KUMPULAN CERPEN
BeaSiswo Oleh : Muhammad Hammam
Penerbit Ndok Asin NdokAsin.Co.Cc
Kumpulan Cerpen
BeaSiswo .............................................................................................................
Muhammad Hammam
Penerbit Ndok Asin cabang dari NdokAsin.Co.Cc Bintaro, 2010
BeaSiswo
Cetakan pertama e-book : Januari 2010 Desain sampul : just_hammam Penulis : Muhammad Hammam a.k.a just_hammam Cerpen-cerpen ini telah dipostingkan dalam situs www.kemudian.com
Lisensi Dokumen: Copyright © 2008-2010 NdokAsin.Co.Cc Seluruh dokumen di NdokAsin.Co.Cc dapat digunakan, dimodifikasi dan disebarkan secara bebas untuk tujuan bukan komersial (nonprofit), dengan syarat tidak menghapus atau merubah atribut penulis dan pernyataan copyright yang disertakan dalam setiap dokumen. Tidak diperbolehkan melakukan penulisan ulang, kecuali mendapatkan ijin terlebih dahulu dari NdokAsin.Co.Cc
Belum pernah dicetak Bagi yang ingin mencetak sesuai lisensi, dipersilakan
P ENGANTAR Menulis sebuah cerpen memiliki keasyikan tersendiri. Saatsaat memunculkan ide dan membuatnya menarik adalah proses yang menyenangkan. Saat menuangkan ide dalam tulisan pun memiliki tantangannya tersendiri. Tantangan apakah penulis setia pada ide awalnya atau mengikuti kemana cerpen tersebut membawa kisahnya sendiri. Cerita-cerita dalam kumpulan cerpen ini bukanlah ceritacerita baru. Semuanya pernah penulis posting dalam situs kemudian.com. Ada kebanggaan dan keasyikan tersendiri menjadikannya dalam bentuk seperti ini. Dan kehormatan besar bagi penulis, saat anda membacanya. Semoga cerpen-cerpen yang ada dalam kumpulan cerpen ini dapat memberikan manfaat bagi anda. Selamat Membaca!
- Muhammad Hammam -
URUT-URUTAN CERPENNYA BEAS ISWO .......................................................................... 1 Gembul Bau ...................................................................... 7 Setrika O Setrika ............................................................ 14 Jemuran Keramat ............................................................ 19 Sarapan ............................................................................ 24 Rumput Tetangga ........................................................... 27 Komputer Lombok ......................................................... 31 Lidi Sapu Ibuku.............................................................. 37 Kamar Mandi Inspirasi .................................................. 41 Gombal ............................................................................ 46 Tempat Sampah .............................................................. 50 Motor Cintaku................................................................. 54 Buku Terhebat ................................................................ 58 Rak Piring Patah? ........................................................... 60 Rak Sepatu Warisan ....................................................... 66 Pisang Kompleks ............................................................ 70
BEAS ISWO Hujan turun dengan deras hari ini. Sudah seminggu ini seperti itu, sehingga banyak daerah kebanyakan air alias banjir. Pun termasuk jalan dari kos-kosanku ke kampus yang cuma 15 menit jalan kaki. Aku mempersoalkan masalah cuaca karena pagi ini ada kuliah. Bagaimana coba caranya aku ke kampus kalau hujan terus-menerus seperti ini? Yang paling aku takutkan adalah sepatuku yang hanya sepasang, kanan dan kiri. Kalau sampai sepatuku ini basah, duh... Masih lekat di ingatanku pada saat aku maksain pakai sepatu pada saat hujan-hujan begini, sepatunya jadi basah dan kakiku jadi lembab. Akibatnya kakiku menjadi gatal sekali pada waktu malam harinya. Sungguh menyiksa saat tidak dapat tidur gara-gara kaki gatal. Kapok aku menggunakan sepatu basah.
Jadilah aku berangkat kuliah pakai sandal. Sandal jepit. Aku ingat ibuku yang membelikanku sandal ini karena pada saat aku pulang ke rumah, aku suka pakai sandal beliau. Jadilah aku dibelikan sandal jepit agar tidak menggunakan hak milik orang lain. Sandal jepit beralas putih dengan karet berwarna biru dibelikan ibu dari pasar Baru.
Cerpen : BeaSiswo
Akhirnya aku kepikiran untuk memakai sandal saja ke kampus, nanti waktu sampai di kampus baru ganti sepatu. Ide cemerlang dari otakku, aku suka itu.
1
Ibuku orang yang baik. Seorang guru SD yang sangat aku hormati. Jarang marah dan pekerja keras. Setiap pagi ibuku selalu bangun sebelum subuh dan mulai menanak nasi buat sarapan bapak, aku dan adikku. Setelah subuh datang beliau membangunkan kami dan menyuruh kami sholat berjamaah ke musholla, perintah yang jarang aku patuhi. Ngantuk selalu menyerangku tanpa ampun di subuh hari. Beliau juga menyiapkan pakaian seragam untuk adikku dan baju kerja untuk bapakku yang seorang pedagang kecil-kecilan. Ahh...ibu yang sempurna. Kalau aku mencari istri, aku ingin mencari yang seperti ibuku. Ibuku juga memiliki pendirian yang kukuh. Masih teringat jelas di ingatanku bagaimana kemarin aku mengecawakan beliau. Beliau begitu terpukul, menanggung beban yang sangat berat. Mencoba bertahan dalam himpitan kesulitan ekonomi yang tanpa ampun menyerang harga dirinya, melalui perilakuku. ***
Sudah dua semester lebih aku belajar tentang seni dengan segala rupanya. Mulai dari suara, warna, rasa hingga jiwa kupelajari seninya. Hebat benar pencipta seni, mampu masuk dalam segala bentuknya.
Cerpen : BeaSiswo
Aku adalah seorang mahasiswa. Bukan seorang mahasiswa biasa, namun mahasiswa jurusan kesenian, jurusan yang kupilih dengan kesadaran dan pemikiranku sendiri. Sebut namaku Siswo.
2
Sebagai seorang mahasiswa tentu tidak lepas dari permasalahan klasik. Ongkos kuliah. Kuliah adalah sesuatu yang mewah, oleh karena itu pengorbanan finansial yang harus diberikan tidaklah sedikit. Makan dua kali sehari dan banyak-banyak minum air putih adalah salah satu tips bagaimana menghemat uang saku dari orangtua agar cukup untuk bertahan di zaman semua serba mahal sekarang ini. Zaman SSM. Semua Serba Mahal. Hingga suatu hari, selembar pengumuman menghampiriku melalui seorang teman kos. Pengumuman beasiswa. Janji pemerintah untuk menaikkan anggaran pendidikan sesuai dengan amanat undang-undang tampaknya menjamahku juga. Beasiswa diberikan kepada mahasiswa kurang mampu, aku tentu masuk di dalamnya, yang berprestasi. Syaratnya gampang saja : surat keterangan tidak mampu (4 lembar), surat keterangan belum menikah (4 lembar), fotokopi kartu keluarga (4 lembar), surat keterangan penghasilan orang tua (4 lembar), dan fotokopi transkrip nilai terakhir legalisir (4 lembar).
Segera saja aku sms ibuku untuk membuatkan segala syarat tersebut agar aku dapat meringankan beban orang tuaku. Namun, tanggapan yang aku harapkan tidak terkabulkan. Ibuku membalas sms tersebut dengan menelefonku. Berikut potongan pembicaraanku dengan ibuku:
Cerpen : BeaSiswo
-
3
"Siswo, ibu menyuruh kamu kuliah itu untuk belajar. Tidak usah kamu pikirkan masalah biaya kuliah." "Tapi Bu, ini kesempatan aku dapat beasiswa. Kan lumayan Bu," jawabku "Sudahlah...ibumu ini, biar cuma guru SD masih bisa ngongkosin kamu." "Yach Ibu...kenapa sich?" "Bukan apa-apa Siswo. Pokoknya ibu sama bapakmu ini masih bisa ngongkosin kamu, tidak usah ambil beasiswa itu. titik" "Ahh...aku tidak suka kalau Ibu seperti ini. Otoriter. Aku kan hanya ingin membantu Bapak Ibu, kenapa tidak diizinkan?" Amarahku meningkat mendengar jawaban ibuku yang otoriter tidak mau dibantah. Beliau suka bersikap seperti ini untuk mendisiplinkan anak-anaknya terutama dalam beragama. Diam... Hening...
"Bu...maafkan Siswo, Siswo tidak bermaksud marahmarah." Aku membuka suara karena kudengar ibuku sedikit terisak.
Cerpen : BeaSiswo
Sunyi...
4
"Nak...dengar Ibu, selama ini kita menjadi keluarga selalu menjaga nama baik. Tidak pernah sekalipun kita mintaminta pada orang lain. Sekarang kamu minta ibu untuk meminta surat keterangan tidak mampu agar dapat beasiswa untukmu. Kita bukan pengemis Nak. Jika memang atas prestasimu kamu mendapatkan beasiswa, ibu bangga. Namun jika karena kemiskinan kamu mendapat beasiswa, itu berarti kamu kurang bersyukur. Lihatlah teman-teman kamu, ibu yakin banyak yang lebih beruntung dari kita, dan banyak juga yang kurang beruntung dari kita. Lihatlah yang kurang beruntung Nak. Bersyukurlah..." Tanpa kusadari air mata meleleh dari mataku. Aku terenyuh mendengar bagaimana ibuku menjaga kehormatan keluarga kami. Menjaga dari kebodohanku yang kurang bersyukur. Aku selalu bangga pada ibuku. ***
Heh...kalau kamu bertanya kenapa aku tidak menyebutnyebut soal payung, itu karena aku sudah memakainya. Aku tidak setolol itu, menempuh hujan tanpa menggunakan payung. Ingat pepatah kuno dong : sedia payung sebelum hujan. Sekarang tinggal ganti sepatu, tapi kok...
Cerpen : BeaSiswo
Aih..membayangkan ibuku tidak terasa aku sudah sampai di kampus. Benar sekali dugaanku, jalan ke kampus becek dan berair agak kebanyakan. Untungnya aku pakai sendal.
5
Lho...dimana sepatuku? Tadi sudah aku masukkan dalam plastik kok. Astaga...pasti aku lupa memasukkanya ke dalam tas dan meninggalkannya di kos-kosan. Nyata benar tololnya aku.
Cerpen : BeaSiswo
***
6
Gembul Bau Siang ini terik sekali, badanku yang lumayan tambun menyimpan banyak cadangan keringat untuk dikeluarkan, jadilah aku keringat berjalan. Yang paling bikin sebel adalah saat orang-orang yang kebetulan berpapasan denganku menutup hidungnya, seolah aku bau. Duh, kenyataan pahit yang harus kuhadapi adalah aku memang dan sebenarbenarnya bau. Bahkan, terkadang aku menutup hidungku sendiri agar tidak mencium bau badanku sendiri.
Permasalahan menjadi bau adalah tidak ada cewek yang bersedia mendekatiku. Apalagi aku bau plus plus, plus tambun, plus jelek, plus jorok. Sumpah bukan inginku menjadi seperti ini. Pekerjaan sampinganku sebagai satpam menjadikan aku tidak dapat menikmati ruang ber-AC. Tahu sendirilah kalau pos satpam itu jarang sekali yang ber-AC. Pekerjaan utamaku sebagai mahasiswa seharusnya menjadikan aku seorang yang rapi, paling tidak cakep lah. Sayangnya, aku mahasiswa paling jelek dalam angkatanku. Kalau boleh aku tidak kuliah, aku mau langsung jadi dosen
Cerpen : Gembul Bau
Sebenarnya aku pernah mencoba untuk menghilangkan bau badan, Kupakai bermacam minyak wangi dan berbagai jenis deodoran, sayangnya karena kebanyakan yang kupakai bauku malah tambah parah. Semenjak itu aku tidak peduli dengan bau badanku, daripada capek-capek malah tambah bau.
7
saja. Kalau jadi dosen meskipun bau, jelek, jorok, aku akan tetap dihormati. Seorang tambun, jelek, jorok dan bau bernama Siswo, yakni diriku sendiri seharusnya tidak ada yang mendekati. Dan memang hal tersebut yang terjadi hingga terjadi keajaiban tiga hari yang lalu. Keajaiban yang membawa seorang cantik, rapi, bersih, dan cewek (aku perlu menegaskan masalah ini, karena yakin ada yang berpikir macam-macam) tiba-tiba bilang cinta dengan aku. Sumpah, akupun bingung dengan cara nasib terjadi. Entah dari gedung tinggi yang mana Dewi, cewek yang menyatakan cinta padaku, melihatku. Apakah dari Monas, Menara Petronas, Menara Eiffel atau dari Obor Liberty di Amerika sana, hingga dia berhasil menemukan sisi menerik dari diriku. Namun, karena kebodohanku yang entah keberapa aku tidak langsung menjawab pernyataan cinta Dewi. Insting laba-laba seperti punya Spiderman tidak akan berguna untuk masalah seperti ini. Mungkin pengaruh cerita konspirasi yang suka kubaca menjadikan aku was was. Was was kalau Dewi hanya mempermainkanku.
