Kurva Intensitas ………….. Persamaan Monobe
Titiek Widyasari
KURVA INTENSITAS DURASI FREKUENSI (IDF) PERSAMAAN MONONOBE DI KABUPATEN SLEMAN Titiek Widyasari Dosen Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Janabadra Yogyakarta
INTISARI
P
ola curah hujan yang tidak menentu saat ini memberi pengaruh besar terhadap lingkungan perencanaan hidrologi terutama perencanan Daerah Aliran Sungai (DAS) dan perancangan saluran drainase. Perancangan saluran drainase, bendungan, dan bangunan hidraulik lain memerlukan data curah hujan. Perhitungan debit banjir rencana dengan metode rasional untuk perancangan bangunan hidraulik memerlukan data intensitas hujan dalam durasi dan periode ulang tertentu yang dapat diperoleh dari kurva Intensitas Durasi Frekuensi (IDF). Berdasarkan data hujan dari stasiun penakar air hujan yang ada di Kabupaten Sleman dan akibat adaya perubahan pola curah hujan maka perlu dibuat kurva IDF dengan data terbaru. Tujuan penelitian untuk mendapatkan kurva IDF dengan persamaan Mononobe di Kabupaten Sleman. Manfaat penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai dasar untuk perencanan DAS, dan perancangan bangunan hidraulik di Kabupaten Sleman. Di Kabupaten Sleman terdapat 11 stasiun penakar air hujan yang derada di Beran, Godean, Seyegan, Bronggang, Gemawang, Plataran, Tanjung Tirto, Santan, Angin-angin, Prumpung, dan Kemput. Hujan daerah dihitung dengan metode poligon Thiessen, perhitungan hujan rancangan dengan metode analisis frekuensi dilakukan untuk kala ulang 2, 5, dan 100 tahun. Intensitas curah hujan harian dihitung dengan rumus Mononobe dalam kala ulang 2, 5, dan 100 tahun dan waktu hujan 5, 10, 15, 20, 45, 60, 120, 180, dan 360 menit. Penggambaran kurva intensitas durasi frekuensi (IDF) dengan menghubungkan intensitas hujan sebagai absis (sumbu x) dan lama hujan sebagai ordinat (sumbu y). Pola distribusi curah hujan harian maksimum di Kabupaten Sleman mengikuti distribusi log normal. Berdasarkan analisis frekuensi untuk curah hujan rerata maksimum harian di Kabupaten Sleman ternyata hujan rancangan untuk periode ulang 2, 5, dan 100 tahun adalah 62,5461 mm, 77,822 mm, 114,683 mm. Hujan rancangan yang dihitung dengan Persamaan Mononobe berhasil diolah menjadi kurva IDF, yang diperlukan dalam menghitung besar banjir rancangan untuk desain bangunan hidraulik. Kata kunci : kurva intensitas durasi frekuensi (kurva IDF)
I. PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang terletak di daerah yang beriklim tropis. Daerah yang beriklim tropis memiliki dua musim yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Musim kemarau terjadi pada bulan April sampai Oktober, sedangkan musim penghujan terjadi pada bulan Oktober sampai April. Saat ini musim di Indonesia menjadi tidak menentu yang ditandai dengan adanya perubahan pola curah hujan. Musim kemarau yang ISSN 1441 - 1152
85
JANATEKNIKA VOL.11 NO. 2/JULI 2009
seharusnya jarang hujan sering turun hujan. Penyebab terjadinya perubahan pola curah hujan antara lain penebangan hutan secara liar, meningkatnya polusi udara, dan lain-lain. Pola curah hujan yang tidak menentu saat ini memberi pengaruh besar terhadap lingkungan perencanaan hidrologi terutama perencanan Daerah Aliran Sungai (DAS) dan perancangan saluran drainase. Perancangan saluran drainase, bendungan, dan bangunan hidraulik lain memerlukan data curah. Perhitungan debit banjir rencana dengan metode rasional untuk perancangan bangunan hidraulik memerlukan data intensitas hujan dalam durasi dan periode ulang tertentu yang dapat diperoleh dari kurva Intensitas Durasi Frekuensi (IDF). Menurut Suroso (2006) bencana banjir yang sudah menjadi langganan setiap tahun pada saat musim penghujan selama puluhan tahun di wilayah Banyumas, terutama Banyumas bagian selatan yaitu Kecamatan Kemranjen, Kecamatan Sumpiuh, Kecamatan Banyumas dan Kecamatan Tambak. Bencana banjir selain terjadi akibat kerusakan ekosistem ataupun aspek lingkungan yang tidak terjaga tetapi juga disebabkan intensitas hujan yang tinggi. Intensitas berhubungan dengan durasi frekuensi dapat diekspresikan dengan kurva Intensity-Duration-Frequency (IDF). Di Kabupaten Sleman terdapat 11 stasiun penakar air hujan yang derada di Beran, Godean, Seyegan, Bronggang, Gemawang, Plataran, Tanjung Tirto, Santan, Angin-angin, Prumpung, dan Kemput. Berdasarkan data hujan dari stasiun penakar air hujan yang ada di Kabupaten Sleman dan akibat adaya perubahan pola curah hujan perlu dibuat kurva IDF dengan data terbaru. Tujuan penelitian untuk mendapatkan kurva IDF dengan persamaan Mononobe di Kabupaten Sleman. Manfaat penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai dasar untuk perencanan DAS, dan perancangan bangunan hidraulik di Kabupaten Sleman.
