The 4th PPM National Conference on Management Research Jakarta, 25 November 2010
ISSN: 2086-0390
KREDIT PERBANKAN SYARIAH DALAM PUSARAN STABILITAS DAN PERTUMBUHAN EKONOMI Ihda Faiz1
Abstract. After world economic become fragile, with frequently crisis hited almost country around the world, many researcher had tried to formulate several banking rules models to preventing crisis, especially in managing it’s stability and credit aspect. There exists a general agreement among economists that strong credit growth has been ”one of the most pervasive developments”. The purpose of this paper are to investigate islamic credit resistant of islamic banks during global financial crisis in Indonesia and some aspects that influenced it. The results of this study show that islamic banking stability were influenced significantly by amount of islamic financing, assets, banking share and exchange rate. In the other side, conventional banks were just influenced by Loan to asset and income diversity. These finding show to us the empirical evidence how islamic banking and islamic economics systems can reducing the effect of global financial crisis significantly to domestic society. We next confirm the results of VAR test in explorating islamic credit to GDP and find that islamic credit significant affecting economic growth positively. After all, this research show to us how islamic economic have a set formulation to constructing economic stability and growth. Keywords: syariah credit, stability, economic growth
PENDAHULUAN Keterkaitan antara pertumbuhan ekonomi dan perkembangan pasar kredit telah cukup lama menjadi konsen berbagai pihak dalam banyak penelitian. Dalam menjalankan salah satu fungsinya sebagai lembaga intermediasi, perbankan memiliki peranan vital dalam mengatur dan mempengaruhi lancar atau tidaknya penyaluran kredit dari pihak deposan yang kelebihan dana ke sektor riil yang membutuhkan dana. Banyak hal yang dapat dicermati dalam rangkaian prosesi ini, mulai dari model paket pemberian kredit yang diberikan, sasaran utama pihak yang dituju, besaran alokasi dana yang dikucurkan, penanganan dan pengeolalaan resiko kredit yang dhadapi, keterkaitan dengan strategi bisnis korporat dalam komposisi portofolio capital management, hingga aspek makro seperti
kontribusi
terhadap
pertumbuhan
ekonomi,
pengurangan
terhadap
pengangguran, kemiskinan dan seterusnya. Kesemuanya itu merupakan aspek yang 1
Mahasiswa S2 FEB UGM
0
The 4th PPM National Conference on Management Research Jakarta, 25 November 2010
ISSN: 2086-0390
saling terkait (interconnections) dalam upaya pencapaian perekonomian yang stabil dan progresif. Pelakuan terhadap kredit juga perlu penanganan yang cukup spesial dan hati-hati (prudent). Ibarat pisau, kredit dapat menjadi pemicu (trigger) pertumbuhan ekonomi atau bahkan menjadi penyebab keterpurukan yang lebih dalam. Dalam kondisi normal kredit dapat mendorong pertumbuhan, bahkan ”overshooting” kredit perbankan mampu menjadi penyesuai keseimbangan perekonomian. Tetapi dalam kondisi krisi, kredit justru akan menciptakan kerapuhan dan memperparah ekonomi suatu negara (Zdzienicka, 2009). Kasus krisis keuangan global akibat subprime mortgage tahun lalu serta krisis Yunani belum lama ini bisa menjadi contoh. Dalam level institusi, tingkat kesehatan dan rating perbankan juga akan sangat ditentukan oleh seberapa baik pengelolaan resiko kredit yang ditangani. Kondisi tersebut tentu saja perlu penanganan ekstra ketat utamanya oleh pihak regulator dan Bank Sentral dalam monitoring kredit perbankan. Lebih luas lagi, kualitas kredit yang diberikan juga turut pula menentukan perbaikan kesejahteraan masyarakat dan jalannya berbagai program sosial welfare oleh pemerintah. Mengingat pentingnya hal ini, tahun ini Bank Indonesia telah mengeluarkan kebijakan untuk mendorong penyaluran kredit yang cukup besar bagi perbankan. Bagi bank yang tidak mematuhi aturan dalam rasio penyaluran kredit (loan to deposit ratio) akan dikenakan penalti oleh pemerintah. Belajar dari pengalaman tahun lalu saat terjadi krisis keuangan global, salah satu negara yang mencatatkan pertumbuhan positif di dunia adalah Indonesia. Ketahanan Indonesia terhadap hantaman krisis global tersebut adalah karena aspek kemandirian negara. Kemandirian ini dapat dilihat dari sejauh mana lembaga keuangan serius mengelola pasar domestik sebagai tumpuan pembangunan, baik sebagai aktor ataupun obyek, mulai dari pasar konsumsi hingga investasi. Perbankan bekerja cukup gencar membidik pasar domestik dalam penyaluran kreditnya. Meski pada awalnya lebih banyak menyasar pangsa konsumtif, kini kredit yang diberikan lebih banyak yang bersifat investasi. Menurut catatan BI hingga Agustus 2010 tercatat porsi kredit modal kerja mencapai 49,6%, kredit konsumsi 30,6% dan kredit investasi sebesar 19,9% dari total kredit sebesar Rp 1.640,4 T (Koran Tempo, 12/10/2010).