"Dasar tidak tahu diri!" umpatku dalam hati. Oh ya, aku Dewi bukan Siswo si bau itu. Siswo yang tidak tahu diri menggantungkan pernyataan cintaku tiga hari lalu. Aku tidak habis pikir dengan orang aneh satu itu, dan makin tidak habis pikir dengan diriku yang menyatakan cinta
Cerpen : Gembul Bau
***
8
padanya. Aku hanya terpana pada senyum manisnya saat pertama melihatnya, kemudian kagum pada kesediaannya menjadi satpam untuk mencari tambahan uang, dan akhirnya selalu terbayang tiap malam. Wuaaa... apa aku salah kalau jatuh cinta pada orang semenarik itu? Sebenarnya aku cudah mencoba setengah hidup (yang berarti setengah lagi mati) untuk menghilangkan bayangbayangnya. Namun, bau badannya saat tidak sengaja berpapasan di samping kantin seketika menghilangkan nafsu makanku dan membuatnya terus dalam otakku. Bodohnya aku, semakin terbayang-bayang, semakin dalam pula cintaku.
Jantungku berdetak kencang usai aku bilang cinta itu. Keringat dingin kuraskan mengalir pada dahiku. Aliran listrik seperti mengalir dalam sekujur tubuhku. Kepalaku berdenyut-denyut seiring detak jantungku. Karena lama dia terdiam akhirnya aku capek berdiri dan duduk begitu saja di situ.
Cerpen : Gembul Bau
Hingga hari saat kunyatakan cinta ini padanya. Waktu itu, siang hari kutunggu dia selesai kuliah. Kuhampiri dan kuulurkan tanganku, menyalaminya. Kukenalkan diriku bernama Dewi dan dia menjawab kalau dia sudah kenal aku. Dengan sinis dia bertanya, ada apa tiba-tiba menyapa. Aku yang sedang tidak karuan karena bimbang apakah benar tindakan yang aku lakukan segera mengatakan kalau aku sebenarnya cinta padanya.
9
Kulihat dia masih mematung, pandangannya kosong. Tampaknya baru kali ini dia ditembak cewek, atau janganjangan baru kali ini dia dekat dengan cewek. Aku tidak tahu, tapi aku baru sadar kalau kepalaku berdenyut bukan mengiringi detak jantungku namun karena tidak tahan dengan bau badannya. Aku tidak tahan dan bersiap beranjak pergi. Tiba-tiba saja, "Eh Dewi, aku pikir-pikir dulu ya," Siswo melengos pergi meninggakanku yang masih terduduk. Tidak percaya akan apa yang baru saja terjadi aku mencubit diriku sendiri. Dan ternyata cubitanku masih cubitan kelas satu. Bekas cubitan tersebut tidak hilang hingga keesokan harinya. ***
"Halo!" kata Dewi judes. "Halo, Dewi ni ya?" jawab Siswo dari seberang sana. "Iya, ini Dewi, ada apa?" "Temui aku di depan rumahmu sekarang!" tut tut tut... Siswo menutup telefonnya.
Cerpen : Gembul Bau
Kriiing kriiing...HP Dewi berbunyi. Ringtonenya yang standar telefon klasik menandakan bahwa yang menelfon adalah Siswo. Dewi khusus memberi ringtone klasik karena merasa Siswo adalah cowok klasik. Pada layar tertulis tulisan "Nyebelin menelefon".
1 0
Dalam kesal Dewi bertanya-tanya kenapa dia diminta menemui Siswo di depan rumahnya. Depan rumah Dewi adalah jalan setapak. Di depannya lagi, di seberang jalan setapak tersebut ada sebuah sungai yang tidak begitu lebar. Di sungai tersebut Dewi biasa berenang waktu kecil. Sesudah gede Dewi malu kalau berenang di sungai. Dewi membuka pintu dan serta merta bau yang kurang sedap menyerbunya. Tanpa babibu Siswo menggandeng tangan Dewi dan mengajaknya pergi, atau lebih tepatnya menyeretnya. Namun, karena terlalu tergesa Siswo limbung dan terpeleset. Untungnya dia tidak sampai jatuh ke sungai.
"Aduh..." Siswo mengerang sakit sambil mencoba mengangkat tubuhnya yang tambun dari kejatuhannya. Dag dig dug jantung Siswo. Bukan karena dibanting oleh Dewi namun karena hari ini ia berniat menjawab ungkapan cinta Dewi. Keringat yang biasa membanjiri tubuhnya hari ini lebih banyak dari biasanya. Jadilah dia keringat berkeringat. "Aku...aku..." Siswo terbata mencoba mengatakan kalau dia tambun, eh bukan, Siswo terbata karena mencoba mengatakan kalau dia ... (tidak tahu deh).
Cerpen : Gembul Bau
"Ada apa sih!" kata Dewi agak marah sambil mengibaskan tangan Siswo yang menggandengnya. Sayangnya Dewi lupa kalau dulu dia pernah, dan masih juara pencak silat. Pada waktu mengibaskan tangan Siswo tenaga yang dia kerahkan terlalu besar hingga Siswo terbanting. Untungnya, lagi-lagi Siswo beruntung karena tidak sampai jatuh ke sungai.
1 1
"Aku ingin menjawab ungkapan cintamu kemarin tiga hari lalu Wi," kata Siswo sudah mulai lancar. "Sambil jalan yuk," ajak Siswo. Dewi mulai dag dig dug karena akan mendengar jawaban Siswo. Sebenarnya Dewi udah tidak berharap lagi. Bahkan, Dewi berharap supaya harapan itu tidak ada. Sayangnya hatinya tidak dapat berbohong. Hatinya masih dag dig dug sekarang. Mereka berjalan beriringan di tepi sungai. "Gini Wi, sebetulnya aku..."
Dewi mencoba menghilangkan muka culunnya karena bingung dengan mencoba tersenyum. Namun, senyumnya yang biasanya cantik dan seksi jadi kelihatan sangat aneh karena tidak jelas dia senyum untuk siapa karena apa. Akhirnya Dewi menyerah dan mulai mencari dimana Siswo. Kemudian samar-samar Dewi mendengar suara Siswo. "toloong..." samar terdengar suara Siswo.
Cerpen : Gembul Bau
Belum sempat Siswo menyelesaikan kalimatnya tiba-tiba cerita ini berakhir begitu saja. Eh bukan, tiba-tiba Siswo menghilang begitu saja. Dewi yang sudah merem cemas menanti kata-kata Siswo mulai pegel karena tidak kunjung ada lanjutannya. Akhirnya Dewi melek dan celingak celinguk mencari Siswo. Paras ayunya seakan lenyap ditelan kebingungan, kemanakah Siswo.
1 2
Dewi mencoba menelusuri dimana suara tersebut. Akhirnya matanya melihat tubuh tambun Siswo terapung di sungai, mencoba berenang menepi.
Cerpen : Gembul Bau
***
1 3
Setrika O Setrika Siswo adalah seorang mahasiswa Universitas Hijau. Dia mahasiswa jurusan tata busana. Malam tadi, Siswo mencuri setrika ibunya untuk mata kuliah setrikaan hari ini. Saat ibunya tidur, Siswo mengendap-endap ke tempat kerja ibunya sebagai tukang cuci dan diam-diam mengambil setrika. Sungguh, Siswo sebenarnya tidak tega mengambil setrika ibunya karena dengan itu ibunya bekerja. Oleh berkat adanya setrika itu pula Siswo dapat kuliah. Melalui setrika, Allah memberikan rezeki pada ibunya dan mengalir ke dirinya.
“La la la lala lalalala...” Senandung riang Siswo terdengar saat dia selesai mandi dan bersiap-siap kuliah. “Siswo, ini makan dulu,” kata ibu Siswo. Siswo pun menuju meja makan dan segera mengambil nasi dan makan dengan lauk tempe goreng berteman sambal
Cerpen : Setrika O Setrika
Setrika adalah alat yang unik. Dapat membuat yang kusut menjadi halus dan rapi. Siswo membayangkan seandainya ada setrika untuk pikiran. Bayangannya itu bukan tanpa alasan, melihat perkembangan setrika yang pesat, dari setrika baju menuju setrika rambut, setrika pikiran bukanlah hal yang musykil. Bagi Siswo, setrika pikiran adalah solusi nyata saat uang jajan macet dan pikiran jadi kusut.
1 4
terasi. Sepintas Siswo sempat melihat raut sedih pada paras bijak ibunya, namun karena Siswo harus buru-buru agar tidak terlambat Siswo mengacuhkannya. Piring penuh dengan nasi dan empat potong tempe goreng dilahapnya kurang dari sepuluh menit.
Siswo merasa ranselnya berat karena adanya setrika. Dia jadi teringat gosip pembantu sebelah rumahnya yang dipecat gara-gara teledor dalam menggunakan setrika. Pembantu sebelah tersebut meninggalkan setrika yang masih menyala untuk mengangkat telefon hingga baju kesayangan nyonyanya terbakar dan bolong. Nyonya rumah itu marah-marah dan seketika itu menyuruhnya pulang. Yang lucu, esoknya saat nyonya tersebut menyetrika pakaian kerjanya, kejadian serupa menimpa dirinya. Karena ada telepon nyonya tersebut meninggalkan setrika menyala dan membuat bolong bajunya yang lain. Akhirnya dia memecat dirinya sendiri, eh bukan, akhirnya dia mempekerjakan kembali pembantunya yang dipecat. Dia
Cerpen : Setrika O Setrika
Jarak rumah Siswo dan kampus Universitas Hijau tidak jauh. Hanya sekitar 15 menit jalan kaki. Siswo sudah menyandang ransel kuliahnya dan jalan dengan riang menuju kampus. Dia merasa senang karena hari ini tidak perlu menerima omelan dari dosen mata kuliah setrikaan. Dia sudah membawa setrikanya sendiri dan tidak perlu mengganggu temannya seperti biasanya. Siswo membayangkan dosen super sensi itu akan mengangguk-angguk tanda peningkatan Siswo karena sudah membawa setrika sendiri.
1 5
menganggap kesalahan pembantunya itu dapat dimaafkan karena dia melakukan kesalahan yang sama persis.
Siswo akhirnya sampai di kelas dan untungnya masih diperbolehkan masuk. Sambil mengatur nafas Siswo melihat sekelilingnya. Tampaknya kelas memang baru akan dimulai. Dia melihat teman-temannya baru mengeluarkan setrika. Ada juga yang masih bisik-bisik asyik ketawa-ketiwi. Selain itu, dia juga melihat dosen galaknya sedang berkeliling mengecek apakah mahasiswanya membawa setrika atau tidak. Siswo melihat dosen tersebut berkeliling dan sekarang berdiri di sebelahnya. “Siswo, mana setrika kamu? Jangan bilang kamu akan bergabung dengan teman yang lain lagi hari ini.” kata dosen tersebut berwibawa. Siswo mengerjab-ngerjab belum menyadari sepenuhnya apa yang sedang terjadi. Sekitar 5 detik kemudian baru Siswo sadar saat terdengar ucapan:
Cerpen : Setrika O Setrika
Sampai di kampus Universitas Hijau Siswo sudah terlambat. Lari-lari dia menuju ruangan kelasnya. Dalam lari-lari tersebut Siswo kembali merasakan berat ranselnya karena membawa setrika. Dia jadi ingat pada sebuah iklan di televisi yang dia rasa bodoh. Iklan dimana saat menyetrika ada telepon yang berdering. Penyetrika itu bukannya mengangkat telepon tapi justru mengangkat setrika hingga pipinya kepanasan. Alangkah konyolnya iklan itu, pikir Siswo sambil berlari.
1 6
“SISWO!” bentak dosen tersebut membuyarkan lamunan Siswo. “I ii iya pak, maaf.” jawab Siswo kaget. “Maaf maaf! Mana setrika kamu?” bentak dosen tersebut garang. Karena sudah sepenuhnya sadar, Siswo dapat mulai menguasai keadaan. “Tenang Pak, kali ini saya tidak seperti biasanya.” jawab Siswo percaya diri.
Siswo lumayan ciut nyali dibentak oleh dosennya. Kemudian Siswo membuka ranselnya dan mencari setrika yang diambilnya diam-diam semalam. Namun, nasib buruk menimpa Siswo. Setrika tersebut tidak ditemukannya. Siswo justru menemukan batu bata di dalam ranselnya. Pantesan tadi berat pikirnya. Tapi bagaimana mungkin setrika bisa berubah menjadi batu bata? Apakah mungkin ada yang menggunakan ilmu sulap dan merubah setrika ibuku menjadi batu bata? Atau jangan-jangan aku masuk reality show hari yang aneh. Pikiran-pikiran aneh mulai muncul di kepala Siswo.
