaran, Badan POM melakukan post market control sebagai upaya untuk menjamin bahwa produk yang beredar di pasaran tetap memenuhi persyaratan keamanan, khasiat dan mutu seperti pada saat didaftarkan untuk mendapatkan persetujuan untuk diedarkan. Post market control antara lain dilakukan melalui a) pengambilan sampel produk di peredaran, b) pengujian laboratorium, c) upaya penegakan hukum terhadap pelanggaran di bidang obat, dan
BADAN POM | 28
LAKIP TAHUN 2011 d) pemberdayaan masyarakat agar mampu melindungi diri dari produk obat yang tidak memenuhi syarat.
Pengambilan sampel produk di peredaran dilakukan dengan pendekatan analisis risiko. Dengan cara ini produk yang mempunyai risiko paling tinggi dan paling banyak digunakan oleh masyarakat akan mempunyai peluang untuk disampling lebih banyak. Selain itu sampling juga dilakukan untuk keperluan compliance dan surveillance. Hal ini dilakukan untuk melihat kepatuhan terhadap pemenuhan CPOB dan kemungkinan produk dipalsukan. Sampling dilakukan berdasarkan kaidah ilmiah untuk memastikan keterwakilan (representativeness) terhadap populasi produk yang beredar di peredaran. Pada tahun 2011 dilakukan pengambilan sampel dan pengujian terhadap 17.432 sampel obat dengan hasil 17.259 (99,01%) sampel memenuhi syarat dan 173 (0,99%) sampel tidak memenuhi syarat.
Masih ditemukannya obat palsu dan sub standar di Indonesia disebabkan karena masih adanya unsur permintaan dan penawaran (supply – demand) di jalur ilegal. Sanksi hukum yang tidak menimbulkan efek jera dan kondisi keuangan masyarakat merupakan sebagian faktor yang menyebabkan produk obat palsu dan sub standar masih beredar di Indonesia. Rendahnya putusan pengadilan yang dijatuhkan kepada para pelanggar hukum tindak pidana bidang obat dan makanan merupakan salah satu penyebab tidak efektifnya upaya penegakan hukum yang dilakukan oleh Badan POM. Putusan hukum yang dijatuhkan tidak menimbulkan efek jera dan tidak sebanding dengan insentif ekonomi serta keuntungan finansial yang didapatkan oleh para pelanggar hukum. Hal ini mengakibatkan pelanggaran berulang dan bahkan menjadi contoh bagi para pelanggar hukum yang lain.
BADAN POM | 29
LAKIP TAHUN 2011 Penanganan perkara pidana di bidang obat tahun 2011, diproses berdasar pada UU RI No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Dari hasil analisis diketahui masih adanya persepsi yang berbeda dari Penuntut Umum, khususnya perkara pidana melakukan praktik kefarmasian tanpa memiliki keahlian dan kewenangan, sebagaimana dimaksud dalam pasal 198 dengan ancaman pidana denda paling banyak Rp100.000.000,-, tanpa adanya ancaman pidana penjara. Sebagian besar Penuntut Umum menganggap bahwa perkara pidana tersebut diselesaikan dengan cara pemeriksaan tindak pidana ringan (Tipiring) sehingga penyelasaian berkas perkara lebih cepat (tidak melalui P-21). Sepanjang tahun 2011, jumlah pelanggaran tindak pidana obat dan makanan yang ditindaklanjuti dengan projusticia sebanyak 239 kasus , yang terdiri dari 17 kasus dianggap tindak pidana ringan (tipiring) dan 222 kasus tindak pidana biasa. Dari 222 kasus tindak pidana biasa tersebut, 54 kasus telah P-21 dan 10 kasus telah mendapatkan putusan pengadilan, dengan pidana tertinggi: pidana penjara 4 bulan 15 hari, denda sebesar Rp 50.000.000,- subsider pidana kurungan 1 bulan.
Dari hasil operasi bersama yang dilakukan Badan POM dan lintas sektor terkait diketahui bahwa sebagian besar obat palsu di Indonesia ditemukan di sarana illegal. Sedangkan dari hasil audit komprehensif yang dilakukan oleh Badan POM diketahui bahwa jumlah produk obat yang bocor dari jalur legal ke jalur illegal adalah 0,057% (dibandingkan terhadap jumlah produk beredar). Kebocoran ini terutama ditemui di sarana distribusi. Karena itu Badan POM juga melakukan pengawasan terhadap
BADAN POM | 30
LAKIP TAHUN 2011 sarana distribusi obat yang terdiri dari Pedagang Besar Farmasi (PBF), apotik, toko obat, dan sarana pelayanan kesehatan.
Pada tahun 2011 ditemukan peningkatan persentase narkotika, psikotropika dan prekursor di jalur illegal. Peningkatan ini terutama bersumber dari penyimpangan (diversi) obat mengandung prekursor khususnya obat yang mengandung efedrin atau pseudoefedrin ke jalur illegal untuk pembuatan methamphetamine/shabu (narkotika golongan I). Penyimpangan tersebut didorong oleh meningkatnya kejahatan narkotika dan psikotropika yang bersifat trans-nasional dan melibatkan sindikat internasional, dimana pelaku kejahatan selalu mencari sumber bahan baku (prekursor) untuk membuat narkotika dan psikotropika secara illegal, salah satunya adalah obat mengandung efedrin atau pseudoefedrin yang banyak beredar di Indonesia. Sementara dari sisi pengelola sarana narkotika, psikotropika, dan prekursor, pemahaman
tentang
peraturan
perundang-undangan
di
bidang
narkotika,
psikotropika dan prekursor kurang. Akibatnya temuan produk narkotika psikotropika dan prekursor yang ke jalur illegal sebanyak 11 Nomor Izin Edar (NIE), jumlah ini lebih besar daripada target yang ditetapkan, yaitu sebanyak 5 Nomor Izin Edar (NIE). Terkait dengan peredaran obat palsu di Indonesia, Badan POM mengambil langkah untuk memutus supply dan demand, memperkuat koordinasi lintas sektor; memperkuat kerja sama regional dan internasional, dengan cara pengawasan sarana produksi dan distribusi obat melalui pemeriksaan sarana, sampling obat dan pengujian laboratorium. Selain itu, dilakukan pula upaya penegakan hukum secara konsisten dan berkesimbungan dengan menindak pelaku tindak pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam penegakan hukum terkait tindak pidana obat dan makanan, Badan POM tidak dapat berperan sebagai single player akan tetapi perlu dukungan dan jaringan kerja sama yang baik dengan semua pemangku kepentingan termasuk para penegak hukum dalam rangkaian Sistem Peradilan Pidana Terpadu (Integrated Criminal Justice System).
Untuk pelaksanaan tugas tersebut maka dibentuk forum koordinasi kerja fungsional tepadu dari tingkat pusat hingga daerah yang masing-masing unsur melakukan tugas sesuai dengan kewenangannya. Kerja sama antar instansi telah dilakukan sejak tahun 2002, utamanya dengan instansi yang terkait dengan penegakan hukum tindak pidana bidang obat dan makanan seperti POLRI, Bea Cukai serta Kejaksaan.
BADAN POM | 31
LAKIP TAHUN 2011 Untuk meningkatkan efektifitas penegakan hukum di bidang Obat dan Makanan, Wakil Presiden, Prof.Dr.Boediono telah mencanangkan pembentukan Satuan Tugas Pemberantasan Obat dan Makanan Ilegal yang diketuai oleh Kepala Badan POM. Satuan Tugas ini terdiri dari unsur-unsur penegak hukum antara lain Kementerian Kesehatan, POLRI, Kementerian Perdagangan, dan Bea Cukai.
Perkuatan kerja sama regional dan internasional dilakukan melalui peran aktif Badan POM dalam forum
BIMST WHO-IMPACT (International Medical Product Anti
Counterfeiting Taskforce) dan forum lainnya serta dengan melibatkan WHO-InterpolBadan POM. Penertiban obat ilegal termasuk palsu yang dipromosikan melalui internet telah dikoordinasikan oleh International Criminal Police Organization (ICPO)Interpol yang diberi sandi OPERASI PANGEA yaitu suatu aksi internasional yang dilakukan dalam satu minggu dengan sasaran penjualan produk obat ilegal termasuk palsu secara online. Operasi Pangea IV tahun 2011 diikuti oleh 81 negara termasuk Indonesia yang difasilitasi oleh National Central Bureau (NCB)-Interpol Pelaksanaan Operasi Pangea IV di Indonesia dilakukan oleh Satuan Tugas Pemberantasan Obat dan Makanan Ilegal yang terdiri dari Badan POM, Kepolisian RI, Direktorat Jenderal Bea Cukai pada tanggal 20 – 27 September 2011 dan bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informasi RI. Dari Operasi Pangea IV berhasil diidentifikasi sebanyak 30 situs website yang mempromosikan obat ilegal termasuk palsu. Kepala Badan POM selaku Ketua Satuan Tugas Pemberantasan Obat dan Makanan Ilegal telah mengajukan kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk melakukan upaya pemblokiran website. Kementerian Komunikasi dan Informatika telah menindaklanjuti temuan tersebut dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1) Memasukkan 30 (tiga puluh) alamat (domain/URL) website dari BPOM tersebut ke dalam database TRUST+positif sebagai data rujukan utama untuk memfilter website-website yang melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2) Melakukan koordinasi dengan para ISP (internet service provider) dan Nawala (filter rujukan yang dikelola oleh Asosiasi Warung Internet Indonesia) untuk segera melakukan penyesuaian database dengan TRUST+positif Melanjutkan keberhasilan pelaksanaan Operasi Pangea IV bersama lintas sektor terkait dalam kerangka Satgas Pemberantasan Obat dan Makanan Ilegal, Badan POM RI telah menggelar Operasi Gabungan Nasional (OPGABNAS) secara serentak
BADAN POM | 32
LAKIP TAHUN 2011 melibatkan Balai Besar/Balai POM di seluruh Indonesia pada tanggal 21-22 September 2011. Prioritas pelanggaran yang difokuskan dalam OPGABNAS ini adalah obat palsu, obat tradisional mengadung BKO, kosmetik mengandung bahan dilarang, pangan mengandung bahan berbahaya serta produk tanpa izin edar (TIE). Nilai total keseluruhan temuan diperkirakan sekitar Rp. 1.472.494.654 (satu milyar empat ratus tujuh puluh dua juta empat ratus sembilan puluh empat ribu enam ratus lima puluh empat rupiah).
Upaya pemberdayaan kepada masyarakat (community empowerment) dalam rangka memutus rantai demand dilakukan dengan cara memberikan penyuluhan kepada masyarakat serta mengeluarkan public warning / peringatan keras kepada masyarakat tentang bahaya konsumsi obat ilegal termasuk bahaya obat palsu melalui media massa maupun brosur dan buletin. Untuk itu, telah dibentuk satuan tugas penangkalan dan pencegahan yang melakukan kegiatan Gerakan Nasional Waspada Obat dan Makanan Ilegal secara terus-menerus. Upaya ini dilakukan agar masyarakat mampu melindungi diri sendiri dari produk obat yang berisiko terhadap kesehatan.
b)
Pencapaian indikator ‘Proporsi obat tradisional yang mengandung Bahan Kimia Obat ‘
Pada tahun 2011 proporsi obat obat tradisional yang mengandung Bahan Kimia Obat adalah 1,67%. Dibandingkan terhadap target tahun 2011, yaitu 1,8%, maka persentase capaian indikator ini adalah 100,13%. Sedangkan jika dibandingkan dengan target tahun 2014, yaitu 1%, maka persentase capaian indikator ini adalah 99,32%.
Pada tahun 2011, proporsi obat tradisional yang mengandung bahan kimia obat (BKO) adalah sebesar 1,67% dari target 1,8%. Pada indikator ini, persentase capaian adalah berbanding terbalik dengan realisasinya, artinya semakin rendah proporsi obat tradisional yang mengandung BKO, maka semakin tinggi persentase capaiannya atau dengan kata lain semakin baik kinerjanya, dan sebaliknya. Perhitungan persentase capaian indikator ini menggunakan rumus sebagai berikut :
BADAN POM | 33
LAKIP TAHUN 2011
% Capaian = (100% - Realisasi) (100% - Target)
Dengan menggunakan rumus tersebut maka persentase capaian indikator ini adalah 100,13% terhadap target tahun 2011.
Pada tahun 2010, proporsi obat tradisional yang mengandung BKO adalah 2,61%. Jika dibandingkan dengan tahun 2010 maka terjadi penurunan proporsi obat tradisional yang mengandung BKO, yang menunjukkan meningkatnya kinerja Badan POM. Namun demikian, meskipun capaian pada tahun 2011 ini telah melampaui target yang telah ditetapkan, masalah obat tradisional mengandung BKO merupakan masalah yang harus terus diatasi.
Kontaminasi Bahan Kimia Obat dalam obat tradisional masih menjadi masalah krusial untuk diselesaikan. Pengawasan distribusi bahan baku obat harus dilakukan dengan lebih intensif lagi. Kerjasama dengan asosiasi pengusaha jamu dan pembinaan kepada para produsen obat tradisional terus menerus dilakukan untuk mengurangi praktek pencampuran Bahan Kimia Obat ke dalam produk obat tradisional. Pembinaan dilakukan terhadap sarana produksi obat tradisonal secara rutin
baik
dalam rangka pra-sertifikasi, sertifikasi dan inspeksi. Intensifikasi pengawasan obat
BADAN POM | 34
LAKIP TAHUN 2011 tradisional mengandung Bahan Kimia Obat (BKO) secara rutin dilakukan setiap tahun. Peningkatan kemampuan petugas pengawas/ inspektur di pusat dan daerah dilakukan melalui pelatihan-pelatihan. Selain itu juga dibentuk forum koordinasi lintas sektor penanganan obat tradisional mengandung BKO, yang secara komperehensif menjalankan tugas secara intensif dan terkoordinasi. Secara simultan juga dilakukan pemberdayaan masyarakat melalui berbagai media agar masyarakat lebih berhati-hati dalam mengonsumsi obat tradisional agar tidak menimbulkan masalah bagi kesehatan.
Pengawasan obat tradisional di Indonesia juga dilakukan dilakukan melalui pre market control dan post market control. Obat tradisional sebelum diedarkan di Indonesia wajib didaftarkan pada Badan POM untuk dilakukan penilaian terhadap keamanan, manfaat dan mutunya terlebih dahulu oleh tenaga ahli. Pada tahun 2011, Badan POM telah mengeluarkan 1.626 nomor ijin edar (NIE) yang terdiri dari 1.395 NIE untuk obat tradisional lokal dan 217 NIE untuk obat tradisional impor, dan 14 NIE untuk obat tradisional lisensi. Dari segi ketepatan waktu, terjadi kenaikan dari tahun 2010 dimana jumlah NIE yang dikeluarkan tepat waktu sebesar 90% menjadi sebesar 94% pada tahun 2011.
Gambar 5. Profil Ketepatan Waktu & NIE Pendaftaran Obat Tradisional Tahun 2005-2011
1820
1626
Untuk menjamin bahwa produk obat tradisional yang dihasilkan bermutu tinggi, Badan POM secara rutin melakukan inspeksi ke sarana industri obat tradisional (IOT) untuk melihat pemenuhan terhadap Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB).
BADAN POM | 35
LAKIP TAHUN 2011 Pada tahun 2011, persentase industri obat tradisional yang memiliki sertifikat CPOTB adalah 43,24% (32 dari 74 industri obat tradisional). Masih rendahnya IOT yang menerapkan CPOTB ini antara lain karena adanya Pedoman CPOTB tahun 2011 yang menggantikan Pedoman CPOTB 2005, yang memuat lebih detail hal-hal yang berkaitan dengan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik. Terkait hal ini, industri obat tradisional masih memerlukan tenggang waktu untuk menyesuaikan terhadap beberapa ketentuan baru dalam menerapkan aspek CPOTB terutama untuk aspek sistem manajemen mutu, bangunan, dokumentasi dan sumber daya manusia. Untuk mengatasi hal tersebut, beberapa upaya tindak lanjut yang perlu dilakukan antara lain adalah: a. Sosialisasi Pedoman CPOTB tahun 2011 kepada industri obat tradisional b. Pendekatan dan asistensi yang lebih optimal kepada sarana IOT untuk memberikan bimbingan teknis, dan meningkatkan kemampuan SDM dalam menyiapkan dokumentasi. c. Memperkuat jejaring lintas sektor antara lain dengan KemenKes, KemenPerin, KemenDag, Dinkes Provinsi dan asosiasi terkait (GP Jamu), terutama terkait investasi bangunan, peralatan dan pendukungnya.
