UNIVERSITAS INDONESIA
KUANTISASI DIRAC PADA SISTEM KUANTUM TERKONSTRAIN
SYAEFUDIN JAELANI 0706262810
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI FISIKA DEPOK MEI 2011
UNIVERSITAS INDONESIA
KUANTISASI DIRAC PADA SISTEM KUANTUM TERKONSTRAIN
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Sains
SYAEFUDIN JAELANI 0706262810
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI FISIKA DEPOK MEI 2011
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh Nama
:
Syaefudin Jaelani
NPM
:
0706262810
Program Studi
:
Fisika
Judul Skripsi
:
Kuantisasi Dirac pada Sistem Kuantum Terkonstrain
Telah berhasil dipertahankan dihadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Program Studi Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing I
:
Dr. Anto Sulaksono
(
)
Penguji I
:
Dr. Terry Mart
(
)
Penguji II
:
Dr. Agus Salam
(
)
Ditetapkan di
:
Depok
Tanggal
:
30 Mei 2011
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah Swt, Tuhan Pencipta alam semesta, yang telah memberikan beragam kenikmatan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat dan salam senantiasa penulis sampaikan kepada Rasullullah Saw, manusia yang paling sempurna di dunia dan yang telah membawa kita dari jaman kegelapan menuju ke jaman yang penuh dengan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan. Penulis mulai menyukai dunia fisika sejak masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA). Sejak saat itu hingga sekarang, penulis sangat menyukai dunia fisika. Penulis dapat mengamati dan mempelajari fenomena alam yang terjadi dalam kehidupan sehari - hari dengan ilmu tersebut. Hingga memasuki perguruan tinggi, penulis melanjutkan studi ke jurusan fisika dan mempelajari ilmu fisika lebih dalam lagi. Kesukaan penulis akan dunia fisika yang mendasari penulis menulis skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini baik secara langsung maupun tida langsung, yakni: • Dr. Anto Sulaksono selaku pembimbing yang telah memberikan arahan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. • Dr. L.T. Handoko selaku dosen pengajar, yang telah mengajarkan ilmu pengetahun dan memberikan motivasi kepada penulis. • Dr. Terry Mart selaku dosen pengajar, yang menjadi inspirasi bagi penulis untuk menjani seorang peneliti yang handal. • Para dosen dan staf departemen fisika, yang telah membantu penulis selama menempuh pendidikan di departemen fisika. • Ayah dan Ibu yang selalu memberikan semangat dan nasihat kepada penulis, sehingga penulis mempunyai semangat selama menjalani masa perkuliahan. • Teman - teman angkatan 2007 yang sudah penulis anggap sebagai keluarga sendiri. iii
• Juga semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan tugas skripsi ini. Skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca yang budiman. Depok, 30 Mei 2011
Syaefudin Jaelani
iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai civitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan dibawah ini: Nama
:
Syaefudin Jaelani
NPM
:
0706262810
Program Studi
:
S-1 Reguler
Fakultas
:
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Jenis Karya
:
Skripsi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non - exclusive Royalty - Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: KUANTISASI DIRAC PADA SISTEM KUANTUM TERKONSTRAIN beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalih media/ formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (data base), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/ pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di
:
Depok
Pada tanggal
:
30 Mei 2011
Yang menyatakan
(Syaefudin Jaelani) v
Nama
:
Program Studi
:
Judul Skripsi
:
Syaefudin Jaelani S-1 Reguler Kuantisasi Dirac pada Sistem Kuantum Terkonstrain ABSTRAK
Kuantisasi Dirac merupakan suatu prosedur yang digunakan untuk mengkuantisasi sistem terkonstrain. Lagrangian yang akan dikuantisasi adalah Lagrangian sistem kuantum (fermion) terkonstrain. Namun ada problem yang muncul dalam proses kuantisasi Lagrangian sistem tersebut. Problem tersebut ialah kerapatan Hamiltonian sistem mengandung variabel turunan terhadap waktu. Hal tersebut diakibatkan karena Lagrangian sistem mengandung variabel turunan orde kedua terhadap waktu. Problem tersebut akan menyulitkan kita dalam perhitungan relasi Poisson braket antara variabel sistem. Untuk mengatasi hal tersebut dilakukan transformasi medan (pendekatan) pada Lagrangian sistem, agar Lagrangian sistem tidak mengandung turunan orde kedua terhadap waktu. Sehingga, kerapatan Hamiltonian kanonik tidak lagi mengandung variabel turunan terhadap waktu. Dengan menggunakan prosedur Dirac, kita akan memperoleh Hamiltonian primer sistem yang siap untuk dikuantisasi.
Kata kunci: kuantisasi Dirac, transformasi medan, Hamiltonian primer. ix + 62 hlm.: lamp. Daftar Acuan: 13 (1950-2008)
vi
Name
:
Syaefudin Jaelani
Study Program :
S-1 Reguler
Title
Dirac Quantization of Constraint Quantum System
:
ABSTRACT Dirac Quantization is a procedure that is used to quantize a constraint system. Lagrangian that will be quantized is a Lagrangian of constraint quantum system (fermion system). But there is a problem in quantizaton process of the Lagrangian of the system. The problem is there are exist first order time derivative variables in the Hamiltonian density. It is caused by the fact that the Lagrange equation of the system has the second order derivatives. So, the problem will generate difficulty in the Poisson brakect relation between variables of the system. To solve this problem, the field transformation to the system Lagrange equation is used, so the Lagrange equation now does not consist of second order derivatives variables. As a result, the Hamiltonian density is free from the derivatives variables anymore. By using Dirac procedure, we will get the primary Hamiltonian of the system that is ready quantized.
Keywords: Dirac quantization, field transformation, primary Hamiltonian. ix + 62 pp.: appendices. References: 13 (1950-2008)
vii
Daftar Isi Halaman Pengesahan
ii
Kata Pengantar
iii
Halaman Penyataan Persetujuan Publikasi Abstrak
v vi
Daftar Isi
viii
1 Pendahuluan
1
1.1
Latar Belakang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
1
1.2
Perumusan Masalah
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
2
1.3
Metode Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
2
1.4
Tujuan Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
3
2 Formalisme Kuantisasi Dirac
4
2.1
Sistem Terkonstrain dan Tidak Terkonstrain . . . . . . . . . . . .
4
2.2
Transformasi Legendre . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
5
2.3
Prosedur Dirac . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
7
3 Contoh Kuantisasi dengan Konstrain
11
3.1
Gerak Partikel di Permukaan Bola . . . . . . . . . . . . . . . . . .
11
3.2
Medan Dirac Bebas . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
15
3.3
Teori Medan Maxwell . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
20
4 Aplikasi Kuantisasi Dirac
26
viii
5 Pembahasan
54
6 Kesimpulan
58
A Aljabar Grassman
60
Daftar Acuan
61
ix
Bab 1 Pendahuluan 1.1
Latar Belakang
Kuantisasi merupakan suatu prosedur untuk melakukan transisi dari sistem klasik ke sistem kuantum dengan mengubah variabel dinamik sistem klasik tersebut, menjadi operator dalam ruang Hilbert. Misalnya, kita akan melakukan transisi suatu sistem klasik, dengan posisi q dan momentum p, menjadi sistem kuantum yakni dengan cara mengganti, q → qˆ, dan, p → pˆ [1]. Keadaan suatu sistem dapat diperoleh dari persamaan Lagrange. Apabila kita mengetahui persamaan Lagrange suatu sistem, maka kita dapat mengetahui keadaan sistem tersebut. Pada umumnya keadaan sistem yang ada di alam berbeda - beda, ada sistem yang tidak memiliki konstrain dan ada sistem yang memiliki konstrain. Konstrain merupakan sesuatu yang membatasi sistem. Konstrain terdiri atas dua macam, konstrain kelas pertama ( first-class constraint) dan konstrain kelas kedua (second-class constraint). Konstrain kelas pertama ialah konstrain yang mempunyai relasi Poisson braket sebanding dengan nol (weakly vanishing) dengan semua konstrain yang ada. Konstrain kelas kedua didefinisikan sebagai konstrain yang mempunyai relasi Poisson braket paling sedikit satu yang tidak nol dengan semua konstrain lain yang ada [2]. Keberadaan konstrain kelas pertama berhubungan dengan adanya simetri gauge [3]. Sedangkan keberadaan konstrain kelas kedua berhubungan dengan reduksi dimensi sistem [4]. Sistem terkonstrain merupakan sistem yang tidak semua varibel dinamiknya saling bebas (independent). Untuk mengetahui suatu sistem memiliki konstrain atau tidak, kita dapat memeriksa harga determinan matrik Hessian yang dibentuk 1
2 dari persamaan Lagrange sistem tersebut. Determinan matrik Hessian tersebut, menentukan apakah suatu sistem dikatakan terkonstrain atau tidak. Apabila hasil determinannya tidak nol, maka sistem tersebut dikatakan tidak memiliki konstrain. Artinya, sistem tersebut tidak memilki sifat singularitas pada Lagrangiannya (non-singular Lagrange). Namun apabila hasil determinannya nol, sistem tersebut memiliki konstrain, atau sistem tersebut memiliki sifat singularitas pada Lagrangiannya (singular Lagrange). Akibat dari sifat singularitas tersebut, momentum konjugasi dengan koordinat tidak lagi saling independen dan memenuhi relasi yang disebut konstrain kelas pertama [5]. Hal tersebut juga berakibat pada perbedaan prosedur untuk mengkuantisasi sistem. Untuk sistem yang tidak terkonstrain, kita dapat melakukan kuantisasi dengan menggunakan tranformasi Legendre standar dari Lagrangian ke Hamiltonian. Sedangkan untuk mengkuantisasi sistem terkonstrain, kita harus menggunakan prosedur Dirac [6].
1.2
Perumusan Masalah
Lagrangian yang digunakan pada penelitian ini ialah Lagrangian sistem kuantum terkonstrain. Lagrangian tersebut merupakan Lagrangian dari suatu sistem fermion. Penulis akan menggunakan prosedur Dirac untuk mengkuantisasi Lagrangian tersebut.
1.3
Metode Penelitian
Penelitian ini bersifat teoritik, dengan menggunakan contoh - contoh kuantisasi pada sistem terkonstrain yang sederhana, kemudian dikembangkan pada sistem terkonstrain dengan Lagrangian yang lebih kompleks. Penulis menggunakan prosedur kuantisasi Dirac untuk mengkuantisasi Lagrangian sistem kuantum terkonstrain dari suatu sistem fermion.
3
1.4
Tujuan Penelitian
Penelitian ini murni akademis yakni untuk mengkaji dan mempelajari kuantisasi sistem Lagrangian terkonstrain. Dari hasil studi ini, penulis mengharapkan akan lebih mengerti keterbatasan dan problem dari prosedur kuantisasi Dirac. Kemungkinan aplikasi konkrit dari hasil yang didapat juga akan didiskusikan. Harapannya, hasil ini dapat digunakan untuk lebih memahami bagaimana cara mengkuantisasi model nuklir ”point coupling” dengan memasukkan suku retardasi. Model nuklir ”point coupling” standar cukup baik menjelaskan sifat - sifat ”bulk” dari inti dan materi nuklir [7].
Bab 2 Formalisme Kuantisasi Dirac 2.1
Sistem Terkonstrain dan Tidak Terkonstrain
Kita dapat mengetahui keadaan suatu sistem apabila Lagrangian dari sistem tersebut diketahui. Misal kita tinjau suatu sistem klasik dengan Lagrangian, L(qi , q˙i ), dengan, i = 1, 2, 3, ..., N . Kita dapat mendefinisikan momentum konjugasi dari sistem tersebut sebagai [2] pi =
∂L . ∂ q˙i
(2.1)
Dari Lagrangian tersebut, kita bisa membentuk suatu matrik yang dikenal dengan matrik Hessian, yang dinotasikan sebagai [6] Hij =
∂ 2L . ∂ q˙i ∂ q˙j
(2.2)
Pada umumnya, sistem fisis yang ada di alam ada yang memiliki konstrain dan ada pula yang tidak memiliki konstrain. Untuk mengetahui suatu sistem terkonstrain atau tidak, kita dapat memeriksa harga determinan matrik Hessian dari Lagrangian sistem tersebut. Apabila determinan matrik Hessian dari suatu sistem adalah nol, detHij = 0, maka sistem tersebut mempunyai konstrain. Dengan kata lain, Lagrangian sistem tersebut memiliki sifat singularitas (singular Lagrange). Sebaliknya, apabila determinan matrik Hessian dari suatu sistem tidak nol, detHij 6= 0, maka sistem tersebut tidak memiliki konstrain. Sistem seperti ini tidak mempunyai sifat singularitas pada Lagrangiannya (non-singular Lagrange).
4
5 Keberadaan konstrain pada suatu sistem, akan mempengaruhi hubungan antara variabel dinamik (misal posisi q dan momentum p) pada sistem tersebut. Untuk sistem yang tidak terkonstrain, relasi antara momentum dengan kecepatan (seperti pada persamaan (2.1)) ialah invertibel. Artinya, Kita dapat menyatakan kecepatan dalam bentuk momentum dan sebaliknya. Sehingga konfigurasi ruang untuk sistem yang tidak terkonstrain ialah sebagai berikut [2] (qi , q˙i ) ↔ (qi , pi ).
(2.3)
Hal ini mengakibatkan transformasi dari formulasi Lagrangian ke Hamiltonian unik, sehingga tidak menjadi masalah untuk mengkuantisasi sistem dengan prosedur standar. Sedangkan untuk sistem yang terkonstrain, kita tidak dapat menyatakan kecepatan dalam bentuk momentum secara unik. Sebab, relasi antara posisi dan momentum pada sistem tersebut tidak lagi invertibel atau saling bebas. Sehingga diperlukan prosedur khusus untuk mengkuantisasi sistem ini. Prosedur tersebut dikenal dengan nama prosedur Dirac.
2.2
Transformasi Legendre
Prosedur kuantisasi antara sistem yang terkonstrain dan sistem yang tidak terkonstrain berbeda. Untuk mengkuantisasi sistem yang tidak terkonstrain (nonsingular Lagrange), kita menggunakan prosedur standar. Dalam matematika, prosedur standar tersebut dikenal dengan nama Transformasi Legendre [6, 8]. Pada kasus sistem yang tidak terkonstrain, kita dapat menyatakan ekspresi kecepatan dalam bentuk momentum dan sebaliknya. Sehingga, kita dapat melakukan transformasi dari Lagrangian ke Hamiltonian secara unik. Kita tinjau suatu sistem klasik dengan Lagrangian, L(qi , q˙i ), dengan momentum konjugasi didefinisikan seperti pada persamaan (2.1). Hamiltonian dari sistem tersebut dapat dituliskan sebagai berikut H(qi , pi ) = pi q˙i − L(qi , q˙i ) .
(2.4)
Kita ambil turunan total dari Hamiltonian tersebut (2.4), akan diperoleh persamaan berikut
6
∂L ∂L dqi − dq˙i . ∂qi ∂ q˙i Dengan mensubtitusikan persamaan (2.1) kedalam persamaan (2.5) dan dH = dpi q˙i + pi dq˙i −
(2.5)
∂L = p˙i , ∂qi kita akan memperoleh persamaan dH = dpi q˙i + pi dq˙i − p˙i dqi − pi dq˙i , dH = dpi q˙i − p˙i dqi .
(2.6)
Hamiltonian sendiri merupakan fungsi dari posisi dan momentum (qi , pi ). Apabila kita ambil turunan total dari Hamiltonian tersebut, kita akan memperoleh persamaan berikut ∂H ∂H (2.7) dqi + i dpi . ∂qi ∂p Dengan membandingkan hasil pada persamaan (2.6) dengan persamaan (2.7), dH =
kita akan mendapatkan hubungan
∂H , ∂pi ∂H = − . ∂qi
q˙i = p˙i
(2.8)
Poisson braket dari dua buah variabel dinamik C (qi , p i ) dan D(qi , p i ) didefinisikan sebagai {C, D}PB =
∂C ∂D ∂C ∂D − . ∂qi ∂pi ∂pi ∂qi
(2.9)
Variabel dinamik C (qi , p i ) dapat kita tuliskan dalam bentuk Poisson braket dengan menggunakan persamaan (2.8)
dC dt
∂C i ∂C p˙ + q˙i , ∂pi ∂qi ∂C ∂H ∂C ∂H = − i + , ∂p ∂qi ∂qi ∂pi = {C, H}PB , =
(2.10)
7 atau kita dapat notasikan sebagai berikut ˙ i , p i ) = {C(qi , p i ), H}PB . C(q
(2.11)
Dengan demikian, kita juga dapat menuliskan persamaan (2.8) dalam bentuk relasi Poisson braket sebagai
q˙i = {qi , H} , p˙i = {pi , H} .