Cerpen : Setrika O Setrika
“Tidak seperti biasa bagaimana? Kamu masih saja tidak rapi begitu bilang tidak seperti biasa. Sudah! Tidak usah banyak ngomong, mana setrika kamu.” bentak dosen mulai hilang kesabaran.
1 7
Dalam kepanikan akhirnya Siswo menemukan titik terang. Ada sebuah amplop dengan tulisan “untuk Siswo”. Siswo dengan sembunyi-sembunyi dari dosennya – yang mulai merah padam mukanya karena menunggu lama – membuka surat tersebut dan membaca sebaris pendek isi surat tersebut. = Maaf Nak, banyak cucian hari ini, Ibu perlu setrikanya = = Ibu = Siswo pun turut merah padam dan berkeringat dingin karena bingung harus apa. Dia merasa menjadi orang paling konyol sedunia, lebih konyol dari nyonya tetangga sebelah dan iklan di televisi. Namun, apa lacur setan berwujud dosen galak setengah mati membuatnya mengambil setrika ibunya.
Cerpen : Setrika O Setrika
***
1 8
Jemuran Keramat Terdapat sebuah jemuran tua di belakang sekolah tua yang sudah tidak dipakai. Jemuran tersebut kedua tiangnya terbuat dari bambu ditanam dalam tanah. Pada tiang yang ditanam dalam tanah tersebut dipakukan kayu melintang. Tiga utas tali terikat dari satu kayu melintang pada lintangan kayu yang satunya. Pada jemuran tersebut terdapat tiga buah pakaian yang entah sejak kapan dijemurnya. Pakaian tersebut sudah terlalu lama dijemur di situ hingga lumutan. Sebuah celana dalam, handuk dan jas hujan. Sebuah pemandangan yang sangat tidak sedap dipandang mata.
Bambu yang tertanam dalam tanah sebagai tiang jemuran, konon adalah bekas bambu runcing yang digunakan untuk melawan Belanda. Bambu runcing tersebut telah berhasil membantu negeri ini memperoleh kemerdekaan. Tidak kurang sepuluh nyawa penjajah telah direnggutnya. Bambu tersebut menemani perjuangan hingga pemiliknya gugur dalam medan juang. Bambu tersebut kemudian diambil oleh penjajah Belanda dan dibuang ke sungai. Aliran sungai membawa bambu tersebut hingga ditemukan oleh warga di hilir sungai dan
Cerpen : Jemuran Keramat
Ada cerita beredar tentang jemuran di belakang sekolah tua tersebut. Cerita yang membuat warga sekitar enggan untuk mengusik jemuran tersebut.
1 9
dijadikan sebagai tiang jemuran. Selama tiga generasi tiang jemuran tersebut bertahan hingga sekarang. Cerita tersebut merupakan cerita awal kenapa warga enggan mengusik jemuran tersebut. Rasa nasionalisme yang tipis nyaris terkikis habis membuat warga sungkan untuk mengusik benda bersejarah perjuangan semacam bambu runcing yang jadi tiang jemuran.
Alkisah pendaki tersebut berhasil mencapai puncak tertinggi di Indonesia. Tali yang dia gunakan dia anggap sangat berjasa hingga dipajang di rumahnya. Namun, roda nasib yang berputar berkata lain. Nasib membawanya pada kondisi terendah dalam hidupnya hingga dia terpaksa menjual tali tersebut ke tukang loak untuk sekadar mencukupi makan satu hari. Tali tersebut pada akhirnya dibeli oleh pemilik sekolah tua dimana jemuran tersebut berada. Ironisnya dengan tali tersebut pemilik sekolah pernah mencoba gantung diri.
Cerpen : Jemuran Keramat
Cerita berikutnya adalah tentang tali tambang yang terentang sebagai tali jemuran. Konon tali tersebut adalah bekas tali yang digunakan seorang pendaki gunung pada waktu mendaki Jaya Wijaya. Tali tersebut digunakan untuk mengikat para pendaki yang berangkat dalam rombongan agar tidak terpisah. Selain itu, ikatan diantara rombongan pendaki tersebut juga dimaksudkan agar apabila salah satu ada yang terperosok jatuh, maka tali tersebut akan menyelamatkannya.
2 0
Namun, usaha tersebut gagal. Pemilik sekolah tersebut akhirnya dihukum karena percobaan pembunuhan pada diri sendiri. Tali yang digunakan untuk gantung diri tersebut kemudian digunakan oleh pegawai di sekolah tua tersebut sebagai tali jemuran agar tidak disalahgunakan lagi. Cerita tersebut semakin menciutkan nyali warga sekitar untuk mendekati jemuran tersebut. Sebagian dikarenakan malu pada diri sendiri karena tidak dapat mencapai pucak keberhasilan dalam hidup seperti yang telah dicapai pendaki dalam menaklukkan Puncak Jaya. Juga karena malu tidak pernah peduli pada sesama. Sebagian warga takut karena percaya bahwa tali tersebutlah yang mengajak pemilik sekolah untuk mencoba bunuh diri.
Tiga buah pakaian yang dijemur hingga berlumut konon adalah milik pelacur yang pernah menggunakan sekolah tua tersebut sebagai rumah singgah. Tiga buah jemuran tersebut adalah pakaian utama pelacur tersebut saat tidak melacur. Celana dalam, tubuh terbungkus handuk dan jas hujan untuk menutupi bagian tubuh lainnya. Perasaan malu pada dirinya sendiri begitu mendera setiap dia singgah ke sekolah tua tersebut. Suatu hari, selepas menjemur ketiga jemuran tersebut, palacur tersebut pergi melacur. Namun, malam itu begitu
Cerpen : Jemuran Keramat
Namun diantara dua cerita tersebut, hal terakhir inilah alasan utama dan pertama warga enggan mendekati jemuran tersebut.
2 1
berat baginya. Pikirannya penuh dengan rasa bersalah dan keinginan untuk bertobat begitu besar dalam dadanya. Rasa jijik pada setiap inchi tubuhnya dan perasaan lebih jijik lagi pada pria-pria langganannya membuatnya mual. Kepalanya begitu sakit karena memikirkan apakah dirinya akan mendapat kesempatan untuk bertobat. Hingga akhirnya dia memutuskan untuk ke masjid malam itu.
Cerita terakhir tersebut membuat orang enggan untuk mendekati jemuran tersebut. Sebagian besar khawatir seandainya perbuatan mereka yang tidak jauh dari melacur tidak diampuni. Melacurkan pangkat, jabatan dan kepercayaan. Takut seandainya waktu bertobat ternyata tidak sesuai dengan rancangan jangka panjang. Tidak pas saat kekayaan telah cukup tertumpuk. Begitu khawatir. *** Hari ini seorang anak kecil takut-takut membersihkan jemuran tersebut. Dibuangnya tiga pakaian lumutan dan dibersihkan tiang jemuran dari sarang laba-laba dan semut. Satu-persatu dia menjemur pakaiannya. Semalam dia kabur
Cerpen : Jemuran Keramat
Namun, untung tidak dapat diraih dan malang tidak dapat ditolak. Tepat saat dia hendak menyeberang jalan menuju masjid, sebuah mobil tiba-tiba muncul dari tikungan dan menabraknya. Pelacur tersebut terpental sejauh tiga meter dan meninggal seketika. Tidak ada yang tahu apakah tobatnya diterima atau tidak.
2 2
dari rumah karena malu baru tahu ayahnya jadi pejabat bejat telah terima suap.
Cerpen : Jemuran Keramat
***
2 3
Sarapan “Shodaqollahuladzim...” Aku mengakhiri kegiatan rutinku membaca Al-Qur'an sehabis sholat subuh. Kubuka jendela di ruang perpustakaan yang merangkap sebagai tempat ibadah ini. Hawa sejuk menyeruak masuk. Kuambil nafas dalam-dalam dan menghembuskannya pelan-pelan. Kurasakan kesegaran pada sendi-sendi tubuhku. Pagi ini hari minggu sehingga aku dapat tenang untuk sekedar menikmati udara pagi. Selain hari libur, aku tidak dapat melakukannya karena aku harus siap-siap untuk berangkat ke kantor.
Cerpen hari ini berkisah tentang seseorang yang menggunakan kelima indranya untuk merasakan keberadaan tempat sampah. Cerita yang cukup menggelitik saat tokoh dalam cerpen tersebut ketahuan tetangganya sedang melakukan hal yang aneh.
Cerpen : Sarapan
Aku kemudian menuju ke ruang depan. Aku ingin membaca koran sambil menunggu istriku memasak sarapan. Kudengar di dapur suara piring beradu dengan benda lainnya, menandakan istriku sedang memasak sesuatu. Aku pun menuju ke halaman dan mengambil koran pagi ini. Bagian yang kusukai dari koran minggu adalah bagian cerpen dan puisinya. Cerita dan puisi tersebut sering menjadi inspirasiku dalam menumbuhkan semangat.
“Kruucuk kruucuk...”
2 4
Perutku berbunyi. Sudah setengah jam lebih aku menunggu istriku memasak. Sarapan merupakan hal yang telah dibiasakan oleh orang tuaku hingga sekarang aku biasakan kepada keluargaku. Masih terekam di otakku bagaimana dulu ibuku memasak tempe goreng dan sambal tiap hari. Sederhana memang, namun kesederhanaan itu menjadi hal yang sering kurindukan. Aku berpisah dengan orang tuaku saat kuliah di salah satu perguruan tinggi di Jakarta. Sewaktu kuliah, aku tetap membiasakan sarapan. Di Jakarta, jenis makanan yang biasa dijual untuk sarapan adalah nasi uduk. Nasi yang gurih. Baru di Jakarta ini aku bertemu nasi uduk. Selain itu, di beberapa warung ada juga yang menjual lontong sayur dan bubur ayam untuk sarapan.
“Uhh...” Membayangkan jenis-jenis sarapan aku menjadi semakin lapar. Perutku mulai sedikit melilit. Tidak biasanya istriku memasak lama-lama untuk sarapan. Menu yang biasa disajikan istriku untuk sarapan biasanya telur goreng plus
Cerpen : Sarapan
Aku bertemu dengan jenis makanan unik yang digunakan untuk sarapan di kota Palu. Di kota ini, makanan yang tersedia untuk sarapan adalah nasi kuning. Nasi kuning di daerahku biasanya hanya dimasak pada kesempatan spesial, seperti ulang tahun dan syukuran. Oleh karena itu, aku agak heran saat nasi kuning tiap hari dijual sebagai makanan untuk sarapan.
2 5
sambal terasi. Tidak butuh waktu lama untuk memasak makanan tersebut. Seharusnya tidak sampai setengah jam. Aku jadi harap-harap cemas. Istriku suka memberi kejutan tiba-tiba meskipun tidak ada acara spesial. Aku berharap istriku sedang menyiapkan sarapan istimewa hari ini. Namun, aku juga cemas istriku kenapa-kenapa hingga memasaknya lama sekali. Bukankah tadi dia telah memasak sejak aku selesai mengaji? Akhirnya aku putuskan untuk menengok istriku ke dapur. Aku tidak tahan dengan harap-harap cemas. Meskipun risikonya istriku marah karena kejutannya aku gagalkan, aku tetap melangkah menuju dapur. Suara piring beradu dengan sesuatu masih terdengar dari dapur. Hingga aku melongok dan... Tidak kulihat istriku di dapur. Rupanya suara piring berasal dari si putih, kucingku yang memainkan mangkuk tempat makanannya. Lalu dimana istriku? Duh...jangan-jangan...
***
Cerpen : Sarapan
Aku menuju ke kamar kami dan kulihat damai wajah istriku yang masih tidur nyenyak berselimut hangat.
2 6
Rumput Tetangga
Melihat rumput hijau terpotong rapi aku jadi ingat dengan beberapa penikmat rumput. Dan yang aku catat para penikmat rumput tersebut begitu terkenal. Penikmat rumput yang kumaksud di sini bukan penikmat rumput ganja. Jauh-jauh dari rumput satu itu. Rumput yang membawa pada keterpurukan. Rumput perusak otak pembawa nikmat sesaat. Nikmat palsu yang terlaknat. Eh...kenapa aku jadi memaki-maki rumput? Bukan rumput itu yang salah, tapi manusianya yang menyalahgunakan. Jadi yang kumaksud dengan penikmat rumput yang pertama adalah kuda. Kuda terkenal sebagai kendaraan sejak zaman baheula. Kuda pemakan rumput. Kuda yang berkuku satu di tiap kakinya. Kuda yang jadi ide beberapa macam binatang
Cerpen : Rumput Tetangga
Rumput tetangga katanya selalu lebih hijau dan itu benar sekali dengan kondisiku sekarang. Rumput tetangga itu hijau, terlihat indah dan menyejukkan mata. Rumput tersebut terpotong rapi, sama tinggi dan terlihat gembira. Sementara tanah becek tempatku ini begitu kontras. Laiknya jalan dan trotoar. Tanah ini basah, coklat, dan berlumpur. Menakutkan bagi pakaian merah, oranye, hijau apalagi putih. Mengancam akan mengotori siapa yang berani mendekat. Koloid yang terbentuk antara air dan tanah – yang lebih dikenal dengan lumpur – seolah menantang siapapun untuk dapat melewatinya.
