Laporan Penelitian
MANAJEMEN KESELAMATAN KBSBHATAN KERJA DAN LINGKT.JNGAN (K3L) PADA PEMBANGTJNAN GEDUNG
Oleh
Yettv'Riris Rotua Saragi. S'l'. M'l' Dosen Tetap Fakultas Teknik
LEMBAGA PENELITIAN TJNIVERSITAS HKBP NOMM ENSEN
**?l*
PENGE SA }IAN LAPORAN PENELITIAN (lntern Biasa)
1. a. Judul Penelitian
"Manai emen Keselamatan Kes ehat an Kerj a dan Lingkun gan (K3L) Pada Pembangunan Gedung"
b. Bidang Ilmu
Teknik Sipil Penelitian untuk mengembangkan fungsi Kelembagaan Perguruan Tinggi
c. Kategori
2.
3.
Peneliti a. Nama Lengkap b. Jenis Kelamin c. Golongan/Pangkat d. Jabatan Fungsional e. Jabatan Struktural f. Fakultas/Jurusan g. Pusat Penelitian
Yetty Rins Rotua Saragi, ST, MT :Perempuan : :
IIIb
: Asisten
Ahli
:P1. WD
I
: Teknik/Sipi1 : Teknologi Terapan
Susunan Tim Peneliti
Yetty Riris Rotua Saragi, ST, MT
a. Ketua
b. Anggota
4.
Lokasi Penelitian
Mengumpulkan data primer dari proyek gedung yang sedang terlaksana di Medan (cth. Pembangunan Hotel Santika) Mengumpulkan data sekunder dari proyek gedung yang sudah terlaksana (cth. Villa Kaum Tamala Bali) dan data sekunder dari Departemen Pekerjaan Umum.
5.
Biaya Penelitian Merupakan Kerjasama dengan Institusi Larn a. Nama Institusr b. Alamat
6.
LamaPenelitian
7. Biaya
3 (tiga) bulan
Penelitian
Rp. 2.500.000,(dua juta lima ratus ribu rupiah) Medan, 24 Agustus 2011 Peneliti
MS.Met
n Sitorus
ABSTRAK Industri konstruksi memiliki resiko kecelakaan kerja yang cukup tinggi. Penyebab utama .ecelakaan kerja pada proyek konstruksi berhubungan dengan karakteristik proyek konstruksi i ang bersifat unik, lokasi kerja yang berbeda-beda, terbuka, dipengaruhi cuaca, waktu '-.elaksanaan yang terbatas, dinamrs, menuntut ketahanan fisik yang tinggi, serta banl,ak :lenggunakan tenaga kerla yang tidak terlatih. Terdapat tiga faktor utama yang dapat menjadi :.envebab kecelakaan keqa, yaitu factor manusia, faktor lingkungan keqa, dan faktor peralatan. Brasanya pihak manajemen kontraktor berfokus pada usaha pencegahan kecelakaan yang Jrsebabkan oleh faktor manusia, seperti melakukan pelatihan tenaga kerja, penggunaan alat '..roteksi diri, disiplin kerja dan lain-lain. Usaha tersebut bukan tidak membuahkan hasil, tetapi .-nerupakan usaha yang sulit dilaksanakan dengan efektif mengingat faktor manusia atau personrl 'nr akan sangat terkait dengan latar belakang pendidikan, kebiasaan, budaya, sefta motrr asi :..ekei:la. Di lain pihak, terdapat dua faktor nonpersonil, yaitu fuktor lingkungan kerja dan leralatan kerja, yang lebih mudah dikelola oleh manajemen kontraktor dan merupakan ieria.libannya secara mendasar. Makalah ini mendiskusikan kajian implementasr prinsip dan :reraturan perundangan terkait dengan upaya pengelolaan factor non-personil oleh kontraktor. Faktor non-personil yang dika.li adalah keselamatan lingkungan kerla dan kesiapan peralatan pra.rLrer?Si. I(ajian dilakukan terhadap peraturan perundangan serta tingkat implementasi di -apangan dengan menggunakan metoda wawancara dan observasi lapangan pada sebuah proyek ronstruksi. Khusus untuk faktor peralatan pra-operasi, maka kajran difol<uskan pada alat tover -t'arte pada proyek bangunan gedung. Hasil kajian menunjukkan peraturan perundangan terkait ien:san keselamatan lingkungan keria nampaknya masih bersifat unrum, dengan kontrol yang :idak cukup teknis dan detail. Hal ini akan berakibat sulitnya implementasi di lapangan, apalagi ienqan tidak adanya checklist sebagai instrumen penerapan. Namun demikian, kontraktor pada .ntdt kasus telah menerapkan manajemen keselamatan lingkungan kerja dengan baik. Selanjutnya, hasil dari kajian ini menunjukkan pula keberadaan peraturan perundangan yang iliencukupi, tetapi perlu diperbaharui, serta tingkat implementasi yang tergolong cukup baik .nrtlrk persiapan peralatan torrer crane pra-operasi.
Kata kr-inci: kecelakaan kerja, non-personil, lingkungan kerja, pra-operasi, konstruksi
DAFTAR ISI Halaman
L{T.{ PEI{GANTAR \BSTR{I( D{FT{R ISI B\B I
B{B II
ii iii
PENDAHULTIAN
1
I.l
2
Latar Belakang I.2 Perumusan Masalah I.3 Tujuan Penelitian I 4 Kontribusi Penelitian
4 4
TINJATIAN PUSTAKA
5
II.1
Pengertian dan Tujuan Kesehatan dan Keselamatan Kerja II.1.1 Kesehatan Kerja II 1.2 Keselamatan Kerja II.2 Tujuan dan Ruang Lingkup K3L II.3 Dasar Hukum Pelaksanaan Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lingkungan (K3L) II.3. 1 Dalam Bidang Pengorganrsasian 1I.3.2 Dalam Bidang Regulasi
II.3.3 Dalam Bidang Pendidikan
II 4 Kecelakaan Keqja II.4.1 Pengertian dan Penyebab Kecelakaan Kela
II.5 II.6 II.7 II.8
B
i
1I.4.2 Data-data Tentang Kecelakaan Kerl a II.4.3 Faktor Risiko dr Tempat Kerja Pentingnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja Konsep Dasar Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pendidrkan Keselamatan dan Kesehatan l(erja Konsep dan Batasan l(esehatan Lingkungan II 8 I Pengeft.ian I(esehatan dan Lingkungan Il 8.2 Konsep dan Batasannya
{B tII }IETODOLOGI PENELITIAN III. 1 Jadual Penelitian IiI 2 Anggaran Penelitian
J
5
6 B B
9 9
l0 t0 11 11
t7 IB 19
22 /_i
26
)(27
28 30 30
BTB I\- .I\ALISA DATA B1.B\ KESIMPULAN
3l
D{Ff {R PUSTAIiA L \\TPIRA\
34
33
iii
KATA PENGANTAR Pertama sekali dipanjatan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yesus Kristus atas segala kasih dan anugerahNya sehingga dapat menyelesaikan penelitian ini. Penelitian ini dibuat untuk memenuhi salah satu Tri Dharma Perguruan Tinggi. Peneliti menyadari bahwa dengan segala keterbatasannya laporan penelitian ini masih kurang dari sempurna. Dengan segala kerendahan hati penulis menerima kritik dan saran untuk menyempurnakan laporan penelitian ini. Penulis juga menyadari bahwpenelitian ini tanpa bantuan dari berbagai pihak, penelitian dan laporan penelitian ini tidak akan selesai sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada : 1. Bapak Prof.Dr.Ir. Hasan Sitorus sebagai Ketua Lembaga Penelitian UHN. 2. Bapak Ir. Humisar Sibarani, MS.Met sebagai Dekan FT UHN. 3. PT Waskita Karya sebagai sumber data untuk proyek Pembangunan Hotel Santika Medan. 4. PT Hutama Karya sebagai sumber data untuk proyek Pembangunan Villa Taum Kamala Bali. 5. Serta pihak lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Akhir kata penulis mengharapkan semoga laporan penelitian ini bermanfaat bagi yang membacanya.
Medan, Agustus 2011 Penulis
Yetty Saragi
i
ABSTRAK
Industri konstruksi memiliki resiko kecelakaan kerja yang cukup tinggi. Penyebab utama kecelakaan kerja pada proyek konstruksi berhubungan dengan karakteristik proyek konstruksi yang bersifat unik, lokasi kerja yang berbeda-beda, terbuka, dipengaruhi cuaca, waktu pelaksanaan yang terbatas, dinamis, menuntut ketahanan fisik yang tinggi, serta banyak menggunakan tenaga kerja yang tidak terlatih. Terdapat tiga faktor utama yang dapat menjadi penyebab kecelakaan kerja, yaitu factor manusia, faktor lingkungan kerja, dan faktor peralatan. Biasanya pihak manajemen kontraktor berfokus pada usaha pencegahan kecelakaan yang disebabkan oleh faktor manusia, seperti melakukan pelatihan tenaga kerja, penggunaan alat proteksi diri, disiplin kerja dan lain-lain. Usaha tersebut bukan tidak membuahkan hasil, tetapi merupakan usaha yang sulit dilaksanakan dengan efektif mengingat faktor manusia atau personil ini akan sangat terkait dengan latar belakang pendidikan, kebiasaan, budaya, serta motivasi pekerja. Di lain pihak, terdapat dua faktor nonpersonil, yaitu faktor lingkungan kerja dan peralatan kerja, yang lebih mudah dikelola oleh manajemen kontraktor dan merupakan kewajibannya secara mendasar. Makalah ini mendiskusikan kajian implementasi prinsip dan peraturan perundangan terkait dengan upaya pengelolaan factor non-personil oleh kontraktor. Faktor non-personil yang dikaji adalah keselamatan lingkungan kerja dan kesiapan peralatan praoperasi. Kajian dilakukan terhadap peraturan perundangan serta tingkat implementasi di lapangan dengan menggunakan metoda wawancara dan observasi lapangan pada sebuah proyek konstruksi. Khusus untuk faktor peralatan pra-operasi, maka kajian difokuskan pada alat tower crane pada proyek bangunan gedung. Hasil kajian menunjukkan peraturan perundangan terkait dengan keselamatan lingkungan kerja nampaknya masih bersifat umum, dengan kontrol yang tidak cukup teknis dan detail. Hal ini akan berakibat sulitnya implementasi di lapangan, apalagi dengan tidak adanya checklist sebagai instrumen penerapan. Namun demikian, kontraktor pada studi kasus telah menerapkan manajemen keselamatan lingkungan kerja dengan baik. Selanjutnya, hasil dari kajian ini menunjukkan pula keberadaan peraturan perundangan yang mencukupi, tetapi perlu diperbaharui, serta tingkat implementasi yang tergolong cukup baik untuk persiapan peralatan tower crane pra-operasi..
