Implementasi Sistem Kendali Bising Aktif pada DSK TMS320C6713 menggunakan algoritma Filtered-error LMS Muhammad Mukhlis Afriyanto 13202153 JALUR PILIHAN TEKNIK KENDALI DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2008
abstrak. Active Noise Control (ANC) dibangun berdasarkan prinsip superposisi destruktif dari gelombang akustik. Dengan membangkitkan suatu gelombang ‘anti noise’, yaitu gelombang yang memiliki beda fasa 180 derajat terhadap gelombang bising, akan diperoleh peredaman bising sebagai akibat dari superposisi yang bersifat destruktif dari kedua gelombang akustik tersebut. ANC sangat efektif untuk meredam bising frekuensi rendah dan sangat tepat untuk melengkapi sistem peredaman pasif karena terdapat hubungan yang berbanding terbalik antara frekuensi dengan ketebalan peredam pasif. Secara garis besar, terdapat 2 langkah proses kendali bising aktif, yaitu proses identifikasi jalur sekunder dan proses kendali bising. Proses identifikasi yang dilakukuan adalah identifikasi jalur sekunder untuk sistem kendali bising aktif kanal tunggal dan proses kendali bising mengunakan algoritma FxLMS. Adapun sebagai plant berupa beberapa sinyal sinus yang dibangkitkan dan blower. Hasil percobaan menunjukan bahwa nilai peredaman sangat bergantung pada nilai learning rate µ, konfigurasi percobaan, dan sumber bising. Nilai peredaman suara bising yang berupa sinyal sinus yang dibangkitkan hasilnya lebih baik dibandingkan dengan suara bising blower. Kata kunci : Algoritma FxLMS, Gelombang akustik, Learning rate, Sistem kendali bising aktif. Abstract. Active Noise control (ANC) is based on destructive superposition principle of acoustic waves. By generating an "anti noise" wave with 180 degree of phase difference relative to the disturbance, we will achieve noise attenuation as an effect of destructive superposition of the two waves. ANC is highly effective to attenuate low frequency disturbance and highly suitable to complement passive attenuation sytem because there is an invers relation between frequency and material thickness. Mainly, there are two steps in active noise control, the identification of secundary path and noise controlling process. The identification of secundary channel for single channel active noise control is the identification process and the noise control process is by implementing the FxLMS algorithm .While the plant are a number of generated sinus signals and blower. The experiment concluded that the value of attenuation is highly dependent on the learning rate mu value, experiment configuration, and noise source. The value of noise attenuation in generated sinus signal performed better than blower noise. Keyword : Active noise control, Learning rate, FxLMS algorithm, Gelombang akustik.
Pendahuluan Bising akustik secara singkat dapat didefinisikan sebagai suara yang tidak dikehendaki yang kemunculannya tidak dapat dihindarkan. Sumbersumber bising akustik disekitar kita antara lain adalah bunyi mesin kendaraan bermotor, sedangkan untuk daerah industri, sumber derau berasal dari peralatan industri besar seperti mesin, blower, kipas, trafo, dan kompresor. Secara tradisional, bising akustik diredam dengan menggunakan bahan-bahan peredam seperti dinding pemisah (enclosure), penghalang (barrier) maupun penyerap suara (silencer). Bahan tersebut ditempatkan disekitar sumber derau atau ruangan yang intensitas bisingnya hendak dikurangi sehingga dapat meredam bising yang tidak diinginkan. Peredaman seperti ini disebut peredaman pasif dan penyerap suara dinilai berhasil karena peredaman tinggi yang dihasilkan untuk jangkauan frekuensi yang lebar. Ukuran dari peredaman pasif sangat tergantung pada panjang gelombang sinyal bising yang dihilangkan, sedangkan untuk bising pada frekuensi rendah akan dibutuhkan bahan peredam yang lebih tebal yang tentu saja mempunyai massa yang lebih besar dan harganya mahal. Metoda kedua adalah system kendali bising aktif (active noise control). Sistem kendali bising aktif bekerja berdasarkan prinsip superposisi destruktif untuk meniadakan bising primer (bising yang tidak diinginkan), dimana suatu sinyal anti bising dengan amplitude yang sama dan fasa yang berlawanan dibangkitkan dan dikombinasikan dengan bising primer, yang kemudian menghasilkan efek yang saling