Masalah permodalan dan keterbatasan dana juga merupakan penyebab masih rendahnya pemenuhan terhadap CPOTB. Pemenuhan terhadap CPOTB memerlukan investasi yang tidak sedikit terutama untuk memenuhi persyaratan bangunan, peralatan dan sarana pendukung lainnya. Untuk itu perlu dilakukan pembinaan yang komprehensif melibatkan sektor terkait sehingga dapat dilakukan pembinaan teknis, peningkatan kemampuan SDM, penyiapan dokumentasi dan bantuan permodalan serta pemasaran yang pada akhirnya akan mampu meningkatkan daya saing produk lokal di pasar dalam negeri. Hal ini untuk mengantisipasi semakin maraknya produk obat tradisional impor yang masuk ke Indonesia misalnya produk obat tradisional dari Cina, Korea, India, dll.
Selain terhadap sarana produksi, Badan POM juga melakukan pemeriksaan terhadap sarana distribusi obat tradisional. Dari hasil pemeriksaan yang dilakukan terhadap 3.670 sarana distribusi obat tradisional pada tahun 2011 diketahui bahwa 2.533 (69,02%) sarana distribusi obat tradisional telah memenuhi ketentuan. Inspeksi secara intensif dan pembinaan secara berkesinambungan diharapkan mampu
BADAN POM | 36
LAKIP TAHUN 2011 meningkatkan kesadaran para pelaku usaha untuk mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pengawasan post-market juga dilakukan melalui pengambilan sampel dan pengujian laboratorium. Pada tahun 2011 telah dilakukan sampling dan pengujian laboratorium terhadap 12.236 sampel obat tradisional. Hasil pengujian laboratorium menunjukkan 9.719 (79,43%) memenuhi persyaratan / standar (MS) dan 2.517 (20,57%) tidak memenuhi persyaratan / standar (TMS).
Disamping upaya-upaya yang telah disampaikan diatas, dilakukan juga beberapa kegiatan terkait aspek ketersediaan informasi keamanan, khasiat/ kemanfaatan, pedoman teknologi ekstrak dan cara budidaya obat tradisional yang dapat dimanfaatkan dalam lingkungan internal untuk penilaian produk sebelum beredar dan/atau penyusunan regulasi serta dapat dimanfaatkan oleh kalangan industri obat tradisional
dan
masyarakat
untuk
tujuan
pengembangan
produk
dan/atau
pemanfaatan untuk swamedikasi obat tradisional yang lebih aman, bermanfaat dan bermutu, diantaranya penyusunan buku Acuan Sediaan Herbal, Farmakope Herbal Indonesia, Pedoman Teknologi Formulasi Berbasis Ekstrak, dan Informasi Serial Budidaya Tumbuhan Obat.
BADAN POM | 37
LAKIP TAHUN 2011 c)
Pencapaian indikator ‘Proporsi kosmetik yang mengandung Bahan Berbahaya’
Pada tahun 2011 proporsi kosmetik yang mengandung Bahan Berbahaya adalah 0,65%. Dibandingkan terhadap target tahun 2011, yaitu 3,5%, maka persentase capaian indikator ini adalah 102,95%. Sedangkan jika dibandingkan dengan target tahun 2014, yaitu 1%, maka persentase capaian indikator ini adalah 100,35%. Capaian pada tahun 2011 ini sudah melebihi target yang ditetapkan hingga tahun 2014, oleh karena itu, perlu direview kembali penetapan target untuk indikator ini pada tahun-tahun mendatang.
Pada tahun 2011, proporsi kosmetik yang mengandung bahan berbahaya adalah sebesar 0,65% dari target 3,5%. Pada indikator ini, persentase capaian adalah berbanding terbalik dengan realisasinya, artinya semakin rendah proporsi kosmetik yang mengandung bahan berbahaya maka semakin tinggi persentase capaiannya atau dengan kata lain semakin baik kinerjanya, dan sebaliknya. Perhitungan persentase capaian indikator ini menggunakan rumus sebagai berikut :
% Capaian = (100% - realisasi) (100% - Target)
Dengan menggunakan rumus tersebut maka persentase capaian indikator ini adalah 102,95% terhadap target tahun 2011.
BADAN POM | 38
LAKIP TAHUN 2011 Pada tahun 2011, proporsi kosmetik yang mengandung bahan berbahaya adalah 0,65%. Jika dibandingkan dengan tahun 2010 maka terjadi penurunan proporsi kosmetik yang mengandung bahan berbahaya. Hal ini antara lain disebabkan oleh semakin meningkatnya kesadaran masyarakat untuk menggunakan kosmetik yang aman. Edukasi kepada masyarakat melalui public warning terbukti efektif untuk meningkatkan public awareness.
Kosmetik pada dasarnya termasuk produk low risk (berisiko rendah). Tetapi pada kenyataannya terjadi penyimpangan yang menyebabkan risiko produk berubah menjadi membahayakan kesehatan. Penggunaan bahan berbahaya yang dilarang dalam kosmetik mengakibatkan kosmetik menjadi berbahaya bagi kesehatan. Penambahan merkuri, zat warna yang dilarang dan asam retinoat merupakan contoh bahan yang dilarang digunakan dalam kosmetik. Karena itu Badan POM melakukan pengawasan yang intensif terhadap penambahan bahan berbahaya dalam kosmetik.
Dengan mulai diberlakukannya Harmonisasi ASEAN bidang kosmetik pada 1 Januari 2011 maka produk kosmetik yang akan diedarkan tidak perlu lagi didaftarkan di Badan POM dan digantikan dengan sistem notifikasi secara online. Dengan perubahan sistem pre market control, produk kosmetik baik dari dalam maupun luar negeri bebas beredar di Indonesia tanpa melalui proses evaluasi keamanan, klaim manfaat dan mutu produk. Dapat diperkirakan bahwa jumlah produk kosmetik yang masuk ke Indonesia akan meningkat secara signifikan, disertai dengan meningkatnya kemungkinan masuknya produk kosmetik yang tidak memenuhi syarat dan palsu. Mengantisipasi hal ini, Badan POM telah memperkuat post market control melalui sampling produk di pasaran, pengujian laboratorium, penegakan hukum, pemberian informasi dan public warning kepada masyarakat. Dari 25.913 berkas permohonan yang diterima, jumlah nomor notifikasi yang dikeluarkan pada tahun 2011 untuk kosmetika adalah sebanyak 23.563 yang terdiri dari kosmetik lokal sebanyak 11.519 (48,89%) dan kosmetik impor sebanyak 12.044 (51,11%). Berkas permohonan notifikasi produk kosmetik yang dinilai tepat waktu mencapai 94,17% meningkat dari tahun 2010 yaitu sebesar 62%. Seluruh keberhasilan tersebut dapat terealisasi karena terjadinya percepatan proses oleh penerapan sistem notifikasi dan dukungan sistem teknologi informasi sehingga proses notifikasi dapat dilakukan secara online. Penerapan sistem notifikasi juga berpengaruh terhadap perubahan kecepatan
BADAN POM | 39
LAKIP TAHUN 2011 layanan, di mana pada sistem pendaftaran pelayanan diselesaikan selama 30 hari kerja, sedangkan untuk notifikasi cukup dengan 14 hari kerja.
Gambar 8. Profil Ketepatan Waktu dan Persetujuan Notifikasi Kosmetik Tahun 2005-2011
Jumlah No. Notifikasi
Pada tahun 2011 telah dilakukan sampling dan pengujian laboratorium terhadap 23.818 sampel kosmetik. Hasil pengujian laboratorium menunjukkan bahwa 23.559 (98,91%) sampel memenuhi persyaratan / standar (MS) dan 259 (1,09%) sampel tidak memenuhi persyaratan / standar (TMS).
BADAN POM | 40
LAKIP TAHUN 2011 Pengawasan kosmetik merupakan tanggung jawab tiga pilar pengawasan yaitu pemerintah, pelaku usaha, dan konsumen. Badan POM melakukan inspeksi sarana produksi dan distribusi kosmetik dalam rangka penerapan Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik dan penerapan kaidah distribusi kosmetik yang baik. Badan POM telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan pemenuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan melalui berbagai kegiatan, antara lain: pembinaan secara intensif terhadap sarana produksi dan distribusi kosmetika baik dalam rangka pra-sertifikasi dan sertifikasi; pelatihan Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik (CPKB) bagi inspektur pusat dan daerah; peningkatan pengetahuan pelaku usaha di bidang kosmetika, baik sarana produksi, distribusi, pengguna jasa (klinik kecantikan salon dan spa) melalui kegiatan advokasi, sosialisasi, workshop, asistensi, pilot project, dan lain-lain; intensifikasi pengawasan kosmetika mengandung bahan berbahaya/dilarang di peredaran, dan pelatihan inspektur pengawasan kosmetika tradisional bagi petugas Balai Besar/Balai POM di seluruh Indonesia.
Di tingkat produksi, selama tahun 2011 telah dilakukan pemeriksaan terhadap 426 industri kosmetika. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa 134 sarana memenuhi ketentuan, sedangkan 292 (68,54%) sarana tidak memenuhi ketentuan. Pengawasan sarana produksi merupakan bagian dari pengawasan menyeluruh yang diterapkan Badan POM. Hal ini dilakukan untuk menilai tingkat kepatuhan para pelaku usaha dalam menerapkan kaidah dan ketentuan yang ditetapkan oleh Badan POM. Sarana produksi yang memenuhi ketentuan diharapkan mampu memproduksi produk yang memenuhi syarat sehingga mengurangi risiko yang diterima masyarakat akibat produk yang tidak memenuhi syarat. Masih tingginya angka sarana yang tidak memenuhi ketentuan tersebut menunjukkan masih rendahnya kepatuhan pelaku usaha dalam menerapkan CPKB. Pemenuhan terhadap CPKB memerlukan investasi yang tidak sedikit, terutama untuk memenuhi persyaratan bangunan, peralatan dan sarana pendukung lainnya. Masih rendahnya pemenuhan infrastruktur, kemampuan manajerial serta kemampuan menyiapkan PIF (Product Information File) merupakan beberapa kendala yang dihadapi oleh pelaku usaha dalam pemenuhan CPKB. Untuk itu perlu dilakukan pembinaan yang komprehensif melibatkan sektor terkait sehingga dapat dilakukan pembinaan teknis, peningkatan kemampuan SDM, penyiapan dokumentasi dan bantuan permodalan serta pemasaran yang pada akhirnya akan mampu meningkatkan daya saing produk lokal di pasar dalam negeri, regional, maupun global.
BADAN POM | 41
LAKIP TAHUN 2011 d)
Pencapaian indikator ‘Proporsi suplemen makanan yang tidak memenuhi syarat keamanan’
Pada tahun 2011 proporsi suplemen makanan yang tidak memenuhi syarat keamanan adalah 0,12%. Dibandingkan terhadap target tahun 2011, yaitu 3,5%, maka persentase capaian indikator ini adalah 103,5%. Sedangkan jika dibandingkan dengan target tahun 2014, yaitu 2%, maka persentase capaian indikator ini adalah 101,92%. Capaian pada tahun 2011 ini sudah melebihi target yang ditetapkan hingga tahun 2014, oleh karena itu, perlu direview kembali penetapan target untuk indikator ini pada tahun-tahun mendatang
Pada tahun 2011, proporsi suplemen makanan yang tidak memenuhi syarat keamanan adalah sebesar 0,12% dari target 3,5%. Pada indikator ini, persentase capaian adalah berbanding terbalik dengan realisasinya, artinya semakin rendah proporsi suplemen makanan yang tidak memenuhi syarat keamanan, maka semakin tinggi persentase capaiannya atau dengan kata lain semakin baik kinerjanya, dan sebaliknya. Perhitungan persentase capaian indikator ini menggunakan rumus sebagai berikut : % Capaian = (100% - Capaian) (100% - Target)
Dengan menggunakan rumus tersebut maka persentase capaian indikator ini adalah 103,5% terhadap target tahun 2011.
BADAN POM | 42
LAKIP TAHUN 2011 Pada tahun 2010 proporsi suplemen makanan yang tidak memenuhi syarat keamanan adalah 2,64%. Jika dibandingkan dengan tahun 2010 maka terjadi penurunan proporsi suplemen makanan yang tidak memenuhi syarat keamanan. Hal ini antara lain disebabkan oleh semakin meningkatnya kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi suplemen makanan sesuai kebutuhan dan tidak mudah tergiur oleh iklan suplemen makanan yang cenderung over claim. Edukasi kepada masyarakat melalui public warning terbukti efektif untuk meningkatkan public awareness dan sebagai counter information untuk iklan yang cenderung misleading / menyesatkan.
Perubahan gaya hidup masyarakat dan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya
melakukan
tindakan
pencegahan
merupakan
salah
satu
sebab
meningkatnya konsumsi suplemen makanan. Hal ini ditangkap sebagai peluang bisnis bagi pelaku usaha baik di dalam dan di luar negeri. Indonesia dengan jumlah penduduk yang besar dan daya beli yang semakin baik merupakan pasar strategis bagi produk suplemen makanan. Hal ini dapat dilihat dari semakin meningkatnya jenis dan jumlah produk suplemen makanan yang beredar di dalam negeri yang juga mengindikasikan bahwa perkembangan pasar global juga melanda Indonesia. Selain produk impor, juga banyak beredar produk suplemen makanan yang dihasilkan oleh produsen dalam negeri. Maraknya produk suplemen makanan yang beredar merupakan tantangan tersendiri bagi Badan POM. Klaim yang berlebihan akan memberikan informasi yang menyesatkan dan merugikan konsumen. Bukan hanya kerugian secara materi tetapi juga membahayakan kesehatan karena konsumsi suplemen makanan yang tidak sesuai kebutuhan.
Pengawasan pre market suplemen makanan antara lain dilakukan melalui pemberian nomor ijin edar untuk produk yang telah memenuhi kriteria keamanan, klaim manfaat, dan mutu. Jumlah Nomor Ijin Edar (NIE) yang dikeluarkan pada tahun 2011 untuk suplemen makanan adalah sebanyak 808 NIE yang terdiri dari suplemen makanan lokal 560 NIE (69%), suplemen makanan impor 218 NIE (27%), dan suplemen makanan lisensi sebanyak 30 NIE (4%). Sedangkan jika dilihat dari ketepatan waktu pengeluaran nomor ijin edar, maka pada tahun 2011 jumlah NIE yang dikeluarkan tepat waktu adalah 97%. Berdasarkan ketepatan waktunya, terjadi kenaikan bila dibandingkan dengan tahun 2010 yaitu 96%.
BADAN POM | 43
LAKIP TAHUN 2011 Gambar 11. Profil Ketepatan Waktu & NIE Pendaftaran Suplemen Makanan Tahun 2005-2011
Pengawasan post market suplemen makanan dilakukan melalui sampling dan
pengujian laboratorium serta pengawasan iklan produk agar tidak menyampaikan klaim yang berlebihan. Beberapa kendala yang masih ditemui dalam pelaksanaan pengawasan post market suplemen makanan adalah terbatasnya kemampuan laboratorium dalam melakukan pengujian. Pengawasan post market diprioritaskan pada persyaratan keamanan dan klaim manfaat produk suplemen makanan. Pada tahun 2011 telah dilakukan sampling dan pengujian laboratorium terhadap 4.020 sampel suplemen makanan. Hasil pengujian laboratorium menunjukkan bahwa 3.959 (98,48%) sampel memenuhi persyaratan / standar (MS) dan 61 (1,52%) sampel tidak memenuhi persyaratan / standar (TMS).