1
The 4th PPM National Conference on Management Research Jakarta, 25 November 2010
ISSN: 2086-0390
Beruntunglah lembaga keuangan domestik tidak sekedar mengejar likuiditas ataupun high return dengan melakukan sekuritisasi ataupun derivatisasi kredit yang mereka salurkan. Bila hal ini dilakukan besar kemungkinan krisis subprime mortgage ala Amerika terjadi di Indonesia. Dalam era liberalisasi financial market, likuiditas akan sangat mudah tercapai namun membawa konsekuensi pada labilnya (volatile) perekonomian. Terlebih ketika akses keuangan telah mengglobal seperti saat ini tak heran sedikit guncangan yang ada di satu tempat (Yunani misalnya) akan cepat merembet pada daerah lain (contagion effect). Jika kita telaah lebih detail perilaku high excessive profit orientation tidak akan kita jumpai pada lembaga keuangan yang berbasiskan keislaman. Disamping karena faktor norma (ethics), islam juga melarang pemeluknya untuk mendapatkan keuntungan dengan cara yang dilarang oleh syara‟, misalnya berinvestasi pada sektor yang terindikasi riba (interest), gharar (tidak jelas), dan maysir (gambling). Karenanya akan sangat menarik untuk mengeksplorasi bagaimana perbedaan karakter pengelolaan kredit antara perbankan syariah dan konvensional dalam kaitannya menciptakan stabilitas level institusi. Serta apakah stabilitas ini berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi secara makro.
TINJAUAN PUSTAKA Beberapa pakar ekonomi menyebutkan rangkaian indikator yang mempengaruhi kondisi stabilitas meski belum terdapat definisi yang jelas (Boumediene dan Caby, 2010) Stabilitas keuangan dapat didefinisikan sebagai situasi dimana sistem keuangan mampu (1) mengalokasikan sumber daya ekonomi kepada tiap pelaku usaha dalam jangka waktu tertentu, (2) mengelola dan menghimpun resiko keuangan serta (3) dapat meredam gejolak (shock). Pengertian stabilitas juga berhubungan dengan volatilitas sebagaimana Aghion et al (2005). Dengan ini Aghion et al (2005) meneliti tentang dampak volatilitas kredit dan investasi terhadap pertumbuhan di berbagai belahan dunia. Hasil penelitian tersebut menunjukkan
bahwa
volatilitas
kredit
sangat
berpengaruh
terhadap
tingkat
pertumbuhan, utamanya akibat akumulasi tingkat volatilitas terhadap resiko tingkat likuiditas yang sangat ekstrem (idiocyncratic liquidity risk). Dampak lain dari volatilitas ini kemudian akan mengurangi tingkat investasi jangka panjang dan pengetatan
2
The 4th PPM National Conference on Management Research Jakarta, 25 November 2010
ISSN: 2086-0390
pemberian kredit sehingga berakibat penurunan pertumbuhan. Hasil serupa juga ditemukan pada dengan negara yang pasar finansialnya kurang begitu berkembang. Terdapat hubungan negatif antara volatilitas dan pertumbuhan, bahkan hubungan yang tercipta sangat ekstrem sehingga terjadi kondisi sensitif. Lebih khusus terkait dengan perbankan, Čihák dan Hesse (2008) meneliti tentang perbedaan stabilitas perbankan syariah dan konvensional dari 20 sistem perbankan (negara) selama tahun 1993-2004. Penelitian ini menyimpulkan tiga temuan yaitu pertama, bank islam kecil (aset kurang dari US$ 1 milyar) cenderung lebih kuat secara financial dibanding bank komersial kecil. Kedua, bank komersial besar cenderung lebih kuat finansialnya dibanding bank islam besar. Ketiga, bank islam kecil cenderung lebih kuat financialnya dibanding bank komersial besar. Kekuatan financial disini mencerminkan stabilitas keuangan yang dimiliki bank tersebut. Selain itu penelitian ini juga menunjukkan bahwa market share dari bank islam tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap kekuatan financial bank yang lain. Setelah itu, muncul Boumediene dan Caby (2010) yang melakukan penelitian tentang perbankan syariah dengan isu yang sama (stabilitas). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa return bank konvensional lebih tinggi volatilitasnya saat terjadi krisis dibanding bank syariah. Aspek lebih luas dari bukti bahwa sistem perekonomian islam (termasuk perbankan syariah) ditunjukkan oleh Ascarya (2009). Dalam penelitian tersebut menunjukkan hasil bahwa sebab utama krisis keuangan global tahun lalu di Indonesia adalah karena faktor suku bunga (45,2%), nilai tukar mata uang (18,6%) dan excess money supply karena penggunaan uang kertas (2,8%). Sedangkan jika ditilik dari penggunaan sistem perekonomian perspektif islam kemungkinan terjadi krisis akan sangat kecil. Hal ini ditunjukkan oleh kecilnya porsi pola sistem ekonomi islam dalam krisis keuangan global kemarin (PLS 2,5%, persediaan just money 0,7% dan mata uang global tunggal 0,2%). Temuan ini tentu saja semakin memperkuat pembuktian keunggulan sistem perekonomian di bawah tatanan islam. Isu upaya pencapaian stabilitas perbankan kemudian berlanjut pada aspek lebih detail tentang sebab dan kondisi yang melatarbelakangi pencapaian stabilitas tersebut. Misalkan Klapper dan Ariss (2008) menemukan terdapat keterkaitan antara kompetisi antarbank dengan stabilitas keuangan. Penelitian serupa dilakukan oleh Deltuvaitè (2010) menunjukkan bahwa krisis perbankan lebih mudah menyerang negara dengan
3
The 4th PPM National Conference on Management Research Jakarta, 25 November 2010
ISSN: 2086-0390
sistem perbankan yang kurang terkonsentrasi dan terjadi inflasi tinggi. Kondisi ini berkebalikan dengan negara dengan GNI perkapita tinggi, perkembangan perbankan yang baik serta efisiensi dan profitabilitas sektor perbankan. Kesimpulan ini mendukung hipotesis bahwa tingkat konsentrasi bank yang tinggi akan menjadikan bank stabil. Temuan lain juga menunjukkan ongkos fiskal dalam restrukturisasi perbankan akibat krisis akan lebih mahal dan berdampak pada penurunan kesejahteraan secara luas pada negara dengan konsentrasi perbankan yang rendah. Sedangkan konsentrasi perbankan akan sangat menentukan stabilitas sektor ini. Berbagai variabilitas hasil penelitian ini menunjukkan betapa gairah para pakar ekonomi untuk mencari sebab dan upaya pencapaian stabilitas perbankan untuk mendukung kondisi perekonomian yang sehat (economic soundness) utamanya pertumbuhan ekonomi. Sedang penelitian yang mengupas masalah kredit dan pertumbuhan telah dilakukan misalnya oleh Vazakidis dan Adamopoulos (2009) serta Haiss dan Kichler (2009). Kedua penelitian tersebut menunjukkan keterkaitan antara kredit dan pertumbuhan ekonomi. Hanya saja dengan model penelitian dan obyek yang berbeda keduanya menunjukkan hasil yang tidak seragam (inkonsisten).
