Komunike, Volume viii, No. 2, Desember 2016
KRITIK SOSIAL DALAM IKLAN KOMERSIL (Analisis Semiotika pada Iklan Djarum 76) Muhammad Badarudin Alumni Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Mataram Email:
[email protected] Abstract Media products which have ability to change people’s behavior are advertising. Advertising is a form of communication between producers and people by utilizing mass media, in order to message can be simultaneously received by global people. Advertising communication contains information about the existence of product by using words, pictures, texts, and sounds which are packed in interesting, funny, critical appearance and encourages people to buy the products. This paper is a result of semiotic analysis to the signs of audiovisual in commercial advertising of Djarum 76, version of “corruption, extortion, and bribery” and version of “honest campaign”, so it can be concluded that Djarum 76 advertising is advertising which not only contains the elements of humor as a story concept but also touchs the social problems where the concept represents the social condition in Indonesia. Some conclusions are as follows: First, the meaning of sign on advertising of version “corruption, extortion, and bribery” describes representation to officials who do the corruption practice and working style of employees and government bureaucracy, and also describes disillusionment and community dissatisfaction to the services of government. Second, the results of the research to the meaning of some scenes in advertising of Djarum, versions of “corruption, extortion, and bribery” and “honest campaign”, there are denotation and connotation meaning associated with social criticisms, and those criticisms are criticism for corruption culture of government officials, criticism for corruption cases of law enforcement, criticism for working culture of employees who are not productive, and criticism for official candidate in the general election. Keywords: Advertising, Djarum 76, Social Criticism, Semiotic Analysis.
Muhammad Badarudin
29
Komunike, Volume viii, No. 2, Desember 2016
Abtsrak Produk media yang mempunyai kemampuan mengubah prilaku masyarakat salah satunya iklan. Iklan adalah suatu bentuk komunikasi antara produsen dan khalayak dengan memanfaatkan media massa, agar pesan dapat diterima khalayak secara global dan serentak. Komunikasi iklan tersebut memuat informasi tentang keberadaan produk melalui kata, gambar, tulisan dan suara, yang dikemas sedemikian rupa dengan tampilan yang menarik, lucu, kritis, sekaligus mendorong khalayak untuk melakukan pembelian terhadap produk yang diiklankan tersebut. Tulisan ini merupakan hasil analisis semiotika terhadap tanda-tanda audiovisual dalam iklan komersil Djarum 76 versi “Korupsi, Pungli dan Sogokan” serta versi “Kampanye Jujur”, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Iklan Djarum 76 merupakan iklan yang tidak hanya mengandung unsur humor ringan sebagai konsep ceritanya, tapi juga menyindir masalah sosial di mana konsep tersebut merepresentasikan kondisi sosial yang ada di Indonesia. Beberapa kesimpulan yang bisa ditarik adalah sebagai berikut: Pertama, Pemaknaan tanda Pada iklan versi “korupsi, pungli dan sogokan“ menggambarkan representasi terhadap pejabat yang melakukan praktek korupsi serta cara kerja para pegawai dan birokrasi pemerintahan, serta menggambarkan kekecewaan dan ketidakpuasan masyarakat terhadap pelayanan yang mereka berikan. Kedua, dari hasil penelitian terhadap makna beberapa scene/adegan pada iklan Djarum versi “korupsi, pungli, dan sogokan” serta versi “kampanye jujur”, memang terdapat makna denotasi dan konotasi yang terkait dengan kritik sosial, Adapun kritik-kritik yang dimuat antara lain: kritik atas budaya korupsi para pejabat pemerintahan, kritik atas kasus korupsi para penegak hokum, kritik atas budaya kerja pegawai yang tidak produktif, dan kritik kepada para calon pejabat dalam pemilihan umum (Pemilu). Kata Kunci : Iklan, Djarum 76, Kritik Sosial, Analisis Semiotika.
30
Kritik Sosial dalam Iklan Komersil
Komunike, Volume viii, No. 2, Desember 2016
A. Pendahuluan Hubungan antara industri barang dan jasa dengan media periklanan sangat erat sekali, terutama media pertelevisian. Televisi dianggap media paling efektif, memiliki daya tarik, dan pengaruh yang kuat karena menampilkan audio sekaligus visual/gambar dari iklan itu sendiri. Terdapat beberapa iklan yang memiliki konsep berbeda dan menarik, salah satunya adalah iklan rokok. Iklan rokok menjadi salah satu iklan yang cukup unik karena dalam penyampaiannya dibatasi oleh beberapa undang-undang1. Hal itu menuntut para pembuat iklan rokok berpikir lebih keras dalam usahanya menampilkan sebuah iklan rokok tanpa menampilkan bentuk dan perwujudan produknya namun tetap membuat konsumen mengetahui jenis produk apa yang diiklankan. Terlepas dari kondisi seperti itu, di sisi lain iklan rokok justru memiliki kebebasan untuk tampil lebih menonjol dibandingkan iklan produk non-rokok. Regulasi tersebut tidak mampu memenjarakan kreativitas mereka tetapi justru membuat para kreator iklan rokok lebih bebas untuk mengembangkan 1
Lebih lengkap lihat Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan
ide kreatifnya. Hal ini terlihat dari maraknya iklan rokok yang muncul sekarang dengan mengedepankan unsur kreatif secara verbal maupun non-verbal dan mengoptimalkan aspek visual tetapi lebih kreatif dalam menyampaikan pesannya yang mengandung multi makna, dan lebih populer lagi iklan rokok sekarang ini banyak mengangkat realitas sosial dalam masyarakat sebagai ide besarnya dalam mengkreasi sebuah iklan meskipun tanpa adanya relevansi antara produk dengan ide iklan yang ditampilkan. Dengan demikian, iklan dapat dikatakan telah mengalami pergeseran atau perluasan fungsi iklan itu sendiri, yang asal mulanya iklan mempunyai fungsi inti sebagai alat untuk informing dan persuading2 suatu produk, namun telah meluas fungsinya menjadi media representasi sosial, kontrol sosial dan bahkan kritik sosial. Setiap iklan rokok selalu memiliki faktor metafora3 dalam menyampaikan pesannya yang https://communicationista.wordpress. com/2009/07/01/fungsi-dan-peran-iklan/. Diakses pada 1 januari 2015, pukul 13.00 Wita. 3 Metafora diartikan pemakaian kata atau kelompok kata bukan dengan arti yang sebenarnya, melainkan sebagai lukisan yang berdasarkan persamaan atau perbandingan, Lihat, Achmad Maulana, Kamus Ilmiah Popular (Yogyakarta: Absolut, 2008), 304. 2
Muhammad Badarudin
31
Komunike, Volume viii, No. 2, Desember 2016
mengandung makna tersembunyi. Begitu pula dengan tampilan dua iklan Djarum 76 yang akan peneliti teliti yaitu versi “kampanye jujur” dan versi “korupsi, sogokan, dan pungli” yang memiliki interpretasi pada hal-hal di luar yang bersangkutan langsung dengan masyarakat luas. Iklan Djarum 76 selalu menampilkan sosok jin Jawa4 dalam setiap versi iklannya. Pada iklan versi “kampanye jujur” sosok jin Jawa ini hadir kepada seorang yang ingin mencalonkan dirinya sebagai pejabat (bisa saja calon DPR, calon bupati, calon gubernur maupun lainnya) dengan meminta sebuah permintaan kepadanya yakni dengan meminta ingin selalu terlihat jujur di hadapan khalayak yang akan dikampanyekannya, permintaan sang calon pejabat pun dikabulkan dengan mudahnya oleh sang jin, namun yang terjadi adalah sang calon pejabat ini berkata sejujur-jujurnya tentang apa yang akan dilakukan setelah cita-citanya tercapai sebagai pejabat, yakni dengan melakukan halhal yang hanya akan mementingkan diri sendiri saja.