BADAN POM | 44
LAKIP TAHUN 2011
Walaupun produk suplemen makanan relatif aman, namun karena penggunaannya sangat luas oleh berbagai kalangan masyarakat, maka risiko timbulnya efek yang tidak diinginkan tetap ada. Menyadari permasalahan tersebut di atas maka Badan POM telah dan terus mengambil langkah-langkah kebijakan untuk menata sistem regulasinya
terutama
yang
menyangkut
kerasionalan
komposisi
dan
klaim
manfaatnya, disertai dengan upaya intensifikasi pengawasan iklan serta edukasi kepada masyarakat agar mengkonsumsi produk suplemen makanan sesuai kebutuhan.
e)
Pencapaian indikator ‘Proporsi makanan yang memenuhi syarat’
Pada tahun 2011 proporsi makanan yang memenuhi syarat adalah 76,41%. Dibandingkan terhadap target tahun 2011, yaitu 80%, maka persentase capaian indikator ini adalah 95,51%. Sedangkan jika dibandingkan dengan target tahun 2014, yaitu 90%, maka persentase capaian indikator ini adalah 84,90%. Capaian pada tahun 2011 belum optimal, namun mengingat tahun 2011 merupakan tahun ke dua pelaksanaan Renstra 2010-2014, maka peningkatan kinerja pada masa mendatang masih dimungkinkan.
Pada tahun 2011, proporsi makanan yang memenuhi syarat adalah sebesar 76,41% dari target 80% atau dengan kata lain persentase capaian indikator ini adalah 95,51% terhadap target.
BADAN POM | 45
LAKIP TAHUN 2011
Pada tahun 2010, proporsi makanan yang memenuhi syarat adalah 76,03%. Jika dibandingkan dengan tahun 2010 maka terjadi peningkatan proporsi makanan yang memenuhi syarat. Hal ini antara lain disebabkan oleh intensifnya bimbingan teknis yang diberikan kepada produsen, meningkatnya kesadaran produsen untuk menerapkan Cara Pembuatan Makanan yang Baik, dan meningkatnya kesadaran masyarakat untuk memilih makanan yang aman, bermutu dan bergizi.
Pengawasan keamanan makanan harus dilakukan secara menyeluruh (total food safety control), karena masalah keamanan makanan dapat terjadi di mana saja, mulai dari makanan dibudidayakan hingga siap dikonsumsi (from farm to table). Untuk itu pengawasan keamanan makanan dilakukan dengan 2 (dua) strategi, yaitu: •
Strategi
Pencegahan,
yaitu
pengawasan
dengan
sedapat
mungkin
mengupayakan tindakan pencegahan •
Strategi Penindakan secara Hukum sebagai tindakan terakhir melalui upaya penegakan secara hukum
Untuk memberikan pelayanan publik yang lebih baik, Badan POM telah melakukan pendelegasian kewenangan penilaian produk pangan low risk kepada 8 Balai Besar POM, yaitu Balai Besar POM di DKI Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya,
Denpasar,
kewenangan
penilaian
Makassar, produk
dan
Medan.
pangan
ke
Dengan daerah,
adanya
pelimpahan
diharapkan
terjadi
penyelenggaraan pelayanan dengan jalur birokrasi yang lebih efektif dan efisien, mendorong produsen/ importir/ distributor produk pangan di daerah untuk
BADAN POM | 46
LAKIP TAHUN 2011 mendaftarkan produknya serta meminimalkan peredaran produk pangan ilegal di Indonesia.
Dalam rangka pengawasan post market keamanan dan mutu produk pangan yang beredar di masyarakat, selama tahun 2011 secara rutin telah dilakukan pengambilan sampel dan pengujian laboratorium sejumlah 41.329 sampel pangan dengan hasil 31.581 (76,41%) sampel memenuhi syarat dan 9.748 (23,59%) sampel tidak memenuhi syarat. Selain itu, Badan POM juga melakukan upaya pembinaan kepada produsen dan distributor makanan. Untuk produk pangan yang ijinnya dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah, Badan POM bekerja sama dengan Pemerintah Daerah telah melakukan berbagai upaya pembinaan dan bimbingan teknis dalam rangka penerapan Cara Pembuatan Makanan yang Baik (CPMB). Untuk industri rumah tangga pangan, penerapan CPMB dilakukan secara bertahap dan diprioritastan pada hygiene dan sanitasi.
Pengawasan pre market produk pangan antara lain dilakukan melalui pemberian nomor ijin edar untuk produk yang telah memenuhi kriteria keamanan, klaim manfaat, dan mutu. Pada tahun 2011 telah diselesaikan 16.348 dari total 16.454 berkas permohonan yang diajukan kepada Badan POM, dengan rincian 14.642 berkas pendaftaran pangan dan 1.706 persetujuan perubahan data produk pangan. Sedangkan jika dilihat dari ketepatan waktu penyelesaian berkas, maka pada tahun 2011 jumlah jumlah berkas yang diselesaikan tepat waktu adalah 84,45%. Berdasarkan ketepatan waktunya, terjadi penurunan bila dibandingkan dengan tahun 2010 yaitu 89,74%, yang antara lain disebabkan oleh adanya peningkatan jumlah
BADAN POM | 47
LAKIP TAHUN 2011 permohonan pendaftaran sebesar 14,6% pada tahun 2011 jika dibandingkan dengan tahun 2010 yaitu dari 14.359 berkas pada tahun 2010 menjadi 16.454 berkas pada tahun 2011. Dalam memberikan pelayanan pendaftaran produk pangan, terdapat 3 (tiga) kategori pelayanan yaitu : -
pelayanan cepat (ulang dan baru) dengan timeline adalah 7 hari kerja, persentase ketepatan waktu pada tahun 2011 adalah 75,46%
-
Pelayanan umum (ulang dan baru) dengan timeline 45 hari kerja, persentase ketepatan waktu pada tahun 2011 adalah 95,01%
-
Pelayanan perubahan produk (P5) dengan timeline 15 hari kerja, persentase ketepatan waktu pada tahun 2011 adalah 82,88%
Berdasarkan jenis pelayanan, pencapaian terendah terjadi pada pelayanan cepat yaitu 75,46%. Rendahnya capaian untuk pelayanan cepat disebabkan karena adanya trend peningkatan pendaftaran berkas pangan resiko rendah yang diterima pada pelayanan cepat. Peningkatan tersebut tidak diikuti dengan kenaikan jumlah evaluator untuk pelayanan cepat.
Untuk mengatasi penurunan capaian tersebut Badan POM telah melakukan breakthrough pengembangan sistem pendaftaran secara online (e-registration) untuk pangan low risk yang selama ini didaftarkan dengan layanan cepat. Sistem ini akan memudahkan dalam proses penilaian pendaftaran yang semula dilakukan secara manual diganti dengan penilaian secara elektronik, dan direncanakan akan diimplementasikan pada tahun 2012. Untuk menunjang pengawasan pre-market, pada tahun 2011 Badan POM telah menyusun regulasi dan standar di bidang pangan, antara lain Peraturan Kepala Badan POM RI tentang Pengawasan Klaim dalam Label dan Iklan Pangan Olahan, Peraturan Kepala Badan POM RI tentang Pengawasan Formula Bayi dan Formula Bayi untuk Keperluan Medis Khusus, Peraturan Kepala Badan POM RI tentang Persayaratan Penambahan Zat Gizi dan Non Gizi dalam Pangan Olahan, serta Peraturan Kepala Badan POM RI tentang Perubahan atas Peraturan Kepala Badan POM RI No. 00.06.51.0475 tahun 2005 tentang Pedoman Pencantuman Informasi Nilai Gizi pada Label Pangan.
BADAN POM | 48
LAKIP TAHUN 2011 Di tingkat produksi, pada tahun 2011 telah dilakukan pemeriksaan terhadap 3.249 sarana industri yang terdiri atas 1.001 industri makanan yang memperoleh MD dan 2.248 industri rumah tangga (IRT) yang sudah memperoleh PIRT. Hasil pemeriksaan sarana industri pangan MD memperlihatkan bahwa 472 (47,15%) sarana memenuhi ketentuan sedangkan 529 (52,85%) sarana lainnya tidak memenuhi ketentuan (TMK). Penyebab utama industri MD yang TMK adalah: higiene perorangan; sanitasi; kesadaran dalam pengolahan lingkungan seperti pembuangan sampah, fasilitas pabrik dan kebersihan, fasilitas produksi belum terbebas dari binatang serangga dan lain-lain, peralatan dan suplai air bersih. Terhadap hasil pemeriksaan yang kurang tersebut telah dilakukan tindak lanjut berupa teguran, peringatan dan pembinaan. Di samping itu dilakukan juga pemeriksaan terhadap industri rumah tangga-pangan (IRTP). Selama tahun 2011 telah dilakukan pemeriksaan terhadap 2.248 industri rumah tangga (IRT) yang sudah memperoleh PIRT. Dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa bahwa 1.099 (48,89%) sarana memenuhi ketentuan sedangkan 1.149 (51,11%) sarana lainnya tidak memenuhi ketentuan (TMK). Penyebab utama kekurangan pada sarana IRTP adalah rendahnya pengetahuan, kemampuan dan kesadaran pengelolaan lingkungan seperti pembuangan sampah dan kebersihan, hygiene perorangan, fasilitas produksi belum bebas dari serangga, tikus dan lain-lain, fasilitas peralatan
dan suplai air. Terhadap sarana yang kurang telah dilakukan
tindak lanjut berupa teguran, peringatan dan pembinaan khusus, dengan melibatkan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.
BADAN POM | 49
LAKIP TAHUN 2011 Isu utama terkait keamanan makanan yang masih memerlukan perhatian adalah penyalahgunaan bahan berbahaya yang dilarang digunakan dalam makanan misalnya formalin, borax, pewarna yang dilarang dan bahan berbahaya lain. Permasalahan ini tidak dapat diselesaikan sendiri oleh Badan POM karena terkait dengan kewenangan instansi lain. Pengawasan peredaran formalin dan sejenisnya misalnya merupakan kewenangan Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan. Mengantisipasi hal itu dan sebagai respons terhadap masalah nasional tersebut, pada awal tahun 2006 tim lintas departemen (termasuk Badan POM) telah merumuskan regulasi berupa Peraturan Menteri Perdagangan No. 04 Tahun 2006 tentang Pengawasan Distribusi dan Peredaran Bahan Berbahaya pada awal. Regulasi ini pada prinsipnya memuat ketentuan tentang alur distribusi dan persyaratan peredaran bahan berbahaya secara lengkap.
Upaya koordinasi sejenis dapat diterapkan untuk masalah yang melibatkan kewenangan dan kepentingan banyak lintas sektor, misalnya masalah keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS). Terkait dengan strategi pencegahan dalam lingkup
pengawasan
keamanan
makanan,
Badan
POM
telah
melakukan
intensifikasi pengawasan terhadap Pangan Jajanan Anak Sekolah. Beberapa temuan yang perlu ditindaklanjuti adalah penggunaan bahan tambahan yang dilarang untuk produk makanan, penggunaan bahan tambahan makanan melebihi batas, serta cemaran mikroba. Badan POM terus melakukan sampling dan pengujian laboratorium di seluruh Indonesia. Kerjasama dengan instansi Pemerintah Daerah setempat telah dilakukan dalam rangka pengelolaan resiko kesehatan yang ditimbulkan oleh makanan jajanan ini termasuk pembinaan kantin sekolah dan penjaja sekitar sekolah.
Untuk meningkatkan efektifitas pengawasan pangan jajajan anak sekolah, Badan POM telah melakukan upaya, antara lain: 1. “Gerakan menuju PJAS yang aman, bermutu, dan bergizi” yang dicanangkan oleh Wakil Presiden pada tanggal 31 Januari 2011. 2. Penandatangan MoU dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak R.I. pada tanggal 2 Maret 2011 tentang Pengarusutamaan Gender dan Pemenuhan Hak Anak di Bidang Obat dan Makanan.
Sampling PJAS Tahun 2011 dilakukan oleh 30 Balai Besar/ Balai POM di Indonesia. Pengambilan sampel dilakukan pada para penjaja PJAS di 886 Sekolah Dasar/
BADAN POM | 50
LAKIP TAHUN 2011 Madrasah Ibtidaiyah yang tersebar di 30 kota di Indonesia. Jumlah sampel yang diambil adalah 4.808 sampel dengan rincian : 3.103 (64,54%) sampel memenuhi syarat dan 1.705 (35,46%) sampel tidak memenuhi syarat disebabkan antara lain karena menggunakan bahan berbahaya yang dilarang untuk pangan, menggunakan bahan tambahan pangan melebihi batas maksimal, mengandung cemaran logam berat melebihi batas maksimal, mengandung cemaran mikroba melebihi batas maksimal dan mengandung cemaran bakteri patogen.
Program PJAS telah mendapatkan penghargaan dari MURI untuk Ikrar Peduli Pangan Jajanan Anak Sekolah yang pertama kali diselenggarakan di Indonesia dengan melibatkan sekitar 2.000 pelajar dari Jawa Barat dan Jakarta. Ikrar dilaksanakan pada Festival Sehat Jajanan Sekolahku di GOR Saparua, Bandung. Penghargaan tersebut diserahkan kepada Kepala Badan POM pada tanggal 22 Desember 2011 pada peringatan hari ibu.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pencapaian sasaran pertama yaitu “Meningkatnya efektifitas pengawasan obat dan makanan dalam rangka melindungi masyarakat dengan sistem yang tergolong terbaik di ASEAN”, yang diukur melalui 5 (lima) indikator, 3 (tiga) indikator telah mencapai target bahkan lebih dari 100% yaitu indikator nomor 2)Proporsi obat tradisional yang menngandung Bahan Kimia Obat (BKO); 3)Proporsi kosmetik yang mengandung bahan berbahaya; dan 4)Proporsi suplemen makanan yang tidak memenuhi syarat keamanan. Sedangkan 2 (dua) indikator lainnya yaitu 1)Proporsi obat yang memenuhi standar (aman, manfaat, dan mutu) dan 5)Proporsi makanan yang memenuhi syarat, masih harus ditingkatkan pencapaiannya.
2.
Sasaran 2 : Terwujudnya laboratorium pengawasan obat dan makanan yang modern dengan jaringan kerja di seluruh Indonesia dengan kompetensi dan kapabilitas terunggul di ASEAN
Keberhasilan pencapaian sasaran kedua ini diukur dengan 3 (tiga) indikator, yaitu : 1. Persentase pemenuhan sarana dan prasarana laboratorium terhadap standar terkini 2. Persentase Laboratorium BPOM yang terakreditasi secara konsisten sesuai standar
BADAN POM | 51
LAKIP TAHUN 2011 3. Persentase ruang lingkup pengujian yang terakreditasi
Tabel 9 Profil Pencapaian Sasaran ‘Terwujudnya Laboratorium Pengawasan Obat dan Makanan yang Modern dengan Jaringan Kerja di Seluruh Indonesia dengan Kompetensi dan Kapabilitas Terunggul di ASEAN’ Tahun 2010-2011
Indikator Kinerja Persentase
Target 2014
Tahun 2011 Realisasi %Capaian %Capaian 2011 Thd 2011 Thd 2014 80 114,29 88,89
Tahun 2010 Realisasi %Capaian 2010 Thd 2014 80 88,89
90
Target 2011 70
100
90
84,85
94,28
84,85
87,50
87,50
100
60
73,86
123,1
73,86
63,90
63,90
pemenuhan sarana dan prasarana laboratorium terhadap standar terkini Persentase Laboratorium BPOM yang terakreditasi secara konsisten sesuai standar Persentase ruang lingkup pengujian yang terakreditasi
Indikator ‘Persentase pemenuhan sarana dan prasarana laboratorium terhadap standar terkini’ diukur berdasarkan jumlah sarana dan prasarana laboratorium yang tersedia dibandingkan dengan standar terkini (standar minimal laboratorium). Pada tahun 2011, jumlah sarana dan prasarana laboratorium yang tersedia pada seluruh laboratorium Balai Besar/Balai POM adalah sejumlah 16 jenis alat utama, dan jumlah alat utama yang ditetapkan dalam Standar Minimum Laboratorium Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan adalah sejumlah 20 jenis, sehingga realisasi pada tahun 2011 adalah 80%. Realisasi ini sudah melebihi target
BADAN POM | 52
LAKIP TAHUN 2011 yang ditetapkan pada tahun 2011, yaitu 70%. Dibandingkan terhadap target 2011, capaian indikator ini adalah 114,29% atau 74,78% jika dibandingkan terhadap target tahun 2014. Mengingat tahun 2011 adalah tahun ke dua pelaksanaan Renstra 20102014, maka peningkatan kinerja pada tahun mendatang adalah sangat dimungkinkan. Pada tahun 2011 Badan POM tidak mengadakan alat laboratorium jenis baru. Pengadaan alat laboratorium dimaksudkan untuk mengganti alat yang sudah rusak dengan alat sejenis dengan spesifikasi yang lebih canggih. Sehingga capaian indikator ini masih sama dengan capaian pada tahun 2010.
