HUBUNGAN ANTARA KOMPETENSI PEMAHAMAN STRUKTUR GRAMATIKAL (SYNTACTIC STRUCTURES) DAN KOMPETENSI PRODUKSI KALIMAT BAHASA INGGRIS (The Relationship between Syntactic Structure Comprehension Competence and English Sentence Production Competence) Kurnia Idawati (Email:
[email protected], dan Widiastuti (Email:
[email protected]) ABTRACT Every learning process always involves two elements, namely comprehension and production (understanding what is learned and the ability to use that understanding in practice). Before one is able to produce a sentence, he must first understand the meaning of the resulting sentence. In other words, understanding (comprehension) is a competence that first occurred before the ability to produce (production) in the language acquisition and language learning. Therefore, all aspects of language understanding (language comprehension) initiate or facilitate the ability to produce language (language production). In many theories of learning a second/ foreign language, before learners attempt new tasks in the learning process, they need to understand what they will do. Thus it is assumed that comprehension should and always initiate production capabilities. But on the other hand, it is assumed also that there is always a gap between comprehension and production. One's understanding of something does not guarantee the person is able to express/produce what he has already understood. This is called asymmetric relationship between comprehension and production. Based on the research, it reveals that the students understand the grammatical structures of simple sentences in English (comprehension competence) by an average of 65.64 (65.64%) with a variation of the distribution of scores between them at 8.79. This result is much different from the average score of their production competence which is only 28.36. This means that their sentence production competence is only 28.36% of the expected score of 100 from production test, with a standard deviation of 17.37, which means that the differences in the ability to make English sentences among students are relatively large. The gap between the level of comprehension and production level is also relatively large, ie from 65.64 - 28.36 = 37.28 or 37.28% which means that the students’ average production competence is 37.28% under their comprehension competence. Besides, there is a significant relationship between comprehension and production to the level of correlation of 0.671. However, the influence of the comprehension variable on the production variable that is done by calculating the coefficient of determination is only 45%. Keywords: second language learning, comprehension competence, production competence 1.
PENDAHULUAN
Belajar bahasa asing, dalam hal ini bahasa Inggris, biasanya bermakna belajar berbicara dalam bahasa tersebut sekaligus memahaminya. Saat orang asing bertanya “Do you speak English?” maka itu bermakna juga “and do you understand it too?” Jadi belajar bahasa selalu melibatkan unsur memahami (comprehension) dan menghasilkan (production). Dalam teori psikolinguistik, dan banyak penelitian tentang pemerolehan bahasa pertama
(pada anak-anak), selalu disebutkan bahwa sebelum seseorang mampu menghasilkan kalimat, dia harus terlebih dahulu memahami makna dari kalimat yang dihasilkannya tersebut. Dengan kata lain, pemahaman (comprehension) merupakan kompetensi yang lebih dulu terjadi sebelum kemampuan menghasilkan (production) dalam pemerolehan dan belajar bahasa. Brown (2000:33) menyebutkan bahwa meskipun seorang anak belum mampu mengucapkan bunyi bahasa dengan benar, dia mampu memahami perbedaan bunyi. Sebagai contoh, seorang anak menyebutkan bahwa namanya “Lisa” dengan mengujarkannya sebagai “Litha”. Ketika orang dewasa mengulangi nama tersebut dengan bunyi “Litha”, si anak menggeleng dan mengujarkannya kembali masih terdengar sebagai “Litha”. Lalu si orang dewasa mengulangi kembali dengan menyebut “Lisa”, dan akhirnya si anak mengangguk membenarkan. Si anak jelas sekali mampu memahami perbedaan bunyi antara “s” dan “th” meskipun dia tidak mampu menghasilkan bunyi tersebut. Kemampuan memperoleh bahasa sifatnya universal. Seperti yang dikatakan oleh Noam Chomsky (Brown, 2000) bahwa manusia memiliki perangkat bahasa bawaan yang disebut sebagai language acquisition device (LAD) di mana seluruh anak-anak di dunia, sepanjang mereka dikondisikan untuk menerima bahasa dan berinteraksi dengan menggunakan bahasa dalam lingkungannya, maka mereka dapat menguasai bahasa. Setiap bahasa memiliki sistem simbol yang rumit, jumlah kata dan aturan tata bahasa yang hampir tak terhitung. Bagaimana anak-anak mampu mendapatkan sistem seperti itu hanya dalam beberapa tahun? McNeil (1966) menguraikan bahwa dengan LAD anak-anak memiliki: (1) kemampuan membedakan bunyi bahasa yang satu dengan yang lainnya, (2) kemampuan mengorganisasi data linguistik ke dalam berbagai kelompok yang kelak di saring, (3) pengetahuan bahwa hanya sistem linguistik tertentu yang memungkinkan dan yang lain tidak, dan (4) kemampuan melakukan evaluasi yang terus menerus terhadap pengembangan sistem linguistik sehingga mampu membangun sistem sesederhana mungkin dari data linguistik yang masuk dari lingkungan (Brown, 2000:24). Jelaslah bahwa anak-anak tidak secara pasif meniru struktur permukaan (surface structure) dari apa yang mereka dengar, tapi secara aktif memahami ujaran melalui proses berpikir dan menemukan struktur dalam (deep structure) aturan-aturan bahasa yang membentuk sistem aturan di dalam bahasa tersebut. Setelah mereka mendapatkan sistem itu, mereka mampu menghasilkan kalimat yang belum mereka dengar sebelumnya. Proses pemerolehan bahasa pertama ini kemudian dipersamakan dengan proses pembelajaran bahasa kedua. Namun harus diakui bahwa ada perbedaan kognisi antara pembelajar anakanak dan dewasa. Jean Piaget (1972) menyebutkan bahwa perkembangan kognisi anakanak berada dalam tahap preoperational – concrete operational (berpikir konkrit), sementara orang dewasa sudah sampai pada tahap formal operational di mana ia mampu berpikir abstrak melalui cara berpikir deduktif yang bagi anak-anak itu merupakan hal yang tidak ada gunanya (Brown, 2000 : 61). Perbedaan kognisi ini dijelaskan melalui hipotesis lateralisasi, bahwa saat anak-anak menjadi dewasa hemisfer kiri otak yang mengontrol fungsi analitis dan intelektual, menjadi lebih dominan daripada hemisfer kanan yang mengontrol fungsi emosi. Hemisfer kiri berkontribusi terhadap kecenderungan menganalisa secara intelektual dalam tugas belajar bahasa kedua, termasuk di dalamnya belajar bahasa asing baik di dalam kelas ataupun di luar kelas (Brown, 2000:68). Setiap proses belajar selalu melibatkan dua unsur comprehension dan production (memahami apa yang dipelajari dan kemampuan menggunakan pemahaman tersebut dalam prakteknya). Di samping itu dipertimbangkan pula kesenjangan dan perbedaan di antara keduanya. Ketidakmampuan menghasilkan sesuatu tidak harus dimaknai bahwa
pembelajar tidak paham. Baik anak-anak maupun orang dewasa memiliki pemahaman yang lebih dibandingkan dengan yang bisa mereka hasilkan. Oleh sebab itu, semua aspek pemahaman bahasa (language comprehension) mengawali atau memfasilitasi kemampuan memroduksi bahasa (language production). Ada pendapat dalam pengajaran bahasa asing bahwa menyimak dan membaca (listening, reading) merupakan unsur comprehension sedangkan unsur production adalah berbicara dan menulis (speaking, writing). Hal tersebut dibantah oleh Brown (2000:33) dengan mengatakan bahwa comprehension sama seperti halnya performance karena merupakan tindakan keinginan (willful act) sebagaimana halnya production. Artinya, baik comprehension maupun production dapat merupakan aspek dari performance dan competence. Competence atau kompetensi mengacu pada pengetahuan dasar seseorang tentang suatu sistem, peristiwa, atau fakta. Sedangkan performance (performa) adalah manifestasi atau realisasi konkrit dari kompetensi, yakni tindakan nyata seperti berjalan, menyanyi, menari, berbicara. Diasumsikan bahwa orang memiliki kompetensi tertentu di bidang tertentu dan bahwa kompetensi ini dapat diukur dan dinilai dengan cara observasi melalui sampel performanya yang disebut sebagai tes dan ujian. 2.
