Konferensi Nasional Sistem dan Informatika 2009; Bali, November 14, 2009
KNS&I09-012
ANALISIS GALAT AKIBAT KUANTISASI PADA IMPLEMENTASI DIGITAL SISTEM ADAPTIF LMS Indrastanti R. Widiasari Fakultas Teknologi Informasi - Universitas Kristen Satya Wacana
[email protected] ABSTRACT Most adaptive system applications have been implemented on fixed-point DSPs (Digital Signal Processing). The use of fixed point usually effects on the system performance. This paper simulates LMS adaptive system as a system identification on fixed point environment. The number of quantization bit implemented is 8 or 16. The main conclusion of this paper is that the number of quantization bits and the quantization process (linear and non linear) influence the performance of adaptive system. Keywords: Quantization, Adaptive System, Error, Precision
1. Pendahuluan
Implementasi sistem adaptif dewasa ini banyak ditemukan di berbagai bidang[2]. Pada kenyataannya, implementasi sistem ini dilakukan pada presisi berhingga (finite precission atau fixed point). Artinya, terdapat galat yang ditemui jika dibandingkan dengan perhitungan teoritisnya. Hal ini terjadi karena adanya proses kuantisasi dan pembulatan bilangan. Apabila galat hasil kuantisasi dan pembulatan bilangan yang terjadi dalam implementasi digital sistem adaptif tidak diperhitungkan maka sifat algoritma dapat menyimpang dari prediksi teoritisnya[1]. Adanya proses iterasi pada algoritma sistem adaptif memungkinkan terjadinya perambatan galat yang mempengaruhi unjuk kerja sistem.
2. Kuantisasi Linear dan Non Linear Kuantisasi adalah operasi pemotongan (truncation) atau pembulatan (rounding) nilai data dengan suatu presisi (precision) tertentu. Proses kuantisasi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu kuantisasi linear dan nonlinear. Kuantisasi linear menggunakan presisi yang serba sama untuk seluruh bagian sinyal yang dikuantisasi.
(a)
(b)
Gambar 1. Kuantisasi Linear Dengan Metode Pemotongan (a) dan Pembulatan (b) Gambar 1 menunjukkan hubungan antara nilai masukan (x) dan keluaran pengkuantisasi (Q) pada kuantisasi linear dengan metode pemotongan dan pembulatan[3]. Terdapat perbedaan galat yang ditimbulkan dari kedua metode tersebut. PDF (Probability Density Function) dari galat kuantisasi dari dua metode tersebut ditunjukkan pada Gambar 2.
(a)
(b)
Gambar 2. PDF Galat Kuantisasi Dengan Metode Pemotongan (a) dan Pembulatan (b) Kuantisasi non linear menggunakan presisi yang kecil untuk aras sinyal yang rendah dan presisi yang besar untuk sinyal yang arasnya tinggi[5]. Metode kuantisasi non linear yang sering digunakan adalah kuantisasi Hukum-µ (µ-law). Proses diawali dengan melakukan kompresi sinyal masukan yang bertujuan memperbesar dinamika masukan aras rendah dan 62
Konferensi Nasional Sistem dan Informatika 2009; Bali, November 14, 2009
KNS&I09-012
memperkecil dinamika masukan aras tinggi. Kemudian hasil kompresi dikuantisasi secara linear untuk kemudian diekspansi yang merupakan kebalikan proses kompresi. Rumusan pengkompresi menurut Hukum-µ ditunjukkan pada Persamaan 1 berikut ini[5,6]:
ln(1 + µx / V ) ln(1 + µ)
y ( x) =
(1)
dengan x=sinyal masukan pengkompresi, y=sinyal keluaran pengkompresi, µ=parameter kompresi = 255, dan V=amplitude maksimum hasil kompresi. Sedangkan rumusan pengekspansi ditunjukkan pada Persamaan 2:
y ( x) =
V{(1 + µ) x − 1} µ
(2)
dengan x=sinyal masukan pengekspansi dan y=sinyal keluaran pengekspansi. 0.15 asli kuantisasi linear
Amplitude
0.1 0.05
(a)
0 -0.05 -0.1 0
20
40
60
80
100
Iterasi 0.15 asli kuantisasi nonlinear
Amplitude
0.1 0.05
(b)
0 -0.05 -0.1 0
20
40
60
80
100
Iterasi
Gambar 3. Grafik Masukan-Keluaran Pengkompresi Hukum-µ Kuantisasi Linear (a) dan Kuantisasi Non Linear (b) Gambar 3 menunjukkan perbandingan hasil kuantisasi linear dan nonlinear hukum-µ untuk sinyal sinusoida x(n) = 0,1sin(0.1π n) dengan jumlah bit pengkuantisasi 4. Nilai maksimum pengkompresi (V) dipilih 10. Pada Gambar 3 terlihat bahwa kuantisasi non linear memberikan hasil yang lebih baik (galat lebih kecil) dibandingkan kuantisasi linear, terutama untuk aras sinyal yang dikuantisasi rendah. Hal ini dikarenakan adanya proses kompresi dan ekspansi pada kuantisasi non linear.