METODE PENELITIAN Penelitian ini dibagi menjadi dua bagian dengan topik pengamatan yang sama. Bagian pertama meneliti komparasi aspek stabilitas perbankan syariah dan perbankan konvensional yang ada di Indonesia dengan regresi berganda (Ordinary Least Square/OLS). Sesuai dengan uraian sebelumnya identifikasi komparasi ini perlu untuk menentukan preferensi jenis perbankan yang stabil menghadapi terpaan krisis beserta faktor yang mempengaruhinya. Sedang bagian kedua menganalisa bagaimana kredit perbankan syariah mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dengan Vector Auto Regression (VAR). Dua bagian tersebut merupakan rangkaian yang saling terkait untuk mencari pola dan konsistensi antara stabilitas perbankan yang tercipta dengan model pembiayaan dalam upaya mendorong perekonomian. Bank yang stabil seharusnya memiliki produk (salah satunya kredit) yang berkualitas, utamanya mampu menggerakkan perekonomian sebagai capital business iron stock. A. Deskripsi Data dan Variabel
4
The 4th PPM National Conference on Management Research Jakarta, 25 November 2010
ISSN: 2086-0390
Data yang digunakan diperoleh dari publikasi Statistik Perbankan Indonesia dan Statistik Perbankan Syariah dari Bank Indonesia serta beberapa data makroekonomi yang berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS). Karena keterbatasan data penulis mengambil periodesasi yang berbeda dalam mendesain penelitian ini. Pengamatan terkait aspek komparasi stabilitas dua jenis perbankan mengambil setting rentang November 2006 hingga April 2010 (bulanan). Sedang pengamatan terkait pengaruh kredit syariah terhadap pertumbuhan periode dari tahun 2003.I hingga 2010.I dengan data yang berperiode kuartalan. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini mencakup beberapa komponen yang dianggap mewakili indikator makroekonomi dan representasi internal dalam penyaluran kredit. Untuk pengujian stabilitas perbankan akan digunakan beberapa variabel diantaranya (mikro) : Loan/Aset Ratio (LTR), Cost to Income Ratio (CIR), besarnya aset (Aset), Income Diversity (ID) dan Bank Sharing (BS). Income diversity (ID) dapat dihitung dengan rumus
, sedang
untuk perbankan syariah net interest income dihitung dari arus masuk pendapatan yang terkait langsung dengan sistem bagi hasil (PLS). Bank Sharing (BS) merupakan porsi jenis bank terhadap struktur perbankan secara keseluruhan. Dari sisi variabel makro digunakan variabel nilai tukar, inflasi dan pertumbuhan GDP. Untuk pengujian kedua digunakan variabel besaran kredit yang diberikan yaitu LOAN untuk bank konvensional dan FIN untuk pendanaan yang diberikan bank syariah serta GDP untuk mengukur laju pertumbuhan ekonomi. B. Model Penelitian Bagian pertama akan menguraikan aspek stabilitas menggunakan regresi berganda dengan alat analisis Z Score. Alat uji ini pertama kali diperkenalkan oleh Professor Edward I. Altman di tahun 1968 untuk menguji prediksi kebangkrutan perusahaan. (Miller, 2009b). Alasan pemakaian metode ini adalah obyektivitas pengukurannya terhadap kinerja lintas sektoral perusahan terutama variabilitas ragam aspek pengukuran, dalam industri keuangan lebih berfokus pada aspek insolvabilitas. Z score juga mampu mengkover keberagaman strategi pengambilan resiko (Čihák dan Hesse, 2008). Z Score dapat dihitung dengan rumusan Z = (k + μ)/σ dimana k merupakan persentase kapital dan pencadangannya terhadap aset, sedangkan μ adalah persentase 5
The 4th PPM National Conference on Management Research Jakarta, 25 November 2010
ISSN: 2086-0390
rata-rata return terhadap aset dan σ merupakan standar deviasi dari Return on Assets sebagai proksi volatilitas return. Z Score juga digunakan oleh Deltuvaitè (2010) dalam penelitiannya mengenai hubungan antara konsentrasi dan stabilitas sistem perbankan dari 160 negara di dunia dari tahun 1987 sampai 2007. Hanya saja dalam penelitian tersebut Deltuvaitè (2010) melakukan treatment dalam pemodelannya sehingga mampu meng-capture respon stabilitas terhadap variabel makroekonomi dan variabel level institusi (efisiensi dan profitabilitas). Berangkat dari sini dapat diperoleh extendabilitas penggunaan model Z score sebagai alat ukur stabilitas perbankan baik terhadap isu mikro maupun makro. Dua pendekatan pemodelan akan digunakan dalam penelitian ini yaitu uji terpisah bank syariah dan konvensional serta uji serentak kedua jenis perbankan terhadap beberapa variabel penjelas. Hal ini dilakukan untuk melihat perbedaan respon pemodelan atas karakteristik masing-masing jenis bank. Model pertama akan menggunakan persamaan :
Dimana, : variabel makroekonomi negara (Inflasi, nilai tukar dan pertumbuhan PDB) : variabel struktur dan perkembangan perbankan (rasio efisiensi, rasio kredit bank, besaran aset, income diversity, banking share) : standard error Sedangkan untuk persamaan atas uji serentak menggunakan model sebagai berikut:
Dimana, : variabel dummy, 1 untuk bank syariah dan 0 untuk yang lain : interaksi antara variabel struktur perbankan dan variabel dummy. Bagian kedua akan menguraikan peranan kredit syariah dalam pertumbuhan ekonomi menggunakan VAR. Vector Auto Regression (VAR) banyak digunakan karena mampu meng-capture hubungan dinamis antar variabel-variabel pengamatan yang tidak terbatas pada suatu waktu sama tetapi terus berlanjut sepanjang waktu. Model ini juga bersifat dinamis dan simultan sehingga kita dapat menganalisa efek yang terjadi pada variabel endogen karena adanya shock variabel endogen lain dari waktu ke waktu. Mekanisme secamam ini dapat ditelusuri melalui analisa impulse response function (IRF) yang
6
The 4th PPM National Conference on Management Research Jakarta, 25 November 2010
ISSN: 2086-0390
memungkinkan peneliti untuk menganalisa hubungan berantai yang terjadi antarvariabel (Ascarya, 2009). Layaknya pemodelan ekonomik lainnya, VAR juga harus melalui serangkaian proses spesifikasi dan identifikasi model. Spesifikasi model meliputi pemilihan variabel dan panjang lag yang akan digunakan dalam model. Sedangkan identifikasi model digunakan untuk mengidentifikasi persamaan sebelum dapat digunakan sebagai perkiraan. Beberapa pengujian yang dilakukan antara lain. a) Uji Stasioneritas Asumsi utama yang melandasi pemodelan VAR adalah data stasioner. Suatu pengujian deret waktu (time series) dikatakan stasioner apabila data tersebut memiliki rerata (mean), variance (varians) dan autocovariance yang sama pada setiap titik dimanapun dilakukan analisa data pada periode tersebut (time invariant). Dengan demikian data akan berfluktuasi di sekitar rata-ratanya dan cenderung kembali ke arah rata-ratanya (mean reversion). Jika data tidak memenuhi kriteria ini maka pengujian akan menghasilkan spurrious regression (regresi lancung) yang menyesatkan. Deret waktu yang tidak stasioner berarti data tersebut memiliki time varying mean atau time varying variance atau kedua-duanya. Meskipun demikian uji ini sebenarnya merupakan analisis pelengkap VAR karena tujuan dari analisis ini adalah untuk melihat adanya hubungan timbal balik antar variabel-variabel yang diamati dan bukan tes data. Hanya saja bila data yang diamati stasioner maka hal itu akan meningkatkan akurasi dan analisis VAR (Hadi, 2003) .Metode pengujian VAR yang digunakan dalam pengujian unit akar ini adalah uji Augmented Dickey-Fuller (ADF) dan uji Phillips-Perron (PP). b)
Pemilihan
Lag
Optimal Permasalahan utama dalam data time series adalah adanya autokorelasi. Untuk mengatasi permasalahan ini maka harus digunakan panjang lag optimal yang diperoleh dari pengujian panjang lag optimal. Dalam penelitian ini penentuan panjang lag optimal didasarkan pada lag terpendek menurut Schwarz Information Criterion (SC). Menurut Gujarati (2003) SC memberikan timbangan yang lebih baik daripada AIC karena SC memberi timbangan lebih besar dan penalti lebih terhadap penambahan variabel. c) Uji Kointegrasi
7
The 4th PPM National Conference on Management Research Jakarta, 25 November 2010
ISSN: 2086-0390
Jika variabel dalam tahap dasar (level) tidak stasioner maka data tersebut harus memenuhi kriteria proses integrasi untuk mendapatkan hubungan jangka panjang. Beberapa kalangan menolak proses stasionerisasi (misal dengan metode differencing dan detrending) karena akan mengurangi bahkan menghilangkan informasi tentang pergerakan data dari variabel model. Namun ditinjau dari segi peramalan model VAR pada first differences akan lebih akurat dibanding VAR dalam levels. Bila terdapat kointegrasi pada variabel maka penggunaan VAR dalam 1st difference akan mengakibatkan misspesifikasi (Prima, 2004). HASIL DAN PEMBAHASAN A. REGRESI
Hasil penelitian secara regresi tertuang dalam tabel 1 dan 2. Dari gambaran tabel 1 didapatkan bahwa variabel kredit berpengaruh signifikan terhadap terbentuknya stabilitas, tetapi dengan arah pengaruh yang berbeda, pada bank islam berpengaruh secara positif sedang di bank konvensional berpengaruh negatif. Keberhasilan penyaluran kredit (dengan menjaga keseimbangan rasio kredit dan besaran NPL) merupakan faktor pendorong bergeraknya perekonomian yang bertumpu pada sektor riil. Telah banyak penelitian yang membuktikan daya tahan (resistensi) sektor riil terhadap guncangan krisis dan penciptaan stabilitas perekonomian. Misalkan Glaeser, Kerr dan Ponzetto (2009) yang menemukan bahwa para wira usahawanlah sejatinya yang tahan terhadap guncangan krisis dan menyerap banyak tenaga kerja dibanding korporasi besar. Pembuktian atas hipotesis temuan tersebut juga telah dilakukan dalam negeri (Christmas, 2009). Hanya saja ternyata banyak sekali ketidakberpihakan industri perbankan pada sektor UMKM ini utamanya dalam hal akses dan kemudahan pendanaan. Aspek efisiensi ternyata tidak berpengaruh terhadap stabilitas kedua perbankan, seperti ditunjukkan dalam Cost-Income Ratio. Hasil ini berlawanan dengan temuan Čihák dan Hesse (2008) atas pengamatan pada perbankan berukuran kecil. Kondisi ini mungkin disebabkan karena desain penelitian yang tidak membedakan ukuran perbankan. Dari segi efisiensi telah banyak penelitian yang menunjukkan bahwa kinerja bank syariah telah banyak mengalami peningkatan menuju perbaikan (seperti : Ascrya, Yumanita dan Rokhimah, 2008 dan Novarini, 2008 dll). Berbagai rumusan pun telah diteliti untuk menghasilkan sistem ideal bagi efisiensi bank syariah, termasuk hasil 8