Disebut sosok jin Jawa karena sosok jin ini berpenampilan menggunakan pakaian adat orang jawa yaitu batik jawa yang lengkap dengan blangkon di kepalanya. 4
32
Kritik Sosial dalam Iklan Komersil
Selanjutnya dalam iklan versi “korupsi, pungli, dan sogokan” terlihat seorang laki-laki yang keluar dari sebuah kantor birokrasi pemerintahan dengan rasa kesal terhadap para pejabat yang ada di sana karena dia mengajukan sesuatu (terlihat seperti mengajukan sebuah proposal pengajuan dana, perizinan usaha, maupun lainnya), namun sang pejabat meminta uang pemulus kepada laki-laki tersebut dengan megelus-elus jari telunjuknya bersamaan dengan jari jempolnya, pada saat ia keluar dari kantor tersebut sang laki-laki tadi tidak sengaja menendang sebuah bejana tempat air seperti lampu ajaib milik Aladin, kemudian sosok jin Jawa tadi keluar dan berkata akan mengabulkan sebuah permintaan yang akan diajukan si laki-laki tadi, ia langsung meminta kepada jin untuk dihilangkannya korupsi, pungli, dan sogokan dari negeri ini. Setelah jin mendengar permintaan laki-laki tadi sang jin pun berkata “wani piro” dan dengan mengelus-elus jari telunjuknya bersamaan dengan jari jempolnya seperti yang dilakukakan pejabat kantor birokrasi tadi. Dalam iklan tersebut terdapat banyak sekali makna yang terkandung dibalik ide kreatif yang diangkat dan dalam hal ini pemirsa
Komunike, Volume viii, No. 2, Desember 2016
hanya melihat sekilas sebagai sebuah kritik atau sindiran terhadap realitas sosial yang ada. Oleh karena itu peneliti ingin menguraikan secara mendalam makna dan kritik sosial yang terkandung, yang tampak secara jelas maupun yang tersembunyi dibalik dua iklan Djarum 76 versi “kampanye jujur” dan versi “korupsi ,pungli, dan sogokan”. Menurut Sobur5, untuk mengkaji iklan dalam perspektif semiotika kita bisa mengkajinya lewat sistem tanda dalam iklan. Iklan menggunakan sistem tanda yang terdiri dari/ atas lambang, baik yang verbal maupun yang berupa ikon. Iklan juga menggunakan tiruan indeks, terutama dalam iklan televisi, radio, dan film. Dengan ini, pendekatan semiotika digunakan sebagai sebuah metodologi untuk mengupas dan mengurai unsur pemaknaan tanda yang terkandung dalam iklan dan menafsirkannya. Berdasarkan uraian di atas maka pada penelitian ini peneliti tertarik untuk melakukan sebuah studi semiotika untuk mengetahui lebih mendalam pemaknaan tanda dan kritik sosial yang terdapat pada dua iklan rokok Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosdakaya, cet-3, 2006), 116.
Djarum 76 yaitu versi “kampanye jujur” dan versi “korupsi, sogokan, dan pungli”. B. Semiotika
Secara etimologis, istilah semiotika berasal dari kata Yunani Semeion yang berarti tanda. Nama lain dari semiotika adalah semiologi (semiology)6. Semiotika dan semiologi sama-sama mempelajari tanda. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai suatu yang atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain. Tanda pada awalnya dimaknai sebagai suatu hal yang menunjuk pada adanya hal lain. Contohnya asap menandai adanya api, sirene mobil yang keras meraung-raung menandai adanya kebakaran di sudut kota. Lebih jelas lagi, kita banyak mengenal tanda-tanda dalam kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat. Misalnya, bila di sekitar rumah kita ada tetangga yang memasang janur kuning, maka itu pertanda ada ‘hajatan’ perkawinan, tetapi bila terpasang bendera warna kuning di depan rumah dan sudut jalan maka itu pertanda ada kematian. Bagi etnis tertentu seperti
5
Mansoer Pateda, Semantik Leksikal, ( Jakarta: Rineka Cipta, 2010), 28. 6
Muhammad Badarudin
33
Komunike, Volume viii, No. 2, Desember 2016
warga keturunan Cina di Jakarta, justru menggunakan warna putih dari kain blacu untuk menandakan mereka merasa sangat kehilangan dan ditinggalkan orang yang mereka kasihi. Bahkan di jendela atau pintu rumah mereka ada tanda garis miring satu atau silang untuk menunjukkan siapa yang meninggal. Bila hanya ada satu garis itu berarti baru istri atau suami/orang tua yang meninggal sedangkan bila terdapat dua garis, maka kedua orang tua/ suami istri yang ada di rumah tersebut sudah meninggal. Secara terminologis atau semiotika dapat diidentifikasikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas objekobjek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda7. Pada dasarnya, analisis semiotika memang merupakan sebuah ikhtiar untuk merasakan sesuatu yang aneh, sesuatu yang perlu dipertanyakan lebih lanjut ketika kita membaca teks atau narasi/wacana tertentu. Analisisnya bersifat paradigmatik dalam arti berupaya menemukan makna termasuk dari hal-hal yang tersembunyi di balik sebuah teks. Maka orang sering mengatakan Indiwan Seto Wahyu, Semiotika Aplikasi Praktis Bagi Penelitian dan Penulisan Skripsi Ilmu Komunikasi, (Tangerang: Wisma Tiga Dara, 2009), 7.
