50
JURNAL TEKNIK SIPIL, Volume III, No. 1. Januari 2006: 50 - 56
KARAKTERISTIK HUJAN KOTA SEMARANG: PEMBANGUNAN KURVA INTENSITAS-DURASI-FREKWENSI (IDF) Budi Santoso Universitas Katolik Soegijapranata - Semarang Email:budi
[email protected];
[email protected] ABSTRAK Sebagian besar kota-kota di dunia mengalami banjir. Salah satu sebab yang mungkin terjadi adalah pemilihan rumus yang kurang tepat dalam perancangan saluran. Rumus-rumus import (seperti: mononobe) seringkali digunakan dalam perancangan tersebut, yang belum tentu sesuai dengan keadaan kawasan setempat. Berdasarkan data hujan automatik stasiun hujan Ahmad Yani Semarang dari tahun 1995 sampai dengan tahun 2004, diperoleh hubungan antara intensitas, durasi, dan periode ulang hujan. Kata kunci: intensitas, hujan, mononobe, IDF
LATAR BELAKANG MASALAH Selama berabad-abad orang sudah hidup secara berkelompok di perkotaan. Dalam
Dengan demikian, setelah terjadinya perkembangan kawasan perkotaan bisa bisa menimbulkan efek (gambar 1):
berbagai kasus, mereka memilih suatu kawasan yang tertentu yang didasarkan pada keberadaan
a. volume hujan sebagai air larian permukaan akan membesar
air untuk pelayaran, perdagangan, kebutuhan domestik, pertanian dan sebagainya. Meskipun
b. pada kejadian hujan tertentu, respon kawasan tadahan dipercepatkan, dengan
alasan-alasan untuk bermukim pada mulanya tidak dipahami, urbanisasi, yang ditandai dengan
bertambah terjalnya bagian yang naik dari hidrograf aliran, waktu puncak dan waktu
berkelompok-kelompoknya orang dalam kawasan yang relatif kecil, dikenal sebagai suatu
resesi menjadi berkurang c. besarnya puncak hidrograf naik
proses sejarah yang tidak bisa dihindari. Dalam beberapa negara maju kira-kira 75% jumlah
luahan
penduduk akan tertumpu dalam kawasan kota, seperti kecenderungan yang tercermin dalam pertumbuhan suatu kota. Penumpuan yang besar jumlah penduduk dalam kawasan kota memberikan dampak pada perubahan lanskap dan siklus hidrologi suatu
masa Sebelum Kemajuan
kawasan. Lanskap yang tidak terkontrol bisa menyebabkan padat dan kumuh. Sebagian besar
Selepas Kemajuan
Gambar 1. Perbedaan Antara Hidrograf Sebelum dan Setelah Kemajuan Kota.
permukaan tanah tertutup oleh bahan yang tidak bisa ditembus air dimana kadar infiltrasi terlalu
Sampai sejauh ini, sebagian besar perkotaan
kecil. Hal itu berarti bahwa sebagian besar volume air hujan akan segera membentuk air
di dunia mengalami banjir. Salah satu sebab yang mungkin terjadi adalah pemilihan rumus yang
larian permukaan.
50
Budi Santoso, Karakteristik Hujan Kota Semarang: Pembangunan Kurva Intensitas...
51
kurang tepat dalam perancangan saluran. Rumus-rumus import (seperti: mononobe) seringkali digunakan dalam perancangan tersebut, yang belum tentu sesuai dengan keadaan kaawasan setempat. Dalam kasus demikian, hasil perancangan yang diperoleh di bawah kapasitas yang seharusnya.