menghilangkan pada kedua sinyal tersebut. Tingkat penghilangan bising primer tergantung pada akurasi amplitude dan fasa dari sinyal anti bising yang dibangkitkan. Sistem kendali bising aktif secara efisien meredam bising frekuensi rendah dimana pada jangkauan frekuensi ini metoda pasif sudah tidak efektif. Karakteristik sumber bising dan lingkungan berubah terhadap waktu, frekuensi, amplitude, fasa, dan kecepatan suara bising tidak stasioner. Oleh karena itu system kendali bising aktif harus bersifat adaptif dan sedemikian sehingga stabilitas dan kinerja yang diharapkan terjamin terhadap variasi tersebut. Pendekatan ini akan menghasilkan algoritma yang cukup rumit yang implementasinya secara real-time memerlukan pengolah sinyal digital dengan kemampuan yang tinggi. Implementasi system ANC menggunakan prosesor pengolah sinyal digital (Digital Signal Processing, DSP) telah dilakukan beberapa rekan terdahulu, yakni menggunakan prosesor DSP TMS320C6701 yang terintegrasi dengan interface-interface nya. Karena kemajuan teknologi yang berkembang cepat, saat ini akan di kembangkan system kendali bising aktif berbasis DSP TMS320C6713 beserta interface-interface nya yang mempunyai fitur yang lebih lengkap dan lebih mudah dalam pengintegrasiannya dengan ADC, DAC,serta beberapa signal conditioning. Algoritma adaptif yang dikembangkan untuk system kendali bising aktif dalam praktek berupa algoritma filtered-x Least Mean Square (FX-LMS) atau algoritma
filtered-reference. Algoritma ini berdasarkan pada metode steepest descent untuk mengadaptasi koefisien controller. Tinjauan Umum Sistem Kendali Bising Aktif Kendali bising aktif meliputi system elektro-akustik atau elektromekanik yang menghilangkan bising primer (yang tidak diinginkan) berdasarkan prinsip interferensi destruktif, secara spesifik sinyal anti bising (bising sekunder) dari sumber sekunder yang memiliki amplitude yang sama dan fasa yang berlawanan dikombinasikan dengan bising primer, sehingga dapat dihasilkan sinyal residu minimum.
Gambar 1 Prinsip dasar ANC Berdasarkan tipenya, bising dapat dikelompokan menjadi bising pita lebar (broadband) dan pita sempit (narrowband). Bising pita lebar energinya terdistribusi tidak merata dalam lebar frekuensi tertentu. Salah satu sebab bising pita lebar ini adalah gejala turbulensi yang bersifat acak (random) misalnya impuls ledakan. Berbeda dengan bising pita lebar, bising pita sempit energinya terkonsentrasi pada tempat tertentu saja dalam daerah frekuensi. Sebagai contoh bising pita sempit adalah putaran mesin yang berulang sehingga frekuensinya periodic atau hampir periodic. Dilihat dari metoda yang digunakan, system kendali bising aktif dapat dibagi menjadi dua pendekatan : • Sistem Umpan Maju (Feedforward) : pengukuran bising berada pada posisi sangat dekat ke sumber bising dan sangat berkolerasi dengan bising yang kemudian akan dihilangkan • Sistem Umpan Balik (Feedback) : Pengukuran bising setelah sumber sekunder. Sinyal referensi diperoleh melalui prediksi dari sinyal residu (galat) yang berkolerasi dengan sumber bising Klasifikasi berdasarkan jumlah kanal yang tersedia, yaitu : • Sistem kanal tunggal (single-channel ANC) : Sistem kanal tunggal dibentuk oleh satu sensor referensi, satu sumber sekunder, dan satu sensor galat. Sistem ini cukup efektif untuk mengurangi bising dalam media satu dimensi, seperti halnya bising dalam saluran udara • Sistem Multikanal (multi-channel ANC) : Sistem ini dirancang untuk menghilangkan bising pada media 3 dimensi. Sistem ini umumnya terdiri dari deretan
sensor dan sumber sekunder yang diatur dalam susunan tertentu. Filter Adaptif Filter digital adaptif merupakan salah satu mekanisme dalam proses pengendalian secara adaptif. Filter digital adaptif terdiri dari dua bagian, yaitu filter digital untuk menghasilkan pemrosesan sinyal yang diinginkan dan algoritma adaptif untuk mengatur koefisien filter tersebut. Berdasarkan diagram blok filter adaptif, dimana d(n) adalah respon yang diinginkan (sinyal primer), y(n) merupakan keluaran dari filter digital dengan masukan sinyal referensi x(n), dan galat e(n) adalah selisih antara d(n) dan y(n). Fungsi algoritma adaptif adalah untuk mengatur koefisien filter digital dan meminimalisasi nilai kuadrat rata-rata terkecil dari e(n).