semiotika adalah upaya menemukan makna ‘berita di balik berita’. C. Model analisis semiotika
Roland Barthes Roland Barthes sebagaimana dikutip oleh Alex Sobur, dikenal sebagai salah seorang pemikir strukturalis yang getol mempraktikkan model linguistik dan semiologi Saussurean. Salah satu area penting yang dilakukan Barthes dalam studinya tentang tanda adalah peran pembaca (the reader). Konotasi, walaupun merupakan sifat asli tanda, membutuhkan keaktifan pembaca agar dapat berfungsi. Barthes secara panjang lebar mengulas apa yang sering disebut sebagai sistem pemaknaan tataran kedua, yang dibangun di atas sistem lain yang telah ada sebelumnya. Sastra merupakan contoh paling jelas sistem pemaknaan tataran kedua yang dibangun diatas bahasa sebagai sistem yang pertama. Sistem yang kedua ini oleh Barthes disebut konotatif yang di dalam buku yang berjudul mythologies secara tegas ia bedakan dari denotatif atau sistem pemaknaan tataran pertama. Barthes menciptakan peta tentang bagaimana tanda itu bekerja8:
7
34
Kritik Sosial dalam Iklan Komersil
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, cet-3, 2006), 8
Komunike, Volume viii, No. 2, Desember 2016
Signifier (penanda)
Signified (petanda)
Denotative sign (tanda denotatif) 4 CONNOTATIVE SIGNIFIER (PENANDA KONOTATIF)
CONNOTATIVE SIGNIFIER (PETANDA KONOTATIF)
CONNOTATIVE SIGN (TANDA KONOTATIF) Tabel 1. Peta Barthes mengenai tanda
Dari peta Barthes di atas terlihat bahwa tanda denotatif (3) terdiri atas penanda (1) dan petanda (2). Akan tetapi pada saat yang bersamaan tanda denotatif adalah juga penanda konotatif (4). Dengan kata lain hal tersebut merupakan unsur material. Dengan begitu, primary sign adalah denotative sedangkan secondary sign adalah satu dari connotative semiotics. Konsep connotative inilah yang menjadi kunci penting dari model semiotika Roland Barthes. Lewat model ini Barthes menjelaskan bahwa signifikasi tahap pertama merupakan hubungan antara signifier (ekspresi) dan signified (content) di dalam sebuah tanda terhadap realitas external. Itu yang disebut Barthes sebagai denotasi yaitu makna paling nyata dari tanda (sign). Konotasi adalah istilah yang digunakan Barthes untuk menunjukkan signifikasi tahap kedua. Hal ini menggambarkan interaksi yang terjadi ketika tanda 69.
bertemu dengan perasaan atau emosi dari pembaca serta nilainilai dari kebudayaannya, konotasi mempunyai makna yang subjektif atau paling tidak intersubjektif. Dengan kata lain, denotasi adalah apa yang digambarkan tanda terhadap sebuah objek, sedangkan makna konotasi adalah bagaimana cara menggambarkannya. Konotasi bekerja dalam tingkat subjektif sehingga kehadirannya tidak disadari. Pembaca mudah sekali membaca makna konotatif sebagai fakta denotatif. Karena itu, salah satu tujuan analisis semiotika adalah untuk menyediakan metode analisis dan kerangka berpikir dan mengatasi terjadinya salah baca (misreading). Pada signifikasi tahap kedua yang berhubungan dengan isi, tanda bekerja melalui mitos. Mitos adalah bagaimana kebudayaan menjelaskan atau memahami beberapa aspek tentang realitas atau gejala alam. Mitos merupakan produk kelas sosial yang sudah mempunyai suatu dominasi.
Muhammad Badarudin
35
Komunike, Volume viii, No. 2, Desember 2016
Mitos primitif, misalnya mengenai hidup dan mati, manusia dan dewa. Sedangkan mitos masa kini misalnya mengenai femininitas, maskulinitas, ilmu pengetahuan dan kesuksesan. Mitos adalah suatu wahana dimana suatu ideologi berwujud. Mitos dapat berangkai menjadi mitologi yang memainkan peranan penting dalam kesatuan-kesatuan budaya. Sedangkan Van Zoest menegaskan, siapapun bisa menemukan ideologi dalam teks dengan jalan meneliti konotasi-konotasi yang terdapat di dalamnya. Dalam pandangan Umar Yunus, mitos tidak dibentuk melalui penyelidikan, tetapi melalui anggapan berdasarkan observasi kasar yang digeneralisasikan oleh karenanya lebih banyak hidup dalam masyarakat. Ia mungkin hidup dalam ‘gosip’ kemudian ia mungkin dibuktikan dengan tindakan nyata. Sikap kita terhadap sesuatu ditentukan oleh mitos yang ada dalam diri kita. Mitos ini menyebabkan kita mempunyai prasangka tertentu terhadap suatu hal yang dinyatakan dalam mitosal9. Dalam terjemahan salah satu buku Roland Barthes yang berjudul Imaji Musik Teks, dimana dalam buku ini membahas mengenai analisis 9
Indiwan Seto Wahyu, Semiotika Aplikasi,
20.
36
Kritik Sosial dalam Iklan Komersil
semiologi atas fotografi, iklan, musik, alkitab, penulisan dan pembacaan serta kritik sastra, disebutkan bahwa dalam menganalisis sebuah scene (adegan) dalam sebuah film terdapat tiga lapisan yang perlu dibongkar yaitu10 : 1. Lapisan informasional Yakni segala sesuatu yang bisa dicerap dari latar (setting), kostum, tata letak, karakter, kontak, atau relasi yang terjadi di antara pelaku, serta gerak laku tokoh. Bagi Barthes lapisan informasional ini sama dengan membedah semiotika tingkat pertama. 2. Lapisan simbolis Lapisan simbolis ini dibedah dengan menggunakan semiotika tingkat kedua atau neo-semiotika yang mana bukan termasuk dalam kategori ilmu tunggal (yang mengupas pesan) melainkan gabungan beberapa ilmu (psikoanalisis, ekonomi, dramaturgi) yang berhubungan dengan simbol. 3. Lapisan makna ketiga Makna ketiga ini bersifat samarsamar dan bersifat tidak utuh namun dengannya terbentuk sebuah tanda. Barthes memberikan contoh makna Roland Barthes, Imaji Musik Teks, cet-I, (Yogyakarta: Jalasutra, 2010), 41-42. 10
Komunike, Volume viii, No. 2, Desember 2016
ketiga ini seperti kadar ketebalan riasan wajah, bentuk hidung, rambut, warna kulit, alis mata, dan sebagainya. D. Analisis Tanda Pada Iklan Djarum 76 1. Iklan versi korupsi pungli & sogokan Scene 1
Penjelasan, Makna denotasi: pada scene ini terdapat gambar langit putih bergerak serta awan biru, gambar ini merupakan scene pembuka yang berarti iklan akan ditampilkan. Analisis Makna konotasi: langit putih dan awan biru menandakan setting waktu adegan terjadi yaitu pada pagi/siang hari. Pengambilan setting waktu pada iklan versi “korupsi, pungli, & sogokan” pada pagi/ siang hari disebabkan jadwal kerja para pegawai pemerintahan berkisar antara pukul 08.00-17.00.
Scene 2
Penjelasan, Makna denotasi: pada scene ini dapat dijelaskan beberapa lapisan informasional diantaranya terdapat dua orang tokoh dengan latar belakang gambar sebuah lemari tempat menaruh berkas, pajangan tembok (seperti struktur organisasi), serta meja kerja yang di atasnya terdapat segelas teh dan setumpuk berkas. scene ke-2 ini diambil dengan menggunakan teknik kamera medium shot, dimana pada teknik ini berfokus untuk memperkenalkan tokoh pertama yang berperan sebagai seseorang yang hendak mengurus administrasi di sebuah kantor kedinasan. Terlihat tokoh pertama menggunakan pakaian kemeja abu-abu muda dengan wajah serta senyum berseri, penuh percaya diri dan optimistis, sedangkan tokoh kedua berpakaian dengan warna agak gelap (abu-abu tua) yang terlihat membelakangi audiens, tokoh kedua ini terlihat seperti melempar sebuah map kuning sehingga timbul suara “Braaak”.)