PERUMUSAN MASALAH Permasalahan hidrologis yang berkaitan dengan banjir yang terjadi di kawasan perkotaan dapat diinventarisir sebagai berikut: a. Besarnya pertumbuhan jumlah penduduk yang dapat meningkatkan kawasan tak tembus air (impervious) yang tentunya akan meningkatkan aliran permukaan (runoff). b. Banyaknya rumus-rumus import, termasuk intensitas hujan yang telah dipublikasikan, namun semua itu belum tentu sesuai dengan kondisi hidrologis Kota Semarang. c. Data hujan automatik telah tersedia (meski
Gambar 2. Peta Kota Semarang (Waluyo, 2004)
TINJAUAN PUSTAKA Siklus Hidrologi Air adalah sebuah sumber yang secara alami
belum panjang dan sempurna), tetapi belum ada yang mencoba mengembangkan rumus
mengikuti siklus hidrologi, yang pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan
tersendiri yang tentunya lebih sesuai dengan kondisi hidrologis Kota Semarang.
dengan tanpa awal dan akhir yang dapat digambarkan sebagai sebuah sistem.
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
Energi panas matahari akan menyebabkan air laut, sungai, saluran dan danau atau waduk
Dalam penelitian ini akan dibangun suatu persamaan kurva intensitas-durasi-frekwensi
berubah bentuk menjadi uap air. Proses perubahan ini disebut evaporasi (evaporation).
(IDF) khususnya untuk kawasan kota Semarang. Persamaan ini nantinya diharapkan
Evaporasi mempunyai erti penting dalam perpindahan tenaga antara permukaan dan udara
bisa menggantikan rumus-rumus import dalam penentuan intensitas hujan dari data hujan harian.
di atas. Tenaga yang digunakan untuk evaporasi air ini disebut tenaga pendam (latent energy).
Persamaan ini selain akan sangat sesuai untuk Kota Semarang, bisa juga digunakan untuk kota-
Tenaga pendam terperangkap dalam molekul air ketika air berubah dari cair menjadi gas. Delapan
kota lain yang memiliki karakteristik hidrologi yang hampir sama, atau kota-kota lain di
puluh delapan persen air yang masuk ke atmosfer berasal dari lautan yang terletak diantara 60o
Indonesia, khususnya di Jawa yang belum memiliki catatan data hujan otomatis.
lintang utara dan 60o lintang selatan. Sebagian besar air yang terevaporasi dari lautan akan kembali ke lautan secara langsung. Sebagian lagi akan terangkut di atas permukaan tanah
52
JURNAL TEKNIK SIPIL, Volume III, No. 1. Januari 2006: 50 - 56
sebelum menjadi hujan. Uap air mungkin akan terkondensasi berubah kembali menjadi air, dan
Contoh, infiltrasi pada tanah dengan tumbuhtumbuhan hutan lebih tinggi daripada tanah
selanjutnya melepaskan panas pendam (latent heat) yang berubah menjadi panas sensibel
telanjang (bare soils). Akar tanaman melonggarkan dan menciptakan pembuluh
(sensible heat) yang menghangatkan udara di sekelilingnya. Udara panas ini akan terangkat
dimana air dapat masuk ke dalam tanah dengan lebih mudah. Daun dan sampah di atas
ke atas dan mengalami proses pendinginan. Proses ini disebut kondensasi (condensation)
permukaan mengurangi impak hujan yang jatuh, sehingga efek erosi permukaan tanah bias
yang menghasilkan tetesan air. Tetesan air saling berpegangan menjadi tetesan yang lebih besar
dihilangkan atau dikurangkan. Faktor lain yang mempengaruhi infiltrasi adalah intensitas hujan,
sampai mencapai ukuran yang cukup besar untuk jatuh ke permukaan bumi sebagai hujan
kemiringan lahan dan kadar kelembaban tanah. Semakin besar intensitas hujan, semakin besar
(precipitation).