Kata kunci: kecelakaan kerja, non-personil, lingkungan kerja, pra-operasi, konstruksi
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ABSTRAK DAFTAR ISI BAB I
Halaman i ii iii
PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.2 Perumusan Masalah I.3 Tujuan Penelitian I.4 Kontribusi Penelitian BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Pengertian dan Tujuan Kesehatan dan Keselamatan Kerja II.1.1 Kesehatan Kerja II.1.2 Keselamatan Kerja II.2 Tujuan dan Ruang Lingkup K3L II.3 Dasar Hukum Pelaksanaan Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lingkungan (K3L) II.3.1 Dalam Bidang Pengorganisasian II.3.2 Dalam Bidang Regulasi II.3.3 Dalam Bidang Pendidikan II.4 Kecelakaan Kerja II.4.1 Pengertian dan Penyebab Kecelakaan Kerja II.4.2 Data-data Tentang Kecelakaan Kerja II.4.3 Faktor Risiko di Tempat Kerja II.5 Pentingnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja II.6 Konsep Dasar Keselamatan dan Kesehatan Kerja II.7 Pendidikan Keselamatan dan Kesehatan Kerja II.8 Konsep dan Batasan Kesehatan Lingkungan II.8.1 Pengertian Kesehatan dan Lingkungan II.8.2 Konsep dan Batasannya BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1 Jadual Penelitian III.2 Anggaran Penelitian BAB IV ANALISA DATA BAB V KESIMPULAN
1 2 3 4 4 5 5 6 8 8
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
34
9 9 10 10 11 11 17 18 19 22 23 26 26 27 28 30 30 31 33
iii
BAB I PENDAHULUAN
Pekerjan
konstruksi
dalam
pelaksanaannya
mencakup
pula
kontrol
terhadap
pekerjaannya. Bila suatu perusahaan menggunakan kontraktor atau subkontraktor dari luar, maka perusahaan dan kontraktornya harus memahami hubunganya, baik dari segi hukum maupun pekerjaannya. Perusahaan harus meminta para kontraktor untuk mentaati ketentuan-ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja, baik setempat, daerah maupun pusat, khususnya yang berhubungan dengan pekerjaan konstruksi. Petugas ahli Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lingkungan (K3L) konstruksi harus mengetahui resiko, baik yang berhubungan dengan pekerjaan konstruksi maupun standar dari lingkungan lokasi kerja. Dalam penerapannya K3L jangan hanya mengandalkan kode standar keselamatan konstruksi kerja saja. Tujuan utama K3L adalah memberikan keselamatan bagi pelaksana dan pemakai konstruksi. Kode dan standar tidak memberikan jaminan bahwa pekerja perusahaan dan kontraktor bekerja dengan cara yang aman. Kebiasan bekerja dengan aman merupakan hasil dari upaya pelatihan dan supervise yang efektif. Para arsitek dan ahli teknik sipil harus memikirkan keselamatan, kesehatan dan lingkungan pada saat merancang, menggambar spesifikasi bangunan dan melaksanakannya. Untuk itu perlu dilibatkan ahli K3L pada perencanaan awal dengan cara mendiskusikan pekerjaan yang akan dirancang dengan bagian konstruksi atau kontraktor. Dalam pelaksanaan konstruksi, kontraktor yang sadar akan keselamatan akan memulai pekerjaannya dengan suatu program K3L yang baik melalui pertemuan-pertemuan membahas keselamatan kerja sebelum memulai pekerjaan. Konsep kesehatan dan keselamatan kerja (K3) telah muncul sejak periode revolusi industri di Inggris. Hal ini disebabkan oleh perubahan sistem kerja berupa mulainya digunakan tenaga mesin, pengorganisasian pekerjaan serta munculnya berbagai penyakit yang berhubungan dengan proses pekerjaan. Konsep ini kemudian terus berkembang seiring dengan pertumbuhan teknologi yang dipergunakan.
Manajemen Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lingkungan (K3L) Pada Pembangunan Gedung
1
K3 diterapkan dengan tujuan untuk melindungi para pekerja dan orang lain yang berada di lokasi kerja. PenerapanK3 juga merupakan suatu jaminan terhadap setiap sumber produksi dapat dipakai secara aman dan efisien. Selain itu, hal ini juga merupakan suatu jaminan agar proses kerja dapat berjalan dengan lancar. Kelalaian dalam penerapannya akan menyebabkan berbagai kerugian. Dari segi keselamatan, kelalaian dapat menyebabkan berbagai kecelakaan terhadap manusia maupun kerusakan properti. Sedangkan kelalaian dalam penerapan kesehatan dapat menyebabkan berbagai penyakit mendadak maupun menahun bagi pekerja maupun masyarakat sekitar. Secara keseluruhan kondisi kelalaian ini menyebabkan kerugian secara ekonomis. Oleh karena itu, implementasi K3 menjadi hal yang penting bagi keberlangsungan suatu pekerjaan.
I.1 Latar Belakang Industri konstruksi secara umum memiliki catatan kesehatan yang buruk. Adakalanya pekerjaan konstruksi tidak berjalan sebagaimana seharusnya. Hal ini dijumpai bila lokasi proyek konstruksi mengalami keadaan darurat seperti banjir, kebakaran atau gempa. Untuk itu perlu dirancanakan prosedur kerja darurat sebelum pekerjaan dimulai dan beri peringatan dini di tempat kerja. Keadaan darurat tidak hanya memerlukan evakuasi dari lokasi tetapi juga penyelamatan terhadap orang yang cedera. Manejemen dan pelaksanaan K3L akan memberikan prosedur darurat , arah dan jalan keluar yang perlu dipertimbangkan. Di Indonesia tingkat kecelakaan kerja merupakan salah satu yang tertinggi di dunia. Sedikitnya terjadi 65.000 kasus kecelakaan kerja yang terjadi di Indonesia pada periode tahun 2007. Namun hal itu dipercaya hanya sekitar 50% dari jumlah yang sebenarnya, karena data tersebut dapat diambil dari jumlah claim kepada Jamsostek. Dan hanya sekitar 50% perusahaan saja yang mengasuransikan pekerjanya kepada Jamsostek (Anshori, 2008) Dari sekian banyak jumlah tersebut, penyumbang terbanyak berasal dari kecelakaan kerja konstruksi yang mencapai 30% dari total keseluruhan jumlah kecelakaan kerja. Dari hal ini dapat disimpulkan bahwa pekerjaan konstruksi perlu mendapatkan perhatian khusus terhadap masalah K3 ini. Faktor utama secara umum yang menyebabkan kecelakaan kerja adalah faktor manusia, faktor peralatan dan factor lingkungan. Ketiga hal ini saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan. Kelalaian pada keseluruhan elemen ini dapat dianggap sebagai suatu kegagalan
Manajemen Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lingkungan (K3L) Pada Pembangunan Gedung
2
manajemen yang dapat mengakibatkan unsafe work methods, equipments and procedures sehingga dapat menyebabkan kecelakaan. Dalam implementasi pada pekerjaan konstruksi, sering kali pekerja lapangan tidak menghiraukan berbagai ketetapan yang harus dilakukan oleh mereka. Antara lain penggunaan alat-alat keselamatan yang tidak sesuai serta metode pekerjaan yang dinilai membahayakan. Hal ini disebabkan oleh berbagai hal. Antara lain oleh sikap pekerja yang merasa tidak membutuhkan dan merasa apa yang sudah dilakukannya lebih efisien. Untuk kondisi budaya kerja di Indonesia membenahi faktor manusia membutuhkan waktu yang tidak sebentar dan usaha yang sangat besar, oleh karena itu pembenahan agar lingkungan kerja menjadi lebih aman merupakan cara yang lebih cepat dan mudah untuk dapat menurunkan tingkat kecelakaan kerja di bidang kontruksi. Dengan Manejemen dan pelaksanaan K3L yang baik maka dapat mencegah bahayabahaya tersebut atau minimal mengurangi resiko yang timbul.
I.2 Perumusan Masalah Kegiatan pertama dalam pengendalian setiap proses adalah melakukan identifikasi pekerjaan yang akan dilakukan. Hal ini harus dilakukan dengan secermat mungkin untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya salh pengertian akan tujuan dan sasaran setiap pihak yang terlibat dalam pekerjaan tersebut. Manejemen K3L ditempat kerja juga tidak berbeda. Langkah pertama dalam pengendalian adalah mengidentifikasi secermat mungkin elemenelemen kerja yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Untuk dapat menyelesaikan pekerjaan diperlukan aturan dan standar tertulis yang jelas. Dalam hal pengaturan kerja K3L kontraktor, maka identifikasi pekerjaan sangatlah penting. Oleh karena adanya dua atau lebih organisasi yang terpisah berada dalam suatu ikatan kontrak, maka kemungkinan terjadinya salah pengertian akan tujuan dan sasaran juga bertambah besar. Penjelasan tertulis yang jelas akan pekerjaan yang akan dilakukan dan metoda yang digunakan untuk kegiatan dalam kontrak adalah hal yang kritis bagi manejemen kontraktor. Untuk membuat suatu penjelasan, maka semua factor yang berkaitan harus dilihat dan dievaluasi, termasuk implikasi dari K3L. Kegiatan ini termasuk dalam rencana kerja. Industri konstruksi memiliki daerah cakupan yang cukup luas. Manejemen K3L dalam industri konstruksi termasuk bangunan dan pekerjaan konstruksinya, pekerjaan pemugaran,
Manajemen Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lingkungan (K3L) Pada Pembangunan Gedung
3
pekerjaan perawatan dan perbaikan, pekerjaan teknik sipil. Untuk itu dalam penelitian ini, peneliti mencoba meneliti manejemen K3L pada pembangunan gedung.