Muhammad Badarudin
37
Komunike, Volume viii, No. 2, Desember 2016
Analisis makna konotasi: Adegan pertama diawali dengan setting tempat pada sebuah kantor dengan wajah tokoh pertama yang terlihat begitu percaya diri dan optimis, dengan posisi duduk condong ke depan, dan tidak tegap menunjukkan sisi simbolis tokoh pertama yang merendah terhadap tokoh kedua (petugas kedinasan). Tampak dari adegan tersebut, ingin memperkenalkan kondisi dan karakter tokoh pertama. Tokoh pertama digambarkan memiliki penampilan yang cukup baik, dengan berpakaian formal (menggunakan kemeja), berperawakan ramping, memiliki jangut tipis, dan berkulit putih sedang duduk di depan sebuah meja petugas dengan sikap tubuh cenderung condong kedepan tanda bersiap-bersiap. Kemudian tokoh kedua terlihat menaruh sebuah berkas dengan map berwarna kuning dengan gerakan seperti melempar, hingga terdengar suara ‘braak’ di atas meja, hal ini dapat diartikan sebagai tanda tidak menghargai, tidak penting, tidak peduli. Posisi tokoh kedua yang membelakangi audiens memiliki efek kejutan. Dalam scene ini menggambarkan adanya masyarakat awam yang mendatangi kantor kedinasan
38
Kritik Sosial dalam Iklan Komersil
guna untuk menyelesaikan urusan administrasi. Scene 3
Penjelasan, Makna denotasi: pada scene 3 ini menggunakan teknik pengambilan gambar extreme close up, diamana teknik ini ingin mengajak pemirsa/audience untuk lebih fokus melihat gerakan jari jemari dari tokoh kedua. Analisis Makna konotasi: adapun makna dari gerakan tokoh kedua dengan menggosok jari telunjuk dengan jari jempolnya diartikan tokoh kedua ini meminta uang atau imbalan kepada tokoh pertama, terlihat juga lengan dari tokoh kedua ini terkesan menyembunyikan, itu terbukti dengan ia menaruh lengannya merapat ke dada lebih rendah dari meja. Scene 4
Komunike, Volume viii, No. 2, Desember 2016
Penjelasn, Makna denotasi: teknik pengambilan medium shot, pada teknik ini sang kreator iklan ingin memperlihatkan beberapa lapisan informasional berupa mimik muka, atribut yang dipakai, gerakan jari jemari, serta karakter dari tokoh kedua. Analisis Makna konotasi: Adegan ini berfokus pada indentifikasi tokoh petugas kedinasan, dengan tujuan memperlihatkan karakter dari tokoh tersebut. Masih dengan gerakan menggosok ibu jari ke ujung jari telunjuk adalah isyarat tangan meminta uang, petugas juga meminta uang secara tidak legal, hal ini ditunjukan dengan hanya kata “hhmm” dengan alis yang terangkat tanpa penjelasan terperinci yang sifatnya simbolis yakni dengan memberi tanda kepada tokoh pertama untuk memperhatikan pada bagian tertentu. Penggunaan rambut palsu dapat berarti kepura-puraan atau kebohongan dalam hal ini menyembunyikan kondisi rambut yang sesungguhnya, sedangkan kaca mata dapat diartikan sebagai tanda intelektual bisa juga menjadi salah satu alat bantu kamuflase. Ditinjau dari atribut dan perawakan yang ditonjolkan oleh petugas kedinasan, adegan ini menggambarkan tokoh antagonis bagi tokoh pertama
dengan menggambarkan tokoh mirip dengan tersangka kasus mafia perpajakan Gayus Tambunan. Gayus Tambunan sendiri merupakan tersangka yang ditangkap karena kasus penggelapan pajak yang merupakan suatu tindakan korupsi yang dilakukan oleh oknum petugas di DITJEN Pajak. Adapun gambar petugas kedinasan terinspirasi pada gambar Gayus Tambunan saat ia sedang menonton pertandingan tennis di Bali11.
Selain itu, postur tubuh yang membusung memberikan kesan superior dan menunjukan otoritas kepada pihak lain, dalam kasus ini adalah tokoh pertama. Tokoh mirip Gayus yang muncul merupakan simbol representasi dari oknum-oknum petugas kedinasan yang ‘bermain’ di dalam birokrasi sebagai ajang memperkaya diri sendiri dengan memanfaatkan masyarakat yang berkepentingan. Lebih lengkap lihat di http://www. tribunnews.com/2010/11/08/orang-miripgayus-nonton-tennis-di-bali, dikutip pada tanggal 20 juni 2015 pukul 04.22 wita. 11
Muhammad Badarudin
39
Komunike, Volume viii, No. 2, Desember 2016
Scene 5
Penjelasan, Makna denotasi: pada scene ini pengambilan menggunakan teknik medium long shot, dengan teknik ini terlihat mimik muka kecewa dari tokoh pertama terhadap tokoh kedua dengan berkata “cuk… dasar rampok !”, pada teknik ini juga ingin menampilkan latar belakang dari tokoh pertama, berupa tiga orang pegawai kedinasan yang terdiri dari dua pria dan satu wanita, serta tampak sebuah komputer, berkas dokumen, lemari berkas, mading, dan meja kerja. Analisis makna konotasi: Pada adegan tersebut menunjukan ekspresi tokoh pertama yang sangat kecewa dan marah. Postur membelakangi tokoh lain dengan jarak yang cukup jauh menunjukan bahwa tokoh pertama pergi meninggalkan lingkungan tersebut. Penggunaan kata “Cuk dasar rampok!” menandakan rasa muak, tidak puas, maupun kemarahan dari tokoh pertama yang disebabkan perbuatan tokoh pegawai kedinasan yang meminta imbalan/ uang
40
Kritik Sosial dalam Iklan Komersil
secara tidak wajar kepadanya. Selain itu, dalam adegan tersebut juga memperlihatkan kondisi tokohtokoh lain yang sedang bermalasmalasan. Hal ini terlihat dari tokoh pria ketiga yang tengah duduk dengan posisi tangan menopang pipi tanda kebosanan yang juga tengah terkantuk-kantuk di mejanya dan tokoh wanita yang tengah asik dengan urusannya sendiri memperlihatkan suatu budaya kerja yang tidak produktif. Pada adegan ini, memperlihatkan sisi ketidakberdayaan masyarakat dalam menghadapi oknum-oknum yang bermain dalam birokrasi, dalam hal ini adalah badan pemerintah. Selain itu, latar belakang dari tokoh utama menunjukan tindak tanduk yang dari budaya kerja para staff kedinasan yang terkesan kurang bertanggung jawab terhadap amanah yang diberikan kepadanya. Scene 6
Penjelasan, Makna denotasi: pada scene 6 menggunakan teknik long shot, yaitu ingin memperlihatkan kondisi tokoh pertama serta setting tempat
Komunike, Volume viii, No. 2, Desember 2016
pengambilan gambar, tampak tokoh pertama berjalan sambil membawa tas plastik merah berisi map kuning dengan menghadap kebelakang, sebuah gedung kantor yang cukup sederhana, motor yang diparkir, gerobak bakso, serta perpohonan. Analisis makna konotasi: bisa kita artikan bahwa setting dalam adegan di atas berada di sebuah pedesaan atau pinggiran kota, itu terbukti dengan keadaan kantor yang masih cukup sederhana, rerumputan serta perpohonan yang tumbuh secara alami, serta adanya gerobak bakso yang menandakan makanan khas semua kalangan yang mudah didapat baik di pedesaan maupun di perkotaan. Tokoh pertama yang berjalan sambil melihat ke belakang (ke arah gedung) menunjukan ketidak hatihatian,tidakfokus,danmelambangkan sebuah urusan yang belum selesai. Serta kondisi tokoh pertama yang berjalan kaki meninggalkan kantor dan adanya motor-motor yang terparkir menunjukkan adanya kesenjangan sosial. Scene 7 dan 8
Penjelasan, Makna denotasi: pada scene 7 mengggunakan teknik close up sehingga yang tampak hanyalah sepasang kaki dengan bersepatu pantopel serta sebuah teko yang seolah-olah akan disandung oleh kaki tokoh pertama. Pada scene 8 terlihat teko yang tersandung oleh tokoh pertama mengeluarkan asap putih yang bercahaya diikuti suara “buuum” seperti suara ledakan petasan. Analisis makna konotasi: pada adegan tersebut menunjukkan akibat ketidak hati-hatian dari tokoh pertama dalam berjalan sehingga ia menyandung sebuah teko, suara ledakan serta asap yang keluar dari teko menunjukkan kejadian yang luar biasa yang jarang terjadi dalam kehidupan manusia umumnya atau bisa dikatakan fenomena aneh. Kemudian teko yang berwarna coklat yang tampak biasa-biasa saja melambangkan kesederhanaan yang ingin ditampilkan oleh sang kreator iklan.