PERUMUSAN MASALAH
Penelitian ini hendak melihat seberapa tinggi pemahaman pembelajar (mahasiswa semester I) bahasa Inggris terhadap sistem bahasa dalam hal ini struktur sintaksis bahasa Inggris, dan kemampuannya membuat kalimat baru berdasarkan sistem bahasa yang dipahaminya tersebut. Di sini, ingin diketahui tingkat comprehension atau pemahaman mereka terhadap fungsi atau kegunaan bentuk sistem bahasa Inggris (the function of Syntactic Structures) dan tingkat production mereka dalam menggunakan bentuk tersebut dengan meminta mereka membuat kalimat baru. Masih menjadi pertanyaan apakah tingkat comprehension competence mereka lebih tinggi daripada tingkat production competence atau sebaliknya. Beberapa penelitian umumnya menunjukkan bahwa selalu ada kesenjangan antara comprehension dan production dan bahwa biasanya pembelajar paham lebih banyak dibandingkan dengan yang dapat dia hasilkan dari pemahamannya tersebut. Jika pun demikian, seberapa besar kesenjangan yang terjadi di antara keduanya. 3. TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Hubungan antara Comprehension dan Production Secara umum, orang dewasa dapat memahami apapun yang mereka bicarakan dan dapat mengungkapkan kembali apa yang mereka dengar. Namun hubungan yang simetris antara kemampuan mengungkapkan dan memahami (production dan comprehension) ini mungkin tidak inheren dalam gramatika bahasa. Dalam banyak teori pembelajaran bahasa kedua/asing, sebelum pembelajar mencoba melakukan tugas baru dalam proses belajarnya, dia perlu memahami apa yang akan dilakukannya. Dengan demikian diasumsikan bahwa pemahaman (comprehension) harus dan selalu mengawali kemampuan menggunakan/menghasilkan (production). Tapi di sisi lain, diasumsikan pula bahwa selalu ada kesenjangan antara comprehension dan production. Pemahaman seseorang terhadap sesuatu tidak menjamin orang tersebut mampu mengungkapkan/ mengekspresikan/ menghasilkan apa yang telah dia pahami. Ini disebut sebagai hubungan asimetris antara comprehension dan production (Koster, Hoeks & Hendriks, www.let.rug.nl/~hoeks/ topicshift09.pdf). Penjelasan tentang
hubungan asimetri “separate but related” ini diperoleh dalam Teori Optimalisasi (Optimality Theory) (Prince & Smolensky, 2004). Comprehension berlangsung berlawanan arah, dimulai dengan masukan (input) bentuk tertentu untuk menghasilkan makna luaran (output) yang optimal yang dilekatkan pada bentuk tersebut. Dalam pandangan Smolensky, comprehension dan production merupakan hasil yang terpisah dari proses komputasi yang bekerja berdasarkan input yang berbeda. Dalam hal production, input tersebut merupakan bentuk dasar. Sebaliknya, dalam comprehension input merupakan bentuk permukaan yang matang yang masuk berkompetisi dengan bentuk-bentuk permukaan matang yang lain (tapi tidak dengan bentuk dasar karena tidak tersedia dalam input). Jadi, komputasi dalam dua modus mengeluarkan hasil yang berbeda. Sementara itu,Ringbom (http://www.jyu.fi/hum/laitokset/solki/afinla/julkaisut/arkisto/ 48/ringbom) berpendapat bahwa comprehension dan production berkaitan erat dalam artian bahwa keduanya terkait dengan kajian performa pembelajaran bahasa, terutama dalam pembelajaran bahasa kedua/bahasa asing. Proses belajar bahasa terkait dengan proses berkomunikasi yang melibatkan aspek pemahaman dan kemampuan penggunaan bahasa. Dengan demikian dapat diasumsikan pula bahwa ada interaksi antara comprehension dan production dalam pembelajaran. Dalam comprehension awalnya dimulai dari input bentuk-bentuk (struktur) linguistik, bagaimana struktur tersebut kemudian memiliki makna, dengan memetakan struktur ke dalam pengetahuan yang relevan yang telah dimiliki si pembelajar. Sedangkan dalam production, pemetaan dimulai dari keinginan pre-verbal (sebelum ekspresi verbal dikeluarkan) dan membungkus ekspresi itu dengan bentuk linguistik. Perbedaan arah antara pemetaan fungsi bentuk (form-function) dan memfungsikan bentuk (functionform) merupakan kesimpulan yang logis bahwa umumnya comprehension mengawali production. Namun Brown (2000:34) mengingatkan untuk berhati-hati dalam menyimpulkan bahwa semua aspek pemahaman bahasa mengawali atau mempermudah kemampuan menghasilkan bahasa. Beberapa penelitian dalam dalam tiga puluh tahun terakhir cenderung, dalam beberapa kasus, menunjukkan bahwa kemampuan menghasilkan bahasa dapat mendahului pemahaman bahasa seperti dalam penelitian Ruder dan Finch, 1987, Grimshaw dan Rosen, 1990, Smolensky, 1996, De Villiers dkk., 2006 (Tasseva-Kurkchieva, 2008). Sebagai contoh, penelitian yang dilakukan oleh Hendriks dan Spenader (2005) (http://roa.rutgers.edu/files/803-0106/803-HENDRIKS-0-0.PDF) terhadap kemampuan anak-anak menggunakan kata ganti (pronomina) dan pronomina refleksif, menunjukkan bahwa anak-anak lebih dahulu mampu memroduksi pronomina dan pronomina refleksif sebelum mereka benar-benar memahaminya. Gathercole (1988) juga menyebutkan dalam penelitiannya bahwa anak-anak mampu menghasilkan aspek-aspek tertentu dari bahasa yang mereka belum pahami. Rice (1980) mendapati bahwa anak-anak yang tidak mengetahui sebelumnya tentang istilah warna dapat merespon secara verbal terhadap pertanyaan “What color is this?” Tetapi mereka tidak mampu merespon secara benar dalam menyebut warna benda (Brown, 2000:34). Namun Keenan dan MacWhinney (1987) dalam “Understanding the Relationship between Comprehension and Production” mengomentari bahwa penelitian Rice terlalu menyederhanakan tugas production. Production direduksi menjadi sekedar peniruan dan comprehension ditingkatkan ke perluasan penebakan secara metakognitif.
Persoalan yang mendasar untuk mendukung hipotesis apapun terkait analisis hubungan comprehension dan production terletak pada perumusan masalah, pendefinisian ulang istilah atau pembuatan instrumen pengambilan data yang tepat. Jadi, dalam pemerolehan bahasa apakah yang terjadi itu adalah relasi comprehensionproduction atau production-comprehension, semua terletak pada perumusan masalahnya. Jika diamati, penelitian yang menunjukkan relasi productioncomprehension lebih banyak dilakukan pada kajian pemerolehan bahasa pertama pada anak-anak (lihat Koster, Hoeks dan Hendriks, ~ www.let.rug.nl/ hoeks/topicshift09.pdf). Penelitian lain yang telah dilakukan adalah tentang comprehension dan production dalam pemerolehan morfologi (Gasser, 1995), sistem ingatan verba yang digunakan dalam pemahaman kalimat (David Caplan, 1998), kompetensi pemerolehan leksikal struktur fonologi pada anak-anak (Pater, 1999), nomina dan verba dalam agramatisme pada penderita afasia (Kim dan Thomson, 2000), Pemahaman dan kemampuan menggunakan pronomina dan pronomina refleksif pada anak-anak pada pemerolehan bahasa pertama (Hendriks dan Spenader, 2005), pemerolehan awal bahasa kedua pada bentuk morfo-fonologi nomina bahasa Bulgaria yang berhubungan dengan gender dan number agreement (Tasseva-Kurktchieva, 2008), pengaruh tingkat pengetahuan tatabahasa terhadap pemahaman membaca dalam bahasa asing pada mahasiswa (Linde Lopez, 2008), dan pengaruh proses leksikal terhadap proses pemahaman kalimat dalam kajian psikolinguistik pada fungsi kerja otak: functional magnetic imaging (fMRI) (D. Newman, dkk., 2009). Penelitian tentang comprehension dan production di Indonesia umumnya terkait dengan pemahaman membaca bahasa asing, Inggris dan Perancis (http://repository.upi. edu/operator/upload/s_c0751_034009_chapter1.pdf, uap.unnes.ac.id/.../metode_ penga jaran_kosakata_pad_2301404035.d.,http://id.shvoong.com/humanities/linguistics/, http: //www.pps.unud.ac.id/thesis/pdf_thesis/unud-192-babii.pdf, http://lib.unnes.ac.id /12219 /,http://repository.upi.edu/operator/upload/s_prs_0705956_chapter1.pdf, penelitian.unair. ac.id/artikel_dosen_). Dalam tradisi pembelajaran bahasa asing, konsep comprehension biasanya dikaitkan dengan keterampilan menyimak dan membaca (listening, reading comprehension), sedangkan production dihubungkan dengan keterampilan berbicara dan menulis (speaking, writing). Namun sebenarnya banyak aspek bahasa yang dapat dikaji dalam kerangka comprehension – production ini. Sebagai contoh, pada kajian leksis yang ditelaah adalah pemahaman dan penggunaan kosakata pasif-aktif. Dalam fonologi adalah pada pengidentifikasian bunyi bahasa asing dan kemampuan menghasilkan bunyi tersebut, meskipun tidak seperti bahasa penutur asli. Sementara dalam tatabahasa, konsep cross-linguistic distance menjadi sangat penting untuk mengukur seberapa lebar kesenjangan yang terjadi antara comprehension dan production. Hakan Ringbom dalam “On the Relation between Second Language Comprehension and Production” mengatakan bahwa dalam situasi normal seorang pembelajar dapat memahami lebih banyak daripada yang dapat dia gunakan dalam bahasa asing, dan lebarnya kesenjangan antara pemahaman dan kemampuan menggunakan bahasa dipengaruhi oleh jarak antar sistem linguistik (cross-linguistic distance) serta kuantitas dan kualitas input data bahasa. Dalam comprehension pada pembelajaran bahasa kedua/asing, pengaruh bahasa pertama sangat dominan menjadi kerangka acuan (cross-linguistic influence) sehingga terkadang pembelajar melakukan kesalahan dalam production. Sebagai