η (n )
Sistem yang diidentifikasi W0
+
d 0 (n )
Σ
+
d (n ) Q
U (n )
Q
U q (n )
Q
Wq (n )
y q (n ) −
d q (n )
+ Σ
eq (n ) Pembaharuan bobot Gambar 4. Blok Diagram LMS Terkuantisasi
63
Konferensi Nasional Sistem dan Informatika 2009; Bali, November 14, 2009
KNS&I09-012
3. Metode Penelitian Dalam penelitian ini algoritma yang dipakai adalah algoritma LMS (Least Mean Square). Algoritma LMS dilaksanakan secara iteratif dengan memperbaharui setiap koefisien bobot tapis pada setiap iterasi, sehingga mencapai nilai gradien estimasi minimum[7]. Gambar 4 menunjukkan diagram blok LMS terkuantisasi yang digunakan dalam penelitian ini. Masing-masing blok yang berlabel Q merupakan sebuah pengkuantisasi. Dimana setiap pengkuantisasi akan menghasilkan galat kuantisasi.
4. Pembahasan Untuk melihat galat yang ditimbulkan akibat kuantisasi pada sistem, maka dilakukan perbandingan antara grafik keluaran sistem adaptif yang terkuantisasi dengan tak terkuantisasi. Dilihat juga pengaruh jumlah bit kuantisasi serta pengaruh kuantisasi linear dan non linear terhadap galat yang dihasilkan. Gambar 5 menunjukkan galat sistem adaptif, e (n), q
dengan jumlah bit kuantisasi 8 dan 16 dibandingkan dengan LMS tak terkuantisasi.
Dari Gambar 5 terlihat bahwa jumlah bit kuantisasi berpengaruh terhadap galat yang ditimbulkan pada sistem adaptif. Dengan jumlah bit kuantisasi yang lebih kecil, maka galat yang dihasilkan akan lebih besar. Hal ini dikarenakan dengan semakin besarnya jumlah bit kuantisasi maka nilai yang dihasilkan akan lebih presisi. Secara matematis dapat dinyatakan bahwa, dengan jumlah bit 16 maka presisinya 2-16 sedangkan dengan jumlah bit 8 maka presisinya 2-8. Dari hal tersebut maka jelas bahwa jumlah bit yang lebih besar akan menghasilkan galat yang lebih kecil.
Gambar 5. Galat untuk Kuantisasi 8 Bit dan 16 Bit Dibandingkan dengan Takterkuantisasi Perbandingan Kuantisasi Linear dengan Non Linear Pada bagian ini, kuantisasi non linear hukum-µ diterapkan pada LMS 8 bit untuk identifikasi sistem dan hasilnya dibandingkan dengan kuantisasi linear. Ada dua sistem (Sistem I dan Sistem II) yang akan diidentifikasi, dengan bobot ditunjukkan pada Gambar 6.