2 7
mistis. Unicorn kuda bertanduk satu. Sembrani kuda bersayap. Centaurus kuda dengan kepala manusia. Penikmat kedua tentu saja kambing. Kambing terkenal karena baunya yang khas. Bau kambing sangat terkenal hingga orang yang baunya tidak sedap dipadankan dengan kambing. Kambing juga terkenal karena enak dijadikan sate. Sayangnya kambing tidak begitu populer dalam binatang mistis, mungkin karena kambing sudah punya dua tanduk, jadi tidak pantas kalau ditambah satu lagi di hidungnya. Atau mungkin karena kambing tidak ada pantas-pantasnya pakai sayap. Apalagi kalau kambing dengan kepala manusia, tidak ada pantas-pantasnya.
Rumput hijau terpotong rapi punya tetangga begitu menggiurkan. Ingin rasanya memilikinya. Meminjamnya sebentar juga tidak apa-apa. Rumput itu jenis rumput lapangan. Bukan dari jenis rumput bergoyang yang sering menjadi tempat bertanya orang-orang. Bukan pula dari jenis rumput liar yang walau terinjak akan kembali muncul. Apalagi rumput jepang, bukan. Rumput hias yang diberi nama negara kawan. Rumput itu rumput lapangan, hanya rumput lapangan.
Cerpen : Rumput Tetangga
Penikmat berikutnya tampaknya tidak perlu kusebutkan kalau itu kerbau. Sudah terlalu banyak aku menerangkan tentang dua penikmat rumput yang terkenal. Meski kerbau juga terkenal karena pemain seruling di atasnya, tidak perlu kusebutkan di sini kurasa.
2 8
Keinginan untuk meminjam itu sudah tidak tertahan. Walau pun terlarang akhirnya kulakukan. Toh takkan berkurang rumput kugunakan. Bukan dicuri, sungguh. Aku hanya ingin berlari dan berlari di atasnya. Tidak akan menguranginya bukan? Kuajak juga teman-temanku agar ramai. Namun, belum lama aku meminjam rumput tersebut, kulihat seorang satpam tergopoh-gopoh sambil mengarahkan pentungannya ke atas. Entah apa yang sedang dia ucapkan karena jaraknya masih cukup jauh. Kulihat juga satpam yang tidak terlalu tinggi itu diikuti oleh seekor kucing. Saat dia sudah dekat baru kudengar ucapannya, eh teriakannya.
Saat sadar apa yang sedang terjadi dan apa yang akan terjadi, aku dan teman-teman tunggang langgang meninggalkan lapangan rumput hijau yang terpotong rapi. Aku dan teman-temanku hanya anak dusun Hijau. Kami bukan warga kompleks Telaga Hijau sehingga kami tidak boleh menggunakan lapangan tersebut. Tertulis jelas papan di pinggir lapangan tersebut: “Selain warga kompleks, dilarang merumput!”
Cerpen : Rumput Tetangga
“Whoi...jangan merumput di sini. Di sini hanya untuk warga kompleks.” Teriak satpam tersebut sambil masih mengancungkan pentungannya.
2 9
Duuh...rumput tetangga memang selalu terlihat dan memang kenyataannya lebih hijau.
Cerpen : Rumput Tetangga
***
3 0
Komputer Lombok Pasar Hijau, sebuah pasar tradisional di Kampung Telaga Hijau. Sebuah toko lombok berdiri di antara barisan tokotoko lainnya. Toko atau yang lebih tepat disebut lapak tersebut menjual berbagai macam jenis lombok. Ada lombok hijau, lombok merah, lombok kriting, dan lombok rawit. Namun, bukan lombok tersebut yang menarik. Satu hal yang membuat lapak lombok tersebut sangat mencolok dibanding dengan lapak-lapak lainnya adalah adanya komputer di lapak lombok tersebut. Suara musik dan seorang muda yang sedang bermain game komputer terlihat di belakang barisan lombok tersebut.
Bu Lastri sudah tidak habis pikir dengan kelakuan anaknya yang mulai menginjak usia dewasa. Siswo, anaknya yang telah lulus 6 bulan lalu dengan gelar sarjana ekonomi dari Universitas Hijau hanya diam di rumah. Pekerjaan sehariharinya adalah tidur, tidur, dan tidur. Bahkan, Siswo susah sekali disuruh makan. Pernah suatu hari, Siswo diam-diam memberikan makanannya pada seekor kucing peliharaan satpam. Namun, entah karena sudah kenyang atau karena kucing tersebut jaga gengsi, makanan yang diberikan Siswo padanya sama sekali tidak disentuh. Hingga akhirnya satpam pemilik kucing lapor ke Bu Lastri. Satpam tersebut
Cerpen : Komputer Lombok
***
3 1
melapor ke Bu Lastri bukan karena dia suka menyampaikan keburukan orang, sama sekali bukan. Sikap tersebut, membuka aib seseorang, merupakan sikap buruk yang harus dijauhi jauh-jauh. Satpam tersebut melapor karena tiap hari dia harus membersihkan makanan yang diberikan Siswo ke kucingnya karena makanan tersebut tidak dimakan. Akhirnya, Siswo pun terkena marah dari Bu Lastri. ***
Pada kesempatan lainnya, dia memikirkan seandainya dia menjadi satpam dengan ditemani seekor kucing. Mirip Lone Ranger dan Tonto, pikirnya. Namun, pemikiran itupun kemudian dia berangus karena tubuhnya yang tidak terlalu tinggi akan ditertawakan banyak orang jika dia bekerja sebagai satpam. Akhirnya, proses pemikiran-pemikiran tersebut berakhir dengan mimpi indah karena Siswo tertidur hingga terdengar Bu Lastri menggedor pintu sambil marahmarah.
Cerpen : Komputer Lombok
Siswo yang berperawakan tidak terlalu tinggi sebenarnya sangat sayang dengan orang tuanya. Oleh karena itu, tiap hari dia mengunci diri di kamar untuk mencari ide bagaimana membantu orang tuanya. Dia memikirkan seandainya dia menjadi auditor. Namun, pemikiran tersebut dia buang jauh-jauh karena dia menjadi takut sendiri, khawatir akan menerima suap saat menjadi auditor. Pernah juga dia berpikir manjadi insinyur. Tapi bagaimana mungkin? Dia kan sarjana ekonomi.
3 2
*** Hingga suatu hari, proses pemikiran kreatif datang pada Siswo. Pada saat itu, Siswo hendak mandi di kamar mandinya yang baru selesai diperbaiki. Dalam perjalanannya membersihkan diri Siswo tiba-tiba terpikir komputer. Mulai dari tetikusnya yang berwarna hijau biru dengan stiker mata kodok. Kemudian papan ketuknya yang terbuat dari karet dan bisa digulung. Terbayang papan ketuk tersebut jernih transparan dengan lampu LED hijau biru di dalamnya. Tiap ketukan pada papan ketuk tersebut menghasilkan pendar warna unik. Pemikirannya kemudian membawanya pada layar monitor ukuran 12 inchi layar datar. Di pojok kanan atas layar komputer tersebut terdapat stiker tokoh kartun favoritnya, Avatar. Namun, belum sampai bayangan tersebut menjadi gambaran sempurna, Bu Lastri mengetuk pintu kamar mandi menyuruh Siswo segera menyelesaikan mandinya karena Bu Lastri kebelet.
Bu Lastri sebenarnya sayang sekali dengan anak semata wayangnya. Siswo yang telah ditinggal mati oleh ayahnya sejak kelas 6 SD menjadi semangat hidupnya. Harapan ibunya adalah Siswo akan menjadi orang yang sukses. Menjadi orang kaya yang dermawan, atau menjadi pemimpin yang mencintai dan dicintai rakyat, atau menjadi ustadz yang mampu menjadi teladan, atau kalaupun itu tidak terwujud Bu Lastri berharap Siswo dapat memperoleh pekerjaan dan berkeluarga. Bu Lastri ingin menimang cucu.
Cerpen : Komputer Lombok
***
3 3
Namun, apa lacur saat Siswo berhasil lulus dari pendidikan S1, dia hanya menjadi tukang tidur. Beban berat terasa di pundak Bu Lastri setiap dia berpamitan pada putra satusatunya tersebut untuk pergi ke pasar, menjual lombok. Tangis panjang selalu menjadi teman Bu Lastri tiap tahajud, berharap agar anaknya segera memperoleh pekerjaan.
Siswo kebingungan pada saat ibunya mengetuk kamar mandi karena dia belum selesai mandi. Belum melepas pakaian bahkan. Akhirnya Siswo keluar dari kamar mandi dan berlari ke kamar tidurnya. Bu Lastri yang kebelet sempat bengong sebentar karena Siswo melesat seperti peluru. Namun, tentu saja kebeletnya lebih penting daripada memikirkan tingkah aneh putranya yang memang sudah aneh. Siswo berlari ke kamar tidurnya karena dia takut pemikirannya yang sudah begitu jelas hilang. Dia bergegas mencari kertas dan pulpen untuk mencatatnya. Kurang beruntung dia tidak berhasil menemukan pulpen. Akhirnya dia menggunakan spidol yang telah kering tintanya. Dia menekan keras-keras spidol mati tersebut ke kertas agar cetakan pada kertas tersebut terlihat jelas. *** Siswo kemudian mati-matian meneruskan bayangannya. Dia mencoba memikirkan bagaimana CPU, processor, RAM, dan sistem operasi apa yang akan dipakainya. Namun, pikirannya sudah buntu. Dia tidak dapat memikirkan RAM 2
Cerpen : Komputer Lombok
***
3 4
Giga, tidak juga terpikir olehnya motherboard ASUS yang sudah mendukung processor dual core. Dia bahkan tidak terpikir warna hitam CPU yang berornamen batik jogja model miring. Tidak juga sistem operasi Mandriva 2009 yang konon lebih baik daripada Windows 7. Siswo sama sekali tidak berhasil memikirkan itu. Anehnya, yang terbayang dalam otaknya adalah lombok, lombok, dan lombok. Akhirnya, seperti Archimedes berteriak eureka saat berhasil menemukan cara mengukur volume mahkota raja. Siswo meneriak-neriakkan nama ibunya.
“Mak... Mak...” teriakan Siswo berubah menjadi panggilan “Mak” ke ibunya. Bu Lastri yang masih menikmati kelegaan setelah lepas dari rasa kebelet yang tidak dapat tidak harus dituruti, kaget bukan kepalang. Anak semata wayangnya Siswo tiba-tiba meneriakkan namanya dan kemudian berubah meneriakkan mak. Dengan tergopoh-gopoh Bu Lastri mendatangi Siswo. “Ada apa tho? Kok buat kaget emak aja?” tanya Bu Lastri. “Aku akan ikut jualan lombok Mak. Aku akan ikut jualan lombok.” jawab Siswo dengan semangat reformasi. Siswo kemudian menyampaikan kalau dia akan membantu ibunya berjualan lombok dengan syarat harus ada komputer
Cerpen : Komputer Lombok
”Bu Lastri! Bu Lastri!” teriak Siswo semangat sekali yang disusul penyesalan karena merasa tidak sopan memanggil ibunya dengan menggunakan nama.
3 5
di lapak lombok ibunya. Dia mengembangkan sistem pencatatan penjualan lombok agar dapat membantu ibunya yang sudah mulai sedikit pikun. Kemudian dia akan memutarkan musik agar pembeli tertarik datang ke lapak lombok ibunya. Yang paling penting, komputer tersebut disewakan untuk main game ataupun mengetik dengan tarif Rp3.000 per jam.Bu Lastri yang sebenarnya tidak begitu mengerti maksud Siswo hanya mengangguk-angguk. Dia merasa bersyukur anaknya sudah bersemangat meskipun hanya untuk membantunya berjualan lombok. Meskipun bukan menjadi orang kaya, pemimpin bangsa ataupun ustadz, tapi Bu Lastri merasa besar hati karena anaknya adalah anak yang berbakti. Bersedia membantu ibunya. Tentu saja Bu Lastri tetap berharap dan berdoa anaknya akan terus belajar dan berkembang menjadi lebih baik lagi. Air mata Bu Lastri meleleh saat Siswo memeluknya dan bilang “aku sayang ibu.”
Cerpen : Komputer Lombok
***
3 6
Lidi Sapu Ibuku Lidi-lidi itu beterbangan ke arahku. Seperti gerakan Keanu Reeves menghindari muntahan peluru dalam film The Matrix, aku bergerak menghindari lidi tersebut. Sayangnya gerakanku tidak secepat Keanu sehingga tetap banyak lidi yang telak mengenai diriku. Mukaku juga tidak mendapat ampun dari lemparan lidi yang berasal dari sapu lidi tersebut. Perih kurasa saat mataku keculek salah satu lidi. Akhirnya aku memutuskan untuk melarikan diri dari serangan tanpa ampun tersebut.