contoh, pembelajar bahasa Inggris dalam tahap awal seringkali tidak menggunakan artikel untuk nomina karena dia tidak menemukan kerangka acuannya dalam bahasa Indonesia untuk fungsi gramatika ini. Penelitian terkait pemahaman struktur gramatika bahasa Inggris dan penerapannya untuk menghasilkan kalimat baru sejauh ini belum ditemukan. Seperti yang telah disebutkan di atas, penelitian terkait comprehension dalam pembelajaran bahasa asing banyak dilakukan untuk keterampilan membaca. Sementara aspek gramatika banyak diteliti dalam kerangka pembelajaran bahasa pertama pada anak-anak dan di kajian psikolinguistik untuk kasus afasia. Oleh sebab itu penting untuk dipelajari bagaimana pembelajar memahami kegunaan bentuk struktur gramatika bahasa Inggris sebagai bahasa asing dan mengukur kemampuannya menggunakan pemahaman tersebut untuk menghasilkan kalimat baru. Pola yang sama dengan rencana penelitian ini didapatkan pada penelitian yang dilakukan oleh Shapiro, Gordon, Hack, & Killackey, 1993; Saphiro & Levine, 1990; Thompson, Lange, Schneider, & Shapiro, 1997; Berndt dkk., 1997 (Kim & Thompson, 2000). Namun subjek penelitian tersebut ditujukan pada penutur asli penderita agrammatic apahasic untuk bidang ilmu psikolinguistik. Yang diteliti pada kajian itu adalah mencari hubungan antara perolehan kembali verba bahasa (verb retrieval) dan perangkat verb-argument structure pada penderita agrammatic aphasic dengan menggunakan uji kosakata verba dalam proses comprehension dan production. Sementara penelitian berikut ini dilakukan dalam konteks belajar bahasa asing (bahasa Inggris) untuk para pembelajar dewasa yang diasumsikan telah menerima pembelajaran bahasa Inggris dalam waktu yang cukup lama dan telah mendapatkan pemahaman yang cukup signifikan tentang struktur sintaksis (Syntactic Structures) bahasa tersebut. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan terhadap penderita aphasic, penelitian yang akan dilakukan ini bertujuan mencari hubungan antara comprehension dan production pada level kalimat dan menganalisis kesenjangan yang terjadi antara keduanya 3.2 Struktur Gramatika dan Kalimat Verba bahasa Inggris merupakan pusat kalimat, dalam pengertian bahwa verba menentukan hubungan antara makna dan struktur kalimat. Hal ini, menurut Thompson dkk. (1995), disebabkan oleh sifat verba itu sendiri yang masing-masing membawa informasi leksikal yang secara langsung memengaruhi struktur kalimat. Verba mengacu pada hubungan antar objek yakni siapa melakukan apa terhadap siapa, atau siapa pergi kemana. Hubungan makna ini ditangkap oleh apa yang disebut sebagai struktur argumen verba (verb’s argument structures/theta roles). Struktur argumen verba meniscayakan konstituen-konstituen seperti apa yang harus ada dalam kalimat. Argumen agentif sebuah verba aktif akan menjadi subjek kalimat secara sintaktik, argumen tema menjadi objek langsung, disamping argumen tujuan (goal), sumber (source), dan seterusnya. Argumen-argumen verba bisa bersifat wajib bisa juga pilihan (tidak merupakan suatu keharusan), misalnya ”She sang” dan “She sang a song”, dan jumlahnya yang dibutuhkan atau yang dibolehkan ditentukan oleh makna verba itu sendiri. Objek verba hit, misalnya, dipengaruhi oleh hitting, dan objek verba give melibatkan sesuatu yang mesti diberikan kepada seseorang dan tindakan giving something to someone memerlukan sebuah jalur (path) tempat objek secara metafor berpindah. Struktur argumen, dengan demikian, dimaknai sebagai seperangkat unsur
yang mengacu pada representasi leksikal dari informasi gramatika tentang sebuah predikat. Mengambil contoh dari Thompson dkk. (1995), kalimat dengan konsep struktur argumen dapat dilihat seperti di bawah ini: a. [Zack]AGENT hit [the ball]THEME b. [Zack]AGENT gave [the ball]THEME [to Joelle]GOAL c. [Zack]AGENT slept. Verba hit dalam kalimat a membutuhkan dua argumen logis. Satu argumen bertugas sebagai Agent (ditetapkan sebagai argumen eksternal); argumen lainnya berperan sebagai tema (dan sebagai argumen internal – yaitu argumen yang menerima peran theta langsung dari verba). Verba give memerlukan tiga argumen, dan argumen terakhir memiliki peran tujuan (goal). Verba sleep hanya membutuhkan satu argumen berupa agent eksternal. Disamping itu, menurut Thompson dkk. (1995), ada prinsip proyeksi (Projection Principle) yang menyatakan bahwa segala perangkat leksikal diamati pada semua level sintaksis. Projection Principle mensyaratkan bahwa perangkat-perangkat leksikal verba hit secara sintaksis harus terwakili atau ada dalam kalimat, yaitu representasi leksikal dari informasi gramatika. Dapat disimpulkan di sini bahwa verba menjadi penentu argumen dan ia menandai peran-peran tematik terhadap posisi-posisi argumen di dalam kalimat. Dengan demikian, informasi leksikal dan projection principle menentukan panjangnya struktur sintaksis sebuah kalimat. Terkait dengan pengertian di atas, maka perlu dibedakan antara sebuah argumen verba dengan sebuah adjunct (adjunct frasa preposisi adverba). Argumen verba disangkutkan dengan makna verba atau struktur konseptual; ia merupakan atribut yang melekat pada verba dan dikenai peran tematik oleh verba atau frasa verba itu sendiri. Sedangkan adjunct tidak ditentukan oleh verba; ia bisa muncul dengan verba apapun dan tidak dispesifikasikan sebagai bagian dari entri leksikal verba. Thompson dkk. (1995) memberi contoh sebagai berikut: d. Dean sent the car to the garage. e. Dean fixed the car in the garage. Verba send memungkinkan tiga argumen, yaitu Agent yang dilekatkan pada frasa nomina (subjek) Dean, Tema yang dilekatkan pada frasa nomina objek langsung the car, dan Goal (tujuan) yang dilekatkan pada frasa nomina objek tidak langsung the garage yang merupakan bagian dari frasa preposisi. Sesuatu harus dikirim ke seseorang atau ke suatu tempat dan dengan demikian Goal menjadi keniscayaan yang ditempatkan oleh karakter verba send tersebut. Pada kalimat kedua, frasa preposisi in the garage dianggap sebagai keterangan tempat (adverba lokasi/locative adjunct). Maknanya tidak menyatu (inheren) dalam representasi verba. Meskipun maknanya “sesuatu harus diperbaiki di suatu tempat”, informasi ini tidak bisa ditarik dari verba melainkan ditambahkan ke dalam kalimat. Jadi, in the garage adalah frasa preposisi tambahan yang boleh ada, boleh juga tidak ada. Dengan demikian, adjunct selalu bersifat pilihan (optional), sedangkan argumen bersifat wajib, sehingga “Rodney gave the ball to Susan” merupakan kalimat berterima tetapi “Rodney gave the ball” menjadi kalimat yang tidak gramatikal jika argumen ketiga dihilangkan. Di sisi lain, adjunct sering bermakna ganda (ambigu) sedangkan argumen sangat jarang bersifat seperti itu. In the garage secara struktural ambigu; ia dapat menjadi penjelas objek langsung the car, yaitu “the car which was in the garage” (bukan ”the car outside the garage”) dan penjelas frasa verba fix the car, seperti “fixed the car in the garage” (bukan in the driveway). Sedangkan frasa to the garage tidak bermakna dan tidak diinterpretasikan
ganda dalam kalimat pertama. Frasa preposisi di sana merupakan tujuan (goal) kemana mobil itu dikirim. Shapiro, Zurif, & Grimshaw (1987) dalam kajian Sentence processing and the mental representation of verbs, menyebutkan bahwa perangkat-perangkat leksikal verba secara langsung memengaruhi pemrosesan kalimat, dimana ketika suatu verba menjadi lebih kompleks dilihat dari jumlah susunan struktur argumen yang memungkinkan, maka beban pemrosesan menjadi bertambah di sekitar verba tersebut. Shapiro dkk. (1993) dalam Preferences for a verb’s complements and their use in sentence processing, memberi contoh, verba fix hanya memungkinkan satu struktur two-place argument, yaitu Agent-Theme dalam “Susan fixed the computer”, sementara verba send memungkinkan dua struktur yakni: two-place argument seperti dalam kalimat “Susan sent the flowers” dan three-place argument, seperti dalam “Susan sent the flowers to her mother”. Saat dilekatkan dalam struktur sederhana NP-V-NP (frasa nomina-verba-frasa nomina/SVO), verba send memeroleh beban pemrosesan yang lebih besar dibandingkan verba fix. Akibatnya, semua struktur argumen yang memungkinkan yang diasosiasikan dengan verba itu untuk beberapa saat dikerahkan ketika verba tersebut diakses. Dalam banyak kajian, struktur argumen seperti dipaparkan di atas diujikan kepada anak-anak monolingual dengan problem kelemahan bahasa (language impairment) (Pérez-Leroux, 2005; Smolensky, 1996; Thompson dkk., 1994; Shapiro & Thompson, 1994). Namun dalam penelitian ini, struktur argumen diujikan dalam kerangka comprehension-production kepada pembelajar bahasa kedua. Diasumsikan para pembelajar tersebut telah mengenali berbagai struktur kalimat bahasa Inggris karena pengalaman mereka yang telah mempelajari bahasa tersebut sejak berada di sekolah menengah pertama, meskipun sebenarnya bahasa Inggris mulai dipelajari sejak sekolah dasar kelas empat. Pengalaman belajar bahasa Inggris selama enam tahun, meski tidak dalam pengertian terus menerus, menjadi dasar untuk melihat sejauh mana mereka, yang kini menjadi mahasiswa semester satu jurusan Sastra Inggris, memahami struktur kalimat. Kemudian pemahaman mereka ini dibandingkan dengan kemampuan mereka membuat kalimat. Kepada mereka tidak diberikan pembelajaran secara khusus tentang struktur argumen melainkan pengajaran tentang berbagai kalimat dengan pola wajib (obligatory clause patterns: SV, SVO, SVC, SVA, SVOO, SVOC, SVOA) dari David Crystal; Greenbaum, Sidney. 1996, Quirk, Leech, & Svartvik,1997 yang disederhanakan. 4.
TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan untuk mendapatkan jawaban sejauh mana mahasiswa memahami bentuk struktur gramatikal bahasa Inggris dan fungsinya, kemudian mampu menerapkannya dengan cara memroduksi kalimat baru berdasarkan pemahamannya tersebut. Di samping itu ingin diketahui pula apakah memang terdapat hubungan antara comprehension dan production, apakah comprehension berpengaruh terhadap production, seberapa besar pengaruh tersebut, serta sejauh mana “gap” yang terjadi antara aspek comprehension dan aspek production.
5.
MANFAAT HASIL PENELITIAN Kajian tentang comprehension dan production sebenarnya terkait dengan teori kognitif tentang pemerolehan bahasa yang dibahas dalam bidang ilmu psikolinguistik dan linguistik terapan. Maka penelitian memiliki dua manfaat, dari sisi psikolinguistik akan tergambarkan bagaimana hubungan comprehension dan production ini terjadi; dan ini akan dijelaskan secara kualitatif, sebuah pola mental yang di dalamnya terdapat beberapa proses yang berkontribusi terhadap mekanisme penggunaan bahasa, yakni word recognition dan semantic interpretation. Di sisi linguistik terapan akan diketahui sejauh mana proses belajar bahasa berkontribusi terhadap pemahaman dan penggunaan bahasa.
6.
DESAIN DAN METODE PENELITIAN Data penelitian yang diperoleh dari responden adalah data tentang comprehension berupa tes pemahaman terhadap sejumlah kalimat sederhana dengan struktur argumen obligatory one-place verb, obligatory two-place verb, obligatory three-place verb (basic argument structure), kalimat gramatikal dengan penambahan adjunct, kalimat non gramatikal dengan penghapusan argumen, dan kalimat non gramatikal dengan argumen berlebih. Sedangkan data production berupa tes penyusunan kalimat sederhana berdasarkan gambar dan petunjuk tentang gambar dan bagaimana petunjuk itu kemudian dipahami dan digunakan sebagai dasar pembuatan kalimat. Kedua data tersebut diolah dengan menggunakan uji korelasi Pearson dan uji F SPSS versi 15. Baik data comprehension maupun production juga dianalisis secara kualitatif.
7.
HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Responden Responden yang akhirnya bisa diolah datanya dari sisi comprehension dan production berjumlah 33 mahasiswa semester 1 pada Jurusan Sastra Inggris angkatan tahun 2012. Tidak ada seleksi secara khusus terhadap mereka karena mereka diasumsikan homogen (jenis kelamin tidak dijadikan sebagai pembeda) dalam pengertian seluruhnya pernah mendapatkan pendidikan bahasa Inggris di tingkat SLTP dan SLTA. Populasi mahasiswa semester 1 seluruhnya menjadi sampel penelitian. Ada 10 responden yang dikeluarkan dari sampel penelitian karena tidak mengikuti salah satu tes (9 orang tidak mengikuti tes production tapi mengikuti tes comprehension, 1 orang tidak mengikuti tes comprehension tapi mengikuti tes production). 7.2 Pengumpulan Data Sebelum penyusunan instrumen comprehension dilakukan, terlebih dahulu dikumpulkan data tentang frekuensi verba yang paling diingat oleh mahasiswa. Mereka diminta menulis 30 verba bahasa Inggris secara cepat dan hasilnya adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Verb Retrieval
NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44
VERBA
FREK UENSI ACT 2 ACCEPT 1 ANSWER 1 ARISE 3 ASK 7 ATTACK 1 BAKE 1 BE 1 BECOME 1 BRING 16 BREAK 2 BORROW 5 BURN 1 BUY 20 CALL 10 CARRY 2 CATCH 2 CHAT 3 CHECK 2 CHOOSE 1 CLAP 1 CLEAN 4 CLIMB 3 CLOSE 5 COME 7 CONSIDER 2 COOK 17 CORRECT 2 COUGH 2 COUNT 2 CRY 7 CUT 16 DANCE 19 DECLARE 2 DELETE 1 DIVE 1 DO 4 DRAW 11 DREAM 2 DRINK 28 DRIVE 26 DROP 1 DRY 1 EAT 35
NO 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 117 118 119 120
VERBA
FREKU ENSI FEEL 2 FIGHT 2 FILL 2 FIND 11 FIRE 1 FLY 12 FRY 1 GIVE 10 GET 9 GO 21 GRAB 1 GROW 2 HEAR 2 HELP 4 HIT 11 HOLD 7 HUG 2 JOIN 1 JUDGE 1 JUMP 22 LEAVE 9 LEND 1 LIFT 1 LIKE 1 LISTEN 25 LIVE 2 LOOK 10 LOVE 3 MAKE 20 MEET 3 MIX 1 MOVE 3 OPEN 5 ORDER 2 PAINT 13 PAY 1 PLANT 1 PLAY 19 PICK 7 POINT 1 RUN 28 SAVE 7 SAY 7 SEARCH 3
NO 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149 150 151 152 153 154 155 156
VERBA
FREKU ENSI POST 1 PRAY 5 PRINT 1 PROMISE 1 PROTECT 1 PROVE 4 PULL 13 PUNCH 1 PUSH 11 PUT 16 READ 38 RECEIVE 1 REMIND 1 REMOVE 1 RENDER 1 REPAIR 3 REWARD 1 RIDE 4 RISK 1 RUB 2 SMILE 3 SNORE 1 SPEAK 19 STAND 12 STAY 2 STEAL 3 STUDY 27 SWEEP 5 SWIM 20 SWING 1 TALK 23 TAKE 21 TEACH 10 TELL 5 THINK 8 THROW 7 TICKLE 1 TOUCH 1 TRY 5 TURN 7 TYPE 1 UNDERSTAND 3 USE 1 VIEW 2
45 46 47 48 69 70 71 72 73 74 75 76
ELECT ERASE FALL FEED KEEP KICK KILL KISS KNOCK LAUGH LAY LEARN
1 1 6 1 7 6 3 1 10 4 2 11
121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132
SEE SELL SEND SHAKE SHOOT SHOW SING SIT SING SLAP SLEEP SMELL
21 7 11 1 5 1 7 28 18 3 27 3
157 158 159 160 161 162 163 164 165 166
VISIT WAIT WALK WAKE WASH WATCH WEAR WIPE WORK WRITE
4 3 30 4 14 21 9 4 19 39
Daftar di atas memberi gambaran tentang ingatan dan kebiasaan penggunaan verba mahasiswa dalam memahami dan membuat kalimat bahasa Inggris. Penyusunan kalimat untuk mengambil data comprehension juga diambil dari daftar tersebut dengan mengacu pada model yang digunakan oleh Kim dan Thompson (2000). Kalimat-kalimat yang dimaksud adalah sebagai berikut: A. Grammatical sentences with basic argument structure Obligatory one-place verb (ob. 1) 1. 2. 3. 4. 5. 6.