pula infiltrasi yang mungkin terjadi. Ketika terjadi hujan yang cukup besar, tanah mungkin menjadi
Ketika hujan mencapai permukaan, sebagian akan tertahan oleh tumbuh-tumbuhan dan
jenuh (saturated), dan penambahan hujan akan menyebabkan air tidak dapat masuk secara
sebagian lagi akan jatuh langsung ke permukaan tanah. Air hujan yang terkumpul di daun atau
efektif ke dalam tanah lagi. Air limpasan permukaan akan mengalir secara cepat ke
batang tumbuh-tumbuhan disebut intersepsi (interception). Jumlah air yang tertahan oleh tumbuh-tumbuhan tergantung pada jenis
saluran atau sungai, sehingga meningkatkan debit aliran.
tumbuh-tumbuhan. Air tertahan di permukaan daun sampai hal ini menetes ke bawah sebagai
Sebagian air yang menyusup ke dalam tanah akan mengalir secara mendatar sebagai aliran
jatuh tidak kedap (through fall) atau mengalir ke bawah melalui batang daun yang akhirnya
antara (interflow). Air ini mengalir perlahanlahan menerusi akuifer ke dalam sungai atau
mencapai permukaan tanah sebagai aliran batang (stem flow). Sebagian air yang tertahan
kadangkala langsung menuju ke laut. Air yang menyusup juga menghidupkan tumbuhan,
akan menguap kembali ke atmosfer, dan disebut kehilangan intersepsi (interception loss).
sehingga proses transpirasi (transpiration) daun-daun/batang/ranting tumbuhan terjadi.
Setelah mencapai tanah, sebagian air akan
Aliran limpasan permukaan dan aliran antara
menyusup ke dalam tanah ke dalam zon air tanah. Proses ini disebut infiltrasi (infiltration).
dikenal sebagai air limpasan langsung (direct runoff), dan bergerak dari kawasan tadahan ke
Sebagian lagi mungkin akan mengalir di atas permukaan sebagai air limpasan (runoff).
saluran keluar. Secara umum, air laimpasan langsung merupakan penyebab utama terjadinya
Proses infiltrasi dipengaruhi oleh tekstur tanah. Tekstur tanah kasar akan terisi lebih cepat
aliran puncak, dan air limpasan langsung terjadi dari air hujan lebihan. Selisih antara hujan
dibandingkan dengan tekstur tanah halus kerana ruang pori yang lebih kecil dalam satu unit volume
sebenarnya dengan hujan lebihan terdiri dari intersepsi (interception), tampungan lekukan
tanah. Oleh karena itu air limpasan akan terjadi lebih cepat pada tekstur tanah halus. Tumbuh-
(depression storage) dan kelembaban tanah yang terevaporasi atau mengalir ke dalam sistem
tumbuhan juga mempengaruhi besarnya infiltrasi.
air bawah tanah.
53
Budi Santoso, Karakteristik Hujan Kota Semarang: Pembangunan Kurva Intensitas...
Sebagian air di atas permukaan tanah menguap kembali dalam bentuk uap, sebagian
Fenomena ini akan membebani saluran atau sungai yang ada. Apabila saluran atau sungai
besara mengalir masuk ke dalam saluran dan mengalir sebagai air limpasan permukaan.
tersebut tidak memiliki kemampuan untuk menampung seluruh aliran, situasi ini akan
Permukaan air sungai dan danau juga menguap, oleh karena itu kehilangan air masih banyak lagi
menyebabkan terjadinya banjir.
terjadi di sini. Akhirnya, air yang tidak terinfiltrasi atau teruapkan, akan mengalir kembali ke laut
Hujan
mengikutii saluran sungai. Gambar 3 menunjukkan skema siklus hidrologi (Evans,
mencapai permukaan tanah. Hujan merupakan komponen utama dari siklus hidrologi. Hujan
ga.water.usgs.gov).
diperoleh dari air yang berada di atmosfer dalam wujud uap air. Bagaimanapun, kwantitas dan
Di kawasan perkotaan, siklus hidrologi yang terjadi lebih pendek kerana infiltrasi terlalu kecil
formasi hujan dipengaruhi oleh faktor di luar atmosfer, seperti angin, temperatur dan tekanan.