Muhammad Badarudin
41
Komunike, Volume viii, No. 2, Desember 2016
Scene 9
adalah dengan menggunakan teknik Low angle, sehingga tokoh pertama terlihat lebih rendah dari tokoh kelima yang menggambarkan kesan dramatis tokoh kelima yang lebih kuat, berwibawa, atau lebih superior.
Penjelasan, Makna denotasi: teknik pengambilan gambar menggunakan teknik medium shot, dimana teknik ini ingin mengajak audience untuk memperhatikan perubahan adegan serta mimik muka yang ditampilkan tokoh pertama serta kemunculan tokoh kelima (terakhir) yang berperan sebagai jin yang akan mengabulkan permintaan dari tokoh pertama. Analisis makna konotasi: postur tokoh pertama yang terkesan condong ke belakang, tangan memikul tas plastik berisi map di dadanya, serta mulut yang terbuka, menunjukkan sikap terkejut (shock) terhadap kemunculan tokoh kelima secara misterius atau tiba-tiba.
Scene 10 dan 11
Terlihat tokoh pertama masih dengan latar belakang bangunan kantor mengindikasikan bahwa kejadian tersebut tidak jauh dari kantor atau masih pada area halaman kantor, Kemudian sudut pengambilan gambar antara tokoh pertama dengan tokoh kelima
42
Kritik Sosial dalam Iklan Komersil
Penjelasan, Makna denotasi: teknik pengambilan gambar menggunakan teknik medium shot, memperlihatkan tokoh pertama membelakangi audien ce dan menghadap kearah tokoh kelima (tokoh jin), sedangkan tokoh jin menggunakan pakaian khas Jawa denganmemakaiblangkonyangsedang mengacungkan jari telunjuknya sambil berkata “kuberi satu permintaan”, selanjutnya jin menunduk dan berkata “monggo (sambil menunjuk jari jempolnya)…!”.
Komunike, Volume viii, No. 2, Desember 2016
Analisis makna konotasi: pada scene 10 terlihat postur tubuh jin yang agak condong ke depan sambil tersenyum dapat diartikan sebagai memberi kesempatan atau penawaran kepada tokoh. Kemudian menunjukan telunjuknya sambil berkata “kuberi satu permintaan” menunjukan aturan main, ketentuan, atau syarat yang diberikan dan wajah jin yang agak terangkat menunjukan kemampuan dari tokoh Jin. Sedangkan pada scene 11 tokoh Jin tampak menunduk sambil menunjukan jempol dengan gestur condong kedepan dapat diartikan sebagai sikap mempersilahkan, atau memberikan kuasa akan sesuatu terhadap tokoh pertama. Tokoh Jin merupakan simbol dari iklan Djarum 76, dimana Jin digambarkan sebagai sosok luar biasa yang memiliki kemampuan untuk menyelesaikan masalah atau dalam hal ini mengabulkan permintaan dari tokoh pertama, Jin inipun dapat diartikan sebagai tempat dimana masyarakat dapat menyalurkan aspirasinya dan mendapatkan jawaban atas masalah atau keluhannya yakni para penegak hukum seperti lembaga kepolisian, Komisi pemberantasan korupsi (KPK), kejaksaan tinggi, dan lainlain.
Scene 12 dan 13
Penjelasan, Makna denotasi: terlihat gestur tokoh pertama yang menongak terhadap tokoh jin sambil memikul map kuning yang dibungkus tas plastik merah dengan berkata “mau korupsi, pungli, sogokan, hilang dari muka bumi…. Bisa jin ???” kemudian sambil mengelus dada sang jin berkata “hhh…..bisa diatur….”Analisis makna konotasi: Gestur tokoh pertama yang condong kedepan, dengan tangan kanan mencengkram kantung plastik menunjukan kesiapan untuk melakukan sesuatu, dalam hal ini untuk mengajukan permintaan pada Jin. Ekspresi wajah dan kekuatan dalam nada bicara mengisyaratkan emosi yang meluap-luap, dan tangan kiri dalam posisi menghitung.
Muhammad Badarudin
43
Komunike, Volume viii, No. 2, Desember 2016
Perubahan ekspresi pada Jin memperlihatkan mimik sedih, turut berduka cita, prihatin sedangkan posisi telapak tangan yang tertelungkup di dada dapat diartikan sebagai bentuk penguatan diri sendiri. Gestur Jin yang bediri tegak dengan salah satu tangan terlipat dan tangan yang lain memegang dagu menandakan pengambilan keputusan, dan kebosanan. Jin yang memiliki postur lebih tinggi dari tokoh pertama memberikan kesan superior dari tokoh jin. Dalam scene ini menunjukan idealisme masyarakat yang muak dengan kondisi birokrasi dimana terdapat banyak oknum yang memainkan praktik suap di dalam perangkat pemerintah. Scene 14
Penjelasan, Makna denotasi: pada scene ini pengambilan gambar masih menggunakan teknik medium shot, dimana ingin mengajak audience untuk melihat gesture dari tokoh jin yang terlihat condong kedepan kearah tokoh pertama, tokoh jin
44
Kritik Sosial dalam Iklan Komersil
sambil menyodorkan jari jemarinya (menggosok ibu jari dengan telunjuk). Analisis makna konotasi: dalam adegan ini tokoh jin menggosok ibu jari dengan telunjuknya dimaknai tanda meminta uang atau imbalan di luar gaji pokok kepada tokoh pertama persis seperti yang dilakukan tokoh kedinasan tadi. Jadi adegan ini memiliki makna bahwa uang adalah segalanya, tanpa uang urusan tidak akan bisa berjalan dengan lancar seperti yang diharapkan. Scene 15 dan 16
Penjelasan, Makna denotasi: pada scene 15 terlihat lukisan awan yang bergerak menghilang ke samping kiri dan kanan (fade out), serta langit orange yang di tengahnya terdapat angka 76, sedangkan pada scene 16 terdapat teks “DJARUM 76 YANG PENTING HEPPIIII” dengan latar belakang berwarna orange. Analisis
Komunike, Volume viii, No. 2, Desember 2016
makna konotasi: gambar lukisan awan bergerak menghilang diindikasikan sebagai adegan penutup, dimana scene ini ingin memberitahukan siapa yang mengiklankan dalam hal ini iklan Djarum 76.