The woman is listening The girl is dancing. The man is talking. The man is swimming. The dog is sitting. The boy is standing
Obligatory two-place verb (Ob. 2) 7. The woman is making the cake. 8. The girls is picking flowers. 9. The boy is pushing the desk. 10. The girl is cutting the rope. Obligatory three-place verb (Ob.3) 11. The woman is giving the money to the girl. 12. The man is putting the book on the desk. 13. The boy is sending the letter to the man. B. Grammatical sentences with an additional adjunct Obligatory one-place verb (Ob.1) 14. The girl is dancing in the field. 15. The man is talking to the woman. 16. The lady is sitting on her chair. 17. The boy is standing against the wall. 18. The girl is swimming toward the woman.
Obligatory two-place verb (Ob.2) 19. The woman is making the cake in the kitchen. 20. The man is pulling the cart into the house. 21. The girls is picking flowers in the garden. 22. The girl is cutting the rope for the party. 23. The man is bringing the box to the car. Obligatory three-place verb (Ob.3) 24. The woman is giving the money to the girl in the car. 25. The man is putting the book on the desk at night. A. Ungrammatical sentences with deletion of argument(s) a. without an additional adjunct Obligatory two-place verb 1. The man is pulling 2. The girls is picking 3. The boy is pushing 4. The girl is cutting Obligatory three-place verb 5. 6. 7. 8.
The woman is giving the book The man is putting the book The man is putting on the table. The girl is sending to the school.
b. with an additional adjunct Obligatory two-place verb 9. The boy is pushing to the house. 10. The girl is hitting on the wall. 11. The woman is buying in the market. Obligatory three-place verb. 12. The man is putting the book at night. 13. The woman is giving the present in the morning. 14. The boy is giving in the afternoon. B. Ungrammatical sentences with an extra argument Obligatory one-place verb 15. The man is jumping the fence. 16. The woman is listening music. 17. The man is talking the money. 18. The dog is sitting the chair. 19. The boy is swimming the girl. 20. The woman is sleeping her baby. 21. The man is looking the woman. Obligatory two-place verb
22. The man is carrying the boy a box. 23. The boy is catching her the ball. 24. The boy is pulling the girl the cart. 25. The girl is pushing the boy the cart. Kalimat yang seluruhnya berjumlah 50 butir disusun dalam format tes dengan jawaban benar atau salah dari mahasiswa. Sementara itu data production menggunakan model Sentence Production Via Cueing of Argument yang mengacu pada Speech and Language Sciences, Newcastle University (http://research.ncl.ac.uk/aphasia) dan diperoleh dari tampilan yang diproyeksikan sejumlah 22 gambar, yang berarti 22 kalimat, dengan peluang waktu 40 detik dalam menyusun setiap kalimatnya, seperti contoh gambar berikut: What is the action? Who is doing it? What is he doing it to? So, the sentence is:
Pertanyaan “What is the action” mengacu pada verba, “Who is doing it” mengacu pada argumen agentif, dan “What is he doing it to” mengacu pada argumen tema, sehingga kalimat yang tersusun menjadi (NP-V-NP) yaitu “The man is pulling the cart.” Sebelumnya, mahasiswa diberi contoh satu gambar lain terlebih dahulu untuk membuat kalimat yang seluruhnya dinyatakan dalam present progressive tense dan memperkenalkan kepada mereka maksud dari pertanyaan-pertanyaan yang disertakan dalam gambar. Selanjutnya kedua data comprehension dan production dalam skala 100 diperoleh dan diikhtisarkan dalam tabel berikut ini: Tabel 2. Tabulasi Hasil Tes Comprehension dan Production
Score No. Responden Comprehension Production 1 46 22.5 2 48 0 3 48 0 4 56 22.5 5 60 18 6 60 18 7 64 13.5 8 64 9 9 66 9 10 66 18 11 68 22.5
12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Tabel 3.
70 74 74 78 80 58 60 60 60 60 64 64 66 68 68 70 70 72 72 72 78 82
18 27 58.5 63 54 31.5 18 9 27 31.5 13.5 22.5 31.5 36 36 36 54 31.5 36 72 40.5 36
Descriptive Statistics
Sentence Production Syntactic Structure Comprehension
Mean
Std. Deviation
N
28.3636
17.37332
33
65.64
8.796
33
7.3 Analisis Data Data di atas menggambarkan pemerolehan skor rata-rata kompetensi comprehension mahasiswa semester I angkatan tahun 2012 sebesar 65,64 berbanding 100. Dengan kata lain rata- rata tingkat comprehension mereka adalah 65,64% dengan variasi distribusi skor di antara mereka sebesar 8,79. Gambaran ini jauh berbeda dengan skor rata-rata kompetensi production mereka yang hanya 28,36 berbanding 100. Ini artinya kemampuan sentence production mereka cuma 28,36%, jauh di bawah standar kelulusan. Disamping itu, variasi distribusi skor antara mahasiswa lumayan besar dibandingkan dengan variasi skor comprehension. Simpangan Baku (Standard Deviation) production sebesar 17,37 menunjukkan bahwa perbedaan kemampuan membuat kalimat bahasa Inggris di antara mahasiswa relatif besar. Hanya ada 5 mahasiswa yang mampu membuat kalimat dengan skor di atas 50. Sebagian besar
mahasiswa (28 dari total 33 orang) tidak memiliki kemampuan menghasilkan kalimat seperti yang diinginkan. Kesenjangan antara tingkat comprehension dan tingkat production juga relatif besar, yaitu 65,64 – 28,36 = 37,28 atau 37,28% artinya, kompetensi production rata-rata mahasiswa 37,28% berada di bawah kompetensi comprehension mereka. Selanjutnya akan dianalisis korelasi antara variabel comprehension dan variabel production dengan perhitungan SPSS sebagaimana tertera di bawah ini: Tabel 4. Correlations Syntactic Structure Sentence Compre- Productio hension n Syntactic Structure Comprehension
Pearson 1 .671(**) Correlation Sig. (2-tailed) .000 N 33 33 Sentence Pearson .671(**) 1 Production Correlation Sig. (2-tailed) .000 N 33 33 ** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). Berdasarkan perhitungan diperoleh angka korelasi antara variabel comprehension dan production sebesar 0,671. Untuk menafsir angka tersebut, digunakan kriteria seperti yang dikutip dari Sarwono (2006) sebagai berikut: 0 – 0,25 : Korelasi sangat lemah (dianggap tidak ada) 0,25 – 0,50 : Korelasi cukup 0,50 – 0,75 : Korelasi kuat 0,75 – 1 : Korelasi sangat kuat Korelasi sebesar 0,671 bermakna bahwa hubungan antara variabel comprehension dan production kuat dan searah karena hasilnya positif. Searah artinya jika tingkat comprehension tinggi maka production juga tinggi. Korelasi dua variabel bersifat signifikan karena angka signifikansi sebesar 0,00 < 0,05. Jika angka signifikansi (sig) < 0,05 maka hubungan kedua variabel signifikan. Sebaliknya, jika angka signifikansi (sig) > 0,05 maka hubungan kedua variabel tidak signifikan. Berikutnya ingin diketahui hubungan linier antara comprehension dan production untuk selanjutnya melihat pengaruh comprehension terhadap production berikut besarannya. Berikut ini ditampilkan tabel regresi variabel comprehension terhadap variabel production:
Tabel 5. Model Summary of Regression
Mode l Sum m ary Change Statistics
Model 1
R .671a
R Square .451
Adjusted R Square .433
Std. Error of the Estimate 13.08041
R Square Change .451
F Change 25.451
df1
df2 1
31
Sig. F Change .000
a. Predictors: (Constant), Syntac tic Structure Comprehension
Dari hasil perhitungan didapat angka F penelitian sebesar 25,45 > F tabel sebesar 4,17 yang artinya terdapat hubungan yang linier antara comprehension dengan production sehingga comprehension memengaruhi production sebesar 45% (dilihat dari R Square pada tabel di atas). Besarnya pengaruh variabel comprehension terhadap variabel production dilakukan dengan cara menghitung koefisien determinasi. Koefisien determinasi dihitung dengan mengkuadratkan koefisien korelasi yang telah ditemukan, yaitu 0,671 dikalikan dengan 100%. Koefisien determinasi dinyatakan dalam persen (Prof. Dr. Sugiyono, 2009). Jadi koefisien determinasinya adalah 0,6712 = 0,45 x 100% menjadi 45%. Dengan demikian, pengaruh comprehension terhadap production hanya sebesar 45%, sedangkan sisanya sebesar 55% ditentukan oleh faktor di luar variabel comprehension. Faktor-faktor di luar itu di antaranya bisa saja disimpulkan dari analisis terhadap kertas kerja mahasiswa dengan penjelasan secara kualitatif seperti di bawah ini: 7.3.1 Analisis Kertas Kerja Kompetensi Comprehension a) Ketidak pahaman tentang preposisi yang digunakan bersama verba intransitif Dalam kompetensi comprehension, sebagian responden gagal mengidentifikasi perbedaaan verba intransitif dengan verba transitif sehingga menganggap verba yang digunakan secara salah dalam kalimat yang seharusnya menyertakan preposisi sebelum objeknya, merupakan kalimat yang benar secara gramatikal karena menganggap verba tersebut merupakan verba transitif dan dengan demikian bisa langsung diikuti oleh objek