(2.12)
Sifat Poisson braket dari koordinat, posisi dan momentum dinyatakan dengan
{pi , pj }PB = {qi , qj }PB = 0 , {qi , pj }PB = −{pj , qi }PB = δij .
(2.13)
Untuk mengkuantisasi sistem dinamik yang tidak terkonstrain dengan variabel C (qi , p i ) dan D(qi , p i ), kita menggunakan prosedur kuantisasi kanonik standar [2, 4] {C, D}PB −→ h
1 ˆ ˆ [C, D] , i¯ h
(2.14)
i
ˆ D ˆ adalah komutator Heisenberg dari operator Cˆ dan D. ˆ dimana C,
2.3
Prosedur Dirac
Suatu prosedur yang digunakan untuk mencari semua konstrain dari formulasi Hamiltonian sistem terkonstrain disebut Prosedur Dirac [3]. Prosedur tersebut digunakan untuk mengkuantisasi sistem terkonstrain. Prosedur untuk mengkuantisasi sistem terkonstrain berbeda dengan sistem tidak terkonstrain. Sebab pada sistem terkonstrain, hubungan antara variabel dinamik pada sistem tersebut tidak saling bebas (independent). Lagrangian L(qi , q˙i ) dikatakan singular apabila relasi antara momentum dengan kecepatan (persamaan (2.1)) tidak saling bebas [4].
Hal tersebut me-
nunjukkan bahwa tidak semua variabel pada Lagrangian suatu sistem memiliki
8 hubungan saling bebas. Ada sejumlah fungsi φ(qi , pi ) yang hilang sebagai konstrain [4]. Keberadaan konstrain pada suatu sistem akan mereduksi dimensi dari ruang konfigurasi sistem tersebut [4]. Disamping mereduksi demensi sistem, keberadaan konstrain juga membuat formulasi Hamiltonian dari Lagrangian sistem tersebut tidak lagi unik. Prosedur Dirac dimulai dengan mendefinisikan Hamiltonian primer sebagai berikut HP = Hcan + λα φα ,
(2.15)
dimana Hcan adalah Hamiltonian kanonik dan λα didefinisikan sebagai Lagrange multipliers. Relasi antara Hamiltonian primer dengan Hamiltonian kanonik ialah HP ≈ Hcan ,
(2.16)
dimana ≈ menunjukkan hubungan kesebandingan lemah (weak equality). Kita dapat menuliskan relasi Poisson braket antara koordinat pada sistem terkonstrain dengan Hamiltonian (analog dengan persamaan (2.12)) sebagai
q˙i ≈ {qi , HP } , p˙i ≈ {pi , HP } .
(2.17)
Variabel dinamik sembarang G(qi , pi ), dapat ditulis dalam bentuk Poisson braket G˙ ≈ {G, HP } = {G, Hcan + λα φα } .
(2.18)
Konstrain harus invarian terhadap turunan waktu, dan dengan menggunakan persamaan (2.18) akan diperoleh persamaan
φ˙ α ≈ {φα , Hcan + λβ φβ } , = {φα , Hcan } + λβ {φα , φβ } + {φα , λβ }φβ , ≈ {φα , Hcan } + λβ {φα , φβ } ≈ 0 .
(2.19)
Dari hasil tersebut (2.19), kita bisa langsung menentukan Lagrange multipliers atau memperoleh konstrain yang lain yang dikenal dengan konstrain kedua. Kita
9 ulangi hal yang sama seperti pada persamaan (2.19) pada konstrain kedua, kita mungkin bisa menghasilkan Lagrange multiplier atau menghasilkan konstrain lainnya, yakni konstrain ketiga dan seterusnya. Kita lakukan hal yang sama seperti pada persamaan (2.19), sampai kita memperoleh semua konstrain yang ada pada sistem. Konstrain digolongkan kedalam dua jenis, yaitu konstrain kelas pertama (firstclass constraint) dan konstrain kelas kedua (second-class constraint). Konstrain kelas pertama didefinisikan sebagai konstrain yang memiliki relasi Poisson braket sebanding dengan nol (weakly vanishing) dengan semua konstrain yang ada. Konstrain kelas kedua didefinisikan sebagai konstrain yang memiliki relasi Poisson braket, minimal satu yang tidak nol, dengan semua konstrain lain yang ada [2]. Konstrain kelas pertama berhubungan dengan invariansi lokal (local invariances) atau simetri gauge (gauge symmetries) [3]. Sedangkan konstrain kelas kedua berhubungan dengan reduksi ruang (dimensi) dari sistem [4]. Setelah kita menemukan semua konstrain, kita kumpulkan konstrain tersebut dan menuliskannya kedalam bentuk konstrain kelas kedua. Oleh karena itu, konstrain kelas pertama memerlukan transformasi gauge untuk bisa diubah kedalam konstrain kelas kedua. Kemudian, kita kumpulkan semua konstrain menjadi konstrain kelas kedua sebagai [2] ΦA ≈ 0,
A = 1, 2, 3, ..., 2(n1 + n2 ),
(2.20)
dimana (n1 + n2 ) merupakan jumlah konstrain kelas pertama dan kedua. Jumlah tersebut harus lebih kecil dari dimensi sistem. Kita bisa membentuk suatu matrik dari semua konstrain yang sudah dikumpulkan menjadi konstrain kelas kedua sebagai {ΦA , ΦB } ≈ C AB .
(2.21)
Matrik tersebut (2.21) memiliki dimensi genap dan bersifat anti-simetrik. Dirac sudah menunjukkan bahwa matrik tersebut tidak singular, sehingga memiliki invers matrik [2] −1 CAB ≈ {ΦA , ΦB } ,
(2.22)
10 dan memenuhi sifat −1 C AD CDB = δBA .
(2.23)
Kita definisikan Dirac braket untuk sembarang fungsi F (qi , pi ) dan G(qi , pi ) sebagai −1 {ΦB , G}PB , {F, G}DB = {F, G}PB − {F, ΦA }PB CAB
(2.24)
yang dapat ditunjukkan mempunyai semua sifat Poisson braket dan memenuhi
{F, ΦA }DB
=
−1 {F, ΦA }PB − {F, ΦB }PB CBD {ΦD , ΦA }PB ,
−1 ≈ {F, ΦA }PB − {F, ΦB }PB CBD C DA ,
= {F, ΦA }PB − {F, ΦA }PB = 0 .
(2.25)
Untuk mengkuantisasi Dirac braket, kita menggunakan prosedur sebagai berikut [4] {F, G}DB −→ h
i
1 ˆ ˆ [F , G] , i¯ h
ˆ adalah komutator Heisenberg dari operator Fˆ dan G. ˆ dimana Fˆ , G
(2.26)
Bab 3 Contoh Kuantisasi dengan Konstrain 3.1
Gerak Partikel di Permukaan Bola
Contoh sistem terkonstrain yang paling sederhana ialah suatu partikel titik yang bergerak di atas permukaan bola dengan dimensi -m. Kita notasikan koordinat dari partikel sebagai qi , i = 1, 2, ..., m, dan koordinat terkonstrain memenuhi qi qi = 1 ,
(3.1)
dimana penjumlahkan berlaku untuk semua i yang sama. Kita notasikan Lagrangian sistem dinamik tersebut sebagai L =
1 (q˙i q˙i − F (qi qi − 1)) , 2
(3.2)
dimana F adalah medan Lagrange multiplier. Dengan menggunakan persamaan Euler - Lagrange ∂L 1 = − (qi qi − 1) = 0 , ∂F 2
(3.3)
kita dapat memperoleh konstrain (3.1) pada gerak sistem. Jika kita mengkombinasikan variabel qi , F kedalam notasi qα = (qi , F ), α = 1, 2, ..., m + 1, matrik Hessian dari sistem memiliki bentuk ∂ 2L = ∂ q˙a ∂ q˙b
δij 0 0 0 11
!
.
(3.4)
12 Dengan mudah, kita bisa langsung mengetahui bahwa determinan matrik tersebut adalah nol. Kita notasikan momentum konjugasi dari sistem sebagai
∂L = q˙i , ∂ q˙i ∂L = 0. = ∂ F˙
pi = pF
(3.5)
Sehingga, yang menjadi konstrain utama pada sistem ialah ϕ1 = pF ≈ 0 .
(3.6)
Hamiltonian kanonik sistem memiliki bentuk 1 Hcan = pi q˙i + pF F˙ − L = (pi pi + F (qi qi − 1)) , 2 dan Hamiltonian primernya ialah 1 HP = Hcan + λ1 ϕ1 = (pi pi + F (qi qi − 1)) + λ1 pF . 2 Sifat Poisson braket kanonik sistem memenuhi
(3.7)
(3.8)
{qi , qj } = {pi , pj } = {F, F } = {pF , pF } = 0 , {qi , F } = {qi , pF } = {pi , F } = {pi , pF } = 0 , {qi , pj } = δji , {F, pF } = 1 .
(3.9)
Konstrain harus invarian terhadap turunan waktu yakni
ϕ˙1 ≈ {ϕ1 , HP } 1 = {pF , (pi pi + F (qi qi − 1)) + λ1 pF } 2 1 = − (qi qi − 1) ≈ 0 . 2
(3.10)
Dari hasil (3.10), kita memperoleh konstrain kedua yang dinotasikan sebagai
13
1 ϕ2 = (qi qi − 1) ≈ 0 . (3.11) 2 Dengan mengulangi cara yang sama (3.10) pada (3.11), kita akan memperoleh
ϕ˙2 ≈ {ϕ2 , HP } 1 1 = { (qi qi − 1), (pj pj + F (qj qj − 1) + λ1 pF )} 2 2 = qi pj {qi , pj } = qi pi ≈ 0 ,
(3.12)
yang menghasilkan konstrain baru (konstrain ketiga) ϕ3 = qi pi ≈ 0 .
(3.13)
Konstrain yang baru juga harus tidak bergantung waktu, sehingga akan didapat
ϕ˙3 ≈ {ϕ3 , HP } 1 = {qi pi , (pj pj + F (qj qj − 1) + λ1 pF )} 2 i j = p p {qi , pj } + qi F qj {pi , qj } = pi pi − F qi qi ≈ pi pi − F ≈ 0 ,
(3.14)
dengan konstrain yang baru, konstrain keempat, yang dinotasikan sebagai ϕ4 = pi pi − F ≈ 0 .
(3.15)
Dengan mengulangi (3.14) pada (3.15), kita akan memperoleh
ϕ˙4 ≈ {ϕ4 , HP } 1 = {pi pi − F, (pj pj + F (qj qj − 1) + λ1 pF )} 2 i i = 2p F qj {p , qj } − λ1 {F, pF } = −2F qi pi − λ1 ≈ −λ1 ≈ 0 .
(3.16)
Dari (3.16), jelas kita sudah memperoleh Lagrange multiplier dan sudah memperoleh semua konstrain yang ada pada sistem.
14 Kita bisa memeriksa semua konstrain yang sudah kita dapatkan dengan menggunakan relasi Poisson braket sebagai berikut
{ϕ1 , ϕ4 } = {pF , pi pi − F } = 1 = −{ϕ4 , ϕ1 } , 1 {ϕ2 , ϕ3 } = { (qi qi − 1), qj pj } = qi qj {qi , pj } = qi qi ≈ 1 2 = −{ϕ3 , ϕ2 } , {ϕ3 , ϕ4 } = {qi pi , pj pj − F } = 2pi pj {qi , pj } = 2pi pi = 2p2 = −{ϕ4 , ϕ3 } ,
(3.17)
dan relasi Poisson braket yang lain adalah nol. Dari hasil (3.17) kita bisa menyimpulkan bahwa semua konstrain yang sudah diperoleh tergolong kedalam konstrain kelas kedua. Kita kumpulkan semua konstrain yang sudah diperoleh kedalam notasi [2] φA = (ϕ1 , ϕ2 , ϕ3 , ϕ4 ), A = 1, 2, 3, 4, dan kita bisa membentuk matrik dari hasil relasi Poisson braket (3.17) sebagai {φA , φB } = C AB ,
(3.18)
yang memiliki bentuk matrik
C AB =
0 0 0 1 0 0 1 0 0 −1 0 2p2 −1 0 −2p 0
.
(3.19)
Persamaan (3.19) mempunyai invers matrik sebagai berikut
−1 CAB =
0 −2p2 0 −1 2p2 0 −1 0 . 0 1 0 0 1 0 0 0
(3.20)
Relasi Dirac braket antara dua variabel sembarang F (qi , pi ) dan G(qi , pi ), didefinisikan sebagai −1 {F, G}DB = {F, G} − {F, φA }CAB {φB , G},
(3.21)
15 −1 dengan CAB seperti pada persamaan (3.20). Relasi Dirac braket antara variabel
dinamik sistem mempunyai bentuk sebagai berikut
{F, F }DB = {pF , pF }DB = {F, pF }DB = 0 , {qi , pF }DB = {pi , pF }DB = 0 , −1 {pF , F } = 2pi , {qi , F }DB = {qi , F } − {qi , pj pj − F }C41 1 −1 {pi , F }DB = {pi , F } − {pi , (qj qj − 1)}C21 {pF , F } = −2qi p2 , 2 {qi , qj }DB = 0 , 1 −1 {pi , pj }DB = {pi , pj } − {pi , (qk qk − 1)}C23 {ql pl , pj } 2 −1 1 −{pi , qk q k }C32 { (ql ql − 1), pj } 2 j i = −qi p + p qj , −1 1 {qi , pj }DB = {qi , pj } − {qi , qk pk }C32 { (ql ql − 1), pj } 2 = δij − qi qj . (3.22)
Dengan menggunakan relasi Dirac braket, kita dapat mendefinisikan konstrain menjadi nol. Sehingga varibel dinamik sistem yang sesungguhnya adalah (qi , pi ) (kita definisikan F = pi pi karena konstrain pada persamaan (3.15)) , dan Hamiltonian sistem sesungguhnya adalah 1 HP = pi pi . 2 Hamiltonian ini adalah Hamiltonian yang siap untuk dikuantisasi.
3.2
(3.23)
Medan Dirac Bebas
Persamaan Lagrangian Dirac tanpa interaksi (bebas) dijelaskan dengan kerapatan Lagrange L = iψ∂ /ψ − mψψ,
(3.24)
dimana adjoin spinornya adalah ψ = ψ†γ 0.
(3.25)
16 Variabel dinamik sistem adalah ψα , ψα† , dimana α = 1, 2, 3, 4 [2]. Persamaan kerapatan Lagrange (3.24) adalah turunan pertama terhadap waktu, sehingga matrik Hessian kerapatan Lagrange tersebut adalah nol. Artinya, pada persamaan kerapatan Lagrange tersebut mempunyai sifat singularitas. Kita definisikan momentum konjugasi sistem sebagai (kita memilih konvensi turunan dari sebelah kiri) [2]
∂L = −i(ψγ 0 )α = −iψα† , ∂ ψ˙ α ∂L = 0. = ∂ ψ˙ α†
Π†α = Πα
(3.26)
Dari (3.26), kita memperoleh dua buah konstrain utama yakni
φ†α = Π†α + iψα† ≈ 0, ρα = Πα ≈ 0,
(3.27)
yang berhubungan dengan konstrain sistem fermion ini. Kerapatan Hamiltonian kanonik sistem adalah
Hcan = −Π†α ψ˙ α + ψ˙ α† Πα − L ~ + mψψ = iψα† ψ˙ α − iψα† ψ˙ α − iψ~γ · ∇ψ ~ + mψψ. = −iψ~γ · ∇ψ
(3.28)
Sehingga, kita akan memperoleh Hamiltonian kanonik sistem sebagai Hcan =
Z
3
d x Hcan =
Z
~ + mψψ). d3 x (−iψ~γ · ∇ψ
(3.29)
Dengan menambahkan konstrain pada Hamiltonian kanonik, kita akan memperoleh Hamiltonian primer sistem sebagai HP = Hcan +
Z
d3 x (φ†α ξα + λ†α ρα ),
(3.30)
dimana ξα dan λ†α merupakan Lagrange multipliers. Relasi Poisson braket untuk variabel medan mempunyai bentuk sebagai berikut
17
{ψα (x), Π†β (y)} = −δαβ δ 3 (x − y) = {ψα† (x), Πβ (y)}.
(3.31)
Seperti yang kita ketahui, konstrain utama harus tidak bergantung terhadap waktu, sehingga
φ˙ †α (x) ≈ {φ†α (x), HP } ≈ {φ†α (x), Hcan } +
Z
d3 y (ξβ (y){φ†α (x), φ†β (y)}
−λ†β (y){φ†α (x), ρβ (y)}.