Indikator ‘Persentase Laboratorium BPOM yang terakreditasi secara konsisten sesuai standar’ diukur berdasarkan jumlah laboratorium pusat dan Balai Besar/Balai POM yang terakreditasi dibandingkan dengan jumlah seluruh laboratorium di Badan POM. Pada tahun 2011 terdapat 28 laboratorium di pusat dan Balai Besar/ Balai POM yang terakreditasi dari 33 laboratorium yang ada di Badan POM, sehingga realisasinya adalah 84,85%. Dibandingkan terhadap target tahun 2011, yaitu 90%, maka persentase capaiannya adalah 94,28%. Terdapat penurunan realisasi indikator ini dibandingkan realisasi pada tahun 2010, yaitu 87,50%. Hal ini karena adanya perbedaan angka denominator, yaitu jumlah seluruh laboratorium di Badan POM adalah 32 laboratorium pada tahun 2010 menjadi 33 laboratorium pada tahun 2011, dengan ditetapkannya Balai POM di Manokwari sebagai Balai POM baru pada tahun 2011.
Indikator ‘Persentase ruang lingkup pengujian yang terakreditasi’ diukur berdasarkan jumlah ruang lingkup pengujian yang terakreditasi dibandingkan terhadap jumlah standar ruang lingkup pengujian. Pada tahun 2011 ruang lingkup pengujian yang dimiliki adalah sejumlah 2.308 sedangkan jumlah standar ruang lingkup adalah 3.125, sehingga realisasi indikator ini adalah 73,86% atau 123,09% dibandingkan terhadap target 60%. Dalam hal ini, terdapat peningkatan kinerja dibandingkan tahun sebelumnya, di mana persentase ruang lingkup pengujian yang terakreditasi adalah sebesar 63,90%. Dibandingkan terhadap target tahun 2014 sebesar 100%, capaian tahun ini adalah sebesar 73,86%. Mengingat tahun 2011 adalah tahun ke dua pelaksanaan Renstra 2010-2014, maka peningkatan kinerja pada tahun mendatang adalah sangat dimungkinkan.
BADAN POM | 53
LAKIP TAHUN 2011 Dari data tersebut di atas dapat disimpuIkan bahwa terdapat 1 indikator pada sasaran strategis ke-2 ini yang pada tahun 2011 pencapaiannya belum optimal, yaitu pada indikator ‘Persentase Laboratorium BPOM yang terakreditasi secara konsisten sesuai standar’, realisasi 84,85% atau persentase capaiannya 94,28% dibandingkan target 2011. Sedangkan, 2 indikator lainnya, yaitu: a) Persentase pemenuhan sarana dan prasarana laboratorium terhadap standar terkini’ dan b) ‘Persentase ruang lingkup pengujian yang terakreditasi’, realisasinya sudah melebihi target 2011, yaitu a)114,29% dan b)123,1% dibandingkan terhadap target tahun 2011.
Laboratorium merupakan tulang punggung pengawasan Obat dan Makanan. Idealnya, laboratorium Badan POM baik di pusat maupun di seluruh daerah di Indonesia terintegrasi dalam jaringan yang dinamis agar program pengawasan Obat dan Makanan dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Laboratorium Badan POM diharapkan mampu mengawasi setiap produk yang beredar di Indonesia, baik produk yang diproduksi oleh industri lokal maupun produk yang diimpor. Kecenderungan peningkatan jumlah dan jenis produk yang beredar di Indonesia ‘mengharuskan’ laboratorium Badan
POM untuk
senantiasa
meningkatkan
kompetensi
dan
kapasitasnya. Kecepatan perubahan lingkungan strategis ini hanya dapat diantisipasi dengan sistem manajemen mutu yang diterapkan secara konsisten, SDM yang handal, teknologi informasi dan komunikasi yang terintegrasi serta dimanfaatkan secara optimal serta didukung dengan peralatan laboratorium yang canggih.
Kemampuan laboratorium Badan POM baik dari segi personel maupun peralatan harus dapat mendukung fungsi pengawasan. Karena perkembangan teknologi transportasi dan komunikasi maka sebaran produk hampir homogen di seluruh Indonesia. Idealnya, setiap Balai POM memiliki kapabilitas laboratorium yang dapat menguji keamanan, manfaat/khasiat dan mutu setiap jenis produk yang beredar di wilayahnya agar dapat memberikan perlindungan yang optimal kepada masyarakat di wilayahnya. Kenyataannya, dewasa ini kemampuan laboratorium Badan POM belum seragam di seluruh Indonesia. Hal ini tidak mendukung lingkungan strategis Badan POM yang ditunjukkan dengan peredaran obat, obat herbal, kosmetika, makanan dan suplemen makanan yang hampir sama di seluruh provinsi di Indonesia. Ini artinya kapabilitas laboratorium di seluruh Indonesia, baik dari segi peralatan dan SDM tidak boleh dibedakan.
BADAN POM | 54
LAKIP TAHUN 2011 Agar mampu melaksanakan perlindungan kepada masyarakat secara optimal diharapkan seluruh laboratorium Badan POM mempunyai kemampuan dasar minimal yang sama. Selain itu beberapa laboratorium dapat dirancang sebagai laboratorium rujukan dengan kemampuan spesifik. Pengembangan laboratorium Badan POM diarahkan untuk memenuhi standar minimal peralatan, bangunan, dan SDM laboratorium agar dapat menguji semua produk yang telah mendapatkan persetujuan edar baik dari Badan POM maupun dari Pemerintah Daerah (misalnya produk pangan yang diproduksi oleh industri rumah tangga pangan). Sekaitan dengan itu, Badan POM telah mengeluarkan Standar Minimal Laboratorium sesuai dengan Keputusan Kepala Badan POM Nomor HK.00.05.21.4978 tentang Standar Minimum Laboratorium Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Pada tahun 2011, telah dilakukan upaya pemenuhan kebutuhan peralatan sesuai standar minimal laboratorium dalam rangka menunjang pengawasan obat dan makanan. Selain itu, sistem jaminan mutu dan dukungan teknologi informasi untuk memperkuat jejaring kerjasama laboratorium akan senantiasa diterapkan secara konsisten. Standar minimal laboratorium ini akan ditinjau kembali secara periodik untuk melihat kesesuaian dengan kebutuhan akibat perbahan lingkungan strategis.
Selain pemenuhan peralatan, bangunan, dan SDM sesuai standar minimal laboratorium yang telah ditetapkan, laboratorium Badan POM telah menerapkan Sistem Jaminan Mutu Laboratorium sesuai ISO/IEC 17025 : 2005. Hal ini untuk menjamin bahwa sistem yang diterapkan di laboratorium tetap konsisten dan senantiasa ditingkatkan dari waktu ke waktu. Saat ini, dari 33 laboratorium yang dimiliki Badan POM baik di pusat maupun seluruh Indonesia, sejumlah 28 laboratorium telah mendapatkan sertifikat akreditasi dari KAN/BSN. Sedangkan 5 laboratorium yang belum mendapatkan sertifikat akreditasi adalah 5 Balai POM baru yang sampai saat ini pada tahap melengkapi sarana prasarana dan SDM sehingga untuk selanjutnya dapat mengajukan proses akreditasi kepada KAN/BSN.
BADAN POM | 55
LAKIP TAHUN 2011 3. Sasaran 3 : Meningkatnya kompetensi, kapabilitas, dan jumlah modal insani yang unggul dalam melaksananakan pengawasan obat dan makanan Keberhasilan pencapaian sasaran ke tiga ini diukur dengan 1 (satu) indikator yaitu : ‘Persentase pegawai yang memenuhi standar kompetensi’. Indikator ‘Persentase pegawai yang memenuhi standar kompetensi’ diukur berdasarkan jumlah pegawai yang ditingkatkan kompetensinya melalui pendidikan dan pelatihan dibandingkan dengan jumlah pegawai yang memenuhi syarat untuk mengikuti pendidikan maupun pelatihan. Dalam hal ini, pendidikan dan pelatihan meliputi Diklat Struktural dan Diklat Teknis/Manajemen. Pada tahun 2010 pegawai yang mengikuti diklat adalah sebanyak 140 orang, dan pada tahun 2011 jumlah ini meningkat menjadi 1.091 orang. Data tersebut kemudian dibandingkan terhadap jumlah pegawai sebanyak 3.581 orang pada tahun 2010 dan sebanyak 3.650 orang pada tahun 2011. Dari data tersebut dapat dilihat adanya kenaikan jumlah pegawai yang mengikuti diklat pada tahun 2011 dibandingkan terhadap tahun 2010. Hal ini antara lain disebabkan oleh meningkatnya anggaran yang dialokasikan untuk pendidikan dan pelatihan pegawai pada tahun 2011.
Tabel 10 Profil Pencapaian Sasaran ‘Meningkatnya Kompetensi, Kapabilitas, dan Jumlah Modal Insani yang Unggul dalam Melaksananakan Pengawasan Obat dan Makanan’ Tahun 2010-2011
Indikator Kinerja
Persentase
Target 2014 80
Tahun 2011
Tahun 2010
Target
Realisasi
%Capaian
%Capaian
Realisasi
%Capaian
2011
2011
Thd 2011
Thd 2014
2010
Thd 2014
40
29,89
74,73
37,36
3,91
4,89
pegawai yang memenuhi standar kompetensi
BADAN POM | 56
LAKIP TAHUN 2011 Capaian indikator ini belum optimal, yaitu 74,73% dibandingkan target yang ditetapkan pada tahun 2011 atau 37,36% dibandingkan terhadap target hingga tahun 2014. Mengingat tahun 2011 merupakan tahun ke dua pelaksanaan Renstra 20102014, maka peningkatan kinerja pada tahun mendatang masih sangat dimungkinkan.
SDM merupakan pilar paling penting dalam Institutional Development Plan Badan POM, karena hanya SDM yang handal yang mampu mengimbangi kecepatan perubahan lingkungan strategis yang semakin dinamis. SDM merupakan intangible asset yang berperan utama dalam peningkatan kinerja organisasi. Human capital yang dimiliki Badan POM pada saat ini masih memerlukan peningkatan secara sungguh-sungguh untuk menghadapi dinamika perkembangan di masa depan. Human capital yang ada selain masih terbatas secara kuantitas, dalam prespektif internasional masih belum memadai terutama untuk menghadapi globalisasi. Secara institusional Badan POM masih dalam tahap yang sangat awal sebagai knowledgebased and learning organization. Namun demikian, berbagai upaya secara bersungguh-sungguh dan sistematis telah dilakukan untuk meningkatkan kompetensi SDM.
Masalah human capital ini merupakan problem sentral Badan POM yang perlu diatasi secara terencana dan sistematis dengan kebijakan, strategi dan program yang jelas agar dapat memberikan kontribusi maksimal bagi peningkatan kinerja Badan POM. Namun tidak boleh dilupakan bahwa pengelolaan SDM juga harus memberikan kesempatan pengembangan diri bagi tiap warga organisasi Badan POM. Pengelolaan SDM harus dilakukan dalam satu kerangka Human Capital Management sebagai landasan untuk pengadaan, penempatan, pengembangan dan pemanfaatan SDM Badan POM. Sampai dengan tahun 2014 diharapkan Badan POM akan mampu mengembangkan sistem pengelolaan SDM yang komprehensif, sistematis dan terarah yang meliputi pola rekruitmen, pedoman perencanaan pendidikan dan pelatihan, pola pengembangan karir termasuk mutasi dan promosi, analisis jabatan, penilaian kinerja individu, talent scouting and retention, serta pengembangan mekanisme reward and punishment.
BADAN POM | 57
LAKIP TAHUN 2011
Jika dilihat dari komposisi pegawai Badan POM dari segi pendidikan maka jumlah pegawai dengan pendidikan S3 adalah 0,11%, S2 adalah 6,89%, Profesi, termasuk Apoteker adalah 35,20%, S1 adalah 19,27% dan Non sarjana adalah 38,53%. Sedangkan jika dilihat dari komposisi usia maka jumlah terbesar adalah usia 25-35 tahun yaitu 41,01% dan usia 46-55 tahun sejumlah 31,81%. Melihat masih rendahnya jumlah pegawai Badan POM yang berpendidikan S2 dan S3, maka mulai tahun 2010 sampai dengan tahun 2014 Badan POM akan memprioritaskan untuk meningkatkan pendidikan S2 dan S3 bagi SDM Badan POM. Hal ini untuk memenuhi kebutuhan akan SDM yang handal dan professional. Selain itu, Badan POM juga akan meningkatkan kompetensi SDM Badan POM melalui short course baik untuk memenuhi kompetensi teknis maupun manajerial.
BADAN POM | 58
LAKIP TAHUN 2011 Badan
POM
masih
harus
memberikan
perhatian
serta
memprioritaskan
pengembangan kompetensi dan kapasitas SDM yang dimiliki agar sesuai dengan kebutuhan organisasi. Pemenuhan infrastruktur pengawasan tidak akan memberikan kontribusi maksimal terhadap peningkatan kinerja organisasi jika tidak diimbangi dengan peningkatan kompetensi dan kapasitas SDM nya. Selain itu, peningkatan hard competencies harus diimbangi dengan peningkatan soft competencies karena dua hal ini akan saling melengkapi untuk membentuk SDM yang handal dan mampu menghadapi perubahan lingkungan strategis yang semakin dinamis dan tidak dapat diprediksi.
4.
Sasaran
4 :
Meningkatnya koordinasi,
perencanaan, pembinaan,
pengendalian terhadap program dan administrasi di lingkungan Badan POM sesuai dengan Sistem Manajemen Mutu Keberhasilan pencapaian sasaran ke empat ini diukur dengan 2 (dua) indikator yaitu : a) Persentase unit kerja yang menerapkan quality policy b) Persentase unit kerja yang terintegrasi secara on line
Indikator ‘Persentase unit kerja yang menerapkan quality policy’ diukur berdasarkan jumlah unit kerja yang menerapkan Quality Management System dibandingkan dengan jumlah seluruh unit kerja di Badan POM. Pada tahun 2011 seluruh unit kerja di Badan POM sudah menerapkan Quality Management System, sehingga capaian pada tahun ini sudah melebihi target yang ditetapkan hingga tahun 2014. Untuk itu, perlu dilakukan review kembali dalam penetapan indikator ini.