nomina (argumen tema). Di sisi lain, responden mungkin saja dipengaruhi oleh sistem bahasa pertama yang memungkinkan kalimat tanpa preposisi sebagai berterima secara sintaksis dan gramatikal. Terkait pengaruh bahasa pertama, Ringbom (http://www.jyu.fi/hum/laitokset/solki/afinla/julkaisut/arkisto/48/ringbom) mengatakan: The L2-learner is constantly seeking to facilitate his task by making use of previous knowledge. The natural procedure for him when he is faced with new material or a new task is to try to establish a relation between the new material or task and what he already knows. In comprehension, then, L1-influence largely depends on what formal similarities the learner can perceive between L1 and L2 and to what extent L1-based procedures are really helpful for L2. Dalam derajat tertentu, bahasa Indonesia memiliki kesamaan struktur sintaksis dengan bahasa Inggris, sebagai contoh, sama-sama memiliki pola kalimat S-V-O (NP-V-NP). Namun di sini kesamaan struktur sintaksis tidak selalu berlaku bagi makna leksikal verba dan karakteristik uniknya dalam bahasa Inggris. Bahasa Indonesia, di sisi lain, sangat kaya dengan kata berimbuhan yang memengaruhi makna leksikal sebuah kata. Dalam kasus ini, verba jump misalnya, dirujuk dalam pengetahuan sistem bahasa Indonesia oleh responden sebagai bermakna “melompati” bukan “melompat” sehingga
kalimat The man is jumping the fence* diartikan menjadi “Laki-laki itu melompati pagar” dan tidak mengetahui bahwa kalimat tersebut memerlukan preposisi over sehingga jika diterjemahkan menjadi “melompat melewati pagar”. Hal yang sama terjadi pada kalimat lainnya, yakni The woman is listening music* (seharusnya listening to), The man is looking the woman* (seharusnya looking at), dan The man is talking the money* (seharusnya talking about). Verba listen dan look mungkin juga dicari padanannya dalam verba yang lain dalam bahasa Inggris yaitu hear dan see, yang merupakan verba transitif dan langsung bisa diikuti oleh objek nomina. Persentase responden yang memahami secara keliru kalimat seperti itu dapat dilihat dalam tabel berikut ini: Tabel 6. Lack of Preposition Recognition Responden yang menUngrammatical sentences jawab sebagai benar 26 The woman is listening music. 16 The man is looking the woman. 12 The man is talking the money. 21 The man is jumping the fence. Rata-rata (mean) 18,75
% Responden 78,8 48,5 36,4 63,6 56,82
b) Ketidak pahaman tentang penggunaan verba bersama objek nomina (obligatory two-place verb) Ketika kalimat-kalimat yang diujikan kepada responden disusun sedemikian rupa, responden seolah-olah terpengaruh dengan kalimat yang berdekatan dengan kalimat yang mereka amati dan menganggap verba dalam kalimat yang diamati masuk dalam kategori yang sama dengan verba dalam kalimat yang berdekatan itu. 22 dari 33 responden menjawab salah untuk kalimat The girl is cutting* yang seharusnya diikuti oleh objek nomina atau argumen tema. Posisi kalimat tersebut yang berada di antara kalimat The boy is standing dan The dog is sitting di atas dan di bawahnya, membuat responden memutuskan bahwa kalimat The girl is cutting* sebagai kalimat yang berterima seperti kedua kalimat di antaranya. Mereka gagal mengidentifikasi verba transitif cut yang wajib mendapatkan objek nomina (argumen tema) dan menganggap cut sebagai verba yang berkategori sama dengan verba intransitif stand dan sit. Kasus yang sama terjadi pada kalimat dengan verba transitif yang diletakkan berdekatan dengan kalimat yang menggunakan verba intransitif seperti berikut: “The boy is pushing*” versus “The man is swimming”. “The girl is hitting on the wall*” versus “The girl is dancing in the field”. “The woman is buying in the market*” versus “The boy is standing against the wall”. “The girl is picking*” versus “The girl is dancing”. “The man is pulling*” versus “The woman is listening”. Persentase responden yang tidak mengenali atau memahami verba transitif dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:
Tabel 7. Lack of Obligatory Two-place Verb Recognition Responden yang menUngrammatical sentences jawab sebagai benar 22 The girl is cutting. 21 The boy is pushing. 26 The girl is hitting on the wall. 15 The woman is buying in the market. 16 The girl is picking. 17 The man is pulling. 19,5 Rata-rata (mean)
% Responden 66,6 63,6 78,8 45,5 48,5 51,5 59.08
c) Ketidak pahaman tentang penggunaan prepositional phrase dalam kalimat (obligatory three-place verb) Keterkaitan makna leksikal dengan struktur sintaksis belum dikuasai responden dengan baik. Hal tersebut terbukti dengan tidak dipahaminya verba yang mewajibkan argumen tujuan untuk melengkapi makna utuh kalimat tersebut. Kembali lagi di sini responden menyasar database sistem kognisi mereka yang mengacu pada sistem bahasa pertama dalam memutuskan kalimat yang tersaji sebagai kalimat berterima atau tidak berterima. “The man is putting the book*” dikategorikan sebagai kalimat berterima secara gramatikal oleh 26 dari 33 responden. Dalam bahasa Indonesia, verba put memiliki pengertian “meletakkan” atau “menaruh”. Merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), verba “meletakkan” dan “menaruh” secara umum menyertakan pelengkap penyerta dalam kalimat agar kalimat tersebut utuh seperti “…. meletakkan/menaruh buku di atas meja”, sama dengan bahasa Inggris yang mensyaratkan argumen tujuan, seperti “… putting the book on the desk” (obligatory three-place verb). Namun dalam bahasa Indonesia ada kalimat yang tidak memerlukan pelengkap penyerta untuk verba “meletakkan” dan secara struktural gramatikal berterima seperti dalam “…. meletakkan jabatan” yang artinya “melepaskan” atau “tidak melaksanakan lagi”. Dengan demikian, “meletakkan” memiliki makna yang berbeda dengan “menaruh”. Persoalannya, apakah makna yang berbeda ini disadari oleh responden? Adjunct yang digunakan bersama dalam kalimat “The woman is giving the present in the morning” bisa saja menjadi distractor bagi responden dengan menganggap frasa “in the morning” sebagai pelengkap yang membuat kalimat tersebut utuh secara maknawi. Tampaknya responden belum memiliki pengetahuan tentang elemen struktural semantik yang bersifat wajib maupun optional meskipun dalam proses pembelajaran terkait unsur struktur kalimat sederhana atau clause types (David Crystal; Greenbaum, Sidney. 1996; Quirk, Leech, & Svartvik,1997) telah dipelajari sebelum tes comprehension diberikan. Secara keseluruhan kalimat yang dihilangkan argumen tujuannya beserta jumlah dan persentase responden yang salah dalam menjawab dapat dilihat dalam tabel berikut ini:
Tabel 8. Lack of Obligatory Three-place Verb Recognition Responden yang menUngrammatical sentences jawab sebagai benar 23 The woman is giving the book. 20 The man is putting the book at night. 26 The man is putting the book. The woman is giving the present in the 24 morning. 23,25 Rata-rata (mean)
% Responden 69,7 60,6 78,8 72,7 70,45
Secara keseluruhan, jumlah jawaban responden yang terbagi dalam jawaban yang salah dan benar untuk setiap butir kalimat yang menguji kompetensi pemahaman mereka terhadap struktur gramatika bahasa Inggris dapat dibaca dalam tabel di bawah ini:
Tabel 9. Jawaban Kumulatif Comprehension Test Responden
NO Grammatical Sentences 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41
and
Ungrammatical Correct False Total Answer Answer Respond
The boy is swimming the girl. The man is talking to the woman. The woman is giving the money to the girl. The boy is standing. The girl is cutting. The dog is sitting. The woman is making the cake in the kitchen. The woman is giving the book. The woman is listening music. The boy is pushing the desk. The woman is sleeping her baby. The man is putting the book on the desk at night. The boy is pushing . The man is swimming. The girl is cutting the rope for the party. The boy is sending the letter to the man. The man is putting the book at night. The man is looking the woman. The dog is sitting the chair. The girls is picking flowers. The man is putting the book. The girl is dancing in the field. The girl is hitting on the wall. The man is carrying the boy a box. The woman is giving the present in the morning. The boy is catching her the ball. The man is talking. The lady is sitting on her chair. The man is putting on the table. The man is bringing the box to the car. The boy is pulling the girl the cart. The girl is cutting the rope. The woman is giving the money to the girl in the car. The girl is pushing the boy the cart. The man is talking the money. The woman is making the cake. The boy is pushing to the house. The man is putting the book on the desk. The woman is buying in the market. The boy is standing against the wall. The girl is picking.