Aku berlari-lari tanpa arah tujuan. Tikungan pertama aku nyaris menginjak ayam tetangga. Untungnya ayam tersebut mempunyai indra ayam dan sempat terbang tidak jelas. Aku masih berlari saat teman masa kecilku yang sekarang berjualan siomay menyapaku. Dalam pelarian tersebut aku merasa malu pada diriku sendiri. Dalam usia 30 tahun aku masih tidak memiliki pekerjaan. Langkahku terhenti saat di tikungan yang lain tiba-tiba di depanku ada mobil terparkir. “BRAAK! Ngiung...ngiung...ngiung...” aku menabrak mobil dengan keras sehingga membuat alarm mobil tersebut berbunyi nyaring. “Mobil sialan, untung parkir kamu, kalau sedang jalan bisa mati aku.” umpatku dan kemudian berlari lagi saat kulihat
Cerpen : Lidi Sapu Ibuku
“WOI... jangan kabur kamu!” teriakan itu aku dengar sesaat setelah aku melewati pintu rumah.
3 7
pemilik mobil lari-lari keluar dari rumah dan terlihat marah saat melihatku. Kurasakan kakiku mulai kehabisan kekuatannya, sudah mau patah mungkin. Aku bukan pelari profesional. Bahkan, sudah lama aku tidak berolahraga. Nafasku terengah-engah saat akhirnya kuputuskan untuk beristirahat di pos satpam. Kulihat di samping pos satpam tersebut tersandar sebuah sapu ijuk. Aku jadi teringat kejadian itu lagi. ***
Sebagai seorang lelaki aku merasa malu. Usiaku yang sudah kepala tiga masih juga belum punya pekerjaan. Setelah lulus dari pendidikan strata satu aku sudah berusaha melamar kesana kemari. Namun, gelar sarjana tehnik yang sekarang aku sandang tampaknya sudah bukan suatu hal yang menarik bagi perusahaan. Hingga akhirnya aku menyerah mencari pekerjaan. Sebenarnya temanku pernah menawariku untuk berjualan siomay. Temanku yang menyapaku tadi saat aku berlari. Sayangnya egoku terlalu besar untuk bersedia menerima tawaran temenku yang hanya lulusan SMP itu. Aku merasa seorang sarjana tidak pantas berjualan keliling semacam itu. Apa gunanya belajar lima setengah tahun di bangku kuliah
Cerpen : Lidi Sapu Ibuku
“Astaghfirullah... kenapa aku jadi begini?” aku bertanya pada diriku sendiri.
3 8
dengan biaya yang tidak sedikit bila akhirnya hanya jualan siomay? Pikirku waktu itu. Kini, pikiranku terbalik-balik. Aku benar-benar bingung saat orang tuaku bilang bahwa aku sudah dewasa dan tidak berhak lagi mendapat uang saku. Apa dayaku? Apa salahku? Aku sudah berusaha melamar pekerjaan kesana kemari namun belum mendapatkan hasil. Tentu saja ini salah orang tuaku saat aku mengendap-endap mengambil hak uang saku buatku. Salah mereka karena tidak bersedia memberiku sekadar uang untuk jajan. Salah mereka dan hanya salah mereka saat aku mencuri uang dari mereka. “Kreeek...” tiba-tiba pintu terbuka saat aku sedang mencari uang tersebut.
“Dasar anak tidak tahu balas budi. Rupanya kamu maling itu. Rupanya kamu yang selama ini mengambil uang yang aku sisihkan untuk sekolah adikmu.” Ibuku mengamuk sejadi-jadinya. Sapu lidi yang ada di tangannya sejak dia muncul dari balik pintu menjadi senjata untuk menghukumku. Dikejarnya aku dan dipukul dengan sapu lidi tersebut. Karena aku cukup gesit aku berhasil menghindar dari pukulannya. Perkelahian aku dan ibuku terjadi cukup sengit. Hingga sapu lidi yang ada di tangannya terburai karena terus dipukul-pukulkan. Tidak kehilangan
Cerpen : Lidi Sapu Ibuku
Ibuku muncul dari balik pintu dan berteriak-teriak.
3 9
akal ibuku melempariku dengan lidi-lidi yang terburai tersebut. *** Entah kenapa tiba-tiba air mataku menetes.
Cerpen : Lidi Sapu Ibuku
***
4 0
Kamar Mandi Inspirasi
Aku suka kamar mandi. Di tempat yang biasa digunakan untuk mandi tersebut aku biasa mencari ide. Awalnya aku dapat ide pada waktu sedang buang hajat. Kemudian aku dapat ide pada waktu mandi dan pada akhirnya aku jadi ketagihan karena tiap berdiam di kamar mandi sekitar 10 menit aku biasanya dapat ide. Pernah aku menulis tentang romantisme sabun, tentang perbincangan sikat gigi dan pasta gigi, tentang keluh kesah gayung yang retak sebelah, atau tentang air yang bertemu mata. Semua ide cerita itu aku dapatkan ketika aku merenung dalam kamar mandi. Aku juga suka merenung karena Nabi Muhammad pertama kali mendapat wahyu pada saat beliau menyendiri dan merenung di Gua Hiro. Di zaman sekarang mau menyendiri di gua mana? Memang ada sih gua yang dekat dengan
Cerpen : Kamar Mandi Inspirasi
Namaku Siswo, seorang mahasiswa narsis yang mengakuaku unik. Aku belajar akuntansi di kampus Hijau, sebuah kampus didaerah Telaga Hijau. Kenapa aku belajar akuntansi adalah karena teramat narsisnya aku hingga mengira akuntansi yang berawalan “aku” adalah ilmu narsis. Karena kebodohan tersebut, sekarang aku harus mempelajari catatcatat uang dengan model riba, duuh... Aku mengaku unik karena aku suka menulis. Di kampus hijau aku tidak menemukan orang yang seunik aku, seorang penulis. Dan yang lebih meyakinkan bahwa aku unik adalah saat aku mencari ide untuk tulisanku.
4 1
Namun, aku juga pernah gagal mendapat ide karena ketiduran. Aku jadi tidak habis pikir dengan diriku, kok bisabisanya ketiduran di kamar mandi. Tapi setelah ketiduran tersebut aku juga dapat ide, ide luar biasa bahkan. Ide yang berhasil kutelurkan setelah ketiduran di kamar mandi itu adalah kisah tentang seorang murid yang mencuri sepatu namun ketahuan. Ketahuannya pun unik, dia ketahuan karena memakai sepatu tersebut keesokan harinya. Namun, setelah kutimbang-timbang ketiduran di kamar mandi tidak baik. Setelah ketiduran tersebut, aku masuk angin dan terserang influenza. Aku akhirnya mengembangkan kebiasaan membawa cemilan ke kamar mandi. Hal itu aku lakukan agar jangan sampai ketiduran di kamar mandi. Aku tahu kalau tidak boleh makan di kamar mandi. Aku lupa apa dalilnya tapi aku sadar kalau itu tidak boleh. Tapi ini kan darurat. Daripada nanti aku ketiduran lagi dan sakit, lebih baik aku ngemil. ***
Cerpen : Kamar Mandi Inspirasi
Telaga Hijau, tapi di gua itu tiap hari ada orang memberi sesajen. Aku tidak mau menjadi syirik dengan ikut-ikutan ke gua itu. Solusinya ya kamar mandi. Di zaman serba modern ini tempat terbaik untuk menyendiri dan untuk merenung adalah kamar mandi. Pada saat mandi kita tidak dapat mendengarkan musik lewat i-pod karena khawatir i-pod-nya rusak terkena air. Kita juga tidak dapat berinternet di kamar mandi. Kamar mandi memang tempat menyendiri dan merenung paling tepat dan terbukti efektif bagiku.
4 2
Berbeda sekali dengan kamar mandi yang baru saja selesai dibangun. Aku masih saja takjub memandangi kamar mandi baru ini. Lantai keramik putih bersih berpadu dengan cat tembok warna biru langit begitu menenangkan. Ember besar baru ada di bawah kran yang terbuat dari metal mengkilap. Kran tersebut unik sekali karena cara membukanya dengan mengangkat tangkainya ke atas, bukan memutarnya. Ember biru tersebut terlihat anggun sekali pada saat menerima curahan air dari kran. Belum lagi pintunya yang, entah terbuat dari apa, begitu mengkilap putih. Elegan sekali penampilan pintu tersebut bersih dari karat ataupun penyok.
Cerpen : Kamar Mandi Inspirasi
Hari ini hari istimewa. Kamar mandi kos-kosan dibangun baru lagi. Kamar mandi yang sebelumnya masih digunakan, namun karena sudah agak jorok teman-teman satu kos pada malas menggunakan kamar mandi tersebut. Coba saja bayangkan kecoa lewat tanpa permisi. Lumut tak acuh menempel begitu saja pada dinding kamar mandi yang cat putihnya telah jadi kelabu. Kemudian ember yang digunakan untuk menampung air sudah beberapa kali ditambal menggunakan lem. Ember besar tersebut jadi mempunyai semacam otot yang kekar. Kalau orang punya otot kekar mungkin kelihatan keren, kalau ember? Pintunya yang terbuat dari triplek dengan rangka dari kayu kapuk sudah ada retak di tengahnya karena digunakan untuk latihan tinju. Bagian sudut bawah pintu tersebut sudah lapuk terkena karena air terus-menerus. Pelitur murahan pada pintu tersebut telah mengelupas sehingga tampak seperti mozaik yang tidak cantik.
4 3
Langit-langitnya dicat putih. Gantungan bajunya terbuat dari plastik. Ahh...kalau langit-langit dan gantungan bajunya kupikir biasa saja. Entah sudah berapa lama aku di dalam kamar mandi ini aku tidak berhenti-henti kagum pada hebatnya arsitek perancang kamar mandi ini.
Setelah mendapat ide brilian tersebut aku pun keluar dari kamar mandi tersebut. Di luar kamar mandi, Sukro teman sekosku kelihatan manyun di depan pintu. “Lama amat sih di dalem! Kagak mandi lagi. Ngapain aja lu?” tanya Sukro kepadaku. Meskipun Sukro dan aku orang jawa asli, namun kalau mengobrol pakai bahasa lu gua. “Ada aja... mau tau aja lu,” balasku sambil berlalu. Sukro kemudian masuk ke kamar mandi yang luar biasa itu.
Cerpen : Kamar Mandi Inspirasi
Setelah puas mengagumi kamar mandi baru ini, aku mendapatkan ide untuk menulis. Sebuah ide yang brilian sekali. Cerita tentang handuk atlet yang dicampakkan. Sebuah handuk yang hanya digunakan sekali kemudian dijual ke tukang loak. Handuk tersebut bertemu dengan dagangan lain tukang loak tersebut. Dia bertemu dengan bekas baju calon legislatif yang menjadi gila karena tidak terpilih. Kemudian dia juga sempat sebentar bertemu dengan sepatu pendaki gunung yang dibeli kembali oleh empunya. Sepatu tersebut kelihatan bahagia sekali karena dia masih dipercaya oleh pendaki gunung tersebut untuk melakukan pendakian pungkasan. Dan seterusnya dan seterusnya. Ide yang brilian sekali.
4 4
Sebelum dia menutup pintu, dia sempat melongokkan kepalanya keluar dari kamar mandi dan berteriak padaku yang akan masuk ke kamar. “Woi Siswo, bukanya kamu kuliah pagi hari ini. Kamu ga masuk ya?” teriak Sukro padaku dan menutup pintu kamar mandi. “Oh iya,” aku menepuk jidatku sendiri. “Woi...cepetan mandinya!” teriakku pada Sukro di kamar mandi. “Enak saja...lu udah lama tadi, sekarang giliran gue. Lu mandi aja di kamar mandi lama sama kecoa sana.” Balas Sukro dari kamar mandi.
Alkisah, aku terlambat datang ke kampus dan tidak diizinkan masuk. Cerita tentang handuk bekas atlet itupun tidak pernah berhasil aku selesaikan. Nasib...nasib... ***
Cerpen : Kamar Mandi Inspirasi
“Sialan.” umpatku.
4 5
Gombal Dag dig dug... andaikan aku punya hati mungkin sudah seperti drum ditabuh kencang saat ini. Was was sekali aku akankah aku menjadi yang terpilih untuk dikenakan hari ini. Beberapa kali, jemari Lisma menyentuhku, memilih. Pilihannya nampaknya sudah mengerucut, antara aku dan gaun merah darah. Aku terus berdoa agar aku, gaun biru langit, akan dipilihnya. Detik-detik terasa berjalan lambat. Namun sayang, si merah darah berhasil memenangkan hati Lisma. Aku adalah sebuah gaun pesta. Biru langit adalah warnaku dan demikian juga teman-teman memanggil namaku. Teman-teman yang kumaksud tentu saja sesama pakaian yang ada di dalam almari Lisma. Lisma adalah pemilik sah diriku dan kawan-kawan.