II. TINJAUAN PUSTAKA Hujan adalah air yang jatuh dalam bentuk tetesan yang dikondensasikan dari uap air di atmosfer (Seyhan, 1995). Hujan terjadi akibat adanya siklus hidrologi, awan penyebab hujan terjadi akibat adanya proses penguapan, baik dari muka air tanah, permukaan pohon-pohon dan dari air permukaan, dimana hujan akan terjadi apabila berat butir-butir air (di awan) lebih besar dari gaya tekan udara ke atas. Air yang jatuh ke bawah sebelum mencapai permukaan tanah sebagian akan menguap kembali menjadi awan, sedangkan air yang sampai permukaan tanah disebut hujan dan dapat diukur. Pengukur curah hujan yang terjadi pada suatu daerah merupakan hujan yang terjadi pada stasiun tersebut. Hujan di Indonesia yang beriklim tropis memiliki tingkat variabilitas ruang dan waktu yang tinggi, maka untuk wilayah yang luas diperlukan penghitungan hujan daerah. Hujan daerah diperoleh dari harga rata-rata curah hujan beberapa stasiun penakar hujan yang ada di dalam dan/atau di sekitar kawasan tersebut (Suripin, 2004). Menurut Soemarto (1999) ada 3 cara untuk menentukan tinggi hujan daerah yaitu cara Rerata Aljabar, cara poligon Thiessen dan cara Isohyet dari angka curah hujan di beberapa titik pos penakar hujan. Cara Rerata Aljabar akan memberikan hasil yang baik dan dapat dipercaya jika pos penakar atau pencatat ditempatkan secara merata di areal yang diamati. Cara poligon Thiessen didasarkan pada rata-rata timbang dengan masing-masing penakar mempunyai daerah pengaruh yang dibentuk dengan mengambar sumbu tegak ISSN 1441 - 1152
86
Kurva Intensitas ………….. Persamaan Monobe
Titiek Widyasari
lurus terhadap garis penghubung di antara 2 buah pos penakar pada Gambar 2.1. Rumus perhitungan cara poligon Thiessen sebagai berikut. n
R=
n A1 .R1 + A2 .R2 + .... + An .Rn Ai.di =∑ = A1 + A2 + .... + An Ai i =1
∑ Ai.di i =1
A
………………..1)
Dimana : A
:
luas areal total,
R
:
tinggi curah hujan rata-rat areal,
R1 , R2 ...........Rn :
tinggi curah hujan di pos 1,2, ....., n,
A1 , A2 ...........A n :
luas daerah pengaruh pos 1,2, .... , n.