I.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah memberikan penjelasan selengkapnya tentang menejemen K3L pada pembangunan gedung dalam upaya pencegahan kecelakaan, penyakit akibat kerja serta upaya pemeliharaan dan pelestarian lingkungan.
I.4 Kontribusi Penelitian Hasil penelitian menejemen K3L pada pelaksanaan gedung akan memberikan kontribusi : -
Memudahkan pelaksanaan kebijakan K3L yang ditetapkan
-
Memudahkan pengawas operasi melaksanakan kebijakan perusahaan
-
Memudahkan pekerja mengikuti peraturan K3L
Manajemen Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lingkungan (K3L) Pada Pembangunan Gedung
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Kegiatan proses produksi manusia memegang peranan yang sangat penting selai factor mesin dan bahan baku. Sebagaimana diketahui bahwa keselamatan kerja merupakan suatu spesialisasi tersendiri, karena pelaksanaannya dilandasi oleh peraturan perundangundangan. Perusahaan besar pada umumnya banyak memperkerjakan karyawan dari berbagai lapisan dasar pendidikan dan ketrampilan yang berbeda. Mengingat hal tersebut, pihak perusahan memberikan pelatihan dan pendidikan dalam peningkatan ketrampilan kerja agar dalam menjalankan tugasnya pekerja dapat mengoperasikan dan menjalankan mesin/alat dengan baik, khususnya pekerja yang mempunyai resiko kecelakaan cukup tinggi (Striaji, 2009).
II.1 Pengertian dan Tujuan Kesehatan dan Keselamatan Kerja Istilah
Kesehatan
Kerja
mempunyai
pengertian
spesialisasi
dalam
ilmu
kesehatan/kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan agar tenaga memperoleh derajat kesehatan yang setingitinginya baik fisik, mental maupun social denga usaha-usaha pencegahan dan kuratif terhadap penyakit/gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor pekerjaan dan lingkungan kerja terhadap penyakit umum. Istilah Keselamatan Kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja, lingkungan dan cara-cara melakukan pekerjaan. Keselamatan kerja menyangkut segenap proses produksi baik barang maupun jasa. (Adrian T, 2009) Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat makmur dan sejahtera. Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses produksi baik jasa maupun industri. Perkembangan pembangunan setelah Indonesia merdeka menimbulkan
konsekwensi
meningkatkan
intensitas
Manajemen Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lingkungan (K3L) Pada Pembangunan Gedung
kerja
yang
mengakibatkan
pula
5
meningkatnya resiko kecelakaan di lingkungan kerja.Hal tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi dalam mencegah terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk maupun jenis kecelakaannya. Sejalan dengan itu, perkembangan pembangunan yang dilaksanakan tersebut maka disusunlah UU No.14 tahun 1969 tentang pokok-pokok mengenai tenaga kerja yang selanjutnya mengalami
perubahan
menjadi
UU
No.12
tahun
2003
tentang
ketenaga
kerjaan.
Dalam pasal 86 UU No.13 tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja atau buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan dan
perlakuan
yang
sesuai
dengan
harkat
dan
martabat
serta
nilai-nilai
agama.
Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, maka dikeluarkanlah peraturan perundanganundangan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja sebagai pengganti peraturan sebelumnya yaitu Veiligheids Reglement, STBl No.406 tahun 1910 yang dinilai sudah tidak memadai menghadapi kemajuan dan perkembangan yang ada. Peraturan tersebut adalah Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja yang ruang lingkupnya meliputi segala lingkungan kerja, baik di darat, didalam tanah, permukaan air, di dalam air maupun udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia. Undang-undang tersebut juga mengatur syarat-syarat keselamatan kerja dimulai dari perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang produk tekhnis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan. Walaupun sudah banyak peraturan yang diterbitkan, namun pada pelaksaannya masih banyak kekurangan dan kelemahannya karena terbatasnya personil pengawasan, sumber daya manusia K3 serta sarana yang ada. Oleh karena itu, masih diperlukan upaya untuk memberdayakan lembaga-lembaga K3 yang ada di masyarakat, meningkatkan sosialisasi dan kerjasama dengan mitra sosial guna membantu pelaksanaan pengawasan norma K3 agar terjalan dengan baik.
II.1.1 Kesehatan Kerja Pengertian sehat senantiasa digambarkan sebagai suatu kondisi fisik, mental dan sosial seseorang yang tidak saja bebas dari penyakit atau gangguan kesehatan melainkan juga
Manajemen Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lingkungan (K3L) Pada Pembangunan Gedung
6
menunjukan
kemampuan
untuk
berinteraksi
dengan
lingkungan
dan
pekerjaannya.
Paradigma baru dalam aspek kesehatan mengupayakan agar yang sehat tetap sehat dan bukan sekedar mengobati, merawat atau menyembuhkan gangguan kesehatan atau penyakit. Oleh karenanya, perhatian utama dibidang kesehatan lebih ditujukan ke arah pencegahan terhadap kemungkinan timbulnya penyakit serta pemeliharaan kesehatan seoptimal mungkin. Kesehatan kerja memiliki sifat sebagai berikut : Sasarannya adalah manusia dan bersifat medis. Status kesehatan seseorang.
Menurut Blum (1981) ditentukan oleh empat faktor yakni :
1. Lingkungan, berupa lingkungan fisik (alami, buatan) kimia (organik / anorganik, logam berat, debu), biologik (virus, bakteri, microorganisme) dan sosial budaya (ekonomi, pendidikan,pekerjaan). 2. Perilaku yang meliputi sikap, kebiasaan, tingkah laku. 3. Pelayanan kesehatan: promotif, perawatan, pengobatan, pencegahan kecacatan, rehabilitasi. 4. Genetik, yang merupakan faktor bawaan setiap manusia.
Menurut
Suma’mur
(1976)
Kesehatan
kerja
merupakan
spesialisasi
ilmu
kesehatan/kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan agar pekerja/ masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun sosial dengan usaha preventif atau kuratif terhadap penyakit/ gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor pekerjaan dan lingkungan kerja serta terhadap penyakit umum,konsep kesehatan kerja dewasa ini semakin banyak berubah, bukan sekedar “kesehatan pada sektor industri” saja melainkan juga mengarah kepada upaya kesehatan untuk semua orang dalam melakukan pekerjaannya (total health of all at work).
Menurut
Sumakmur
(1988)
kesehatan
kerja
adalah
spesialisasi
dalam
ilmu
kesehatan/kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan, agar pekerja/masyarakat pekerja beserta memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, baik fisik, atau mental, maupun sosial, dengan usaha-usaha preventif dan kuratif, terhadap penyakit penyakit/gangguan –gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja, serta terhadap penyakit-penyakit umum.
Manajemen Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lingkungan (K3L) Pada Pembangunan Gedung
7
II.1.2KeselamatanKerja Keselamatan kerja atau Occupational Safety, dalam istilah sehari hari sering disebut dengan safety saja, secara filosofi diartikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya serta hasil budaya dan karyanya. Dari segi keilmuan diartikan sebagai suatu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah
kemungkinan
terjadinya
kecelakaan
dan
penyakit
akibat
kerja.
Pengertian Kecelakaan Kerja (accident) adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan yang merugikan terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap proses. Pengertian Hampir Celaka, yang dalam istilah safety disebut dengan insiden (incident), ada juga yang menyebutkan dengan istilah “near-miss” atau “near-accident”, adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan dimana dengan keadaan yang sedikit berbeda akan mengakibatkan bahaya terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap proses Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan, dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan(Sumakmur,1993). Keselamatan kerja memiliki sifat sebagai berikut : sasarannya adalah lingkungan kerja dan bersifat teknik. Pengistilahan Keselamatan dan Kesehatan kerja (atau sebaliknya) bermacam macam : ada yang menyebutnya Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hyperkes) dan ada yang hanya disingkat K3, dan dalam istilah asing dikenal Occupational Safety and Health.
II.2 Tujuan dan Ruang LingkupK3L Tujuan umum dari K3 adalah menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif. Tujuan hyperkes dapat dirinci sebagai berikut (Rachman, 1990) : 1. Agar tenaga kerja dan setiap orang berada di tempat kerja selalu dalam keadaan sehat dan selamat. 2. Agar sumber-sumber produksi dapat berjalan secara lancar tanpa adanya hambatan. Ruang lingkup hyperkes dapat dijelaskan sebagai berikut (Rachman, 1990) : Kesehatan dan keselamatan kerja diterapkan di semua tempat kerja yang di dalamnya melibatkan aspek manusia
Manajemen Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lingkungan (K3L) Pada Pembangunan Gedung
8
sebagai tenaga kerja, bahaya akibat kerja dan usaha yang dikerjakan. Aspek perlindungan dalam hyperkes meliputi : 1. Tenaga kerja dari semua jenis dan jenjang keahlian 2. Peralatan dan bahan yang dipergunakan 3. Faktor-faktor lingkungan fisik, biologi, kimiawi, maupun sosial. 4. Proses produksi 5. Karakteristik dan sifat pekerjaan 6. Teknologi dan metodologi kerja Penerapan Hyperkes dilaksanakan secara holistik sejak perencanaan hingga perolehan hasil dari kegiatan industri barang maupun jasa. Semua pihak yang terlibat dalam proses industri/perusahaan ikut bertanggung jawab atas keberhasilan usaha hyperkes.