(3.32)
Untuk memudahkan perhitungan, kita melakukan perhitungan untuk tiap komponen dari persamaan (3.32). Komponen yang pertama dari persamaan (3.32), relasi Poisson braket antara konstrain dengan Hamiltonian kanonik, adalah
{φ†α (x), Hcan }
=
Z
~ y ψ(y) d3 y {Π†α (x) + iψα† (x), −iψ(y)~γ · ∇
+ mψ(y)ψ(y)} = = =
Z
† ¯ ~ y − mψ(y)) d3 y(iψ(y)~γ · ∇ β {Πα (x), ψβ (y)}
Z
~ y − mψ(y))β (−δαβ δ 3 (x − y)) d3 y(iψ(y)~γ · ∇
~ i∇ψ(x) · ~γ + mψ(x)
α
.
(3.33)
Hal yang sama pada komponen yang kedua dari persamaan (3.32), kita akan memperoleh Z
d3 y ξβ (y){φ†α (x), φ†β (y)} =
Z
d3 y ξβ (y){Π†α (x)
+ iψα† (x), Π†β (y) + iψβ† (y)} = 0.
(3.34)
Perhitungan komponen yang terakhir dari persamaan (3.32) ialah
−
Z
3
d
yλ†β (y){φ†α (x), ρβ (y)}
= − = −
Z
d3 yλ†β (y){Π†α (x) + iψα† (x), Πβ (y)}
Z
d3 yλ†β (y) −δαβ δ 3 (x − y)
= iλ†α (x) .
(3.35)
18 Kita subtitusikan hasil perhitungan yang sudah kita peroleh, yaitu (3.33), (3.34) dan (3.35), kedalam persamaan (3.32), kita akan mendapatkan hasil sebagi berikut
~ φ˙ †α (x) ≈ i∇ψ(x) · ~γ + mψ(x)
+ iλ†α (x) = 0 .
α
(3.36)
Dari persamaan (3.36), kita memperoleh Lagrange multiplier sebagai berikut
~ · ~γ + imψ(x) λ†α = −∇ψ(x)
α
.
(3.37)
Kita lakukan hal yang serupa seperti persamaan (3.32) pada konstrain utama yang kedua, akan diperoleh
ρ˙ α (x) ≈ {ρα (x), HP } = {Πα (x), HP } = =
Z Z
~ y + m)ψ(y) + iξ(y) d3 y{Πα (x), ψβ† (y)} γ 0 (−i~γ · ∇
h
β
i
~ y + m)ψ(y) + iξ(y) d y (−δαβ δ (x − y)) γ (−i~γ · ∇ 3
3
0
β
~ + m)ψ(x) + iξ(x) = − γ (−i~γ · ∇ 0
α
= 0.
(3.38)
Dari persamaan (3.38), kita langsung memperoleh Lagarange multiplier
~ + im)ψ(x) ξα = γ 0 (~γ · ∇
α
.
(3.39)
Kita subtitusikan hasil (3.37) dan (3.39) kedalam Hamiltonian primer, kita akan mendapatkan persamaan
HP = =
Z
~ + mψψ + φ†α ξα + λ†α ρα d3 x −iψ~γ · ∇ψ
Z
~ + mψψ + Π† + iψ † γ 0 (~γ · ∇ ~ + im)ψ d3 x (−iψ~γ · ∇ψ α α
h
h
~ · ~γ + imψ + −∇ψ =
Z
i α
ih
i α
Πα )
~ + imΠψ + (−∇ψ ~ · ~γ + imψ)Π , d3 x Π~γ · ∇ψ
(3.40)
dimana disini kita menggunakan definisi Π = Π† γ 0 .
(3.41)
19 Kemudian, kita memeriksa konstrain yang sudah kita peroleh dengan menggunakan relasi Poisson braket sebagai berikut
{φ†α (x), φ†β (y)} = {Π†α (x) + iψα† (x), Π†β (y) + iψβ† (y)} = 0, {φ†α (x), ρβ (y)} = {Π†α (x) + iψα† (x), Πβ (y)} = −iδαβ δ 3 (x − y) = {ρα (x), φ†β (y)}, {ρα (x), ρβ (y)} = {Πα (x), Πβ (y)} = 0.
(3.42)
Dari hasil tersebut (3.42), ada satu relasi Poisson braket yang tidak nol. Sehingga kita bisa menyimpulkan bahwa konstrain yang sudah didapat merupakan konstrain kelas kedua. Kita kumpulkan semua konstrain kedalam notasi ΦA = (φ†α , ρα ), dan dapat membentuk matrik dari relasi Poisson braket pada persamaan (3.42) yakni {φ†α (x), φ†β (y)} {φ†α (x), ρβ (y)} {ρα (x), φ†β (y)} {ρα (x), ρβ (y)}
C(x, y) =
0 11 11 0
= −i
!
!
δ 3 (x − y).
(3.43)
Matrik tersebut (3.43) memiliki invers
C
−1
(x, y) = i
0 11 11 0
!
δ 3 (x − y) .
(3.44)
Relasi Dirac braket antara dua variabel dinamik didefinisikan sebagai
{F (x), G(y)}DB = {F (x), G(y)} −
Z Z
−1 d3 zd3 z¯{F (x), ΦA (z)}CAB (z, z¯){ΦB (¯ z ), G(y)}
= {F (x), G(y)} −
Z Z
d3 zd3 z¯ {F (x), φ†γ (z)}(iδγδ δ 3 (z − z¯)){ρδ (¯ z ), G(y)}
+{F (x), ργ (z)}(iδγδ δ 3 (z − z¯)){φ†δ (¯ z ), G(y)} = {F (x), G(y)} −i
Z
d3 z {F (x), Π†γ (z) + iψγ† (z)}{Πγ (z), G(y)}
+{F (x), Πγ (z)}{Π†γ (z) + iψγ† (z), G(y)} .
(3.45)
20 Dengan menggunakan (3.45), kita dapat melakukan perhitungan Dirac braket antara variabel medan yakni
{ψα (x), ψβ† (y)}DB = {ψα (x), ψβ† (y)} −i = −i
Z
d3 z{ψα (x), Π†γ (z) + iψγ† (z)}{Πγ (z), ψβ† (y)}
Z
d3 z(−δαγ δ 3 (x − z))(−δγβ δ 3 (z − y))
= −iδαβ δ 3 (x − y),
(3.46)
dimana kita mengabaikan suku terakhir karena relasi Poisson braket antara Πγ dengan ψα adalah nol. Kita melakukan hal yang sama untuk perhitungan relasi Poisson braket antara variabel medan ψα (x) dan ψβ (x) seperti pada persamaan (3.46), akan diperoleh {ψα (x), ψβ (y)}DB = 0 = {ψα† (x), ψβ† (y)}DB .
(3.47)
Setelah menggunakan relasi Dirac braket, kita dapat mendefinisikan konstrain menjadi nol. Sehingga, Hamiltonian sistem akhir yang siap dikuantisasi adalah HP =
3.3
Z
~ + mψψ). d3 x(−iψ~γ · ∇ψ
(3.48)
Teori Medan Maxwell
Untuk mengetahui tentang invariansi gauge (gauge invariance), teori medan Maxwell merupakan contoh yang tepat. Persamaan Maxwell dapat diperoleh (dengan menggunakan persamaan Euler - Lagrange) dari kerapatan Lagrange berikut [2] 1 L = − Fµν F µν , 4
µ, ν = 0, 1, 2, 3,
(3.49)
dimana tensor kuat medan didefinisikan sebagai Fµν = ∂µ Aν − ∂ν Aµ = −Fνµ .
(3.50)
Tensor kuat medan (3.50) merupakan rotasi (curl) dari potensial vektor empat dan berisi medan magnet dan medan listrik sebagai komponennya [2], yakni
21
Fij = −ijk Bk ,
F0i = Ei ,
i, j, k = 1, 2, 3.
(3.51)
Seperti yang kita ketahui, teori medan Maxwell invarian terhadap transformasi gauge Aµ (x) −→ A0µ (x) = Aµ (x) + ∂µ α(x),
(3.52)
dimana α(x) didefinisikan sebagai parameter lokal transformasi gauge. Dari hasil transformasi gauge, matrik Hessian medan Maxwell menjadi singular. Jika kita mendefinisikan momentum konjugasi sistem sebagai Πµ =
∂L = −F 0µ , ∂ A˙ µ
(3.53)
maka kita akan memperoleh
˙ + ∇A0 ), Π = E = −(A Π0 = 0.
(3.54)
Dari (3.54), sistem jelas memiliki konstrain utama yakni ϕ1 (x) = Π0 (x) ≈ 0.
(3.55)
Persamaan kerapatan Hamiltonian kanonik dari sistem mempunyai bentuk sebagai berikut
˙ + 1 Fµν F µν Hcan = Πµ A˙ µ − L = −Π · A 4 1 = −Π · (−Π − ∇A0 ) + (−E2 + B2 ) 2 1 2 = (Π + B2 ) + Π · ∇A0 , 2
(3.56)
dimana kita telah mensubtitusikan persamaan (3.54) kedalam persamaan (3.56). Persamaan Hamiltonian kanonik sistem adalah
22
Hcan = =
Z
d3 x Hcan
Z
d3 x
1 2 (Π + B2 ) − A0 ∇ · Π . 2
(3.57)
Hamiltonian primer sistem diperoleh dengan menambahkan konstrain utama ialah sebagai berikut
HP = Hcan + =
Z
3
Z
dx
d3 x λ1 ϕ1 1 2 (Π + B2 ) − A0 ∇ · Π + λ1 Π0 , 2
(3.58)
dimana λ1 didefinisikan sebagai Lagrange multiplier. Relasi Poisson braket antara variable medan memenuhi
{Aµ (x), Aν (y)} = 0 = {Πµ (x), Πν (y)}, {Aµ (x), Πν (y)} = δµν δ 3 (x − y) = −{Πν (y), Aµ (x)} .
(3.59)
Kita melakukan perhitungan pada konstrain bahwa konstrain harus tidak bergantung terhadap waktu
ϕ˙ 1 (x) ≈ {ϕ1 (x), HP } =
Z
≈ −
d3 y{Π0 (x), Z
1 2 Π (y) + B2 (y) − A0 (y)∇ · Π(y) + λ1 (y)Π0 (y)} 2
d3 y{Π0 (x), A0 (y)}∇ · Π(y)
= ∇ · Π(x) ≈ 0.
(3.60)
Dari hasil (3.60), kita memperoleh konstrain kedua yakni ϕ2 (x) = ∇ · Π(x) ≈ 0.
(3.61)
Kita melakukan hal yang sama (3.60) pada (3.61), akan didapat ϕ˙ 2 (x) ≈ {ϕ2 (x), HP } = {∇ · Π(x), HP } ≈ 0.
(3.62)
23 Kita sudah memperoleh semua konstrain yang ada pada sistem dan bisa dilihat bahwa konstrain yang diperoleh termasuk kedalam katagori konstrain kelas pertama (relasi Poisson braket antara konstrain yang ada sebanding dengan nol) yakni ϕ1 (x) = Π0 (x) ≈ 0,
ϕ2 (x) = ∇ · Π(x) ≈ 0.
(3.63)
Agar konstrain dapat ditulis dalam bentuk konstrain kelas kedua, konstrain yang sudah didapat (konstrain kelas pertama) harus diubah terlebih dahulu dengan menggunakan transformasi gauge. Dalam kasus elektrodinamika, kita menggunakan transformasi tersebut untuk mengatasi konstrain kelas pertama yang muncul [9]. Kita memilih χ1 (x) = A0 (x) ≈ 0,
χ2 (x) = ∇ · A(x) ≈ 0,
(3.64)
sebagai variabel transformasi gauge. Hal ini perlu dilakukan agar kita dapat mengubah konstrain kelas pertama yang telah diperoleh menjadi konstrain kelas kedua. Dengan menggabungkan konstrain kelas pertama dan variabel transformasi gauge kedalam notasi φA = (ϕα , χα ), α = 1, 2, kita dapat melakukan perhitungan dengan menggunakan relasi Poisson braket antara konstrain yakni
{ϕ1 (x), χ1 (y)} = {Π0 (x), A0 (y)} = −δ 3 (x − y) = −{χ1 (x), ϕ1 (y)}, {ϕ2 (x), χ2 (y)} = {∇ · Π(x), ∇ · A(y)} = (∇x )i (∇y )j {Πi (x), (Π)j (y)} h
= (∇x )i (∇y )j δij δ 3 (x − y)
i
= −∇2x δ 3 (x − y) = −{χ2 (x), ϕ2 (y)}. Dengan hasil tersebut (3.65), kita bisa membentuk matrik sebagai berikut
C AB (x, y) = {φA (x), φB (y)}
(3.65)
24
=
0 0 −1 0 0 0 0 −∇2x 3 δ (x − y). 1 0 0 0 0 0 ∇2x 0
(3.66)
Matrik pada persamaan (3.66) mempunyai invers
−1 CAB (x, y) =
0 0 0 0 −1 0 0 −∇−2 x
1 0 0 ∇−2 x 0 0 0 0
3 δ (x − y),
(3.67)
dimana bentuk eksplisit dari komponen matrik tersebut (3.67) adalah 1 3 1 . (3.68) δ (x − y) = − 2 ∇x 4π|x − y| Relasi Dirac braket diantara dua variabel dinamik dapat dihitung dengan 3 ∇−2 x δ (x − y) =
{F (x), G(y)}DB = {F (x), G(y)} −
Z Z
−1 d3 zd3 z¯{F (x), φA (z)}CAB {φB (¯ z ), G(y)}. (3.69)
Relasi Dirac braket antara variabel medan adalah sebagai berikut {Aµ (x), Aν (y)}DB = 0 = {Πµ (x), Πν (y)}DB , {Aµ (x), Πν (y)}DB = {Aµ (x), Πν (y)} −
Z Z
d3 zd3 z¯ {Aµ (x), Π0 (z)}(δ 3 (z − z¯)){A0 (¯ z ), Πν (y)}
3 +{Aµ (x), ∇z · Π(z)}(∇−2 ¯)){∇z¯ · A(¯ z ), Πν (y)} z δ (z − z
=
δµν δ 3 (x
− y) −
δµ0 δ0ν δ 3 (x
h
− y) −
ih
Z Z
d3 zd3 z¯δµi δjν
ih
3 × (∇z )i δ 3 (x − y) ∇−2 ¯) (∇z¯)j δ 3 (¯ z − y) z δ (z − z
"
=
i
#
(δµν
−
δµ0 δ0ν )
+
δµi δjν (∇x )i
1 (∇x )j δ 3 (x − y). 2 ∇x
(3.70)
Dari hasil (3.70), kita bisa mendefinisikan konstrain (3.63) dan (3.64) menjadi nol dan memenuhi relasi Dirac braket untuk medan Maxwell sebagai
{Ai (x), Aj (y)}DB = 0 = {Πi (x), Πj (y)}DB , " # 1 j j j {Ai (x), Π (y)}DB = δi + (∇x )i 2 (∇x ) δ 3 (x − y) ∇x = δij TR (x − y).
(3.71)
25 Setelah menggunakan relasi Dirac braket, kita dapat mendefinisikan konstrain (3.63) menjadi nol. Sehingga, kita akan memperoleh Hamiltonian sistem yang siap untuk dikuantisasi sebagai berikut HP =
Z
1 d3 x (Π2 + B2 ) . 2
(3.72)
Bab 4 Aplikasi Kuantisasi Dirac Pada Bab ini, penulis akan melakukan kuantisasi suatu sistem kuantum (sistem fermion). Persamaan Lagrange dari sistem tersebut adalah δs ∂µ (ψψ)∂ µ (ψψ), 2 sebagai kopling konstan sistem, dan adjoin spinornya adalah L = ψ (iγ µ ∂µ − m) ψ −
dimana
δs 2
ψ = ψ†γ 0.
(4.1)
(4.2)
Variabel dinamik sistem adalah ψα , ψα† , dengan α = 1, 2, 3, 4. Lagrangian tersebut (4.1) mempunyai kesamaan seperti Lagrangian medan Dirac bebas (3.24). Perbedaan keduanya terletak pada suku kedua, yaitu suku potensial, yang dimiliki oleh persamaan Lagrange (4.1). Untuk mengetahui sistem kuantum tersebut mempunyai konstrain atau tidak, kita bisa memeriksa determinan matrik Hessinnya. Matriks Hessian sistem dinotasikan sebagai Hij =
∂ 2L , ∂ ψ˙ i ∂ ψ˙ j†
(4.3)
dengan i dan j merupakan elemen baris dan kolom. Variabel dinamik sistem ψα dan ψα† mempunyai bentuk matrik yakni
ψ =
ψ1 ψ2 ψ3 ψ4
,
26
27 ψ† =
ψ1† ψ2† ψ3† ψ4†
.