Seharusnya Lisma dapat melihat bahwa aku jauh lebih baik daripada si merah darah. Renda-renda yang menghiasiku dikerjakan secara rapi dan teliti. Tidak ada bagian yang cacat. Lekuk kerah yang tepat memperindah leher siapapun yang memakaiku. Lengan lurus panjang menambah gemulai
Cerpen : Gombal
Aku adalah gaun terindah sealmari ini. Paling tidak sebelum Lisma datang membawa si merah darah. Corak kalemku jadi redup jika disandingkan dengan si merah darah. Sudah tiga kali ini cerah warna merah berhasil memenangkan hati Lisma dan dipakai Lisma untuk ke pesta. Aku dongkol sekali.
4 6
gerak Lisma saat mengenakanku. Sayangnya kini Lisma telah berpaling ke merah darah. “Hai Biru Langit, kamu sudah usang sekarang. Tidak mungkin Lisma mau mengenakanmu lagi,” ejek sebuah jaket yang entah kapan terakhir digunakan oleh Lisma. “Yach Jaket... lebih baik kamu memikirkan dirimu sendiri. Kamu kapan terakhir digunakan oleh Lisma saja sudah lupa,” cibirku. Sungguh aku tidak suka ada yang meragukan pesonaku. Aku masih tetap gaun terindah di almari ini. Sepulang dari pesta, Lisma cemberut. Gaun merah darah terkena tumpahan sirup. Gaun merah darah tersebut jadi kelihatan jelek karena ada noda yang jelas terlihat. Aku tentu saja senang sekali. Hal itu berarti saingan beratku sudah tidak ada lagi.
Kesempatan pesta berikutnya, aku terpilih sebagai gaun yang akan digunakan Lisma. Si merah darah, entah kenapa tidak pernah muncul lagi semenjak kejadian itu. Malam pesta ini begitu indah. Langit bersih, bulan penuh dan bintang bertebaran. Rencananya Lisma akan menghadiri resepsi sepupunya. Malam yang sempurna untuk pesta, pikirku. Setelah persiapan selesai, Lisma sedikit berlari keluar dari rumah karena bapak ibunya sudah menunggu di mobil. Namun, karena kurang berhati-hati Lisma terpeleset dan...
Cerpen : Gombal
***
4 7
“Praang...” suara vas bunga terdengar nyaring saat pecah terjatuh dari tempatnya. Bapak ibu Lisma segera masuk. Mereka melihat Lisma cengar cengir karena merasa bodoh telah menjatuhkan vas bunga. Di lantai terlihat genangan air bercampur dengan pecahan kaca vas bunga. “Ambil gombal Lisma, dibersihkan dulu ini!” perintah ibu Lisma. “Baik Bu,” jawab Lisma sambil bergegas ke belakang mengambil gombal untuk membersihkan pecahan vas bunga. “Ya Tuhan...” jeritku tanpa suara. “Kamu? Kamu si merah darah?” tanyaku pada gombal yang ditenteng Lisma untuk membersihkan pecahan vas bunga.
“Kenapa kamu kelihatan bahagia? Bukankah sekarang kamu telah menjadi gombal. Jauh turun derajat daripada saat masih menjadi gaun indah yang dipakai Lisma,” tanyaku meminta penjelasan. “Kebahagiaan ataupun kesedihan itu tergantung pada kita sendiri, dan aku memutuskan untuk bahagia,” jawab si merah darah, masih dengan senyumnya yang sumringah.
Cerpen : Gombal
“Iya,” jawab gaun merah darah yang sekarang sudah menjadi gombal dengan tersenyum.
4 8
“Tidak akan terjadi perbedaan yang signifikan jika aku memutuskan untuk bersedih, justru saat aku memutuskan untuk bahagia semuanya jadi terasa lebih ringan,” lanjutnya. Aku hanya terdiam tidak berkomunikasi lagi dengan si merah darah. Aku menyadari suatu saat aku juga akan menjadi gombal atau bahkan lebih buruk langsung dibuang. aku hanya sepotong pakaian
Cerpen : Gombal
***
4 9
Tempat Sampah Tempat sampah itu seperti ember. Berbentuk tabung tanpa tutup. Diameter lingkaran tutupnya sedikit lebih besar dibanding diameter lingkaran alasnya. Berwarna biru dengan lecet disana-sini. Terlihat kumuh dengan menumpuknya sampah hingga meluber dan jatuh di samping-sampingnya. Setelah kuperhatikan lagi, rupanya itu memang ember. Ember bekas yang difungsikan sebagai tempat sampah.
Rute lari pagiku adalah mengelilingi kompleks Hijau Asri, tempat dimana aku tinggal. Pada saat lari pagi itu kuperhatikan tempat sampah yang sebenarnya adalah ember yang turun derajat. Entah apa yang kupikirkan saat itu hingga aku sangat tertarik dengan tempat sampah tersebut. Kuputuskan menggunakan kelima indraku untuk benar-benar merasakan kehadiran tempat sampah tersebut. Setelah puas melihatnya dari kejauhan dan memperkirakan kesanggupanku untuk mendekati tempat sampah itu, aku pun mendekatinya.
Cerpen : Tempat Sampah
Aku Siswo, mahasiswa semester empat pada Universitas Hijau. Hari ini aku memulai kebiasaan baruku lari pagi untuk mengurangi timbunan lemak yang mulai membuat sempit celana kuliahku. Sebelumnya kucoba meminum teh diet, namun justru setelah minum teh tersebut aku merasa lapar lagi. Akhirnya kuputuskan untuk memulai lari pagi hari ini.
5 0
Indra kedua setelah mata yang kugunakan adalah telinga. Aku bersyukur dari tempat sampah hanya terdengar suara kresek kresek. Mungkin tikus atau kucing yang sedang mencari makan, pikirku. Kekhawatiran terbesarku berkaitan dengan penggunaan indra pendengaran adalah suara manusia. Aku ngeri membayangkan ada seorang manusia dibuang di situ. Meskipun beberapa orang dewasa layak buang karena kebejatan tingkah laku mereka, kupikir tempat sampah bukan tempat yang pas untuk itu. Aku juga takut membayangkan seseorang membuang bayinya di tempat sampah itu. Sungguh perilaku yang keji.
Aku pun sekarang tepat di depannya. Kututup mataku untuk menajamkan indra berikutnya yaitu kulit untuk meraba. Kuraba pada ember yang terbuat dari plastik tersebut. Rasanya seperti ember pada umumnya. Sedikit kasar pada bagian-bagian yang rusak dan lumayan halus pada bagian yang masih baik kondisinya. Setelah itu kujilat jariku yang kugunakan untuk meraba tempat sampah tersebut. Rasanya tawar. Tidak ada rasa istimewa dari tempat sampah itu. Aku jadi merasa kasihan terhadap ember yang turun derajat ini. Betapa ia sebenarnya
Cerpen : Tempat Sampah
Setelah telingaku tidak menangkap apa-apa yang mencurigakan, aku pun mendekati tempat sampah warna biru. Aku menutup hidungku karena indra tersebut paling perasa terhadap sampah. Aku takut belum semua indra kugunakan aku sudah kabur karena indra penciuman sudah tidak tahan.
5 1
adalah sampah juga. Sampah yang sedikit terselamatkan karena masih berguna sebagai tempat sampah. Namun, berikutnya kupikirkan bukankah menjadi tempat sampah lebih menyedihkan daripada menjadi sampah itu sendiri? Belum sempat aku melanjutkan pemikiranku, tiba-tiba :
Untungnya tangan kiriku masih menjalankan tugasnya untuk menutup hidung. Aku pun mundur untuk dapat mengatur nafas terlebih dahulu. Setelah tenang aku mengatur strategi agar indra terakhir, penciuman, yang akan kugunakan dapat berhasil. Aku akan menutup hidung terlebih dahulu, setelah di depan tempat sampah itu aku akan menutup mata agar indra penciumanku lebih tajam. Baru setelah itu aku membuka hidungku untuk melakukan tugasnya. Dan sebagai strategi pamungkas, siap-siap kabur seandainya baunya tidak tertahankan.
Cerpen : Tempat Sampah
“KROSAK KROSAK,” suara krosak tersebut terdengar lebih nyaring membuatku sontak membuka mata dan terkagetkaget. Aku mundur tiga langkah karena kaget seekor tikus sebesar kucing keluar dari tempat sampah yang sedang aku hadapi. Mulutku komat-kamit beristighfar berkali-kali. Jantungku memompa darah hampir dua kali lebih cepat. Dag dig dag dig dag dig. Keringat dingin mengalir dari dahiku. Mataku menatap nanar dan mulutku terbuka dengan refleks. Hampir saja aku berteriak. Untungnya pikiranku segera mengambil alih begitu sadar itu hanya seekor tikus. Aku kaget setengah mati.
5 2
Aku sudah di depan tempat sampah itu dan menutup mata. Aku siap mencium bau tempat sampah atau sampahnya. Aku pun melepaskan pegangan tanganku pada hidung dan membiarkan hidungku membauinya. Sesaat sebelum itu, aku sempat berpikir kalau hidungku mancung juga. Suatu pikiran tidak penting yang hanya mengganggu tujuanku menguatkan panca indra.
“Hai Siswo, sedang apa?” suara merdu perempuan mengagetkanku. Suara yang sangat aku kenal. Aku membuka mataku dan mendapati Ruri anak tetangga sebelah yang begitu aku kagumi ada dihadapanku. Dia menutup hidung dan mulutnya dengan tangan sambil memandang heran ke arahku. ***
Cerpen : Tempat Sampah
Hidungku mulai bekerja dan ternyata bau tempat sampah beserta sampahnya tidak terlalu parah. Kubaui semacam nasi basi, ikan asin, jeruk, mangga busuk, hingga diaper. Namun, kemudian kubaui bau harum parfum. Sebuah parfum yang harumnya begitu aku kenal. Aku bingung apakah mungin hidungku sudah tidak betul sehingga membaui harum parfum pada tempat sampah. Atau memang ada yang membuang parfum di tempat sampah ini, pikirku.
5 3
Motor Cintaku
Oh ya.. aku Ragil, anak satu-satunya orang tuaku tercinta. Aku sekarang telah bekerja sebagai seorang penulis lepas di harian Berita Hijau. Aku tinggal di Dusun Hijau. Segala tentangku adalah hal tidak penting yang tidak akan manarik untuk kamu ketahui. Hanya orang biasa yang hidup di kampung biasa dengan orang tua yang biasa. Tinggi dan berat badanku juga biasa-biasa saja. Kupikir tidak penting memberitahumu kalau aku punya pacar yang sama biasanya denganku. Sebagai orang biasa aku merasa sangat aneh dengan cintaku pada motor tetanggaku. Aku ceritakan kamu satu atau dua kisahku dengan motor itu. Suatu kisah yang tidak mungkin kau bayangkan pernah terjadi di dunia ini. Aku tidak tahu seandainya kisah ini terjadi di Mars atau Pluto karena aku belum pernah ke sana.
Cerpen : Motor Cintaku
Tiga bulan lalu, tetanggaku membeli motor baru. Sebuah New Honda Tiger. Motor yang telah aku idam-idamkan saat melihatnya berkedip di televisi. Dan bodohnya aku jatuh cinta pada motor tetanggaku itu. Sumpah aku merasa aneh atas sifatku ini. Oleh karena itu, aku menyembunyikannya dari siapapun termasuk orang tuaku. Namun, aku akan menceritakan ini padamu di sini selama kamu berjanji akan merahasiakan keanehanku ini. Di luar cintaku pada motor tetanggaku, aku adalah orang yang normal. Tak ada kelainan sama sekali.
5 4
Kisah pertama: Ini adalah kali pertama tetanggaku memarkir motor di halaman rumahnya. Semenjak dia membeli motor tersebut, dia selalu memakirnya di dalam rumah. Halaman rumahnya tidak ada rumput hijau atau batako yang tertata rapi. Halaman rumahnya hanyalah tanah kering yang pecahpecah saat kemarau. Pada saat itu tengah hari. Matahari bersinar terik sekali. Pada saat kulihat motor tersebut terparkir tanpa ada atap atau pohon yang meneduhkannya, aku kasihan pada motor tersebut. Kuperhatikan bagaimana motor tersebut begitu kepanasan hingga berkeringat.
“Hai Ragil! Mau kau bawa kemana motorku?” kata pemilik motor tersebut. “Tidak Bang, aku mau memindahkannya ke tempat yang lebih teduh. Kasihan motornya kepanasan.” jawabku jujur. “Eh...apa tak kau lihat motornya habis aku cuci? Memang sengaja aku panaskan biar cepat kering.” jawab tetanggaku itu. Kawan maafkan aku tidak dapat menyebutkan nama
Cerpen : Motor Cintaku
Tanpa tunggu aba-aba akupun segera keluar rumah, menghampiri motor tersebut dan bermaksud memindahkannya. Namun, belum sempat aku membawanya ke tempat yang lebih teduh, alarm motor tersebut berbunyi. Pemilik motor tersebut pun keluar dan meneriakiku.