32 31 26 28 11 26 24
1 2 7 5 22 7 9
33 33 33 33 33 33 33
10 7 21 22 27
23 26 12 11 6
33 33 33 33 33
12 31 27 28 13 17 24 20 7 27 7 14 9
21 2 6 5 20 16 9 13 26 6 26 19 24
33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33
22 29 29 20 21 20 31 24
11 4 4 13 12 13 2 9
33 33 33 33 33 33 33 33
25 21 22 20 30 18 22 17
8 12 11 13 3 15 11 16
33 33 33 33 33 33 33 33
42 43 44 45 46 47 48 49 50
The girl is dancing. The man is pulling the cart into the house. The girl is sending to the school. The boy is giving in the afternoon. The man is pulling. The woman is listening. The girl is swimming toward the woman. The man is jumping the fence. The girls is picking flowers in the garden.
32 30 25 28 16 23 19 12 25
1 3 8 5 17 10 14 21 8
33 33 33 33 33 33 33 33 33
7.3.2 Analisis Kertas Kerja Kompetensi Production Ringbom (http://www.jyu.fi/hum/laitokset/solki/afinla/julkaisut/arkisto/48/ringbom) me-ngatakan bahwa dalam menghasilkan bahasa kedua (L2- production) pembelajar akan menggunakan prosedur bahasa pertama (L1) untuk mengisi kesenjangankesenjangan dalam kompetensi bahasa kedua (L2), tidak hanya dengan pengaruh kesamaan lintas bahasa secara langsung (overt cross-linguistic influence) melainkan juga secara tersamar (covert cross-linguistic influence). Cara yang kedua menurut Ringbom selalu memiliki akibat yang negatif karena menimbulkan errors, omissions dan avoidance. Penghilangan artikel “a” yang digunakan bersama dengan nomina dalam bahasa Inggris oleh pembelajar pemula berbahasa Indonesia dikarenakan mereka kekurangan kerangka acuan yang tepat untuk fungsi gramatikal dalam L1. Covert cross-linguistic influence dengan demikian bergantung pada ketidak mampuan pembelajar mendapatkan kesamaan lintas bahasa. Pembelajar akan menggunakan prosedur-prosedur L1 dalam production karena dia tidak memiliki kerangka acuan lintas bahasa yang fungsional, dan tidak juga memiliki prosedur L2. Ini terjadi pada kasus yang ekstrim dari satu responden yang tidak mampu membuat kalimat bahkan yang sederhana sekalipun, seperti “he is mendorong meja”. Di bawah ini dianalisis beberapa kesenjangan yang dimiliki responden berdasarkan kertas kerja tes production yang mereka hasilkan. a) Word Choice Meski gambar yang digunakan telah ditandai dengan petunjuk verba, argumen agent, argumen tema, dan atau argumen tujuan, beberapa responden kesulitan memunculkan (retrieved) verba yang diinginkan sesuai gambar. Sebagai contoh, responden memilih verba shop (verba intransitif) bukan buy (verba transitif) untuk menggambarkan seorang wanita yang sedang membeli buah-buahan di pasar (The woman is shopping vegetables*); dan menggunakan verba capture (bermakna menangkap orang atau binatang yang mencoba menghindar/melarikan diri) ketimbang catch (bermakna meraih dan memegang sesuatu yang dilemparkan, dilontarkan atau dijatuhkan) untuk menggambarkan seorang laki-laki yang sedang menangkap bola (The man is capturing the ball*). Demikian pula pada kalimat yang alih-alih menggunakan verba talk, malah menggunakan verba chat (The old lady is chatting to a woman*). Dan masih ada beberapa yang lain, misalnya verba lift untuk verba bring, take untuk put, receive untuk give, hear untuk listen. b) Omission of Article Artikel dalam bahasa Inggris hanya dua (a/an dan the), namun beberapa responden tampaknya lupa atau tidak konsisten menggunakan artikel “a” bersama dengan nomina tunggal. Beberapa nomina digunakan bersama dengan artikel “a” tapi
beberapa yang lain tanpa artikel dalam kertas kerja responden yang sama. Ketiadaan artikel “a” itu terjadi 25 kali dan dilakukan oleh 20 responden. Penggunaan artikel “the” lebih kerap dibandingkan dengan artikel “a” dan itu menjadi penengah atau pilihan penyelamat dari keraguan menggunakan “a”. Di sisi lain, ada penggunaan artikel “a” yang tidak pada tempatnya, seperti: a vegetables, a money, a music, a flowers, a fruits. c) Inappropriate Preposition Sebagian responden tidak memahami penggunaan preposisi (kata depan) yang umum digunakan, misalnya on the market* yang seharusnya at the market, on the swimming pool* seharusnya in the swimming pool, on/at the bag* seharusnya into the bag, in the bench*, in the chair*, in the wall*, on the party*, in the dance floor*, on the park*, swimming inside the pool* dan beberapa yang lain. Pada kalimat optional two-place argument structure yang lain, beberapa responden tidak menyertakan preposisi, seperti: jumping the stone wall* dan listening music*. d) Inappropriate Auxiliary Kesalahan dalam penggunaan auxiliary terjadi pada agreement in number, misalnya dalam kalimat The girls is dancing*, penghilangan auxiliary seperti The woman buying*, dan ketidakpadanan seperti The man is jumps*. Jumlah kesalahan ini relatif kecil, namun kesalahan dalam tense banyak terjadi. Sesuai petunjuk, semua kalimat harus dinyatakan dalam present progressive tense, namun 12 responden mencampuradukkannya dengan past progressive tense bahkan dengan present simple. e) Incomplete Sentence Dalam tes production ada tiga gambar yang mensyaratkan penyusunan kalimat dalam struktur obligatory three-place untuk verba put dan give namun beberapa responden tidak melengkapi kalimat mereka dengan argument tujuan. Ketidaklengkapan lebih kerap terjadi pada verba put dibandingkan dengan verba give (12:5). Hal yang sama terjadi pada kalimat optional two-place misalnya, The old lady is talking… (tanpa to/with a woman). Demikian pula pada kalimat obligatory one-place dengan adjunct, misalnya the baby is swimming….. (tanpa in the swimming pool). Di bawah ini ditampilkan tabel sejumlah kalimat yang benar yang dihasilkan oleh responden : Tabel 10. Proporsi Production Kalimat Struktur Argumen yang Benar dari 33 Responden Struktur Argumen Jumlah Rata-rata Obligatory one-place 23 0,69 Obligatory two-place 75 2,27 Obligatory three-place 17 0,51 Optional two-place 43 1,30 Optional three-place 25 0,75 Obligatory one-place with adjunct 36 1,09 Obligatory two-place with adjunct 14 0,42 Phrasal (verb-particle) 3 0,09 Dalam tabel 10 jelas terlihat kalimat dengan obligatory two-place lebih banyak dihasilkan oleh responden. Ini menjadi semacam pandangan yang umum berlaku
bahwa kalimat yang berstruktur SVO (NP-V-NP) dan verba transitif dalam struktur tersebut lebih awal dan mudah dikuasai pembelajar dibandingkan dengan struktur sintaktik yang lainnya. Tidak mengherankan beberapa verba intransitif menjadi sulit dikenali dan mereka menganggapnya sebagai verba transitif (verba listen disamakan dengan verba hear). Bisa disimpulkan di sini bahwa 55% faktor eksternal yang memengaruhi ketidakmampuan responden menghasilkan kalimat di antaranya adalah keterbatasan penguasaan perbendaharaan kata dan faktor keterbatasan pengetahuan syntacticsemantic structures. Syntactic-semantic structures di antaranya meliputi ketidak pahaman tentang penggunaan artikel yang sering digunakan bersama dengan nomina dalam bahasa Inggris yang di dalam bahasa Indonesia justru hampir tidak digunakan, kurangnya pengetahuan tentang preposisi dan penggunaannya secara tepat dan kurangnya pengetahuan tentang tenses dan struktur kalimat yang utuh atau kalimat yang lengkap dan berterima secara gramatikal. 2. KESIMPULAN Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian di atas, dapat disimpulkan di sini bahwa mahasiswa semester I angkatan tahun 2012 memahami struktur gramatikal kalimat sederhana bahasa Inggris (kompetensi comprehension) rata-rata sebesar 65,64 (65,64%) berbanding total 100 yang diharapkan dari skor jawaban tes comprehension dengan variasi distribusi skor di antara mereka sebesar 8,79. Gambaran ini jauh berbeda dengan skor rata-rata kompetensi production mereka yang hanya 28,36 berbanding 100. Ini artinya kemampuan sentence production mereka cuma 28,36% dari skor 100 yang diharapkan dari tes production, dengan simpangan baku (Standard Deviation) production sebesar 17,37 yang berarti bahwa perbedaaan kemampuan membuat kalimat bahasa Inggris di antara mahasiswa relatif besar. Hanya ada 5 mahasiswa yang mampu membuat kalimat dengan skor di atas 50. Sebagian besar mahasiswa (28 dari total 33 orang) tidak memiliki kemampuan menghasilkan kalimat seperti yang diinginkan. Kesenjangan (gap) antara tingkat comprehension dan tingkat production juga relatif besar, yaitu 65,64 – 28,36 = 37,28 atau 37,28% artinya, kompetensi production rata-rata mahasiswa 37,28% berada di bawah kompetensi comprehension mereka. Dari hasil penelitian ini pula diketahui bahwa terdapat hubungan antara comprehension dan production dengan tingkat korelasi sebesar 0,671. Ini berarti bahwa hubungan antara variabel comprehension dan production kuat dan searah karena hasilnya positif. Searah artinya jika tingkat comprehension tinggi maka production juga tinggi. Korelasi dua variabel bersifat signifikan karena angka signifikansi sebesar 0,00 < 0,05. Kemudian dari hasil perhitungan di atas pula didapat angka F penelitian sebesar 25,45 > F tabel sebesar 4,17 yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang linier antara comprehension dengan production sehingga comprehension memengaruhi production sebesar 45%. Besarnya pengaruh variabel comprehension terhadap variabel production dilakukan dengan cara menghitung koefisien determinasi. Koefisien determinasi dihitung dengan mengkuadratkan koefisien korelasi yang telah ditemukan, yaitu 0,671 dikalikan dengan 100%. Jadi koefisien determinasinya adalah 0,6712 = 0,45 x 100% menjadi 45%. Dengan demikian, pengaruh comprehension terhadap production hanya sebesar 45%, sedangkan sisanya sebesar 55% ditentukan oleh faktor di luar variabel comprehension.