(4.4)
Untuk membentuk matrik Hessian dan mempermudah perhitungan, kita hanya fokus pada suku yang mengandung variabel ψ˙ dan ψ˙ † dari persamaan Lagrange sistem, yakni ∂µ (ψψ)∂ µ (ψψ) → ∂0 (ψψ)∂0 (ψψ),
(4.5)
˙ + ψ ψ)( ˙ + ψ ψ) ˙ ψψ ˙ ∂0 (ψψ)∂0 (ψψ) = (ψψ ˙ ˙ 2 2 ˙ ˙ = (ψψ) + 2(ψψ)(ψ ψ) + (ψ ψ) .
(4.6)
dimana
Dari tiga suku pada persamaan (4.6), kita hanya fokus pada suku kedua saja untuk membentuk matrik Hessian sistem (suku yang mengandung variabel medan ψ˙ dan ψ˙ † ). Kita akan memperoleh hasil perhitungan dari suku kedua persamaan (4.6) sebagai berikut
˙ ˙ ˙ = (ψ˙† γ 0 ψ)(ψ † γ 0 ψ) (ψψ)(ψ ψ)
=
ψ˙ 1† ψ˙ 2† ψ˙ 3† ψ˙ 4†
1 0 0 0
×
ψ1†
ψ2†
ψ3†
ψ4†
0 0 0 1 0 0 0 −1 0 0 0 −1 1 0 0 0
0 0 0 1 0 0 0 −1 0 0 0 −1
ψ1 ψ2 ψ3 ψ4
ψ˙ 1 ψ˙ 2 ψ˙ 3 ψ˙ 4
= (ψ˙ 1† ψ1 + ψ˙ 2† ψ2 − ψ˙ 3† ψ3 − ψ˙ 4† ψ4 )(ψ1† ψ˙ 1 + ψ2† ψ˙ 2 − ψ3† ψ˙ 3 − ψ4† ψ˙ 4 ) = (ψ˙ 1† ψ1 ψ1† ψ˙ 1 + ψ˙ 1† ψ1 ψ2† ψ˙ 2 − ψ˙ 1† ψ1 ψ3† ψ˙ 3 − ψ˙ 1† ψ1 ψ4† ψ˙ 4 +ψ˙ 2† ψ2 ψ1† ψ˙ 1 + ψ˙ 2† ψ2 ψ2† ψ˙ 2 − ψ˙ 2† ψ2 ψ3† ψ˙ 3 − ψ˙ 2† ψ2 ψ4† ψ˙ 4 −ψ˙ 3† ψ3 ψ1† ψ˙ 1 − ψ˙ 3† ψ3 ψ2† ψ˙ 2 + ψ˙ 3† ψ3 ψ3† ψ˙ 3 + ψ˙ 3† ψ3 ψ4† ψ˙ 4 −ψ˙ 4† ψ4 ψ1† ψ˙ 1 − ψ˙ 4† ψ4 ψ2† ψ˙ 2 + ψ˙ 4† ψ4 ψ3† ψ˙ 3 + ψ˙ 4† ψ4 ψ4† ψ˙ 4 ).
(4.7)
Dengan menggunakan persamaan (4.3), kita akan memperoleh (dengan menggunakan konvensi turunan dari kiri)
28
∂ 2L † † = −ψ1 ψ1 , ˙ ˙ ∂ ψ1 ∂ ψ1
∂ 2L † † = −ψ1 ψ2 , ˙ ˙ ∂ ψ2 ∂ ψ1
∂ 2L † † = ψ1 ψ3 , ˙ ˙ ∂ ψ3 ∂ ψ1
∂ 2L † † = ψ1 ψ4 , ˙ ˙ ∂ ψ4 ∂ ψ1
∂ 2L † † = −ψ2 ψ1 , ˙ ˙ ∂ ψ1 ∂ ψ2
∂ 2L † † = −ψ2 ψ2 , ˙ ˙ ∂ ψ2 ∂ ψ2
∂ 2L † † = ψ2 ψ3 , ˙ ˙ ∂ ψ3 ∂ ψ2
∂ 2L † † = ψ2 ψ4 , ˙ ˙ ∂ ψ4 ∂ ψ2
∂ 2L † † = ψ3 ψ1 , ˙ ˙ ∂ ψ1 ∂ ψ3
∂ 2L † † = ψ3 ψ2 , ˙ ˙ ∂ ψ2 ∂ ψ3
∂ 2L † † = −ψ3 ψ3 , ˙ ˙ ∂ ψ3 ∂ ψ3
∂ 2L † † = −ψ3 ψ4 , ˙ ˙ ∂ ψ4 ∂ ψ3
∂ 2L † † = ψ4 ψ1 , ˙ ˙ ∂ ψ1 ∂ ψ4
∂ 2L † † = ψ4 ψ2 , ˙ ˙ ∂ ψ2 ∂ ψ4
∂ 2L † † = −ψ4 ψ3 , ˙ ˙ ∂ ψ3 ∂ ψ4
∂ 2L † † = −ψ4 ψ4 . ˙ ˙ ∂ ψ4 ∂ ψ4 (4.8)
Dari hasil (4.8), kita dapat membentuk matrik Hessian yakni
H=
ψ1 ψ4† −ψ1 ψ1† −ψ1 ψ2† ψ1 ψ3† † † † ψ2 ψ4† −ψ2 ψ1 −ψ2 ψ2 ψ2 ψ3 ψ3 ψ2† −ψ3 ψ3† −ψ3 ψ4† ψ3 ψ1† ψ4 ψ1† ψ4 ψ2† −ψ4 ψ3† −ψ4 ψ4†
.
(4.9)
Matrik Hessian tersebut merupakan matrik dengan ukuran 4 x 4. Determinan matrik 4 x 4 terdiri atas empat buah determinan matrik 3 x 3. Determinan matrik H pada persamaan (4.9) adalah
|H| =
† † † † −ψ ψ ψ ψ ψ ψ ψ2 ψ3† ψ2 ψ4† 2 2 2 3 2 4 † −ψ2 ψ1 −ψ1 ψ1† + ψ ψ 1 2 † † −ψ3 ψ3† −ψ3 ψ4† −ψ3 ψ3† −ψ3 ψ4† ψ3 ψ2 ψ3 ψ1 ψ4 ψ2† ψ4 ψ1† −ψ4 ψ3† −ψ4 ψ4† −ψ4 ψ3† −ψ4 ψ4† † † † † † † −ψ2 ψ1 −ψ2 ψ2 ψ2 ψ4 ψ2 ψ3 † −ψ2 ψ1 −ψ2 ψ2 × . † † † − ψ1 ψ4 † † ψ3 ψ2 −ψ3 ψ4 ψ3 ψ2 −ψ3 ψ3† ψ3 ψ1 ψ3 ψ1 ψ4 ψ1† ψ4 ψ1† ψ4 ψ2† −ψ4 ψ4† ψ4 ψ2† −ψ4 ψ3†
+ ψ1 ψ † 3
(4.10)
Untuk memperoleh determinan matrik (4.9), kita harus mencari empat buah determinan matrik 3 x 3 pada persamaan (4.10). Determinan empat buah matrik 3 x 3 pada persamaan (4.10) adalah
29
−ψ2 ψ2† ψ2 ψ3† ψ2 ψ4† ψ3 ψ2† −ψ3 ψ3† −ψ3 ψ4† ψ4 ψ2† −ψ4 ψ3† −ψ4 ψ4†
h
i
= −ψ2 ψ2† (ψ3 ψ3† )(ψ4 ψ4† ) − (ψ3 ψ4† )(ψ4 ψ3† ) − ψ2 ψ3† i
h
h
i
× −(ψ3 ψ2† )(ψ4 ψ4† ) + (ψ3 ψ4† )(ψ4 ψ2† ) + ψ2 ψ4† −(ψ3 ψ2† )(ψ4 ψ3† ) + (ψ3 ψ3† )(ψ4 ψ2† ) ,
−ψ2 ψ1† ψ2 ψ3† ψ2 ψ4† † † ψ3 ψ1 −ψ3 ψ3 −ψ3 ψ4† ψ4 ψ1† −ψ4 ψ3† −ψ4 ψ4†
i
h
= −ψ2 ψ1† (ψ3 ψ3† )(ψ4 ψ4† ) − (ψ3 ψ4† )(ψ4 ψ3† ) − ψ2 ψ3†
h
i
h
i
× −(ψ3 ψ1† )(ψ4 ψ4† ) + (ψ3 ψ4† )(ψ4 ψ1† ) + ψ2 ψ4† −(ψ3 ψ1† )(ψ4 ψ3† ) + (ψ3 ψ3† )(ψ4 ψ1† ) ,
−ψ2 ψ1† −ψ2 ψ2† ψ2 ψ4† ψ3 ψ2† −ψ3 ψ4† ψ3 ψ1† † ψ4 ψ1 ψ4 ψ2† −ψ4 ψ4†
i
h
= −ψ2 ψ1† −(ψ3 ψ2† )(ψ4 ψ4† ) + (ψ3 ψ4† )(ψ4 ψ2† ) + ψ2 ψ2†
h
i
i
h
× −(ψ3 ψ1† )(ψ4 ψ4† ) + (ψ3 ψ4† )(ψ4 ψ1† ) + ψ2 ψ4† (ψ3 ψ1† )(ψ4 ψ2† ) − (ψ3 ψ2† )(ψ4 ψ1† ) ,
−ψ2 ψ1† −ψ2 ψ2† ψ2 ψ3† ψ3 ψ2† −ψ3 ψ3† ψ3 ψ1† ψ4 ψ2† −ψ4 ψ3† ψ4 ψ1†
h
i
= −ψ2 ψ1† −(ψ3 ψ2† )(ψ4 ψ3† ) + (ψ3 ψ3† )(ψ4 ψ2† ) + ψ2 ψ2† i
h
i
h
× −(ψ3 ψ1† )(ψ4 ψ3† ) + (ψ3 ψ3† )(ψ4 ψ1† ) + ψ2 ψ3† (ψ3 ψ1† )(ψ4 ψ2† ) − (ψ3 ψ2† )(ψ4 ψ1† ) . (4.11) Apabila kita mensubtitusikan (4.11) kedalam (4.10), kita akan mendapatkan hasil sebagai berikut
h
|H| = ψ1 ψ2 ψ1† ψ2† (ψ3 ψ3† ψ4 ψ4† − ψ3 ψ4† ψ4 ψ3† ) + ψ1† ψ3† (−ψ3 ψ2† ψ4 ψ4† + ψ3 ψ4† ψ4 ψ2† ) − ψ1† ψ4† i
h
× (−ψ3 ψ2† ψ4 ψ3† + ψ3 ψ3† ψ4 ψ2† ) + ψ1 ψ2 −ψ1† ψ2† (ψ3 ψ3† ψ4 ψ4† − ψ3 ψ4† ψ4 ψ3† ) − ψ2† ψ3† i
×(−ψ3 ψ1† ψ4 ψ4† + ψ3 ψ4† ψ4 ψ1† ) + ψ2† ψ4† (−ψ3 ψ1† ψ4 ψ3† + ψ3 ψ3† ψ4 ψ1† ) h
+ψ1 ψ2 −ψ1† ψ3† (−ψ3 ψ2† ψ4 ψ4† + ψ3 ψ4† ψ4 ψ2† ) + ψ2† ψ3† (−ψ3 ψ1† ψ4 ψ4† + ψ3 ψ4† ψ4 ψ1† ) + ψ3† ψ4† i
h
× (ψ3 ψ1† ψ4 ψ2† − ψ3 ψ2† ψ4 ψ1† ) + ψ1 ψ2 ψ1† ψ4† (−ψ3 ψ2† ψ4 ψ3† + ψ3 ψ3† ψ4 ψ2† ) − ψ2† ψ4† × (−ψ3 ψ1† ψ4 ψ3† + ψ3 ψ3† ψ4 ψ1† ) − ψ3† ψ4† (ψ3 ψ1† ψ4 ψ2† − ψ3 ψ2† ψ4 ψ1† ) = 0.
i
(4.12)
30 Hasil (4.12) menunjukkan bahwa determinan matrik Hessian sistem nol. Hasil tersebut merepresentasikan bahwa sistem dengan Lagrangian (4.1) merupakan sistem terkonstrain. Sehingga untuk mengkuantisasi sistem seperti ini, kita harus menggunakan prosedur Dirac. Kita bisa mendefinisikan momentum konjugasi sistem sebagai (kita memilih konvensi turunan dari sebelah kiri) ∂L = −i(ψγ 0 )α + δs ψ α ∂0 (ψψ)α , ˙ ∂ ψα ∂L 0 = † = −δs γ ψα ∂0 (ψψ)α . ˙ ∂ ψα
Π†α = Πα
(4.13)
Dari persamaan (4.13), kita memperoleh dua buah konstrain utama yakni
ϕ†α = Π†α + i(ψγ 0 )α − δs ψ α ∂0 (ψψ)α ≈ 0, ϕα = Πα + δs γ 0 ψα ∂0 (ψψ)α ≈ 0,
(4.14)
yang berhubungan dengan konstrain sistem fermion ini. Kerapatan Hamiltonian kanonik sistem adalah
Hcan = −Π†α ψ˙ α + ψ˙† α Πα − L ~ = i(ψγ 0 )α ψ˙ α − δs ψ α ψ˙ α ∂0 (ψψ)α − δs ψ˙ α ψα ∂0 (ψψ)α − i(ψγ 0 )α ψ˙ α − iψ~γ · ∇ψ δs δs ~ ~ +mψψ + ∂0 (ψψ)α ∂0 (ψψ)α − ∇(ψψ) · ∇(ψψ) 2 2 δs ˙ δs ˙ ~ + mψψ − δs ∇(ψψ) ~ ~ = − ψ ψ∂ ψψ∂0 (ψψ) − iψ~γ · ∇ψ · ∇(ψψ). 0 (ψψ) − 2 2 2 (4.15) Ternyata, kerapatan Hamiltonian kanonik yang didapat mengandung variabel turunan terhadap waktu ψ˙ dan ψ˙ † . Seharusnya, kerapatan Hamiltonian kanonik tidak mengandung variabel turunan terhadap waktu. Untuk mengetahui mengapa hal tersebut terjadi, kita tinjau potensial sistem pada Lagrangian (4.1). Kita tinjau bentuk integral berikut
Z
h
i
∂0 (ψψ)∂0 (ψψ) =
Z
∂0 (ψψ)∂0 (ψψ) +
Z
h
i
(ψψ) ∂0 ∂0 (ψψ) .
(4.16)
31 Dengan menggunakan Hukum Gauss, suku pertama persamaan (4.16) nol. Sehingga kita akan memperoleh
Z
∂0 (ψψ)∂0 (ψψ) = −
Z
h
(ψψ) ∂0 ∂0 (ψψ)
i
∂0 (ψψ)∂0 (ψψ) = −(ψψ)∂0 ∂0 (ψψ).
(4.17)
Hasil ini (4.17) merupakan bentuk lain dari potensial sistem yang ada pada persamaan Lagrange (4.1). Dari hasil tersebut (4.17), kita bisa menyimpulkan bahwa munculnya variabel turunan terhadap waktu pada kerapatan Hamiltonian kanonik (4.15) diakibatkan karena potensial sistem merupakan turunan orde kedua terhadap waktu. Ketika kita mendefinisikan momentum konjugasi (4.12) (yang merupakan turunan orde pertama), hasil yang diperoleh masih mengandung variabel turunan orde pertama terhadap waktu. Sehingga, variabel tersebut juga muncul pada kerapatan Hamiltonian kanonik sistem. Untuk mengatasi hal tersebut, penulis menggunakan transformasi ψ 0 (t, x) = eiθ ψ(t, x),
θ=
δs F1 (t, x)γ 0 , 2
(4.18)
dengan pendekatan infinitesimalnya adalah eiθ ≈ 1 + iθ.
(4.19)
Penulis hanya mengambil dua suku dari ekspansi binomial dengan asumsi kontribusi suku ketiga dan seterusnya sangat kecil. Ini artinya pendekatan ini benar hanya jika δs << 1. Sehingga transformasi infinitesimal yang digunakan pada persamaan Lagrange sistem (4.1) ialah
!
δs ψ (t, x) ≈ 1 + i F1 (t, x)γ 0 ψ(t, x), 2 ! δs 0 0 ψ (t, x) ≈ ψ(t, x) 1 − i F1 (t, x)γ , 2 0
(4.20)
dimana F1 (t, x) merupakan fungsi sembarang yang merupakan fungsi posisi dan waktu. Tentu saja transformasi tersebut memenuhi
32
ψ 0 (t, x)ψ 0 (t, x) ≈ ψ(t, x)ψ(t, x), dengan asumsi suku
δs 2
2
(4.21)
kecil sekali, sehingga tidak memberikan kontribusi.