5 5
tetanggaku karena aku takut kamu akan mengetahui jati diriku sebenarnya. Dan memang benar motor tersebut habis dicuci karena kulihat terdapat selang air di situ. Namun, satu hal yang tak pernah kulupa sejak kejadian itu adalah motor tersebut berkedip padaku. Tepat saat aku kembali ke rumahku dan menoleh pada motor tersebut lampu seinnya menyala sebelah, berkedip padaku. Sejak itu aku yakin kami saling jatuh cinta. Kisah kedua:
Kejadian berikutnya amat menyakitkan. Kulihat kucing tersebut mendekati motor tersebut. Mengelus-eluskan tubuhnya pada roda depan dan belakang. Sungguh aku cemburu melihat itu. Ingin rasanya kutangkap kucing itu dan menyerahkannya ke penangkap binatang liar. Dan yang lebih menusuk hatiku saat kucing tersebut mengangkat kaki belakangnya dan pipis di roda belakang motor cintaku. Aku pun bangkit dan tunggang langgang berlari hendak
Cerpen : Motor Cintaku
Sore itu motor tersebut terparkir di halaman rumah tetanggaku. Karena sudah sore matahari tidak terlalu terik. Aku pun memandang kagum pada motor itu melalui jendela rumahku. Kemudian kulihat satpam sedang berkeliling menarik iuran keamanan. Dan seperti biasanya satpam tersebut ditemani kucing kesayangannya. Mereka tampaknya juga saling jatuh cinta seperti aku dan motor tetanggaku.
5 6
mengusir kucing tersebut. Namun, apa dayaku. Karena kurang hati-hati aku tergelincir dan jatuh di halaman rumahku sendiri. Tentu saja semua orang melihatku termasuk binatang kecil yang telah mengencingi motor cintaku. Kulihat kucing itu menyeringai puas. Dongkol sekali hatiku. Aku kemudian bangkit tanpa ada seorangpun yang membantu. Sedikit memberi tanda ke orang-orang yang melihatku bahwa aku tidak apa-apa. Sedikit tersenyum. Kemudian tertatih-tatih masuk ke dalam rumah. Melalui jendela kulihat motor itu. Kulihat juga ia menitikkan air dari lampu depannya. Ia menangis, iya! Motor itu menangis. Motor itu sedih karena telah dikencingi dan lebih sedih lagi karena melihatku terjatuh saat berusaha menyelamatkannya.
Dua kejadian itu meyakinkanku bahwa diriku yang biasa bukan orang biasa. Aku lebih tidak biasa dibanding kamu yang membaca tulisanku ini. Dan kawan, kuingatkan sekali lagi. Aku tidak terima kalau kamu menyebarkan ceritaku ini. ***
Cerpen : Motor Cintaku
***
5 7
Buku Terhebat Sebuah jajaran buku berdebat hebat tentang siapa yang terhebat di antara mereka. Peta dunia menyatakan dirinyalah yang terhebat karena seluruh dunia ada dalam tubuhnya. Ensiklopedi tidak mau kalah karena merasa dirinyalah yang menyimpan hampir semua pengetahuan. Namun, yang paling keras berdebat adalah sebuah buku tebal dengan judul “Kamus Besar Bahasa Indonesia” karena tanpa dirinya semua buku yang lain tidak bermakna.
“Kreeek...” pintu ruangan tempat rak buku tersebut berada terbuka. Seorang anak kecil masuk berlari-lari kecil. Usia anak tersebut belum genap tujuh tahun. Anak tersebutlah pemilik rak buku. Pewaris dari semua buku yang dikumpulkan ayahnya hampir seumur hidupnya. Langkah kaki Restu, anak kecil tersebut, mengarah pada tempat perdebatan sengit siapa buku terhebat. Perdebatan tersebut seketika berhenti. Dalam diam mereka, buku-buku yang terlibat dalam perdebatan tersebut, bersepakat anak ini yang akan menentukan.
Cerpen : Buku Terhebat
Itulah sekelumit keseharian di sebuah rak buku. Rak yang terbuat dari kayu jati dengan pelitur yang masih mengkilap tersebut tidak pernah sepi dari cerita. Tentu saja cerita yang ada pada rak yang telah berusia lebih dari 30 tahun tersebut berasal dari buku-buku yang ada di situ.
5 8
Pandangan Restu beredar, diperhatikannya buku-buku tebal yang ada pada rak buku tersebut. Pikirannya menerawang jauh pada kenangan pada ayahnya. Mata kecilnya menyapu seluruh buku yang tersusun rapi. Dari pojok kanan atas hingga pojok kiri bawah. Ingatan itu samar di pikiran restu. Satu bayangan jelas hanya gambaran dirinya dan ayahnya berada dekat rak buku berpelitur mengkilap. Restu benar-benar rindu akan ayahnya, rindu akan kenangan indah saat ayahnya membacakan salah satu buku dari rak buku ini. Pandangan Restu akhirnya beradu dengan salah satu buku di rak buku tersebut. Dengan penuh suka cita Restu menghampiri buku tersebut. Senyum mengembang di wajahnya. Otot mulutnya tertarik ke atas bersamaan dengan binar mata yang cemerlang. Gigi serinya terlihat rapi sembunyi-sembunyi. Penuh semangat Restu mengambil buku tersebut, duduk, dan mulai membuka-buka “Al-Qur'an dan Terjemahannya”
Cerpen : Buku Terhebat
***
5 9
Rak Piring Patah? Hawa dingin menyergap saat aku memasuki ruangan itu. Sebuah toko penjual alat dapur. Di pojok kulihat tergantung penggorengan berjajar rapi. Di pojok yang lain beberapa dandang ditumpuk sesuai ukurannya. Dingin ruangan rupanya berasal dari sebuah kipas angin raksasa. Sebuah kipas dengan dua lengan baling-baling. Kipas tersebut terletak di atas jajaran rak piring, barang yang kami cari.
Ada beberapa jenis rak piring yang berjajar di toko ini. Ada rak piring yang terbuat dari besi, ada juga yang terbuat dari alumunium. Bahkan, kuperhatikan ada juga yang terbuat dari kertas. Rak piring yang terbuat dari kertas tersebut tampaknya model baru. Terbuat dari kertas daur ulang katanya. Tentu saja aku takjub karena ternyata kertas daur ulang bisa jadi rak piring. Eits...ternyata rak piring dari kertas tersebut hanya sepuluh hari pakai. Artinya jika telah dipakai lebih dari sepuluh hari tidak ada jaminan dari toko kalau masih bisa dipakai di hari kesebelas.
Cerpen : Rak Piring Patah?
Aku dan ibuku pergi ke toko “Sumber Upo” ini untuk membeli rak piring. Awalnya aku kaget karena ibuku mengajakku ke pasar ayam untuk membeli rak piring. Bagaimana mungkin rak piring dijual di pasar ayam? Ternyata di sebelah pasar ayam ada toko ini. Sebuah toko lumayan besar yang menjual berbagai macam alat-alat dapur.
6 0
Setelah pilah-pilih rak piring. Dengan mempertimbangkan harga dan masa pakai kami akhirnya memutuskan untuk membeli rak piring dari alumunium. Daya tahan rak piring alumunium dijamin oleh toko hingga sebulan. Harganya Rp121.000,00. Kata penjualnya sih sudah murah. Tapi penjual kan memang selalu bilang kalau dagangannya murah agar cepat laku. Akhirnya setelah tawar-menawar, rak piring tersebut kami beli dengan harga Rp115.000,00 dibayar tunai. Sah.
Akhirnya dengan diantar menggunakan mobil bak terbuka rak piring tersebut beserta kami sampai di rumah. Rumah sederhana di perumahan Hijau. Rumah bercat hijau dengan dua garis merah. Taman kecil di depannya memperlihatkan rumput yang lebih hijau dari taman tetangga yang tidak ada rumputnya. Tempat yang nyaman untuk tinggal. Setelah rak piring diturunkan dan ditempakan di tempat seharusnya, ibuku mulai memindahkan piring-piring ke rak piring yang baru tersebut. Namun, belum genap sepuluh piring dipindah ke rak piring tersebut, bagian yang
Cerpen : Rak Piring Patah?
Ibuku, Bu Laksmi, ingin menggunakan rak piring ini untuk menggantikan rak piring yang telah rusak di warung “Nasi Pagi”-nya. Tiap pagi buta ibuku sudah bangun dan memasak nasi uduk dan nasi goreng untuk dijual. Warung “Nasi Pagi” tersebut hanya buka hingga pukul 8 pagi, dan biasanya dagangan ibuku memang sudah ludes. Setelah itu ibuku pergi ke lapaknya di pasar untuk jualan lombok. Ibuku memang pekerja keras.
6 1
menyangga piring tersebut patah satu. Ruas rak piring tersebut benar-benar patah sempurna, terpisah satu patahan dengan patahan satunya lagi. Bukan hanya retak atau tertekuk. “Lho ini gimana tho? Katanya bisa sampai setahun, garansi sebulan. Lha ini baru ditaruh sepuluh piring kok sudah patah.” omel ibuku. “Siswo! Siswo!” tiba-tiba ibuku memanggil aku yang ada di belakangnya. Tentu saja aku kaget karena ibuku berteriak seperti aku ada di kamar mandi saja. “Astaghfirullah...iya ibu.” jawabku dari belakangnya. Ibuku kaget. Ternyata ibuku tidak sadar kalau aku sedari tadi menemaninya. “Lho kamu di situ tho Siswo. Ini raknya patah, coba kamu ke toko yang tadi, minta garansi.” kata ibuku.
Selama perjalanan ke toko tersebut aku berpikir, kok bisa rak piring yang baru dibeli langsung patah. Padahal tidak ada beban berlebihan yang diberikan kepada rak piring tersebut. Apa mungkin bahan alumunium memang tidak cocok untuk rak piring? Atau mungkin ibuku tenaganya luar biasa hingga tekanan yang dihasilkan saat ibuku meletakkan piring dapat mematahkan rak piring tersebut. Tapi kalau memang ibuku wanita super tentu piringnya pecah juga. Ahh... angan-
Cerpen : Rak Piring Patah?
“Baik Bu, Siswo bereskan masalah ini.” jawabku kemudian segera pergi ke toko “Sumber Upo” tadi.
6 2
angan kalau aku anak manusia super kupikir tidak akan terwujud. Setelah sampai di toko “Sumber Upo” pikiranku mengerucut pada satu kesimpulan. Ibuku bukan wanita super sehingga kemungkinan terbesar adalah toko ini sengaja membohongi kami dengan memberikan barang yang sudah rusak. Akhirnya dengan semangat melabrak aku mencak-mencak di toko ini. “Pak, rak piring tersebut masih bagus kok. Benar.” pemilik toko tersebut mencoba menjelaskan ke aku bahwa rak piringnya tidak bermasalah. Tentu saja aku menangkap maksudnya adalah kami yang tidak berhati-hati menggunakan rak piring tersebut.
Akhirnya pemilik toko tersebut sepakat untuk datang ke rumah cat hijau dengan dua garis merah punya ibuku untuk melihat kerusakan rak piring tersebut. Tentu saja dengan ancaman dan intimidasi agar ia bersedia mengganti dengan rak piring yang baru apabila kerusakan tersebut tidak dapat diperbaiki. (Kalau tidak ada ancaman dan intimidasi, untuk apa perkataan Siswo disensor?) Sampai di rumah kutunjukkan bagian yang patah dari rak piring yang baru kami beli tersebut. Ragil, pemilik toko tersebut, melihat-lihat kerusakan tersebut. “Bagaimana Pak? Diganti baru kan?” tanyaku.
Cerpen : Rak Piring Patah?
“****, ****” jawabku.
6 3
“Mmm... ini sepertinya tidak rusak Pak.” jawab Ragil tenang. “Tidak rusak bagaimana? Jelas-jelas patah gitu kok!” jawabku sedikit emosi. Emosi yang banyak waktu di toko (hingga kata-katanya harus disensor) sudah banyak berkurang karena pemilik toko tersebut mau bertanggung jawab. “Gini lho Pak.” kata Ragil sambil mengotak-atik rak piring tersebut.
(Kami berdua berdiri mematung dan membentuk huruf O dengan mulut kami saat mata Ragil mengeluarkan sinar dan diarahkan ke bagian rak piring yang patah. Bagian patah tersebut tersambung dengan sempurna. Kemudian kami masih terpatung saat Ragil mengeluarkan pulpen dari sakunya dan dia menggunakan kacamata hitam. Ragil seperti memutar-mutar pulpen tersebut kemudian mengarahkan pulpen tersebut ke arah kami. Sinar putih keluar dari pulpen tersebut dan menghapus beberapa menit ingatan kami.) *** “O jadi rak piringnya tidak patah ya Pak? tanyaku.
Cerpen : Rak Piring Patah?