The 4th PPM National Conference on Management Research Jakarta, 25 November 2010
ISSN: 2086-0390
penelitian Ismal (2008) tentang komposisi alokasi pembiayaan syariah mulai dari murabahah, mudharabah, musharakah dan istishna. Ditinjau dari segi ukuran aset, penelitian ini memperlihatkan peran yang signifikan dan positif pada bank syariah tetapi kondisi ini berkebalikan dengan bank konvensional. Hal ini mengindikasikan bank syariah lebih bisa mengendalikan stabilitas seiring meningkatnya aset yang dimiliki dibandingkan bank konvensional yang justru berpengaruh negatif. Temuan ini berbeda dengan hasil penelitian Čihák dan Hesse (2008) yang justru menemukan terjadinya instabilitas pada perbankan syariah dengan aset besar. Tetapi jika dikaitkan dengan aset yang masih kecil, temuan ini justru mendukung temuan Čihák dan Hesse (2008) lain yang menunjukkan stabilitas bank syariah berukuran kecil. Hal ini dapat dijelaskan bahwa perbankan syariah yang merupakan infant industry masih mencari bentuk ideal dalam segi efisiensi dan stabilitas, utamanya ketika telah mulai mengelola aset besar karena kepercayaan pasar. Satu sisi bank syariah mempunyai keunggullan konsep dan kontribusi positif bagi perekonomian nasional tetapi di sisi lain bank syariah masih terkendala pada rumusan teknis pengelolaan dan utamanya keterbatasan pemenuhan SDM yang merupakan aspek penting dari industri jasa. Aspek income diversity pada bank konvensional membawa pengaruh positif yang cukup kuat dalam pembentukan stabilitas tetapi tidak signifikan pada bank syariah. Berdasar statistik deskriptif tampak bank konvensional memiliki rata-rata income diversity dan varian yang tinggi dibanding bank syariah. Hal ini menunjukkan dari segi inovasi produk dan diversifikasi pendapatan bank konvensional lebih beraneka ragam dibanding bank syariah. Dengan melejitnya sektor financial bank konvensional dapat men-share resikonya dengan melakukan diversifikasi pendapatan pada berbagai instrumen yang memungkinkan. Dengan ini diharapkan volatilitas pendapatan (return) dan resiko dapat dikendalikan sehingga terwujud stabilitas. Kendala minimnya income diversity pada bank syariah dapat dijelaskan pada pola pembuatan kebijakan dan produk yang harus tunduk pada rule of shara’ law. Inovasi produk dan strategi pengelolaan pendanaan pada bank syariah harus melalui keran filter label „halal‟ sebelum dapat dieksekusi oleh manajemen. Bank syariah memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang bertugas menjaga berjalannya institusi on the track sesuai ketentuan syariat, disamping pula memiliki kelengkapan organisasi sebagaimana
9
The 4th PPM National Conference on Management Research Jakarta, 25 November 2010
ISSN: 2086-0390
bank konvensional. Dalam kasus perbankan syariah di Indonesia, Dewan Syariah Nasional negeri ini dikenal cukup rigid dan prudent dalam menscreening produk bank syariah sehingga terasa kurang inovatif dan ekspansif dibandingkan negara tetangga Malaysia. Aspek banking share berpengaruh negatif terhadap kestabilan bank syariah dan tidak signifikan terhadap bank konvensional. Artinya apabila share bank syariah dalam konstruksi perbankan nasional meningkat, terjadi kecenderungan ketidakstabilan (instabilitas). Jika kita kaitkan dengan variabel aset sebelumnya tampaknya kedua aspek tersebut terasa saling berkebalikan. Namun jika kita konfirmasikan dengan penelitian Čihák dan Hesse (2008) fenomena tersebut justru semakin memperkuat dugaan bahwa bank syariah belum cukup resources untuk mengelola pendanaan yang besar. Nilai tukar berpengaruh negatif pada bank syariah tetapi tidak signifikan pada bank konvensional. Sebagaimana temuan Ascarya (2009) yang menunjukkan besarnya peran nilai tukar pada kontribusi penciptaan krisis, temuan dalam penelitian ini semakin mendukung nature bank syariah yang menolak segala bentuk maysir (gambling) dalam pertukaran mata uang. Selain itu, banyak „ulama yang menjelaskan kebatilan penggunaan standar mata uang kertas (fiat money) saat ini yang didalamnya terkandung riba dan tidak sesuai ketentuan syara‟ (An-Nabhani, 1990). Dalam islam mata uang yang digunakan berbasiskan standar emas yaitu dinar dan dirham yang telah terbukti kestabilannya selama berabad-abad (Yusanto dan Yusuf, 2009 dan Ascarya, 2009). Sedang tabel 2 menunjukkan respon bersama-sama bank syariah dan konvensional terhadap stabilitas serentak. Beberapa variabel yang berpengaruh signifikan terhadap stabilitas perbankan diantaranya besaran kredit, efisiensi, aset, income diversity dan pertumbuhan PDB. Dengan market share bank syariah yang kurang dari 3% dalam pengujian ini hasilnya tampak mengikuti trend perbankan konvensional. B. VAR