atau bahkan hampir tidak ada. Kawasan perkotaan adalah suatu kawasan yang menjadi
Bentuk Hujan
pusat aktivitas manusia, yang dicirikan dengan kawasan yang kedap air dan adanya badan air
Hujan (precipitation) dapat dibagi dalam dua bentuk, yaitu cair (hujan [rain], gerimis, embun),
buatan. Pertumbuhan kawasan perkotaan memberikan perubahan yang signifikan dalam sifat fisik permukaan tanah, yaitu peningkatan
dan padat (salju, hujan es). Hujan dapat diukur dalam bentuk kedalaman air yang dikumpulkan dalam suatu bejana (dalam mm atau in), atau
luasan lapisan tanah kedap air (Niemczynowicz, 1993).
intensitas hujan (dalam mm/jam atau in/jam).
Hujan digambarkan sebagai air di udara yang
30000 0
350000
400000 42 0000
435000
450000
9 375000
5
0
5
10
15 Km
P.B eng koang
4 3
Laut Jawa
9 25 000 0
5
9345 000
9345 000
P.K AR IMUN JAWA
P .Menjan gan Besa r P .Menjang an Keci l
435000
4Kudus
4500 00
Tegal 3
Pemalang5
3
Batang
Pekalongan
Rembang
2
3
Blora
Grobogan 7
9
Kota Semarang
Kendal
4 5
1
Pati
Demak
Kota Pekalongan
2
Jepara6
3
5
6
8
Banjarnegara
6
Banyumas
Wonosobo
1
2
Kota 6 3 Magelang 7 5
5
Boyolali
Kota Surakarta
Karanganyar
Magel ang
4
9 15000 0
Sragen
6
6
Cilacap 5
Kota 4 Salatiga
7
5 4 3
9 200000
9 200000
Semarang Temanggung
Purbalingga 7
Kebumen
Purworejo 4
Klaten
Sukoharj o
3
3
Prop. Daerah Istimewa Yogyakarta
5
Prop. Jawa Timur
Wonogiri
9 10000 0
2
4
9 10000 0
Samudera Hindia
30000 0
LEGENDA :
Sungai / pantai
Rata-rata per tahun < 1.500 Rata-rata per tahun 1.500 - 2.000 Rata-rata per tahun 2.000 - 2.500
4
Rata-rata per tahun 2.500 - 3.000
5
Rata-rata per tahun 3.000 - 3.500 Rata-rata per tahun 3.500 - 4.000 Rata-rata per tahun 4.000 - 4.500
2
6 7 8 9
Rata-rata per tahun 4.500 - 5.000 Rata-rata per tahun 5.000 - 5.500
350000
400000
15
450000
0
15
30
45
500000
60 Km
N W
0
500000
0
500000
E S
550000
Sum ber : 1. Peta T opografi se-Jawa Tengah skala 1:50.000, tahun 1950 2. Peta Curah Hujan, BMG, skala 1:250.000
Inset
9000000
Jalan Propinsi Jalan Kolektor Jalan Lokal Jalan Kereta Api
3
1
9000000
25000 0
Batas Propinsi Batas Kabupaten
Gambar 3. Siklus Hidrologi (Evans, ga.water.usgs.gov)
9 25 000 0
9 360 000
9360 000
P.Kemuj an P.Nyam uk
42 0000
Kota Tegal
Prop. Jawa Barat
550000
4
Skala 1 : 600 .000
P.P arang
(RERATA 10 TAHUN TERAKHIR)
Brebes
500000
4500 00
KEP. KARIMUNJAWA
9375000
PETA CURAH HUJAN PROPINSI JAWA TENGAH
9 15000 0
25000 0
Disiapkan dalam rangka Kegiatan Penyusunan Database Spasial dan Pembuatan Peta Digital Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Jawa Tengah Kerjasama antara BAPPEDA Propinsi Jawa Tengah -- PUSPICS Fak. Geografi UGM, 2002
Gambar 4. Peta Curah Hujan Propinsi Jawa Tengah (PSDA)
Lapisan tanah kedap air tersebut akan
Hujan bervariasi secara geografis, waktu dan musim. Pemahaman tentang variasi hujan ini
menyebabkan rantai siklus hidrologi ke bawah permukaan tanah menjadi terganggu. Akibatnya
sangat penting untuk kajian sumber daya air dan hidrologi suatu kawasan. Variasi intensitas hujan
sebagian besar air hujan yang jatuh ke permukaan akan menjadi air limpasan permukaan yang akan
sangat penting dalam proses hujan-aliran di dalam wilayah perkotaan. Hal ini disebabkan oleh
meningkatan volume air limpasan permukaan.