y(n) = w (n)T x (n) = xT (n) w (n) Jika keluaran filter digital y(n) dihitung dalam persamaan diatas dibanadingkan dengan respon yang diinginkan,d(n), menghasilkan sinyal galat
e( n ) = d ( n ) − y ( n )
e(n) = d (n) − wT (n) x (n) Dalam system kendali bising aktif parameter filter senantiasa diperbaharui secara intensif supaya meminimumkan suatu criteria yang telah ditentukan terlebih dahulu yang sering
[
c = E d 2 ( n)
]
disebut cost function. Cost function yang diminimumkan tersebut diasumsikan sama dengan nilai ekspektasi sum squared sinyal galat dan dapat ditulis sebagai
[
J = E e 2 ( n)
]
Jika disubtitusi dengan persamaan sebelumnya akan didapat
J = w T Aw − 2 w T b + c T dimana A = E ⎡⎣ x ( n) x ( n) ⎤⎦
b = E [ x ( n) d ( n) ]
[
c = E d 2 ( n) Gambar 2 Diagram blok filter adaptif Menurut strukturnya, ada dua jenis filter digital, yaitu filter respon impuls terbatas (finite Impulse Response, FIR) dan filter respon impuls tidak terbatas (Infinite Impulse Response, IIR). Algoritma filtered-x least mean square (FX-LMS) dan algoritma filtered-error LMS dirancang berdasarkan filter FIR. Struktur filter FIR diperlihatkan gambar dibawah ini
Gambar 3 Filter adaptif tipe FIR Filter FIR pada gambar diatas diilustrasikan sebagai sederetan unit tunda (delay) dan unit penjumlah berkoefisien, sinyal keluaran filter dapat dihitung dengan persamaan : L −1
y (n) = ∑ wl (n) x(n − l ) l =0
dimana w = koefisien filter sampai panjang ke-L x = urutan data l = panjang filter Selanjutnya akan diperoleh rumusan
]
Algoritma LMS Terdapat berbagai macam struktur dan algoritma yang telah dikembangkan untuk diaplikasikan pada system kendali bising aktif, diantaranya struktur FIR dengan algoritma FxLMS atau algoritma Filtered-error LMS. Sistem kendali bising aktif yang menggunakan struktur FIR ini memiliki dua filter FIR : filter FIR model jalur sekunder dan filter controller. Yang pertama digunakan untuk memodelkan struktur FIR dari jalur sekunder, sedangkan filter FIR controller digunakan untuk mengendalikan sinyal yang akan disuplai ke jalur sekunder agar dapat menghasilkan sinyal anti bising sesuai dengan yang diinginkan. Perbaikan koefisien filter FIR model jalur sekunder pada proses identifikasi jalur sekunder dilakukan dengan algoritma LMS, sedangkan perbaikan koefisien filter controller pada proses kendali bising aktif menggunakan algoritma FxLMS atau Filtered-error LMS. Algoritma LMS ini sebenarnya berasal dari algoritma steepest descent dengan melakukan sedikit modifikasi. Adaptasi algoritma untuk koefisien filter menggunakan aturan steepest descent adalah
w (n + 1) = w (old ) − μ
∂J (old ) ∂w
dimana µ merupakan factor konvergen. Dengan mendifferensialkan persamaan diatas terhadap koefisien filter serta menggunakan definisi persamaan sebelumnya diperoleh
∂J = 2 [ Aw − b ] ∂w ∂J = 2 E ⎡⎣ x (n) x T (n) w − x (n)d (n) ⎤⎦ ∂w
∂J = −2 E [ x (n)e(n) ] ∂w
sehingga memenuhi prinsip superposisi untuk menghilangkan efek saling meniadakan terhadap bising primer.