Semua variabel penting yang terlibat dalam pembahasan teori sebelumnya akan diuji stasioneritasnya. Berdasakan tabel 3 dapat kita lihat hanya variabel kredit oleh perbankan syariah stasioner dalam tahap level, sedang yang lain stasioner dalam tahap perbedaan awal (first difference). Dalam hubungan antara pendanaan (kredit) dengan pertumbuhan ekonomi masih terdapat beberapa pendapat yang berbeda. Apakah kredit mempengaruhi pertumbuhan atau sebaliknya? Berdasarkan hasil penelitian Vazakidis
10
The 4th PPM National Conference on Management Research Jakarta, 25 November 2010
ISSN: 2086-0390
dan Adamopoulos (2009) menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi mempengaruhi besaran kredit yang diberikan. Tetapi Haiss dan Kichler (2009) menunjukkan bahwa kredit dan leasing berpengaruh secara positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Untuk memastikan hubungan kedua variabel dalam penelitian ini maka dilakukan uji kausalitas Granger. Hasil pengujian menunjukkan (tabel 4 dan 5) bahwa kredit syariah berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi, sedang kredit bank konvensional justru sebaliknya. Temuan ini didukung oleh serial regresi sebelumnya (tabel 2) yang menunjukkan arah pengaruh pertumbuhan PDB yang negatif terhadap stabilitas perbankan secara umum. Pertumbuhan PDB yang tinggi justru menurunkan stabilitas. Fenomena semacam ini ditemukan juga dalam penelitian Wagner (2010) dan Deltuvaitè (2020). Temuan ini mendukung hasil penelitian Rahmawulan (2008) yang menunjukkan sensifitas Non Performing Loan (NPL) bank konvensional terhadap shock PDB dengan durasi respon yang lama. Sedang Non Performing Financing (NPF) bank syariah tidak responsif tetapi justru menguatkan PDB. Untuk menghindari permasalahan autokorelasi dalam time series maka digunakan panjang lag optimal yang diperoleh dari pengujian panjang lag optimal. Berdasarkan pengujian panjang lag optimal menurut kriteria Schwarz Information Criterion (SC) dalam tabel 6 didapatkan panjang lag optimal perbankan syariah berada pada lag 2. Dalam pengujian Stasioneritas Johansen terhadap kredit syariah (tabel 7) menunjukkan terdapat dua persamaan kointegrasi pada nilai kritis yang ditentukan. Uji kointegrasi dapat juga dilakukan dengan melakukan regresi berganda variabel dependen dengan residual variabel yang belum stasioner tingkat level. Dengan metode inipun menunjukkan hasil yang serupa. Sesuai dengan penelitian sebelumnya menggunakan regresi, besaran variabel kredit syariah ternyata berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Melihat hasil pengujian IRF menunjukkan perilaku kredit syariah sesuai rumusan teori atau formulasi ekonom islam. Model skim pembiayaan syariah dirancang untuk mengakomodir rasa keadilan serta medorong pertumbuhan. Kredit syariah memberikan shock tertinggi pada periode ke dua dengan nilai puncak 22848,71. Guncangan tersebut berpengaruh dalam jangka panjang dan mulai stabil pada periode 22. Dengan ini secara prediktif pola pembiayaan syariah terlihat cukup prospektif menggerakkan laju perekonomian.
11
The 4th PPM National Conference on Management Research Jakarta, 25 November 2010
ISSN: 2086-0390
Pengaruh positif dalam temuan ini semakin membuktikan peran penting bank syariah dalam penyaluran kredit merupakan solusi jangka panjang penciptaan stabilitas ekonomi melalui akses dunia usaha. Berbeda kodisinya dengan perbankan konvensional yang lebih banyak terlenakan dengan derasnya liberalisasi sektor financial sehingga mengakibatkan manajemen bank lebih bersifat pragmatis yaitu profit minded (Wagner, 2010) meskipun likuiditas cenderung naik. Kalau hanya sekedar mengejar rentabilitas, likuiditas dan mengontrol resiko bank konvensional dapat menyalurkan aset yang dimiliki ke berbagai instrumen investasi yang semakin beragam. Hanya saja banyak instrumen financial market tersebut yang hanya bersifat jangka pendek dan cenderung rapuh dan labil. Efek samping dari kondisi tersebut justru akan meningkatkan resiko lain yaitu kemungkinan default (Wagner, 2010). Berangkat dari temuan ini tampaknya semakin terbukti bagimana pengelolaan kredit yang benar sangat menentukan keberhasilan pembangunan dan penciptaan lingkungan ekonomi yang progressif.