Tujuan transformasi ini ialah mentransformasi Lagrangian (4.1) yang diharapkan dapat mengatasi problem suku potensial yang merupakan turunan orde kedua terhadap waktu, agar variabel turunan terhadap waktu tidak muncul pada kerapatan Hamiltonian kanonik (4.15). Kita tinjau bentuk integral berikut Z Z i 1 1 ψ(i∂ /ψ), ∂ /(ψψ) = (i∂ /ψ)ψ + 2 2 2 dimana dengan menggunakan Hukum Gauss Z
i ∂ /(ψψ) = 0. 2 Sehingga persamaan (4.22) menjadi Z
Z
Z 1 1 (i∂ /ψ)ψ = − ψ(i∂ /ψ) 2 2 1 1 (i∂ /ψ)ψ = − ψ(i∂ /ψ) 2 2 ← 1 1 ψ(i∂ /ψ) = − ψ(i ∂/ψ). 2 2
(4.22)
(4.23)
(4.24)
Dengan mensubtitusi persamaan (4.24), suku kinetik dari Lagrangian (4.1) bisa ditulis sebagai
1 1 ψ(i∂ /ψ) + ψ(i∂ /ψ) 2 2 → ← 1 1 ψ(i∂ /)ψ = ψ(i ∂/ψ) − ψ(i ∂/ψ) 2 2 i ↔ ψ(i∂ /)ψ = ψ( ∂/)ψ. 2 ψ(i∂ /)ψ =
(4.25)
Untuk selanjutnya, penulis tidak menyertakan notasi (t, x) pada penulisan ψ dan F1 . Penulis hanya manuliskan notasi ψ dan F1 pada bahasan selanjutnya, yang merupakan fungsi posisi dan waktu. Untuk memudahkan perhitungan, penulis melakukan transformasi pada suku kinetik (4.25) terlebih dahulu yakni
33
ψ 0(
↔ i ↔ 0 δs δs 0 i 0 ∂/)ψ ≈ (ψ − i F1 ψγ )( ∂/)(ψ + i F1 γ ψ) 2 2 2 2 i ↔ δs i ↔ δs i ↔ = ψ( ∂/)ψ − i (F1 ψγ 0 ) ∂/ψ + i ψ ∂/(F1 γ 0 ψ) 2 2 2 2 2 !2 δs + F1 ψγ 0 γ 0 ψ. (4.26) 2
Sesuai dengan asumsi yang telah digunakan, kita dapat mengabaikan suku terakhir persamaan (4.26). Sehingga transformasinya menjadi
ψ 0(
↔ i ↔ 0 δs δs ↔ i ↔ 0 0 ∂/)ψ = ψ( ∂/)ψ + (F1 ψγ ) ∂/ψ − ψ ∂/(F1 γ ψ) 2 2 4 4 ← → i ↔ δs F1 ψγ 0 ( ∂/ψ) − F1 (ψγ 0 ∂/)ψ − (∂µ F1 )ψγ 0 γ µ ψ = ψ( ∂/)ψ + 2 4 → ← δs µ 0 0 0 − ψ(∂µ F1 )γ γ ψ + ψF1 γ ( ∂/ψ) − (ψ ∂/)F1 γ ψ 4 ↔ i ↔ δs 0 0 µ = ψ( ∂/)ψ + F1 (ψγ ∂/ψ) − (∂µ F1 )ψγ γ ψ 2 4 ↔ δs − F1 (ψ ∂/γ 0 ψ) + (∂µ F1 )ψγ µ γ 0 ψ 4 i ↔ δs h ˙ + F1 (ψγ 0~γ · ∇ψ) ~ = ψ( ∂/)ψ + F1 (ψγ 0 γ 0 ψ) − F˙ 1 (ψγ 0 γ 0 ψ) 2 4 ˙ 0 γ 0 ψ) − F (∇ψ) 0 0 ~ ~ 1 · ψγ ~γ ψ − F1 (ψγ · γ ~ γ ψ −∇F 1
δs ˙ 0 γ 0 ψ) − F (∇ψ) ˙ + F1 (ψ~γ γ 0 · ∇ψ) ~ ~ F1 (ψγ 0 γ 0 ψ) − − F1 (ψγ · ~γ γ 0 ψ 1 4 i ~ 1 · ψ~γ γ 0 ψ . +F˙ 1 (ψγ 0 γ 0 ψ) + ∇F
Dengan menggunakan sifat matrik Dirac, γ 0 ~γ = −~γ γ 0 , transformasinya menjadi
ψ 0(
i ↔ 0 i ↔ ∂/)ψ = ψ( ∂/)ψ + 2 2 i ↔ = ψ( ∂/)ψ + 2
i δs h δs ~ ~ 2F1 ψα · (∇ψ) − 2F1 (∇ψ) · αψ − 2 (∂0 F1 )ψψ 4 4 i δs h δs ~ ~ F1 ψα · (∇ψ) − (∇ψ) · αψ − (∂0 F1 )ψψ, (4.27) 2 2
dimana α = γ 0~γ . Dengan menggunakan Hukum Gauss pada suku terakhir (4.27), kita akan memperoleh
ψ 0(
i i ↔ 0 i ↔ δs h δs ~ ~ − (∇ψ) · αψ + F1 ∂0 (ψψ). (4.28) ∂/)ψ = ψ( ∂/)ψ + F1 ψα · (∇ψ) 2 2 2 2
34 Selanjutnya, kita melakukan transformasi pada Lagrangian (4.1) yakni
L = ψ 0(
i ↔ 0 δs δs ~ 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 ~ ψ ) · ∇(ψ ψ ). (4.29) ∂/)ψ − mψ ψ − ∂0 (ψ ψ )∂0 (ψ ψ ) + ∇(ψ 2 2 2
Dengan mensubtitusi hasil (4.28), transformasi Lagrangiannya menjadi
i i ↔ δs h δs ~ ~ − (∇ψ) · αψ + F1 ∂0 (ψψ) − mψψ ∂/)ψ + F1 ψα · (∇ψ) 2 2 2 δs ~ δs ~ − ∂0 (ψψ)∂0 (ψψ) + ∇(ψψ) · ∇(ψψ) 2 2 i h i i ↔ δs h δs ~ ~ = ψ( ∂/)ψ − mψψ + F1 ψα · (∇ψ) − (∇ψ) · αψ + ∂0 (ψψ) F1 − ∂0 (ψψ) 2 2 2 δs ~ ~ + ∇(ψψ) · ∇(ψψ). (4.30) 2
L = ψ(
Jika kita memilih F1 = ∂0 (ψψ), kita akan memperoleh
L = ψ(
h i i ↔ δs ~ − ∇ψ ~ · αψ + δs ∇(ψψ) ~ ~ · ∇(ψψ). ∂/)ψ − mψψ + ∂0 (ψψ) ψα · ∇ψ 2 2 2 (4.31)
Kita melakukan transformasi sekali lagi pada (4.31), akan diperoleh
h i i ↔ 0 δs 0 0 0 0 0 0 0 0 0 ~ 0 − ∇ψ ~ 0 · αψ 0 + δs ∇(ψ ~ ~ ψ ) · ∇(ψ ψ) ∂/)ψ − mψ ψ + ∂0 (ψ ψ ) ψ α · ∇ψ 2 2 2 i i ↔ δs h ~ − ∇ψ ~ · αψ + δs F1 ∂0 (ψψ) + δs ∂0 (ψψ) = ψ( ∂/)ψ − mψψ + F1 ψα · ∇ψ 2 2 2 2 i h δs ~ − ∇ψ ~ · αψ + ∇(ψψ) ~ ~ · ∇(ψψ) × ψα · ∇ψ 2 i h i i ↔ δs h ~ − ∇ψ ~ · αψ + δs ∂0 (ψψ) F1 + (ψα · ∇ψ ~ − ∇ψ ~ · αψ) = ψ( ∂/ − m)ψ + F1 ψα · ∇ψ 2 2 2 δs ~ ~ + ∇(ψψ) · ∇(ψψ). (4.32) 2
L = ψ 0(
~ − ∇ψ ~ · αψ), transformasi Lagrangian (4.32) Dengan memilih F1 = −(ψα · ∇ψ akan menjadi
L = ψ(
2 i ↔ δs δs ~ ~ ~ ~ / − m)ψ − ψα · ∇ψ − ∇ψ · αψ + ∇(ψψ) · ∇(ψψ), ∂ 2 2 2
(4.33)
35 atau kita bisa menuliskannya sebagai
L = ψ(iγ µ ∂µ − m)ψ −
δs ~ − ∇ψ ~ · αψ 2 + δs ∇(ψψ) ~ ~ ψα · ∇ψ · ∇(ψψ). (4.34) 2 2
Lagrangian ini (4.34) yang kemudian akan dikuantisasi dengan menggunakan prosedur Dirac. Kita definisikan kembali momentum konjugasi sebagai (kita memilih konvensi turunan dari sebelah kiri)
∂L = −i(ψγ 0 )α = −iψα† , ˙ ∂ ψα ∂L = = 0. ∂ ψ˙ α†
Π†α = Πα
(4.35)
Dari persamaan (4.35), kita memperoleh dua buah konstrain utama yakni
ϕ†α = Π†α + iψα† ≈ 0, ϕα = Πα ≈ 0,
(4.36)
yang berhubungan dengan konstrain sistem ini. Kerapatan Hamiltonian kanonik sistem adalah
Hcan = −Π†α ψ˙ α + ψ˙ α† Πα − L ~ + mψψ + = iψα† ψ˙ α − iψα† ψ˙ α − iψ~γ · ∇ψ
2 δs ~ − (∇ψ) ~ ψα · (∇) · αψ 2
δs ~ ~ ∇(ψψ) · ∇(ψψ) 2 2 ~ + mψψ + δs ψα · (∇ψ) ~ ~ = −iψ~γ · ∇ψ − (∇ψ) · αψ 2 δs ~ ~ − ∇(ψψ) · ∇(ψψ). 2 −
(4.37) Sehingga, kita akan memperoleh Hamiltonian kanonik sistem sebagai
36
Hcan =
Z
3
d x Hcan =
2 ~ + mψψ + δs ψα · (∇ψ) ~ ~ d3 x −iψ~γ · ∇ψ − (∇ψ) · αψ 2 ! δs ~ ~ − ∇(ψψ) · ∇(ψψ) . (4.38) 2
Z
Dengan menambahkan konstrain pada Hamiltonian kanonik, kita akan memperoleh Hamiltonian primer sistem sebagai HP = Hcan +
Z
d3 x (ϕ†α ηα + χ†α ϕα ),
(4.39)
dimana ηα dan χ†α merupakan Lagrange multipliers. Relasi Poisson braket untuk variabel medan sistem mempunyai bentuk sebagai berikut {ψα (x), Π†β (y)} = −δαβ δ 3 (x − y) = {ψα† (x), Πβ (y)}.
(4.40)
Seperti yang kita ketahui bersama, konstrain utama tidak bergantung terhadap waktu, sehingga
ϕ˙ †α (x) ≈ {ϕ†α (x), HP } ≈ {ϕ†α (x), Hcan } +
Z
d3 y
ηβ (y){ϕ†α (x), ϕ†β (y)}
−χ†β (y){ϕ†α (x), ϕβ (y)} .
(4.41)
Seperti biasa untuk memudahkan perhitungan, kita melakukan perhitungan untuk setiap komponen dari persamaan (4.41). Komponen yang pertama dari persamaan (4.41), relasi Poisson braket antara konstrain dengan hamiltonian kanonik, adalah
{ϕ†α (x), Hcan } =
Z
~ y ψ(y) + mψ(y)ψ(y) d3 y {Π†α (x) + iψα† (x), −iψ(y)~γ · ∇
δs ~ y ψ(y) − ∇ ~ y ψ(y) · αψ(y) 2 ψ(y)α · ∇ 2 δs ~ ~ y ψ(y)ψ(y) } − ∇y ψ(y)ψ(y) · ∇ Z 2 ~ y ψ(y) + mψ(y)ψ(y)} = d3 y {Π†α (x) + iψα† (x), −iψ(y)~γ · ∇
+
37 δs ~ y ψ(y) − ∇ ~ y ψ(y) · αψ(y) 2 } ψ(y)α · ∇ 2 Z δs ~ y ψ(y)ψ(y) }. ~ y ψ(y)ψ(y) · ∇ − d3 y {Π†α (x) + iψα† (x), ∇ 2 (4.42)
+
Z
d3 y {Π†α (x) + iψα† (x),
Persamaan (4.42) mempunyai tiga buah relasi Poisson braket yang harus diselesaikan. Untuk komponen pertama persamaan (4.42), penyelesaian relasi Poisson braketnya adalah
Z
= =
~ y ψ(y) + mψ(y)ψ(y)} d3 y {Π†α (x) + iψα† (x), −iψ(y)~γ · ∇ Z Z
d3 y
d3 y
~ y − mψ(y) iψ(y)~γ · ∇
~ y − mψ(y) iψ(y)~γ · ∇
~ = i∇ψ(x) · ~γ + mψ(x)
α
β β
{Π†α (x), ψβ (y)}
−δαβ δ 3 (x − y)
.
(4.43)
Untuk menyelesaikan komponen kedua dari persamaan (4.42), kita uraikan terlebih dahulu persamaan berikut
~ − ∇ψ ~ · αψ ψα · ∇ψ
2
~ ~ ~ · αψ)(∇ψ ~ · αψ) = (ψα · ∇ψ)(ψα · ∇ψ) + (∇ψ ~ ~ · αψ). −2(ψα · ∇ψ)( ∇ψ
(4.44)
Sehingga relasi Poisson braket komponen kedua dari persamaan (4.42) adalah
Z
d3 y =
=
δs ~ y ψ(y) − ∇ ~ y ψ(y) · αψ(y) 2 } ψ(y)α · ∇ 2 δs Z 3 ~ y ψ(y))(ψ(y)α · ∇ ~ y ψ(y)) d y {Π†α (x) + iψα† (x), (ψ(y)α · ∇ 2 ~ y ψ(y) · αψ(y))(∇ ~ y ψ(y) · αψ(y)) − 2(ψ(y)α · ∇ ~ y ψ(y))(∇ ~ y ψ(y) · αψ(y))} +(∇ Z h δs ~ y ψ(y))(ψ(y)α · ∇ ~ y ψ(y))} d3 y {Π†α (x) + iψα† (x), (ψ(y)α · ∇ 2 ~ y ψ(y) · αψ(y))} − 2{Π† (x) + iψ † (x), ~ y ψ(y) · αψ(y))(∇ +{Π†α (x) + iψα† (x), (∇ α α
{Π†α (x) + iψα† (x),
~ y ψ(y))(∇ ~ y ψ(y) · αψ(y))} (ψ(y)α · ∇ δs 2Z
Z
=
+
i
~ y ψ(y))(ψ(y)α · ∇ ~ y ψ(y))} d3 y {Π†α (x) + iψα† (x), (ψ(y)α · ∇
~ y ψ(y) · αψ(y))(∇ ~ y ψ(y) · αψ(y))} d3 y {Π†α (x) + iψα† (x), (∇
38 Z
−2
~ y ψ(y))(∇ ~ y ψ(y) · αψ(y))} . d3 y {Π†α (x) + iψα† (x), (ψ(y)α · ∇ (4.45)
Untuk menyelesaikan persamaan (4.42), kita juga harus menghitung tiga buah relasi Poisson braket pada persamaan (4.45). Relasi Poisson braket komponen pertama dari persamaan (4.45) yakni
Z
d3 y =
~ y ψ(y) {Π†α (x) + iψα† (x), ψ(y)α · ∇ Z
h
~y d3 y − ψ(y)α · ∇
~ y ψ(y) } ψ(y)α · ∇
~ y ψ(y) − ψ(y)α · ∇ ~ y ψ(y) ψ(y)α · ∇
~y ψ(y)α · ∇
i
~y ψ(y)α · ∇
i
β
×{Π†α (x), ψβ (y)} =
Z
h
~y d3 y − ψ(y)α · ∇
~ y ψ(y) − ψ(y)α · ∇ ~ y ψ(y) ψ(y)α · ∇
β
× −δαβ δ 3 (x − y) = =
h
~ − ∇ψ(x) ·α
~ ·α −2 ∇ψ(x)
~ ~ ψ(x)α · ∇ψ(x) − ψ(x)α · ∇ψ(x) ~ ψ(x)α · ∇ψ(x)
α
~ ·α ∇ψ(y)
i
.