Indikator ‘Persentase unit kerja yang terintegrasi secara on line’ diukur berdasarkan jumlah unit kerja di Pusat dan BB/Balai POM yang terkoneksi dengan Sistem Informasi Manajemen Badan POM dibandingkan dengan jumlah seluruh unit kerja di Badan POM. Pada tahun 2011, 54 unit kerja (termasuk Balai POM Manokwari) sudah terkoneksi dengan Sistem Informasi Manajemen Badan POM. Dibandingkan terhadap target unit kerja yang terkoneksi dengan Sistem Informasi Manajemen Badan POM pada tahun 2011 adalah sejumlah 53 unit kerja, maka capaian indikator ini pada tahun 2011 adalah sebesar 101,89% atau 141,51% dibandingkan terhadap target tahun 2014. Berdasarkan data ini, perlu dilakukan review kembali dalam penetapan indikator ini.
BADAN POM | 59
LAKIP TAHUN 2011 Tabel 11 Profil Pencapaian Sasaran ‘Meningkatnya Koordinasi, Perencanaan, Pembinaan, Pengendalian terhadap Program dan Administrasi di Lingkungan Badan POM Sesuai dengan Sistem Manajemen Mutu’ Tahun 2010-2011 Indikator Kinerja Persentase unit
Target 2014 30
Target 2011 15
80
72
Tahun 2011 Realisasi %Capaian %Capaian 2011 Thd 2011 Thd 2014 100 666,67 333,33
Tahun 2010 Realisasi %Capaian 2010 Thd 2014 9,43 31,43
kerja yang menerapkan quality policy Persentase unit
101,89
141,51
127,36
62,26
77,83
kerja yang terintegrasi secara on line
Sasaran ke empat ini didukung oleh Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Teknis lainnya Badan POM. Program ini merupakan program penunjang untuk memberikan dukungan bagi pelaksanaan program utama Badan POM yaitu Program Pengawasan Obat dan Makanan. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa capaian kedua indikator pada sasaran ke-4 ini, yaitu a) ‘Persentase unit kerja yang menerapkan quality policy’ dan b)‘Persentase unit kerja yang terintegrasi secara on line’ sudah melebihi target hingga tahun 2014. Untuk itu, perlu dilakukan review kembali dalam penetapan kedua indikator tersebut
Sebagai instansi yang memberikan pelayanan publik, Badan POM diharapkan dapat memberikan layanan yang konsisten, terstandard, transparan, akuntable, dan senantiasa ditingkatkan (continuous improvement). Untuk itu Badan POM telah mengembangkan dan akan secara konsisten menerapkan Sistem Manajemen Mutu (Quality Management System) di semua unit yang ada di Badan POM baik di pusat maupun di seluruh Balai Besar/Balai POM. Saat ini seluruh unit kerja di Badan POM telah menerapkan Sistem Manajemen Mutu. Namun demikian, 87,5% laboratorium yang dimiliki Badan POM telah mendapatkan ISO 17025:2005 yaitu Sistem Manajemen Mutu untuk Laboratorium. Untuk itu Badan POM telah mengembangkan Sistem Manajemen Mutu yang akan mengintegrasikan semua fungsi yang ada di Badan POM, mulai dari pre market control sampai dengan post market control.
BADAN POM | 60
LAKIP TAHUN 2011 Dengan demikian diharapkan Badan POM mampu menampilkan kinerja yang lebih baik, efektif, efisien, menghindari duplikasi dan tumpang tindih, memberikan kepastian pelayanan, yang pada akhirnya diharapkan dapat memberikan kepuasan kepada pelanggan. Selain itu, penerapan Sistem Manajemen Mutu diharapkan dapat mencegah dan mendeteksi terjadinya kesalahan sehingga dapat mencegah terjadinya kerugian yang lebih besar. Dengan demikian Badan POM akan menjadi organisasi yang proaktif dan tidak reaktif.
Sebagai organisasi modern, Badan POM mutlak membutuhkan dukungan teknologi informasi dan komunikasi yang handal yang mampu memberikan fasilitas bagi pelaksanaan tugas dan fungsi Badan POM. Teknologi informasi diharapkan dapat meningkatkan kinerja Badan POM, transparansi dan akuntabilitas. Dengan dukungan teknologi informasi, diharapkan data dapat dialirkan secara otomatis dan real time sehingga berkontribusi secara signifikan pada pengambilan kebijakan pengawasan obat dan makanan. Jejaring kerja yang dinamis yang difasilitasi dengan teknologi informasi yang memadai akan mampu mendukung kinerja SDM Badan POM di lapangan dimana sering terjadi masalah yang membutuhkan tindakan segera. Teknologi informasi yang handal diharapkan juga mampu menyediakan informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan mereka untuk melindungi diri dari produk obat dan makanan yang berisiko terhadap kesehatan. Pemuatan informasi di website Badan POM secara continue dan up to date merupakan media penyebaran informasi yang murah dan mudah diakses oleh masyarakat. Untuk itu, informasi yang ada di website Badan POM harus senantiasa diperbarui.
5.
Sasaran 5 : Meningkatnya ketersediaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh Badan POM
Keberhasilan pencapaian sasaran ke lima ini diukur dengan indikator ‘Persentase ketersediaan sarana dan prasarana penunjang kinerja’ dan pada tahun 2011 telah ditetapkan target sebesar 75%.
Indikator ‘Persentase ketersediaan sarana dan prasarana penunjang kinerja’ diukur berdasarkan luas gedung (m2) yang tersedia di Badan POM Pusat dibandingkan dengan luas gedung (m2) yang dibutuhkan berdasarkan master plan pembangunan
BADAN POM | 61
LAKIP TAHUN 2011 Badan POM Pusat. Berdasarkan analisa kebutuhan yang dituangkan dalam master plan pembangunan Badan POM Pusat, luas gedung yang dibutuhkan adalah 42.316 m2, sedangkan luas gedung Badan POM pada tahun 2011 adalah 32.033,12 m2, sehingga dapat disimpulkan bahwa persentase ketersediaan sarana dan prasarana penunjang kinerja pada tahun 2011 adalah 75,70% atau 100,93% dibandingkan terhadap target 2011, yaitu 75%. Tabel 12 Profil Pencapaian Sasaran ‘Meningkatnya Ketersediaan Sarana dan Prasarana yang Dibutuhkan oleh Badan POM’ Tahun 2010-2011 Indikator Kinerja Persentase
Target 2014 95
Target 2011 75
Tahun 2011 Realisasi %Capaian %Capaian 2011 Thd 2011 Thd 2014 75,70 100,93 79,68
Tahun 2010 Realisasi %Capaian 2010 Thd 2014 66,52 70,02
ketersediaan sarana dan prasarana penunjang kinerja
Pemenuhan sarana dan prasarana penunjang kinerja merupakan hal yang perlu mendapat perhatian. Tanpa sarana dan prasarana penunjang yang memadai, Badan POM tidak akan mampu menunjukkan kinerja yang optimal. Badan POM sebagai knowledge-based and learning organization membutuhkan sarana dan prasarana penunjang kinerja yang spesifik terutama kebutuhan laboratorium. Untuk memenuhi kaidah Good Laboratory Practicess, Badan POM membutuhkan gedung dengan persyaratan khusus baik dari segi luas maupun spesifikasinya. Gedung laboratorium pengujian dan kaliberasi yang tidak memenuhi syarat akan mempengaruhi hasil pengujian yang pada akhirnya dapat mempengaruhi keputusan dan kebijakan manajemen yang diambil. Hal ini akan mempengaruhi kredibilitas Badan POM sebagai lembaga pengawas obat dan makanan di Indonesia.
Badan POM akan melakukan analisa kebutuhan sarana dan prasarana penunjang kinerja secara periodik karena kebutuhan akan berubah seiring dengan penambahan SDM dan beban kerja.
BADAN POM | 62
LAKIP TAHUN 2011 Pengukuran kinerja yang telah disebutkan di atas secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 1 buku ini.
Pada Renstra Badan POM tahun 2010-2014 terdapat 3 (tiga) program yang harus dilaksanakan oleh Badan POM yang terdiri dari 1 (satu) program teknis yaitu Program Pengawasan Obat dan Makanan, dan 2 (dua) program generik yaitu Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Teknis Lainnya Badan POM dan Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Badan POM. Ketiga program tersebut dijabarkan menjadi 26 (dua puluh enam) kegiatan yang berkontribusi pada pencapaian indikator sasaran. Secara lengkap, Formulir Pengukuran Kinerja Kegiatan dapat dilihat pada Lampiran 2 buku ini.
Selain permasalahan yang telah dipaparkan di atas, berikut ini beberapa kendala yang dihadapi Badan POM dalam merespon dan mengantisipasi tantangan dalam pengawasan Obat dan Makanan :
1.
Kapasitas laboratorium belum memadai Meningkatnya jumlah dan jenis produk obat dan makanan yang beredar menuntut Laboratorium Badan POM untuk secara terus menerus memperkuat kapabilitasnya baik profesionalisme SDM maupun sarana prasarana laboratorium seperti pengembangan metoda analisa, peralatan laboratorium, reagensia, baku pembanding, gas medik, media kultur, dan suku cadang. Laboratorium Badan POM di seluruh Indonesia seharusnya mempunyai kompetensi minimal yang sama dan diharapkan dapat mengawal semua produk obat dan makanan yang beredar di wilayahnya. Peningkatan kapasitas laboratorium harus dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan agar laboratorium Badan POM senantiasa dapat mengantisipasi emerging issue yang muncul seiring dengan perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi, lingkungan, perilaku dan budaya. Penerapan Sistem Jaminan Mutu dan Good Laboratory Practicess menjamin
BADAN POM | 63
LAKIP TAHUN 2011 konsistensi prosedur operasional, pelayanan kepada pelanggan, dan perbaikan secara terus menerus.
2.
Cakupan pengawasan sarana produksi dan distribusi masih rendah Mempertimbangkan luas dan kondisi geografis Indonesia serta meningkatnya jumlah sarana produksi dan distribusi utamanya UKM produk pangan, Badan POM perlu meningkatkan cakupan inspeksi agar dapat menjamin bahwa produk obat dan makanan yang dihasilkan didasarkan pada kaidah cara produksi dan distribusi yang baik. Selain kondisi geografis Indonesia, jumlah SDM Badan POM masih terbatas jika dibandingkan dengan tugas pokok dan fungsinya yang mencakup seluruh wilayah sampai ke tingkat Kabupaten/Kota di mana transaksi produk obat dan makanan terjadi, sedangkan unit pelaksana teknis Balai Besar/Balai POM hanya berada di wilayah propinsi. Badan POM perlu meningkatkan kerjasama dan koordinasi yang efektif dan dinamis dengan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sehingga pengawasan obat dan makanan menjadi kebijakan prioritas pembangunan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
3.
Sampling belum didasarkan pada pendekatan analisis risiko Salah satu fungsi pengawasan yang dilaksanakan oleh Badan POM adalah post market control yang dilaksanakan melalui pengambilan sampel produk obat dan makanan yang beredar di pasaran untuk kemudian diuji di laboratorium. Pengambilan sampel selama ini dilakukan dengan pendekatan “purposive sampling” terhadap produk-produk yang berpotensi bermasalah terhadap kesehatan konsumen. Dengan pola pendekatan tersebut seperti di atas, pengambilan sampel tidak pernah konsisten setiap tahunnya, baik dari segi jenis maupun jumlah sampel yang diambil. Konsekuensi dari pendekatan seperti ini adalah tidak terwakilinya produk yang beredar di pasaran, dan seolah-olah banyak produk beredar yang TMS (cenderung over estimate).
Dengan kondisi seperti ini, maka indikator
kinerja Badan POM berupa persentase produk beredar yang memenuhi syarat (MS) tidak dapat diukur dan diperbandingkan setiap tahunnya. Untuk itu diperlukan metode sampling dengan memperhatikan bahwa proporsi jenis produk yang diambil pada setiap pengambilan sampel harus konsisten.
Selain itu,
pengambilan sampel harus berbasis risiko (risk-based sampling) agar produk
BADAN POM | 64
LAKIP TAHUN 2011 yang berisiko lebih tinggi kemungkinan akan diambil sampelnya lebih banyak daripada produk yang berisiko rendah.
Diharapkan penerapan risk-based
sampling dalam memonitor produk-produk Obat dan Makanan dapat lebih melindungi konsumen dari produk yang berisiko terhadap kesehatan.
4.
Pemberdayaan masyarakat perlu ditingkatkan Tiga pilar pengawasan obat dan makanan di Indonesia adalah pengawasan oleh pemerintah,
pelaku
usaha,
dan
konsumen/masyarakat.
Pemberdayaan
masyarakat merupakan bagian dari sistem pengawasan menyeluruh yang diterapkan oleh Badan POM. Masyarakat yang memiliki cukup pengetahuan dan informasi yang benar akan mampu melindungi diri sendiri dari produk yang berisiko terhadap kesehatan dan hanya memilih produk yang memenuhi syarat keamanan,
manfaat/khasiat
dan
mutu
serta
sesuai
dengan
kebutuhan
kesehatannya. Masyarakat yang semakin pintar memilih produk yang memenuhi syarat akan secara alami menyeleksi produk yang ada di pasaran. Hal ini pada akhirnya akan memaksa produsen untuk hanya memproduksi produk yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Untuk itu diperlukan strategi komunikasi publik yang tepat agar pesan yang disampaikan Badan POM dapat sampai kepada masyarakat. Pemilihan media komunikasi, audien dan substansi pesan sangat mempengaruhi keberhasilan penyampaian informasi kepada publik.
5.
Peran teknologi informasi dan komunikasi belum memadai Badan POM merupakan organisasi yang information-intensive dimana untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsinya diperlukan kemampuan untuk mengumpulkan, mengolah dan mendistribusikan data dan informasi secara efektif dan efisien. Kualitas dan ketersediaan data yang valid dan up to date mempengaruhi kinerja Badan POM dalam mengambil kebijakan strategis sesuai dengan tugas dan kewenangannya. Unit kerja yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia memerlukan dukungan teknologi informasi dan komunikasi yang memadai dan dapat diandalkan setiap saat. Jejaring kerja laboratorium juga memerlukan dukungan teknologi yang handal sehingga hasil pengujian laboratorium untuk produk yang tidak memenuhi syarat dapat dikomunikasikan secara cepat sehingga dapat diambil tindakan yang tepat dan segera dalam rangka perlindungan konsumen.
BADAN POM | 65
LAKIP TAHUN 2011 6.
Penegakan hukum di bidang obat dan makanan belum menimbulkan efek jera Dalam upaya penegakan hukum terkait tindak pidana obat dan makanan, Badan POM tidak dapat berperan sebagai single player akan tetapi perlu dukungan dan jaringan kerja sama yang baik dengan semua pemangku kepentingan termasuk para penegak hukum dalam rangkaian Sistem Peradilan Pidana Terpadu (Integrated Criminal Justice System). Selama ini upaya penegakan hukum yang dilakukan Badan POM dinilai belum efektif. Rendahnya putusan pengadilan yang dijatuhkan kepada para pelanggar hukum tindak pidana bidang obat dan makanan merupakan salah satu penyebab tidak efektifnya upaya penegakan hukum yang dilakukan oleh Badan POM. Putusan hukum yang dijatuhkan tidak mempunyai efek jera dan tidak sebanding dengan insentif ekonomi serta keuntungan finansial yang didapatkan oleh para pelanggar hukum.
Hal ini
mengakibatkan pelanggaran berulang dan bahkan menjadi contoh bagi para pelanggar hukum yang lain. Untuk itu diperlukan legal basis yang kuat bagi upaya penegakan hukum terhadap tindak pidana bidang obat dan makanan. Sebagai upaya memperkuat legal basis, Badan POM mendukung upaya inisiatif DPR untuk mengeluarkan UU POM, dengan memberikan masukan dan penyusunan naskah akademis RUU POM.
Penegakan hukum melalui proses investigasi awal dan penyidikan serta eksekusinya memerlukan sumberdaya yang besar dan waktu yang relatif lama untuk dapat mengungkap pelanggaran tersebut dan memprosesnya sampai tingkat pro justicia. Untuk itu diperlukan SDM yang kompeten dan kerjasama yang efektif dengan instansi penegak hukum yang lain.
7.