II.3 Dasar Hukum Pelaksanaan Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lingkungan (K3L) II.3.1. Dalam Bidang Pengorganisasian Di Indonesia K3 ditangani oleh 2 departemen : departemen Kesehatan dan departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Pada Depnakertrans ditangani oleh Dirjen (direktorat jendral) Pembinaan dan Pengawasan Ketenagakerjaan, dimana ada 4 Direktur : 1. Direktur Pengawasan Ketenagakerjaan 2. Direktur Pengawasan Norma Kerja Perempuan dan Anak 3. Direktur Pengawasan Keselamatan Kerja, yang terdiri dari Kasubdit ;Kasubdit mekanik, pesawat uap dan bejana tekan.Kasubdit konstruksi bangunan,instalasi listrik dan penangkal petir,Kasubdit Bina kelembagaan dan keahlian keselamatan ketenagakerjaan 4. Direktur Pengawasan Kesehatan Kerja, yang terdiri dari kasubdit ;Kasubdit Kesehatan tenaga kerja,Kasubdit Pengendalian Lingkungan Kerja,Kasubdit Bina kelembagaan dan keahlian kesehatan kerja. Pada Departemen Kesehatan sendiri ditangani oleh Pusat Kesehatan Kerja Depkes. Dalam upaya pokok Puskesmas terdapat Upaya Kesehatan Kerja (UKK) yang kiprahnya lebih pada sasaran sektor Informal (Petani, Nelayan, Pengrajin, dll)
Manajemen Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lingkungan (K3L) Pada Pembangunan Gedung
9
II.3.2. Dalam Bidang Regulasi Regulasi yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah sudah banyak, diantaranya : -
Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 : Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
-
PP No. 19 tahun 1973 tentang Pengaturan dan Pengawasan Keselamatan Kerja
-
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 01/MEN/1980 tentang Keselamatan dan kesehatan kerja pada konstruksi bangunan.
-
Keputusan bersama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri PU No. 174/Men/1986, No. 104/KPTS/1986 tentang Keselamatan dan kesehatan kerja pada tempat kegiatan konstruksi
-
UU no.8 tahun 1999 tentang Keamanan, keselamatan, kesehatan kerja serta perlindungan tenaga kerja dan tata lingkungan setempat
-
UU No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
-
PP No. 36 tahun 2005 tentang Bangunan Gedung
-
Peraturan Menteri PU No.09/PRTM/M/2008 tentang Pedoman SMK3 Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum.
II.3.3. Dalam Bidang Pendidikan Pemerintah telah membentuk dan menyelenggarakan pendidikan untuk menghasilkan tenaga Ahli K3 pada berbagai jenjang Pendidikan, misalnya : 1. Diploma 3 Hiperkes di Universitas Sebelas Maret 2. Strata 1 pada Fakultas Kesehatan Masyarakat khususnya peminatan K3 di Unair, Undip,dll dan jurusan K3 FKM UI. 3. Starta 2 pada Program Pasca Sarjana khusus Program Studi K3, misalnya di UGM, UNDIP, UI, Unair. Pada beberapa Diploma kesehatan semacam Kesehatan Lingkungan dan Keperawatan juga ada beberapa SKS dan Sub pokok bahasan dalam sebuah mata kuliah yang khusus mempelajari K3.
Manajemen Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lingkungan (K3L) Pada Pembangunan Gedung
10
II.4 Kecelakaan kerja II.4.1 Pengertian dan Penyebab Kecelakaan Kerja
Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor : 03 /MEN/1998 tentang Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan bahwa yang dimaksud dengan kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta benda. Secara umum penyebab kecelakaan kerja ada dua yaitu penyebab dasar (basic causes), dan penyebab langsung (immediate causes) a.PenyebabDasar 1) Faktor manusia/pribadi, antara lain karena : kurangnya kemampuan fisik, mental, dan psikologis kurangny/lemahnya pengetahuan dan ketrampilan/keahlian. Stress motivasi yang tidakcukup/salah 2) Faktor kerja/lingkungan, antara lain karena : tidak cukup kepemimpinan dan atau pengawasan, tidak cukup rekayasa (engineering), tidak cukup pembelian/pengadaan barang, tidak cukup perawatan (maintenance),
tidak cukup alat-alat, perlengkapan dan berang-
barang/bahan-bahan. tidak cukup standard-standard kerja penyalahgunaan b.PenyebabLangsung 1) Kondisi berbahaya (unsafe conditions/kondisi-kondisi yang tidak standard) yaitu tindakan yang akan menyebabkan kecelakaan, misalnya (Budiono, Sugeng, 2003) : peralatan pengaman/pelindung/rintangan yang tidak memadai atau tidak memenuhi syarat, bahan, alatalat/peralatan rusak,
terlalu sesak/sempit,
sistem-sistem tanda peringatan yang kurang
mamadai, bahaya-bahaya kebakaran dan ledakan, kerapihan/tata-letak (housekeeping) yang buruk, lingkungan berbahaya/beracun, bising, paparan radiasi, ventilasi dan penerangan yang kurang 2) Tindakan berbahaya (unsafe act/tindakan-tindakan yang tidak standard) adalah tingkah laku, tindak-tanduk atau perbuatan yang akan menyebabkan kecelakaan, misalnya (Budiono, Sugeng, 2003) (Gambar 2.1 – 2.5) : mengoperasikan alat/peralatan tanpa wewenang,gagal untuk memberi peringatan, gagal untuk mengamankan, bekerja dengan kecepatan yang salah, menyebabkan alat-alat keselamatan tidak berfungsi, memindahkan alat-alat keselamatan,
Manajemen Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lingkungan (K3L) Pada Pembangunan Gedung
11
menggunakan alat yang rusak, menggunakan alat dengan cara yang salah, kegagalan memakai alat pelindung/keselamatan diri secara benar.
Hendaknya diatur penempatan asisten Kendaraan pengaduk beton
Gambar 2.1 Pada sekeliling kendaraan pengaduk beton perlu dipasang pagar pembatas terpisah, pada saat bergerak mundur hendaknya ada asisten yang memberikan bantuan.
Helm
Gambar 2.2 Helm hendaknya dikencangkan dengan benar.
Manajemen Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lingkungan (K3L) Pada Pembangunan Gedung
12
Mesin penggali lubang
Proses pengangkatan balok baja
Gambar 2.3 Kasus ini terjadi ketika alat penggali lubang sedang mengangkat balok baja, dengan menggunakan palang berbentuk huruf U disambungkan dengan gambar kedua. Pada saat menggunakan palang berbentuk huruf U perlu dipastikan palang tersebut telah terpasang dengan erat.
Manajemen Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lingkungan (K3L) Pada Pembangunan Gedung
13
Tanda keselamatan dan pagar pengaman
Gambar 2.4 Di sekeliling lokasi pembangunan perlu dipasang pagar pengaman
Gambar 2.5 Dinding yang runtuh, bangunan yang mudah runtuh harus dilengkapi dengan tanda-tanda dan pagar pengaman, seperti gambar 2.4
Manajemen Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lingkungan (K3L) Pada Pembangunan Gedung
14
Departeman Pekerjaan Umum mengemukanan dalam pelaksanaan tender jasa konstruksi Indonesia (JKI) para peserta diwajibkan memasukkan program keselamatan dan kesehatan kerja dan lingkungan (K3L), karena masalah tersebut penting bagi penyelenggara pekerjaan. Program K3L sangatlah penting untuk dijalankan sebab bila terjadi kecelakaan dapat mengambil korban bahkan menjadi masalah hokum yang memakan waktu cukup lama.Terjadinya kecelakaan kerja konstruksi kemungkinan besar diakibatkan dari beberapa hal berikut, yaitu : -
Tidak dilibatkannya tenaga ahli K3L konstruksi dan penggunaan metode pelaksanaan yang kurang tepat.
-
Lemahnya pengawasan K3L.
-
Kurang memadainya kualitas dan kuantitas ketersediaan peralatan pelindung diri.
-
Kurang disiplinnya tenaga kerja dalam mematuhi ketentuan mengenai K3L. Kondisi tersebut mengakibatkan sering terjadi kecelakaan kerja yang pada umumnya
disebabkan kesalahan manusia baik aspek kompetensi para pelaksana maupun pemahaman arti penting penyelenggaraan K3L. Hambatan pelaksanaan K3L antara lain : -
Terbatasnya persepsi tentang K3L.
-
Kurang perhatian dan pengawasan
-
Ada anggapan K3L menambah biaya
-
Tanggungjawab K3L hanya pada kontraktor saja
-
Kurang aktifnya perusahaan asuransi terhadap K3L. Industri jasa konstruksi merupakan salah satu sector industry yang memiliki resiko
kecelakaan kerja yang cukup tinggi. Berbagai penyebab utama kecelakaan kerja pada proyek konstruksi adalah hal-hal yang berhubungan dengan karakteristik proyek konstruksi yang bersifat unik, lokasi kerja yang berbeda-beda, terbuka dan dipengaruhi cuaca, waktu pelaksanaan yang terbatas, dinamis dan menuntut ketahanan fisik yang tinggi, serta banyak menggiunkan tenga kerja yang tidak terlatih. Bila menejeman K3L sangat lemah akibatnya para pekerja bekerja dengan metoda pelaksanaan konstruksi yang berisiko tinggi.