sehingga
∂e 2 ( n) = −2 x ( n ) e ( n ) ∂w Algoritma penyesuaian koefisien filter adaptif diperoleh dengan mensubtitusi persamaan diatas ke persamaan koefisien filter, diperoleh
w ( n + 1) = w ( n) + α x ( n)e( n)
Persamaan ini dikenal dengan algoritma LMS dan α =2µ merupakan koefisien konvergen. Dalam implementasi ANC persamaan ini digunakan untuk mengadaptasi koefisien filter ketika dilakukan identifikasi jalur sekunder. Identifikasi sistem Diagram dasar sistem kendali bising aktif dapat digambarkan dalam bentuk sistem identifikasi seperti gambar dibawah ini.
Algoritma FX-LMS Algoritma filtered-x Least Mean square (FxLMS) telah digunakan sangat banyak dalam konteks sistem kendali bising aktif mengingat implementasinya cukup sederhana. Algoritma ini menggunakan pendekatan steepest descent. Dalam algoritma ini, walaupun kontroller telah diadaptasi namun perubahan koefisiennya berubah secara lambat dibandingkan perubahan dinamik plant Algoritma ini dapat digambarkan melalui persamaanpersamaan sbb:
u (n) =
I −1
∑w i=0
i
( n )x ( n − i )
u ( n) = w T ( n) x ( n) dimana n adalah index waktu dan u(n) adalah output kontroller. d ( n)
x ( n)
W ( z)
Gˆ ( z )
Gambar 4 Diagram blok jalur sekunder
rˆ(n)
u ( n)
Σ
G( z)
e( n )
×
Gambar 5 Diagram blok Algoritma FxLMS error sinyal dapat dituliskan sbb
Plant P(z) tidak diketahui dan filter adaptif W(z) digunakan untuk memodelkan plant P(z). Diasumsikan plant dan filter adaptif dieksitasi oleh masukan x(n) dan sinyal kaluaran plant d(n) dan keluaran filter adaptif aktual y(n) dapat diukur, karakteristik P(z) diperoleh dengan mengatur filter adaptif W(z) sehingga meminimasi residu sinyal galat e(n). Proses ini dilakukan algoritma adaptif yang secara iteratif menyesuaikan koefisien filter sedemikian rupa sehingga diperoleh nilai akar kuadrat e(n) yang minimal. Sinyal e(n) dapat dituliskan sebagai :
E ( z ) = D( z ) − Y ( z ) E ( z) = P( z ) X ( z) − W ( z ) X ( z )
setelah filter W(z) konvergen,
idealnya
j =0
I −1 J −1
e(n) = d (n) + ∑∑ g j wi x(n − i − j ) i =0 j =0
sinyal referensi yang terfilter adalah J −1
rˆ(n) = ∑ gˆ j x(n − j ) j =0
dimana w(n) = [w0 (n) w1 (n) ... w(n) I −1 ] merupakan vektor koefisien kontroller, dan
T
x(n) = [x(n) x(n − 1) ... x(n − I + 1)]T merupakan E(z) =0
sehingga W ( z ) = P ( z ) Untuk X ( z ) ≠ 0 , yang menyebabkan y ( n) = d ( n) Oleh karena itu keluaran filter adaptif y(n) memiliki amplitudo yang sama tetapi dengan beda fasa dengan bising primer d(n). Kombinasi akustik d(n) dan y(n) menyebabkan residu galat menjadi nol
e( n ) = d ( n ) − y ( n ) = 0
J −1
e( n ) = d ( n ) + ∑ g j u ( n − j )
input kontroller Untuk sistem kendali bising aktif, koefisien kontroler yang telah diperbaharui menggunakan algoritma FXLMS menjadi