Scene 2
2. Iklan Versi Kampanye Jujur Scene 1
Penjelasan, Makna denotasi: terdapat langit putih kemerahmerahan, awan orange, serta matahari yang tampak akan tenggelam. Analisis makna konotasi: langit putih kemerah-merahan dan awan orange menandakan setting waktu adegan terjadi yaitu pada petang/malam hari, serta menjadi permulaan adegan selanjutnya. Pengambilan setting waktu pada iklan versi “kampanye jujur” pada petang/ malam hari disebabkan kebiasaan kampanye (sering dibahasakan oleh para calon pejabat sebagai sosialisasi visi misi) dilakukan pada jam-jam istirahat seperti pada petang atau malam hari.
Penjelasan, Makna denotasi: pada scene ini teknik pengambilan gambar menggunakan teknik long shot, pada adegan ini terdapat dua orang tokoh, tokoh pertama seorang pria berpakaian jas rapi yang berperan sebagai calon legislatif sedang duduk menunduk bersiap-siap membuka tutup dari teko berwarna emas, tokoh kedua seorang wanita yang berperan sebagai pendamping (istri) dari tokoh pertama yang sedang menghadap kebelakang. Latar belakang adegan terdapat dua buah tiang besar bangunan, dua lampu hias yang terdapat di belakang tiang, serta pintu dua daun yang setengah terbuka. Analisis makna konotasi: adegan pertama dibuka dengan setting tempat yang cukup mewah bisa diartikan di sebuah hotel atau di auditorium namun kedua tokoh ini berada diluar ruangan, tokoh pria yang berperan sebagai calon legislatif berpakaian jas rapi menggambarkan nilai formalitas dan menunjukkan kesan kewibawaan. Tokoh caleg tengah bersiap-siap membuka
Muhammad Badarudin
45
Komunike, Volume viii, No. 2, Desember 2016
tutup teko bermakna kesiapan dan kepercayaan diri dari tokoh untuk menghadapi segala sesuatu yang akan terjadi. Tokoh pendamping (istri) dari tokoh pertama yang sedang berdiri menghadap kebelakang diartikan keadaan diri yang takut, ragu, dan was-was jika perbuatannya diketahui orang lain dalam hal ini akan meminta sesuatu pada tokoh jin yang berada di dalam teko. Dalam scene ini menggambarkan seorang calon anggota legislatif sedang bersiap-siap sebelum menyampaikan visi misinya kepada khalayak. Scene 3 dan 4
tampak jelas sebuah teko berwarna emas yang bermakna barang-barang mewah yang hanya dimiliki oleh orang kaya atau berada, sedangkan pada scene 4 suara ledakan serta asap yang keluar dari teko menunjukkan kejadian yang luar biasa yang jarang terjadi dalam kehidupan manusia umumnya atau bisa dikatakan fenomena aneh. Tutup teko yang tampak terjatuh ke lantai diartikan rasa terkejut yang timbul dalam diri tokoh pertama sehingga tutup teko tergeletak begitu saja setelah keluar asap dari dalam teko. Scene 5
Penjelasan, Makna denotasi: pada scene 3 menggunakan teknik close up, sehingga yang tampak hanya tangan dari tokoh pertama akan membuka tutup teko, pada scene 4 asap bercahaya keluar mengepul dari teko diikuti suara ledakan. Analisis makna konotasi: pada scene 3
Penjelasan, Makna denotasi: pada scene ini tokoh jin tampak membusungkan dada sambil menyekapkan kedua tangannya, dan berkata “minta apa?”. Analisis makna konotasi: postur tubuh jin yang tegap serta membusungkan dada menyekap kedua tangannya dimaknai tokoh jin memiliki kemampuan menyelesaikan permasalahan, mengabulkan permintaan secara mudah, cepat, dan enteng. Kemudian perkataan
46
Kritik Sosial dalam Iklan Komersil
Komunike, Volume viii, No. 2, Desember 2016
“minta apa?” berarti pemberian tawaran serta mempersilahkan tokoh pertama untuk menyampaikan keinginannya.
Scene 7
Scene 6
Penjelasan, Makna denotasi: tokoh pertama didampingi oleh tokoh wanita pendamping dengan raut muka senang dan tersenyum tampak sedang menyampaikan permintaan kepada tokoh jin dengan berkata “jadikan aku pemimpin tegas, dipercaya, jujur… bisa jin?”. Analisis makna konotasi: kondisi kedua tokoh tersenyum menandakan sisi kepercayaan diri dan penuh optimistis. Gerakan tangan tokoh pertama seperti mengangkat jari telunjuknya menggambarkan sedang mempertanyakan kepastian atas permohonan yang diajukan kepada tokoh jin.