Sebagian faktor di luar variabel comprehension yang bisa ditunjukkan di sini dilakukan berdasarkan analisis production responden, yaitu keterbatasan penguasaan perbendaharaan kata dan keterbatasan pengetahuan syntactic-semantic structures sistem bahasa Inggris. DAFTAR PUSTAKA Brown, H. Douglas. 2000. Principles of Language Learning and Teaching, Fourth Edition. Addison Wesley Longman, Inc. Pearson Education, 10 Bank Street, White Plains, NY 10606 Caplan,
David. Verbal Working Memory and Sentence Comprehension. http://cogprints.org/623/1/bbs_caplan.html (4 Mei 2012, 07:22 P.M)
Crystal, David. 1995. The Cambridge Encyclopedia of the English Language, Cambridge University Press, United Kingdom Garnham, Alan. 1992. Psycholinguistics, Central Topics. Routledge, Chapman and Hall, Inc. 29 West 35th Street, New York, NY 10001 Gasser, Michael, Relating Comprehension and Production in the Acquisition of Morphology. ftp://ftp.cs.indiana.edu/pub/gasser/gala.pdf (4 Mei 2012, 11:30 A.M) Greenbaum, Sidney. 1996. English Grammar. Oxford University Press Inc., New York Hendriks, Petra dan Spenader, Jennifer. 2005. When Production Precedes Comprehension: an Optimization Approach to the Acquisition of Pronouns. Language Acquisition. http://roa.rutgers.edu/files/803-0106/803-HENDRIKS-0-0.PDF (5 Mei 2012, 12:48 P.M) Keenan, Janice M., dan MacWhinney,Brian. 1987. Understanding the Relationship between Comprehension and Production. Dalam Psycholinguistic Models of Production, eds. Hans W. Dechert dan Manfred Raupach, 149-155. Norwood, NJ: Ablex Publishing Co. Kim, Mikyong dan Thompson, Cynthia K. 2000. Patterns of Comprehension and Production of Nouns and Verbs in Agrammatism: Implication for Lexical Organization. Department of Communication Sciences and Disorder, 2299 N. Campus Drive, Northwestern University, Evanstone, IL 60208-3540.Piaget, Jean. 1972. The Principles of Genetic Epistemology. New York: Basic Books Koster, Charlotte; Hoeks, John & Hendriks, Petra. Comprehension and Production of Subject Pronouns: Evidence for the Asymmetry of Grammar. www.let.rug.nl/~hoeks/topicshift09.pdf . (4 Mei 2012, 11:24 A.M.) Ringbom, Hakan. On Relation between Second Language Comprehension and Production. https://www.jyu.fi/hum/laitokset/solki/afinla/julkaisut/arkisto/48/ringbom (3 Mei 2012, 12:21 P.M)
Sarwono, Jonathan. 2006. Analisis Data Penelitian Menggunakan SPSS. Penerbit Andi, Yogyakarta. Sugiyono, Prof.Dr. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Penerbit Alfabeta, Bandung. Tasseva-Kurkchieva, Mila. 2008. What about Grammar? Comprehension and Production at the Initial Stage of L2 Acquisition. Proceedings of the 9th Generative Approaches to Second Language Acquisition Conference (GASLA 2007), ed. Roumyana Slabakova et al., 242-250. Somerville, MA: Cascadilla Proceedings Project. Thompson, Cynthia K. Lewis P. Shapiro, Ligang Li & Lee Schendel, Analysis of Verbs and Verb-Argument Structure: A Method for Quantification of Aphasic Language Production, Clinical Aphasiology, Vol. 23, 1995, pp. 121-140 Shapiro, L.P., Nagel, H.N., & Levine, B.A. 1993. Preferences for a verb’s complements and their use in sentence processing. Journal of Learning and Memory, 32, 96114 Shapiro, L.P., Zurif, E.B., & Grimshaw, J. 1987. Sentence processing and the mental representation of verbs. Cognition, 27, 219-246 Newcastle University Aphasia Therapy Resources. Sentence Production via Queing of Arguments. Speech and Language Sciences, Newcastle University. http://research.ncl.uk/aphasia/
Lampiran 1. Instrumen tes Comprehension NO SENTENCES 1 The boy is swimming the girl. 2 The man is talking to the woman. 3 The woman is giving the money to the girl. 4 The boy is standing. 5 The girl is cutting. 6 The dog is sitting. 7 The woman is making the cake in the kitchen. 8 The woman is giving the book. 9 The woman is listening music. 10 The boy is pushing the desk. 11 The woman is sleeping her baby. 12 The man is putting the book on the desk at night. 13 The boy is pushing . 14 The man is swimming. 15 The girl is cutting the rope for the party. 16 The boy is sending the letter to the man. 17 The man is putting the book at night. 18 The man is looking the woman. 19 The dog is sitting the chair. 20 The girls is picking flowers. 21 The man is putting the book. 22 The girl is dancing in the field. 23 The girl is hitting on the wall. 24 The man is carrying the boy a box. 25 The woman is giving the present in the morning. 26 The boy is catching her the ball. 27 The man is talking. 28 The lady is sitting on her chair. 29 The man is putting on the table. 30 The man is bringing the box to the car. 31 The boy is pulling the girl the cart. 32 The girl is cutting the rope. 33 The woman is giving the money to the girl in the car. 34 The girl is pushing the boy the cart. 35 The man is talking the money. 36 The woman is making the cake. 37 The boy is pushing to the house. 38 The man is putting the book on the desk. 39 The woman is buying in the market. 40 The boy is standing against the wall. 41 The girl is picking. 42 The girl is dancing. 43 The man is pulling the cart into the house. 44 The girl is sending to the school. 45 The boy is giving in the afternoon.
TRUE FALSE
46 47 48 49 50
The man is pulling. The woman is listening. The girl is swimming toward the woman. The man is jumping the fence. The girls is picking flowers in the garden.
Lampiran 2. Instrumen tes Production
Lampiran 3. Personalia Tenaga Peneliti Personalia Penelitian a. Ketua Peneliti 1) Nama Lengkap dan Gelar : Dra. Kurnia Idawati, M.Si 2) Pangkat dan Jabatan : III/c - Lektor 3) Jabatan Fungsional/Struktural : Dosen Tetap Universitas Darma Persada 4) Fakultas/Program Studi : Sastra/Sastra Inggris 5) Bidang Keahlian : Language Skills and Applied Linguitics 6) Tempat Penelitian/Alamat : Jurusan Sastra Inggris Fakultas Sastra Universitas Darma Persada
7)
Waktu yang disediakan untuk penelitian ini (dalam jam/minggu): 5 (lima) jam/minggu
b. Anggota Peneliti 1) Nama Lengkap dan Gelar : Dra. Widiastuti, MM. 2) Pangkat dan Jabatan : III/c - Lektor 3) Jabatan Fungsional/Struktural : Dosen Tetap Universitas Darma Persada 4) Fakultas/Program Studi : Sastra 5) Bidang Keahlian : Statistik 6) Tempat Penelitian/Alamat : Fakultas Sastra Universitas Darma Persada 7) Waktu yang disediakan untuk penelitian ini (dalam jam/minggu): 5 (lima) jam/minggu