Manajemen Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lingkungan (K3L) Pada Pembangunan Gedung
15
Tabel. 2.1 Jenis kecelakaan dan bidang industry Bidang Industri
Jenis Kecelakaan
Manufaktur (termasuk elektronik, produksi metal dan lain-lain)
1. terjepit, terlindas 2. teriris, terpotong 3. jatuh terpeleset 4. tindakan yg tidak benar 5. tertabrak 6. berkontak dengan bahan yang berbahaya 7. terjatuh, terguling 8. kejatuhan barang dari atas 9. terkena benturan keras 10. terkena barang yang runtuh, roboh
Elektronik (manufaktur)
1. teriris, terpotong 2. terlindas, tertabrak 3. berkontak dengan bahan kimia 4. kebocoran gas 5. Menurunnya daya pendengaran, daya penglihatan
Produksi metal (manufaktur)
1. terjepit, terlindas 2. tertusuk, terpotong, tergores 3. jatuh terpeleset 1. terjepit, terlindas 2. teriris, terpotong, tergores 3. jatuh terpeleset 4. tindakan yang tidak benar 5. tertabrak 6. terkena benturan keras 1. jatuh terpeleset 2. kejatuhan barang dari atas 3. terinjak 4. terkena barang yang runtuh, roboh 5. berkontak dengan suhu panas, suhu dingin 6. terjatuh, terguling 7. terjepit, terlindas 8. tertabrak 9. tindakan yang tidak benar 10. terkena benturan keras
Petrokimia(minyak dan produksi batu bara, produksi karet, produksi karet, produksi plastik)
Konstruksi
Produksi alat transportasi bidang reparasi
1. terjepit, terlindas 2. tertusuk, terpotong, tergores 3. terkena ledakan
Manajemen Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lingkungan (K3L) Pada Pembangunan Gedung
16
II.4.2 Data-data Tentang Kecelakaan Kerja Soekotjo Joedoatmodjo, Ketua Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional (DK3N) menyatakan bahwa frekuensi kecelakaan kerja di perusahaan semakin meningkat, sementara kesadaran pengusaha terhadap Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) masih rendah, yang lebih memprihatinkan pengusaha dan pekerja sektor kecil menengah menilai K3 identik dengan biaya sehingga menjadi beban, bukan kebutuhan. Catatan PT Jamsostek dalam tiga tahun terakhir (1999 – 2001) terbukti jumlah kasus kecelakaan kerja mengalami peningkatan, dari 82.456 kasus pada 1999 bertambah menjadi 98.902 kasus di tahun 2000 dan berkembang menjadi 104.774 kasus pada 2001. Untuk angka 2002 hingga Juni, tercatat 57.972 kasus, sehingga rata – rata setiap hari kerja terjadi sedikitnya lebih dari 414 kasus kecelakaan kerja di perusahaan yang tercatat sebagai anggota Jamsostek. Sedikitnya 9,5 persen dari kasus kecelakaan kerja mengalami cacat, yakni 5.476 orang tenaga kerja, sehingga hampir setiap hari kerja lebih dari 39 orang tenaga kerja mengalami cacat tubuh. (www.gatra.com) Direktur Operasi dan Pelayanan PT Jamsostek (Persero), Djoko Sungkono menyatakan bahwa berdasarkan data yang ada pada PT Jamsostek selama Januari-September 2003 selama di Indonesia telah terjadi 81.169 kasus kecelakaan kerja, sehingga rata-rata setiap hari terjadi lebih dari 451 kasus kecelakaan kerja. Ia mengatakan dari 81.169 kasus kecelakaan kerja, 71 kasus diantaranya cacat total tetap, sehingga rata-rata dalam setiap tiga hari kerja tenaga kerja mengalami cacat total dan tidak dapat bekerja kembali. “Sementara tenaga kerja yang meninggal dunia sebanyak 1.321 orang, sehingga hampir setiap hari kerja terdapat lebih tujuh kasus meninggal dunia karena kecelakaan kerja,” ujarnya (www.kompas.co.id) Menurut International Labour Organization (ILO), setiap tahun terjadi 1,1 juta kematian yang disebabkan oleh karena penyakit atau kecelakaan akibat hubungan pekerjaan. Sekitar 300.000 kematian terjadi dari 250 juta kecelakaan dan sisanya adalah kematian karena penyakit akibat hubungan pekerjaan, dimana diperkirakan terjadi 160 juta penyakit akibat hubungan pekerjaan baru setiap tahunnya (Pusat Kesehatan Kerja, 2005)
Manajemen Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lingkungan (K3L) Pada Pembangunan Gedung
17
II.4.3. Faktor Risiko di Tempat Kerja Berkaitan dengan faktor yang mempengaruhi kondisi kesehatan kerja, seperti disebutkan diatas, dalam melakukan pekerjaan perlu dipertimbangkan berbagai potensi bahaya serta resiko yang bisa terjadi akibat sistem kerja atau cara kerja, penggunaan mesin, alat dan bahan serta lingkungan disamping factor manusianya. Istilah hazard atau potensi bahaya menunjukan adanya sesuatu yang potensial untuk mengakibatkan cedera atau penyakit, kerusakan atau kerugian yang dapat dialami oleh tenaga kerja atau instansi. Sedang kemungkinan potensi bahaya menjadi manifest, sering disebut resiko. Baik “hazard” maupun “resiko” tidak selamanya menjadi bahaya, asalkan upaya pengendaliannya dilaksanakan dengan baik. Ditempat kerja, kesehatan dan kinerja seseorang pekerja sangat dipengaruhi oleh: 1. Beban Kerja berupa beban fisik, mental dan sosial sehingga upaya penempatan pekerja yang sesuai dengan kemampuannya perlu diperhatikan 2. Kapasitas Kerja yang banyak tergantung pada pendidikan, keterampilan, kesegaran jasmani, ukuran tubuh, keadaan gizi dan sebagainya. 3. lingkungan Kerja sebagai beban tambahan, baik berupa faktor fisik, kimia, biologik, ergonomik, maupun aspek psikososial. Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di setiap tempat kerja termasuk di sektor kesehatan. Untuk itu kita perlu mengembangkan dan meningkatkan K3 disektor kesehatan dalam rangka menekan serendah mungkin risiko kecelakaan dan penyakit yang timbul akibat hubungan kerja, serta meningkatkan produktivitas dan efesiensi. Dalam pelaksanaan pekerjaan sehari-hari karyawan/pekerja di sektor kesehatan tidak terkecuali di Rumah Sakit maupun perkantoran, akan terpajan dengan resiko bahaya di tempat kerjanya. Resiko ini bervariasi mulai dari yang paling ringan sampai yang paling berat tergantung jenis pekerjaannya. Dari hasil penelitian di sarana kesehatan Rumah Sakit, sekitar 1.505 tenaga kerja wanita di Rumah Sakit Paris mengalami gangguan muskuloskeletal (16%) di mana 47% dari gangguan tersebut berupa nyeri di daerah tulang punggung dan pinggang. Dan dilaporkan juga pada 5.057 perawat wanita di 18 Rumah Sakit didapatkan 566 perawat wanita adanya hubungan kausal antara pemajanan gas anestesi dengan gejala neoropsikologi antara lain berupa mual, kelelahan, kesemutan, keram pada lengan dan tangan.
Manajemen Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lingkungan (K3L) Pada Pembangunan Gedung
18
Di perkantoran, sebuah studi mengenai bangunan kantor modern di Singapura dilaporkan bahwa 312 responden ditemukan 33% mengalami gejala Sick Building Syndrome (SBS). Keluhan mereka umumnya cepat lelah 45%, hidung mampat 40%, sakit kepala 46%, kulit kemerahan 16%, tenggorokan kering 43%, iritasi mata 37%, lemah 31%. Dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, pasal 23 mengenai kesehatan kerja disebutkan bahwa upaya kesehatan kerja wajib diseleng-garakan pada setiap tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai resiko bahaya kesehatan yang besar bagi pekerja agar dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya, untuk memperoleh produktivitas kerja yang optimal, sejalan dengan program perlindungan tenaga kerja.
II.5 Pentingnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai ilmu terapan, yang bersifat multidisiplin didalam era global dewasa hadir dan berkembang dalam aspek keilmuannya (di bidang pendidikan maupun riset) maupun dalam bentuk program-program yang dilaksanakan di berbagai sektor yang tentunya penerapannya didasari oleh berbagai macam alasan . Menurut catatan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), 45% penduduk dunia dan 58% penduduk yang berusia diatas sepuluh tahun tergolong tenaga kerja. Diperkirakan dari jumlah tenaga kerja diatas, sebesar 35% sampai 50% pekerja di dunia terpajan bahaya fisik, kimia, biologi dan juga bekerja dalam beban kerja fisik dan ergonomi yang melebihi kapasitasnya, termasuk pula beban psikologis serta stress. Dikatakan juga bahwa hampir sebagain besar pekerja didunia, sepertiga masa hidupnya terpajan oleh bahaya yang ada di masing-masing pekerjaanya. Dan yang sangat memperihatinkan adalah bahwa hanya 5% hingga 10% dari tenaga kerja tadi yang mendapat layanan kesehatan kerja di Negara yang sedang berkembang. Sedangkan di negara industri tenaga kerja yang memperoleh layanan kesehatan kerja diperkirakan baru mencapai 50%. Kenyataan diatas jelas menggambarkan bahwa sebenarnya hak azasi pekerja untuk hidup sehat dan selamat dewasa ini belum dapat terpenuhi dengan baik. Masih banyak manusia demi untuk dapat bertahan hidup justru mengorbankan kesehatan dan keselamatannya dengan bekerja ditempat yang penuh dengan berbagai macam bahaya yang mempunyai risiko langsung maupun yang baru diketahui risikonya setelah waktu yang cukup lama. Dari uraian diatas akan dapat
Manajemen Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lingkungan (K3L) Pada Pembangunan Gedung
19
dipahami bahwa Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai ilmu maupun sebagai program memang sangat diperlukan untuk menegakkan hak azasi manusia (khususnya pekerja) untuk hidup sehat dan selamat. Di sisi lain, kajian mengenai aspek biaya atau aspek ekonomi yang harus ditanggung oleh negara-negara didunia sehubungan dengan penyakit-penyakit akibat kerja maupun yang berhubungan dengan pekerjaan, biaya-biaya kompensasi yang harus ditanggung akibat cidera, kecacatan akibat terjadinya kecelakaan merupakan beban yang harus dipikul. Belum lagi kerugian kerugian lain karena hilangnya hari kerja, kerusakan properti, tertundanya produksi akibat terjadinya kecelakaan. Tentunya kerugian (loss) yang diakibatkan masalah kesehatan maupun masalah keselamatan bila tidak dikendalikan dengan baik akan menjadi beban saat ini maupun dikemudian hari. Karena itulah Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai ilmu terapan maupun dalam berbagai bentuk programnya sangat diperlukan agar kerugian yang kelak dapat terjadi
bisa
diperkecil
atau
ditiadakan
kalau
memang
memungkinkan.
Tentunya dalam rangka menegakkan hak azasi manusia untuk hidup sehat dan selamat, serta tidak terjadinya berbagai kerugian dan beban ekonomi seperti yang diuraikan, dikembangkan perangkat hukum (legal) pada tingkat internasional, regional naupun nasional. Kita ketahui ada berbagai konvensi yang berhubungan dengan masalah kesehatan dan keselamatan pada tingkat internasional maupun regional yang perlu dipatuhi. Adapula dalam berbagai bentuk regulasi atau standar-standar tertentu yang berkaitan dengan masalah kesehatan dan keselamatan. Dalam hubungan inilah Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai keilmuan maupun sebagai program berfungsi membantu pelaksanaan penerapan aspek legal. Bahkan dengan pendekatan ilmiahnya melalui penelitian atau riset yang dilakukan Keselamatan dan Kesehatan Kerja ikut membantu pula memberi masukan pada penyusunan kebijakan dalam menentukan standar-standar tertentu dalam bidang kesehatan dan keselamatan. Dengan demikian kehadiran Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai suatu pendekatan ilmiah maupun dalam berbagai bentuk programnya di berbagai sektor bukan tanpa alasan. Alasan yang pertama adalah karena hak azasi manusia untuk hidup sehat dan selamat, dan alasan yang kedua adalah alasan ekonomi agar tidak terjadi kerugian dan beban ekonomi akibat masalah keselamatan dan kesehatan, serta alasan yang ketiga adalah alasan hukum. Alasan pentingnya K3L dapat ditinjau dari faktor :
Manajemen Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lingkungan (K3L) Pada Pembangunan Gedung
20
-
Manusiawi Membiarkan terjadinya kecelakaan kerja, tanpa berusaha melakukan sesuatu untuk memperbaiki keadaan, merupakan suatu tindakan yang tidak manusiawi. Hal oni karena kecelakaan kerja yang terjadi tidak hanya menimbulkan penderitaan bagi pekerja (misalnya kematian, cacat tubuh, luka berat, luka ringan) melainkan juga penderitaan bagi keluarga korban. Oleh karena itu, pelaksana konstruksi mempunyai kewajiban untuk melindungi pekerjanya dengan cara menyediakan lapangan kerja yang nyaman.