Ajaib. Rak piring tersebut kembali ke bentuk semula. Aku dan ibuku terus saja menganguk-angguk tanda memperhatikan dan menggeleng-geleng tanda takjub saat Ragil membetulkan rak piring tersebut. Decak kaguk tanpa sadar keluar dari mulut kami.
6 4
“Tidak ada yang patah gini kok Pak, coba Bapak periksa sendiri.” jawab Ragil tenang. Aku kemudian memriksa rak piring tersebut dan memang tidak ada yang patah dari rak piring tersebut. Ragil, pemilik toko tersebut, kemudian pamit pulang. Meninggalkan aku dan ibuku yang masih merasa ada yang salah dengan cerita ini.
Cerpen : Rak Piring Patah?
***
6 5
Rak Sepatu Warisan Sebuah rak sepatu yang begitu indah. Kokoh berdiri di sudut ruangan, sendiri. Tak ada perabot lain di ruangan tersebut. Rak sepatu berkilau indah. Emas 18 karat yang melapisinya bersinar mengkilap. Rak tersebut terdiri dari tiga tingkat dengan masing-masing tingkat dapat menampung hingga lima pasang sepatu. Rak sepatu kokoh berdiri sendiri di sudut ruangan.
Jangan tanya berapa harga yang ditawarkan oleh calon pembeli rak sepatu yang terbuat dari emas ini. Para kolektor barang-barang mahal terus saja mengejar Pak Dinojo untuk mendapat rak sepatu ini. Konon rak sepatu ini didapat Pak Dinojo dari warisan kakeknya. Pada awalnya Pak Dinojo menolak warisan ini karena merasa tidak sanggup bertanggung jawab atas barang yang begitu berharga. Namun, karena dalam surat wasiat kakeknya menyebut jelas kepercayaan kakeknya padanya maka akhirnya Pak Dinojo menerima warisan tersebut.
Cerpen : Rak Sepatu Warisan
Pak Dinojo, pensiunan tentara pemilik rak sepatu tersebut geleng-geleng melihat rak sepatu tersebut. Dia masih saja takjub bila melihatnya meskipun telah lebih dari dua puluh tahun rak sepatu tersebut dimilikinya. Ada rasa bimbang terlihat dari raut mukanya. Hari ini ia harus memutuskan nasib rak sepatu tersebut. Apakah ia akan menjual rak sepatu tersebut atau tidak.
6 6
Sekarang, Pak Dinojo bingung. Ia akan pindahan. Kondisi kesehatan yang mulai menurun memaksanya untuk menerima tawaran dari anaknya agar bersedia pindah. Anaknya meminta agar Pak Dinojo bersedia tinggal bersamanya agar Pak Dinojo ada yang merawat. Pak Dinojo bingung akan dia apakan rak sepatu tersebut. Anaknya menyuruh agar barang-barang milik Pak Dinojo dijual atau disumbangkan karena jauhnya jarak yang harus ditempuh untuk ke rumah anaknya. Pak Dinojo semenjak pensiun tinggal di Poso, salah satu kabupaten di Sulawesi Tengah. Di situ Pak Dinojo punya banyak teman. Namun, lama-kelamaan teman-teman Pak Dinojo meninggal satu persatu hingga kini hanya tinggal seorang temannya yang masih hidup. Hal tersebut juga yang membuat Pak Dinojo memutuskan untuk menuruti
Cerpen : Rak Sepatu Warisan
Kakek Pak Dinojo adalah seorang petani yang sukses. Kisah yang jarang kita dengar sekarang ini. Sekarang pekerjaan petani identik dengan kerja keras dan kemiskinan. Karena kebaikan hatinya, kakek Pak Dinojo disayangi dan disegani tetangganya. Hingga suatu hari datang kiriman rak sepatu istimewa tersebut. Bersama rak sepatu tersebut hanya ada surat yang menyatakan bahwa rak sepatu tersebut adalah tanda terima kasih karena Pak Dinojo telah menolong pada saat kesulitan begitu menjerat. Surat tanpa nama tersebut juga menyebutkan agar kakek Pak Dinojo bersedia menerima pemberian yang tidak sebanding bila bantuan yang telah diberikan kakek Pak Dinojo padanya.
6 7
permintaan anaknya yang tinggal di Banda Aceh, Nangroe Aceh Darussalam. Pak Dinojo telah menjual meja kursi, dipan tempat tidur, almari dan barang-barang lainnya yang pantas dijual. Sementara galon air, tikar, peralatan makan dan barangbarang yang tidak begitu berharga dia sumbangkan ke panti asuhan. Sekarang tinggal rak sepatu tersebut yang masih menjadi beban pikiran Pak Dinojo. Dia masih berat untuk menjual apalagi menyumbangkan rak sepatu tersebut. Hari ini adalah hari dimana Pak Dinojo akan mengambil keputusan akan diapakan rak sepatu tersebut. “Siang Pak Dinojo.” sapa Daut, seorang kolektor, yang tibatiba ada di belakang Pak Dinojo. “Eh..kamu Daut, mengagetkan saja.” jawab Pak Dinojo.
“Wah..iya ya? Maafkan aku Daut. Aku sedang mengenang rak sepatu ini.” Pak Dinojo menjelaskan. “Ya...kemarin Bapak bilang hari ini akan memutuskan apakah akan menjual rak sepatu tersebut atau tidak. Jadi bagaimana Pak?” tanya Daut langsung ke pokok tujuannya.
Cerpen : Rak Sepatu Warisan
“Maaf Pak mengagetkan, saya tadi sudah mengetuk pintu berkali-kali tapi tampaknya Bapak sedang melamun.” kata Daut sambil tersenyum.
6 8
“Iya Daut, hari ini aku akan memutuskan. Sekarang aku masih menunggu pesan singkat dari anakku. Aku minta pertimbangan padanya.” jawab Pak Dinojo. Kriiiing... kriiiiiing... Telepon genggam Pak Dinojo berbunyi. Ada pesan singkat masuk. Pak Dinojo kemudian memencet-mencet tombol telepon genggam tersebut. Membaca pesan yang masuk. Kemudian wajahnya berseri. “Daut...rak sepatunya aku jual. Sesuai yang kamu tawarkan kemarin, harganya 115 juta rupiah.” kata Pak Dinojo bersemangat.
“Baik Daut, saya tunggu nanti sore.” jawab Pak Dinojo. Daut kemudian pamit pulang. Pak Dinojo masih tersenyum membaca pesan singkat anaknya. “Jual saja Pak, di sini ada pengrajinnya. Harganya hanya 30 juta.” ***
Cerpen : Rak Sepatu Warisan
“Wah...senangnya saya. Baiklah Pak Dinojo, hari ini juga akan saya pindahkan dana ke rekening Bapak. Nanti sore saya siapkan dokumen jual belinya dan juga sekalian saya ambil rak sepatunya.” jawab Daut tidak kalah bersemangat. Wajahnya sumringah.
6 9
Pisang Kompleks Tanaman tersebut terasa janggal ada dalam lingkungan kompleks Hijau. Sebuah pohon pisang buah yang besar dengan anakannya dua buah. Bukan pisang-pisangan yang termasuk dalam tanaman hias. Pohon pisang jenis Pisang Raja ditanam di halaman depan rumah Siswo. Pemandangan yang bagi sebagian warga kompleks merusak keindahan.
Kasak-kusuk warga pun tidak jarang mengusik telinga mereka. Sebagian gosip menyebut Siswo dan ibunya tidak mengerti keindahan. Sebagian bilang mereka tidak menghargai keindahan lingkungan. Bahkan, sebagian bilang mereka tolol setolol-tololnya karena menanam pisang di kompleks meskipun di halaman mereka sendiri. Sebenarnya Siswo dan Bu Laksmi memikirkan masak-masak saat mereka hendak menanam pisang tersebut. Di antara tanaman yang masuk dalam pertimbangan mereka mangga, jeruk, jambu dan pisang – pisang dianggap sebagai pohon paling cepat memberikan hasil berupa buah dan daun
Cerpen : Pisang Kompleks
Siswo dan ibunya Bu Laskmi sebenarnya tidak ada maksud untuk merusak pemandangan. Mereka hanya ingin agar lahan sempit yang disebut halaman dapat menghasilkan pemasukan bukan hanya pengeluaran uang. Hingga akhirnya diputuskan pohon Pisang Raja yang ditanam. Tepat di tengah-tengah halaman depan rumah mereka di kompleks Hijau.
7 0
yang dapat dijual ke pasar. Selain itu ada filosofi dari pohon pisang, yaitu pohon pisang berbuah sekali kemudian mati. Arti dari filosofi tersebut adalah seorang manusia sebelum mencapai ajal harus menghasilkan sesuatu yang bermanfaat. Harus mencapai suatu prestasi yang membanggakan. Sebuah filosofi yang terkadang dilupakan orang. Kasak-kusuk warga mencapai puncaknya hari ini. Warga memaksa Pak RT untuk turun tangan dalam permasalahan ini. Mereka meminta agar Pak RT memaksa Siswo dan ibunya untuk menebang pohon pisang tersebut. Beramairamai mereka mendatangi rumah Siswo.
“Oiii...Bapak-bapak Ibu-ibu dan Pak RT ada apakah gerangan berbondong-bondong?” kata Siswo mencoba sepuitis mungkin. “Saya Pak RT, mewakili warga hendak menuju ke rumah kamu wahai Siswo,” Pak RT menjawab tak mau kalah puitis. “Astaga! Ada apakah gerangan hingga Bapak-bapak terhormat harus datang ke gubuk saya. Biarlah saya yang datang ke rumah Bapak Ibu seandainya memang ada perlu,”
Cerpen : Pisang Kompleks
Siswo melihat warga berbondong-bondong ke rumahnya dengan dipimpin oleh Pak RT. Sebagai anak yang diajarkan untuk menjadi berani oleh ibunya dia menenangkan hatinya yang dag dig dug untuk siap menghadapi warga. Dengan segenap keberanian yang terkumpul Siswo menyongsong warga sebelum sampai ke rumahnya.
7 1
Siswo coba menaklukkan hati warga yang marah dengan gaya bahasanya yang tinggi. “Wahai anak muda, ketahuilah! Kami kemari memang ada perlu, tetapi untuk menebang pisangmu itu,” jawab seorang warga emosi. “Bapak-bapak Ibu-ibu, telah lama kita bertetangga. Tahu sama tahulah kita betapa pisang itu berharga. Apa Bapakbapak rela anak gadisnya dilamar tanpa setandan pisang sebagai seserahan?” Siswo mencoba diplomatis setelah tahu ternyata persoalannya masih seputar pisang. Terlihat beberapa bapak-bapak manggut-manggut setuju dengan argumen Siswo. Namun, ibu-ibu terlihat masih emosi.
“Tiada keindahan itu sama bagi tiap orang, jikalau pisang saya dirasa kurang indah kenapa tidak berikan saya sumbangan bunga supaya menjadi peindah pisang saya. Sungguh sayang pisang seelok dan seprospektif itu dibunuh karena kesalahan kita tidak mempu mengindahkannya,” argumen Siswo panjang lebar. Bapak-bapak dan ibu-ibu itu akhirnya manggut-manggut semua. Diplomasi kelas tinggi Siswo berhasil menyelamatkan pisangnya dari amukan warga. Merekapun memutuskan bubar. Sebagian ibu-ibu bahkan menjanjikan
Cerpen : Pisang Kompleks
“Hai Siswo, tak ada arti pisangmu itu sebagai seserahan jika keindahan kau abaikan,” seorang ibu bersuara mencoba mematahkan argumen Siswo. Siswo yang sarjana akuntansi tidak habis akal untuk menjawab pernyataan ibu tersebut.
7 2
akan menyumbangkan tanaman bunganya agar dapat memperindah pisang tersebut. Siswo tentu saja bahagia sekali. Di sela-sela senyam-senyum Siswo, Pak RT berbisik: “Kalau berbuah jangan lupa saya ya... ;)”
Cerpen : Pisang Kompleks
***
7 3
Tentang Penulis Muhammad Hammam adalah seorang PNS yang sedang menempuh pendidikan di Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN). Tulisannya banyak ditemukan di situs www.kemudian.com dengan id just_hammam. Kesenangannya menulis membuatnya ingin mendokumentasikan karyakaryanya dalam bentuk digital. Pilihan ini dia ambil karena persaingan dalam penerbitan sekarang sudah sangat ketat.
Harapan dapat meninggalkan kenangan setelah meninggalkan dunia ini menjadikannya memiliki keinginan untuk terus menulis. Suami dari Mita Cahyani ini juga memiliki harapan suatu saat dapat memyelesaikan tulisan dalam bentuk disertasi. Doa dari seluruh pembaca e book ini sangat diharapkannya.
Cerpen : Tentang Penulis
Di bawah penerbit Ndok Asin yang ada di situs www.ndokasin.co.cc dia telah menerbitkan dua buku sebelumnya, yaitu Ajari Aku Bahasa Bintang dan Plesdis. Ini merupakan buku ketiganya.
7 4