α
(4.46)
Relasi Poisson braket komponen kedua dari persamaan (4.45) yakni
Z
d3 y =
~ y ψ(y) · αψ(y) {Π†α (x) + iψα† (x), ∇ Z
h
~ y ψ(y) · α d3 y − ∇
~ y ψ(y) · αψ(y) } ∇
~ y ψ(y) · αψ(y) − ∇ ~ y ψ(y) · αψ(y) ∇
~ y ψ(y) · α ∇
i
~ y ψ(y) · α ∇
i
β
×{Π†α (x), ψβ (y)} =
Z
h
~ y ψ(y) · α d3 y − ∇
~ y ψ(y) · αψ(y) − ∇ ~ y ψ(y) · αψ(y) ∇
β
3
× −δαβ δ (x − y) = =
h
~ ·α ∇ψ(x)
~ ·α 2 ∇ψ(x)
~ ~ ∇ψ(x) · αψ(x) + ∇ψ(x) · αψ(x)
~ ∇ψ(x) · αψ(x)
α
~ ∇ψ(x) ·α
i
.
α
(4.47)
Relasi Poisson braket yang terakhir dari persamaan (4.45) yakni
Z
d3 y =
~ y ψ(y) {Π†α (x) + iψα† (x), ψ(y)α · ∇ Z
h
~y d3 y − ψ(y)α · ∇
~ y ψ(y) · αψ(y) } ∇
~ y ψ(y) · αψ(y) − ψ(y)α · ∇ ~ y ψ(y) ∇
~ y ψ(y) · α ∇
i β
39 ×{Π†α (x), ψβ (y)} =
Z
h
~y d3 y − ψ(y)α · ∇
~ y ψ(y) · αψ(y) − ψ(y)α · ∇ ~ y ψ(y) ∇
~ y ψ(y) · α ∇
i β
3
× −δαβ δ (x − y) =
h
~ ·α − ∇ψ(x)
~ ~ ∇ψ(x) · αψ(x) + ψ(x)α · ∇ψ(x)
~ y ψ(y) · α ∇
i α
.
(4.48)
Dengan mensubtitusikan hasil - hasil yang sudah diperoleh pada (4.46), (4.47) dan (4.48) kedalam persamaan (4.45), kita akan memperoleh penyelesaian relasi Poisson braket dari persamaan (4.45) yakni Z
d3 y =
= =
δs ~ y ψ(y) − ∇ ~ y ψ(y) · αψ(y) 2 } ψ(y)α · ∇ 2 δs h ~ ~ ~ ~ −2 ∇ψ(x) · α ψ(x)α · ∇ψ(x) + 2 ∇ψ(x) · α ∇ψ(x) · αψ(x) 2 i ~ ~ ~ ~ y ψ(y) · α −2 − ∇ψ(x) · α ∇ψ(x) · αψ(x) + ψ(x)α · ∇ψ(x) ∇
{Π†α (x) + iψα† (x),
Dari hasil (4.49), kita telah memperoleh komponen kedua dari persamaan (4.42). Degan menggunakan Hukum Gauss seperti pada persamaan (4.16) dan (4.17), kita dapat menuliskan relasi Poisson braket untuk komponen terakhir dari persamaan (4.42) sebagai
−
Z
α
i δs h ~ ~ ~ ~ −4 ∇ψ(x) · α ψ(x)α · ∇ψ(x) + 4 ∇ψ(x) · α ∇ψ(x) · αψ(x) α 2 h i δs ~ ~ ~ ~ 4 − ∇ψ(x) · α ψ(x)α · ∇ψ(x) + ∇ψ(x) · α ∇ψ(x) · αψ(x) . α 2 (4.49)
d3 y = = =
=
=
δs ~ ~ y ψ(y)ψ(y) } ∇y ψ(y)ψ(y) · ∇ 2 Z δs ~y·∇ ~ y ψ(y)ψ(y) } − d3 y {Π†α (x) + iψα† (x), − ψ(y)ψ(y) ∇ 2 δs Z 3 d y {Π†α (x) + iψα† (x), ψ(y)ψ(y) ∇2y ψ(y)ψ(y) } 2 i δs Z 3 h d y −ψ(y)∇2y ψ(y)ψ(y) − ψ(y)ψ(y) ∇2y ψ(y) β 2 † ×{Πα (x), ψ(y)β } i δs Z 3 h d y −ψ(y)∇2y ψ(y)ψ(y) − ψ(y)ψ(y) ∇2y ψ(y) β 2 3 × −δαβ δ (x − y)
{Π†α (x) + iψα† (x),
i δs h ψ(x)∇2 ψ(x)ψ(x) + ψ(x)ψ(y) ∇2 ψ(x) . α 2
(4.50)
40 Sehingga kita memperoleh relasi Poisson braket antara konstrain dengan Hamiltonian kanonik pada persamaan (4.42) yakni
δs h ~ ~ 4 − ∇ψ(x) · α ψ(x)α · ∇ψ(x) α 2 i δs h ~ ~ + ∇ψ(x) · α ∇ψ(x) · αψ(x) + ψ(x)∇2 ψ(x)ψ(x) α 2 i 2 + ψ(x)ψ(y) ∇ ψ(x)
{ϕ†α (x), Hcan } =
=
~ i∇ψ(x) · ~γ + mψ(x)
+
α
δs h ~ ~ 4 − ∇ψ(x) · α ψ(x)α · ∇ψ(x) α 2 i h ~ ~ + ∇ψ(x) · α ∇ψ(x) · αψ(x) + ψ(x)∇2 ψ(x)ψ(x)
~ i∇ψ(x) · ~γ + mψ(x)
+
i
+ ψ(x)ψ(y) ∇2 ψ(x)
α
.
(4.51)
Perhitungan komponen kedua dari persamaan (4.41) adalah
Z
d3 y ηβ (y){ϕ†α (x), ϕ†β (y)} =
Z
d3 y ηβ (y){Π†α (x) + iψα† (x), Π†β (y) + iψβ† (y)}
= 0.
(4.52)
Perhitungan komponen yang terakhir dari persamaan (4.41) ialah
−
Z
3
dy
χ†β (y){ϕ†α (x), ϕβ (y)}
= − = −
Z
d3 y χ†β (y){Π†α (x) + iψα† (x), Πβ (y)}
Z
d3 y χ†β (y) −δαβ δ 3 (x − y)
= iχ†α (x).
(4.53)
Kita subtitusikan hasil yang telah diperoleh, yaitu (4.51), (4.52) dan (4.53), kedalam persamaan (4.41), maka akan didapat hasil sebagai berikut
ϕ˙ †α (x) ≈
δs h ~ ~ 4 − ∇ψ(x) · α ψ(x)α · ∇ψ(x) α 2 i h ~ ~ + ∇ψ(x) · α ∇ψ(x) · αψ(x) + ψ(x)∇2 ψ(x)ψ(x)
~ i∇ψ(x) · ~γ + mψ(x)
+
i
+ ψ(x)ψ(y) ∇2 ψ(x)
α
+ iχ†α (x) = 0.
Dari hasil (4.54), kita memperoleh Lagrange multiplier
(4.54)
41
χ†α =
δs h ~ ~ 4 − ∇ψ(x) · α ψ(x)α · ∇ψ(x) α 2i h ~ ~ + ∇ψ(x) · α ∇ψ(x) · αψ(x) + ψ(x)∇2 ψ(x)ψ(x)
~ −∇ψ(x) · ~γ + imψ(x)
+ ψ(x)ψ(y) ∇2 ψ(x)
+i
i α
.
(4.55)
Konstrain utama yang kedua juga harus tidak bergantung terhadap waktu, sehingga
ϕ˙ α (x) ≈ {ϕα (x), HP } ≈ {ϕα (x), Hcan } +
Z
d3 y ηβ (y){ϕα (x), ϕ†β (y)}
~ y ψ(y) + mψ(y)ψ(y) + δs ψ(y)α · ∇ ~ y ψ(y) −iψ(y)~γ · ∇ 2 ! 2 δs 2 ~ y ψ(y) · αψ(y) + −∇ ψ(y)ψ(y) ∇ ψ(y)ψ(y) } 2
= {Πα (x),
+ =
Z
Z
Z
d3 y
d3 y ηβ (y){Πα (x), Π†β (y) + iψβ† (y)} h
~ y ψ(y) + mψ(y)ψ(y) + ηβ (y) Π† (y) + iψ † (y) } d3 y {Πα (x), −iψ(y)~γ · ∇ β β
δs ~ y ψ(y) − ∇ ~ y ψ(y) · αψ(y) 2 } ψ(y)α · ∇ 2 # δs 2 {Πα (x), ψ(y)ψ(y) ∇ ψ(y)ψ(y) } . 2
+{Πα (x),
(4.56)
Untuk mempermudah perhitungan, kita melakukan perhitungan untuk setiap komponen pada persamaan (4.56). Komponen yang pertama dari persamaan (4.56) yakni
Z
d3 y = = =
~ y ψ(y) + mψ(y)ψ(y) + ηβ (y) Π† (y) + iψ † (y) } {Πα (x), −iψ(y)~γ · ∇ β β Z Z
~ y ψ(y) + mψ(y)) + iη(y) d3 y {Πα (x), ψβ† (y)} γ 0 (−i~γ · ∇ 3
dy
3
−δαβ δ (x − y)
~ − γ (−i~γ · ∇ψ(x) + mψ(x)) + iη(x) 0
β
~ y ψ(y) + mψ(y)) + iη(y) γ (−i~γ · ∇ 0
α
.
β
(4.57)
Dengan menggunakan persamaan (4.44), kita dapat menuliskan komponen kedua dari persamaan (4.56) sebagai
42
Z
d3 y =
=
δs ~ y ψ(y) − ∇ ~ y ψ(y) · αψ(y) 2 } ψ(y)α · ∇ 2 δs Z 3 ~ y ψ(y) ψ(y)α · ∇ ~ y ψ(y) + ∇ ~ y ψ(y) · αψ(y) d y {Πα (x), ψ(y)α · ∇ 2 ~ y ψ(y) · αψ(y) − 2 ψ(y)α · ∇ ~ y ψ(y) ∇ ~ y ψ(y) · αψ(y) } ∇
{Πα (x),
δs Z 3 h ~ y ψ(y) ψ(y)α · ∇ ~ y ψ(y) } d y {Π(x), ψ(y)α · ∇ 2 ~ y ψ(y) · αψ(y) ∇ ~ y ψ(y) · αψ(y) } +{Π(x), ∇
~ y ψ(y) −2{Π(x), ψ(y)α · ∇
i
~ y ψ(y) · αψ(y) } . ∇
(4.58)
Persamaan (4.58) terdiri atas tiga buah komponen relasi Poisson braket. Perhitungan komponen yang pertama dari persamaan (4.58) yakni
Z
d3 y =
~ y ψ(y) {Π(x), ψ(y)α · ∇ Z
d3 y {Πα (x), ψβ† (y)}γ 0
~ y ψ(y) + ψ(y)α · ∇ =
Z
d3 y
−γ
0
h
−γ
0
h
~ α · ∇ψ(x)
~ y ψ(y) α·∇
~ y ψ(y) ψ(y)α · ∇
i
~ y ψ(y) α·∇
β
h
~ y ψ(y) α·∇
−δαβ δ 3 (x − y) γ 0
=
h
~ y ψ(y) + ψ(y)α · ∇ =
~ y ψ(y) } ψ(y)α · ∇
~ y ψ(y) ψ(y)α · ∇
i
~ y ψ(y) α·∇
β
~ ~ ψ(x)α · ∇ψ(x) + ψ(x)α · ∇ψ(x)
~ 2 α · ∇ψ(x)
~ ψ(x)α · ∇ψ(x)
i α
i
~ α · ∇ψ(x)
.
α
(4.59)
Perhitungan komponen kedua dari persamaan (4.58) yakni
Z
d3 y =
~ y ψ(y) · αψ(y) {Π(x), ∇ Z
d3 y {Πα (x), ψβ† (y)}γ 0
~ y ψ(y) · αψ(y) + ∇ =
Z
d3 y
−γ
0
h
−γ
0
h
~ · αψ(x) ∇
~ · αψ(x) 2 ∇
~ y · αψ(y) ∇
~ y ψ(y) · αψ(y) ∇
i
−δαβ δ 3 (x − y) γ 0
=
h
~ y · αψ(y) ∇
~ y ψ(y) · αψ(y) + ∇ =
~ y ψ(y) · αψ(y) } ∇
h
β
~ y · αψ(y) ∇
~ y ψ(y) · αψ(y) ∇
i
~ y · αψ(y) ∇
β
~ ~ ∇ψ(x) · αψ(x) + ∇ψ(x) · αψ(x)
~ ∇ψ(x) · αψ(x)
i α
.
i
~ · αψ(x) ∇
α
(4.60)
43 Perhitungan komponen terakhir dari persamaan (4.58) yakni
Z
d3 y =
~ y ψ(y) {Π(x), ψ(y)α · ∇ Z
d3 y {Πα (x), ψβ† (y)}γ 0
~ y ψ(y) + ψ(y)α · ∇ =
Z
3
dy
=
−γ
0
h
~ α · ∇ψ(x)
~ y ψ(y) α·∇
~ y ψ(y) · αψ(y) ∇
i
−δαβ δ (x − y) γ
~ y ψ(y) + ψ(y)α · ∇
h
~ y · αψ(y) ∇
3
~ y ψ(y) · αψ(y) } ∇
0
h
β
~ y ψ(y) α·∇
~ y ψ(y) · αψ(y) ∇
i
~ y · αψ(y) ∇
β
~ ~ ∇ψ(x) · αψ(x) + ψ(x)α · ∇ψ(x)
~ · αψ(x) ∇
i α
.
(4.61) Dengan mensubtitusikan hasil yang telah didapat, yakni (4.59), (4.60) dan (4.61), kedalam persamaan (4.58), akan diperoleh
Z
d3 y =
δs ~ y ψ(y) − ∇ ~ y ψ(y) · αψ(y) 2 } ψ(y)α · ∇ 2 i h i δs 0 h ~ ~ ~ ~ · αψ(x) ∇ψ(x) −γ 2 α · ∇ψ(x) ψ(x)α · ∇ψ(x) − γ0 2 ∇ · αψ(x) 2 i h ~ ~ ~ ~ · αψ(x) +2γ 0 α · ∇ψ(x) ∇ψ(x) · αψ(x) + ψ(x)α · ∇ψ(x) ∇
{Πα (x),
α
=
δs γ +
0
h
−
h
~ α · ∇ψ(x)
~ α · ∇ψ(x)
i
~ ψ(x)α · ∇ψ(x)
−
h
~ · αψ(x) ∇
~ ~ ∇ψ(x) · αψ(x) + ψ(x)α · ∇ψ(x)
i
~ ∇ψ(x) · αψ(x) i
~ · αψ(x) ∇
α
.
Perhitungan komponen terakhir dari persamaan (4.56) yakni
Z
d3 y = = =
{Πα (x),
δs ψ(y)ψ(y) ∇2 ψ(y)ψ(y) } 2
h i δs Z 3 d y {Πα (x), ψβ† (y)}γ 0 ψ(y)∇2 ψ(y)ψ(y) + ψ(y)ψ(y) ∇2 ψ(y) β 2 h i δs Z 3 d y −δαβ δ 3 (x − y) γ 0 ψ(y)∇2 ψ(y)ψ(y) + ψ(y)ψ(y) ∇2 ψ(y) β 2 i δs 0 h (4.63) − γ ψ(y)∇2 ψ(y)ψ(y) + ψ(y)ψ(y) ∇2 ψ(y) . α 2
Dengan mensubtitusi hasil (4.57), (4.62) dan (4.63) kedalam persamaan (4.56), kita akan memperoleh
(4.62)
44
~ ϕ˙ α (x) ≈ − γ 0 (−i~γ · ∇ψ(x) + mψ(x))
~ × ψ(x)α · ∇ψ(x) +
h
~ α · ∇ψ(x)
i
−
α
− iηα (x) + δs γ 0 −
h
~ · αψ(x) ∇
h
~ ∇ψ(x) · αψ(x)
~ α · ∇ψ(x)
i
~ ~ ∇ψ(x) · αψ(x) + ψ(x)α · ∇ψ(x)
~ · αψ(x) ∇
i δs h − γ 0 ψ(y)∇2 ψ(y)ψ(y) + ψ(y)ψ(y) ∇2 ψ(y) = 0. α 2
i α
(4.64)
Sehingga dari persamaan (4.64), kita memperoleh Lagrange multiplier sebagai berikut
~ ηα = i γ 0 (−i~γ · ∇ψ(x) + mψ(x)) −
h
~ · αψ(x) ∇
i
α
~ ∇ψ(x) · αψ(x)
~ + ψ(x)α · ∇ψ(x)
− i δs γ 0 −
2
+
i
~ · αψ(x) ∇ i
+ ψ(x)ψ(x) ∇ ψ(x)
α
α
h
h
~ α · ∇ψ(x)
+i
~ α · ∇ψ(x)
i
~ ψ(x)α · ∇ψ(x)
~ ∇ψ(x) · αψ(x)
δs 0 h γ ψ(y)∇2 ψ(x)ψ(x) 2
.