Sistem pengawasan obat dan makanan yang belum optimal Badan POM menyadari bahwa masih ditemukannya produk obat dan makanan yang tidak memenuhi syarat adalah sebagai akibat dari sistem pengawasan obat dan makanan yang belum optimal. Peredaran obat palsu, obat tradisional yang dicemari bahan kimia obat, kosmetik yang mengandung bahan berbahaya, makanan yang menggunakan bahan tambahan yang dilarang digunakan dalam makanan merupakan contoh bahwa sistem pengawasan yang diterapkan belum efektif.
Badan
POM perlu
memperkuat infrastruktur
pengawasan
serta
mengembangkan strategi-strategi pengawasan yang lebih efektif agar dapat melaksanakan tugas dan fungsinya secara lebih optimal. Upaya perkuatan
BADAN POM | 66
LAKIP TAHUN 2011 sistem pengawasan harus dilakukan di semua lini meliputi pengawasan pre market dan post market. Untuk itu diperlukan kerjasama semua komponen yang termasuk dalam pilar pengawasan meliputi pemerintah, pelaku usaha dan konsumen. Selain itu, dukungan teknologi informasi yang memadai akan meningkatkan efektivitas dan cakupan pengawasan. Untuk mengatasi berbagai masalah yang masih ditemui dalam melaksanakan pengawasan obat dan makanan di Indonesia serta sebagai upaya meningkatkan perlindungan kepada masyarakat dari obat dan makanan yang tidak memenuhi syarat keamanan, manfaat/khasiat dan mutu serta untuk meningkatkan daya saing produk dalam negeri, pada tahun 2012 Badan POM akan melakukan berbagai upaya, antara lain sebagai berikut : 1.
Peningkatan transparansi dan kepastian pelayanan publik melalui elektronisasi registrasi produk obat dan makanan (e-registration)
2.
Pengamanan pasar dalam negeri melalui intensifikasi pemberantasan produk obat dan makanan illegal.
3.
Peningkatan kemampuan daya saing produsen dan pelaku usaha dalam negeri melalui peningkatan kompetensi pemenuhan standard dan ketentuan yang berlaku.
4.
Perkuatan pengawasan post market obat dan makanan di seluruh Indonesia oleh Balai Besar/Balai POM.
5.
Peningkatan penegakan hukum terhadap tindak pidana obat dan makanan melalui kerjasama dalam kerangka ICJS (Integrated Criminal Justice System).
6.
Pengembangan laboratorium Badan POM menjadi laboratorium yang modern dan handal untuk mendukung fungsi pengawasan obat dan makanan.
7.
Penerapan QMS Badan POM untuk memberikan konsitensi dan kepastian pelayanan publik.
8.
Penerapan Reformasi Birokrasi dalam rangka menciptakan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN.
9.
Meningkatkan jejaring kerjasama pengawasan obat dan makanan baik secara nasional,
regional
maupun
internasional
untuk
menigkatkan
efektifitas
pengawasan obat dan makanan. 10. Memberdayakan masyarakat agar mampu melindungi diri sendiri dari obat dan makanan yang tidak memenuhi syarat keamanan, manfaat/khasiat, dan mutu.
BADAN POM | 67
LAKIP TAHUN 2011 11. Perkuatan inspeksi sarana produksi terutama sarana produksi obat dan obat tradisional melalui keanggotaan Badan POM dalam PIC/S.
Sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang APBN Nomor 10 Tahun 2010 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2011, Menteri/Pimpinan Lembaga sebagai Pengguna Anggaran/Barang mempunyai tugas antara
lain
menyusun
dan
menyampaikan
Laporan
Keuangan
Kementrian
Negara/Lembaga yang dipimpinnya. Akuntabilitas keuangan Badan POM tahun 2011 telah dilaporkan melalui Laporan Keuangan, berupa Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca dan Catatan atas Laporan Keuangan.
Pada tahun 2011 Badan POM memperoleh anggaran sebesar Rp 936.334.715.000,- yang terdiri
belanja
pegawai
sebesar Rp
166.402.421.000; belanja barang
sebesar
Rp507.744.677.000 dan belanja modal sebesar Rp 262.187.617.000 Realisasi untuk masing-masing belanja adalah : belanja pegawai sebesar Rp 164.772.460.037 atau 99,02%, belanja barang sebesar Rp 373.020.254.058 atau 73,47% dan belanja modal sebesar Rp 232.725.129.383 atau 88,76%. Realisasi belanja total pada tahun 2011 adalah Rp 770.517.843.478,- atau 82,29%.
Pada tahun 2011 ini, belanja modal dapat direalisasikan dengan lebih baik karena Badan POM telah melakukan berbagai antisipasi misalnya memulai proses pengadaan dan kelengkapan kebutuhan proses pengadaan yang telah dimulai sedini mungkin. Selain itu, Badan POM juga mengawasi secara ketat proses pengadaan barang dan jasa di lingkungan Badan POM baik pusat dan daerah agar dapat dilaksanakan dengan baik. Belanja modal yang tidak terserap merupakan sisa lelang yang tidak dapat dioptimalkan (sebesar 11,24%) karena adanya aturan dalam PMK No. 49/PMK.02/2011 tentang Tata Cara Revisi Anggaran Tahun Anggaran 2011. Sedangkan anggaran untuk Belanja Barang tidak dapat direalisasikan secara optimal dikarenakan kebijakan penghematan anggaran dari Kementerian Keuangan, yang keputusan penggunaan kembali baru diterima pada akhir Oktober 2011.
BADAN POM | 68
LAKIP TAHUN 2011 Tabel 13 Target dan Realisasi Keuangan Berdasarkan Sasaran Badan POM Tahun 2011
Sasaran 1.
2
3.
4.
5.
Meningkatnya Efektifitas Pengawasan Obat dan Makanan dalam rangka Melindungi Masyarakat dengan Sistem yang Tergolong Terbaik di ASEAN Terwujudnya Laboratorium Pengawasan Obat dan Makanan yang Modern dengan jaringan Kerja di seluruh Indonesia dengan Kompetensi dan Kapabilitas Terunggul di ASEAN Meningkatnya Kompetensi, Kapabilitas, dan Jumlah Modal Insani yang Unggul dalam Melaksanakan Pengawasan Obat dan Makanan Meningkatnya koordinasi, perencanaan, pembinaan, pengendalian terhadap program dan administrasi di lingkungan Badan POM sesuai dengan Sistem Manajemen Mutu Meningkatnya ketersediaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh Badan POM
Target ( Rp )
Realisasi (Rp)
(%)
516.646.770.500
480.265.853.109
92,96
42.351.630.000
34.738.545.378
82,02
91.021.653.000
82.851.460.084
91,02
205.517.245.000
117.246.358.158
57,05
60.879.780.000
39.542.009.625
64,95
Dari data tersebut di atas dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan antara pagu (target) dan realisasi anggaran pada uraian sebelumnya dengan pagu (target) dan realisasi anggaran berdasarkan sasaran pada tabel di atas. Hal ini disebabkan karena komponen gaji pegawai tidak diperhitungkan sebagai komponen input yang mempengaruhi kinerja. Gaji pegawai tidak berpengaruh secara langsung pada pencapaian kinerja Badan POM. Selain itu, adanya perbedaan ini disebabkan adanya perbedaan nomenklatur program dan sasaran pada tahap perencanaan dan penganggaran. Hal lain yang perlu juga diperhatikan untuk perbaikan pada masa mendatang adalah perlunya komitmen dalam perencanaan, penganggaran dan evaluasi yang konsisten dan berkesinambungan. Untuk itu perlu disusun pedoman penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah di lingkungan Badan POM yang lebih detil dan rinci agar ada kesepahaman dan kesepakatan.
BADAN POM | 69
LAKIP TAHUN 2011 Dari tabel tersebut di atas dapat dilihat bahwa alokasi anggaran terbesar adalah untuk mendukung sasaran yang pertama yaitu "Meningkatnya Efektifitas Pengawasan Obat dan Makanan dalam rangka Melindungi Masyarakat dengan Sistem yang Tergolong Terbaik di ASEAN“. Hal ini dinilai tepat karena sasaran ini merupakan gambaran kinerja Badan POM dalam melaksanakan tugas dan fungsi sesuai dengan kewenangannya.
Dari tabel tersebut terlihat bahwa realisasi terendah adalah pada sasaran ke empat yaitu Meningkatnya koordinasi, perencanaan, pembinaan, pengendalian terhadap program dan administrasi di lingkungan Badan POM sesuai dengan Sistem Manajemen Mutu. Hal ini diakibatkan antara lain karena Survey Baseline Data yang batal dilaksanakan pada tahun 2011 sehingga anggaran yang ada belum dapat dimanfaatkan secara maksimal.
Pada Renstra Badan POM tahun 2010-2014 terdapat 3 (tiga) program yang harus dilaksanakan oleh Badan POM yang terdiri dari 1 (satu) program teknis yaitu Program Pengawasan Obat dan Makanan, dan 2 (dua) program generik yaitu Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Teknis Lainnya Badan POM dan Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Badan POM. Ketiga program tersebut dijabarkan menjadi 26 (dua puluh enam) kegiatan yang berkontribusi pada pencapaian indikator sasaran.
Program Pengawasan Obat dan Makanan merupakan program utama yang dilaksanakan Badan POM dalam rangka mengemban visi dan misinya. Indikator Kinerja Utama telah ditetapkan untuk mengukur kinerja Badan POM dalam 5 tahun ke depan. Program ini terdiri dari 18 kegiatan yang dilaksanakan baik di pusat maupun di 30 Balai Besar/Balai POM dan mendukung pencapaian 2 sasaran.
Selain program utama, Badan POM juga melaksanakan 2 program generik yang mendukung
pelaksanaan
program utama.
Program
Dukungan
Manajemen
dan
Pelaksanaan Teknis Lainnya Badan POM terdiri dari 6 kegiatan dan mendukung pencapaian 2 sasaran. Sedangkan Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Badan POM terdiri dari 2 kegiatan dan mendukung pencapaian 1 sasaran.
BADAN POM | 70
LAKIP TAHUN 2011 Fokus pengukuran efisiensi adalah indikator input dan output dari suatu kegiatan. Dalam hal ini, diukur kemampuan suatu kegiatan untuk menggunakan input yang lebih sedikit dalam menghasilkan output yang sama/lebih besar; atau penggunaan input yang sama dapat menghasilkan output yang sama/lebih besar; atau persentase capaian output sama/lebih tinggi daripada persentase capaian input. Efisiensi suatu kegiatan diukur dengan membandingkan indeks efisiensi (IE) terhadap standar efisiensi (SE).
Indeks efisiensi (IE) diperoleh dengan membagi % capaian output terhadap % capaian input, sesuai rumus berikut: IE = % Capaian Output % Capaian Input
Sedangkan standar efisiensi (SE) merupakan angka pembanding yang dijadikan dasar dalam menilai efisiensi. Dalam hal ini, SE yang digunakan adalah indeks efisiensi sesuai rencana capaian, yaitu 1, yang diperoleh dengan menggunakan rumus : SE = % Rencana Capaian Output % Rencana Capaian Input = 100% 100% =1
Selanjutnya, efisiensi suatu kegiatan ditentukan dengan membandingkan IE terhadap SE, mengikuti formula logika berikut : Jika IE > SE, maka kegiatan dianggap efisien Jika IE < SE, maka kegiatan dianggap tidak efisien
Kemudian, terhadap kegiatan yang efisien atau tidak efisien tersebut diukur tingkat efisiensi (TE), yang menggambarkan seberapa besar efisiensi / ketidakefisienan yang terjadi pada masing-masing kegiatan, dengan menggunakan rumus berikut :
TE = IE – SE SE
BADAN POM | 71
LAKIP TAHUN 2011 Pada tahun 2011, dari 26 kegiatan yang dilaksanakan oleh Badan POM, terdapat 1 kegiatan yang tidak efisien, dengan tingkat efisiensi (TE) -0,03, yaitu Penilaian Makanan. Dalam hal ini, semakin tinggi TE maka semakin efisien kegiatan tersebut.
Dalam konteks ini, tingkat efisiensi adalah bersifat relatif, artinya kegiatan yang dinyatakan efisien dalam buku ini dapat berubah menjadi tidak efisien setelah dievaluasi/diaudit oleh pihak lain, begitu pula sebaliknya. Dalam buku ini, perhitungan efisiensi kegiatan hanya didasarkan pada rasio antara output dan input, yang hanya berupa dana. Ke depan, pengukuran efisiensi kegiatan perlu juga mempertimbangkan input yang lain, dengan dukungan data yang lebih memadai. Formulir Pengukuran efisiensi kegiatan secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 3 buku ini.
BADAN POM | 72
LAKIP TAHUN 2011
Badan POM sebagai salah satu instansi pemerintah memiliki kewajiban menyusun LAKIP, sebagaimana yang diamanatkan dalam Inpres No. 7 Tahun 1999. Sebagai bentuk pengejawantahan prinsip-prinsip transparansi dan akuntabilitas, penyampaian informasi kinerja ini merupakan bentuk pertanggungjawaban kinerja Badan POM kepada para stakeholders, di samping sebagai sarana evaluasi atas pencapaian kinerja Badan POM sebagai upaya untuk memperbaiki kinerja di masa mendatang.
Secara garis besar, pencapaian kinerja Badan POM pada tahun 2011 adalah sebagai berikut:
Pada Renstra Badan POM tahun 2010-2014 telah ditetapkan Indikator Kinerja Utama (IKU) yang akan menggambarkan kinerja Badan POM dalam melaksanakan visi dan misinya dalam 5 tahun ke depan, yaitu Persentase kenaikan Obat dan Makanan yang memenuhi standar sebesar 0,8% pada akhir tahun 2014. Karena indikator komposit produk sulit ditentukan, maka IKU Badan POM menjadi: a)Persentase kenaikan obat yang memenuhi standar sebesar 0,4% pada akhir tahun 2014; b)Persentase kenaikan obat tradisional yang memenuhi standar sebesar 1% pada akhir tahun 2014; c)Persentase kenaikan kosmetik yang memenuhi standar sebesar 1% pada akhir tahun 2014; d)Persentase kenaikan suplemen makanan yang memenuhi standar sebesar 2% pada akhir tahun 2014; serta e)Persentase kenaikan makanan yang memenuhi standar sebesar 15%. Capaian indikator kinerja utama pada tahun 2011 sebagai berikut: a). 4,79%; b). 5,62%; c). 6,79%; d). 1,12%; e). 0,38%.
Disamping indikator kinerja utama tersebut, terdapat 12 indikator sasaran lainnya yaitu 1). Proporsi Obat yang memenuhi standar (aman, manfaat dan mutu); 2). Proporsi Obat Tradisional yang Mengandung Bahan Kimia Obat (BKO); 3). Proporsi Kosmetik yang Mengandung Bahan Berbahaya; 4). Proporsi Suplemen Makanan yang Tidak Memenuhi
BADAN POM | 73
LAKIP TAHUN 2011 Syarat Keamanan; 5). Proporsi makanan yang memenuhi syarat; 6). Persentase pemenuhan sarana dan prasarana laboratorium terhadap standar terkini; 7). Persentase Laboratorium BPOM yang terakreditasi secara konsisten sesuai standar; 8). Persentase ruang lingkup pengujian yang terakreditasi; 9). Persentase Pegawai yang Memenuhi Standar kompetensi; 10). Persentase unit kerja yang menerapkan quality policy; 11). Persentase unit kerja yang terintegrasi secara online; dan 12). Persentase ketersediaan sarana dan prasarana penunjang kinerja. Capaian indikator sasaran pada tahun 2011 adalah: 1). 96,19%; 2). 2,76%; 3). 0,96%; 4). 1,99%; 5). 76,41%; 6). 80,00%; 7). 84,85%; 8). 73,86%; 9). 29,89%; 10). 100%; 11). 101,89%; dan 12). 75,70%.