karena wilayah perkotaan mempunyai suatu
54
JURNAL TEKNIK SIPIL, Volume III, No. 1. Januari 2006: 50 - 56
waktu tanggapan yang sangat pendek dalam kaitan dengan luas kawasan kedap air yang
diharapkan dapat dilakukan koreksi terhadap konstanta mononobe yang ada. Sedangkan
besar dan jaringan drainase buatan.
dari pendekatan kedua akan dihasilkan konstanta persamaan polinomial yang sesuai
Hujan terjadi ketika uap air mengkondensasi (perubahan dari gas ke cair) menjadi partikel-
untuk kota Semarang.
partikel kecil di udara yang disebut aerosols. Penurunan temperatur yang cepat dialami ketika
2. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian adalah di Kota Semarang,
udara menaik dari daerah permukaan ke daerah yang lebih tinggi di atmosfer. Proses ini disebut
dengan mengambil data hujan dari stasiun hujan automatik Ahmad Yani.
kondensasi.
HASIL PENELITIAN & PEMBAHASAN Metodologi Penelitian Intensitas hujan merupakan salah satu
Data hujan yang digunakan dalam analisis ini adalah data yang diambil dari stasiun hujan
parameter yang paling penting dalam penetapan banjir rencana suatu kawasan, terutama untuk
automatik Ahmad Yani Semarang dari tahun 1995 sampai dengan tahun 2004. Data tahun
daerah aliran sungai (DAS) yang kecil. Dalam penelitian ini akan dicoba untuk
2005 tidak dapat digunakan karena tidak lengkap. Dari data hujan automatik tersebut dapat
mengembangkan persamaan hubungan antara intensitas, durasi, dan frekwensi kejadian hujan dengan studi kasus di kota Semarang.
dikumpulkan data jumlah hujan maksimum untuk masing-masing durasi hujan pada tiap-tiap tahun kejadian. Hasil rekapitulasi tersebut dapat dilihat pada gambar 5 di bawah ini.
1. Rangka Kerja Konseptual. 200.0
Rangka kerja konseptual penelitian ini mengikuti langkah-langkah berikut:
1995.0 180.0
160.0
140.0
meliputi data hujan otomatis dari stasiun hujan yang terdekat dengan kota Semarang,
1997.0 1998.0 1999.0 2000.0
Hujan (mm)
1. Pengumpulan data. Langkah pertama dalam penelitian ini ialah pengumpulan data, yang
1996.0
120.0
2001.0 2002.0
100.0
2003.0 2004.0
80.0
60.0
40.0
20.0
sepanjang minimal sepuluh tahun. 2. Pemisahan data. Langkah berikutnya adalah data distribusi hujan dipisahkan berdasarkan durasi hujan yang terjadi.
0.0 0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
Durasi (jam)
Gambar 5. Hubungan Antara Jumlah Hujan Maksimum Berdasarkan Durasi Hujan dari Tahun 1994 sampai dengan 2004.