w( n + 1) = w( n) − αrˆ( n)e( n) dimana α adalah koefisien konvergensi , dan l adalah
panjang dari filter adaptif FIR
Hasil Percobaan Pada sistem kendali bising aktif digunakan algoritma filtered-x LMS. Diagram bloknya dapat dilihat pada Gambar 5. Pada tugas akhir ini dilakukan percobaan ANC satu kanal untuk meredam bising akustik di mikropon galat dengan mengunakan satu speaker antibising. Bising akustik berasal dari sinyal sinus yang dibangkitkan dan blower. Bising yang ditangkap oleh mikropon direkam oleh DSP TMS320C6713 dengan frekuensi sampling 8000 Hz. Percobaan dilakukan dengan mengunakan orde filter j=100 dan µ berkisar antara 0.0001 dan 0.09. Proses pengendali dijalankan setelah iterasi ke 15000. Mikropon referensi ditempatkan dekat dengan sumber bising sekitar 7.5 cm sampai 10 cm. Gambar-gambar hasil percobaan sistem kendali aktif dapat dilihat pada Gambar 5.9 sampai 5.20. Sistem Kendali Pada Sinyal Sinus Yang Dibangkitkan Disini penulis mengunakan sinyal generator untuk menghasilkan sebuah sinyal sinus. Sinyal sinus ini kemudian dikirimkan ke amplifier untuk menjalankan speaker sumber bising. Berikut ini beberapa percobaan yang dilakukan:
Gambar di bawah ini merupakan beberapa hasil percobaan yang di dapatkan.
(a)
a. Sistem kendali pada sinyal sinus yang dibangkitakan mengunakan struktur geometri I Struktur geometri I dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
(b) Gambar 7 Sinyal galat sebelum dan setelah pengontrolan (a) µ=0.04, (b) µ=0.05 Berikut adalah gambar hasil PSD sebelum dan sesudah kendali.
Gambar 6 Struktur Geometri I Percobaan ANC satu kanal pada sinyal sinus yang dibangkitkan Dimana Sa Æ Speaker antibising Mg Æ Mikropon galat Mr Æ Mikropon referensi Sb Æ Sumber bising
(a)
(d)
(b)
Gambar 8 Grafik PSD sebelum dan setelah
Gambar 10 Kendali satu kanal untuk orde filter FIR
pengontrolan
j=100, sumber bising sinus 150 Hz, dan s=10 cm
(a) µ=0.04, (b) µ=0.05
(a) Galat kendali (b) PSD sinyal bising dan galat
b.
Sistem kendali pada sinyal sinus yang dibangkitakan mengunakan struktur geometri II Berikut adalah gambar dari struktur geometri II:
2.
Percobaan dengan orde filter FIR j=100, sumber bising sinyal sinus 150 Hz, dan jarak mikropon referensi dan sumber bising 15 cm Hasil percobaan ditunjukan pada Gambar 11
Gambar 9 Struktur Geometri I Percobaan ANC satu kanal pada sinyal sinus yang dibangkitkan 1.
Percobaan dengan orde filter FIR j=100, sumber bising sinyal sinus 150 Hz, dan jarak mikropon referensi dan sumber bising 10 cm Hasil percobaan ditunjukan pada Gambar 10
(a)
(a)
(b) Gambar 11 Kendali satu kanal untuk orde filter FIR j=100, sumber bising sinus 150 Hz, dan s=15 cm (a) Galat kendali (b) PSD sinyal bising dan galat
c.
Sistem kendali pada sinyal sinus yang dibangkitakan mengunakan struktur geometri III
2.