(4.65)
Kita subtitusikan Lagrange multipliers yang yang telah diperoleh (persamaan (4.55) dan (4.65)) kedalam Hamiltonian primer, maka kita akan mendapatkan
"
~ + mψψ + δs ψα · ∇ψ ~ − ∇ψ ~ · αψ 2 d x −iψ~γ · ∇ψ 2 # δs 2 † † + (ψψ)∇ (ψψ) + ϕα ηα + χα ϕα 2 " Z 3 ~ + mψψ + δs ψα · ∇ψ ~ − ∇ψ ~ · αψ 2 = d x −iψ~γ · ∇ψ 2 δs ~ + mψ − i δs γ 0 + (ψψ)∇2 (ψψ) + Π†α + iψα† iγ 0 −i~γ · ∇ψ h2 ~ ~ ~ · αψ)(∇ψ ~ · αψ) + (α · ∇ψ)( ~ ~ · αψ) × −(α · ∇ψ)(ψα · ∇ψ) − (∇ ∇ψ
HP =
Z
3
!
i h i ~ ~ · αψ) + i δs γ 0 ψ∇2 (ψψ) + (ψψ)∇2 ψ +(ψα · ∇ψ)( ∇ 2
~ · ~γ + imψ + i + −∇ψ
α
δs ~ · α)(ψα · ∇ψ) ~ ~ · α)(∇ψ ~ · αψ) 4 −(∇ψ + (∇ψ 2
+ ψ∇2 (ψψ) + (ψψ)∇2 ψ
h
i
i
α
Πα . (4.66)
45 Kita memeriksa konstrain yang sudah diperoleh dengan menggunakan relasi Poisson braket sebagai berikut
{ϕ†α (x), ϕ†β (y)} = {Π†α (x) + iψα† (x), Π†β (y) + iψβ† (y)} = 0, {ϕ†α (x), ϕβ (y)} = {Π†α (x) + iψα† (x), Πβ (y)} = −iδαβ δ 3 (x − y) = {ϕα (x), ϕ†β (y)}, {ϕα (x), ϕβ (y)} = {Πα (x), Πβ (y)} = 0.
(4.67)
Dari hasil tersebut (4.67), ada satu relasi Poisson braket yang tidak nol. Sehingga kita bisa menyimpulkan, konstrain yang sudah didapat merupakan konstrain kelas kedua. Kemudian, kita kumpulkan semua konstrain ke dalam notasi ΦA = (ϕα , ϕβ ), dan membentuk matrik dari konstrain tersebut yakni {ϕ†α (x), ϕ†β (y)} {ϕ†α (x), ϕβ (y)} {ϕα (x), ϕ†β (y)} {ϕα (x), ϕβ (y)}
R(x, y) =
= −i
0 11 11 0
!
!
δ 3 (x − y),
(4.68)
yang mempunyai invers matrik −1
R (x, y) = i
0 11 11 0
!
δ 3 (x − y).
(4.69)
Relasi Dirac braket antara dua variabel, S(qi , pi ) dan J(qi , pi ), didefinisikan sebagai
{S(x), J(y)}DB = {S(x), J(y)} −
Z Z
−1 d3 zd3 z¯{S(x), ΦA (z)}RAB (z, z¯){ΦB (¯ z ), J(y)}
= {S(x), J(y)} −
Z Z
d3 zd3 z¯({S(x), ϕ†γ (z)}(iδγδ δ 3 (z − z¯)){ϕδ (¯ z ), J(y)}
+{S(x), ϕγ (z)}(iδγδ δ 3 (z − z¯)){ϕ†δ (¯ z ), J(y)}) = {S(x), J(y)} −i
Z
d3 z({S(x), Π†γ (z) + iψγ† (z)}{Πγ (z), J(y)}
+{S(x), Πγ (z)}{Π†γ (z) + iψγ† (z), J(y)}).
(4.70)
46 Dengan menggunakan persamaan (4.70), kita dapat melakukan perhitungan Dirac braket antara variabel medan yakni
{ψα (x), ψβ† (y)}DB = {ψα (x), ψβ† (y)} −i = −i
Z
d3 z{ψα (x), Π†γ (z) + iψγ† (z)}{Πγ (z), ψβ† (y)}
Z
d3 z(−δαγ δ 3 (x − z))(−δγβ δ 3 (z − y))
= −iδαβ δ 3 (x − y),
(4.71)
dimana kita mengabaikan suku terakhir karena relasi Poisson braket antara Πγ dengan ψα adalah nol. Kita melakukan hal yang sama untuk perhitungan relasi Poisson braket antara variabel medan ψα (x) dan ψβ (y), yakni {ψα (x), ψβ (y)}DB = 0 = {ψα† (x), ψβ† (y)}DB .
(4.72)
Setelah kita menggunakan relasi Dirac braket, kita dapat mendefinisikan konstrain menjadi nol. Sehingga, Hamiltonian akhir sistem yang siap dikuantisasi adalah
HP =
Z
!
~ + mψψ + δs (ψα · ∇ψ ~ − ∇ψ ~ · αψ)2 + δs (ψψ)∇2 (ψψ) , d x −iψ~γ · ∇ψ 2 2 (4.73) 3
atau bisa kita tulis
HP =
Z
!
~ ~ + mψψ + δs (ψα · ∇ψ ~ − ∇ψ ~ · αψ)2 − δs ∇(ψψ) ~ · ∇(ψψ) . d x −iψ~γ · ∇ψ 2 2 (4.74) 3
Inilah hasil utama dari skripsi ini. Untuk mengkuantisasi sistem, kita merubah variabel sistem menjadi operator, ˆ P , yakni HP −→ H
ˆ −i~γ · ∇ ˆ ·∇ ˆ · αψ) ˆ ψ) ˆ ψ) ˆ 2 − δs ∇( ˆ · ∇( ˆ , (4.75) ˆP = ψ ~ + m ψˆ + δs (ψα ~ ψˆ − ∇ ~ψ ~ ψ ~ ψ H 2 2 h
dimana
i
47
ˆ = H
Z
ˆ d3 x H(x) .
(4.76)
ˆ yakni Hal tersebut juga berlaku untuk Lagrangian sistem, L −→ L,
ˆ µ ∂ − m)ψˆ − δs (ψα ˆ ·∇ ˆ · αψ) ˆ ψ) ˆ ψ) ˆ 2 + δs ∇( ˆ · ∇( ˆ . ~ ψˆ − ∇ ~ψ ~ ψ ~ ψ Lˆ = ψ(iγ µ 2 2
(4.77)
Dengan menggunakan prosedur seperti pada persamaan (2.26), relasi Dirac braket antara operator pada persamaan (4.75) dan (4.77) memenuhi
h h
i
h
= 0 = ψˆα† (x), ψˆβ† (y)
ψˆα (x), ψˆβ (y)
i+
ψˆα (x), ψˆβ† (y)
i +
,
= δαβ δ 3 (x − y) .
+
(4.78)
Relasi anti-komutasi pada persamaan (4.78) terpenuhi, jika dan hanya jika, bentuk eksplisit operator pada persamaan tersebut adalah ψˆ = ψˆ† =
∞ X α=1 ∞ X
ψα (x)cα , ψα† (x)c†α ,
(4.79)
= δαβ ,
(4.80)
α=1
dengan relasi anti-komutasi h
cˆα , cˆ†β
i +
dimana cˆ dan cˆ† merupakan operator anihilasi dan kreasi. Keadaan dasar dari A fermion dinyatakan dengan slater determinan |Φ0 i =
A Y
c†α |0i .
(4.81)
α=1
Dengan menggunakan slater determinan dan dengan mensubtitusikan persamaan (4.79), kita akan memperoleh harga ekspektasi (rata - rata) dari kerapatan Hamiltonian sistem (4.75)
E ˆ Φ0 H P Φ0
D
*
=
h ˆ Φ0 ψ −i~γ
i ˆ ·∇ ˆ · αψ) ˆ2 ~ + m ψˆ + δs (ψα ~ ψˆ − ∇ ~ψ ·∇ 2
48
+
δs ~ ˆ ˆ ~ ˆ ˆ − ∇( ψ ψ) · ∇(ψ ψ) Φ0 2 E h i D X ~ + m ψβ (x) Φ0 cˆ†α cˆβ Φ0 = ψ α (x) −i~γ · ∇ αβ
+
X αβ
δs h ~ γ (x))(ψ β (x)α · ∇ψ ~ δ (x)) + (∇ψ ~ α (x) · αψγ (x)) (ψ α (x)α · ∇ψ 2
γδ
i
~ β (x) · αψδ (x)) − 2(ψ α (x)α · ∇ψ ~ γ (x))(∇ψ ~ β (x) · αψδ (x)) ×(∇ψ
D
E
× Φ0 cˆ†α cˆγ cˆ†β cˆδ Φ0 −
X αβ
δs ~ ~ ψ β (x)ψδ (x) ∇ ψ α (x)ψγ (x) · ∇ 2
γδ
×
E Φ0 cˆ†α cˆγ cˆ†β cˆδ Φ0
D
,
(4.82)
dimana kita menggunakan relasi
D
Φ0 cˆ†α cˆβ Φ0
E
E Φ0 cˆ†α cˆγ cˆ†β cˆδ Φ0
D
= δαβ θ(α − A), = [δαγ δβδ − δαδ δβγ ] θ(α − A) .
Dengan melakukan integrasi terhadap
R
(4.83)
d3~x dan mensubtitusikan relasi (4.83),
persamaan (4.82) akan menjadi
D
ˆ Φ0 H P Φ0
E
=
A X
h
i
~ + m ψα (x) + ψ α (x) −i~γ · ∇
α=1
A X
δs h ~ α (x) ψ α (x)α · ∇ψ αβ=1 2
~ β (x) + ∇ψ ~ α (x) · αψα (x) × ψ β (x)α · ∇ψ
~ α (x) −2 ψ α (x)α · ∇ψ −
i
~ β (x) · αψβ (x) ∇ψ
δs h ~ β (x) ψ β (x)α · ∇ψ ~ α (x) ψ α (x)α · ∇ψ αβ=1 2
~ β (x) −2 ψ α (x)α · ∇ψ
+
A X
~ α (x) · αψβ (x) + ∇ψ
−
~ β (x) · αψβ (x) ∇ψ
~ β (x) · αψα (x) ∇ψ
i
~ β (x) · αψα (x) ∇ψ
A X
δs ~ ~ β (x)ψβ (x)) ∇(ψ α (x)ψα (x)) · ∇(ψ αβ=1 2 A X
δs ~ ~ β (x)ψα (x)) . ∇(ψ α (x)ψβ (x)) · ∇(ψ 2 αβ=1
(4.84)
Dengan menggunakan aturan indeks ”dummy”, β → α, kita dapat menuliskan persamaan (4.84) menjadi
49
A X
A h i δs X ~ ~ α (x) = ψ α (x) −i~γ · ∇ + m ψα (x) + ψ α (x)α · ∇ψ 2 α=1 α=1
E ˆ P Φ0 Φ0 H
D
h
i2
~ α (x) · αψα (x) −∇ψ
−
A h i δs X ~ β (x) − ∇ψ ~ α (x) · αψβ (x) ψ α (x)α · ∇ψ 2 αβ=1
h
~ α (x) − ∇ψ ~ β (x) · αψα (x) × ψ β (x)α · ∇ψ − +
i
A X
δs ~ ~ ψ α (x)ψα (x) ∇ ψ α (x)ψα (x) · ∇ α=1 2 A X
δs ~ ~ ψ β (x)ψα (x) . ∇ ψ α (x)ψβ (x) · ∇ αβ=1 2
(4.85)
Kita sederhanakan persamaan (4.85) dengan menggunakan definisi berikut
Jα (x) ≡ ρα (x) ≡
A h X α=1 A X
i
~ α (x) − ∇ψ ~ α (x) · αψα (x) , ψ α (x)α · ∇ψ
ψ α (x)ψα (x),
α=1
Jαβ (x) ≡
h
i
~ β (x) − ∇ψ ~ α (x) · αψβ (x) , ψ α (x)α · ∇ψ
ραβ (x) ≡ ψ α (x)ψβ (x).
(4.86)
Dengan mensubtitusikan definisi (4.86), persamaan (4.85) menjadi
D
ˆ Φ0 H P Φ0
E
=
A X
h i ~ + m ψα (x) + δs Jα2 (x) ψ α (x) −i~γ · ∇ 2 α=1
−
A X δs ~ ~ α (x) − δs Jαβ (x)Jβα (x) ∇ρα (x) · ∇ρ 2 2 αβ=1
A δs X ~ αβ (x) · ∇ρ ~ βα (x). + ∇ρ 2 αβ=1
(4.87)
Dari hasil (4.87), kita memperoleh komponen 00 dari tensor energi momentum sistem hasil kuantisasi yakni
T 00 =
A X
h i ~ + m ψα (x) + δs J 2 (x) − δs ∇ρ ~ α (x) · ∇ρ ~ α (x) ψ α (x) −i~γ · ∇ α 2 2 α=1
−
A A δs X δs X ~ αβ (x) · ∇ρ ~ βα (x). Jαβ (x)Jβα (x) + ∇ρ 2 αβ=1 2 αβ=1
(4.88)
50 Hasil (4.88) merepresentasikan kerapatan energi rata - rata dari sistem A fermion. Analog dengan kerapatan Hamiltonian, dengan menggunakan relasi slater determinan pada Lagrangian sistem (4.77), kita akan memperoleh harga ekspektasi (rata - rata) dari Lagrangian sebagai berikut
D
Φ0 Lˆ Φ0
E
=
A X
ψ α (x) [iγ µ ∂µ − m] ψα (x) −
α=1
A X
δs h ~ α (x) ψ α (x)α · ∇ψ αβ=1 2
~ β (x) + ∇ψ ~ α (x) · αψα (x) × ψ β (x)α · ∇ψ
~ α (x) −2 ψ α (x)α · ∇ψ +
i
~ β (x) · αψβ (x) ∇ψ
δs h ~ β (x) ψ β (x)α · ∇ψ ~ α (x) ψ α (x)α · ∇ψ αβ=1 2
~ β (x) −2 ψ α (x)α · ∇ψ
−
A X
~ α (x) · αψβ (x) + ∇ψ
+
~ β (x) · αψβ (x) ∇ψ
~ β (x) · αψα (x) ∇ψ
i
~ β (x) · αψα (x) ∇ψ
A X
δs ~ ~ β (x)ψβ (x)) ∇(ψ α (x)ψα (x)) · ∇(ψ 2 αβ=1 A X
δs ~ ~ β (x)ψα (x)) . ∇(ψ α (x)ψβ (x)) · ∇(ψ αβ=1 2
(4.89)
Dengan menggunakan aturan indeks ”dummy” dan mensubtitusikan definisi pada persamaan (4.87), persamaan (4.89) menjadi
D
E Φ0 Lˆ Φ0
=
A X
ψ α (x) [iγ µ ∂µ − m] ψα (x) −
α=1
δs 2 δs ~ ~ Jα (x) + ∇ρ α (x) · ∇ρα (x) 2 2
A A δs X δs X ~ αβ (x) · ∇ρ ~ βα (x). + Jαβ (x)Jβα (x) − ∇ρ 2 αβ=1 2 αβ=1
(4.90)
Kita masukkan hasil (4.86) ke dalam persamaan Euler - Lagrange berikut, akan diperoleh
∂L ∂L ~ −∇ =0 00 ~ θ (x00 ) ∂ψ θ (x ) ∂ ∇ψ i δs h ~ α (x) + 2∇ ~ · (Jα (x)αψα (x)) 2Jα (x) α · ∇ψ 2 h i δs ~ ~ α (x) − 2∇ ~ · ∇ρ ~ α (x) ψα (x) δ(x − x”)δαθ 2∇ρα (x) · ∇ψ ×δ(x − x”)δαθ + 2
(iγ µ ∂µ − m) ψα (x)δ(x − x”)δαθ −
51 A h i δs X ~ β (x) Jβα (x)δ(x − x”)δαθ + Jαβ (x) α · ∇ψ ~ α (x) δ(x − x”)δβθ + α · ∇ψ 2 αβ=1
~ · [Jβα (x)αψβ (x)δ(x − x”)δαθ + Jαβ (x)αψα (x)δ(x − x”)δβθ ] +∇
A h δs X ~ β (x) · ∇ρ ~ βα (x)δ(x − x”)δαθ + ∇ρ ~ αβ (x) · ∇ψ ~ α (x)δ(x − x”)δβθ − ∇ψ 2 αβ=1
~ βα (x)δ(x − x”)δαθ + ∇ρ ~ αβ (x) ψα (x)δ(x − x”)δβθ − ψβ (x) ∇ρ Dengan melakukan integrasi terhadap
R
i
= 0.