Dari 17 indikator sasaran yang ditetapkan dalam Renstra Badan POM 2010-2014, lima di antaranya adalah indikator kinerja utama (IKU), terdapat 11 (64,71%) indikator sasaran yang sudah tercapai (> 100%) yaitu indikator: a)Persentase kenaikan obat yang memenuhi standar ; b) Persentase kenaikan obat tradisional yang memenuhi standar ; c) Persentase kenaikan kosmetik yang memenuhi standar; d) Persentase kenaikan suplemen makanan yang memenuhi standar ; e)Proporsi Kosmetik yang Mengandung Bahan Berbahaya; f)Proporsi Suplemen Makanan yang Tidak Memenuhi Syarat Keamanan; g) Persentase pemenuhan sarana dan prasarana laboratorium terhadap standar terkini; h)Persentase ruang lingkup pengujian yang terakreditasi; i)Persentase Pegawai yang Memenuhi Standar kompetensi; j)Persentase unit kerja yang menerapkan quality policy; dan k)Persentase unit kerja yang terintegrasi secara online. Persentase capaian indikator sasaran tersebut masing – masing yaitu: a)4.790%; b)2.248%; c)2.726%; d)224%; e)102,63%; f)101,56%; g)114,29%; h)123,09%; i)135,05%; j)666,67%; dan k)141,51%.
Sedangkan 6 (35,29%) indikator sasaran lainnya pencapaiannya belum optimal (<100%), yaitu indikator: a)Persentase kenaikan makanan yang memenuhi standar; b)Proporsi Obat yang Memenuhi Standar (Aman, Manfaat & Mutu); c)Proporsi Obat Tradisional yang Mengandung Bahan Kimia Obat (BKO); d) Proporsi Makanan yang Memenuhi Syarat ; e)Persentase Laboratorium BPOM yang terakreditasi secara konsisten sesuai standar; dan f)Persentase ketersediaan sarana dan prasarana penunjang kinerja. Dibandingkan terhadap target tahun 2011, persentase capaian masing – masing indikator tersebut adalah: a)10,13%; b)96,84%; c)99,02%; d)95,51%; e)94,28% dan f)100,93%.
BADAN POM | 74
LAKIP TAHUN 2011 Pada tahun 2011 persentase capaian beberapa indikator sudah melebihi target yang ditetapkan hingga tahun 2014, yaitu: a)Persentase kenaikan obat yang memenuhi standar; b) Persentase kenaikan obat tradisional yang memenuhi standar ; c) Persentase kenaikan kosmetik yang memenuhi standar; d) Proporsi Kosmetik yang Mengandung Bahan Berbahaya; e) Proporsi Suplemen Makanan yang Tidak Memenuhi Syarat Keamanan; f)Persentase unit kerja yang menerapkan quality policy; g) Persentase unit kerja yang terintegrasi secara online. Dibandingkan terhadap target tahun 2014, persentase capaian masing – masing indikator tersebut adalah: a)1.197,5%; b)562%; c)679%; d)100,35%; e)101,92%; f)333,33%; dan g)127,36%. Berdasarkan data tersebut, perlu dilakukan review terhadap penetapan target pada masa mendatang
Hasil evaluasi efisiensi terhadap 26 kegiatan utama yang dilaksanakan oleh Badan POM menunjukkan bahwa terdapat 1 kegiatan yang tidak efisien. Dalam konteks ini, tingkat efisiensi adalah bersifat relatif, artinya kegiatan yang dinyatakan efisien dalam buku ini dapat berubah menjadi tidak efisien setelah dievaluasi/diaudit oleh pihak lain, begitu pula sebaliknya. Dalam buku ini, perhitungan efisiensi kegiatan hanya didasarkan pada rasio antara output dan input, yang hanya berupa dana. Ke depan, pengukuran efisiensi kegiatan perlu juga mempertimbangkan input yang lain, dengan dukungan data yang lebih memadai
Tahun 2011 merupakan tahun ke dua pelaksanaan Renstra Badan POM 2010-2014. Sekaitan dengan pencapaian kinerja tersebut, Badan POM terus melakukan upaya– upaya perbaikan secara berkesinambungan guna meningkatkan kinerja pada masa mendatang. Beberapa rencana tindak lanjut yang akan dilakukan Badan POM antara lain adalah: 1. Peningkatan transparansi dan kepastian pelayanan publik melalui elektronisasi registrasi produk obat dan makanan (e-registration) 2. Pengamanan pasar dalam negeri melalui intensifikasi pemberantasan produk obat dan makanan illegal. 3. Peningkatan kemampuan daya saing produsen dan pelaku usaha dalam negeri melalui peningkatan kompetensi pemenuhan standard dan ketentuan yang berlaku. 4. Perkuatan pengawasan post market obat dan makanan di seluruh Indonesia oleh Balai Besar/Balai POM. 5. Peningkatan penegakan hukum terhadap tindak pidana obat dan makanan melalui kerjasama dalam kerangka ICJS (Integrated Criminal Justice System).
BADAN POM | 75
LAKIP TAHUN 2011 6. Pengembangan laboratorium Badan POM menjadi laboratorium yang modern dan handal untuk mendukung fungsi pengawasan obat dan makanan. 7. Penerapan QMS Badan POM untuk memberikan konsitensi dan kepastian pelayanan publik. 8. Penerapan Reformasi Birokrasi dalam rangka menciptakan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN. 9. Meningkatkan jejaring kerjasama pengawasan obat dan makanan baik secara nasional, regional maupun internasional untuk menigkatkan efektifitas pengawasan obat dan makanan. 10. Memberdayakan masyarakat agar mampu melindungi diri sendiri dari obat dan makanan yang tidak memenuhi syarat keamanan, manfaat/khasiat, dan mutu. 11. Perkuatan inspeksi sarana produksi terutama sarana produksi obat dan obat tradisional melalui keanggotaan Badan POM dalam PIC/S.
Beberapa sasaran yang belum dapat dicapai akan diupayakan untuk direncanakan dan dilaksanakan lebih baik di masa mendatang.
BADAN POM | 76
Lampiran 1 FORMULIR PENGUKURAN KINERJA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI TAHUN 2011 Sasaran Strategis 1 Meningkatnya Efektifitas Pengawasan Obat dan Makanan dalam rangka Melindungi Masyarakat dengan Sistem yang Tergolong Terbaik di ASEAN
Indikator a b
c
d
e
f.
g.
h.
i.
j.
Target
Realisasi
Persentase kenaikan obat 0.10% yang memenuhi standar Persentase kenaikan obat 0.25% tradisional yang memenuhi standar Persentase kenaikan kosmetik 0.25% yang memenuhi standar
4.79%
Persentase kenaikan 0.50% suplemen makanan yang memenuhi standar 3.75% Persentase kenaikan makanan yang memenuhi standar Proporsi Obat yang Memenuhi 99.33 Standar (Aman, Manfaat & Mutu) Proporsi Obat Tradisional yang 1.80 Mengandung Bahan Kimia Obat (BKO) Proporsi Kosmetik yang 3.50 Mengandung Bahan Berbahaya Proporsi Suplemen Makanan 3.50 yang Tidak Memenuhi Syarat Keamanan Proporsi Makanan yang 80.00 Memenuhi Syarat
Persentase Capaian (%)
Program
Pagu
Anggaran Realisasi
5.62%
4790% Program Pengawasan 516,646,770,500 480,265,853,109 Obat dan Makanan 2248%
6.79%
2726%
1.12%
224%
0.38%
10.13%
96.19
96.84
2.76
99.02
0.96
102.63
1.99
101.56
76.41
95.51
% 92.96%
Sasaran Strategis 2 Terwujudnya Laboratorium Pengawasan Obat dan Makanan yang Modern dengan jaringan Kerja di seluruh Indonesia dengan Kompetensi dan Kapabilitas Terunggul di ASEAN
Target
Realisasi
Persentase Capaian (%)
Persentase pemenuhan sarana dan prasarana laboratorium terhadap standar terkini Persentase Laboratorium BPOM yang terakreditasi secara konsisten sesuai standar Persentase ruang lingkup pengujian yang terakreditasi
70.00
80.00
114.29
90.00
84.85
94.28
60.00
73.86
123.09
Indikator k.
l.
m.
Program
Program Pengawasan 42,351,630,000 Obat dan Makanan
3 Meningkatnya Kompetensi, Kapabilitas, dan Jumlah Modal Insani yang Unggul dalam Melaksanakan Pengawasan Obat dan Makanan
n.
Persentase Pegawai yang Memenuhi Standar kompetensi
40.00
54.02
135.05
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Teknis Lainnya BPOM
4 Meningkatnya koordinasi, perencanaan, pembinaan, pengendalian terhadap program dan administrasi di lingkungan Badan POM sesuai dengan Sistem Manajemen Mutu
o.
Persentase unit kerja yang menerapkan quality policy Persentase unit kerja yang terintegrasi secara online
15.00
100.00
666.67
72.00
101.89
141.51
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Teknis Lainnya BPOM
75.00
68.18
90.91
5 Meningkatnya ketersediaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh Badan POM
p.
q.
Jumlah Anggaran Tahun 2011 : Realisasi Anggaran Tahun 2011 : :
Persentase ketersediaan sarana dan prasarana penunjang kinerja
Rp936,334,715,000 Rp770,517,843,478 82.29%
Pagu
Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur BPOM
91,021,653,000
Anggaran Realisasi
%
34,738,545,378
82.02%
82,851,460,084
91.02%
205,517,245,000 117,246,358,158
57.05%
60,879,780,000
39,542,009,625
64.95%
PENGUKURAN KINERJA KEGIATAN BADAN POM TAHUN 2011 Sasaran Uraian
Indikator
a. Proporsi Obat yang 1 Meningkatnya Efektifitas Memenuhi Standar Pengawasan Obat (Aman, Manfaat & dan Makanan dalam Mutu) rangka Melindungi Masyarakat dengan Sistem yang Tergolong Terbaik di b. Proporsi Obat Tradisional yang ASEAN Mengandung Bahan Kimia Obat (BKO)
c. Proporsi Kosmetik yang Mengandung Bahan Berbahaya
Kegiatan Target
Program
99.23% Program Pengawasan Obat dan Makanan
2%
3%
d. Proporsi Suplemen Makanan yang Tidak Memenuhi Syarat Keamanan
4%
e. Proporsi Makanan yang Memenuhi Syarat
75%
Uraian
Indikator Kinerja
1.1 Penilaian Produk Terapetik dan Produk Biologi
Input: Dana Output: Persentase penilaian Obat dan Produk Biologi yang diselesaikan tepat waktu
1.2 Standardisasi Produk Terapetik dan PKRT
1.3 Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan PKRT
Input: Dana Output: Persentase kecukupan standar Obat yang dimiliki dengan yang dibutuhkan Input: Dana Output: Persentase sarana produksi obat yang memiliki sertifikasi GMP yang terkini
1.4 Pengawasan Distribusi Input: Produk Terapetik dan Dana PKRT Output: Persentase sarana distribusi obat (PBF) yang distratifikasi dan atau sertifikasi GDP Persentase obat yang ke jalur illicit
Satuan
Target
Realisasi
Rp
5,000,000,000
4,902,652,124
%
75
75.43
Rp
3,000,000,000
2,893,247,150
%
40
80.00
Rp
6,000,000,000
5,820,482,891
%
60
60.10
Rp
3,000,000,000
2,926,200,018
%
15
18.84
%
0.053
0.057
Sasaran Uraian
Indikator
Kegiatan Target
Program
Uraian
Indikator Kinerja
1.5 Pengawasan Narkotika, Input: Psikotropika, Prekursor, Dana dan Zat Adiktif Output: Persentase narkotika, psikotropika dan prekusor yang ke jalur illicit Persentase iklan/promosi rokok yang tidak memenuhi ketentuan 1.6 Penilaian Obat Input: Dana Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen Output: Persentase Obat Tradisional, Suplemen Makanan beredar yang dinilai tepat waktu Persentase penilaian Kosmetik yang diselesaikan tepat waktu 1.7 Standardisasi Obat Input: Tradisional, Kosmetik Dana dan Produk Komplemen Output: Persentase kecukupan regulasi, pedoman, standar Obat Tradisional yang dimiliki dengan yang dibutuhkan Persentase kecukupan regulasi, pedoman, standar Kosmetik yang dimiliki dengan yang dibutuhkan Persentase kecukupan regulasi, pedoman, standar Suplemen Makanan yang dimiliki dengan yang dibutuhkan
Satuan
Target
Realisasi
Rp
3,000,000,000
2,970,004,000
%
0.68
1.49
%
24.50
24.49
Rp
6,000,000,000
5,481,516,675
%
70
95.00
%
70
94.17
Rp
3,000,000,000
2,894,939,675
%
44
44.00
%
42
80.00
%
43
0.00
Sasaran Uraian
Indikator
Kegiatan Target
Program
Uraian
Indikator Kinerja
1.8 Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen
Input: Dana Output: Persentase sarana produksi kosmetik yang memilki sertifikat GMP terkini Persentase Industri Obat Tradisional (IOT) yang memiliki sertifikat GMP Persentase sarana distribusi Obat Tradisional dan Suplemen Makanan yang memenuhi ketentuan
1.9 Pengembangan Obat Asli Indonesia
1.10 Penilaian Makanan
Satuan
Target
Realisasi
Rp
6,127,870,000
5,572,790,184
%
15
15.43
%
57
43.24
%
50
87.94
50
77.99
3,872,128,500
3,678,987,413
30
30
Rp
4,000,000,000
3,858,752,721
%
90
84.45
Persentase sarana % distribusi kosmetik yang memenuhi ketentuan Input: Dana Rp Output: Jumlah Obat Asli Indonesia Tanaman yang dikembangkan keamanan dan kemanfaatannya Input: Dana Output: Persentase penilaian Makanan yang diselesaikan tepat waktu
Sasaran Uraian
Indikator
Kegiatan Target
Program
Uraian
Indikator Kinerja
Satuan
Target
Realisasi
Rp
2,170,000,000
2,155,299,730
%
60
64.00
Rp
3,000,000,000
2,921,742,820
%
55
51.60
%
25
45.71
%
15
67.77
Rp
3,000,000,000
2,941,724,083
%
70
70.44
Rp
3,000,000,000
2,747,617,729
1.11 Standardisasi Makanan Input: Dana Output: Persentase kecukupan standar Makanan yang dimiliki dengan yang dibutuhkan 1.12 Inspeksi dan Sertifikasi Input: Makanan Dana Output: Persentase sarana produksi makanan MD yang memenuhi standar GMP yang terkini Persentase sarana produksi makanan bayi dan anak yang memenuhi standar GMP yang terkini Persentase sarana penjualan makanan yang memenuhi standar GRP/GDP 1.13 Surveilan dan Input: Penyuluhan Keamanan Dana Makanan Output: Persentase penyelesaian tindaklanjut informasi jejaring nasional, regional dan internasional terkait rapid alert dan respon permasalahan keamanan Makanan
1.14 Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya
Input: Dana
Sasaran Uraian
Indikator
Kegiatan Target
Program
Uraian
Indikator Kinerja Output: Persentase makanan yang mengandung cemaran bahan berbahaya/dilarang
Satuan
Target
Realisasi
%
20
14.14
% 20 Persentase temuan kemasan makanan yang melepaskan migran berbahaya terhadap wadah makanan 1.15 Pengawasan Obat dan Input: Makanan di 31 Balai Dana Rp 458,157,066,000 Besar/Balai POM Output: Jumlah sarana produksi Sarana 15,150 dan distribusi Obat dan Makanan yang diperiksa Jumlah produk Obat dan Sampel 97,970 Makanan yang disampling dan diuji Jumlah dokumen Dokumen 8 perencanaan, penganggaran dan evaluasi yang dihasilkan Paket 352 Jumlah layanan informasi dan pengaduan 1.16 Penyelidikan dan Input: Penyidikan terhadap Dana Rp 4,319,706,000 Pelanggaran di Bidang Output: Obat dan Makanan Persentase pelanggaran % 22 yang ditindaklanjuti sampai dengan P21