Percobaan dengan orde filter FIR j=100, sumber bising sinyal sinus 150 Hz, dan jarak mikropon referensi dan sumber bising 15 cm
Berikut adalah gambar dari struktur geometri III: Hasil percobaan ditunjukan pada Gambar 14 Sb 10 cm 90 cm
Mr
Sa
30 cm
(a)
25 cm Mg
Gambar 12 Struktur Geometri III Percobaan ANC satu kanal pada sinyal sinus yang dibangkitkan 1.
Percobaan dengan orde filter FIR j=100, sumber bising sinyal sinus 150 Hz, dan jarak mikropon referensi dan sumber bising 10 cm Hasil percobaan ditunjukan pada Gambar 13
(b) Gambar 14 Kendali satu kanal untuk orde filter FIR j=100, sumber bising sinus 150 Hz, dan s=15 cm (a) Galat kendali (b) PSD sinyal bising dan galat
(a)
Hasil lengkap percobaan dengan sinyal sinus yang di bangkitkan dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 5.2 Hasil percobaan sistem kendali bising aktif dengan sumber bising sinyal sinus yang dibangkitkan Geometri I
(b) Gambar 13 Kendali satu kanal untuk orde filter FIR j=100, sumber bising sinus 150 Hz, dan s=10 cm
II
(a) Galat kendali (b) PSD sinyal bising dan galat
III
µ=0.04 µ=0.05 s = 10 cm s = 15 cm s = 10 cm s = 15 cm
Peredaman (dB) 16.5111 16.8792
Transien (s) 7.5 6.875
25.1179
2.5
25.3537
2.8125
16.1262
2.5
14.9265
2.25
Berikut adalah gambar hasil PSD sebelum dan sesudah kendali.
Sistem Kendali Pada Blower Sinyal blower digunakan sebagai sumber bising yang direkam melalui mikropon referensi. Percobaan dilakukan dengan mengunakan orde filter FIR j=100. percobaan juga dilakukan dengan dua struktur geometri yang berbeda. a.
Sistem kendali pada blower yang dibangkitakan mengunakan struktur geometri I Struktur geometri I dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
(a)
Gambar 15 Struktur Geometri III Percobaan ANC satu kanal pada sinyal blower Gambar di bawah ini merupakan beberapa hasil percobaan yang di dapatkan.
(b) Gambar 17 Grafik PSD sebelum dan setelah pengontrolan (a) µ=0.002, (b) µ=0.003 b.
(a)
Sistem kendali pada blower yang dibangkitakan mengunakan struktur geometri II Struktur geometri II dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Sb Sa
50 cm 7.5 cm Mr 80 cm
(b) Gambar 16 Sinyal galat sebelum dan setelah
Mg
pengontrolan (a) µ=0.002, (b) µ=0.003
Gambar 18 Struktur Geometri III Percobaan ANC satu kanal pada sinyal blower
Gambar di bawah ini merupakan beberapa hasil percobaan yang di dapatkan.
(b) Gambar 20 Grafik PSD sebelum dan setelah pengontrolan (a) µ=0.002, (b) µ=0.003
(a)
Hasil lengkap percobaan dengan sinyal sinus yang di bangkitkan dapat dilihat pada tabel di bawah ini Tabel 5.2 Hasil percobaan sistem kendali bising aktif dengan sumber bising dari blower Geometri I
(b) Gambar 19 Sinyal galat sebelum dan setelah pengontrolan (a) µ=0.002, (b) µ=0.003
Berikut adalah gambar hasil PSD sebelum dan sesudah kendali.