SIMPULAN DAN KETERBATASAN
Stabilitas merupakan syarat penting bagi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Karena itu penelitian ini mencoba mengeksplorasi bagaimana perbedaan tingkat stabilitas perbankan syariah dan konvensional dalam kaitan isu stabilitas dan pertumbuhan makro. Banyak bukti yang menunjukkan model pengelolaan perbankan syariah di Indonesia telah cukup perkasa dalam upaya turut menciptakan stabilitas perekonomian. Dalam pengujian pertama terlihat beberapa variabel yang berpengaruh terhadap stabilitas bank syariah diantaranya besaran pembiayaan (loan/aset), aset, banking share (negatif) dan nilai tukar. Sedangkan pada bank konvensional variabel yang berpengaruh pada stabilitas hanya kredit dan income diversity. Karena berpengaruh positif dan sangat signifikan terhadap stabilitas bank syariah maka pengamatan perilaku kredit syariah kemudian diuji dalam kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi secara makro. Hasil pengujian menunjukkan konsistensi bahwa kredit syariah telah pula berperan positif dalam pertumbuhan ekonomi melalui pembentukan stabilitas pada level perbankan Secara praktis penelitian ini tidak membedakan aspek ukuran aset bank (seluruh perbankan, bank besar dan bank kecil) dan kemungkinan variasi temuan antar negara dengan perbedaan kondisi makroekonomi. Ataupun juga melihat pengaruh terjadinya
12
The 4th PPM National Conference on Management Research Jakarta, 25 November 2010
ISSN: 2086-0390
krisis keuangan global terhadap stabilitas bank syariah di Indonesia. Perlu penelitian lebih lanjut terkait jenis kredit apakah yang paling menentukan dalam menggerakkan perekonomian.
DAFTAR PUSTAKA
Aghion, Angeletos, Banerjee dan Manova. 2005. Volatility and Growth : Credit Constraints and Productivity-Enhancing Investment. Massachusetts Institute of Tecchnology Department of Economics Working Paper Series. Available at http://ssrn.com/abstract=719772 An-Nabhani, Taqiyuddin. 1990. Nizhâm al-Iqtishâdi. Beirut : Darul Ummah, cetakan 4. Ascarya. 2009. Pelajaran Yang Dapat Dipetik Dari Krisis Berulang : Perpektif Ekonomi Islam. BI : Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan Volume 12 Nomor 1 Juli 2009 hal 33. Boumediene, aniss dan Caby, Jerome. 2010. The Stablity of Islamic Banks During Subprime Crisis. Available at SSRN: http://ssrn.com/abstract=1524775. Diakses 11 Agustus 2010. Čihák, Martin dan Hesse, Heiko. 2008. Islamic Bank and Financial Stability: An Empirical Analysis. IMF Working Paper. Deltuvaitè, Vilma. 2010. The Concentration-Stability Relationship in The Banking System : An Empirical Research. Ekonomika Ir Vadyba, page 900-909. Glaeser, Edward L.; Kerr, William R dan Ponzetto, Giacomo A.M. Cluster of Entrepreneruship. Harvard Business Scholl Working Paper 10-019. November 2009. Gujarati, Damodar N. 2003. Basic Econometrics. Fourth Edition-International Edition. Printed in Singapore : McGraw Hill. Hadi, Yonathan S. 2003. Analisis Vector Auto Regression (VAR) Terhadap Korelasi Antara Pendapatan Nasional dan Investasi Pemerintah Indonesia, 1983/1984 – 1999/2000. Jurnal Keuangan dan Moneter. Volume 6 Nomor 2. Jakarta Haiss, Peter dan Kichler, Elisabeth. 2009. Leasing, Credits and Economic Growth : Evidence for Central and South Eastern Europe. EI (Eropa Institute) Working Paper
13
The 4th PPM National Conference on Management Research Jakarta, 25 November 2010
ISSN: 2086-0390
No 80. Dapat diakses pada http://www.wu-wien.ac.at/wuw/institute/europainstitut/ pub/workingpaper/index Ismal, Rifki. 2008. Efficient Portfolio Frontier dari Instrumen Pembiayaan Syariah di Indonesia. Paper Symposium “On Implementation of Islamic to Positive Economics in the World as Aslternative of Conventional Economic System : Toward development in the new Era of The Holistic Economics”. Universitas Airlangga Surabaya 1-3 Agustus 2008. Miller, warren. 2009a. Comparing Models of Corporate Bankruptcy Prediction : Distance to Devault vs. Z-Score. Available at:http://ssrn.com/abstract=1461704. Miller, warren. 2009b. Introduction the Morningstar Solvency Score, A Bankruptcy Prediction Metric. available at: http://ssrn.com/abstract=1516762. Diakses 31 Agustus 2010. Novarini. 2008. Efisiensi Unit Usaha Syariah dengan Metode Stochastic Frontier Analysis (SFA) Derivasi Fungsi Profit dan BOPO. Paper Symposium “On Implementation of Islamic to Positive Economics in the World as Aslternative of Conventional Economic System : Toward development in the new Era of The Holistic Economics”. Universitas Airlangga Surabaya 1-3 Agustus 2008. Prima, Rizal Adi. 2004. Disparitas Efek Regional dan Faktor Penentu Transmisi Kebijakan Moneter Daerah : Kasus Sumatra-Jawa. Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Rahmawulan, Yunis. 2008. Perbandingan Faktor Penyebab Timbulnya NPL dan NPF pada perbankan Konvensional dan Syariah di Indonesia. Thesis Program Kajian Timur Tengah dan Islam Universitas Indonesia. Vazakidis, Athanasios dan Adamopoulos, Antonios. 2009. Credit Market Development and
Economic
Growth.