1 A1 2
A2
A3
sungai
3
Gambar 2.1. Poligon Thiessen
ISSN 1441 - 1152
87
JANATEKNIKA VOL.11 NO. 2/JULI 2009
Hujan rancangan dapat ditentukan dengan metode analisis frekuensi data hujan daerah. Metode statistika berupa analisis frekuensi data terukur berupa data hujan dengan panjang data (data series) berkisar 20 tahun. Pemilihan data untuk analisis frekuensi dapat dilakukan dengan 2 cara yang berbeda yaitu annual maximum series dengan mengambil hanya satu besaran maksimum setiap tahun dan partial series dengan menetapkan satu batas bawah (ambang). Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya besaran hujan tertentu dalam satu tahun tidak dimasukkan dalam analisis frekuensi, karena data tersebut bukan besaran maksimum, meskipun mungkin lebih besar dari besaran maksimum yang terjadi di tahun yang berbeda. Intensitas hujan adalah laju hujan atau tinggi air per satuan waktu. Intensitas curah hujan dinotasikan dengan huruf I dengan satuan mm/jam. Perhitungan intensitas hujan menggunakan persamaan Mononobe (Soemarto, 1995). 2 R 24 3 ……………………………………………………….. 2) I = 24 24 t Dimana : I : intensitas hujan (mm/jam), t : waktu, : tinggi hujan rancangan dalam 24 jam. R 24
III. METODE PENELITIAN Lokasi penelitian di Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Pertimbangan pemilihan lokasi karena Kabupaten Sleman merupakan hulu dari sungai-sungai besar yang ada di wilayah Yogyakarta dan ketersediaan data terutama data hujan. Analisis hidrologi memerlukan data yang mencakup semua variabel dan parameter terkait dalam proses penelitian, pada penelitian ini data yang digunakan berupa data sekunder. Data sekunser merupakan data yang terkumpul secara teratur dan teramati oleh instansi terkait, sehingga dapat memberikan info data yang benar-benar akurat dan dan dapat dipertanggung jawabkan. Data hujn diperoleh dari Balai Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai Progo-Opak-Oyo Dinas Pemukiman dan Prasarana Wilayah Bidang Pengairan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Peta wilayah Kabupaten Sleman dari Departeman Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Cipta Karya.
ISSN 1441 - 1152
88
Kurva Intensitas ………….. Persamaan Monobe
Titiek Widyasari
Gambar 3.1. Peta Wilayah Kabupaten Sleman Tahapan yang dilakukan untuk membuat grafik lengkung hujan adalah : 1. Menentukan luas daerah pengaruh masing-masing stasiun penakar curah hujan dengan metode poligon Thiessen. 2. Menghitung hujan daerah harian maksimum untuk tiap-tiap tahun data dari tahun 1993 sampai tahun 2005 menggunakan metode poligon Thiessen kemudian dibuat tabel hujan maksimum harian perbulan. 3. Menentukan parameter statistik dari data yang telah diurutkan dari kecil ke besar, yaitu: mean (x) , standard deviation (S), coeffisient of variation (Cv), coeffisient of skewness (Cs), dan coeffisient of kurtosis (Ck), seperti Persamaan 3 sampai dengan Persamaan 8. a. Rata-rata/ Mean/Avarage n
X=
∑X i =1
i
n
.................................................................................................3) b. Simpangan Baku/ Deviasi Standar
ISSN 1441 - 1152
89
JANATEKNIKA VOL.11 NO. 2/JULI 2009 n
∑(X
S=
i =1
i
− X) 2
(n − 1)
……………………………………………………………4) c. Koefisien Variasi (Variation Coefficient) Cv =
S X
………………………………………………………………………..5) d. Koefisien Kemencengan/ Skewness Cs =
a S3
..................................................................................................6) a=
n n ( X i − X) 3 ∑ (n − 1)(n − 2) i=1
…………………………….......................... e. Koefisien Kurtosis n
Ck =
∑(X i =1
i
7)
− X) 4
n × S4