-
Ekonomi Setiap kecelakaan kerja yang terjadi akan menimbulkan kerugian ekonomi seperti kerusakan mesin, peralatan, bahan bangunan, biaya pengobatan, biaya santunan kecelakaan dan sebagainya. Oleh karena itu dengan melakukan langkah-langkah pencegahan kecelakaan, maka selain dapat mencegah terjadinya cedera pada pekerja, kontraktor juga dapat menghemat biaya yang harus dikeluarkan.
-
Undang Undang dan Peraturan UU dan Peraturan dikeluarkan Pemerintah atau suatu organisasi bidang keselamatan kerja dengan pertimbangan bahwa masih banyak kecelakaan yang terjadi seiring semakin meningkatnya pekerjaan dengan menggunakan teknologi modern. Pekerja konstruksi merupakan pelaku yang rawan mengalami kecelakaan kerja sementara pelaku sangat penting artinya pada bidang konstruksi.
-
Nama Baik Perusahaan Suatu perusahaan yang memiliki reputasi yang baik dapat mempengaruhi kemampuannya bersaing dengan perusahaan lain. Reputasi atau citra perusahaan juga merupakan sumber daya penting terutama bagi industry jasa termasuk jasa konstruksi karena berhubungan dengan kepercayaan pemberi jasa atau pemilik proyek. Prestasi keselamatan kerja perusahaan mendukung reputasi perusahaan, sehingga dapat dikatakan bahwa presatsi keselamatan kerja yang baik akan memberikan keuntungan kepada perusahaan secara tidak langsung.
Manajemen Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lingkungan (K3L) Pada Pembangunan Gedung
21
II.6 Konsep Dasar Keselamatan dan Kesehatan Kerja Keselamatan dan Kesehatan Kerja bagi sebagai ilmu terapan yang bersifat multidisiplin maupun sebagai suatu program yang didasarkan oleh suatu dan alasan tetentu perlu dipahami dan dipelajari secara umum maupun secara khusus. Secara umum adalah memahami prinsip dasarnya sedangkan secara khusus adalah memahami pendekatan masing keilmuan yang terlibat didalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Sebagai ilmu yang bersifat multidisiplin, pada hakekatnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja mempunyai tujuan untuk memperkecil atau menghilangkan potensi bahaya atau risiko yang dapat mengakibatkan kesakitan dan kecelakaan dan kerugian yang mungkin terjadi. Kerangka konsep berpikir Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah menghindari resiko sakit dan celaka dengan pendekatan ilmiah dan praktis secara sistimatis (systematic), dan dalam kerangka piker kesistiman (systemoriented). Untuk memahami penyebab dan terjadinya sakit dan celaka, terlebih dahulu perlu dipahami potensi bahaya (hazard) yang ada, kemudian perlu mengenali (identify) potensi bahaya tadi, keberadaannya, jenisnya, pola interaksinya dan seterusnya. Setelah itu perlu dilakukan penilaian (asess, evaluate) bagaimana bahaya tadi dapat menyebabkan risiko (risk) sakit dan celaka dan dilanjutkan dengan menentukan berbagai cara (control, manage) untuk mengendalikan atau mengatasinya. Langkah langkah sistimatis tersebut tidak berbeda dengan langkah-langkah sistimatis dalam pengendalian resiko (risk management). Oleh karena itu pola pikir dasar dalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada hakekatnya adalah bagaimana mengendalikan resiko dan tentunya didalam upaya mengendalikan risiko tersebut masing-masing bidang keilmuan akan mempunyai
pendekatan-pendekatan
tersendiri
yang
sifatnya
sangat
khusus.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang mempunyai kerangka pikir yang bersifat sistimatis dan berorientasi kesistiman tadi, tentunya tidak secara sembarangan penerapan praktisnya di berbagai sektor didalam kehidupan atau di suatu organisasi. Karena itu dalam rangka menerapkan keselamatan dan kesehatan kerja ini diperlukan juga pengorganisasian secara baik dan benar. Dalam hubungan inilah diperlukan Sistim Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang Terintegrasi (Integrated Occupational Health and Safety Management System) yang perlu dimiliki oleh setiap organisasi. Melalui sistim manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Manajemen Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lingkungan (K3L) Pada Pembangunan Gedung
22
inilah pola pikir dan berbagai pendekatan yang ada diintegrasikan kedalam seluruh kegiatan operasional organisasi agar organisasi dapat berproduksi dengan cara yang sehat dan aman, efisien serta menghasilkan produk yang sehat dan aman pula serta tidak menimbulkan dampak lingkungan yang tidak diinginkan. Perlunya organisasi memiliki sistim manajemen Keselamatan dan Kesehatan kerja yang terintegrasi ini, dewasa ini sudah merupakan suatu keharusan dan telah menjadi peraturan. Organisasi Buruh Sedunia (ILO) menerbitkan panduan Sistim Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Di Indonesia panduan yang serupa dikenal dengan istilah SMK3, sedang di Amerika OSHAS 1800-1, 1800-2 dan di Inggris BS 8800 serta di Australia disebut AS/NZ 480-1. Secara lebih rinci lagi asosiasi di setiap sektor industri di dunia juga menerbitkan panduan yang serupa seperti misalnya khusus dibidang transportasi udara, industri minyak dan gas, serta instalasi nuklir dan lain-lain sebagainya. Bahkan dewasa ini organisasi tidak hanya dituntut untuk memiliki sistim manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi, lebih dari itu organisasi diharapkan memiliki budaya sehat dan selamat (safety and health culture) dimana setiap anggotanya menampilkan perilaku aman dan sehat. II.7 Pendidikan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Tujuan pendidikan keselamatan dan kesehatan kerja adalah mencegahterjadinya kecelakaan. Cara efektif untuk mencegah terjadinya kecelakaan, harus diambil tindakan yang tepat terhadap tenaga kerja dan perlengkapan, agar tenaga kerja memiliki konsep keselamatan dan kesehatan kerja demi mencegah terjadinya kecelakaan.
Tabel 2.2 Kegiatan dan Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Kegiatan
Tujuan
Tujuan keselamatan dan kesehatan kerja
Melindungi kesehatan tenaga kerja, meningkatkan efisiensi kerja, mencegah terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit.
Berbagai arah keselamatan dan kesehatan kerja
1. Mengantisipasi keberadaan faktor penyebab bahaya dan melakukan pencegahan sebelumnya. 2. Memahami jenis-jenis bahaya yang ada di tempat kerja 3. Mengevaluasi tingkat bahaya di tempat kerja 4. Mengendalikan terjadinya bahaya atau komplikasi.
Manajemen Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lingkungan (K3L) Pada Pembangunan Gedung
23
Mengenai peraturan keselamatan dan kesehatan tenaga kerja
Yang terutama adalah UU Keselamatan dan Kesehatan Tenaga Kerja dan Detail Pelaksanaan UU Keselamatan dan Kesehatan Tenaga Kerja.
Faktor penyebab berbahaya yang sering ditemui
1. Bahaya jenis kimia: terhirup atau terjadinya kontak antara kulit dengan cairan metal, cairan non-metal, hidrokarbon dan abu, gas, uap steam, asap dan embun yang beracun. 2. Bahaya jenis fisika: lingkungan yang bertemperatur panas dingin, lingkungan yang beradiasi pengion dan non pengion, bising, vibrasi dan tekanan udara yang tidak normal. 3. Bahaya yang mengancam manusia dikarenakan jenis proyek: pencahayaan dan penerangan yang kurang, bahaya dari pengangkutan, dan bahaya yg ditimbulkan oleh peralatan.
Cara pengendalian ancaman bahaya kesehatan kerja
1. Pengendalian teknik: mengganti prosedur kerja, menutup mengisolasi bahan berbahaya, menggunakan otomatisasi pekerjaan, menggunakan cara kerja basah dan ventilasi pergantian udara. 2. Pengendalian administrasi : mengurangi waktu pajanan, menyusun peraturan keselamatan dan kesehatan, memakai alat pelindung, memasang tanda-tanda peringatan, membuat daftar data bahan-bahan yang aman, melakukan pelatihan sistem penangganan darurat. 3. Pemantauan kesehatan : melakukan pemeriksaan kesehatan. Menurut H. W. Heinrich, penyebab kecelakaan kerja yang sering ditemui adalah perilaku yang tidak aman sebesar 88%, kondisi lingkungan yang tidak aman sebesar 10%, atau kedua hal tersebut di atas terjadi secara bersamaan. Oleh karena itu, pelaksanaan diklat keselamatan dan kesehatan tenaga kerja dapat mencegah perilaku yang tidak aman dan memperbaiki kondisi lingkungan yang tidak aman.
Mengapa diperlukan adanya pendidikan keselamatan dan kesehatan kerja
Tujuan pelatihan
Agar tenaga kerja memiliki pengetahuan dan kemampuan mencegah kecelakaan kerja, mengembangkan konsep dan kebiasaan pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja, memahami ancaman bahaya yang ada di tempat kerja dan menggunakan langkah pencegahan kecelakaan kerja.