(4.91)
d4 x pada persamaan (4.91) dan meng-
gunakan aturan indeks ”dummy”, kita akan memperoleh
h
i
~ · (Jθ (x)αψθ (x)) ~ θ (x) + ∇ (iγ µ ∂µ − m) ψθ (x) = δs Jθ (x) α · ∇ψ −δs
A h X
i
~ β (x) + ∇ ~ · (Jβθ (x)αψβ (x)) Jβθ (x) α · ∇ψ
β=1
+δs
A h X
i
~ β (x) · ∇ρ ~ βθ (x) − ψβ (x) ∇ρ ~ βθ (x) ∇ψ
β=1
+δs
h
i
~ · ∇ρ ~ θ (x) ψθ (x) . ∇
(4.92)
Kita bisa menuliskan persamaan (4.92) sebagai
iγ0 ∂0 ψθ (x) =
h
i
h
i
~ + m ψθ (x) + δs Jθ (x) α · ∇ψ ~ θ (x) + ∇ ~ · (Jθ (x)αψθ (x)) −i~γ · ∇
−δs
A h X
i
~ β (x) + ∇ ~ · (Jβθ (x)αψβ (x)) Jβθ (x) α · ∇ψ
β=1
+δs
A h X
i
~ β (x) · ∇ρ ~ βθ (x) − ψβ (x) ∇ρ ~ βθ (x) + δs ∇ψ
h
i
~ · ∇ρ ~ θ (x) ψθ (x) . ∇
β=1
(4.93) Kita kalikan persamaan (4.93) dengan γ0 , maka akan diperoleh
εθ ψθ (x) =
h
i
~ + γ0 m + δs∇2 ρθ (x) −iα · (1 + iγ0 δs Jθ (x))∇
~ · (Jθ (x)αψθ (x)) + +γ0 δs ∇
A X
ψθ (x)
~ β (x) · ∇ρ ~ βθ (x) − ψβ (x) ∇ρ ~ βθ (x) ∇ψ
β=1
−
A X β=1
~ β (x) + ∇ ~ · (Jβθ (x)αψβ (x)) . Jβθ (x) α · ∇ψ
(4.94)
52 Kita notasikan
~ Π∗ = −i(1 + iγ0 δsJθ (x))∇, m∗ = m + δs∇2 ρθ (x),
(4.95)
persamaan (4.94) akan menjadi ∗
εθ ψθ (x) = [α · Π + γ0 m
∗
~ · (Jθ (x)αψθ (x)) + ] ψθ (x) + γ0 δs ∇
A X
~ β (x) · ∇ρ ~ βθ (x) ∇ψ
β=1
~ βθ (x) − −ψβ (x) ∇ρ
A X
~ β (x) + ∇ ~ · (Jβθ (x)αψβ (x)) . Jβθ (x) α · ∇ψ
β=1
(4.96) Kita notasikan suku kedua disebelah kanan dan suku selanjutnya dari persamaan (4.96) sebagai
~ · (Jθ (x)αψθ (x)) + R(x) ≡ γ0 δs ∇
A X
~ β (x) · ∇ρ ~ βθ (x) − ψβ (x) ∇ρ ~ βθ (x) ∇ψ
β=1
−
A X
~ β (x) + ∇ ~ · (Jβθ (x)αψβ (x)) . Jβθ (x) α · ∇ψ
(4.97)
β=1
Sehingga kita dapat menuliskan persamaan (4.96) sebagai berikut εθ ψθ (x) = [α · Π∗ + γ0 m∗ ] ψθ (x) + γ0 δs R(x).
(4.98)
Inilah persamaan keadaan Dirac-Hartree-Fock yang diperoleh dari Lagrangian sistem kuantum terkonstrain (sistem fermion). Persamaan (4.98) merupakan persamaan Dirac untuk keadaan satu fermion dengan pendekatan Hartree-Fock. Persamaan (4.98) dapat diselesaikan dengan cara numerik. Namun dengan keterbatasan waktu penelitian, penulis tidak melakukan hal tersebut. Suku potensial pada persamaan Lagrange (4.77) mengakibatkan munculnya suku tambahan pada persamaan (4.98), dengan Hamiltonian sistem
h
i
~ + γ0 m∗ ψθ (x) + γ0 δs R(x). Hψθ = −iα · (1 + iγ0 δs Jθ (x))∇
(4.99)
53 Jika kita membandingkan persamaan (4.99) dengan Hamiltonian Dirac berikut ~ + γ0 m, HD = −iα · ∇
(4.100)
keberadaan interaksi pada sistem fermion terkonstrain menyebabkan Hamiltonian (4.100) menjadi termodifikasi seperti pada persamaan (4.99).
Bab 5 Pembahasan Prosedur kuantisasi Dirac merupakan prosedur yang digunakan untuk mengkuantisasi sistem terkonstrain. Prosedur tersebut merupakan prosedur baku yang dikembangkan oleh Dirac, untuk mengkuantisasi sistem yang memiliki konstrain. Dengan menggunakan prosedur Dirac pada sistem yang mempunyai konstrain, kita dapat memperoleh konstrain - konstrain yang ada pada sistem tersebut. Kita harus menggunakan prosedur tersebut apabila ingin mengkuantisasi sistem terkonstrain. Namun, untuk mengkuantisasi sistem tersebut bukanlah hal yang mudah. Kita sering menjumpai problem dalam proses kuantisasi. Salah satu contohnya adalah kuantisasi sistem kuantum (fermion) dengan Lagrangian (4.1). Problem dalam mengkuantisasi sistem kuantum terkonstrain dengan persamaan Lagrange (4.1) adalah munculnya variabel turunan terhadap waktu pada persamaan kerapatan Hamiltonian kanonik (4.15). Seharusnya, variabel tersebut tidak muncul pada persamaan kerapatan Hamiltonian kanonik. Hal tersebut diakibatkan karena Lagrangian sistem mempunyai variabel turunan orde kedua terhadap waktu. Dengan munculnya variabel yang tidak diharapkan tersebut, kita tidak bisa melakukan perhitungan relasi Poisson braket antara variabel sistem. Sehingga, kita tidak bisa melanjutkan proses kuantisasi sebelum mengatasi problem tersebut. Untuk mengatasi problem variabel turunan terhadap waktu yang muncul pada persamaan Hamiltonian kanonik (4.15), ada dua cara yang bisa kita gunakan untuk mengatasi masalah tersebut, yakni formalisme Ostrogradski (eksak) dan transformasi medan (pendekatan). Pertama, kita bisa menggunakan formalisme
54
55 Ostrogradski. Formalisme tersebut digunakan untuk mengatasi Lagrangian yang mempunyai variabel turunan terhadap waktu dengan orde yang besar (higher order derivatives). Secara umum, Lagrangian yang memiliki variabel turunan terhadap waktu dengan orde n dapat ditulis [10, 11] m
L(q, q, ˙ q¨, ..., q ).
(5.1)
Prinsip variasi dari Lagrangian tersebut (5.1) yang merupakan turunan orde 2m yakni [10] ∂L d ∂L dm ∂L − + ... + (−1)m m (m) = 0. ∂q dt ∂ q˙ dt ∂ q
(5.2)
Persamaan (5.2) merupakan turunan orde ke 2m, dan semua turunan dari orde ke 2m dapat dinyatakan dalam orde turunan yang lebih kecil jika, dan hanya jika, matrik Hessian sistem reguler [11]. Kita dapat mendefinisikan momentum sistem secara umum sebagai
pm ≡ pi ≡
∂L (m)
∂ q ∂L
(i)
−
∂ q
d pi+1 dt
(i = 1, ..., m − 1).
(5.3)
Untuk sistem kuantum dengan turunan orde kedua terhadap waktu (sistem dengan Lagrangian (4.1)), kita dapat mendefinisikan momentum konjugasi sebagai
∂L , ∂∂µ ∂ µ ψ ∂L = − ∂µ ϕ†2 , ∂∂µ ψ ∂L = , ∂∂µ ∂ µ ψ ∂L = − ∂µ ϕ 2 . ∂∂µ ψ
Π†2 = Π†1 Π2 Π1
(5.4)
56 Dari persamaan tersebut (5.4), kita akan mempunyai empat buah konstrain. Dengan metode Ostrogradski, kita dapat mengatasi masalah munculnya variabel turunan terhadap waktu pada persamaan kerapatan Hamiltonian kanonik (4.15). Tetapi dengan empat buah konstrain yang kita dapat dengan formalisme Ostrogradski, proses kuantisasi sistem akan menjadi lebih rumit dan perhitungan relasi Poisson braket antara variabel sistem menjadi kompleks. Di sisi lain, alokasi waktu untuk melakukan penelitian ini terbatas. Sehingga, penulis tidak menggunakan metode tersebut. Penulis memilih menggunakan cara yang kedua, yakni dengan melakukan transformasi medan pada Lagrangian (4.1), untuk mengatasi masalah pada kerapatan Hamiltonian kanonik (4.15). Penulis menset transformasi sedemikian rupa, sehingga turunan orde kedua terhadap waktu bisa hilang dari Lagrangian. Transformasi yang digunakan adalah transformasi infitesimal yakni (dengan pendekatan suku
δs 2
2
dan pangkat yang lebih besar sangat kecil)
!
δs ψ (t, x) ≈ 1 + i F1 (t, x)γ 0 ψ(t, x) 2 ! δs ψ 0 (t, x) ≈ ψ(t, x) 1 − i F1 (t, x)γ 0 , 2 0
(5.5)
yang memenuhi syarat transformasi ψ 0 (t, x)ψ 0 (t, x) ≈ ψ(t, x)ψ(t, x).
(5.6)
Dengan menggunkan transformasi (5.5) pada Lagrangian (4.1), kita dapat mengatasi variabel turunan orde kedua terhadap waktu pada Lagrangian. Sehingga, kita memperoleh Lagrangian (4.34) yang tidak mengandung variabel turunan orde kedua terhadap waktu dan siap digunakan untuk proses kuantisasi dengan menggunkan prosedur Dirac. Dengan Lagrangian yang didapat setelah transformasi (4.34), kita hanya memperoleh dua buah konstrain (4.36). Dengan dua buah konstrain tersebut, perhitungan relasi Poisson braket antara variabel sistem dan proses kuantisasinya tidak serumit jika dibandingkan dengan empat buah konstrain pada metode Ostrogradski yang eksak.
57 Dengan melakukan kuantisasi pada Lagrangian (4.34), diperoleh persamaan keadaan sistem hasil kuantisasi yakni εθ ψθ (x) = [α · Π∗ + γ0 m∗ ] ψθ (x) + γ0 δs R(x).
(5.7)
dimana
~ Π∗ = −i(1 + iγ0 δsJθ (x))∇, m∗ = m + δs∇2 ρθ (x),
(5.8)
dan
~ · (Jθ (x)αψθ (x)) + R(x) ≡ γ0 δs ∇
A X
~ β (x) · ∇ρ ~ βθ (x) − ψβ (x) ∇ρ ~ βθ (x) ∇ψ
β=1
−
A X
~ β (x) + ∇ ~ · (Jβθ (x)αψβ (x)) . Jβθ (x) α · ∇ψ
(5.9)
β=1
Komponen 00 dari tensor energi momentum sistem hasil kuantisasi adalah
T 00 =
A X α=1
−
h
i
~ + m ψα (x) + ψ α (x) −i~γ · ∇
δs ~ δs 2 ~ Jα (x) − ∇ρ α (x) · ∇ρα (x) 2 2
A A δs X δs X ~ αβ (x) · ∇ρ ~ βα (x). Jαβ (x)Jβα (x) + ∇ρ 2 αβ=1 2 αβ=1
(5.10)
Bab 6 Kesimpulan Prosedur kuantisasi Dirac merupakan suatu prosedur yang harus digunakan untuk mengkuantisasi sistem terkonstrain. Dengan menggunakan prosedur tersebut, kita dapat menemukan konstrain - konstrain yang ada pada sistem yang mempunyai konstrain. Banyaknya konstrain yang diperoleh sebanding dengan jumlah Lagrange multipliers. Setelah kita memperoleh semua konstrain dan Lagrange multipliers, kita dapat mengumpulkan semua konstrain kedalam konstrain kelas kedua dan membentuk matrik dari relasi Poisson braket antara konstrain yang ada. Apabila konstrain yang diperoleh merupakan konstrain kelas pertama, maka diperlukan transformasi gauge untuk mengubah konstrain tersebut menjadi konstrain kelas kedua. Kemudian dengan menggunakan relasi Dirac braket, kita dapat menset konstrain menjadi nol. Sehingga, kita akan memperoleh Hamiltonian sistem yang siap untuk dikuantisasi. Melakukan kuantisasi pada sistem terkonstrain bukanlah hal yang mudah. Kita sering menjumpai problem dalam proses kuantisasi. Problem yang penulis temukan dalam mengkuantisasi sistem terkonstrain adalah, Larangian sistem yang akan dikuantisasi memiliki variabel turunan orde kedua terhadap waktu. Untuk mengatasi hal tersebut, ada dua cara yang penulis kaji yakni Ostrogradski dan transformasi medan. Dimana pada akhirnya, penulis memilih menggunakan cara yang kedua, transformasi medan, untuk mengatasi Lagrangian yang mempunyai variabel turunan orde kedua terhadap waktu. Penulis menset transformasi sedemikian rupa, sehingga dapat menghilangkan variabel tersebut dari Lagrangian sistem. Setelah melakukan transformasi pada Lagrangian sistem, kita akan
58
59 memperoleh Lagrangian hasil transformasi yang siap digunakan untuk proses kuantisasi dengan menggunakan prosedur Dirac.
Lampiran A Aljabar Grassman Misal, Ci , i = 1, 2, ..., n, didefinisikan sebagai satu set variabel Grassmann yang memenuhi [12, 13] [Ci , Cj ]+ = Ci Cj + Cj Ci = 0 ,
(A.1)
Ci Cj = −Cj Ci .
(A.2)
dimana
Aljabar Grassmann juga memiliki sifat Ci2 = 0 .
(A.3)
Misal suatu fungsi mempunyai bentuk sebagai berikut
f (C1 , C2 ) = a0 + a1 C1 + a2 C2 + a3 C1 C2 = a0 + a1 C 1 + a2 C 2 − a3 C 2 C 1 ,
(A.4)
dimana a0 , ..., a3 adalah konstanta. Kita definisikan turunan dari kiri, sehingga akan diperoleh [12] ∂ Lf ∂f = = a1 + a3 C 2 , ∂C1 ∂C1 ∂f ∂ Lf = = a2 − a3 C1 . ∂C2 ∂C2 60
(A.5)
Daftar Acuan [1] Reinhardt, Greiner. 1996. Field Quantization. Germany: Springer. [2] Das, Ashok. 2008. Lectures on Quantum Field Theory. Singapore: World Scientific Publishing Co. Pte Ltd. [3] D.M Gitman and I.V. Tyutin, Constraint Reorganization Consistent with the Dirac Procedure. (2001) [arXiv: hep-th/0112103 v1]. [4] A. Shirzad and P. Moyassari, Dirac Quantization of Some Singular Theories. (2001) [arXiv: hep-th/0112194 v1]. [5] F. Loran, On The Quantization Of Constraint System: A Lagrangian Approach. (2002) [arXiv: hep-th/0203117 v1]. [6] D.M Gitman and I.V. Tyutin, Hamiltonization of Theories with Degerate Coordinates. (2002) [arXiv: hep-th/0101143 v1]. [7] T. Nik Sic, D. Vretenar and P. Ring, Phys. Rev. C. 78, 034318 (2008). [8] Goldstein, Herbert. 1950. Classical Mechanics. USA: Addison - Willey Publishing Company, Inc. [9] Weinberg, Steven. 1996. The Quantum Theory of Fields. USA: Cambridge University Press. [10] F.J. de Urries and J.Julve, Ostrogradski Formalism For Higher-Derivative Scalar Field Theories. (1998) [arXiv: hep-th/9802115v2]. [11] X. Jaen, J. Llosa and A. Molina, Phys. Rev. D. 34, 2302 (1986).
61
62 [12] Das, Ashok. 1993. Field Theory: A Path Integral Approach. Singapore: World Scientific Publishing Co. Pte Ltd. [13] Ryder, Lewis H.. 1996. Quantum Field Theory. USA: Cambridge University Press.