Penjelasan, Makna denotasi: masih dengan menyekapkan kedua tangan pada dada dan alis ke atas, serta sambil tersenyum tokoh jin menjawab permintaan tokoh pertama dengan berkata “Bisa”. Sedangkan tokoh pertama terlihat membelakangi audience masih dengan mengangkat jari telunjuknya. Analisis makna konotasi: kata “bisa” yang dilontarkan tokoh jin menandakan tokoh jin mampu untuk mengabulkan semua permintaan dari sang caleg dan juga untuk menumbuhkan kepercayaan dan keyakinan tokoh lain terhadap dirinya. Scene 8
Penjelasan, Makna denotasi: pada scene ini teknik pengambilan gambar menggunakan teknik long shot, sehingga terlihat tokoh pertama berdiri di atas podium bersama
Muhammad Badarudin
47
Komunike, Volume viii, No. 2, Desember 2016
tokoh wanita pendamping dengan berkata “pilihlah saya!”, beberapa orang tokoh yang berperan sebagai wartawan yang sedang memotret, tampak pula beberapa tokoh yang berperan sebagai tamu undangan/ khalayak yang menghadiri acara. Analisis makna konotasi: bisa kita artikan setting tempat pada scene 8 ini berada di dalam ruangan auditorium atau dalam suatu ruangan hotel, tampak tokoh caleg sedang berdiri di atas podium dengan berkata “pilihlah saya” dengan nada tinggi bermakna permohonan yang mendalam serta obsesi yang tinggi untuk meraih sesuatu (dalam hal ini kekuasaan/ jabatan). Tampak juga sejumlah wartawan yang sedang memotret bermakna media yang dibayar oleh sang caleg untuk membantu dirinya dalam meraih kekuasaan. Akhir-akhir ini kita melihat baik media cetak maupun eletronik ikut andil dalam dunia perpolitikan, mereka secara nyata menampilkan sikap tidak netral yang artinya mereka lebih dominan menampilkan iklan salah satu partai politik yang bersaing dalam pemilu. Sejumlah tamu undangan yang duduk dengan rapi dan terlihat sungguh-sungguh mendengarkan visi-misi sang caleg, menggambarkan suatu masyarakat
48
Kritik Sosial dalam Iklan Komersil
yang mengharapkan adanya perubahan terhadap permasalahan yang ada di negeri ini lewat dipilihnya pemimpin yang tegas, jujur, dan bisa dipercaya. Scene 9
Pejelasan, Makna denotasi: pada scene 9, terlihat tokoh caleg sedang berorasi dengan penuh gairah dan bersemangat serta tangan terkepal dengan berkata “saya pengen kaya raya, punya puluhan rumah dan mobil mewah, selingkuhan dimanamana”. tampak pula sang istri dengan muka cemberut, terdengar katakata “huuuuuuuu” yang dilontarkan para tamu/khalayak. Analisis makna konotasi: tampak sang caleg berorasi dengan tangan terkepal ke atas, dimaknai obsesi/keinginan yang sangat kuat dari tokoh caleg untuk memenangkan kompetisi dalam Pemilu, serta gambaran para calon pejabat yang ada di negeri ini ketika berkampanye dengan membangun retorika yang penuh semangat dan dihiasi dengan janji-janji manis agar dirinya lebih di percaya masyarakat
Komunike, Volume viii, No. 2, Desember 2016
akan sunguh-sunguh mengabdi untuk bangsa dan negara. Perkataan “saya pengen kaya raya, punya puluhan rumah dan mobil mewah, selingkuhan dimanamana” dimaknai sebagai hasrat pribadi yang biasanya ditutup-tutupi oleh para calon legislatif dalam pemilu. Kata-kata “huuuuuu” yang terdengar pada setiap jeda perkataan sang caleg menggambarkan kekecewaan masyarakat terhadap sikap dan kelakuan para calon pemimpin yang mengumbar janjijanji manis, namun pada akhirnya tidak ditepati. Pada scene ini tokoh caleg merupakan simbol dari para oknum calon pemimpin (bupati, gubenur, DPR, dsb) yang haus akan kekuasaan dan hanya ingin mencari kekayaan pribadi. Scene 10
Penjelasan, Makna denotasi: istri caleg tersebut berjalan mendekatinya dan berkacak pinggang dengan raut muka marah, sementara caleg tersebut membekap mulutnya eraterat. Analisis makna konotasi: keadaan tokoh caleg yang membekap
mulutnya menggambarkan perasaan malu dan bermasalah karena seluruh niat busuknya sudah diketahui publik serta keluarganya. Scene 11 dan 12
Penjelasan, Makna denotasi: teknik pengambilan gambar menggunakan teknik medium shot, dimana teknik ini ingin mengajak audience untuk memperhatikan perubahan adegan serta mimik muka yang ditampilkan kedua tokoh, terlihat pada scene 11 tokoh caleg kembali ke tempat ia membuka teko tadi, dengan kepala sedikit menongak ia berkata kepada jin “kok bablas jin?” dengan dahi mengkerut. Lalu dilanjutkan dengan scene 12, tokoh jin berkata “jujur kan”, kemudian tertawa terbahakbahak. Analisis makna konotasi: pada scene ini menggambarkan
Muhammad Badarudin
49
Komunike, Volume viii, No. 2, Desember 2016
setting tempat terjadi di luar ruang pertemuan atau di belakang panggung, pertanyaan tokoh caleg “kok bablas jin?” dimaknai sikap sedih dan kecewa karena permintaan yang diajukan tidak terlaksana sesuai dengan yang harapkan, tokoh jin yang tertawa diartikan perasaan senang dan lepas dari tanggung jawab karena sudah merasa melakukan tugas sebagaimana mestinya. E. Analisis Kritik Sosial Pada Iklan Djarum 76 Pada deskripsi makna denotasi dan konotasi kedua iklan Djarum 76 diatas terdapat beberapa hal yang menjadi kritik sosial atas fenomena yang terjadi di masyarakat diantaranya: 1. Kritik atas budaya korupsi para pejabat pemerintahan Kata “korupsi” berasal dari bahasa Latin “corruption” atau “corruptus”. Selanjutnya dikatakan bahwa “corruptio” berasal dari kata “corrumpere”, suatu bahasa Latin yang lebih tua, Dari bahasa Latin tersebut kemudian dikenal istilah “corruption, corrupt” (Inggris), “corruption” (Perancis) dan “corruptie/korruptie” (Belanda). Arti kata korupsi secara harfiah adalah kebusukan, keburukan, kebejatan,
50
Kritik Sosial dalam Iklan Komersil
ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian12. Dengan demikian arti kata korupsi adalah sesuatu yang busuk, jahat dan merusak, berdasarkan kenyataan tersebut perbuatan korupsi menyangkut: sesuatu yang bersifat amoral, sifat dan keadaan yang busuk, menyangkut jabatan instansi atau aparatur pemerintah, penyelewengan kekuasaan dalam jabatan karena pemberian, menyangkut faktor ekonomi dan politik dan penempatan keluarga atau golongan ke dalam kedinasan di bawah kekuasaan jabatan.13 Korupsi merupakan perbuatan yang bertentangan dengan kaidahkaidah umum yang berlaku di masyarakat. Korupsi di Indonesia telah dianggap sebagai kejahatan luar biasa. Melihat realita tersebut timbul mitos bahwa korupsi adalah manifestasi budaya bangsa yang tidak bisa untuk dihilangkan. Telah banyak usaha yang dilakukan untuk memberantas korupsi. Namun sampai saat ini hasilnya masih tetap belum sesuai dengan harapan Tim Penulis Buku Pendidikan Anti Korupsi, Pendidikan Anti Korupsi untuk Perguruan Tinggi/Anti Korupsi, ( Jakarta : Kemendikbud, Cet-1, 2011), 23. 13 Ibid., 24. 12
Komunike, Volume viii, No. 2, Desember 2016
masyarakat, seperti banyak kasus korupsi para pejabat Negara yang belum diselesaikan oleh lembaga penegak hukum. Beberapa kritik atau sindiran atas korupsi para pejabat pemerintahan, dalam iklan versi “korupsi, pungli, & sogokan” terdapat pada scene 3 dan scene 4, dimana terlihat tokoh pejabat menggosok jari jempol ke ujung jari telunjuknya bermakna meminta uang secara ilegal kepada tokoh pertama (masyarakat awam) supaya dipermudah urusannya. 2. Kritik atas kasus korupsi para penegak hukum Pada iklan versi “korupsi, pungli dan sogokan” terdapat tokoh Jin pada scene 11, scene 12, scene 13, dan scene 14, dapat diartikan sebagai tempat dimana masyarakat dapat menyalurkan aspirasinya dan mendapatkan jawaban atas masalah atau keluhannya yakni para penegak hukum seperti lembaga kepolisian, Komisi pemberantasan korupsi (KPK), kejaksaan tinggi, dan lainlain. Terkait masalah korupsi, tidak hanya dilakukan oleh para oknum pejabat pemerintahan, namun pada lembaga penegak hukum pun tidak luput dari pemberitaan
media yang menyeret beberapa nama besar yang telah menjadi tersangka kasus korupsi, seperti Komjen Budi Gunawan, sebelum beliau diumumkan menjadi tersangka kasus korupsi oleh KPK, pada bulan januari 2015 presiden Jokowi mengajukannya sebagai calon tunggal Kapolri kepada DPR bahkan sempat akan dilantik, namun pelantikan itu dibatalkan disebabkan masalah ini14. 3. Kritik atas budaya kerja pegawai yang tidak produktif Menurut kamus besar bahasa Indonesia pegawai berarti orang yg bekerja pada pemerintah (perusahaan, dan sebagainya), sedangkan pegawai negeri adalah pegawai pemerintah yang berada di luar politik, bertugas melaksanakan administrasi pemerintahan berdasarkan perundang-undangan yang telah ditetapkan.15 Sedangkan pada undang-undang Republik Indonesia nomor 5 tahun 2014 tentang aparatur sipil negara, Bab II mengenai Asas, Prinsip, Lebih lengkap lihat di http:// wwwhukumonline.com/berita/baca// lt5e4b0781f15f/pshk-pembatalan-pelantikanbudi-gunawan-belum-cukup, dikutip pada 14
tanggal 05 juli 2015 pukul 23.27 Wita. 15 Lihat, Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar, 443.