Manajemen Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lingkungan (K3L) Pada Pembangunan Gedung
24
Peraturan yang perlu ditaati
UU Keselamatan dan Kesehatan Kerja mengatur agar tenaga kerja, petugas keselamatan dan kesehatan kerja dan manajer wajib mengikuti pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja.
Obyek pendidikan dan pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja
1. Petugas keselamatan dan kesehatan kerja 2. Manajer bagian operasional keselamatan dan kesehatan kerja 3. Petugas operator mesin dan perlengkapan yang berbahaya 4. Petugas operator khusus 5. Petugas operator umum 6. Petugas penguji kondisi lingkungan kerja 7. Petugas estimasi keselamatan pembangunan 8. Petugas estimasi keselamatan proses produksi 9. Petugas penyelamat 10. Tenaga kerja baru atau sebelum tenaga kerja mendapat rotasi pekerjaan.
Jadwal dan isi program pelatihan
Berbagai obyek pelatihan disesuaikan dengan peraturan mengenai jadwal dan isi program pelatihan.
Prinsip analisa keselamatan dan kesehatan kerja
Mencari penyebab dari seluruh tingkat lapisan, dari lapisan umum sampai dengan pokok penyebabnya dicari secara tuntas, hingga dapat diketahui penyebab utamanya dan melakukan perbaikan.
Pencegahan kecelakaan kerja
Untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja, sebelumnya harus dimulai dari pengenalan bahaya di tempat kerja, estimasi, tiga langkah pengendalian, dalam pengenalan bahaya perlu adanya konfirmasi keberadaan bahaya di tempat kerja, memutuskan pengaruh bahaya; dalam mengestimasi bahaya perlu diketahui adanya tenaga kerja di bawah ancaman bahaya pajanan atau kemungkinan pajanan, konfirmasi apakah kadar pajanan sesuai dengan peraturan, memahami pengendalian perlengkapan atau apakah langkah manajemen sesuai persyaratan; dalam pengendalian bahaya perlu dilakukan pengendalian sumber bahaya, dari pengendalian jalur bahaya, dari pengendalian tambahan terhadap tenaga kerja pajanan, menetapkan prosedur pengamanan.
Tindakan penanganan setelah terjadi kecelakaaan kerja
Berdasarkan UU Perlindungan Tenaga Kerja dan Kecelakaan Kerja, pemilik usaha pada saat mulai memakai tenaga kerja, harus membantu tenaga kerjanya untuk mendaftar keikutsertaan asuransi
Manajemen Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lingkungan (K3L) Pada Pembangunan Gedung
25
tenaga kerja, demi menjamin keselamatan tenga kerja. Selain itu, setelah terjadi kecelakaan kerja, pemilik usaha wajib memberikan subsidi kecelakaan kerja, apabila pemilik usaha tidak mendaftarkan tenaga kerjanya ikut serta asuransi tenaga kerja sesuai dengan UU Standar Ketenagakerjaan, maka pemilik usaha akan dikenakan denda. II.8 Konsep dan Batasan Kesehatan Lingkungan II.8.1. Pengertian Kesehatan dan Lingkungan Pengertian Kesehatan menurut WHO adalah “Keadaan yg meliputi kesehatan fisik, mental, dan sosial yg tidak hanya berarti suatu keadaan yg bebas dari penyakit dan kecacatan.” Pengertian Kesehatan menurut UU No 23 / 1992 ttg kesehatan adalah “Keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.” Pengertian lingkungan menurut Encyclopaedia of science & technology (1960) “ Sejumlah kondisi di luar dan mempengaruhi kehidupan dan perkembangan organisme.” Menurut Encyclopaedia Americana (1974) adalah “ Pengaruh yang ada di atas/sekeliling organisme.” Menurut A.L. Slamet Riyadi (1976) adalah “ Tempat pemukiman dengan segala sesuatunya dimana organismenya hidup beserta segala
keadaan dan kondisi yang secara
langsung maupun tidak dpt diduga ikut mempengaruhi tingkat
kehidupan maupun kesehatan
dari organisme itu.” Pengertian kesehatan dan lingkungan menurut HAKLI (Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia) adalah
“ Suatu kondisi lingkungan yang mampu menopang
keseimbangan ekologi yang dinamis antara
manusia dan lingkungannya untuk mendukung
tercapainya kualitas hidup manusia yang sehat Organization) adalah lingkungan agar dapat
dan bahagia. Menurut WHO (World Health
“Suatu keseimbangan ekologi yang harus ada antara manusia dan menjamin keadaan sehat dari manusia.” Menurut kalimat yang
merupakan gabungan (sintesa dari Azrul Azwar, Slamet Riyadi, WHO dan Sumengen) adalah “ Upaya perlindungan, pengelolaan, dan modifikasi lingkungan yang diarahkan menuju keseimbangan ekologi pd tingkat kesejahteraan manusia yang semakin meningkat.”
Manajemen Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lingkungan (K3L) Pada Pembangunan Gedung
26
II.8.2 Konsep dan Batasannya Pengertian kesehatan Menurut WHO “Keadaan yg meliputi kesehatan fisik, mental, dan sosial yg tidak hanya berarti suatu keadaan yg bebas dari penyakit dan kecacatan.” Menurut UU No 23 / 1992 ttg kesehatan “Keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.” Pengertianlingkungan Menurut Encyclopaedia of science & technology (1960) adalah “ Sejumlah kondisi di luar dan mempengaruhi kehidupan dan perkembangan organisme.” Menurut Encyclopaedia Americana
(1974)
adalah
“
Pengaruh
yang
ada
di
atas/sekeliling
organisme.”
MenurutA. L. SlametRiyadi (1976) adalah “ Tempat pemukiman dengan segala sesuatunya dimana organismenya hidup beserta segala
keadaan dan kondisi yang secara langsung maupun
tidak dpt diduga ikut mempengaruhi tingkat
kehidupan maupun kesehatan dari organisme itu.”
Pengertian kesehatan lingkungan Menurut HAKLI (Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia) “ Suatu kondisi lingkungan yang mampu menopang keseimbangan ekologi yang dinamis antara
manusia dan
lingkungannya untuk mendukung tercapainya kualitas hidup manusia yang sehat dan bahagia.” Menurut WHO (World Health Organization) “Suatu keseimbangan ekologi yang harus ada antara manusia dan lingkungan agar dapat
menjamin keadaan sehat dari manusia.” Menurut
kalimat yang merupakan gabungan (sintesa dari Azrul Azwar, Slamet Riyadi, WHO dan Sumengen) “ Upaya perlindungan, pengelolaan, dan modifikasi lingkungan yang diarahkan menuju
keseimbangan ekologi pd tingkat kesejahteraan manusia yang semakin meningkat.”
Manajemen Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lingkungan (K3L) Pada Pembangunan Gedung
27
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Pembahasan teori diuraikan berdasarkan referensi pustaka berupa makalah-makalah ilmiah dan buku yang relevan dan membahas Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lingkungan (K3L). Kemudian dilakukan pengumpulan data, baik data primer dan data sekunder. Data primer pelaksanaan K3L akan diambil dari Proyek Pembangunan Hotel Santika. Data sekunder pelaksanaan K3L diambil dari Villa Taum Kamala Bali dan Departemen PU. Kajian implementasi pengelolaan faktor non-personil untuk pencegahan kecelakaan kerja kontruksi ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan desk study dan case study. Kegiatan desk study dilakukan untuk melihat sejauh mana peraturan perundangan yang ada di Indonesia telah mengakomodasi kebutuhan pengelolaan faktor nonpersonil. Selanjutnya case study dilakukan untuk menilai sejauh mana sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja pada proyek konstruksi serta implementasinya di lapangan telah memperhatikan kebutuhan akan pengelolaan faktor non-personil dalam pencegahan kecelakaan kerja konstruksi. Untuk kajian terhadap pengelolaan lingkungan kerja, analisis dilakukan dengan membandingan antara literatur serta peraturan. Hal yang dibandingkan adalah poin-poin kontrol yang ada pada literatur maupun peraturan. Dari kedua sumber ini, setiap kontrol dibagi menjadi beberapa kategori berdasarkan lokasi dan posisi pekerjaan. Kategori tersebut adalah: mobilitas/lalu lintas; ketinggian; bekerja di tangga; perancah; dan galian. Studi kasus dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai tingkat implementasi keselamatan di tempat kerja berdasar kepada parameter kontrol yang ada pada literatur yaitu Hughes dan Ferrett (2008), Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. PER. 01/MEN/1980 Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pada Konstruksi Bangunan, serta checklist yang dimiliki oleh kontraktor. Parameter kontrol ini yang kemudian diolah menjadi checklist tersendiri untuk kemudian menjadi dasar pengambilan data di lokasi studi. Pengambilan data dilakukan dengan metode observasi lapangan secara langsung serta wawancara dangan pekerja terkait sebagai data penunjang. Data yang didapat kemudian dianalisis berdasar kepada kriteriakriteria yang berhubungan dengan keselamatan di tempat kerja sehingga tingkat implementasi di lapangan dapat tergambar dengan jelas. Dari hasil analisis yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa tingkat implementasi keselamatan di tempat kerja pada
Manajemen Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lingkungan (K3L) Pada Pembangunan Gedung
28
proyek bangunan gedung di lokasi studi cukup tinggi namun perlu dilakukan pembenahan agar implementasi keselamatan di tempat kerja menjadi maksimal. Untuk mengkaji sejauh mana faktor peralatan kerja dikelola di lapangan untuk mencegah kecelakaan kerja konstruksi, maka dipilih hanya satu peralatan kerja yang signifikan dalam pekerjaan gedung, yaitu alat Tower Crane. Selanjutnya, aspek keselamatan pra operasi pada penggunaan alat berat konstruksi seperti tower crane lebih dipertimbangkan pada pengerjaan konstruksi gedung. Mulai dari peraturan-peratuan pemerintah mengenai pesawat angkat dan kran angkat, sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja, kriteria-kriteria perlengkapan angkat, standar keselamatan, prosedur kegiatan, pengawasan, perawatan, dan pemeliharaan terkait keselamatan pra operasi tower crane perlu perhatian khusus untuk dipertimbangkan. Studi kasus pada suatu proyek konstruksi di kota Medan
yang menggunakan tower crane pada
pembangunan gedung perhotelan digunakan untuk melihat tingkat implementasi persiapan praoperasi alat di lapangan. Analisa dilakukan dengan menyusun peraturan-peraturan mengenai standar
pengelolaan
keselamatan
dalam
matriks
untuk
selanjutnya
dilihat
tingkat
implementasinya. Metode yang dilakukan untuk mencapai tujuan adalah observasi lapangan dan melakukan wawancara. Pada proyek konstruksi gedung studi kasus, sebuah proyek pembanguan gedung hotel di kota Medan, kontraktor utama melakukan penjaminan kualitas pekerjaan, keselamatan kerja, serta lingkungan menjadi satu hal yang tidak dapat dipisahkan. Dalam pelaksanaan di lapangan, ketiga bidang tersebut ditangani oleh seorang staff saja, yakni QSE Manajer yang berada langsung dibawah Project Manager. Struktur organisasi dibuat seperti ini agar pekerjaan dari QSE tidak dapat diintervensi oleh pihak selain Project Manager. Selain melalui desain struktur organisasi tersebut, jaminan produk yang berkualitas, sehat dan aman baik untuk manusia dan lingkungan diberikan dengan berbagai sertifikasi yang dimiliki oleh kontraktor utama, yaitu: Sistem Manajemen Mutu (SMM) Berdasarkan ISO 9001:2000; Sistem Manajemen K3 (SMK3) Berdasarkan OHSAS 18001:1999; Sistem Manajemen Lingkungan (SML) Berdasarkan ISO 14001:2004; dan Sistem Manajemen K3 (SMK3) berdasarkan atruan yang berlaku. Kebutuhan mengenai K3 dalam proyek dilakukan dengan cara tindakan pencegahan terhadap kecelakaan sedini mungkin pada berbagai tingkatan. Kebutuhan ini juga dilaksanakan dengan meningkatkan kepedulian para pekerja terhadap K3 serta peningkatan kualitas kesehatan
Manajemen Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lingkungan (K3L) Pada Pembangunan Gedung
29
dari para pekerjanya. Pada keadaan di lapangan, hal ini dilaksanakan dengan berbagai macam metode. Banyaknya ragam cara yang dilakukan merupakan langkah yang dilakukan untuk memastikan terlaksananya program K3 serta upaya pengingatan secara terus menerus kepada pekerja di lapangan.