3. Analisis frekwensi. Data kejadian hujan yang memiliki durasi hujan yang sama dikumpulkan
Dari gambar 5 di atas, tampak bahwa secara
kemudian dihitung jumlahnya. 4. Analisis Regresi. Analisis regresi dilakukan
umum hujan terbesar terjadi pada tahun 1997, terutama sekali pada durasi hujan di atas 1 (satu
dengan menggunakan dua macam pendekatan, yaitu pendekatan dengan mengguna-
jam). Dengan menggunakan analisis regresi
kan rumus mononobe dan menggunakan rumus polinomial. Dari pendekatan pertama
dengan trend analysis dengan alat bantu spreadsheet excell, diperoleh hubungan antara
Budi Santoso, Karakteristik Hujan Kota Semarang: Pembangunan Kurva Intensitas...
intensitas, durasi, dan frekuensi hujan (IDF curve). Hasil analisis tersebut dapat dilihat pada
55
DAFTAR PUSTAKA Chen, 1983, Rainfall Intensity-Duration-
tabel 1 dan gambar 6 di bawah ini. Persamaan kurva IDF dengan R2 dapat dilihat pada tabel 2.
Frequency Formulas, J. Hydraul. Eng., vol. 109, no. 12, pp. 1603-1621.
Dari gambar 6 di bawah, tampak bahwa
Chow, 1964, Handbook of Applied Hydrology, McGraw-Hill Book Company, 1–1450, 1964.
semakin kecil durasi hijan, nilai intensitas hujan semakin besar.
Chow, Maidment, and Mays, 1988, Applied Hydrology, McGraw-Hill, New York.
Tabel 1. Hubungan Antara Intensitas, Durasi, dan Frekuensi
Chowdhury, Stedinger, and Lu, 1991, Goodnessof-Fit Tests for Regional GEV Flood Distributions, Water Resour. Res., vol. 27, no.7, pp. 1765-1776.Coles, Pericchi, and Sisson, 2003, A fully probabilistic approach to extreme rainfall modelling, J. of Hydrology, 273(1–4), 35–50. Demaree, 1985, Intensity-Duration-Frequency Relationship of Point Precipitation at Uccle, Reference Period 1934–1983, Institut Royal M´et´eorologique de Belgique, Publications S´erie A, 116, 1–52. Fontaine, and Potter, 1989, Estimating
300.00
250.00
2
5
10
25
50
100
Probabilities of Extreme Rainfalls, J.Hydraulic Eng. ASCE, vol. 115, no.11, pp.
200
i (mm/jam)
200.00
Gambar 6. Kurva IDF.
150.00
1562- 1575.Koutsoyiannis, Kozonis, and Manetas, 1998, A mathematical framework
100.00
for studying rainfall intensity-durationfrequency relationships, J. of Hydrology, 206,
50.00
0.00 0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
D (jam)
118–135, 1998. Menabde, Seed, and Pegram, 1999, A simple scaling model for extreme rainfall, Water Resour. Res., 35(1), 335–339, 1999.
Tabel 2. Persamaan IDF dan R2
Dari tabel 2 di atas tampak bahwa semua persamaan memiliki R2 yang mendekati 1, artinya bahwa persamaan tersebut sudah sangat baik dan mewakili hampir seluruh data.
Mohymont, Demaree, and Faka, 2004, Establishment of IDF-curves for precipitation in the tropical area of Central Africa – comparison of techniques and results, Natural Hazards and Earth System Sciences, Vol 4: 375–387. Stern, and Coe, 1984, A model fitting analysis of daily rainfall data (with discussion). J.R. Statist. Soc. A 147, 1-34.
56
JURNAL TEKNIK SIPIL, Volume III, No. 1. Januari 2006: 50 - 56
Vogel, 1986, The Probability Plot Correlation Coefficient Test for the Normal, Lognormal, and Gumbel Distributional Hypotheses, Water Resources Research, Vol.22, No.4, pp 587-590. Willems, 2000, Compound intensity/duration/ frequency-relationships of extreme precipitation for two seasons and two storm types, J. of Hydrology, 233, 189–205, 2000.