...................................................................................8) 4. Menentukan jenis distribusi yang sesuai berdasarkan parameter statistik. Menurut Suripin (2004) ada 4 (empat) jenis distribusi frekuensi yang sering digunakan dalam hidrologi yaitu : a. Distribusi Normal Distribusi normal disebut juga distribusi Gauss. Fungsi densitas peluang normal (normal probability density fuction) dapat ditulis sebagai berikut (Soewarno,1995). b. Distribusi Log Normal Distribusi log normal merupakan hasil transformasi dari distribusi normal, yaitu dengan merubah nilai varian x menjadi nilai logaritmik varian x (Soewarno, 1995). c. Distribusi Gumbel Distribusi Gumbel banyak digunakan untuk analisis data maksimum, seperti untuk analisis frekuensi banjir. d. Distribusi Log Person Tipe III Distribusi log person tipe III banyak digunakan dalam analisis hidrologi terutama dalam analisis data maksimum dan minimum dengan nilai ekstrem. Menurut Widyasari (2005) untuk menentukan dugaan (hipotesa) distribusi (sebaran) data sesuai parameter statistik adalah sebagai berikut : a. Distribusi Normal bila Cs ≈ 0 ; Ck ≈ 3 b. Distribusi Log Normal bila Cs ≈ 3Cv ; Cv > 0 c. Distribusi Gumbel bila Cs ≈ 1,4 ; Ck ≈ 5,4 d. Distribusi Log Person bila Cs ≈ 0 ; Ck > 4 s.d 6 5. Dari jenis distribusi terpilih dapat dihitung besaran hujan rancangan untuk kala ulang 2, 5, dan 100 tahun. 6. Melakukan pengujian kecocokan pola distribusi dengan uji Chi-Kuadrat dan uji Smirnov-Kolmogorov untuk mengetahui apakah jenis distribusi yang dipilih dan digunakan sudah tepat. Pengujian parameter yang sering dipakai untuk pengujian pola distribusi data hidrologi adalah : a. Uji Chi-kuadrat
ISSN 1441 - 1152
90
Kurva Intensitas ………….. Persamaan Monobe
Titiek Widyasari
Uji Chi-kuadrat dimaksudkan untuk menentukan apakah persamaan distribusi yang telah dipilih dapat mewakili distribusi statistik sampel data yang dianalisis. pengambilan keputusan uji ini menggunakan parameter Xh2, yang dapat dihitung dengan Persamaan 12. G
Xh = ∑ 2
i=1
(Oi − Ei)2 ………………………………………………................ Ei
...12) b. Uji Smirnov–Kolmogorov Uji kecocokan Smirnov–Kolmogorov, sering juga disebut uji kecocokan non parametrik (non parametric test), karena pengujiaannya tidak menggunakan fungsi distribusi tertentu. Tabel 3.1. Nilai Kritis Do Untuk Uji Smirnov – Kolmogorov N 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 N>50
0.20 0.45 0.32 0.27 0.23 0.21 0.19 0.18 0.17 0.16 0.15
1.07 N 0.5
Derajat Kepercayaan (α) 0.10 0.05 0.51 0.56 0.37 0.41 0.30 0.34 0.26 0.29 0.24 0.27 0.22 0.24 0.20 0.23 0.19 0.21 0.18 0.20 0.17 0.19
1.22 N 0.5
1.36 N 0.5
0.01 0.67 0.49 0.40 0.36 0.32 0.29 0.27 0.25 0.24 0.23
1.63 N 0.5
Sumber : Soewarno, 1995
7. Menentukan intensitas curah hujan harian dengan rumus Mononobe dalam kala ulang 2, 5, dan 100 tahun dan waktu hujan 5, 10, 15, 20, 45, 60, 120, 180, dan 360 menit. 8. Penggambaran kurva intensitas durasi frekuensi (IDF) dengan menghubungkan intensitas hujan sebagai absis (sumbu x) dan lama hujan sebagai ordinat (sumbu y).
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Perhitungan luas area dilakukan untuk menentukan luas area yang diwakili masing-masing stasiun penakar hujan. Perhitungan dilakukan dengan metode poligon Thiessen. Luas poligon masing-masing stasiun penakar hujan digunakan untuk menghitung koefisen poligon yang digunakan dalam perhitungan hujan daerah. Koefisien poligon didapat dengan cara luas masing-masing poligon dibagi luas daerah. Hujan daerah dilakukan dengan metode poligon Thiessen sesuai Persamaan 1, dan hasil hujan daerah dapat dilihat pada Tabel 4.1.
ISSN 1441 - 1152
91
JANATEKNIKA VOL.11 NO. 2/JULI 2009
Tabel 4.1. Hujan Daerah Maksimum Tahunan Kabupaten Sleman
No.