III.1 Jadual Penelitian Minggu ke
Kegiatan
1 2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13
14 15 16
Mengumpulkan Referensi Mengumpulkan
Data
Sekunder Mengumpulkan
Data
Primer Analisa data terhadap UU dan Peraturan yang berlaku Pembuatan laporan
III.2 . Anggaran Penelitian No
Keterangan
Jumlah
1
Pengadaan buku referensi
Rp.
600.000,-
2
Pengumpulan data sekunder
Rp.
800.000,-
3
Pengumpulan data primer
Rp.
600.000,-
4
Pembuatan laporan (fotocopy,jilid)
Rp.
200.000,-
5
ATK (tinta printer, kertas, alat tulis)
Rp.
300.000,-
TOTAL
Manajemen Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lingkungan (K3L) Pada Pembangunan Gedung
Rp. 2.500.000,-
30
BAB IV ANALISA DATA
Berdasarkan pada hasil analisa perbandingan yang telah dilakuakan secara desk study, untukseluruh kategori pekerjaan, yaitu mobilitas/lalu lintas; ketinggian; bekerja di tangga; perancah; dan galian, terlihat bahwa kontrol memenuhi peraturan perundangan di Indonesia. Kontrol pada literatur sangat bersifat teknis dengan cakupan yang lebih luas. Sedangkan kontrol yang ada pada peraturan perundangan di Indonesia lebih bersifat umum sehingga perlu diturunkan lagi implementasinya di lapangan agar dapat lebih mudah dimonitor. Sebagai hasil dari kajian lebih lanjut, secara keseluruhan terlihat bahwa kontrol yang ada pada checklist hanya berupa kontrol terhadap kegiatan house keeping serta pengadaan peralatan saja. Kontrol terhadap kegiatan pelaksanaan kerja serta perlakuan terhadap peralatan dan perlengkapan hampir tidak ada. Kontrol seperti ini tidak dimasukkan ke dalam checklist karena teknis pekerjaan di lapangan telah tercantum secara menyeluruh pada prosedur kerja yang ada. Bentuk kontrol yang ada pada perusahaan lebih ditekankan kepada work permit yang artinya safety pada proses pekerjaan tidak diinspeksi secara langsung, namun menjadi tanggung jawab dari mandor selaku penanggung jawab masingmasing pekerjaan yang ada. Secara keseluruhan, terlihat bahwa tingkat implementasi keselamatan di tempat kerja mencapai angka cukup baik, namun perlu ditingkatkan terutama pada jenis pekerjaan yang berupa teknis pekerjaan serta house keeping. Kelalaian pada jenis implementasi di lapangan dapat menyebabkan berbagaijenis kecelakaan kerja. Evaluasi menjadi hal yang wajib dilakukan untuk menaggulangi setiap kemungkinan yangmucul. Sosialisasi pada saat safety talk merupakan hal yang paling efektif, karena pada jenis pekerjaan yang berupateknis pekerjaan dan house keeping, para pekerja sendiri yang memiliki tanggung jawab langsung terhadap kondisidi lapangan. Kondisi lahan yang terbatas di lapangan ternyata membuat permasalahan yang cukup besar dalam implementasi keselamatan di tempat kerja ini. Secara keseluruhan kondisi lahan telah membuat kontrol tidak dapat berjalan sesuai dengan yang seharusnya. Jika dilihat lebih dalam, kondisi lahan di lapangan memang tidak memungkinkan untuk pelaksanaan K3 yang optimal. Keterbatasan ini menyebabkan layout lokasi fabrikasi, warehouse, serta barak pekerja
Manajemen Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lingkungan (K3L) Pada Pembangunan Gedung
31
berpindah-pindah sesuai dengan pekerjaan yang sedang dilakukan. Keterbatasan lahan pula menyebabkan pekerjaan yang seharusnya dapat dikerjakan paralel menjadi tidak optimal. Kondisi seperti ini mengharuskan kontraktor memiliki manajemen proyek yang baik untuk mengatasi kendala tersebut. Selain itu, terdapat juga permasalahan kebiasaan dan ketidaktahuan. Permasalahan seperti ini jika dibiarkan dapat berbahaya karena para pekerja di lapangan dapat terus bekerja dengan dibayangi kecelakaan yang mereka tidak menyadarinya. Perlu peran pihak kontraktor yang langsung dapat menyentuh kesadaran pekerja di lapangan agar hal tersebut tidak terjadi. Dengan meningkatnya kesadaran yang dimiliki oleh pekerja maka tingkat kecelakaan kerjapun dapat diturunkan ke level minimal. Untuk keterbatasan perlengkapan dan peralatan yang erat kaitannya dengan birokrasi, hal ini sepertinya umum terjadi di perusahaan yang besar sehingga prosesnya memakan waktu. Perlu ada pembenahan agar hal ini dapat diminimalisir dampaknya terhadap implementasi keselamatan di tempat kerja di lapangan. Evaluasi untuk faktor ini tentunya difokuskan kepada manajemen proyek kontraktor di lapangan. Berdasarkan pada beberapa peraturan perundangan yang dijadikan sebagai acuandalam desk study dan case study ini, maka aspek-aspek yang dinilai untuk tingkat implementasi keselamatan alat tower crane pra-operasi antara lain: 1. Sistem manajemen keselamatan 2. Perlengkapan angkat 3. Pengawasan dan pemeriksaan 4. Pemeliharaan dan perawatan Sebagai hasil dari observasi di lapangan dan analisa, beberapa permasalahan yang ditemui di lapangan yangmenunjukkan sucah cukup baik penerapan peraturan keselamatan praoperasi peralatan, namun masih harusdiperbaiki lagi.
Manajemen Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lingkungan (K3L) Pada Pembangunan Gedung
32
BAB V KESIMPULAN
Faktor non-personil dalam pencegahan kecelakaan kerja konstruksi pada makalah ini. Faktor lingkungan kerja serta pengelolaan peralatan penting dikelola oleh kontraktor untuk menjamin terciptanya lingkungan dan peralatan kerja yang aman untuk pekerja kontruksi bekerja di lapangan. Berdasarkan hasil desk study dan case study yang telah dilakukan, nampak bahwa kontraktor telah mencoba melakukan pengelolaan faktor non-personil ini dengan cukup baik jika didasarkan pada peraturan perundangan yang ada. Hal ini sangat mungkin terjadi terkait dengan track record kontraktor yang bersangkutan yang telah mendapatkan sertifikasi yang relevan di bidang K3.
Manajemen Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lingkungan (K3L) Pada Pembangunan Gedung
33
DAFTAR PUSTAKA Striaji, 2009, “Perilaku Program Keselamatan Kerja Dalam Upaya Mencegah Keselakaan Kerja Pada PT Kubota Indonesia” dalam http ://onc.indoskripsi.com/node/7942 Adrian T, 2009, “Keselamatan Kerja Pada Pekerja Konstruksi Bangunan” dalam http :///www.dostoc.com/docs/36648130 http://safety4abipraya.wordpress.com/standar-peraturan-prosedur/ Rijanto,2010, “Pedoman Praktis Keselamtan, Kesehatan Kerja dan Lingkungan (K3L) Industri Konstruksi”, Edisi I, Mitra Wacana Media, Jakarta Muhamad Abduh, 2010, Pengelolaan Faktor Non-Personil Untuk Pencegahan Kecelakaan Kerja Konstruksi, Konferensi Nasional Teknik Sipil 4 (KoNTekS 4) , Sanur-Bali http://hadipurnama.wordpress.com/2010/01/22/kesehatan-dan-keselamatan-kerja-lingkunganhidup/ http://fauzalenviron.blogspot.com/2011/02/k3-konstruksi-bangunan.html http://www.slideshare.net/sendytha/presentasi-k3-proyek# http://www.scribd.com/doc/52549090/KESEHATAN-DAN-KESELAMATAN-KERJA-DANLINGKUNGAN-NJN
Manajemen Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lingkungan (K3L) Pada Pembangunan Gedung
34
Manajemen Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lingkungan (K3L) Pada Pembangunan Gedung
35
Manajemen Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lingkungan (K3L) Pada Pembangunan Gedung
36