American
Journal
of
Economics
and
Business
Administration 1 (1) 34-40. Wagner, Wolf. 2010. The Liquidity of Bank Assets and Banking Stability. Cambridge Endowment for Research in Finance (CERF). Zdzienicka, Aleksandra. 2009. Vulnerabilities in Central and Eastern Europe : Credit Growth. Working Paper Centre national de fa Recherche Sientifique. Electronic copy available at: http://ssrn.com/abstract=1405326. Diakses pada 19 Oktober 2010.
14
The 4th PPM National Conference on Management Research Jakarta, 25 November 2010
ISSN: 2086-0390
15
The 4th PPM National Conference on Management Research Jakarta, 25 November 2010
ISSN: 2086-0390 Sumber : Data diolah dengan Eviews
LAMPIRAN Tabel 1. Hasil Regresi Terpisah (Dependent Variable : Z Score) Aspek Islamic Banks Conventional Banks 24.26556 -230.4191 Loan/Aset (0.000)*** (0.000)*** -1.060705 -19.59254 Cost-Income Rasio (0.6704) (0.4065) Aset 0.000303 -1.75E-05 (0.0064)*** (0.1579) Income Diversity 4.196174 20.27455 (0.146) (0.002)*** Banking Share -1165.08 -1217.261 (0.0015)*** (0.3248) Nilai tukar -0.000569 -0.000115 (0.0128)*** (0.9503) Inflasi -0.170072 -0.693471 (0.5111) (0.5034) Pertumbuhan PDB -48.407 -35.10157 (0.1307) (0.7479) Konstanta 2.785133 1473.72 (0.6934) (0.2388) R Squared 0.549563 0.935603 Sumber: data diolah dengan Eviews *** signifikan pada 1%, ** signifikan pada 5% Tabel 2. Hasil Regresi Serentak (Dependent Variable : Z Score) Variable Coefficient Dummy (D1) 970.0625 Loan/Aset -49.20020 Cost-Income Rasio -17.99510 Aset -1.98E-05 Income Diversity (ID) 34.77239 ID*D1 -41.99193 Banking Share (BS) 1126.087 BS*D1 -636.3159 Nilai tukar -0.001207 Inflasi -1.175187 Pertmbuhan PDB -252.5016 Konstanta -898.9682 R-squared 0.996884 Prob(F-statistic) 0.000000
Std. Error 677.1325 18.56645 7.375716 7.60E-06 4.257612 11.91939 678.2709 750.1590 0.000651 0.764209 79.34782 678.9175
t-Statistic 1.432604 -2.649952 -2.439777 -2.602525 8.167111 -3.522992 1.660232 -0.848241 -1.853268 -1.537782 -3.182212 -1.324120
Tabel 3. Uji Stasioneritas data Variabel LOAN FIN GDP
PP Test -8.843382 3.481797 -4.772722
1% -3.6959 -3.6852 -3.6959
5% -2.9750 -2.9705 -2.9750
10% -2.6265 -2.6242 -2.6265
Tingkat Stasioner 1st diff Level 1st diff
Response to Cholesky One S.D. Innovations Response of GDP to FIN 70000
Tabel 4. Granger Causality Tests Kredit Konvensional
60000
Null Hypothesis:
Obs
F-Statistic
Probability
27
6.36787 0.23325
0.00658 0.79389
GDP does not Granger Cause LOAN LOAN does not Granger Cause GDP
50000 40000 30000 20000
Tabel 5. Granger Causality Tests Kredit Syariah
10000
Null Hypothesis:
Obs
F-Statistic
Probability
25
1.55937 4.46526
0.23300 0.01297
GDP does not Granger Cause FIN FIN does not Granger Cause GDP
0 5
15
20
25
30
35
30
35
Response of GDP to GDP
Tabel 6. Penentuan order lag model perbankan syariah
Prob. 0.1563 0.0099 0.0172 0.0112 0.0000 0.0007 0.1012 0.3991 0.0679 0.1285 0.0022 0.1897
10
70000
Lag
LogL
LR
FPE
AIC
SC
HQ
0 1 2 3 4
-569.1223 -494.8825 -494.3093 -484.6193 -477.4088
NA 130.6620 0.917143 13.95360* 9.229526
2.39E+17 8.68E+14 1.15E+15 7.45E+14 5.98E+14*
45.68979 40.07060 40.34475 39.88955 39.63270*
45.78730 40.36313* 40.83230 40.57212 40.51029
45.71683 40.15174 40.47997 40.07886 39.87611*
60000 50000 40000 30000 20000 10000
* indicates lag order selected by the criterion
0 5
Tabel 7. Uji Kointegrasi Hypothesized Trace 5 Percent 1 Percent No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Critical Value None * 0.375646 16.03729 15.41 20.04 At most 1 * 0.135654 3.790331 3.76 6.65 *(**) denotes rejection of the hypothesis at the 5%(1%) level
16
10
15
20
25