Muhammad Badarudin
51
Komunike, Volume viii, No. 2, Desember 2016
Nilai Dasar, serta Kode Etik dan Kode Perilaku, pada pasal 4 poin J dikatakan bahwa pegawai negeri harus memberikan layanan kepada publik secara jujur, tanggap, cepat, tepat, akurat, berdaya guna, berhasil guna, dan santun16. Pada iklan versi “korupsi, pungli, dan sogokan”, pada scene 5 tampak beberapa tokoh pegawai yang merepresentasikan budaya kerja tidak produktif para pegawai yang ada di negeri ini yakni dengan mengkritik pegawai yang lalai, suka bolos pada jam kerja, pegawai yang mempersulit urusan warga dan sebagainya. 4. Kritik kepada para calon pejabat dalam pemilihan umum (Pemilu) Pada setiap pemilu, baik pemilu dari tingkat kepala dusun sampai tingkat presiden sering terdengar banyak janji-janji politik yang dilontarkan. Hal itu dilakukan supaya mendapatkan dukungan serta simpati dari masyarakat atau pemilih. Namun dibalik janji-janji politik yang dilontarkan terdapat suatu niat dan obsesi busuk yang tersembunyi dari sebagian para calon pejabat. Niat dan obsesi itulah 16
Lebih lengkap lihat Undang-undang Republik Indonesia nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
52
Kritik Sosial dalam Iklan Komersil
yang ditayangkan oleh iklan Djarum 76 pada versi “kampanye jujur” diperlihatkan pada scene 9, scene 10 dan scene 11 dengan cara yang kocak, lucu, dan menghibur namun secara tidak langsung mengkritik para oknum calon pejabat yang tidak ikhlas mencalonkan dirinya untuk mengabdi kepada negara. F. Penutup Berdasarkan hasil analisis semiotika terhadap tanda-tanda audiovisual dalam iklan komersil Djarum 76 versi “Korupsi, Pungli dan Sogokan” serta versi “Kampanye Jujur”, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Iklan Djarum 76 merupakan iklan yang tidak hanya mengandung unsur humor ringan sebagai konsep ceritanya, tapi juga menyindir masalah sosial dimana konsep tersebut merepresentasikan kondisi sosial yang ada di Indonesia. Beberapa kesimpulan yang bisa ditarik adalah: Pemaknaan tanda Pada iklan versi “korupsi, pungli dan sogokan“ menggambarkan representasi terhadap pejabat yang melakukan praktek korupsi serta cara kerja para pegawai dan staff kantor birokrasi pemerintahan serta menggambarkan
Komunike, Volume viii, No. 2, Desember 2016
kekecewaan dan ketidakpuasan masyarakat terhadap pelayanan yang mereka berikan, para penegak hukum yang diharapkan mampu mengatasi semua permasalahan korupsi, pungli, dan sogokan, namun hal itu hanya sebatas harapan saja juga belum mampu mengatasinya secara maksimal, bahkan para oknum penegak hukum juga melakukan pelanggaran dalam bentuk meminta imbalan yang dikonotasikan sebagai korupsi. Sedangkan Pemaknaan tanda pada iklan versi “kampanye jujur” menggambarkan tentang seorang yang sangat berambisi sebagai pejabat yang tujuannya bukan untuk mensejahterakan masyarakat, akan tetapi hanya bertujuan untuk memperkaya dirinya saja.
Selanjutnya dari hasil penelitian terhadap makna beberapa scene/ adegan pada iklan Djarum versi “korupsi, pungli, dan sogokan” serta versi “kampanye jujur”, memang terdapat makna denotasi dan konotasi yang terkait dengan kritik sosial, Adapun kritik-kritik yang dimuat antara lain: a. Kritik atas budaya korupsi para pejabat pemerintahan b. Kritik atas kasus korupsi para penegak hukum c. Kritik atas budaya kerja pegawai yang tidak produktif d. Kritik kepada para calon pejabat dalam pemilihan umum (Pemilu)
Muhammad Badarudin
53
Komunike, Volume viii, No. 2, Desember 2016
Daftar Pustaka
Korupsi untuk Perguruan Tinggi/ Anti Korupsi, cet. I, ( Jakarta : Kemendikbud, 2011)
Achmad Maulana, Kamus Ilmiah Popular, (Yogyakarta: Absolut, 2008)
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar.
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, cet. III, (Bandung: Remaja Rosdakaya, 2006)
Undang-undang Republik Indonesia nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
Indiwan Seto Wahyu, Semiotika Aplikasi Praktis Bagi Penelitian dan Penulisan Skripsi Ilmu Komunikasi, (Tangerang: Wisma Tiga Dara, 2009)
h t t p : / / w w w. t r i b u n n e w s . com/2010/11/08/orangmirip-gayus-nonton-tennis-dibali, dikutip pada tanggal 20 juni 2015 pukul 04.22 wita
Mansoer Pateda, Semantik Leksikal, ( Jakarta: Rineka Cipta, 2010)
http://wwwhukumonline.com/ berita/baca//lt5e4b0781f15f/ pshk--pembatalan-pelantikanbudi-gunawan-belum-cukup, dikutip pada tanggal 05 juli 2015 pukul 23. 27 Wita.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan. Roland Barthes, Imaji Musik Teks, cet. I, (Yogyakarta: Jalasutra, 2010) Tim
54
Penulis Buku Pendidikan Anti Korupsi, Pendidikan Anti
Kritik Sosial dalam Iklan Komersil
https://communicationista. wordpress.com/2009/07/01/ f ungsi-dan-peran-ik lan/. Diakses pada 1 januari 2015, pukul 13.00 Wita.