Tahun
Hujan Maksimum (mm)
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005
61,99 71,37 99,01 59,93 93,19 68,11 54,57 60,7 50,98 55,65 39,71 62,54 71,14
Hujan rancangan dihitung berdasarkan hasil hujan daerah maksimum, dengan cara data terlebih dulu data harus diurutkan. Data diurutkan dari nilai terkecil ke nilai terbesar, kemudian dilakukan perhitungan parameter statistik diperoleh nilai Cv = 0,2610 dan Ck = 0,741. Nilai sifat dasar statistiknya mendekati distribusi log normal karena Cv > 0 = 0,2610 Dan Cs ≈ 3Cv= 3 x 0,26 = 0.787 ≈ 0,741. Uji kecocokan Chi-kuadrat dengan jumlah data (n) = 13, derajat kepercayaan (α) = 5 % = 0,05 dan derajat kebebasan (dk) = 1, maka nilai kritis Xo2 = 3,841 dan hasil uji Chi-kuadrat diperoleh Xh2 = 0,2307. Menunjukkan Xh2 < Xh2 yang berarti hipotesis awal bahwa sebaran data mengikuti distribusi log-normal dapat diterima. Uji kecocokan SmirnovKolmogorov dengan jumlah data (n) = 13 dan α= 5 % maka nilai Do = 0,29 dan hasil dari uji Smirnov-Kolmogorov diperoleh Dmaks = 0,091814. Menunjukkan Dmaks < Do yang berarti bahwa sebaran data mengikuti distribusi log-normal dapat diterima untuk uji Smirnov-Kolmogorov. Hasil hujan rancangan di Kabupaten Sleman dapat dilihat pada Tabel 4.2. Tabel 4.2. Hujan Rancangan di Kabupaten Sleman
No.
Kala Ulang (Tahun)
Hujan Rancangan (mm)
1. 2. 3.
2 5 100
62,546 77,822 114,683
Intensitas hujan jam-jaman dari data curah hujan harian digunakan Persamaan Mononobe seperti pada Persamaan 2. Hujan rancangan dengan periode ulang 2 tahun sebesar 62,654 mm dan durasi 5 menit akan diperoleh intesitas hujan sebesar 113,645 mm/jam. Perhitungan intensitas hujan dengan beberapa kala ulang dan durasi hujan dapat dilihat pada Tabel 4.3, kemudian dibuat grafik lengkung hujan seperti pada Gambar 4.1.
ISSN 1441 - 1152
92
Kurva Intensitas ………….. Persamaan Monobe
Titiek Widyasari
Tabel 4.3. Intensitas Hujan di Kabupaten Sleman
Kala Ulang (tahun)
t (menit)
2
5
100
5 10 15 20 45 60 120 180 240 360
113,654 71,597 54,639 45,104 26,268 21,684 13,659 10,424 8,605 6,567
141,412 89,084 67,984 56,1194 32,6834 26,9794 16,996 12,97 10,707 8,171
208,393 131,279 100,185 82,701 48,164 39,758 25,046 19,114 15,778 12,041
Gambar 4.1. Kurva IDF Persamaan Mononobe di Kabupaten Sleman
V. KESIMPULAN Kesimpulan penelitian ini adalah pola distribusi curah hujan harian maksimum di Kabupaten Sleman mengikuti distribusi log normal. Berdasarkan analisis frekuensi untuk curah hujan rerata maksimum harian di Kabupaten Sleman ternyata hujan rancangan untuk periode ulang 2, 5, dan 100 tahun adalah 62,5461 mm, 77,822 mm, 114,683 mm. Hujan rancangan dihitung dengan Persamaan Mononobe berhasil diolah menjadi kurva IDF. Kurva IDF yang dihasilkan tersebut diperlukan dalam menghitung besar banjir rancangan untuk desain bangunan hidraulik.
ISSN 1441 - 1152
93
JANATEKNIKA VOL.11 NO. 2/JULI 2009
DAFTAR PUSTAKA Departemen Pekerjaan Umum, 1989, Metode Perhitungan Debit Banjir SK SNI M – 18 – 1989 – F. Yayasan LPMB : Bandung Seyhan, E., 1995, Dasar-dasar Hidrologi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta Soemarto, C.D., 1999, Hidrologi Teknik Edisi ke - 2. Erlangga : Jakarta Suroso, 2006, Analisis Curah Hujan Untuk Membuat Kurva Intensity-DurationFrequency (IDF) Di Kawasan Rawan Banjir Kabupaten Banyumas. Jurnal Teknik Sipil Volume 3 No. 1 Januari 2006 Universitas Jenderal Soedirman : Purwokerto Suripin, 2004, Teknik Drainase Perkotaan Yang Berkelanjutan. Penerbit Andi : Yogyakarta Widyasari, T., 2005, Buku Ajar Mata Kuliah Rekayasa Hidrologi, Universitas Janabadra, Yogyakarta.
ISSN 1441 - 1152
94