(a)
(b)
Gambar 6. Bobot Sistem I (a) dan Sistem II (b) yang Diidentifikasi 64
Konferensi Nasional Sistem dan Informatika 2009; Bali, November 14, 2009
KNS&I09-012
Kedua sistem dengan cacah bobot 10 tersebut hanya berbeda 1 elemen yaitu elemen kelima. Elemen kelima sistem I (0,9054) lebih besar dibandingkan sistem II (0,1054). Pemilihan kedua sistem tersebut adalah karena kuantisasi nonlinear bersifat mengkompresi nilai amplitude yang besar, dengan demikian Sistem I dan Sistem II diharapkan cocok dipakai untuk menguji karakteristik kuantisasi nonlinear. Dari grafik yang dihasilkan (Gambar 7), terlihat bahwa galat kuantisasi linear lebih kecil dibandingkan nonlinear saat konvergen tercapai pada sistem I. Namun sebaliknya, pada sistem II galat sistem adaptif dengan kuantisasi non linear menjadi lebih kecil. Hal ini menunjukkan bahwa kuantisasi non linear lebih baik dalam mengidentifikasi elemen bobot sistem yang amplitudenya relatif kecil. Sedangkan untuk amplitude bobot yang besar, misalnya elemen kelima pada Sistem I, LMS kuantisasi non linear justru menghasilkan galat bobot yang jauh lebih besar. Dengan galat sistem adaptif yang lebih kecil maka galat bobot LMS non linear juga lebih kecil pada sebagian besar elemen bobot, seperti ditunjukkan pada Gambar 8.
(a)
(b)
Gambar 7. Galat Sistem Adaptif LMS 8 Bit Kuantisasi Non Linear dan Kuantisasi Linear untuk Sistem I (a) dan Sistem II (b)
Linear Non-Linear
Linear Non-Linear
(a)
(b)
Gambar 8. Perbandingan Galat Sistem Adaptif LMS kuantisasi Linear dan Non Linear serta Bobot yang Diidentifikasi untuk Sistem I (a) dan Sistem II (b) Untuk Sistem II, karena seluruh elemen vektor bobotnya relatif kecil, maka galat sistem adaptif LMS kuantisasi non linear lebih kecil, sehingga hasil identifikasi lebih mendekati bobot yang sesungguhnya. 65
Konferensi Nasional Sistem dan Informatika 2009; Bali, November 14, 2009
KNS&I09-012
5. Kesimpulan Kuantisasi pada implementasi digital sistem adaptif menimbulkan galat yang akan mempengaruhi unjuk kerja sistem. Galat yang dihasilkan tergantung dari beberapa hal, diantaranya adalah jumlah bit kuantisasi, dimana semakin besar jumlah bit akan menghasilkan nilai yang lebih presisi. Selain itu, kuantisasi linear memberikan unjuk kerja yang lebih baik apabila besaran yang dikuantisasi relatif besar, sebaliknya kuantisasi non linear lebih baik pada besaran yang relatif kecil (dibandingkan nilai puncak pengkompresi). Untuk pengembangan, disarankan penggunaan kuantisasi gabungan linear dan non linear untuk memberikan unjuk kerja yang lebih baik.
Daftar Pustaka [1] [2] [3] [4] [5]
Gupta, Riten dan Alfred H. (2000). Transient Behavior of Fixed Point LMS Adaptation, Proc. IEEE Int. Conf. Acoust., Speech, and Sig. Proc., Istanbul, Turkey. Sukarman, (2008). Simulasi Kendali Adaptif Menggunakan Algoritma LMS untuk Identifikasi Plant Orde-2, Seminar Nasional IV SDM Teknologi Nuklir, ISSN 1978-0176, Yogyakarta. Shi, C. (2004) Floating-point to Fixed-point Conversion, Ph.D Dissertation, University of California, Berkeley. Whidborne, James F, dkk.. (2005). Optimal Controller and Filter Realisations Using Finite-precision, Floatingpoint Arithmetic , Int. J. Systems Science, Vol.36, No.7, pp.405-413. Haykin, S. (1991). Adaptive Filter Theory. NewYork: Prentice Hall.
66