6.34
424,565,507,379 36,568
98,835
8
2,758
3,934,388,517 28.20
Sasaran Uraian
Indikator
f. Persentase 2 Terwujudnya pemenuhan sarana Laboratorium dan prasarana Pengawasan Obat laboratorium dan Makanan yang terhadap standar Modern dengan terkini jaringan Kerja di seluruh Indonesia dengan Kompetensi g. Persentase Laboratorium BPOM dan Kapabilitas yang terakreditasi Terunggul di ASEAN secara konsisten sesuai standar h. Persentase ruang lingkup pengujian yang terakreditasi
Kegiatan Target 60%
Program Program Pengawasan Obat dan Makanan
84%
50%
i. Persentase Pegawai 3 Meningkatnya yang Memenuhi Kompetensi, Standar kompetensi Kapabilitas, dan Jumlah Modal Insani yang Unggul dalam Melaksanakan Pengawasan Obat dan Makanan
30%
j. Persentase unit 4 Meningkatnya kerja yang koordinasi, menerapkan quality perencanaan, policy pembinaan, pengendalian terhadap program dan administrasi di k. Persentase unit lingkungan Badan kerja yang POM sesuai dengan terintegrasi secara Sistem Manajemen online Mutu
10%
70%
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Teknis Lainnya BPOM
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Teknis Lainnya BPOM
Uraian
Indikator Kinerja
2.1 Pemeriksaan secara Laboratorium, Pengujian dan Penilaian Keamanan, Manfaat dan Mutu Obat dan Makanan serta Pembinaan Laboratorium POM
Input: Dana Output: Persentase Laboratorium Balai POM yang terakreditasi secara konsisten sesuai standar Persentase ruang lingkup pengujian yang terakreditasi 2.2 Riset Keamanan, Input: Khasiat, Mutu Obat dan Dana Makanan Output: Jumlah metode analisis tervalidasi (PKT) Jumlah hasil kegiatan riset, survei, kajian, monitoring di Pusat Riset Obat dan Makanan yang didiseminasikan 3.1 Pengembangan tenaga Input: dan manajemen Dana pengawasan Obat dan Output: Makanan Jumlah pegawai BPOM yang ditingkatkan pendidikannya S2 dan S3 Persentase pegawai yang memenuhi standar kompetensi 4.1 Pelayanan informasi Input: Obat dan Makanan, Dana Informasi Keracunan Output: dan Teknologi Informasi Persentase tersedianya base line data pengawasan Obat dan Makanan Jumlah informasi Obat dan Makanan yang disampaikan secara up-todate
Satuan
Target
Realisasi
Rp
35,289,730,000
29,159,726,663
%
90
83.87
%
60
73.86
Rp
7,061,900,000
5,578,818,715
Paket
2
2
Paket
34
41
Rp
91,021,653,000
82,851,460,084
Orang
50
70
%
40
33.73
Rp
118,915,200,000
53,104,389,180
%
100
0
Paket
119
600
Sasaran Uraian
Indikator
Kegiatan Target
Program
Uraian 4.2 Koordinasi Perumusan Renstra dan Pengembangan Organisasi, Penyusunan Program dan Anggaran, Keuangan serta Evaluasi dan Pelaporan 4.3 Koordinasi Kegiatan Penyusunan Rancangan Peraturan Peraturan Perundangundangan, Bantuan Hukum, Layanan 4.4 Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Badan Pengawas Obat dan Makanan
Indikator Kinerja
Satuan
Input: Dana Rp Output: Persentase unit kerja yang % melaksanakan perencanaan, monitoring dan evaluasi secara terintegrasi Input: Dana Rp Output: Jumlah public warning Paket Jumlah layanan bantuan Paket hukum yang diberikan Input: Dana Rp Output: Persentase laporan hasil % pengawasan yang disusun tepat waktu 4.5 Peningkatan Input: Penyelenggaraan Dana Rp Hubungan dan Output: Kerjasama Luar Negeri Jumlah partisipasi Badan Pertemua Badan POM POM dalam hubungan dan n kerjasama bilateral, regional, multilateral dan organisasi internasional Jumlah kertas posisi Badan policy POM terhadap paper partisipasinya dalam pertemuan pada tingkat bilateral, regional, dan global
Target
68,602,045,000
Realisasi
47,584,147,061
49
100.00
10,000,000,000
9,103,534,234
8 11
37 115
3,000,000,000
2,756,499,651
80
97.92
5,000,000,000
4,697,788,032
40
42
7
7
Sasaran Uraian
Indikator
l. Persentase 5 Meningkatnya ketersediaan sarana ketersediaan sarana dan prasarana yang dan prasarana dibutuhkan oleh penunjang kinerja Badan POM
Kegiatan Target 60%
Program Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur BPOM
Uraian
Indikator Kinerja
5.1 Peningkatan sarana Input: dan prasarana aparatur Dana Badan POM Output: Jumlah sarana dan prasarana yang diadakan sesuai kebutuhan di pusat 5.2 Pengadaan, pemeliharaan dan pembinaan pengelolaan sarana dan prasarana penunjang aparatur Badan POM
Input: Dana Output: Persentase ketersediaan sarana dan prasarana penunjang kinerja termasuk pemeliharaannya Persentase sarana yang terpelihara dengan baik
Satuan
Target
Realisasi
Rp
15,000,000,000
8,415,532,094
Paket
5
5
Rp
45,879,780,000
31,126,477,531
%
75
85.49
%
85
92.77
Lampiran 2
Persentase Pencapaian Target (%) 98.05 100.57
96.44 200.00
97.01 100.16
97.54 125.60
99.996
Persentase Pencapaian Target (%) 99.00 99.18
100.01
91.36 135.71
134.53
96.50 100.00
190.48
0.00
Persentase Pencapaian Target (%) 90.94 102.87
75.86
175.88
155.98
95.01 100.00
96.47 93.83
Persentase Pencapaian Target (%)
99.32 106.67
97.39 93.82
182.84
451.80
98.06 100.63
91.59
Persentase Pencapaian Target (%) 107.33
117.07
92.67 241.37
100.88
100.00
783.52
91.08 128.18
Persentase Pencapaian Target (%) 82.63 93.19
123.09
79.00 100.00 120.59
91.02 140.00
84.33
44.66 0.00
504.20
Persentase Pencapaian Target (%) 69.36 204.08
91.04 462.50 1045.45
91.88 122.40
93.96 105.00
100.00
Persentase Pencapaian Target (%) 56.10 100.00
67.84 113.99
109.14
Lampiran 3 PENGUKURAN EFISIENSI KEGIATAN BADAN POM TAHUN 2011
SASARAN
1 Meningkatnya Efektifitas Pengawasan Obat dan Makanan dalam rangka Melindungi Masyarakat dengan Sistem yang Tergolong Terbaik di ASEAN
KEGIATAN
RATA-RATA % CAPAIAN TARGET INDIKATOR
IE
SE KATEGORI
TE
INPUT
OUTPUT
98.05
100.57
1.03 1.00
Efisien
0.03
96.44
200.00
2.07 1.00
Efisien
1.07
97.01
100.16
1.03 1.00
Efisien
0.03
97.54
112.80
1.16 1.00
Efisien
0.16
99.00
99.60
1.01 1.00
Efisien
0.01
91.36
135.12
1.48 1.00
Efisien
0.48
96.50
96.83
1.00 1.00
Efisien
0.00
90.94
127.65
1.40 1.00
Efisien
0.40
95.01
100.00
1.05 1.00
Efisien
0.05
1.10 Penilaian Makanan
96.47
93.83
0.97 1.00 Tidak Efisien -0.03
1.11 Standardisasi Makanan
99.32
106.67
1.07 1.00
Efisien
0.07
1.12 Inspeksi dan Sertifikasi Makanan 1.13 Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Makanan 1.14 Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya 1.15 Pengawasan Obat dan Makanan di 31 Balai Besar/Balai POM 1.16 Penyelidikan dan Penyidikan terhadap Pelanggaran di Bidang Obat dan Makanan
97.39
242.82
2.49 1.00
Efisien
1.49
98.06
100.63
1.03 1.00
Efisien
0.03
91.59
112.20
1.23 1.00
Efisien
0.23
92.67
306.44
3.31 1.00
Efisien
2.31
91.08
128.18
1.41 1.00
Efisien
0.41
82.63 Pemeriksaan secara Laboratorium, Pengujian dan Penilaian Keamanan, Manfaat dan Mutu Obat dan Makanan serta Pembinaan Laboratorium POM
108.14
1.31 1.00
Efisien
0.31
1.1 1.2 1.3 1.4 1.5
1.6
1.7
1.8
1.9
2 Terwujudnya 2.1 Laboratorium Pengawasan Obat dan Makanan yang Modern dengan jaringan Kerja di seluruh Indonesia
Penilaian Produk Terapetik dan Produk Biologi Standardisasi Produk Terapetik dan PKRT Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan PKRT Pengawasan Distribusi Produk Terapetik dan PKRT Pengawasan Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Zat Adiktif Penilaian Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen Pengembangan Obat Asli Indonesia
SASARAN
KEGIATAN
RATA-RATA % CAPAIAN TARGET INDIKATOR
IE
SE KATEGORI
TE
INPUT
OUTPUT
Riset Keamanan, Khasiat, Mutu Obat dan Makanan
79.00
110.29
1.40 1.00
Efisien
0.40
3.1 3 Meningkatnya Kompetensi, Kapabilitas, dan Jumlah Modal Insani yang Unggul dalam Melaksanakan Pengawasan Obat dan Makanan
Pengembangan tenaga dan manajemen pengawasan Obat dan Makanan
91.02
112.16
1.23 1.00
Efisien
0.23
4 Meningkatnya 4.1 koordinasi, perencanaan, pembinaan, pengendalian terhadap 4.2 program dan administrasi di lingkungan Badan POM sesuai dengan Sistem Manajemen Mutu
Pelayanan informasi Obat dan Makanan, Informasi Keracunan dan Teknologi Informasi
44.66
252.10
5.65 1.00
Efisien
4.65
Koordinasi Perumusan Renstra dan Pengembangan Organisasi, Penyusunan Program dan Anggaran, Keuangan serta Evaluasi dan Pelaporan
69.36
204.08
2.94 1.00
Efisien
1.94
4.3
Koordinasi Kegiatan Penyusunan Rancangan Peraturan Peraturan Perundang-undangan, Bantuan Hukum, Layanan Pengaduan Konsumen dan Hubungan Masyarakat
91.04
753.9772727 8.28 1.00
Efisien
7.28
4.4
Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Badan Pengawas Obat dan Makanan
91.88
122.40
1.33 1.00
Efisien
0.33
4.5
Peningkatan Penyelenggaraan Hubungan dan Kerjasama Luar Negeri Badan POM
93.96
102.50
1.09 1.00
Efisien
0.09
Peningkatan sarana dan prasarana aparatur Badan POM
56.10
100.00
1.78 1.00
Efisien
0.78
Pengadaan, pemeliharaan dan pembinaan pengelolaan sarana dan prasarana penunjang aparatur Badan POM
67.84
111.56
1.64 1.00
Efisien
0.64
dengan Kompetensi dan 2.2 Kapabilitas Terunggul di ASEAN
5 Meningkatnya 5.1 ketersediaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh Badan 5.2 POM
FORMULIR RENCANA KINERJA TAHUNAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI TAHUN 2011 Sasaran Strategis Indikator Kinerja Meningkatnya Efektifitas Persentase kenaikan obat yang memenuhi Pengawasan Obat dan Makanan a. standar dalam rangka Melindungi Persentase kenaikan obat tradisional yang Masyarakat dengan Sistem yang b. memenuhi standar Tergolong Terbaik di ASEAN Persentase kenaikan kosmetik yang memenuhi standar c. Persentase kenaikan suplemen makanan d. yang memenuhi standar Persentase kenaikan makanan yang e. memenuhi standar f. Proporsi Obat yang Memenuhi Standar (Aman, Manfaat & Mutu) g. Proporsi Obat Tradisional yang Mengandung Bahan Kimia Obat (BKO)
h. Proporsi Kosmetik yang Mengandung Bahan Berbahaya i. Proporsi Suplemen Makanan yang Tidak Memenuhi Syarat Keamanan j. Proporsi Makanan yang Memenuhi Syarat
Terwujudnya Laboratorium k. Persentase pemenuhan sarana dan Pengawasan Obat dan Makanan prasarana laboratorium terhadap standar yang Modern dengan jaringan terkini Kerja di seluruh Indonesia l. Persentase Laboratorium BPOM yang dengan Kompetensi dan terakreditasi secara konsisten sesuai Kapabilitas Terunggul di ASEAN standar m Persentase ruang lingkup pengujian yang . terakreditasi Meningkatnya Kompetensi, n. Persentase Pegawai yang Memenuhi Standar kompetensi Kapabilitas, dan Jumlah Modal Insani yang Unggul dalam Melaksanakan Pengawasan Obat dan Makanan o. Persentase unit kerja yang menerapkan Meningkatnya koordinasi, perencanaan, pembinaan, quality policy pengendalian terhadap program p. Persentase unit kerja yang terintegrasi dan administrasi di lingkungan secara online Badan POM sesuai dengan Sistem Manajemen Mutu Meningkatnya ketersediaan q. Persentase ketersediaan sarana dan sarana dan prasarana yang prasarana penunjang kinerja dibutuhkan oleh Badan POM
Target 0.10% 0.25%
0.25% 0.50% 3.75% 99.33% 1.80%
3.50% 3.50% 80%
70%
90%
60% 40%
15%
72%
75%
FORMULIR PENETAPAN KINERJA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI TAHUN 2011 Indikator Kinerja Target 0.10% a. Persentase kenaikan obat yang memenuhi standar b. Persentase kenaikan obat tradisional yang memenuhi 0.25% standar 0.25% c. Persentase kenaikan kosmetik yang memenuhi standar d. Persentase kenaikan suplemen makanan yang 0.50% memenuhi standar 3.75% e. Persentase kenaikan makanan yang memenuhi standar 99.33% f. Proporsi Obat yang Memenuhi Standar (Aman, Manfaat & Mutu) g. Proporsi Obat Tradisional yang Mengandung Bahan 1.80% Kimia Obat (BKO) h. Proporsi Kosmetik yang Mengandung Bahan Berbahaya 3.50% i. Proporsi Suplemen Makanan yang Tidak Memenuhi 3.50% Syarat Keamanan j. Proporsi Makanan yang Memenuhi Syarat 80% Terwujudnya Laboratorium Pengawasan k. Persentase pemenuhan sarana dan prasarana 70% Obat dan Makanan yang Modern laboratorium terhadap standar terkini dengan jaringan Kerja di seluruh l. Persentase Laboratorium BPOM yang terakreditasi 90% Indonesia dengan Kompetensi dan secara konsisten sesuai standar Kapabilitas Terunggul di ASEAN m Persentase ruang lingkup pengujian yang terakreditasi 60% 40% Meningkatnya Kompetensi, Kapabilitas, n Persentase Pegawai yang Memenuhi Standar kompetensi dan Jumlah Modal Insani yang Unggul dalam Melaksanakan Pengawasan Obat dan Makanan Meningkatnya koordinasi, perencanaan, o Persentase unit kerja yang menerapkan quality policy 15% pembinaan, pengendalian terhadap program dan administrasi di lingkungan Badan POM sesuai dengan Sistem p Persentase unit kerja yang terintegrasi secara online 72% Manajemen Mutu
Sasaran Strategis Meningkatnya Efektifitas Pengawasan Obat dan Makanan dalam rangka Melindungi Masyarakat dengan Sistem yang Tergolong Terbaik di ASEAN
Meningkatnya ketersediaan sarana dan q prasarana yang dibutuhkan oleh Badan POM
Persentase ketersediaan sarana dan prasarana penunjang kinerja
75%
Jumlah Anggaran Tahun 2011 : Rp 936.334.715.000,-
Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 11 Maret 2011
Badan Pengawas Obat dan Makanan Kepala
Dra. Kustantinah,Apt,M.App.Sc NIP. 19511227 198003 2 001