(a)
II
µ=0.002 µ=0.003 µ=0.0003 µ=0.0006
Peredaman (dB) 3.4908 3.5778 1.1654 1.8443
Transien (s) 3.75 2.8125 6.875 5.625
Analisa Secara umum dari percobaan yang dilakukan menunjukan bahwa sistem ANC yang digunakan mampu memberikan redaman yang cukup baik pada mikropon yang menjadi target pengendalian (mikropon galat). Tabel 5.2-5.6 menunjukan hasil dari percobaan yang dilakukan. Pada tabel itu kita dapat lihat bahwa pemilihan jarak mikropon referensi dengan blower, struktur geometri dan ukuran langkah µ sangat sensitif dalam peredaman bising. Kalau ditinjau dari jarak mikropon referensi dengan blower, jarak yang lebih baik berada pada jarak 15 cm. Ini mungkin disebabkan karena semakin jauh jarak mikropon referensi dengan blower maka sinyal yang sampai ke mikropon referensi telah mengecil. Hal ini mempermudah dalam peredaman. Tapi semakin jauh jarak mikropon referensi dengan blower maka semakin besar juga sinyal dari lingkungan yang dapat mempengaruhi sinyal masukan ke mikropon referensi. Kalau kita tinjau dari dari waktu trasien, ANC sudah bisa bekerja secara adaptif untuk mengatasi kebisingan. Hal ini ditunjukan dengan waktu trasien yang diperlukan untuk mencapai konvergen hanya sekitar 1 detik
[19] Daftar Pustaka [1] Kuo,S.M.,D.R.Morgan, 1996, Active Noise Control Systems: Algoritm and DSP Implementation, Wiley Interscience, New York. [2] Elliot, S.J., 2001, Signal Processing for Active Control, Academic Press, London [3] L. L. Beranek dan I. L. Ver, Noise and Vibration Control Engineering: Principles and Applications, New York: Wiley, 1992. [4] C. M. Harris, Handbook of Acoustical Measurements and Noise Control, 3rd ed., New York: Mcgraw-Hill, 1991. [5] B. Widrow and S. D. Stearns, Adaptive Signal Processing, Englewood Cliffs, NJ: PrenticeHall, 1985. [6] L. J. Eriksson, “Computer-aided silencing-an emerging technology,” Sound Vib., 24, 4245, July1990. [7] L. J. Eriksson, “The continuing evolution of active noise control with special emphasis on ductborne noise,” in Proc. Recent Advances in Active Control of Sound Vib., 1991, pp. 237-245. [8] K. Kido, “Reduction of noise by use of additional sound source,” in Proc. Inter-noise, 1975, pp.647-650. [9] C. F. Ross, Active Control of Sound, PhD thesis, Queen’s College, Cambridge, U.K., July 1980. [10] C. F. Ross, “A demonstration of active control of broadband sound,” J. Sound Vib., 74, 411417, 1981. [11] G. E. Warnaka, “Applications for active noise control,” in Proc. Noise-Con, 1987, pp. 399404. [12] P. Lueg, “Process of silencing sound oscillations,” U.S. Patent 2,043,416, June 9, 1936. [14] J. C. Burgess, “Active adaptive sound control in a duct: A computer simulation,” Acoust. Soc. Am., 70, 715-726, sept. 1981. [15] Morgan, D. R., “Analysis of Multiple Correlation Cancellation Loop With a Filter in the Auxiliary Path,” IEEE Trans. on ASSP, Vol. ASSP-28, No. 4, August, 1980, pp. 454–467. [16] Riyanto, Bambang. Husnaini,Irma, Performance Comparison For Broadband Feed Forward Active Noise Control Syste, International Conference on Instrumentation, Communication and Information Technology, 2005. [17] Bahtiar Darmasakti, Irwan, Desain dan Implementasi Perangkat Antar-muka Analog pada Sistem Kendali Bising aktif., Tugas Akhir, ITB, 2001. [18] Sutopo Pamungkas, Daniel, Penggunaan Algoritma Filter LMS untuk Kendali Gelombang Instabilitas Aktif pada Model Sayap, Tugas Akhir, ITB, 2007.
[20] [21]
____________, TMS 320C62x/C67x, Programer’s Guide, Dallas: Texas Instruments, May, 1999. ____________, TMS 320C6713, Evaluation Module User’s Guide, Dallas: Texas Instruments, May, 1999. ____________, TMS 320C6713 data sheet, Dallas: Texas Instruments.